negara hukum mesti dan melulu diperjuangkan. karenaroundtable, semoga hasil penelitian ini dapat...

131

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

“Negara hukum mesti dan melulu diperjuangkan. Karena

negara hukum kerapkali mengalami pasang surut, yang dipengaruhi perilaku aktor negara, situasi sosial politik juga

faktor internal-eksternal lembaga negara. Sejauh mana dalam keadaan ‘pasang’ dan kedalaman saat ‘surut’ menjadi penanda

dapat diukur dan dinilai, membutuhkan pula cara-cara yang konsisten dan kontinyu untuk dilakukan

Firmansyah Arifin Direktur Eksekutif Indonesian Legal Roundtable

INDEKS NEGARA HUKUM INDONESIA TAHUN 2018 ©Indonesian Legal Roundtable

Peneliti

Andri Gunawan Erwin Natosmal Oemar

Kurnia Intan Muhammad Indra Lesmana

M Rizki Yudha Prawira Yanose Syahni

Editor

Refki Saputra

Desain Sampul dan Tata Letak Arsa Ilmi Budiarti

Cetakan Pertama, September 2019

126 hlm : 14,8 x 21 cm ISBN : 978-602-53227-1-6

Diterbitkan oleh

Indonesian Legal Roundtable Jalan Perdatam VI No 5-6, Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan

Telp/Fax : 021-7995069 Email : [email protected]

INDEKS NEGARA HUKUM INDONESIA (INHI) TAHUN 2018

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan “Negara Indonesia adalah Negara

Hukum”. Ini berarti segala perbuatan anggota masyarakat harus berlandaskan hukum. Baik masyarakat maupun pejabat atau petani maupun menteri, harus tunduk dan patuh kepada hukum. Hukumlah yang menjadi landasan atau koridor seseorang atau negara untuk berbuat dan berperilaku. Komitmen ini yang ditunjukan oleh bangsa dan negara Indonesia kepada dunia, bahwa Indonesia setelah melalui berbagai proses pendewasaan mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi betul-betul ingin melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Komitmen itu merupakan janji sekaligus amanah yang diberikan dari segenap unsur masyarakat kepada para pemimpin bangsanya, yang harus dijaga dan diwujudkan. Usaha-usaha itu harus dijalankan dan dirasakan dampaknya bagi masyarakat luas. Bukan segelintir orang. Usaha-usaha itu harus dijalankan secara konsisten siapapun presidennya, siapapun menterinya, dan siapapun pemimpinnya baik ditingkat lokal atau nasional. Komitmen dan konsistensi itu harus diwujudkan dalam sebuah kerja dan karya nyata dengan sebuah tolak ukur yaitu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Tahir Foundation melihat bahwa saat ini usaha untuk terus menjaga komitmen dan konsistensi mewujudkan Indonesia yang lebih baik, tidak hanya terbatas dilakukan oleh negara saja. Banyak elemen-elemen masyarakat yang inisiatif melakukan berbagai inovasi dan kreasi yang salah satu bentuknya adalah penelitian Indeks Negara Hukum Indonesia.

Indeks Negara Hukum Indonesia tahun 2018 merupakan tahun ketujuh, sejak dilakukan tahun 2012. Selama ini kami, Tahir Foundation terus mendukung dan bekerjasama dengan Indonesian Legal Roundtable dalam melakukan penelitian ini. Hal ini sebagai wujud komitmen dan konsistensi kami, membantu dan mendukung berbagai pihak dalam upaya perbaikan dan kemajuan di berbagai bidang. Kami juga mengapresiasi dan turut berbangga hati atas hasil yang telah dicapai dalam laporan penelitian ini. Kami ucapkan selamat kepada Indonesian Legal Roundtable, semoga hasil penelitian ini dapat membuka inspirasi, memperbaiki sistem dan penegakan hukum, serta menjadikan bangsa dan negara Indonesia menjadi lebih adil, sejahtera, beradab, maju dan hebat di masa yang akan datang.

— Dato’ Sri Prof. Dr Tahir MBA

Ketua Yayasan Tahir Foundation

KATA PENGANTAR

Negara hukum, sebagaimana penegasan konstitusi (UUD 1945) merupakan pengakuan sekaligus cita-cita politik yang ingin dicapai. Proses pencapaian itu menjadi peran dan tanggungjawab negara. Dalam hal ini aktor berikut perangkat kelembagaan negara diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip negara hukum secara konsisten. Konsistensi ini setidaknya terlihat dalam setiap kebijakan publik yang dibuat, putusan yang dikeluarkan badan peradilan, akses publik untuk keadilan, perlindungan terhadap HAM, serta sikap politik (keputusan) pemerintah mematuhi atau menjalankan peraturan dan putusan badan peradilan. Melihat pada konsistensi negara hukum itu, tentu bukan sesuatu yang taken for granted,

diterima begitu saja. Negara hukum mesti dan melulu diperjuangkan. Karena negara hukum kerapkali mengalami pasang surut, yang dipengaruhi perilaku aktor negara, situasi sosial politik juga faktor internal-eksternal lembaga negara. Sejauh mana dalam keadaan ‘pasang’ dan kedalaman saat ‘surut’ menjadi penanda dapat diukur dan dinilai, membutuhkan pula cara-cara yang konsisten dan kontinyu untuk dilakukan.

Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI), menjadi satu cara yang secara kontinyu telah dilakukan untuk mengukur dan menilai sejauh mana penerapan prinsip-prinsip negara hukum di Indonesia. INHI Tahun 2018 menjadi tahun ketujuh INHI dibuat oleh Indonesian Legal Roundtable sejak 2012. Bagaimana hasil INHI 2018? Stagnan, demikian hasilnya kendati ada penurunan skoring-nilai. Membaca hasil INHI seperti itu, tentunya perlu melihat konteks situasi dan peristiwa yang terjadi pada tahun 2018. Tahun 2018 dikatakan sebagai tahun politik, karena rangkaian tahapan penyelenggaran pemilu serentak (pileg dan pilpres) April 2019 sudah dimulai sejak 2018. Disamping itu hoax yang makin merajalela, penerapan UU ITE yang begitu eksesif yang mengancam kebebasan berpendapat, KPK yang masih ‘panen’ OTT kepala daerah, kejanggalan putusan pengadilan, minimnya produk legislasi nasional adalah rentetan peristiwa yang datang silih berganti pada 2018. Semua peristiwa atau kejadian tersebut, langsung ataupun tidak berpengaruh terhadap hasil penilaian INHI 2018.

Hasil INHI tahun 2018 ini tentu belum memuaskan. Tetapi dari hasil ini kita bisa berkaca sudah sejauh mana perjalanan negara hukum Indonesia. Kita juga bisa memaknai, masih banyak pekerjaan yang belum selesai. Sehingga dari titik pencapaian inilah, kita bisa memfokuskan diri pada pokok persoalan negara hukum yang krusial dan belum selesai. Pada titik ini pula menjadi pijakan bagi kita untuk mengkaji pokok masalah, mengkreasikan problem solver, juga mensinergikan gerak bersama untuk terus meningkatkan capaian hasil negara hukum Indonesia. Bagi ILR, hasil ini tentu menguatkan keinginan kedepan untuk melanjutkan indeks negara hukum.

Sampai pada hasil INHI 2018 ini, tentunya ILR perlu mengucapkan terimakasih kepada para ahli yang telah meluangkan waktunya untuk merespon/menjawab kuesioner survei. Juga para enumerator di 18 daerah provinsi yang telah membantu pelaksanaan survei dan penelusuran dokumen yang diperlukan. Pastinya terima kasih yang tak terhingga kepada Tahir Foundation atas dukungan dan kerjasamanya yang tak putus sejak 2012.

— Firmansyah Arifin

Direktur Eksekutif Indonesian Legal Roundtable

NGANTAR

INHI 2018

4

Daftar Isi

Daftar Isi

04 Kata Pengantar 14 Bab 1: Pendahuluan

14 Latar Belakang 16 Konseptual 17 Tujuan 17 Struktur Laporan

18 Bab 2: Metodologi 18 Tahapan Penyusunan Indeks 22 Penentuan Ahli 23 Demografi Ahli 24 Metode Pembobotan 26 Skor Provinsi 26 Keterbatasan Penelitian

27 Bab 3: Temuan dan Nilai Indeks 27 Prinsip Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum

29 Tindakan/Perbuatan Pemerintah Sesuai dengan Hukum 31 Pengawasan yang Efektif

34 Prinsip Legalitas Formal 35 Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan 36 Kejelasan Rumusan Peraturan Perundang-undangan 37 Stabilitas Peraturan Perundang-undangan 38 Peraturan Perundang-undangan yang Saling Bertentangan

39 Prinsip Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka 42 Independensi Hakim dalam Mengadili dan Memutus Perkara 44 Independensi Hakim terkait Manajemen Sumberdaya Hakim 47 Independensi Hakim terkait dengan Kebijakan Kelembagaan 51 Independensi Hakim dari Pengaruh Publik dan Media Massa

52 Prinsip Akses terhadap Keadilan 53 Keterbukaan Informasi 56 Peradilan yang Cepat dan Terjangkau 59 Ketersediaan Bantuan Hukum

61 Prinsip Hak Asasi Manusia 65 Perlindungan atas Hak Hidup 67 Jaminan atas Hak untuk Bebas dari Penyiksaan 69 Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak Diperbudak 72 Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak DIhukum 73 Jaminan Kebebasan Berpikir dan Beragama/Berkeyakinan 75 Jaminan Pemenuhan Hak Kelompok Rentan

INHI 2018

5

Daftar Isi

Daftar Isi

81 Bab 4: Analisis dan Rekomendasi

81 Analisis 98 Rekomendasi

03 Lampiran 03 Daftar Pertanyaan dan Input Nilai 03 Daftar Enumerator Daerah 03 Daftar Profil Peneliti 03 Profil Indonesian Legal Roundtable

INHI 2018

14

Pendahuluan

Latar BelakangSecara embrionik, gagasan negara hukum yang telah dike-mukakan oleh Plato, ketika ia

Mengintroduksi konsep nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di usia tuanya. Sementara itu, dalam dua tulisan pertama, politeia dan politicos, belum muncul istilah negara hukum. Dalam nomoi, Plato mengemukakan bahwa penyelengga-raan yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan Plato tentang negara hukum ini semakin tegas ketika didukung oleh muridnya Aristoteles, yang menuliskan ke dalam bukunya politica1. Sejak dahulu kala orang telah mencari akan arti negara hukum, dan Aristoteles di antaranya yang mengemukakannya. Penger-tian negara hukum menurut Aristoteles dikaitkan dengan arti dari pada dalam perumusannya yang masih terikat kepada Polis. Aristoteles berpendapat bahwa pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah negara kecil, seperti kota dan berpenduduk sedikit, tidak seperti negara-negara sekarang ini yang mempunyai wilayah luas dan berpenduduk banyak (vlakte

staat). Dalam polis itu segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah (ecclesia),

1 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) 2 Moh. Kusnardi, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : Sinar Bakti, 1987),h. 153.

dimana seluruh warga negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara2. Dalam perkembangannya, konsep tentang negara hukum mengalami perumusan yang berbeda-beda3. Pemikiran atau konsepsi manusia merupakan anak zaman yang lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan dengan berbagai pengaruhnya. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh situasi kesejarahan, disamping pengaruh falsafah bangsa, ideologi negara, dll. Dalam konteks negara dan bangsa indonesia, salah satu amanat reformasi yang bergulir pada tahun 1998 adalah dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar tahun 1945. Guna merespons hal dimaksud, maka dilakukanlah perubahan demi peru-bahan terhadap sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Sebagai hasilnya, hanya dalam kurun waktu 4 tahun (1999-2002), telah terjadi 4 (empat) kali proses amandemen terhadap Undang-Undang Dasar tahun 1945. Sejumlah pe-rubahan dimaksud pada akhirnya telah membawa perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal inilah yang kemudian dimaknai banyak pihak sebagai bentuk reformasi konstitusi (constitutional reform).

3 Rozikin Daman, Hukum Tata Negara (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm 167

Dalam perkembangannya, konsep tentang negara

hukum mengalami perumusan yang berbeda-

beda. Pemikiran atau konsepsi manusia merupakan

anak zaman yang lahir dan berkembang dalam situasi

kesejarahan dengan berbagai pengaruhnya.

INHI 2018

15

Pendahuluan

Dilakukannya rangkaian amandemen terhadap UUD 1945 tentu tidak terlepas dari sejumlah persoalan yang melatar-belakanginya. Adapun dasar pemikiran yang melatarbelakangi perubahan terhadap UUD 1945 adalah sebagai berikut. Pertama, UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat; kedua, UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (presiden). Sistem yang dianut oleh UUD 1945 adalah dominan eksekutif (executive heavy),

yakni kekuasaan dominan berada pada tangan presiden. Ketiga, UUD 1945 mengandung pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran; keempat, UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang. Hal ini berpotensi menimbulkan kondisi dimana presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai dengan kehendaknya dalam undang-undang; kelima, rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan otonomi daerah4.

Dari Sekian banyak agenda perubahan yang direalisasikan melalui perubahan UUD 1945, semangat untuk mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum merupakan salah satu agenda penting yang mendapat perhatian serius banyak kalangan ketika itu. Oleh sebab itu, ketentuan mengenai negara hukum semakin dipertegas dalam UUD 1945 setelah amandemen. Tentu harus diakui bahwa dalam upaya mewujudkan negara hukum sebagaimana yang dicita-citakan dalam UUD 1945 akan dapat direalisasikan bila seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan benar-benar didasarkan pada kaidah-kaidah yang tertuang dalam konstitusi atau UUD 1945. Ide maupun konsep negara hukum pada umumnya dimaksudkan dalam rangka menghindari negara atau pemerintah dari perbuatan sewenang-wenang. Karena bagaimanapun, bahwa suatu pemerintahan yang tidak dikontrol dengan perangkat hukum yang tegas dan konkret akan sangat rentan dengan berbagai bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Bahkan pada era modern sekarang, dapat dikatakan bahwa merupakan suatu negara yang sangat relevan dan ideal bila kemudian segala rangkaian kegiatan kenegaraannya didasarkan pada mekanisme hukum yang jelas dan tegas.

4 MPR RI, 2012, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Edisi revisi, Cetakan kesebelas, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, hlm. 9-12

INHI 2018

16

Pendahuluan

Meski negara hukum adalah tujuan universal, namun seperti yang dikatakan Andrei Marmor, secara konseptual gagasan “negara hukum” sangat rumit dan membingungkan5. Sampai saat ini para sarjana (academic scholars) belum menemukan kata sepakat terkait prinsip-prinsip umum yang terkandung di dalamnya karena berbicara tentang negara hukum mempunyai korelasi yang erat dengan karakteristik setiap negara. Tentu saja terdapat tantangan dalam merumuskan prinsip-prinsip yang relevan untuk mengukur ketaatan suatu negara dalam mengimplementasikan ide negara hukum di suatu negara dalam hal ini termasuk Indonesia, namun juga tidak menutup kemungkinan terdapat sebuah jalan untuk merumuskannya. Berangkat dari hal tersebut, ILR menawarkan sebuah alat analisis dalam hal ini prinsip-prin-sip negara hukum yang relevan untuk dipertimbangkan sebagai acuan. Menurut ILR, dalam perbincangan tentang negara hukum, hampir dipastikan terdapat lima prinsip utama, yaitu: ketaatan pemerintah terhadap hukum; legalitas formal; kekuasaan kehakiman yang merdeka; akses terhadap keadilan; dan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Kelima prinsip itu didapatkan denga menarik benang merah dari perdebatan konseptual beberapa sarjana hukum terkemuka yang mengemukakan pandangannya tentang negara hukum6. Ikhtiar menyusun Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) ini adalah upaya ke tujuh (7) kalinya yang dilakukan oleh ILR, yang dimulai sejak tahun 2012. Sejak tahun 2014, ILR sudah mulai memantapkan substansi dan metodologi pengukuran ide negara hukum. Pada tahun 2018 terdapat 18 provinsi yang dijadikan wilayah survei dan pengambilan data. Tidak berbeda dengan INHI tahun lalu, INHI tahun 2018 ini menggunakan survei ahli dan pengumpulan dokumen sebagai metode pengumpulan data.

5 Andrei Marmor, The Ideal of The Rule of Law, USC Legal Studies Research Paper Series, 2008. 6 Lihat Indeks Persepsi Negara Hukum 2012, Indonesian Legal Roundtable, Jakarta, 2013. Beberapa sarjana dan lembaga terkemuka yang diambil sebagai perbandingan adalah M Scheltema, Joseph Raz, Rachel Kleinfeld Belton, Brian Z Tamanaha, Jimly Asshidiqqie, dan The International Commission of Jurist (ICJ).

Landasan Konseptual

INHI 2018

17

Pendahuluan

Tujuan Indeks Laporan ini bertujuan untuk menyajikan gambaran dan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis terkait pemenuhan prinsip-prinsip negara hukum di Indonesia. Meski demikian, secara praktis, INHI ini bertujuan untuk:

Struktur Laporan

Bab 1, Pendahuluan |

Bab 2, Metodologi |

| Bab 3, Temuan dan Nilai Indeks.

| Bab 4, Analisis dan Rekomendasi.

Mengukur sejauh mana ketaatan negara Indonesia dalam menerapkan prinsip-prinsip negara hukum.

Mengamati secara gradual perkembangan pemenuhan prinsip-prinsip negara hukum di Indonesia.

Menjadi salah satu dokumen yang relevan untuk dijadikan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip negara hukum.

2 1

3

Bab ini mendeskripsikan latar belakang dan signifikansi negara hukum di Indonesia serta tujua dan struktur penyajian laporan.

Bab ini menjelaskan cara dan tahapan penyusunan indeks. Bab ini juga memaparkan metode penentuan ahli (expert), pembobotan prinsip negara hukum, skor provinsi, profil responden, dan keterbatasan penelitian.

Bab ini mendeskripsikan hasil temuan survei ahli dan pengumpulan dokumen yang digambarkan dalam bentuk narasi, angka, dan nilai indeks. Di akhir bab ini, juga dapat ditemukan hasil akhir keseluruhan nilai indikator dan prinsip negara hukum yang telah dikonversi dengan nilai bobot masing-masing prinsip.

Untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya, laporan ini terbagi dalam empat bab, yaitu:

Bab ini mendeskripsikan analisis terkait temuan tiap-tiap prinsip negara hukum sebagaimana yang dinarasikan dalam bab 3, peristiwa hukum yang mendapat perhatian publik sepanjang tahun 2018, dan sejumlah rekomendasi terhadap analisis yang telah dilakukan.

INHI 2018

18

Metodologi

Bab ini mendeskripsikan tahap-tahap penyusunan indeks, metode penentuan ahli, demografi ahli, metode pembobotan prinsip negara hukum, skor provinsi, dan keterbatasan penelitian

Tahapan penyusunan indeks

Tahap pertama, pendalaman relevansi prinsip-prinsip negara hukum, dilakukan dengan mendiskusikan perkembangan diskursus me-ngenai negara hukum. Diskusi tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip negara hukum yang digunakan dalam indeks ini masih diakui secara universal. Hasil diskusi menghasilkan kesepakatan bahwa kelima prinsip yang dipakai sejak indeks 2014 masih relevan, dan karena itu dipertahankan. Kelima prinsip tersebut adalah:

Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum;

Legalitas Formal;

Kekuasaan Hakim yang Merdeka;

Akses terhadap Keadilan; dan

Hak Asasi Manusia

Tahap kedua, dilakukan dengan mengorganisir ulang indikator kelima prinsip. Kelima prinsip sebagai yang dijelaskan dalam tahap pertama diturunkan menjadi indikator. Setiap prinsip belum tentu memiliki jumlah indikator yang sama. Misalnya, prinsip legalitas formal memiliki empat (4) indikator, sedangkan prinsip Hak Asasi Manusia memiliki enam (6) indikator. Dalam INHI Tahun 2018 terdapat pengurangan satu indikator pada prinsip Hak Asasi Manusia yang pada tahun sebelumnya tujuh (7) indikator menjadi enam (6) indikator. Pengurangan yang dimaksud yaitu indikator jaminan perlindungan atas hak untuk tidak dipenjara berdasarkan kewajiban kontraktual. Keseluruhan indikator masing-masing prinsip dapat dilihat di bawah ini:

INHI 2018

19

Metodologi

Tahap ketiga, penyesuaian meto- dologi dengan ketersediaan sumber daya. Penelitian dilakukan dengan metode survei ahli dan pengumpulan dokumen di delapan belas (18) provinsi. Selain di tingkat provinsi, pengum-

pulan dokumen juga dilakukan di tingkat nasional berupa dokumen/data administratif yang dikeluarkan lembaga negara dan pemerintah yang berkedudukan di ibu kota negara.

Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum

Legalitas Formal

Akses terhadap Keadilan

Hak Asasi Manusia

Indikator: 1. Perbuatan/Tindakan pemerintah Berdasarkan Hukum 2. Pengawasan yang Efektif

Indikator: 1. Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan

2. Kejelasan Rumusan Peraturan Perundang-undangan 3. Peraturan Perundangan yang Stabil 4. Peraturan Perundang-Undangan yang Bersesuaian

Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

Indikator: 1. Independensi Hakim dalam Mengadili dan Memutus Perkara 2. Independensi Hakim Terkait Manajemen Sumber Daya Hakim 3. Independensi Hakim terkait dengan Kebijakan Kelembagaan 4. Independensi Hakim dari Pengaruh Publik dan Media Massa

Indikator: 1. Keterbukaan Informasi 2. Peradilan yang Cepat dan Terjangkau 3. Ketersediaan Bantuan Hukum

Indikator: 1. Perlindungan Hak atas Hidup

2. Jaminan atas Hak untuk Bebas dari Penyiksaan 3. Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak Diperbudak 4. Jaminan perlindungan atas hak untuk tidak dihukum atas tindakan

yang bukan tindak pidana 5. Jaminan Kebebasan Berpikir dan Beragama/Berkeyakinan 6. Jaminan perlindungan dan pemenuhan hak kelompok rentan

(perempuan, anak, dan penyandang disabilitas)

INHI 2018

20

Metodologi

18 provinsi dipilih berdasarkan kriteria: keterwakilan regional dan ketersediaan ahli. Dengan menggunakan kriteria tersebut maka 18 provinsi yang dipilih terdiri dari: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, NTB, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Maluku dan Papua

Tahapan keempat, penyusunan daftar dokumen berdasarkan indikator. Penentuan dokumen yang digunakan berdasarkan pada indikator atau subindikator, bukan pada pertanyaan. Misalnya, indikator independensi hakim pada prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, dokumen yang diperlukan adalah dokumen resmi negara. Dokumen yang menyediakan informasi tersebut seperti laporan tahunan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum, agama dan tata usaha negara. Dokumen lainnya adalah laporan pemantauan kinerja hakim oleh masyarakat sipil. Tahapan kelima, adalah menurunkan indika-tor ke dalam pertanyaan-pertanyaan. Jumlah pertanyaan untuk masing-masing indikator bervariasi. Misalnya, pertanyaan untuk indikator perlindungan hak atas hidup pada prinsip HAM berjumlah 8 (delapan) perta-nyaan. Sementara pertanyaan untuk indikator jaminan perlindungan atas hak untuk tidak dihukum atas tindakan bukan kejahatan pada prinsip yang sama, hanya terdiri dari 3 (tiga) pertanyaan. Sebagian besar pertanyaan

dalam kuesioner merupakan pertanyaan yang dapat diberikan nilai dan diindeks (kali bobot), namun ada pula pertanyaan yang sifatnya informatif sehingga tidak diberikan nilai dan tidak diindeks. Tahap keenam, melakukan pengumpulan data melalui survei ahli dan penelusuran dokumen/data administratif. Pengumpulan data dilakukan oleh satu orang enumerator pada setiap provinsi. Sebelumnya para enumerator dibekali pengetahuan mengenai teknik survei dan pengumpulan dokumen/data administratif dalam sebuah catatan terstruktur dan apabila ada pertanyaan, akan langsung ditanggapi oleh tim melalui telepon atau e-mail. Untuk tahun ini tidak diadakan lokakarya/workshop karena, sebagian besar enumerator adalah mereka yang sudah paham dan terlatih menjadi enumerator INHI di tahun-tahun sebelumnya. Enumerator melakukan survei melalui teknik wawancara tatap muka dengan para ahli terpilih. Adapun pengumpulan dokumen dilakukan dengan cara menelusuri dokumen-dokumen melalui internet, kantor

INHI 2018

21

Metodologi

LSM dan kantor pemerintah dengan mekanisme perolehan informasi publik. Tahap ketujuh, adalah menguantifikasi dan menilai kuesioner dan dokumen. Penilaian terhadap kuesioner didasarkan pada derajat jawaban masing-masing ahli terhadap pertanyaan yang diajukan. Semua pertanyaan menggunakan derajat jawaban berdasarkan koefisien 2 (dengan skala nilai 0-10) dalam 5 tingkatan. Sedangkan terhadap dokumen dilakukan penilaian oleh peneliti terkait dengan performa negara yang tergambar di dalam dokumen/data administratif. Adapun rentang nilai performa negara hukum pada dokumen adalah: 0 – 2,5 = Sangat buruk; 2,6 – 5 = Buruk; 5,1 – 7,0 = Cukup baik; 7,1 – 10 = Baik Tahap kedelapan adalah penggabungan hasil temuan kuesioner dengan dokumen. Setelah peneliti menguantifisir nilai hasil survei, semua nilai yang telah dihasilkan di setiap pertanyaan dijumlahkan pada tingkat

indikator. Demikian juga dengan penilaian terhadap dokumen: setelah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan pada tingkat indikator. Nilai keseluruhan kuesioner dan dokumen setiap indikator digabung. Hasil dari pengabungan itulah yang kemudian disebut dengan nilai indikator. Tahap kesembilan adalah menjumlahkan nilai semua prinsip dan mengkonversinya dengan proporsi bobot setiap prinsip. Nilai setiap prinsip diperoleh dari gabungan nilai indikator (setiap prinsip) dibagi dengan jumlah indikator yang digabung. Nilai setiap prinsip kemudian dikonversi berdasarkan jumlah bobot yang sudah ditentukan. Tahapan kesepuluh sebagai tahapan penutup, dengan menjumlahkan nilai semua prinsip yang dikonversi berdasarkan nilai bobot. Jumlah nilai semua prinsip inilah yang disebut sebagai nilai indeks negara hukum indonesia.

INHI 2018

22

Metodologi

Penentuan Ahli Kredibilitas ahli (expert) yang menjadi responden merupakan salah satu indikator utama dari kehandalan indeks ini. Oleh karena itu, penentuan ahli didasarkan pada kualifikasi tertentu. Selain dari segi proses, penentuan ahli dilakukan dengan berkonsultasi dengan para enumerator yang dianggap memiliki pengetahuan yang baik terkait nama-nama yang layak direkomendasikan dan dipilih menjadi ahli. Para ahli berlatar belakang akademisi, praktisi hukum atau aktivis ke-masyarakatan. Tabel berikut berisi kualifikasi untuk memilih ahli yang dibedakan menurut latar belakang.

Akade misi

Pendidikan formal adalah sarjana hukum atau sarjana sosial/politik, diutamakan yang sudah memiliki gelar strata dua Mengampu mata kuliah yang sesuai dengan salah satu prinsip negara hukum dengan pengalaman minimal 10 tahun Tidak sedang menjabat sebagai tenaga ahli di pemerintahan Tidak sedang menjalankan program pemerintah terkait dengan salah satu prinsip negara hukum Diutamakan menduduki posisi Dekan/Rektor

Prak tisi

Berpengalaman menjalankan profesinya minimal 10 tahun. Tidak sedang menjabat sebagai tenaga ahli di pemerintahan. Tidak sedang menjalankan program pemerintah terkait dengan prinsip negara hukum yang ditanyakan. Tidak sedang menangai kasus yang terkait dengan prinsip negara hukum yang ditanyakan. Diutamakan menduduki posisi ketua organisasi advokat

Akti vis

Berpengalaman sebagai aktivis kemasyarakatan minimal 7 tahun yang relevan dengan prinsip negara hukum yang ditanyakan.

Tidak sedang menjabat sebagai tenaga ahli di pemerintahan.

Tidak sedang menjalankan program pemerintah yang terkait dengan prinsip negara hukum yang ditanyakan.

