naskah publikasi nursaefuloh

43
masukan………….. 1.perbaiki dulu klonten isinya baru buat naspub 2.karena akan berubah apabila pembahasanya berubah

Upload: catur-andrian

Post on 27-Oct-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

masukan…………..

1.perbaiki dulu klonten isinya baru buat naspub2.karena akan berubah apabila pembahasanya berubah

Page 2: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

ANALISIS HAMBATAN TERAPI BERMAIN ANAK TIDAK DILAKUKAN OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai SyaratMencapai Derajat Sarjana

Oleh:NURSYAEFULLOH FIBRIANTORO

0911020077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Page 3: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

2013ANALISIS HAMBATAN TERAPI BERMAIN ANAK TIDAK

DILAKUKAN OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT

Nursyaefulloh Fibriantoro1, Sodikin2, Sri Suparti3

ABSTRAK

Latar Belakang : Bermain merupakan metode anak berinteraksi dengan lingkungan dimana anak tinggal, mengungkapkan tidak hanya perasaan cinta, tetapi perasaan gelisah ataupun frustasi juga dapat diungkapkan dalam bermain. Perawat di rumah sakit pada dasarnya mengetahui tentang keharusan memberikan terapi bermain pada anak yang dirawat, tetapi dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga, akhirnya perawat tidak memprioritaskan pemberian terapi tersebut.Tujuan : Untuk mengetahui hambatan-hambatan perawat tidak melakukan terapi bermain di Rumah Sakit. Metode : penelitian ini menggunakan metode explanatory research dengan rancangan cross sectional design. Populasi adalah semua perawat yang bekerja di Ruang Cempaka RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, Ruang Kantil RSUD Banyumas dan Ruang Gladiol RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto sebanyak 38 perawat. Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Instrumen yang digunakan kuesioner. Analisa data secara univariat, bivariat dan multivariat.Hasil : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap (p value1= 0,015 dan p value2=0,019), dengan terapi bermain tidak dilakukan di Rumah Sakit dan tidak ada hubungan antara lama kerja, sarana prasarana dan tingkat pendidikan (p value1=1,000, p value2=0,507 dan p value3=1,000) dengan terapi bermain tidak dilakukan di Rumah Sakit. Variabel yang paling dominan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan terhadap terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto dengan nilai OR = 9.444.Kesimpulan dan Saran : Terapi bermain merupakan suatu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk menurunkan efek hospitalisasi yang dialami pasien anak. Perawat sangat perlu memahami prinsip terapi bermain yang diberikan sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak akan selalu berpegang pada prinsip atraumatic care.

Kata kunci : Hambatan, Terapi Bermain, Rumah Sakit, dan Perawat

1Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto2Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto3Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Page 4: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

PENDAHULUAN

Atraumatic care merupakan asuhan terapeutik yang bertujuan sebagai terapi

terhadap anak yang sedang sakit. Pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa

ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pediatrik telah berkembang begitu

pesatnya, setiap prosedur tindakan yang diberikan kepada anak akan tetap

menimbulkan trauma, rasa nyeri, marah, cemas dan takut pada anak. Tidak dapat

dipungkiri bahwa sampai saat sekarang ini belum ada teknologi yang dapat

mengatasi masalah yang timbul akibat adanya dampak yang ditimbulkan dalam

perawatan. Maka dari itu, sangat dibutuhkan perhatian khusus dari tenaga

kesehatan, khususnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sebagai

tindakan pada anak maupun orang tua (Hidayat, 2011).

Supartini (2004) mengemukakan bahwa perawat merupakan salah satu

anggota tim kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Perawat anak

mempunyai peran yang begitu penting, diantaranya sebagai pembela (advocacy),

pendidik, konselor, koordinator, pembuat keputusan etik, perencanaan, Pembina

hubungan terapeutik, pemantau, evaluator dan peneliti. Perawat dituntut sebagai

pembela bagi anak ataupun orang tua saat mereka membutuhkan suatu

pertolongan, tidak dapat mengambil keputusan ataupun menentukan pilihan, dan

menyakinkan keluarga untuk menyadari segala pelayanan kesehatan yang

diberikan dilakukan dengan melibatkan keluarga.

Hidayat (2008) mengungkapkan bahwa perawatan anak di rumah sakit

merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak maupun orang

tua. Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak

menyenangkan lainnya, sering kali dialami anak. Solikhah (2011) mengemukakan

bahwa kecemasan merupakan sifat yang paling banyak anak tunjukan selama

Aspire 1, 07/18/13,
spasi 1,5/1,15
Page 5: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

perawatan di rumah sakit. Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat

mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas

kesehatan selama dalam perawatan.

