naskah skripsi.pdf

Upload: mahendra-prihandana

Post on 02-Nov-2015

96 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • i

    EFEK PEMBERIAN KURKUMIN TERHADAP PENINGKATAN

    PEMBENTUKAN KOLAGEN PADA SOKET GIGI

    TIKUS WISTAR PASCA PENCABUTAN

    SKRIPSI

    Oleh

    Shelvina Ayu Damayanti

    NIM 091610101059

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    UNIVERSITAS JEMBER

    2013

  • i

    EFEK PEMBERIAN KURKUMIN TERHADAP PENINGKATAN

    PEMBENTUKAN KOLAGEN PADA SOKET GIGI

    TIKUS WISTAR PASCA PENCABUTAN

    SKRIPSI

    diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat

    untuk menyelesaikan Program Studi Kedokteran Gigi (S1)

    dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi

    Oleh

    Shelvina Ayu Damayanti

    NIM 091610101059

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    UNIVERSITAS JEMBER

    2013

  • ii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini saya persembahkan untuk :

    1. Allah SWT, atas ridho dan amanah-Nya sehingga mendapat kesempatan

    untuk belajar semua ilmu yang luar biasa ini. Semoga barokah atas semua

    yang saya kerjakan selama ini.

    2. Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa pencerahan sehingga saya

    dapat sampai pada saat ini.

    3. Kepada orang tuaku tercinta, Ayahanda Jarwanto dan Ibunda Sismiati atas

    semua doa yang selalu menyertai di setiap waktunya, serta telah mendidik

    saya menjadi manusia yang lebih bermanfaat.

    4. Guru-guruku tercinta, yang telah mendidik saya untuk menjadi manusia yang

    berilmu mulai dari taman kanak-kanak sampai di perguruan tinggi.

    5. Almamater Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember atas seluruh

    kesempatan menimba ilmu yang berharga ini.

  • iii

    MOTTO

    If A equals success, then the formula is: A=X+Y+Z. X is work. Y is play. Z is keep your mouth shut.

    (Albert Einstein)

    Aku tidak mengetahui kebenaran mutlak.

    Tetapi aku menyadari kebodohanku itu,

    dan disitulah terletak kehormatan dan pahalaku.

    (Khalil Gibran)

  • iv

    PERNYATAAN

    Saya yang bertandatangan di bawah ini:

    Nama : Shelvina Ayu Damayanti

    NIM : 091610101059

    menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul Efek

    Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen pada Soket Gigi

    Tikus Wistar Pasca Pencabutan adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali

    kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi

    manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan

    kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan

    dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika

    ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

    Jember,

    Yang menyatakan,

    Shelvina Ayu Damayanti

    NIM 091610101059

  • v

    SKRIPSI

    EFEK PEMBERIAN KURKUMIN TERHADAP PENINGKATAN

    PEMBENTUKAN KOLAGEN PADA SOKET GIGI

    TIKUS WISTAR PASCA PENCABUTAN

    Oleh:

    Shelvina Ayu Damayanti

    NIM 091610101059

    Pembimbing

    Dosen Pembimbing Utama : drg. Budi Yuwono, M. Kes

    Dosen Pembimbing Pendamping : drg. Dwi Merry Christmarini R, M.Kes

  • vi

    PENGESAHAN

    Skripsi berjudul Efek Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan

    Kolagen pada Soket Gigi Tikus Wistar Pasca Pencabutan, telah diuji dan disahkan

    pada:

    hari, tanggal : Selasa, 29 Januari 2013

    tempat : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

    Dosen Penguji Ketua Dosen Penguji Anggota

    Prof. drg. Mei Syafriadi, MD.Sc, Ph.D drg. Hengky Bowo A, MD.Sc

    NIP 196805291994031003 NIP 197905052005012003

    Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping

    drg. Budi Yuwono, M. Kes drg. Dwi Merry Ch Robin, M.Kes

    NIP 196709141999031002 NIP 197712232008122002

    Mengesahkan

    Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Jember,

    drg. Hj. Herniyati, M.Kes

    NIP 195909061985032001

  • vii

    RINGKASAN

    Efek Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen pada

    Soket Gigi Tikus Wistar Pasca Pencabutan; Shelvina Ayu Damayanti,

    091610101059; 2013: 42 halaman; Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

    Salah satu tindakan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi adalah

    pencabutan yaitu merupakan tindakan yang dapat menimbulkan luka di soket gigi.

    Respon dasar terhadap adanya kerusakan jaringan adalah peradangan yang kemudian

    dilanjutkan dengan proses penyembuhan untuk mengganti bagian yang mengalami

    kerusakan. Proses penyembuhan dimulai melalui migrasi dan proliferasi fibroblas dan

    sel endotel. Selanjutnya muncul jaringan yang mencirikan terjadinya penyembuhan,

    yang disebut jaringan granulasi yang secara histologis dapat dilihat proliferasi

    fibroblas dan kapiler baru yang halus dalam matrik ekstraseluler yang longgar.

    Fibroblas akan memulai mensintesa serabut kolagen (jaringan ikat), dan kemudian

    terjadi regenerasi jaringan epitel seiring berjalannya waktu.

    Beberapa tanaman herbal telah terbukti dapat mempercepat proses

    penyembuhan luka, salah satunya adalah rimpang kunyit. Kurkumin merupakan

    bagian terbesar pigmen kuning yang terdapat dalam rimpang kunyit. Sudah banyak

    penelitian dilakukan terhadap kurkumin yang ternyata mempunyai aktivitas biologis

    cukup luas. Pemberian kurkumin dapat mempercepat proliferasi sel dan sintesis

    kolagen pada luka. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui efek pemberian

    kurkumin terhadap kepadatan serabut kolagen pada soket gigi tikus Wistar pasca

    pencabutan.

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada tikus wistar

    menggunakan the post test only control group design yang dilaksanakan di

    Laboratorium Biomedik FKG Universitas Jember. Sampel yang digunakan sebanyak

    20 ekor tikus dibagi dalam dua kelompok yaitu kontrol (K) dan perlakuan (P). Pada

  • viii

    hari pertama, dilakukan pencabutan gigi molar satu bawah kiri tikus. Selanjutnya

    pemberian 0,5 ml larutan saline (placebo) untuk kelompok K dan kurkumin 9

    mg/0,5ml saline untuk kelompok P, satu kali sehari secara intra gastrik menggunakan

    sonde lambung. Setelah 7 dan 14 hari pasca pencabutan masing-masing kelompok

    dikorbankan sebanyak 5 ekor tikus. Selanjutnya pembuatan preparat jaringan soket

    gigi tikus, kemudian ditentukan ada tidaknya peningkatan pembentukan serabut

    kolagen serta nilai peningkatan pembentukan serabut kolagen dengan cara

    membandingkan gambaran serabut kolagen antara kelompok kontrol dan kelompok

    perlakuan.

    Hasil penelitian ini menunjukan pemberian kurkumin secara intraoral pasca

    pencabutan gigi tikus dapat meningkatkan pembentukan jaringan granulasi yang

    diikuti dengan meningkatnya proliferasi fibroblas dan deposisi serabut kolagen baik

    pada hari ke-7 maupun ke-14 dibandingkan kelompok tanpa pemberian kurkumin,

    Akan tetapi, pemberian kurkumin selama 14 hari pasca pencabutan gigi tidak

    menunjukan adanya peningkatan pembentukan serabut kolagen dibandingkan

    pemberian kurkumin selama 7 hari pasca pencabutan.

    Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat

    peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar setelah pemberian

    kurkumin pasca pencabutan gigi tetapi tidak terdapat peningkatan pembentukan

    kolagen pada soket gigi tikus Wistar berdasarkan variasi lama waktu pemberian

    kurkumin pasca pencabutan

  • ix

    PRAKATA

    Puji Syukur diucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-

    Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi

    ini berjudul Efek Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen

    pada Soket Gigi Tikus Wistar Pasca Pencabutan. Skripsi ini disusun untuk

    memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas

    Kedokteran Gigi Universitas Jember.

    Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu,

    penulis menyampaikan terima kasih kepada:

    1. drg. Hj. Herniyati, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

    Jember atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama menempuh

    pendidikan kedokteran gigi di Universitas Jember;

    2. drg. Budi Yuwono, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Utama dan drg. Dwi

    Merry Christmarini Robin, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang

    telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan perhatiannya dalam penulisan tugas

    akhir ini;

    3. Prof. drg. Mei Syafriadi, MD.Sc, PhD sebagai Dosen Penguji Ketua dan drg.

    Hengky Bowo A, MD.Sc, sebagai Dosen Penguji Pendamping yang banyak

    memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dan menyempurnakan

    penulisan skripsi ini.

    4. Ayahanda Jarwanto dan Ibunda Sismiati tercinta atas dukungan moril, materi,

    doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus;

    5. Kakakku Vinda Ayu Prastica serta adikku Verina Ayu Anggara yang selalu

    menghibur dan memberiku motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini;

    6. Masku M.Widiatmocho, atas motivasi, semangat, bantuan dan dukungannya

    dalam penyelesaian skripsi ini;

  • x

    7. Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang telah berjuang bersama-sama demi

    sebuah gelar Sarjana Kedokteran Gigi terutama Ema, Kiki, Rischa, Sintha, Ina,

    Yunda, Eva, Ines, dan Sandya

    8. Anak-anak Kos (K-25 Mastrip dan BB II/22) yang selalu menceriakan hari-hariku

    disaat suntuk dalam mengerjakan skripsi ini;

    9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

    Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua

    pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat.