Diutamakan menduduki posisi ketua organisasi aktivis kemasyarakatan

INHI 2018

23

Metodologi

Demografi Ahli Penyusunan INHI dilakukan melalui survei dengan melakukan wawancara ahli di 18 Provinsi. Wawancara yang dilakukan oleh enumerator ini, dilakukan dengan ketentuan pada proses

menjawabnya dengan membagi:

Jika dilihat dari presentase jenis kelamin, profesi, rentang usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada diagram dibawah ini:

Prinsip ketaatan terhadap pemerintah dan prinsip legalitas

formal

2

orang ahli

Prinsip kekuasaan kehakiman dan prinsip akses terhadap

keadilan

Prinsip hak asasi manusia

= 6 ahli

per provinsi

x 18 provinsi

= 108 ahli

total

83,0

17,0

2.1 Jenis kelamin (%)

Laki-laki

Perempuan

34,0

33,0

2.2 Profesi (%) c

Akademisi a

Praktisi

33,0

Advokat

41,0

40,0

2.3 Umur (%) c

35 – 45 tahun

45 – 60 tahun

19,0

25 – 35 tahun

35,0

34,0

2.4 Pendidikan (%) c

Strata II (S2)

Strata I (S1)

27,0

Strata III (S3)

4,0

Sekolah Menengah Atas (SMA)

2

orang ahli 2

orang ahli

INHI 2018

24

Metodologi

Diagram 2.1 menjelaskan bahwa ahli yang turut serta dalam menjawab survei ini, dapat diketahui bahwa responden laki-laki sebanyak 83% dan responden perempuan sebanyak 17%. Jika melihat profesi para responden dapat dlihat pada diagram 2.2 bahwa jumlah responden yang berprofesi sebagai advokat 33% (36 orang), sebagai akademisi 34% (37 orang) dan berprofesi sebagai aktivis 33% (35 orang). Diagram 2.3 memperlihatkan rentang

usia responden yang mana pada rentang usia 25-35 tahun 19% (21 orang), 35-45 tahun 41% (44 orang), 45-60 tahun 40% (43 orang). Pada tingkat pendidikan responden, terlihat beberapa perbandingan (lihat diagram 2.4) yang mana responden yang memiliki pendidikan SMA 4% (4 orang), sarjana 34% (37 orang), magister 35% (38 orang), doktoral 27% (29 orang)

Metode Pembobotan Bagian ini memaparkan nilai bobot yang diberikan pada masing-masing prinsip negara hukum disertai penjelasan logis dibalik pemberian nilai bobot tersebut. Nilai bobot masing-masing kelima prinsip tersebut dapat dilihat berikut ini:

Prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan prinsip HAM berkedudukan sentral bagi tiga indikator negara hukum. Prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum sangat sentral bagi indikator prosedural. Prinsip yang dikenal juga dengan nama legalitas ini merupakan prinsip yang paling awal dalam perbincangan konsep negara hukum. Prinsip tersebut mengawali kontrol terhadap kekuasaan dengan mensyaratkan bahwa kekuasaan harus dijalankan

berdasarkan hukum; bukan berdasarkan perintah atau perkataan penguasa. Sedemikian pentingnya prinsip pemerintahan berdasarkan hukum, sehingga ia ditempatkan sebagai prinsip minimal negara hukum. Dengan kata lain, sebuah negara dapat dikategorikan atau mengklaim dirinya sebagai negara hukum, apabila negara tersebut hanya memenuhi prinsip tersebut. Sementara itu prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka sentral bagi indikator

Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum;

Legalitas Formal;

Kekuasaan Hakim yang Merdeka;

Akses terhadap Keadilan; dan

Hak Asasi Manusia

25

10

25

15

25

INHI 2018

25

Metodologi

mekanisme kontrol. Prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan prinsip yang memungkinkan mekanisme check and

balance bisa berjalan. Prinsip tersebut akan mengontrol sekaligus memastikan sejauh mana kekuasaan legislatif dan eksekutif sudah mematuhi prinsip-prinsip negara hukum. Dengan kata lain, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka hadir untuk memastikan dipenuhinya indikator-indikator lain dari negara hukum. Adapun prinsip HAM sentral bagi indikator substantif. Prinsip ini merupakan satu-satunya representasi dari indikator substantif negara hukum. Prinsip tersebut memberi sentuhan kualitas pada negara hukum karena berkaitan dengan dampak yang dirasakan oleh warga negara selaku objek sekaligus penerima manfaat dari penyelenggaraan kekuasaan. Dikatakan menyangkut substansi, karena prinsip tersebut berkedudukan sebagai ukuran sekaligus tujuan negara hukum. Se-bagai ukuran dan tujuan, prinsip tersebut berperan menjaga negara hukum tidak jatuh ke dalam otoritarianisme dengan penyalahgunaan kewenangan sebagai aksentuasinya. Atas dasar penjelasan-penjelasan di atas, maka ketiga prinsip tersebut masing-masing mempunyai bobot sebesar 25 poin.

Dari segi waktu, prinsip akses terhadap keadilan berkembang lebih belakangan dari prinsip legalitas formal. Sekalipun demikian, laporan ini memberikan bobot yang lebih tinggi pada prinsip akses terhadap keadilan, yaitu 15 poin. Argumen pokoknya adalah karena prinsip tersebut mengandung orientasi mengontrol penyelenggaraan kekuasaan yang relatif lebih tinggi. Sama dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, prinsip akses terhadap keadilan memungkinkan koreksi dan kontrol terhadap penyelenggaraan kekuasaan. Alasan lainnya adalah prinsip akses terhadap keadilan juga mengandung indikator substantif karena bertujuan memungkinkan para pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan lewat forum-forum penyelesaian sengketa yang dapat mereka akses dan jangkau. Prinsip legalitas formal mendapatkan skor paling kecil dari kelima prinsip negara hukum, yaitu 10. Sebagai salah satu prinsip negara hu-kum, prinsip tersebut juga berujung pada kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan. Namun, kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan dicapai tidak dengan cara langsung. Sasaran pertama prinsip ini adalah kepastian dan kejelasan yang dihasilkan dari peraturan perundangan yang bercorak jelas, diketahui oleh publik dan tidak berlaku surut. Peraturan perundangan yang bercorak demikian diharapkan dapat mencegah diskresi oleh pemegang kekuasaan.

INHI 2018

26

Metodologi

Skor Provinsi Pada indeks tahun 2018 ini, ketiga kalinya ILR mencoba melakukan penilaian kinerja masing-masing provinsi. Skor ini dihasilkan hanya dari nilai jawaban survei ahli. Tidak seperti indeks nasional (gabungan antara survei dan data administratif). Dalam setiap prinsip, akan diperlihatkan skor yang didapatkan masing-masing provinsi. Skor ini menjadi informasi tambahan mengenai gambaran kinerja masing-masing provinsi di mana evaluasi kinerja negara hukum sepanjang tahun 2018 dilakukan.

Keterbatasan Penelitian Tantangan para peneliti dalam penyusunan indeks ini terletak pada upaya mengumpulkan kelengkapan hasil survei dan juga data/dokumen. Dalam juklak dan juknis yang diberikan kepada enumerator, enumerator di masing-masing daerah telah mendapatkan tugasnya untuk mewawancarai sejumlah ahli dan mencari sejumlah data/dokumen. Dalam prakteknya, mewawancarai ahli ternyata dihadapi beberapa kendala, seperti (1) dalam menjawab pertanyaan ahli merasa tidak tahu akan jawabannya; (2) dalam satu pertanyaan, ada 2 (dua) jawaban; (3) enumerator sulit untuk mengatur jadwal wawancara dengan ahli.

Masalah lainnya adalah kelengkapan pencarian data/dokumen. Tidak se-mua institusi publik di daerah yang diminta oleh enumerator bersedia menyediakan atau memberikan data yang diminta oleh peneliti. Ada beberapa alasan yang disampaikan oleh institusi tersebut: (1) tidak ada data sama sekali; (2) datanya ada namun sedang proses penyusunan; (3) lembaga penelitian dianggap oleh badan publik tidak mempunyai legalitas hukum; (4) dokumen dianggap sebagai rahasia negara oleh badan publik; dan (5) data/dokumen sudah diserahkan kepada lembaga vertikal diatasnya.

Kurang lengkapnya hasil survei dan kelengkapan data/dokumen yang memadai terhadap satu indikator atau prinsip kemudian dilengkapi dengan cara mengumpulkan sejumlah pemberitaan melalui media massa dan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik sepanjang tahun 2018. Selain itu, untuk meminimalisasi keterbatasan-keterbatasan ini, peneliti sendiri yang berusaha mengkonfirmasi kepada enumerator terkait jawaban-jawaban dan hasil penelusuran dokumen yang butuh diperjelas termasuk mencari sendiri data/dokumen tersebut.

INHI 2018

27

Temuan dan Skor Indeks

Bab ini memaparkan skor survei, skor dokumen serta skor masing-masing prinsip yang membentuk Indeks Negara Hukum Indonesia. Hasil skor survei dan dokumen mendeskripsikan semua temuan yang relevan pada masing-masing indikator dari setiap prinsip negara hukum yang diteliti. Sedangkan skor indeks adalah seluruh skor yang dihasilkan oleh masing-masing prinsip setelah dikonversi berdasarkan bobot masing-masing prinsip. Bab ini juga menyajikan skor provinsi dan skor indeks masing-masing prinsip negara hukum di 18 provinsi yang diteliti.

Deskripsi Hasil Temuan Survei & Dokumen

Secara esensial prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum mengasumsikan bahwa semua tindakan pemerintahan harus didasarkan pada aturan hukum (legalitas). Prinsip ini merupakan prinsip yang paling umum dimiliki oleh setiap negara. Oleh karena itu, prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum disebut sebagai syarat minimal suatu negara disebut negara hukum. Dengan kata lain, negara yang hanya menjalankan prinsip ini dalam proses penyelenggaraan negaranya disebut memiliki rule of law dalam versi yang paling tipis (thin).

Menurut prinsip ini, hukum menjadi satu-satunya instrumen bagi suatu pemerintahan untuk menjalankan kegiatannya. Cara paling mudah untuk memahami esensi prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum adalah dengan membuat pernyataan pendukung, bahwa aturan hukum tidak didasarkan pada keputusan atau perkataan seseorang. Adanya pensyaratan bahwasanya semua tindakan pemerintah berdasarkan aturan hukum, maka

prinsip ini hendak mencegah pemerintah bertindak atas dasar kekuasaan atau melakukan tindakan yang sewenang-wenang. Ketaatan pemerintah terhadap hukum di sini memerlukan sistem pengawasan yang efektif. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi tindakan/perbuatan pemerintah agar senantiasa sesuai dengan hukum. Sehingga upaya pencegahan (preventif) maupun penindakan (korektif atau represif) dapat dilakukan jika terjadi suatu penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pemerintah. Dengan kata lain, adanya pengawasan yang efektif akan membuat tindakan/perbuatan pemerintah semakin sesuai dengan hukum. Prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum ini terdiri dari 2 (dua) indikator, yaitu tindakan/perbuatan pemerintah berda-sarkan hukum dan pengawasan yang efektif. Indikator tindakan/perbuatan pe-merintah berdasarkan hukum hendak mengukur apakah perbuatan/tindakan

Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum

INHI 2018

28

Temuan dan Skor Indeks

pemerintah (pusat dan daerah provinsi) dalam bidang-bidang yang telah ditentukan berdasakan prinsip-prinsip otonomi daerah. Demikian juga halnya ketika pemerintah (pusat dan daerah) dalam menjalankan fungsi legislasi dan anggaran (budgeting) bersama parlemen. Sedangkan indikator pengawasan yang efektif hendak mengukur pelaksanaan proses pengawasan yang dilakukan secara internal

dan eksternal oleh kelembagaan negara/ pemerintah. Pengawasan internal memfo-kuskan pada tindakan yang dilakukan pemerintah terhadap aparat dibawahnya. Sementara, pengawasan eksternal dilakukan oleh lembaga lain di luar pemerintah yang memfokuskan pada pelaksanaan fungsi dan kewenangan serta respon terhadap rekomendasi dan/atau putusan yang di-buatnya.

Skor yang diperoleh prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum sepanjang tahun 2018 adalah 5,53. Skor ini mengalami penurunan sebesar 0,44 poin dibandingkan dengan tahun 2017, yakni sebesar 5,97. Dilihat dari skor indeks, skor indeks prinsip ini tahun 2018 adalah 1,38. Skor indeks yang didapatkan pada tahun ini mengalami penurunan sebesar 0,11 dari tahun sebelumnya 1,49

Di level provinsi, menurut penilaian para ahli, provinsi yang memperoleh skor paling tinggi adalah di DKI Jakarta 7,74. Sedangkan provinsi yang mendapatkan skor paling rendah adalah Nusa Tenggara Timur 4,17.

Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum 5,53

skor 2018:

skor 2017: 5,97

-0,44

1,38

skor indeks 2018: 2018:

skor indeks 2017: 1,49

-0,11

INHI 2018

29

Temuan dan Skor Indeks

Skor indikator tindakan pemerintah berdasarkan hukum pada tahun 2018 adalah sebesar 5,83. Skor ini mengalami penurunan sebesar 0,14 poin dibandingkan

skor pada tahun 2017 sebesar 5,97. Sedangkan berdasarkan evaluasi dokumen sepanjang tahun 2018, skor yang diperoleh indikator ini adalah 5,50 poin.

Dalam mengukur prinsip ini, kinerja pemerintah terhadap hukum dibagi tiga berdasarkan pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan pendapat para ahli, kinerja pemerintah pusat dalam menjalankan fungsi absolutnya sepanjang 2018 adalah 6,76 poin. Dari enam tugas absolut pemerintah pusat tersebut, skor paling baik berada pada bidang hubungan luar negeri. Sedangkan tindakan pemerintah dalam menjalankan fungsi penegakan hukum (yustisi) merupakan skor yang terendah 6,18.

Pada sisi lain, kinerja pemerintah daerah dalam menjalankan tugas konkruennya di bidang pelayanan dasar memiliki skor yang lebih rendah dari pemerintah pusat, dengan skor skor rata-rata 6,13 poin. Dari bidang-bidang yang melayani pelayanan dasar tersebut, skor paling rendah ada pada bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. Sedangkan tugas pemerintah daerah dalam

menjalankan pelayanan non-dasar, skor terendah berada di bidang pertanahan dan lingkungan dengan skor 4,89. Penyelenggaran pemerintahan daerah menjalankan tugas konkuren yang bukan pelayanan dasar, menurut pandangan ahli, bidang yang memiliki skor yang rendah berada pada bidang kehutanan dan bidang

Tindakan Pemerintah Berdasarkan Hukum

5,83

skor 2018:

skor 2017: 5,97

-0,14

3 38 27 29 33%

38% 27% 29% 3%

20 40 34 620% 40% 34% 6%

Tindakan Pemerintah Dalam Menjalankan Fungsi Yustisi

Tindakan Pemerintah Daerah di Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

15 41 32 1215% 41% 32% 12%

Tindakan Pemerintah Daerah di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral

14 28 47 1114% 28% 47% 11%

Tindakan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan dan Lingkungan

31 37 1220% 31% 37% 12%

Tindakan Pemerintah Daerah di Bidang Kehutanan

Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

25 39 622% 25% 39% 6%

Tindakan Pemerintah Pusat dalam Pengisian Jabatan Publik Bersama DPR

8%

INHI 2018

30

Temuan dan Skor Indeks

energi dan sumber daya mineral. Skor yang didapat dalam bidang pemerintah daerah dibidang kehutanan mempunyai skor 5,20; sedangkan untuk bidang energi dan sumber daya mineral mempunyai skor 5,18.

Dilihat dari fungsi legislasi dan peng-anggaran, menurut pandangan ahli, kinerja pemerintah pusat dalam mengelola kewenangannya itu lebih baik daripada pemerintah daerah. Skor untuk pemerintah daerah dalam legislasi sebesar 5,72 poin,

sedangkan pemerintah pusat memiliki skor sebesar 6,00 poin. Pemerintah pusat juga dipandang lebih baik dalam mengelola fungsi anggaran (budgeting) bersama DPR dengan skor 6,44 poin. Sedangkan pengelolaan fungsi anggaran antara pemerintah daerah dan DPRD Provinsi sebesar 5,72 poin. Meski demikian, terkait dengan kewenangan pengisian jabatan publik yang dilakukan oleh pemerintah pusat bersama DPR memiliki skor yang rendah dibandingkan dengan fungsi lainnya, dengan skor 5,78 poin.

Pandangan ahli yang menyatakan bahwa korupsi merupakan perbuatan melanggar hukum yang sering dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah ternyata sejalan dengan data penindakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sepanjang tahun 2018, terdapat 17 bupati/walikota/pejabat pemerintah yang tertangkap oleh komisi anti rasuah tersebut, yang sebagian besar di antaranya berupa suap.1 Meski demikian, terdapat juga hal positif yang dilakukan oleh pemerintah sepanjang tahun ini, yaitu dengan memberhentikan 480 ASN yang melakukan korupsi.2

Dalam tataran praktek, seorang ASN yang melakukan tindak pidana korupsi dan sudah memiliki vonis yang inkracht tidak serta merta dapat diberhentikan sebagai pegawai negeri

1 Komisi Pemberantasan Korupsi, Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Jabatan, diakses di: https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi/tpk-berdasarkan-profesi-jabatan, Agustus 2019 2 Yanuar Nurcholis Majid, 2018, Sepanjang 2018, 480 PNS Diberhentikan Secara Tidak Hormat, Tribunews, 2 Januari 2019, diakses di https://www.tribunnews.com/nasional/2019/01/02/sepanjang-2018-480-pns-diberhentikan-secara-tidak-hormat-akibat-tindak-pidana-korupsi,

4%

4%

11%

22%

59%Korupsi

Membuat Kebijakan yang tidak Sesuai dengan Peraturan

Tidak melak-

sanakan

Korupsi

Membuat Kebijakan yang tidak Sesuai dengan Peraturan

Tidak melaksanakan/mematuhi putusan pengadilan

Melakukan perbuatan asusila

Lainnya

Tindakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang Sering Dilanggar

Dilihat lebih dalam, mayoritas tindakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sering melanggar peraturan perundang-undangan menurut pandangan ahli adalah korupsi (59%). Setelah itu, secara berturut-turut: membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan (22%); tidak melaksanakan/mematuhi putusan pengadilan (11%); melakukan perbuatan asusila (4%), dan sisanya sebanyak empat persen (4%) menjawab lainnya.

“…korupsi merupakan perbuatan melanggar hukum yang sering dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah…”

INHI 2018

31

Temuan dan Skor Indeks

karena terdapat dua pengaturan yang berbeda terhadap tata cara pemberhentian ASN. Polemik tentang dualisme pengaturan sanksi terhadap ASN ini menjadi selesai setelah keluarnya Keputusan Bersama tanggal 13 September 2018, Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap PNS Yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan Yang Ada Hubungannya dengan Jabatan.3

Pada tahun ini, skor indikator pengawasan yang efektif adalah 5,24 poin. Secara umum skor indikator ini mengalami penurunan sebesar 0,45 poin

dibandingkan tahun 2017 5,69. Ada empat sub-indikator yang diukur oleh indikator ini, yaitu: (1) pengawasan oleh parlemen; (2) pengawasan lembaga peradilan; (3) pengawasan internal; dan (4) pengawasan dari komisi negara

independen.

Dari keempat sub-indikator yang diukur, hanya sub-indikator pengawasan parlemen yang mengalami kenaikan skor dibandingkan tahun lalu. Sedangkan tiga indikator lainnya mengalami penurunan skor, yaitu: pengawasan oleh lembaga peradilan, pengawasan oleh internal pemerintah, dan pengawasan Komisi Negara Independen.

Pengawasan oleh Parlemen Terdapat empat subjek yang diukur dalam pengawasan parlemen ini, yaitu: (1) pengawasan dalam bentuk rapat kerja/rapat dengar pendapat/rapat dengar pendapat umum; (2) pengunaan hak interpelasi; (3) penggunaan hak angket; dan (4) pengunaan hak menyatakan pendapat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi). Secara umum, pengawasan yang dilakukan oleh kedua perwakilan rakyat di pusat dan di daerah tersebut masih belum efektif karena skornya masih di bawah angka enam dalam skala 1-10.

Dari keempat bentuk pengawasan tersebut, pengawasan yang tidak efektif berada dalam penggu-naan hak angket baik oleh DPR dengan skor 4,82 poin dan penggunaan hak angket oleh DPRD 4,72 poin.

3 Rommy Rosyana, 3240 PNS Dipecat; 103 Kepala Daerah Ditegur, Berita Tagar, 4 Juli 2019, diakses https://beritagar.id/artikel/berita/3240-pns-dipecat-103-kepala-daerah-ditegur

5,243

skor 2018:

skor 2017: 5,69

-0,45

Pengawasan yang Efektif

38,0 e

Tidak Efektif 29,0 e

Kurang Efektif

21,0

Sangat Tidak Efektif

6,0 e

Efektif

6,0

Sangat Efektif

Efektifitas Penggunaan Hak Angket oleh DPRD Provinsi Terhadap Pemerintah Provinsi (dalam %)

INHI 2018

32

Temuan dan Skor Indeks

Pengawasan oleh Lembaga Peradilan Menurut pandangan ahli, pemerintah pusat sudah cukup baik merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pengujian undang-undang sepanjang tahun 2018 dengan skor 7,06. Begitu juga dengan tindakan pemerintah pusat dalam merespon sejumlah putusan Mahkamah Agung (MA) dalam pengujian peraturan perundang-undangan dengan skor 6,61. Meski demikian, berdasarkan dokumen yang dianalisis, ketaatan pemerintah dalam menjalankan putusan MK masih rendah. Salah satu contohnya ketika pemerintah menghidupkan kembali pasal penghinaan kepala negara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sudah dibatalkan oleh MK. Pada sisi lain, ahli juga berpendapat pemerintah daerah masih lamban dalam merespon putusan MA yang berkenaan dengan keterbukaan informasi, putusan tata usaha negara, dan kasus-kasus perdata. Dari tiga subjek pengawasan horizontal oleh MA tersebut, skor paling rendah berkenaan dengan ketaatan pemerintah pusat yang berkaitan dengan keterbukaan informasi dengan skor 5,83.

Pengawasan oleh Internal Pemerintah Pengawasan oleh pemerintah terhadap aparatur sipil negara, keuangan negara, kejaksaan, kepolisian, dan TNI menurut pandangan ahli pada tahun 2018 relatif baik. Skor rata-rata yang diberikan ahli terhadap pengawasan yang dilakukan pemerintah (presiden) terhadap beberapa institusi negara tersebut adalah 6,36 poin. Meski demikian, terdapat pengawasan yang memiliki skor dibawah rata-rata, yaitu pengawasan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap Aparatur Sipil Negara, Kepolisian dan Kejaksaan. Skor terendah yang diberikan ahli adalah pengawasan pemerintah daerah terhadap aparatur sipil negara di daerah dengan skor 5,89.

Meski demikian, apabila dibandingkan dengan hasil skoring dokumen, sub-indikator ini mendapat penilaian yang sangat rendah dengan skor rata-rata 4. Rendahnya skor dokumen pada tahap ini bisa didentifikasi dengan tidak terselesaikannya sejumlah kasus-kasus yang mendapatkan perhatian masyarakat luas oleh penegak hukum di bawah kekuasaan Presiden, seperti penyerangan kasus Novel Baswedan dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

34,0 e

Tidak Efektif 26,0

Efektif

23,0

Kurang Efektif

9,0

Sangat Efektif

8,0

Sangat Tidak Efektif

Kecepatan dan Ketaatan Pemerintah dalam Merespon Putusan MA dalam Pengujian Peraturan Perundang-

Undangan di bawah Undang-Undang (dalam %)

36,0 e

Efektif

19,0

Kurang Efektif

6,0

Sangat Tidak Efektif

3,0

Sangat Efektif

36,0 e

Tidak Efektif

Pengawasan Pemerintah Provinsi Terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) di Wilayahnya (dalam %)

INHI 2018

33

Temuan dan Skor Indeks

Pengawasan oleh Komisi Negara Independen Dalam penelitian ini, terdapat lima komisi negara independen yang dievaluasi, yaitu: (1) Ombudsman Republik Indonesia; (2) Komisi Informasi; (3) Komisi Kejaksaan;(4) Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas); dan (5) Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Berdasarkan pendapat ahli, respon terhadap pengawasan komisi negara independen memiliki skor rata-rata 5,58 poin. Skor yang paling baik diperoleh oleh pemerintah pusat dalam mematuhi putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) dengan skor 5,58 poin.

Pada sisi lain, komisi negara independen dalam persepsi ahli memiliki skor buruk adalah Komisi Kejaksaan 4,82 dan Komisi Kepolisian Nasional 5,29. Penilaian ahli tersebut linier dengan kondisi di lapangan terkait dengan sulitnya mendapatkan akses terhadap informasi dari kedua institusi ini. Berdasarkan penelusuran tim peneliti, informasi tentang kinerja dua komisi negara independen ini hanya dapat diperoleh melalui pemberitaan media.4 Bahkan untuk Kompolnas, informasi tentang efektivitas kinerja komisi ini hanya tersedia dalam semester pertama tahun 2018.5

4 Dwi Putera Kesuma, 2019, Tahun 2018 Komisi Kejaksaan Terima 888 Laporan Pengaduan, , Tribunnews, 15 Januari 2019, diakses di https://jakarta.tribunnews.com/2019/01/15/tahun-2018-komisi-kejaksaan-terima-888-laporan-pengaduan.

5 Ramadhan Rizki, 2018, Kompolnas Caat 1104 Aduan Soal Kinerja Polri, CNN Indonesia.Com, 24 Agustus 2018, diakses di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180824005205-12-324498/kompolnas-catat-1104-aduan-soal-kinerja-polri

38,0 e

Kurang Efektif

18,0

Sangat Tidak Efektif

35,0 e

Tidak Efektif

6,0

Efektif

3,0

Sangat Efektif

Efektifitas Pengawasan Komisi Kejaksaan (dalam %)

29,0 e

Kurang Efektif

18,0

Efektif

18,0

Sangat Tidak Efektif

29,0 e

Tidak Efektif

Efektifitas Pengawasan Komisi Kepolisian Nasional (dalam %)

6,0

Sangat Efektif

INHI 2018

34

Temuan dan Skor Indeks

Indonesia sebagai negara hukum yang berlandaskan konstitusi, menganut dan menjalankan prinsip legalitas formal. Dalam prinsip legalitas formal tersebut terdapat dua tujuan yang dikandungnya, yaitu membuat aturan hukum mampu menuntun perilaku dan mampu membuat warga negara menjadi bebas dan otonom. Agar kedua tujuan pokok diatas dapat dicapai, hukum diharuskan memiliki beberapa karakter penting yaitu berlaku umum (general), bisa diperkirakan (predictable), jelas (clear), tidak mudah berubah-ubah (stable), tidak kontradikitf (uncontradictable), tidak berlaku surut (non-

retroactive) dan diumumkan (pubic

promulgation). Tatkala hukum telah memenuhi karakter-karakter penting tersebut, artinya hukum telah mampu memberikan kepastian dan kesamaan kepada setiap warga negara.

Prinsip legalitas formal hadir pada INHI hendak memperlihatkan besaran jangkauan negara hukum pada sisi aturan hukum. Lebih jauh lagi, hendak mengukur performa negara dalam pemenuhan konstitusi terhadap warga negaranya. Performa negara dilihat dari penilaian para ahli dari 18 (delapan belas) provinsi di Indonesia beserta penilaian dokumen terkait. Prinsip ini dibatasi dengan empat indikator yaitu: (1) penyebarluasan peraturan perundang-undangan; (2) kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan; (3) peraturan perundang-undangan yang stabil; dan (4) peraturan perundang-undangan yang bersesuaian. Peraturan perundang-undangan yang dinilai terbatas pada undang-undang (UU), peraturan presiden (perpres), peraturan daerah provinsi (perda) dan peraturan gubernur (pergub).

Berdasarkan hasil pengukuran, prinsip legalitas formal pada tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 0,09 poin. Pada tahun ini, skor pada prinsip legalitas formal berada pada kisaran 6,29. Pada tahun sebelumnya,

prinsip ini berada pada skor 6,20. Angka indeks prinsip ini juga mengalami kenaikan yang tidak signifikan, yakni hanya sebesar 0,63 yang pada tahun 2017 berada pada angka 0,62.

Legalitas Formal

Legalitas Formal

6,29

skor 2018:

skor 2017: 6,20 +0,09

0,63

skor indeks 2018: 2018:

skor indeks 2017: 0,62

+0,10

INHI 2018

35

Temuan dan Skor Indeks

Penyebarluasan peraturan perundang-undangan

Penilaian yang dilakukan berdasarkan survei ahli dan penilaian terhadap dokumen dalam prinsip ini mengalami kenaikan dan penurunan yang berbeda dari tahun sebelumnya. Pada indikator penyebarluasan peraturan perundang-undangan

mengalami penurunan sebesar 0,18 dari tahun 2017.

Indikator ini hendak melihat sejauh mana kemudahan masyarakat dalam menda-patkan informasi tentang peraturan perundang-undangan yang telah dibahas dan disahkan oleh pemerintah sepanjang tahun 2018. Penilaian diberikan oleh ahli dengan menilai seberapa mudah masyarakat mengakses peraturan, baik dalam wilayah kota/kabupaten hingga bagian terkecil dari wilayah kota/ kabupaten tersebut. Penilaian selanjutnya diberikan terhadap dokumen-dokumen yang tersedia pada sarana publik, berupa media informasi berbasis website pemerintah dalam format Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH).

Penilaian website JDIH dilakukan dengan meninjau beberapa aspek seperti: kemu-dahan akses, ketersediaan peraturan perundang-undangan yang menjadi batasan prinsip legalitas formal hingga tahun 2018, dan kemudahan fitur pencarian terhadap peraturan tersebut. Dari hasil penilaian ahli, terdapat perbedaan skor yang cukup signifikan antara penyebar-luasan undang-undang kepada masyarakat umum dengan kelompok difabel. Penye-barluasan UU kepada masyarakat umum memiliki skor sebesar 8,06. Angka ini jauh lebih tinggi dari skor penyebarluasan UU kepada kelompok difabel yang hanya sebesar 4,67.

Apakah Anda setuju/tidak setuju,

Pemerintah Pusat sudah menyediakan

akses yang memadai bagi kelompok difabel

(different ability) untuk mendapatkan

Undang-Undang? (dalam %)

22

42

19

14

3

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Cukup Setuju

Setuju

Sangat Setuju

INHI 2018

36

Temuan dan Skor Indeks

10%

17%

17%

56%Korupsi

Membuat Kebijakan yang

tidak Sesuai

Tetap melaksanakan aktivitas karena tidak terpengaruh dengan

kesulitan tersebut Ragu-ragu dalam melaksanakan aktivitas

Menghentikan aktivitas karena takut melanggar aturan

Meminta penafsiran/ kejelasan dari lembaga yang berwenang

Membuat Kebijakan yang

tidak Sesuai

Kejelasan Rumusan Peraturan Perundang-undangan

Indikator kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 1,26 dari tahun 2017.

Indikator ini bertujuan menilai sejauh mana rumusan peraturan perundang-undangan dapat dipahami dengan baik sehingga tidak menimbulkan adanya multitafsir dalam penerapannya ditengah-tengah masyarakat. Adapun rumusan yang menjadi penilaian pada indikator ini adalah penggunaan bahasa dan pilihan kata atau istilah pada peraturan perundang-undangan.

Penilaian pada level pemahaman masyarakat dalam memahami rumusan peraturan dalam hal ini berupa undang-undang dan peraturan presiden terkait pilihan kata atau istilah dan pada bahasa hukum adalah sebesar 4,67. Sementara

pada level implementasi, ketidakjelasan rumusan baik dari segi pilihan kata atau istilah pada peraturan perundang-undangan yang menimbulkan kebuntuan/ konflik/masalah mendapatkan penilaian sebesar 4,51. Sedikit berbeda pada implementasi yang menimbulkan masalah/ konflik/kebuntuan pada bahasa hukum, skor yang didapat sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 5,00.

