digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · web viewberdasarkan hasil...
TRANSCRIPT
PROSPEK BAHASA BUGIS DAN MAKASSAR:TINJAUAN PEMILIHAN BAHASA DI KABUPATEN PANGKEP
Oleh: Johar AmirUniversitas Negeri Makassar
e-mail: [email protected]
AbstrakMasyarakat kota Pangkajene dikenal sebagai masyarakat multibahasa. Mereka umumnya menguasai tiga bahasa,
yaitu Bugis, Makassar, dan Indonesia Penguasaan dua bahasa daerah ditambah dengan bahasa Indonesia merupakan keunikan tersendiri bagi masyarakat penuturnya, sehingga menarik dikaji dari persfektif sosiolinguistik. Pemilihan bahasa dalam tulisan ini difokuskan pada ranah keluarga, karena bahasa pertama kali diperoleh dalam lingkungan keluarga. Untuk mengetahui apakah bahasa Bugis dan Makassar masih eksis digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga
Tulisan ini bertujuan (1) mengungkap wujud bahasa yang dipilih untuk digunakan dalam lingkungan keluarga di Pangkajene. (2) mengungkap pola pemilihan bahasa dalam ranah keluarga meliputi bahasa yang digunakan oleh (a) suami – isteri, (b) orang tua – anak, (c) anak-anak dengan anak-anak, dan (d) kakek/nenek – cucu, serta (3) mengungkap bahasa yang lebih dominan digunakan dalam lingkungan keluarga.Ketiga tujuan tersebut terungkap melalui teknik rekam, observasi, dan kuesioner. Teknik penarikan sampel adalah kluster sampling sebanyak 120 orang. Variabel anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua masing-masing diwakili oleh 30 responden.
Hasilnya menunjukkan, bahwa 81% orang tua memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada anak-anak mereka, 83% anak-anak memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada kakak/adiknya, 56,6% suami memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada isterinya dan sebaliknya, serta 83,3% nenek/kakek menggunakan bahasa Indonesia kepada cucunya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa umumnya masyarakat kota Pangkajene menggunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarganya, kecuali bahasa yang digunakan oleh suami/isteri . Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Bugis dan Makassar sudah mengalami pergeseran fungsi. Keduanya tidak lagi digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga. Perlahan-lahan bahasa Bugis dan Makassar akan punah bila tidak ditangani secara serius oleh pemerintah dan kesadaran masyarakat penuturnya untuk menggunakannya kembali sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga.
Kata kunci: prospek, pemilihan bahasa, dan ranah keluarga.
PendahuluanInteraksi sosial dalam masyarakat multibahasa seperti di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dalam
hal pemilihan bahasa. Salah satu penyebabnya adalah adanya bahasa yang hidup berdampingan dengan bahasa lain
dan digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, setiap warga masyarakat
secara tidak langsung diharuskan memilih bahasa untuk digunakan berinteraksi dengan masyarakatnya.
Sehubungan dengan hal itu, Susiawati (1998:1) berpendapat bahwa pemilihan bahasa tidak dilakukan secara
kebetulan, tetapi merupakan suatu strategi berbahasa yang memiliki keteraturan. Keteraturan itu lebih dipengaruhi oleh
faktor-faktor nonlinguistik seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, topik apa yang dibicarakan, di mana pembicaraan itu
berlangsung.
Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial seperti yang dibicarakan itu, terjadi pula pada masyarakat tutur di
Kabupaten Pangkep. Masyarakatnya memiliki sekurang-kurangnya tiga bahasa yang digunakan dalam interaksi
sosial yakni bahasa Bugis, bahasa Makassar, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sehingga menarik
untuk dikaji. Pemilihan bahasa yang terjadi di Kabupaten Pangkep itu semakin menarik bila dikaitkan dengan
status sosial, mitra tutur, peristiwa tutur, dan status perkawinan. Hal tersebut penting diperhatikan oleh penutur
untuk memproses informasi kontekstual agar selanjutnya dapat memilih bahasa yang layak dalam suatu peritiwa
tutur.
Berdasarkan hasil penelitian yang sementara berlangsung di Kabupaten Pangkep dengan judul "Pemilihan
Bahasa pada Masyarakat Multibahasa di Kabupaten Pangkep: Studi Kasus Ranah Keluarga (2009) menunjukkan
bahwa bahasa yang dominan digunakan pada ranah keluarga adalah bahasa Indonesia.
Oleh karena itu penulis tertarik menulis "Prospek Bahasa Bugis dan Makassar: Pemilihan Bahasa di Kabupaten Pangkep."