    Jember, 29 Januari 2013 Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii

    HALAMAN MOTTO .................................................................................... iii

    HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv

    HALAMAN PEMBIMBINGAN ................................................................... v

    HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. ...... vi

    RINGKASAN ................................................................................................. vii

    PRAKATA ...................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ ...... xv

    BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3

    1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3

    1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 3

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4

    2.1 Pencabutan Gigi .............................................................................. 4

    2.2 Reaksi Radang ................................................................................ 4

    2.3 Penyembuhan Luka ........................................................................ 6

    2.3.1 Penyembuhan Luka pada Jaringan Lunak ................................ 6

    2.3.2 Penyembuhan Luka pada Jaringan Keras ................................. 9

    2.4 Kolagen ............................................................................................ 12

    2.4.1 Pengertian Kolagen ................................................................... 12

    2.4.2 Struktur dan Macam Kolagen ................................................... 12

  • xii

    2.4.3 Kolagen dalam Penyembuhan Luka ......................................... 14

    2.5 Kurkumin ........................................................................................ 16

    2.5.1 Deskripi Kurkumin ................................................................... 16

    2.5.2 Manfaat Kurkumin .................................................................... 16

    2.5.3 Kurkumin terhadap Proses Penyembuhan Luka ....................... 17

    2.5.4 Kurkumin terhadap Serabut Kolagen ........................................ 17

    2.6 Kerangka Konseptual Penelitian .................................................. 18

    2.5 Hipotesis .......................................................................................... 19

    BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 20

    3.1 Jenis Penelitian................................................................................ 20

    3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 20

    3.2.1 Tempat Penelitian ..................................................................... 20

    3.2.1 Waktu Penelitian ....................................................................... 20

    3.3 Variabel penelitian ......................................................................... 20

    3.3.1 Variabel Bebas .......................................................................... 20

    3.3.2 Variabel Terikat ........................................................................ 20

    3.3.3 Variabel Terkendali .................................................................. 21

    3.4 Definisi Operasional Penelitian ..................................................... 21

    3.5 Sampel Penelitian ........................................................................... 21

    3.5.1 Sampel Penelitian...................................................................... 21

    3.5.2 Besar Sampel ............................................................................ 22

    3.5.3 Kriteria Sampel ......................................................................... 22

    3.6 Konversi Penghitungan Dosis ........................................................ 22

    3.7 Alat dan Bahan ............................................................................... 23

    3.7.1 Alat ............................................................................................ 23

    3.7.2 Bahan ........................................................................................ 24

    3.8 Prosedur Kerja................................................................................ 25

    3.8.1 Persiapan Hewan Coba ............................................................. 25

    3.8.2 Persiapan Kurkumin.................................................................. 25

  • xiii

    3.8.3 Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Coba ........................... 25

    3.8.4 Tahap Pencabutan Gigi Tikus ................................................... 26

    3.8.5 Tahap Pembuatan Preparat jaringan ......................................... 26

    3.8.6 Tahap Pengecatan Trichrome Mallory ...................................... 29

    3.8.7 Penghitungan Peningkatan Pembentukan Serabut Kolagen ..... 29

    3.9 Alur Penelitian ................................................................................ 31

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 32

    4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 32

    4.2 Pembahasan .................................................................................... 35

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 38

    5.1 Kesimpulan.. .................................................................................... 38

    5.2 Saran ................................................................................................ 38

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39

    LAMPIRAN .................................................................................................... 43

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    2.1 Peran TGF terhadap proses penyembuhan luka ...................................... 8

    2.2 Kolagen dengan pewarnaan Trichrome Mallory........................................ 13

    2.3 Kolagen dalam penyembuhan luka ............................................................ 15

    2.4 Struktur kimia kurkuminoid ....................................................................... 16

    3.1 Serabut kolagen berdasarkan kriteria ......................................................... 30

    4.1 Kepadatan Serabut kolagen (perbesaran 400x) .......................................... 33

    A.1 Kelompok kontrol hari ke-7 ................................................................. 33

    A.2 Kelompok perlakuan hari ke-7 ............................................................. 33

    A.3 Kelompok kontrol hari ke-14 ............................................................... 33

    A.4 Kelompok perlakuan hari ke-14 ........................................................... 33

    4.2 Kepadatan Serabut kolagen (perbesaran 400x) .......................................... 34

    B.1 Kelompok kontrol hari ke-7 ................................................................. 34

    B.2 Kelompok perlakuan hari ke-7 ............................................................. 34

    B.3 Kelompok kontrol hari ke-14 ............................................................... 34

    B.4 Kelompok perlakuan hari ke-14 ........................................................... 34

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    A. Penghitungan Besar Sampel ....................................................................... 43

    B. Nilai Peningkatan Pembentukan Serabut Kolagen ..................................... 44

    C. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian .................................... 45

  • 1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Salah satu tindakan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi adalah

    pencabutan yaitu merupakan tindakan yang dapat menimbulkan luka di soket gigi.

    (Howe,1995:1). Respon dasar terhadap adanya kerusakan atau kehilangan jaringan

    adalah dengan mengganti bagian yang hilang atau mengalami kerusakan yang disebut

    peradangan, yaitu suatu proses yang melibatkan rangkaian aktifitas enzim, pelepasan

    mediator, ekstravasasi cairan, dan perbaikan jaringan (Vane dan Botting dalam

    Orbaniyah et al, 2003). Respon tersebut selanjutnya diteruskan ke proses

    penyembuhan luka.

    Penyembuhan luka merupakan suatu proses perbaikan jaringan yaitu

    penggantian sel mati oleh sel hidup atau jaringan fibrosa (Lawler et al, 1992:15).

    Proses penyembuhan luka didahului dengan respon radang, kemudian pemulihan

    jaringan yang dimulai melalui migrasi dan proliferasi fibroblas dan sel endotel.

    Selanjutnya muncul jaringan yang mencirikan terjadinya penyembuhan, yang disebut

    jaringan granulasi yang secara histologis dapat dilihat proliferasi fibroblas dan kapiler

    baru yang halus dalam matriks ekstraseluler yang longgar (Robbin et al., 2007:76).

    Fibroblas akan memulai mensintesis serabut kolagen (jaringan ikat), dan kemudian

    terjadi regenerasi jaringan epitel sesuai perjalanan waktu (Mulawarmanti, 2005).

    Serabut kolagen adalah serabut yang paling banyak dijumpai dalam jaringan

    penyambung. Serabut kolagen dapat ditemukan pada jaringan ikat yang berkembang

    atau dalam pemulihan. Menurut Randolph et al. (dalam Mawardi 2002), keberadaan

    serabut kolagen ini diperlukan pada keadaan-keadaan penyembuhan luka,

    pembentukan jaringan parut, dan pembentukan matriks tulang. Peranan serabut

    kolagen berhubungan dengan memberikan kemampuan pada jaringan melakukan

    perbaikan serta pembentukan jaringan baru pada proses penyembuhan.

  • 2

    Beberapa tanaman telah terbukti dapat mempercepat proses penyembuhan

    luka, antara lain propolis, mahkota dewa, binahong, dan tanaman rimpang-

    rimpangan. Kurkumin merupakan pigmen kuning yang terdapat dalam tanaman

    rimpang-rimpangan. Kandungan kurkumin terbesar dapat diperoleh dari rimpang

    kunyit dan temulawak. Sudah banyak penelitian dilakukan terhadap kurkumin yang

    ternyata mempunyai aktivitas biologis cukup luas. Kandungan kurkumin inilah yang

    menyebabkan tanaman rimpang seperti kunyit maupun temulawak digunakan sebagai

    obat-obatan (Rukmana, 2001:16).

    Penelitian Sidhu et al. (1998) menunjukkan pemberian kurkumin dapat

    mempercepat proses penyembuhan luka pada hewan. Penutupan luka pada hewan

    yang diberi kurkumin lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol atau tidak

    diberi kurkumin. Biopsi luka menunjukkan peningkatan migrasi makrofag, migrasi

    dan proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen di jaringan yang mengalami luka. Luka

    kulit yang dirawat dengan kurkumin juga menunjukkan peningkatan

    reepithelialization, kontraksi luka dan kekuatan tarik pada luka (Suguna et al., 2006).

    Kurkumin juga merupakan antioksidan yang dapat melindungi sel-sel dari efek

    berbahaya radikal bebas. Hal yang paling menarik dari kurkumin adalah kurangnya

    efek samping pada organ pencernaan (Kohli et al., 2004).

    Pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan, pembentukan kolagen

    sangat penting untuk mendukung kekuatan jaringan pada tempat terjadinya luka.

    Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh

    pemberian kurkumin terhadap pembentukan serabut kolagen pada soket gigi tikus

    Wistar pasca pencabutan.

  • 3

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Apakah terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus

    Wistar setelah pemberian kurkumin pasca pencabutan?

    2. Apakah terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus

    Wistar pasca pencabutan berdasarkan variasi lama pemberian kurkumin?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada

    soket gigi tikus Wistar setelah pemberian kurkumin pasca pencabutan

    2. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada

    soket gigi tikus Wistar berdasarkan variasi lama pemberian kurkumin pasca

    pencabutan

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Peneliti dapat memahami manfaat pemberian kurkumin terhadap

    pembentukan serabut kolagen pada soket gigi tikus Wistar pasca pencabutan

    2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat penggunaan

    kurkumin pada masa penyembuhan luka pasca pencabutan gigi

    3. Mendukung pengembangan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan

    luka dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan sebagai bahan

    acuan untuk penelitian lebih lanjut

  • 4

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pencabutan Gigi

    Pencabutan gigi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan luka di soket

    gigi. Pencabutan yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit yang meminimalisir

    trauma sehingga proses penyembuhan bekas pencabutan berjalan sempurna

    (Howe,1995:1). Tindakan pencabutan gigi mempengaruhi besarnya trauma pada

    jaringan sehingga dapat menghambat proses penyembuhan jaringan (Ardhiyanto,

    2007).

    Pencabutan gigi pada dasarnya hanya terdapat dua metode yaitu pencabutan

    menggunakan tang atau elevator (bein) atau keduanya (forceps extraction) dan

    pembedahan (surgical method). Metode pertama, yaitu dengan menekan instrumen

    masuk ke dalam membran periodontal antara akar dan soket. Metode ini cukup

    memadai dan sering digunakan pada sebagian besar kasus pencabutan gigi atau akar

    gigi. Sedangkan metode kedua yaitu dengan pembelahan gigi atau akar gigi dari

    perlekatan tulangnya. Pemisahan ini dilakukan dengan cara membuang sebagian

    tulang yang melekat atau menutupi akar gigi, selanjutnya pengambilan gigi

    menggunakan tang atau elevator (Howe, 1995:2).

    2.2 Keradangan (Inflamasi)

    Keradangan adalah reaksi tubuh terhadap invasi agen infeksi, antigen lain atau

    kerusakan jaringan (Wahab,2002:3). Lawler et al. (1992:9) menambahkan respon ini

    merupakan mekanisme pertahanan alam paling penting dan sungguh-sungguh yang

    merupakan respon tubuh terhadap luka pada jaringan. Keradangan pada umumnya

    dibagi dalam dua fase yaitu radang akut dan radang kronis.

  • 5

    a. Radang akut

    Merupakan respon awal dari luka jaringan yang biasanya mendahului

    perkembangan respon imun. Radang ini terjadi dalam beberapa jam atau hari dan

    menunjukan awal usaha tubuh untuk menghancurkan agen penyebab

    (Katzung,1997:558). Menurut Lawler et al. (1992:10), tanda-tanda utama dari proses

    ini meliputi tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas setempat

    berlebihan) dan dolor (rasa sakit). Selain itu dapat juga terjadi functiolaesa

    (hilangnya fungsi).

    b. Radang kronis

    Merupakan usaha tubuh untuk melokalisasi agen penyebab dan memperbaiki

    kerusakan yang terjadi. Proses ini dapat berlangsung sampai berminggu-minggu,

    bulan atau bahkan bertahun-tahun. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

    terjadinya fibrosis yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan perubahan bentuk

    (deformitas) atau imobilisasi jaringan dan organ (Lawler et al., 1992:9-12).

