naskah publikasi

65
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Timur Tengah adalah wilayah yang tidak pernah lepas dari adanya konflik yang senantiasa mewarnai dinamika di kawasan tersebut. Berbagai macam konflik senantiasa terjadi sejak zaman sebelum masehi hingga saat ini. Salah satu konflik yang hingga saat ini terus terjadi ialah konflik antara Israel dan Palestina. Konflik tersebut secara historis dilandasi oleh pengesahan deklarasi Balfour pada 1917. Deklarasi tersebut secara umum berisi tentang yang penyetujuan pembentukan sebuah Negara Yahudi di Palestina oleh Arthur James Balfour, yang pada saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri Inggris. Implementasi deklarasi tersebut akhirnya terealisasi pada 1948, dimana Israel secara resmi menyatakan kemerdekaannya. Konflik antara Israel, negara-negara Arab dan Palestina pada mulanya diawali oleh adanya deklarasi 1

Upload: rosyidan-putranto

Post on 12-Apr-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sdf

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH PUBLIKASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Timur Tengah adalah wilayah yang tidak pernah lepas dari adanya konflik

yang senantiasa mewarnai dinamika di kawasan tersebut. Berbagai macam konflik

senantiasa terjadi sejak zaman sebelum masehi hingga saat ini. Salah satu konflik

yang hingga saat ini terus terjadi ialah konflik antara Israel dan Palestina. Konflik

tersebut secara historis dilandasi oleh pengesahan deklarasi Balfour pada 1917.

Deklarasi tersebut secara umum berisi tentang yang penyetujuan pembentukan

sebuah Negara Yahudi di Palestina oleh Arthur James Balfour, yang pada saat itu

menjabat sebagai menteri luar negeri Inggris. Implementasi deklarasi tersebut

akhirnya terealisasi pada 1948, dimana Israel secara resmi menyatakan

kemerdekaannya.

Konflik antara Israel, negara-negara Arab dan Palestina pada mulanya

diawali oleh adanya deklarasi kemerdekaan Israel pada 1948, yang kemudian

direspon negara-negara Arab dengan serangannya ke Israel. Perseteruan negara-

negara Arab dengan Israel masih terus berlanjut dengan adanya perang pada 1967.

Dimana pada perang tersebut pihak Israel selalu berhasil memukul negara-negara

Arab. Kegagalan negara-negara Arab pada perang 1967 kemudian menyebabkan

tumbuhnya gerakan kemerdekaan Palestina oleh Organisasi Pembebasan Palestina

(PLO). Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, beberapa kelompok militer

Palestina melancarkan berbagai gelombang serangan terhadap warga-warga Israel

1

Page 2: NASKAH PUBLIKASI

di seluruh dunia. Sejak itulah konflik antara Israel dan Palestina semakin

meruncing. Hingga saat ini konflik antara Israel dan Palestina belum juga

menemukan resolusi yang pas bagi kedua belah pihak.

Terhambatnya perdamaian antara Israel dan Palestina berkaitan erat

dengan faktor pemimpin di masing-masing pihak, termasuk juga di pihak Israel.

Pemimpin yang juga bertugas sebagai pengambil kebijakan mempunyai peranan

penting dalam menentukan arah politik luar negeri negara yang dipimpinnya.

Dalam artian politik luar negeri atau tindakan suatu negara terhadap negara lain

merupakan gambaran dari visi pemimpinnya.

Di Israel faktor individu terpilih yang berhasil mengisi kursi posisi

Perdana Menteri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi arah politik

luar negeri negara tersebut, khususnya politik luar negeri terhadap Palestina.

Setidaknya hal tersebut dapat terlihat dalam rezim lima Perdana Menteri terakhir.

Dimana terjadi fluktuasi politik luar negeri pada masing-masing rezim Perdana

Menteri sejak pertengahan decade silam.

Dimulai pada tahun 1996, ketika Benjamin Netanyahu terpilih sebagai

Perdana Menteri di bawah dukungan partai Likud, politik luar negeri terhadap

Palestina dapat dikatakan merupakan politik aneksasi atau politik perluasan

wilayah. Tiga tahun kemudian, Ehud Barak berhasil memenangi pemilihan umum,

mengalahkan calon incumbent Benjamin Netanyahu. Dibawah kepemimpinan

Ehud Barak yang berangkat dari partai Buruh, sebenarnya terdapat harapan akan

terciptanya proses perdamaian kembali dengan Palestina, setelah sebelumnya

sempat tersendat selama tiga tahun pada masa kepemimpinan Benjamin

2

Page 3: NASKAH PUBLIKASI

Netanyahu. Hanya saja krisis politik internal begitu mendominasi pada masa

kepemimpinannya. Sehingga upaya penciptaan perdamaian dengan Palestina yang

telah direncanakan sebelumnya seringkali terganggu oleh friksi-friksi internal

dalam parlemen (Knesset) yang dipimpinnya.

Hanya dua tahun berselang, atau lebih tepatnya pada tahun 2001, kursi

Perdana Menteri kembali jatuh dalam genggaman partai Likud. Kali ini Ariel

Sharon berhasil menduduki kursi tersebut menggantikan Ehud Barak. Dibawah

kepemimpinan Sharon, politik luar negeri Israel terhadap Palestina dapat

dikatakan merupakan politik luar negeri kekerasan. Dalam artian politik luar

negeri Israel terhadap Palestina pada masa itu cenderung menggunakan kekerasan,

dengan dalih sebagai bentuk eksistensi Israel.1

Tahun 2005, parlemen (Knesset) Israel kembali mengadakan pemilihan

umum. Pada Pemilihan Umum ini, Ariel Sharon berhasil untuk menduduki posisi

Perdana Menteri. Hanya saja kemenangan Sharon pada 2005 berbeda dengan

sebelumnya, karena pada pemilihan umum tersebut ia disokong oleh partai

Kadima, yaitu partai baru hasil bentukan Ariel Sharon dan beberapa politisi

lainnya yang membelot dari partai Likud. Pasca “pembelotan” Sharon tersebut,

politik luar negeri Israel, khususnya terhadap Palestina, menjadi berbeda dari

sebelumnya. Fakta tersebut memperlihatkan bagaimana peralihan pemikiran

seorang pemimpin negara mempengaruhi politik luar negeri negara tersebut.

Masa kepemimpinan Ariel Sharon berakhir pada bulan April 2006 ketika

ia tidak lagi dapat aktif karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk.

Pada saat itu pula Ehud Olmert langsung ditunjuk sebagai Perdana Menteri. 1 Ibid, hal. 167

3

Page 4: NASKAH PUBLIKASI

Dibawah rezim Ehud Olmert, yang juga berasal dari partai Kadima, politik luar

negeri Israel terhadap Palestina lebih berorientasi pada keamanan nasional. Ini

terlihat dari kebijakannya dalam melakukan balasan terhadap serangan-serangan

roket pejuang Palestina sepanjang akhir 2008.2 Kepemimpinan Ehud Olmert

akhirnya selesai pada awal tahun 2009. Perdana Menteri pengganti Ariel Sharon

tersebut digantikan oleh Benjamin Netanyahu dari partai Likud.

Terpilihnya kembali Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri secara

langsung berpengaruh terhadap politik luar negeri Israel di Palestina. Seperti pada

masa kepemimpinannya yang pertama, politik luar negeri Israel pada saat ini

adalah politik aneksasi atau upaya perluasan wilayah Israel terhadap Palestina.

Setidaknya hal tersebut terlihat dari kebijakan pembangunan pemukiman Yahudi

di Jerusalem Timur sepanjang tahun 2010. Fenomena ini memperlihatkan bahwa

terjadi peningkatan agresifitas politik luar negeri Israel terhadap Palestina dalam

hal upaya aneksasi atau perluasan wilayah terhadap Palestina. Melihat fakta

tersebut menarik untuk diamati penyebab peningkatan agresifitas politik luar

negeri Israel di bawah rezim Benjamin Netanyahu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis berupaya untuk menjelaskan

latar belakang yang mempengaruhi agresifitas politik luar negeri Israel pada masa

Benjamin Netanyahu dengan rumusan masalah sebagai berikut: “Mengapa politik

luar negeri Israel terhadap Palestina menjadi semakin agresif di bawah

kepemimpinan Benjamin Netanyahu pasca Pemilihan Umum Israel tahun 2009?”2 http:// news.bbc.co.uk./2/hi/middle_east/4135680.stm , diakses pada 1 Maret 2011

4

Page 5: NASKAH PUBLIKASI

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya peningkatan agresifitas kebijakan luar negeri Israel

terhadap Palestina dibawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu pasca

PEMILIHAN UMUM Israel tahun 2009, dimana rasionalitas pengambilan

kebijakan oleh Netanyahu merupakan aspek yang akan dijelaskan dalam tulisan

ini.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat, yaitu manfaat secara teoritis

dan manfaat secara praktis. Berikut penjelasan dari dua manfaat tersebut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini maka akan memperluas wacana dan kajian

dalam ilmu hubungan internasional yang terfokus pada pendekatan mikro yang

menunjukkan proses pembentukan persepsi dan rasionalitas pemimpin suatu

negara dalam pengambilan kebijakan politik luar negeri.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penulis berharap dengan adanya penelitian ini akan dapat menambah

wawasan pembaca, baik mahasiswa maupun umum, dengan temuan-temuan yang

ada dalam penelitian ini sehingga dapat menjadi interpretasi tersendiri serta dapat

dilanjutkan dalam bentuk penelitian-penelitian lain yang sejenis.

