iirepository.umi.ac.id/46/1/000608152016 muhammad rizal...2. seluruh dosen program pascasarja...
TRANSCRIPT
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga Tesis dengan
judul “Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Tanaman Kedelai Hitam
(Glycine Soja) Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik
(Bokashi) di Lahan Kering” ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Pertanian (MP.) dalam bidang Agronomi pada
Program Pascasarjana Studi Agroteknologi Universitas Muslim Indonesia
dengan sumber dana berasal dari dana sendiri.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
hormat dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Dr. Ir. Hj. St. Subaedah, MS., Dr. Ir. Hj. Aminah Muchdar, MP.,
Dr. Ir. H. Abdullah, M.Si., Dr. Ir. Hj. Saida, MS. dan Dr. Ir. Hj.
Netty S. Said, MS. Atas bimbingan, arahan dan waktu yang
telah diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi selama
menjadi dosen wali, dosen pembimbing dan perkuliahan.
2. Seluruh Dosen program Pascasarja Agroteknologi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan untuk mendalami ilmu
pertanian.
3. Ayahanda H. Moch. Djufri Saleh, Ibunda Hj. Mukminang Duppa,
adinda Risna, S.Kep. dan Riswar atas segala dukungan dan
doanya.
vi
4. Istri saya Jumiati, SP., atas segala motivasi, perhatian dan
doanya serta kesabarannya. Dan Ananda tercinta M. Firas
Ramdani, M. Faris R., Naura Juzal dan Radja yang ayah
sayangi.
5. Rekan-rekan mahasiswa S-2 Agroteknologi 2016: Hapsari
Okgianti Yusuf, Nurul Istiani Abdullah, Andi Ardianti Syarif,
Yuslinda, Wahyuni Mustaman, Andi Dian Tristiana Kusuma,
Renny Pretty Ayuningtyas atas kerjasama dan bantuannya.
6. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang
ditinjau, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis
ini lebih sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian
dan penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita
semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan pertanian yang
ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Makassar, November 2019
Penulis
vii
viii
ABSTRAK
MUHAMMAD RIZAL, Program Magister Agroteknologi, 2019. Program
Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar. Pertumbuhan dan
Produksi Dua Varietas Tanaman Kedelai Hitam (Glycine soja)
Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik (Bokashi) di
Lahan Kering. Pembimbing St. Subaedah sebagai Ketua, Aminah
Muchdar sebagai Anggota
Penelitian ini bertujuan, 1). Untuk mengetahui pertumbuhan dan
produksi dari dua varietas kedelai hitam di lahan kering. 2). Untuk
mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman kedelai hitam di lahan kering. 3). Untuk mengetahui
interaksi antara berbagai jenis pupuk organik dan varietas terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai hitam di lahan kering. Penelitian ini
dilaksanakan di lokasi lahan praktek Politeknik Pembangunan Pertanian
(Polbangtan) Gowa, Kelurahan Romanglompoa, Kecamatan
Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Penelitian ini berlangsung bulan Juli
sampai Desember 2018. Data hasil pengamatan yang diperolah dianalisis
secara statistik (Analisis ragam dengan uji F) sesuai dengan rancangan
yang digunakan. Pada penelitian ini percobaan dianalisis dengan
menggunakan Rancangan Split Plot Design. Sidik ragam yang
menunjukkan F hitung nyata atau sangat nyata maka analisis data
dilanjutkan pengujiannya dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Kedelai hitam varietas
detam-3 memperlihatkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik
dibandingkan dengan varietas detam-4. Pupuk organik bokashi (kotoran
sapi, jerami padi, dan sekam padi) menunjukkan pengaruh terbaik
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai hitam, dengan hasil
produksi yaitu 2.55 ton/ha. Tidak terdapat interaksi antara jenis pupuk
organik dan variet alas kedelai terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai hitam. Disarankan untuk penggunaan varietas kedelai hitam
detam-3 yang disertai dengan penggunaan pupuk organik bokashi
berbahan dasar jerami padi sebagai bagian dari sistem pertanian organik
untuk menunjang produksi yang optimum.
ix
ABSTRACT
MUHAMMAD RIZAL, Agrotechnology Master Program, 2019.
Postgraduate Program of Makassar Muslim Indonesia University. Growth
and Yield of Two Varieties of Black Soybean (Glycine soja) Against
the Provision of Several Types of Organic Fertilizers (Bokashi) in Dry
Land. Advisor St. Subaedah's as chief, Aminah Muchdar as member.
This research aims, 1). To know the growth and yield of two black
soybean varieties in dry land. 2). To know the effect of using organic
fertilizer on the growth and yield of black soybean in dry land. 3). To know
the interaction between various types of organic fertilizers and variet alies
on the growth and yield of black soybeans in dry land. This research was
conducted at the practice site of the Gowa Agricultural Development
Polytechnic (Polbangtan), located at Romanglompoa Village,
Bontomarannu, Gowa District. This research was conducted from July to
December 2018. Data obtained from observations were analysed
statistically (Analysis of variance with the F test) in accordance with the
design used. In this study the experiments were analysed using the Split
Plot Design. If the variance shows that F count is real or very real, then the
data analysis is continued with the test using the Least Significant
Difference test (LSD). The results showed that Detam-3 varieties had a
significantly different effect with Detam-4 on the growth and yield of black
soybean plants, mixed organic fertilizer bokashi (cow manure, rice straw,
and rice husk) showed the best effect on the growth and yield of black
soybean, with a production yield of 2.55 tons/hectare, and there is no
interaction between the type of organic fertilizer and soybean varieties on
the growth and yield of black soybean. It is recommended to use Detam-3
black soybean varieties accompanied by the use of bokashi organic
fertilizer made from rice straw as part of a organic farming system to
support optimum production.
x
DAFTAR ISI
Teks Halaman
SAMPUL DEPAN .................................................................................... i
SAMPUL DALAM .................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
PENGESAHAN ....................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kedelai ..................................................................... 8
1. Fase Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai .......... 8
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai ...................................... 11
a. Iklim............................................................................... 11
b. Tanah ............................................................................ 13
3. Teknologi Budidaya Tanaman Kedelai ............................... 15
a. Penyiapan Lahan .......................................................... 15
b. Varietas Unggul ............................................................ 16
c. Tanam ........................................................................... 16
xi
d. Pemupukan ................................................................... 16
e. Mulsa Jerami Padi ........................................................ 17
f. Pengairan ...................................................................... 17
g. Pengendalian Gulma..................................................... 17
h. Pengendalian Penyakit ................................................. 18
i. Pasca Panen ................................................................. 18
4. Varietas .............................................................................. 18
B. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Tanaman ........................ 22
C. Penelitian Terdahulu ................................................................ 27
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual .............................................................. 29
B. Hipotesis .................................................................................. 31
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 32
B. Bahan dan Alat ........................................................................ 32
C. Rancangan Penelitian .............................................................. 32
D. Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 33
1. Pembuatan Pupuk Organik Bokashi ................................... 33
2. Analisis Tanah dan Bokashi ............................................... 35
3. Pengolahan Lahan, Pemupukan dan Penanaman ............. 35
E. Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 35
1. Variabel Tanaman Kedelai ................................................. 35
2. Analisis Tanah dan Pupuk Organik Bokashi....................... 36
F. Analisis Data ............................................................................ 36
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ......................................................................................... 38
1. Tinggi Tanaman ................................................................. 38
2. Jumlah Daun ...................................................................... 39
3. Jumlah Polong .................................................................... 39
4. Polong Berisi ...................................................................... 40
5. Polong Hampa .................................................................... 41
xii
6. Berat Biji Pertanaman (gram) ............................................. 42
7. Berat Biji 100 Biji (gram) ..................................................... 42
8. Berat Biji Per petak (kg)...................................................... 43
9. Berat Biji Per hektar (ton) ................................................... 44
10. Kandungan Hara Pupuk Organik ........................................ 45
11. Kandungan Hara Tanaman Per Petak Penelitian ............... 45
B. Pembahasan ............................................................................ 46
1. Pengaruh Pupuk bokashi ................................................... 46
2. Pengaruh Varietas .............................................................. 52
3. Interaksi Pupuk Organik dan Varietas ................................ 53
4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Kimia Tanah ............. 54
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................. 62
B. Saran ....................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63
LAMPIRAN .............................................................................................. 72
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Varitas Unggul Kedelai Yang Dilepas Selama Tahun 1995-2014 ...... 19
2. Varietas Unggul Kedelai Hitam Tahun 2018 ...................................... 21
3. Daftar Penelitian Terdahulu Tentang Tanaman Kedelai dan
Pupuk Organik .................................................................................... 27
4. Rata-Rata Jumlah Daun Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan
Perlakuan Pupuk Organik pada Umur 8 MST ................................... 39
5. Rata-Rata Jumlah Polong Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan
Perlakuan Pupuk Organik ................................................................... 40
6. Rata-Rata Berat Biji Pertanaman (gram) Varietas Detam-3 dan
Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik ...................................... 42
7. Rata-Rata Berat Biji Per Petak (kg) Varietas Detam-3 dan Detam-4
Dengan Perlakuan Pupuk Organik ..................................................... 43
8. Rata-Rata Berat Biji Perhektar (ton) Varietas Detam-3 dan
Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik ...................................... 44
9. pH, Bahan Organik, P2O5 dan K2O pada Berbagai Jenis Pupuk
Organik ............................................................................................... 45
10. Kandungan Hara Tanah pada Per Petak Penelitian ........................... 46
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................ 30
2. Proses Pembuatan Pupuk Organik Bokashi ....................................... 34
3. Tinggi Tanaman Perlakuan P1, P2, dan P3 pada umur 8 MST ......... 38
4. Rata-Rata Jumlah Polong Berisi Varietas Detam-3 dan Detam-4
Dengan Perlakuan Pupuk Organik ..................................................... 40
5. Rata-Rata Jumlah Polong Hampa Varietas Detam-3 dan Detam-4
Dengan Perlakuan Pupuk Organik ..................................................... 41
6. Rata-Rata Berat Bobot 100 Biji (gram) Varietas Detam-3 dan Detam-4
Dengan Perlakuan Pupuk Organik ..................................................... 43
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Tabel Anova Tinggi Tanaman ........................................................... 72
2. Tabel Anova Jumlah Daun ................................................................ 73
3. Tabel Anova Jumlah Polong .............................................................. 74
4. Tabel Anova Persentase Polong Berisi ............................................. 75
5. Tabel Anova Persentase Polong Hampa ........................................... 76
6. Tabel Anova Bobot Biji Pertanaman .................................................. 77
7. Tabel Anova Bobot 100 Biji ............................................................... 78
8. Tabel Anova Bobot Biji Per Petak (kg) .............................................. 79
9. Tabel Anova Bobot Biji Per Ha (ton) .................................................. 80
10. Kandungan Hara Pupuk Organik Kotoran Sapi, Batang Pisang, Jerami
Padi, Daun Gamal dan Sekam Padi .................................................. 81
11. Hasil Analisis Kandungan Hara Tanah Sebelum dan Sesudah
Penelitian .......................................................................................... 82
12. Rekapitulasi Pengaruh Perlakuan Jenis Pupuk Organik
dan Varietas ...................................................................................... 83
13. Data Klimatologi Rata-rata Bulanan (2009-2018) Di Kel.
Romanglompoa, Kec. Bontomarannu, Kab. Gowa ............................ 84
14. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kedelai Di Kel. Romanglompoa,
Kec. Bontomarannu, Kab. Gowa ....................................................... 85
15. Deskripsi Kedelai Hitam Varietas Detam--3 ...................................... 86
16. Deskripsi Kedelai Hitam Varietas-4 ................................................... 87
17. Denah Penelitian di Lapangan .......................................................... 88
18. Dokumentasi Penelitian di Lapangan ................................................ 89
19. Dokumentasi Biji Kedelai Hitam Varietas Detam-3 (Atas) dan Biji
Kedelai Hitam Varietas Detam-4 (Bawah) ......................................... 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedelai (Glycine soja) merupakan sumber protein nabati paling
populer bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Konsumsi
utamanya dalam bentuk tempe dan tahu yang merupakan lauk pauk
utama bagi masyarakat Indonesia, adapun bentuk lain produk kedelai
adalah kecap, tauco, dan susu kedelai. Ironisnya pemenuhan kebutuhan
kedelai sebanyak 1,5 juta ton (67.99 %) harus diimpor dari luar negeri.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
2015 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi tempe rata-
rata per orang per tahun di Indonesia sebesar 6.99 kg dan tahu 7.51 kg
(Riniarsi, 2016).
Kebutuhan kedelai domestik sekitar 2.2 juta ton per tahun
dengan proporsi terbesar untuk tempe dan tahu yaitu 1.84 juta ton
(83.7 %), diikuti untuk kecap, tauco, dan produk kedelai lainnya di
posisi kedua yaitu 323.400 ton (14.7 %) (Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian, 2014). Tingkat konsumsi kecap dilaporkan 0.62
kg/kapita/tahun (setara kedelai) dengan laju peningkatan kebutuhan 5.7 %
per tahun (Anonim, 2004 dalam Kristiani, 2013).
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari kedelai putih,
yang bijinya berwarna kuning, agak putih, atau hijau dan kedelai hitam
2
(berbiji hitam). Biji kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan
minyak nabati dunia. Biji kedelai berkulit hitam mengandung banyak
anthosianin, dimana mempunyai aktivitas antioksidan tinggi yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia (Futura et al al., 2002).
Kedelai hitam memiliki kandungan protein 40.4 g/100g dan
antioksidan yakni antosianin dan isoflavon. Kandungan total polifenol,
flavonoid dan anthosianin yang lebih tinggi daripada kedelai kuning, yakni
masing-masing 6.13 mg/g ; 2.19 mg/g ; 0.65 mg/g. Isoflavon merupakan
antioksidan golongan flavonoid yang biasa terdapat pada kedelai dan
memiliki efek bermanfaat pada penderita Diabetes Melitus
dengan meningkatkan serum insulin dan komponen insulin
pankreas (Mueller, 2012).
Di Indonesia jumlah varietas kedelai hitam yang dikembangkan
sangat minim. Padahal dari segi syarat tumbuh kedelai hitam (Glycine
soja) lebih cocok ditanam di daerah tropis. Salah satu keunggulan dari
kedelai hitam adalah mengandung anthosianin lebih banyak dan memiliki
daya simpan lebih lama dibanding kedelai kuning. Berkembangnya
industri pangan berbahan baku kedelai disertai dengan pertumbuhan
penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia menjadi
meningkat tajam, namun produksi nasional cenderung menurun sehingga
defisit kedelai terus meningkat. Hal ini menyebabkan Indonesia semakin
tergantung pada komoditi impor. Banyak sekali manfaat kedelai hitam,
seperti bahan makanan sehat atau industri kecap yang berkualitas baik,
3
oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi dan produktivitas
kedelai hitam.
Untuk mengatasi kekurangan pasokan kedelai hitam maka
diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dan
khususnya produksi kedelai yang ada di Sulawesi Selatan. Rendahnya
produksi kedelai, dikarenakan belum maksimalnya pengetahuan petani
dalam penggunaan teknologi produksi yang mendukung pertanian
berkelanjutan dan semakin berkurangnya sumber daya lahan yang subur
karena penggunaan pupuk anorganik secara terus- menerus.
Salah satu hal yang sangat mempengaruhi produksi kedelai adalah
ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Banyak cara yang
digunakan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara dalam tanah. Salah
satunya adalah melalui pemberian pupuk organik yang bertujuan untuk
meningkatkan bahan organik dalam tanah, memperbaiki sifat kimia dan
biologi tanah. Aplikasi pupuk organik dapat langsung kedalam tanah, dan
bisa juga diaplikasikan melalui daun.
Menurut Budiono (2009), penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan
bahan kimia lainnya secara terus menerus dapat merusak biota tanah,
reistensi hama dan penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin
pada beberapa komoditi sayuran dan buah. Hal ini tentunya jika dibiarkan
lebih lanjut akan berpengaruh fatal pada kesehatan manusia. Bahkan jika
sayuran dan buah yang telah tercemar tersebut dikonsumsi oleh manusia
4
secara terus menerus tentunya akan menyebabkan kerusakan jaringan
bahkan kematian.
Penggunaan pupuk anorganik yang tidak disertai dengan pupuk
organik akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang, sehingga
mengakibatkan kadar bahan organik di dalam tanah sangat rendah yakni
kurang dari 2 % dan menjadi faktor pembatas untuk mencapai produksi
yang tinggi. Sedangkan untuk mencapai produktivitas optimal dibutuhkan
bahan organik >2.5 % (Hairiah et al., 2000). Oleh karena itu, diperlukan
upaya peningkatan produktivitas dalam negeri melalui penambahan bahan
organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Penambahan
bahan organik ke dalam tanah dapat diperoleh dari berbagai sumber
antara lain pupuk hijau, pupuk kandang, sampah hijauan, sampah kota.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan penambahan
bahan organik melalui pemupukan, diantaranya dengan menggunakan
bokashi dari bahan organik yang dikomposkan. Bahan organik
mengalami berapa kali perombakan dengan mikroorganisme tanah yang
menjadi humus dan bahan organik. Menurut Widiana dan Higa (2005),
pemberian EM-4 pada proses pembuatan bokashi dapat meningkatkan
keragaman dan populasi mikroorganisme, sehingga dapat mempercepat
proses penguraian. Lingga dan Marsono (2010), bila bokashi dimasukkan
ke dalam tanah, bahan organiknya dapat digunakan sebagai pakan oleh
mikroorganisme untuk berkembang biak dalam tanah, sekaligus sebagai
tambahan persedianan unsur hara bagi tanaman. Bokashi adalah
5
kompos yang dihasilkan melalui fermentasi dengan pemberian Effektive
Mikroorganisme-4 (EM-4) yang merupakan salah satu aktifator untuk
mempercepat proses pembuatan kompos (Indriani, 2011).
