naskah publikasi

16
HUBUNGAN KEJADIAN ISPA TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BIROBULI KECAMATAN PALU SELATAN Atirah*, Fajar Waskito **, Puspita Sari*** * Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako. ** Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako. ***Departemen Patologi Klinik Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako. ABSTRAK Latar Belakang : Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kematian karena ISPA, terutama pada bayi dan anak usia di bawah lima tahun (balita). Pada tahun 2008, terdapat 25% anak balita di negara-negara sedang berkembang, yakni sekitar 146 juta anak mengalami masalah kurang berat badan, yang menjadi indikator kurangnya nutrisi. Kasus kurang gizi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang belum teratasi secara tuntas sampai saat ini, maka dilakukan penelitian ini. Metode Penelitian : Penelitian observasi analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel berasal dari pasien balita ISPA dan tidak ISPA di PUSKESMAS Birobuli. Selain itu, dilakukan uji bivariat dengan uji korelasi koefisiensi kontingensi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis. Hasil Penelitian : Dari hasil analisis statistik antara kejadian ISPA dengan status gizi didapatkan nilai r = 0, 001 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat lemah antara kejadian ISPA dengan status gizi. 1

Upload: vionnts

Post on 11-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KEJADIAN ISPA TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BIROBULI

KECAMATAN PALU SELATAN

Atirah*, Fajar Waskito **, Puspita Sari***

* Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako.

** Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako.***Departemen Patologi Klinik Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Tadulako.

ABSTRAK

Latar Belakang : Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kematian karena ISPA, terutama pada bayi dan anak usia di bawah lima tahun (balita). Pada tahun 2008, terdapat 25% anak balita di negara-negara sedang berkembang, yakni sekitar 146 juta anak mengalami masalah kurang berat badan, yang menjadi indikator kurangnya nutrisi. Kasus kurang gizi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang belum teratasi secara tuntas sampai saat ini, maka dilakukan penelitian ini.Metode Penelitian : Penelitian observasi analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel berasal dari pasien balita ISPA dan tidak ISPA di PUSKESMAS Birobuli. Selain itu, dilakukan uji bivariat dengan uji korelasi koefisiensi kontingensi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis.Hasil Penelitian : Dari hasil analisis statistik antara kejadian ISPA dengan status gizi didapatkan nilai r = 0, 001 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat lemah antara kejadian ISPA dengan status gizi. Kesimpulan : Terdapat hubungan kejadian ISPA terhadap status gizi pada anak balita di puskesmas birobuli.

Kata Kunci : ISPA, status gizi, anak balita.

1

Page 2: NASKAH PUBLIKASI

CORRELATION ARI OCCURRENCE OF NUTRITIONAL STATUS IN

TODDLERS IN PUSKESMAS BIROBULI SOUTH OF PALU

SUBDISTRICT

Atirah*, Fajar Waskito**, Puspita Sari***

*Medical Student, Faculty of Medicine and Health Science, Tadulako University**Dean of Faculty of Medicine and Health Science, Tadulako University***Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine and Health Science, Tadulako University

ABSTRACT

Background: Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the main health problems in the world. This is evidenced by the high mortality rate due to respiratory infections, especially in infants and children under five years old (toddlers). In 2008, there were 25% toddlers in developing countries, which is about 146 million children have weight loss problems, which is an indicator of a lack of nutrients. Malnutrition cases in Indonesia is a health problem that has not been completely resolved to date, so this research is conducted.Methods: This study is categorized as an analytic observational study, with a cross sectional approach. Samples derived from patients toddlers with ARI and not ARI in health center Birobuli. Additionally, bivariate test is conducted with coefficient of contingency correlation test. The data was collected using medical records.Results: From the results of the statistical analysis between the incidence of ARI with nutritional status obtained value of r = 0, 001 which indicates that there is a very weak correlation between the incidence of ARI with nutritional status.Conclusion: There is correlation ARI occurrence of nutritional status in toddlers in PUSKESMAS Birobuli.