5

Page 6: NASKAH PUBLIKASI

1.5 Studi Terdahulu

Penulisan skripsi ini mengambil kajian pustaka dengan judul Strategi

Zionisme Ortodoks Dalam Politik Luar Negeri Israel Terhadap Palestina 3 ,

yang telah dilakukan oleh Mohamad Fadhila Arif Firmansyah sebagai studi

terdahulu yang berfungsi sebagai pembanding terhadap penelitian yang dibuat

oleh penulis. Kajian pustaka tersebut secara umum menyebutkan bahwa

Fenomena invasi Israel ke Palestina tidak terlepas dari hubungan dan dominasi

dari gerakan politik Zionis Yahudi.

Gerakan Zionis adalah gerakan nasional kaum Yahudi yang merupakan

suatu gerakan yang mendorong untuk berdiaspora kembali pada tanah Palestina,

sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Theodore Herzl dalam bukunya yang

berjudul Der Judenstaat. Dalam buku tersebut Herzl juga menyerukan kepada

kaum Yahudi agar mereka bersatu untuk membentuk sebuah negara-bangsa

dengan Palestina sebagai tanah air atau wilayah kaum Yahudi dengan Yerusalaem

Timur (Al-Quds) sebagai Ibukota negaranya.

Seruan atau doktrin Theodore Herzl ini merupakan awal dari konflik Israel

dengan Palestina yang terus berlangsung hingga kini. Doktrin itu pula yang

menjadi landasan gerakan politik kaum Zionis Ortodoks untuk memasukkan

kepentingan politisnya dalam perumusan kebijakan dan politik luar negeri Israel

untuk menginvasi Palestina. Hasil penelitian tersebut mengungkap bahwa strategi

zionis ortodoks untuk dapat masuk pada politik pemerintahan Israel dengan cara

3 M. Fadhila Arif Firmansyah, 2011, Strategi Zionisme Ortodoks Dalam Politik Luar Negeri Israel Terhadap Palestina, Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang.

6

Page 7: NASKAH PUBLIKASI

mendominasi pada parlemen yaitu menggunakan partai Likud sebagai kendaraan

politik, sehingga dapat memegang kekuasaan tertinggi pada Perdana Menteri.

Kajian pustaka berikutnya dalam penulisan skripsi ini ialah skripsi dengan

judul Konflik HAMAS dengan FATAH: Keterlibatan Israel, 4 oleh Arissa

Fauziarachman. Kajian pustaka tersebut secara umum menyebutkan bahwa

sejak Hamas memenangkan pemilihan umum legislatif pada tanggal 25 Januari

2006 hingga pembentukan kabinet darurat Palestina oleh Presiden Mahmoud

Abbas dari unsur Fatah pada Juni 2007, ditemukan bukti bahwa ada dua motif

keterlibatan Israel dalam konflik.

Pertama, Israel menginginkan yang memimpin Palestina adalah pihak

yang loyal dan mau berkompromi dengannya. Terpilihnya Hamas meresahkan

Israel, karena pemikiran dan garis perjuangan Hamas dianggap mengancam

eksistensi dan kepentingannya. Sehingga, konflik antara Hamas dengan Fatah

ditujukan untuk menggulingkan Hamas dari peta perpolitikan Palestina dan

mendorong Fatah untuk kembali memerintah Palestina. Kedua, Israel menyadari

bahwa konflik Hamas dengan Fatah akan menghancurkan Palestina. Sehingga,

alasan keterlibatan Israel berikutnya adalah untuk melanggengkan konflik antara

Hamas dengan Fatah, yang akan mengganggu fokus kedua kubu berkuasa di

Palestina itu dari tujuan utama mereka untuk memperjuangkan nasib rakyat

Palestina dan menuntut wilayah kepada Israel.

4 Arrisa Fauziarrachman, 2009, HAMAS dan Fatah: Keterlibatan Israel. Skripsi Universitas Airlangga Surabaya, dalam http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2009-fauziarachman 10585&PHPSESSID= f7cd4 3e8de 1c0e6d 9491e 41c775726 cb, diakses pada 9 Februari 2011.

7

Page 8: NASKAH PUBLIKASI

Secara umum tulisan tersebut juga berkaitan langsung dengan kebijakan-

kebijakan luar negeri Israel di Palestina pada tahun tersebut, atau lebih tepatnya

pada masa kepemimpinan Perdana Menteri Ehud Olmert. Dimana pada tahun

tersebut Olmert menetapkan kebijakan tentang kesediaan kompromi untuk

perdamaian dengan Palestina, meskipun pada tahun-tahun kedepanya hal tersebut

sangat sulit direalisasikan, mengingat kemenangan pihak Hamas pada Pemilihan

Umum Palestina 2006, yang mana Hamas sendiri merupakan partai politik yang

secara keras menentang pendudukan Israel di Palestina.

Kedua kajian pustaka diatas secara umum menjelaskan mengenai upaya

Israel menguasai Palestina. Perbedaan keduanya terletak pada analisis data beserta

fokus kajian yang dilakukan oleh masing-masing penulis. Kajian pustaka pertama

menggambarkan tentang strategi gerakan Zionis dalam upayanya menduduki

wilayah Palestina, dengan jalan politik melalui penguasaan kursi pemerintahan di

Israel. Sedangkan kajian pustaka kedua menjelaskan tentang keterlibatan Israel

dalam konflik Hamas dan Fatah di Palestina sabagai upaya negara tersebut untuk

menguasai wilayah Palestina.

Sama halnya dengan kedua kajian pustaka diatas, penelitian yang

dilakukan oleh penulis juga membahas tentang upaya peguasaan Israel terhadap

Palestina. Hanya saja fokus kajian dalam penelitian ini lebih menekankan pada

penjelasan faktor yang menyebabkan agresifitas politik luar negeri Israel dalam

upayanya untuk menguasai wilayah Palestina.

1.6 Kerangka Pemikiran

1.6.1 Kerangka Konseptual

8

Page 9: NASKAH PUBLIKASI

1.6.1.1 Konsep Politik Luar Negeri

Secara umum tidak ada satu pengertian tunggal dan tepat dalam

perumusan definisi politik luar negeri. Variatifnya definisi mengenai politik luar

negeri, membuat studi mengenai politik luar negeri menjadi kompleks, seperti

yang disampaikan oleh Rousenau dan Hermann.5 Seperti halnya Kissinger yang

memahami politik luar negeri sebagai perpanjangan politik domestic, para teoritisi

lain juga mempunyai pemikiran yang berbeda-beda dalam mendefinisikan konsep

politik luar negeri. Beberapa diantaranya seperti Lorenz dan Laswell6, yang

memakai pendekatan individu dalam mendefinisikan politik luar negeri. Menurut

Laswell, politik luar negeri adalah hasil dari upaya kepribadian aktor politik

dalam memproyeksikan dirinya pada suatu objek publik dan kemudian

merasionalisasikan tindakan itu dengan dalih kepentingan publik. Argumen

Laswell tersebut tentunya didasarkan atas pengamatan dan juga pengalaman

historisnya. Dengan demikian faktor individu merupakan salah satu pendekatan

yang dapat menjelaskan konsep politik luar negeri.

1.6.1.2 Konsep Agresifitas

Agresifitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan

marah permusuhan atau tindakan melukai pihak lain baik dengan tindakan

kekerasan langsung maupun tidak langsung. Tindakan agresi merupakan tindakan

yang disengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum

5 Ibid6 Mohtar Mas’oed, 1991, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisa dan Teorisasi, Jakarta: LP3ES, hal. 12

9

Page 10: NASKAH PUBLIKASI

agresifitas dapat dilihat dari adanya indikasi berupa meningkatnya intensitas sikap

atau tindakan yang merugikan pihak lain guna mencapai tujuan tertentu. 7

Dalam penelitian ini indikator agresifitas politik luar negeri Israel terhadap

Palestina ialah adanya akselerasi serangan terhadap Hamas, meningkatnya

pembangunan pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur, serta semakin ketatnya

politik isolasi yang diterapkan oleh Israel di jalur Gaza. Konsep agresifitas ini

merupakan konsep yang sesuai digunakan dalam penulisan skripsi ini. Hal

tersebut terlihat jelas dari meningkatnya upaya Netanyahu dalam melakukan

aneksasi terhadap wilayah Palestina pasca kepemimpinan Ariel Sharon dan Ehud

Olmert yang notabene pada masa itu politik luar negeri Israel sedikit melunak,

dengan ditandai adanya penandatanganan roadmap perdamaian oleh Ariel Sharon.

1.6.2 Kerangka Teoritis

1.6.2.1 Teori Persepsi

Kerangka dasar pemikiran yang diambil penulis menggunakan konsep

ataupun teori-teori yang berkaitan erat dengan judul yang dipilih oleh penulis.

Adapun kerangka dasar pemikiran yang digunakan oleh penulis dalam penelitian

ini lebih merujuk pada teori persepsi dalam pengambilan kebijakan yang

dinyatakan oleh Ole R. Holsti.