Penggunaan pupuk organik memberikan pengaruh yang besar
terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Oleh karena itu pemberian
pupuk organik dinilai sangat mendukung upaya peningkatan produktivitas
tanaman (Musnamar, 2003). Upaya yang dilakukan untuk menambah
peningkatan hasil produksi baik kualitas dan kuantitas produksi kedelai
adalah dengan penambahan bahan organik dalam tanah agar dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman yang dapat
lebih efektif. Bahan organik berfungsi sebagai pengikat butiran-butiran
tanah yang menjadikannya agregat yang mantap (Mulat, 2003).
Pupuk bokashi kotoran sapi merupakan salah satu alternatif dalam
penerapan teknologi pertanain organik yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Kotoran sapi merupakan bahan organik yang mempunyai
prospek yang baik untuk dijadikan pupuk organik, karena mempunyai
kandungan unsur hara yang cukup tinggi yaitu C organik 18.76 %,
N 1.06 %, P 0.52 %, K 0.95 %, Ca 1.06 %, Mg 0.86 %, Na 0.17 %, Fe
5726 ppm, Mn 334 ppm, Zn 122 ppm, Cu 20 ppm, Cr 6 ppm, C/N 17.69
%, Kadar air 24.21 % (Yuliprianto, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dilakukan penelitian
untuk mengkaji respon pertumbuhan dan produksi dua varietas kedelai
hitam dengan pemberian beberapa jenis pupuk organik di lahan kering.
6
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana pertumbuhan dan produksi dari kedua varietas kedelai
hitam (varietas detam-3 dan detam-4) yang ditanam di lahan kering?
2. Bagaimana pengaruh berbagai jenis pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai hitam di lahan kering?
3. Apakah ada interaksi antara jenis pupuk organik dan varietas
terhadap pertumbuhan dan produksi dua variet alas kedelai hitam di
lahan kering?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
A. Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi dari dua varietas
kedelai hitam yang ditanam di lahan kering.
B. Untuk mengetahui pengaruh jenis pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai hitam yang ditanam di
lahan kering.
C. Untuk mengetahui interaksi antara berbagai jenis pupuk organik dan
varietas terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam di lahan
kering.
7
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi :
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tani tentang pengembangan budidaya tanaman kedelai hitam.
2. Sebagai bahan informasi semua pihak yang terkait dalam
pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan
pertanian.
3. Sebagai bahan referensi untuk menunjang penelitian lebih lanjut.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kedelai
1. Fase Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai yang dibudidayakan merupakan tanaman tegak,
bersemak dan berdaun banyak. Apabila tanaman kedelai memiliki ruang
tumbuh yang cukup, tanaman akan membentuk cabang yang sedalam–
dalamnya (Phoelman, 1959). Adie dan Krisnawati (2007) menambahkan
bahwa karakteristik kedelai yang dibudidayakan (Glycine soja) di
Indonesia merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi
40-90 cm, bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga, bulu pada
daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72-90 hari.
Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki sangat
sedikit percabangan dan sebagian bertrikoma padat baik pada daun
maupun polong. 9 Biji berkembang dalam waktu yang lama beberapa hari
setelah pembuahan. Perpanjangan dimulai sekitar 5 hari dan panjang
maksimum didapatkan setelah 15–20 hari. Pembelahan sel pada
kotiledon terjadi dua minggu setelah pembuahan. Perkembangan
kotiledon yang cepat ditandai dengan akumulasi berat protein dan lemak
(Shibels et al., 1975).
Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis
(Adie dan Krisnawati, 2007). Jumlah biji per polong pada kedelai berkisar
9
1–5 biji, umumnya varietas kedelai yang dipasarkan memiliki 2 atau 3 biji
per polong. Ukuran biji kedelai sangat bervariasi yang dapat diukur dari
bobot 100 biji. Kisaran bobot 100 biji kedelai adalah 5–35 g (Phoelman,
1959). Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di
Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (bobot > 14 g/100 biji),
sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji sebagian besar
dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan
endosperm (Adie dan Krisnawati, 2007).
Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang
yang terbentuk dari calon akar sekunder yang tersusun dalam empat
barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang
akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Bintil akar
pertama terlihat 10 hari setelah tanam. Umumnya sistem perakaran terdiri
dari akar lateral yang berkembang 10-15 cm diatas akar tunggang. Dalam
berbagai kondisi, sistem perakaran terletak 15 cm di atas akar tunggang,
tetap berfungsi mengapsorpsi dan mendukung kehidupan tanaman (Adie
dan Krisnawati, 2007). Akar lateral kedelai muncul 3–7 hari 10 setelah
berkecambah. Sebulan kemudian akar primer muncul sepanjang 45–60
cm (Shibels et al., 1975).
Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat
pada biji masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros
embrio, yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar
yang menyusun bagian kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas
10
poros embrio berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana,
yaitu primordial daun bertiga pertama dan ujung batang. Sistem perakaran
di atas hipokotil berasal dari epikotil dan tunas aksilar. Pola percabangan
akar dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak
tanam, dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu kotiledon atau daun
biji, dua helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Bentuk
daun kedelai adalah lancip, bulat, dan lonjong, serta terdapat perpaduan
bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip. Sebagian besar bentuk
daun kedelai yang ada di Indonesia adalah berbentuk lonjong dan hanya
terdapat satu varieats (Argopuro) berdaun lancip (Adie dan Krisnawati,
2007). Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat
kleistogami. Polen dari anter jatuh langsung pada stigma bunga yang
sama. Bunga membuka pada pagi hari tetapi terlambat membuka pada
cuaca yang dingin (Phoelman dan Sleper, 1996). Periode berbunga
dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3 sampai 5 minggu. Berbagai
penelitian menyebutkan bahwa tidak semua bunga kedelai berhasil
membentuk polong, dengan tingkat keguguran 20–80 %. Umumnya 11
varietas dengan banyak bunga per buku memiliki persentase keguguran
bunga yang lebih tinggi daripada yang berbunga sedikit (Adie dan
Krisnawati, 2007).
Pertumbuhan tanaman kedelai selain dibagi atas dasar lamanya
periode vegetatif dan generatif, juga dapat dibedakan berdasarkan batang
11
dan bunga. Maka dari itu tipe pertumbuhan kedelai terdiri dari tipe Pada
tipe determinate, pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga,
buku bagian atas mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas
cenderung berukuran sama dengan batang bagian tengah sehingga pada
kondisi normal batang tidak melilit. Tipe indeterminate, pertumbuhan
vegetatif berlanjut setelah fase berbunga, buku bagian bawah
mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas cenderung
berukuran lebih kecil dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi
normal batang melilit. Varietas kedelai yang ada di Indonesia umumnya
bertipe tumbuh determinate (Adie dan Krisnawati, 2007).
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
a. Iklim
Pertumbuhan optimum kedelai tercapai pada suhu 20–25º C. Suhu
12–20º C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses
pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan
benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan
biji. Suhu yang lebih tinggi dari 30º C menyebabkan fotorespirasi
cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi
sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis.
Periode kering menyebabkan tanaman sering mendapatkan cekaman
kekeringan, karena kurang suplai air di daerah perakaran dan atau laju
12
transpirasi melebihi laju absorbsi air oleh tanaman. Apabila cekaman
kekeringan berkepanjangan maka tanaman akan mati. Cekaman
kekeringan mempengaruhi pembukaan stomata yaitu semakin 23 tinggi
tegangan air akan mengurangi pembukaan stomata. Cekaman kekeringan
yang terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian
polong, akan menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga menurunkan
bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang
diberikan dalam musim tanam.
Balittan Malang pada tahun 1990 melaporkan bahwa pemberian air
yang intensif akan berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air
setiap 10 hari selama musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi
2 ton/ha dibandingkan dengan pemberian 3 kali selama musim tanam
(1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur hanya 1.47 ton/ha (Agung dan
Rahayu, 2004). Kedelai dapat tumbuh baik di tempat pada daerah
berhawa panas, di tempat terbuka dengan curah hujan 100–400 mm3 per
bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang
terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai
akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan
Indarto, 2004).
Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni apabila
penyinaran terlalu lama melebihi 12 jam, tanaman tidak akan berbunga.
Hampir semua varietas tanaman kedelai berbunga dari umur 30–60 hari
(Yustika, 1985). Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan
13
digunakan untuk pertumbuhan tanaman, di antaranya untuk peningkatan
luas daun. Defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya
berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan efisiensi fotosintesis,
sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya efisiensi
pembentukan bahan kering. Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya
laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas
fotosintesis. Air yang cukup akan mendukung peningkatan luas daun
sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman. Rendahnya
jumlah air akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga
mengganggu penyerapan unsur hara, yang berakibat pada menurunkan
produksi. Tanaman kedelai yang mengalami defisit air, translokasi
fotosintat ke biji akan terhambat (Agung dan Rahayu, 2004).
Umumnya kecepatan fotosintesis tanaman bertambah tinggi dengan
naiknya intensitas cahaya. Hubungan ini bersifat hampir linear dengan
kisaran yang kecil. Kecepatan fotosintesa pada intensitas cahaya tertentu
tidak dipengaruhi oleh 24 intensitas cahaya karena daun telah jenuh
dengan cahaya. Kecepatan fotosintesis untuk beberapa tanaman bahkan
dapat mengalami penurunan bila intensitas cahaya lebih tinggi dari titik
jenuhnya (Guslim, 2007).
b. Tanah
Kedelai umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah,
dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan
berdrainase baik, akan tetapi peka terhadap salinitas (Rubatzky dan
14
Yamaguchi, 1998). Kemasaman tanah yang baik sebagai syarat tumbuh
yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih
dapat tumbuh baik. Tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol,
latosol dan andosol. Tanah podzolik merah kuning dan tanah yang
mengandung banyak pasir kwarsa menyebabkan pertumbuhan kedelai
kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos
dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah yang hampir jenuh
(kapasitas lapang) asal tidak terjadi penggenangan, terutama pada awal
stadia vegetatif. Pada dasarnya kedelai adalah tanaman aerobik, yang
lebih sesuai pada tanah yang agak lembab dengan kadar kelembaban
70-80 % kapasitas lapang, tanah berdrainase baik tetapi memiliki daya
pengikat air yang baik, oleh karena itu, tanah dengan tekstur berliat dan
berdrainase baik, atau tanah lempung berpasir yang kaya bahan organik,
sangat sesuai untuk tanaman kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007).
Humus dan atau unsur hara lainnya yang terdapat pada tanah di
daerah dengan curah hujan tinggi, dapat mengakibatkan mudah
mengalami penghanyutan atau pun tercuci ke lapisan bawah sehingga
tidak tersedia bagi tanaman (Kartasapoetra, 2005) Tanah dengan
kandungan nitrogen yang tinggi akan menyebabkan pertumbuhan
tanaman lebih mengarah kepada laju pertumbuhan vegetatif, yang terlihat
dari permukaan daun menjadi lebih lebar, laju fotosintesis lebih tinggi,
15
indeks luas daun semakin tinggi dan LAN yang semakin besar (Arinong,
et al., 2005).
16
3. Teknologi Budidaya Tanaman Kedelai
Menurut Adie et al. (2009), varietas kedelai hitam detam-1 dan
detam-2 dapat dibudidayakan pada lahan sawah bekas tanaman padi
maupun dilahan tegal (kering). Pada lahan berkelambaban tanah relatif
tinggi dan pada kondisi tanah agak kering, hasilnya kurang optimal.
Sehingga pemeliharaan saluran drainase menjadi penting agar
memperoleh hasil yang optimal. Pada lahan sawah bekas tanaman padi
dengan kelembaban tanah relatif tinggi, varietas detam-1 dan detam-2
cenderung berumur dalam (di atas 85 hari).
Teknik budidaya anjuran untuk kedelai hitam sama dengan budidaya
kedelai kuning. Dengan pengelolaan tanaman yang optimal, terutama
penyiangan tepat waktu (tidak terlambat) dan diikuti dengan kelembaban
tanah optimal, Maka detam-1 dan detam-2 mampu berproduksi hingga
2.50 ton/ha.
Untuk menghasilkan produksi dan kualitas produk yang tinggi
budidaya dapat mengikuti pedoman sebagai berikut:
a. Penyiapan Lahan
1) Tanah bekas pertanaman padi tidak perluh diolah, 2) Lahan kering,
pengelolahan tanah dilakukan secara onstensif, yaitu dengan dua kali
bajak dan sekali diratakan, 3) Pemberian kapur merupakan salah satu
cara untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah, khususnya pada tanah-
tanah yang bereaksi masam. Pengapuran menetralkan kemasaman
tanah tersebut sehingga pH tanah mendekati netral agar dapat
17
rnemperbaiki ketersediaan Ca dan P serta menetralisir keracunan Al, Fe,
dan 2 Mn (Atman, 2006), 4) Dibuat saluran dengan kedalaman 25 - 30 cm
dan lebar 30 cm setiap 3-4 m (3-5 saluran/petak) yang berfungsi untuk
mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi pada saat
tidak ada air.
b. Varietas Unggul dan Bersih
1) Varietas detam-1 dan detam-2 dengan daya tumbuh > 90% dan 2)
Kebutuhan benih 70-75 kg/ha untuk detam-1, 65-67,5 kg/ha untuk Detam-
2.
c. Tanam
1) Benih kedelai ditanam dengan tugal dengan kedalaman 1 - 2 cm, 2)
Perlakuan benih dengan carbosulfan (10 g Marshal 25 ST/kg benih) atau
fipronil (10 ml Regent/kg benih) untuk mengendalikan lalat bibit dan
insekta lain (Harnowo D et al., 2015a), 3) Jarak tanam: 40 cm x 10-
15 cm, 2-3 biji/lubang tanam, dan 4) Agar tidak terjadi akumulasi serangan
hama dan penyakit serta kekurangan air, kedelai ditanam tidak lebih dari 7
hari setelah panen padi.
d. Pemupukan
1) Pada sawah yang subur atau bekas padi yang dipupuk dengan dosis
tinggi tidak perlu tambahan pupuk NPK, 2) Takaran pupuk anjuran sekitar
50 kg Urea, 75 kg SP-36, dan 100 kg KCl/ha, 3) Untuk lahan kering,
seringkali perlu penambahan dosis nitrogen, 4) Pupuk anorganik dapat
18
digantikan dengan pemberian 30 ton kotoran sapi/ha, dan 5) Bila
menggunakan pupuk phonska, maka konversi pupuk atas dasar N.
e. Mulsa Jerami Padi
1) Pemberian mulsa jerami pada lahan sawah maupun lahan kering dapat
menekan frekuensi penyiangan sehingga cukup dilakukan satu kali
sebelum tanaman berbunga, 2) Pada daerah yang selalu terancam
(endemis) serangan lalat bibit, pemberian mulsa dapat menekan serangan
lalat kacang, dan 3) Pemberian mulsa jerami sebanyak 5 ton/ha,
dihamparkan merata, dengan ketebalan <10 cm.
f. Pengairan
Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan
air adalah awal pertumbuhan vegetatif (15 - 20 HST), saat berbunga (25 -
35 HST) dan saat pengisian polong (55 - 70 HST). Dengan demikian
pada fase-fase tersebut tanaman harus diairi apabila hujan sudah tidak
turun lagi.
g. Pengendalian Gulma
1) Pengendalian hama dengan insektisida kimia dilakukan berdasarkan
pemamntauan ambang kendali masing-masing hama dan dikombinasikan
dengan berbagai pengendalian menggunakan insektisida nabati (biji
nimba); dan tanaman pengangkap, 2) Tanaman perangkap kacang hijau
varietas Merak, ditanam pada luasan 12 % dari total lahan dan ditanam
bertahap yaitu 6 % bersamaan tanam dan 6 % sisanya tujuh hari setelah
tanam kedelai. Tanaman kacang hijau sebagai perangkap hama polong,
19
3) Tanaman perangkap jagung (untuk hama Helecoverpa armigera),
ditanam pada pematang lahan.
