naskah akademik raperda rtrw kku 2011

Upload: jawas-dwijo-putro

Post on 09-Oct-2015

222 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

rtrw

TRANSCRIPT

  • NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN PERATURAN DAERAH

    KABUPATEN KAYONG UTARA TENTANG

    RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2011 - 2031

    DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KAYONG UTARA

    TAHUN 2011

  • Kata Pengantar Laporan Pendahuluan ini adalah laporan pertama yang dikerjakan oleh Dinas

    Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kayong Utara yang bekerja sama dengan

    PT.Cipta Asri Manunggal sebagai konsultan perencana.

    Laporan pendahuluan ini merupakan laporan awal penyusunan RAPERDA

    Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengacu pada ketentuan penyusunan

    tentang pedoman penyusunan peraturan perundangan, dalam hal ini Undang-

    Undang No.12 tahun 2011

    Atas Selesainya Laporan Pendahuluan ini kami sebagai konsiltan perencana

    mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah

    membantu tersusunnya RAPERDA Rencana Tata Ruang Wilayah.

    Sukadana, Oktober 2011

    Pemerintah Kabupaten Kayong Utara

    Dinas Pekerjaan Umum (PU)

    ii

  • Kata Pengantar Laporan Interim ini merupakan laporan kedua yang dikerjakan oleh Dinas

    Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kayong Utara yang bekerja sama dengan

    PT.Ziar Estetika Consultant sebagai konsultan perencana.

    Laporan Interim ini berisikan RAPERDA Ijin Mendirikan Bangunan yang mengacu pada ketentuan penyusunan tentang pedoman penyusunan

    peraturan perundangan, dalam hal ini Undang-Undang No.12 tahun 2011

    Atas Selesainya Laporan Interim ini kami sebagai konsiltan perencana

    mengucapkan banyak-banyak terimakasih.

    Sukadana, November 2011

    Pemerintah Kabupaten Kayong Utara

    Dinas Pekerjaan Umum (PU)

    ii

  • Kata Pengantar Laporan Pendahuluan ini adalah laporan pertama yang dikerjakan oleh Dinas

    Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kayong Utara yang bekerja sama dengan

    PT.Cipta Asri Manunggal sebagai konsultan perencana.

    Laporan Pendahuluan ini Naskah Akademis yang penyusunannya mengacu

    pada ketentuan penyusunan tentang pedoman penyusunan peraturan

    perundangan, dalam hal ini Undang-Undang No.12 tahun 2011.

    Atas Selesainya Laporan Pendahuluan ini kami sebagai Konsultan perencana

    mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah

    membantu tersusunnya RAPERDA Rencana Tata Ruang Wilayah.

    Sukadana, Oktober 2011

    Pemerintah Kabupaten Kayong Utara

    Dinas Pekerjaan Umum (PU)

    ii

  • DAFTAR ISI

    BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ I - 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. I - 1

    1.2 Dasar Hukum .................................................................................... I - 2

    1.3 Tujuan dan Sasaran Penyusunan Peraturan Daerah ............................. I - 4

    1.4 Tujuan dan Manfaat Naskah Akademis................................................. I - 5

    1.5 Pentingnya Naskah Akademis dalam pembentukan Rancangan

    Peraturan Daerah .............................................................................. I - 6

    1.6 Ruang Lingkup .................................................................................. I - 6

    1.7 Metode Penyusunan Naskah Akademis .. I - 6

    1.8 Sistematika Naskah Akademis.......................... I - 7

    BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS.................................. II - 1

    2.1 Pengembangan Wilayah ..................................................................... II - 1

    2.1.1. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah .................................. II - 1

    2.1.2. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah ............................. II - 2

    2.1.3. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan ......................................... II - 6

    2.1.4. Pembangunan Daerah .............................................................. II - 7

    2.1.5. Potensi Wilayah sebagai Sumber Daya ....................................... II - 10

    2.2 Struktur Ruang .................................................................................. II - 12

    2.2.1. Definisi Struktur Ruang ............................................................. II - 12

    2.2.2. Bentuk dan Model Struktur Ruang .............................................. II - 13

    2.2.3. Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota ......................... II - 15

    2.2.4. Faktor-faktor Timbulnya Pusat Pelayanan ................................... II - 16

    2.2.5. Perkembangan Kota dan Struktur Ruang .................................... II - 17

    2.3 Sistem Transportasi ............................................................................ II - 15

    2.3.1. Jaringan Transportasi ................................................................ II - 22

    2.3.2. Klasifikasi Jalan ......................................................................... II - 23

    2.3.3. Fungsi Jalan Berkaitan dengan Pembangunan ............................. II - 26

    2.3.4. Arah Perkembangan Jaringan Transportasi ................................. II - 27

    2.4 Sumber Daya Lahan ........................................................................... II - 28

    2.4.1. Pengertian Lahan ..................................................................... II - 28

    2.4.2. Tata guna Lahan dan Perubahan Guna Lahan ............................. II - 29

    2.4.3. Kesesuaian Lahan ..................................................................... II - 30

    ii | N a s k a h A k a d e m i k

  • 2.4.4. Perubahan Penggunaan Lahan .................................................. II - 35

    2.5 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ................................................... II - 36

    2.5.1. Definisi Konsep Pembangunan Berkelanjutan .............................. II - 36

    2.5.2. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ......................................... II - 39

    2.5.3. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ........................................... II - 41

    2.5.4. Indikator Pembangunan Berkelanjutan ....................................... II - 42

    2.6 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ...................................................... II - 43

    2.7 Perizinan Pemanfaatan Ruang ............................................................. II - 47

    2.8 Parsipatori Planning ............................................................................ II - 48

    2.9 Pemerintah Daerah sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintah di Daerah... II - 49

    2.9.1. Pemerintah sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintahan ................ II - 49

    2.9.2. Pemerintah Daerah sebagai Pelaksana Biroikrasi Daerah

    berdasarkan otonomi Daerah..................................................... II - 51

    2.10 Praktek Empiris .................................................................................. II - 55

    BAB 3 EVALIASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

    UNDANGAN TERKAIT................................................................... III - 1

    3.1 Penyelenggaraan Pemerintah Daerah................................................... III - 1

    3.2 Penataan Ruang dan Penggunaan Lahan.............................................. III - 2

    3.2.1. Penataan Ruang . III - 2

    3.2.2. Penggunaan Lahan .. III - 3

    3.3 Sumber Daya Alam dan Penanggulangan Bencana . III - 7

    3.3.1. Sumber Daya Alam .. III - 7

    3.3.2. Penanggulangan Bencana III - 7

    3.4 Infrastruktur . III - 9

    3.4.1. Jaringan Jalan dan Sempadan Jalan .. III - 9

    3.4.2. Kepelabuhan III - 11

    3.4.3. Bandar Udara .. III - 13

    3.4.4. Telekomunikasi .. III - 14

    3.5 Peran Serta Masyarakat .. III - 16

    BAB 4 LANDASAN FILOSOFIS, SOSILOGIS DAN YURIDIS ...................... IV - 1

    4.1. Landasan Filosofis ............................................................................... IV - 1

    4.2. Landasan Sosiologis ............................................................................. IV - 2

    4.3. Landasan Yuridis ................................................................................. IV - 3

    4.4. Asas-asas Pembentukan Peraturan Daerah ............................................ IV - 4

    iii | N a s k a h A k a d e m i k

  • iv | N a s k a h A k a d e m i k

    BAB 5 JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP

    MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH....................................... V - 1