Mengenai hubungan antara citra, persepsi, dan perilaku internasional, Bruce

Russet dan Harvey Starr menjelaskannya sebagai berikut. Dalam proses

pembuatan keputusan politik luar negeri pada awalnya timbul suatu situasi atau

masalah. Sebelum situasi atau masalah itu muncul untuk ditanggapi oleh para

7http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01d1/0a617f0b.dir/doc.pdf , diakses pada 4 Mei 2011, pukul 22.10 WIB.

10

Page 11: NASKAH PUBLIKASI

pembuat keputusan, ada tiga hal yang terjadi. Pertama, ada semacam stimulus dari

lingkungan. Kedua, tentu ada upaya untuk mempersepsi stimulus itu. Ini adalah

proses yang diterapkan oleh individu untuk menyeleksi, menata, dan menilai

informasi yang masuk tentang dunia sekitarnya. Ketiga, harus ada upaya

menafsirkan stimulus yang telah dipersepsi itu. Persepsi dan penafsiran itu sangat

tergantung pada citra yang ada dalam benak si pembuat keputusan.

Tahapan-tahapan yang telah dijelaskan oleh Russet dan Starr digambarkan

oleh Ole R. Holsti dalam sebuah diagram yang menggambarkan persepsi dan

hubungannya dengan citra dan sistem keyakinan. Menurut Ole R. Holsti, sistem

keyakinan terdiri dari serangkaian citra yang membentuk keseluruhan kerangka

acuan atau sudut pandang seseorang. Citra-citra itu meliputi realitas masa lalu,

masa kini, dan realitas yang diharapkan di masa depan, dan preferensi nilai

tentang apa yang seharusnya terjadi. Demikianlah teori persepsi ini telah

diuraikan melalui beberapa sudut pandang para pakar.8

Jika teori ini diaplikasikan terhadap politik luar negeri Israel di Palestina

pasca Pemilihan Umum Israel tahun 2009, pandangan Holsti tentang nilai dan

keyakinan tersebut ternyata dimiliki oleh Israel, yang terwakili oleh Perdana

Menteri Benjamin Netanyahu selaku pengambil kebijakan. Artinya nilai dan

sistem keyakinan yang dimiliki oleh Netanyahu yang diperoleh dari informasi

atau wawasan yang ia dapatkan sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan

terkait politik luar negeri Israel di Palestina. Hal ini terlihat dari latar belakang

Benjamin Netanyahu yang merupakan pemimpin partai Likud, yang tentunya

8 Ibid, hal. 20-21

11

Page 12: NASKAH PUBLIKASI

sangat memahami ideologi partai yang di pimpinnya tersebut, yaitu menolak

dengan tegas berdirinya negara Palestina.

Latar belakang pengambilan kebijakan luar negeri Israel terhadap

Palestina oleh Netanyahu menurut teori persepsi dipengaruhi oleh nilai dan

keyakinannya yang bersumber dari informasi dan pengetahuan yang diterimanya,

kemudian membentuk konstruksi berpikir Netanyahu. Konstruksi berpikir

Netanyahu tersebut kemudian mempengaruhi sistem keyakinan yang secara

relative memunculkan kecenderungan pandangannya dalam mengambil kebijakan

terhadap Palestina.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini diperlukan adanya ruang lingkup penelitian,

tujuannya adalah agar pembahasan masalah berkembang ke arah sasaran yang

tepat dan tidak keluar dari kerangka permasalahan yang ditentukan. Ruang

lingkup atau batasan dalam penelitian ini meliputi batasan materi dan batasan

waktu. Batasan materi dari penelitian ini adalah kebijakan luar negeri Israel di

Palestina pasca Pemilihan Umum Israel tahun 2009. Adapun batasan waktu

dalam penelitian ini mencakup tahun 2009, khususnya pasca Pemilu Israel

hingga 2010.

1.7.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam tulisan ini adalah penelitian

eksplanatori atau eksplanasi, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

12

Page 13: NASKAH PUBLIKASI

Penelitian eksplanasi bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua gejala

variable. Penelitian ini bertitik tolak pada pertanyaan dasar “mengapa”. Melalui

penelitian eksplanasi akan dapat diketahui bagaimana korelasi antara dua atau

lebih variable baik pola, arah, sifat, bentuk, maupun kekuatan hubungannya.

Dalam penelitian eksplanasi terdapat beberapa tipe penjelasan yang

dipergunakan unuk menjawab pertanyaan dasar dalam penelitian. Tipe penjelasan

tersebut meliputi Causal Eksplanation, Structural Eksplanation, dan Intrepetive

Explanation. Adapun tipe penjelasan penelitian eksplanasi dalam penelitian ini

adalah Causal Eksplanation, yang merupakan penjelasan tentang apa penyebab

dari beberapa peristiwa atau fenomena. Penjelasan kausal merupakan tipe yang

sangat umum dari penjelasan yang digunakan jika hubungan adalah satu tentang

sebab akibat.9

1.7.3 Variabel Penelitian dan Tingkat Analisa

Dalam studi Hubungan Internasional, tingkat analisa diperlukan untuk

menjelaskan fenomena internasional yang hendak diteliti. Russet dan Starr

membagi tingkat analisa menjadi enam tingkat yang meliputi individu dan sifat

kepribadiannya, peranan yang dijalankan pembuat keputusan, struktur pemerintah,

masyarakat tempat mereka tinggal, jaringan hubungan antar pembuat keputusan,

dan sistem internasional. Sedangkan menurut John Spainer, terdapat tiga tingkatan

analisa dalam studi Hubungan Internasional, yang meliputi tingkat individu,

negara bangsa, dan sistem internasional.10

9 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama, hal. 2610 Mas’oed, Mohtar, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES

13

Page 14: NASKAH PUBLIKASI

Mohtar Mas’oed membagi tingkat analisa kedalam lima tingkat yang

meliputi individu, kelompok individu, Negara-bangsa, kelompok Negara dalam

suatu regional, dan sistem internasional.11 Tingkat analisa dapat diidentifikasi

melalui beberapa variable. Variabel tersebut meliputi unit analisa atau variable

dependen, yaitu variable yang hendak dijelaskan, serta unit eksplanasi atau

variable independen, yaitu variable yang hendak diamati.

Judul penelitian ini adalah Peningkatan Agresifitas Politik Luar Negeri

Israel Terhadap Palestina Dalam Periode Pemerintahan Benjamin Netanyahu

Tahun 2009-2010. Dari judul tersebut kita dapat mengidentifikasi variabel-

variabel dalam ilmu hubungan internasional.12 Penelitian ini memiliki dua variable

yaitu politik luar negeri Israel ke Palestina sebagai unit eksplanasinya atau

variabel independenya atau variable yang digunakan untuk menjelaskan variable

analisa. Sedangkan peningkatan agresifitas kebijakan luar negeri Israel di

Palestina pada masa Benjamin Netanyahu sebagai unit analisanya atau variable

dependen dalam penelitian ini. Dimana penyebab agresifitas kebijakan luar negeri

Israel di Palestina pasca Pemilu Israel tahun 2009 akan dijelaskan oleh penulis.

Dilihat dari pembagian diatas, maka dapat diketahui bahwa level analisa

dalam skripsi ini adalah induksionis, dimana unit eksplanasinya lebih tinggi dari

unit analisanya yaitu pengaruh individu yang terwakili dalam sosok Benjamin

Netanyahu sebagai kepala negara yang mempengaruhi politik luar negeri negara

Israel terhadap Palestina. Dalam hal ini variable independen atau unit eksplanasi

mempengaruhi variabel dependen atau unit analisa.

11 Ibid12 Ibid

14

Page 15: NASKAH PUBLIKASI

1.7.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, penulis menggunakan

metode pengumpulan data yang bersifat studi pustaka untuk lebih mengakuratkan

penelitian dari sisi keilmuan. Metode ini dilaksanakan dengan cara mencari data-

data yang berkaitan dengan topic permasalahan yang diangkat melalui penelitian

terhadap buku, tulisan, artikel, yang mana lokasi penelitian selain perpustakaan

pusat UMM dan laboratorium Hubungan Internasional, disamping itu tentunya

media cetak dan elektronik juga akan dijadikan sebagai sumber data guna

melengkapi kebutuhan bahan tulisan ini.

1.7.5 Metode Analisa Data

Untuk memaparkan dan menjelaskan secara mendalam mengapa terjadi

peningkatan agresifitas kebijakan luar negeri Israel terhadap Palestina dibawah

kepemimpinan Benjamin Netanyahu pasca Pemilu 2009, penulis akan

menggunakan metode argumentative. Dimana dalam metode argumentative ini

penulis terlebih dahulu melihat persoalan, kemudian melakukan analisa terhadap

kondisi-kondisi yang dinilai tidak normal atau mempunyai kekhususan

dibandingkan yang lainnya dalam persoalan internasional.

1.8 Hipotesis

Peningkatan agresifitas politik luar negeri Israel terhadap Palestina

ditandai dengan meningkatnya upaya aneksasi wilayah Palestina, seperti

pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Peningkatan tersebut

dipengaruhi oleh nilai, keyakinan, dan pengetahuan yang mempengaruhi persepsi

15

Page 16: NASKAH PUBLIKASI

dan pemikiran Benjamin Netanyahu yang terlihat dalam agresifitas politik luar

negeri Israel terhadap Palestina pada tahun 2009-2010.