    Patogenesis keradangan dimulai oleh adanya sel yang rusak, kemudian terjadi

    aktifitas enzim fosfolipase A2 yang bertanggung jawab pada pembentukan asam

    arakhidonat, yang merupakan prekusor dari beberapa mediator inflamasi. Asam

    arakhidonat yang terbentuk selanjutnya diubah menjadi senyawa mediator melalui

    dua jalur utama yaitu jalur lipooksigenase dan jalur siklooksigenase. Siklooksigenase

    merupakan enzim terikat membran yang telah ditemukan dalam retikulum

    endoplasmik dan membran inti. Hasil dari jalur siklooksigenase adalah suatu

    prostaglandin endoperoksida (PGG2) dan tromboksan, sedangkan LT (leukotrin) dan

    HPETE (asam hidroperoksieikosatetraenoat) dihasilkan melalui jalur lipooksigenase

    (Katzung, 1997:306).

    Prostaglandin adalah mediator kuat berbagai proses fisiologis. Prostaglandin

    merupakan kelompok asam-asam lemak hidroksi rantai panjang yang mampu

    mengendalikan inflamasi. Prostaglandin mempunyai banyak efek terhadap pembuluh

    darah, ujung saraf, dan juga sel yang terlibat dalam proses radang

    (Dorland,2002:1783). Menurut Katzung (1997:312-313), salah satu aktivitasnya

  • 6

    adalah memudahkan vasodilatasi dengan mengaktifkan adenilil siklase, sehingga

    memungkinkan molekul-molekul besar seperti antibodi, komplemen, dan sistem

    enzim plasma lain melewati endotel untuk mencapai lokasi peradangan (Wahab,

    2002:3).

    2.3 Penyembuhan Luka

    Penyembuhan adalah proses penggantian sel mati oleh sel hidup atau jaringan

    fibrosa, dan terjadi melalui regenerasi atau organisasi. Hasil akhir penyembuhan

    tergantung dari keseimbangan lokal diantara kedua faktor tersebut (Lawler et al.,

    1992:15). Penyembuhan luka pada jaringan merupakan kelanjutan dari reaksi

    keradangan dikarenakan kejadianya tidak dapat dipisahkan dari reaksi pembuluh

    darah yang mendahuluinya maupun reaksi seluler sebagai respon jaringan tubuh

    terhadap suatu trauma. Luka dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan keras.

    Pada proses penyembuhan jaringan tergantung pada berat luka, kedalaman luka,

    kesehatan umum secara menyeluruh dan status nutrisi dari individu

    (Mulawarmanti,2005).

    2.3.1 Penyembuhan Luka pada Jaringan Lunak

    Penyembuhan luka yang dimaksud merupakan proses perbaikan jaringan

    akibat adanya rangsangan pada mukosa atau jaringan lunak. Penyembuhan luka

    terjadi melalui pemulihan kembali jaringan ikat dan pembentukan fibrosis. Pada

    dasarnya proses penyembuhan luka pada jaringan lunak dapat dibagi menjadi tiga

    fase dasar, yaitu fase inflamasi, fase fibroplastik dan fase remodeling

    (Peterson,1998:58).

    a. Fase Inflamasi

    Fase ini dimulai dari pertama kalinya terjadi trauma atau perlukaan. Bekuan

    darah membangun kembali hemostasis dan menyediakan matriks ekstraseluler

    sementara untuk migrasi sel. Trombosit tidak hanya memfasilitasi proses pembekuan

  • 7

    tetapi juga mengeluarkan beberapa mediator penyembuhan luka seperti faktor

    pertumbuhan trombosit yang dapat menarik dan mengaktifkan makrofag. infiltrasi

    neutrofil membersihkan area luka dari partikel asing dan bakteri dan kemudian

    difagositosis oleh makrofag (Leibovich dalam Singer dan Clark, 1999). Makrofag

    merupakan unsur sel yang penting pada jaringan granulasi dan selain membersihkan

    debris ekstrasel dan fibrin pada tempat yang mengalami luka, makrofag juga berperan

    dalam menginduksi proliferasi fibroblas dan produksi matriks ekstraseluler (Robbins

    et al., 2007:77)

    b. Fase Fibroplastik

    Untaian benang fibrin yang berasal dari koagulasi darah yang saling-silang

    pada luka membentuk anyaman dimana fibroblas akan menyusun substansi dasar dan

    tropokolagen. Fibroblas berubah lokalis dan mulai memproduksi tropokolagen pada

    hari ke 3 atau ke 4 setelah perlukaan (Peterson, 1998:58). Fibroblas menyimpan

    tropokolagen yang nantinya digunakan untuk produksi kolagen. Keberadaan serabut

    kolagen yang cukup diperlukan dalam penyembuhan luka. Banyak faktor

    pertumbuhan yang mengatur proliferasi fibroblas juga berperan serta dalam sintesis

    kolagen. Pembentukan kolagen diinduksi oleh sejumlah molekul meliputi faktor

    pertumbuhan seperti Platelet Derived Growth factor (PDGF) maupun Transforming

    Growth Factor 1 (TGF -1) (Robbins et al., 2007:78).

    Proses produksi kolagen dimulai pada minggu pertama dan meningkat drastis

    pada minggu ke-2 sampai ke-3. Proses produksi ini banyak bergantung pada

    vaskularisasi di daerah luka. Terbentuknya serabut kolagen yang matang, akan

    menyebabkan kekuatan luka menahan regangan meningkat (Lawler et al., 1992).

    Secara klinis luka pada akhir tahap fibroplastik akan kaku karena jumlah kolagen

    yang berlebih, dan erythematosus karena tingkat vaskularisasi yang tinggi dan

    mampu menahan tekanan 70-80% kekuatan jaringan tanpa perlukaan atau jaringan

    normal (Peterson, 1998:59-60).

  • 8

    Gambar 2.1. Peran TGF terhadap proses penyembuhan luka

    (Sumber: Singer dan Clark, 2007)

    c. Fase Remodeling

    Tahap akhir penyembuhan luka adalah tahap remodeling atau wound

    maturation. Selama tahap ini sebagian besar serabut kolagen yag terbentuk akan

    dihancurkan dan diganti dengan serabut kolagen yang baru yang lebih baik dan cukup

    kuat terhadap tekanan yang mengenai luka yaitu 40-70% dari kekuatan jaringan

    normal. Proses ini dapat dicapai dalam waktu 4 minggu (Miller dan MacKay, 2003).

    Untuk efisiensi maka kelebihan kolagen akan dibuang sehingga menjadi jaringan

    parut. Setelah itu metabolisme jaringan akan berkurang sehingga terjadi penurunan

    vaskularisasi pada jaringan yang terluka. Selama proses penyembuhan, elastin pada

    jaringan normal tidak diganti sehingga jaringan yang mengalami perlukaan akan

    kehilangan fleksibilitasnya (Peterson,1998:60). Proses remodeling pada

    penyembuhan luka akan berlanjut sampai 2 tahun (Miller dan MacKay, 2003).

  • 9

    2.3.2 Penyembuhan Luka pada Jaringan Keras ( Luka Pasca Pencabutan Gigi)

    Soket yang terjadi karena pencabutan gigi dapat dianggap sebagai bentuk

    fraktur tulang (Lawler et al., 1992:17). Penyembuhan fraktur tulang adalah proses

    regenerasi sel-sel tulang setelah terjadi luka atau trauma yang dipengaruhi oleh

    beberapa faktor salah satunya suplai pembuluh darah dan mediator kimiawi yang

    dilepaskan oleh sel-sel tulang, jaringan ikat, dan sel-sel inflamasi pada daerah yang

    mengalami luka atau fraktur (Lukman,1997). Menurut Weinman dan Sicher, proses

    penyembuhan tulang dibagi menjadi 6 tahap yaitu:

    1. Penjendalan darah dari hematoma

    Pada waktu terjadi luka, pembuluh darah dari sumsum tulang, cortex,

    periosteum, otot-otot di sekitarnya dan jaringan lunak di dekatnya menjadi rusak atau

    robek, sehingga terjadi hematoma yang memenuhi ujung-ujung tulang yang patah dan

    meluas ke dalam sumsum tulang sampai kedalam jaringan lunak. Hematoma berisi

    fragmen-fragmen dari periosteum, otot, fascia, tulang dan sumsum tulang. Fase ini

    terjadi 6-8 jam sesudah trauma. Pada saat yang bersamaan tahap keradangan muncul

    yang ditandai migrasi sel-sel inflamasi meliputi sel leukosit PMN sebagai fagositosis

    bakteri yang dapat mengkontaminasi luka. Sel-sel nekrotik, jaringan, beserta serpihan

    tulang yang mati akan dihancurkan oleh neutrofil dan osteoklas (Peterson, 1998:63,

    Ardhiyanto,2007).

    2. Organisasi darah dari hematoma

    Terjadi pelepasan faktor pembekuan oleh trombosit sehingga terbentuklah

    benang-benang fibrin yang akan membentuk hematoma pada celah di antara fragmen-

    fragmen fraktur (Buckwalter dan Cruess dalam Lukman,1997). Tunas kapiler halus

    yang baru terbentuk melakukan penetrasi ke tengah jendalan darah membentuk

    neurovaskularisasi yang baru dalam waktu 24 48 jam. Proliferasi pembuluh darah

    ini merupakan ciri khas dari permulaan organisasi hematoma. Kapiler-kapiler di

    dalam sumsum tulang, kortex, dan periosteum akan menjadi ateri-arteri yang kecil

    untuk memvaskularisasi tempat terjadinya luka. Jumlah ion Ca otomatis akan

    bertambah oleh karena adanya kapiler yang banyak tersebut.

  • 10

    3. Pembentukan kallus fibrous

    Proses penyembuhan terus berlangsung, jaringan granulasi yang akan

    dibentuk dalam waktu 10 hari setelah terjadi luka. Jaringan granulasi ini terbentuk

    oleh aktivitas fagositosis dan akan mengalami transformasi membentuk jaringan ikat

    yang terdiri dari serabut-serabut kolagen. Jaringan ikat ini lebih kuat lagi

    dibandingkan jaringan granulasi. Akhir dari fase ini adalah hiperemi dan ditandai

    dengan pengurangan jumlah sel-sel fibroblas. Fibroblas peranannya akan lebih

    penting yaitu memproduksi matriks fibrous di sekeliling ujung tulang yang rusak

    yang terdiri dari serabut-serabut kolagen yang disebut kallus fibrous.