20
h. Pengendalian Penyakit
1) Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun Phakopsora pachyrhizi,
busuk batang, dan akar Sclerotium rolfsii dan berbagai penyakit yang
disebabkan virus, 2) Pengendalian penyakit karat daun dengan fungisida
Mancozeb, 3) Pengendalian virus dilakukan dengan mengendalikan
vektornya yaitu serangga hama kutu dengan insektisida decis, dan
4)Waktu pengendalian dilakukan pada saat tanaman berumur 40, 50 dan
60 hari.
i. Pasca Panen
1) Panen dilakukan apabila 95% polong pada batang utama telah
berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman dan sebagian besar daunnya
sudah rontok, 2) Hasil panen segera dijemur (4 - 5 hari tergantung sinar
matahari) kemudian dirontok dengan thresher atau pemipil, dan 3) Butir
biji dipisahkan dari kotoran/ sisa kulit polong dan diusahakan kadar air
mencapai 10 – 12 % pada saat disimpan.
4. Varietas
Pengembangan kedelai sering dihadapkan kepada tidak tersedianya
benih bermutu dari varietas unggul tertentu pada saat diperlukan.
Produksi benih sumber secara berkelanjutan menjadi salah satu kegiatan
penting dalam upaya pengembangan Varietas Unggul Baru (VUB) kepada
penggunanya, terutama petani. Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS)
yang ada di Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) diharapkan
dapat berperan dalam mempercepat pengembangan VUB kedelai
21
di daerah. Tabel 1, menyajikan beberapa varietas kedelai dengan
klasifikasi ukuran biji yang berbeda (biji kecil, biji sedang dan biji besar)
(Harnowo D et al., 2015b).
Tabel 1. Varietas Unggul Kedelai Yang Dilepas Selama Tahun 1995-
2014
Varietas Umur (hari)
Bobot 100
biji (g)
Potensi hasil (t/ha)
Warna biji
Warna Bunga
Sifat penting lainnya
Biji kecil (<10 g/100biji)
Tidar 75 7,0 1,4 Kuning
kehijauan
Ungu
Ungu
Agak tahan lalat
bibit & karat daun
Petak 75 8,3 1,2 Kuning
bersih
Ungu
ungu
Lokal kudus, jawa
tengah
Lumajang
Bewok
77 9,6 1,5 Kuning Putih Agak tahan lalat
bibit & karat daun
Dieng 76 7,5 1,7 Kuning
kehijauan
Ungu
-
Agak tahan rebah
dan karat
Jayawijaya 85 8-9 1,8 Kuning
pucat
-
ungu
Agak tahan karat
dan virus
Seulawah 93 9,5 1,6-2,5 Kuning
kehijauan
Ungu
ungu
Tahan karat,
adaptif lahan
masam
Menyapa 85 9,1 2,0 Kuning
kehijauan
Ungu
ungu
Adapatif pada
lahan rawa tipe
B&C
Gepak Ijo 78 6,8 2,21 Hijau Ungu Adaptif pada
lahan sawah
Gepak
Kuning
73 8,3 2,42 Kuning Ungu Adaptif pada
lahan sawah
Biji sedang (10-12 g/100 biji)
Sindoro 86 12,0 2,03 Kuning Ungu Tahan karat,
adaptif lahan
masam
Slamet 87 12,5 2,26 Kuning Ungu Tahan karat,
adaptif lahan
masam
Sinabung 88 10,7 2,16 Kuning Ungu Agak Tahan
karat, tidak udah
pecah
Ijen 83 11,2 2,15-
2,49
Kuning
mengkilap
Ungu Agak tahan ulat
grayak
Tanggamus 88 11,5 2,5 Kuning Putih Agak Tahan
karat, adaptif
lahan masam
22
Ratai 90 10,5 1,6-2,7 Kuning Ungu Agak Tahan
karat, adaptif
lahan masam
Nanti 92 11,0 2,4 Kuning Ungu Tahan karat,
adaptif lahan
masam
Lawit 84 10,5 1,9 Kuning Ungu Adaptif pada
lahan rawa tipe B
& C
Gema 73 11,9 3,06 Kuning Ungu Protein 39% lebih
tinggi dari impor
Dering 1 81 10,7 2,8 Kuning Ungu Tahan hama
penggerek polong
dan penyakit
karat daun
Biji Besar (>12 g/100 biji)
Baluran 80 15-17 2,5-3,5 Kuning Ungu Kandungan lemak
20-22%
Burangrang 82 17,0 1,2-2,5 Kuning Ungu Tahan karat,
rendemen susu
tinggi
Anjasmoro 83 14-
15,3
2-2,25 Kuning Ungu Tahan karat, tidak
muda pecah
Panderman 85 18-19 2,37 Kuning
muda
Putih Tahan rebah
Rajabasa 85 15,0 3,90 Kuning
cerah
Ungu Tahan karat,
adaptif pada
lahan masam
Gumitir 81 15,8 2,41 Kuning
kehijauan
Ungu Agak tahan lalat
kacang dan
penisap polong
Argopuro 84 17,8 2,08 Kuning Putih Agak tahan lalat
kacang dan
pengisap polong
Grobogan 74 18,0 2,70 Kuning Ungu Butuh banyak air
Detam 1
84 14,9 2,51 Hitam Ungu Sesuai untuk
bahan baku
kecap
Detam 1
82 13,6 2,46 Hitam Ungu Sesuai untuk
bahan baku
kecap
Sumber: Balitkabi Malang, 2008
23
Sebagai bahan penyedap dan pemberi warna pada makanan,
kecap yang diolah dari kedelai hitam lebih disukai karena memberi
warna hitam alami dan rasa gurih pada produknya (Damardjati et al.,
1996). Namun, jumlah varietas kedelai hitam sangat terbatas, baik
lokal maupun unggul (merapi, cikuray, mallika) dan umumnya berbiji
kecil. Tahun 2008, Balitkabi telah melepas varietas detam-1 dan detam-
2 yang berbiji besar dengan potensi hasil 3.0-3.5 t/ha dan kadar
protein 45% (Balitkabi, 2012), dilanjutkan dengan detam-3 prida dan
detam-4 prida pada tahun 2013 dengan kriteria berumur genjah, potensi
hasil 3,2 t/ha dan 2,9 t/ha, berbiji sedang, dan kadar protein 36.4% bk
dan 40.3% bk (Adie. 2013). Keempat variet alas tersebut sesuai untuk
bahan baku kecap (Ginting et al., 2015). Tahun 2014, Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) berkontribusi dalam menambah jumlah varietas
unggul kedelai hitam dengan melepas mutiara-2 dan mutiara-3 (SK.
Menteri Pertanian, 2014).
Beberapa varietas kedelai hitam yang banyak dibudidayakan sampai saat
ini oleh petani untuk kebutuhan industri kecap dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Varietas Unggul Kedelai Hitam Tahun 2018
Nama Varietas
Tahun dilepas
Umur (hari)
Ukuran biji (g/100 biji)
Potensi hasil (t/ha)
Keunggulan lain
Malika 2007 88 Sedang (11,0) 2,94 Detam-1 2008 89 Besar (14,84) 3,54 Protein tinggi,
biji besar Detam-2 2008 92 Besar (13,54) 2,96 Protein tinggi,
tahan kekeringan
Detam-3 2013 75 Sedang (11,8) 3,20 Detam-4 2013 76 Sedang (11,9) 2,90 Mutiara-2 2014 87 Besar (13,3) 3,50 Mutiara-3 2014 84 Besar (13,1) 3,20
24
Sumber : Balitbangtan Kementan 2017
B. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Tanaman
Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan
ternak yang tercampur dengan sisa-sisa makanan dan alas kandang yang
dapat berfungsi sebagai pemantap agregat tanah (Hakim et al., 1986).
Namun demikian, besar kecilnya pengaruh pupuk kandang yang
diaplikasikan terhadap perbaikan sifat fisik tanah akan sangat tergantung
pada tingkat kemasakan maupun dosis pupuk kandang yang diaplikasikan
(Stockdale et al., 2001). Pada kondisi tanah dengan tingkat ketersediaan
bahan organik rendah, aplikasi pupuk kandang dalam jumlah banyak
sangat diperlukan. Akan tetapi, apabila tingkat ketersediaan bahan
organik tanah tinggi, apalikasi pupuk kandang tidak diperlukan. Rata-rata
kandungan bahan organik yang ideal sekitar 2.5 % - 5 % (Sutanto, 2002).
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial yang sangat
diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini
disebabkan nitrogen mempuyai perang sangat penting bagi pertumbuhan,
diantara adalah: (1) sebagai penyusun klorofil; (2) sebagai unsur
penyusun asam amino; (3) sebagai pembentukan protein, dan enzim.
Oleh sebab itu, apabila kekurangan unsur ini akan memperlihatkan gejala
klorosis yang ditandai dengan menguningnya daun. Menguningnya daun
tersebut akan mengakibatkan menurunnya laju fotosintesis tanaman.
Demikian pula apabila nitrogen yang berlimpah dapat meningkatkan
25
pertumbuhan dengan cepat terutama pada batang, daun-daun menjadi
hijau gelap dan tanaman menjadi sekulen sehingga mudah hama dan
penyakit (Novriani, 2011) menjelaskan bahwa N ialah bagian yang tidak
dipisahkan dari molekul klorofil dan kerenanya pemberian N dalam jumlah
cukup akan mengakibatkan meningkatkan pertumbuhan vegetatif
tanaman.
Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki kesuburan tanah
dan meningkatkan efesiensi penggunaan pupuk anorganik, sehingga
mempercepat pertumbuhan tanaman. Kandungan N, P, K dalam pupuk
kandang tidak terlalu tinggi, (Melati, 1990) tetapi dapat memperbaiki
permeabilitas tanah, porositas, struktur tanah, daya menahan air dan
kandungan kation tanah.
Simarmata dan Hamdani (2003), bokashi merupakan hasil
fermentasi bahan organik dengan inokulan EM-4 yang dapat digunakan
sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Tola et al., (2007), menyatakan
bahwa pupuk bokashi kotoran sapi merupakan salah satu alternatif dalam
penerapan teknologi pertanian organik yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Kotoran sapi merupakan bahan organik yang mempunyai
prospek yang baik dijadikan pupuk organik (bokashi), karena mempunyai
kandungan unsur hara yang cukup tinggi selanjutnya dijelaskan bahwa
pupuk bokashi kotoran sapi merupakan salah satu alternatif dalam
26
penerapan teknologi pertanian organik yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
Penggunaan bahan organik hingga saat ini dianggap sebagai
upaya terbaik dalam perbaikan produktifitas tanah marginal termasuk
tanah masam. Arinong (2005), menyatakan bahwa bahan organik
berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan
sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Menurut Noor dan Ningsih (2001),
bokashi kotoran sapi merupakan pupuk lengkap, yang mengandung unsur
hara makro dan mikro. Kandungan unsur hara bokashi kotoran sapi
adalah Nitrogen (N) sebesar 0.92 %, Posfor (P) 0.23 %, Kalium (K) 1.03
%, serta mengandung Ca, Mg, dan sejumlah unsur mikro lainnya seperti
Fe, Cu, Mn, Zn, Bo, dan Mo, yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Menurut Mandal et al. (2004), jerami yang dihasilkan dalam budi
daya padi sebesar 7-10 ton ha permusim tanam. Komponen jerami padi
terutama selulosa, hemiselulosa, lignin serta protein dalam jumlah kecil
yang membuat nilai C/N tinggi. Gaur (1981) menyatakan nilai C/N jerami
padi segar adalah 80-130. Hal ini menyebabkan proses dekomposisi
jerami padi memerlukan waktu yang lama. Untuk mempercepat
proses dekomposisi jerami, sering diperlukan penambahan dekomposer,
berupa bakteri atau cendawan yang mampu menghasilkan selulase
(Meryandini et al., 2009).
27
Kandungan hara kompos jerami padi C-organik 39.74 %, N 2.1 %,
P 0.49 %, dan K 0.86 % (Tamtomo F et al., 2015). Menurut Makarin et al.
(2007), pengaruh pemberian pupuk organik kedalam tanah khususnya
kompos jerami terhadap sifat-sifat tanah adalah sebagai granulator
(memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara makro maupun
mikro, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah
kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation
tanah menjadi tinggi) dan sumber energi bagi mikroorganisme tanah.
Batang pohon pisang adalah batang semu yang bagian
bawahnya merupakan umbi batang, dan bagian atas yang berupa
batang, dibentuk oleh upih daunya yang memanjang dan saling menutupi.
Batang pohon pisang cukup banyak mengandung zat-zat mineral. Kadar
airnya cukup tinggi sedangkan kadar zat karbohidratnya sedikit. Susunan
kimiawi dari batang pisang sebagai berikut: Air : 92.5 % Protein : 0.35 %
Karbohidrat : 4.4 % Zat Fosfor : 135 mgr per 100 gr batang Zat Kalium:
213 mgr per 100 gr batang Zat Kalsium: 122 mgr per 100 gr batang
(Rismunandar, 1989). Menurut Bactiar S. A. (2016), hasil analsis pada
sampel kompos bonggol pisang menghasilkan C 14.89 %, N 1.05 %,
P 0.04 %, dan K 0.76 %. Sedangkan menurut Suprihatin (2011), dari hasil
ekstraksi K 23 % berat, P 32 % berat, dan Ca 16 % berat.
Jusuf et al. (2007), salah satu tanaman yang termasuk golongan
leguminosae yang berpotensi sebagai pupuk organik cair yang dapat
memicu pertumbuhan tanaman adalah gamal. Selain itu gamal juga
28
memiliki keunggulan dibandingkan jenis leguminosae lain yaitu dapat
dengan mudah dibudidayakan, pertumbuhannya cepat, produksi
biomassanya tinggi. Gamal juga mempunyai kandungan nitrogen yang
cukup tinggi dengan C/N rendah, menyebabkan biomasa tanaman ini
mudah mengalami dekomposisi. Menurut Atekan dan Surahman (2004),
daun gamal memiliki kandungan C-Organik sebanyak 36.9-40.7 %, N 2.4-
3.7 %, P 0.2 %, K 0.9-2.2 %, Ca 1.9-3.2 % dan Mg 0.5-0.8 %.
Sekam padi dan jerami merupakan limbah pertanian yang
pemanfaatannya belum optimal. Biasanya sekam padi dan jerami
dimanfaatkan untuk membakar batu bata sehingga energinya tidak
termanfaatkan secara optimal. Di samping itu jerami juga digunakan
sebagai campuran pakan ternak, campuran dalam pembuatan kompos
dan sebagainya yang penggunaannya tidak banyak. Padahal jumlah
sekam padi dan jerami di Indonesia sangat banyak karena banyaknya
lahan pertanian padi/sawah. Sisa-sisa jerami yang tidak terpakai banyak
yang tidak termanfaatkan dan dibakar di lahan pertanian. Menurut
Suharno (1979), sekam padi mengandung komponen karbohidrat kasar
33.71 %, serat kasar 35.68 %, lemak 1.18 %, protein 3.02 % dan
kadar air 9.02 %. Sedangkan jerami mempunyai komposisi fosfor 0.1%,
kalsium 0.15 %, protein kasar 3-5 % dan serat 31.45-46.5 %.
Menurut Sadjadi et al. (2017), dengan pemberian pupuk bokashi
kotoran sapi dengan dosis 30 ton/Ha setara 150 g/Polybag memberikan
hasil terbaik pada semua peubah yang diamati yaitu: tinggi tanaman,
29
jumlah anakan, produksi berat segar, produksi berat kering dan produksi
bahan kering pada hijauan pakan ternak besar.
30
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 3. Daftar Penelitian Terdahulu Tentang Tanaman Kedelai dan Pupuk Organik
Nama/Tahun Judul Hasil Penelitian
Nasution R. S et al., 2016
Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Kedelai Hitam (glycine max (L.) Merril) Dengan Pemberian Berbagai Jenis Bahan Organik
Perlakuan varietas V2 (Detam-2) dan pemberian bahan organik B 1 (kompos jerami padi) berpengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 – 6 Minggu setelah tanam, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per plot, bobot kering 100 biji, dan berat kering biji per hektar. Interaksi varietas dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman 4 dan 6 MST dibandingkan perlakuan lainnya.
Tamba H et al., 2017
Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Terhadap Aplikasi Pupuk Kandang Sapi Dan Pupuk Organik Cair
Pemberian pupuk kandang sapi P1 (4 t/ha) meningkatkan tinggi tanaman 3 – 5 Minggu setelah tanam,Pemberian pupuk organik cair Pemberian POC P2 meningkatkan tinggi tanaman 3 MST, sedangkan pemberian POC P1 meningkatkan diameter batang, dan jumlah polong berisi. Interaksi tanpa pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk organik cair hingga 60 ml/l memberi respon nyata meningkatkan jumlah cabang produktif.
