naskah publikasi

26

Click here to load reader

Upload: ranithoma9886

Post on 05-Aug-2015

176 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: naskah publikasi

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA DI

KECAMATAN MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Sisilia Rani Thoma

NIM : 078114141

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA2012

1

Page 2: naskah publikasi

ABSTRACT

Antibiotic is one of medicine used by public in self-medication. This study is aimed at evaluation the influencing of educational level to the study participants’ knowledge of antibiotic. This study was done at Mergangsan Subdistric Yogyakarta Municipality Indonesia.

As non-experimental method, this study using descriptive analytic design and cross sectional approach, with 119 participants involved. Participants were recruited using purposive sampling. Data were collected by the list of questionnaires which is consisted 40 questions about antibiotic, and spearman rank test was used to analyze the data.

Results of the study show the educational level of participants (n=119) are Elementary School level 7,56%, Junior High School level 15,13%, Senior High School level 56,30% and University Graduated level 21,01%. Level of knowledge about antibiotic: 47,90% good, 46,22% fair, and 5,88% poor. In conclusion, educational level of participants does not affect the level of participants’ knowledge about antibiotic.

Keywords: educational level, knowledge level, antibiotic

INTISARI

Antibiotika adalah salah satu obat yang digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode non-eksperimental, dengan desain analitik deskriptif dan pendekatan cross sectional, serta jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebesar 119 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari kuesioner yang terdiri dari 40 pernyataan mengenai antibiotika, dan uji spearman rank.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden (n=119) terdiri dari: SD sebesar 7,56%, SMP sebesar 15,13%, SMA sebesar 56,30%, dan Perguruan tinggi sebesar 21,01%. Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika: 47,90% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi, 46,22% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 5,88% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai antibiotika. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.

Kata Kunci: tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, antibiotika

2

Page 3: naskah publikasi

I. Latar Belakang

Data yang diperoleh dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta mengenai distribusi antibiotika di Kecamatan Mergangsan

Yogyakarta periode 01 Januari s/d 30 September 2010 menunjukkan bahwa

terdapat enam jenis antibiotika oral yang didistribusikan dalam jumlah lebih dari

5000 cap/tab. Jumlah tersebut menunjukkan banyaknya masyarakat yang

menggunakan antibiotika. Oleh karenanya, dibutuhkan pengetahuan yang

memadai mengenai antibiotika untuk mencegah penggunaan antibiotika yang

tidak rasional.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2002). Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan seseorang. Seseorang

dengan pendidikan tinggi akan memiliki cakupan informasi yang lebih luas

sehingga pengetahuannya akan lebih banyak daripada orang yang berpendidikan

rendah (Broewer,1993). Dengan demikian, seseorang dengan pendidikan yang

lebih tinggi akan membentuk perilaku yang lebih baik. Dalam penggunaan

antibiotika, diharapkan orang yang berpendidikan tinggi akan lebih bijak

menggunakan antibiotika karena cakupan pengetahuan yang dimilikinya lebih

luas daripada orang yang berpendidikan rendah. Dengan demikian, penggunaan

antibiotika yang tidak rasional dapat dikurangi dan kejadian resistensi antibiotika

dapat dihindari.

Pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku

seseorang/kelompok orang dalam usahanya mendewasakan manusia melalui suatu

upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994:204).

Menurut UU No.2 tahun 1989, Bab V Pasal 12: “Jenjang pendidikan yang

termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan

Menengah dan Pendidikan Tinggi”.

Sebelumnya telah ada penelitian mengenai hubungan antara tingkat

pendidikan dengan tingkat pengetahuan dan penelitian mengenai penggunaan

antibiotika dikalangan PSK di Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut diketahui

bahwa tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan mengenai kontrasepsi

3

Page 4: naskah publikasi

memiliki hubungan positif langsung. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

akan meningkatkan pengetahuannya mengenai kontrasepsi. Sedangkan hubungan

antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor KB mengenai kontrasepsi

merupakan hubungan positif tidak langsung (Prastiwi, 2009). Pengetahuan tentang

antibiotika di kalangan PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta dapat

dikategorikan cukup tinggi yaitu sebesar 84,1% mengetahui dan sisanya sebesar

15,9% tidak mengetahui (Suhadi dan Sutama, 2005).

Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau

melemahkan pertumbuhan bakteri dan beberapa jamur (National Institute of

Allergy and Infectious Deseases, 2009). Penggunaan antibiotika yang tidak

rasional dapat menimbulkan terjadinya resistensi antibiotika. Resistensi

antibiotika merupakan kejadian dimana antibiotika kekurangan kemampuannya

untuk mengontrol atau membunuh pertumbuhan mikrobia. Dengan kata lain,

bakteri menjadi resisten dan dapat melanjutkan untuk memperbanyak diri pada

kondisi kadar terapi antibiotika (APUA, 2010). Ketidaktepatan dalam penggunaan

antibiotika meliputi kesalahan dalam dosis atau interval pemberian, lama

pemberian terlalu lama ataupun terlalu singkat, antibiotika yang digunakan bukan

antibiotika yang tepat karena masih tersedia antibiotika lain yang lebih efektif dan

lebih murah. Resistensi bakteri terhadap antibiotika berpotensi meningkatkan

biaya pengobatan. Keadaan ini menyebabkan jenis bakteri yang awalnya dapat

diobati dengan antibiotika ringan akhirnya memerlukan jenis antibiotika yang

lebih kuat (antibiotika generasi berat) untuk menanganinya yang dapat

meningkatkan biaya pengobatan. Jika bakteri ini menyebar ke lingkungan dan

penggunaan antibiotika yang tidak rasional terus terjadi maka suatu saat tidak

akan ada antibiotika yang dapat membunuh bakteri yang terus bermutasi ini. Hal

ini akan menyebabkan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati

sehingga angka kematian akan melonjak (Judarwanto, 2006).

Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat disebabkan karena

kurangnya pengetahuan mengenai antibiotika. Oleh karenanya, untuk

meminimalisasi kejadian resistensi antibiotika diperlukan pengetahuan yang baik

tentang antibiotika.

4

Page 5: naskah publikasi

II. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul

permasalahan untuk diteliti :

a. Seperti apakah karakteristik demografi masyarakat Kecamatan Mergangsan

Yogyakarta?

b. Seperti apakah tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Mergangsan

Yogyakarta?

c. Seperti apakah pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta

mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat

memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan

antibiotika serta pengertian umum resistensi antibiotika?

d. Seperti apakah tingkat (tinggi, sedang, rendah) pengetahuan masyarakat

Kecamatan Mergangsan Yogyakarta tentang antibiotika?

e. Apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat

Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai antibiotika?

f. Darimana masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta memperoleh informasi

mengenai antibiotika?

III. Bahan, Alat, dan Cara Penelitian

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Alat bantu yang digunakan untuk mengukur tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan responden mengenai antibiotika, dan sumber perolehan informasi

responden adalah kuesioner. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental karena

peneliti tidak memberikan perlakuan atau intervensi pada responden penelitian.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik deskriptif karena data yang

diperoleh kemudian dianalisis dan selanjutnya dideskripsikan dengan metode

statistik dan deskripsi kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah survey

dengan pendekatan Cross Sectional yaitu pengambilan data dilakukan dalam

suatu waktu tertentu saja (Umar, 2010).

B. Subyek Penelitian

5

Page 6: naskah publikasi

Subyek penelitian yang digunakan adalah masyarakat Kecamatan

Mergangsan baik laki-laki atau perempuan dengan kriteria inklusi subyek adalah

tingkat pendidikan yang telah ditamatkan minimal SD. Kriteria eksklusi subyek

meliputi: masyarakat yang sedang atau telah menempuh pendidikan formal yang

berkaitan dengan ilmu kesehatan (dokter, dokter gigi, dokter hewan, apoteker,

perawat, ahli gizi, analis kesehatan, bidan) dan masyarakat yang telah

memperoleh informasi mengenai antibiotika dari pendidikan non formal

(penyuluhan, seminar).

C. Tata Cara Penelitian

1. Studi pustaka

Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, yaitu membaca literatur-

literatur atau website yang berhubungan dengan tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan, antibiotika, pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat

pengetahuan, pembuatan kuesioner, metodologi penelitian, statistik, dan

perhitungan data yang diperlukan.

