mpth

84
Metodologi Penelitian Metodologi Penelitian Tafsir Hadis Tafsir Hadis

Upload: ahmadsyauqil

Post on 05-Dec-2014

732 views

Category:

Career


50 download

DESCRIPTION

tafsir hadis

TRANSCRIPT

Page 1: Mpth

Metodologi PenelitianMetodologi Penelitian

Tafsir HadisTafsir Hadis

Page 2: Mpth

Bahan ajar berbasis Bahan ajar berbasis multimediamultimedia

Disusun olehDisusun oleh

Mohammad Anwar Mohammad Anwar SyarifuddinSyarifuddin

Page 3: Mpth

METODOLOGI PENELITIAN TAFSIR HADISMETODOLOGI PENELITIAN TAFSIR HADIS

APA ITU METODOLOGI PENELITIAN TAFSIR HADIS?

RUANG LINGKUP BIDANG KAJIAN TAFSIR HADIS

RAGAM PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM PENELITIAN TAFSIR HADIS

MEMBUAT PROPOSAL PENELITIAN

MELAKUKAN PRAKTEK PENELITIAN MINI

Page 4: Mpth

11

Pengertian Metodologi Pengertian Metodologi Penelitian Tafsir HadisPenelitian Tafsir Hadis

Page 5: Mpth

Pertemuan PertamaPertemuan Pertama

Pengertian Metodologi Penelitian Tafsir HadisPengertian Metodologi Penelitian Tafsir Hadis

Standar KompetensiStandar Kompetensi Mahasiswa diharapkan Mahasiswa diharapkan

dapat memahami dapat memahami konsep-konsep yang konsep-konsep yang terkait dengan istilah terkait dengan istilah metodologi penelitian metodologi penelitian tafsir hadistafsir hadis

Kompetensi DasarKompetensi Dasar Menjelaskan Menjelaskan

pengertian Metodologi pengertian Metodologi penelitianpenelitian

Menerangkan Menerangkan perbedaan antara perbedaan antara pengertian metodologi pengertian metodologi dan metode penelitiandan metode penelitian

Menjelaskan makna Menjelaskan makna istilah tafsiristilah tafsir

Menjelaskan arti istilah Menjelaskan arti istilah hadishadis

Page 6: Mpth

Pengertian Metodologi

Penelitian Tafsir Hadis

Pengertian Metodologi Penelitian

Makna istilah Tafsir

Arti istilahhadis

Page 7: Mpth

MetodologiPenelitian

Logika umum dan perspektif teoretis bagi sebuah penelitian

Metode = teknik

adalah

Berbedadengan

• Survey• Wawancara• dan lain-lain

Page 8: Mpth

Makna IstilahMakna Istilah“tafsir hadis“tafsir hadis””

Tafsir:Tafsir:

Tafsir dipahami sebagai upaya Tafsir dipahami sebagai upaya interpretasiinterpretasi secara umum, secara umum, tidak melulu tentang al-Qur’an, tetapi lebih merupakan padanan tidak melulu tentang al-Qur’an, tetapi lebih merupakan padanan kata “kata “syarhsyarh” dalam bahasa Arab, yang berarti penjelasan. ” dalam bahasa Arab, yang berarti penjelasan.

Secara generik tafsir adalah istilah yang diberikan kepada Secara generik tafsir adalah istilah yang diberikan kepada karyakarya yang menyajikan interpretasi ayat-ayat al-Qur’an dari yang menyajikan interpretasi ayat-ayat al-Qur’an dari teks bahasa Arabnya.teks bahasa Arabnya.

Secara lebih spesifik, tafsir sebagai produk penafsiran Secara lebih spesifik, tafsir sebagai produk penafsiran dibedakan dengan dengan metode tafsirmetode tafsir yang cenderung menunjuk aspek teknik yang cenderung menunjuk aspek teknik dan metodologis dengan apa sebuah tafsir dihasilkan. Tafsir dan metodologis dengan apa sebuah tafsir dihasilkan. Tafsir sebagai produk penafsiran seringkali juga dibedakan dengan teks sebagai produk penafsiran seringkali juga dibedakan dengan teks al-Qur’anal-Qur’an yang ditafsirkan. Alasannya, ulumul Qur’an atau ilmu- yang ditafsirkan. Alasannya, ulumul Qur’an atau ilmu-ilmu yang dilahirkan dari upaya pengkajian terhadap al-Qur’an ilmu yang dilahirkan dari upaya pengkajian terhadap al-Qur’an bukan hanya mengenai tafsir semata.bukan hanya mengenai tafsir semata.