Terkait perbedaan pada level implementasi ini, sikap masyarakat dalam menghadapi kesulitan berkenaan dengan kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, dapat diliihat berikut ini

Berdasarkan diagram diatas, meskipun mengalami kesulitan dalam memahami rumusan peraturan perundang-undangan, masyarakat memilih untuk tetap melaksanakan aktivitas, karena tidak terpengaruh dengan kesulitan tersebut. Penilaian ini mendominasi jawaban dari responden yang memberikan penilaian, yaitu sebesar 56%.

Sikap atau perilaku masyarakat yang

mengalami kesulitan

memahami rumusan Peraturan

Perundang-undangan dalam

melaksanakan aktivitas

INHI 2018

37

Temuan dan Skor Indeks

Stabilitas peraturan perundang-undangan

Begitu juga pada indikator peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan yang mengalami penurunan yaitu sebesar 0,11.

Indikator ini ditujukan untuk melihat intensitas perubahan peraturan per-undang-undangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tingkat undang-undang, perubahan pe-raturan perundang-undangan mendapatkan skor sebesar 6,18 dan pada peraturan presiden mendapatkan skor sebesar 6,82. Sedangkan penilaian intensitas perubahan peraturan perundang-undangan pada level

peraturan daerah provinsi sebesar 7,28 dan pada peraturan gubernur sebesar 7,36.

Melihat penilaian yang diberikan para ahli, terlihat bahwa undang-undang merupakan peraturan yang seringkali mengalami pe-rubahan sepanjang tahun 2018 dibandingkan dengan peraturan presiden, peraturan daerah provinsi dan peraturan gubernur.

Pada pembagian sektor ini, sektor pemilu menjadi bagian paling sering mengalami perubahan, dan kemudian disusul oleh sektor bisnis, keuangan, dan perdagangan. Sementara, sektor hak

asasi manusia dan agama tidak mendapatkan penilaian karena dianggap minim atau tidak adanya perubahan pada sektor tersebut.

Sektor atau Bidang Pada Undang-Undang yang Paling Sering Mengalami Perubahan (dalam %)

INHI 2018

38

Temuan dan Skor Indeks

Peraturan perundang-undangan yang saling bersesuaian

Pada indikator peraturan perundang-undangan yang saling bersesuaian, penilaian diberikan pada peraturan yang bertentangan dengan peraturan

diatasnya (lebih tinggi) dan peraturan yang bertentangan dengan peraturan sederajat. Hasilnya, para ahli memberikan skor yang tidak begitu tinggi,

yakni sebesar 6,82.

Pada diagram diatas terlihat bahwa penilaian para ahli terhadap adanya peraturan perundang-undangan saling tidak bersesuaian, disebabkan karena pembuatan peraturan perundangan-undangan tidak melalui perencanaan yang matang.

52%

15% 12%3%

18%

52%

26%

6%0%

16%

Faktor Penyebab Peraturan Perundang-Undangan Bertentangan

Pembuatan peraturan

perundangan tidak melalui perencanaan yang matang

Kurangnya pemahaman

legislator

Keterbatasan SDM pendukung

Kurangnya pemahaman pemerintah

Lainnya

dengan peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang sejajar

INHI 2018

39

Temuan dan Skor Indeks

Prinsip negara hukum ketiga yang diukur performanya adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka. Kekuasaan kehakiman yang merdeka atau dalam istilah yang lain disebut independensi peradilan, menurut Guru Besar Democratic Governance dan Rule of Law Universitas Tilburg, Maurice Adams dan profesor hukum acara Eropa dan Belgia Universitas Leuven, Benoît Allemeersch dikategorikan menjadi empat kelompok:

individual or core independence, dimana seorang hakim harus dapat mengambil setiap putusan pengadilan yang ia yakini menjadi benar dan tanpa tekanan dari luar; internal independence, dimana sumber faktual pengaruh dan kontrol ada diantara para hakim sendiri;

institutional independence, yang merupakan independensi kekuasaan kehakiman dari sudut pandang kelembagaan. Pengadilan sebagai sebuah institusi menjadi tidak sepenuhnya independen, karena kontrol eksternal yang dilakukan diatasnya dengan (atau melalui) Mahkamah Agung, atau oleh cabang-cabang pemerintahan yang lain; extra-institutional independence, yaitu pengaruh faktual lain bagi hakim selain rekan dan kekuasaan negara lainnya, seperti adanya pengaruh media dalam memutus perkara.

Berdasarkan pengelompokkan tersebut diatas, ILR kemudian merumuskan empat indikator yang

menjadi parameter dalam pengukuran prinsip ini. Pada tahun 2018 tidak ada perubahan indikator pengukuran dari prinsip ini. Sebagaimana indikator yang digunakan pada tahun

sebelumnya, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka terdiri dari empat indikator, yaitu: Independensi hakim dalam mengadili dan memutus perkara, yang terdiri atas dua subindikator:

Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

Independensi hakim dalam proses persidangan, yang meliputi penilaian distribusi perkara oleh ketua pengadilan, pemberian kesempatan yang sama (equality and fairness) kepada para pihak yang berperkara dalam menggunakan haknya oleh hakim, proses persidangan yang tidak berbelit-belit sesuai jadwal persidangan yang telah ditentukan demi mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat, dan biaya ringan yang dapat tercapai dengan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan dalam prosesnya, dan upaya hakim dalam menghindari konflik kepentingan baik pribadi, anggota keluarga, atau siapapun juga dalam hubungan finansial terkait perkara yang ditanganinya dengan menggunakan wibawa jabatan sebagai hakim;

INHI 2018

40

Temuan dan Skor Indeks

Independensi hakim terkait manajemen sumber daya hakim, yang terdiri dari dua subindikator:

Independensi hakim terkait dengan kebijakan ke-lembagaan, yang terdiri atas dua subindikator: Independensi hakim dari pengaruh publik dan media massa. Dari hasil pengukuran, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka pada tahun 2018 memperoleh skor 6,68.

Skor ini naik 0,04 poin dari skor tahun 2017 dengan perolehan skor 6,64. Dengan skor tersebut, nilai indeks prinsip kekuasaan kehakiman pada tahun 2018 adalah sebesar 1,67 atau naik 0,01 dari tahun sebelumnya.

Independensi hakim dalam memutus perkara, yang ditujukan pada hakim dalam menggunakan pertimbangan dalam putusannya, rasa keadilan masyarakat terhadap putusan hakim, dan kebebasan hakim dari pengaruh apa pun dalam menjatuhkan putusan.

Manajemen sumber daya manusia hakim, yang meliputi penilaian proses dan mekanisme seleksi calon Hakim Agung hakim ad-hoc maupun calon hakim di lingkungan Mahkamah Agung, rekrutmen hakim konstitusi, pelaksanaan mutasi dan promosi, serta kesempatan hakim dalam peningkatan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan;

Manajemen pengawasan hakim, yang meliputi penilaian efektifitas pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung melalui Badan Pengawasnya dan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, serta sinergitas kedua pengawasan tersebut.

Sarana-prasarana mulai dari gedung pengadilan, ruang hakim, ruang tunggu para pihak, ruang sidang, perangkat teknologi informasi, kendaraan operasional, rumah dinas, dukungan pegawai pengadilan mulai dari panitera, sekretaris, jurusita, pejabat struktural, hingga staf dan tenaga honor, anggaran pengadilan dan fasilitas dari Pemda;

Penilaian seberapa memadai fasilitas pengamanan dan hak keuangan bagi hakim

Aspek yang akan dinilai oleh indikator ini adalah sejauh mana hakim dalam mengadili dan memutus perkara terbebas dari pemaksaan kelompok masyarakat yang berkepentingan dan pemberitaan oleh media massa.

6,68

skor 2018:

skor 2017: 6,64 +0,04

1,67

skor indeks 2018: 2018:

skor indeks 2017: 1,66

+0,01

Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

INHI 2018

41

Temuan dan Skor Indeks

Meskipun mengalami kenaikan yang sangat tipis, tidak semua indikator para prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka mengalami kenaikan. Dua dari empat indikator mengalami kenaikan skor, yaitu indikator independensi hakim terkait manajemen sumber daya hakim naik dari 0,12 poin menjadi 6,42, dan indikator inde-pendensi hakim dari pengaruh publik dan media massa naik 0,14 poin menjadi 6,67.

Sebaliknya, satu indikator lainnya mengalami penurunan skor, yaitu indikator independensi hakim terkait dengan kebijakan kelembagaan turun 0,11 poin dibanding tahun lalu menjadi 6,93. Sementara, capaian indikator independensi hakim dalam mengadili dan memutus perkara tidak mengalami penurunan atau kenaikan skor dengan tahun sebelumnya, yakni tetap pada angka 6,70.

Perbandingan Skor Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka

INHI 2018

42

Temuan dan Skor Indeks

Sama halnya dengan tahun lalu, bahwa penilaian juga dilakukan pada tingkat provinsi. Penilaian pada tingkat provinsi diberikan oleh para ahli di masing-masing provinsi yang memenuhi

kualifikasi. Dengan demikian penilaian tidak dapat dibandingkan antara satu provinsi dengan yang lain.

Skor Prinsip Masing-Masing Provinsi

Independensi Hakim dalam Mengadili dan Memutus Perkara

Indikator pertama dari prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka mencatatkan skor 6,69. Angka ini diperoleh dari skor rata-rata sub-indikator independensi peradilan dalam proses persidangan dengan skor 6,79, dan subindikator independensi hakim dalam memutus perkara dengan skor 6,59. Skor yang diperoleh indikator ini pada tahun 2018 turun 0,01 poin, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan skor 6,70.

Dua sub-indikator dari indikator ini mendapatkan tren yang berbeda apabila dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya. Sub-indikator independensi peradilan dalam proses persidangan mengalami penurunan skor 0,11 dibanding tahun lalu. Sedangkan sub-indikator independensi hakim dalam memutus perkara mengalami kenaikan yang juga sangat tipis sebanyak 0,08 poin dibanding tahun lalu.

Independensi Hakim dalam Proses Persidangan

.

6,69

skor 2018:

skor 2017: 6,70

-0,01

Sub-indikator ini dibentuk dari beberapa variabel pertanyaan terkait: distribusi perkara yang adil dan merata; pemberian kesempatan yang sama bagi pihak-pihak berperkara; kesederhanaan proses dan ketepatan waktu persidangan; dan penghindaran dari benturan kepentingan oleh hakim. Dari empat variabel tersebut, kesederhanaan proses dan ketepatan waktu persidangan mendapatkan skor paling rendah, yaitu 6,29

INHI 2018

43

Temuan dan Skor Indeks

Independensi Hakim dalam Memutus Perkara

9

31

17

23

20

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2018 mencatat perkara yang diterima badan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) meningkat 13,27% dibandingkan tahun 2017, yang mana pada saat itu MA menerima sebanyak 5.405.939 perkara. Dalam hal jumlah perkara yang diputus, tercatat mengalami peningkatan sebesar 14,21% dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 5.348.649 perkara. Sementara, jumlah sisa perkara berkurang sebanyak 13,94% dari tahun 2017 yang berjumlah 155.624 perkara, dan rasio produktivitas penyelesaian perkara badan peradilan Indonesia berada pada kisaran 97,65%. Sedangkan Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi (MK) mencatat pada tahun 2018, MK telah meregistrasi perkara Pengujian Undang-Undang sebanyak 102 perkara dan perkara lanjutan dari tahun sebelumnya sebanyak 49 perkara. Sehingga secara keseluruhan jumlah perkara yang ditangani MK sebanyak 151 perkara. Dari jumlah tersebut, telah diputus 114 perkara dan sebanyak 37 perkara masih dalam proses pemeriksaan. Penyelesaian perkara membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan tahun 2017 dengan rata-rata waktu 3,5 bulan atau setara dengan 69 hari kerja. Waktu penanganan sebuah perkara tersebut dihitung sejak perkara diregistrasi sampai dengan perkara diputus. Untuk Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) di tahun 2018, MK telah menyelesaikan 72 permohonan yang diregister.

Pandangan Ahli Terkait Hakim Dalam Memeriksa Perkara

Tidak Berbelit-Belit Dan Sesuai Dengan Jadwal Persidangan

Yang Telah Ditentukan (dalam %)

Variabel pokok dari sub-indikator independensi hakim dalam memutus perkara mencakup tiga hal: pertama, sejauh mana hakim mempertimbangkan keterangan para pihak dan fakta persidangan dalam memutus; kedua, sejauh mana hakim memiliki perspektif pengarusutamaan pada isu anti-korupsi, perempuan-anak, dan lingkungan hidup;

INHI 2018

44

Temuan dan Skor Indeks

Independensi Hakim terkait Manajemen Sumber Daya Hakim

Tren positif dialami oleh indikator ini, dimana skor tahun 2018 mengalami kenaikan 0,12 poin dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 6,42. Skor ini merupakan rata-rata dari sub-indikator manajemen sumber daya hakim dengan skor 6,53 dan sub-indikator manajemen pengawasan hakim dengan skor 6,31.

Masih sama dengan tahun lalu, indikator kedua dari prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka ini menempati posisi terbawah dalam hal capaian skornya, meskipun mengalami kenaikan sebesar 0,12 poin.

Manajemen Sumber Daya Manusia Hakim

.

Dan ketiga, sejauh mana hakim konstitusi me-nerapkan perspektif hak sipil dan politik dalam putusannya. Perhatian patut diberikan pada variabel perspektif lingkungan hidup oleh hakim dalam memutus perkara. Dimana, hanya 30,3% responden yang berpendapat bahwa hakim memiliki perspektif dan sensitifitas lingkungan hidup dalam memutus perkara yang menarik perhatian publik.

3

45

21

18

12

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Pandangan Ahli terkait perspektif dan sensitifitas lingkungan hidup

dari hakim dalam memutus perkara yang menarik perhatian publik

(dalam %)

6,42 skor 2018:

skor 2017: 6,64 +0,12

Sub-indikator manajemen sumber daya hakim tersusun dari tiga variabel pokok, mencakup: rekrutmen1; pelaksanaan promosi-mutasi hakim; dan penentuan peserta diklat bagi hakim

INHI 2018

45

Temuan dan Skor Indeks

Pada tahun 2018, MA tidak menyelenggarakan rekrutmen calon hakim tingkat pertama meskipun telah direncanakan sebelumnya. Laporan Tahunan MA mencatat ada 646 kebutuhan hakim sebagai hasil perhitungan jumlah hakim yang akan pensiun di tahun 2018, prediksi hakim pensiun di tahun 2019, dan formasi yang tidak terisi di tahun 2017. Untuk seleksi calon hakim ad-hoc Tipikor untuk Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, MA menerima 347 pendaftar dengan peserta yang lulus sebanyak 5 orang ( 3 orang untuk PT, 2 orang untuk PN). Adapun untuk rekrutmen hakim ad-hoc Pengadilan Hubungan Industrial, MA telah menerima pelamar sejumlah 139 orang, dimana 47 orang diantaranya dinyatakan lulus. Komisi Yudisial pada tahun 2018 melaksanakan satu kali seleksi calon Hakim ad-hoc di MA yang menghasilkan 4 calon, dan disetujui oleh DPR sebanyak 2 calon. Kemudian untuk calon sebanyak dua kali yang menghasilkan 6 calon, disetujui oleh DPR sebanyak 2 calon dan persetujuan untuk 4 calon lainnya dilakukan oleh DPR pada tahun 2019.

14

44

28

8

6

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Pandangan Ahli terkait ada atau tidaknya unsur KKN pada seleksi calon hakim agung di

DPR (dalam %)

Pada seleksi calon hakim agung di tahun 2018, untuk pertama kalinya KY mengadakan pendaftaran peserta seleksi calon hakim secara online melalui situs https;//rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Mekanisme ini diyakini lebih efisien dari segi waktu, dan memastikan keakuratan data yang diunggah oleh pelamar sendiri. Dengan sistem ini terdapat 137 calon yang mendaftar, dimana hanya 87 calon yang melengkapi pengisian pendaftaran. Sedangkan untuk seleksi calon Hakim Konstitusi pada 2018 dilaksanakan satu kali untuk menggantikan Prof. Maria Farida Indrati yang habis masa jabatannya pada 13 Agustus 2018. Presiden memilih Prof. Enny Nurbaningsih sebagai penggantinya. Dari tiga variabel pokok yang ada pada sub-indikator ini, pertanyaan-pertanyaan terkait proses seleksi calon hakim agung di DPR mendapatkan skor paling rendah, yaitu 4,94.

INHI 2018

46

Temuan dan Skor Indeks

Manajemen Pengawasan Hakim

Pada 2018 Mahkamah Agung menyusun rancang-bangun pengembangan Sistem Informasi Kepegawaian (SIKEP) yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan internal dan eksternal. Sistem ini dibangun guna memenuhi kebutuhan manajemen kepegawaian yang mencakup beberapa kegiatan seperti penyusunan formasi, pengadaan, pengangkatan, pendataan, pengembangan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, promosi dan mutasi, pemberian tanda penghargaan, serta pemberhentian dan pensiun pegawai. Sistem Informasi Kepegawaian juga sudah terintegrasi dengan Sistem Kediklatan Mahkamah Agung (Sidiklat) dan Sistem Informasi Pengawasan Mahkamah Agung (SIWAS). Namun, hasil survei menunjukkan bahwa sistem promosi dan mutasi hakim belum sepenuhnya obyektif dan transparan. Setidaknya hal tersebut disuarakan oleh 60% responden yang menyatakan ketidak-setujuannya bahwa pomosi dan mutasi hakim telah obyetif dan transparan.

17

43

34

6

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Pandangan Ahli terkait terkait obyektivitas dan transparansi

pelaksanaan promosi dan mutasi hakim (dalam %)

Sub-indikator ini menilai efektivitas pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung melalui Badan Pengawasnya dan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, serta sinergitas kedua pengawasan tersebut. Selain itu, pengukuran juga dilakukan terhadap efektivitas pengawasan Dewan Etik pada Mahkamah Konstitusi. Secara umum pada tahun 2018, MA menerima 3.080 pengaduan masyarakat, 2.161 di antaranya selesai diproses (70,16%) dan 919 masih dalam proses. Sebanyak 163 aparat pengadilan dijatuhi hukuman disiplin, 101 di antaranya adalah hakim (24 dijatuhi hukuman berat, 27 hukuman sedang, dan 50 hukuman ringan).

INHI 2018

47

Temuan dan Skor Indeks

Independensi Hakim Terkait denga Kebijakan Kelembagaan

Indikator ketiga dari prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dibangun dari dua sub-indikator: sarana prasarana anggaran

yang memperoleh skor 6,85; dan fasilitas pengamanan dan gaji hakim dengan capaian performa sebesar 7,00. Sehingga indikator

Sedangkan KY di tahun yang sama menerima 2.970 laporan, dimana 1.722 diantaranya ditujukan kepada KY dan sisanya adalah surat tembusan. Laporan terbanyak berada di lingkungan peradilan umum sejumlah 1.248 laporan yang terdiri dari kasus perdata (783 laporan) dan pidana (507 laporan). Kemudian laporan memenuhi persyaratan administrasi dan substansi untuk diregister sebanyak 412 laporan. Hasilnya, 39 laporan terbukti terjadi pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Sepanjang 2018, KY mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap 63 hakim kepada MA. Dari sejumlah usulan KY tersebut, hanya kurang dari 30% yang direspon oleh MA.

Pada tahun 2018 terdapat sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap aparat pe-ngadilan, baik hakim maupun panitera. Terca-tat pada bulan Agustus, sejumlah hakim dan panitera di PN Medan diamankan oleh KPK atas dugaan suap pada kasus korupsi. Kemudian pada bulan Nopember terjadi hal serupa di PN Jakarta Selatan yang melibatkan dua hakim dan satu panitera pengganti yang sedang menangani kasus perdata.

36,0 e

Tidak Bersinergi

31,0

Efektif

17,0

Kurang Efektif

14,0

Sangat Efektif

3,0

Sangat Tidak Efektif

Pandangan Ahli Terkait Sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam menangani pengaduan

masyarakat (dalam %)

Dari sejumlah variabel dalam sub-indikator ini, sinergitas antara MA dan KY masih menjadi catatan kritis karena skornya yang tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan, yaitu sebesar 5,17 poin. Separuh responden menilai bahwa MA dan KY tidak sinergis dalam menangani pengaduan masyarakat, bahkan 13,89% diantaranya menyatakan kedua lembaga tersebut sangat tidak bersinergi.

6,93

skor 2018:

skor 2017: 7,04

-0,11

INHI 2018

48

Temuan dan Skor Indeks

independensi hakim terkait kebijakan kelembagaan pada tahun ini memperoleh skor 6,93, atau tertinggi dibandingkan indikator lainnya. Meskipun mendapatkan

skor tertinggi, indikator ini mengalami penurunan 0,11 poin jika dibandingkan capaian tahun lalu.

Sarana – Prasarana dan Anggaran Pengadilan

Dukungan dari Pemda untuk pengadilan baru juga diberikan dalam bentuk mebeler pada 78 pengadilan; komputer dan printer pada 77 pengadilan; dan kendaraan dinas (roda dua dan roda empat) pada 69 pengadilan. Selain penyediaan sarana dalam bentuk fisik, pengembangan sistem teknologi informasi juga terus dilakukan oleh MA. Tahun 2018 MA menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik. Ketentuan tersebut kemudian diikuti dengan peluncuran aplikasi e-court. Aplikasi tersebut memudahkan pendaftaran perkara secara elektronik (e-filing), pembayaran panjar biaya perkara secara elektronik (e-payment), pemanggilan dan

pemberitahuan kepada para pihak secara elektronik (e-summons). Fitur-fitur tersebut juga terintegrasi dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Sistem Informasi Perkara (SIAP) Mahkamah Agung, dan Direktori Putusan. Namun, hasil survei justru memberikan penekanan pada dukungan kompetensi pegawai pengadilan (kepaniteraan) yang skornya mengalami penurunan, dari 6,10 pada tahun lalu menjadi 5,83 pada tahun 2018. Hanya 22% responden yang menyatakan bahwa pengawai pengadilan telah mendukung independensi hakim, sementara selebihnya menyatakan sebaliknya.

Sub-indikator sarana-prasarana dan anggaran pengadilan dibangun oleh sejumlah variabel pokok meliputi: sarana fisik (gedung pengadilan, perangkat teknologi informasi, kendaraan operasional, dan rumah dinas); dukungan kepegawaian pengadilan; anggaran; dan dukungan pemerintah daerah.

Laporan Tahunan MA menyebutkan bahwa, pada tahun 2018 telah diresmikan operasional 85 pengadilan baru di seluruh Indonesia. Status yang melekat pada 85 gedung pengadilan tersebut dikelompokkan menjadi:

15 Bersertifikat

15 Pinjam pakai Pemda Setempat

26 Hibah Tanah dari Pemda

26 Dalam Proses Hibah

3 Dalam Proses pengadaan

INHI 2018

49

Temuan dan Skor Indeks

Hal senada juga dinyatakan oleh responden terkait integritas pegawai pengadilan dalam rangka mendukung independensi hakim sepanjang tahun 2018. Sebagian kecil (20%) dari responden menyatakan bahwa integritas pegawai pengadilan telah mendukung independensi hakim, sedangkan 80% responden lainnya mengatakan sebaliknya.

Fasilitas Pengamanan & Gaji Hakim

Pendukung Independensi Hakim

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

Kompetensi pegawai pengadilan Integritas Pegawai Pengadilan

5%

31%

42%

11% 11%3%

31%

46%

9% 11%

Sub-indikator kedua dari indikator independensi hakim terhadap kebijakan kelembagaan dibangun dari dua variabel, yaitu: fasilitas pengamanan dan hak keuangan hakim.

31,0 e

Memadai 28,0

Tidak Memadai

22,0

Cukup Memadai

14,0

Sangat Memadai

6,0

Sangat Tidak Memadai

Pandangan Ahli Terkait Jaminan Keamanan Hakim (dalam %)

Pada tahun 2018, terjadi beberapa peristiwa berkenaan dengan perlindungan keamanan terhadap pengadilan beserta aparatnya. Salah satunya adalah Pengadilan Negeri Bantul yang dirusak sejumlah masa dari organisasi kepemudaan terkait dengan putusan hakim pada pengadilan tersebut. Kemudian ancaman keamanan juga menimpa PN Serang yang mendapatkan ancaman teror bom. Adapun seorang hakim Pengadilan Tinggi di Manado menerima ancaman teror setelah memutus kasus korupsi TPAD Kabupaten Bolaang Mongondow yang melibatkan ibu dari seorang anggota DPR. Tindakan advokasi represif juga diberikan oleh KY dalam rangka menangani dugaan terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim sebanyak 11 kali di sembilan PN, yang mencakup: PN Banyuwangi, PN Maros, PN Atambua, PN Luwuk, PN Ambon, PN Pagar Alam, PN Makale, PN Bantul, dan PN Sidoarjo. Sebagian besar tindakan tersebut ditangani

INHI 2018

50

Temuan dan Skor Indeks

Tindakan advokasi represif juga diberikan oleh KY dalam rangka menangani dugaan terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim sebanyak 11 kali di sembilan PN, yang mencakup: PN Banyuwangi, PN Maros, PN Atambua, PN Luwuk, PN Ambon, PN Pagar Alam, PN Makale, PN Bantul, dan PN Sidoarjo. Sebagian besar tindakan tersebut ditangani oleh KY dengan berkoordinasi dengan Kepolisian Resort di wilayah hukum PN berada. Berkaitan dengan hal tersebut, jaminan keamanan hakim dinilai tidak memadai menurut pandangan 33,33% responden. Hal ini pula yang menyebabkan sub-indikator ini mengalami penurunan paling besar, sebanyak 0,36 apabila dibandingkan dengan tahun lalu.

44,0 e

Layak

28,0

Sangat Layak

14,0

Kurang Layak

8,0

Tidak Layak

6,0

Sangat Tidak Layak

Pandangan Ahli Terkait Kelayakan Hak Keuangan Hakim (dalam %)

Kontribusi penurunan capaian skor pada sub-indikator ini tentunya juga bersumber dari penilaian responden terkait dengan hak keuangan hakim. Meskipun 72,22% responden menyatakan bahwa hak keuangan hakim adalah layak, tetapi skornya turun dari 8,50 di tahun lalu menjadi 7,61 pada tahun ini. Responden yang menyatakan bahwa hak keuangan hakim adalah layak di tahun lalu berjumlah 87.5%.

INHI 2018

51

Temuan dan Skor Indeks

Independensi Hakim dari Pengaruh Publik dan Media Massa Variabel pembentuk indikator ini terdiri dari dua hal: pertama, terkait independensi hakim dari pemaksaan dari kelompok masyarakat yang berkepentingan; dan kedua, pengaruh pemberitaan media massa. Indikator keempat atau yang terakhir dari prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka ini memperoleh skor sebesar 6,67. Indikator ini mengalami peningkatan sebesar 0,14 apabila dibandingan dengan tahun sebelumnya yang memperoleh skor 6,53.

Survei ahli menunjukkan bahwa hanya 36.11% responden yang setuju dengan pendapat bahwa, hakim dalam mengadili dan memutus perkara tidak terpengaruh oleh pemaksaan dari kelompok masyarakat yang berkepentingan. Sedangkan terkait pengaruh yang ditimbulkan pemberitaan media massa, 50% ahli menyatakan bahwa hakim telah independen

6,67

skor 2018:

skor 2017: 6,53

+0,14

Independensi Hakim dari Pengaruh

Kelompok Masyarakat yang Berkepentingan Pemberitaan Media Massa

3%

25%

36%

28%

8%3%

11%

36%31%

19%

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

INHI 2018

52

Temuan dan Skor Indeks

Prinsip ke-empat dalam INHI adalah akses terhadap keadilan. Prinsip akses terhadap keadilan berangkat dari kenyataan objektif keberadaan kelompok miskin dan terpinggirkan akibat proses pembangunan yang kurang atau tidak memberikan pilihan, kesempatan, dan akses terhadap sumber daya. Pada kerangka INHI, pemahaman terhadap prinsip akses terhadap keadilan hanya dibatasi dalam pengertian formal saja. Sebagaimana dipahami oleh banyak ahli, akses terhadap keadilan dalam pengertian substantif memiliki dimensi yang luas. Maka dari itu, pembatasan dilakukan agar secara konseptual prinsip akses terhadap keadilan tidak berbenturan dengan prinsip negara

hukum lainnya seperti kekuasan kehakiman dan hak asasi manusia.

Akses terhadap keadilan dalam artian formal tersebut mencakup apakah sistem peradilan bisa diakses oleh publik, apakah sistem peradilan yang ada sudah mencerminkan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Apabila warga negara terutama yang rentan seperti kelompok difabel, anak, perempuan, masyarakat hukum adat, dan kelompok minoritas lainnya mengalami masalah hukum dalam sistem yang formal, apakah negara menyediakan bantuan hukum.

Adapun skor prinsip akses terhadap keadilan tahun 2018 sebesar 6,17. Skor ini menunjukan penurunan sebesar 0,15 dari tahun 2017 sebesar 6,32.

Apabila dilihat dari sisi indeks, (bobot prinsip 4 sebesar 15%) prinsip akses terhadap keadilan juga mengalami penurunan sebesar 0,02 yaitu dari 0,95 di tahun 2017 menjadi 0,93 di tahun 2018.

Akses terhadap Keadilan

6,17

skor 2018:

skor 2017: 6,32

-0,15

0,93

skor indeks 2018: 2018:

skor indeks 2017: 0,95

-0,02

Akses terhadap Keadilan

INHI 2018

53

Temuan dan Skor Indeks

Daftar 18 Provinsi Untuk Prinsip Akses Terhadap Keadilan

Prinsip akses terhadap keadilan dalam INHI dibagi atas 3 indikator, yaitu keterbukaan informasi, peradilan yang cepat dan terjangkau, dan ketersediaan bantuan hukum.