Kerangka teoretisPemilihan bahasa dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk dikaji dari perspektif
sosiolinguistik. Sekaitan dengan itu, Fasold (1984:180) mengemukakan bahwa sosiolinguistik dapat menjadi bidang
studi karena adanya pilihan bahasa.
Lebih lanjut Rokhman (2005: 1) menambahkan bahwa dalam masyarakat Indonesia yang multibahasa
merupakan masalah yang kompleks. Situasi kebahasaan seperti itu terdapat beberapa bahasa yang hidup
berdampingan dan dipakai dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat harus memilih bahasa
atau ragam bahasa untuk dipakai dalam interaksi tertentu. Pemilihan bahasa atau ragam tersebut t -idak bersifat
acak, tetapi harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, tentang topik
apa, di mana pertistiwa tutur itu berlangsung.
Pendapat senada mengenai pemilihan bahasa dikemukakan oleh Kamaruddin (1992: 42) bahwa dalam
pemilihan bahasa perlu diperhitungkan faktor-faktor yang berhubungan dengan peserta tutur, situasi, isi
pembicaraan, dan fungsi interaksi. Pemilihan bahasa biasanya didasarkan pada satu atau kombinasi beberapa
faktor tersebut.
Senada dengan hal tersebut, Fasold (1984: 183) dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pemilihan.
Pertama dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intralingual variation). Kedua, dengan melakukan alih
kode (code switching), artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa lain pada
keperluan lain dalam suatu peristiwa komunikasi. Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing) artinya
menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.
Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial masyarakat dwibahasa/multibahasa disebabkan oleh berbagai faktor
sosial dan budaya. Evin-Tripp (1972) mendefinisikan empat faktor utama sebagai penanda pemilihan bahasa penutur
dalam interaksi sosial, yaitu (1) latar (waktu dan tempat) dan situasi, (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik
percakapan, dan (4) fungsi interaksi.
Sejalan dengan itu, Gal (1982) menemukan bukti bahwa karakteristik penutur dan mitra tutur merupakan faktor
yang paling menentukan dalam pemilihan bahasa dalam masyarakat tersebut, sedangkan faktor topik dan latar
merupakan faktor yang kurang menentukan dalam pemilihan bahasa dibandingkan faktor partisipan.
Selain pendapat di atas, Rubin (1982) menemukan faktor penentu yang terpenting adalah lokasi tempat
berlangsungnya peristiwa tutur. Hasil penelitiannya mengenai pemilihan bahasa Guarani dan Spanyol di
Paraguay disimpulkan bahwa lokasi interaksi yaitu (1) desa, (2) sekolah, dan (3) tempat umum sangat
menentukan dalam pemilihan bahasa masyarakat. Di desa pembicara akan memilih bahasa Gurani, di sekolah
akan memilih bahasa Spanyol, dan tempat umum juga memilih bahasa Spanyol.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi, karena kajian ini berkaitan dengan
analisis ranah. Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Fishman (1964). Menurutnya ranah merupakan
konstalasi faktor lokasi, topik dan partisipan. Ditambahkannya, (dalam Aman, 1987) bahwa ranah adalah
konsep teoretis yang menandai satu situasi interaksi yang didasarkan pada satu pengalaman yang sama.
Misalnya keluarga, jual bell (transaksi), agama , pekerjaan, dan sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Fishman.
Selanjutnya, dengan mengacu pada prinsip dasar sosiolinguistik yang melihat bahasa sebagai alat
komunikasi dalam masyarakat multibahasa, kajian ini berusaha menjawab pertanyaan, "Siapa yang berbicara
kepada siapa, dengan menggunakan bahasa apa, dan bilamana, serta dengan maksud apa? (Fishman, 1969).
Sejalan dengan hal tersebut, pertanyaan yang telah dikemukakan oleh Fishman (1969) di atas, sekaligus
sebagai acuan dalam pemilihan bahasa. Dengan demikian, pola pemilihan bahasa yang dimaksud meliputi unsur-
unsur (1) teman berbahasa, (2) bahasa yang digunakan, (3) ranah, (4) tempat, dan (5) topik.
Bertolak dari uraian tersebut, berikut ini dikemukakan pola pemilihan bahasa yang menjadi acuan untuk
mengamati penggunaan bahasa masyarakat Pangkep. Pola ini direvisi dari model ranah dalam pemilihan
bahasa yang dikemukakan oleh Fishman (1971: 250).
Metode penelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi dalam sosiolinguistik dan di Desain secara deskriptif. Maksudnya, dalam
penelitian ini dideskripsikan studi kasus yang telah dilakukan selama pengumpulan data. Dalam hal ini yang diamati adalah studi
penggunaan dan pemilihan bahasa dalam keluarga.
Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Pangkajene, karena Kecamatan tersebut letaknya jauh dari batas-batas geografis
sehingga tidak terpengaruh oleh penggunaan bahasa masyarakatnya. Selain itu, Kota Pangkajene sudah mewakili karakteristik
masyarakat Pangkep secara keseluruhan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Adapun sampel dalam penelitian ini ditarik melalui teknik cluster sampling. Maksudnya, penarikan sampel didasarkan atas
kelompok-kelompok sosial yang menjadi variabel independen. Salah satu di antaranya adalah umur, meliputi: anakanak, remaja,
dewasa, dan orang tua. Setiap variabel independen ditarik sebanyak 30 responden secara purposive. Jadi, jumlah sampel secara
keseluruhan sebanyak 120 orang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: (1) teknik observasi partisipatif, (2) teknik
wawancara, (3) teknik catatan iapangan, dan (4) teknik kuesioner.
Data dalam penelitian ini difokuskan pada pemilihan dan penggunaan bahasa dalam ranah keluarga. Khusus dalam makalah
ini hanya dikaji satu variabel saja yaitu variabel umur, mengingat kesempatan untuk menyajikannya sangat terbatas. Pengungkapan
bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam ranah kelurga digunakan 2 jenis data, yaitu (1) data kualitatif diperoleh melalui hasil
pencatatan penulis, pengamatan, dan perekaman tuturan masyarakat; (2) data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner yang
disebarkan kepada masyarakat.
Wujud pemilihan bahasaSantai di bawah kolong rumah
Peserta : 5 orang
Lokasi : Pangkajene
a)Erokko kemae? (bhs. Makassar): 'Mau ke mana?'
b)P o t e r a n g i r a n g m i n y a k t a n a y a ( b h s . M a k a s s a r ) : ` M e m b a w a p u l a n g m i n y a k t a n a h '
A d a t e t a n g g a y a n g d a t a n g . T u a n r u m a h b e r t a n y a k e p a d a t a m u
c)Lokkai sikolae emmakna? (bhs. Bugis): 'Pergi ke sekolah ibu?
d) Dek, engkami kobolae, malasai. (bhs. Bugis): 'Tidak, ada di rumah, sakit'
Loppona saddanna mesin cucina taue (campuran bhs. Bugis dan Ind.): `Suara mesin cuci besar.'
Langsungi itu nakasi masuk semua. (bhs. Indonesia): 'Langsung dimasukkan semua.'
Pengeringnami ro napake (campuran bhs Ind. Dan Bugis): 'Hanya pengering dia gunakan.'
Saudara tuan rumah datang
e) Makdemosi pabentor e. Maega pabentor tilang. (bhs. Bugis): `Melakukan lagi demonstrasi tukang bentor.'
d) lami to i tilangi ko dek na lengkap surek-surekna. (Bhs. Bugis dan unsur bhs. Indonesia): 'Mereka ditilang kalau tidak
lengkap surat-suratnya.'
e) Makurangi kapang pemasukanna danres e namappakko. (Bhs. Bugis. dan unsur bhs. Indonesia): 'Mungkin
kurang pemasukan polisi sehingga berbuat seperti itu.'
Bertemu keluarga
Peserta : 6 orang
Lokasi : Pangkajene
a) Dari manako? (bhs. Indonesia)
b) Dari rumah. (bhs. Indonesia)
c) Tidak ikutki anak-anak? (bhs. Ind).
b) Tidak. Ka ini Aso sudah tongi masuk rumah sakit. (bhs. Indonesia).
a) Begitu tong!, tipes tongi dia, na tidak ditauki. (bhs. Indonesia).
c) Maganna Mann! (bhs. Bugis).
d) Minggu lalu (bhs. Indonesia)
a)Tegako elok Lokka Tutu? (bhs. Bugis)
b) dr. Mammeng
c) Silaongangi Hadi! (bhs. Bugis)
d) Lampamaki! Jappama nakke. (bhs. Makassar).
Kedua percakapan di atas menggunakan tiga bahasa secara bergantian yaitu bahasa Indonesia, Bugis, dan
Makassar. Walaupun percakapan di atas menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Indonesia yang digunakan
adalah bahasa Indonesia nonbaku. Bahasa yang dipilih digunakan disesuaikan dengan peserta.
Pola pemilihan bahasaSebelum dipaparkan pola pemilihan bahasa terlebih dahulu dideskripsikan persentase pemil ihan bahasa
masyarakat Pangkep berdasarkan usia seperti yang diuraikan berikut ini.
a. Kelompok anak-anak
Pemilihan bahasa berdasarkan hubungan peran
Berdasarkan data pemilihan bahasa kelompok anak-anak menurut hubungan peran, menunjukkan bahwa dari
30 responden sebanyak 25 responden (83,3%) memilih berbahasa Indonesia kepada ibu mereka. Hanya 3
responden (10%) yang berbahasa Bugis, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Makassar.
