musni umar: gus dur pembela kesetaraan minoritas-mayoritas, siapa pembela kesetaraan ekonomi...

12

Upload: musniumar

Post on 06-Feb-2015

412 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?
Page 2: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas -Mayoritas, Siapa Pembela

Kesetaran Ekonomi Mayoritas-Minoritas-?

Oleh Musni UmarSociologist and Researcher

Page 3: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Sangat menarik ungkapan putri Presiden keempat Republik Indonesia Abdurrahman Wahid, Anita Wahid, menilai selama ini masyarakat Indonesia salah mengenal sosok ayahnya yang akrab disapa Gus Dur. Menurut Anita, Gus Dur bukan tokoh pembela kaum minoritas seperti yang diasumsikan banyak orang.

"Begini ya, sebenarnya masyarakat selama ini salah tanggap mengenai sosok Gus Dur. Gus Dur itu sebenarnya bukan membela kaum minoritas," kata Anita saat ditemui seusai perayaan hari jadi ke-88 NU di Gedung PBNU Jakarta, Jumat (31/1/2014) malam. Anita menyampaikan hal itu menanggapi umat Tionghoa yang rindu sosok Gus Dur pada perayaan Imlek (Di Wihara Petak Sembilan, misalnya, beberapa pengurus wihara berharap akan terpilih sosok seperti Gus Dur pada Pemilu 2014. Anita melanjutkan, ayahnya sebenarnya adalah tokoh yang membela dan menjunjung tinggi kesetaraan.

Hanya saja, karena kaum minoritas selalu diposisikan berada di bawah kaum mayoritas, maka Gus Dur selalu melakukan upaya untuk membela mereka. Tujuannya tidak lain adalah agar tercipta kesetaraan antara kaum minoritas dan kaum mayoritas (Kompas.com, 1 Februari 2014).

Page 4: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Politik Diskriminasi Orde Baru

Pembelaan Gus Dur terhadap kaum minoritas “Etnis Tionghoa” di Indonesia sangat tepat dalam konteks melawan politik Orde Baru yang diskriminatif terhadap orang-orang Cina di Indonesia.

Akan tetapi harus dipahami pula bahwa politik Orde Baru pada waktu itu, adalah sebagai konsekuensi dari hasil pertarungan politik kepentingan global dan dalam negeri Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa Orde Baru lahir dari hasil pertarungan kepentingan politik global antara blok sosialis-komunis dengan blok kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat dan pertarungan politik dalam negeri Indonesia.

Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno menjadi rebutan dua blok kekuatan global. Dalam perebutan itu, Indonesia jatuh ke blok kapitalis yang. dipimpin Amerika Serikat karena didukung oleh kekuatan besar di dalam negeri yaitu TNI dan umat Islam. Konsekuensinya, Presiden Soekarno yang dianggap pro blok sosialis-komunis harus dijatuhkan dari kekuasaannya. Sementara, Soeharto, pemimpin baru Indonesia yang didukung Amerika Serikat dan kekuatan dalam negeri Indonesia harus melaksanakan agenda kepentingan global dan kepentingan politik dalam negeri, yaitu menghabisi Presiden Soekarno dan komunis di Indonesia’

Konsekuenasi lanjutan, orang-orang Cina di Indonesia terkena imbas dan dampak negatif dari hasil pertarungan kepentingan global dan dalam negeri.

Page 5: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Diskriminasi Budaya, Pekerjaan, Politik dan Bahasa

Orde Baru tidak hanya menjatuhkan Presiden Soekarno dari kekuasaannya, tetapi juga melawan dan mendiskriminasi berbagai kelompok dan kekuatan dalam negeri. Pertama. Mantan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) dan para pemimpin serta anggota berbagai organisasi pendukungnya seperti pemuda rakyat, gerwani dan lain-lain. Kedua, orang-orang Cina yang dianggap memiliki hubungan dengan RRC yang berpaham komunis. Ketiga, para mantan pemimpin Orde Lama dan pendukung Bung Karno. Keempat, para mantan pemimpin Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dan para pendukungnya. Kelima, Tokoh-tokoh eks Darul Islam dan para pendukungnya serta mereka yang anti Orde Baru.