    4. Pembentukan kallus primer

    Kallus primer terbentuk antara 10-30 hari setelah terjadi kerusakan tulang. Sel

    pembentuk tulang spesifik (osteoblas) mulai meletakan osteoid baru sebagai anyaman

    tidak teratur yang kemudian mengalami mineralisasi untuk membentuk anyaman

    tulang (kallus sementara) (Lawler et al.,1992:16). Kadar Ca pada kallus primer masih

    sedikit, dikarenakan anyaman tulang ini akan digantikan kallus sekunder

    (sebenarnya). Kallus primer dapat dibedakan berdasarkan tempat dan fungsinya,

    yaitu:

    a. Anchoring callus

    Merupakan kallus yang terdapat pada permukaan luar tulang di dekat

    periosteum, sedikit meluas dari tempat luka. Terdiri dari sel-sel jaringan ikat

    fibrous yang baru dan berdiferensiasi menjadi osteoblas yang akan

    membentuk tulang spongiosa

    b. Sealing callus

    Yaitu kallus yang terdapat pada permukaan dalam dari tulang dan akan

    mengisi ruang sumsum. Kallus ini dibentuk dari proliferasi endosteal.

    c. Bridging callus

    Merupakan kallus yang terdapat di permukaan sebelah luar tulang, antara

    anchoring callus pada dua ujung patahan. Kallus ini merupakan satu-satunya

    unsur awal terbentuknya kartilago

  • 11

    d. Uniting callus

    Merupakan kallus yang terdapat di antara ujung-ujung tulang dan di antara

    tempat kallus primer yang telah terbentuk pada kedua ujung patahan. Kallus

    ini terbentuk setelah kallus lainnya terbentuk dan pembentukannya yaitu

    dengan kalsifikasi secara langsung

    Resorbsi yang luas dari ujung tulang yang patah terjadi pada fase ini, tetapi

    karena proses penulangan dari jaringan ikat lebih banyak pada tempat fraktur, dan

    uniting callus terbentuk pada tempat resorbsi, sehingga terjadi penyambungan yang

    baik pada ujung-ujung tulang yang rusak.

    5. Pembentukan kallus sekunder

    Kallus ini merupakan suatu tulang yang sudah mendekati sempurna sebagai

    kelanjutan dari kallus primer. Kallus ini terbentuk melalui proses proliferasi sel-sel

    osteoprogenitor (Hulth dalam Lukman,1997). Pada fase ini terjadi kalsifikasi tulang

    yang sempurna sehingga pada rontgen foto sudah dapat dilihat gambaran radiopak

    dari tulang. Kallus ini terdiri dari tulang beralur yang tahan terhadap tekanan. Proses

    pembentukan kallus ini antara 20-60 hari setelah perlukaan.

    6. Pembangunan fungsional dari tulang yang rusak (Remodelling)

    Pembangunan dan penyempurnaan penyambungan tulang-tulang yang rusak

    atau patah membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun tergantung

    pada tempat kerusakan, baik secara histologis maupun anatomis. Tahap ini

    merupakan tahap penyembuhan luka yang terakhir. Deposit dan pembentukan tulang

    dilakukan untuk mengisi soket alveolar. Tidak sampai 4-6 bulan setelah ekstraksi,

    tepi tulang kortikal soket selesai diabsorbsi. Hal tersebut dapat dilihat dari

    pemeriksaan radiografi dimana hilangnya lamina dura dan secara rontgenografi sudah

    dapat dibedakan gambaran tulang baru dan tulang sekitar soket pasca pencabutan.

    Setelah 1 tahun, yang terlihat dari soket adalah tepi soket dengan vaskularisasi dan

    jaringan parut di daerah edentulous (Peterson, 1998:63).

  • 12

    2.4 Kolagen

    2.4.1 Pengertian Kolagen

    Kolagen merupakan komponen terbesar yang memperkuat dan mendukung

    jaringan ekstraseluler, tersusun dari asam amino dan hidroksiprolin yang berperan

    sebagai unsur biokimia jaringan kolagen (Robbins et al.,2007). Kolagen adalah

    sekelompok protein struktural yang dimodifikasi secara bervariasi dalam hal derajat

    kekakuan, kekenyalan, dan kekuatannya, bergantung pada pengaruh lingkungan dan

    kebutuhan fungsional organ yang bersangkutan. Junqueira (1997:91) menambahkan,

    kolagen merupakan salah satu komponen matriks jaringan penyambung yang juga

    berperan dalam pertahanan organisme sebagai sawar fisik, yaitu mencegah

    penyebaran mikroorganisme yang berhasil menembus epitel. Kolagen banyak

    dijumpai pada tubuh manusia 30% dari berat keringnya (Junquiera et al.,1997:96).

    Kolagen didapatkan pada semua jenis jaringan ikat dan terdiri atas protein kolagen

    (Leeson et al., 1989:106).

    2.4.2 Struktur dan Macam Kolagen

    Pada sediaan tidak dipulas, kolagen berupa benang-benang tidak berwarna

    berdiameter bervariasi antara 0,5 -10 m dengan panjang tidak terbatas, walaupun

    beberapa serat dapat bergabung bersama membentuk suatu berkas yang berukuran

    lebih besar. Sifat serabut kolagen lurus atau sedikit bergelombang, panjangnya tidak

    tentu dan bisa dalam gabungan longgar atau padat tergantung tempat dan fungsinya.

    Dalam keadaan segar kolagen bersifat lunak dan mudah dibengkokan, relatif tidak

    elastis dan sangat kuat (Leeson et al., 1989:107). Pada sediaan histologi, kolagen

    terpulas merah muda oleh eosin, biru dengan Trichrome Mallory, dan hijau dengan

    pulasan Trichrome Masson (Fawcett, 2002:120).

    Asam amino utama yang membentuk kolagen adalah glisin (33,5%), prolin

    (12%), dan hidroksiprolin (10%). Hidroksiprolin dan hidroksilisin adalah 2 asam

    amino yang khas pada kolagen. Unit protein berpolimerisasi membentuk serabut

  • 13

    kolagen merupakan molekul panjang yang disebut tropokolagen. Panjang molekul ini

    280 nm, sedangkan lebarnya 1,5 nm yang terdiri dari 3 rantai subunit polipeptida

    terpilin. Perbedaan struktur kimia inilah yang menyebabkan ada berbagai tipe kolagen

    (Junqueira et al., 1997:96).

    Gambar 2.2. Kolagen dengan warna biru menggunakan

    pewarnaan Trichrome Mallory (Perbesaran 400x).

    (Sumber: http://ars.els-cdn.com/content/image/1-s.jpg)

    Menurut Fawcett (2002: 122-126), telah ditetapkan ada 12 tipe kolagen yaitu:

    a. Tipe I, adalah kolagen yang terdapat di dermis, tulang, dan tendo. Serabut ini

    berdiameter 50-90 nm, beragregrasi membentuk serat dan berkas dengan berbagai

    ukuran. Seratnya fleksibel namun tahan terhadap regangan.

    b. Tipe II, terdapat dalam tulang rawan hialin dan elastik. Kolagen ini berupa

    serabut sangat halus terbenam dalam banyak substansi dasar

    c. Tipe III, banyak terdapat pada jaringan ikat longgar, dinding pembuluh darah,

    stroma bagian kelenjar, limpa, ginjal, dan uterus. Kolagen tipe I, II, dan III

    membentuk serat yang tampak dengan mikroskop disebut dengan kolagen

    interstsisial.

    d. Tipe IV, merupakan bentukan khusus yang terdapat pada lamina basal epitel.

    Bersama laminin dan proteoglikan heparan sulfat membentuk rapat filamen halus

    yang merupakan penyokong fisik dari epitel dan sawar filtrasi selektif bagi

    makromolekul.

  • 14

    e. Tipe V, tersebar luas tetapi hanya dalam jumlah kecil, berhubungan dengan

    lamina sel otot dan pembuluh darah.

    f. Tipe VI, molekul rantai pendek yang terdiri dari segmen tripel heliks dengan

    panjang 100 nm. Kolagen ini terdapat dalam jumlah kecil yang dapat ditemukan

    dalam ginjal, hati dan uterus.

    g. Tipe VII, berhubungan dengan lamina basal banyak epitel, namun paling banyak

    pada batas dermis dan epidermis. Molekunya terbesar dari famili kolagen yaitu

    mencapai panjang 800 nm.

    h. Tipe VIII, ditemukan pada produk sekresi sel endotel dan kadang-kadang disebut

    kolagen endotelial. Kolagen ini berhubungan erat dengan permukaan sel, tetapi

    manfaatnya masih belum jelas.

    i. Tipe IX, terutama terdapat dalam tulang rawan. Kolagen ini mendampingi serat

    kolagen tipe II dari jaringan ikat. Kolagen ini diduga mempertahankan susunan

    tiga dimensi dari serat kolagen tipe II dalam matriks yang berfungsi sebagai

    pengikat pada tempat pertemuan.

    j. Tipe X, kolagen ini juga terdapat pada tulang rawan dan ditemukan dalam matriks

    yang terlibat dalam pembentukan tulang endokondral dan diduga mengawali

    kalsifikasi matriks.

    k. Tipe XI, berhubungan dengan kolagen tipe II dalam tulang rawan namun

    fungsinya belum diketahui secara jelas.

    l. Tipe XII, tipe ini baru saja ditemukan menyerupai kolagen tipe IX namun sedikit

    yang diketahui tentang lokasi dalam jaringan dan juga fungsinya.

    2.4.3 Kolagen dalam Penyembuhan Luka

    Kolagen disintesis di permukaan luka dalam jaringan granulasi. Secara

    khusus, sintesis kolagen sangat penting untuk pengembangan kekuatan pada tempat

    penyembuhan luka. Sintesis kolagen oleh fibroblas dimulai sejak awal proses

    penyembuhan luka dan berlanjut selama beberapa minggu, bergantung pada ukuran

  • 15

    luka. Banyak faktor yang mengatur proliferasi fibloblas juga berperan dalam sintesis

    serabut kolagen. Sintesis kolagen diinduksi oleh sejumlah molekul, meliputi faktor

    pertumbuhan (PDGF dan TGF 1) (Robbins et al., 2007:78).

    Pada awal penyembuhan luka, fibroblas akan mensintesa serabut kolagen tipe

    III dan tipe V yang didapatkan pada daerah jaringan ikat dan pembuluh darah, tetapi

    serabut kolagen tipe ini akan digantikan oleh serabut kolagen yang lebih kuat

    menahan tekanan, yaitu tipe I melalui fase remodeling (Ostrum dalam Lukman,

    1997). Selama proses penyembuhan, harus terjadi keseimbangan yang baik antara

    pembentukan dan penghancuran kolagen (remodeling). Degradasi kolagen

    diperantarai oleh enzim kolagenase, yang disekresikan oleh banyak sel seperti

    makrofag dan sel epitel (Fonseca, 1997:29).

    Gambar 2.3. Kolagen dalam penyembuhan luka

    (Sumber: http://dentosca.wordpress.com/2011/04/18)

  • 16

    2.5 Kurkumin

    2.5.2 Deskripsi Kurkumin

    Kurkumin adalah zat warna kuning yang terdapat pada rimpang kunyit

    maupun temulawak. Kurkumin mempunyai aroma khas, tidak toksik (tidak beracun),

    dan berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit. Dalam suasana asam, kurkumin

    berwarna kuning atau jingga dan dalam suasana basa berwarna merah (Afifah,

    2003:7-9).