Keywords: ARI, nutritional status, toddlers

2

Page 3: NASKAH PUBLIKASI

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan salah satu

masalah kesehatan utama di dunia. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya

angka kesakitan dan kematian karena ISPA, terutama pada bayi dan anak usia di

bawah lima tahun (balita). Konferensi internasional mengenai ISPA di Australia,

pada tahun 1997 menemukan empat juta bayi dan balita. Negara berkembang,

penyakit pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama

pada bayi berusia kurang dari dua bulan. Dari survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) tahun 1996 diketahui bahwa morbitas pada bayi akibat pneumonia

sebesar 42,4% dan pada balita sebesar 36%) [1].

Indonesia mengalami kematian karena ISPA tiap tahunnya sekitar 10%-20%

atau 2,33 juta- 4,66 juta kasus. Sekitar lima kasus diantara 1000 bayi atau balita,

ISPA mengakibatkan 150.000 bayi dan balita meninggal tiap tahunnya 12.500

korban per bulan atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam atau seorang bayi

tiap lima menit. Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia.

Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA

[1,2].

Pada tahun 2008 terdapat 25% anak balita di negara-negara sedang

berkembang, yakni sekitar 146 juta anak mengalami masalah kurang berat badan,

yang menjadi indikator kurangnya nutrisi. Kasus kurang gizi di Indonesia

merupakan masalah kesehatan yang belum teratasi secara tuntas sampai saat ini.

Terjadinya krisis moneter sejak 1997 semakin memicu peningkatan kasus tersebut

[3].

Berdasarkan laporan seksi P2 Dinas Kesehatan Kota Palu, jumlah penderita

ISPA pada Tahun 2011 sebanyak 1.484 penderita dan sebanyak 1.264 penderita

(laki-laki 683, perempuan 581) atau 82,65% terjadi pada Balita, tidak terdapat

penderita yang meninggal pada Tahun 2011. Sementara itu jika dilihat dari jenis

ISPA pada anak Balita maka terdapat 1.248 kasus merupakan pneumonia, 16

kasus merupakan pneumonia berat (Dinkes kota palu, 2011). Di Palu Sulawesi

tengah, pada tahun 2012 penyakit ISPA pada golongan umur < 1 tahun sebesar

3

Page 4: NASKAH PUBLIKASI

22,14 % pada laki-laki dan 21,74 % pada perempuan, dan golongan umur < 1-4

tahun sebesar 45,97 % pada laki-laki dan 43,26 % pada perempuan [4].

Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah kota Palu tahun 2011 bahwa prevalensi

status gizi baik pada balita dan anak sebesar 95,47% kasus, gizi kurang 3,62 %

kasus, gizi buruk 0,23 % kasus. Dan untuk Puskesmas Birobuli kecamataan palu

selatan tahun 2011 bahwa prevalensi status gizi lebih pada balita adalah sebesar

3,13 %, gizi baik sebesar 85,52 %, gizi kurang sebesar 10,92 %, dan gizi buruk

sebesar 0,43 % [5].

Data diatas menunjukan bahwa banyaknya balita yang menderita ISPA

keadaan ini akan berpengaruh terhadap status gizi balita yang akhirnya semakin

bertambahnya prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan

judul “Hubungan Penyakit ISPA Terhadap Status Gizi Pada Anak Balita Di

Puskesmas Birobuli Pada Tahun 2013”.

METODE

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder

berupa rekam medis. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik randomisasi

sederhana (simple randomized), besarnya sampel yang telah memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sebanyak 126 sampel. Terdapat 2 variabel penelitian yakni

kejadian ISPA sebagai variabel bebas dan status gizi sebagai variabel terikat.

Pengelolahan data ini dilakukan dengan cara editing, coding, entry, tabulating

dana analyze dengan penggunaan software SPSS. Uji hipotesis atau analisis

bivariat menggunakan uji korelasi koefisiensi kontingensi.