Pelaksanaan terapi bermain sering ditemukan adanya kendala, menurut

Muntamah (2007) Perawat di rumah sakit pada dasarnya mengetahui tentang

keharusan memberikan terapi bermain pada anak yang dirawat, tetapi dikarenakan

keterbatasan waktu dan tenaga, akhirnya perawat tidak memprioritaskan

pemberian terapi tersebut. Dilain sisi tingkat pendidikan dan pengalaman kerja

tentunya akan mempengaruhi pengetahuan perawat dalam memberikan terapi

bermain pada anak.

Francischinelli, Amorim & Fernandes (2012), mengemukakan hasil

penelitian yang dilakukan mereka bahwa kebanyakan perawat memiliki

pengetahuan yang banyak tentang terapi bermain dan pengguaannya diatur oleh

aturan rumah sakit. Dalam prakteknya, tidak dilakukan secara rutin dalam praktek

sehari-hari mereka (18,6%) dikarenakan perawat mengalami kesulitan (37%)

seperti kurangnya waktu (9,3%).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Banyumas, RSUD

Dr. R. Goetheng Taroenadibrata dan RS Wijaya Kusuma Purwokerto di peroleh

hasil bahwa terapi bermain tidak dilaksanakan dikarenakan waktu yang terbatas

dan tenaga perawat kurang kompeten untuk melakukan terapi bermain.

Berdasarkan kondisi yang melatar belakangi dengan mencermati hal tersebut di

atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Analisis Hambatan Terapi Bermain

Anak Tidak Dilakukan Oleh Perawat Di RSUD Dr. R. Goetheng Tarunadibrata

Purbalingga, RSUD Banyumas dan Rumah Sakit Wijaya Kusuma 04.03.01

Purwokerto”

Page 6: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian Explanatory Research. Penelitian ini

berusaha menjawab pertanyaan bagaimana, mengapa atau kenapa karena

penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana dan mengapanya suatu keadaan

(Budiharto, 2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional,

artinya mengadakan pengamatan sekali terhadap beberapa variable dalam waktu

yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

Subjek penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang anak RSUD Dr.

R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS Wijaya

Kusuma 04.03.01 Purwokerto. yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

berjumlah 38 responden.

Proses penelitian dimulai dengan pengumpulan data yaitu mengisi kuesioner

yang telah disediakan peneliti. Setiap responden mengisi kuesioner tersebut. Data

yang telah terkumpul ditabulasi dan dianalisis menggunakan uji statistik yaitu uji

univariat menggunakan deskriptif frequencies test untuk melihat karakteristik

responden, uji bivariat menggunakan chi square test untuk mengetahui hubungan

variabel independent dan dependen penelitian, dan uji multivariat menggunakan

regresi logistic sederhana untuk mengetahui variabel yang paling dominan dalam

penelitian.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2013 di Ruang Anak

RSUD. Dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS

Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto dengan responden penelitian berjumlah 38

responden. Penelitian ini menggunakan uji statistik univariat dan bivariat. Analisis

Page 7: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang sudah dilakukan penelitian yang

berupa karakteristik responden, sedangkan analisis bivariat dalam penelitian ini

menggunakan uji chi square untuk menganalisis hambatan terapi bermain anak

tidak dilaksanakan oleh perawat di Rumah Sakit.

Analisis Univariat

a. Karakteristik responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Responden

Karakteristik Responden n %1. Umur

≤ 30 tahun>30 tahun

2216

57.942.1

Jumlah 38 100.0

Dari tabel 1 dapat dideskripsikan bahwa sebagian besar responden

berumur kurang dari 30 tahun berjumlah 22 responden (57.9%) dibandingkan

dengan responden yang berumur lebih dari 30 tahun yang berjumlah 16

responden (42.1%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Karakteristik Responden n %1. Jenis kelamin

Laki-lakiPerempuan

830

21.178.9

Jumlah 66 100.0

Hasil deskripsi frekuensi pada tabel 4.2 dapat diinterpretasikan data

bahwa jenis kelamin yang paling mendominasi adalah perempuan berjumlah

30 responden (78.9%) sedangkan laki-laki berjumlah 8 responden (21.1%).

Page 8: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

b. Lama Kerja

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Lama Kerja

Lama Kerja n %< 10 tahun≥ 10 tahun

2612

68.431.6

Jumlah 38 100.0

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan deskripsi dan interpretasi data

bahwa paling banyak responden bekerja kurang dari 10 tahun yaitu 26

responden (68.4%), sedangkan responden bekerja lebih dari 10 tahun

berjumlah 12 responden (31.6%).

c. Sarana Prasarana

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Sarana Prasarana

Sarana Prasarana n %TersediaTidak Tersedia

1523

39.560.5

Jumlah 38 100.0Dari tabel 4 diatas dapat dideskripsikan data bahwa penelitian ini

berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi sarana prasarana yang

menyatakan tidak tersedia berjumlah 23 responden (60.5%) merupakan yang

paling banyak dalam penelitian ini dan yang menyatakan sarana prasarana

tersedia berjumlah 15 responden (39.5%).

