digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · web viewberdasarkan hasil...

15
PROSPEK BAHASA BUGIS DAN MAKASSAR:TINJAUAN PEMILIHAN BAHASA DI KABUPATEN PANGKEP Oleh: Johar Amir Universitas Negeri Makassar e-mail: [email protected] Abstrak Masyarakat kota Pangkajene dikenal sebagai masyarakat multibahasa. Mereka umumnya menguasai tiga bahasa, yaitu Bugis, Makassar, dan Indonesia Penguasaan dua bahasa daerah ditambah dengan bahasa Indonesia merupakan keunikan tersendiri bagi masyarakat penuturnya, sehingga menarik dikaji dari persfektif sosiolinguistik. Pemilihan bahasa dalam tulisan ini difokuskan pada ranah keluarga, karena bahasa pertama kali diperoleh dalam lingkungan keluarga. Untuk mengetahui apakah bahasa Bugis dan Makassar masih eksis digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga Tulisan ini bertujuan (1) mengungkap wujud bahasa yang dipilih untuk digunakan dalam lingkungan keluarga di Pangkajene. (2) mengungkap pola pemilihan bahasa dalam ranah keluarga meliputi bahasa yang digunakan oleh (a) suami – isteri, (b) orang tua – anak, (c) anak-anak dengan anak-anak, dan (d) kakek/nenek – cucu, serta (3) mengungkap bahasa yang lebih dominan digunakan dalam lingkungan keluarga.Ketiga tujuan tersebut terungkap melalui teknik rekam, observasi, dan kuesioner. Teknik penarikan sampel adalah kluster sampling sebanyak 120 orang. Variabel anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua masing-masing diwakili oleh 30 responden. Hasilnya menunjukkan, bahwa 81% orang tua memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada anak-anak mereka, 83% anak-anak memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada kakak/adiknya, 56,6% suami memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada isterinya dan sebaliknya, serta 83,3% nenek/kakek menggunakan bahasa Indonesia kepada cucunya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa umumnya masyarakat kota Pangkajene menggunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarganya, kecuali bahasa yang digunakan oleh suami/isteri . Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Bugis dan Makassar sudah mengalami pergeseran fungsi. Keduanya tidak lagi digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga. Perlahan-lahan bahasa Bugis dan Makassar akan punah bila tidak ditangani secara serius oleh pemerintah dan kesadaran masyarakat penuturnya untuk menggunakannya kembali sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga. Kata kunci: prospek, pemilihan bahasa, dan ranah keluarga. Pendahuluan Interaksi sosial dalam masyarakat multibahasa seperti di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dalam hal pemilihan bahasa. Salah satu penyebabnya adalah adanya bahasa yang hidup berdampingan dengan bahasa lain dan digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, setiap warga masyarakat secara tidak langsung diharuskan memilih bahasa untuk digunakan berinteraksi dengan masyarakatnya.

Upload: others

Post on 15-Jan-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

PROSPEK BAHASA BUGIS DAN MAKASSAR:TINJAUAN PEMILIHAN BAHASA DI KABUPATEN PANGKEP

Oleh: Johar AmirUniversitas Negeri Makassar

e-mail: [email protected]

AbstrakMasyarakat kota Pangkajene dikenal sebagai masyarakat multibahasa. Mereka umumnya menguasai tiga bahasa,

yaitu Bugis, Makassar, dan Indonesia Penguasaan dua bahasa daerah ditambah dengan bahasa Indonesia merupakan keunikan tersendiri bagi masyarakat penuturnya, sehingga menarik dikaji dari persfektif sosiolinguistik. Pemilihan bahasa dalam tulisan ini difokuskan pada ranah keluarga, karena bahasa pertama kali diperoleh dalam lingkungan keluarga. Untuk mengetahui apakah bahasa Bugis dan Makassar masih eksis digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga

Tulisan ini bertujuan (1) mengungkap wujud bahasa yang dipilih untuk digunakan dalam lingkungan keluarga di Pangkajene. (2) mengungkap pola pemilihan bahasa dalam ranah keluarga meliputi bahasa yang digunakan oleh (a) suami – isteri, (b) orang tua – anak, (c) anak-anak dengan anak-anak, dan (d) kakek/nenek – cucu, serta (3) mengungkap bahasa yang lebih dominan digunakan dalam lingkungan keluarga.Ketiga tujuan tersebut terungkap melalui teknik rekam, observasi, dan kuesioner. Teknik penarikan sampel adalah kluster sampling sebanyak 120 orang. Variabel anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua masing-masing diwakili oleh 30 responden.

Hasilnya menunjukkan, bahwa 81% orang tua memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada anak-anak mereka, 83% anak-anak memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada kakak/adiknya, 56,6% suami memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada isterinya dan sebaliknya, serta 83,3% nenek/kakek menggunakan bahasa Indonesia kepada cucunya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa umumnya masyarakat kota Pangkajene menggunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarganya, kecuali bahasa yang digunakan oleh suami/isteri . Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Bugis dan Makassar sudah mengalami pergeseran fungsi. Keduanya tidak lagi digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga. Perlahan-lahan bahasa Bugis dan Makassar akan punah bila tidak ditangani secara serius oleh pemerintah dan kesadaran masyarakat penuturnya untuk menggunakannya kembali sebagai alat komunikasi dalam lingkungan keluarga.