Benjamin Netanyahu merupakan pemimpin partai Likud yang berhasil

menduduki kembali posisi Perdana Menteri pasca keberhasilannya dalam

pemilihan umum 2009. Partai Likud sendiri merupakan kekuatan politik kanan-

tengah di Israel yang mempunyai sikap keras terhadap Palestina, termasuk

menolak dengan tegas berdirinya negara Palestina. Ideologi yang terkandung

dalam partai tersebut adalah ideologi “rasisme” yang bersumber pada kitab

Talmud, yaitu kitab suci yang digunakan sebagai pedoman golongan Yahudi

Ortodoks. Dalam salah satu ajarannya, kitab tersebut memaparkan tentang

dibolehkannya orang-orang Yahudi untuk mengambil hak orang-orang non-

Yahudi.13 Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab Talmud selanjutnya

dipergunakan sebagai landasan dasar ideologi partai Likud.

Sebagai pimpinan partai Likud yang telah berkuasa selama bertahun-

tahun, Netanyahu tentu sangat memahami ideologi partai yang dipimpinnya

tersebut. Hal itulah yang kemudian mendasari pembentukan sistem keyakinan

Benjamin Netanyahu. Berdasarkan pemahaman tersebut, peningkatan agresifitas

politik Israel terhadap Palestina dapat dijelaskan melalui beberapa faktor yaitu,

Pertama, Adanya keyakinan Netanyahu tentang tanah yang dijanjikan (The

Promise Land), sesuai dengan doktrin Theodore Herzl, yang kemudian

membentuk nilai atau keinginan dari Netanyahu untuk menduduki Palestina.

13 K.H. Toto Tasmara, 2010, Yahudi: Mengapa Mereka Berprestasi, Jakarta: Sinergi Publishing, hal. 182

16

Page 17: NASKAH PUBLIKASI

Kedua, adanya fakta sejarah tentang riwayat pernah ditempatinya tanah

Palestina oleh kaum Yahudi. Hal tersebut berlanjut dengan upaya pendudukan

kembali wilayah Palestina oleh kaum Yahudi, yang berujung pada adanya konflik

Israel-Palestina yang tidak kunjung usai. Fakta tersebut kemudian mempengaruhi

pembentukan perspektif Netanyahu yang memandang bahwa konflik tersebut

merupakan ancaman bagi Israel. Kombinasi antara nilai atau keinginan dan fakta

yang membentuk perspektif Netanyahu menjadi acuan dalam pengambilan

kebijakan luar negeri Israel terhadap Palestina. Dengan demikian peningkatan

politik luar negeri Israel terhadap Palestina dipengaruhi oleh persepsi dan sistem

keyakinan Benjamin Netanyahu.

1.9 Struktur Penulisan

Penelitian ini akan dijabarkan dalam beberapa bab. Pembagian bab

disesuaikan dengan urutan kerangka pemikiran yang membentuk keseluruhan dari

penelitian ini. Secara sederhana format kajian atau sistematika penulisan dalam

penelitian ini dijabarkan secara urut dari bab pertama hingga bab terakhir.

Bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang

Masalah, Rumusan permasalahan, Kajian Pustaka, Kerangka Teoritis, Metode

Penelitian, Hipotesa, dan Struktur Penulisan. Selanjutnya bab dua akan

menjelaskan tentang sejarah aneksasi dan fluktuasi politik luar negeri negara

Israel yang meliputi sejarah aneksasi beserta fluktuasi politik luar negeri Israel.

Adapun bab ketiga akan menjelaskan penyebab peningkatan agresifitas kebijakan

luar negeri Israel di Palestina dalam periode kepemimpinan Benjamin Netanyahu

17

Page 18: NASKAH PUBLIKASI

tahun 2009-2010. Dan bab terakhir akan memberikan kesimpulan dan rangkuman

dari argumen yang dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya.

18

Page 19: NASKAH PUBLIKASI

BAB II

SEJARAH ANEKSASI DAN FLUKTUASI POLITIK LUAR NEGERI

ISRAEL TERHADAP PALESTINA

2.1 Sejarah Israel

Negara Israel adalah sebuah negara kecil di pinggiran timur Laut Tengah.

Secara geografis, negara yang terletak di bagian barat daya Asia tersebut,

dikelilingi oleh sejumlah negara Arab. Di sebelah utara ada Lebanon, di timur ada

Yordania dan Suriah, dan di barat daya ada Mesir. Selain itu, negara yang

berbahasa utama Arab dan Ibrani tersebut juga dikelilingi oleh dua wilayah

otoritas Palestina, yaitu Jalur Gaza dan Tepi Barat.14 Sedangkan secara

demografis, menurut data yang tercantum dalam ensiklopedi Negara dan Bangsa

Asia, Israel terdiri dari 83 persen bangsa Yahudi, dan selebihnya adalah bangsa

Arab dan Palestina yang telah lama mendiami wilayah tersebut. Dilihat dari

sejarahnya, bangsa Yahudi yang saat ini merupakan mayoritas di Israel, berasal

dari lebih dari 70 negara.15 Hal tersebut disebabkan oleh adanya migrasi besar-

besaran bangsa Yahudi yang terjadi pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-

20, sebagai akibat dari adanya Doktrin Herzl tentang adanya tanah yang dijanjikan

(The Promise Land).16

14 Riza Sihbudi, 2007, Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel atas Negara-Negara Muslim, Jakarta: Mizan, hal. 425, Lihat juga Inu Kencana, 2005, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Bandung:Refika Aditama.15 Lihat Ensiklopedia Umum, 2002, Negara dan Bangsa: Asia, Jilid, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, hal. 916 Migrasi bangsa Yahudi yang telah terdiaspora ke Tanah Palestina, terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama terjadi pada tahun 1882-1924. Pada masa ini jumlah imigran belum terlalu banyak, akan tetapi secara politis sangat berperan besar dalam perluasan wilayah yang

19

Page 20: NASKAH PUBLIKASI

2.2 Sistem Politik dan Pemerintahan Israel

Israel merupakan negara republik yang menganut sistem demokrasi

parlementer yang meliputi kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga

kekuasaan ini saling dipisahkan dan bekerja saling mengawasi (check and

balance). Kekuasaan eksekutif dipegang oleh pemerintah yang bertanggung jawab

kepada kekuasaan legislative (Knesset). Kekuasaan yudikatif adalah independen.

Sementara itu presiden adalah kepala negara dan symbol pemersatu negara

Israel.17

Presiden dipilh oleh Knesset untuk masa jabatan lima tahun. Walaupun

kekuasaannya terbatas, kedudukan Presiden mempunyai prestise yang tinggi.

Presiden bisa menunjuk anggota Knesset untuk membuat pemerintah baru

menyusul adanya pemilihan umum atau ia dapat membubarkan pemerintahan

yang sedang berjalan. Secara umum jabatan presiden dalam pemerintahan Israel

hanyalah jabatan seremonial.

2.3 Politik Luar Negeri Israel

Secara umum politik luar negeri merupakan kebijakan yang diambil oleh

pemerintah suatu negara atau komunitas politik lainnnya dalam hubungan

dengan negara dan actor bukan negara di dunia internasional. Politik luar negeri

kelak akan menjadi negara Israel. Tahap kedua ialah tahun 1925-1948. Sedangkan tahap ketiga berlangsung pada 1948-1954. Pada periode tersebut, imigran yang datang banyak berasal dari wilayah Asia dan Afrika. Tahap keempat berlangsung tahun 1954 hingga sekarang. Pada periode ini, para imigran diseleksi untuk mengurangi jumlah buruh yang tidak produktif. Baca Inu Kencana, 2005, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Bandung:Refika Aditama. Lihat juga Riza Sihbudi, 2007, Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel atas Negara-Negara Muslim. Jakarta: Mizan, hal. 42517 Ibid, hal. 157

20

Page 21: NASKAH PUBLIKASI

menjembatani batas wilayah dalam negeri dan lingkungan internasional.18 Wujud

dari politik luar negeri bisa berupa hubungan diplomatic,pengeluaran doktrin,

pembuatan aliansi, pencanangan tujuan jangka panjang maupun jangka pendek.19

Naomi Chazan menggambarkan politik luar negeri Israel sebagai:

“ ...directly reflects shifting ideological concerns, perceptions, and priorities. Zionist ideology is the linchpin of the definition of israeli national objectives and the fundamental prism of israel's interaction in the global arena.”20

Mengacu pada definisi diatas, secara umum politik luar negeri Israel

dijalankan berdasarkan kepentingan dalam negerinya. Maka, segala kebijakan

luar negerinya sedapat mungkin diharapkan mampu memberikan manfaat yang

besar bagi kehidupan dalam negeri. Hal tersebut mengacu pada sejarah

berdirinya negara Israel yang merasa keamanan dalam negerinya merupakan salah

satu fungsi diplomatic internasionalnya.21

2.3.1 Politik Luar Negeri Israel Terhadap Palestina

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa politik luar negeri Israel

merupakan perpanjangan tangan dari poltik domestik yang didasarkan atas

kebutuhan dalam negerinya. Dalam hal ini sikap Israel terhadap negara-negara

18 Abubakar Eby Hara, 2011, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari Realisme Sampai Konstruktivisme, Bandung: Nuansa, hal. 13

19 K.J. Holsti, 1983, International Politics: a Framework for Analysis. (4th. Ed. Ed). London: Prentice Hall, p.97 dalam Ibid. Seperti halnya Holsti, definisi yang luas mengenai politik luar negeri juga diberikan oleh Christoper Hill yang mengatakan politik luar negeri sebagai jumlah hubungan luar resmi yang dilakukan oleh actor independen (biasanya negara) dalam hubungan internasional. Lihat Christoper Hill. 2003. The Changing Politics of Foreign Policy. Basingstoke: Palgrave MacMillan, p.3 dalam Ibid.