Salah satu kelompok yang didiskrimasi Orde Baru ialah etnis Tionghoa. Mereka diskrimasi dalam bidang budaya, pekerjaan, bahasa dan politik Mereka harus menanggalkan budaya dan agama mereka, sehingga banyak yang pindah ke Agama Kristen Protestan dan Katolik untuk menyelamatkan diri, mengganti nama dari nama Cina ke nama Indonesia, dipersulit menjadi PNS, TNI, POLRI, apalagi menjadi Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil-Walikota, Gubernur, Wakil Gubernur, Presiden dan Wakil Presiden. Disamping itu, tidak boleh menggunakan bahasa Mandarin (bahasa Cina) dan semua sekolah Cina ditutup.

Page 6: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa yang dilawan dan di diskriminasi Orde Baru bukan saja orang-orang Cina, tetapi semua yang disebutkan diatas, termasuk para aktivis mahasiswa yang anti Orde Baru, tidak bisa diterima menjadi Pegawai Pemerintah (PNS), anggota Polisi, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sekarang disebut Tentara Nasional Indonesia (TNI), menjadi anggota parlemen (legislatif) di semua tingkatan, apalagi menjadi pejabat negara seperti Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, Gubernur, Wakil Gubernur dan seterusnya.

Untuk mencegah orang-orang yang digolongkan anti pemerintah Orde Baru menjadi bagian dari pemerintah, maka dilakukan penelitian khusus (Litsus) yang dilakukan oleh rezim Orde Baru, sehingga tidak ada yang bisa lolos untuk menjadi apapun di pemerintahan pada masa Orde Baru.

Page 7: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Rezim Orde Baru Berkolaborasi di Bidang Ekonomi

Walaupun rezim Orde Baru melakukan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dalam berbagai bidang yang disebutkan diatas, tetapi rezim Orde Baru bekerja sama dengan sangat erat dengan orang-orang dari etnis Tionghoa dalam bidang ekonomi.

Sejak awal Orde Baru, Presiden Soeharto dan rezim Orde Baru telah bekerjasama dengan orang-orang Cina untuk membangun ekonomi. Melalui UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) rezim Orde Baru membuka peluang selebar-lebarnya bagi orang-orang Cina untuk berkiprah di bidang ekonomi. Proyek-proyek pemerintah diberikan kepada orang-orang Cina dari pusat sampai diberbagai daerah.

Page 8: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Kalau di Bina Graha, tempat Presiden Soeharto berkantor setiap hari, semua mengenal Soedono Salim (Liem Sioe Liong) sebagai kaki tangan dalam mengatur dan menjalankan bisnis istana, maka di berbagai daerah mulai dari Gubernur, Bupati dan Walikota, juga ada orang Cina yang mengatur dan melaksanakan berbagai proyek serta investasi.

Sementara lima kelompok yang disebutkan diatas selain orang-orang dari etnis Tionghoa, tidak ada yang diajak berkolaborasi dalam bidang ekonomi. Mereka terus mengalami penekanan dan diskriminasi dalam seluruh lapangan kehidupan.

Bahkan dapat dikatakan bahwa politik ekonomi Orde Baru, sangat rasialis dan diskriminatif terhadap kaum pribumi dalam bidang ekonomi. Hanya anggota keluarga dan anak-anak pejabat yang diberi peluang dalam bisnis, serta beberapa orang (dapat dihitung jari) yang diberi peluang dalam bisnis.

Page 9: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Blessing in Disguise Etnis Tionghoa

Menurut saya sejarah pahit yang dialami etnis Tionghoa di Indonesia yang di diskriminasi, tidaklah sepahit seperti yang dialami oleh mereka yang saya sebutkan di atas, yaitu para mantan pemimpin PKI dan para pemimpin serta anggota dari berbagai organisasi pendukung PKI seperti pemuda rakyat, gerwani dan lain-lain, para mantan pemimpin Orde Lama dan pendukung dan keluarga Bung Karno, para mantan pemimpin Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dan para pendukungnya, serta tokoh-tokoh eks Darul Islam dan para pendukungnya serta mereka yang dianggap anti Orde Baru.

Mereka yang di diskriminasi sudah banyak yang meninggal, dan kalaupun masih ada yang hidup, semuanya sudah uzur. Akan tetapi anak cucu mereka, banyak yang susah hidupnya karena rezim Orde Baru menekan, memenjarakan dan menutup segala macam peluang untuk hidup secara layak tidak saja kepada orang tua, kakek serta nenek mereka tetapi juga anak-anak mereka.

