muhammad rayhan p2da13002
DESCRIPTION
Susu Kambing (Tugas Pangan Fungsional dan Terapeutik)TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR
PRODUK TERNAK FUNGSIONAL TERAPEUTIK
“Review Manfaat Susu Kambing Untuk Kesehatan Manusia”
OLEHMUHAMMAD RAYHAN
P2DA13002
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANPROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2014
Susu segar adalah susu murni yang belum mengalami pemanasan, dan
tidak ada penambahan bahan pengawet. Susu sapi segar mengandung air
(87,25%), laktosa (6,2%), lemak (3,8%), kasein (2,8%), albumin (0,7%), dan
garam-garaman (0,65%). Sedangkan pada susu kambing mengandung 3-4 %
protein, 4-7 % lemak, 4,5 % karbohidrat, 134 gram kalsium, dan 111 gram forfor
(dalam setiap 100 ml susu kambing). Susu kambing jenis Peranakan Etawa
mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalori, kalsium, fosfor, magnesium,
besi, natrium, kalium, Vitamin A, B1 (IU), B2(mg), B6, B12, C, D, E, Niacin, V,
asam pantotenant, Kolin dan Inositol (Dwidjoseputro, 1982).
Beberapa penelitian menunjukkan hasil dengan kisaran yang berbeda.
Menurut Suhendar dkk (2008) Komposisi rata-rata susu sapi terdiri dari: Air 83,3
%, protein 3,2 %, lemak 4,3 %, karbohidrat 3,5 %, kalium 4,3 mg/100 gr, kalsium
143,3 mg/ 100 gr, fosfor 60 mg/100 gr, besi 1,7 mg/100 gr, vitamin A, SI 130,
Vitamin B1 0,3 mg/100 gr dan vitamin C 1 mg/100 gr. Lemak tersusun dari
trigliresida yang merupakan gabungan gliserol dan asam-asam lemak. Dalam
lemak susu terdapat 60-75% lemak yang bersifat jenuh, 25-30% lemak yang
bersifat tak jenuh dan sekitar 4% merupakan asam lemak polyunsaturated.
Komponen mikro lemak susu antara lain adalah fosfolipid, sterol, tokoferol
(vitamin E), karoten, serta vitamin A dan D. Kadar laktosa di dalam air susu
adalah 6,2% dan ditemukan dalam keadaan larut. Laktosa terbentuk dari dua
komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Kadar laktosa dalam air susu dapat
dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau
susu dapat menyebabkan diare atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang
tidak tahan terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim lactase dalam
mukosa usus.
Susu kambing tidak mengandung beta-lactoglobulin. Senyawa alergen itu
sering disebut sebagai pemicu reaksi alergi seperti asma, bendungan saluran
pernapasan, infeksi radang telinga, eksim, kemerahan pada kulit, dan gangguan
pencernaan makanan. Studi klinis di perancis dengan anak anak yang alergi
terhadap susu sapi, ketika diberikan susu kambing memberikan hasil yang positif
sebesar 93% dan menjadi rekomendasi sebagai bantuan nutrisi untuk anak anak
dikarenakan susu kambing mengurangi alergi dan membuat pencernaan lebih
baik dibangdingkan susu sapi (Reinert and Fabre, 1997; Fabre, 1997; Grzesiak,
1997) sehingga susu kambing dapat dijadikan obat untuk menghilangkan reaksi
alergi. Susu kambing juga menunjukkan fungsi nutrisi dan terapeutik yang
signifikan dalam kondisi yang tidak normal atau penyakit gizi dan kesehatan
manusia, terutama karena beberapa senyawa biologis aktif. Laporan Babayan
(1981); Haenlein (1992); Haenlein (2004) menunjukkan bahwa keuntungan terapi
dan gizi susu kambing lebih susu sapi datang bukan dari perbedaan protein atau
mineralnya, tetapi dari lemak, lebih khusus asam lemak dalam lipid. Kandungan
lemak pada susu kambing signifikan lebih besar daripada susu sapi dari asam
lemak panjang pendek dan trigliserida rantai menengah (MCT) (C4 :0-C12: 0)
(Babayan 1981; Juarez dan Ramos 1986, Chandan et al 1992; Haenlein 1992
2004; Park. 1994; Haenlein 2004).