Demikian juga bila mereka berbicara kepada ayah mereka. Terdapat 24 responden (80%) yang berbahasa
Indonesia. Hanya 5 responden (16,6%) yang berbahasa Bugis, seorang responden (3,3%) yang berbahasa
Makassar.
Selanjutnya, biia anak-anak berbicara kepada kakak/adiknya dalam keluarga, sebanyak 25 responden (83,3%)
yang berbahasa Indonesia. Sisanya 3 responden (10%) yang berbahasa Bugis, dan 2 responden (6,6%) yang
berbahasa Makassar.
Lebih lanjut, sebanyak 24 responden (80%) yang menggunakan bahasa Indonesia kepada neneknya, dan
masing-masing 3 responden (10%) berbahasa Bugis dan Makassar.
Apabila ada anggota keluarga lain seperti tante dan sepupu yang tinggal serumah, sebanyak 23 responden
(76,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia, 5 responden (16,6%) yang berbahasa Bugis, 2 responden (6,6%)
yang berbahasa Makassar.
Bahasa yang digunakan oleh anak-anak bila berinteraksi dengan teman temannya di rumah, umumnya
mereka mengggunakan bahasa Indonesia oleh 23 respnden (76,6%). Hanya masing-rnasing 3 responden (20%)
berbahasa Bugis dan Makassar, dan seorang responden (3,3%) yang menggunakan tiga bahasa secara
bergantian.
Seianjutnya, sebanyak 22 responden (73,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia bila ada keluarga yang
datang bertamu ke rumah responden. Terdapat 4 responden (13,3%) yang berbahasa Bugis, dan 2 responden
(6,6%) berbahasa Makassar, serta 2 responden yang dwibahasa.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa umumnya anak-anak menggunakan
bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan kedua orang tua mereka, kakak/adik nenek/kakek, anggota keluarga
yang lain seperti tante dan sepupu, teman-teman responden dan keluarga yang datang bertamu. Perlu diketahui,
bahwa bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa Indonesia nonbaku.
Dengan demikian, teori sosiolinguistik yang mengatakan bahwa di dalam ranah keluarga digunakan bahasa
daerah sebagai alat untuk berinteraksi tampaknya
MENGURAI KESERUMPUNAN: DUNIA MELAYU.... 85
sudah tidak demikian. Perlu diakui bahwa hal tersebut dipicu oleh pengaruh era globalisasi yang semakin ketat,
termasuk persaingan di bidang pendidikan untuk rneningkatkan sumber daya manusia. Salah satu alat yang
digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, orang tua merasa
perlu membekali anaknya kemampuan berbahasa Indonesia sejak dini, melalui penggunaan bahasa Indonesia
sebagai alat untuk berinteraksi di rumah.
b. Kelompok remaja
Pemakaian bahasa berdasarkan hubungan peran
Sesuai dengan data yang telah d ikumpulkan, menunjukkan, bahwa dar i 30 responden kelompok
remaja terdapat 19 responden (63,3%) yang memil ih menggunakan bahasa Indonesia bi la berbicara
kepada ibu mereka. Hanya 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis, seorang responden (3,3%) yang
berbahasa Makassar, 4 responden (13,3%) yang berbahasa Bugis dan Indonesia secara bergantian, serta 4 responden (13,3%)
yang berbahasa Makassar dan Indonesia secara bergantian.
Selanjutnya, bila responden berinteraksi dengan ayah mereka sebanyak 19 orang (63,3%) yang menggunakan
bahasa Indonesia . Hanya 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis. Terdapat 5 responden (16,6%) yang berbahasa
Bugis dan Indonesia, dan 4 responden (13,3%) yang berbahasa Makassar dan Indonesia.
Apabila responden beriteraksi kepada kakak/adiknya, sebanyak 25 responden (83,3%) yang menggunakan
bahasa Indonesia. Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Bugis, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis
dan Indonesia secara bergantian. Demikian pula 2 responden yang berbahasa Makassar dan Indonesia secara
bergantian.
Selanjutnya, terdapat 16 responden (53,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia bila berinteraksi kepada
kakek/neneknya. Hanya 5 responden (16,6%) yang berbahasa Bugis, 2 reponden (6,6%) yang berbahasa
Makassar, 6 responden (20%) yang berbahasa Indonesia dan Bugis secara bergantian, dan hanya seorang
responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia Makassar secara bergantian kepada kakek/neneknya.