20 Naomi Chazan, Judith Kipper, and Harold H. Saunders (ed), 1991, The Middle East in Global Perspective, Colorado: United State of America by Westview Press, hal. 10421 Inu Kencana, 2005, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Bandung:Refika Aditama, hal. 165

21

Page 22: NASKAH PUBLIKASI

lain, termasuk Palestina merupakan sikap yang didasarkan atas kebutuhan atau

politik dalam negeri. Politik luar negeri Israel terhadap Palestina secara umum

dapat dikatakan bertujuan akhir untuk menganeksasi wilayah Palestina. Hal ini

terlihat jelas dari berbagai upaya aneksasi yang terus dilakukan oleh Israel.

Aneksasi merupakan suatu hal yang menjadi tujuan bersama kaum

Yahudi di Israel. Hanya saja, cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut

berbeda-beda, tergantung rezim yang berkuasa di Negara Yahudi tersebut. Dalam

hal ini individu yang menduduki kursi Perdana Menteri sangat menentukan Politik

Luar Negeri Israel terhadap Palestina.

2.3.1.1 Sejarah Aneksasi Tanah Palestina oleh Israel

Upaya aneksasi wilayah Palestina telah dilakukan oleh kaum Yahudi

Zionis jauh sebelum berdirinya negara Israel. Aneksasi tanah Palestina tersebut

bertujuan untuk menguasai secara penuh wilayah Palestina, yang mana hal itu

dilandasi oleh ideologi Zionisme yang menjadi keyakinan bangsa Yahudi Zionis,

dan membentuk persepsi para pemimpin Israel selanjutnya. Dilihat dari sisi

historis terdapat empat tahapan yang menunjukkan upaya aneksasi terhadap tanah

Palestina.

Tahapan pertama aneksasi wilayah Palestina berjalan pada awal terjadinya

imigrasi bangsa Yahudi ke tanah Palestina pada awal abad ke-20, yang merupakan

akibat dari adanya doktrin Herzl melalui buku Der Judenstaat. Pada masa itu

aneksasi terhadap wilayah Palestina dilakukan oleh orang-orang Yahudi Zionis

dengan cara membeli sebagian tanah yang dimiliki oleh warga Arab-Palestina.22

Tahapan kedua proses aneksasi wilayah Palestina terjadi dalam selang waktu 22 Z.A. Maulani, 2002, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia, Jakarta:Daseta, hal. 15

22

Page 23: NASKAH PUBLIKASI

setahun pasca perang dunia kedua atau pada tahun 1946-1947. Dalam kurun

waktu tersebut terjadi imigrasi besar-besaran kaum Yahudi ke tanah Palestina

pasca berakhirnya perang dunia kedua.

Kemenangan Israel pada perang Arab-Israel pada 1948 merupakan awal

dari tahapan ketiga proses aneksasi tanah Palestina oleh kaum Yahudi Zionis yang

telah terlembagakan dalam bentuk negara Israel. Hasil dari perang petama Arab-

Israel tersebut ialah berhasil dikuasainya 77 persen wilayah Palestina. Tahap

keempat dari proses aneksasi tanah Palestina oleh Israel terjadi setelah tahun

1967. Pasca kemenangan Israel pada 1967, berbagai upaya terus dlakukan oleh

Israel untuk memperluas penguasaannya atas wilayah Palestina.

2.3.1.2 Fluktuasi Politik Luar Negeri Israel Terhadap Palestina

Politik luar negeri Israel terhadap Palestina senantiasa mengalami

fluktuasi. Salah satu factor naik turunnya politik luar negeri Israel terhadap

Palestina ialah rezim yang berkuasa di Israel. Faktor terpilihnya individu yang

memenangi posisi Perdana Menteri dalam pemilihan umum, sangat berpengaruh

terhadap politik luar negeri yang diterapkan terhadap Palestina. Palestina sendiri

secara resmi dideklarasikan pada tahun 1988 pada pertemuan Dewan Nasional

Palestina di Aljazair, setelah sebelumnya dirintis oleh PLO.23 Dalam pembahasan

berikut akan dijelaskan gambaran umum politik luar negeri Israel terhadap

Palestina dalam periode kepemimpinan Perdana Menteri Israel sejak tahun 1988

hingga periode kedua kepemimpinan Benjamin Netanyahu, yang menunjukkan

adanya fluktuasi politik luar negeri Israel terhadap Palestina.

23 Reza Sihbudi, Op Cit, hal. 460

23

Page 24: NASKAH PUBLIKASI

Dimulai pada tahun 1988, ketika kursi Perdana Menteri Israel diduduki

oleh Yitzhak Shamir, politik luar negeri Israel terhadap Palestina diwarnai oleh

adanya pengusulan negosiasi dengan Palestina yang berujung pada jatuhnya

pemerintahan Yitzhak Shamir.24 Pada periode selanjutnya, Israel dibawah

kepemimpinan Yitzhak Rabin menyetujui penandatanganan Perjanjian Oslo I dan

II, yang berakibat pada terbunuhnya Yitzhak Rabin pada 1995.

Tahun 1996, yaitu masa kepemimpinan pertama Benjamin Netanyahu,

pada awal pemerintahannya Perdana Menteri yang memenangi pemilihan umum

dibawah dukungan partai Likud tersebut mengeluarkan kebijakan berupa

penempatan warga Yahudi di Hebron sebagai upaya aneksasi terhadap wilayah

tersebut. Menjelang akhir pemerintahannya, Netanyahu sempat menandatangani

perjanjian Wye River. Penandatanganan perjanjian tersebut melalui proses yang

cukup alot,mengingat Netanyahu sempat melakukan penolakan, sebelum didesak

oleh dunia internasional. Penandatanganan perjajian Wye River juga menandai

adanya upaya perdamaian dengan Palestina. Kebijakan tersebut secara tidak

langsung membuat Netanyahu gagal terplih kembali pada pemilihan umum yang

diselenggarakan oeh parlemen (Knesset) pada 2001, yang berhasil dimenangkan

oleh Ehud Barak.25

Pada masa pemerintahan Ehud Barak, yang berasal dari partai buruh,

sebenarnya terdapat harapan akan terciptanya proses perdamaian kembali dengan

Palestina. Hal tersebut ditandai dengan adanya penandatanganan perjanjian Camp

24 Riza Sihbudi, 2007, Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel atas Negara-Negara Muslim, Jakarta: Mizan, hal. 46025 Musthafa Abd. Rahman, 2002, Dilema Israel: Antara Krisis Politik dan Perdamaian,

Jakarta: Kompas, hal. 170

24

Page 25: NASKAH PUBLIKASI

David pada tahun 2000. Hanya saja tindak lanjut dari perjanjian tersebut tidak

menemui titik terang. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaktiadaan kesepakatan

antara Ehud Barak dan Yasser Arafat sebagai pemimpin Palestina.26

Ehud Barak selanjutnya digantikan oleh Ariel Sharon pada 2001. Pada

masa awal kepemimpinannya, Ariel Sharon mengeluarkan kebijakan berupa

instruksi untuk melakukan penyerangan terhadap warga sipil Palestina. Akan

tetapi pada tahun 2004, Perdana Menteri yang naik dengan sokongan partai Likud

tersebut mengeluarkan kebijakan berupa penyerahan 21 wilayah Israel di Gaza

terhadap Palestina.27 Kebijakan tersebut sekali lagi menandai adanya upaya

perdamaian dengan Palestina oleh Israel dan sekaligus menandai akhir dari

kebersamaan Ariel Sharon dengan Partai Likud, dimana Sharon kemudian

mendirikan partai baru bernama parta Kadima.

Bersama partai Kadima, Ariel Sharon berhasil menduduki kembali posisi

Perdana Menteri pada pemilihan umum yang diselenggarakan oleh parlemen

(Knesset) pada tahun 2005. Hanya saja, Sharon tidak sempat menyelesaikan masa

jabatannya, hingga pada tahun 2006 ia digantikan oleh Ehud Olmert. Masa

kepemimpinan Ehud Olmert diwarnai oleh penyerangan terhadap jalur Gaza pada

akhir 2008. Tahun 2009, parlemen Israel kembali mengadakan pemilihan umum

yang berhasil menempatkan kembali Benjamin Netanyahu sebagai Perdana

Menteri. Dibawah rezim Netanyahu, kebijakan luar negeri Israel terhadap

Palestina menjadi semakin agresif. Hal tersebut terlihat dari berlangsungnya

26 Ibid, hal. 17727 http:// news.bbc.co.uk./2/hi/middle_east/4135680.stm , diakses pada 1 Maret 2011

25

Page 26: NASKAH PUBLIKASI

pembangunan pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur yang menandai keinginan

Israel untuk melakukan aneksasi terhadap wilayah Palestina.