Susu kambing memiliki ukuran globul lemak lebih kecil dibandingkan
dengan susu sapi dan spesies lainnya. Diameter rata-rata Perbandingan globul
lemak kambing, sapi, kerbau dan susu domba masing-masing sebesar 3,49, 4,55,
5,92, dan 3,30 μm, (Fahmi et al 1956;. Juarez dan Ramos 1986). Semakin kecil
ukuran globul lemak pada susu kambing dibandingkan dengan susu sapi lebih
memiliki daya cerna yang lebih tinggi (Haenlein dan Caccese 1984; Stark 1988;.
Chandan et al 1992). Asam lemak rantai pendek dan trigliserida rantai menengah
dalam susu kambing telah terbukti memiliki beberapa fungsi bioaktif dalam
pencernaan dan metabolisme lipid serta pengobatan sindrom malabsorpsi lipid
pada berbagai pasien (Taman 1994; Haenlein 1992:2004). Karena tingginya
tingkat rantai pendek dan trigliserida rantai menengah (MCT) dalam susu
kambing adalah spesies tertentu, telah menyatakan bahwa lemak susu kambing
mungkin memiliki setidaknya tiga kontribusi yang signifikan untuk nutrisi
manusia: 1) lemak susu kambing mungkin lebih cepat dicerna daripada lemak
susu sapi karena keterkaitan serangan lipase ester asam lemak pendek atau
medium chain lebih mudah daripada asam lemak rantai panjang (Jenness 1980;.
Chandan et al 1992; Haenlein 1992; 2004); 2) asam lemak ini memberikan energi
dalam pertumbuhan anak-anak dengan kemampuan unik metabolisme mereka dan
juga menunjukkan efek menguntungkan pada metabolisme kolesterol, seperti
kebijakan hipokolesterolemik pada jaringan melalui darah dan penghambatan
pengendapan kolesterol dan pennguraian kolesterol dalam batu empedu
(Greenberger dan Skillman 1969; Kalser 1971; Tantibhedhyangkul dan Hashim
1975; Haenlein 1992); dan 3) medium chain telah digunakan untuk pengobatan
berbagai kasus pasien yang menderita malabsorpsi steatorrhea, chyluria,
hyperlipoproteinemia, reseksi usus, bypass koroner, epilepsi pada anak,
pemberian makanan bayi prematur, cystic fibrosis, dan batu empedu (Greenberger
dan Skillman 1969; Tantibhedhyangkul dan Hashim 1975; Haenlein 1992, 2004).
Kandungan asam kaprik dan kapriliknya mampu menghambat infeksi
terutama yang disebabkan oleh cendawan candida merupakan jamur yang tumbuh
pada saluran pencernaan. Susu kambing juga tidak mengandung aglutinin yaitu
senyawa yang membuat molekul lemak menggumpal seperti pada susu sapi. Itu
sebabnya susu kambing mudah diserap usus halus (Darmajati, 2008). Menurut
Setiwan dan MT Farm (2011) susu kambing bermanfaat untuk mengobati
gangguan pencernaan karena memiliki kapasitas buffer yang lebih baik. Kapasitas
buffer adalah kemampuan untuk mengurangi beban asam yang dihasilkan oleh
makanan yang dikonsumsi oleh tubuh. Asam yang berlebihan pada tubuh dapat
menyebabkan berbagai penyakit, Ernawati (2010) menambahkan susu kambing
mempunyai sifat antiseptik alami dan umumnya membantu menekan pembiakan
bakteri dalam tubuh. Hal ini disebabkan adanya florin yang kadarnya 10-100 kali
lebih besar dibandingkan pada sapi. Florin merupakan antiseptic alami yang
mengandung elemn pencegah tumbuhnya bakteri di dalam tubuh sehingga dapat
mempertinggi kekebalan tubuh. Oleh karena itu, susu kambing tidak boleh
dipanaskan lebih dari 60oC karena bakteri menguntungkan dalam susu kambing
akan mengalami kematian.