Oleh karena itu, dalam cakupan makna istilah tafsir terdapat Oleh karena itu, dalam cakupan makna istilah tafsir terdapat beberapa obyek kajian spesifik:beberapa obyek kajian spesifik:

Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Qur’anAl-Qur’an dan ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Qur’an Tafsir dan metode penafsiranTafsir dan metode penafsiran

Page 9: Mpth

Al-Qur’anAl-Qur’an Secara sederhana al-Qur’an didefinisikan sebagai “Kalamullah Secara sederhana al-Qur’an didefinisikan sebagai “Kalamullah

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya merupakan ibadah”. merupakan ibadah”.

Definisi yang lebih lengkap al-Qur’an adalah “Kalam yang memiliki Definisi yang lebih lengkap al-Qur’an adalah “Kalam yang memiliki mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis di mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis di dalam lembaran-lembaran mushaf, diriwayatkan secara dalam lembaran-lembaran mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan yang membacanya merupakan ibadah.mutawatir, dan yang membacanya merupakan ibadah.

Ulum al-Qur’anUlum al-Qur’an Ilmu yang membahas tentang tatacara melafalkan ayat-ayat al-Ilmu yang membahas tentang tatacara melafalkan ayat-ayat al-

Qur’an, makna dan hukum-hukumnya baik yang berdiri sendiri Qur’an, makna dan hukum-hukumnya baik yang berdiri sendiri ((ifradifrad) maupun yang terbentuk dalam sebuah struktur kalimat ) maupun yang terbentuk dalam sebuah struktur kalimat ((tarkibiyyahtarkibiyyah), juga makna-makna yang ditunjukkan oleh sebab ), juga makna-makna yang ditunjukkan oleh sebab bentukan sintaksis tadi serta segala kelengkapan yang terkait bentukan sintaksis tadi serta segala kelengkapan yang terkait dengan itu.” (Suyuti, dengan itu.” (Suyuti, ItqânItqân, ii, 174), ii, 174)

Page 10: Mpth

Hadis:Hadis: Hadis adalah tradisi yang berasal dari Nabi Hadis adalah tradisi yang berasal dari Nabi

Muhammad SAW, bisa berupa: Muhammad SAW, bisa berupa: UngkapanUngkapan PerbuatanPerbuatan IkrarIkrar sifatsifat

Konsekuensinya, hadis dibedakan dengan al-Konsekuensinya, hadis dibedakan dengan al-Qur’an atas beberapa pertimbangan:Qur’an atas beberapa pertimbangan: Bentuk redaksional,Bentuk redaksional, Kuantitas jalur periwayatan, Kuantitas jalur periwayatan, Efek legal formalEfek legal formal

Page 11: Mpth

Tafsir Hadis, bukan Qur’an HadisTafsir Hadis, bukan Qur’an Hadis

Jika Qur’an Jika Qur’an juxtaposed juxtaposed hadis, istilah “tafsir hadis” sama hadis, istilah “tafsir hadis” sama tidak dikhotomis.tidak dikhotomis.

Makna-makna yang dilekatkan dengan istilah tafsir dan Makna-makna yang dilekatkan dengan istilah tafsir dan hadis memiliki titik kesepadanan pada dua hal: hadis memiliki titik kesepadanan pada dua hal: perkembangan penulisan kitab hadis masa awal Islam, ketika perkembangan penulisan kitab hadis masa awal Islam, ketika

tafsir dimasukkan sebagai salah satu bagian kitab hadis dalam tafsir dimasukkan sebagai salah satu bagian kitab hadis dalam Sahih Bukhari, Sahih Bukhari, misalnya, dan misalnya, dan

hadis dalam fungsinya sebagai penjelasan atas al-Qur’an hadis dalam fungsinya sebagai penjelasan atas al-Qur’an seperti diungkapkan dengan istilah “tafsir bil ma’tsur”. Objek seperti diungkapkan dengan istilah “tafsir bil ma’tsur”. Objek kajian dan analisis yang dominan dalam metode tafsir ini kajian dan analisis yang dominan dalam metode tafsir ini terkait erat dengan hadis dan perangkat keilmuannya. terkait erat dengan hadis dan perangkat keilmuannya.