Waktu pelaksanaan penelitian ini yakni dari bulan juni-juli 2014. Tempat

penelitian ini diadakan di Puskesmas Birobuli Kecamatan Palu Selatan.

4

Page 5: NASKAH PUBLIKASI

HASIL

1. Analisis Univariat

Tabel 1. Distribusi sampel menurut jenis kelamin yang berkunjung di

Puskesmas Birobuli Kecamatan Palu Selatan

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)

Laki-laki 50 39,7

Perempuan 76 60,3

Total 126 100

Sumber : Rekam Medik Puskesmas Birobuli Palu 2013

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa distribusi sampel menurut jenis kelamin yang

terbanyak pada penderita ISPA adalah perempuan sebanyak 76 orang (60,3%)

dan pada laki-laki sebanyak 50 orang (39,7%). Dan total jenis kelamin

penderita ISPA pada anak balita adalah sebanyak 126 orang (100%).

Tabel 2. Distribusi Penderita ISPA dan tidak ISPA yang berkunjung di

puskesmas birobuli kecamatan palu selatan

Penderita ISPA Frekuensi Presentase (%)

Ya 85 67,5

Tidak 41 32,5

Total 126 100

Sumber : Rekam Medik Puskesmas Birobuli Palu 2013

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa distribusi sampel penderita pasien ISPA

pada anak balita adalah sebanyak 85 orang (67,5%) dan pada pasien yang

tidak ISPA pada anak balita adalah sebanyak 41 orang (32,5). Dan total

penderita ISPA dan tidak ISPA adalah sebanyak 126 orang (100%).

Tabel 3. Frekuensi status gizi anak balita yang menderita ISPA dan tidak ISPA yang

berkunjung ke puskesmas birobuli kecamatan palu selatan

5

Page 6: NASKAH PUBLIKASI

Status Gizi ISPA Tidak ISPA Presentase (%)

Lebih 4 7 8,7

Normal 58 34 73,0

Kurang 12 0 9,5

Buruk 11 0 8,7

Total 85 41 100

Sumber : Rekam Medik Puskesmas Birobuli Palu 2013

Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa status gizi pada anak balita yang menderita

ISPA adalah dapat dilihat status gizi lebih sebanyak 4 orang, gizi normal 58

orang, gizi kurang 12 orang dan gizi buruk sebanyak 11 orang. dan yang tidak

ISPA untuk status gizi lebih 7 orang, gizi norma 34 orang, dan gizi kurang

dan buruk tidak ada pada penderita tidak ISPA. Dari data diatas status gizi

yang paling banyak pada anak balita adalah gizi normal.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dari data yang telah diambil pada penelitian ini dapat

dilihat seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 5. hubungan kejadian ISPA terhadap Status Gizi pada anak balita di

puskesmas Birobuli kecamatan Palu Selatan

Uji Korelasi Kekuatan Korelasi

Koefisiensi kontingensi 0,001

Sumber : Rekam Medik Puskesmas Birobuli Palu 2013

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

kejadian ISPA terhadap status gizi, dilakukan uji analisis statistik Koefisiensi

kontingengsi. Dari hasil analisis statistik antara kejadian ISPA terhadap status

gizi didapatkan nilai r = 0, 001 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang sangat lemah antara kejadian ISPA terhadap status gizi.

PEMBAHASAN

Distribusi umur pada kasus kejadian ISPA adalah anak balita yang berumur

0-5 tahun. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun. Hal

6

Page 7: NASKAH PUBLIKASI

ini disebabkan oleh ketahanan tubuh yang masih kurang untuk melawan virulensi

pathogen, sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan lebih mudah

terserang infeksi. Disamping itu pada usia tersebut anak mulai disapih oleh ibunya

sehingga anak tidak memperoleh ASI secara memadai [6].