    Gambar 2.4. Struktur kimia kurkuminoid

    (Sumber: http://hadyherbs.files.wordpress.com)

    2.5.3 Manfaat Kurkumin

    Kurkumin mempunyai aktivitas biologi bersprektum luas diantaranya

    antibakteri, antioksidan, dan antihepatotoksik (Rukmana, 1994:16). Selain itu zat

    aktif ini dapat juga digunakan sebagai obat analgetik dan antiinflamasi (Syukur dan

    Hernani, 2001:76). Kurkumin terbukti dapat digunakan sebagai antiinflamasi pada

    mencit yang diinduksi karagen. Efek antiinflamasi ditunjukan dengan berkurangnya

    volume edema kelompok yang diberi kurkumin dibandingkan kelompok tanpa

  • 17

    kurkumin. Hal tersebut membuktikan sifat kurkumin sebagai salah satu bahan aktif

    yang dapat menekan reaksi radang (Yanwirasti,2007). Melalui aktifitas anti-

    inflamasinya, kurkumin efektif untuk mengobati penyakit radang sendi, rematik, atau

    atritis rematik (Afifah, 2003:10). Kemampuan kurkumin sebagai antiinflamasi yaitu

    melalui penghambatan enzim siklooksigenase yang berperan dalam metabolisme

    asam arakhidonat menjadi prostaglandin sehingga menekan reaksi radang (Dewhirst

    dalam Orbaniyah et al., 2003).

    2.5.4 Kurkumin terhadap Proses Penyembuhan Luka

    Perawatan menggunakan kurkumin pada proses penyembuhan luka pada

    hewan terbukti meningkatkan jumlah makrofag, neutrofil, dan fibroblas dibandingkan

    hewan tanpa perawatan sehingga dapat menunjang proses reepitelisasi pada jaringan

    yang mengalami luka (Sidhu et al., 1998). Penelitian lain juga menunjukan

    pemberian salep yang mengandung kurkumin dapat mempercepat proses

    penyembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes. Pemberian salep tersebut

    terbukti dapat mengurangi proses peradangan, mempercepat pembentukan pembuluh

    darah baru (neurovaskularisasi), proses reepitelisasi dan pembentukan jaringan ikat

    (Winarsih et al., 2009).

    2.5.5 Kurkumin terhadap Serabut Kolagen

    Kurkumin merupakan agen terapeutik berspektrum yang luas yang banyak

    digunakan pada proses penyembuhan luka. Kurkumin berinteraksi dengan

    meningkatkan kolagen pada kulit (Dhathathreyan et al., 2009). Pewarnaan Trichrome

    Masson menunjukkan deposisi kolagen yang lebih besar dalam luka yang diobati

    kurkumin. Terjadi peningkatan transkrip mRNA membentuk faktor pertumbuhan

    beta1 (TGF 1) dan fibronektin pada luka yang diobati kurkumin. Dikarenakan

    pembentukan faktor pertumbuhan beta-1 dikenal meningkatkan penyembuhan luka,

    dimungkinkan bahwa perubahan pembentukan faktor pertumbuhan beta-1 inilah yang

  • 18

    berperan penting dalam peningkatan penyembuhan luka dengan kurkumin. Hal

    tersebut ditunjukan dengan semakin meningkatnya pembentukan serabut kolagen

    pada proses penyembuhan luka (Sidhu et al., 1998).

    2.6 Kerangka Konseptual Penelitian

    Keterangan:

    = mengakibatkan

    = pemberian

    Trauma (Kerusakan Jaringan)

    Pencabutan gigi

    Proses penyembuhan

    Fase Inflamasi

    Fase Fibroplastik

    Fase Remodeling

    Ekstrak Kurkumin

    Meningkatkan

    TGF 1

    Pembentukan

    Serabut Kolagen +++

    Respon Tubuh

  • 19

    Salah satu tindakan bedah yang sering dijumpai di klinik kedokteran gigi

    adalah ekstraksi yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya.

    Kemudian tubuh akan merespon yang dinamakan peradangan, yaitu suatu proses

    yang melibatkan rangkaian aktifitas enzim, pelepasan mediator, ekstravasasi cairan,

    dan perbaikan jaringan. Kemudian dilanjutkan tahap penyembuhan yang cukup

    kompleks karena melewati beberapa fase antara lain, fase inflamasi, fase fibroplastik,

    dan fase remodeling.

    Rimpang kunyit mengandung kurkumin yang mempunyai aktivitas biologi

    bersprektum luas yang rendah efek samping (Rukmana, 1994). Dalam hal ini

    pemberian kurkumin secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap proses

    penyembuhan jaringan dikarenakan kurkumin dapat meningkatan pembentukan

    faktor pertumbuhan beta1 (TGF 1) dan fibronektin pada luka. Kolagen merupakan

    bagian utama jaringan ikat yang diperlukan pada keadaan penyembuhan luka,

    pembentukan jaringan parut, serta pembentukan matriks tulang.

    2.7 Hipotesis

    1. Terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar

    setelah pemberian kurkumin pasca pencabutan

    2. Terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar

    berdasarkan variasi lama pemberian kurkumin pasca pencabutan

  • 20

    BAB 3. METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penilitian eksperimental laboratoris. Rancangan

    penelitian ini adalah post test only control group design yaitu melakukan

    pengukuran setelah perlakuan diberikan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan

    kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2002:167).

    3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    3.2.1 Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Jember

    3.2.2 Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Desember 2012

    3.3 Variabel Penelitian

    3.3.1 Variabel Bebas

    a. Pemberian kurkumin

    b. Lama pemberian kurkumin

    3.3.2 Variabel Terikat

    Kepadatan serabut kolagen pada soket pasca pencabutan gigi

  • 21

    3.3.3 Variabel Terkendali

    a. Kurkumin

    b. Kriteria sampel

    c. Prosedur penelitian

    3.4 Definisi Operasional Penelitian

    a. Kurkumin adalah ekstrak pigmen kuning yang diperoleh dari kunyit atau

    temulawak. Kurkumin yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk serbuk

    sudah jadi dalam kemasan yaitu Curcumin for synthesis merk Schuchardt

    OHG 85662 buatan Jerman, kemudian diencerkan dengan larutan salin tiap 1

    hari sekali.

    b. Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi dari soketnya. Dalam

    penelitian ini dilakukan pencabutan gigi molar 1 kiri bawah tikus wistar

    jantan menggunakan sonde, ekskavator dan pinset. Gigi diungkit dengan

    sonde dan ekskavator setelah tikus dianastesi.

    c. Kepadatan serabut kolagen adalah gambaran mikroskopik serabut kolagen

    dengan warna biru yang terlihat pada sediaan yang dibuat dari soket atau

    jaringan granulasi pasca pencabutan dengan pewarnaan Trichrome Mallory

    perbesaran 400x.

    3.5 Sampel Penelitian

    3.5.1 Sampel Penelitian

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus Wistar jenis kelamin

    jantan yang dipelihara di Laboratorium Biomedik FKG Universitas Jember.

  • 22

    3.5.2 Besar Sampel

    Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan rumus

    Daniel (2005)

    n = Z

    d

    Keterangan:

    n = Besar sampel minimun

    = Standart deviasi sampel

    d = Kesalahan yang masih dapat ditoleransi, diasumsikan d=

    Z = Konstanta pada tingkat kesalahan tertentu, jika =0.05 maka Z=1,96

    Sampel minimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan rumus di atas

    adalah 4 (Lampiran A). Untuk meminimalisir resiko kematian 20%, pada masing-

    masing kelompok ditambahkan 1 sampel lagi sehingga didapatkan masing-masing

    kelompok berjumlah 5 sampel dan total sampel menjadi 20 ekor.

    3.5.3 Kriteria sampel

    Kriteria sampel dalam penilitian ini adalah:

    a. Tikus putih jantan galur Wistar

    b. Tikus dengan umur 2-3 bulan

    c. Tikus dengan berat badan 200-250 gram

    d. Tikus dalam keadaan sehat

    3.6 Konversi Penghitungan Dosis

    Menurut penelitian yang dilakukan Robin (2006), kurkumin dengan dosis

    9mg/0,2ml salin, 2x sehari dapat memacu terjadinya regenerasi jaringan tulang rawan

    yang rusak pada tikus yang terinduksi osteoatritis. Sedangkan menurut penelitian

    Cheng et al. (dalam Wang et al, 2007) pemberian 50-800 mg/hari kurkumin secara

    oral memberikan efek farmakokinetik terhadap pasien resiko tumor mukosa rongga

  • 23

    mulut. Tonessen dan Karisen (dalam Robin, 2006) melaporkan kurkumin dengan

    dosis 750 mg/kg BB tidak menimbulkan efek toksik. Sehingga dalam penelitian ini,

    menggunakan dosis tengah yaitu 500 mg/hari.

    Dosis kurkumin:

    Konversi dosis manusia (70kg) ke tikus (200gr) = 0,018

    Dosis kurkumin manusia per hari = 500 mg

    Dosis kurkumin pada tikus per hari = 0,018 x 500 mg

    = 9 mg/200gr BB

    Dosis Ketalar:

    Menggunakan Ketamin 1000 (KTM 1000)

    Dosis yang diberikan pada tikus yaitu 20-40 mg/kg BB (Kusumawati, 2004:99)

    Berat tikus yang digunakan = 200 250g

    Dosis ketalar = 20 40 mg x 200 250g/1000

    = 4 10 mg

    = 0,004 0,01g

    = 0,004 0,01ml

    Jadi dosis ketalar yang diberikan pada tikus dengan berat badan 200 250 gram

    adalah 0,004 0,01ml

    3.7 Alat dan Bahan

    3.7.1 Alat

    a. Kandang tikus

    b. Timbangan Berat badan tikus (OneMed)

    c. Timbangan digital (Boeco Germany)

    d. Sarung tangan Latex dan masker

    e. Gelas ukur (Pyrex)

    f. Sonde lambung

  • 24

    g. Disposible syringe (Terumo)

    h. Eskavator (Caredent)

    i. Sonde lurus dan setengah bulat (Dentica)

    j. Scalpel dan blade (OneMed)

    k. Pinset kedokteran gigi (Dentica)

    l. Tempat jaringan

    m. Cotton pellet

    n. Deck glass dan object glass

    o. Mikroskop binokuler (Leica)

    p. Peralatan untuk pembuatan preparat jaringan

    3.7.2 Bahan

    a. Kurkumin (Schuchardt OHG 8566)

    b. Saline steril pH netral

    c. Tikus Wistar jantan

    d. Larutan ketalar (KTM 1000)

    e. Aquades steril

    f. Alkohol

    g. Trichrome Mallory

    h. Formalin 10%

    i. Parafin

    j. Meyer egg albumin

    k. Canada balsam

    l. Asam formiat 10%

  • 25

    3.8 Prosedur Kerja

    3.8.1 Persiapan Hewan Coba

    Tikus Wistar terlebih dahulu diadaptasikan dengan kondisi lingkungan. Tikus

    ditempatkan di sebuah kandang dan diberi makanan standar selama 1 minggu.