Oleh karena itu, tidak tepat bila ada sementara pandangan Oleh karena itu, tidak tepat bila ada sementara pandangan yang menempatkan posisi tafsir berada secara berlawanan yang menempatkan posisi tafsir berada secara berlawanan

dengan hadis, karena dengan hadis, karena tafsir bil ma’tsur = tafsir bil ma’tsur = hadishadis

Page 12: Mpth

Makna istilah “tafsir hadis” memunculkan pola-pola hubungan yang mendasari Makna istilah “tafsir hadis” memunculkan pola-pola hubungan yang mendasari ruang lingkup kajian yang dimilikinyaruang lingkup kajian yang dimilikinya::

tafsir

Tafsir al-Qur’anMelalui hadis

Tafsiral-Qur’an

penafsiran secara umum

Syarah hadis

Tafsir bil ma’tsur

TafsirBirra’yi

Tafsir al-Qur’anbil Qur’an

Hadis

BidangKajiannon-TH

UlumulQur’an

Al-Qur’an

Page 13: Mpth

KesimpulanKesimpulan

TAFSIR HADIS TAFSIR HADIS Komponen ilmu keislaman yang sangat Komponen ilmu keislaman yang sangat

penting karena terkait dengan sumber-sumber penting karena terkait dengan sumber-sumber pokok ajaran Islam: al-Qur’an dan hadispokok ajaran Islam: al-Qur’an dan hadis

““Tafsir Hadis” adalah sebutan untuk program Tafsir Hadis” adalah sebutan untuk program studi yang memusatkan aktivitas pengkajian studi yang memusatkan aktivitas pengkajian terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah yang terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah yang menjadi sumber utama ajaran Islam dan menjadi sumber utama ajaran Islam dan digolongkan sebagai kajian pokok (digolongkan sebagai kajian pokok (uussûlûl) ) dalam pemikiran keislaman. dalam pemikiran keislaman.

Untuk alasan itulah program studi Tafsir Hadis Untuk alasan itulah program studi Tafsir Hadis berada di bawah naungan fakultas berada di bawah naungan fakultas Ushuluddin.Ushuluddin.

Page 14: Mpth

22

Ruang Lingkup Bidang Ruang Lingkup Bidang Kajian Tafsir HadisKajian Tafsir Hadis

Page 15: Mpth

Pertemuan Ke-2, 3, dan 4 Pertemuan Ke-2, 3, dan 4 Ruang Lingkup Bidang Kajian Tafsir Ruang Lingkup Bidang Kajian Tafsir

HadisHadis Standar KompetensiStandar Kompetensi Mahasiswa mengetahui Mahasiswa mengetahui

ruang lingkup bidang ruang lingkup bidang kajian tafsir hadiskajian tafsir hadis

Kompetensi DasarKompetensi Dasar Mahasiswa dapat membagi bidang kajian Mahasiswa dapat membagi bidang kajian

Tafsir ke dalam kelompok-kelompok kajian Tafsir ke dalam kelompok-kelompok kajian yang ada dalam lingkup bidang kajian tafsir yang ada dalam lingkup bidang kajian tafsir hadis beserta paradigma keilmuan yang hadis beserta paradigma keilmuan yang berlaku di masing-masing kelompok kajian berlaku di masing-masing kelompok kajian tersebut.tersebut.

Mahasiswa dapat menjelaskan batas-batas Mahasiswa dapat menjelaskan batas-batas cakupan keilmuan kelompok-kelompok kajian cakupan keilmuan kelompok-kelompok kajian al-Qur’an dan ulum al-Qur’an, tafsir dan ilmu al-Qur’an dan ulum al-Qur’an, tafsir dan ilmu tafsir, hadis dan ilmu hadis.tafsir, hadis dan ilmu hadis.

Mahasiswa dapat menunjukkan hubungan Mahasiswa dapat menunjukkan hubungan antara berbagai kelompok kajian dan antara berbagai kelompok kajian dan kekhususan paradigma yang berlaku di kekhususan paradigma yang berlaku di dalamnya dengan kemungkinan melakukan dalamnya dengan kemungkinan melakukan upaya pengkajian bidang ilmu tafsir hadis upaya pengkajian bidang ilmu tafsir hadis melalui melalui kerangka konseptual yang melalui melalui kerangka konseptual yang berasal dari paradigam keilmuan di luar berasal dari paradigam keilmuan di luar ruang lingkupnya, baik melalui pendekatan ruang lingkupnya, baik melalui pendekatan multi-disipliner ataupun interdisipliner.multi-disipliner ataupun interdisipliner.