Keterbukaan Informasi

Indikator yang pertama ialah keterbukaan informasi. Hubungan akses terhadap keadilan dengan keterbukaan informasi dalam kerangka negara hukum merupakan satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan kewajiban kepada setiap badan publik untuk membuka akses informasi bagi setiap pemohon informasi publik. Tak terkecuali bagi mereka yang bekerja menjadi aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Dalam pengukuran INHI, keterbukaan informasi yang dimaksud dibatasi pada kemudahan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pada proses sistem peradilan pidana (penyidikan, penuntutan, peradilan, dan termasuk pemasyarakatan). Pengukuran ini juga melihat bagaimana ketika institusi mereka merespon setiap keluhan dari masyarakat atas kesulitan akses informasi tersebut. Hasil survei menunjukkan skor indikator keterbukaan informasi tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 0,06 poin dari 6,16 ditahun 2017 menjadi 6,10 ditahun 2018.

6,10

skor 2018:

skor 2017: 6,16

-0,06

INHI 2018

54

Temuan dan Skor Indeks

Hasil survei ahli menunjukan, aspek kemudahan masyarakat mendapatkan informasi pada tahap penyidikan mendapatkan skor 6,00. Tatkala masyarakat mengadukan kesulitannya itu, skor

semakin menurun menjadi 5,22. Hal Ini menunjukan masih kurangnya respon dari kepolisian ketika ada masyarakat yang mengakses informasi pada tahap penyidikan.

Tidak jauh berbeda dengan tahap penyidikan, keterbukaan informasi pada tahap penuntutan di kejaksaan mendapatkan skor 5,33 dengan tingkat responsivitas sebesar 5,31. Pada tahap proses beracara di persidangan, ada tiga informasi yang ditanyakan kepada ahli, yaitu informasi perkara, jadwal sidang, dan salinan putusan pengadilan. Ketiga informasi ini selalu ditanyakan kepada ahli dari INHI tahun ke tahun. Hasil yang didapat pun hampir sama, yaitu jadwal sidang menjadi informasi yang paling mudah didapatkan, lalu disusul dengan informasi perkara dan yang tersulit

adalah mendapatkan salinan putusan pengadilan. Sebagai salah satu sub-sistem dalam sistem peradilan pidana, keberadaan dan posisi lembaga pemasyarakatan sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana, yaitu rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Maka dari itu, keterbukaan informasi publik terkait hak tahanan/warga binaan/keluarganya menja-di penting untuk diukur. Pandangan ahli terkait kemudahan akses informasi yang berkaitan dengan hak warga bina-an/tahanan/keluarganya di lembaga pe-masyarakatan/rumah tahanan menun-jukan skor 5,83.

14 36 34 8 814%

36% 34% 8% 8%

Respon terhadap Keluhan/Masalah dalam Tahap Penyidikan

Kemudahan Masyarakat Mengakses Informasi Yang Berkaitan Dengan Hak Tahanan/Warga Binaan/Keluarganya Di Lapas/Rutan

Respon Pejabat yang Berwenang Pada Proses Peradilan

Kemudahan Masyarakat Mendapatkan Informasi Pada Tahap Penuntutan

Sangat Sulit Sulit Kurang Mudah Mudah Sangat Mudah

8 47 20 19 68%

47% 20% 19% 6%

3 17 46 20 143% w

17% 46% 20% 14%

8 39 14 31 88%

39% 14% 31% 8%

INHI 2018

55

Temuan dan Skor Indeks

Skor Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Pada Tahap Persidangan

Survei ahli menunjukan hal yang berbeda ketika menilai respon aparat penegak hukum di institusi peradilan. Responsivitas aparat penegak hukum pada pengadilan, bisa dikatakan lebih baik ketimbang di kepolisian ataupun kejaksaan. Skor menunjukan angka 6,51 untuk tingkat responsivitas aparat penegak hukum di pengadilan.

Terkait tiga jenis informasi diatas, MA sebagai instansi tertinggi dari empat badan peradilan dibawahnya bukan berarti tidak melakukan sesuatu. Mahkamah Agung dalam bingkai keterbukaan informasi publik sudah melakukan berbagai perkembangan, baik secara tatap muka/langsung (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dan secara online (Sistem Informasi Penelusuran Perkara). Dalam laporan tahunan MA tahun 2018 menyebutkan

“Meja informasi dan pengaduan

telah tergabung dalam PTSP di

pengadilan seluruh indonesia.

Meja informasi berfungsi sebagai

pelayanan bagi masyarakat yang

membutuhkan informasi seputar

hal-hal yang berkaitan dengan

pengadilan, seperti prosedur

berperkara dan pelayanan

informasi umum lainnya.

Sementara itu meja pengaduan

berfungsi untuk menampung

pengaduan masyarakat atas

pelayanan pengadilan”

Jumlah Data Pengguna Layanan Meja Informasi Di Mahkamah Agung Dan

Badan Peradilan Dibawahnya

INHI 2018

56

Temuan dan Skor Indeks

Indikator Peradilan yang Cepat dan Terjangkau Indikator kedua dalam prinsip akses terhadap keadilan adalah peradilan yang cepat dan terjangkau. Dalam sistem peradilan di Indonesia dikenal asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Asas tersebut termaktub jelas dalam Pasal 2 ayat (4) UU 42 Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Secara sederhana, maksud asas tersebut adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif. Sedangkan biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan. Indikator peradilan yang cepat dan terjangkau dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana kecepatan peradilan umum,

peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara dalam menyelesaikan dan melayani perkara para pencari keadilan. Selain mengukur kecepatan proses peradilan dalam menyelesaikan masalah, indikator ini juga ingin melihat apakah biaya berproses di pengadilan dapat terjangkau oleh masyarakat sekaligus keterjangkauan lokasi pengadilan. Hasil survei menunjukkan bahwa skor indikator peradilan yang cepat dan terjangkau tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 0,39 dari 6,78 di tahun 2017 menjadi 6,39 di tahun 2018. Dalam INHI, kecepatan proses peradilan dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama peradilan pidana dimana di dalamnya termasuk kecepatan proses penyidikan, penuntutan, pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan. Kelompok kedua yaitu proses peradilan perdata, agama, dan TUN.

Laporan tahunan Mahkamah Agung tahun 2017 menyebutkan putusan yang tersedia secara online di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) sebanyak 2.511.865 putusan diklaim sebagai yang terbanyak di dunia. Namun di tahun 2018 peneliti tidak menemukan sudah berapa banyak putusan yang tersedia dan berapa persen peningkatan dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, MA mengatakan pada tahun 2018 ini kemampuan SIPP sudah ditingkatkan sebagai aplikasi pengadministrasian perkara secara elektronik dengan mengembangkan beberapa modul.

6,39

skor 2018:

skor 2017: 6,78

-0,39

INHI 2018

57

Temuan dan Skor Indeks

Skor Survei Ahli Mengenai Kecepatan Proses Peradilan Pidana

Skor Survei Ahli Mengenai Kecepatan Proses

Peradilan

Keadaan Perkara Di Tiga Lingkungan Peradilan

Hasil survei ahli terkait kecepatan proses peradilan menunjukan bahwa proses peradilan agama adalah yang tercepat ketimbang peradilan TUN ataupun perdata. Hasil lengkapnya seperti tabel dibawah ini:

Berbicara masalah kecepatan proses peradilan dalam menangani sebuah kasus, secara spesifik dapat dilihat dalam laporan tahunan Mahkamah Agung tahun 2018. Dimana, berapa beban perkara/ kasus yang ditangani atau diterima oleh badan peradilan dibawah Mahkamah Agung selama tahun 2018, dapat disimak dalam tabel dibawah ini:

INHI 2018

58

Temuan dan Skor Indeks

Skor Survei Ahli Mengenai Biaya Di Pengadilan

.

Realisasi Layanan Pembebasan Biaya Perkara

Skor Survei Ahli Mengenai Keterjangkauan Lokasi Pengadilan

Terkait dengan biaya di pengadilan, survei ahli mengatakan bahwa proses peradilan perdata yang paling tidak terjangkau. Secara berurutan dari yang tersulit ialah proses peradilan perdata, proses peradilan TUN, dan proses peradilan agama. Lebih lengkapnya bisa dilihat dalam tabel dibawah ini beserta skor yang didapat Salah satu layanan peradilan bagi

masyarakat tidak mampu yang diatur dalam Perma No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan adalah layanan pembebasan biaya per-kara. Pembebasan biaya per-kara artinya, bagi para pencari keadilan yang tidak mampu, dapat berper-kara secara cuma-cuma, baik melalui anggaran DIPA yang diberikan oleh negara maupun pembebasan biaya perkara melalui mekanisme prodeo murni. Adapun layanan pembebasan biaya perkara yang berhasil dilakukan oleh Mahkamah Agung tahun 2018, sebagai berikut

Penilaian berikutnya yang dicari dalam indikator peradilan cepat dan terjangkau adalah keterjangkauan lokasi pengadilan. Keterjangkauan lokasi pengadilan adalah keterjangkauan lokasi gedung pengadilan dan juga bagaimana akses masyarakat menuju gedung pengadilan. Secara berurutan menurut survei ahli yang paling mudah dijangkau adalah: 1) pengadilan umum; 2) pengadilan agama; dan 3) pengadilan TUN. Hasil skor seperti tabel dibawah

INHI 2018

59

Temuan dan Skor Indeks

Data Layanan Sidang Di Luar Gedung Pengadilan

Ketersediaan Bantuan Hukum Ketersediaan bantuan hukum menjadi indikator ketiga yang diukur dalam prinsip akses terhadap keadilan. Indikator ini mengukur seberapa baik ketersediaan bantuan hukum yang diberikan oleh negara terhadap masyarakat yang berhak dan juga kelompok rentan seperti anak, perempuan, dan masyarakat hukum adat. Skor Indikator

ketersediaan bantuan hukum tahun 2018 meningkat 0.01 poin dari 6,02 di tahun 2017 menjadi 6,03 di tahun 2018. Hasil survei ahli terkait dengan bantuan hukum yang disediakan oleh negara bagi warga negara yang berhak menunjukan skor 7,17. Skor tersebut didapat dari survei ahli sebagai berikut:

Bantuan Hukum Yang Diberikan Negara Bagi Warga Negara Yang Berhak

Terkait keterjangkauan lokasi pengadilan, Mahkamah Agung juga memiliki kegiatan sidang di luar gedung pengadilan. Kegiatan tersebut ditujukan kepada masyarakat yang tinggal di daerah pelosok atau daerah yang jauh dari gedung kantor pengadilan mengalami hambatan besar dalam mengakses pengadilan. Hambatan tersebut antara lain, minimnya sarana transportasi dan mahalnya ongkos bepergian dari dan ke kantor pengadilan. Berikut adalah data layanan sidang di luar gedung pengadilan di lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

6,03

skor 2018:

skor 2017: 6,02

+0,01

3 20 14 44 19

3%

20% 14% 44% 19%

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

INHI 2018

60

Temuan dan Skor Indeks

Layanan Posbakum Di Peradilan Umum, Peradilan Agama, Dan Peradilan TUN

Kelompok rentan juga menjadi salah satu indikator penilaian yang ada dalam ketersediaan bantuan hukum. Secara berurutan, skor ketersediaan bantuan hukum bagi kelompok rentan dari yang terbaik sampai terburuk ialah 1) Perempuan; 2) Anak; 3) Difabel; dan 4) Masyarakat Hukum Adat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Pandangan Ahli Terkait Ketersediaan Bantuan Hukum Bagi Kelompok Rentan

Berdasarkan laporan tahunan Mahkamah Agung tahun 2018, institusi MA sudah memiliki program Pos Bantuan Hukum (posbakum). Posbakum pengadilan merupakan layanan hukum yang

memberikan manfaat yang besar bagi para pencari keadilan, terutama bagi mereka yang tidak mampu. Melalui program ini, masyarakat dapat memperoleh layanan hukum berupa pemberian

informasi, konsultasi dan advis hukum, serta pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan dalam proses penyelesaian perkara. Pemanfaatan posbakum pengadilan mengalami peningkatan dan penurunan jumlah layanan dari tahun ke tahun. Berikut adalah data yang dihimpun dari laporan

tahunan MA

Selain skema bantuan hukum yang disediakan oleh MA melalui posbakum dan anggaran pemerintah melalui kemenkumham dan BPHN, undang-undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum membuka kemungkinan untuk masing-masing daerah menganggarkan dana bantuan hukum melalui APBD. Berdasarkan data yang kami dapat dari BPHN, sampai tahun 2019 baru ada sekitar 17 peraturan daerah tingkat provinsi, 107 peraturan daerah kabupaten/kota, 9 peraturan gubernur, dan 22 peraturan bupati/walikota yang mengatur khusus tentang Bantuan Hukum.

INHI 2018

61

Temuan dan Skor Indeks

Hak Asasi Manusia Sebagai sebuah negara hukum, Indonesia mengakui adanya eksistensi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengakuan hak asasi manusia itu sendiri dapat dilihat dari ketentuan pada Undang – Undang Dasar 1945 yang mengatur HAM dalam sebuah bab tersendiri, yaitu pada bab XA. Diratifikasinya berbagai kovenan internasional mengenai HAM seperti Declaration Universal of Human Rights,

International Covenant on Civil Political

Rights, Convention Againts Torture, dan la-innya adalah bukti lain diakuinya eksistensi hak asasi manusia di Indonesia. Dalam konteks negara hukum, yang dijelaskan dari berbagai konsep teori yang dikembangkan dan lalu direalisasikan menjadi sebuah instrumen hukum tentang negara hukum, disepakati bahwa, hak asasi manusia adalah bagian yang integral yang hendak dilindungi dan dicapai oleh suatu negara hukum. Berangkat dari hal tersebut, dalam melakukan pengukuran mengenai sejauh mana konsis-tensi penyelenggara negara dalam me-negakkan komitmen negara hukum, prinsip HAM menjadi salah satu aspek yang sangat penting untuk disoroti. Indonesia sebagai se-buah negara dalam konsep hak asasi manusia dilihat sebagai pihak pemangku kewajiban (duty bearer), memiliki tanggung jawab untuk melakukan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to

fulfill) HAM kepada seluruh warga negaranya sebagai pemegang hak (rights holder).

Dalam pengukuran INHI mengenai prinsip Hak Asasi Manusia, terdapat 6 indikator yang diukur. Dari keenam indikator tersebut, lima diantaranya diambil dari ketentuan instrumen hukum dan hak asasi manusia yang dikategorikan sebagai hak – hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-

derogable rights). Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik sebagai instrumen internasional yang diakui oleh Indonesia mengatur mengenai hak – hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun (non-

derogable rights). Sebagai instrumen nasional, UUD 1945 Pasal 28I ayat (1) menegaskan hak tersebut sebagai hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Oleh karena itu, prinsip hak asasi manusia mengadaptasi lima bentuk non-

derogable rights sebagai indikator yang diukur. Sedangkan, untuk indikator keenam sendiri tidak diambil dari konsep teoritis mengenai jenis hak asasi manusia secara langsung, yang dalam konteks prinsip ini adalah non

derogable rights. Indikator keenam ini dilihat dari konsep yang didapatkan dari hasil kajian implementatif. Artinya konsep ini ditemukan dari fakta yang terjadi di lapangan, sehingga sangat memungkinkan temuannya tidak bersifat universal jika dibandingkan dengan kondisi di negara lain. Adapun yang menjadi indikator keenam ini adalah Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kelompok Rentan. Kualifikasi dari kelompok rentan di Indonesia sendiri tentunya berbeda dibandingkan oleh negara lain karena

INHI 2018

62

Temuan dan Skor Indeks

berbagai faktor seperti, kondisi budaya yang sangat beragam, moral dan nilai yang diakui oleh kebanyakan masyarakat, variasi tingkat kemampuan ekonomi, dan faktor – faktor lain yang relevan. Adanya indikator ini juga

merupakan sebuah pendekatan berbasis hak (rights based approach), yang bertujuan untuk memahami akar permasalahan dari hak asasi manusia (diskriminasi dan ketidaksetaraan) yang kerap dialami oleh kelompok rentan

Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai komponen dan elemen – elemen yang diukur disetiap

indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Hidup

Jaminan Atas Hak Untuk Bebas Dari Penyiksaan

Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak Diperbudak

Beberapa hal yang diukur dalam indikator jaminan perlindungan terhadap hak hidup, titik tekannya adalah pada sejauh mana kondisi penghormatan, pemenuhan dan perlindungan mengenai pember-lakuan kebijakan serta praktik mengenai hukuman mati disepanjang tahun 2018. Selain itu, hal lain yang menjadi pertimbangan dalam pemberian skor juga dilihat dari temuan terkait penggunaan kekuatan yang berlebihan hingga menye-babkan kematian oleh pihak aparat penegak hukum, militer maupun swasta.

Fokus yang dituju pada indikator ini adalah mengukur sebaik atau seburuk apa kondisi mengenai praktik – praktik penyiksaan, penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, baik pihak aparat penegak hukum, militer maupun aparatur sipil berwenang lainnya. Selain itu juga, kondisi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mendukung penghapusan berbagai praktik penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya menjadi pertimbangan dalam pemberian skor.

Pada indikator ini, pertimbangan para ahli yang disurvei dan data administratif menjadi basis dalam penentuan penilaian. Adapun hal – hal yang dinilai adalah mengenai kondisi hak setiap warga negara untuk tidak dipekerjakan secara paksa diluar kehendaknya sendiri, eksploitasi kerja atas diri seseorang untuk pelunasan hutang-piutang, kerja paksa sebagai pekerja seks, dan eksploitasi seks kepada anak – anak.

Selain itu, hal yang dinilai pada indikator ini juga difokuskan pada sejauhmana efektivitas pihak pemerintah dalam mencegah berbagai praktik – praktik perbudakan, khususnya mengenai perbudakan modern. Selain mengenai pencegahan tersebut, mekanisme mengenai pemulihan yang telah disediakan oleh pemerintah

INHI 2018

63

Temuan dan Skor Indeks

Jaminan Perlindungan Atas Hak Untuk Tidak Dihukum atas Tindakan yang Bukan Tindak Pidana

Jaminan Kebebasan Ber-pikir, Beragama, dan Ber-keyakinan

Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kelompok Rentan

Selain itu, hal yang dinilai pada indikator ini juga difokuskan pada sejauhmana efektivitas pihak pemerintah dalam mencegah berbagai praktik – praktik perbudakan, khususnya mengenai perbu-dakan modern. Selain mengenai pencegahan tersebut, mekanisme mengenai pemulihan yang telah disediakan oleh pemerintah

Dalam indikator ini, pengukuran difokuskan kepada kondisi kebijakan dan praktik pemidanaan kepada tindakan yang bukan tindak pidana. Selain itu juga, faktor mengenai efektivitas dari mekanisme pemulihan korban praktik penghukuman atas suatu tindakan yang bukan tindak pidana juga menjadi hal yang diukur dalam menentukan skor.

Indikator ini mengukur mengenai kondisi mengenai temuan pelanggaran, bentuk – bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan pada isu kebebasan berpikir, bergama, dan berkeyakinan. Kondisi yang dimaksud meliputi kebijakan dan peran pemerintah dalam melindungi masyarakat untuk terhindar dari diskriminasi pada indikator ini, lalu seberapa sering pelanggaran itu terjadi, dan pemetaan pada pihak yang kerap melakukan praktik-praktik diskriminasi tersebut.

Indikator ini mengukur sejauhmana pihak pemerintah dalam menjalankan kewajibannya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak – hak asasi kepada pihak – pihak yang dianggap sebagai kelompok rentan. Pada prinsip hak asasi manusia ini yang dimaksud dengan kelompok rentan sendiri meliputi perempuan, anak, penyandang disabilitas, manusia lanjut usia, masyarakat hukum adat dan kelompok rentan lainnya.

INHI 2018

64

Temuan dan Skor Indeks

Berdasarkan temuan yang didapatkan pada setiap indikator prinsip Hak Asasi Manusia tahun 2018, besaran skor yang diberikan secara umum adalah sebesar 4,69. Jika dibandingkan dengan skor pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,51, terdapat kenaikan yang sangat tipis yaitu dengan total margin sebesar 0,18 poin.

Dari keseluruhan enam indikator prinsip hak asasi manusia yang dinilai, indikator Perlindungan atas Hak untuk Tidak Diperbudak merupakan indikator dengan kenaikan yang paling signifikan. Skor yang diberikan di tahun 2018 untuk indikator tersebut adalah sebesar 4,46, terjadi kenaikan sebesar 0,48 dibandingkan dengan skor pada tahun 2017 sebesar 3,98. Kenaikan juga ditemui pada indikator Jaminan Kebebasan Berpikir, Beragama dan Berkeyakinan yaitu dengan jumlah kenaikan

sebesar 0,40. Adapun skor untuk indikator tersebut pada tahun 2018 adalah sebesar 4,97.

Selain kedua indikator yang telah disampaikan sebelumnya, tiga indikator mengalami penurunan dan satu indikator mengalami stagnansi. Adapun tiga indikator tersebut adalah indikator Perlindungan Hak Atas Hidup dengan penurunan sebesar 0.02 poin, indikator Jaminan Perlindungan Hak Untuk Tidak Dihukum Atas Tindakan yang Bukan Tindak Pidana dan indikator Jaminan Atas Hak Untuk Bebas Dari Penyiksaan dengan penurunan skor paling besar yaitu 0,45 poin. Indikator Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kelompok Rentan menjadi cukup menarik karena berdasarkan temuan pada tahun ini, skornya sama sekali tidak berubah yaitu sebesar 5,03. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Kondisi Perubahan Skor Prinsip 5 Tahun 2018 dan 2017

4,69

skor 2018:

skor 2017: 4,51

+0,18

Hak Asasi Manusia

INHI 2018

65

Temuan dan Skor Indeks

Peringkat Skor Provinsi Berdasarkan Prinsip Hak Asasi Manusia

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai temuan – temuan yang didapatkan dari keenam indikator prinsip hak asasi manusia.

Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Hidup

Efektivitas Mekanisme Pemulihan Hak Bagi Keluarga Korban

Indikator pertama dalam prinsip hak asasi manusia adalah jaminan perlindungan terhadap hak hidup. Berdasarkan temuan disepanjang tahun 2018, salah satu isu yang paling menjadi perhatian adalah mengenai efektivitas dari mekanisme pemulihan bagi keluarga korban penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat penegak hukum, kemanan dan/atau militer yang mengakibatkan kematian. Adapun skor yang diberikan adalah sebesar 3,83, yang merupakan nilai yang paling kecil dari seluruh elemen subindikator yang diukur pada indikator tersebut. Hal ini dapat dipahami karena sebanyak 42% responden menyatakan bahwa efektivitas mekanisme pemulihan tersebut dirasa sangat tidak efektif dan 33% responden merasa tidak efektif.

42 33 19 33

42% 33% 19% 3% 3%

Sangat Tidak Efektif Tidak Efektif Biasa saja Efektif Sangat Efektif

INHI 2018

66

Temuan dan Skor Indeks

Indikator ini juga mengukur mengenai penerapan hukuman mati melalui putusan pengadilan disepanjang tahun 2018. Sebanyak 48% responden menyatakan bahwa, penjatuhan hukuman mati masih

berada dikategori tinggi. Dimana, jika dipecah sesuai kategori yang lebih rinci, sebanyak 23% menjawab cukup tinggi, 14% menjawab tinggi, dan 11% menyatakan jumlah tersebut sangat tinggi.

Tingginya penjatuhan hukuman mati disepanjang tahun 2018 melalui pengadilan juga dapat dilihat melalui laporan tahunan Amnesty International mengenai kondisi hukuman mati diseluruh

dunia. Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa, setidaknya terdapat 48 orang dijatuhi hukuman mati di Indonesia.1 Jumlah tersebut adalah yang sebisa mungkin terekam oleh laporan tersebut, sehingga besar kemungkinan jumlah tersebut bisa lebih besar. Masih dalam sumber yang sama, jumlah penjatuhan hukuman mati tersebut, 39 orang diantaranya adalah mengenai penyalahgunaan narkotika atau kejahatan yang berhubungan dengan obat-obatan terlarang (drug-related offences). Selain itu, 8 orang lainnya yang dijatuhi hukuman mati adalah pada

perkara pembunuhan dan 1 perkara terorisme.

1 Amnesty International, Death Sentences And Executions 2018, (2019), hlm 11

Penerapan Putusan Hukuman Mati

23%

29%

23%

14%11%

Sangat Rendah Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi

INHI 2018

67

Temuan dan Skor Indeks

Jaminan Hak untuk Bebas Dari Penyiksaan

Pada indikator tentang jaminan hak untuk bebas dari penyiksaan, besaran skor yang diberikan adalah sebesar 4,88. Skor tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan skor pada tahun 2017, yaitu sebesar 5,33.

Penurunan skor ini dipengaruhi dengan pandangan para ahli sebagai responden yang menyatakan bahwa jumlah praktik penyiksaan yang terjadi angkanya masih cukup tinggi. Sebanyak 45% responden menyatakan sangat setuju bahwa praktik penyiksaan masih sangat sering terjadi, lalu 33% lainnya menyatakan setuju.

36,0 e

Tidak Memadai

25,0

Memadai

22,0

Kurang Memadai

9,0

Sangat Tidak Memadai

8,0

Sangat Memadai

Peraturan dan Kebijakan Mengenai Jaminan Hak Hidup (dalam %)

Kondisi peraturan dan kebijakan mengenai jaminan terpenuhi hak atas hidup, mayoritas responden menyatakan masih tidak memadai. Sebanyak 36% responden menyatakan bahwa peraturan dan kebijakan yang ada tidak memadai dan 22% menyatakan kurang memadai. Adapun alasan paling banyak yang melatarbelakangi responden menyatakan jawabannya tersebut adalah, masih diberlakukannya hukuman mati pada beberapa delik tindak pidana.

Kovenan Internasional Hak – Hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang tidak dapat dikenakan praktik penyiksaan dan pemberlakuan hukuman yang tidak manusiawi. Selain itu juga konstitusi kita juga secara eksplisit menyatakan bahwa, hak untuk bebas dari berbagai tindakan penyiksaan adalah hak yang tidak boleh dikurangi dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, melihat performa pemerintah dalam melaksanakan penghormatan, pemenuhan dan perlindungan jaminan hak untuk tidak disiksa menjadi sangat krusial untuk dilakukan dalam konteks negara hukum.

INHI 2018

68

Temuan dan Skor Indeks

Selain itu juga, berdasarkan Laporan Situasi Penyiksaan yang dilakukan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) setidaknya terdapat 72 kasus penyiksaan selama rentang waktu Juni 2018 hingga bulai Mei 2019. Lebih lanjut, dari 72 kasus tersebut 16 orang tewas dan 114

korban luka-luka, dengan 51 korban penyiksaan juga merupakan korban salah tangkap. Dalam hal pelaku praktik penyiksaan tersebut, sebanyak 57 kasus dilakukan oleh pihak Kepolisian, 7 kasus oleh pihak Tentara, dan 8 kasus dilakukan oleh Sipir.2

2 KontraS, Laporan Situasi Penyiksaan 2018 – 2019: Penyiksaan, Kultur Kekerasan, dan Impunitas: Negara Diam, Jakarta, 2019

8

8

6

33

45

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Jumlah Praktik Penyiksaan Masih Tinggi (dalam %)

Jumlah praktik penyiksaan tersebut dapat dilihat juga melalui temuan data administratif mengenai jumlah pengaduan yang diterima oleh pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sepanjang tahun 2018. Setidaknya terdapat 95 pengaduan (pada bulan Januari – November 2018) dengan kriteria dugaan pelanggaran hak bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan derajat dan martabat.1

43,0 e

Tidak Efektif

31,0

Sangat Tidak Efektif

11,0

Cukup Efektif

9,0

Efektif

6,0

Sangat Efektif

Efektivitas Mekanisme Pemulihan Bagi Korban Penyiksaan (dalam %)

Sementara itu, efektivitas dari mekanisme pemulihan bagi korban praktik penyiksaan sendiri dinilai masih buruk dan belum maksimal. Skor yang diberikan pada sub-indikator tersebut hanya sebesar 4,29. Menurut ahli, mekanisme pemulihan yang telah ada dianggap hanya sebatas pemberian sejumlah nominal uang saja sebagai ganti rugi. Padahal pemulihan dari segi nama baik dan pemulihan pada aspek psikologi juga merupakan hal yang sangat penting. Selain itu juga besaran skor tersebut juga berangkat dari masih lemahnya implementasi pemberian pemulihan kepada korban praktik penyiksaan dari negara.

INHI 2018

69

Temuan dan Skor Indeks

4,22

5,28

5,31

5,76Korupsi Kerja Paksa Diluar Kehendak

Eksploitasi Kerja Untuk Melunasi Hutang Piutang

Eksploitasi Seksual

Eksploitasi Kerja terhadap Anak di bawah Umur

Korupsi

Korupsi

Korupsi

Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak Diperbudak

Pada indikator ini, 4 jenis bentuk perbudakan modern dapat dijabarkan sebagai kerja paksa yang dilakukan diluar kehendak, pemaksaan dan eksploitasi kerja untuk melunasi hutang, eksploitasi seksual dan eksploitasi kerja terhadap anak dibawah umur. Dari segi seberapa sering terjadinya praktik perbudakan modern berdasarkan bentuknya, skor terendah

dapat dilihat pada eksploitasi kerja kepada anak dengan skor sebesar 4,22, dan skor terbesar adalah eksploitasi kerja untuk melunasi hutang namun besaran skornya pun hanya sebesar 5,76. Secara keseluruhan, jika skor keempat bentuk praktik perbudakan tersebut dibandingkan, maka akan terlihat melalui diagram dibawah ini.

Sejalan dengan besaran skor mengenai praktik perbudakan modern tersebut, dapat dilihat juga temuan terkait data-data mengenai perdagangan orang. Perdagangan orang juga adalah sebuah bentuk dari praktik perbudakan. Hal tersebut dikarenakan korban perdagangan orang tersebut biasanya akan dieksplotasi untuk melakukan kerja paksa, eksploitasi seksual dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Departement of State USA mengenai

Di zaman modern saat ini, sudah banyak instrumen hukum dan HAM baik internasional maupun nasional yang mengatur mengenai larangan untuk melakukan praktik perbudakan, ditambah dengan semakin banyaknya negara yang menyatakan komitmennya untuk memerangi praktik-praktik perbudakan tersebut. Namun kondisi tersebut tidak membuat bentuk-bentuk perbudakan benar-benar hilang diatas bumi ini. Seiring perkembangan zaman, praktik perbudakan juga dilakukan dengan sangat terstruktur hingga dibuat seolah-olah berdasarkan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, dalam indikator ini akan diukur hal-hal dan praktik yang dianggap sebagai sebuah bentuk dari perbudakan modern.