    5.1. Sasaran yang Akan Diwujudkan ........................................................... V - 1

    5.2. Arah dan Jangkauan Pengaturan. V - 2

    5.3. Ruang Lingkup Materi .. V - 3

    5.3.1. Ketentuan Umum .. V - 3

    5.3.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah . V - 10

    5.3.3. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten . V - 12

    5.3.4. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten . V - 16

    5.3.5. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten V - 18

    5.3.6. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten . V - 21

    5.3.7. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang .. V - 23

    5.3.8. Ketentuan Peralihan . V - 31

    BAB 6 PENUTUP....................................................................................... VI - 1

    5.1. Kesimpulan ......................................................................................... VI - 1

    5.2. Saran VI - 1

    Daftar Pustaka

    LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara

    DAFTAR PUSTAKA

    BUKU Akil, S. 2001. Penataan Ruang dalam Rangka Mendorong Pengembangan Ekonomi Wilayah. Tangerang: Cipta. Arikunto, Suharsimi (1994), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. , Jakarta: Bina Aksara. Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi Menurut UUD 1945, disertasi, Bandung,: UNPAD, 1990 Catanese, Anthony J. dan James C. Snyder (1992), Perencanaan Kota Edisi 2. Surabaya: Penerbit Erlangga. Budihardjo, Eko (2005), Tata Ruang Perkotaan. Bandung: PT. Alumni. _________ (1997), Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi. _________ (1997), Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit Alumni. Darmawan, Edy (2003), Teori dan Implementasi Perancangan Kota. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Dunn, William N (2001), Analisis Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Library. Hadi, Sutrisno (1984), Metodologi Riset I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hadjisaroso, 1994. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia, dalam Prisma No. 8 Agustus. Hettne, Bjorn. 2001. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Jayadinata, Johara T. (1986), Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004), Perencanaan Pembangunan Daerah Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia. Sandy, I Made (1977), Tata Guna Lahan Perkotaan dan Perdesaan. Jakarta: Penerbit Bharata Anindya. Salim, H.A. Abbas. 1998. Manajemen Transportasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. SF Marbun dan Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Liberty, 2006 Soefaat, et.al (1997), Kamus Tata Ruang Edisi 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Wahjono, Padmo, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia,1986 Syarif Hidayat, Persoalan Mendasar Implementasi Otonomi Daerah, Harian Umum Media Indonesia tanggal 23 Februari 2000. Karya Departemen PU/Ikatan Ahli Perencana Indonesia. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Undang Undang Nomor No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Bahan Galian Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Peraturan Pemerintah No 07 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan Peraturan Pemerintan No 34 Tahun 2006 tentang Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung Keputusan Presiden No 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri Permen PU No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Negara Nomor ; 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi BUKU/DATA LAPORAN Kabupaten Kubu Raya Dalam Angka Tahun 2010. BPS/Bappeda Kabupaten Kubu Raya

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara

    LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kabupaten Kayong Utara merupakan kabupaten terkecil di Provinsi Kalimantan Barat

    dengan Ibukota kabupaten yang terletak di Sukadana. Kabupaten ini merupakan hasil

    pemekaran dari Kabupaten Ketapang berdasarkan UU No. 6 Tahun 2007 tentang

    Pembentukan Kabupaten Kayong Utara. Luas Wilayah Kabupaten Kayong Utara sebesar

    4.568,26 km2 atau 3,11 % dari luas Wilayah Provinsi Kalimantan Barat (146.807 km2).

    Kabupaten Kayong Utara terdiri dari 5 kecamatan, yang terbentuk dari 43 kelurahan/ desa.

    Jumlah penduduk Kabupaten Kayong Utara pada tahun 2007 berjumlah 90.239 jiwa sedangan

    jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 92.848 jiwa atau meningkat sebesar 2,89 persen.

    Sebagai daerah otonom yang baru, agar Kabupaten Kayong Utara dapat berkembang

    sebagai satuan kehidupan fisik, sosial dan ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan

    masyarakatnya, diperlukan upaya pembangunan yang terarah, terkendali, dan mampu

    memanfaatkan seluruh potensi wilayah yang ada secara optimal tanpa mengganggu

    kelestarian lingkungan dan sumber daya alam yang dimilikinya. Salah satu dokumen

    perencanaan yang diperlukan Kabupaten Kayong Utara adalah rencana penataan ruang.

    Penataan ruang merupakan alat bagi pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan

    dengan memperhatikan keunggulan komparatif di suatu wilayah, dan mengurangi

    kesenjangan pembangunan antar kawasan. Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya

    untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan

    yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Adanya

    dokumen perencanaan tata ruang, dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengantisipasi

    permasalahan sosial, tetapi juga instrumen untuk pengembangan ekonomi dan pengelolaan

    sumber daya alam yang menjamin kesinambungan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan

    sumber daya alam.

    Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, Kabupaten Kayong Utara sebagai daerah

    otonom yang baru memerlukan rencana penataan ruang yang diwujudkan dalam Rencana

    Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. RTRW ini diharapkan dapat memberikan nilai

    tambah bagi terwujudnya pengembangan wilayah Kabupaten Kayong Utara yang berlanjutan

    dan kompetitif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I2

    Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat

    (2) mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan

    ruang wilayah kabupaten yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah kabupaten,

    pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

    kabupaten. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten meliputi proses dan prosedur

    penyusunan serta penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten dalam bentuk

    Peraturan Daerah. Penyusunan RTRW kabupaten ini dilakukan dengan berasaskan pada

    kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan, keserasian, keterpaduan,

    kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antarwilayah baik di dalam kabupaten

    bersangkutan maupun dengan kabupaten sekitarnya. Dalam rangka perencanaan tata ruang

    wilayah kabupaten, perlu disusun Rancangan Peraturan Daerah RTRW kabupaten sebagai

    acuan bagi semua pihak terkait untuk melaksanakan kegiatan Penataan Ruang di wilayah

    kabupaten.

    Berdasarkan beberapa hal diatas, maka dirumuskan bahwa penyusunan Rancangan

    Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi hal yang

    sangat penting dilakukan. Begitu juga halnya dengan belum terbentuknya perangkat hukum

    yang mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara. Peraturan daerah

    tentang RTRW Kabupaten ini juga nantinya berfungsi sebagai dasar dan acuan penerapan

    rencana tata ruang wilayah yang lebih detail.

    Hasil penyusunan Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten Kayong Utara ini berperan penting dalam beberapa kegiatan perkembangan dan

    pembangunan wilayah seperti proses perizinan prinsip dan izin lokasi, sebagai dasar dalam

    penyusunan perangkat penataan ruang lainnya seperti Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota

    Kabupaten, Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Kecamatan, Rencana Detail Tata Ruang,

    Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan serta Rencana Kawasan Strategis. Rancangan perda

    yang pada prinsipnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari materi Teknis Rencana

    Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara dapat menjadi pengarah dalam kegiatan

    pembangunan wilayah dan arahan investasi wilayah.