Kata kunci: prospek, pemilihan bahasa, dan ranah keluarga.

PendahuluanInteraksi sosial dalam masyarakat multibahasa seperti di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dalam

hal pemilihan bahasa. Salah satu penyebabnya adalah adanya bahasa yang hidup berdampingan dengan bahasa lain

dan digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, setiap warga masyarakat

secara tidak langsung diharuskan memilih bahasa untuk digunakan berinteraksi dengan masyarakatnya.

Sehubungan dengan hal itu, Susiawati (1998:1) berpendapat bahwa pemilihan bahasa tidak dilakukan secara

kebetulan, tetapi merupakan suatu strategi berbahasa yang memiliki keteraturan. Keteraturan itu lebih dipengaruhi oleh

faktor-faktor nonlinguistik seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, topik apa yang dibicarakan, di mana pembicaraan itu

berlangsung.

Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial seperti yang dibicarakan itu, terjadi pula pada masyarakat tutur di

Kabupaten Pangkep. Masyarakatnya memiliki sekurang-kurangnya tiga bahasa yang digunakan dalam interaksi

sosial yakni bahasa Bugis, bahasa Makassar, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sehingga menarik

untuk dikaji. Pemilihan bahasa yang terjadi di Kabupaten Pangkep itu semakin menarik bila dikaitkan dengan

status sosial, mitra tutur, peristiwa tutur, dan status perkawinan. Hal tersebut penting diperhatikan oleh penutur

untuk memproses informasi kontekstual agar selanjutnya dapat memilih bahasa yang layak dalam suatu peritiwa

tutur.

Page 2: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

Berdasarkan hasil penelitian yang sementara berlangsung di Kabupaten Pangkep dengan judul "Pemilihan

Bahasa pada Masyarakat Multibahasa di Kabupaten Pangkep: Studi Kasus Ranah Keluarga (2009) menunjukkan

bahwa bahasa yang dominan digunakan pada ranah keluarga adalah bahasa Indonesia.

Oleh karena itu penulis tertarik menulis "Prospek Bahasa Bugis dan Makassar: Pemilihan Bahasa di Kabupaten Pangkep."

Kerangka teoretisPemilihan bahasa dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk dikaji dari perspektif

sosiolinguistik. Sekaitan dengan itu, Fasold (1984:180) mengemukakan bahwa sosiolinguistik dapat menjadi bidang

studi karena adanya pilihan bahasa.

Lebih lanjut Rokhman (2005: 1) menambahkan bahwa dalam masyarakat Indonesia yang multibahasa

merupakan masalah yang kompleks. Situasi kebahasaan seperti itu terdapat beberapa bahasa yang hidup

berdampingan dan dipakai dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat harus memilih bahasa

atau ragam bahasa untuk dipakai dalam interaksi tertentu. Pemilihan bahasa atau ragam tersebut t -idak bersifat

acak, tetapi harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, tentang topik

apa, di mana pertistiwa tutur itu berlangsung.

Pendapat senada mengenai pemilihan bahasa dikemukakan oleh Kamaruddin (1992: 42) bahwa dalam

pemilihan bahasa perlu diperhitungkan faktor-faktor yang berhubungan dengan peserta tutur, situasi, isi

pembicaraan, dan fungsi interaksi. Pemilihan bahasa biasanya didasarkan pada satu atau kombinasi beberapa

faktor tersebut.

Senada dengan hal tersebut, Fasold (1984: 183) dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pemilihan.

Pertama dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intralingual variation). Kedua, dengan melakukan alih

kode (code switching), artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa lain pada

keperluan lain dalam suatu peristiwa komunikasi. Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing) artinya

menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.

Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial masyarakat dwibahasa/multibahasa disebabkan oleh berbagai faktor

sosial dan budaya. Evin-Tripp (1972) mendefinisikan empat faktor utama sebagai penanda pemilihan bahasa penutur

dalam interaksi sosial, yaitu (1) latar (waktu dan tempat) dan situasi, (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik

percakapan, dan (4) fungsi interaksi.

Sejalan dengan itu, Gal (1982) menemukan bukti bahwa karakteristik penutur dan mitra tutur merupakan faktor

yang paling menentukan dalam pemilihan bahasa dalam masyarakat tersebut, sedangkan faktor topik dan latar

merupakan faktor yang kurang menentukan dalam pemilihan bahasa dibandingkan faktor partisipan.

Selain pendapat di atas, Rubin (1982) menemukan faktor penentu yang terpenting adalah lokasi tempat

berlangsungnya peristiwa tutur. Hasil penelitiannya mengenai pemilihan bahasa Guarani dan Spanyol di

Paraguay disimpulkan bahwa lokasi interaksi yaitu (1) desa, (2) sekolah, dan (3) tempat umum sangat

menentukan dalam pemilihan bahasa masyarakat. Di desa pembicara akan memilih bahasa Gurani, di sekolah

akan memilih bahasa Spanyol, dan tempat umum juga memilih bahasa Spanyol.

Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi, karena kajian ini berkaitan dengan

analisis ranah. Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Fishman (1964). Menurutnya ranah merupakan

konstalasi faktor lokasi, topik dan partisipan. Ditambahkannya, (dalam Aman, 1987) bahwa ranah adalah

konsep teoretis yang menandai satu situasi interaksi yang didasarkan pada satu pengalaman yang sama.

Misalnya keluarga, jual bell (transaksi), agama , pekerjaan, dan sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini

mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Fishman.

Selanjutnya, dengan mengacu pada prinsip dasar sosiolinguistik yang melihat bahasa sebagai alat

komunikasi dalam masyarakat multibahasa, kajian ini berusaha menjawab pertanyaan, "Siapa yang berbicara

kepada siapa, dengan menggunakan bahasa apa, dan bilamana, serta dengan maksud apa? (Fishman, 1969).

Page 3: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

Sejalan dengan hal tersebut, pertanyaan yang telah dikemukakan oleh Fishman (1969) di atas, sekaligus

sebagai acuan dalam pemilihan bahasa. Dengan demikian, pola pemilihan bahasa yang dimaksud meliputi unsur-

unsur (1) teman berbahasa, (2) bahasa yang digunakan, (3) ranah, (4) tempat, dan (5) topik.

Bertolak dari uraian tersebut, berikut ini dikemukakan pola pemilihan bahasa yang menjadi acuan untuk

mengamati penggunaan bahasa masyarakat Pangkep. Pola ini direvisi dari model ranah dalam pemilihan

bahasa yang dikemukakan oleh Fishman (1971: 250).

Page 4: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

Metode penelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi dalam sosiolinguistik dan di Desain secara deskriptif. Maksudnya, dalam

penelitian ini dideskripsikan studi kasus yang telah dilakukan selama pengumpulan data. Dalam hal ini yang diamati adalah studi

penggunaan dan pemilihan bahasa dalam keluarga.

Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Pangkajene, karena Kecamatan tersebut letaknya jauh dari batas-batas geografis

sehingga tidak terpengaruh oleh penggunaan bahasa masyarakatnya. Selain itu, Kota Pangkajene sudah mewakili karakteristik

masyarakat Pangkep secara keseluruhan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Adapun sampel dalam penelitian ini ditarik melalui teknik cluster sampling. Maksudnya, penarikan sampel didasarkan atas

kelompok-kelompok sosial yang menjadi variabel independen. Salah satu di antaranya adalah umur, meliputi: anakanak, remaja,

dewasa, dan orang tua. Setiap variabel independen ditarik sebanyak 30 responden secara purposive. Jadi, jumlah sampel secara

keseluruhan sebanyak 120 orang.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: (1) teknik observasi partisipatif, (2) teknik

wawancara, (3) teknik catatan iapangan, dan (4) teknik kuesioner.

Data dalam penelitian ini difokuskan pada pemilihan dan penggunaan bahasa dalam ranah keluarga. Khusus dalam makalah

ini hanya dikaji satu variabel saja yaitu variabel umur, mengingat kesempatan untuk menyajikannya sangat terbatas. Pengungkapan

bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam ranah kelurga digunakan 2 jenis data, yaitu (1) data kualitatif diperoleh melalui hasil

pencatatan penulis, pengamatan, dan perekaman tuturan masyarakat; (2) data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner yang

disebarkan kepada masyarakat.

Wujud pemilihan bahasaSantai di bawah kolong rumah

Peserta : 5 orang

Lokasi : Pangkajene

a)Erokko kemae? (bhs. Makassar): 'Mau ke mana?'

b)P o t e r a n g i r a n g m i n y a k t a n a y a ( b h s . M a k a s s a r ) : ` M e m b a w a p u l a n g m i n y a k t a n a h '

A d a t e t a n g g a y a n g d a t a n g . T u a n r u m a h b e r t a n y a k e p a d a t a m u

c)Lokkai sikolae emmakna? (bhs. Bugis): 'Pergi ke sekolah ibu?

d) Dek, engkami kobolae, malasai. (bhs. Bugis): 'Tidak, ada di rumah, sakit'

Loppona saddanna mesin cucina taue (campuran bhs. Bugis dan Ind.): `Suara mesin cuci besar.'

Langsungi itu nakasi masuk semua. (bhs. Indonesia): 'Langsung dimasukkan semua.'

Pengeringnami ro napake (campuran bhs Ind. Dan Bugis): 'Hanya pengering dia gunakan.'

Saudara tuan rumah datang

e) Makdemosi pabentor e. Maega pabentor tilang. (bhs. Bugis): `Melakukan lagi demonstrasi tukang bentor.'

d) lami to i tilangi ko dek na lengkap surek-surekna. (Bhs. Bugis dan unsur bhs. Indonesia): 'Mereka ditilang kalau tidak

lengkap surat-suratnya.'

e) Makurangi kapang pemasukanna danres e namappakko. (Bhs. Bugis. dan unsur bhs. Indonesia): 'Mungkin

kurang pemasukan polisi sehingga berbuat seperti itu.'