Sihaloho N. S et al., 2015
Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai Varietas Detam 1 Terhadap Pemberian Vermikompos dan Pupuk P
Perlakuan vermikompos dan pupuk P dapat meningkatkan parameter tinggi tanaman (3-5 MST), diameter batang (3-5 MST), umur berbunga, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, volume akar, jumlah cabang produktif, jumlah polong pertanaman, jumlah polong berisi dan produksi per tanaman. Interaksi vermikompos
31
dan pupuk P berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dengan kombinasi terbaik pada perlakuan vermikompos 0,75 kg/polibag dan pupuk P 0,625 g/polibag (V3P1)
Adie M. M et al., 2009
Prospek Kedelai Hitam Varietas Detam-1 dan Detam-2
Varietas kedelai hitam Detam-1 dan Detam-2, berdaya hasil tinggi dan memiliki keunggulan berkandungan protein sangat tinggi, memiliki adaptasi luas, dapat dibudidayakan pada berbagai agroekosistem kedelai yang ada di Jawa Timur, baik pada lahan sawah maupun lahan tegal. 2. Dengan karakteristik demikian usahatani kedelai hitam menggunakan varietas Detam-1 dan Detam-2 memberi keuntungan usahatani yang dapat diterima dan propektif di kembangkan di Jawa Timur. 3. Nilai saing Detam-1 dan Detam-2 dapat ditingkatkan dengan menerapkan pengendalian hama berdasarkan pemantauan.
Windia E. S et al., 2018
Pengaruh Pemberian Agen Hayati Pada Benih dan Pupuk Bokashi Terhadap Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max L. (Merill)) Kultivar Grobogan
Perlakuan pemberian dengan agens hayati Trichoderma sp. dan Azotobacter sp. merupakan kombinasi perlakuan yang dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai Grobogan. Perlakuan biomatri-conditiong dengan agens hayati Trichoderma sp. dan Azotobacter sp. dinyatakan sama baiknya. Selain itu dosis pupuk bokashi yang dapat meningkatkan hasil pada tanaman kedelai yaitu 300 g/polybag.
32
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual
Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan
dengan pertambahan penduduk namun produksi kedelai dari dalam negeri
masih sangat rendah, sehingga impor kedelai tidak bisa dihindari. Produk
olahan kedelai yaitu: tempe, tahu, kecap, tauco, dan susu kedelai
dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, rata-rata
kebutuhan kedelai per tahun adalah 2,2 juta ton. Ironisnya
pemenuhan kebutuhan kedelai sebanyak 1.5 juta ton (67,99 %) harus
diimpor dari luar negeri. Hal ini terjadi karena produksi dalam negeri tidak
mampu mencukupi permintaan produsen tempe, tahu dan kecap.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia (Riniarsi, 2016).
Pengembangan tanaman kedelai terus diupayakan baik dengan
jalan ekstensifikasi maupun intensifikasi, misalnya dengan pemilihan
varietas dan perbaikan pemupukan. Salah satu jenis kedelai yang
mempunyai kualitas tinggi adalah kedelai hitam yang mengandung lebih
banyak anthosianim. Untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman kedelai
maka perbaikan kesuburan tanah perlu diperhatikan, salah satunya
dengan jalan pemberian pupuk. Pemberian pupuk organik akan
33
Pemilihan
varietas
Perbaikan
kesuburan
tanah
Athosianim
lebih tinggi
Pupuk organik Varietas
kedelai
hitam
Perbaikan
sifat fisik,
kimia dan
biologi tanah
Pertumbuhan dan produksi kedelai
hitam yang lebih tinggi
Tanaman
Kedelai Kebutuhan
kedelai tinggi
Impor kedelai
terus
meningkat
Pengembangan
tanaman kedelai
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehinggga dapat
memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
34
B. Hipotesis
1. Terdapat varietas kedelai hitam yang memperlihatkan pertumbuhan
dan produksi yang lebih baik yang ditanam di lahan kering.
2. Terdapat jenis pupuk organik terbaik yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai hitam yang ditanam di lahan
kering.
3. Terdapat interaksi antara jenis pupuk organik dan varietas terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai hitam.
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi lahan praktek Politeknik
Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Gowa, Kelurahan Romanglompoa,
Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, terletak pada titik koordinat
05o 13' 57,4" LS dan 119o 29' 61,9" BT. Ketinggian 28 mdpl dengan jenis
tanah Alfisol. Penelitian ini berlangsung bulan Juli sampai Desember
2018.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai
bersertifikat yaitu varietas detam-3, dan detam-4 serta pupuk organik
(kotoran sapi, daun gamal, batang pisang, jerami padi, sekam padi,
dedak, EM-4), pupuk an-organik (SP36, KCl, Urea) dan pestisida.
Peralatan yang digunakan adalah meter, gunting setek, parang,
hand sprayer, ember, oven, pH meter, timbangan, label, cangkul, sekop,
springkel irigasi dan alat tulis menulis.
C. Rancangan Penelitian
Percobaan pertumbuhan dan produksi dua varietas kedelai hitam
(detam-3 dan detam-4) dengan pemberian bahan organik didesain
36
dengan Rancangan Split Plot Design. Sebagai petak utama adalah
varietas kedelai hitam yang terdiri dari dua jenis yaitu:
1) 01 : Kedelai hitam varietas detam -3
2) 02 : Kedelai hitam varietas detam -4
Sebagai anak petak adalah pemupukan bahan organik yang terdiri dari
tiga jenis campuran bahan organik yaitu:
1) P1 : 30 ton/ha pupuk organik bokashi (kotoran sapi + jerami padi +
sekam padi dengan perbandingan 3:1:0,5)
2) P2 : 30 ton/ha pupuk organik bokashi (kotoran sapi + batang pisang +
sekam padi dengan perbandingan 3:1:0,5)
3) P3 : 30 ton/ha pupuk organik bokashi (kotoran sapi + daun gamal +
sekam padi dengan perbandingan 3:1:0.5)
Dari kedua faktor diperoleh 6 kombinasi perlakuan dan diulang
sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 18 unit satuan percobaan.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Pupuk Organik Bokashi
Proses pembuatan pupuk bokashi berdasarkan perbandingan
beberapa bahan organik. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk bokashi
kotoran sapi yang dibuat dari Kotoran sapi kering, bahan organik (daun
gamal/batang pisang/jerami padi), dedak, sekam, gula pasir, EM4, dan air.
37
Gambar 2. Proses Pembuatan Pupuk Organik Bokashi
Langkah awal yaitu membuat formula dasar dengan melarutkan
4 tutup botol (40 cc) EM-4, 4 sendok makan (40 gram) gula pasir ke dalam
10 liter air kemudian diaduk. Selanjutnya kotoran sapi sebanyak 3 bagian
+ bahan organik (daun gamal/batang pisang/jerami padi) 1 bagian +
Sekam padi 1/2 bagian + dedak halus secukupnya dicampur secara
merata. Kemudian diberi air dengan perlahan-lahan ke dalam adonan
secara merata, sampai kandungan air adonan mencapai 30-40 % (bila
diremas dengan tangan, air tidak sampai menetes). Adonan yang telah
tercampur rata di siram larutan formula EM-4 secara merata sampai kadar
air 40-50 %, lalu ditumpuk setinggi 40 cm kemudian ditutup dengan plastik
yang telah diberi lubang-lubang kecil agar suhu tidak terlalu tinggi. Apabila
suhu mencapai 40-50 oC, adonan harus diaduk dan diratakan kembali
untuk menurunkan suhu (pengukuran suhu dilakukan setiap 2 kali sehari).
EE-EM-44hh
Gula Pasir
Air
Kotoran Sapi
Sekam dan
Dedak Padi
Formula Dasar
Adonan
Pupuk Bokashi
Bahan
Organik
Fermentasi
38
Penyimpanan/fermentasi dilakukan selama 7 hari. Bokashi yang baik
menunjukkan suhu stabil dan tidak berbau busuk.
2. Analisis Tanah dan Pupuk Organik Bokashi
Analisis tanah pada percobaan ini bertujuan untuk menegetahui pH
tanah, C-Organik tanah, N total, P, dan K, serta Kapasitas tukar kation
(KTK).
3. Pengolahan Lahan, Pemupukan dan Penanaman
Lahan yang digunakan dibagi dalam tiga blok sebagai ulangan.
Setiap blok dibagi dalam 2 petak utama yang berukuran 7 m x 3 m. Setiap
petak utama dibagi menjadi 3 anak petak yang berukuran 2 m x 3 m.
Jarak antar petak utama 1 m, demikian pula jarak antara blok 1 m. Jarak
antar anak petak 0.5 m. Lahan tersebut diolah dua kali dengan selang
waktu satu minggu. Pemberian bahan organik dari kotoran sapi ditambah
sisa tanaman diberikan dua minggu sebelum tanam dengan takaran 30
ton/ha (18 kg/petak). Penanaman benih kedelai dilakukan secara tugal
dengan jarak antar barisan 40 cm dan jarak dalam barisan 15 cm.
Pemupukan SP-36 75 kg/ha, pemupukan KCl dengan dosis 100 kg/ha,
pemupukan Urea 50 kg/ha diberikan pada saat tanam.
E. Parameter Pengamatan
Pengamatan dan pengumpulan data meliputi :
1. Variabel Tanaman Kedelai
a. Pertumbuhan tanaman yang mencakup tinggi tanaman dan jumlah
daun. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu. Pengamatan
39
dilakukan terhadap 12 tanaman contoh untuk setiap kombinasi
perlakuan.
b. Komponen hasil tanaman yang mencakup jumlah polong,
persentase polong berisi, persentase polong hampa, bobot polong,
bobot 100 butir biji, bobot biji per petak dan produksi per hektar.
2. Analisis Tanah dan Pupuk Organik Bokashi
Meliputi : N total (Kjeldahl). pH (H2O & KCl dengan pH meter). KTK
(NH4OAC 1 N pH7). C-organik (Walkey & Black) dilakukan pada awal dan
akhir percobaan.
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan yang diperolah dianalisis secara statistik
(Analisis ragam dengan uji F) sesuai dengan rancangan yang digunakan.
Pada penelitian ini percobaan dianalisis dengan menggunakan rancangan
split plot design (Sastrosupadi, 1999) dengan model matematik sebagai
berikut :
Yijkl : µ + i + Aj + Єaijk + Bk + (AB)jk + Єbijk
I = 1;2;3
J = 1;2;3;4
K = 1;2
Dimana :
Yijkl : nilai hasil pengamatan dari pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i.
faktor B tarak ke-j dan faktor C taraf ke-k pada ualangan ke-i.
µ : nilai tengan umum.
40
βi : pengaruh blok atau ualangan ke-i.
Aj : pengaruh petak utama (A) taraf ke-j
Bk : pengaruh anak petak (B) taraf ke-k
ABjk : pegaruh interaksi petak utama (A) dan faktor B (II)
Єaijk : pengaruh acak a
Єbijk : pengaruh acak b
Sidik ragam yang menunjukkan F hitung nyata atau sangat nyata maka
analisis data dilanjutkan pengujiannya dengan menggunakan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) (Steel and Torrie. 1981).
38
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tinggi
Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai hitam varietas detam-3
dan varietas detam-4 pada umur 8 minggu setelah tanam serta analisis
sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 1a dan 1b. Berdasarkan
analisis sidik ragam perlakuan pupuk organik P2 (kotoran sapi, batang
pisang dan sekam) pada varietas detam-3 menunjukkan tinggi tanaman
tertinggi yaitu 90 cm dan memperlihatkan pengaruh tidak nyata dengan
perlakuan pupuk organik lainnya. Sedangkan perlakuan varietas
menunjukkan tinggi tanaman tertinggi pada varietas detam-3 yaitu antara
80-90 cm dan tidak berpengaruh nyata terhadap varietas lainnya. Serta
tidak terdapat interaksi antara perlakuan varietas dan pemberian bahan
organik. Rata-rata tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tinggi Tanaman Perlakuan P1, P2 dan P3 pada umur 8 MST
39
2. Jumlah Daun
Hasil pengamatan jumlah daun kedelai hitam varietas detam-3 dan
varietas detam-4 pada umur 8 minggu setelah tanam serta analisis sidik
ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 2a dan 2b. Berdasarkan analisis
sidik ragam perlakuan bahan organik P1 (kotoran sapi, jerami padi dan
sekam) menunjukkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 47.48 cm
tetapi memperlihatkan pengaruh tidak nyata dengan perlakuan pupuk
organik lainnya. Sedangkan perlakuan varietas dimana detam-3 memiliki
rata-rata jumlah daun yaitu 50.48 helai dan berbeda nyata dengan
varietas detam-4 yaitu 39.74 helai, dan perlakuan tertinggi pupuk organik
V1P1 (kotoran sapi, jerami padi dan sekam padi) yaitu 50,40 helai. Namun
tidak terdapat interaksi antara perlakuan varietas dan pemberian bahan
organik. Rata-rata jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Daun Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik pada umur 8 MST
Varietas
Pupuk organik
Rata-rata NPBNT 0,05
Jerami padi (P1)
Batang pisang (P2)
Daun gamal (P3)
Detam-3 (V1) 54,40 50,87 46,17 50,48a
1,05
Detam-4 (V2) 40,57 39,27 39,40 39,74b
Rata-rata 47,48 45,07 42,78 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a,b) berarti tidak berbeda nyata pada uji taraf BNT 5%
3. Jumlah Polong
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah polong (Tabel Lampiran 3a
dan 3b). Rata-rata jumlah polong dapat dilihat pada Tabel 5.
40
Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Polong Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
Varietas
Pupuk organik
Rata-rata NPBNT 0,05
Jerami padi (P1)
Batang pisang (P2)
Daun gamal (P3)
Detam-3 (V1) 208,53 240,53 185,94 211,67 41,01
Detam-4 (V2) 204,33 191,67 158,20 184,73
Rata-rata 206,43 ab 216,10 a 172,07 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a,b) berarti tidak berbeda nyata pada uji taraf BNT 5%
Varietas Detam-3 memberikan jumlah polong lebih banyak rata-rata
21.67 polong tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas detam-4 yaitu
184,73 polong, sedangkan perlakuan pupuk organik yang tertinggi
ditunjukkan pada perlakuan P2 (kotoran sapi, batang pisang dan sekam
padi) yaitu rata-rata 216.10 polong dan berbeda nyata terhadap P3
(kotoran sapi, daun gamal dan sekam padi) serta tidak berbeda nyata
dengan P1 (kotoran sapi, jerami padi dan sekam padi).
4. Polong Berisi
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik maupun
varietas memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong berisi
(Tabel Lampiran 4a dan 4b). Rata-rata jumlah polong berisi dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Rata-Rata Jumlah Polong Berisi Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
41
Varietas detam-4 memberikan jumlah polong berisi tertinggi 77
polong dan memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata dengan varietas
detam-3 jumlah polong berisi tertinggi 74 polong, sedangkan perlakuan
pupuk organik yang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan pupuk organik
P3 (kotoran sapi, daun gamal dan sekam padi) baik pada varietas detam-
3 (74 polong) maupun detam-4 (77 polong) dan memperlihatkan pengaruh
yang tidak nyata terhadap perlakuan pupuk organik lainnya.
5. Polong Hampa
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik maupun
varietas memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong hampa
(Tabel Lampiran 5a dan 5b). Rata-rata jumlah polong hampa dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5. Rata-Rata Jumlah Polong Hampa Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
Varietas detam-3 memberikan jumlah polong hampa tertinggi 42.3
buah dan memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata dengan varietas
detam-4 yaitu tertinggi 28 buah. Sedangkan perlakuan pupuk organik
yang tertinggi jumlah polong hampa adalah P2 (kotoran sapi, batang
pisang dan sekam padi) yaitu 42.5 polong pada detam-3 dan 30 polong
42
pada detam-4, tetapi tidak berpengaruh nyata pada perlakuan pupuk
organik lainnya.
6. Berat Biji Pertanaman (gram)
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik tidak
berbeda nyata sedangkan varietas memberikan pengaruh nyata terhadap
berat biji pertanaman (Tabel Lampiran 6a dan 6b). Rata-rata berat biji
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-Rata Berat Biji Pertanaman (gram) Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
Varietas
Pupuk organik
Rata-rata NPBNT 0,05
Jerami padi (P1)
Batang pisang (P2)
Daun gamal (P3)
Detam-3 (V1) 27,76 25,21 27,89 26,95 a 1,04
Detam-4 (V2) 26,51 25,47 22,17 24,72 b
Rata-rata 27,13 25,34 25,03
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a,b) berarti tidak berbeda nyata pada uji taraf BNT 5%
Varietas detam-3 menunjukkan berat biji pertanaman lebih tinggi dengan
rata-rata 26.95 gram dan berbeda nyata pada detam-4 dengan rata-rata
24.72 gram pertanaman. Sedangkan perlakuan pupuk organik yang
tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1 (kotoran sapi, jerami padi dan
sekam) yang menunjukkan berat tertinggi rata-rata yaitu 27.13 gram
pertanaman tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk organik
lainnya.
7. Berat 100 Biji (gram)
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik maupun
perlakuan varietas tidak berbeda nyata terhadap berat biji 100 biji (Tabel
Lampiran 7a dan 7b). Rata-rata berat biji ditunjukkan pada Gambar 6.
43
Gambar 6. Rata-Rata Berat Bobot 100 biji (gram) Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
Varietas detam-3 menunjukkan berat biji 100 biji yang tertinggi yaitu
12.30 gr per 100 biji dan tidak berbeda nyata pada detam-4 yaitu berat
tertinggi 11.40 gr per 100 biji. Dari keseluruhan kombinasi perlakuan,
V1P1 (kotoran sapi, jerami padi dan sekam) memberikan pengaruh
tertinggi yaitu 12.25 gram per 100 biji tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap perlakuan pupuk organik lainnya.