    3.8.2 Persiapan Kurkumin

    Kurkumin sudah tersedia dalam bentuk serbuk yaitu Curcumin for synthesis

    (merk Schuchardt OHG 85662) buatan Jerman. Kurkumin diencerkan sesuai dosis

    yang sudah ditentukan, yaitu sebanyak 9 mg/200gram BB menggunakan 0,5ml

    saline/sonde.

    3.8.3 Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Coba

    Tikus Wistar jantan dengan berat 200-250 gram dan berumur 2-3 bulan

    sebanyak 20 ekor dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

    1. Kelompok I, merupakan kelompok kontrol yang terdiri dari 10 ekor tikus Wistar

    jantan yang dibagi menjadi 2 sub kelompok, masing-masing sub kelompok terdiri

    dari 5 ekor tikus. Pada hari pertama, tikus dianastesi general dengan injeksi

    ketalar di sekitar paha, kemudian dilakukan pencabutan gigi molar satu bawah

    kirinya dan diberi larutan saline (placebo), satu kali sehari selama 7 hari untuk

    sub kelompok Ia dan 14 hari untuk sub kelompok Ib secara intra gastrik dengan

    menggunakan sonde lambung.

    Sub kelompok Ia : pada hari ke-7, 5 hewan coba didekaputasi, kemudian

    diambil rahang bawah kirinya, selanjutnya dibuat sediaan

    jaringan.

    Sub kelompok Ib : pada hari ke-14, 5 hewan coba didekaputasi, kemudian

    diambil rahang bawah kirinya, selanjutnya dibuat sediaan

    jaringan.

  • 26

    2. Kelompok II, merupakan kelompok perlakuan yang terdiri dari 10 ekor tikus

    Wistar jantan yang dibagi menjadi 2 sub kelompok, masing-masing sub kelompok

    terdiri dari 5 ekor tikus. Pada hari pertama tikus dianastesi general dengan injeksi

    ketalar di sekitar paha kemudian dilakukan pencabutan gigi molar satu bawah

    kirinya dan diberi kurkumin, satu kali sehari selama 7 hari untuk sub kelompok

    IIa dan 14 hari untuk sub kelompok IIb secara intra gastrik dengan menggunakan

    sonde lambung.

    Sub kelompok IIa : pada hari ke-7, 5 hewan coba didekaputasi, kemudian

    diambil rahang bawah kirinya, selanjutnya dibuat sediaan

    jaringan.

    Sub kelompok IIb : pada hari ke-14, 5 hewan coba didekaputasi, kemudian

    diambil rahang bawahnya, selanjutnya dibuat sediaan

    jaringan.

    3.8.4 Tahap Pencabutan Gigi Tikus

    Pencabutan gigi molar bawah rahang kiri dilakukan pada masing-masing

    kelompok yang ditentukan dibawah pengaruh anastesi ketalar. Anastesi yang

    digunakan adalah anastesi secara general yang dilakukan dengan cara injeksi ketalar

    menggunakan disposible syringe insulin di sekitar paha tikus. Pencabutan gigi

    dilakukan menggunakan ekskavator dan sonde setengah bulat, dilakukan secara hati-

    hati dengan arah dan gerakan yang menimbulkan trauma minimal dan gigi dapat

    tercabut secara sempurna (Risqah,2007).

    3.8.5 Tahap Pembuatan Preparat Jaringan

    a. Dilakukan pengambilan rahang bawah kiri tikus pasca pencabutan gigi molar

    satu bawah kiri untuk dibuat preparat jaringan.

    b. Jaringan difiksasi menggunakan larutan formalin 10% untuk mempertahankan

    morfologi sel dan mencegah pertumbuhan jamur

  • 27

    c. Proses dekalsifikasi menggunakan larutan asam formiat 10% selama 7 hari

    untuk melepaskan bahan anorganik tulang tanpa merusak protein yang ada.

    Setelah proses dekalsifikasi selesai, maka dilakukan pencucian dengan air

    untuk menghilangkan bekas bahan dekalsifikasi.

    d. Dehidrasi menggunakan alkohol yang konsentrasinya meningkat sampai

    alkohol absolut. Tahapan dehidrasi antara lain:

    alkohol 70% : 15 menit

    alkohol 80% : 1 jam

    alkohol 95% : 2 jam

    alkohol 100% : 1 jam

    alkohol 100% : 1 jam

    e. Proses clearing yaitu proses penjernihan jaringan menggunakan bahan-bahan

    clearing. Bahan yang digunakan di Laboratorium Histologi Fakultas

    Kedokteran Gigi Universitas Jember yaitu xylol. Tahap ini dilakukan

    sebanyak tiga kali pada tiga tabung yang berbeda dengan ketentuan waktu

    sebagai berikut:

    Xylol I : 1 jam

    Xylol II : 2 jam

    Xylol III : 2 jam

    f. Tahap Impregnasi yaitu proses infiltrasi bahan embedding ke dalam jaringan

    pada suhu 56-60C. Caranya jaringan dibungkus menggunakan kertas saring

    yang sudah diberi label, kemudian dimasukan kedalam paraffin cair (TD 56-

    60C). Tahapan impregnasi antara lain :

    Paraffin 1 : 2 jam

    Paraffin 2 : 2 jam

    Paraffin 3 : 2 jam

  • 28

    g. Penanaman dalam parafin (Embedding)

    Merupakan proses penanaman jaringan ke dalam suatu bahan embedding.

    Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

    menggunakan paraffin sebagai bahan untuk embedding. Tahapan embedding

    antara lain:

    1) Alat cetak yang terbuat dari logam berbentuk siku-siku disusun diatas

    permukaan kaca. Alat diolesi gliserin untuk mempermudah pemisahan alat

    cetak dengan blok parafin yang sudah beku.

    2) Parafin cair dalam dua wadah, yaitu untuk bahan embedding dan parafin

    sebagai media penyesuaian temperatur yang akan ditanam.

    3) Parafin cair pada tempat pertama dituangkan ke dalam alat cetak hingga

    penuh kemudian jaringan ditanam pada posisi sedemikian rupa sehingga

    didapatkan penampang jaringan dengan arah pemotongan secara koronal.

    h. Tahap penyayatan jaringan

    1) Penyayatan menggunakan mikrotom, sebelumnya bersihkan pisau

    mikrotom dengan kasa/kertas saring yang telah dibasahi dengan xylol

    dengan arah tegak lurus.

    2) Mengatur ketebalan sayatan mikrotom sebesar 6 mikron

    3) Mengambil sayatan yang telah diperoleh dengan kuas kemudian sayatan

    diletakkan diatas permukaan air waterbath dengan temperatur 56-60C

    hingga sayatan mekar. Sayatan yang diambil oleh peneliti adalah

    potongan ke-5, ke-6, dan ke-7 untuk mendapatkan keseragaman,

    4) Mengambil sayatan yang sudah mekar menggunakan object glass yang

    telah diolesi dengan meyer egg albumin. Selanjutnya dikeringkan dengan

    slide warmer minimal 12 jam dengan suhu 30-35C

    (Syafriadi et al., 2007)

  • 29

    3.8.6 Tahap Pewarnaan Trichrome Mallory

    Tahapan pewarnaan dengan Mallory adalah sebagai berikut:

    a. Sediaan dilakukan deparafinisasi dengan menggunakan larutan clearing yaitu

    sediaan dimasukkan kedalam xylol dalam 3 wadah masing-masing selama 3

    menit

    b. Kemudian dilakukan rehidrasi yaitu sediaan dimasukan ke dalam alkohol

    bertingkat (100%, 90%, 70%) masing-masing selama 3 menit dan kemudian

    dicuci dengan air mengalir

    c. Object glass direndam ke dalam larutan Mallory 1 yang berisi acid fuchsine

    0,5gr dan aquades 100cc selama 3 menit kemudian dicuci dengan air mengalir

    d. Object glass kemudian direndam ke dalam larutan Mallory 2 yang berisi

    Phosphomolibdic acid 1gr dan aquades 100cc selama 5 menit kemudian

    dicuci dengan air mengalir

    e. Object glass kemudian direndam ke dalam larutan Mallory 3 yang berisi

    aniline blue 0,5gr, orange G 2,0gr, oxalic acid 1,0gr dan aquades 100cc

    selama 2 menit kemudian dicuci dengan air mengalir

    f. Irisan jaringan dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 95%, dan

    100% , selanjutnya dikeringkan

    g. Proses clearing pada jaringan dengan cara direndam dalam xylol, tiga kali

    dalam wadah yang berbeda masing-masing selama 3 menit

    h. Proses mounting menggunakan Canada balsem dan ditutup dengan gelas

    penutup

    (Ardiyanto, 2012)

    3.8.7 Penghitungan Peningkatan Pembentukan Serabut Kolagen

    Data diperoleh dari pengamatan preparat histologis dengan bantuan

    mikroskop binokuler. Pertama-tama menentukan daerah soket menggunakan

    perbesaran 40x, selanjutnya menentukan daerah yang diamati menggunakan

  • 30

    perbesaran 400x, dilihat pada daerah 1/3 apikal soket. Penilaian dilakukan dengan

    cara membandingkan gambaran histologis serabut kolagen antara kelompok kontrol

    dan perlakuan. Gambaran pada kelompok kontrol digunakan sebagai indikator

    menentukan ada tidaknya peningkatan pembentukan serabut kolagen. Selanjutnya

    peningkatan pembentukan serabut kolagen dimasukan kriteria skor yang sudah

    ditentukan sebagai berikut (Robin,2006):

    Skor 0 =Tidak terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen (sama dengan

    kelompok kontrol)

    Skor 1 =Terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen sedikit; apabila ketebalan

    serabut kolagen kurang dari lebar jarak antar serabut kolagen

    Skor 2 =Terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen sedang; apabila ketebalan

    serabut kolagen sama dengan lebar jarak antar serabut kolagen

    Skor 3 =Terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen banyak; apabila ketebalan

    serabut kolagen lebih lebar daripada lebar jarak antar serabut kolagen

    Skor 1 Skor 2 Skor 3

    Gambar 3.1. Serabut kolagen berdasarkan kriteria (perbesaran 40x)

    (Sumber: Rachmawati et al.dan Robin,2006)

  • 31

    3.9 Alur Penelitian

    5 ekor

    hari ke7

    5 ekor

    hari ke14

    5 ekor

    hari ke14

    5 ekor

    hari ke7

    Pengambilan

    Jaringan

    Diberi Larutan saline

    (plasebo) tiap hari

    Populasi Tikus Wistar

    (20 ekor)

    Pencabutan hari ke1

    Kelompok Kontrol

    (10 ekor tikus putih)

    Dekaputasi

    Kelompok Perlakuan

    (10 ekor tikus putih)