d. Tingkat Pendidikan

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan

Pendidikan N %D3S1

335

86.813.2

Jumlah 38 100.0

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diinterpretasikan data bahwa penelitian

ini berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan

responden dengan kriteria D3 berjumlah 33 responden (86.8%) merupakan

Page 9: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

tingkat pendidikan yang paling banyak dalam penelitian ini dan kriteria S1

berjumlah 5 responden (13.2%).

e. Tingkat Pengetahuan

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan N %BurukBaik

2612

68.431.6

Jumlah 38 100.0

Berdasarkan tabel 6 diatas dapat dideskripsikan bahwa penelitian ini

berjumlah 38 responden. Proporsi variabel tingkat pengetahuan dengan

kriteria baik 12 responden (31.6%) dan kriteria buruk berjumlah 26

responden (68.4%) merupakan kriteria yang paling banyak didalam penelitian

ini.

f. Sikap

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Sikap

Sikap N %BurukBaik

929

23.776.3

Jumlah 38 100.0

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat diinterpretasikan data bahwa penelitian

ini berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi variabel sikap paling

banyak responden dalam kriteria baik yaitu berjumlah 29 responden (76.3%)

sedangkan responden dalam kategori buruk berjumlah 9 responden (23.7%).

g. Terapi Bermain

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Terapi Bermain

Terapi Bermain N %Dilaksanakan Tidak Dilaksanakan

1919

50.050.0

Jumlah 38 100.0

Page 10: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

Berdasarkan tabel 8 diatas dapat diinterpretasikan data bahwa penelitian

ini berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi terapi bermain kategori

dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan dalam posisi seimbang artinya

sama-sama berjumlah 19 responden (50.0%) menyatakan tidak dilaksanakan

ataupun dilaksanakan.

Analisis Bivariat

a. Hubungan lama kerja perawat dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Tabel 9 Distribusi Responden lama kerja perawat dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Lama kerja perawat

Terapi bermain anakTotal OR

(95% CI)P-ValueDilaksanakan

Tidak dilaksanakan

N % N % N %< 10 tahun≥ 10 tahun

136

50.050.0

136

50.050.0

2612

100.0100.0

1,000(0.255-3.928)

1,000Jumlah 19 50.0 19 50.0 38 100.0

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 9 diatas bahwa terdapat sebanyak

13 responden (50.0%) perawat yang bekerja kurang dari 10 tahun tidak

melaksanakn terapi bermain anak. Sedangkan diantara perawat yang bekerja

lebih dari 10 tahun terdapat 6 responden (50.0%) yang tidak melaksanakan

terapi bermain pada anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 1,000,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi lama kerja

perawat dengan terapi bermain anak tidak dilakukan (tidak ada hubungan

yang signifikan antara lama kerja perawat dan terapi bermain tidak dilakukan

pada anak). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1,000, artinya perawat

Page 11: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

yang sudah bekerja kurang dari 10 tahun berpeluang 1 kali untuk tidak

melakukan terapi bermain pada anak dibandingkan perawat yang sudah

bekerja lebih dari 10 tahun.

b. Hubungan sarana prasarana dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Tabel 10 Distribusi responden sarana dan prasarana yang tersedia dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata

Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Sarana Prasarana

Terapi bermain anakTotal OR

(95% CI)P-ValueDilaksanakan

Tidak dilaksanakan

N % N % N %TersediaTidak tersedia

910

60.043.5

613

40.056.5

1523

100.0100.0

1.950(0.520-7.312)

0.507Jumlah 19 50.0 19 50.0 38 100.0

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 10 diatas bahwa terdapat sebanyak

13 responden (56.5%) responden yang menyatakan sarana prasarana tidak

tersedia sehingga terapi bermain anak tidak dilakukan. Sedangkan diantara

responden menyatakan sarana prasarana tersedia berjumlah 6 responden

(40.0%) yang tidak melakukan terapi bermain anak. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p-value=0.507, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan proporsi sarana prasarana yang tersedia dengan terapi bermain

anak tidak dilakukan perawat (tidak ada hubungan yang signifikan antara

sarana prasarana dan terapi bermain anak tidak dilakukan). Dari hasil analisis

diperolah nilai OR = 1.950, artinya sarana prasarana yang tidak tersedia

mempunyai peluang 2 kali untuk tidak melakukan terapi bermain pada anak

dibandingkan sarana prasarana bermain yang tersedia di Rumah Sakit.