Perbandingan Skor Seberapa Sering Terjadinya Praktik Perbudakan Modern Berdasarkan Bentuk – Bentuknya

INHI 2018

70

Temuan dan Skor Indeks

laporan tentang kondisi perdagangan orang yang berjudul Trafficking In Person Report June 2019, dijelaskan – sejumlah data temuan perdagangan orang sebagai sebuah bentuk perbudakan modern yang terjadi di Indonesia. Lebih lanjut dapat dilihat penjelasan dibawah ini: 3

a. Sepanjang tahun 2018 setidaknya terdapat 95 kasus yang disidik oleh pihak kepolisian, dimana jumlah tersebut berkurang jika dibanding dengan jumlah perkara di tahun 2017 yaitu sebanyak 123 perkara.

b. Selain itu, pada laporan tersebut dijelaskan berdasarkan riwayat perkara Mahkamah Agung, setidaknya terdapat 316 penuntutan dan 279 putusan bersalah terkait kasus perkara human trafficking disepanjang tahun 2018. Angka tersebut turun jika dibandingkan dengan tahun 2017, yang terdiri dari penuntutan sejumlah 407 dan 331 putusan bersalah ditahun 2017. Sayangnya data yang disampaikan pada laporan tersebut tidak menjelaskan lebih detail terkait putusan tersebut.

c. Masih pada laporan yang sama, berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 65 kasus perdagangan orang yang melibatkan anak. Selain itu juga KPAI mengidentifikasi secara terpisah kasus prostitusi anak dengan jumlah 93 kasus.

Walaupun jumlah temuan mengenai perdagangan orang yang disampaikan pada laporan tersebut secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebalumnya, namun jumlah tersebut masih dianggap terlalu tinggi untuk bisa dikatakan sudah baik. Hal tersebut bisa dilihat dari bagaimana pandangan para ahli mengenai indikator jaminan perlindungan hak untuk tidak diperbudak. Walaupun secara umum skor terjadi kenaikan, namun tetap dengan banyak catatan.

Mengenai efektivitas dari mekanisme pemulihan terhadap korban praktik

perbudakan di Indonesia, terdapat kenaikan skor ditahun ini dibanding pada tahun lalu. Adapun skor untuk tahun ini adalah sebesar 4,28, naik dibandingkan dengan besaran skor sebelumnya yaitu 4,05. Namun kenaikan besaran skor tersebut tentunya tidak membuat performa pemerintah dalam menyediakan mekanisme pemulihan dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas 53% ahli menyatakan bahwa mekanisme pemulihan yang ada saat ini dianggap tidak efektif, sehingga perlu menjadi perhatian pemerintah untuk menjadi pertimbangan melakukan perbaikan.

3 Departement of State USA, Trafficking in Person Report June, 2019, hlm 239 - 241

INHI 2018

71

Temuan dan Skor Indeks

a. Kementerian Sosial membuat pusat rehabilitasi untuk korban kekerasan termasuk korban trafficking. Pusat rehabilitasi tersebut didirikan di DKI Jakarta dan Kepulauan Riau. Sepanjang tahun 2018 Pusat rehabilitasi Jakarta merehabilitasi 490 korban trafficking. Pusat rehabilitasi Riau merehabilitasi sebanyak 2.775 korban, namun tidak diketahui berapa jumlah untuk kasus trafficking secara keseluruhan.

b. Selain itu, lembaga yang bertugas sebagai pusat rehabilitasi untuk korban (salah satunya) trafficking adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pembedayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Lembaga tersebut berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Lembaga P2TP2A sudah ada di seluruh Provinsi di Indonesia, dan tersebar di 436 wilayah. Sepanjang tahun 2018, pihak pemerintah telah menyediakan bantuan hukum kepada 74 korban trafficking dari 39 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2017 dengan jumlah 64 korban.

53,0 e

Tidak Efektif 22,0

Cukup Efektif Sangat Tidak Efektif

19,0

6,0

Efektif

Efektivitas Mekanisme Pemulihan Terhadap Korban Praktik Perbudakan (dalam %()

Catatan menganai besaran skor mekanisme pemulihan terhadap korban praktik perbudakan tersebut, dapat juga dilihat pada temuan di laporan Trafficking

In Person Report June 2019 yang juga mendata mengenai bagaimana progres yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi permasalahan perdagangan orang. Lebih lanjut dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini:1

INHI 2018

72

Temuan dan Skor Indeks

Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak Dihukum atas Tindakan yang Bukan Tindak Pidana

Hasil survei menunjukkan bahwa, menurut responden ahli sebanyak 36% menyatakan kasus dihukumnya seseorang atas tindakan yang bukan pidana masih dianggap sering terjadi. Namun, tidak sedikit yang menjawab

bahwa kasus – kasus dihukumnya seseoang berdasarkan perbuatan bukan tindak pidana jarang terjadi 17% atau bahkan tidak pernah terjadi 33%.

Walaupun kebanyakan ahli menyatakan bahwa dihukumnya seseorang atas perbuatan yang bukan tindak pidana jarang dan bahkan tidak pernah terjadi (total persentase berturut-turut adalah sebesar 58%), terdapat persentase yang menyatakan bahwa kasus tersebut masih sering terjadi tetaplah cukup besar. Salah satu bentuk dari pelanggaran atas jaminan hak untuk tidak dihukum atas perbuatan yang bukan tindak pidana adalah

praktik kriminalisasi. Berdasarkan Laporan Hukum dan Hak Asasi Manusia Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), selama tahun 2018 YLBHI telah menangani setidaknya 27 kasus dan sebanyak 202 orang telah menjadi korban kriminalisasi.1 Lebih lanjut penjelasan jumlah korban kriminalisasi berdasarkan sektor dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

1 YLBHI, Laporan Hukum dan Hak Asasi Manusia: Derita Rakyat Ketika Negara Di Bawah Kuasa Modal

Pada pasal 15 Kovenan Internasional Hak – Hak Sipil dan Politik dengan tegas mengatur bahwa, tidak seorangpun dapat dihukum kerena tindakan yang bukan tindak pidana. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa selama perbuatan seseorang sesuai dengan hukum di negaranya tidak mengatur bahwa hal tersebut adalah sebuah tindakan pidana, maka ia tidak boleh dihukum. Di Indonesia, ketentuan ini dikenal sebagai asas legalitas, yang dimana hal tersebut diatur dalam ketentuan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya pada Pasal 1 ayat (1).

Intensitas Dihukumnya Seseorang Atas Perbuatan Yang Bukan Tindak Pidana

8%

17%

33%36%

6%

Sangat Jarang Jarang Tidak Pernah Sering Sangat Sering

INHI 2018

73

Temuan dan Skor Indeks

Jumlah Korban Kriminalisasi Berdasarkan Sektor

Jaminan Kebebasan Berpikir, Beragama dan Berkeyakinan

Sementara, laporan Setara Institute tentang Kondisi Kebebasan Beragama/Beryakinan dan Minoritas Keagamaan Di Indonesia Tahun 2018, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2018 setidaknya terdapat 160 peristiwa dengan 202 tindakan mengenai pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan.2 Jumlah tersebut mengalami kenaikan jumlah peristiwa pelanggaran dibanding dengan laporan yang sama pada tahun 2017, dimana

2 Setara Institute, Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Pemajuan Toleransi di Indonesia Tahun 2018 (http://setara-institute.org/melawan-intoleransi-di-tahun-politik/)

jumlah peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan adalah sebanyak 155 peristiwa dan 201 bentuk tindakan. Temuan lainnya adalah terdapat 161 orang korban dari berbagai bentuk pelanggaran tersebut. Dari jumlah tersebut, korban terbanyak adalah warga, yaitu sebanyak 39, lalu individu sebanyak 38, umat Kristen sebanyak 18. Lebih detailnya dapat dilihat pada diagram dibawah ini.

Lalu berdasarkan status hukumnya, sebagaian besar korban berstatus sebagai tersangka sebanyak 90 orang, terpidana 38 orang, dan terdakwa sebanyak 37 orang. Sisanya adalah terlapor, saksi, terundang, dan bebas.

Besaran skor mengenai jaminan kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan pada tahun 2018 adalah sebesar 4,97. Besaran skor tersebut mengalami kenaikan sebesar 0,40 dibandingkan dengan skor tahun lalu. Kenaikan tersebut juga tidak dapat dikatakan sebagai sebuah pencapaian yang menggembirakan, karena skor sebesar 4,97 masih dikategorikan sebagai skor yang cukup rendah. Faktor yang mempengaruhi besaran skor tersebut adalah tingginya laporan pengaduan yang diterima Komnas HAM sepanjang tahun 2018. Yakni, untuk kategori kebebasan beragama/berkeyakinan terdapat 40 laporan, sedangkan laporan terkait pelanggaran kebebasan mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sebanyak 4 kasus.1

INHI 2018

74

Temuan dan Skor Indeks

Temuan Kelompok Korban Pelanggaran Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Setara Institute

Melihat aktor pelaku pelanggaran terhadap kebebasan berpikir dan beragama/ berkeyakainan, kebanyakan ahli setuju bahwa aktor terbanyak berasal dari pihak organisasi kemasyarakatan (ormas). Jika mengacu pada pendapat dari para ahli yang diwawancarai, skor terendah diperoleh pelaku ormas yaitu sebesar 3,89 yang mengindikasikan bahwasannya kelompok ini adalah pelaku terbesar pelanggaran. Selanjutnya skor rendah lainnya setelah pihak pelaku ormas adalah aparat penegak hukum. Skor tersebut

mengalami stagnansi dibandingkan dengan skor tahun lalu, yaitu sebesar 5,40. Besaran skor tersebut belum bisa dianggap sebagai skor yang menggembirakan mengingat aparat penegak hukum adalah institusi yang bertugas untuk memastikan perlindungan dan penegakan hukum atas kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan bukan sebagai pelaku pelanggar. Untuk skor pihak lainnya berturut-turut adalah pelaku aparat pemerintah lainnya 5,57 dan Polisi Pamong Praja dengan besaran skor 6,39.

39 38

18

97 7

6 5 5 53 3 3 3 2 2 1 1 1 1 1 1

Warga (

39)

Individ

u (38

)

Umat Kris

ten (1

8)

ASN (9

)

Syiah

(7)

Komunita

s LGBT (

7)

Umat Kath

olik (6)

Ahmad

iyah (

5)

Mahasi

swi (5

)

Majelis

Tafsir

Al Qura

n (5)

Peng

hayat

Keperc

ayaan

(3)

Umat Isla

m (3)

Institu

si Pen

didikan (

3)

Umat Hind

u (3)

Ormas

Keagam

aan (2

)

Pelaja

r (2)

Narapidan

a (1)

Parta

i Poli

tik (1

)

Swast

a (1)

Etnis T

iongho

a (1)

Pramug

ari (1

)

Umat Kong

huch

u (1)

INHI 2018

75

Temuan dan Skor Indeks

18%

25%

26%

30%Korupsi Polisi Pamong Praja

Aparat Pemerintah Lainnya

Aparat Penegak Hukum

Organisasi Masyarakat

Korupsi

Korupsi

Korupsi

Laporan Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan oleh Setara Institute juga menyampaikan temuan mengenai aktor pelaku pelanggaran yang sedikit berbeda dengan temuan dari pendapat ahli dari prinsip HAM. Menurut laporan Setara Institute, selama tahun 2018 terdapat 72 tindakan negara sebagai aktor dan 130 tindakan dari pihak non-negara. Tiga pihak

negara yang menjadi pelaku dengan jumlah terbanyak adalah pihak Pemerintah Daerah (29), Kepolisian (17) dan Institusi Pendidikan (8). Lalu untuk tiga pihak non-negara yang paling banyak adalah Individu sebanyak 46, kelompok warga sebanyak 32 dan pelaku ormas sebanyak 26 (15 ormas keagamaan dan 11 ormas lainnya).

Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kelompok Rentan

Berdasarkan temuan selama tahun 2018 mengenai indikator jaminan perlindungan dan pemenuhan hak kelompok rentan, skor yang didapatkan adalah sebesar 5,03. Temuan ini cukup menarik karena besaran

skor ini sama dengan skor tahun sebelumnya (stagnan). Artinya, menurut temuan prinsip hak asasi manusia mengenai jaminan perlindungan hak kelompok rentan berjalan ditempat. Skor mengenai intensitas

Skor Pelaku Pelanggaran Kebebasan Berpikir dan Beragama/Berkeyakinan

Dalam pendekatan berbasis hak asasi manusia, salah satu prinsip yang dianut adalah adanya sebuah keharusan untuk menaruh sebuah fokus pada kelompok rentan (vulnerable groups). Fokus yang dituju kepada kelompok rentan tersebut berangkat dari kondisi berbeda yang dialami oleh kelompok rentan, dalam hal ini adalah bentuk diskriminasi dari segi intensitas maupun bentuknya. Oleh karena itu, untuk bisa menciptakan sebuah kesetaraan, negara kemudian menjadi pihak yang berkewajiban untuk memperhatikan fakta tersebut sebagai pihak pemangku kewajiban. Oleh karenanya, perlu diambil sebuah tindakan yang sifatnya khusus atau yang dikenal dengan istilah affirmative action.

INHI 2018

76

Temuan dan Skor Indeks

terjadinya praktik pelanggaran terhadap hak – hak kelompok rentan pada tahun 2018 dianggap masih cukup rendah dengan besaran 4,67. Sebanyak 28% ahli menyatakan bahwa praktik pelanggaran

terhadap hak – hak kelompok rentan dianggap masih sering terjadi, 36% ahli lainnya menyatakan sering dan hanya 5% yang menjawab jarang.

Besaran skor tersebut juga dapat dilihat pada beberapa temuan melalui data administratif yang didapatkan dari beberapa sumber terkait pelanggaran hak – hak kelompok rentan, yaitu:

Perempuan

Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2018 yang dirilis oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan temuannya mengenai jumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan. Pada tahun 2018 jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 406.178, jumlah tersebut mengalami kenaikan sekitar 14% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (348.446).3 Adapun bentuk – bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam hubungan perkawinan dan hubungan pribadi paling besar adalah kekerasan terhadap istri, yaitu berjumlah 5.114 kasus. Lalu bentuk terbanyak kedua adalah kekerasan dalam pacaran sebanyak 2.073 kasus. Bentuk kekerasan lainnya diurutkan berdasarkan jumlah adalah kekerasan terhadap anak perempuan berdasarkan usia anak sebanyak 1.417 kasus, kekerasan ranah personal lain sebanyak 690 kasus, kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami 262 kasus, kekerasan yang dilakukan mantan pacar 61 kasus dan kekerasan yang dilakukan kepada perempuan pekerja rumah tangga sebanyak 20 kasus.

Sementara itu, bentuk – bentuk kekerasan diranah komunitas paling besar adalah pencabulan dengan jumlah kasus 1136, lalu diikuti oleh perkosaan dengan jumlah 762, penganiayaan 524 kasus, pelecehan seksual 394 kasus, pemukulan 345 kasus, persetubuhan 156 kasus, pengancaman sejumlah 150 kasus, kekerasan psikis lainnya

3 Komans Perempuan, Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2018: Korban Bersuara, Data Bicara, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai Wujud Komitmen Negara

Intensitas Praktik Pelanggaran Terhadap Hak – Hak Kelompok Rentan

5%

14%17%

36%

28%

Jarang Cukup Jarang Cukup Sering Sering Sangat Sering

INHI 2018

77

Temuan dan Skor Indeks

sejumlah 62 kasus, bentuk kekerasan seksual lainnya 55 kasus, percobaan perkosaan sebanyak 18 kasus, 8 kasus pembunuhan dan 6 kasus kekerasan fisik lain.

Anak

Berdasarkan berita di website resmi KPAI, disepanjang tahun 2018 terdapat 4.885 kasus pelanggaran hak anak.4 Angka ini mengalami kenaikan dibanding pada tahun sebelumnya yang berjumlah 4.579.

Berdasarkan kategori setelah diidentifikasi lebih dalam, kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)5 masih menduduki urutan pertama, yaitu mencapai 1.434 kasus, kemudian disusul kasus terkait keluarga dan pengasuhan alternatif mencapai 857 kasus dan pornografi serta siber mencapai 679 kasus.

Kelompok Disabilitas

Berdasarkan data sistem wajib lapor Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, serapan tenaga kerja difabel masih sangat rendah. Berdasarkan sumber tersebut terdapat 440 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 237 ribu orang, jumlah tenaga kerja disabilitas yang terserap hanya sebesar 2.851 orang (1,2 persen).6

Serapan tersebut dinilai masih sangat kecil, dimana berdasarkan sakernas Agustus 2017 jumlah usia produktif usia kerja disabilitas nasional sebanyak 21.9 juta orang.

Masyarakat Hukum Adat

Sepanjang tahun 2018, ratusan ribu orang dari masyarakat adat menjadi korban dari 326 konflik sumber daya alam dan agraria yang terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Hal mana menjadikan mereka salah satu pihak paling rentan dalam masalah tersebut.7

Perkumpulan Huma Indonesia mencatat, ratusan konflik tersebut melibatkan areal seluas 2.101.858 hektare dengan korban total mencapai 186.631 jiwa. Dari total korban itu, 176.637 di antaranya berasal dari masyarakat adat.

Namun berdasarkan database yang diakses dari website http://tanahkita.id sepanjang tahun 2018 terdapat 2 konflik agaria yang terjadi di Sumatera Utara dan NTT sehingga mempengaruhi nilai kedua wilayah tersebut.8

4 https://www.kpai.go.id/berita/kpai-sebut-pelanggaran-hak-anak-terus-meningkat 5 Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) adalah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah:

1. Yang diduga, disangka, didakwa atau dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana; 2. Yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana.

6 https://difabel.tempo.co/read/1143835/baru-1-persen-teman-disabilitas-yang-bekerja-di-sektor-formal/full&view=ok 7 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190117042203-12-361437/ribuan-orang-masyarakat-adat-jadi-korban-konflik-agraria 8 http://tanahkita.id/v2/dashboard_portal/dashboard_portal/?tipe=2&tahun=2018&mmode=1&bulan=12

INHI 2018

78

Temuan dan Skor Indeks

4,22

4,4

4,5

4,51

5

5,39Korupsi Anak

Perempuan

Kelompok Rentan lainnya

Penyandang Disabilitas

Skor mekanisme pemulihan hak – hak kelompok rentan yang mengalami pelang-garan/diskriminasi secara keseluruhan masih berada dalam kategori cukup buruk. Dimana, skor paling buruk ditujukan kepada kelompok masyarakat adat dengan besaran skor 4,35.

Skor paling tinggi terkait sub-indikator yang sama ditujukan untuk kelompok anak dengan skor hanya 5,39. Lebih jauh mengenai perbandingan skor tersebut dapat dilihat pada diagram dibawah ini.

Perbandingan Skor Efektivitas Pemulihan Hak – Hak Kelompok Rentan Yang Mengalami Pelanggaran/Diskriminasi

Manusia Lanjut Usia

Masy. Hukum Adat

Korupsi

Korupsi

Korupsi

Korupsi

Korupsi

INHI 2018

79

Temuan dan Skor Indeks

Nilai Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2018 Berdasarkan temuan survei ahli dan dokumen, keseluruhan nilai indikator yang dihasilkan dalam INHI 2018 dapat dilihat pada tabel berikut

Skor Indikator Dan Skor Prinsip Serta Nilai Indeks Negara Hukum

Indonesia Tahun 2018

Indikator Skor Prinsip Skor

Indeks

(dikali bobot)

Tindakan/Perbuatan Pemerintah sesuai dengan

Hukum 5.83 Ketaatan pemerintah

terhadap hukum 5.53 1.38

Pengawasan yang Efektif 5.24

Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan

6.55

Legalitas formal 6.29 0.63

Kejelasan Rumusan Peraturan Perundang-Undangan

4.86

Peraturan Perundang-Undangan yang Stabil

6.91

Peraturan Perundang-Undangan yang Bersesuaian

6.82

Independensi Hakim dalam Mengadili dan Memutus

Perkara 6.70

Kekuasaan kehakiman

6.68 1.67 Independensi Hakim dalam

Kaitannya dengan Manajemen Sumber Daya Hakim

6.42

Independensi Hakim dalam Kaitannya dengan Kebijakan

Kelembagaan 6.93

INHI 2018

80

Temuan dan Skor Indeks

Independensi Hakim terhadap Pengaruh dari Publik dan

Media Massa 6.67

Keterbukaan Informasi 6.10

Akses terhadap keadilan

6.17 0.93 Peradilan yang Cepat dan

Terjangkau 6.39

Ketersediaan Bantuan Hukum 6.03

Perlindungan Hak atas Hidup 4.74

HAM 4.72 1.18

Jaminan atas Hak Untuk Bebas dari Penyiksaan

4.88

Jaminan Perlindungan atas Hak untuk Tidak Diperbudak

4.66

Jaminan Perlindungan atas Hak Untuk Tidak Dihukum atas

Tindakan yang Bukan Tindak Pidana

4.06

Jaminan Kebebasan Berpikir, Beragama, dan Berkeyakinan

4.97

Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kelompok

Rentan 5.03

Nilai INHI 2018 5,79

INHI 2018

81

Analisis & Rekomendasi

Bab ini berisi analisis terhadap temuan dari tiap-tiap prinsip dalam Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2018 dan rekomendasi yang bisa diajukan untuk mengawal implementasi

prinsip negara hukum yang lebih baik.

Analisis

Indeks Negara Hukum Indonesia pada tahun 2018 adalah sebesar 5,79. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,06 dibandingkan indeks tahun 2017. Dengan angka pencapaian sebesar itu, sebenarnya Negara Indonesia masih dalam rentang penilaian dengan predikat “CUKUP”. Namun, apabila kita lihat dalam jangka waktu 5 tahun terakhir, hasil INHI menunjukan bahwa

performa Negara Indonesia, dalam menjalankan prinsip-prinsip negara hukum cenderung jalan di tempat. Hasil INHI 2018 menunjukan bahwa, dari kelima prinsip yang ada, 3 indikator mengalami

kenaikan dan 2 indikator mengalami penurunan. Lebih jelasnya lihat dalam tabel di bawah ini:

Hasil INHI 2017 dan 2018

Di bawah ini dapat pula dilihat gambaran grafik turun dan naiknya hasil INHI selama 5 tahun terakhir, dari tahun 2014 sampai 2018. Tren penilaian dalam jangka waktu 5 tahun ini dapat diperbandingkan dari tahun ke tahun.

Hal ini dikarenakan prinsip dan indikator INHI 5 tahun terakhir tidak mengalami perubahan yang signifikan. Lebih lanjut dapat dilihat dalam grafik di bawah ini.

5,79

skor 2018:

skor 2017: 5,85

-0,06

Cukup

INHI 2018

82

Analisis & Rekomendasi

5,18

5,32 5,31

5,855,79

2014 2015 2016 2017 2018

Tren Nilai Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2014 - 2018

Dalam jangka waktu 5 tahun, Negara Indonesia hanya berhasil mengakselerasi peningkatan poin sebesar 0,61 poin dari 5,18 ditahun 2014 dan 5,79 di tahun 2018. Rentang penilaian seperti itu juga masih mendapatkan predikat cukup (4,1 – 6,0). Hal ini tentu bukan hasil yang diharapkan, terlebih selama kepemimpinan presiden Joko Widodo berbagai upaya telah dilakukan, seperti paket reformasi hukum yang berfokus pada penataan regulasi, reformasi kelembagaan penegak hukum, dan menumbuhkan pembudayaan hukum di masyarakat1 yang nyatanya belum berdampak signifikan.

Penurunan hasil indeks sebesar o,06 di tahun 2018 ini, dapat dipahami terkait dengan tahun 2018 adalah tahun politik. Dimana pada tahun 2019 diadakan Pemilihan Umum (pemilu) serentak untuk memilih calon anggota legislatif dan calon presiden serta calon wakil presiden. Calon anggota legislatif dan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden disibukkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kampanye dan persiapan pemilu lainnya di tahun 2018 yang berdampak pada penurunan kinerja. Berbagai pengungkapan kasus korupsi melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK masih mewarnai citra penegakan hukum sepanjang tahun 2018. Lebih jelasnya, berikut adalah uraian analisis dari masing-masing prinsip negara hukum Indonesia yang menggambarkan turun-naiknya nilai Indeks Negara Hukum Indonesia pada tahun 2018.

1 http://ksp.go.id/reformasi-hukum-bergulir-sesuai-nawacita/index.html

INHI 2018

83

Analisis & Rekomendasi

Prinsip Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum

Pada tahun 2018 ini, nilai indeks prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum mengalami kemunduran dari tahun 2017. Tidak hanya nilai prinsip dan nilai indeks, nilai kedua indikator dalam prinsip ini juga menunjukan penurunan yang signifikan (hampir 0,50 poin). Penurunan tertinggi terletak pada indikator efektifitas pengawasan yang efektif yang tergerus sebesar 0,45 poin (sedangkan indikator perbuatan pemerintah turun sebesar 0,43 poin). Membaca bentangan empiris demikian, komitmen pemerintah untuk taat terhadap penegakan hukum menunjukan arah yang mengkhawatirkan. Memburuknya ketaatan pemerintah terhadap hukum dapat diidentifikasi dalam beberapa kasus yang mendapat perhatian masyarakat. Misalnya, dalam kasus putusan MA Nomor 121 K/TUN/2017 soal keterbukaan informasi hak guna usaha perkebunan sawit. Sampai dengan laporan ini disusun, pemerintah masih menolak membuka akses publik soal informasi tersebut meskipun sudah ada putusan Mahkamah Agung yang bersifat final dan

mengikat. Demikian juga dalam kasus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diinisiasi oleh pemerintah yang memasukan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ketidaktaatan pemerintah terhadap hukum juga dapat dilihat juga dalam implementasi sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi. Hasil kajian Indonesian Legal Roundtable tahun 2019 menemukan bahwa, hanya 174 putusan (73%) yang implementasinya telah sesuai dengan putusan MK. Sedangkan selebihnya, ada 35 putusan (15%) dalam implementasinya tidak sepenuhnya sesuai putusan MK dan 13 putusan lainnya (5%) sepenuhnya tidak ditaati atau tidak bisa dilaksanakan (non executable). Jika ditotal seluruhnya dengan putusan yang belum ditindaklanjuti, maka putusan Pengujian Undang-Undang (PUU) oleh MK sepanjang tahun 2003-2018 yang non-

implementatif seluruhnya berjumlah 65 putusan (27%).2

2 Firmansyah Arifin, et al, 2019, Implementasi Putusan Pengujian Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi 2003-2018: A Baseline Research, Jakarta Indonesian Legal Roundtable, hal. 13

INHI 2018

84

Analisis & Rekomendasi

Sejalan dengan pemerintah (eksekutif), baik pusat dan daerah yang tidak mematuhi sejumlah putusan hukum, baik putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, kinerja parlemen di tingkat nasional (DPR) dan provinsi (DPRD) pun dinilai tidak efektif. Padahal, permasalahan yang dialami masyarakat sepanjang tahun 2018 masih menghadapi persoalan yang sama dengan tahun sebelumnya, yaitu di sektor pengelolaan sumber daya alam, yang dapat dilihat dari menurunnya skor dalam bidang lingkungan, Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kehutanan. Demikian halnya komitmen pemerintah terhadap hukum menunjukan tren yang memburuk, pengawasan yang dilakukan oleh internal pemerintah, pengadilan, dan komisi negara independen pun menunjukan tren yang sama (menurun). Satu-satunya nilai skor pengawasan terhadap pemerintah yang relatif membaik hanya pengawasan oleh parlemen. Namun, apabila dibaca lebih mendalam, skor pengawasan parlemen menunjukan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Skor pengawasan parlemen dianggap membaik karena penilaian terhadap sub-indikator ini hanya berdasarkan penilaian para ahli. Terkait dengan pengawasan internal pemerintah, bisa dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan atau stagnan dibandingkan dengan tahun sebelumnya apabila dilihat dari pendapat para ahli. Memburuknya nilai pengawasan internal pemerintah, berada pada hasil evaluasi dokumen. Masih menurut pendapat ahli, penurunan yang

Kepatuhan Implementasi Putusan

MK 2003 - 2008 (dalam %)

73

17

5

7

Dipatuhi

Tidak Sepenuhnya Dipatuhi

Tidak Dipatuhi

Belum Ditindaklanjuti

INHI 2018

85

Analisis & Rekomendasi

relatif tajam terletak pada pengawasan Presiden terhadap Kepolisian. Pendapat itu linier dengan evaluasi dokumen dan kasus-kasus yang berkembang sepanjang tahun ini. Salah satu kasus yang sampai saat ini belum terselesaikan adalah soal tidak berjalannya pengawasan Presiden terhadap penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.

Pengawasan (check and balance) kekuasaan lainnya, dalam hal ini pengadilan, juga dinilai tidak efektif dalam memastikan ketaatan pemerintah terhadap hukum. Pandangan ahli dan hasil penilaian dokumen yang dikumpulkan mengonfirmasi tren penurunan tersebut. Sepanjang tahun 2018, terdapat beberapa kasus publik yang membuat nalar negara hukum masyarakat menjadi terbalik yang dapat dilihat dari dua kasus. Pertama, dalam kasus Putusan Mahkamah Agung yang bertentangan secara diametral dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa anggota DPD yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR adalah inkonstitusional (kasus Ketua DPD Oesman Sapta Odang/OSO). Kasus kedua adalah Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Syarat Caleg Koruptor untuk maju menjadi anggota legislatif. Dari sudut negara hukum, poin yang perlu diberikan garis tebal pada dua kasus ini adalah soal dualisme dari putusan lembaga peradilan tertinggi: MK dan MA, serta kualitas dari putusan Mahkamah Agung (MA). Pada satu sisi, MA memutuskan kasus OSO bertentangan dengan Putusan MK. Namun pada sisi lain, MA membatalkan PKPU soal larangan caleg koruptor maju dengan merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi. Dualisme kualitas putusan pengawasan oleh lembaga yudikatif ini tidak hanya merusak kepastian dan sistem hukum, namun juga membuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan makin menurun. Pada sisi lain, meskipun pasca Reformasi Indonesia sudah membentuk sejumlah komisi negara independen untuk memastikan dan memajukan ide konstitusionalisme, kinerja lembaga-lembaga itu pun tidak menunjukan hal yang positif. Semua skor komisi negara independen yang dievaluasi di tingkat pusat dan daerah seperti Komisi Ombudsman, Komisi Informasi Pusat, Komisi Aparatur Sipil Negara, Komisi Kepolisian dan Komisi Kejaksaan menunjukan kemunduran. Dari sejumlah komisi negara independen yang dibentuk tersebut, penurunan paling tajam berada pada kinerja Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, kedua komisi ini juga menunjukan performa yang memburuk di antara sejumlah komisi negara indepeden lainnya.