Berbagai fakta diatas menunjukkan gambaran umum politik luar negeri

Israel terhadap Palestina. Sesuai dengan definisi politik luar negeri Israel menurut

Naomi Chazan yang menyebut politik luar negeri Israel sebagai cerminan

ideologi, persepsi, dan prioritas,28 maka terlihat jelas bagaimana masing-masing

rezim menjalankan politik luar negeri Israel terhadap palestina, yang tentunya

berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan persepsi dan prioritas pada

masing-masing rezim tersebut secara langsung berpengaruh terhadap fluktuasi

politik luar negeri Israel terhadap Palestina. Pemaparan mengenai fluktuasi

politik luar negeri Israel terhadap Palestina, seperti yang tercantum diatas,

tentunya akan memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana perubahan

persepsi perdana menteri Israel berpengaruh terhadap politik luar negeri Israel

terhadap Palestina.

BAB III

FAKTOR PENINGKATAN AGRESIFITAS POLITIK LUAR NEGERI

ISRAEL TERHADAP PALESTINA PADA MASA BENJAMIN

NETANYAHU

28 Naomi Chazan, Judith Kipper, and Harold H. Saunders (ed), 1991, The Middle East in Global Perspective, Colorado: United State of America by Westview Press, hal. 104

26

Page 27: NASKAH PUBLIKASI

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan agresifitas politik luar negeri Israel terhadap Palestina

tahun 2009-2010. Faktor-faktor tersebut meliputi persepsi Benjamin Netanyahu

terhadap Palestina, dimana penilaian tersebut dipengaruhi oleh sistem keyakinan

dan fakta subjektif.

Pengaruh dari persepsi Benjamin Netanyahu terlihat dari adanya

kebijakan-kebijakan luar negeri Israel terhadap Palestina yang menunjukkan

adanya peningkatan agresifitas politik luar negeri Israel terhadap Palestina pada

tahun 2009-2010. Oleh sebab itu, sistematika analisis pada bab ini akan

didahulukan dengan pemaparan peningkatan agresifitas politik luar negeri Israel

pada masa Benjamin Netanyahu terhadap Palestina. Berikutnya penjelasan akan

dilanjutkan dengan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan

agresifitas politik luar negeri Isrtael terhadap Palestina pada masa Benjamin

Netanyahu.

3.1 Agresifitas Politik Luar Negeri Israel Terhadap Palestina Masa

Pemerintahan Benjamin Netanyahu

Terpilihnya kembali Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri, secara

langsung telah mempengaruhi politik luar negeri Israel terhadap Palestina. Jika

kita melihat kepemimpinan Benjamin Netanyahu, baik pada kepemimpinan

pertama hasil Pemilihan Umum tahun 1996 maupun kepemipinan kedua hasil

27

Page 28: NASKAH PUBLIKASI

Pemilu pada tahun 2009, menurut penulis tidak terdapat adanya perubahan sikap

Benjamin Netanyahu dalam memandang Palestina, seperti tercermin dalam politik

luar negeri maupun perilaku Israel terhadap Palestina semasa rezim

kepemimpinan Netanyahu. Baik pada kepemimpinan pertama maupun

kepemimpinan periode kedua, Netanyahu tidak pernah melonggarkan

kebijakannya terhadap Palestina seperti yang pernah ditunjukan oleh Yitzhak

Rabbin, Ariel Sharon maupun Ehud Olmert.29 Setidaknya hal tersebut terlihat dari

adanya upaya pembangunan pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur sepanjang

tahun 2010, pendudukan Gaza, penyerangan terhadap kekuatan-kekuatan di

Palestina yang berpotensi mengancam upaya aneksasi Israel, seperti Hamas,

Gerakan Intifada, maupun politik isolasi terhadap Palestina dengan alasan

keamanan.30

3.2 Faktor Peningkatan Agresifitas Politik Luar Negeri Israel Terhadap

Palestina

3.2.1 Sistem Keyakinan Benjamin Netanyahu: Ajaran Talmud, Doktrin

Herzl, dan Ideologi Partai Likud

Menurut Ole R. Holsti, persepsi seorang pemimpin dipengaruhi oleh

sistem keyakinan yang terdiri dari serangkaian citra yang membentuk keseluruhan

kerangka acuan atau sudut pandang seseorang. Citra-citra itu meliputi realitas

29 Menurut penulis, longgarnya politik luar negeri Israel terhadap Palestina pada masa Yitzak Rabbin misalnya, dalam perjanjian Oslo. Sedangakan pada masa Ariel Sharon, ditunjukan dengan adanya kesepakatan dan penandatanganan Roadmap perdamaian melalui penandatanganan KTT perdamaian Laut Merah pada tahun 2003 yang kemudian diteruskan oleh Ehud Olmert.

30 Pada masa Netanyahu, banyak terdapat peristiwa yang mengarah pada bentuk politik Isolasi Israel terhadap Palestina, seperti pemblokiran jalaur-jalur bantuan luar negeri dan bantuan kemanusiaan lainnya, penyeragan terhadap kapal Mavi Marmara, dan lain-lain. Lihat pula dalam AS Sudah Tahu Semua Rencana Israel di Palestina, dalam http://eramuslim.com/read/2010/07/03/05224278/, diakses pada 9 Juli 2011, pukul 22.10 WIB

28

Page 29: NASKAH PUBLIKASI

masa lalu, masa kini, dan realitas yang diharapkan di masa depan (fakta), dan

preferensi nilai tentang apa yang seharusnya terjadi. Jadi sistem keyakinan

menjalankan peran yang sangat penting bagi seseorang.

Sistem keyakinan itu membuatnya berorientasi terhadap lingkungan,

mengorganisasikan persepsi sebagai penuntun tindakan, dan bertindak sebagai

saringan dalam menyeleksi informasi dalam setiap situasi. Selanjutnya sistem

keyakinan akan mempengaruhi pembentukan persepsi individu dalam

pengambilan kebijakan. Dalam kasus peningkatan agresifitas politik luar negeri

Israel terhadap Palestina, sistem keyakinan Benjamin Netanyahu yang

mempengaruhi persepsinya meliputi ajaran kitab Talmud, doktrin Herzl, dan

ideologi partai Likud.

3.2.2 Persepsi Benjamin Netanyahu

Dalam hal pengambilan kebijakan politik luar negeri Israel terhadap

Palestina, persepsi pemimpin Israel, yang terwakili dalam sosok Benjamin

Netanyahu mempunyai andil penting dalam meningkatnya agresifitas politik luar

negeri negara yang dipimpinnya tersebut terhadap Palestina seperti yang telah

dijelaskan dalam sub bab di atas. Sesuai dengan pendekatan persepsi oleh Ole R.

Holsti, bahwa persepsi seorang Benjamin Netanyahu terbentuk dari adanya sistem

keyakinannya, yang meliputi ajaran kitab Talmud, doktrin Theodore Herzl, dan

ideologi partai Likud, serta fakta-fakta yang mendukung sistem keyakinannya itu,

yang diperkuat oleh proyeksi dan stereotip Benjamin Netanyahu terhadap

Palestina. Menurut Holsti, persepsi seorang pengambil kebijakan, dapat dilihat

melalui indikasi berupa pernyataannya terhadap objek yang ia lihat. Dalam

29

Page 30: NASKAH PUBLIKASI

penelitian ini, persepsi Benjamin Netanyahu dapat terlihat dari pernyataan-

pernyataannya mengenai ancaman Hamas dan kewilayahan Palestina.

Mengenai kewilayahan Palestina, Benjamin Netanyahu secara umum

berpandangan bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan untuk bangsa

Yahudi, dan mutlak sepenuhnya untuk dikuasai oleh Israel. Hal tersebut diperkuat

oleh pernyataan Benjamin Netanyahu pada Mei 2009, dimana pada waktu itu ia

mengatakan bahwa:

”Saya tak mengatakan dua negara untuk dua rakyat. Kita perlu memberikan penjelasan mengenai hal ini. Apakah ini berarti negara Hamas? Saya harap tidak. Jadi, bagaimana saya yakin ini bukanlah sebuah negara Hamas, sebuah entitas yang mengancam Israel? Saya pikir ini pertanyaan mendasar,”31

Melalui pernyataannya tersebut, secara jelas Benjamin Netanyahu

melakukan penolakan terhadap adanya opsi two state solution dalam perundingan

dengan Palestina. Artinya, Israel dibawah rezim Netanyahu akan tetap melakukan

aneksasi dan perluasan wilayah terhadap Palestina melalui pembangunan

pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur.

Berkaitan dengan potensi ancaman Hamas dan gerakan intifada Palestina,

Netanyahu secara umum memandang bahwa keberadaan Hamas merupakan

ancaman bagi keamanan Israel. Hal itu diperkuat oleh pernyataannya sebelum ia

menduduki posisi perdana menteri, dimana pada Januari 2009, ia mengatakan

bahwa:

“Pada waktu sampai berakhirnya suatu hari, tidak akan ada yang bisa melarikan diri dari tugas untuk menjatuhkan pemerintahan Hamas ... Jika pemerintah

31http://haadillahtulizzah.multiply.com/journal/item/164 , diakses pada 13 September 2011, pukul 15.09 WIB.