    1.2. Dasar Hukum

    Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kayong Utara Tentang

    Rencana Tata Ruang Wilayah ini, dilandasi oleh beberapa peraturan perundangan yang

    terkait, yakni :

    a. Undang Undang :

    1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

    Agraria

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I3

    2) Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

    3) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

    4) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

    5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional.

    6) Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

    7) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    8) Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

    9) Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

    10) Undang Undang Nomor No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

    11) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Ke Undang

    Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

    12) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

    13) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

    14) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

    15) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup

    16) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

    Pangan Berkelanjutan

    b. Peraturan Pemerintah/Keputusan Presiden;

    1) Keputusan Presiden Nomor 32Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung

    2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan

    Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam

    Penataan Ruang

    3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketelitian Peta

    4) Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 2001 Tetang Kepelabuhan

    5) Peraturan Pemerintah No 07 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan

    6) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

    7) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

    8) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

    9) Peraturan Pemerintan No 34 Tahun 2006 Tentang Jalan

    10) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2006 Tentang Kepelabuhan

    11) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

    Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintahan

    Daerah Kabupaten/Kota;

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I4

    12) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

    Nasional;

    13) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri

    14) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 tahun 2010 tentang

    Penyelenggaraan Penataan Ruang

    c. Peraturan Menteri / Keputusan Menteri ;

    1) Keputusan Presiden No 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan

    Industri

    2) Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung;

    3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan

    dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai;

    4) Permen Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia No.02/2008 Tentang

    Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

    5) Permen PU No. 16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten

    1.3. Tujuan dan Sasaran Penyusunan Peraturan Daerah

    Tujuan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten Kayong Utara adalah sebagai pengarah kegiatan pembangunan agar kegiatan

    pembangunan sesuai dengan Potensi dan Permasalahan baik fisik, sosial budaya maupun

    ekonomi serta mewujudkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara yang telah

    disusun dalam bentuk materi Teknis RTRW Kabupaten.

    Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah

    daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka

    panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya

    ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

    Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

    Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah sebagi berikut:

    1. Memberikan kepastian hukum sehubungan dengan legalitas Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten;

    2. Mengarahkan perkembangan kegiatan wilayah kabupaten seperti perkembangan pusat-

    pusat kegiatan, system transportasi dan system prasarana lainnya serta system

    perekonomian wilayah lainnya;

    3. instrumen pengendalian perkembangan dan pengembangan wilayah/kawasan/lingkungan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I5

    1.4. Tujuan dan Manfaat Naskah Akademis

    1.4.1. Tujuan Penyusunan Naskah Akademis

    Sebagai bahan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran, konsep-konsep, asas-asas dan

    norma-norma hukum dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kayong

    Utara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara.

    1.4.2. Manfaat Naskah Akademis

    Menyusunan Naskah Akademis ini berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011

    tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adapun manfaat dari naskah

    akademis ini adalah sebagai berikut:

    a. Memberikan bahan acuan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kayong Utara sebagai

    pemrakarsa pengajuan usulan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tentang

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara

    b. Memberi bahan informasi kepada Pemerintah Daerah, Dinas-Dinas terkait dan Warga

    Masyarakat Kabupaten Kayong Utara mengenai urgensi dan substansi pembentukan

    Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara

    c. Mempermudah perumusan, asas-asas dan norma pasal-pasal Rancangan Peraturan

    Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara

    d. mempertegas tanggungjawab dan kewenangan Pemerintah Kabupaten Kayong Utara

    dalam hal penyelenggaraan Penataan Ruang;

    e. mempertegas hak dan kewajiban penyelenggara/penanggungjawab Penataan Ruang

    Wilayah ;

    f. menjadi pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Kayong Utara untuk melakukan

    perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan atas penyelenggaraan

    penataan ruang menurut wewenang, tugas, dan tanggungjawabnya;

    g. menjadi pedoman bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kayong Utara untuk

    berperan dalam perencanaan, dan pengawasan atas penyelenggaraan penataan ruang

    menurut wewenang, tugas, dan tanggungjawabnya;

    h. menjadi pedoman bagi penyelenggara/penanggungjawab penyelenggaraan penataan

    ruang untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan, menurut kewajiban dan haknya;

    dan

    i. menjadi pedoman bagi masyarakat untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan

    pengawasan atas penyelenggaraan penataan ruang, menurut hak dan kewajibannya.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I6

    1.5. Pentingnya Naskah Akademik dalam Pembentukan Rancangan Peraturan

    Daerah

    Adapun pentingnya Naskah akademis dalam proses pembentukan Peraturan Daerah antara

    lain:

    a. Peraturan Daerah merupakan media bagi pemerintah daerah dan peran masyarakat

    untuk menuangkan kebijakan-kebijakan dan atau aspirasi masyarakat untuk tujuan

    pembangunan daerah. Diharapkan dari peraturan daerah tersebut mampu diterapkan

    aturan-aturan yang dapat menunjang pembangunan daerah kearah yang lebih maju.

    b. Pada tahap implementasi, sebuah peraturan daerah harus tepat pada sasaran yang

    diinginkan dari diberlakukannya peraturan daerah tersebut dan juga bermanfaat bagi

    masyarakat. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan

    perundangan yang meliputi antara lain pedayagunaan dan keberhasilgunaan.

    c. Naskah akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang

    mengenai hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga

    sangat penting dan mendesak untuk diatur dalam peraturan daerah

    d. Naskah akademik memberikan gambaran mengenai substansi, materi dan lingkup dari

    peraturan daerah yang akan dibuat.

    e. Naskah akademik memberikan pertimbangan dalam rangka mengambil keputusan

    bagi pihak eksekutif dan legislative mengenai pembentukan peraturan daerah

    mengenai permasalah yang dibahas dalam naskah akademik.

    1.6. Ruang Lingkup

    Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun di

    Kabupaten. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan

    Peraturan Perundangundangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan,

    teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan

    penyebarluasan. Adapun Teknik Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah disusun

    berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan-

    perundangan. Sedangkan wilayah penyusunan Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata

    Ruang Wilayah Kabupaten adalah seluruh wilayah Kabupaten Kayong Utara serta wilayah-

    wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten.

    1.7. Metode Penyusunan Naskah Akademis

    Penyusunan Naskah Akademis ini dilakukan dengan melakukan studi literatur, analisis

    isi peraturan perundang-undangan, studi dokumen, rapat koordinasi, rapat konsultasi dan

    rapat kerja di lingkungan pemerintah Kabupaten Kayong Utara. Melalui studi literatur dan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I7

    analisis isi peraturan perundang-undangan akan dihasilkan konsep-konsep, landasan filosofis,

    landasan yuridis, asas-asas, urgensi, tujuan dan norma-norma hukum yang tepat bagi

    pembentukan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong

    Utara. Melalui studi dokumen, akan dihasilkan informasi dan data sekunder berkenaan dengan

    Pengembangan Wilayah Kabupaten Kayong Utara, sehingga dapat dijadikan acuan dalam

    penyusunan Naskah Akademis dan rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang

    Wilayah Kabupaten Kayong Utara. Melalui rapat koordinasi, konsultasi dan rapat kerja,

    diharapkan akan diperoleh kesatuan pemikiran, persamaan persepsi, pendapat, aspirasi,

    informasi dan data yang diperlukan untuk diolah dan disusun secara sistematik ke dalam

    Naskah Akademik serta Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten Kayong Utara.