Mahasiswa dapat menunjukkan referensi dan Mahasiswa dapat menunjukkan referensi dan karya-karya yang relevan untuk masing-karya-karya yang relevan untuk masing-masing kelompok kajian Tafsir Hadis baik masing kelompok kajian Tafsir Hadis baik yang dihasilkan oleh sarjana Muslim maupun yang dihasilkan oleh sarjana Muslim maupun sarjana non-Muslim dari kalangan orientalis sarjana non-Muslim dari kalangan orientalis Barat.Barat.

Page 16: Mpth

Kelompok kajian Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an

Kelompok kajianHadis dan ilmu hadis

Bidang ilmuNon-Tafsir Hadis

Kelompok kajianTafsir dan ilmu tafsir

multi-disipliner

interdisipliner

Ruang lingkup kajian dan alternatif pendekatanRuang lingkup kajian dan alternatif pendekatan

Page 17: Mpth

Kelompok bidang-bidang Kelompok bidang-bidang penelitian dalam kajian tafsir penelitian dalam kajian tafsir

hadishadis

Kelompok kajian al-Qur’an dan Kelompok kajian al-Qur’an dan ‘ulum al-Qur’an‘ulum al-Qur’an,,

Kelompok kajian tafsir al-Qur’an Kelompok kajian tafsir al-Qur’an dan metode penafsiran,dan metode penafsiran,

Kelompok kajian Hadis dan ulum al-Kelompok kajian Hadis dan ulum al-hadis,hadis,

Kelompok kajian interdisipliner.Kelompok kajian interdisipliner.

Page 18: Mpth

aa

Kelompok Kajian al-Qur’an Kelompok Kajian al-Qur’an dan Ulum al-Qur’an.dan Ulum al-Qur’an.

Page 19: Mpth

Pemahaman KonseptualPemahaman Konseptual

Al-Qur’anAl-Qur’an Secara sederhana al-Qur’an Secara sederhana al-Qur’an

didefinisikan sebagai didefinisikan sebagai “Kalamullah yang diturunkan “Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya yang membacanya merupakan ibadah”. merupakan ibadah”.

Definisi yang lebih lengkap al-Definisi yang lebih lengkap al-Qur’an adalah “Kalam yang Qur’an adalah “Kalam yang memiliki mukjizat, diturunkan memiliki mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis di dalam SAW, tertulis di dalam lembaran-lembaran mushaf, lembaran-lembaran mushaf, diriwayatkan secara diriwayatkan secara mutawatir, dan yang mutawatir, dan yang membacanya merupakan membacanya merupakan ibadah.ibadah.

Ulum al-Qur’anUlum al-Qur’an Ilmu yang membahas tentang Ilmu yang membahas tentang

tatacara melafalkan ayat-ayat tatacara melafalkan ayat-ayat al-Qur’an, makna dan hukum-al-Qur’an, makna dan hukum-hukumnya baik yang berdiri hukumnya baik yang berdiri sendiri (sendiri (ifradifrad) maupun yang ) maupun yang terbentuk dalam sebuah terbentuk dalam sebuah struktur kalimat (struktur kalimat (tarkibiyyahtarkibiyyah), ), juga makna-makna yang juga makna-makna yang ditunjukkan oleh sebab ditunjukkan oleh sebab bentukan sintaksis tadi serta bentukan sintaksis tadi serta segala kelengkapan yang segala kelengkapan yang terkait dengan itu.” (Suyuti, terkait dengan itu.” (Suyuti, ItqânItqân, ii, 174), ii, 174)

Page 20: Mpth

Klasifikasi ‘Klasifikasi ‘ulûm al-Qur’ân ulûm al-Qur’ân menurut Jalal al-Din al-Suyuti menurut Jalal al-Din al-Suyuti(sumber (sumber al-Itqân fi‘ ulum al-Qur’anal-Itqân fi‘ ulum al-Qur’an))