Page 12: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

c. Hubungan tingkat pendidikan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Tabel 11 Distribusi responden variabel tingkat pendidikan dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Tingkat pendidikan

Terapi bermain anakTotal OR

(95% CI)P-ValueDilaksanakan

Tidak dilaksanakan

N % N % N %D3S1

163

48.560.0

172

51.540.0

335

100.0100.0

1.594(0.235-10.817)

1.000Jumlah 19 50.0 19 50.0 38 100.0

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 11 diatas bahwa terdapat sebanyak

17 responden (51.5%) perawat yang berpendidikan D3 tidak melakukan

terapi bermain pada anak. Sedangkan diantara perawat yang berpendidikan

S1 terdapat 2 responden (40.0%) yang tidak melakukan terapi bermain pada

anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=1.000, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi tingkat pendidikan

responden dengan terapi bermain anak tidak dilakukan (tidak ada hubungan

yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1.594, artinya perawat

yang berpendidikan D3 mempunyai peluang 2 kali untuk tidak melakukan

terapi bermain pada anak dibandingkan perawat yang berpendidikan S1.

d. Hubungan tingkat pengetahuan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Tabel 12 Distribusi responden variabel tingkat pengetahuan dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,

RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Page 13: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

Tingkat pengetahuan

Terapi bermain anakTotal OR

(95% CI)P-ValueDilaksanakan

Tidak dilaksanakan

N % N % N %BurukBaik

910

34.683.3

172

65.416.7

2612

100.0100.0

9.444(1.692-52.732)

0.015Jumlah 19 50.0 19 50.0 38 100.0

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 12 diatas bahwa terdapat sebanyak

17 responden (65.4%) perawat yang mempunyai pengetahuan kategori buruk

tidak melakukan terapi bermain pada anak. Sedangkan diantara perawat yang

tingkat pengetahuan dalam kategori baik, ada 2 responden (16.7%) yang tidak

melakukan terapi bermain pada anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-

value=0.015, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi tingkat

pengetahuan dengan terapi bermain anak tidak dilakukan (ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pengetahuan dengan terapi bermain pada anak tidak

dilaksanakan). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 9.444, artinya perawat

yang mempunyai pengetahuan kategori buruk mempunyai peluang 9 kali

untuk tidak melakukan terapi bermain pada anak dibandingkan perawat yang

berkategori baik dalam tingkat pengetahuannya.

e. Hubungan sikap dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD

Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS

Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Tabel 13 Distribusi responden variabel sikap dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD

Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Sikap

Terapi bermain anakTotal OR

(95% CI)P-ValueDilaksanakan

Tidak dilaksanakan

N % N % N %BurukBaik

118

11.162.1

811

88.937.9

929

100.0100.0

13.091(1.436-119.338)

0.019Jumlah 19 50.0 19 50.0 38 100.0

Page 14: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 13 diatas bahwa terdapat sebanyak

11 responden (37.9%) perawat yang bersikap baik tidak melakukan terapi

bermain pada anak. Sedangkan diantara perawat yang bersikap buruk

terdapat, 8 responden (88.9%) yang tidak melakukan terapi bermain pada

anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=0.019, maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi sikap dengan terapi bermain anak

tidak dilakukan (ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan terapi

bermain pada anak tidak dilakukan di Rumah Sakit). Dari hasil analisis

diperolah nilai OR = 13.091, artinya perawat yang bersikap buruk

mempunyai peluang 13 kali untuk tidak melakukan terapi bermain pada anak

dibandingkan perawat yang mempunyai sikap baik.

Analisis Multivariat

Analisis multivariat dalam penelitian ini untuk melihat atau mempelajari

hubungan beberapa variabel (lebih dari satu variabel) independen dengan satu

atau beberapa variabel dependen (umumnya satu variabel dependen). Dalam

penelitian ini uji yang digunakan adalah regresi logistic berganda yaitu untuk

menganalisis hubungan satu variabel independen atau lebih dengan satu variabel

dependen yang bersifat dikotom atau binary. dalam penelitian ini untuk

mengetahui hubungan variabel yang paling berpengaruh atau dominan antara lama

kerja, sarana prasarana, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap dengan

terapi bermain anak tidak dilakukan di Rumah Sakit.

Pada pengujian dengan menggunakan regresi logistic sebelumnya variabel

independen dilakukan analisis bivariat terlebih dahulu dengan variabel

independen. Pada lampiran nilai tabel ominibus test of model coefficient variabel

Page 15: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

yang signifikan (p-value < 0.25) dapat dilanjutkan ke tahap multivariat adalah

variabel tingkat pengetahuan (p-value = 0.004) dan sikap (p-value = 0.005).

Setelah dilakukan seleksi bivariat kemudian dilanjutkan kepemodelan multivariat,

hasilnya dapat dilihat pada tabel 14 dibawah ini :

Tabel 14 Analisis Regresi Logistic Berganda Analisis Hambatan Terapi Bermain Anak Tidak Dilakukan di RSUD Dr. R.

Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Variabel B Sig Exp (B)95% C.I for EXP (B)

Lower Uppera. Tingkat pengetahuan 2.245 0.010 9.444 1.692 52.732

Dari tabel 14 diatas dapat dinterpretasikan bahwa responden yang tingkat

pengetahuan dalam kategori buruk berpeluang 9 kali terapi bermain pada anak

tidak dilakukan di Rumah Sakit dibandingkan responden tingkat pengetahuan

dalam kategori baik.

Melihat variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel

dependen, dilihat dari nilai Exp (B) untuk variabel yang signifikan, semakin besar

nilai Exp (B) berarti semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen yang

dianalisis. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling

dominan atau berpengaruh terhadap terapi bermain tidak pada anak tidak

dilakukan di Rumah Sakit adalah variabel tingkat pengetahuan dimana nilai Exp

(B) = 9.444.

Page 16: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden

berumur kurang dari 30 tahun berjumlah 22 responden (57.9%)

dibandingkan dengan responden yang berumur lebih dari 30 tahun yang

berjumlah 16 responden (42.1%). Dalam hasil deskripsi frekuensi pada

pada tabel 4.2 penelitian ini juga dapat diinterpretasikan data bahwa jenis

kelamin yang paling mendominasi adalah perempuan berjumlah 30

responden (78.9%) sedangkan laki-laki berjumlah 8 responden (21.1%).

Peneliti mengambil pandangan bahwa sebagian responden telah

mencapai usia dewasa, sehingga mereka akan lebih mudah memahami

dan beradaptasi dalam menghadapi perilaku dan kondisi pada anak, serta

dapat membantu anak untuk beradaptasi dengan lingkungan Rumah Sakit

dan pengobatan dengan sikap kedewasaan mereka dikarenakan

lingkungan yang penuh kasih sayang, cukup membentuk rangsangan dan

memberikan dampak yang besar pada anak (Agustina, 2012).

b. Lama kerja perawat

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang lama kerja

responden dapat dijelaskan deskripsi dan interpretasi data bahwa paling

banyak responden bekerja kurang dari 10 tahun yaitu 26 responden

(68.4%), sedangkan responden bekerja lebih dari 10 tahun berjumlah 12

responden (31.6%).

Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan yang

cukup dan mempunyai pengalaman yang matang (5-20 tahun) tentang

Page 17: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

prinsip dalam terapi bermain bagi anak yang mengalami hospitalisasi,

seperti kondisi kesehatan anak, keamanan dan kenyamanan pada anak

(Wong, et al, 2009).

c. Sarana prasarana

Berdasarkan hasil analisis peneltian ini dapat dideskripsikan data

bahwa penelitian ini berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi sarana

prasarana yang menyatakan tidak tersedia berjumlah 23 responden

(60.5%) merupakan yang paling banyak dalam penelitian ini dan yang

menyatakan sarana prasarana tersedia berjumlah 15 responden (39.5%).

Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan terapi bermain belum

optimal dilakukan. Untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi

tindakan di perlukan faktor pendorong di Rumah Sakit, seperti

tersedianya sarana prasarana dan fasilitas terapi bermain yang memadai

(Agustina, 2012).

d. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diinterpretasikan data bahwa

penelitian ini berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi tingkat

pendidikan responden dengan kriteria D3 berjumlah 33 responden

(86.8%) merupakan tingkat pendidikan yang paling banyak dalam

penelitian ini dan kriteria S1 berjumlah 5 responden (13.2%).

Peneliti menyatakan bahwa responden sudah cukup mahir dalam

melakukan terapi bermain dilihat dari tingkat pendidikan, dikarenakan

kompetensi pendidikan yang ditempuh terdapat suatu keahlian untuk

melaksanakan terapi bermain pada anak.

Page 18: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

e. Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan data bahwa

penelitian ini berjumlah 38 responden. Proporsi variabel tingkat

pengetahuan dengan kriteria baik 12 responden (31.6%) dan kriteria

buruk berjumlah 26 responden (68.4%) merupakan kriteria yang paling

banyak didalam penelitian ini.

Peneliti menyatakan bahwa terlalu banyaknya beban kerja perawat

sehingga untuk mengembangkan atau belajar kembali terapi bermain

akan terasa kesulitan.

Bermain merupakan aktivitas yang dapat dilakukan anak sebagai

upaya stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dan bermain pada

anak di Rumah Sakit menjadi media bagi anak untuk mengekspresikan

perasaa, relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman. Oleh karena

itu, penting sekali para perawat memahami konsep dan implikasinya

pada anak, terutama selama dalam perawatan di Rumah Sakit, sebagai

bagian dari asuhan keperawatan yang harus dijalankan (Supartini, 2004).

f. Sikap

Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat diinterpretasikan data

bahwa penelitian ini berjumlah 38 responden. Distribusi frekuensi

variabel sikap paling banyak responden dalam kriteria baik yaitu

berjumlah 29 responden (76.3%) sedangkan responden dalam kategori

buruk berjumlah 9 responden (23.7%).