    Pembentukan Peraturan Daerah ini, menggunakan metode pendekatan :

    a. Pendekatan Regulatif, yaitu mengindahkan, mentaati, dan mempedomani seluruh

    peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pembentukan Peraturan

    Daerah ini dan memperhatikan peraturan perundang-undangn yang berkaitan;

    b. Pendekatan Ilmiah, yaitu mempertimbangkan dan menerapkan seluruh temuan ilmu dan

    teknologi yang relevan berdasarkan kondisi alami dan masyarakat Kabupaten Kayong

    Utara; dan

    c. Pendekatan Kultural, yaitu mempertimbangkan dan memanfaatkan seluruh unsur budaya

    lokal yang berkaitan.

    Metode penelitian yang digunakan yuridis dengan metode pendekatan deskriptif

    analitis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan yaitu peraturan perundang-

    undangan, peraturan pemerintah, peraturan daerah, buku-buku referensi, makalah dan

    dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penyusunan rancangan peraturan daerah ini.

    1.8. Sistematika Naskah Akademik

    BAB 1 Pendahuluan

    Berisikan uaraian mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran penyusunan

    Rancangan perda, tujuan dan manfaat penyusunan Naskah Akademik, metode

    penyusunan Naskah akademik dan sistematika Naskah Akademik.

    BAB 2 Kajian Teoritis dan Praktek Empiris

    Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, praktik,

    perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, dari pengaturan

    dalam suatu Peraturan Daerah Kabupaten.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I8

    BAB 3 Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait

    Bab ini berisikan tentang Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah,

    Kebijakan Pembangunan, kajian normatif mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten Kayong Utara, ketentuan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

    dan lain-lain.

    BAB 4 Landasan Filosofis, Sosiologis Dan Yuridis

    Dalam Pembentukan Peraturan Daerah paling sedikit harus memuat 3 (tiga) landasan

    yaitu: Landasan filosofis sebagai landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi

    Negara, Landasan sosiologis sebagai landasan yang berkaitan dengan kondisi atau

    kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau

    tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat;

    dan Landasan yuridis sebagai landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk

    membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau prosedur

    tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

    tinggi.

    BAB 5 Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan

    Daerah Kabupaten

    Bab ini membahas beberapa kajian inti seperti Sasaran yang akan diwujudkan, Arah

    dan jangkauan pengaturan, Ruang Lingkup Materi, Ketentuan Umum Memuat

    Rumusan Akademik Mengenai Pengertian Istilah, Dan Frasa, Materi Yang Akan Diatur,

    Ketentuan Sanksi dan Ketentuan Peralihan.

    BAB 6 Penutup

    Pada bagian penutup ini berisikan simpulan dan saran. Simpulan memuat rangkuman

    pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori,

    dan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Saran memuat beberapa hal

    seperti perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu Peraturan

    Perundang-undangan atau Peraturan Perundangundangan di bawahnya, rekomendasi

    tentang skala prioritas penyusunan Rancangan Undang-Undang/Rancangan Peraturan

    Daerah dalam Program Legislasi Nasional/Program Legislasi Daerah dan kegiatan lain

    yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik

    lebih lanjut.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I9

    Daftar Pustaka

    LAMPIRAN berisikan draft Naskah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kayong Utara

    Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II1

    BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

    Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, praktik,

    perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari

    pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah Mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

    Kayong Utara.

    2.1. Pengembangan Wilayah

    2.1.1. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

    Bidang kajian perencanaan pengembangan wilayah mempunyai ruang lingkup dari

    berbagai disiplin keilmuan, yaitu ilmu-ilmu fisik (geografi, geofisik), ilmu sosial ekonomi

    (sosiologi, ekonomi), ilmu manajemen, hingga seni/estetika. Menurut Rustiadi at al. (2009),

    perencanaan pengembangan wilayah merupakan bidang kajian yang mengintegrasikan

    berbagai cabang ilmu untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek

    politik, manajemen, dan administrasi perencanaan pembangunan yang berdimensi ruang atau

    wilayah.

    Proses kajian perencanaan dan pembangunan wilayah memerlukan pendekatan-pendekatan

    yang mencakup:

    (1) aspek pemahaman, yaitu aspek yang menekankan pada upaya memahami fenomena

    fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan antar wilayah. Oleh karena itu

    diperlukan pemahaman pengetahuan mengenai teknik-teknik analisis dan model-

    model sistem sebagai alat (tools) untuk mengenal potensi dan memahami

    permasalahan pembangunan wilayah. Selanjutnya

    (2) aspek perencanaan, mencakup proses formulasi masalah, teknikteknik desain dan

    pemetaan hingga teknis perencanaan, dan

    (3) aspek kebijakan, mencakup pendekatan evaluasi, perumusan tujuan pembangunan

    dan proses pelaksanaan pembangunan seperti proses politik, administrasi, dan

    manajerial pembangunan.

    Dengan demikian bidang kajian ini ingin menjawab tidak saja pertanyaan mengapa

    keadaan wilayah demikian adanya, tetapi juga menjawab bagaimana wilayah dibangun.

    Oleh karenanya akan mencakup aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial (spatial

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II2

    planning), tataguna lahan (land use planning), hingga perencanaan kelembagaan (structural

    planning) dan proses perencanaan itu sendiri (Rustiadi at al. 2009).

    Adanya kesadaran kritis tentang semakin terbatasnya sumber daya alam yang tersedia

    dan kebutuhan manusia yang terus meningkat mengharuskan pendekatan pemanfaatan

    sumber daya alam yang efisien. Lebih dari itu, pemanfaatan sumber daya tidak boleh

    mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Dalam konteks

    perencanaan dan pengembangan wilayah, konsep ini dikenal sebagai pembangunan

    berkelanjutan (sustainable development), yakni suatu konsep pembangunan yang dapat

    memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang

    (Rustiadi at al. 2009).

    2.1.2. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

    Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah

    adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure yang terkait

    kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau

    aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit

    geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut

    satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu

    bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah

    mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta

    bentukbentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar

    manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit

    geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam

    Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam

    tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogeny (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal

    (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region).

    Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan

    fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi :

    1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan

    keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang

    seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan

    politik.

    2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan

    interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah

    tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II3

    satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling

    berkaitan.

    3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan

    keputusan-keputusan ekonomi.

    Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang

    antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab

    wala-yuwali-wilayah yang mengandung arti dasar saling tolong menolong, saling

    berdekatan baik secara geometris maupun similarity. Contohnya: antara supply dan demand,

    hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah

    pendelineasian unit geografis erdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan

    fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu

    dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan

    pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan

    lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4)

    kemandirian; dan (5) keberlanjutan.

    Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan

    kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non

    alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah

    perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk

    menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian

    aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005),

    pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang

    mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi

    dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan

    dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi

    pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan

    kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic

    need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan

    (suistainable development).

    Wilayah merupakan suatu sistem atau organisme yang bersifat dinamis, didalamnya

    terdapat interaksi antara sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia dan

    kegiatan usaha. Pengembangan wilayah merupakan upaya membangun dan mengembangkan

    suatu wilayah berdasarkan pendekatan spasial dengan mempertimbangkan aspek sosial-

    budaya, ekonomi, lingkungan fisik dan kelembagaan dalam suatu kerangka perencanaan dan

    pengelolaan pembangunan yang terpadu (Alkadri, 1999). Hal senada juga diungkapkan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II4

    Nugroho dan Dahuri (2002) bahwa perumusan suatu kebijakan ekonomi dan program

    pembangunan harus mempertimbangkan aspek wilayah, lingkungan dan sosial sebagai satu

    kesatuan sehingga tercapai kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.

    Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan wilayah

    tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hukum, politik, lingkungan, dan

    kesejahteraan masyarakat yang langgeng (sustainable welfare) (Handayani, 2006). Tujuan

    tersebut dapat dicapai apabila wilayah yang bersangkutan mempunyai kondisi yang dinamis

    untuk menghadapi persaingan. Untuk itu konsep pembangunan suatu wilayah harus tetap

    mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri (Alkadri, 1999).

    Salah satu konsep pengembangan wilayah yang dikemukakan oleh Mangiri dan

    Widiati (dalam Alkadri, dkk, 1999) adalah pengembangan wilayah berbasis sumberdaya.

    Konsep tersebut digunakan karena kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dimiliki satu

    wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Maka, konsep ini dapat dilaksanakan dengan

    beberapa pilihan strategi berikut ini:

    a. Pengembangan wilayah berbasis input, tetapi surplus sumberdaya manusia

    b. Pengembangan wilayah berbasis input, tetapi surplus sumberdaya alam

    c. Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya modal dan manajemen

    d. Pengembangan wilayah berbasis seni, budaya dan keindahan alam

    e. Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang (lokasi strategis)

    Konsep pengembangan wilayah berbasis sumberdaya dapat dikembangkan menjadi

    local economic development (LED). Blakely (dalam Pamungkas, 2004) menyatakan bahwa

    LED memiliki ciri yang utamanya adalah adanya kebijakan-kebijakan endogenous development

    yang menggunakan potensi lokal sumberdaya manusia, institusi dan sumberdaya alam (fisik).

    Berkaitan dengan pengembangan ekonomi lokal, Coffey dan Polese (dalam Pamungkas, 2004)

    memberikan gambaran bahwa pengembangan lokal dapat diartikan sebagai peningkatan

    peran elemen-elemen endogenous dalam kehidupan sosial-ekonomi suatu lokalitas, dengan

    tetap melihat keterikatan serta integrasinya secara fungsional dan spasial dengan wilayah

    (region) yang lebih luas. Inti dari LED adalah mendorong munculnya semangat kewirausahaan

    lokal serta bertumbuhkembangnya perusahaan-perusahaan lokal.

    Konsep pengembangan wilayah yang lainnya adalah pengembangan wilayah yang

    berbasis ekologi. Konsep ini mulai berkembang sejak adanya kesadaran bahwa pembangunan

    wilayah yang hanya dinilai dari segi ekonominya saja telah mengakibatkan kerusakan pada

    sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran

    dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Rees (dalam Carley and Christie,

    2000), sementara masyarakat bergantung pada bermacam-macam sumberdaya ekologi dan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II5

    fungsinya untuk memenuhi kebutuhannya, daya dukung lingkungan pada akhirnya ditentukan

    oleh satu sumberdaya yang vital atau fungsi penyediaan ekologi yang paling sedikit. Hal ini

    merupakan bukti dari Teori Malthus yang menyatakan bahwa pertambahan pangan mirip

    deret hitung sedangkan pertambahan populasi mirip deret ukur sehingga terjadi kekurangan

    sumberdaya atau lack of resources. Dampak eksternalitas yang terjadi juga semakin besar

    dan menimbulkan biaya-biaya sosial yang luas.

    Konsep pengembangan wilayah berbasis ekologi merupakan suatu konsep yang

    memperhatikan aspek ekologis dalam perencanaan wilayah. Seberapa besar wilayah yang

    harus dimanfaatkan atau disisakan untuk kepentingan ekologis. Mana saja fungsi ekologis

    yang tetap harus dipertahankan serta bagaimana peran dan fungsi masing-masing ruang

    ditinjau dari aspek ekologis. Konsep pembangunan yang ekologis dapat dilakukan melalui :

    preservasi lingkungan alam, memanfaatkan dan memanfaatkan kembali material, energi, air seefisien mungkin dan meminimalkan limbah

    penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui dan bersih melalui ekstraksi dan pengolahan

    preservasi dan memperluas pilihan untuk masa kini dan mendatang melalui penyediaan informasi dan alternatif disain yang mendorong penggunaan sumberdaya,

    teknologi dan metode yang berkelanjutan dan sesuai dengan lingkungan dan budaya

    setempat

    Konsep-konsep pengembangan wilayah yang dibahas di atas memiliki persamaan yang

    menitikberatkan pemanfaatan sumberdaya untuk mengembangkan suatu wilayah.

    Perbedaannya, konsep pengembangan wilayah berbasis sumberdaya dan LED cenderung

    berorientasi pada aspek ekonomi sedangkan konsep pengembangan wilayah berbasis ekologis

    berorientasi pada aspek ekologis. Dari uraian mengenai konsep pengembangan wilayah dapat

    disimpulkan bahwa pengembangan wilayah menjadi lebih baik apabila mempertimbangkan

    potensi yang ada di wilayah tersebut, seperti sumberdaya alam yang dimiliki wilayah itu

    sendiri.

    Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat

    beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah

    serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan.

    Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan

    akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003).

    Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu

    meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih

    rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II6

    Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang,

    Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam

    pengembangan wilayah adalah :

    1. Sebagai growth center: Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah,

    namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang

    dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.

    2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah

    dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.

    3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-

    daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.

    4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi

    perencanaan pengembangan kawasan.

    Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan

    diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam,

    sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat

    dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya

    (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003)

    2.1.3. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan

    Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal

    sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan

    kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat

    permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan

    pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan

    timbulnya pusat-pusat pelayanan :

    (1) faktor lokasi ekonomi,

    (2) faktor ketersediaan sumberdaya,

    (3) kekuatan aglomerasi, dan

    (4) faktor investasi pemerintah.

    Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949

    oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai pusat dari pancaran

    gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989)

    dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa

    pemerintah di Negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II7

    kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat

    kota.

    Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar

    bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan

    menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke

    pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu

    pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa

    sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu,

    yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple

    effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan

    urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sector

    industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin

    ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect

    atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai

    dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah

    seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki

    perkotaan dan perusahaanperusahaan besar.

    Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect

    (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang

    diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di

    wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah

    hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

    2.1.4. Pembangunan Daerah

    Ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu bagaimana memahami arti

    penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar

    pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis

    perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang

    menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).

    Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting

    sekali kegunaannya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang

    bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Pengembangan metode analisis ini kemudian

    dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil

    guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui,

    menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad, 1999). Beberapa faktor yang

    sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian di antaranya:

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II8

    a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan

    pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

    b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk

    analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi

    kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.

    c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian

    daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut

    menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah

    sukar diperoleh.

    d. Bagi Negara Sedang Berkembang, di samping kekurangan data sebagai kenyataan

    yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang

    relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang

    memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

    Ada beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan kajian akademis

    ini adalah sebagai berikut:

    a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

    Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson yang menyatakan

    bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan

    langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 1999). Dalam

    penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan

    sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan

    kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan

    pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut

    dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat

    menghasilkan ekspor (Suyatno, 2000).

    Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-

    perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam

    perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi

    (economic base theory). Menurut Glasson (1990), konsep dasar basis ekonomi membagi

    perekonomian menjadi dua sector yaitu:

    1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke

    tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan

    barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan

    perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II9

    2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barangbarang yang

    dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian

    masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang

    lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.

    Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor

    tersebut terdapat hubungan sebab-akibat di mana keduanya kemudian menjadi pijakan dalam

    membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan

    menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah

    permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume

    kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan

    permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan

    yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai

    peran sebagai penggerak utama.

    b. Teori Tempat Sentral

    Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat

    dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan

    sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman

    yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral

    memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu

    membentuk suatu system regional kota-kota (Supomo, 2000).

    Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di

    daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan

    fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi

    wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang

    ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan

    peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

    c. Teori Interaksi Spasial

    Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang,

    penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya hubungan antardaerah satu

    dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antarwilayahaka suatu daerah akan saling

    melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Dalam

    teori ini didasarkan pada teori gravitasi, di mana dijelaskan bahwa interaksi antardua daerah

    merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II10

    jarak keduanya. Di mana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi

    spasial ini mempunyai kegunaan untuk:

    1) Menganalisa gerakan antaraktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu daerah.

    2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat pertumbuhan

    terhadap daerah sekitarnya.

    Interaksi antarkelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai

    produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan.

    Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis,

    sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen.

    2.1.5. Potensi Wilayah sebagai Sumberdaya

    Sumberdaya adalah sesuatu yang mempunyai daya, yaitu kemampuan atau

    kapasitas untuk berbuat, kata lainnya adalah energi (Prawiro, 1983). Tetapi kata energi ini

    sekarang lebih banyak digunakan untuk mengatakan tenaga atau kekuatan. Bahasa Inggris

    memberi istilah resources untuk sumberdaya yang mempunyai beberapa perumusan

    definisi. Salah satunya berbunyi: kapasitas untuk mengambil keuntungan dari kesempatan,

    atau untuk membebaskan diri dari kesulitan (Ziemmermann, 1951 dalam Prawiro, 1983).

    Resources atau sumberdaya menurut definisi tersebut dapat berupa benda atau keadaan yang

    memiliki kapasitas untuk memungkinkan berbuat sesuatu, yang dalam definisi di atas sesuatu

    tersebut adalah untuk mengambil keuntungan dari kesempatan yang tersedia, atau untuk

    membebaskan diri dari kesulitan.

    Istilah sumberdaya yang lain dikemukakan oleh Reksohadiprodjo dan Pradono

    (1988): Sumberdaya adalah sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi di

    mana kita menemukannya. Menurut Spencer dan Thomas (dalam Jayadinata, 1999),

    sumberdaya adalah setiap hasil, benda, atau sifat/keadaan, yang dapat dihargai bilamana

    produksinya, prosesnya, dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya alam bisa meliputi

    semua yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun benda mati, berguna bagi manusia,

    terbatas jumlahnya dan penggunaannya memenuhi kriteria-kriteria teknologi, ekonomi, sosial

    dan lingkungan. Menurut mereka sumberdaya merupakan suatu konsep yang dinamis,

    sehingga ada kemungkinan bahwa perubahan dalam informasi, teknologi dan relatif

    kelangkaannya dapat berakibat sesuatu yang semula dianggap tidak berguna menjadi

    berguna dan bernilai. Sumberdaya juga mempunyai sifat jamak dan karena itu mempunyai

    dimensi jumlah, kualitas, waktu dan tempat.

    Suparmoko (2006) melihat sumberdaya sebagai bahan baku atau sumber bahan

    mentah untuk produksi dan konsumsi. Untuk mengukur kelangkaan sumberdaya alam juga

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II11

    bisa dilihat dari biaya produksi. Apabila biaya produksinya semakin meningkat dan semakin

    mahal, dapat diartikan bahwa sumberdaya alam tersebut semakin langka. Sebaliknya, bila

    ternyata biayanya semakin murah, maka dapat diartikan bahwa sumberdaya tersebut semakin

    banyak jumlahnya. Kenaikan biaya produksi dapat dilihat dari kenaikan harga jual apabila

    permintaannya tidak berubah. Lebih lanjut, Suparmoko (2006) menilai pengukuran

    kelangkaan sumberdaya alam dengan cara tersebut sebenarnya kurang tepat, mengingat

    kenaikan harga lebih ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

    Berdasarkan uraian mengenai definisi sumberdaya, dapat disimpulkan bahwa

    sumberdaya memiliki cakupan yang luas. Prawiro (1983) membagi sumberdaya dalam

    lingkungan hidup menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan

    sumberdaya kebudayaan. Prawiro (!983) juga mengemukakan bahwa tinggi-rendah nilai

    sumberdaya banyak tergantung dari interaksi dari tiga aspek, yaitu: alam, manusia dan

    kebudayaan. Suatu benda atau bahan alam baru berfungsi sebagai sumberdaya apabila

    menjadi kebutuhan manusia. Bahan itu menjadi kebutuhan apabila ada kepentingan manusia

    terhadapnya dan ada teknologi yang dapat memanfaatkan.

    Dalam hal pasok sumberdaya alam terdapat istilah stock dan flow. Sumberdaya

    alam yang tersedia dalam jumlah, kualitas, tempat dan waktu tertentu disebut stock

    sumberdaya alam, sedangkan flow merupakan komoditi sumberdaya alam yang dihasilkan

    dari stock sumberdaya alam. Stock menunjukkan apa yang diketahui tersedia untuk

    penggunaan sampai masa tertentu, sedangkan flow merupakan indikasi penggunaan saat ini

    (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988). Jumlah, keadaan, dan interaksi sumberdaya-

    sumberdaya yang terdapat dalam lingkungan senantiasa berubah, oleh karena itu nilai

    penghargaan terhadap sejenis sumberdaya juga berubah. Nilai sumberdaya sangat

    dipengaruhi oleh kebutuhan dan permintaan masyarakat (Prawiro, 1983).

    Sumberdaya alam dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) (Hagget dalam Jayadinata

    1999), yaitu: sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable resources), sumberdaya

    alam yang tidak dapat diperbarui (nonrenewable resources) dan sumberdaya alam lainnya

    seperti: pemandangan alam untuk pariwisata, iklim dan sebagainya. Sumberdaya alam yang

    dapat diperbarui adalah sumberdaya alam yang bisa dihasilkan kembali baik secara alami

    maupun dengan bantuan manusia. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui adalah

    sumberdaya lama yang habis sekali pakai.