Bertemu keluarga

Peserta : 6 orang

Lokasi : Pangkajene

a) Dari manako? (bhs. Indonesia)

b) Dari rumah. (bhs. Indonesia)

c) Tidak ikutki anak-anak? (bhs. Ind).

b) Tidak. Ka ini Aso sudah tongi masuk rumah sakit. (bhs. Indonesia).

a) Begitu tong!, tipes tongi dia, na tidak ditauki. (bhs. Indonesia).

c) Maganna Mann! (bhs. Bugis).

Page 5: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

d) Minggu lalu (bhs. Indonesia)

a)Tegako elok Lokka Tutu? (bhs. Bugis)

b) dr. Mammeng

c) Silaongangi Hadi! (bhs. Bugis)

d) Lampamaki! Jappama nakke. (bhs. Makassar).

Kedua percakapan di atas menggunakan tiga bahasa secara bergantian yaitu bahasa Indonesia, Bugis, dan

Makassar. Walaupun percakapan di atas menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Indonesia yang digunakan

adalah bahasa Indonesia nonbaku. Bahasa yang dipilih digunakan disesuaikan dengan peserta.

Pola pemilihan bahasaSebelum dipaparkan pola pemilihan bahasa terlebih dahulu dideskripsikan persentase pemil ihan bahasa

masyarakat Pangkep berdasarkan usia seperti yang diuraikan berikut ini.

a. Kelompok anak-anak

Pemilihan bahasa berdasarkan hubungan peran

Berdasarkan data pemilihan bahasa kelompok anak-anak menurut hubungan peran, menunjukkan bahwa dari

30 responden sebanyak 25 responden (83,3%) memilih berbahasa Indonesia kepada ibu mereka. Hanya 3

responden (10%) yang berbahasa Bugis, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Makassar.

Demikian juga bila mereka berbicara kepada ayah mereka. Terdapat 24 responden (80%) yang berbahasa

Indonesia. Hanya 5 responden (16,6%) yang berbahasa Bugis, seorang responden (3,3%) yang berbahasa

Makassar.

Selanjutnya, biia anak-anak berbicara kepada kakak/adiknya dalam keluarga, sebanyak 25 responden (83,3%)

yang berbahasa Indonesia. Sisanya 3 responden (10%) yang berbahasa Bugis, dan 2 responden (6,6%) yang

berbahasa Makassar.

Lebih lanjut, sebanyak 24 responden (80%) yang menggunakan bahasa Indonesia kepada neneknya, dan

masing-masing 3 responden (10%) berbahasa Bugis dan Makassar.

Apabila ada anggota keluarga lain seperti tante dan sepupu yang tinggal serumah, sebanyak 23 responden

(76,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia, 5 responden (16,6%) yang berbahasa Bugis, 2 responden (6,6%)

yang berbahasa Makassar.

Bahasa yang digunakan oleh anak-anak bila berinteraksi dengan teman temannya di rumah, umumnya

mereka mengggunakan bahasa Indonesia oleh 23 respnden (76,6%). Hanya masing-rnasing 3 responden (20%)

berbahasa Bugis dan Makassar, dan seorang responden (3,3%) yang menggunakan tiga bahasa secara

bergantian.

Seianjutnya, sebanyak 22 responden (73,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia bila ada keluarga yang

datang bertamu ke rumah responden. Terdapat 4 responden (13,3%) yang berbahasa Bugis, dan 2 responden

(6,6%) berbahasa Makassar, serta 2 responden yang dwibahasa.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa umumnya anak-anak menggunakan

bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan kedua orang tua mereka, kakak/adik nenek/kakek, anggota keluarga

yang lain seperti tante dan sepupu, teman-teman responden dan keluarga yang datang bertamu. Perlu diketahui,

bahwa bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa Indonesia nonbaku.

Dengan demikian, teori sosiolinguistik yang mengatakan bahwa di dalam ranah keluarga digunakan bahasa

daerah sebagai alat untuk berinteraksi tampaknya

Page 6: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

MENGURAI KESERUMPUNAN: DUNIA MELAYU.... 85

sudah tidak demikian. Perlu diakui bahwa hal tersebut dipicu oleh pengaruh era globalisasi yang semakin ketat,

termasuk persaingan di bidang pendidikan untuk rneningkatkan sumber daya manusia. Salah satu alat yang

digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, orang tua merasa

perlu membekali anaknya kemampuan berbahasa Indonesia sejak dini, melalui penggunaan bahasa Indonesia

sebagai alat untuk berinteraksi di rumah.

b. Kelompok remaja

Pemakaian bahasa berdasarkan hubungan peran

Sesuai dengan data yang telah d ikumpulkan, menunjukkan, bahwa dar i 30 responden kelompok

remaja terdapat 19 responden (63,3%) yang memil ih menggunakan bahasa Indonesia bi la berbicara

kepada ibu mereka. Hanya 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis, seorang responden (3,3%) yang

berbahasa Makassar, 4 responden (13,3%) yang berbahasa Bugis dan Indonesia secara bergantian, serta 4 responden (13,3%)

yang berbahasa Makassar dan Indonesia secara bergantian.