Susu kambing juga terkandung banyak gula susu atau laktosa. Kadar
laktosa pada susu kambing mencapai 4,6 persen, pada air susu ibu sekitar 6-7
persen dan pada susu bubuk mencapai sekitar 38 persen. Laktosa dapat diserap
oleh saluran pencernaan harus dipecah terlebih dahulu menjadi komponen gula-
gula sederhana yang disebut glukosa dan galaktosa. Laktosa yang masih utuh
tidak dapat langsung diserap oleh saluran pencernaan. Pemecahan laktosa terjadi
dalam saluran pencernaan yang dilakukan oleh ezim lactase. Bayi yang sedang
menyusui enzim laktase terdapat dalam jumlah cukup, setelah dewasa kandungan
enzim laktase akan menurun, ketersedian enzim tersebut terbatas, sehingga sulit
untuk memecah laktosa menjadi gula sederhana dan galaktosa. Laktosa yang
mempunyai sifat osmotik tinggi dapat menarik air dari cairan tubuh kedalam
saluran pencernaan usus kecil. Masuknya cairan kedalam usus kecil akan
merangsang gerakan peristaltic dinding usus menjadi lebih cepat. Hal tersebut
akan mendorong isi usus kecil berpindah secara cepat kedalam usus besar, dalam
usus besar bakteri akan memfermentasikan laktosa menjadi berbagai asam organik
dan gas. Kemudian timbul gejala sakit perut, mulas, kejang perut, ini lah yang
membuat orang segan meminum susu. Pada susu kambing sekarang produk yang
dikeluarkan untuk mengurangi kadar laktosadengan cara fermentasi, kristalisasi,
ultra filtrasi, dan hidrolisis. Produk susu yang telah mengalamiperlakuan
fermentasi penguraian laktosa dengan menggunakan bakteri asam laktat yang
dapat menurunkan seperempat kadar laktosa dan masih ada sedikit didalamnya
apabila diminum orang dewasa tidak akanmenyebabkan gejala apapun (Purwoko.
2007).
REFERENSI
Babayan, V.K. 1981. Medium chain length fatty acid esters and their medical and nutritional appli- cations. J Amer Oil Chem Soc 59: 49A–51A.
Chandan, R.C., Attaie, R., and Shahani, K.M. 1992. Nutritional aspects of goat milk and its products. Proc V Intl Conf on Goats. New Delhi, India. Vol. II. Part I. pp. 399–420.
Darmajati. 2008. Informasi Susu Kambing Etawa. Buletin Pikiran Rakyat. Himpunan Studi Ternak Produktif. Jawa Tengah.
Dwijoseputro (1982). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Ernawati, 2010. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat pada Susu Kambing Segar. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang
Fabre, A. 1997. Perspectives actuelles d’utilisation du lait de chevre dans l’alimentation infantile. Proc, Colloque Interets Nutritionnel et Dietetique du Lait de Chevre. Inst Nat Rech Agron Publ, Paris, France, No. 81. pp. 123–126.
Fahmi, A.H., Sirry, I., and Safwat, A. 1956. The size of fat globules and the creaming power of cow, buffalo, sheep and goat milk. Indian J Dairy Sci 9: 80–86.
Greenberger, N.J., and Skillman, T.G. 1969. Medium chain triglycerides. Physiologic considerations and clinical implications. New England J Med 280: 1045–1058.
Grzesiak, T. 1997. Lait de chevre, lait d’avenir pour les nourrissons. Proc, Colloque Interets Nutrition nel et Dietetique du Lait de Chevre. Inst Nat Rech Agron Publ, Paris, France, No. 81. pp. 127–148.
Haenlein, G.F.W. 1992. Role of goat meat and milk in human nutrition. Proc V Intl Conf on Goats. New Delhi, India. Vol. II: Part I. pp. 575–580.
———. 2004. Goat milk in human nutrition. Small Rumin Res 51: 155–163.
Jenness, R. 1980. Composition and characteristics of goat milk: Review 1968–1979. J Dairy Sci 63: 1605–1630.
Juàrez, M., and Ramos, M. 1986. Physico-chemical characteristics of goat milk as distinct from those of cow milk. Intl Dairy Fed Bull No. 202. pp. 54–67.
Kalser, M.H. 1971. Medium chain triglycerides. Adv Intern Med 17: 301–322.
Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Stark, B.A. 1988. Improving the quality of goat milk. Dairy Indust Intl 53: 23–25.
Setiawan, B.S. dan MT Farm. 2011. Beternak Domba dan Kambing. Jakarta : Agro Media Pustaka.
Suhendar. 2008. Pasca Panen Lalai Kualitas Susu Terbengkalai. Bandung: Institut Mikrobiologi Pangan.
Tantibhedhyangkul, P., and Hashim, S.A. 1975. Medium-chain triglyceride feeding in premature infants: Effect on fat and nitrogen absorption. Pediatrics 55: 359–370.