    Voght (dalam Jayadinata, 1999) mengemukakan bahwa istilah renewable resources

    itu hanya merupakan pengertian teoritis saja, sebab sumberdaya yang dapat diperbaharui itu

    hanya dapat diperbaharui jika pengelolaan peremajaannya didasarkan kepada asas produksi

    yang tetap, di mana panen hasil (pengambilan hasil) dibatasi hanya pada sejumlah kapasitas

    peremajaan saja. Menurut Reksohadiprodjo dan Pradono (1988), konsekuensi dari pembagian

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II12

    sumberdaya alam antara yang renewable dan nonrenewable adalah diperlukannya

    pendekatan dan model yang berbeda. Namun tujuan akhir dari pendekatan tersebut tetap

    sama yaitu bagaimana mengelola sumberdaya alam secara optimal dan lestari.

    Tarigan (2006) menyatakan bahwa potensi wilayah (sumberdaya) berupa pemberian

    alam maupun hasil karya manusia di masa lalu adalah aset yang harus dimanfaatkan untuk

    sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan bersifat permanen. Untuk

    mencapai hal ini maka pemanfaatan aset tersebut haruslah direncanakan secara menyeluruh

    dengan cermat. Ia juga mengemukakan bahwa banyak di antara sumberdaya tersebut selain

    terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau diperbarui. Kalaupun ada yang masih

    mungkin untuk diperbarui, memerlukan waktu yang cukup lama dan biayanya cukup besar.

    Dari berbagai uraian di atas, yang dimaksud dengan sumberdaya dalam penelitian ini adalah

    sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai yaitu sebagai faktor produksi untuk memenuhi

    kebutuhan manusia. Sesuai dengan sifatnya yang jamak, sumberdaya memiliki dimensi

    jumlah, waktu, kualitas dan tempat. Dimensi dimensi ini erat kaitannya dengan stock dan

    flow sumberdaya tersebut yang nantinya mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran

    pada sumberdaya itu sendiri. Hal itu dapat mengubah nilai sumberdaya tersebut karena

    adanya faktor kelangkaan dimana sebagian besar sumberdaya yang ada bersifat terbatas.

    Adanya keterbatasan sumberdaya menuntut efisiensi penggunaan dan pemanfaatan yang

    optimal.

    Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya yang baik dan bijaksana dapat

    mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan serta meminimalisir kerusakan lingkungan

    yang terjadi akibat kegiatan manusia. Sumberdaya alam banyak dimanfaatkan dalam kegiatan

    pembangunan, salah satunya berupa lahan. Penggunaan lahan ini sangat erat kaitannya

    dalam pengembangan wilayah. Efisiensi dan pengelolaan penggunaan lahan yang tepat

    sangat penting bagi keberlanjutan kegiatan pembangunan.

    2.2. Struktur Ruang

    2.2.1. Definisi Struktur Ruang

    Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta

    sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-

    ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural

    dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural

    pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam,

    lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan

    satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II13

    Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005: 97, yaitu:

    Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.

    Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.

    Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.

    Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

    2.2.2. Bentuk Dan Model Struktur Ruang

    Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi

    menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105)

    1. Monocentric city : Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah

    penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang

    sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District).

    2. Polycentric city : Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat

    pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari

    satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota.

    Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub

    pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara

    berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks

    kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup

    bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah

    pengaruh kota.

    CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre)

    akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei

    city yang terdiri dari:

    CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya dilayani oleh

    CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih

    dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II14

    Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota

    Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota

    Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke

    bentuk pedesaan (rural area)

    3. Kota metropolitan : Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota

    satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi

    semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah

    metropolitan.

    Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat pusat pelayanannya

    diantaranya:

    1. Mono centered : Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling

    terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.

    2. Multi nodal : Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang

    saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub

    pusat juga terhubung langsung dengan pusat.

    3. Multi centered : Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu

    sama lainnya.

    4. Non centered : Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat.

    Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan

    yang lainnya.

    Model Struktur Ruang

    Sumber : Sinulingga 2005

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II15

    Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur sebagai gambar berikut:

    Tipologi Struktur Ruang Sumber : Wiegen (2005)

    2.2.3. Pengertian Pusat Dan Sub Pusat Pelayanan Kota

    Pusat kota merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial

    budaya, ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya, pusat kota merupakan tempat

    sentral yang bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah di belakangnya,

    mensuplainya dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun

    menurut urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang permintaan.

    Pusat kota terbagi dalam dua bagian:

    1. Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business District) :

    Kegiatan dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop, office

    building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.

    2. Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati oleh bangunan

    yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah yang besar antara lain

    pasar dan pergudangan.

    Sedangkan menurut Arthur dan Simon (1973), pusat kota adalah pusat keruangan dan

    administrasi dari wilayahnya yang memiliki beberapa ciri, yaitu

    1. Pusat kota merupakan tempat dari generasi ke generasi menyaksikan perubahan-

    perubahan waktu.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II16

    2. Pusat kota merupakan tempat vitalitas kota memperoleh makanan dan energi, dengan

    tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan, lokasi untuk balai kota, toko-

    toko besar, dan bioskop.

    3. Pusat kota merupakan tempat kemana orang pergi bekerja, tempat ke mana mereka

    pergi ke luar.

    4. Pusat kota merupakan terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan kendaraan

    umum.

    5. Pusat kota merupakan kawasan di mana kita menemukan kegiatan usaha, kantor

    pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat lapangan kerja,

    wilayah ekonomis metropolitan.

    6. Pusat kota merupakan penghasilan pajak yang utama, meskipun kecil namun nilai

    bangunan yang ada di pusat kota merupakan proporsi yang besar dari segala

    keseluruhan kota, karena pusat kota memiliki prasarana yang diperlukan untuk

    pertumbuhan ekonomi.

    7. Pusat kota merupakan pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan besar,

    mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional, perusahaan jasa,

    gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham. Dalam kota kecil yang

    swasembada, kawasan ini juga menyediakan fasilitas perdagangan besar mencakup

    pusat-pusat administratif dan transportasi yang diperlukan.

    Sedangkan pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat yang memberikan

    pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian wilayah kota, dimana ia memiliki hirarki,

    fungsi, skala, serta wilayah pelayanan yang lebih rendah dari pusat kota, tetapi lebih tinggi

    dari pusat lingkungan.

    2.2.4. Faktor-faktor Timbulnya Pusat Pelayanan

    Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya suatu pusat-pusat pelayanan, yaitu

    1. Faktor Lokasi : Letak suatu wilayah yang strategis menyebabkan suatu wilayah dapat

    menjadi suatu pusat pelayanan.

    2. Faktor Ketersediaan Sumber Daya :Ketersediaan sumber daya dapat menyebabkan

    suatu wilayah menjadi pusat pelayanan.