2. Penentuan lokasi penelitian dan besar sampel

Penentuan lokasi penelitian yaitu kecamatan dilakukan secara purposive.

Dari kecamatan tersebut kemudian dihitung jumlah RT secara keseluruhan dan

dipilih 10% dari jumlah tersebut untuk menjadi lokasi penelitian. Penentuan besar

sampel dilakukan secara random dengan metode cluster sampling. Pertama-tama

dihitung jumlah RT secara keseluruhan dalam kecamatan tersebut. Dari total

jumlah RT, akan diambil sebanyak 10% secara random untuk di cluster. Dari

setiap RT yang terpilih akan diambil 10% populasi yang memenuhi kriteria

inklusi secara purposive untuk dijadikan sampel uji. Jumlah RT di Kecamatan

Mergangsan adalah sebanyak 216 RT sehingga akan diambil 22 RT untuk

dijadikan lokasi pengambilan sampel. Responden yang terlibat dalam penelitian

ini berjumlah 119 orang.

D. Uji validitas dan realibilitas instrumen

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi

(Content Validity) yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis

rasional atau melalui Professional Judgment. Professional yang dimaksud adalah

6

Page 7: naskah publikasi

seorang apoteker. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

reliabilitas terpakai yaitu hasil uji responden sekaligus dipakai untuk uji

reliabilitas. Uji reliabilitas terpakai ini digunakan untuk menghemat waktu karena

terbatasnya waktu penelitian dan luasnya cakupan wilayah penelitian. Reliabilitas

instrumen dilakukan pada 30 orang responden dan dihitung menggunakan alat

ukur uji statistik Cronbach Alpha Nilai reliabilitas dari instrumen penelitian ini

adalah 0,759 lebih besar dari nlai r-tabelnya yaitu 0,361 sehingga instrumen

penelitian ini cukup reliabel untuk digunakan.

E. Uji normalitas instrumen

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki

nilai p>0,05 sehingga distribusi datanya dikatakan normal sedangkan sebaran data

pada variabel tingkat pendidikan memiliki nilai p<0,05 sehingga distribusi

datanya dikatakan tidak normal. Adanya variabel yang sebaran datanya tidak

normal ini menjadi dasar untuk menganalisis data dengan korelasi Spearman rank

(Patria, 2010).

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Karakterisktik Demografi Responden Responden dalam penelitian ini sebagian besar berada pada rentang usia

35-49 tahun (44,54%) dan berjenis kelamin perempuan (52,10%). Melihat data

ini, diharapkan tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika akan tinggi

karena semakin tinggi usia seseorang akan mempengaruhi pengetahuan yang

dimilikanya. Wanita lebih peduli terhadap kesehatan dibanding kaum pria

sehingga pengetahuan yang dimilikinya mengenai kesehatan pun lebih banyak

dibanding pria (Anna, Chandra, 2011).

B. Tingkat Pendidikan Responden

Dari 119 responden yang terlibat dalam penelitian ini, tingkat pendidikan

responden yang paling banyak adalah SMA (56,30%) sedangkan yang terendah

adalah SD (7,56%). Melihat jumlah ini diharapkan responden di Kecamatan

Mergangsan Yogyakarta banyak yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi

mengenai antibiotika.

7

Page 8: naskah publikasi

C. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

1. Pengetahuan responden mengenai pengertian umum antibiotika

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden belum

tahu bahwa antibiotika hanya digunakan untuk mengobati penyakit karena infeksi

bakteri. Responden yang tidak tahu menjawab antibiotika adalah obat yang dapat

digunakan untuk mengobati penyakit karena infeksi bakteri dan virus atau pun

virus saja. Dari hasil penggolongan pengetahuan responden mengenai pengertian

umum antibiotika, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan yang sedang mengenai antibiotika (54,62%).

22,69%

54,62%

22,69%

TinggiSedangRendah

Gambar 5. Perbandingan Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Umum Antibiotika

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden di Kecamatan

Mergangsan mengenai pengertian umum antibiotika dapat dikatakan masih rendah

karena sebagian besar responden belum tahu mengenai pengertian umum

antibiotika.