Selanjutnya, bila responden berinteraksi dengan ayah mereka sebanyak 19 orang (63,3%) yang menggunakan

bahasa Indonesia . Hanya 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis. Terdapat 5 responden (16,6%) yang berbahasa

Bugis dan Indonesia, dan 4 responden (13,3%) yang berbahasa Makassar dan Indonesia.

Apabila responden beriteraksi kepada kakak/adiknya, sebanyak 25 responden (83,3%) yang menggunakan

bahasa Indonesia. Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Bugis, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis

dan Indonesia secara bergantian. Demikian pula 2 responden yang berbahasa Makassar dan Indonesia secara

bergantian.

Selanjutnya, terdapat 16 responden (53,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia bila berinteraksi kepada

kakek/neneknya. Hanya 5 responden (16,6%) yang berbahasa Bugis, 2 reponden (6,6%) yang berbahasa

Makassar, 6 responden (20%) yang berbahasa Indonesia dan Bugis secara bergantian, dan hanya seorang

responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia Makassar secara bergantian kepada kakek/neneknya.

Lebih Ianjut bila responden berinteraksi kepada anggota keluarga yang lain di rumah sebanyak 21 responden

(70%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Hanya masing-masing seorang responden (6,6%) yang berbahasa Bugis

dan bahasa Makassar. Terdapat 4 responden (13,3%) yang berbahasa Indonesia dan Bugis secara bergantian serta, 3

responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar.

Responden bila kedatangan tamu keluarga menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 25 orang (83,3%), hanya

3 responden (10)%) yang berbahasa Bugis, dan 2 responden (6,6%) yang berbahasa Makassar.

Apabila ada teman yang berkunjung ke rumah responden, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebanyak

23 responden (76,6%). Hanya seorang 'esponden (3,3%) yang berbahasa Makassar, 4 responden (13,3%) yang

berbahasa !ndonesia dan Bugis, dan 2 responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar Berdasarkan

uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa umumnya responden memilih menggunakan bahasa

Indonesia terhadap keluarga mereka di rumah. Walaupun responden mengaku menggunakan bahasa Indonesia,

namun bahasa Indonesia yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia nonbaku. Mereka tetap menggunakan logat

Bugis dan Makassar seperti penggunaan klitika. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh geografis dan budaya

masyarakat Pangkep . Di sisi lain, orang tua ingin mengikuti perkembangan (modernisasi). Oleh karena itu, orang tua

membiasakan anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia di rumah.

c. Kelompok dewasa

Pemilihan bahasa berdasarkan hubungan peran

Sesuai dengan data yang dikumpulkan' dalam pemilihan bahasa kelompok dewasa, sebanyak 14 responden

(46,6%) yang memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada ibu mereka. Terdapat 10 responden (33,3%) yang

berbahasa Bugis, 5 responden (16,6%) yang berbahasa Makassar, seorang responden (3,3%) yang berbahasa

Bugis dan Indonesia secara bergantian.

Page 7: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

8 6 I L H A M D A E N G M P , K K E L O & A B D R A H M A N R A H I M ( P E N Y . )

Responden yang berinteraksi kepada ayahnya sebanyak 13 orang (43,3%) yang menggunakan bahasa

Indonesia. Responden yang berbahasa Bugis sebanyak 9 orang (30%). Terdapat 4 responden (13,3%) yang berbahasa

Makassar. Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar, dan 3 responden (10%) yang

berbahasa Indonesia, Makassar dan Indonesia.

Apabila responden berinteraksi kepada kakak/adiknya, mereka menggunakan bahasa Indonesia, sebanyak

15 responden (50%). Hanya 7 responden (23,3%) yang berbahasa Bugis. Terdapat 6 responden (20%) yang

berbahasa Makassar. Hanya dua responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia, Makassar, dan Bugis secara

bergantian.

Selanjutnya, hanya 5 responden (16,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia bila berinteraksi kepada

kakek/neneknya. Terdapat 13 responden (43,3%) yang berbahasa Bugis, 11 responden (36,6%) yang berbahasa

Makassar, Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Indonesia, Bugis, dan Makassar secara bergantian,

kepada kakek/neneknya.

Lebih lanjut bi la responden berinteraksi kepada anggota keluarga bukan inti di rumah, terdapat 14

(46,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Hanya 4 responden (13,3%) yang berbahasa Bugis. Terdapat 8

responden (26,6%) yang berbahasa Makassar, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar

secara bergantian. Serta dua responden yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.

Selanjutnya, bila ada teman sesuku yang berkunjung ke rumah responden, mereka menggunakan bahasa

Indonesia sebanyak 12 responden 40%). Terdapat 6 responden (20%) yang berbahasa Bugis, 7 responden (23,3%)

berbahasa Makassar, 2 responden (6,6%) yang berbahasa Bugis dan Makassar secara bergantian, serta 3 responden

yang berbahasa Indonesia dan Makassar secara bergantian.