    3. Kekuatan Aglomerasi : Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang

    mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada sutu lokasi karena

    adanya suatu keuntungan, yang selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat-

    pusat kegiatan.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II17

    4. Faktor Investasi Pemerintah : Ketiga faktor diatas menyebabkan timbulnya pusat-

    pusat pelayanan secara ilmiah, sedangkan faktor investasi pemerintah merupakan

    sesuatu yang sengaja dibuat (Artificial).

    2.2.5. Perkembangan Kota Dan Struktur Ruang

    Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari

    suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan

    tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang

    sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996: 87), perkembangan kota dipandang

    sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan,

    kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial.

    Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek

    zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan

    perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone

    tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut Branch (1995), bentuk kota secara

    keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch

    juga mengemukakan contoh pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk

    ilustrasi seperti :

    e) kepadatan bangunan, a) topografi,

    f) iklim lokal, b) bangunan,

    g) vegetasi tutupan dan c) jalur transportasi,

    h) kualitas estetika. d) ruang terbuka,

    Secara skematik Branch,menggambarkan 6 pola perkembangan kota, sebagai berikut :

    Pola Umum Perkembangan Perkotaan Sumber : Branch, 1996

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II18

    Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang

    ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota.

    Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu;

    (a) bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama

    dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan

    efisien;

    (b) bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan

    kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke

    dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat

    rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;

    (c) bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama

    yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka;

    (d) bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh

    di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di

    sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati

    bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;

    (e) bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih

    didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi

    banyak bangunan pada areal kecil;

    (f) bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan

    kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai

    grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan

    (g) bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di

    bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada

    permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian

    yang tetap hijau.

    2.3. Sistem Transportasi

    Sistem transportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas: sistem, yakni

    bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variable dengan variable lain dalam tatanan

    yang terstruktur, serta transportasi, yakni kegiatan pemindahan penumpan dan barang dari

    satu tempat ke tempat lain. Dari dua pengertian di atas, pengertian sistem transportasi dapat

    diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang integral antara berbagai variable

    dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain.

    Maksud adanya sistem transportasi adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II19

    pergerakan penumpang dan barang yang bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses

    pergerakan tersebut.

    bentuk kota: satelit, kota bintang, cincin, linear, memancar, kompak dan bawah tanah Beberapa Alternatif Bentuk Kota

    (Sumber : Hudson, 1999)

    Dalam sistem transportasi terdapat 2 (dua) aspek yang sangat penting, yakni:

    1. Aspek sarana, berhubungan dengan jenis atau piranti yang digunakan dalam hal

    pergerakan manusia dan barang, seperti mobil, kapal, kereta api (KA) dan pesawat

    terbang. Aspek ini juga sering disebut dengan moda atau jenis angkutan.

    2. Aspek prasarana, berhubungan dengan wadah atau alat lain yang digunakan untuk

    mendukung sarana, seperti jalan raya, jalan rel, dermaga, terminal, bandara, dan

    stasiun kereta api.

    Transportasi merupakan bagian integral dari suatu fungsi masyarakat yang sangat erat

    kaitannya dengan gaya hidup, keterjangkauan dari lokasi kegiatan produktif, dan selingan

    serta barang-barang dan pelayanan yang tersedia untuk dikonsumsi (Morlok, 2005). Sistem

    transportasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan cabang-cabang ilmu lain. Beberapa

    hubungan dapat dijelaskan sebagai berikut:

    a. Ekonomi; sistem transportasi berhubungan dengan proses dan analisis perhitungan

    manfaat dan biaya (cost and benefit) yang timbul akibat adanya sistem pengangkutan.

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II20

    b. Planologi; transportasi memungkinkan penduduk berubah dari makhluk yang hidup

    secara nomad menjadi penghuni pemukiman permanen dan akan menciptakan suatu

    peradaban. Sistem transportasi berhubungan erat dengan pertumbuhan suatu daerah,

    fasilitas umum, pusat-pusat kegiatan, daerah industri dan pariwisata. Dalam

    perencanaan dan pengembangan kota, sistem transportasi memiliki fungsi yang

    sangat urgen.

    c. Sosial-Politik; dari segi sosial sistem transportasi berkaitan dengan konektivitas antar

    daerah (misalnya daerah terisolir), serta pemerataan pembangunan. Dari segi politik,

    sistem transportasi berkaitan erat dengan wawasan nusantara dan sistem Hankamnas

    (pertahanan dan keamanan nasional).

    d. Lingkungan; sistem transportasi selalu identik dan bersinggungan dengan aspek

    lingkungan, seperti polusi udara dan suara. Polusi udara sebagian besar disebabkan

    oleh kendaraan yang merupakan bagian dari sistem transportasi.

    e. Hukum; sistem transportasi berkaitan erat dengan hukum dan perundang-undangan

    sebagai aspek legal dalam hal pengaturan teknis seluruh sistem transportasi. Misalnya

    UU No.22/2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.

    f. Budaya; sistem transportasi dapat mempermudah pengembangan budaya, serta dapat

    memberikan andil dalam hal aglomerasi pluralism budaya yang berdampak positif

    dalam hal kesatuan berbangsa dan bernegara.

    g. Geografi; dalam hal kependudukan, sistem transportasi berkaitan erat dengan

    kebutuhan sarana transportasi pada lingkup area dengan tingkat kependudukan yang

    tinggi. Dalam hal topografi, sistem transportasi berhubungan dengan kondisi daerah

    (pegunungan, dataran). Dalam hal iklim, dapat berkaitan dengan curah hujan, banjir,

    dan struktur konstruksi jalan. Jenis dermaga dan kapal yang digunakan juga

    berhubungan erat dengan kondisi iklim dan jenis ombak.

    Transportasi juga sangat membantu dalam menyediakan berbagai kemudahan seperti :

    1. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok

    2. Pertukaran untuk penyampaian informasi

    3. Perjalanan untuk bersantai

    4. Perluasan jangkauan perjalanan sosial

    5. Pemendekan jarak antara rumah dan tempat kerja

    6. Bantuan dalam memperluas kota atau memencarkan penduduk menjadi kelompok

    yang lebih kecil (Warpani, 1990).

  • Naskah Akademik RTRW

    RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II21

    Transportasi bukan suatu tujuan akhir (ends), melainkan timbul akibat adanya

    permintaan (derived demand), yaitu permintaan akan pergerakan orang atau barang dari satu

    lokasi ke lokasi lain, pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Permintaan pergerakan tersebut

    ditunjang dan dipengaruhi oleh fasilitas dan layanan transportasi. Secara keseluruhan

    transportasi sebagai suatu sistem terdiri dari sistem/sub sistem kegiatan, jaringan, dan

    pergerakan (Kusbianto, 2005).

    Sistem transportasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

    a. Sistem Kegiatan : Sistem kegiatan adalah penduduk dengan kegiatannya (demand

    system). Makin tinggi kuantitas dari kualitas penduduk dengan kegiatannya, makin

    tinggi pula kegiatan yang dihasilkannya, baik dari segi jumlah (Volume). Frekuensi,

    jarak, moda, maupun tingkat pemusatan temporal dan atau spatial (Kusbiantoro,

    2005).

    b. Sistem Jaringan : Sistem jaringan adalah jaringan infrastruktur d