2. Pengetahuan responden mengenai cara memperoleh antibiotika

Pengetahuan responden mengenai cara memperoleh antibiotika dinilai

dari pernyataan mengenai cara memperoleh antibiotika oral dan topikal yang

seharusnya. Pada kenyataannya, semua antibiotika oral tergolong dalam obat

keras sehingga hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (American Academy of

Family Physicians, 2009). Dalam penggolongan OWA (Obat Wajib Apotek),

terdapat beberapa jenis antibiotika topikal yang tergolong dalam obat wajib

apotek. Antibiotika yang tergolong dalam OWA ini dapat diperoleh dari apotek

8

Page 9: naskah publikasi

tanpa resep dokter sedangkan obat topikal lain yang tidak tergolong OWA hanya

dapat diperoleh dengan resep dokter.

37,81%

39,50%

22,69%

TinggiSedangRendah

Gambar 7. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Memperoleh Antibiotika

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden Kecamatan

Mergangsan tidak tahu mengenai cara memperoleh antibiotika yang benar.

3. Tempat Memperoleh antibiotika responden

Sebagian besar responden di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta

memperoleh antibiotika dari rumah sakit (99,16%) dan apotek (98,32%). Hal ini

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa antibiotika

hanya dapat diperoleh dari rumah sakit dan apotek. Sebagian kecil responden

menjawab memperoleh antibiotika dari sumber yang tidak rasional seperti mantri,

toko obat, sisa obat anggota keluarga yang lain, pengecer obat, dan warung.

49,58%

36,13%

14,29%

TinggiSedangRendah

Gambar 9. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Tempat Memperoleh Antibiotika

Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden Kecamatan

Mergangsan Yogyakarta memperoleh antibiotika dari sumber yang tepat yaitu

9

Page 10: naskah publikasi

rumah sakit dan apotek namun, pengetahuan responden secara umum mengenai

tempat memperoleh antibiotika yang benar masih kurang.

4. Pengetahuan responden mengenai cara penggunaan antibiotika

Penggunaan antibiotika yang benar adalah harus diminum sampai habis

(American Academy of Family Physicians, 2009).

44,54%

27,73%

27,73%

TinggiSedangRendah

Gambar 11. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar (55,46%) responden

tidak tahu mengenai cara penggunaan antibiotika yang benar karena beranggapan

bahwa antibiotika digunakan hanya sampai gejala penyakit hilang.

5. Pengetahuan responden mengenai aturan penggunaan antibiotika

Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai

aturan penggunaan antibiotika (47,90%).

47,90%

40,43%

11,76%

TinggiSedangRendah

Gambar 13. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Aturan Penggunaan Antibiotika

10

Page 11: naskah publikasi

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden di Kecamatan

Mergangsan Yogyakarta mengenai aturan penggunaan antibiotika masih tergolong

rendah.

6. Pengetahuan responden mengenai resistensi antibiotika

Dari hasil penggolongan tingkat pengetahuan responden, mengenai

resistensi antibiotika diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan yang tinggi mengenai resistensi antibiotika (gambar 15).

67,23%

23,53%

9,24%

TinggiSedangRendah

Gambar 15. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Resistensi Antibiotika

Responden yang memiliki pengetahuan yang sedang dan rendah kurang

memahami bahwa penggunaan antibiotika secara tidak teratur dapat menyebabkan

terjadinya resistensi antibiotika. Mereka juga tidak tahu bahwa resistensi

antibiotika adalah kekebalan bakteri terhadap antibiotika. Hasil ini menunjukkan

bahwa pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai

resistensi antibiotika cukup tinggi yaitu sebesar 67,23%.

D. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika Secara Umum

Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi jika responden mampu menjawab

benar lebih dari 70% pernyataan. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika

responden mampu menjawab 50%-70% pernyataan benar dan dikatakan rendah

jika hanya mampu menjawab kurang dari 50% pernyataan benar (Nursalam,

2003).

11

Page 12: naskah publikasi

47,90%

46,22%

5,88%

TinggiSedangRendah

Gambar 17. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika Secara Umum

Berdasarkan penggolongan tingkat pengetahuan diketahui bahwa

sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai

antibiotika (47,90%). Sebesar 46,22% responden memiliki pengetahuan yang

sedang mengenai antibiotika dan 5,88% memiliki pengetahuan yang rendah

mengenai antibiotika.

E. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Responden

Mengenai Antibiotika

Untuk melihat apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat

pengetahuan responden mengenai antibiotika dilakukan uji korelasi Spearman

rank antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat pengetahuan responden

mengenai antibiotika. Hasil korelasi menunjukkan nilai korelasinya sebesar 0,225

namun tidak signifikan (p=0,14) sehingga dapat diabaikan. Oleh karenanya, dapat

dikatakan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan

Mergangsan Kota Yogyakarta dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai

antibiotika.

12

Page 13: naskah publikasi

F. Sumber Informasi Antibiotika yang Diperoleh Responden

1. Sumber informasi interpersonal

Informasi mengenai antibiotika paling banyak diperoleh responden dari dokter

(92,44%), apoteker (68,07%).

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%92.44%

68.07%66.39%

50.42%

19.33%

63.03%

33.61%

53.78%

Sumber informasi

Per

sent

ase

jum

lah

resp

onde

n

Gambar 18. Distribusi Sumber Informasi Interpersonal Responden

Apoteker sebagai seorang ahli seharusnya dapat memaksimalkan

perannya sehingga diharapkan perolehan informasi terbanyak diperoleh dari

apoteker. Informasi yang diberikan oleh seorang apoteker diharapkan akan

lebih lengkap dan tepat.

2. Sumber informasi media cetak

Perolehan informasi mengenai antibiotika dari media cetak di

kelompokkan menjadi empat sumber utama yaitu dari koran/surat kabar, brosur

kesehatan, leaflet kesehatan, dan majalah kesehatan. Ringkasan hasilnya dapat

tersaji dalam histogram berikut:

13

Page 14: naskah publikasi

0.00%

20.00%

40.00%

60.00% 36.97%

57.98%47.90% 44.54%

Sumber informasi

Per

sen

tase

ju

mla

h r

esp

on

den

Gambar 19. Distribusi Sumber Informasi Media Cetak Responden

Dari data tersebut (gambar 19) diketahui bahwa sebagian besar

masyarakat memperoleh informasi dari brosur kesehatan (57,98%) dan leaflet

kesehatan (47,90%).

3. Sumber informasi media elektronik

Perolehan informasi antibiotika dari media elektronik dikelompokkan

menjadi tiga sumber informasi utama yaitu radio, internet dan media televisi.

Ringkasan hasilnya tersaji dalam histogram berikut:

Radio Internet Televisi0.00%

10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%

25.21%

42.02% 42.02%

Sumber informasi

Per

sen

tase

ju

mla

h

resp

on

den

Gambar 20. Distribusi Sumber Informasi Media Elektronik Responden

Dari data tersebut (gambar 20) diketahui bahwa sebagian besar

masyarakat memperoleh informasi dari internet (42,02%) dan televisi (42,02%).

Perolehan informasi mengenai antibiotika dari radio paling sedikit diperoleh

masyarakat (25,21%).

14

Page 15: naskah publikasi

V. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1. Karakteristik demografi masyarakat Kecamatan Mergangsan adalah berusia 20-60

tahun dengan persentase tertinggi berusia 35-49 tahun (44,54%) dan persentase

terendah berusia 50-64 tahun (11,76%) dengan jenis kelamin perempuan

(52,10%) dan laki-laki (47,90%).

2. Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta adalah SMA

sebesar 56,30%, Perguruan Tinggi sebesar 21,01%, SMP sebesar 15,13% dan SD

sebesar 7,56%.

3. Masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta paling banyak mengetahui

tentang resistensi antibiotika (78,99%) dan paling sedikit mengetahui tentang cara

memperoleh antibiotika (63,19%).

4. Jumlah masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta yang memiliki tingkat

pengetahuan tinggi mengenai antibiotika adalah sebesar (47,90%), sedang

(46,22%), dan rendah (5,88%).

5. Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat

Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai antibiotika.

6. Sumber informasi masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta 92,44% dari

dokter (sumber informasi interpersonal), 57,98% dari brosur kesehatan (media

cetak), 42,02% dari internet dan televisi (media elektronik).