INHI 2018

86

Analisis & Rekomendasi

Prinsip Legalitas Formal

Empat indikator yang menjadi acuan penilaian dari prinsip Legalitas Formal pada tahun 2018 rata-rata mengalami kenaikan hanya satu yang mengalami penurunan. Penurunan nilai indeks prinsip ini terjadi pada indikator kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga terjadi pada tahun 2017. Penurunan nilai indikator kejelasan rumusan perundang-undangan juga terjadi pada tahun 2017, dan oleh karena itu masih menjadi perhatian yang cukup serius bagi para ahli dalam menjawab pertanyaan. Skor kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan mengalami penurunan yang tinggi, yaitu 1,26. Hal Ini kemudian menjadikan skor indikator ini menjadi sebesar 4,86, yang artinya nilai indeks berada pada rentang penilaian yang buruk. Kondisi ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang belum dapat memahami rumusan suatu aturan perundang-undangan, baik dari segi pilihan kata atau istilah dan bahasa hukum. Kesulitan dalam memahami rumusan suatu aturan perundang-undangan mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum dalam

penegakan peraturan perundang-undangan tersebut. Ketidakpastian hukum tersebut mengakibatkan adanya hal-hal yang dapat merugikan masyarakat sebagai subjek hukum, seperti penyalahgunaan undang-undang hingga kriminalisasi. Ketidakjelasan rumusan peraturan perundang-undangan ini membuat beberapa pihak melakukan upaya hukum dalam mendapatkan kepastian hukum ke mahkamah konstitusi dan mahkamah agung. Pada tahun 2018, tercatat frekuensi pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi sebanyak 21 kali hanya terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum (UU Pemilu). Selanjutnya adalah Undang-Undang Nomor 17Tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPRD dan DPD (UU MD3) sebanyak 10 kali dan Undang-Undang Nomor 13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebanyak 9 kali, Undang-Undang Nomor 18Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-Undang Nomor 5Tahun 2004tentang Mahkamah Agung masing-masing sebanyak 4 kali.3

Hasil survei ahli menyatakan bahwa UU Pemilu merupakan salah satu undang-undang yang menjadi polemik pada tahun 2018, yang terbukti dengan banyaknya jumlah frekuensi pengujian undang-undang tersebut ke mahkamah konstitusi. Seiring dengan tingginya frekuensi pengujian peraturan perundang-undangan ini, berakibat pula terhadap stabilitas peraturan perundang-undangan itu sendiri. UU Pemilu yang dibentuk tahun 2017 yang seyogyanya dapat memberikan kebutuhan akan suatu kepastian hukum, ternyata dalam kurun waktu satu tahun dianggap merugikan mayarakat karena bersifat multitafsir. Sehingga pengujian yang

3 Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi 2018

INHI 2018

87

Analisis & Rekomendasi

dilakukan berkali-kali ini tentu saja mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Selain itu, UU MD3 juga menjadi perhatian terkait perubahan yang dilakukan yang memberikan keberpihakan kepada kepentingan-kepentingan politik tertentu. Pengujian terhadap UU MD3 yang dilakukan pada tahun yang sama dengan tahun penerbitannya ini menimbulkan pertanyaan yang mendasar terkait norma-norma yang menjadi tujuan dari pembentukan undang-undang tersebut. Bukankah dalam suatu pembentukan undang-undang itu harus memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diatur pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.Pada undang-undang tersebut terdapat asas-asas pembentukan peraturan yang baik yaitu a) kejelasan tujuan b) kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat c) kesesuaian antara jenis, hierarki dan meteri muatan d) dapat digunakan e) kedayagunaan dan kehasilgunaan f) kejelasan rumusan dan g) keterbukaan. Seringnya frekuensi pengujian peraturan perundang-undangan ini mengisyaratkan bahwa, lemahnya pemenuhan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik tersebut. Ini berdampak pada tujuan materi muatan peraturan perundang-undangan tentang kepastian hukum.

Dampak dari seringnya pengujian peraturan perundang-undangan ini berpengaruh terhadap indikator stabilitas peraturan perundang-undangan. Stabilitas peraturan perundang-undangan ini dimaksudkan untuk melihat dan mengukur tingkat perubahan pada peraturan yang cukup cepat dari waktu penerbitannya, yakni selama lima tahun terakhir. Sering adanya perubahan yang terjadi pada peraturan perundang-undangan, ini juga memperlihatkan adanya ketidakstabilan dalam tatanan politik hukum. Pada indikator penyebarluasan peraturan perundang-undangan tahun 2018 sudah menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kenaikan skor sebesar 0,19 dari skor tahun sebelumnya. Kenaikan ini dibuktikkan dengan sudah meratanya penggunaan teknologi informasi berupa website dalam penyebarluasan peraturan perundang-undangan. Website yang menjadi salah satu platform informasi ini merupakan salah satu pelaksanaan dari amanat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Tetapi selain itu, penyebarluasan melalui media non-teknologi masih belum menyebar ke wilayah-wilayah indonesia yang terpencil. Ini dapat

INHI 2018

88

Analisis & Rekomendasi

terlihat dari beberapa hasil survei ahli yang menyatakan bahwa masih adanya masyarakat di daerah terpencil yang masih tidak mengetahui dan tidak paham terhadap suatu peraturan perundang-undangan.

Prinsip Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka Performa negara dalam hal kekuasaan kehakiman yang merdeka mengalami stagnasi. Meskipun dari sisi angka mengalami kenaikan 0,04, tetapi secara umum tidak ada perubahan yang menggembirakan dari prinsip ketiga dari negara hukum ini. Pergeseran angka naik maupun turun yang terjadi pada indikator maupun sub-indikator juga tidak signifikan, bahkan tidak sampai menyentuh pada angka 0,40. Pada indikator pertama, khususnya sub-indikator independensi hakim dalam proses persidangan, terlihat bahwa pengadilan menjalankan tata laksana (business process) seperti biasa. Tidak ada upaya yang sungguh-sungguh agar persidangan dapat dilaksanakan secara efisien. Percepatan penanganan perkara teridentifikasi dilakukan oleh MK. Meskipun MA telah melakukan pelatihan tersertifikasi bagi hakim yang menangani

perkara lingkungan hidup, ternyata perspektif hakim pada kasus-kasus tersebut dirasakan masih kurang. Demikian halnya dengan perspektif dan sensitifitas hakim terhadap isu anti-korupsi serta perlindungan terhadap perempuan dan anak. Beralih pada indikator kedua, independensi hakim terkait manajemen sumber daya hakim yang kembali mengalami persoalan pada aspek pengadaan sumber daya manusia hakim. Jika tahun sebelumnya MA dihadapkan pada isu pungli pada proses rekrutmen hakim tingkat pertama, maka tahun ini rekrutmen hakim kembali ditiadakan. Padahal MA saat ini membutuhkan setidaknya 646 orang hakim. Tidak terlaksananya rekrutmen hakim tingkat pertama di tahun ini menjadi catatan kritis tersendiri, di samping problematika mendasar lainnya seperti tertundanya pembahasan RUU Jabatan Hakim.

Catatan juga diberikan terhadap KY dan DPR dalam proses seleksi calon hakim agung. Meskipun KY telah menyampaikan empat orang calon hakim agung di tahun 2018, namun setelah melalui proses uji kelayakan dan kepatutan seluruh calon tersebut ditolak oleh DPR pada awal 2019. Publik tentunya bertanya-tanya, apakah hal ini disebabkan proses seleksi di KY yang lemah, atau ada faktor lain yang terjadi pada saat proses fit and proper test sehingga parlemen menolak seluruh calon tersebut. Transparansi dalam manajemen sumber daya manusia di MA menjadi tantangan berikutnya. Sistem manajemen SDM berbasis TI memang sudah dikembangkan oleh MA yang didukung oleh mitra pembangunan seperti program UNDP-Sustain. Namun transparansi menajemen SDM kepada publik masih perlu dibuktikan. Hal lain yang

INHI 2018

89

Analisis & Rekomendasi

menjadi perhatian adalah bagaimana keberlangsungan dari hasil pengembangan sistem berbasis proyek yang didukung mitra pembangunan. Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa hasil kerja dari dukungan mitra pembangunan tidak berlangsung lama karena tidak ditindaklanjuti dengan penyediaan anggaran dari negara. Upaya mewujudkan peradilan bersih dari judicial corruption nampaknya juga masih menjadi persoalan besar. Hal ini terkait dengan sub-indikator manajemen pengawasan hakim, di mana sinergitas dua lembaga yang memiliki fungsi pengawasan masih sangat lemah. Efektivitas pengawasan aparat pengadilan baik internal maupun eksternal dirasakan masih jauh dari harapan. Penegakan disiplin lebih banyak berhenti pada proses etik dari pada proses pidana. Penegakan hukum pidana hanya dilakukan terhadap aparat pengadilan yang terkena operasi tangkap tangan. Selanjutnya mencermati indikator ketiga dari prinsip ini, yakni independensi hakim terkait kebijakan kelembagaan, di mana ketergantungan MA kepada pemerintah daerah masih cukup tinggi. Khususnya dalam hal pengadaan sarana-prasarana pengadilan baru yang umumnya sebagai konsekuensi dari pemekaran wilayah di Indonesia. Meskipun secara normatif dimungkinkan, independensi pengadilan ketika menangani perkara yang melibatkan pejabat Pemda berada pada situasi terancam karena potensi benturan kepentingan yang cukup besar.

Upaya meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan melalui pengembangan aplikasi berbasis teknologi informasi (TI) patut mendapatkan apresiasi. Tetapi penerapannya masih perlu diuji, karena sistem ini baru diterapkan setelah terbitnya Perma Nomor 3 Tahun 2018. Selain itu, pembinaan dan pengawasan terhadap pegawai pengadilan (kepaniteraan) juga perlu mendapatkan perhatian, mengingat hasil survei pada variabel ini masih jauh dari harapan. Sub-indikator kedua dari indikator independensi hakim terkait kebijakan kelembagaan memperlihatkan bahwa, ancaman keamanan bagi pengadilan dan hakim semakin meningkat. Sementara perlindungan bagi pengadilan dan hakim dirasakan masih kurang. Baik MA maupun KY terkesan berjalan sendiri-sendiri ketika mengadvokasi terjadinya peristiwa yang merendahkan kehormatan martabat hakim. Kesan bahwa KY identik dengan penjatuhan sanksi bagi hakim lebih lekat ketimbang melindungi kehormatan martabat hakim.

INHI 2018

90

Analisis & Rekomendasi

Prinsip Akses Terhadap Keadilan

Hasil indeks sebesar 0,93 untuk prinsip akses terhadap keadilan tahun 2018 sesungguhnya baru memperlihatkan kondisi setengah jalan menuju nilai sempurna. INHI yang secara rutin tiap tahun sejak 2014 (yang menggunakan indikator sama) mencoba mengukur perkembangan nilai akses terhadap keadilan di Indonesia, hanya mampu menaikkan 0,09 poin. Kenaikan yang belum bisa dibilang baik karena dalam jangka waktu 4 tahun negara belum mampu menyelesaikan dan menuntaskan persoalan-persoalan mendasar dari isu akses terhadap keadilan di Indonesia. Seperti penilaian yang dilakukan oleh INHI, yaitu keterbukaan

informasi, peradilan yang cepat dan terjangkau, dan ketersediaan bantuan hukum. Khusus pada tahun 2018 ini sebenarnya nilai indeks prinsip akses terhadap keadilan mengalami penurunan sebesar 0,02 poin. Jika diteliti lebih dalam, memang ada beberapa persoalan yang muncul terkait alasan penurunan hasil indeks tersebut. Sebelum peneliti jelaskan lebih lanjut alasan itu, perlu diketahui bahwa semenjak tahun 2014 sampai 2018 nilai indeks untuk prinsip akses terhadap keadilan mengalami fluktuatif (lihat tabel dibawah).

Hasil Indeks Prinsip Akses Terhadap Keadilan Tahun Ke

Tahun

Pertama, mengenai lemahnya manajemen perkara pada proses peradilan pidana di Indonesia. Lembaga yang menjalankan sistem

Hasil yang cenderung “jalan ditempat” ini selain memberikan gambaran bahwa pemerintah belum serius dalam menyelesaikan isu akses terhadap keadilan, juga mengkonfirmasi beberapa asumsi awal yang muncul dari peneliti bahwa memang jargon “Justice for All” masih sebatas jargon. Perlu gagasan dan tindakan nyata untuk mewujudkan “Justice

for All” tersebut. Prinsip akses terhadap keadilan yang dibangun dari 3 indikator, indikator peradilan yang cepat dan terjangkau adalah yang mengalami penurunan terbesar sebanyak 0,39 poin dari 6,78 menjadi 6,39. Hanya ada satu indikator yang mengalami kenaikan skor, yaitu indikator ketersediaan bantuan hukum. Namun demikian, kenaikan yang hanya sebesar 0,01 poin jelas bukan sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Menurut hemat peneliti, penurunan indeks prinsip akses terhadap keadilan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, mengenai lemahnya manajemen perkara proses peradilan pidana di Indonesia. Kedua, mengenai pembatalan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum. Kedua faktor ini yang akan dicoba dielaborasi lebih jauh dalam bagian ini.

INHI 2018

91

Analisis & Rekomendasi

peradilan pidana di Indonesia terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Manajemen perkara erat kaitannya dengan keterbukaan informasi pada setiap tahapan dan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan juga pada setiap tahapan, tidak hanya pada proses persidangan. Hasil survei menunjukan bahwa, yang tercepat dalam pena-nganan proses peradilan pidana adalah proses penuntutan di kejaksaan dan yang paling lama adalah di kepolisian. Ini mengkonfirmasi beberapa asumsi awal bahwa memang dalam tahap penyidikan di kepolisian, keterbukaan informasi dan manajemen perkara di dalamnya begitu tertutup. Sebagai perbandingan, pengadilan mendapatkan skor yang tidak begitu berbeda dengan kejaksaan. Tentu saja dalam penggunaan informasi teknologi terkait hal keterbukaan informasi dan manajemen perkara, usaha Mahkamah Agung lebih baik ketimbang institusi penegak hukum lainnya. Sebut saja Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang sudah ada di seluruh badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dan direktori putusan yang dimiliki dan dikelola oleh Mahkamah Agung. Contoh sederhana lainnya adalah laporan tahunan yang tiap tahunnya rutin dipublikasikan oleh MA. Tentu saja laporan semacam ini sangat berguna bagi masyarakat luas sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban lembaga publik. Berbeda dengan kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan yang sangat sulit untuk mendapatkan laporan-laporan semacam itu. Saluran-saluran yang disediakan seperti situs resmi pun jarang untuk konsisten melaporkan dalam suatu laporan lengkap dalam satu tahun. Hal yang menarik sebenarnya ialah keberadaan SIPP pada seluruh badan peradilan dibawah MA. Sistem yang dibangun sejak tahun 2012 ini memberlakukan sistem one day publish untuk perkara-perkara yang mudah. Disinilah keunggulannya. Selain kewajiban peningkatan dan keakuratan data pada SIPP, Mahkamah Agung dan institusi penegak hukum lainnya bisa du-duk bersama dan berkoordinasi dalam memanfaatkan platform ini. Singkat kata, mengintegrasikan SIPP dibawah kerangka Sis-tem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) untuk memastikan adanya informasi penanganan perkara pidana yang lengkap dari awal proses penyidikan hingga selesainya eksekusi putusan4 .

Alasan yang kedua adalah pembatalan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Mahkamah Agung. Tanggal 9

4 Hasil rekomendasi Indonesian Judicial Reform Forum

INHI 2018

92

Analisis & Rekomendasi

April 2018 permenkumham tentang paralegal ini diuji oleh beberapa advokat. Judicial Review ke MA ditempuh karena permenkumham paralegal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Advokat. Pasal yang diuji adalah terkait kewenangan paralegal, jenis bantuan hukum yang dapat diberikan oleh paralegal, dan syarat untuk menjadi paralegal. Pada tanggal 31 Mei 2018, MA dalam Rapat Permusyawaratan Hakim mengabulkan beberapa pasal permohonan pemohon itu. Putusan ini tentu merupakan langkah mundur terhadap upaya perluasan layanan bantuan hukum dan prinsip akses terhadap keadilan. Jika berbicara masalah bantuan hukum, skema bantuan hukum yang disediakan oleh pemerintah baik melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Mahkamah Agung belum mampu menjawab kebutuhan yang besar dari masyarakat. Di kota-kota besar yang memiliki OBH dan advokat, keberadaan paralegal tentu tidak terlalu berpengaruh. Namun di beberapa kota/kabupaten dan wilayah terpencil lainnya secara kuantitas tentu sangat terbatas. Di sini lah peran paralegal dalam kaitannya memperluas akses bantuan hukum untuk mewujudkan keadilan untuk semua sangat dibutuhkan keberadaannya di daerah-daerah tersebut5. Menurut data BPHN, anggaran yang disediakan untuk tahun 2018 sebesar Rp. 48 milyar untuk 405 OBH dan mampu terserap sebanyak 96%. Anggaran ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 41 milyar. Selama tahun 2018 itu pula, perkara yang masuk sebanyak 90 ribu perkara dengan penerima bantuan hukum sebanyak 92 ribu orang yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Artinya, pada tahun 2018 itu, jika diambil rata-rata, maka 1 OBH berhasil membantu sekitar 227 orang yang membutuhkan bantuan hukum. Padahal, jumlah orang miskin di Indonesia ada sekitar 26 juta orang yang memiliki hak atas bantuan hukum. Mahkamah Agung yang memiliki program posbakum juga memiliki keterbatasan anggaran dan juga sumber daya manusia. Menurut laporan tahunan MA, jumlah layanan orang di posbakum mengalami peningkatan. Ini artinya, bahwa memang kebutuhan akan pendampingan hukum kepada orang (yang berhak) yang memiliki masalah hukum begitu besar. Di dalam Pasal 22 ayat (1) UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat jo. PP No. 83 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-cuma

5 Siaran pers bersama YLBHI, MAPPI FHUI, LBHM, ILR, LBH APIK Jakarta

INHI 2018

93

Analisis & Rekomendasi

dijelaskan bahwa, masing-masing advokat wajib memberikan layanan bantuan hukum cuma-cuma (probono). Kewajiban ini melekat pada setiap individu advokat, bukan pada lembaga/kantor. Tapi seperti tulisan diatas kertas yang tak jelas apa gunanya, undang-undang dan peraturan pemerintah itu tidak dilengkapi dengan mekanisme pelaksanaan, pengawasan, terlebih sanksi yang efektif bagi mereka yang tidak menjalankan kewajiban. Adapun skema pembiayaan bantuan hukum lainnya adalah melalui APBD. Skema bantuan hukum ini masih terus didorong oleh kementerian hukum dan ham melalui BPHN ke setiap tingkatan daerah. Tentu saja jika anggaran bantuan hukum ini hanya dibebankan kepada APBN tidak akan bisa menutupi semua kebutuhan bantuan hukum. Rendahnnya kemauan politik di beberapa daerah, pencanangan anggaran bantuan hukum melalui APBD masih belum sepenuhnya terealisasi. Kembali ke persoalan pembatalan permenkumham tentang paralegal. Dengan segala kelemahan dan kekurangan akses bantuan hukum yang ada saat ini, seharusnya keberadaan payung hukum mengenai paralegal ini patut diapresiasi tinggi oleh semua pihak. Tapi keputusan Mahkamah Agung harus tetap dihormati sebagai hukum yang mengikat. Selain kementerian hukum dan ham berkewajiban membuat aturan baru mengenai paralegal, sinergi dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi advokat, dan organisasi bantuan hukum juga wajib hukumnya dilakukan demi semata-mata mewujudkan keadilan untuk semua.

Prinsip Hak Asasi Manusia

Merujuk pada perolehan nilai prinsip hak asasi manusia di tahun 2018, memang terdapat sebuah kenaikan. Akan tetapi kenaikan tersebut tidak dapat diartikan bahwa negara telah menjalankan tugasnya untuk melakukan penghormatan, pemenuhan dan perlin-dungan hak asasi manusia dengan baik. Kenaikan skor yang pada prinsip hak asasi manusia secara umum pun besarannya masih dianggap tidak terlalu menggembirakan.

Besaran skor tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa peristiwa diseputar isu HAM pada tahun 2018 yang dianggap cukup merepresentasikan kondisi di tahun 2018 ini. Skor indikator jaminan perlindungan hak atas hidup ditahun ini mengalami penurunan tipis atau dapat dikatakan mengalami stagnansi. Hal tersebut dikarenakan ketidakjelasan situasi peraturan dan kebijakan di Indonesia

INHI 2018

94

Analisis & Rekomendasi

mengenai pemberlakuan hukuman mati masih berlaku hingga saat ini. Walaupun kebijakan moratorium eksekusi hukuman mati yang sudah disampaikan Presiden tetap diberlakukan hingga tahun 2018, namun keputusan tersebut tidak pernah dituangkan

secara resmi melalui sebuah regulasi atau peraturan tertulis. Sehingga tidak ada peraturan yang jelas dan mengikat terkait sejauhmana ketentuan moratorium ini terhadap kebijakan hukuman mati di Indonesia

. Kendati kebijakan moratorium eksekusi terpidana hukuman mati di tahun ini tetap diberlakukan, tidak membuat putusan hukuman mati berhenti dijatuhkan. Berdasarkan laporan tahunan yang dirilis oleh Amnesty International, setidaknya terdapat 48 terdakwa yang jatuhi hukuman mati. Dari angka tersebut, 39 orang diantaranya berasal dari tindak pidana yang berhubungan dengan narkotika. Lagi-lagi ditahun ini pun pemerintah lebih memilih pendekatan yang represif dan justru menghukum dengan sanksi maksimal berupa hukuman mati dalam merespon permasalahan penyalahgunaan narkotika. Tidak cukup dengan kondisi regulasi yang saat ini berlaku masih mengakui praktik hukuman mati. Ketentuan hukuman mati juga diatur dalam beberapa rancangan peraturan perundang – undangan yang saat ini sedang dalam proses pembahasan. Rancangan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah contoh dari calon regulasi selanjutnya yang memberlakukan hukuman mati jika disahkan. Sehingga jika dilihat dari segi kebijakan yang saat ini berlaku maupun yang masih dalam proses perancangan, pemerintah Indonesia sepertinya masih belum menunjukan sikap yang tegas untuk menghapus ketentuan hukuman mati. Peristiwa selanjutnya yang menggambarkan kondisi HAM khususnya hak untuk hidup di Indonesia adalah kegiatan operasi pengamanan selama perhelatan Asian Games berlangsung. Dengan dalih peningkatan keamanan menjelang perhelatan tersebut, pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan operasi keamanan besar – besaran diberbagai wilayah. Salah satu target operasi tersebut ditujukan kepada pihak yang dianggap pelaku begal, penjambretan dan pelaku kejahatan lainnya yang dinilai meresahkan masyarakat. Berdasarkan temuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, selama dilakukannya operasi pengamanan Asian Games secara besar besaran tersebut, sebanyak 15 orang tewas menjadi korban penembakan dibagian dada dan 41 orang lumpuh ditembak dibagian kaki.6 LBH Jakarta menganggap bahwa fenomena ini adalah sebuah bentuk extra

judicial killing yang jelas-jelas melanggar hak untuk hidup. Selain itu

6 https://www.bantuanhukum.or.id/web/nyawa-jadi-tumbal-asian-games-2018/

INHI 2018

95

Analisis & Rekomendasi

juga, penembakan yang dilakukan dengan tidak sesuai prosedur hukum dan hak asasi manusia juga merupakan sebuah pelanggaran hak untuk bebas dari berbagai bentuk penyiksaan. Terkait jaminan hak bebas dari penyiksaan, mekanime pemulihan terhadap korban penyiksaan menjadi sesuatu hal yang cukup disoroti pada indikator tersebut. Rendahnya skor mengenai efektivitas mekanisme pemulihan korban tersebut tercermin dalam kasus dua pengamen Cipulir sebagai korban salah tangkap yang akhirnya mendapatkan ganti rugi setelah 857 hari dilalui tanpa adanya kepastian. Setelah dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim di tahun 2016, Andro dan Nurdin mengajukan permohonan ganti kerugian atas salah tangkap yang pernah menimpa diri mereka. Hakim memutus Andro dan Nurdin berhak mendapatkan hak atas ganti kerugian masing – masing sebesar 36 juta rupiah karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili dengan keliru. Namun pada saat itu terdapat kekosongan hukum mengenai Peraturan Menteri Keuangan tentang ketentuan tata cara pembayaran ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) PP No. 92 Tahun 2015. Hal tersebut menjadi akar permasalahan lambatnya pembayaran ganti kerugian, kondisi tersebut membuat proses pemberian uang ganti rugi menjadi berbelit-belit dan memakan waktu yang sangat lama. Meningkatnya jumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan di tahun 2018 menjadi salah satu potret kondisi pemenuhan hak asasi manusia untuk kelompok rentan, yang mana jika dilihat berdasarkan perolehan skor seperti berjalan ditempat. Meningkatnya jumlah kekerasan terhadap perempuan disebabkan oleh situasi regulasi saat ini dinilai masih belum sepenuhnya dapat melindungi perempuan terutama pihak korban. Situasi tersebut dapat dilihat dari kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang justru diputus bersalah oleh Pengadilan. Diputus bersalahnya Baiq Nuril, berangkat dari lemahnya situasi regulasi dalam melindungi perempuan sebagai korban kekerasan seksual. Alih – alih memeriksa pelaku atas tindakan kekerasan seksual yang dilakukannya secara verbal, aparat hukum justru lebih fokus pada “penyebaran” rekaman suara yang dilakukan Baiq Nuril untuk melindungi dirinya sebagai korban. Setelah diputus tidak bersaah melalui putusan tingkat pertama, Jaksapun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hal tersebut berakibat pada keluarnya putusan Mahkamah Agung nomor 574 K/Pid.Sus/2018 yang menghukum Baiq Nuril dengan pidana Penjara selama 6 Bulan. Kasus Baiq Nuril tersebut adalah salah satu bentuk lemahnya regulasi Indonesia saat ini terkait perlindungan perempuan, khususnya korban. Untuk itu pengesahan Rancangan Undang – Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi langkah yang sangat urgen

INHI 2018

96

Analisis & Rekomendasi

untuk segera dilakukan agar kedepannya kasus – kasus seperti Baiq Nuril tidak terjadi lagi.

Meskipun telah lama dinyatakan sebagai sesuatu yang dilarang, nyatanya praktik perbudakan masih dapat ditemui hingga saat ini. Praktik perbudakan yang dilakukan saat ini lebih terlihat abu – abu, karena dalam beberapa kasus pihak korban dibuat tidak memiliki pilihan atau yang lebih mengerikan lagi bahkan korban tidak menyadari bahwa ia adalah korban dari praktik perbudakan modern. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan dan standar hak asasi manusia terhadap pekerja sektor informal. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak mengakui pekerja sektor informal sebagai seorang pekerja. Ketiadaan undang - undang yang mengatur mengenai perlindungan pekerja sektor informal, membuatnya sangat rentan terhadap berbagai pelanggaran HAM khususnya hak atas pekerjaan yang layak. Mulai dari tidak adanya standar maksimal jam kerja, standar minimal upah yang diberikan, ketentuan cuti, ketentuan hari libur, ketentuan jaminan sosial dan ketentuan lain sebagaimana dimiliki oleh pekerja sektor formal. Kondisi kesenjangan antara pekerja sektor formal dengan informal, membuat pemerintah perlu mengambil tindakan tegas dengan segera. Rancangan Undang – Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sejak 15 tahun lalu masuk di DPR, belum juga menemui titik terang padahal RUU tersebut juga merupakan salah satu bagian dari program legislasi nasional (prolegnas) pada periode DPR saat ini. Berdasarkan laporan dari Setara Institute, selama tahun 2018 setidaknya terdapat 25 kasus penodaan agama yang terjadi. Hal ini dikarenakan ketentuan mengenai penodaan agama (blasphemy) masih di atur di dalam hukum positif Indonesia, salah satunya di pasal 156a KUHP. Pasal tersebut dianggap tidak memiliki ukuran yang jelas apakah seseorang dapat dikatakan telah melakukan penodaan agama. Sehingga setiap orang dapat menggunakan pengukurannya masing – masing terkait ketentuan delik tersebut, dimana hal ini tentunya dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Hal yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah ketentuan penodaan agama tersebut masih masuk dalam ketentuan RKUHP. Perlu menjadi catatan bahwa RKUHP yang mana pembahasannya berlanjut di tahun 2018, menerima sangat

INHI 2018

97

Analisis & Rekomendasi

banyak penolakan dari banyak pihak. Hal tersebut dikarenakan banyaknya muatan pasal – pasal yang dianggap bermasalah di dalamnya. Pasal – pasal bermasalah yang dimaksud tersebut berupa diaturnya kembali delik bermasalah di KUHP saat ini, ditetapkannya beberapa delik baru yang dianggap sangat kontroversial, dan diatur kembalinya pasal yang sebelumnya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Delik – delik bermasalah seperti ketentuan penodaan agama, makar, dan pencemaran nama baik kembali dimasukan dalam ketentuan RKUHP. Ketentuan pemidanaan pada perbuatan – perbuatan tersebut sudah memakan banyak korban dikarenakan unsur terpenuhinya delik tersebut tidak memiliki standar yang jelas dan cenderung sangat subjektif. Hal tersebut dianggap sangat berbahaya karena berpotensi disalahgunakan dan mengancam kebebasan sipil dalam berpendapat. Mengenai ketentuan baru yang diatur di RKUHP pun tidak luput dari pasal – pasal bermasalah didalamnya. Melalui rencana pengesahan RKUHP, pemerintah berencana mengkriminalisasi beberapa perbuatan yang sebelumnya bukanlah sebuah tindak pidana. Misalnya mengenai ketentuan larangan sosialisasi alat kontrasepsi jika bukan petugas berwenang, ketentuan living law yang berpotensi over-kriminalisasi dan ketentuan pemidanaan terkait kumpul kebo yang dianggap masuk terlalu jauh kepada ranah privat seseorang. Beberapa ketentuan tersebut tidak hanya berpotensi melanggar hak asasi manusia jika disahkan, namun juga berpotensi memberikan konstribusi terhadap penuhnya penjara yang kondisinya sudah over crowded. Terakhir, dalam pengaturan RKUHP terdapat pasal yang sebenarnya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Adapun pasal yang dimaksud adalah delik mengenai tindak pidana penghinaan presiden dan wakil presiden, padahal ketentuan tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan bernomor 013-022/PUU-IV/2006, MK mencabut dan memutuskan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Dibangkitkannya pasal yang sudah dibatalkan oleh MK melalui RKUHP tersebut seperti menjadi langkah mundur bagi demokrasi Indonesia. Selain akan berpotensi menjadi pasal karet bila disahkan, ketentuan tersebut akan sangat bertentangan dengan pemenuhan hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat.