8. Berat Biji Per Petak (kg)
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik tidak
berbeda nyata antara perlakuan yang diberikan sedangkan varietas
memberikan pengaruh nyata terhadap berat biji per petak(Tabel Lampiran
8a dan 8b). Rata-rata berat biji ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-Rata Berat Biji Perpetak (kg) Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
Varietas
Pupuk organik
Rata-rata NPBNT 0,05
Jerami padi (P1)
Batang pisang (P2)
Daun gamal (P3)
Detam-3 (V1) 1,57 1,42 1,57 1,52 a 0,06
Detam-4 (V2) 1,50 1,44 1,25 1,39 b
Rata-rata 1,53 1,43 1,41
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a,b) berarti tidak berbeda nyata pada uji taraf BNT 5%
44
Dibandingkan detam-4, varietas detam-3 menunjukkan berat biji rata-
rata perpetak lebih tinggi rata-rata 1.52 kg per petak dan berbeda nyata
pada detam-4 dengan berat biji rata-rata perpetak 1.39 kg per petak,
sedangkan berat biji perpetak yang tertinggi yaitu pada perlakuan pupuk
organik P1 (kotoran sapi, jerami padi dan sekam) yaitu rata-rata 1.53 kg
perpetak dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk organik
lainnya.
9. Berat Biji Perhektar (ton)
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik tidak
pengaruh nyata antara perlakuan yang diberikan sedangkan varietas
memberikan pengaruh nyata terhadap berat biji perhektar (Tabel
Lampiran 9a dan 9b). Rata-rata berat biji ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-Rata Berat Biji Perhektar (ton) Varietas Detam-3 dan Detam-4 Dengan Perlakuan Pupuk Organik
Varietas
Pupuk organik
Rata-rata NPBNT 0,05
Jerami padi (P1)
Batang pisang (P2)
Daun gamal (P3)
Detam-3 (V1) 2,61 2,37 2,61 2,53 a 0,1
Detam-4 (V2) 2,49 2,39 2,08 2,32 b
Rata-rata 2,55 2,38 2,35
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a,b) berarti tidak berbeda nyata pada uji taraf BNT 5%
Varietas detam-3 menunjukkan berat biji rata-rata perhektar lebih
tinggi yaitu 2.53 ton dan berbeda nyata pada detam-4 dengan berat rata-
rata 2,32 ton perhektar. Sedangkan perlakuan pupuk organik pada
varietas detam-3 yang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan pupuk organik
P1 (kotoran sapi, jerami padi dan sekam) yaitu rata-rata 2.55 ton
45
perhektar tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk organik
lainnya.
10. Kandungan Hara Pupuk Organik
Berdasarkan analisis kandungan hara bahan organik, pupuk organik
P3 (kotoran sapi, daun gamal dan sekam) pH (5.74), kandungan C-
organik (2.17 %), N (0.53 %) dan K2O (3.28 %) tertinggi dibandingkan
pupuk organik lainnya, sedangkan P2 (kotoran sapi, batang pisang dan
sekam) kandungan P2O5 tertinggi (3.45 %) (Tabel Lampiran 10).
Kandungan pH, Bahan Organik, P2O5 dan K2O pada berbagai jenis pupuk
organik dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. pH, Bahan Organik, P2O5 dan K2O Pada Berbagai Jenis Pupuk Organik
No Jenis Pupuk Organik
pH
Bahan Organik P2O5
%
K2O
% H2O Walkley & Black C %
Kjeldahl N %
C/N
1 P1 5,16 1,63 0,25 7 2,95 3,21 2 P2 5,45 2,11 0,47 4 3,45 1,96 3 P3 5,74 2,17 0,53 4 2,85 3,28 Sumber : Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
11. Kandungan Hara Tanah Per Petak Penelitian
Berdasarkan analisis kandungan hara tanah pada petak penelitian
diperoleh data pH tertinggi P3 (pH 6.5), kandungan C-organik tertinggi P3
(1.0 %), kandungan N tertinggi P3 (0.25 %), C/N tertinggi P2 (13.5),
Kandungan P2O5 tertinggi P3 (12.28 ppm), Kandungan K tertinggi P2
(0.51 cmol(+)kg-1) dan KTK tertinggi P2 (2592 cmol(+)kg-1) (Tabel
46
Lampiran 11). Kandungan hara pada bebagai petak penelitian dapat
dilihat pada Tabel 10.
47
Tabel 10. Kandungan Hara Tanah Pada Per Petak Penelitian
Sumber : Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
B. Pembahasan
1. Pengaruh Pupuk Bokashi
Pada Gambar 3 dari perlakuan pupuk organik dapat dilihat bahwa
pupuk organik bokashi P2 (kotoran sapi, batang pisang, dan sekam padi),
menunjukkan pertumbuhan tanaman tertinggi. Dilihat dari hasil kombinasi
perlakuan, varietas detam-3 dengan pemberian pupuk organik campuran
batang pisang memberikan pengaruh terbaik. Menurut Sugiarti (2011),
kompos batang pisang mampu menyuplai hara dan mampu memperbaiki
struktur tanah yang sama dengan pupuk organik yang berasal dari kotoran
hewan. Kandungan Nitrogen yang tinggi akan memacu pertumbuhan
ujung tanaman sedangkan N yang terbatas akan memacu pertumbuhan
akar (Sari et al., 2014).
Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas detam-3 menunjukkan jumlah
daun lebih banyak dibandingkan varietas detam-4. Berdasarkan uji BNT
pada taraf 5%, varietas detam-3 (V1) menunjukkan pengaruh berbeda
nyata terhadap varietas detam-4 (V2). Jika ditinjau dari perlakuan pupuk
organik dapat dilihat bahwa pupuk organik dengan kotoran sapi, jerami
No Perlakuan
pH
Bahan Organik P2O5
ppm
K
(cmol(+) kg-1)
KTK
(cmol(+) kg-1)
H2O Walkley & Black C %
Kjeldahl N %
C/N
1 P1 6,3 1,72 0,16 11,5 9,94 0,46 25,35 2 P2 6,4 1,81 0,14 13,5 11,18 0,51 25,92 3 P3 6,5 1,90 0,25 9 12,28 0,50 24,41
48
padi, dan sekam padi (P1) menunjukkan jumlah daun terbanyak. Dilihat
dari hasil kombinasi perlakuan, varietas Detam-3 dengan pemberian
pupuk organik campuran jerami padi memberikan pengaruh terbaik.
Hasil di atas berkaitan dengan kemampuan bahan organik jerami
padi dalam memperbaiki sifat biologi tanah sehingga tercipta lingkungan
yang lebih baik bagi perakaran tanaman. Selain itu bahan organik jerami
padi dapat mensuplai unsur hara terutama N, P dan K. Semua unsur-
unsur tersebut memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme
tanaman. Menurut Sutanto (2002) jerami padi mengandung kira-kira 0.6%
N, 0.1% P, 0.1% S, 1.5% K dan 5% Si dan 40% C. Jerami padi secara
tidak langsung mengandung sumber senyawa N dan C sebagai dasar
pembentuk substrat yang diperlukan untuk metabolisme jasad renik yaitu
gula, pati (starch), selulose, hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan
protein. Selain itu, bokashi juga dapat memperbaiki tata udara dan air
tanah. Dengan demikian, perakaran tanaman akan berkembang dengan
baik dan akar dapat menyerap unsur hara yang lebih banyak, terutama
unsur hara N yang akan meningkatkan pembentukan klorofil, sehingga
aktivitas fotosintesis lebih meningkat dan dapat meningkatkan ekspansi
luas daun.
Dibandingkan detam-4, varietas detam-3 memberikan jumlah
polong lebih banyak sedangkan perlakuan pupuk organik yang tertinggi
ditunjukkan pada perlakuan P2 (kotoran sapi, batang pisang dan sekam
padi) rata-rata jumlah polong 216.10 polong dan berbeda nyata dengan
49
P3 (kotoran sapi, daun gamal dan sekam padi) ) rata-rata jumlah polong
172.07 dan tidak berbeda nyata dengan P1 (kotoran sapi, Jerami padi dan
sekam padi) ) rata-rata jumlah polong 206.43 polong. Dari keseluruhan
kombinasi perlakuan.
Jumlah polong merupakan total keseluruhan produksi polong
tanaman kedelai baik berisi maupun hampa. Hasil jumlah polong berisi
ditunjukkan pada tabel 5. Perlakuan pupuk organik menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong didasarkan pada analisis
sidik ragam ANOVA, pada perlakuan varietas tidak berbeda nyata
terhadap jumlah polong, dan tidak terdapat pula adanya interaksi antara
perlakuan varietas dan pupuk organik. Berdasarkan hasil penelitian
Arsyad (1992) menunjukkan pemberian bahan organik sebagai suatu
perlakuan, dapat memberikan peningkatan hasil pada bobot biji dan bobot
kering bagian atas tanaman serta jumlah polong yang terisi. Pemberian
bahan organik merupakan faktor kesuburan tanah yang dapat
mempengaruhi produksi dan kualitas produksi (Sutanto, 2000).
Berdasarkan gambar 4 di atas, jumlah polong berisi terbanyak
ditunjukkan oleh perlakuan jerami padi yang diaplikasikan pada kedelai
detam-4 (V2P1). Hal ini disebabkan karena pupuk organik jerami yang
digunakan mengandung unsur hara Nitrogen, Fosfor dan Kalium yang
berguna diperlukan selama proses pengisian biji berlangsung. Menurut
Purba (2016), pemberian pupuk organik dapat memberikan hasil yang
lebih baik untuk penambahan tinggi tanaman, jumlah bintil akar dan bobot
50
kering pada beberapa varietas kedelai yang diujikan. Purnamasari (2009)
bahwa ketersediaan kalsium dalam tanah sangat menentukan jumlah
polong bernas tanaman legum. Kalsium sebanyak 1.31 % yang
terkandung dalam kompos jerami padi dapat diserap langsung oleh akar
dan kulit polong muda sehingga dapat meningkatkan jumlah polong berisi.
Hasil jumlah polong hampa disajikan pada Gambar 5, kedua jenis
perlakuan dan interaksi perlakuan tidak menunjukkan pengaruh nyata
terhadap jumlah biji hampa, namun jumlah polong hampa terbanyak
ditunjukkan oleh perlakuan campuran batang pisang pada varietas detam
-3 (V1P2).
Adapun jumlah polong hampa tersedikit ditunjukkan oleh perlakuan
varietas detam-4 dengan pupuk organik berbahan gaun gamal. Hal ini
disebabkan karena dengan perlakuan pupuk dari daun gamal akan
menyediakan unsur hara lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya.
Selain pengaruh dari sifat pupuk, jumlah polong bernas juga dipengaruhi
oleh lingkungan. Hidajat (1985), mengatakan bahwa jumlah polong yang
terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan sewaktu proses pengisian biji.
Selain itu, Rasyad dan Idwar (2010) juga mengatakan bahwa jumlah
polong bernas lebih dominan dipengaruhi oleh lingkungan penanaman
dibanding faktor genetik tanaman, dimana lingkungan penanaman
tersebut dicirikan seperti perbedaan karakteristik lahan dan data iklim
terutama jumlah curah hujan dan suhu maksimum.
51
Jumlah biji per tanaman erat kaitannya dengan jumlah polong
bernas per tanaman. Hal ini dapat dilihat pada jumlah polong bernas per
tanaman, dimana semakin tinggi jumlah polong bernas per tanaman
cenderung meningkatkan jumlah biji per tanaman. Hidajat (1985),
mengatakan bahwa jumlah polong bernas berkolerasi positif dengan
jumlah biji bernas per tanaman dan jumlah hasil persatuan luas. Sesuai
dengan hasil yang didapatkan pada parameter jumlah polong berisi,
perlakuan dengan pupuk berbahan jerami padi menunjukkan polong berisi
terbanyak. Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk berbahan jerami
padi dapat menambah ketersediaan P dalam tanah. Ketersediaan P tanah
nyata lebih tinggi dengan pemberian pupuk berbahan jerami padi. Unsur P
yang diserap oleh tanaman kedelai menyebabkan jumlah polong total dan
jumlah polong bernas pada tanaman kedelai dapat meningkat (Mariam
dan Hudaya, 2002).
Tabel 6, gambar 6 dan tabel 7, serta tabel 8 menunjukkan
berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik tidak berbeda
nyata pada berat biji pertanaman, berat biji 100 biji, berat biji perpetak dan
berat biji perhektar. Tetapi berbeda nyata pada varietas pada berat biji
pertanaman, berat biji perpetak dan berat biji perhektar. Pada berat biji
100 biji tidak berbeda nyata pada varietas. Varietas dengan berat biji
tertinggi ditunjukkan pada varietas detam-3 dengan perlakuan pupuk
organik kotoran sapi, jerami padi, dan sekam padi (V1P1) dan perlakuan
pupuk organik kotoran sapi, daun gamal, dan sekam padi (V1P3)
52
sedangkan berat biji teringan adalah pada perlakuan varietas detam-4
perlakuan pupuk organik kotoran sapi, daun gamal, dan sekam padi
(V2P3). Menurut Novizan (2005), unsur P dapat merangsang
pertumbuhan bunga, buah dan biji serta mampu mempercepat
pemasakan buah dan membuat biji menjadi lebih bernas. Pemberian
kompos jerami padi juga dapat menambah ketersediaan P dalam tanah.
Unsur P yang diserap oleh tanaman kedelai menyebabkan jumlah polong
total, jumlah polong bernas dan berat biji pada tanaman kedelai dapat
meningkat. Penggunaan pupuk organik berbahan jerami padi dapat
meningkatkan kandungan unsur Phospat yang ada di dalam tanah
sehingga tanaman lebih cepat dewasa dan selanjutnya memberikan
jumlah cabang produktif, jumlah polong dan berat biji yang lebih baik.
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan bahan organik
memberikan pengaruh tidak nyata sedangkan perlakuan varietas tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat 100 biji, namun
memberikan pengaruh nyata terhadap berat biji pertanaman, berat biji
perpetak dan berat biji perhektar. Namun tidak terdapat interaksi antara
perlakuan varietas dan pemberian bahan organik.
Gabesius et al. (2012), yang menyatakan bahwa perbedaan
susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman
penampilan tanaman. Susunan genetik dapat berbeda di antara biji yang
berasal dari tanaman yang berbeda, bahkan dari tanaman yang sama.
Selain itu, faktor genetik lebih berpengaruh terhadap berat 100 biji kering
53
tanaman kedelai dibandingkan dengan faktor lingkungan yaitu diantaranya
ketersediaan unsur P di dalam tanah. Suprapto (2002), mengatakan
bahwa berat 100 biji sangat ditentukan oleh genetik tanaman dan
tergolong ke dalam sifat yang memiliki variasi yang rendah.
2. Pangaruh Varietas
Pada Tabel Lampiran 12 menunjukkan varietas detam-3 diketahui
memiliki jumlah daun, berat biji pertanaman, berat biji perpetak dan berat
biji perhektar lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan varietas
detam-4. Hal ini disebabkan kemampuan suatu tanaman dalam menyerap
unsur hara dipengaruhi oleh faktor genetik. Perbedaan respon tinggi
tanaman kedelai akibat perbedaan sifat genetik dari kedua varietas
tersebut terhadap berbagai kondisi lingkungan membuat aktivitas
pertumbuhan yang ditunjukkan berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sadjad (1993) bahwa, perbedaan daya tumbuh antar varietas ditentukan
oleh faktor genetiknya.
Selanjutnya Jumin (2008) menambahkan, dalam menyesuaikan
diri, tanaman akan mengalami perubahan fisiologis dan morfologis ke arah
yang sesuai dengan lingkungan barunya. Harjadi (1991) menyatakan
bahwa varietas tanaman yang berbeda menunjukkan pertumbuhan dan
hasil yang berbeda walaupun ditanam pada kondisi lingkungan yang
sama. Karakter genetis ini bisa dijadikan penciri khusus dan akan tetap
muncul sebagai pembeda setiap varietas pada setiap fase pertumbuhan.
54
Sutopo (2008) menyatakan bahwa saat diproduksi kembali, varietas akan
menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lainnya.
Di samping itu jumlah daun varietas detam-3 lebih banyak
dibandingkan varietas detam-4. Daun merupakan organ fotosintesis,
sehingga dengan makin banyak jumlah daun maka proses fotosintesis
juga berjalan lebih lancar dan penumpukan fotosintat yang akan disimpan
di biji juga lebih banyak. Peningkatan intensitas cahaya matahari
merupakan sumber energi utama untuk melakukan proses fotosintesis
(Lakitan,1996). Hasil fotosintesis akan ditranslokasikan keseluruh jaringan
tanaman melalui floem, yang selanjutnya energi hasil fotosintesis tersebut
akan dipergunakan tanaman untuk mengaktifkan pertumbuhan tunas,
daun, dan batang sehingga tanaman tumbuh optimal.
3. Interaksi Pupuk Organik dan Varietas
Pada Tabel Lampiran 12, menunjukkan interaksi antara pupuk
organik dan varietas berpengaruh tidak nyata. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sitompul dan Guritno (1995) Keragaman penampilan tanaman
akibat susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman
yang digunakan berasal dari jenis yang sama.
Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh interaksi antara
genetik dan lingkungan tumbuhnya. Respon genotip terhadap faktor
lingkungan terlihat dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan
dan salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya (Bakhtiar et al.,
2014; Darliah et al., 2001). Nilahayati dan Putri (2015) menambahkan
55
bahwa suatu varietas tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan
yang berbeda akan memberikan respon fenotip yang berbeda pula.
Loveless menyatakan (1989) Terdapat berbagai perbedaan yang
beragam dari masng-masing varietas terhadap peubah amatan yang
diamati. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan genetik pada kedua
varietas tanaman dan adanya pengaruh lingkungan. Setiap varietas
memiliki ciri dan sifat khusus yang saling berpengaruh satu sama lain
sehingga akan menunjukkan keragaman penampilan.
Selanjutnya Jumin (2008) menambahkan, dalam menyesuaikan
diri, tanaman akan mengalami perubahan fisiologis dan morfologis ke arah
yang sesuai dengan lingkungan barunya. Varietas tanaman yang berbeda
menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang berbeda walaupun ditanam
pada kondisi lingkungan yang sama (Harjadi 1991).
Hal ini diduga akibat perbedaan faktor genetik antara satu varietas
dengan varietas lainnya. Dachlan (2008) menjelaskan bahwa diakibatkan
oleh adanya variasi genetik yang berbeda sehingga gen-gen yang
beragam dari masing-masing varietas divisualisasikan dalam karakter-
karakter yang beragam. Faktor genetik tidak akan memperlihatkan sifat
yang dibawanya kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang baik
dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Kimia Tanah
Kemasaman tanah yang dianalisis terdiri atas pH H2O dan pH KCl.
Hal ini bertujuan untuk mengestimasi jumlah domianan antara kation dan
56
anion dalam tanah. Kedua parameter ini penting untuk dianalisis
utamanya pada tanah tropis. Estimasi tersebut didasarkan atas selisih pH
KCl dan pH H2O (Mekaru dan Uehara, 1972). Berdasarkan Tabel 10 di
atas, keseluruhan perlakuan memberikan pengaruh yang tidak signifikan,
ditunjukkan dari rata-rata selisih antar perlakuan hanya 0.1-0.3 bahkan
ada yang menunjukkan kesamaan nilai. Perlakuan daun gamal (P3)
menunjukkan nilai pH tertinggi, yaitu 6.5. Hal ini sesuai dengan penelitian
Putro (2016) bahwa pemberian pupuk hijau dari daun gamal dapat
meningkatkan pH tanah seiring dengan penambahan dosis pupuk hijau
daun gamal. Hasil penelitian tersebut adalah perlakuan dengan dosis 6
ton/ha menunjukkan peningkatan pH tanah tertinggi yaitu dari 5.04
menjadi 6.35. Perlakuan kompos dari daun gamal memberikan pengaruh
terbaik terhadap pH tanah. Hal ini terjadi karena berdasarkan hasil analisis
pupuk, dibandingkan kompos dari jerami padi dan kompos dari batang
pisang, kompos daun gamal memiliki pH pupuk paling tinggi, yaitu 5.74
sehingga memungkinkan berkurangnya donor H+ dan meningkatnya OH-.
Penelitian Tufaila et al. (2014) menunjukkan bahwa tanah yang diberi
perlakuan pupuk bokashi kotoran sapi mampu meningkatkan pH tanah
yaitu dari pH 4.9 (masam) pada perlakuan K0 (tanpa perlakuan bokashi
kotoran sapi) menjadi 5.5-6.1. Penelitian Morgo et al. (2015) menunjukkan
bahwa bokashi gamal meningkatkan pH tanah dan berbeda nyata dengan
bokashi johar, kacang tanah, kotoran kambing, kotoran ayam, kotoran
sapi, serta kontrol. Menurut Morgo et al. (2015), peningkatan pH tanah
57
kemungkinan disebabkan oleh adanya proses dekomposisi menghasilkan
humus dan melepaskan basa-basa yang terkandung dalam bokashi,
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion OH- dan pada akhirnya
dapat meningkatkan pH tanah. Menurut Notohadiprawiro et al. (2006)
menyatakan bahwa bahan organik sebagai sumber ligan dapat mengatasi
persoalan tanah masam.
Tabel 10 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap pH KCl.
Berdasarkan tabel di atas, sama halnya dengan data pada pH H2O,
Perlakuan daun gamal (P3) menunjukkan nilai pH tertinggi, yaitu 6,5.
Namun yang terendah ditunjukkan oleh P1 yaitu 6,3. Terdapat hasil yang
sejalan antara hasil pH H2O dan pH KCl, hal ini terjadi sebab analisis pH
tanah tetap berdasarkan pada jumlah ion Hidrogen dalam larutan tanah
sehingga jika larutan yang digunakan dalam analisis diganti menjadi KCl
maka hasilnya akan tetap berkorelasi positif. Jika dilihat dari selisih antara
pH H2O dan pH KCl, jumlah anion mendominasi reaksi dalam tanah.
Berdasarkan penelitian Zulkarnain et al. (2013), aplikasi bahan organik
dapat meningkatkan hasil pertumbuhan tanaman dan memperbaiki
kualitas tanah. Efek paling baik terjadi pada perlakuan pupuk kandang
dengan dosis 60 ton/ha sampai 100 ton/ha, yaitu menunjukkan hasil
berupa peningkatan pH tanah. Menurut Atmojo (2003), peningkatan pH
tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah
terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah
termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa.
58
Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan P3 memberikan nilai
C-organik tanah tertinggi, yaitu 1,90. Berdasarkan Balai Penelitian Tanah
(2009), persentase ini tergolong sedang. Sejalan dengan hasil penelitian
Putro (2016) mengenai pengaruh pupuk hijau dari daun gamal terhadap
kandungan C-organik tanah, yaitu terjadi peningkatan kandungan
C-organik sebesar 2%-3%. Hal ini dilihat dari data di atas bahwa terdapat
peningkatan C-organik sebelum dan sesudah perlakuan. Penelitian
Calcino et al. (2009) menunjukkan aplikasi kompos pada lahan tebu
selama tiga tahun meningkatkan hasil tebu dan hasil gula secara
signifikan dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi kompos juga
meningkatkan kandungan C-organik. Berdasarkan penelitian Zulkarnain et
al. (2013), aplikasi kompos (perlakuan P1) mampu meningkatkan
kandungan C-organik tanah dari 0.45% (tergolong kurang) menjadi 0.93%.
Dilihat dari data tersebut, peningkatan yang terjadi kurang lebih sebesar
50% dari kandungan C-organik sebelumnya. Berdasarkan penelitian
Tufaila et al. (2014), perlakuan bokashi kotoran sapi juga mampu
meningkatkan kadar C-organik tanah dari rendah (1.78%) pada perlakuan
kontrol menjadi sedang sampai tinggi (1,89-3,21%) pada perlakuan
bokashi pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha sampai 20 ton/ha. Lebih
lanjut Notohadiprawiro et al. (2006) menyatakan bahwa untuk mengatasi
persoalan tanah masam dan C-organik rendah adalah dengan
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber ligan. Menurut Mulyanti S.
et al., 2015, Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai pupuk hijau
59
adalah jenis familileguminosa. tanaman legum baik digunakan sebagai
bahan organik karena memiliki nisbah C/N yang rendah. Hal ini
mengakibatkan C-organik pada tanah yang diberi perlakuan bokashi daun
gamal lebih tinggi kandungannya dibandingkan yang lain karena mudah
terdekomposisi dan melepas senyawa organik (COOH-) lebih banyak
kemudian bereaksi dengan tanah.
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan
tanaman. Namun sayangnya bersifat paling mobile diantara unsur hara
makro lainnya. Dengan penambahan pupuk organik diharapkan dapat
meningkatkan unsur hara N dalam tanah. Secara umum dapat disebutkan
bahwa setiap ton pupuk kandang mengandung 5 kg N, 3 kg P2O5, dan 5
kg K2O serta unsur-unsur hara esensial lain dalam jumlah yang relatif
kecil (Knuti et al., 1970).
Tabel 10 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap N total dalam
tanah. Pada tabel di atas terlihat bahwa perlakuan P3 menunjukkan nilai N
total tertinggi (0.25 %). Perlakuan terhadap daun gamal sebelum
fermentasi berpengaruh nyata terhadap kandungan N, K, Mg, dan pH.
Dengan pemanfaatan daun gamal dapat diperoleh sebesar 3.15% N, 0.22
% P, 2.65% K, 1.35% Ca dan 0.41% Mg (Ibrahim, 2002). Perlakuan daun
gamal menunjukkan nilai kandungan N total tertinggi disebabkan oleh
tingginya kandungan N pada daun gamal. Jaringan daun gamal
mengandung 3.15% N, 0.22% P, 2.65% K, 1.35% Ca dan 0.41% Mg.
Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai pupuk hijau adalah jenis
60
atau famili leguminosa. Jenis tanaman ini memiliki bintil akar yang dapat
menambat nitrogen (N) bebas dengan bantuan bakteri rhizobium. Hal ini
menguntungkan, baik dalam akumulasi nitrogen (N) dalam tanah maupun
dalam peningkatan kandungan nitrogen (N) bagi pertumbuhan tanaman
(Mulyanti S. et al., 2015). Tingkat kandungan N gamal dalam pupuk
organik tersebut menyebabkan N total tanah lebih tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya. Menurut Stevenson (1982), bahwa agar segera dapat
termineralisasi maka kadar nitrogen dalam bahan organik harus lebih
tinggi dari nilai kritisnya. Lebih lanjut Janzen dan Kucey (1988)
mengemukakan bahwa nilai kritis kadar nitrogen (N) adalah sekitar 1.9%
sampai 1.1%, bila kadar nitrogen (N) berada di bawah nilai kritis tersebut
maka akan terjadi imobilisasi. Agar segera terjadi mineralisasi N maka
kadar minimal N yang diperlukan harus lebih tinggi dari 1,73% (Wahyudi,
2009). Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai pupuk hijau dan
pupuk kompos adalah jenis atau famili leguminosa. Jenis tanaman ini
memiliki bintil akar yang dapat menambat nitrogen bebas dengan bantuan
bakteri rhizobium, salah satu diantaranya adalah gamal.
Meskipun secara keseluruhan nilai N total tanah dengan masing-
masing perlakuan menujukkan nilai yang hampir sama, selisihnya hanya
0.1. Hal ini sesuai dengan pendapat Havlin et al. (2005) bahwa pemberian
pupuk organik padat kedalam tanah menyebabkan tanah tersebut
mendapat suplai unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik padat
terutama unsur Nitrogen 2.28% P 0.07%, dan K 2.2% demikian pula unsur
61
hara lainnya seperti Ca dan Mg serta unsur-unsur mikro. Berdasarkan
penelitian Zulkarnain et al. (2013), terjadi peningkatan kandungan N-total
tanah setelah diberi bahan organik. Hasil ini terbukti dari aplikasi kompos
mampu meningkatkan kandungan N-total tanah dibandingkan dengan
pada saat analisis awal sebelum aplikasi kompos. Perlakuan pupuk
kandang menghasilkan rata-rata kadar nitrogen tanah yang tertinggi.
KTK merupakan sifat kimia tanah yang menunjukkan kemampuan
pertukaran kation basa dalam tanah di mana semakin tinggi nilai
pertukaran ini maka ketersediaan basa-basa dalam tanah akan semakin
tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman. Lebih
lanjut sifat kimia tanah diperbaiki dengan meningkatnya Kapasitas Tukar
Kation (KTK) dan ketersediaan hara.
Tabel 10 menunjukkan nilai KTK tanah berdasarkan perlakuan
yang diberikan. Perlakuan P2 menunjukkan KTK tanah tertinggi, yaitu
25.92 dan yang terendah adalah P3 yaitu 24.41. Berdasarkan penelitian
Kusumawati (2015) yang mengkarakterisasi pupuk berbahan batang
pisang, nilai (N+P2O5+K2O) kompos berbahan batang pisang adalah 7.74
%. Nilai ini sesuai dengan syarat teknis minimal pupuk Organik Padat
Permentan Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 yang mensyaratkan
nilai (N+P2O5+K2O) minimal 4%. Hal ini menunjukkan bahwa kompos
berbahan batang pisang dapat dijadikan sumber hara jika diaplikasikan ke
lahan, karena memiliki nilai hara makro (N+P2O5 +K2O) yang besar.
Tingginya kandungan unsur-unsur kation basa tersebut memungkinkan
62
KTK tanah dengan perlakuan batang pisang pun dapat memberikan hasil
terbaik. Lebih lanjut hasil yang didapatkan adalah bahwa pupuk kompos
berbahan batang pisang memiliki nilai C-organik 29.7% yang sesuai
dengan standar syarat teknis minimal pupuk Organik Padat Permentan
Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 yaitu minimal 15%. Dengan
tingginya kandungan C-organik tersebut maka memungkinkan adanya
peningkatan KTK tanah.
Menurut Soepardi (1983), hasil dari dekomposisi pupuk kandang
menghasilkan senyawa yang yang menyebabkan ion OH meningkat
sehingga pH tanah meningkat kemudian berefek pada meningkatnya daya
jerap kation, jadi dengan meningkatnya kandungan bahan organik maka
semakin tinggi KTK. Hal ini sejalan dengan penelitian Tufaila et al. (2014)
bahwa perlakuan bokashi kotoran sapi juga mampu meningkatkan
Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah dari rendah pada perlakuan kontrol
(11.62 me 100g-1) menjadi sedang (17.32-23.13 me 100g-1) pada
perlakuan bokashi kotoran sapi dengan dosis 7,5 ton/ha. Perlakuan pupuk
organik dapat meningkatkan KTK berkenaan dengan peran bahan organik
terhadap sifat kimia tanah yang dapat meningkatkan KTK sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
62
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kedelai hitam varietas detam-3 memperlihatkan pertumbuhan dan
produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas detam-4.
2. Pupuk organik bokashi (kotoran sapi, jerami padi, dan sekam padi)
menunjukkan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai hitam, dengan hasil produksi yaitu 2.55 ton/ha.
3. Tidak terdapat interaksi antara jenis pupuk organik dan varietas
kedelai terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan untuk penggunaan
varietas kedelai hitam detam-3 yang disertai dengan penggunaan pupuk
organik bokashi berbahan dasar jerami padi sebagai bagian dari sistem
pertanian organik untuk menunjang produksi yang optimum.
63
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M.M. 2013. Detam 3 Prida dan Detam 4 Prida: Varietas Kedelai Hitam Berumur Super Genjah dan Toleran Kekeringan. Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Adie, M. M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi Tanaman Kedelai. Malang:
Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Adie, M. M., Suharsono dan Sudaryono. 2009. Prospek Kedelai Hitam
Varietas Detam-1 dan Detam-2. Malang: Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian.
Agung, T dan A. Y. Rahayu. 2004. Analisis Efisiensi Serapan N,
Pertumbuhan, dan Hasil Beberapa Kultivar Kedelai Unggul Baru dengan Cekaman Kekeringan dan Pemberian Pupuk Hayati. Jurnal Agrosains, 6(2): 70-74. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Andrianto, T. T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani;
Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut, Yogyakarta. Hal. 9-92. Dalam Skripsi M. Ikmal Tawakkal. P. 2009. Respon Pertumbuhan dan Hasil Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max L) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Sapi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah
dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta. 36 hlm.
Arinong, A. R, Kaharuddin, dan Sumang. 2005. Aplikasi Berbagai Pupuk
Organik pada Tanaman Kedelai Di Lahan Kering. J. Sains & Teknologi 5(2): 65- 72. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Gowa.
Atekan dan Surahman A. 2004. Peranan Bahan Organik Asal Daun
Gamal (Gliricidia Sepium) Sebagai Amelioran Aluminiun pada Tanah Ultisol. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.
Arsyad, A.R. 1992. Usaha Perbaikan Sifat Fisik Tanah Ultisol dengan
Kapur dan Bahan Organik dalam Hubungannya dengan Pengikisan Tanah dan Produksi Kacang Tanah [tesis]. Padang: Universitas Andalas.
64
Atekan dan Surahman A. 2004. Peranan Bahan Organik Asal Daun Gamal (Gliricidia Sepium) sebagai Amelioran Aluminiun pada Tanah Ultisol. Mataram: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.
Atman. 2006. Pengelolaan Tanaman Kedelai di Lahan Kering Masam.
Jurnal Ilmiah Tambua. 5 (3): 281-287. Bahtiar S. A., Muayyad A., Ulfaningtias L., Anggara J., Priscilla C., dan
Miswar. 2016. Pemanfaatan Kompos Bonggol Pisang (Musa acuminata) Unyuk Menigkatkan Pertumbuhan dan Kandungan Gula Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata). Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian 18-22.
Bakhtiar, Hidayat T, Jufri Y, Safriati S. 2014. Keragaan Pertumbuhan dan
Komponen Hasil Beberapa Varietas Unggul Kedelai di Aceh Besar. J. Floratek. vol 9(2): 46- 52.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Balitkabi. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-
Umbian. Malang: Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian.