1Ma’rifat al-Makkî wa al-Madanî 2Ma’rifat al-Hadari wa al-Safarî 3Ma’rifat al-Nahâri wa al-Layâlî 4Ma’rifat al-Saifi wa al-Shita’î 5Ma’rifat al-Firashi wa al-Nawmi 6Ma’rifat al-Ardi wa al-Sama’i 7Ma’rifat Awwalu ma nuzil 8Ma’rifat Akhiru ma nuzil 9Asbab al-nuzul 10Ma nuzila ala lisan ba’d al-sahaba 11Ma takarrara nuzuluhi 12Ma ta’akhkhara hukmuhu ‘an nuzulihi

wa ma ta’akhkhara nuzuluhu an hukmihi

13Ma nuzila mufarraqan wa ma nuzila jama’a

14Ma nuzila mushi’an wa ma nuzila mufradan

15Ma anzala minhu alâ ba’d al-anbiya’ wa ma lam yanzal ala ahad qabl al-nabi16Kayfiyatu inzâlihi

17Ma’rifat asma’ihi wa asma’i suwarihi 18Jam‘ihi wa tartibihi 19Adadi suwarihi wa ayatihi wa hurufihi 20Fi ma’rifat huffazhihi wa ruwatihi

21Ma’rifat al-‘ali wa al-nazil min asanidihi21Ma’rifat al-‘ali wa al-nazil min asanidihi 22Mutawatir22Mutawatir 23Mashhur23Mashhur 24Ahad24Ahad 25Shadz25Shadz 26Mawdu’26Mawdu’ 27Mudraj27Mudraj 28Ma’rifat al-waqf wa al-ibtida28Ma’rifat al-waqf wa al-ibtida 29Fi bayan mauwsul lafzhan wa mawsul 29Fi bayan mauwsul lafzhan wa mawsul

ma’nanma’nan 30Fi al-imalah wa al-fath wa mâ 30Fi al-imalah wa al-fath wa mâ

baynahumabaynahuma 31Fi ala-idgham, Izhhar, Ikhfa’, wa Iqlab31Fi ala-idgham, Izhhar, Ikhfa’, wa Iqlab 32Fi al-madd wa al-qasr32Fi al-madd wa al-qasr 33Fi takhfif al-hamzi33Fi takhfif al-hamzi 34Kayfiyati tahammulihi34Kayfiyati tahammulihi 35Fi adabi tilawatihi wa talahu35Fi adabi tilawatihi wa talahu 36Ma’rifat gharibihi36Ma’rifat gharibihi 37Fi ma waqa’a fihi bi ghayri lughat al-37Fi ma waqa’a fihi bi ghayri lughat al-

hijazhijaz 38Fima waqa’a fihi bighayri lughat 38Fima waqa’a fihi bighayri lughat

al-‘Arabal-‘Arab 39Ma’rifat al-wujuh wa al-nazhair39Ma’rifat al-wujuh wa al-nazhair 40Ma’rifat adawat allati yahtaju ilayhi al-40Ma’rifat adawat allati yahtaju ilayhi al-

mufassirmufassir

Page 21: Mpth

lanjutanlanjutan

41Ma’rifat I’râbihi41Ma’rifat I’râbihi 42Fi qawa’id muhimma yahtaju mufassir ila 42Fi qawa’id muhimma yahtaju mufassir ila

ma’rifatihama’rifatiha 43Fi al-muhkam wa al-mutashabih43Fi al-muhkam wa al-mutashabih 44Fi muqaddamihu wa mu’akhkharihu44Fi muqaddamihu wa mu’akhkharihu 45Fi ‘amihi wa khasihi45Fi ‘amihi wa khasihi 46Fi mujmalihi46Fi mujmalihi 47Fi nasikhihi wa mansukhih47Fi nasikhihi wa mansukhih 48Mushkilihi wa mawhim al-ikhtilaf wa al- 48Mushkilihi wa mawhim al-ikhtilaf wa al-

tanaqudtanaqud 49Mutlaqihi wa muqayyadihi49Mutlaqihi wa muqayyadihi 50Fi mantuqihi wa mafhumihi50Fi mantuqihi wa mafhumihi 51Fi jami’i mukhatabatihi51Fi jami’i mukhatabatihi 52Fi haqiqatihi wa majazihi52Fi haqiqatihi wa majazihi 53Fi tashbihihi wa isti’aratihi53Fi tashbihihi wa isti’aratihi 54Fi kinayatihi wa ta’ridihi54Fi kinayatihi wa ta’ridihi 55Fi al-hasri wa al-ikhtisas55Fi al-hasri wa al-ikhtisas 56Fi al-ijaz wa al-itnab56Fi al-ijaz wa al-itnab 57Fi al-khabar wa al-insha’57Fi al-khabar wa al-insha’ 58Fi bada’i‘ al-Qur’an58Fi bada’i‘ al-Qur’an 59Fi fawâsil al-Ay59Fi fawâsil al-Ay 60Fi fawatih al-suwar60Fi fawatih al-suwar