Hal ini dimungkinkan karena kurangnya motivasi perawat dalam

melaksanakan terapi bermain pada anak. Menurut Darnin (2003) faktor

yang paling berperan dalam terapi bermain adalah perawat itu sendiri.

Page 19: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

g. Terapi bermain

Berdasarkan hasil penelitian melalui analisis dan pengolahan data

dapat diinterpretasikan data bahwa penelitian ini berjumlah 38

responden. Distribusi frekuensi terapi bermain kategori dilaksanakan

ataupun tidak dilaksanakan dalam posisi seimbang artinya sama-sama

berjumlah 19 responden (50.0%) menyatakan tidak dilaksanakan ataupun

dilaksanakan.

Bermain tidak hanya berfungsi untuk kesenangan anak, tetapi dapat

menjadi satu media yang dapat mengekspresikan perasaan cemas, takut,

nyeri, dan rasa bersalah sehingga ada anggapan bahwa permainan yang

terapeutik adalah aktifitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan

tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan

mengekspresikan perasaan dan pikiran anak. Dengan demikian, kegiatan

bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan anak di

Rumah Sakit (Supartini, 2004).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan lama kerja perawat dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD

Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 9 diatas bahwa terdapat

sebanyak 13 responden (50.0%) perawat yang bekerja kurang dari 10

tahun tidak melaksanakan terapi bermain anak. Sedangkan diantara

perawat yang bekerja lebih dari 10 tahun terdapat 6 responden (50.0%)

yang tidak melaksanakan terapi bermain pada anak.

Page 20: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 1,000, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi lama kerja perawat

dengan terapi bermain anak tidak dilakukan (tidak ada hubungan yang

signifikan antara lama kerja perawat dan terapi bermain tidak dilakukan

pada anak). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1,000, artinya

perawat yang sudah bekerja kurang dari 10 tahun berpeluang 1 kali untuk

tidak melakukan terapi bermain pada anak dibandingkan perawat yang

sudah bekerja lebih dari 10 tahun.

Peneliti menyatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja, maka

semakin berpengalaman pula dalam bekerja. Perawat yang mempunyai

pengalaman bekerja akan mendapatkan suatu pengalaman-pengalaman

yang gagal terlebih dahulu untuk selanjutnya menjadikan pengalaman

tersebut menjadi suatu tindakan yang lebih baik dari pengalaman

sebelumnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Agustina (2011) bahwa

responden penelitiannya paling banyak mempunyai pengalaman bekerja

antara 5-10 tahun, hal ini dikarenakan karena kebijakan rumah sakit

untuk memberikan suatu pelayanan yang prima dalam keperawatan anak,

dimana perawat yang bekerja lebih dari 10 tahun ditempatkan di

pelayanan yang tidak membutuhkan terlalu banyak aktifitas.

b. Hubungan sarana prasarana dengan terapi bermain anak tidak dilakukan

di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD

Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 10 diatas bahwa terdapat

sebanyak 13 responden (56.5%) responden yang menyatakan sarana

Page 21: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

prasarana tidak tersedia sehingga terapi bermain anak tidak dilakukan.

Sedangkan diantara responden menyatakan sarana prasarana tersedia

berjumlah 6 responden (40.0%) yang tidak melakukan terapi bermain.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=0.507, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi sarana prasarana yang

tersedia dengan terapi bermain anak tidak dilakukan perawat (tidak ada

hubungan yang signifikan antara sarana prasarana dan terapi bermain

anak tidak dilakukan). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1.950,

artinya sarana prasarana yang tidak tersedia mempunyai peluang 2 kali

untuk tidak melakukan terapi bermain pada anak dibandingkan sarana

prasarana bermain yang tersedia di Rumah Sakit.

Agustina (2012) menyatakan dalam penelitiannya bahwa tersedianya

sarana prasarana bermain dan fasilitas bermain memungkinkan untuk

dilaksanakannya terapi bermain pada anak. Adanya prosedur ketetapan

yang telah dibuat merupakan pedoman bagi perawat sebagai acuan dalam

pelaksanaan terapi bermain. Dengan demikian, hal ini menunjukkan

dengan tidak tersedianya sarana prasarana atau fasilitas terapi bermain

akan sejalan dengan terapi bermain tidak dilakukan perawat di Rumah

Sakit.

c. Hubungan tingkat pendidikan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD

Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 11 diatas bahwa terdapat

sebanyak 17 responden (51.5%) perawat yang berpendidikan D3 tidak

melakukan terapi bermain pada anak. Sedangkan diantara perawat yang

Page 22: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

berpendidikan S1 terdapat 2 responden (40.0%) yang tidak melakukan

terapi bermain pada anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-

value=1.000, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

proporsi tingkat pendidikan responden dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan (tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan

dengan terapi bermain anak tidak dilakukan). Dari hasil analisis

diperolah nilai OR = 1.594, artinya perawat yang berpendidikan D3

mempunyai peluang 2 kali untuk tidak melakukan terapi bermain pada

anak dibandingkan perawat yang berpendidikan S1.