Apabila responden kedatangan tamu keluarga, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 10

responden (333%). Terdapat 8 responden (26,6%) yang berbahasa Bugis, 6 responden (20%) berbahasa

Makassar, 3 responden (10%)yang berbahasa Indonesia dan Bugis secara bergantian, serta 3 responden yang

menggunakan tiga bahasa secara bergantian.

Tidak jauh berbeda bila responden berbicara kepada suami/isteri, sebanyak 17 responden (56,6%) yang

menggunakan bahasa Indonesia, 7 responden (23,3%) berbahasa Bugis, sedangkan bahasa Makassar digunakan oleh

4 responden (13,3%), dan 2 responden (6,6%) berbahasa Indonesia dan Makassar.

Selanjutnya bila responden kelompok dewasa tersebut berbicara kepada anakanak mereka, sebanyak 27

responden (90%) yang menggunakan bahasa Indonesia, hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa

Makassar, dan dua responden (6,6%) yang berbahasa Indonesia dan Makassar secara bergantian.

Lebih lanjut, bila responden berbicara kepada cucu mereka, terdapat 12 responden (40%) yang menggunakan

bahasa Indonesia. Hanya seorang responden (3,3%) yang berbahasa Bugis, dan 4 responden yang berbahasa

Makassar. Jumlah responden yang mempunyai cucu hanya 17 orang dari 30 responden. Jadi, sebayak 13

responden (43,%) yang belum mempunyai cucu.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa umumnya responden memilih

menggunakan bahasa Indonesia kepada anakanaknya, cucu-cucunya, dan suami/isterinya. Adapun kepada,

kakak/adik mereka, dan teman sesuku hampir seimbang antara penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa

daerah. Sebaliknya bila berbicara kepada nenek/kakek mereka, anggota keluarga yang lain seperti sepupu, ipar,

tante dan paman, serta tamu keluarga Iebih banyak menggunakan bahasa daerah.

Page 8: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

d. Kelompok orang tua

Pemilihan bahasa berdasarkan hubungan peran

Sesuai dengan data yang yang telah dikumpulkan dalam hal pemilihan bahasa, kelompok orang tua, terdapat 6

responden (20%) yang memilih menggunakan bahasa Indonesia bila berbicara kepada ibu mereka. Terdapat 12

responden (40%) yang menggunakan bahasa Bugis, 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Makassar, 3

responden (10%) yang menggunakan bahasa Indonesia dan Makassar serta 2 responden (6,6%) yang menggunakan

bahasa Bugis dan Makassar secara bergantian. Selanjutnya, bila responden berinteraksi kepada ayahnya sebanyak 7

orang (23,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia, 12 responden (40%) yang menggunakan bahasa Bugis.

Terdapat 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Makassar. Hanya seorang responden (3,3%) yang

menggunakan bahasa ndonesia dan Makassar, serta 3 responden (10%) yang menggunakan tiga bahasa secara

bergantian.

Tidak jauh berbeda bila responden berbicara kepada suami/isteri mereka, sebanyak 10 responden (33,3%) yang

menggunakan bahasa Indonesia, 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Bugis, sedangkan bahasa Makassar

digunakan oieh responden (26,6%), 3 responden (10%) yang menggunakan bahasa Bugis dan Makassaii Hanya 2

responden (6,6%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.

Selanjutnya bila responden berinteraksi kepada anak-anak mereka, sebahagian besar, yaitu sebanyak 16

responden (53,3%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Hanya 5 responden (6,6%) yang menggunakan bahasa

Bugis, 6 responden (10%) yang menggunakan bahasa Makassar, serta 3 reseponden (10%) yang menggunakan tiga

bahasa secara bergantian.

Lebih lanjut, bila responden berbicara kepada cucu mereka, terdapat 25 -esponden (83,3%) yang

menggunakan bahasa Indonesia. Hanya 3 responden (10%) yang menggunakan bahasa Bugis, seorang responden

(3,3%) yang menggunakan bahasa Makassar, dan seorang responden (3,3%) yang menggunakan tiga bahasa secara

bergantian.

Apabila responden beriteraksi kepada kakak/adiknya, mereka menggunakan Bahasa Indonesia, sebanyak 4

responden (13,3%). Sebanyak 14 responden (46,6%) yang menggunakan bahasa Bugis. Terdapat 9 responden (30%)

yang menggunakan Bahasa Makassar. Hanya seorang responden (3,3%) dwibahasawan Indonesia Bugis, serta 2

responden (6,6%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.

Lebih lanjut bila responden berinteraksi kepada anggota keluarga yang iain di rumah seperti sepupu, tante dan

paman, terdapat 8 responden (26,6%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Sebanyak 12 responden (40%) yang

menggunakan bahasa Bugis. Hanya 5 responden (16,6%) yang menggunakan bahasa Makassar, 2 responden (6,6%)

yang menggunakan bahasa Indonesia dan Makassar secara bergantian. Serta 3 responden (10%) yang menggunakan

tiga bahasa secara bergantian.