Penilaian status gizi dibedakan menjadi dua yaitu penilaian status gizi Secara

langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Dalam penelitian ini

dilakukan Penilaian status gizi secara langsung yaitu Antropometri adalah ukuran

dari tubuh. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Berdasarkan ukuran baku median WHO-NCHS

(National Center for Health Statistics). Antropometri digunakan untuk mengukur

status gizi anak balita adalah dengan indeks antropometri Berat Badan menurut

Umur (BB/U). Dengan klasifikasi status gizi sebagai berikut : Gizi Lebih ≥ 2 SD,

Gizi Normal -2 sampai dengan +2 SD, Gizi Kurang ≤ -2 sampai dengan -3 SD,

Gizi Buruk ≤ 3 SD [7].

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan

atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi [7].

Hubungan kejadian ISPA terhadap status gizi

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa yang menderita ISPA berjumlah 85

kasus (67,5%) dan yang tidak ISPA adalah 41 ( 32,5%) kasus. Didapatkan hasil

status gizi lebih dengan frekuensi 11 (8,7%), gizi normal 92 (73,0%), gizi kurang

12 (9,5%), dan gizi buruk 11 (8,7%), Dari hasil analisis statistik antara kejadian

ISPA terhadap status gizi didapatkan nilai r = 0,001 yang menunjukkan bahwa

terdapat korelasi yang sangat lemah antara kejadian ISPA terhadap status gizi.

Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dikutip oleh

Sukmawati (2010) di wilayah kerja puskesmas Tunikamasean kabupaten Maros

dimana terdapat 40,0% yang gizi kurang an menderita ISPA sedangkan gizi baik

32,0% gizi baik dan tidak menderita ISPA. Selain itu berbagai hasil penelitian

7

Page 8: NASKAH PUBLIKASI

menunjukkan terjadinya penurunan berat badan anak selama ISPA berlangsung

[8].

Bila kita lihat hasil penelitian diatas tidak semua anak balita yang menderita

ISPA mempunyai status gizi kurang, hal ini berarti status gizi tidak hanya

dipengaruhi oleh penyakit infeksi tetapi dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain.

Faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu zat gizi dalam makanan, ada tidaknya

program pemberian makanan diluar keluarga, daya beli keluarga, kebiasaaan

makan, pemeliharaan kesehatan, dan lingkungan fisik sosial [9].

Anak usia dibawah lima tahun merupakan kelompok umur yang rawan gizi

dan rawan penyakit telah lama diketahui adanya interaksi senergis antara

malnutrisi dan infeksi. Kekurangan kalori dan zat gizi lain tidak hanya dianggap

sebagai penyebab langsung gangguan kesehatan tetapi juga sebagai penyebab

tidak langsung kematian pada anak balita karena terdapat hubungan timbal balik

yang saling mendorong atau sinergisme antara status gizi dan penyakit infeksi.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan makanan dan

kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi meski ringan

berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi [9].

Penyebab langsung timbulnya gizi kurang maupun gizi buruk yaitu “makanan

anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat

makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat

berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang

makananya tidak cukup bayi, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya

mempengaruhi status gizinya”.

Dengan demikian, hasil penelitian ini memperkuat pernyataan WHO (2003),

yang menyatakn bahwa anoreksia sering terjadi selama infeksi pernapasan akut,

peningkatan kehilangan cairan dari paru terjadi selama infeksi pernapasan akut,

khususnya jika terdapat pernapasan cepat atau demam. Kehilangan cairan dari

paru terutama terdiri dari air. Hilangnya nafsu makan sering terjadi selama ISPA,

untuk itu tingkatan pemberian makanan selama sakit dan tingkatkan pemberian

makanan selama masa penyembuhan untuk menggantikan penurunan berat badan

selama sakit [9].