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa konsep dasar pendidikan

adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi

proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih

dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau

masyarakat. Pendidikan yang tinggi dengan sendirinya membangun

pengetahuan dan pemahaman perawat tentang cara bagaimana prosedur

terapi bermain pada anak dilakukan di Rumah Sakit, sehingga perawat

yang berpendidikan tinggi cenderung dapat melaksanakan terapi bermain

secara lebih baik dibandingkan perawat yang berpendidikan lebih rendah.

d. Hubungan tingkat pengetahuan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD

Banyumas dan RS Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 12 diatas bahwa terdapat

sebanyak 17 responden (65.4%) perawat yang mempunyai pengetahuan

kategori buruk tidak melakukan terapi bermain pada anak. Sedangkan

diantara perawat yang tingkat pengetahuan dalam kategori baik, ada 2

Page 23: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

responden (16.7%) yang tidak melakukan terapi bermain pada anak.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=0.015, maka dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan proporsi tingkat pengetahuan dengan terapi

bermain anak tidak dilakukan (ada hubungan yang signifikan antara

tingkat pengetahuan dengan terapi bermain pada anak tidak

dilaksanakan). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 9.444, artinya

perawat yang mempunyai pengetahuan kategori buruk mempunyai

peluang 9 kali untuk tidak melakukan terapi bermain pada anak

dibandingkan perawat yang berkategori baik dalam tingkat

pengetahuannya.

Peneltian ini diperkuat Francischinelli (2011) dalam jurnalnya yang

menyatakan bahwa sikap perawat dalam pelaksanaan terapi bermain di

Rumah Sakit dalam kriteria kurang baik, yang artinya terapi bermain

tidak dijalankan secara rutin setiap harinya, hal ini terjadi dikarenakan

pengetahuan yang kurang cukup dimiliki oleh perawat ruangan.

e. Hubungan sikap dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD

Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS

Wijaya Kusuma 04.03.01 Purwokerto

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 13 diatas bahwa terdapat

sebanyak 11 responden (37.9%) perawat yang bersikap baik tidak

melakukan terapi bermain pada anak. Sedangkan diantara perawat yang

bersikap buruk terdapat, 8 responden (88.9%) yang tidak melakukan

terapi bermain pada anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-

value=0.019, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi

sikap dengan terapi bermain anak tidak dilakukan (ada hubungan yang

Page 24: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

signifikan antara sikap dengan terapi bermain pada anak tidak dilakukan

di Rumah Sakit). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 13.091, artinya

perawat yang bersikap buruk mempunyai peluang 13 kali untuk tidak

melakukan terapi bermain pada anak dibandingkan perawat yang

mempunyai sikap baik.

Penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Agustina (2011) yang

menyatakan bahwa ada hubungan sikap dengan pelaksanaan terapi

bermain di Rumah Sakit, dimana berkurangnya faktor pendukung seperti

tersedianya sarana dan prasarana terapi bermain akan sejalan dengan

sikap perawat yang kurang dalam melaksanakan terapi bermain tersebut.

Sikap menurut Thurstone dalam Azwar (2009) adalah derajat afek

positif/ afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis. Sikap

adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui

pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap

respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Dari sini sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan subyek

berespon suka/ tidak suka terhadap suatu obyek. Dalam penelitian ini

yang berperan sebagai subyek yaitu perawat dan obyeknya yaitu tindakan

keperawatan terapi bermain.

3. Analisis Mulivariat

a. Variabel tingkat pengetahuan yang paling dominan atau berpengaruh

terhadap terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R. Goetheng

Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS Wijaya Kusuma

04.03.01 Purwokerto

Page 25: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

Dari tabel 14 diatas dapat dinterpretasikan bahwa responden yang

tingkat pengetahuan dalam kategori buruk berpeluang 9 kali terapi

bermain pada anak tidak dilakukan di Rumah Sakit dibandingkan

responden tingkat pengetahuan dalam kategori baik.

Melihat variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap

variabel dependen, dilihat dari nilai Exp (B) untuk variabel yang

signifikan, semakin besar nilai Exp (B) berarti semakin besar

pengaruhnya terhadap variabel dependen yang dianalisis. Dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan

atau berpengaruh terhadap terapi bermain pada anak tidak dilakukan di

Rumah Sakit adalah variabel tingkat pengetahuan dimana nilai Exp (B) =

9.444.

Peneliti menyatakan bahwa pengetahuan merupakan dasar

pelaksanaan terapi bermain pada perawat, dikarenakan tanpa

pengetahuan yang kompeten terapi bermain dapat dilakukan sesuai

prosedur dan mencapai tujuan yang maksimal dalam pelaksanaannya.