Budiono, R. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan N Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Jawa Timur. Malang: Balai pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.
Calvino, A. Cirilio, Andrade, Barbieri. 2009. Yield Respons to Narrow
Rows Depend on Increased Radiation Interseption. Agron. J .94: 975-980.
Dachlan, A. Elkawakib Syam'un, dan A. Unga Singkerru. 2008.
Pertumbuhan dan produksi tiga varietas padi pada berbagai paket pemupukan N sintetik- bakteri Azotobacter. J. Agrivigor. 2008 7(3). Hal 230-24.
Damardjati, D.S.,S. Widowati dan H. Taslim. 1996. Soybean processing
and utilization in Indonesia. Journal of Indon. Agric. Res. Devel, 18(1): 13-25. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
65
Darliah IS, de Vress DP, Handayani W, Herawati T dan Sutater T. 2001. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 18 Klon Mawar di Cipanas. J. Hort. vol 11(3): 148-154
Futura, D.L. and R.E. Mullen. 2002. Influence of Stress During Soybean
Black Seed Fill on Seed Weight, Germination, and Seeding Growth Rate. Can J. Plant Sci., 71: 373-383.
Gabesius, Y.O., L.A.M. Siregar dan Y. Husni. 2012. Respon Pertumbuhan
dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merrill) terhadap Pemberian Pupuk Bokashi. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(1): 220-236. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gaur, A. L. (1980). A manual of Rural Composting Improving Soil Fertility
through Organic recycling. Project Field Document No. 15. FAB/UNDP. Reg. Project RAS/75/004.
Gaur AC. 1981. A Manual of Rural Composting. In Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. New Delhi: Indian Agricultural Research Institute.
Ginting, E., R. Yulifianti, H. I. Mulyana, dan Tarmizi. 2015. Varietas
Unggul Kedelai Hitam sebagai Bahan Baku Kecap. Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2015. Malang: Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Guslim. 2007. Agroklimatologi. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hairiah K. et all. Pengenalan tanah masam secara bilangan: Refleksi
Pengalaman dari Lampung Utara. Bogor. Word Agroforestry Center.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G Nugroho. 1986. Dasar-Dasar
Ilmu tanah. Lampung: Universitas Lampung. Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale and W. L. Nelson. 2005. Soil
Fertility and Fertilizers an Introduction to Nutrient Management. Pearson Education, Inc. New Jersey : United States of America.
Hidajat, O. O. 1985. Morfologi tanaman Kedelai. Bogor: Balai Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Harjadi, 1991. Fisiologi Stres Tanaman. PAU IPB, Bogor.
66
Harnowo D. et all. 2015a. Panduan Teknis Budidaya Kedelai Di Berbagai Kawasan Agroekosistem. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang.
Harnowo D. et all. 2015b. Prinsip-prinsip Produksi Benih Kedelai. Balai
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang. Ibrahim, B. 2002. Intergrasi Jenis Tanaman Pohon Leguminosae dalam
Sistem Budidaya Pangan Lahan Kering dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Tanah, Erosi, dan Produktifitas Lahan [disertasi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Indriani, Y. H. 2011. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya.
Jakarta Jansen, H.H. and R.M.N. Kucey 1988. C, N and S mineralization of crop
residues as influenced by crop species and nutrient regime. Jumin, H.B. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. Radja Grafindo. Jakarta
Jusuf L., Mulyati, A.M., dan A.H Sanaba. 2007. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Padat Daun Gamal Terhadap Tanaman Sawi. Gowa: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Jurnal Agrisistem, 3 (2) : ISSN 1858-4330.
Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, MM Sutedjo. 2005, Teknologi
Konservasi Tanah dan Air.Cetakan Kelima, Rineka Cipta, Jakarta. Knuti,L,L,M .Korpi, dan J .C .Hide,1970 . Profitable Soil Management.
Prentice Hall. Inc. Englewood Cliffs .N.J. Kristiani, H. 2013. Pengaruh diferensiasi produk terhadap loyalitas
pelanggan [skripsi].Universitas Pendidikan. Bandung Kusumawati A. 2015. Analisa Karakteristik Pupuk Kompos Berbahan
Batang Pisang. Seminar Nasional Universitas PGRI Yoyakarta 2015. 323-329.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman.
Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lingga dan Marsono. 2010. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta. Loveless, A. R. 1989. Prinsip - Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah
Tropik 2. Gramedia. Jakarta
67
Makarim, A.K., Sumarno, dan Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan
dan Pemanfaatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan anaman Pangan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Mandal KG, Misra AK, Hati KM, Bandyopadhyay, Mohanty PM. 2004. Rice
residue-management options and effects on soil properties and crop product ivity. Food, Agriculture & Environment, 2 (1): 224-231.
Mariam, S. dan R. Hudaya. 2002. Pengaruh Pupuk Organik dan SP-36
Terhadap Beberapa Sifat Kimia Andisol Serapan P dan Hasil Tanaman Kubis (Brassica oleracea var. Grand 11). Universitas Padjadjaran. Bandung.
Melati, M. 1990. Tanggap Kedelai, M.L. Gumperts. 1996. Decomposition
and nutrient relase dynamics of two tropical legeme cover crops. Agron. J. 88:758-764.
Mekaru, T. dan Uehara, G. 1972. Anion Adsoption in Ferruginous Tropical
Soils. Soils Science American Proceeding, Madison, 36(2):296-300.
Menteri Pertanian RI. 2014. Surat keputusan No.
1174/Kpts/SR.120/11/2014 dan No. 1175/Kpts/SR.120/11/2014 tentang pelepasan varietas unggul Mutiara-2 dan Mutiara-3. 8 hlm.
Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria
H. 2009. Isolasi bakteri selulotik dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains, 13:33-38.
Mulat, T. 2003. Membuat dan Manfaat Kascing Pupuk Organik
Berkualitas. Agromedia Pustaka. Jakarta. Mueller. 2012. Soy intake and risk of type 2 diabetes mellitus in Chinese
Singaporeans. Soy intake and risk of type 2 diabetes. Eur J nutr; 51(8): 1022-40.
Mulyanti S. S., Made U. dan Wahyudi I., 2015. Pengaruh Pemberian
Berbagai Jenis Bokashi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (zea mays saccarata). J. Agrotekbis 3-15.
Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya. Jakarta. Morgo, S., A.R. Thaha, dan Y.S. Patadungan. 2015. Pengaruh Berbagai
Jenis Bokashi Terhadap Serapan Fosfor Tanaman Jagung Manis
68
(Zea mays saccarata). e-J. Agrotekbis, 3(3): 329-337. Palu: Universitas Tadulako.
Nilahayati dan Putri LAP. 2015. Evaluasi Keragaman Karakter Fenitope
Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) di Daerah Aceh Utara. J. Floratek. vol 10: 36-45.
Noor, A. dan R.D. Ningsih. 2001. Upaya meningkatkan kesuburan dan
produktivitas tanah di lahan kering dalam Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan. Banjarbaru: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian.
Notohadiprawiro, T., S. Soekodarmodjo, dan E. Sukana. 2006.
Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka.
Jakarta. Novriani. 2011. Peranan Rhizobium dalam Meningkatkan Ketersediaan
Nitrogen bagi Tanaman Kedelai. J. Agronobis, 3(5): 35 – 42. Universitas Baturaja. Baturaja.
Poehlman, J. M. 1959. Breeding Soybeans, p 221 - 240. In H. T.
Croasdale (Ed). Breeding Field Crops. University of Missouri. New York.
Phoelman, J. and D. A. Sleper. 1996. Breeding Field Crops Fourth Edition.
Iowa State University Press. USA. 494 p. Purba, R. 2016. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai terhadap
Pemupukan Hayati pada Lahan Kering di Pandeglang, Banten. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 19(3): 253-261. Serang: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi
Pangan 5(2):9-18. Purnamasari. (2009). Pemanfaatan Kompos dan Jerami Padi dan Kapur
Guna Memperbaiki Permeabelitas Tanah Ultisol dan Hasil Kedelai. Proseding Seminar Nasional Sains danTeknologi II. Universitas Lampung, Sumatera Selatan.
Putro, Y.D.W. 2016. Pengaruh Dosis Pupuk Hijau Daun Gamal (Gliricidia
sepium) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis
69
(Phaseolus vulgaris L.) [skripsi]. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Rasyad, A. dan Idwar. 2010. Interaksi Genetik x Lingkungan dan Stabilitas
Komponen Hasil Berbagai Genotipe Kedelai di Provinsi Riau. Indonesian Journal of Agronomy, 38(1): 25-29. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Riniarsi T. D., 2016. Kedelai, Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor
Tanaman Pangan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Rismunandar. 1989. Bertanam Pisang. Sinar baru. Bandung. Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip,
Produksi dan Gizi Jilid 3. C. Herison (penerjemah); S. Niksolihin (ed.). Penerbit ITB. Bandung. 320 hal. Terjemahan dari: World Vegetables; Principles, Production and Nutritive Value.
Sadjad, S. 1993. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia. Jakarta.
Sadjadi, B. Herlina, dan W. Supendi. 2017. Level Penambahan Bokashi Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Panen Pertama Rumput Raja (Pennisetum purpureophoides). Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 12 (4): 411-418.
Sari, D.K., Y. Hasana., dan T. Simanungkalit. 2014. Respons
Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. (merill)) dengan Pemberian Pupuk Organik Cair. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(2): 653-661. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sastrosupadi. 1999. Rancangan Percobaan Bidang Pertanian, Andalas
Press, Padang. Sastrosupadi, A. 1999. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta. 276 hal Simarmata, T. dan J. S. Hamdani., 2003. Efek kombinasi jenis pupuk
organik dengan bionutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe (Zingiber officinaleRosc.) pada inceptisol di garut. J. Bionat. Jurnal Online Agroekoteknologi, 5 (1): 29-37.
Sitompul, S.M. dan B. Guritno.1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Gadjah Mada.
70
Shibels, R. M, I. F. Wardlaw and R. A. Fischer. 1975. Soybean, p 151 – 190. In Evan L. T. (Ed). Crop Physiology Some Case Histories. Cambridge University Press. New York.
Steel. R. G. D. And J. H. Torrie. 1981. Principles and procedure of
Statistics. A Biometrical Approach. Mc Graw Hill International Book Company. New York. 748p.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jakarta. Melton Putra. Stevenson, F.T. (1982) Humus Chemistry. John Wiley and Sons,
Newyork. Stockdale, E.A., N.H. Lampkin, Hovi, R. Keatinge E.K.M. Lennatsson,
D.W. Macdonald, S. Padel, F.H. Tattersall, M.S. Wolfe, C. A. Watson. 2001. Agronomic and environmental implication of organic farming systems. Adv. Agron 70:261-327.
Sugiarti, H. 2011. Pengaruh Pemberian Kompos Batang Pisang Terhadap
Pertumbuhan Semai Jabon [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Suharno. (1979). Komposisi Kimia Sekam Padi, di dalam: Sigit Nugraha dan JettySetiawati, 2001, Peluang Agribisnis Arang Sekam, Badan Penelitian Pascapanen Pertanian, Jakarta
Suharno, Sigit Nugraha dan JettySetiawati, 2001, Peluang Agribisnis
Arang Sekam, Badan Penelitian Pascapanen Pertanian, Jakarta.
Sumarno dan A. G. Manshuri. 2007. Persyaratan Tumbuh dan Wilayah Produksi Kedelai di Indonesia, hal 74-103. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono. Hermanto, H. Kasim (Eds). Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Suprapto. 2002. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya. Suprihatin. 2011. Proses Pembuatan Pupuk Cair Dari Batang Pohon
Pisang. Jurnal Teknik Kimia 5 (2): 429-423 Sutanto, R. 2000. Penerapan Pertanian Organik. Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sutanto, R. 2002. Pengaruh Sampah Kota terhadap Hasil dan Tahana
Hara Lombok Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkugan 3 (1): 24-28 Sutopo, L. 2008. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
71
Tantomo F., Rahayu Sri dan Suyanto Agus. 2015. Pengaruh Aplikasi Kompos Jerami Padi Terhadap Produksi dan Kadar Pati Ubi Jalar. Jurnal Agrosains 12 (2): 1693-5225
Tola, F. Hamzah, Dahlan dan Kaharuddin. 2007. Pengaruh penggunaan
dosis pupuk bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Jurnal Agrisistem, 3 (1):1-8.
Tufaila, M., D. D. Laksana, dan S. Alam. 2014. Aplikasi Kompos Kotoran
Ayam Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) di Tanah Masam. Jurnal Agroteknos, 4(2):120-127. Kendari: Universitas Halu Oleo.
Wahyudi. I. 2009. Serapan N Tanaman Jagung (Zea mays L.) Akibat
Pemberian Pupuk Guano dan Pupuk Hijau Lamtoro Pada Ultisol Wanga. Jurnal Agroland, 16(4): 265-272. Palu: Universitas Tadulako.
Widiana dan Higa. 2005. Memperpanjang Umur Produktif Jagung Manis.
Jakarta: Penebar Swadaya. Yulipriyanto, H., 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Yustika, S. B. 1985. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Tanaman
Kedelai. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Zulkarnain, M., B. Prasetya, dan Soemarno. 2013. Pengaruh Kompos,
Pupuk Kandang, dan Custom-Bio terhadap Sifat Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Tebu (Saccharum officinarum L.) pada Entisol di Kebun Ngrangkah-Pawon, Kediri). Indonesian Green Technology Journal, 2(1): 45-52.