Lebih Ianjut bila responden berinteraksi kepada anggota keluarga yang lain di rumah sebanyak 21 responden
(70%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Hanya masing-masing seorang responden (6,6%) yang berbahasa Bugis
dan bahasa Makassar. Terdapat 4 responden (13,3%) yang berbahasa Indonesia dan Bugis secara bergantian serta, 3
responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar.
Responden bila kedatangan tamu keluarga menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 25 orang (83,3%), hanya
3 responden (10)%) yang berbahasa Bugis, dan 2 responden (6,6%) yang berbahasa Makassar.
Apabila ada teman yang berkunjung ke rumah responden, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebanyak
23 responden (76,6%). Hanya seorang 'esponden (3,3%) yang berbahasa Makassar, 4 responden (13,3%) yang
berbahasa !ndonesia dan Bugis, dan 2 responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa umumnya responden memilih menggunakan bahasa
Indonesia terhadap keluarga mereka di rumah. Walaupun responden mengaku menggunakan bahasa Indonesia,
namun bahasa Indonesia yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia nonbaku. Mereka tetap menggunakan logat
Bugis dan Makassar seperti penggunaan klitika. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh geografis dan budaya
masyarakat Pangkep . Di sisi lain, orang tua ingin mengikuti perkembangan (modernisasi). Oleh karena itu, orang tua
membiasakan anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia di rumah.
c. Kelompok dewasa
Pemilihan bahasa berdasarkan hubungan peran
Sesuai dengan data yang dikumpulkan' dalam pemilihan bahasa kelompok dewasa, sebanyak 14 responden
(46,6%) yang memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada ibu mereka. Terdapat 10 responden (33,3%) yang
berbahasa Bugis, 5 responden (16,6%) yang berbahasa Makassar, seorang responden (3,3%) yang berbahasa
Bugis dan Indonesia secara bergantian.
8 6 I L H A M D A E N G M P , K K E L O & A B D R A H M A N R A H I M ( P E N Y . )
Responden yang berinteraksi kepada ayahnya sebanyak 13 orang (43,3%) yang menggunakan bahasa
Indonesia. Responden yang berbahasa Bugis sebanyak 9 orang (30%). Terdapat 4 responden (13,3%) yang berbahasa
Makassar. Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar, dan 3 responden (10%) yang
berbahasa Indonesia, Makassar dan Indonesia.
Apabila responden berinteraksi kepada kakak/adiknya, mereka menggunakan bahasa Indonesia, sebanyak
15 responden (50%). Hanya 7 responden (23,3%) yang berbahasa Bugis. Terdapat 6 responden (20%) yang
berbahasa Makassar. Hanya dua responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia, Makassar, dan Bugis secara
bergantian.
Selanjutnya, hanya 5 responden (16,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia bila berinteraksi kepada
kakek/neneknya. Terdapat 13 responden (43,3%) yang berbahasa Bugis, 11 responden (36,6%) yang berbahasa
Makassar, Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia, Bugis, dan Makassar secara bergantian,
kepada kakek/neneknya.
Lebih lanjut bi la responden berinteraksi kepada anggota keluarga bukan inti di rumah, terdapat 14
(46,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Hanya 4 responden (13,3%) yang berbahasa Bugis. Terdapat 8
responden (26,6%) yang berbahasa Makassar, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar
secara bergantian. Serta dua responden yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.
Selanjutnya, bila ada teman sesuku yang berkunjung ke rumah responden, mereka menggunakan bahasa
Indonesia sebanyak 12 responden 40%). Terdapat 6 responden (20%) yang berbahasa Bugis, 7 responden (23,3%)
berbahasa Makassar, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis dan Makassar secara bergantian, serta 3 responden
yang berbahasa Indonesia dan Makassar secara bergantian.
Apabila responden kedatangan tamu keluarga, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 10
responden (333%). Terdapat 8 responden (26,6%) yang berbahasa Bugis, 6 responden (20%) berbahasa
Makassar, 3 responden (10%)yang berbahasa Indonesia dan Bugis secara bergantian, serta 3 responden yang
menggunakan tiga bahasa secara bergantian.
Tidak jauh berbeda bila responden berbicara kepada suami/isteri, sebanyak 17 responden (56,6%) yang
menggunakan bahasa Indonesia, 7 responden (23,3%) berbahasa Bugis, sedangkan bahasa Makassar digunakan oleh
4 responden (13,3%), dan 2 responden (6,6%) berbahasa Indonesia dan Makassar.
Selanjutnya bila responden kelompok dewasa tersebut berbicara kepada anakanak mereka, sebanyak 27
responden (90%) yang menggunakan bahasa Indonesia, hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa
Makassar, dan dua responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar secara bergantian.