Sehingga apabila perawat tidak mengetahui tentang terapi bermain,

secara tidak langsung pelaksanaan terapi bermain tidak akan dilakukan

oleh perawat.

Salah satu cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo

(2003) dengan berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman ini

merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu

cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadi

yang merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan, selanjutnya

pengalaman dapat menjadi acuan untuk bertindak melakukan sesuatu.

Page 26: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan dapat ditarik kesimpulan, sebagai

berikut :

1. Umur responden dan jenis kelamin sebagian besar responden berumur kurang

dari 30 tahun berjumlah 22 responden (57.9%) dan jenis kelamin yang paling

banyak adalah perempuan berjumlah 30 responden (78.9%).

2. Tidak ada hubungan lama kerja perawat dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di Rumah Sakit hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=1,000,

dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1,000, artinya perawat yang sudah

bekerja kurang dari 10 tahun berpeluang 1 kali untuk tidak melakukan terapi

bermain pada anak dibandingkan perawat yang sudah bekerja lebih dari 10

tahun.

3. Tidak ada hubungan sarana prasarana dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di Rumah Sakit hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=0.507,

dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1.950, artinya sarana prasarana yang

tidak tersedia mempunyai peluang 2 kali untuk tidak melakukan terapi

bermain pada anak dibandingkan sarana prasarana bermain yang tersedia di

Rumah Sakit.

4. Tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di Rumah Sakit hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=1.000,

maka dari hasil analisis diperolah nilai OR = 1.594, artinya perawat yang

berpendidikan D3 mempunyai peluang 2 kali untuk tidak melakukan terapi

bermain pada anak dibandingkan perawat yang berpendidikan S1.

5. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan terapi bermain anak tidak

dilakukan di Rumah Sakit hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=0.015,

Page 27: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

dari hasil analisis diperolah nilai OR = 9.444, artinya perawat yang

mempunyai pengetahuan kategori buruk mempunyai peluang 9 kali untuk

tidak melakukan terapi bermain pada anak dibandingkan perawat yang

berkategori baik dalam tingkat pengetahuannya.

6. Ada hubungan sikap dengan terapi bermain anak tidak dilakukan di Rumah

Sakit hasil uji statistik diperoleh nilai p-value=0.019, dari hasil analisis

diperoleh nilai OR = 13.091, artinya perawat yang bersikap buruk

mempunyai peluang 13 kali untuk tidak melakukan terapi bermain pada anak

dibandingkan perawat yang mempunyai sikap baik.

7. Variabel yang paling dominan dalam penelitian ini adalah tingkat

pengetahuan terhadap terapi bermain anak tidak dilakukan di RSUD Dr. R.

Goetheng Taroenadibrata Purbalingga, RSUD Banyumas dan RS Wijaya

Kusuma 04.03.01 Purwokerto dengan nilai OR = 9.444.

Selanjutnya, mengacu pada hasil penelitian, disarankan beberaoa hal :

1. Bagi Perawat

Sebagai informasi tambahan dalam pelaksanaan terapi bermain agar dapat

dilakukan di Rumah Sakit sehingga dapat memperbaiki kekurangan apabila

terdapat faktor yang menyebabkan terapi bermain tidak dilakukan oleh

perawat.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai dasar perbaikan kebijakan dalam pelaksanaan terapi bermain oleh

perawat di Ruang Anak, agar efek hospitalisasi pada semua anak dapat

diminimalisir.

Page 28: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi tambahan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya

tentang faktor pelaksanaan terapi bermain di Rumah Sakit yang dilakukan

oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain. Jurnal Keperawatan Klinis. Vol. 3 (01), 2302-4380.

Azwar, Saefudin. (2009). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiharto. (2008). Metodologi penelitian kesehatan dengan contoh bidang ilmu kesehatan gigi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Damin, S. (2003). Riset keperawatan: Sejarah dan metodologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Francischinelli, Amorim, & Fernandes. (2012). Routine use of therapeutic play in the care of hospitalized children: Nurses perceptions. Acta Paul Enferm, 25 (1), 18-23.

Hidayat. A. (2008). Pengantar ilmu keperawatan anak 1.Jakarta: Salemba Medika.

. (2011). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. .Jakarta: Salemba Medika.

Muntamah, U. (2007). Fenomena pengetahuan perawat tentang terapi bermain pada anak usia prasekolah yang dirawat di ruang anak rs st. Elisabeth semarang. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Abstract. Ungaran: Akper Ngudi Waluyo Ungaran.

Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

, (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Page 29: NASKAH PUBLIKASI nursaefuloh

. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Solikhah, U. (2011). Therapeutic peer play sebagai upaya menurunkan kecemasan anak sekolah selama hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Soedirman, 6 (1), 20-30.

Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric edisi 6 volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.