61Fi khawatim al-suwar61Fi khawatim al-suwar 62Fi munasabat al-ay wa al-suwar62Fi munasabat al-ay wa al-suwar 63Fi al-ayat al-mushtabihat63Fi al-ayat al-mushtabihat 64Fi I’jaz al-Qur’an64Fi I’jaz al-Qur’an 65Fi al-‘ulum al-mustanbata min al-65Fi al-‘ulum al-mustanbata min al-

Qur’anQur’an 66Fi amthalihi66Fi amthalihi 67Fi aqsamihi67Fi aqsamihi 68Fi jadalihi68Fi jadalihi 69Fi al-sama’ wa al-kuna wa al-alqab69Fi al-sama’ wa al-kuna wa al-alqab 70Fi mubhamatihi70Fi mubhamatihi 71Fi asma’i man nasala fihim al-Qur’an71Fi asma’i man nasala fihim al-Qur’an 72Fi fadail al-Qur’an72Fi fadail al-Qur’an 73Fi fadl al-Qur’an wa fâdilihi73Fi fadl al-Qur’an wa fâdilihi 74Fi mufradat al-Qur’an74Fi mufradat al-Qur’an 75Fi khawas al-Qur’an75Fi khawas al-Qur’an 76Fi marsum al-khatt76Fi marsum al-khatt 77Fi ma’rifat tafsirihi wa ta’wilihi77Fi ma’rifat tafsirihi wa ta’wilihi 78Fi ma’rifat syurut al-mufassir wa 78Fi ma’rifat syurut al-mufassir wa

adabihiadabihi 79Fi ghara’ib al-tafsir79Fi ghara’ib al-tafsir 80Fi tabaqat al-mufassirin80Fi tabaqat al-mufassirin

Page 22: Mpth

1

Nuzul

Makki

2Madani

3Safari

4Hadari

5Laili

6Nahari

7Saifi

8Shita’i

9Firashi

10Asbab al-nuzul

11Awwal ma nuzil

12Akhir ma nuzil

13

Sanad

Mutawatir

14Ahad

15Shadh

16Qiraat nabi

17Ruwat

18Huffadh

19

Ada’

Waqf

20Ibtida’

21Imala

22Mad

23Takhfif al-hamza

24Idgham

25

Alfazh

Gharib

26Mu’arrab

27Majaz

28Mushtarak

29Mutaradif

30Isti’ara

31Tashbih

32

Ahkam

Al-Am al-Baqi ala umumihi

33Al-‘am al-makhsus

34Al-‘am alladhi urida bihi al-khusus

35Ma khassa fihi al-kitab al-sunna

36Ma khassat fihi al-sunna al-kitaba

37Mujmal

38Mubayyin

39Muawwal

40Mafhum

41Mutlaq

42Muqayyad

43Nasikh

44Mansukh

45Naw’ min al-nasikh wa al-mansukh

46

Ma’an muta’allaq bi alfazh

Fasl

47Wasl

48Ijaz

49Itnab

50Qasr

51Al-asma’ al-kuna

52Al-alqab al-mubhamat

Bagan Pengelompokan Kajian Ulum al-Qur’an menurut BulqiniBagan Pengelompokan Kajian Ulum al-Qur’an menurut Bulqini

Page 23: Mpth

Karya-karya sarjana muslim yang memuat kajian al-Karya-karya sarjana muslim yang memuat kajian al-Qur’an sepanjang sejarah perkembangan keilmuan Qur’an sepanjang sejarah perkembangan keilmuan

iniini

Muhammad b. ‘Alî al-Adfawî (w. 388) Muhammad b. ‘Alî al-Adfawî (w. 388) al-Istighnâ’ fî ulum al-ul-al-Istighnâ’ fî ulum al-ul-Qur’anQur’an; ;