Lebih lanjut, bila responden berbicara kepada cucu mereka, terdapat 12 responden (40%) yang menggunakan
bahasa Indonesia. Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Bugis, dan 4 responden yang berbahasa
Makassar. Jumlah responden yang mempunyai cucu hanya 17 orang dari 30 responden. Jadi, sebayak 13
responden (43,%) yang belum mempunyai cucu.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa umumnya responden memilih
menggunakan bahasa Indonesia kepada anakanaknya, cucu-cucunya, dan suami/isterinya. Adapun kepada,
kakak/adik mereka, dan teman sesuku hampir seimbang antara penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa
daerah. Sebaliknya bila berbicara kepada nenek/kakek mereka, anggota keluarga yang lain seperti sepupu, ipar,
tante dan paman, serta tamu keluarga Iebih banyak menggunakan bahasa daerah.
d. Kelompok orang tua
Pemilihan bahasa berdasarkan hubungan peran
Sesuai dengan data yang yang telah dikumpulkan dalam hal pemilihan bahasa, kelompok orang tua, terdapat 6
responden (20%) yang memilih menggunakan bahasa Indonesia bila berbicara kepada ibu mereka. Terdapat 12
responden (40%) yang menggunakan bahasa Bugis, 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Makassar, 3
responden (10%) yang menggunakan bahasa Indonesia dan Makassar serta 2 responden (6,6%) yang menggunakan
bahasa Bugis dan Makassar secara bergantian. Selanjutnya, bila responden berinteraksi kepada ayahnya sebanyak 7
orang (23,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia, 12 responden (40%) yang menggunakan bahasa Bugis.
Terdapat 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Makassar. Hanya seorang responden (3,3%) yang
menggunakan bahasa ndonesia dan Makassar, serta 3 responden (10%) yang menggunakan tiga bahasa secara
bergantian.
Tidak jauh berbeda bila responden berbicara kepada suami/isteri mereka, sebanyak 10 responden (33,3%) yang
menggunakan bahasa Indonesia, 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Bugis, sedangkan bahasa Makassar
digunakan oieh responden (26,6%), 3 responden (10%) yang menggunakan bahasa Bugis dan Makassaii Hanya 2
responden (6,6%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.
Selanjutnya bila responden berinteraksi kepada anak-anak mereka, sebahagian besar, yaitu sebanyak 16
responden (53,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Hanya 5 responden (6,6%) yang menggunakan bahasa
Bugis, 6 responden (10%) yang menggunakan bahasa Makassar, serta 3 reseponden (10%) yang menggunakan tiga
bahasa secara bergantian.
Lebih lanjut, bila responden berbicara kepada cucu mereka, terdapat 25 -esponden (83,3%) yang
menggunakan bahasa Indonesia. Hanya 3 responden (10%) yang menggunakan bahasa Bugis, seorang responden
(3,3%) yang menggunakan bahasa Makassar, dan seorang responden (3,3%) yang menggunakan tiga bahasa secara
bergantian.
Apabila responden beriteraksi kepada kakak/adiknya, mereka menggunakan Bahasa Indonesia, sebanyak 4
responden (13,3%). Sebanyak 14 responden (46,6%) yang menggunakan bahasa Bugis. Terdapat 9 responden (30%)
yang menggunakan Bahasa Makassar. Hanya seorang responden (3,3%) dwibahasawan Indonesia Bugis, serta 2
responden (6,6%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.
Lebih lanjut bila responden berinteraksi kepada anggota keluarga yang iain di rumah seperti sepupu, tante dan
paman, terdapat 8 responden (26,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Sebanyak 12 responden (40%) yang
menggunakan bahasa Bugis. Hanya 5 responden (16,6%) yang menggunakan bahasa Makassar, 2 responden (6,6%)
yang menggunakan bahasa Indonesia dan Makassar secara bergantian. Serta 3 responden (10%) yang menggunakan
tiga bahasa secara bergantian.
MENGURAI KESERUMPUNAN: DUNIA MELAYU.... 89
Apabila responden kedatangan tamu keluarga, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 13 responden
(43,3%). Terdapat 8 responden (26,6%) yang menggunakan bahasa Bugis, 6 responden (20%) yang menggunakan
bahasa Makassar. Hanya 3 responden (10%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.