8

Page 9: NASKAH PUBLIKASI

Penyakit infeksi berpengaruh besar terhadap terjadinya status gizi kurang dan

status gizi buruk pada anak balit, seorang anak balita yang menderita suatu

penyakit infeksi seperti ISPA akan mengakibatkan terjadinya gangguan

metabolisme, gangguan penyerapan, dan selera makan menurun, sehingga

pertumbuhan terganggu. Kekurangan zat gizi tidak saja dianggap sebagai

penyebab langsung gangguan kesehatan, tatapi juga penyebab tidak langsung

kematian pada anak balita karena terdapat hubungan timbal balik yang saling

mendorong atau sinergisme antara ISPA dengan status gizi [10].

KESIMPULAAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Distribusi sampel menurut jenis kelamin yang terbanyak pada penderita ISPA

adalah perempuan sebanyak 76 orang (60,3%) dan pada laki-laki sebanyak 50

orang (39,7%). Dan total jenis kelamin penderita ISPA pada anak balita

adalah sebanyak 126 orang (100%).

2. Di dapatkan distribusi sampel penderita pasien ISPA pada anak balita adalah

sebanyak 85 orang (67,5%)

3. Status gizi pada anak balita adalah dapat dilihat status gizi lebih sebanyak 11

orang (8,7%), gizi normal 92 orang (73,0%), gizi kurang 12 orang (6,5%),

dan gizi buruk sebanyak 11 orang (8,7%). Dari data diatas status gizi yang

paling banyak pada anak balita adalah gizi normal.

4. Terdapat hubungan antara kejadian ISPA terhadap status gizi di Puskesmas

Birobuli Kecamatan Palu Selatan.

SARAN

1. Pemerintah dan Lembaga kesehatan

9

Page 10: NASKAH PUBLIKASI

Diharapkan kepada pemerintah dan lembaga kesehatan agar lebih

memperhatikan keadaan status gizi di daerahnya, dengan memberikan

penyuluhan kepada ibu rumah tangga tentang melihat dan mengetahui status

gizi anak.

2. Masyarakat

Melihat besarnya pengaruh ISPA terhadap status gizi maka peneliti

menyarankan untuk mencegah faktor risiko terjadinya Infeksi Saluran

Pernapasan Akut dan Melihat adanya status gizi kurang dan gizi buruk maka

peneliti menyarankan kepada masyarakat untuk memberikan makanan

tambahan kepada anak balita yang mengalami kekurangan gizi

3. Instansi Pendidikan

Diharapkan adanya penilitian yang lebih lanjut mengenai penyakit ISPA dan

juga peneliti selanjutnya meneliti tentang status gizi gizi lebih, (gizi normal,

gizi kurang, gizi buruk) dengan hubungan penyakit ISPA.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI., 2002., Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Untuk Penaggulangan Pneumonia Pada Balita. Direktorat Pemberantasan

Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman : Jakarta

2. Siswono., 2007., ISPA Salah Satu Penyebab Utama Kematian Balita. Diakses

melalui http:/www. Suara Pembaruan.com. pada tanggal 20 maret 2014

3. Kementrian Kesehatan RI., 2010., Buletin Jendela Data dan INformasi

Kesehatan : Situasi ISPA di Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI

4. Dinkes Kota Palu., 2012., Jumlah Kasus dan Jumlah Kunjungan

Kasus/golongan Umur. Palu Sulawesi Tenngah

5. Dinkes Kota Palu., 2011., Profil, Data Kesehatan Kota Palu. Palu Sulawaesi

Tengah

6. Koch, A., et al. 2010., Risc Factors for Acute Respiratorius Tract Infections in

Young Greenlandic Children. Am Journal Epidemiol. 158(4):374-384

10

Page 11: NASKAH PUBLIKASI

7. Supariasa., I Dewa Nyoman., 2002., Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku

Kedokteran EGC : Jakarta

8. Sukmawati., 2010., Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir Rendah (Bbl),

Imunisasi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesamas Tunikamaseang Kabupaten Maros.

Skripsi

9. WHO., 2003., Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara

Berkembang. penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

10. WHO., 2007., Pencegahan & Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemic di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Pedoman Interim WHO Trust Indonesia Patner In Development World Health

11