    Pencabutan hari ke1

    Diberi Ekstrak

    Kurkumin tiap hari

    Dekaputasi

    Pengamatan

    Pembuatan Preparat Jaringan

    Analisis Data

    Kesimpulan

  • 32

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2012 di

    Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Sampel

    penelitian berjumlah 20 ekor tikus wistar jantan yang dibagi menjadi 2 kelompok

    yaitu kelompok pertama yang dilakukan pencabutan gigi, kemudian diberi larutan

    saline (plasebo) sebagai kontrol dan kelompok kedua yaitu kelompok perlakuan yang

    diberi kurkumin secara sondasi sebanyak 9 mg/200gBB/0,5ml saline. Kemudian

    dilakukan pengamatan terhadap 20 preparat histologis dengan dengan cara

    membandingkan gambaran histologis serabut kolagen antara kelompok kontrol dan

    kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-7 maupun hari ke-14. Gambaran

    histologis serabut kolagen pada kelompok kontrol digunakan sebagai indikator

    menentukan terjadinya peningkatan pembentukan kolagen atau tidak pada kelompok

    perlakuan. Sedangkan untuk menentukan terjadinya peningkatan pembentukan

    serabut kolagen berdasarkan lamanya waktu pemberian kurkumin menggunakan

    gambaran histologis serabut kolagen pada hari ke-7 sebagai indikator. Kemudian

    peningkatan pembentukan kolagen yang terjadi dimasukkan dalam kriteria yang

    sudah ditentukan. Hasil pengamatan tersebut didapatkan gambaran sebagai berikut:

  • 33

    A.1 A.2

    A.3 A.4

    Gambar 4.1.Kepadatan serabut kolagen pada kelompok kontrol hari ke-7 (A.1), kelompok

    perlakuan hari ke-7 (A.2), kelompok kontrol hari ke-14 (A.3), dan kelompok

    perlakuan hari ke-14 (A.4) (perbesaran 400x)

    Pada gambar 4.1 terlihat adanya perbedaan kepadatan serabut kolagen antara

    kelompok kontrol dan perlakuan baik pada pengamatan hari ke-7 maupun hari ke-14.

    Gambaran histologis serabut kolagen pada kelompok kontrol terlihat lebih tipis

    dibandingkan serabut kolagen pada kelompok perlakuan pada hari yang sama. Hal

    ini menunjukan terdapat peningkatan pembentukan serabut kolagen. Setelah

    dilakukan pengukuran terhadap tebal dan jarak antar serabut kolagen, didapatkan

    hasil yaitu tebal serabut kolagen = jarak antar serabut kolagen. Artinya terjadi

    peningkatan pembentukan serabut kolagen kategori sedang.

    Kelompok perlakuan pada hari ke-7 dan hari ke-14 tidak terlihat adanya

    perbedaan kepadatan serabut kolagen. Walaupun pada pengamatan hari ke-14 serabut

  • 34

    kolagen yang terbentuk terlihat lebih tebal dibandingkan pengamatan hari ke-7 tetapi

    jarak antar serabut juga lebih lebar. Hal ini menunjukan tidak terdapat peningkatan

    pembentukan serabut kolagen berdasarkan lama waktu pemberian kurkumin.

    B.1 B.2

    B.3 B.4

    Gambar 4.2.Kepadatan serabut kolagen pada kelompok kontrol hari ke-7 (B.1), kelompok

    perlakuan hari ke-7 (B.2), kelompok kontrol hari ke-14 (B.3), dan kelompok

    perlakuan hari ke-14 (B.4) (perbesaran 400x)

    Pada gambar 4.2 juga terlihat adanya perbedaan kepadatan serabut kolagen

    antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-7 dan

    hari ke-14, tetapi kepadatan serabut kolagen pada kelompok perlakuan pada setiap

    sampel terlihat bervariasi (gambar A.2 dan B.2) pembentukan kolagen hari ke-7 dan

    variasi pembentukan kolagen hari ke-14 (gambar A.4 dan B.4). Serabut kolagen pada

    gambar B.2 dan B.4 lebih tebal dibandingkan serabut kolagen pada gambar A.2 dan

  • 35

    A.4. Gambaran histologis serabut kolagen seperti di atas di dapatkan pada beberapa

    sampel perlakuan yang diamati. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan

    pembentukan serabut kolagen tetapi dalam kategori banyak yaitu tebal serabut

    kolagen > jarak antar serabut kolagen. Sedangkan antara kelompok perlakuan hari ke-

    7 dan ke-14 tidak didapatkan perbedaan kepadatan serabut kolagen. Artinya tidak

    terdapat peningkatan pembentukan serabut kolagen berdasarkan lama waktu

    pemberian kurkumin.

    4.2 Pembahasan

    Setelah pencabutan gigi, soket gigi pasca pencabutan yang terdiri dari tulang

    korteks dilapisi ligamen periodontal yang rusak dengan epitel gingiva yang berada di

    bagian koronal, akan terisi oleh darah yang berkoagulasi, dan proses perbaikan

    jaringan akan dimulai (Peterson,1998). Nayak (2006) menyatakan bahwa proses

    perbaikan jaringan yang luka tergantung pada sirkulasi darah di daerah yang

    mengalami luka tersebut. Pada proses penyembuhan luka, akan terbentuk proliferasi

    jaringan fibroblas yang diikuti dengan pembentukan dan deposisi kolagen. Pada

    jaringan normal serabut kolagen dibentuk dan didegradasi dalam keadaan seimbang.

    Setelah terjadi luka tingkat sintesis serabut kolagen akan meningkat, kemudian proses

    degradasi dan penyimpanan serabut kolagen akan dilakukan untuk memberikan

    kekuatan dan integritas luka tanpa menimbulkan jaringan parut yang berlebihan

    (fibrosis) (Fonseca, 1997).

    Pada pengamatan secara histologis, jika dibandingkan antara kelompok

    kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-7 dan ke-14 terlihat adanya

    perbedaan ekspresi pembentukan serabut kolagen, dimana pada kelompok kontrol

    serabut kolagen hari ke-7 sampai dengan hari ke-14 terlihat masih tipis (skor 1 s/d

    skor 2), sedangkan pada kelompok perlakuan mulai hari ke-7 sampai dengan hari ke-

    14 serabut kolagen terlihat dari agak padat sampai dengan padat (skor 2 s/d skor 3).

    Hal ini disebabkan oleh efek dari pemberian kurkumin setelah pencabutan.

  • 36

    Pemberian kurkumin diduga berperan dalam proses pembentukan serabut

    kolagen pada soket pasca pencabutan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Sidhu et

    al. (1998) dan Suguna et al. (2006), kurkumin mampu menstimulasi produksi faktor

    pertumbuhan (TGF 1) oleh makrofag. TGF 1 ini akan berfungsi meningkatkan

    migrasi dan proliferasi sel fibroblas pada daerah luka. Keberadaan fibroblas inilah

    yang bertanggung jawab meningkatan produksi fibronektin dan pembentukan serabut

    kolagen. Selain itu TGF 1 juga menyebabkan meningkatnya formasi jaringan

    granulasi pada awal penyembuhan luka (Ostrum et al. dalam Lukman, 1997), hal ini

    terlihat pada gambaran histologis B.2 (kelompok perlakuan). Terlihat jaringan

    granulasi dengan pembentukan kapiler-kapiler yang banyak dibandingkan kelompok

    kontrol hari sampai hari ke-7 (gambar B.1).

    Transforming Growth Factor 1 (TGF 1) memiliki berbagai fungsi yaitu

    antara lain menstimulasi pembentukan pembuluh darah, sintesis matriks

    ekstraselluler, inhibisi pertumbuhan sel, dan juga migrasi sel (Robbins et al., 2007).

    TGF 1 memperluas ekspresi gen matriks secara spesifik dengan menghambat

    aktifitas produksi dan aktifitas kolagenase sehingga terjadi stimulasi deposisi kolagen

    (Schwartz, 1994). Hal tersebut dapat menyebabkan terbentuk serabut kolagen yang

    kuat dan matang pada luka yang diterapi dengan kurkumin (Suguna et al.,2006).

    Berdasarkan lama pemberian kurkumin pada proses penyembuhan luka,

    antara 7 hari dibanding 14 hari pemberian menunjukan tidak terdapat perbedaan

    gambaran histologis kepadatan serabut kolagen. Beberapa sampel menunjukan

    gambaran histologis serabut kolagen yang agak padat dan beberapa menunjukan

    kolagen yang padat baik pada pengamatan hari ke-7 maupun hari ke-14. Walaupun

    serabut kolagen pada pengamatan hari ke-14 (gambar B.4) terlihat lebih teratur

    dengan varkularisasi yang berkurang dibandingkan pengamatan hari ke-7 (gambar

    B.2 ), tetapi pembentukan serabut kolagen tidak menunjukan terjadinya peningkatan.

    Hal ini diduga pada hari ke-7 maupun hari ke-14 pasca pencabutan, pembentukan

    matriks fibrous di soket pasca pencabutan yang terdiri dari serabut-serabut kolagen

    yang disebut callus fibrous sudah cukup, sehingga yang terjadi setelah 14 hari pasca

  • 37

    pencabutan adalah fase maturasi jaringan (Peterson,1998:63; Ardhiyanto,2007). Fase

    ini akan dilanjutkan ke fase penyembuhan berikutnya seiring berjalanya waktu

    dimana akan dibentuk soft callus maupun hard callus (Hult dalam Lukman,1997).

    Hasil penelitian ini menunjukan pemberian kurkumin secara intraoral pasca

    pencabutan gigi tikus dapat meningkatkan pembentukan jaringan granulasi yang

    diikuti dengan meningkatnya proliferasi fibroblas dan deposisi serabut kolagen baik

    pada hari ke-7 maupun ke-14 dibandingkan kelompok tanpa pemberian kurkumin,

    artinya hipotesis alternatif yang disimpulkan peneliti diterima. Akan tetapi,

    pemberian kurkumin selama 14 hari pasca pencabutan gigi tidak menunjukan adanya

    peningkatan pembentukan serabut kolagen dibandingkan pemberian kurkumin selama

    7 hari pasca pencabutan. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan sementara (hipotesis)

    yang disimpulkan peneliti sebelum penelitian dilaksanakan.

  • 38

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar

    setelah pemberian kurkumin pasca pencabutan gigi. Mekanisme pembentukan

    serabut kolagen pada soket gigi oleh kurkumin melalui aktifitas TGF 1.

    2. Tidak terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar

    berdasarkan variasi lama waktu pemberian kurkumin pasca pencabutan

    5.2 Saran

    1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan

    pengembangan kurkumin sebagai alternatif pengobatan luka dalam upaya

    meningkatkan kesehatan gigi dan mulut

    2. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap durasi waktu pemberian kurkumin yang

    efektif pada masa penyembuhan luka pasca pencabutan gigi

  • DAFTAR BACAAN

    Afifah, E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

    Ardhiyanto, H.B. 2007. Proses Penyembuhan Luka Post Ekstraksi Gigi.

    Stomatognatic (J.K.G), 4 (2): 60-65.