Page 9: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

MENGURAI KESERUMPUNAN: DUNIA MELAYU.... 89

Apabila responden kedatangan tamu keluarga, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 13 responden

(43,3%). Terdapat 8 responden (26,6%) yang menggunakan bahasa Bugis, 6 responden (20%) yang menggunakan

bahasa Makassar. Hanya 3 responden (10%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.

Selanjutnya, bila ada teman sesuku yang berkunjung ke rumah responden, mereka rnenggunakan bahasa

Indonesia sebanyak 12 responden (40%). Terdapat 7 responden (23,3%) yang menggunakan bahasa Bugis, 4

responden (13,3%) yang rnenggunakan bahasa Makassar. Hanya 2 responden yang menggunakan bahasa Bugis

dan Makassar secara bergantian, 5 responden (16,6%) yang menggunakan tiga bahasa secara bergantian.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, bahwa pemilihan bahasa oleh keiompok orang tua seperti

berbicara kepada kedua orang tua mereka, suami/isteri ; kakak/adik, anggota keluarga yang lain, tamu keluarga,

teman sesuku, umumnya mereka menggunakan bahasa Bugis/Makassar, kecuali bila responden berbicara kepada

anak dan cucunya, mereka menggunakan bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas berikut ini dikemukakan pola pemilihan bahasa.

Bertolak dari data yang telah dikemukakan pada tabel 2, tampak bahwa generasi satu (50 tahun ke atas),

memilih menggunakan bahasa Bugis/Makassar ketika berinteraksi terhadap sebayanya, dan kepada anak-

anaknya (generasi II). Hal ini pun sebenarnya hampir seimbang dengan penggunaan bahasa Indonesia.

Selanjutnya, bila generasi II berinteraksi terhadap sebabayanya di dalam rumah umumnya menggunakan bahasa

Indonesia. Demikian pula bila generasi II berinteraksi terhadap anak-anaknya (generasi III), umumnya mereka

menggunakan bahasa Indonesia. Sejaian dengan hal tersebut, bila anak-anak berbicara kepada sesamanya,

mereka menggunakan bahasa Indonesia. Senada dengan hal tersebut, bila kakek/nenek berinteraksi terhadap

cucunya, umumnya mereka mengunakan bahasa Indonesia, demikian pula terjadi sebaliknya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa umumnya masyarakat Pangkep mulai dari generasi I sampai

dengan generasi III menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan keluarganya. Secara rinci pola

pemilihan bahasa masyarakat Pangkep dipaparkan seperti yang diuraikan berikut ini.

Page 10: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

Rincian pola pemilihan bahasa

Pola pemilihan bahasa seperti yang dikemukakan pada tabel III menunjukkan, bahwa hanya kelompok orang

tua (50 tahun ke atas) yang menggunakan bahasa daerah (Bugis/Makassar) terhadap sebayanya pada ranch

keluarga. Selebihnya, kelompok dewasa (generasi II) dan kelompok anak-anak (generasi III) menggunakan bahasa

Indonenesa bila berinterasksi kepada sesamanya, orang tua, dan kakek/ neneknya.

Prosospek bahasa Bugis/Makassar di Kabupaten PangkepTutur bahasa Bugis, Makassar, dan Indonesia yang hidup berdampingan di Kota Pangkajene mengalami persaingan

bahasa. Awalnya sebelum bahasa Melayu

berganti nama menjadi bahasa Indonesia, dan dinobatkan menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi negara,

bahasa Bugis dan Makassar, tetap eksis dalam berbagai situasi, balk formal maupun nonformal.

Kini, pada era globalisasi secara perlahan-lahan bahasa Bugis dan Makassar mengalami pergeseran. Sesuai

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 2009, menunjukkan bahwa bahasa Bugis dan Makassar di Kota

Pangkejene tidak lagi digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam keluarga. Berarti sudah tidak sesuai lagi dengan

teori sosiolingistik yang mengatakan, bahwa bahasa daerah digunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam keluarga

(Asim, 2006: 96).

Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa daerah Bugis dan Makassar telah tergeser posisinya oleh bahasa

Indonesia sebagai alat berinteraksi dalam keluarga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kini bahasa daerah

Bugis dan Makassar di Kota Pangkajene kalah bersaing dengan bahasa Indonesia. Tidak menutup kemungkinan

bila tidak ditangani secara serius oleh berbagai pihak, lambat laun bahasa daerah Bugis dan Makassar akan

tergeser oleh bahasa Indonesia sebagai alat berinteraksi dalam keluarga dan kemungkinan terburuk akan punah.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul karena

warga masyarakat mulai memperhitungkan keuntungan bila memilih bahasa tertentu sebagai alat interaksi. Misalnya,

bila menggunakan bahasa Indonesia dalam keluarga akan memudahkan anak-anak untuk menerima materi pelajaran

di sekolah dan memudahkan mereka untuk bergaul dengan teman-temannya. Keuntungan yang seperti itulah yang

menjadi pertimbangan masyarakat untuk memilih salah satu bahasa yang digunakan dalam keluarga.