30

Page 31: NASKAH PUBLIKASI

memutuskan untuk mengadopsi tujuan ini, kita juga akan kembali melakukan itu.”32

Pernyataan Netanyahu di atas secara jelas menggambarkan persepsinya

tentang Hamas, dan gerakan-gerakan radikal pejuang Palestina yang dalam

pandangannya merupakan ancaman bagi keamanan Israel. Secara tidak langsung,

pernyataannya tersebut juga menjadi gambaran bagaimana kebijakan yang akan

diterapkannya terhadap Hamas dan Palestina ketika ia terpilih menjadi perdana

menteri. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataannya dalam kampanye pemilihan

umum Israel tahun 2009, dimana ia menegaskan bahwa salah satu tujuannya ialah

memusnahkan Hamas, dan membunuh seluruh pemimpinnya.

3.2.3 Penilaian Benjamin Netanyahu Mengenai Palestina

Dalam pendekatan mikro pengambilan kebijakan luar negeri, Ole R.

Holsti mengemukakan bahwa terdapat dua proses pengambilan kebijakan oleh

pemimpin di suatu negara yaitu proses secara langsung dan proses secara tidak

langsung. Secara tidak langsung, proses pengambilan kebijakan di suatu Negara

dipengaruhi oleh persepsi seorang pengambil kebijakan yang diperkuat oleh

sistem keyakinannya dan fakta-fakta yang yang mendukung sistem keyakinannya

tersebut. Sedangkan, secara langsung, pengambilan kebijakan di suatu negara

dipengaruhi oleh penilaian pemimpin tersebut terhadap objek yang

dicitrakannya.33 Penilaian tersebut merupakan pengaruh dari adanya sistem

keyakinan yang dianut oleh pengambil kebijakan di suatu negara. Selain itu,

penilaian tersebut juga diperkuat oleh adanya fakta-fakta yang mendukung sistem

keyakinannya tersebut.

32 http://www.Netanyahu.org/, diakses pada 15 September 2011, pukul 05.56 WIB33 Lihat bagan 1.1 pada Bab I, hal. 17

31

Page 32: NASKAH PUBLIKASI

Mengacu pada pendekatan Ole R. Holsti, terlihat jelas bagaimana

penilaian Benjamin Netanyahu mempunyai relasi kuat terhadap keputusan yang

diambilnya. Nilai dalam pandangan Ole R. Holsti, merupakan suatu citra tentang

apa yang seharusnya terjadi, yang dipengaruhi oleh sistem keyakinan dan fakta

yang memperkuat sistem keyakinan individu tersebut.34 Dalam pengambilan

kebijakan, Netanyahu menjadikan penilaiannya sebagai acuan langsung dalam

pengambilan kebijakan. Dengan demikian sistem keyakinan yang telah dijelaskan

sebelumnya, merupakan aspek penting yang mempengaruhi Netanyahu dalam

pengambilan kebijakan. Landasan berpikir tersebut selanjutnya berpengaruh pada

penilaian Benjamin Netanyahu, yang mana penilaian tersebut akan menjadi acuan

langsung dalam pengambilan kebijakan.

Ini terlihat dari pernyataannya:

“Yerusalem selalu milik kami, akan selamanya menjadi milik kami dan tidak akan pernah lagi dibagi”35

Atas dasar penilaiannya tersebut kebijakan-kebijakan yang diambilnya

tentunya simetris dengan tujuan dari Zionisme, dimana tujuan dari Zionisme

sendiri ialah mendirikan sebuah Negara Yahudi di tanah Palestina. Karena itu,

berbagai kebijakan yang ditetapkannya, khususnya peningkatan politik luar negeri

Israel terhadap Palestina, dilandaskan atas penilaian dan pandangan subjektif

Netanyahu terhadap Palestina.

34 Mohtar Mas’oed. 1992. Ilmu Hubungan Internasional:Tingkat Analisa dan Teorisasi. Jakarta:LP3ES, hal. 22

35 http://eramuslim.ubik.net/berita/Palestina/Netanyahu-yerusalem-akan-selalu-menjadi-milik- kita.htm, diakses pada 14 September 2011, pukul 15.08 WIB

32

Page 33: NASKAH PUBLIKASI

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pasca Pemilu Israel 2009, yang ditandai dengan naiknya Benjamin

Netanyahu sebagai Perdana Menteri, agresifitas politik luar negeri Israel terhadap

Palestina mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari adanya upaya akselerasi

aneksasi dan isolasi terhadap Palestina, serta berbagai upaya preventif terhadap

segala ancaman dari Hamas dan gerakan intifada. Berdasarkan rumusan masalah

33

Page 34: NASKAH PUBLIKASI

penelitian ini, penulis memberikan kesimpulan bahwa peningkatan agresifitas

politik luar negeri Israel terhadap Palestina pasca pemilihan umum Israel tahun

2009, dipengaruhi oleh persepsi dan penilaian Benjamin Netanyahu terhadap

Palestina. Mengacu pada sebagian besar pernyataan-pernyataan yang pernah

disampaikan Netanyahu mengenai masalah Palestina, penulis berasumsi bahwa

secara umum persepsi Netanyahu mengenai masalah Palestina terklasifikasikan

menjadi dua tema besar, yang meliputi kewilayahan Palestina, dan potensi

ancaman dari Hamas dan gerakan intifada.

Mengenai kewilayahan Palestina, Netanyahu memiliki persepsi bahwa

tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan untuk bangsa Yahudi, dan mutlak

sepenuhnya untuk dikuasai oleh Israel. Sedangkan mengenai potensi ancaman dari

Hamas, Netanyahu secara umum memandang bahwa keberadaan Hamas

merupakan ancaman bagi keamanan Israel. Ini terlihat dari adanya upaya-upaya

preventif terhadap segala potensi ancaman yang dapat menghalangi maupun

mengganggu poltik luar negeri Israel terhadap Palestina. Hal tersebut oleh Holsti

disebut sebagai proyeksi yaitu tindakan untuk melindungi diri dari hal-hal yang

jika dibiarkan dapat menimbulkan kecemasan dan keresahan. Atas dasar

persepsinya itu, kebijakan luar negeri Israel pada masa Netanyahu mengalami

peningkatan dibandingkan pada periode pemerintahan sebelumnya.

Ajaran kitab Talmud, doktrin Theodore Herzl, dan ideologi yang

terkandung dalam partai Likud merupakan sistem keyakinan yang membentuk

persepsi serta penilaian Benjamin Netanyahu. Ajaran dalam kitab Talmud telah

menjadi ideologi, prinsip, serta arahan bagi perumusan kebijakan negara dan

34

Page 35: NASKAH PUBLIKASI

pemerintah Israel, dan menjadi pandangan hidup orang Yahudi pada umumnya.

Kitab Talmud juga menjadi dasar ideologi Zionisme yang diperkuat oleh adanya

doktrin Herzl. Ideologi Zionisme sendiri kemudian menjadi landasan utama partai

Likud, yaitu partai kanan tengah Israel, tempat Benjamin Netanyahu meniti karir

politiknya dari awal hingga menduduki posisi sebagai perdana menteri. Sebagai

seorang keturunan Zionis dan pemimpin partai Likud, Benjamin Netanyahu tentu

memahami ajran kitab Talmud dan doktrin Herzl yang senantiasa ia pelajari

semenjak masa kanak-kanak hingga dewasa, serta ideologi partai Likud yang

bersumber dari kitab Talmud dan doktrin Herzl. Sistem keyakinan dari Benjamin

Netanyahu tersebut juga berpengaruh terhadap penilaian Benjamin Netanyahu

terhadap Palestina, yang mana penilaiannya tersebut menjadi acuan langsung

dalam menetapkan kebijakan luar negerinya terhadap Palestina.

4.2 Saran

Dalam perkembangannya permasalahan antara Israel dan Palestina

semakin sulit untuk menemukan jalan tengah bagi kedua belah pihak. Hal ini

terlihat dari semakin seringnya konflik bersenjata antara Hamas dengan tentara

Israel. Ini dapat dilihat dari adanya wacana pengadaan perang terhadap Hamas,

oleh Israel pada tahun 2011. Selain itu, upaya perundingan perdamaian dengan

Palestina mengenai wilayah Tepi Barat, mengalami kebuntuan pasca berhentinya

moratorium pembangunan pemukiman pada Oktober 2011, dan tidak adanya

inisiatif dari Israel, khususnya Benjamin Netanyahu, untuk memperpanjang

moratorium, dan mengadakan perundingan kembali dengan pihak Palestina.

35

Page 36: NASKAH PUBLIKASI

Mengacu pada fakta tersebut, agresifitas politik luar negeri Israel terhadap

Palestina semakin mengalami peningkatan dibawah kepemimpinan Benjamin

Netanyahu.