Selanjutnya, bila ada teman sesuku yang berkunjung ke rumah responden, mereka rnenggunakan bahasa
Indonesia sebanyak 12 responden (40%). Terdapat 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Bugis, 4
responden (13,3%) yang rnenggunakan bahasa Makassar. Hanya 2 responden yang menggunakan bahasa Bugis
dan Makassar secara bergantian, 5 responden (16,6%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, bahwa pemilihan bahasa oleh keiompok orang tua seperti
berbicara kepada kedua orang tua mereka, suami/isteri ; kakak/adik, anggota keluarga yang lain, tamu keluarga,
teman sesuku, umumnya mereka menggunakan bahasa Bugis/Makassar, kecuali bila responden berbicara kepada
anak dan cucunya, mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas berikut ini dikemukakan pola pemilihan bahasa.
Bertolak dari data yang telah dikemukakan pada tabel 2, tampak bahwa generasi satu (50 tahun ke atas),
memilih menggunakan bahasa Bugis/Makassar ketika berinteraksi terhadap sebayanya, dan kepada anak-
anaknya (generasi II). Hal ini pun sebenarnya hampir seimbang dengan penggunaan bahasa Indonesia.
Selanjutnya, bila generasi II berinteraksi terhadap sebabayanya di dalam rumah umumnya menggunakan bahasa
Indonesia. Demikian pula bila generasi II berinteraksi terhadap anak-anaknya (generasi III), umumnya mereka
menggunakan bahasa Indonesia. Sejaian dengan hal tersebut, bila anak-anak berbicara kepada sesamanya,
mereka menggunakan bahasa Indonesia. Senada dengan hal tersebut, bila kakek/nenek berinteraksi terhadap
cucunya, umumnya mereka mengunakan bahasa Indonesia, demikian pula terjadi sebaliknya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa umumnya masyarakat Pangkep mulai dari generasi I sampai
dengan generasi III menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan keluarganya. Secara rinci pola
pemilihan bahasa masyarakat Pangkep dipaparkan seperti yang diuraikan berikut ini.
Rincian pola pemilihan bahasa
Pola pemilihan bahasa seperti yang dikemukakan pada tabel III menunjukkan, bahwa hanya kelompok orang
tua (50 tahun ke atas) yang menggunakan bahasa daerah (Bugis/Makassar) terhadap sebayanya pada ranch
keluarga. Selebihnya, kelompok dewasa (generasi II) dan kelompok anak-anak (generasi III) menggunakan bahasa
Indonenesa bila berinterasksi kepada sesamanya, orang tua, dan kakek/ neneknya.
Prosospek bahasa Bugis/Makassar di Kabupaten PangkepTutur bahasa Bugis, Makassar, dan Indonesia yang hidup berdampingan di Kota Pangkajene mengalami persaingan
bahasa. Awalnya sebelum bahasa Melayu
berganti nama menjadi bahasa Indonesia, dan dinobatkan menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi negara,
bahasa Bugis dan Makassar, tetap eksis dalam berbagai situasi, balk formal maupun nonformal.
Kini, pada era globalisasi secara perlahan-lahan bahasa Bugis dan Makassar mengalami pergeseran. Sesuai
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 2009, menunjukkan bahwa bahasa Bugis dan Makassar di Kota
Pangkejene tidak lagi digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam keluarga. Berarti sudah tidak sesuai lagi dengan
teori sosiolingistik yang mengatakan, bahwa bahasa daerah digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam keluarga
(Asim, 2006: 96).
Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa daerah Bugis dan Makassar telah tergeser posisinya oleh bahasa
Indonesia sebagai alat berinteraksi dalam keluarga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kini bahasa daerah
Bugis dan Makassar di Kota Pangkajene kalah bersaing dengan bahasa Indonesia. Tidak menutup kemungkinan
bila tidak ditangani secara serius oleh berbagai pihak, lambat laun bahasa daerah Bugis dan Makassar akan
tergeser oleh bahasa Indonesia sebagai alat berinteraksi dalam keluarga dan kemungkinan terburuk akan punah.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul karena
warga masyarakat mulai memperhitungkan keuntungan bila memilih bahasa tertentu sebagai alat interaksi. Misalnya,
bila menggunakan bahasa Indonesia dalam keluarga akan memudahkan anak-anak untuk menerima materi pelajaran
di sekolah dan memudahkan mereka untuk bergaul dengan teman-temannya. Keuntungan yang seperti itulah yang
menjadi pertimbangan masyarakat untuk memilih salah satu bahasa yang digunakan dalam keluarga.