INHI 2018

98

Analisis & Rekomendasi

Rekomendasi Berdasarkan analisis yang disampaikan diatas, rekomendasi yang dapat disampaikan agar

dilakukan oleh pengambil kebijakan dalam rangka menguatkan penerapan prinsip-prinsip negara hukum ke depan adalah:

a. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memastikan dan mengevaluasi

pengelolaan sektor Sumber Daya Alam, yang meliputi lingkungan, kehutanan, dan energi dan sumber daya mineral dikelola secara tepat dan berpihak kepada kepentingan publik.

b. Presiden perlu membentuk suatu lembaga regulasi yang bisa memastikan sejumlah keputusan dan regulasi yang berasal dari pemerintah pusat dapat sinergi dengan sejumlah regulasi dan putusan lembaga atau kekuasaan lainnya, dalam hal ini Putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

c. Pemerintah perlu melakukan penataan ulang pengawasan internal yang berkaitan dengan sektor-sektor penegak hukum yang berada di bawah kekuasaannya, dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan.

d. Pemerintah dan DPR perlu menata ulang dan mengevaluasi seluruh komisi negara independen terutama yang berkaitan dengan sektor penegak hukum dengan mempertimbangkan independensi dan akuntabilitas masing-masing lembaga.

a. Pemerintah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan hendaknya melakukan dengan sistematis, terukur dan matang agar menghindari peraturan perundang-undangan yang multitafsir, ambigu, dan tidak memiliki kepastian hukum.

b. Pemerintah baik pusat dan daerah harus memiliki sinergitas dalam pembuatan peraturan perundang-undangan agar tidak bertentangan satu sama lain.

c. Pemerintah hendaknya memaksimalkan penyebarluasan peraturan perundang-undangan dengan memanfaatkan sarana teknologi dan non-teknologi sehingga dapat mengakomodasi seluruh wilayah indonesia.

a. MA harus menyempurnakan sistem untuk memastikan agar persidangan

dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan;

Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum

Legalitas Formal

Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

INHI 2018

99

Analisis & Rekomendasi

b. MA bersama dengan KY harus terus meningkatkan kapasitas hakim khususnya dalam rangka membangun perspektif anti-korupsi, perempuan-anak, dan lingkungan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara yang menarik perhatian publik;

c. MA bersama-sama dengan KY, Pemerintah dan DPR harus mengakselerasi pembahasan RUU Jabatan Hakim untuk menjawab sejumlah persoalan terkait manajemen sumber daya hakim;

d. MA dan KY harus memiliki komitmen yang kuat agar sinergitas dalam mengawasi hakim dapat menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat, khususnya dalam hal batasan antara pelanggaran perilaku dengan teknis yudisial;

e. MA bersama dengan Pemerintah dan DPR perlu segera mengambil langakah-langkah untuk mengurangi ketergantungan lembaga pengadilan terhadap Pemda, seperti penambahan alokasi anggaran khususnya bagi pengadilan yang baru terbentuk karena pemekaran wilayah;

f. MA harus memperkuat pembinaan dan pengawasan terhadap pegawai pengadilan agar dapat mendukung independensi hakim dalam menangani perkara;

g. MA bersama dengan KY dan Pemerintah harus meningkatkan upaya pengamanan dan advokasi bagi pengadilan atau hakim yang terancam keamanannya.

a. Peningkatan dan pengintegrasian sistem informasi peradilan pidana terpadu pada seluruh institusi penegak hukum (tahap penuntutan, penyidikan, persidangan, dan pemasyarakatan) dalam rangka keterbukaan informasi dan manajemen perkara pidana yang lebih baik.

b. Memperkuat sinergi dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi advokat, dan organisasi bantuan hukum dalam menambah kualitas dan kuantitas (advokat, paralegal, dan pendamping non-hukum) termasuk di dalamnya memastikan penyebaran secara merata di berbagai wilayah.

a. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pihak Legislator harus segera melakukan pembahasan dan peninjauan ulang terhadap Rancangan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (RKUHP) secara menyeluruh terkait pasal – pasal yang berpotensi melanggar hak asasi manusia

Akses terhadap Keadilan

Hak Asasi Manusia

INHI 2018

100

Analisis & Rekomendasi

b. Pemerintah bersama DPR harus segera mengesahkan Rancangan Undang – Undang Penghapusan Kekerasan Seksual

c. Pemerintah bersama DPR harus mulai membahas dan mengkaji sebuah peraturan perundang – undangan untuk melindungi pekerja sektor informal, dalam hal ini RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

d. Pemerintah bersama DPR harus melanjutkan pengkajian dan pembahasan Rancangan Undang – Undang tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat

e. Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret dan tegas terkait perbaikan mekanisme pemulihan terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia

f. Pemerintah harus berani untuk mengambil langkah yang tegas untuk menghapus hukuman mati

101

DAFTAR PERTANYAAN DAN INPUT NILAI

Skor Surve

y

Skor Rata2 Surve

y

Skor Dokume

n

Skor Sub

Indikator

Skor Indikato

r

Skor Prinsi

p 2018

Indeks

Prinsip

2018 Prinsip Ketaatan Pemerintah Terhadap

Hukum 5,53 1,38

I. PERBUATAN PEMERINTAH BERDASARKAN HUKUM

5,83

1a.

Menurut Anda apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Pusat sepanjang tahun 2018 telah dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada bidang Politik

Luar Negeri?

8,06 6,16 5,50

1b.

Menurut Anda apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Pusat sepanjang tahun 2018 telah dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku pada bidang Pertahanan?

7,29

1c.

Menurut Anda apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Pusat sepanjang tahun 2018 telah dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku pada bidang Keamanan?

6,40

1d.

Menurut Anda apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Pusat sepanjang tahun 2018 telah dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku pada bidang Yustisi?

6,18

1e.

Menurut Anda apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Pusat sepanjang tahun 2018 telah dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku pada bidang Moneter & Fiskal?

6,59

1f.

Menurut Anda apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Pusat sepanjang tahun 2018 telah dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku pada bidang Agama?

6,06

2.1.a.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Pendidikan?

6,69

2.1.b.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Kesehatan?

6,56

102

2.1.c.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum & Penataan

Ruang?

5,49

2.1.d.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Perumahan & Pemukiman?

5,66

2.1.e.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Ketentraman, ketertiban umum &

perlindungan masyarakat?

6,06

2.1.f.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Sosial?

6,33

2.2.a.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Tenaga kerja?

5,67

2.2.b.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Perlindungan perempuan & anak?

5,50

2.2.c.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Pangan?

6,22

2.2.d.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Pertanahan & lingkungan hidup?

4,89

2.2.e.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 5,89

103

2018 telah berdasarkan hukum dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku pada urusan pemerintahan di bidang Adm penduduk/catatan sipil?

2.2.f.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Perhubungan & komunikasi?

6,29

2.2.g.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Koperasi & UKM?

6,34

2.2.h.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Kepemudaan & olahraga?

6,56

2.2.i.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Budaya?

6,39

2.2.j.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Arsip & perpustakaan?

6,56

2.3.a.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Kelautan & perikanan?

6,56

2.3.b.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Pariwisata?

6,67

2.3.c.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Pertanian & perkebunan?

6,00

104

2.3.d.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Kehutanan?

5,20

2.3.e.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Energi sumber daya mineral?

5,18

2.3.f.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Perdagangan & industri?

6,46

2.3.g.

Menurut Anda, apakah tindakan/perbuatan Pemerintah

Daerah Provinsi Anda pada tahun 2018 telah berdasarkan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

urusan pemerintahan di bidang Transmigrasi?

5,82

3a

Menurut Anda, apakah Pemerintah Pusat dalam

menjalankan fungsi legislasi bersama DPR pada tahun 2018 telah sesuai atau tidak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku?

6,00

3b

Menurut Anda, apakah Pemerintah Pusat dalam

menjalankan fungsi budgeting bersama DPR pada tahun 2018 telah sesuai atau tidak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku?

6,44

3c

Menurut Anda, apakah Pemerintah Pusat dalam

menjalankan fungsi pengisian pimpinan jabatan publik bersama DPR pada tahun 2018 telah sesuai atau tidak sesuai dengan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

5,78

4a

Menurut Anda, apakah Pemerintah Daerah Provinsi Anda dalam menjalankan fungsi legislasi

bersama DPRD Provinsi pada tahun 2018 telah dilakukan sesuai

dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku?

5,83

4b

Menurut Anda, apakah Pemerintah Daerah Provinsi Anda

dalam menjalankan fungsi budgeting bersama DPRD Provinsi pada tahun 2018 telah dilakukan

5,72

105

sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku?

II. PENGAWASAN YANG EFEKTIF 5,24

A. Pengawasan oleh Parlemen

5,10

7

Menurut Anda, apakah Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat/

Rapat Dengar Pendapat Umum di DPR sepanjang tahun 2018

merupakan sarana yang efektif untuk mengawasi kinerja

Pemerintah Pusat?

5,50 5,10

8

Menurut Anda, apakah Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat/

Rapat Dengar Pendapat Umum di DPRD Provinsi sepanjang tahun 2018 merupakan sarana yang

efektif untuk mengawasi kinerja Pemerintah Daerah Provinsi?

5,72

9a

Seberapa efektifkah penggunaan hak interpelasi oleh DPR untuk

mengawasi tindakan Pemerintah Pusat sepanjang tahun 2018?

4,88

9b

Seberapa efektifkah penggunaan hak angket oleh DPR untuk

mengawasi tindakan Pemerintah Pusat sepanjang tahun 2018?

4,82

9c

Seberapa efektifkah penggunaan hak menyatakan pendapat oleh DPR untuk mengawasi tindakan

Pemerintah Pusat sepanjang tahun 2018?

5,09

10a

Seberapa efektifkah penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi

untuk mengawasi tindakan Pemerintah Daerah Provinsi

sepanjang tahun 2018?

4,88

10b

Seberapa efektifkah penggunaan hak angket oleh DPRD Provinsi

untuk mengawasi tindakan Pemerintah Daerah Provinsi

sepanjang tahun 2018?

4,76

10c

Seberapa efektifkah penggunaan hak menyatakan pendapat oleh DPRD Provinsi untuk mengawasi

tindakan Pemerintah Daerah Provinsi sepanjang tahun 2018?

5,12

B Pengawasan oleh Lembaga Peradilan

5,90

11

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 apakah pemerintah pusat sudah merespon dengan cepat

dan taat terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dalam

menguji konstitusionalitas undang-undang?

7,06 6,30 5,50

12

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 apakah pemerintah pusat sudah merespon dengan cepat

dan taat terhadap putusan Mahkamah Agung dalam menguji peraturan perundang-undangan

dibawah undang-undang?

6,61

13a

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 apakah pemerintah daerah sudah merespon dengan cepat

dan taat terhadap putusan

5,83

106

Mahkamah Agung dalam menguji konstitusionalitas undang-undang dalam isu keterbukaan informasi?

13b

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 apakah pemerintah daerah sudah merespon dengan cepat

dan taat terhadap putusan Mahkamah Agung dalam menguji konstitusionalitas undang-undang

dalam putusan PTUN?

5,94

13c

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 apakah pemerintah daerah sudah merespon dengan cepat

dan taat terhadap putusan Mahkamah Agung dalam menguji konstitusionalitas undang-undang

dalam putusan perdata?

6,06

C Pengawasan oleh Internal

Pemerintah

5,18

14

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan Pemerintah Pusat sepanjang tahun 2018 terhadap

aparatur sipil negara yang berada di bawahnya?

5,94 6,36 4,00

15

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah

Provinsi sepanjang tahun 2018 terhadap aparatur sipil negara

yang berada di wilayahnya?

5,89

16

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap anggaran pemerintah sepanjang

tahun 2018?

6,89

17

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi terhadap anggaran Pemerintah Provinsi Anda sepanjang tahun

2018?

6,61

18

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan terhadap Kejaksaan sepanjang

tahun 2018?

6,17

19

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan

terhadap Kepolisian sepanjang tahun 2018?

6,06

20

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Presiden

sebagai kepala negara terhadap Tentara Nasional Indonesia

sepanjang tahun 2018?

6,94

D Pengawasan Komisi Negara

Independen

4,79

21

Menurut Anda, apakah pemerintah pusat sudah efektif

merespon rekomendasi ombudsman RI sepanjang tahun

2018 dalam mengawasi pelayanan publik di provinsi Anda?

5,77 5,58 4,00

22

Menurut Anda, apakah pemerintah daerah sudah efektif

merespon rekomendasi ombudsman RI sepanjang tahun

5,67

107

2018 dalam mengawasi pelayanan publik di provinsi Anda?

23

Menurut Anda, apakah pemerintah pusat sudah taat

dalam mematuhi hasil putusan sengketa Komisi Informasi

sepanjang tahun 2018?

6,06

24

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Komisi

Informasi Provinsi (KIP) dalam mengawasi keterbukaan informasi publik sepanjang tahun 2018 yang

dilakukan pemerintah provinsi?

5,83

25

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Komisi

Kepolisian Nasional (Kompolnas) sepanjang tahun 2018 terhadap penyimpangan yang dilakukan

aparatus Kepolisian?

5,29

26

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Komisi

Kejaksaan (Komjak) sepanjang tahun 2018 dalam mengawasi penyimpangan yang dilakukan

aparatus Kejaksaan?

4,82

27

Seberapa efektif pengawasan yang dilakukan oleh Komisi

Aparatur Sipil Negara (KASN) sepanjang tahun 2018 dalam

mengawasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode

perilaku Pegawai ASN yang dilakukan Aparatur Sipil Negara?

5,61

Skor Survey

Skor Rata2 Survey

Skor Dokumen

Skor Indikator

2018

Skor Prinsip 2018

Indeks Prinsip 2018

PRINSIP LEGAL FORMAL 6,29

0,63

I Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan

6,55

Q01a

Seberapa mudah/sulit masyarakat di perkotaan sepanjang tahun

2018, mengakses undang-undang pada tingkat pusat dan tingkat

daerah dari sumber-sumber resmi?

8,06 5,51 7,60

Q1.b.

Seberapa mudah/sulit masyarakat di perkotaan sepanjang tahun 2018, mengakses peraturan

presiden pada tingkat pusat dan tingkat daerah dari sumber-sumber

resmi?

7,59

Q1.c.

Seberapa mudah/sulit masyarakat di perkotaan sepanjang tahun

2018, mengakses perda provinsi pada tingkat pusat dan tingkat

daerah dari sumber-sumber resmi?

6,00

Q1.d.

Seberapa mudah/sulit masyarakat di perkotaan sepanjang tahun 2018, mengakses peraturan

gubernur pada tingkat pusat dan tingkat daerah dari sumber-sumber

resmi?

5,60

Q2.a. Seberapa mudah/sulit masyarakat

di pedesaan, sepanjang tahun 2018, mengakses Undang-undang

6,00

108

di tingkat pusat dan daerah dari sumber-sumber resmi?

Q2.b.

Seberapa mudah/sulit masyarakat di pedesaan, sepanjang tahun 2018, mengakses peraturan

presiden di tingkat pusat dan daerah dari sumber-sumber resmi?

5,88

Q2.c.

Seberapa mudah/sulit masyarakat di pedesaan, sepanjang tahun

2018, mengakses Perda Provinsi di tingkat pusat dan daerah dari

sumber-sumber resmi?

4,82

Q2.d

Seberapa mudah/sulit masyarakat di pedesaan, sepanjang tahun 2018, mengakses Peraturan

Gubernur di tingkat pusat dan daerah dari sumber-sumber resmi?

4,47

Q3.a.

Seberapa efektif/tidak tidak efektif Pemerintah Pusat melakukan

sosialisasi Undang-undang secara langsung kepada masyarakat

sepanjang tahun 2018?

6,39

Q3.b.

Seberapa efektif/tidak tidak efektif Pemerintah Pusat melakukan sosialisasi Peraturan Presiden

secara langsung kepada masyarakat sepanjang tahun 2018?

5,90

Q4.a.

Seberapa efektif/tidak efektif Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi Perda Provinsi secara langsung kepada masyarakat

sepanjang tahun 2018?

5,00

Q4.b.

Seberapa efektif/tidak efektif Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi Peraturan Gubernur

secara langsung kepada masyarakat sepanjang tahun 2018?

4,61

Q5.a.

Apakah Anda setuju/tidak setuju, Pemerintah Pusat sudah

menyediakan akses yang memadai bagi kelompok difabel (different

ability) untuk mendapatkan Undang-Undang?

4,67

Q5.b.

Apakah Anda setuju/tidak setuju, Pemerintah Pusat sudah

menyediakan akses yang memadai bagi kelompok difabel (different

ability) untuk mendapatkan Peraturan Presiden?

4,69

Q6.a.

Apakah Anda setuju/tidak setuju, Pemerintah Provinsi sudah

menyediakan akses yang memadai bagi kelompok difabel (different

ability) untuk mendapatkan Perda Provinsi?

4,23

Q6.b.

Apakah Anda setuju/tidak setuju, Pemerintah Provinsi sudah

menyediakan akses yang memadai bagi kelompok difabel (different

ability) untuk mendapatkan Peraturan Gubernur?

4,24

II Kejelasan Rumusan Peraturan

Perundang-undangan 4,86

Q7.a.

Seberapa mudah/sulit masyarakat dalam memahami rumusan

Undang-Undang yang terbit sepanjang tahun 2018, pada pilihan

kata atau istilah?

4,67 4,86 0,00

109

Q7.b.

Seberapa mudah/sulit masyarakat dalam memahami rumusan

Undang-Undang yang terbit sepanjang tahun 2018, pada

bahasa hukum?

4,67

Q7.c.

Seberapa mudah/sulit masyarakat dalam memahami rumusan

Undang-Undang yang terbit sepanjang tahun 2018, pada Format perubahan peraturan

perundangan-undangan?

4,80

Q8.a.

Menurut Anda, Apakah dalam implementasi/praktik hukum, sering/jarang menimbulkan

masalah/konflik/kebuntuan yang disebabkan oleh ketidakjelasan

pilihan kata atau istilah pada peraturan perundang-undangan

sepanjang tahun 2018?

4,51

Q8.b.

Menurut Anda, Apakah dalam implementasi/praktik hukum, sering/jarang menimbulkan

masalah/konflik/kebuntuan yang disebabkan oleh ketidakjelasan bahasa hukum pada peraturan

perundang-undangan sepanjang tahun 2018?

5,00

Q9.a.

Seberapa mudah/sulit masyarakat dalam memahami rumusan

Peraturan Daerah yang terbit sepanjang tahun 2018, pada pilihan

kata atau istilah?

4,78

Q9.b.

Seberapa mudah/sulit masyarakat dalam memahami rumusan

Peraturan Daerah yang terbit sepanjang tahun 2018 pada bahasa

hukum?

4,67

Q9.c.

Seberapa mudah/sulit masyarakat dalam memahami rumusan

Peraturan Daerah yang terbit sepanjang tahun 2018, pada Format perubahan peraturan

perundangan-undangan?

5,03

Q10.a.

Menurut Anda, Apakah dalam implementasi/praktik hukum, sering/jarang menimbulkan

masalah/konflik/kebuntuan yang disebabkan oleh ketidakjelasan

pilihan kata atau istilah pada rumusan Perda di bawah ini

sepanjang tahun 2018?

5,03

Q10.b.

Menurut Anda, Apakah dalam implementasi/praktik hukum, sering/jarang menimbulkan

masalah/konflik/kebuntuan yang disebabkan oleh ketidakjelasan

bahasa hukum pada rumusan Perda di bawah ini sepanjang tahun 2018?

5,43

III Peraturan Perundang-undangan yang Stabil

6,91

Q13.a.

Menurut Anda, apakah pada Undang-Undang, semenjak 5

(tahun) terakhir hingga tahun 2018, sangat sering, sering, jarang atau

tidak pernah mengalami perubahan?

6,18 6,91 6,20

Q13.b. Menurut Anda, apakah pada

Peraturan Presiden, semenjak 5 (tahun) terakhir hingga tahun 2018,

6,82

110

sangat sering, sering, jarang atau tidak pernah mengalami

perubahan?

Q13.c.

Menurut Anda, apakah pada Perda Propinsi, semenjak 5 (tahun)

terakhir hingga tahun 2018, sangat sering, sering, jarang atau tidak pernah mengalami perubahan?

7,28

Q13.d.

Menurut Anda, apakah pada Peraturan Gubernur, semenjak 5

(tahun) terakhir hingga tahun 2018, sangat sering, sering, jarang atau

tidak pernah mengalami perubahan?

7,36

IV Peraturan Perundang-undangan yang Bersesuaian 6,82

Q22.a.

Seberapa banyak Undang-Undang yang bertentangan (kontradiktif) dengan peraturan perundang-

undangan di atasnya sepanjang tahun 2018?

5,39 6,44 7,20

Q22.b.

Seberapa banyak, Peraturan Presiden yang bertentangan

(kontradiktif) dengan peraturan perundang-undangan di atasnya

sepanjang tahun 2018?

6,34

Q22.c.

Seberapa banyak, Perda Provinsi yang bertentangan (kontradiktif) dengan peraturan perundang-

undangan di atasnya sepanjang tahun 2018?

6,11

Q22.d.

Seberapa banyak, peraturan gubernur yang bertentangan

(kontradiktif) dengan peraturan perundang-undangan di atasnya

sepanjang tahun 2018?

6,80

Q23.a.

Seberapa banyak, Undang-Undang yang bertentangan (kontradiktif) dengan peraturan perundang-

undangan yang sederajat sepanjang tahun 2018?

5,71

Q23.b.

Seberapa banyak, Peraturan Presiden yang bertentangan

(kontradiktif) dengan peraturan perundang-undangan yang

sederajat sepanjang tahun 2018?

6,82

Q23.c.

Seberapa banyak, Perda Provinsi yang bertentangan (kontradiktif) dengan peraturan perundang-

undangan di atasnya sepanjang tahun 2018?

7,12

Q23.d.

Seberapa banyak, Perda Provinsi yang bertentangan (kontradiktif) dengan peraturan perundang-

undangan yang sederajat sepanjang tahun 2018?

7,24

111

Skor Survey

Skor Rata2 Survey

Skor Dokume

n

Skor

Sub Indikator

Skor

Indikator

Skor Prinsip 2018

Indeks

Prinsip 2018

PRINSIP KEKUASAAN KEHAKIMAN 6,68

1,67

A. Independensi hakim dalam mengadili dan memutus perkara 6,70

A.1. Independensi hakim dalam proses persidangan 6,79

Q01

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, Ketua Pengadilan atau Wakil

Ketua Pengadilan telah mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata.”

6,33

6,58 7,00

Q02

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, Hakim telah memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak untuk

menggunakan haknya dalam proses persidangan.”

7,17

Q03

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim dalam memeriksa perkara tidak berbelit-belit dan sesuai dengan jadwal persidangan

yang telah ditentukan.”

6,29

Q04

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim telah menghindari konflik

kepentingan terhadap perkara dalam memeriksa dan mengadili perkara yang ditanganinya.”

6,51

A.2. Independensi hakim dalam memutus perkara 6,62

Q05a

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim lingkungan peradilan umum telah mempertimbangkan keterangan para pihak dan fakta

persidangan dalam memutus perkara.”

5,83

6,74 6,50

Q05b

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim lingkungan peradilan TUN

telah mempertimbangkan keterangan para pihak dan fakta persidangan dalam memutus perkara.”

7,20

Q05c

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim lingkungan peradilan

Agama telah mempertimbangkan keterangan para pihak dan fakta persidangan dalam memutus perkara.”

7,71

Q05d

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim lingkungan peradilan

Militer telah mempertimbangkan keterangan para pihak dan fakta persidangan dalam memutus perkara.”

7,16

Q06a

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim memiliki perspektif dan sensitifitas anti-korupsi dalam memutus perkara yang

menarik perhatian publik.”

6,67

Q06b

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim memiliki perspektif dan

sensitifitas perempuan dan anak dalam memutus perkara yang menarik perhatian publik.”

6,89

Q06c

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, hakim memiliki perspektif dan

sensitifitas lingkungan hidup dalam memutus perkara yang menarik perhatian publik.”

5,82

Q07a

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, Hakim Konstitusi memiliki

perspektif Hak Sipol dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi.”

6,67

B. Independensi hakim dalam kaitannya dengan manajemen sumber daya hakim 6,42

B.1. Manajemen sumber daya manusia hakim 6,53

112

Q09 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, seleksi Calon Hakim Agung yang

dilakukan oleh KY sudah bebas dari KKN.”

6,83

6,39 6,67

Q10 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, seleksi Calon Hakim Agung yang

dilakukan oleh DPR sudah bebas dari KKN.”

4,94

Q11

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, seleksi hakim ad hoc (hakim yang

bukan dari karier dan ditunjuk untuk menangani kasus tertentu dalam waktu tertentu karena keahliannya) sudah

bebas dari KKN?

6,91

Q12 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini:

“Sepanjang tahun 2018, seleksi hakim ad hoc telah menggunakan kriteria yang terukur.”

6,94

Q13

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Mekanisme rekrutmen calon Hakim Konstitusi yang

dilakukan Presiden untuk tahun 2018, telah transparan, partisipatif dan obyektif.”

7,20

Q14 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Pelaksanaan promosi dan mutasi hakim sepanjang tahun

2018 telah obyektif dan transparan.”

5,43

Q15

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Penentuan peserta pendidikan dan pelatihan bagi hakim

oleh pejabat pengadilan sepanjang tahun 2018, telah dilakukan secara obyektif dan transparan.”

6,48

B.2. Manajemen pengawasan hakim 6,31

Q16 Seberapa efektif/tidak efektif pengawasan oleh MA

terhadap dugaan pelanggaran etika dan perilaku hakim sepanjang tahun 2018?

5,72

6,00 6,63

Q17

Seberapa efektif/tidak efektif pengawasan oleh Pengadilan Tinggi (di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Tata Usaha Negara) terhadap dugaan pelanggaran

etika dan perilaku hakim sepanjang tahun 2018?

5,94

Q18 Seberapa efektif/tidak efektif pengawasan oleh Komisi

Yudisial terhadap dugaan pelanggaran etika dan perilaku hakim sepanjang tahun 2018?

6,40

Q19 Seberapa sinergis/tidak sinergis Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial dalam menangani pengaduan masyarakat sepanjang tahun 2018?

5,17

Q20 Seberapa efektif/tidak efektif pengawasan terhadap Hakim

Konstitusi oleh Dewan Etik Mahkamah Konstitusi sepanjang tahun 2018?

6,78

C. Independensi hakim dalam kaitannya dengan kebijakan kelembagaan 6,93

C.1 Sarana-Prasarana & Anggaran Pengadilan 6,85

Q21a Seberapa memadai/tidak memadai gedung pengadilan di

Provinsi Anda 7,89

6,71 7

Q21b Seberapa memadai/tidak memadai ruang hakim di

pengadilan di Provinsi Anda 7,67

Q21c Seberapa memadai/tidak memadai ruang tunggu para

pihak di pengadilan di Provinsi Anda 6,61

Q21d Seberapa memadai/tidak memadai ruang sidang di

pengadilan di Provinsi Anda 6,72

Q21e Seberapa memadai/tidak memadai perangkat Teknologi

Informasi di pengadilan di Provinsi Anda 6,39

Q21f Seberapa memadai/tidak memadai kendaraan operasional

di pengadilan di Provinsi Anda 6,78

Q21g Seberapa memadai/tidak memadai rumah dinas di pengadilan di Provinsi Anda

6,35

Q22

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018, kompetensi pegawai pengadilan

(kepaniteraan) telah mendukung independensi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.”

5,83

Q23 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini:

“Sepanjang tahun 2018, integritas pegawai pengadilan 5,89

113

(kepaniteraan) telah mendukung independensi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.”

Q24 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Anggaran di pengadilan di tahun 2018 sudah mendukung

kinerja hakim.”

7,12

Q25 Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Fasilitas yang diberikan Pemda sudah mendukung kinerja

pengadilan di Provinsi Anda pada tahun 2018”

6,51

C.2 Fasilitas pengamanan & gaji Hakim 7,00

Q26 Seberapa memadai/tidak memadai jaminan keamanan bagi

hakim di Provinsi Anda sepanjang tahun 2018? 6,39 7,0

0 7

Q27 Seberapa layak/tidak layak Hak keuangan bagi hakim? 7,61

D. Independensi hakim terhadap pengaruh dari publik dan media massa 6,67

Q28

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018 di Provinsi anda, Hakim dalam

mengadili dan memutus perkara tidak terpengaruh oleh pemaksaan dari kelompok masyarakat yang

berkepentingan.”