B. Saran

1. Meningkatkan peran apoteker dalam hal pemberian informasi tentang obat

khususnya antibiotika bagi masyarakat.

2. Memanfaatkan media televisi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi

mengenai antibiotika kepada masyarakat karena televisi merupakan media yang

sering digunakan masyarakat.

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan identifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan.

15

Page 16: naskah publikasi

VI. Daftar Pustaka

AAFP, 2009, Controlling Antibiotic Resistance: Will We Someday See Limited Prescribing Autonomy?, American Academy of Family Physicians, http://www.aafp.org/afp/2001/0315/p1034.html, diakses tanggal 13 November 2010.

Anna, L.K., Chandra, A., 2011, Kaum Lelaki Kurang Peduli Kesehatan, http://health.kompas.com/read/2011/02/17/15371631/www.kompas.com, diakses tanggal 31 Oktober 2011.

APUA, 2010, What is Antibiotic Resistance and Why is it a problem?, Alliance for The Prudent Use of Antibiotic, http://www.tufts.edu/med/apua/about_issue/antibiotic_res.shtml, diakses tanggal 16 November 2010.

Azwar, S., 2007, Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke-3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 45.

Broewer, 1993, Pola Pikir Pendidikan, Dinas Pendidikan, Yogyakarta, hal. 7-10.

Brooks, G.F., Butel, J.S., and Morse, S.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), edisi pertama, diterjemahkan dan diedit oleh Mudihardi, H.E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., Alimsardjono, L., Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal. 228-229.

Damanik, 2009, Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Wanita Usia 20-40 tahun di Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Tentang Sadari Sebagai Salah Satu Cara Untuk Mendeteksi Dini Kanker Payudara, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, hal. 41.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 204.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 204.Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan alat kesehatan.

Djuang, M. H., 2009, Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotik yang Diperoleh Secara Bebas di Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 23.

Glantz, S. A., 2005, Primer of Biostatistics, 6th ed., The Mc Graw-Hill Companies, USA, pp 296

16

Page 17: naskah publikasi

Harkness, R., 1989, Interaksi Obat, diterjemahkan oleh Agoes, G., Widianto, M.B., Penerbit ITB, Bandung, hal. 17-18.

Judarwanto, W., 2006, Penggunaan Antibiotika Irasional Pada Anak, ISSN : 2085-871X | Edisi Vol.8/XVIII/November 2006 – KESEHATAN, inovasi online, ppi jepang, diakses tanggal 22 november 2010.

Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek.

Kuncoro, M., 2009, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi (Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?), Edisi 3, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 188.

National Institute of Allergy and Infectious Deseases, 2009, Antimicrobial (Drug)Resistance, http://www.niaid.nih.gov/topics/antimicrobialResistance/Understanding/Pages/definitions.aspx, diakses tanggal 24 september 2010.

Notoatmodjo, S., 2002, metodologi penelitian kesehatan, 2nd ed. Jakarta: Rineka cipta.

Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Patria, B., 2010, Uji Normalitas, http://inparametric.com/bhinablog/download/ujinormalitas.pdf

Prastiwi, 2009, Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, hal. 31-32.

Suhadi R., dan Sutama I.M.A., 2005,Studi Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Di Kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Lokasi Pasar Kembang Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suparlan, P., 1995, Masyarakat Terasing dalam Masyarakat Indonesia, Ed. 1, , Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 214.

Tirtarahardja, U., dan La Sulo, S.L., 2008, Pengantar Pendidikan, Edisi Revisi, PT Rineka Cipta, Jakarta, hal. 76-77.

Umar, H., 2010, Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara Mudah Meneliti Masalah-Masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesis, dan Praktik Bisnis), Seri Desain Penelitian Bisnis-No.3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 8, 68.

17

Page 18: naskah publikasi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2, 1989, Sistem Pendidikan Nasional, http://www.dikti.go.id/Archive2007/uu_no2_1989.htm, diakses tanggal 23 November 2010.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS 2003).

Undang-Undang Obat Keras St. No.149, tanggal 22 desember 1949, Undang-Undang Obat keras.

Widianti, E., Sriati, A., dan Hernawaty, T., 2007, Pengetahuan Pasien Mengenai Gangguan Psikomatik dan Pencegahannya di Puskesmas Tarogong Garut, Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, Bandung.

18