Selain itu, bahasa Indonesia memiliki gengsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa Bugis dan
Makassar. Tampaknya orang tua merasa bangga bila anakanaknya pandai berbahasa Indonesia karena tuntutan era
globalisasi dan kemajuan teknologi. Misalnya televisi, telepon seiulersudah dimiliki oleh hampirsetiap keluarga
sampai ke pelosok desa, sehingga secara tidak Iangsung memberikan pembelajaran bahasa Indonesia kepada
masyarakat. Hampir semua acara televisi menggunakan bahasa Indonesia. Sejalan dengan uraian tersebut, Asim
(2006: 102) memprediksi kemungkinan terjadinya pergeseran bahasa adalah faktor (1) sosioliguistik, (2) psikologis,
(3) demografis, dan (4) ekonomi.
Sesuai dengan data yang telah dikemukakan pada uraian terdahulu dapat disimpulkan, bahwa bahasa yang
dominan digunakan dalam ranch keluarga oleh masyarakat Pangkajene adalah bahasa Indonesia. Dominannya
bahasa Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi manfaat, nilai ekonomi, gengsi, dan pengaruh
teknologi informasi.
SimpulanBahasa yang dipi l ih digunakan oleh masyarakat Pangkajene dalam berinteraksi oa a-n keluarganya
umumnya bahasa Indonesia. Hanya kelompok orang tua (50 ke atas) yang memil ih menggunakan bahasa
Bugis/Makassar bi la berinteraksi suami/isteri , anak-anak, saudara, anggota keluarga yang lain dan tamu
Jarga. Berart i bahasa yang dominan digunakan dalam keluarga adalah bahasa zonesia. Namun, sesuai
dengan pengamatan penulis, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia nonbaku. Maksudnya, bahasa
Indonesia yang digunakan zengaruhi oleh dialek-dialek setempat, seperti penggunaan kl i t ika.
Daftar pustakaChong shin. 2007. "Masyarakat Tionghoa Kalimantan Barat: Tinjauan Pemilihan Bahasa di Kota Sekadau."dalam
Masyarakat Linguistik Indonesia. Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia dan yayasan Obor.
Ervin-Stripp, Susan. 1972. "On Sociolinguistic Rules: Alternation snd Co-Occurenc" Dalam Del Hymes dan J.J Gumperz
(Ed.). Directions in Sociolinguistics: The Fasold. R. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil
Blackwell.
Fisman. 1970. Sociolinguistics: A Brief Introduction. Rowly-Massachusett: Newbury House.
Fishman, Joshua. 1972 (Ed). The Sociology of Language. Newbury House: Rouley Mas.
Gal, Susan. 1982. "Variation and Change in Pattern of Speaking: Language Shiff Austria," dalam Sankoff (ed.),
Linguistic Variation: Models and Methods. New York: Academic Press.
Greenfield, Lawrence. 1972. "Situasonal Measures Normative Language Views in Relation to Person, Place and Topic
Among Poerto Rican Bilinguals”. Dalam Fishman 1972. Reading in the Sociology of Language. Paris: Mouton
Gumperz, John dan Dell Hymes (ed.). 1970. Direction in Sociolinguistics. New York: Holt, Rinehart, and Winston.
Gunarwan, Asim. 2006. "Kasus-Kasus Pergeseran Bahasa Daerah: Akibat Persaingan dengan Bahasa Indonesia." Dalam
Masyarakat Linguistik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Harlow: Pearson Education.
Kamaruddin. 1992. "Kajian tentang Hubungan antara Kedwibahasaan, Keberaksaraan, dan Sikap Bahasa dengan Kesadaran
Adopsi Inovasi pada Masyarakat Desa di Sulawesi Selatan." Disertasi. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin.
Kholiq, Muhammad. 2004. "Kode dan Alih Kode dalam percakapan di UniversitasGunadarma Jakarta Sebuah Kajian
Sosiolinguistik." Jakarta (http:64.233.169.104/search?q:puspasca.ugm.ac.id/files/2007-H-2004, diakses Rabu 27 Agustus
2008).
Rokhman, Fatur. 2007. "Sosiolinguistik, Pemilihan Bahasa, dan Masyarakat Macnamara, John 1973. "Attitudes and Learning
Second Language," dalam Muhadjir. Multilingual." Jakarta (http://fathur - linguistik.blogspot. com/2007/12/sosiolinguisti.html,
diakses Rabu, 27 Agustus 2008.
Rubin, Joan. 1971. "Evaluation and Language Planning." Dalam Joan Rubin and Bjorn H.Jernudd (ed). Can Language be
Planned?: Sosiolinguistic Theory and Practice for Developing Nation. Honolulu: University Press of Hawai.
Yoni Baikoeni, Efri. 2008. "Analisa pemilihan Bahasa Salam Komunikasi tertulis Diplomatik": Kasus Hubungan Dua Hala Republik
Indonesia — Brunai Darussalam. Brunai (http://baikoeni. Multiplay. Corn. journal/item/138.). Diakses tgl. 16 Desember
2008.