Saya sendiri sebagai aktivis mahasiswa 77/78 mengalami diskriminasi yang luar biasa. Ditahan tanpa diadili selama 7 (tujuh) bulan dan di blacklist selama 15 (lima belas) tahun sebagai orang-yang tidak disukai, sehingga tidak bisa keluar negeri, menjadi pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, POLRI, pebisnis, anggota parlemen (legislatif), pegawai BUMN, BUMD dan semua yang terkait dengan pemerintah.

Page 10: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Sementara mereka dari etnis Tionghoa yang di diskriminasi dalam berbagai bidang yang disebutkan, masih mendapat keberkahan dari rezim Orde Baru karena mereka menjadi mitra bisnis para pejabat rezim Orde Baru, mulai dari Presiden sampai pejabat paling rendah di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Setelah rezim Orde Baru berkuasa selama 32 tahun lamanya, orang-orang Cina menjadi kaya raya. Apalagi setelah terjadi reformasi, mereka semakin bertambah kaya dan menjadi penguasa ekonomi di Indonesia karena iklim kebebasan dan persaingan bebas yang terbuka di era rezim Orde Reformasi, mereka manfaatkan sebaik-baikinya untuk mengembangkan bisnis mereka.

Blessing in disguise bagi orang-orang Cina tidak hanya menjadi penguasa ekonomi di Indonesia, tetapi juga di era Orde Reformasi mereka mendapatkan peluang menjadi penguasa politik.

Page 11: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Blessing in disguise bagi orang-orang Cina di Indonesia dalam bidang ekonomi yang diperoleh di era Orde Baru dan berlanjut di di era Orde Reformasi dengan memperoleh blessing in disguise di bidang ekonomi dan politik , tidak boleh kita marah dan menyalahkan mereka apalagi memusuhi mereka.

Blessing in disguise bagi orang-orang Cina akibat kebijakan politik ekonomi rezim Orde Baru dan rezim Orde Reformasi, sehingga menciptakan ketidaksetaraan ekonomi yang luar biasa antara minoritas-mayoritas di Indonesia.

Ketidaksetaraan ekonomi mayoritas-minoritas harus dikoreksi dengan kebijakann baru seperti pada awal Orde Baru. Mereka maju dalam ekonomi karena diberi peluang yang besar oleh rezim yang berkuasa.

Untuk mengakhiri ketidaksetaraan ekonimi minorotas-mayoritas yang luar biasa, ,maka sudah saatnya peluang bisnis seperti yang pernah rezim Orde Baru berikan kepada orang-orang Cina, diberikan pula kepada mayoritas dari bangsa Indonesia. Jangan seperti sekarang mereka disuruh bersaing dengan orang-orang Cina dan orang-orang asing yang telah dibesarkan oleh pemerintah Indonesia.

Page 12: Musni Umar: Gus Dur Pembela Kesetaraan Minoritas-Mayoritas, Siapa Pembela Kesetaraan Ekonomi Mayoritas-Minoritas?

Untuk mewujudkan hal itu, sangat penting dibuat konsensus nasional antara minoritas-mayoritas dengan pemerintah Indonesia hasil pemilu2014.

Pertanyaannya, siapa yang berani membela dan memperjuangkan terwujudnya kesetaraan ekonomi mayoritas-minoritas di Indonesia?

Kalau masih hidup Presiden RI yang pertama Bung Karno dan Presiden RI keempat KH. Abdurrahkam Wahid alias Gus Dur, sebagai sosiolog, saya pasti menemui keduanya untuk meminta kesediaan beliau-beliau memimpin perjuangan mewujudkan kesetaraan ekonomi antara kelompok kelompok mayoritas dari kaum pribumi yang disebut di Malaysia “Bumiputera”, yang masih terpuruk dan belum menjadi tuan di negeri sendiri dengan kelompok minoritas dari etnis Tionghoa yang mendominasi ekonomi Indonesia.

Semoga dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 muncul sosok pemimpin Indonesia seperti Bung Karno dan Gus Dur yang berani dan konsisten memperjuangkan kesetaraan ekonomi minioritas-mayoritas di Indonesia sesuai tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.

Jakarta, 2 Februari 2014