6,28

6,67

0,00

Q29

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: “Sepanjang tahun 2018 di Provinsi anda, Hakim dalam mengadili dan memutus perkara telah independen dari

pemberitaan media massa.”

7,06

Skor Surve

y

Skor Rata2 Surve

y

Skor Dokume

n

Skor Indikato

r

Skor Prinsi

p 2018

Indeks Prinsi

p 2018

PRINSIP AKSES TERHADAP KEADILAN

6,17 0,93

I Keterbukaan Informasi

6,10

Q01

Menurut Anda apakah masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018, mudah atau sulit mengakses informasi yang dibutuhkan dalam tahap penyidikan pada proses peradilan pidana?

6,00 6,19 6

Q02

Menurut Anda apabila masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018 mengalami masalah dalam mengakses informasi pada tahap penyidikan dan kemudian melakukan keberatan, seberapa baik atau buruk respon yang diberikan oleh pejabat yang berwenang?

5,22

Q03

Menurut Anda apakah masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018, mudah atau sulit mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam tahap penuntutan pada proses peradilan pidana?

5,33

Q04

Menurut Anda apabila masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018 mengalami masalah dalam mengakses informasi pada tahap penuntutan dan kemudian melakukan keberatan, seberapa baik atau buruk respon yang diberikan oleh pejabat yang berwenang?

5,31

Q05a

Menurut Anda apakah masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018, mudah atau sulit mendapatkan informasi perkara yang dibutuhkan dalam proses peradilan?

7,44

114

Q05b

Menurut Anda apakah masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018, mudah atau sulit mendapatkan informasi jadwal sidang yang dibutuhkan dalam proses peradilan?

8,22

Q05c

Menurut Anda apakah masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018, mudah atau sulit mendapatkan salinan putusan pengadilan yang dibutuhkan dalam proses peradilan?

6,17

Q06

Menurut Anda apabila masyarakat di provinsi Anda sepanjang tahun 2018 mengalami masalah dalam mengakses informasi pada proses peradilan dan kemudian melakukan keberatan, seberapa baik atau buruk respon yang diberikan oleh pejabat yang berwenang?

6,51

Q07

Menurut Anda sepanjang tahun 2018, tahanan/warga binaan/keluarganya di provinsi Anda, mudah atau sulit mengakses informasi yang berkaitan dengan hak-haknya di lingkungan lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan?

5,83

Q08

Menurut Anda sepanjang tahun 2018, apabila tahanan/warga binaan/keluarganya di provinsi anda mengalami masalah dalam mengakses informasi di lingkungan lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan dan kemudian melakukan keberatan, seberapa baik atau buruk respon yang diberikan oleh pejabat yang berwenang?

5,89

II Peradilan yang Cepat dan Terjangkau

6,39

Q09

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa proses penyidikan oleh kepolisian di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

4,89 6,79 6,00

Q10

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa proses penuntutan oleh kejaksaan di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

6,50

Q11

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa proses pemeriksaan di pengadilan sampai berkekuatan hukum tetap oleh hakim di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

6,11

Q12

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

5,50

Q13a

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa proses peradilan perdata di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

5,72

Q13b

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa proses peradilan agama di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

8,00

115

Q13c

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa proses peradilan TUN di daerah Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan dengan cepat?

7,89

Q14a

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa biaya berproses di peradilan perdata di daerah Anda sepanjang tahun 2018 terjangkau oleh semua kalangan?

6,56

Q14b

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa biaya berproses di peradilan agama di daerah Anda sepanjang tahun 2018 terjangkau oleh semua kalangan?

7,37

Q14c

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan bahwa biaya berproses di peradilan TUN di daerah Anda sepanjang tahun 2018 terjangkau oleh semua kalangan?

7,31

Q15a

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 peradilan umum di seluruh daerah provinsi Anda mudah atau sulit dijangkau oleh masyarakat pencari keadilan?

7,72

Q15b

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 peradilan agama di seluruh daerah provinsi Anda mudah atau sulit dijangkau oleh masyarakat pencari keadilan?

7,66

Q15c

Menurut Anda, sepanjang tahun 2018 peradilan TUN di seluruh daerah provinsi Anda mudah atau sulit dijangkau oleh masyarakat pencari keadilan?

7,03

III Ketersediaan Bantuan Hukum

6,03

Q16

Seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 pemerintah pusat sudah menyediakan bantuan hukum bagi warga negara yang berhak?

7,17 6,05 6,00

Q17a

Seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 pemerintah pusat sudah menyediakan bantuan hukum bagi difabel ?

5,94

Q17b

Seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 pemerintah pusat sudah menyediakan bantuan hukum bagi Anak ?

6,63

Q17c

Seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 pemerintah pusat sudah menyediakan bantuan hukum bagi perempuan ?

6,69

Q17d

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 negara sudah menyediakan bantuan hukum bagi Masyarakat Hukum Adat ?

5,64

Q17e

Seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 pemerintah pusat sudah menyediakan bantuan hukum bagi Kelompok Rentan lainnya ?

5,77

116

Q18

Seberapa setuju/tidak setuju Anda dengan pernyataan ini: Sepanjang tahun 2018 bantuan hukum yang disediakan oleh pemerintah pusat di daerah Anda sudah berjalan efektif?

5,89

Q19 Apakah di provinsi Anda sudah memiliki Peraturan Daerah khusus mengenai bantuan hukum?

5,56

Q20

Jika sudah ada, Apakah Anda setuju/tidak setuju dengan pernyataan bahwa bantuan hukum yang disediakan oleh provinsi Anda sepanjang tahun 2018 sudah berjalan efektif?

5,18

\

Skor Surve

y

Skor Rata2 Surve

y

Skor Dokum

en

Skor Indikat

or

Skor Prinsi

p 2018

Indeks

Prinsip

2018

PRINSIP HAK ASASI MANUSIA 4,72 1,18

I. Perlindungan Hak Atas Hidup 4,74

1.

Apakah menurut Anda peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang menjamin terpenuhinya hak atas hidup, yang berlaku pada tahun 2018, sudah/belum memadai?

5,78 6,59 2,9

2.

2. Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, terdapat peraturan perundang- undangan yang materinya membatasi penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak atas hidup?

5,78

3. Bagaimana menurut Anda penerapan hukuman mati oleh pengadilan di Indonesia sepanjang tahun 2018? 6,74

4. Dari segi selektifitasnya, menurut Anda, bagaimana pemberian grasi oleh Presiden terhadap terpidana mati sepanjang tahun 2018?

6,39

5.

Menurut Anda, seberapa sering/jarang aparat penegak hukum, keamanan dan/atau militer di tingkat nasional menggunakan kekuatan berlebihan (excessive use of force) yang menyebabkan kematian sepanjang tahun 2018?

5,83

6

Menurut Anda, seberapa sering/jarang aparat penegak hukum, keamanan dan/atau militer di propinsi Anda menggunakan kekuatan berlebihan (excessive use of force) yang menyebabkan kematian sepanjang tahun 2018?

7,09

7a

Menurut Anda, seberapa sering/jarang Kepolisian menggunakan kekuatan berlebihan yang menyebabkan kematian di Propinsi Anda di sepanjang tahun 2018?

6,40

7b

Menurut Anda, seberapa sering/jarang Militer menggunakan kekuatan berlebihan yang menyebabkan kematian di Propinsi Anda di sepanjang tahun 2018?

7,94

7c

Menurut Anda, seberapa sering/jarang Polisi Pamong Praja menggunakan kekuatan berlebihan yang menyebabkan kematian di Propinsi Anda di sepanjang tahun 2018?

8,35

7d

Menurut Anda, seberapa sering/jarang Institusi Jasa Keamanan Swasta menggunakan kekuatan berlebihan yang menyebabkan kematian di Propinsi Anda di sepanjang tahun 2018?

8,35

8

Menurut Anda, bagaimana efektifitas dari mekanisme pemulihan hak bagi keluarga korban penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat penegak hukum, keamanan dan/atau militer yang

3,83

117

menyebabkan kematian terhadap seseorang di sepanjang tahun 2018?

II. Jaminan Atas Hak Untuk Bebas Dari Penyiksaan 4,88

9

Apakah menurut Anda, di sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin hak untuk bebas dari penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia sudah/belum memadai?

5,50 5,48 4,28

10a

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di Propinsi Anda, sering terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di Tempat Penahanan kepolisian, di sepanjang tahun 2018?

4,06

10b

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di Propinsi Anda, sering terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di Tempat Penahanan Militer, di sepanjang tahun 2018?

6,51

10c

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di Propinsi Anda, sering terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di Rumah Tahanan Negara, di sepanjang tahun 2018?

5,33

10d

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di Propinsi Anda, sering terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di Lembaga Pemasyarakatan, di sepanjang tahun 2018?

5,39

10e

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di Propinsi Anda, sering terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di Rumah Detensi Imigrasi, di sepanjang tahun 2018?

7,56

10f

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di Propinsi Anda, sering terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di Asrama-asrama Pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PTKIS), di sepanjang tahun 2018?

6,94

11

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah Propinsi Anda telah melakukan upaya yang memadai untuk mencegah terjadinya praktik-praktik penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia di sepanjang tahun 2018?

4,89

12

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa ketika terjadi praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia terhadap seseorang di sepanjang tahun 2018, Pemerintah, melalui aparat-aparat penegak hukumnya, baik di wilayah sipil dan militer, telah melakukan proses hukum yang efektif terhadap para pelakunya?

4,33

13

Menurut Anda, bagaimana efektifitas dari mekanisme pemulihan bagi korban praktik-praktik penyiksaan, penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia yang terjadi sepanjang tahun 2018?

4,29

III. Jaminan Perlindungan atas Hak untuk tidak Diperbudak 4,66

118

14.

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin hak setiap warga negaranya untuk tidak dipekerjakan secara paksa di luar kehendaknya sendiri, sudah/belum memadai?

5,67 5,03 4,3

15a

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Kerja paksa di luar kehendak pekerja yang bersangkutan masih sering terjadi di Propinsi Anda?

5,31

15b

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemaksaan dan eksploitasi kerja atas diri seseorang untuk pelunasan hutang-piutang masih sering terjadi di Propinsi Anda?

5,76

15c

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemaksaan atas diri seseorang untuk bekerja sebagai pekerja seks masih sering terjadi di Propinsi Anda?

5,28

15d

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemaksaan dan eksploitasi kerja terhadap anak-anak di bawah usia 18 tahun masih sering terjadi di Propinsi Anda?

4,22

16a

Sepengetahuan Anda, sepanjang tahun 2018, apakah sektor Pertanian/Perkebunan/Perikanan/ Pertambakan memiliki tingkat praktik perbudakan yang tinggi/rendah, khususnya terhadap anak di bawah umur, di Propinsi Anda?

6,50

16b

Sepengetahuan Anda, sepanjang tahun 2018, apakah sektor Industri jasa seks memiliki tingkat praktik perbudakan yang tinggi/rendah, khususnya terhadap anak di bawah umur, di Propinsi Anda?

5,06

16c

Sepengetahuan Anda, sepanjang tahun 2018, apakah sektor Mengamen/mengemis/mengasong barang dagangan, serta pekerjaan-pekerjaan jalanan lainnya memiliki tingkat praktik perbudakan yang tinggi/rendah, khususnya terhadap anak di bawah umur, di Propinsi Anda?

4,11

16d

Sepengetahuan Anda, sepanjang tahun 2018, apakah sektor Pemberian jasa domestik (pekerjaan rumah tangga) memiliki tingkat praktik perbudakan yang tinggi/rendah, khususnya terhadap anak di bawah umur, di Propinsi Anda?

5,29

17. Menurut Anda, bagaimakah efektifitas dari mekanisme pemulihan terhadap para korban praktik perbudakan di Indonesia sepanjang tahun 2018?

4,28

18a

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemerintahan Propinsi Anda telah melakukan upaya-upaya yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik perbudakan, khususnya bagi anak, di dalam bidang Pertanian/Perkebunan/ Perikanan/Pertambakan?

4,97

18b

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemerintahan Propinsi Anda telah melakukan upaya-upaya yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik perbudakan, khususnya bagi anak, di dalam bidang Industri jasa seks?

5,09

18c

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemerintahan Propinsi Anda telah melakukan upaya-upaya yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik perbudakan, khususnya bagi anak, di dalam bidang Mengamen/mengemis/ mengasong barang dagangan, serta pekerjaan-pekerjaan jalanan lainnya?

4,39

18d

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa sepanjang tahun 2018, Pemerintahan Propinsi Anda telah melakukan upaya-upaya yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik perbudakan,

4,56

119

khususnya bagi anak, di dalam bidang Pemberian jasa domestik (pekerjaan rumah tangga)?

19.

Apakah Anda sangat setuju/tidak setuju bahwa di sepanjang tahun 2018, Pemerintah, dalam hal ini aparat penegak hukum, telah menyelenggarakan proses hukum yang efektif terhadap praktik-praktik perbudakan?

4,89

IV. Jaminan Perlindungan Atas Hak Untuk Tidak Dihukum Atas Tindakan yang Bukan Tindak Pidana 4,06

25

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin hak untuk tidak dihukum atas tindakan yang tidak diatur sebagai kejahatan oleh hukum nasional/internasional, sudah/belum memadai?

5,50 5,62 2,5

26

Apakah di Propinsi Anda sering/jarang terjadi praktik pemidanaan atas suatu tindakan yang tidak diatur sebagai tindak pidana atau kejahatan oleh hukum nasional/internasional di sepanjang tahun 2018?

6,56

27

Menurut Anda, bagaimanakah efektifitas dari mekanisme pemulihan korban praktik-praktik penghukuman atas suatu tindakan yang tidak diatur sebagai kejahatan oleh hukum nasional/internasional, yang terjadi sepanjang tahun 2018?

4,80

V. Jaminan Kebebasan Berpikir, Beragama dan Berkeyakinan 4,97

28a

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin kebebasan berpikir sudah/belum memadai?

5,09 5,30 4,63

28b

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin kebebasan beragama/berkeyakinan sudah/belum memadai?

5,61

29a

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di Propinsi Anda masih membatasi/tidak membatasi kebebasan berpikir?

6,00

29b

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di Propinsi Anda masih membatasi/tidak membatasi kebebasan beragama/berkeyakinan?

6,51

30

Apakah di Propinsi Anda masih sering/jarang terjadi praktik pelanggaran dan kekerasan untuk membatasi kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan sepanjang tahun 2018?

6,17

31a

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Aparat penegak hukum adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran berpikir yang berbeda/minoritas?

5,26

31b

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Polisi Pamong Praja adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran berpikir yang berbeda/minoritas?

6,34

31c

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Kelompok masyarakat tertentu (ormas) adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran berpikir yang berbeda/minoritas?

3,78

31d

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Aparat pemerintah lainnya adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran berpikir yang berbeda/minoritas?

5,47

120

32a

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Aparat penegak hukum adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran agama/keyakinan yang berbeda/minoritas?

5,56

32b

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Polisi Pamong Praja adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran agama/keyakinan yang berbeda/minoritas?

6,44

32c

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Kelompok masyarakat tertentu (ormas) adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran agama/keyakinan yang berbeda/minoritas?

4,00

32d

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, Aparat pemerintah lainnya adalah pelaku utama pelanggaran dan kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran agama/keyakinan yang berbeda/minoritas?

5,67

33

Apakah Anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, pemerintah, dalam hal ini aparat penegak hukum, telah secara maksimal mengusut, mengadili dan menghukum para pelaku pelanggaran dan/atau kekerasan terhadap kelompok yang memiliki aliran berpikir, beragama atau berkeyakinan yang berbeda/minoritas?

4,50

34a

Menurut Anda, bagaimanakah efektifitas dari mekanisme pemulihan terhadap korban kekerasan kebebasan berpikir di sepanjang tahun 2018?

4,11

34b

Menurut Anda, bagaimanakah efektifitas dari mekanisme pemulihan terhadap korban kekerasan kebebasan beragama/berkeyakinan di sepanjang tahun 2018?

4,29

VI

Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kelompok Rentan (Perempuan, Anak, Penyandang Disabilitas, Lanjut Usia, Masyarakat Hukum Adat, Kelompok Rentan Lainnya)

5,03

35a

Apakah menurut Anda, Sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok perempuan belum/sudah memadai?

6,89 5,39 4,66

35b

Apakah menurut Anda, Sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok anak belum/sudah memadai?

7,22

35c

Apakah menurut Anda, Sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok penyandang disabilitas belum/sudah memadai?

6,28

35d

Apakah menurut Anda, Sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok lanjut usia belum/sudah memadai?

6,11

35e

Apakah menurut Anda, Sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok masyarakat hukum adat belum/sudah memadai?

5,82

35f

Apakah menurut Anda, Sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok rentan lainnya belum/sudah memadai?

6,00

121

36a

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di propinsi Anda sudah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok perempuan?

5,89

36b

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di propinsi Anda sudah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok Anak?

6,39

36c

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di propinsi Anda sudah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok Penyandang Disabilitas?

5,31

36d

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di propinsi Anda sudah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok Lanjut Usia?

5,20

36e

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di propinsi Anda sudah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok masyarakat hukum adat?

4,76

36f

Apakah menurut Anda, sepanjang tahun 2018, peraturan perundang-undangan dan kebijakan di propinsi Anda sudah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak kelompok Rentan lainnya?

5,12

37 Apakah di propinsi Anda masih sering/jarang terjadi praktik pelanggaran terhadap hak-hak kelompok rentan sepanjang tahun 2018?

4,67

38

Apakah anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, pemerintah, dalam hal ini aparat penegak hukum, telah secara maksimal mengusut, mengadili dan menghukum para pelaku pelanggaran terhadap hak-hak kelompok rentan?

4,83

39

Apakah anda setuju/tidak setuju bahwa, sepanjang tahun 2018, pemerintah propinsi anda, telah secara maksimal menyediakan akses guna memenuhi hak-hak kelompok rentan?

4,61

40a

Menurut anda, bagaimanakah efektivitas dari mekanisme pemulihan hak-hak kelompok perempuan yang mengalami pelanggaran, sepanjang tahun 2018?

5,00

40b

Menurut anda, bagaimanakah efektivitas dari mekanisme pemulihan hak-hak kelompok anak yang mengalami pelanggaran, sepanjang tahun 2018?

5,39

40c

Menurut anda, bagaimanakah efektivitas dari mekanisme pemulihan hak-hak kelompok penyandang disabilitas yang mengalami pelanggaran, sepanjang tahun 2018?

4,50

40d

Menurut anda, bagaimanakah efektivitas dari mekanisme pemulihan hak-hak kelompok lanjut usia yang mengalami pelanggaran, sepanjang tahun 2018?

4,40

40e

Menurut anda, bagaimanakah efektivitas dari mekanisme pemulihan hak-hak kelompok Masyarakat Hukum Adat yang mengalami pelanggaran, sepanjang tahun 2018?

4,35

40f

Menurut anda, bagaimanakah efektivitas dari mekanisme pemulihan hak-hak kelompok kelompok rentan lainnya yang mengalami pelanggaran, sepanjang tahun 2018?

4,51

122

DAFTAR ENUMERATOR

Dibawah ini adalah nama-nama enumerator yang berasal dari 18 Provinsi di Indonesia yang dijadikan wilayah survei dan pencarian data/dokumen untuk program Indeks Negara Hukum Indonesia tahun 2018:

NO. PROVINSI ENUMERATOR

1 Sumatera Utara Linda

2 Sumatera Barat Roshanty

3 Sumatera Selatan Meirlan Dwiyansah

4 Lampung Yoso Muliawan

5 Jawa Barat Rangga Rizki Pradana

6 Jawa Timur Abdul Wachid Habibullah

7 Jawa Tengah R. Widi Nugroho

8 DKI Jakarta Kurnia Intan

9 Sulawesi Selatan Anshor Muhammad

10 Sulawesi Tengah Ismeti

11 Sulawesi Tenggara Irfan Ido

12 NTB Dwie Arie Santo

13 NTT M. Luther Johannes Paul SinlaEloE

14 Maluku Hilda Rolobessy

15 Kalimantan Timur Okky Syaifudin Adam

16 Kalimantan Barat Sri Haryanti

17 Kalimantan Selatan Ahmad Fikri Hadin

18 Jayapura Yuliana Langowuyo

PROFIL PENELITI

123

Andri Gunawan Andri menjadi peneliti di ILR sejak September 2012. Menyelesaikan program sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2003) dan pasca-sarjana Administrasi Kebijakan Publik di universitas yang sama (2017). Pernah menjadi peneliti di Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (2002-2010) dan masih tergabung dalam Tim Pembaruan Kejaksaan sejak Oktober 2006. Saat ini juga menjadi Tenaga Ahli untuk anggota DPR RI di Komisi III. Erwin Natosmal Oemar Menyelesaikan sarjana hukum dari Universitas Gadjah Mada (2011). Mantan Ketua Senat Mahasiswa UGM (2007) ini memulai karir sebagai asisten pembela umum di LBH Yogyakarta (2008-2009), peneliti lepas di beberapa lembaga riset, dan editor di Genta Publishing, Yogyakarta (2010-2012). Pada tahun 2012, ia bergabung sebagai peneliti di Indonesian Legal Roundtable. Selain dikenal sebagai peneliti, ia juga seorang advokat. Saat ini dipercaya sebagai salah seorang koordinator nasional perkumpulan advokat publik di Public Interest Lawyer Network (PilNet) Indonesia (2014-2017). Pada tahun 2016, ia diangkat sebagai Ketua Bidang Hubungan Masyarakat DPP Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Pada semester pertama 2017, ia diundang sebagai dosen tamu dalam mata kuliah filsafat hukum di Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Tahun 2016, ia memperoleh fellowship dalam program Media Law & Policy The Hongkong University (HKU). Pada tahun 2017, ia mendapatkan penghargaan Young Policy Leaders Fellowship dari European University Institute (EUI), Florence; dan akan bekerja sebagai research fellow di School of Transnational Governance dalam masa studi 2017/2018. Kurnia Intan Menyelesaikan sarjana hukum dari Universitas Andalas, Padang pada tahun 2018. Bergabung dengan ILR sejak Mei Tahun 2019. Selama menjadi mahasiswa aktif di organisasi kemahasiswaan seperti Perhimpunan Mahasiswa Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas (PMTN) dan HIPMI PT UNAND. Muhammad Indra Lesmana Bergabung di ILR sebagai peneliti hukum sejak awal 2016. Selama di ILR telah mengikuti berbagai program riset, yaitu Indeks Negara Hukum Indonesia di 4 tahun terakhir, Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Penanganan Laporan Pengaduan atas Dugaan Pelanggaran KEPPH oleh Komisi Yudisial di tahun 2016, dan Penyusunan Instruksi Presiden tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi untuk tahun 2018. Menyelesaikan sarjana hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta tahun 2015. Selama menjadi mahasiswa aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Kelompok Studi Penelitian (KSP) “Principium” dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). M. Rizki Yudha Bergabung dengan ILR sejak Desember tahun 2017. Mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2015 dan sedang menempuh studi pasca-sarjana di bidang hukum Universitas Indonesia konsentrasi Hak Asasi Manusia dan Good Governance. Selama berkuliah aktif berorganisasi di Asian Law Students’ Association (ALSA) sebagai Koordinator Bidang Edukasi, Kompetisi dan Pengembangan Bahasa Inggris. Selain itu aktif dalam beberapa kegiatan akademis seperti International Humanitarian Law Moot Court Competition dan Philip Jessup Moot Court Competition.

124

Sebelum menjadi peneliti ILR aktif di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sebagai Asisten Pengacara Publik pada tahun 2016 hingga 2017.

Yanose Syahni Menyelesaikan sarjana hukum pada Universitas Andalas tahun 2016. Bergabung dengan indonesian legal roundtable (ILR) pada Januari 2018. Selama kuliah berkegiatan pada lembaga advokasi mahasiswa dan kemasyarakatan (LAM&PK) FH Univeristas Andalas

125

PROFIL INDONESIAN LEGAL ROUNDTABLE

A. LATAR BELAKANG Dunia hukum dan peradilan Indonesia saat ini dipenuhi kontroversi demi kontroversi. Apabila dirangkum dalam suatu kesimpulan umum, berbagai kontroversi tersebut dapat dilihat mulai dari materi peraturan perundang-undangan yang tidak jelas nilai dan ideologi yang dianutnya serta multi makna dalam penafsirannya, sampai dengan kinerja lembaga peradilan yang sering kali melukai rasa keadilan masyarakat. Sehingga tidak mengherankan apabila banyak pihak yang mengatakan bahwa tujuan hukum untuk memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan akhirnya hanya berlaku di atas kertas saja.

Beberapa contoh dari kebobrokan dunia hukum dan peradilan juga dapat dilihat dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat, di mana diperoleh data bahwa aktor-aktor yang terlibat pun sudah demikian luas, yaitu dimulai dari seluruh aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, sipir penjara dan advokat), pegawai administrasi dengan pangkat tertinggi sampai dengan pangkat terendah di lembaga penegakan hukum, politisi pembuat peraturan perundang-undangan sampai dengan kalangan intelektual yang menjadi saksi ahli.

Fakta yang secara selintas disebutkan di atas menyebabkan berbagai laporan lembaga di dalam maupun luar negeri yang menyebutkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia menjadi cukup valid dan tidak dapat disanggah sama sekali. Bahkan Daniel Kauffmann, dalam laporannya yang secara khusus menyoroti praktek korupsi di lembaga peradilan, menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang berada pada posisi yang cukup memprihatinkan berkaitan dengan kinerja aparat pada lembaga penegakan hukumnya.

Bentuk-bentuk korupsi di lembaga peradilan sendiri menurut deklarasi International Bar Association

(IBA), secara umum adalah tindakan-tindakan yang menyebabkan ketidakmandirian lembaga peradilan dan institusi hukum (polisi, jaksa, hakim dan advokat). Sedangkan secara khusus dapat dilakukan dalam bentuk mencari atau menerima berbagai macam keuntungan atau janji berdasarkan penyalahgunaan kekuasaan kehakiman atau perbuatan lainnya, seperti: suap, pemalsuan, penghilangan data atau berkas pengadilan, perubahan dengan sengaja berkas pengadilan, memperlambat proses pengadilan, pemanfaatan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi, pertimbangan yang keliru, sikap tunduk kepada campur tangan luar/dalam pada saat memutus perkara karena adanya tekanan, ancaman, nepotisme, conflict of interest, favoritisme, kompromi dengan advokat serta tunduk kepada kemauan pemerintah dan partai politik. Praktek-praktek judicial coruption ini secara kolektif dikenal dengan sebutan mafia peradilan.

Sebagai suatu sistem, kinerja aparat penegak hukum sekarang ini memang berada pada titik nadir yang cukup mengkhawatirkan. Berbagai keluhan baik dari masyarakat dan para pencari keadilan seolah-olah sudah tidak dapat lagi menjadi media kontrol bagi para penegak hukum tersebut untuk kemudian melakukan berbagai perbaikan yang signifikan bagi terciptanya suatu kinerja yang ideal dan sesuai dengan harapan masyarakat. Sayangnya lagi pemerintahan yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat tidak memiliki sense of crisis terhadap persoalan hukum. Yang terjadi malah political interest lebih menonjol ketimbang komitmen dan political will yang sungguh-sungguh untuk memperkuat law enforcement dan rule of law. Tak jarang dari banyak fakta atau kasus, justru political interest ini yang menjadi penghambat jalannya penegakan hukum.

Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah dipaparkan di atas, yang sebenarnya masih sangat singkat dan sederhana apabila dibandingkan dengan fakta yang terjadi secara terus-menerus dan sistemik di lapangan, kami berpikir perlu ada suatu lembaga yang secara menyeluruh dan sistemik melakukan berbagai kajian atas berbagai masalah hukum tersebut dan menawarkan solusi pemecahannya. Sehingga

126

diharapkan pada akhirnya secara bertahap semua permasalahan yang seperti benang kusut tersebut sedikit demi sedikit dapat terurai dan hukum yang bertujuan untuk memberikan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan akhirnya berlaku juga di lapangan.

Kondisi demikian bukanlah sesuatu yang datang dalam sekejap, tetapi telah berlangsung sekian lama, sistematis, dan seperti tak berkesudahan. Hampir satu dasawarsa seiring dengan euforia reformasi, namun perubahan hukum belum membuahkan hasil yang memuaskan dan berpengaruh secara signifikan. Melengkapi upaya yang telah dilakukan sejumlah kalangan, kami hadir untuk mendorong dan memperkuat proses perubahan hukum yang telah berjalan. Selain mencoba memberikan sesuatu yang lebih bermakna bagi sebuah pencapaian rule of law dan keadilan yang lebih luas. B. NAMA LEMBAGA Indonesian Legal Roundtable (ILR), dengan badan hukum berbentuk Yayasan. C. SIFAT Indonesia Legal Roundtable adalah lembaga yang bersifat independen. D. VISI Tercapainya hukum yang demokratis, responsif dan berkeadilan serta menghargai hak asasi manusia. E. MISI

1) Merumuskan ide dan gagasan baru tentang hukum serta perubahan hukum yang diperlukan bagi penguatan demokrasi, hak asasi dan rule of law yang berkeadilan.

2) Mendorong dan memfasilitasi peran civil society untuk terlibat secara aktif dalam proses perubahan dan penegakan hukum.

3) Melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk membangun kesadaran dan awarness publik terhadap perubahan hukum.

F. PROGRAM KERJA

1) Annual Report tentang Rule of Law Index 2) Interim report (Policy Papers) tentang berbagai permasalahan hukum dan peradilan.

G. METODE KERJA

1) Survei 2) Riset 3) Roundtable Discussions

H. STRUKTUR ORGANISASI

Direktur Eksekutif : Firmansyah Arifin Deputi Direktur Internal : Erwin Natosmal Oemar Deputi Direktur Pengembangan Riset : Andri Gunawan Peneliti : Muhammad Indra Lesmana

Muh. Rizki Yudha Kurnia Intan Yanose Syahni

Staf Keuangan : Kiki Pranasari Siti Nurhayati

Staf Umum & Administrasi : Jafar Tasdik