    Chen, Kasper, Heck, dan Nakagawa. 2005. Tissue Factor as a Link between

    Wounding and Tissue Repair. Diabetes, 54.

    Daniel, W.W. 2005. Biostatistic a Foundation for Analysis in the health Science,

    eight edition. Georgia: John Willey dan Sons, Inc.

    Dhathathreyan, Fathima, Devi, dan Rekha. 2009. Collagen curcumin interaction A physic chemical study. J.Chem.Sci. 121 (4), 509-514. Indian Academy of Sciences.

    Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Alih Bahasa:

    Huriawati H., dkk. Jakarta: EGC.

    Fawcett, D.W. 2002. Buku Ajar Histologi. Ed.12. Alih Bahasa: Jan Tambayong.

    Judul Asli: A Textbook of Histology. Jakarta: EGC.

    Fonseca, R.J dan Walker, R.V. 1997. Oral dan Maxillofacial Trauma. 2nd

    Edition.

    Philadelphia: W.B.Sounders Company.

    Howe, G.L. 1995. Pencabutan Gigi Geligi. Ed.2. Alih Bahasa: Sianita. Judul Asli:

    The Extraction of Teeth. Jakarta: EGC.

    Junqueira, L.C, Carneiro, J., Kelley, R.O. 1997. Histologi Dasar. Ed.8. Alih Bahasa:

    Jan Tambayong. Judul Asli: Basic Histology. Jakarta: EGC.

    Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed.6. Alih Bahasa: Staf Dosen

    Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI. Judul Asli: Basic dan Clinical

    Pharmacology. Jakarta: EGC.

    Kohli, Ali, Ansari, dan Raheman. 2005. Curcumin: A natural antiinflammatory agent.

    Indian J Pharmacol. 37 (3): 141-147.

    Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta; Gadjah Mada

    University Press.

    Lawler, W., Ahmed, A., dan Hume, W.J. 1992. Buku Pintar Patologi untuk

    Kedokteran Gigi. Cetakan I. Alih bahasa: Agus Djaya. Jakarta: EGC.

  • 40

    Leeson C.R, Leeson T.S, dan Paparo A.A. 1989. Buku Teks Histologi. Ed.5. Alih

    Bahasa: Yan Tambayong, dkk. Jakarta: EGC.

    Lukman, K. 1997. Penyembuhan Patah Tulang Ditinjau dari Sudut Ilmu Biologi

    Molekuler. Buletin IKABI, 4 (1): 29-46. Jawa Barat: UNPAD.

    Mawardi, H., Dalimi, L., dan Darmosumarto, S. 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak

    Propolis Secara Lokal pada Proses Pembentukan Serabut Kolagen Pasca

    Pencabutan Gigi marmot (Cavia cobaya). Sains Kesehatan, 15 (2): 171-184.

    Yogyakarta: UGM.

    Miller, A.L. dan MacKay, D. 2003. Nutrional Support for Wound Healing.

    Alternative Medicine Riview, 8 (4): 359-377.

    Mulawarmanti, D. 2005. Fungsi Arginin dalam Proses Penyembuhan Luka di

    Jaringan Rongga Mulut. Majalah Kedokteran Gigi. Edisi Khusus Temu Ilmiah

    Nasional IV: 175-178. Surabaya: FKG Hang Tuah.

    Nayak, B. S. dan Pereira, L. M. 2006. Catharanthus Roseus Flower Extract Has

    Wound-healing Activity in Sprague Dawley Rats. Complementary &

    Alternative Medicine. http://www.biomedcentral.com/1472-6882/6/41

    Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

    Orbaniyah, S., Ismadi, M., dan Oetari. 2003. Kemampuan Menghambat dan Sifat

    Hambatan Analog Kurkumin terhadap Aktivitas Enzim Siklooksigenase. Sains

    Kesehatan, 16 (1): 29-39. Yogyakarta: UGM.

    Peterson, L.J. 1998. Contemporary Oral dan Maxillofacial Surgery. 3rd

    edition.

    Editor: Edward E, James R.H, Myron R.T. USA: Von Hoffman Press.

    Rachmawati, Setyaningsih, Mandala, Dewi, Novita. Reepitelisasi, Kepadatan

    Fibroblas dan Serabut Kolagen pada Proses Penyembuhan Luka Gingiva Labial

    Tikus Sparague dawley Setelah pemberian Topikal Ekstrak Buah Adas

    (Foeniculum vulgare Mill.) 50%. Yogyakarta: UGM.

    Rizqah, N. 2007. Kepadatan Kolagen Jaringan Granulasi Pasca Pencabutan Gigi

    Tikus Wistar Jantan pada Pemberian seduhan Mahkota Dewa (Phaleria

    papuana Warb. Var. Wichanii (Val.) Back). Skripsi. UNEJ: FKG.

    Robbins, S.L. dan Kumar, V.1992. Buku Ajar Patologi 1. Edisi 4. Jakarta:EGC.

    Robbins, S.L, Cotran, R.S, dan Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi

    7. Alih bahasa: Awal Prasetyo, Brahm U dan Toni Priliono. Jakarta: EGC.

  • 41

    Robin, D.M.C. 2006. Pengaruh Kurkuminoid terhadap Perbaikan Tulang Rawan

    Sendi Temporomdanibula Tikus yang Terinduksi Osteoatritis. Stomatognatic

    (Jurnal Kedokteran Gigi). Edisi Khusus Forkinas 2: 55-59. Jember: UNEJ.

    Rukmana, R. 2001. Kunyit. Yogyakarta: Kanisius.

    Schwartz, S I. 1994. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Alih Bahasa: Linda

    Chandranata. Jakarta: EGC

    Sidhu, Singh, Thaloor, Banaudha, Patnaik, Srimal, dan Maheswari. 1998.

    Enhancement of wound healing by curcumin in animals. Abstrak. 6(2):167-77.

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9776860.

    Singer, A.J. dan Clark, R.A.F. 1999. Cutaneus Wound Healing. The New England

    Journal of Medicine. New York:

    Suguna, Panchatcharam, Miriyala, dan Gayathri. 2006. Curcumin Improves Wound

    Healing by Modulating Collagen dan Decreasing Reactive Oxygen Species.

    Abstrak. Molecular dan Cellular Biochemistry Journal. 290:87-96.

    Syafriadi, Kusumawardani, Setyorini, dan Joelianto. 2007. Petunjuk Praktikum Patologi Anatomi: Degenerasi dan Radang. Tidak Diterbitkan. Buku Petunjuk Praktikum. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

    Syukur, C. dan Hernani. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta:

    Swadaya.

    Wahab, A.S. dan Julia, M. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penuyakit Imun.

    Jakarta: Widya Medika.

    Wang, Jacob, Wu, dan Zhou. 2007. Mechanism of the Anti-inflamatory Effect of

    Curcumin: PPAR- Activation. PPAR Research. Vol.2007. Hindawi Publishing Corporation.

    Winarsih, Handharyani, Estuningsih, dan Widhyari. 2009. Kajian aktivitas Ekstrak

    Rimpang Kunyit (Curcuma tonga) dalam Proses Persembuhan Luka pada

    Mencit sebagai Model Penderita Diabetes. Seminar Hasil Penelitian. Bandung:

    IPB.

    Yanwirasti, Rustam, E., dan Atmasari, I. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol

    Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Galur Wistar. Jurnal Sains

    dan Teknologi Farmasi, 12 (2): 112-115. Universitas Danalas.

    http://hadyherbs.files.wordpress.com/2011/12/kurkuminoid-1.jpg

    http://labspace.open.ac.uk/mod/resource/view.php?id=388786

  • 42

    http://dentosca.wordpress.com/2011/04/18/peran-fibroblas-pada-proses-

    penyembuhan-luka/

    http://ars.els-cdn.com/content/image/1-s.jpg

  • 43

    Lampiran A. Penghitungan Besar Sampel

    Penghitungan besar sampel penelitian menggunakan rumus (Daniel, 1991),

    yaitu:

    n = Z

    d

    Keterangan:

    n = Besar sampel minimun

    = Standart deviasi sampel

    d = Kesalahan yang masih dapat ditoleransi, diasumsikan d=

    Z = Konstanta pada tingkat kesalahan tertentu, jika =0.05 maka Z=1,96

    Sehingga jika dihitung sebagai berikut:

    n = Z

    n = (1,96)

    n = 3,84

    n = 4 (dibulatkan)

  • 44

    Lampiran B

    B.1. Nilai peningkatan pembentukan serabut kolagen pada soket pasca

    pencabutan pada pengamatan hari ke-7 dan ke-14 setelah pemberian

    kurkumin

    Kelompok Kode

    sampel

    Tebal

    Serabut

    Kolagen

    dalam cm

    (t)

    Jarak antar

    Serabut

    Kolagen

    dalam cm

    (r)

    Keterangan

    Nilai

    Peningkatan

    Pembentukan

    Serabut

    Kolagen

    Perlakuan

    hari ke-7

    7f 0, 40 0, 40 t = r 2

    7g 0, 30 0, 30 t = r 2

    7h 0, 70 0, 23 t > r 3

    7i 0, 36 0, 36 t = r 2

    7j 0, 79 0, 26 t > r 3

    Perlakuan

    hari ke-14

    14f 0, 53 0, 26 t > r 3

    14g 0, 43 0, 43 t = r 2

    14h 0, 59 0, 40 t > r 3

    14i 0, 43 0, 43 t = r 2

    14j 0, 83 0, 40 t > r 3

    Keterangan: pengukuran tebal dan jarak serabut kolagen dilakukan menggunakan

    program CorelDRAW Graphich Suite 12 pada foto preparat perbesaran

    400x

  • 45

    Lampiran C. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

    Timbangan analitik Timbangan neraca

    Catatan :

    a. Ketamin b. Cottonroll c. Pinset d. Ekskavator e. Sonde setengah lingkaran

    f. Parafin g. Sonde lambung h. Disposible syringe insulin 1ml i. Gunting j. Pinset anatomis k. Scalpel

  • 46

    Catatan :

    1. Haematoksilin 2. Meyer egg albumin 3. Entelan 4. Eosin 5. Object glass 6. Deck glass 7. Xylol

    8. parafin 9. formalin 10. alkohol 11. gliserin 12. spirtus

    Catatan :

    1. Pinset 2. Holder 3. Kuas 4. Gunting 5. Embedding cassette

    6. Sampel 7. Histologycal basket 8. Bunsen 9. Counter 10. Cassette

  • 47

    Kurkumin yang digunakan Trichrome Mallory

    dalam penelitian

    Mikrotom Waterbath Inkubator

    Slide warmer Mikroskop binokuler

  • 48

    Tikus wistar umur 2 bulan Penyuntikan Ketamin

    Pencabutan molar kiri rahang bawah Gigi tikus yang diambil dari soket

    pada tikus

    Keadaan intraoral tikus Keadaan ekstraoral tikus

    pasca pencabutan pasca pencabutan