72
Lampiran 1. Tabel Anova Tinggi Tanaman
Tabel 1a. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kedelai Hitam Pada Umur 8 MST
Tinggi Tanaman
kelompok Total Rata-rata
Perlakuan 1 2 3
V1P1 82,5 84,30 81,7 248,5 82,83
V1P2 88,5 83,40 94,4 266,3 88,77
V1P3 76,7 82,20 93,8 252,7 84,23
V2P1 65,9 83,50 78,2 227,6 75,87
V2P2 65,9 77,00 75,7 218,6 72,87
V2P3 68,4 78,60 71,5 218,5 72,83
Total 447,9 489 495,3 1432,2 79,57
Tabel 1b. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Kedelai Hitam Umur 8 MST
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 220,870 110,435 1,596 tn 19 99
PU (V) 1 587,1022 587,1022 8,483 tn 18,51 98,5
Acak a 2 138,4211 69,21056 AP (P) 2 16,0633 8,031667 0,432 tn 4,46 8,65
VxP 2 59,8544 29,92722 1,611tn 4,46 8,65
ACAK b 8 148,6489 18,58111 TOTAL 17 1170,9600
Kka 10,46
KKb 5,42
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
73
Lampiran 2. Tabel Anova Jumlah Daun
Tabel 2a. Hasil Pengamatan Jumlah Daun (helai) Kedelai Hitam Pada Umur 8 MST
Jumlah daun
Kelompok
Total Rata-rata Perlakuan 1 2 3
V1P1 53,3 57,50 52,4 163,2 54,40
V1P2 50,3 44,00 58,3 152,6 50,87
V1P3 45,8 48,30 44,4 138,5 46,17
V2P1 39,3 40,90 41,5 121,7 40,57
V2P2 39,1 39,40 39,3 117,8 39,27
V2P3 39,1 39,50 39,6 118,2 39,40
Total 266,9 269,6 275,5 812 45,11
Tabel 2b. Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) Kedelai Hitam Umur 8 MST
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 6,448 3,223889 3,46 tn 19 99
PU (V) 1 518,4200 518,42 556,44 ** 18,51 98,5
Acak a 2 1,8633 0,931667 AP (P) 2 66,2878 33,14389 2,214 tn 4,46 8,65
VxP 2 39,1433 19,57167 1,31 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 119,8156 14,97694 TOTAL 17 751,9778
Kka 2,14
KKb 8,58
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
74
Lampiran 3. Tabel Anova Jumlah Polong
Tabel 3a. Hasil Pengamatan Jumlah Polong (Polong) Kedelai Hitam
Jumlah Polong
Kelompok
Total Rata-rata Perlakuan 1 2 3
V1P1 184,58 217,33 223,67 625,58 208,53
V1P2 266,17 194,58 260,83 721,58 240,53
V1P3 178,75 181,08 198,00 557,83 185,94
V2P1 197,67 222,83 192,50 613,00 204,33
V2P2 156,33 203,50 215,17 575,00 191,67
V2P3 151,00 159,09 164,50 474,59 158,20
Total 1134,50 1178,42 1254,67 3567,59 198,20
Tabel 3b. Sidik Ragam Jumlah Polong (Polong) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 1232,349 616,1743 0,908 tn 19 99
PU (V) 1 3264,56 3264,565 4,810 tn 18,51 98,5
Acak a 2 1357,28 678,6415 AP (P) 2 6424,76 3212,378 6,045* 4,46 8,65
VxP 2 1497,82 748,9105 1,409 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 4251,48 531,4355 TOTAL 17 18028,26
Kka 13,14
KKb 11,63
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
75
Lampiran 4. Tabel Anova Persentase Polong Berisi
Tabel 4a. Hasil Pengamatan Persentase Polong Berisi (Polong) Kedelai Hitam
Persentase Polong Berisi (%)
Kelompok
Total Rata-rata Perlakuan 1 2 3
V1P1 70,69 76,09 72,70 219,48 73,16
V1P2 38,23 67,46 70,01 175,71 58,57
V1P3 69,42 71,10 80,64 221,16 73,72
V2P1 67,14 77,15 80,46 224,75 74,92
V2P2 70,4 59,4 83,5 213,36 71,12
V2P3 73,70 79,19 74,96 227,84 75,95
Total 389,59 430,41 462,30 1282,30 71,24
Lampiran 4b. Sidik Ragam Persentase Polong Berisi (Polong) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 442,798 221,399 5,245 tn 19 99
PU (V) 1 136,71 136,7131 3,239 tn 18,51 98,5
Acak a 2 84,43 42,21351
AP (P) 2 369,86 184,9283 2,513 tn 4,46 8,65
VxP 2 111,71 55,85633 0,759 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 588,72 73,59054
TOTAL 17 1734,23
Kka 9,12
KKb 12,04
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
76
Lampiran 5. Tabel Anova Persentase Polong Hampa
Tabel 5a. Hasil Pengamatan Persentase Polong Hampa (Polong) Kedelai Hitam
Persentase Polong Hampa (%)
Kelompok Total Rata-rata
Perlakuan 1 2 3
V1P1 29,305 23,914 27,297 80,516 26,84
V1P2 61,766 32,540 29,989 124,294 41,43
V1P3 30,582 28,898 26,768 86,248 28,75
V2P1 32,864 22,847 19,542 75,252 25,08
V2P2 29,591 40,581 16,464 86,636 28,88
V2P3 26,300 20,813 25,044 72,157 24,05
Total 210,4076 169,59 145,10 525,104 29,17
Tabel 5b. Sidik Ragam Persentase Polong Hampa (Polong) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 362,796 181,3979 4,11 tn 19 99
PU (V) 1 180,59 180,5901 4,09 tn 18,51 98,5
Acak a 2 88,21 44,1035
AP (P) 2 322,70 161,3499 2,15 tn 4,46 8,65
VxP 2 93,48 46,74233 0,62 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 599,02 74,87722
TOTAL 17 1646,80
Kka 22,76
KKb 29,66
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
77
Lampiran 6. Tabel Anova Bobot Biji Pertanaman
Table 6a. Hasil Pengamatan Bobot Biji Pertanaman (gram) Kedelai Hitam
Bobot biji per tanaman (gr)
Kelompok
Total Rata-rata Perlakuan 1 2 3
V1P1 22,87 30,26 30,13 83,27 27,76
V1P2 17,17 24,62 33,85 75,64 25,21
v1P3 24,49 25,21 33,96 83,66 27,89
V2P1 19,93 31,72 27,88 79,53 26,51
V2P2 18,86 20,71 36,86 76,42 25,47
V2P3 19,58 23,14 23,79 66,51 22,17
Total 122,907 155,651 186,463 465,020 25,83
Tabel 6b. Sidik Ragam Bobot Biji Pertanaman (gram) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 336,7133 168,3567 163,69** 19 99
PU (V) 1 22,4343 22,43434 21,81* 18,51 98,5
Acak a 2 2,0570 1,02848 AP (P) 2 15,4593 7,729669 0,36 tn 4,46 8,65
VxP 2 28,9808 14,4904 0,68 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 170,7950 21,34937 TOTAL 17 576,4397
Kka 3,93
KKb 17,89
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
78
Lampiran 7. Tabel Anova Bobot 100 Biji
Tabel 7a. Hasil Pengamatan Bobot 100 Biji (gram) Kedelai Hitam
Bobot 100 biji (gr)
Kelompok Total Rata-rata
Perlakuan 1 2 3
V1P1 11,609 12,765 12,265 36,639 12,21
V1P2 11,611 12,257 11,110 34,978 11,66
V1P3 12,064 12,278 11,398 35,740 11,91
V2P1 10,411 11,640 11,783 33,833 11,28
V2P2 10,295 10,480 12,542 33,317 11,11
V2P3 10,259 12,235 10,079 32,573 10,86
Total 66,24917 71,65417 69,17667 207,080 11,50
Tabel 7b. Sidik Ragam Bobot 100 Biji (gram) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 2,4401 1,220064 1,822 tn 19 99
PU (V) 1 3,2371 3,237099 4,833 tn 18,51 98,5
Acak a 2 1,3396 0,669802 AP (P) 2 0,5226 0,26132 0,411 tn 4,46 8,65
VxP 2 0,2060 0,103021 0,162 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 5,0834 0,635425 TOTAL 17 12,8289
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
79
Lampiran 8. Tabel Anova Bobot Biji Perpetak (kg)
Table 8a. Hasil Pengamatan Bobot Biji Perpetak (kg) Kedelai Hitam
Bobot biji per petak (kg)
Kelompok Total Rata-rata
Perlakuan 1 2 3
V1P1 1,290 1,707 1,699 4,696 1,57
V1P2 0,960 1,389 1,909 4,258 1,42
V1P3 1,370 1,422 1,915 4,707 1,57
V2P1 1,124 1,789 1,572 4,485 1,50
V2P2 1,063 1,168 2,079 4,310 1,44
V2P3 1,104 1,305 1,342 3,751 1,25
Total 6,912 8,779 10,516 26,207 1,46
Table 8b. Sidik Ragam Bobot Biji Perpetak (kg) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 1,083 0,541525 159,63 tn 19 99
PU (V) 1 0,069 0,068894 20,31 * 18,51 98,5
Acak a 2 0,007 0,003392 AP (P) 2 0,051 0,025345 0,37 tn 4,46 8,65
VxP 2 0,091 0,045562 0,67 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 0,543 0,067893 TOTAL 17 1,844
Kka 4,00
KKb 17,90
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
80
Lampiran 9. Tabel Anova Bobot Biji Per Ha (ton)
Tabel 9a. Hasil Pengamatan Bobot Biji Per Ha (ton) Kedelai Hitam
Produksi biji per ha (ton/ha)
Kelompok
Total Rata-rata Perlakuan 1 2 3
V1P1 2,150 2,845 2,832 7,827 2,61
V1P2 1,600 2,314 3,182 7,096 2,37
V1P3 2,283 2,369 3,192 7,845 2,61
V2P1 1,874 2,982 2,620 7,476 2,49
V2P2 1,772 1,946 3,465 7,184 2,39
V2P3 1,841 2,175 2,236 6,252 2,08
Total 11,520 14,631 17,527 43,679 2,43
Table 9b. Sidik Ragam Bobot Biji Per Ha (ton) Kedelai Hitam
ANOVA
SK DB JK KT F HIT F0,05 F0,01
Kelompok 2 3,008 1,504237 159,63 ** 19 99
PU (V) 1 0,191 0,191372 20,31 * 18,51 98,5
Acak a 2 0,019 0,009423 AP (P) 2 0,141 0,070403 0,37 tn 4,46 8,65
VxP 2 0,253 0,126562 0,67 tn 4,46 8,65
ACAK b 8 1,509 0,188592 TOTAL 17 5,121
Kka 4,00
KKb 17,90
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf uji 0,05
81
Lampiran 10. Kandungan Hara Pupuk Organik Kotoran Sapi, Batang Pisang, Jerami Padi, Daun Gamal dan Sekam Padi
Nomor Contoh Ekstrak 1:2,5 Bahan organik HNO3 : HClO4
pH
Urut
Laboratorium
Pengirim
H2O
Walkley &Black Kjeldahl
C N C/N P2O5 K2O
------- % ------
-------- % -------
1 P1 P1 5,16 1,63 0,25 7 2,95 3,21
2 P2 P2 5,45 2,11 0,47 4 3,45 1,96
3 P3 P3 5,74 2,17 0,53 4 2,85 3,28
82
Lampiran 11. Hasil Analisis Kandungan Hara Tanah Sebelum dan Sesudah Penelitian
Nomor Contoh Tekstur (pipet) Ekstrak 1:2,5 Terhadap contoh kering 105
oC
pH Bahan organik
Nilai Tukar Kation (NH4-Acetat 1N, pH7)
Urut Laboratorium Pengirim Pasir Debu Liat
Klas Tekstur
Walkley &Black Kjeldahl
Olsen
H2O KCl Salinitas C N C/N P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTK KB
--------- % --------
dS m-1 ------- % ------
- ppm - ---------------- (cmol (+)kg-1) -------------- %
1 A 1 V1P0 20 22 58 Liat 6.5 5.0 01.4 1.79 0.17 11 8.52 5.67 1.71 032 0.36 8.05 24.52 33
2 A 2 V1P1 13 24 63 Liat 6.3 5.0 0.11 1.90 0.22 9 10.25 7.92 0.50 0,.56 0.52 9.50 24.25 39
3 A 3 V1P2 18 11 71 Liat 6.3 4.8 0.16 1.99 0.17 12 9.85 7.43 1.43 0.62 0.68 10.16 26.52 38
4 A 4 V1P3 10 10 79 Liat 6.4 5.0 0.10 2.11 0.17 13 10.45 9.08 0.61 0.48 0.63 10.79 24.98 43
5 A 5 V2P0 15 10 75 Liat 6.3 5.1 0.49 1.48 0.17 9 7.65 6.11 0.55 0.28 0.32 7.26 21.96 33
6 A 6 V2P1 18 23 59 Liat 6.3 5,3 0.92 1.55 0.11 14 9.63 7.65 0.72 0.36 0.54 9.26 26.45 35
7 A 7 V2P2 9 35 56 Liat 6.5 3.2 0.2 1.63 0.11 15 12.52 8.86 0.55 0.41 069 10.51 25.32 41
8 A 8 V2P3 22 11 67 Liat 6.6 5.6 0.2 1.69 0.33 5 14.12 9.41 2.20 0.52 0.62 12.75 23.84 53
83
Lampiran 12. Rekapitulasi Pengaruh Perlakuan Jenis Pupuk Organik dan Varietas
Parameter Perlakuan
p v p*v
Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah polong Jumlah polong berisi Jumlah polong hampa Berat biji pertanaman Berat biji 100 biji Berat biji perpetak Berat biji perhektar
tn tn * tn tn tn tn tn tn
tn * tn tn tn * tn * *
tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Total pengaruh 1 4 0 Keterangan : tn = tidak nyata
* = nyata pada taraf uji BNT 0,05 p = pupuk organik v = varietas
84
Lampiran 13. Data Klimatologi Rata-Rata Bulanan (2009-2018) Di Kel. Romanglompoa, Kec. Bontomarannu, Kab.
Gowa
Data klimatologi rata-rata bulanan (2009-2018) di Kelurahan Romanglompoa
Satelit : METEOBLUE
Koordinat : 5.22⁰ LS dan 119.51⁰ BT
Elevasi : 224 mdpl
Unsur iklim Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Tmaks (oC) 31 32 31 31 31 31 31 31 33 34 34 32
Tmin (oC) 24 23 23 24 24 24 22 21 21 23 24 25
Trataan (oC) 28 27 27 28 28 27 26 26 27 28 29 28
RH (%) 83 83 84 84 84 84 83 80 76 75 76 81
85
Lampiran 14. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kedelai Di Kel. Romanglompoa, Kec. Bontomarannu, Kab. Gowa
Kualitas/Karakteristik Lahan Data Bobot
Temperatur (t)
Rata-rata tahunan (⁰C) 28 S2
Ketersediaan air (w)
Bulan kering (<75mm) 3 S1
Curah hujan (mm) 955 S2
Kelembaban (%) 81 S2
Media perakaran (r)
Drainase tanah Agak terhambat S3
Tekstur Liat S2
Kedalaman efektif (cm) 170 S1
Retensi hara (f)
KTK tanah 24.52 (sedang) S1
Kejenuhan basa (%) 33 S2
pH tanah 6.5 S1
C-organik (%) 1.79 S1
Toksisitas (x)
Salinitas (dS/m) 0.14 S1
Alkalinitas (ESP) (%) 1.47 S1
Hara tersedia (n)
Total N (%) 0.17 (rendah) S2
P2O5 (ppm) 8.52 (rendah) S3
K2O 5.67 (sangat rendah) S3
Penyiapan lahan (p)
Batuan permukaan (%) 0 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1
Tingkat bahaya erosi (e)
Bahaya erosi SR S1
Lereng (%) 0 – 3 S1
Bahaya banjir (b) F0 S1
Kelas kesesuaian lahan S3
86
Lampiran 15. Deskripsi Kedelai Hitam Varietas Detam-3
Dilepas Tahun : 17 Juni 2013 SK Mentan : 4385/Kpts/SR.120/6/2013 Nomor galur : W9837 x Cikuray-34-38(16)-70(5)-66 Asal : Seleksi persilangan galur W9837 dengan
Cikuray Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : ±34 hari Umur masak : ±75 hari Wama hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau Warna daun : Hijau Warna bunga : Ungu Warna bulu : Coklat Warna kulit polong : Coklat Warna kulit biji : Hitam Wama kotiledon : Putih Warna hilum : Coklat tua Bentuk daun : Lonjong (triangular) Ukuran daun : Medium Percabangan : Agak tegak-tegak Jumlah polong/tanaman : ±51 polong Tinggi tanaman : ±56,9 cm Kerebahan : Agak toleran Pecah polong : Agak toleran Ukuran biji : Sedang (medium) Bobot 100 biji : ±11,8 gram Bentuk biji : Lonjong Potensi hasil : 3,2 ton/ha Rata-rata hasil : 2,9 ton/ha Kandungan protein : ±36,4% berat kering Kandungan lemak : ±18,7% berat kering Ketahanan thdp hama : Peka terhadap hama penghisap polong, dan penyakit : peka terhadap penyakit karat Keterangan : Berumur genjah dan agak toleran
kekeringan Pemulia : M. Muchlish Adie, Gatut Wahyu AS, Ayda
Krisnawati Peneliti : Erliana Ginting, Abdullah Taufiq Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian Malang
87
Lampiran 16. Deskripsi Kedelai Hitam Varietas Detam-4
Dilepas Tahun : 17 Juni 2013 SK Mentan : 4386/Kpts/SR.120/6/2013 Nomor galur : W9837 x 100H-3l-l99(10)-34l(11)-236 Asal : Seleksi persilangan galur W9837 dgn G100H Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : +36 hari Umur masak : +76 hari Wama hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau Warna daun : Hijau Warna bunga : Ungu Warna bulu : Coklat Warna kulit polong : Coklat Warna kulit biji : Hitam Wama kotiledon : Putih Warna hilum : Putih Bentuk daun : Lonjong (triangular) Ukuran daun : Medium Percabangan : Agak tegak -tegak Jumlah polong/tanaman : ±55 polong Tinggi tanaman : ±53,2 cm Kerebahan : Agak toleran Pecah polong : Agak toleran Ukuran biji : Sedang (medium) Bobot 100 biji : ±11,0 gram Bentuk biji : Lonjong Potensi hasil : 2,9 ton/ha Rata-rata hasil : 2,5 ton/ha Kandungan protein : ±40,3% berat kering Kandungan lemak : ±19,7% berat kering Ketahanan thd hama : Agak tahan terhadap hama penghisap dan penyakit : polong, agak tahan terhadap penyakit karat Keterangan : Berumur genjah dan toleran kekeringan Pemulia : M. Muchlish Adie, Gatut Wahyu AS, Ayda
Krisnawati Peneliti : Erliana Ginting, Abdullah Taufiq Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian, Malang
88
Lampiran 17. Denah Penelitian di Lapangan
U
I II III
V1P2
V2P2
V1P3
V1P1
V2P3
V1P1
V1P3
V2P1
V1P2
V2P3 V1P1 V2P2
V2P2 V1P2 V2P1
V2P1 V1P3 V2P3
Ket : V1 : Kedelai hitam varietas detam-3 V2 : Kedelai hitam varietas detam-4 P1 : 30 ton/ha pupuk organik bokashi (kotoran sapi + jerami padi + sekam padi
dengan perbandingan 3:1:0,5) P2 : 30 ton/ha pupuk organik bokashi (kotoran sapi + batang pisang + sekam padi
dengan perbandingan 3:1:0,5) P3 : 30 ton/ha pupuk organik bokashi (kotoran sapi + daun gamal + sekam padi
dengan perbandingan 3:1:0.5)
89
Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian di Lapangan
Foto 1. Pembuatan Pupuk Organik Bokashi (Atas) dan Pemberian Pupuk Organik Bokashi Pada Petak Penelitian (Bawah)
90
Foto 2. Pemberian Kapur Pertanian Pada Petak Penelitian (Atas) Penanaman Benih Kedelai Hitam Pada Petak Penelitian (Bawah)
91
Foto 3. Pengamatan dan Pengukuran Tanaman Sampel (Atas) dan Kondisi Tanaman Penelitian (Bawah)
92
Foto 4. Tanaman Kedelai Hitam Siap Panen (Atas) dan Panen Polong Tanaman Sampel (Bawah)
93
Lampiran 19. Dokumentasi Biji Kedelai Hitam Varietas Detam-3 (Atas) dan Biji Kedelai Hitam Varietas Detam-4 (Bawah)