Penelitian mengenai pengaruh persepsi seorang pemimpin suatu negara

terhadap kebijakan luar negeri negara yang dipimpinnya, merupakan penelitian

yang menarik. Karena itu penulis menyarankan, agar penelitian selanjutnya

dengan pendekatan yang sama, dilakukan dengan mengambil batasan waktu yang

cukup panjang. Pengumpulan naskah-naskah pidato, dan berbagai rekaman

pernyataan-pernyataan pemimpin negara yang akan diteliti, juga perlu dilakukan

agar peneliti dapat melihat serta menyimpulkan secara jelas, bagaimana persepsi

seorang pemimpin negara yang ditelitinya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abd. Rahman, Musthafa. 2002. Dilema Israel: Antara Krisis Politik dan

Perdamaian. Jakarta: Kompas

Eby Hara, Abubakar. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari

Realisme Sampai Konstruktivisme. Bandung: Nuansa

Jones, Walter S. 1992. Logika Hubungan Internasional. Jakarta:Gramedia

Kencana, Inu. 2005. Perbandingan Sistem Pemerintahan. Bandung:Refika

Aditama.

36

Page 37: NASKAH PUBLIKASI

Kipper, Judith, and Saunders , Harold (ed.). 1991. The Middle East in Global

Perspective, Colorado: United State of America by Westview Press

Kuncahyono , Trias, 2008, Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir,

Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.

Jakarta: LP3ES

---------------------, 1991. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisa dan

Teorisasi. Jakarta: LP3ES

Sihbudi, Reza. 2007. Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel

atas Negara-Negara Muslim. Jakarta: Mizan

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama

Tasmara, K.H. Toto. 2010. Yahudi: Mengapa Mereka Berprestasi. Jakarta:

Sinergi Publishing

Z.A. Maulani. 2002. Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia. Jakarta: Daseta

Skripsi:

Firmansyah, M. Fadhila Arif. 2011. Strategi Zionisme Ortodoks Dalam Politik

Luar Negeri Israel Terhadap Palestina. Skripsi Universitas Muhammadiyah

Malang.

Ensiklopedia:

Ensiklopedia Umum. 2002. Negara dan Bangsa: Asia, Jilid 3. Jakarta: PT. Ikrar

Mandiriabadi

Internet:

37

Page 38: NASKAH PUBLIKASI

Agus Irawan. 2009. Rahasia Dendam Israel-Jejak Berdarah Israel di Palestina

dan Dunia Arab. Jakarta: Kinza Book dalam

http://sayangkalyantiga.blogspot.com/2011/03/kebijakan-luar-negeri-israel-

terhadap.html, diakses pada 3 juni 2011, pukul 15.12 WIB

Alpert, Zalman. The Maggid Of Netanyahu. The Jewish Press. Retrieved July 29,

2009, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Benjamin_Netanyahu, diakses pada 8

September 2011 pukul 11.33 WIB.

Arrisa Fauziarrachman. 2009. HAMAS dan Fatah: Keterlibatan Israel. Skripsi

Universitas Airlangga Surabaya,dalam http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?

id=gdlhub-gdl-s1-2009-fauziarachman 10585&PHPSESSID= f7cd4 3e8de

1c0e6d 9491e 41c775726 cb, diakses pada 9 Februari 2011.

Dedy Jayadiputra, Politik luar negeri PM. Benjamin Netanyahu terhadap

perjanjian Wye River (1996 -1999). Kumpulan tesis Universitas Indonesia.

Jakarta, dalam http://www.lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?

id=92736&lokasi=lokal, diakses pada 9 Juni 2011, pukul 14.56 WIB

Demolition of Gaza Homes Completed". Ynetnews.com, dalam

http://en.wikipedia.org/wiki/Israel's_unilateral_disengagement_plan, diakses pada

1 Agustus 2011.

Gracia Paramitha. 2011. Seluk Beluk Politik Luar Negeri, dalam

<http://theamazinggrace.web.id/test-seluk-beluk-politik-luar-negeri-p13.html,

diakses pada 2> Maret 2011

http:// news.bbc.co.uk./2/hi/middle_east/4135680.stm , diakses pada 1 Maret 2011

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01d1/0a617f0b.dir/

38

Page 39: NASKAH PUBLIKASI

doc.pdf, diakses pada 4 Mei 2011, pukul 22.10 WIB.

http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://sahabatalaqsha.com/nws/

wpcontent/uploads/2010/05/Tanah-Palestina-yang-dicaplok-Israel-dari-tahun-ke-

tahun.-Warna-hijau-menunjukkan wilayahPalestina.-buchanan.org>

http://indonesian.irib.ir/index.php?

option=com_content&view=article&id=24766&catid=26&Itemid=88 diakses

pada 7 Juli 2011, pukul 13.33 WIB.

http:// news.bbc.co.uk./2/hi/middle_east/4135680.stm , diakses pada 1 Maret 2011

http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4025458,02.html, diakses pada 29

November 2010 pukul 19.15 WIB

http://eramuslim.com/read/2010/07/03/05224278/AS Sudah Tahu Semua Rencana

Israel di Palestina.htm, diakses pada 9 Juli 2011, pukul 22.10 WIB

http://internasional.kompas.com/read/2010/07/03/05224278/

Israel.Tak.Akan.Minta.Maaf, diakses pada 9 Juli 2011 pukul 22.24 WIB

http://internasional.kompas.com/read/2009/02/04/11140873/

Jika.Terpilih.Netanyahu.Janji.Tumpas.Hamas, diakses pada 9 Juli 2011 pukul

23.22 WIB

http:// news.bbc.co.uk./2/hi/middle_east/4135680.stm , diakses pada 1 Maret 2011

http://haadillahtulizzah.multiply.com/journal/item/164, diakses pada 13

September 2011, pukul 15.09 WIB.

http://www.enduringamerica.com/june-2009/2009/6/26/israel-palestine-how-

netanyahu-demolished-the-plan-a-of-the.html, diakses pada 14 September 2011,

pukul 1.39 WIB.

39

Page 40: NASKAH PUBLIKASI

http://articles.latimes.com/2009/nov/26/world/la-fg-israel-settlements26-

2009nov26, diakses pada 14 September 2011, pukul 1.55 WIB.

http://www.rense.com/general92/bribe.htm, diakses pada 14 September 2011,

pukul 12.20 WIB

http://www.voanews.com/indonesian/news/Israel-Tak-akan-Perpanjang-

Moratorium-Pembangunan-Permukiman-102738474.html, diakses pada 14

September 2011, pukul 12.21

http://www.netanyahu.org/, diakses pada 15 September 2011, pukul 5.56 WIB

http://mondoweiss.net/2009/09/netanyahu-likens-hamas-to-nazis-attacking-

england.html., diakses pada 14 September 2011, pukul 12.42 WIB

http://en.netanyahu.org.il/blog/2010/06/statement-by-prime-minister-netanyahu-

%E2%80%9Cno-love-boat%E2%80%9D/, diakses pada 14 September 2011,

pukul 12.57 WIB

http://eramuslim.com/read/2010/07/03/05224278/AS Sudah Tahu Semua Rencana

Israel di Palestina.htm, diakses pada 9 Juli 2011, pukul 22.10 WIB

http://eramuslim.ubik.net/berita/palestina/netanyahu-yerusalem-akan-selalu-

menjadi-milik-kita.htm, diakses pada 14 September 2011, pukul 15.08 WIB

http://en.netanyahu.org.il/blog/2010/06/statement-by-prime-minister-netanyahu-

%E2%80%9Cno-love-boat%E2%80%9D/, diakses pada 14 September 2011,

pukul 12.57 WIB

http://www.eramuslim.com/berita/dunia/netanyahu-saya-bangga-pada-tentara-

israel.htm, diakses pada 14 September 2011, pukul 16.19 WIB

http://www.tempo.co/hg/timteng/2010/06/01/brk,20100601-251719,id.html,

40

Page 41: NASKAH PUBLIKASI

diakses pada 14 September 2011, pukul 17.04 WIB

ip.sg.or.id/2006/07/14/rakyat-sipil-menjadi-korban-serangan-israel/, diakses pada

23 Juli 2011, pukul 11.08 WIB.

Israel_stealing_palestine.jpg&imgrefurl=http://sahabatalaqsha.com/nws/%3Fp

%3D2842&usg=__B95dVaIDaB1rFRmMgQKOld80wCU=&h=539&w=809&sz

=51&hl=id&start=20&zoom=1&itbs=1&tbnid=dwjKak1JvxpOMM:&tbnh=95&t

bnw=143&prev=/search%3Fq%3Dperluasan%2Bwilayah%2Bisrael%26hl%3Did

%26biw%3D1024%26bih%3D509%26gbv%3D2%26tbm

%3Disch&ei=yYvGTdmiOsatrAfOnJjmBA, diakses pada 8 Mei 2011, pukul

19.39 WIB.

judaism.about.com › Hebrew & Israel › Middle East Peace Process, diakses pada 5

Juni 2011 pukul 19.23 WIB

Schiffman, Lawrence H. 1991. From Text to Tradition: A History of Second

Temple and Rabbinic Judaism. Ktav Publishing House. pp. 60–79. ISBN 0-

88125-371-5, dan Har-el, Menashe. 1977. This Is Jerusalem. Canaan Publishing

House. pp. 68–95. ISBN 0866280022, dalam

http://en.wikipedia.org/wiki/Jerusalem, diakses pada 17 Juli 2011, pukul 19.57

WIB.

www.scribd.com/doc/32430728/Sistem-Pemerintahan-Israel , diakses pada 29 Juni

2011, pukul 16.23 WIB.

41

Page 42: NASKAH PUBLIKASI

42