Selain itu, bahasa Indonesia memiliki gengsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa Bugis dan

Makassar. Tampaknya orang tua merasa bangga bila anakanaknya pandai berbahasa Indonesia karena tuntutan era

globalisasi dan kemajuan teknologi. Misalnya televisi, telepon seiulersudah dimiliki oleh hampirsetiap keluarga

sampai ke pelosok desa, sehingga secara tidak Iangsung memberikan pembelajaran bahasa Indonesia kepada

masyarakat. Hampir semua acara televisi menggunakan bahasa Indonesia. Sejalan dengan uraian tersebut, Asim

(2006: 102) memprediksi kemungkinan terjadinya pergeseran bahasa adalah faktor (1) sosioliguistik, (2) psikologis,

(3) demografis, dan (4) ekonomi.

Page 11: digilib.unm.ac.iddigilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas negeri... · Web viewBerdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan, dapat disimpulkan bahwa persaingan itu timbul

Sesuai dengan data yang telah dikemukakan pada uraian terdahulu dapat disimpulkan, bahwa bahasa yang

dominan digunakan dalam ranch keluarga oleh masyarakat Pangkajene adalah bahasa Indonesia. Dominannya

bahasa Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi manfaat, nilai ekonomi, gengsi, dan pengaruh

teknologi informasi.

SimpulanBahasa yang dipi l ih digunakan oleh masyarakat Pangkajene dalam berinteraksi oa a-n keluarganya

umumnya bahasa Indonesia. Hanya kelompok orang tua (50 ke atas) yang memil ih menggunakan bahasa

Bugis/Makassar bi la berinteraksi suami/isteri , anak-anak, saudara, anggota keluarga yang lain dan tamu

Jarga. Berart i bahasa yang dominan digunakan dalam keluarga adalah bahasa zonesia. Namun, sesuai

dengan pengamatan penulis, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia nonbaku. Maksudnya, bahasa

Indonesia yang digunakan zengaruhi oleh dialek-dialek setempat, seperti penggunaan kl i t ika.

Daftar pustakaChong shin. 2007. "Masyarakat Tionghoa Kalimantan Barat: Tinjauan Pemilihan Bahasa di Kota Sekadau."dalam

Masyarakat Linguistik Indonesia. Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia dan yayasan Obor.

Ervin-Stripp, Susan. 1972. "On Sociolinguistic Rules: Alternation snd Co-Occurenc" Dalam Del Hymes dan J.J Gumperz

(Ed.). Directions in Sociolinguistics: The Fasold. R. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil

Blackwell.

Fisman. 1970. Sociolinguistics: A Brief Introduction. Rowly-Massachusett: Newbury House.

Fishman, Joshua. 1972 (Ed). The Sociology of Language. Newbury House: Rouley Mas.

Gal, Susan. 1982. "Variation and Change in Pattern of Speaking: Language Shiff Austria," dalam Sankoff (ed.),

Linguistic Variation: Models and Methods. New York: Academic Press.

Greenfield, Lawrence. 1972. "Situasonal Measures Normative Language Views in Relation to Person, Place and Topic

Among Poerto Rican Bilinguals”. Dalam Fishman 1972. Reading in the Sociology of Language. Paris: Mouton

Gumperz, John dan Dell Hymes (ed.). 1970. Direction in Sociolinguistics. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Gunarwan, Asim. 2006. "Kasus-Kasus Pergeseran Bahasa Daerah: Akibat Persaingan dengan Bahasa Indonesia." Dalam

Masyarakat Linguistik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Harlow: Pearson Education.

Kamaruddin. 1992. "Kajian tentang Hubungan antara Kedwibahasaan, Keberaksaraan, dan Sikap Bahasa dengan Kesadaran

Adopsi Inovasi pada Masyarakat Desa di Sulawesi Selatan." Disertasi. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin.

Kholiq, Muhammad. 2004. "Kode dan Alih Kode dalam percakapan di UniversitasGunadarma Jakarta Sebuah Kajian

Sosiolinguistik." Jakarta (http:64.233.169.104/search?q:puspasca.ugm.ac.id/files/2007-H-2004, diakses Rabu 27 Agustus

2008).

Rokhman, Fatur. 2007. "Sosiolinguistik, Pemilihan Bahasa, dan Masyarakat Macnamara, John 1973. "Attitudes and Learning

Second Language," dalam Muhadjir. Multilingual." Jakarta (http://fathur - linguistik.blogspot. com/2007/12/sosiolinguisti.html,

diakses Rabu, 27 Agustus 2008.

Rubin, Joan. 1971. "Evaluation and Language Planning." Dalam Joan Rubin and Bjorn H.Jernudd (ed). Can Language be

Planned?: Sosiolinguistic Theory and Practice for Developing Nation. Honolulu: University Press of Hawai.

Yoni Baikoeni, Efri. 2008. "Analisa pemilihan Bahasa Salam Komunikasi tertulis Diplomatik": Kasus Hubungan Dua Hala Republik

Indonesia — Brunai Darussalam. Brunai (http://baikoeni. Multiplay. Corn. journal/item/138.). Diakses tgl. 16 Desember

2008.