Ibn al-jawzi (w. 597) Ibn al-jawzi (w. 597) Funûn al-Afnân fi ‘ajâ’ib ulum al-Qur’ânFunûn al-Afnân fi ‘ajâ’ib ulum al-Qur’ân; ; Badr al-Din Zarkâsyî (w. 794) Badr al-Din Zarkâsyî (w. 794) al-Burhan fi Ulûm al-al-Burhan fi Ulûm al-Qur’an; Qur’an; Jalal al-Din al-Bulqini (w. 824) Jalal al-Din al-Bulqini (w. 824) mawaqi’ al-‘ulum min mawâqi’ al-mawaqi’ al-‘ulum min mawâqi’ al-

nuzulnuzul;; Jalal al-Din al-SuyûJalal al-Din al-Suyûttî (w. 911) î (w. 911) al-Itqân fî ‘ulûm al-Qur’ân; al-Itqân fî ‘ulûm al-Qur’ân; Syaikh Syaikh TTâhir al-Jazâ’irî âhir al-Jazâ’irî al-Tibyân fî ‘ ulûm al-Qur’ânal-Tibyân fî ‘ ulûm al-Qur’ân; ; Syaikh Muhammad ‘Alî Salama Syaikh Muhammad ‘Alî Salama Manhaj al-Furqân fî ‘ulûm al-Qur’ânManhaj al-Furqân fî ‘ulûm al-Qur’ân; ; ‘‘Abd al-AAbd al-Azzîm al-Zarqânî îm al-Zarqânî Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’anManâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’an; ; Ahmad Ahmad Ali Ahmad Ahmad Ali Madzkara fi ulum al-Qur’anMadzkara fi ulum al-Qur’an; ; Subhi Salih, Subhi Salih, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an;Mabahis Fi Ulum al-Qur’an; Manna’ Khalil Qattan, Manna’ Khalil Qattan, Mabahits fi ulum al-Qur’an,Mabahits fi ulum al-Qur’an, Mafhum al-Nass dirasah fi Ulum al-Quran.Mafhum al-Nass dirasah fi Ulum al-Quran. Hasbi as-Siddiqi, Hasbi as-Siddiqi, Pengantar ilmu Tafsir,Pengantar ilmu Tafsir, Dan lain-lain.Dan lain-lain.

Page 24: Mpth

Karya-karya sarjana peneliti Barat (oreintalis) Karya-karya sarjana peneliti Barat (oreintalis) mengenai studi al-Qur’anmengenai studi al-Qur’an

W. Montgomery Watt, W. Montgomery Watt, Bell’s Introduction to Bell’s Introduction to the Qur’an the Qur’an halaman 179-181.halaman 179-181.

Approaches to the History of the Approaches to the History of the Interpretation of the Qur’anInterpretation of the Qur’an hasil editan hasil editan Andrew Rippin, Oxford: Clarendon Press; Andrew Rippin, Oxford: Clarendon Press;

With Reference for the Word, Medieval With Reference for the Word, Medieval Scriptural Exegesis in Judaism, Christianity Scriptural Exegesis in Judaism, Christianity and Islamand Islam oleh Jane Dammen Mc Auliffe (ed.), oleh Jane Dammen Mc Auliffe (ed.), dkk. Oxford: Oxford University Press, 2003;dkk. Oxford: Oxford University Press, 2003;

Dan masih banyak lagi tentunya Dan masih banyak lagi tentunya

Page 25: Mpth

bb

Kelompok Kajian Tafsir Kelompok Kajian Tafsir dan Metode Penafsirandan Metode Penafsiran

Page 26: Mpth

Pengelompokan Karya-karya Tafsir Pengelompokan Karya-karya Tafsir berdasarkan Metode Penafsirannyaberdasarkan Metode Penafsirannya

METODE TAFSIR

METODE TAHLILI (TERPERINCI)

METODE IJMALI (GLOBAL)

METODE MUQARAN (PERBANDINGAN)

METODE MAUDU’I (TEMATIK)

Page 27: Mpth

Tafsir IjmaliTafsir Ijmali

Metode Tafsir IjmaliMetode Tafsir Ijmali dimaksudkan sebagai dimaksudkan sebagai metode tafsir di mana mufassirnya menerangkan metode tafsir di mana mufassirnya menerangkan makna ayat yang ditafsirkannya secara ringkas dan makna ayat yang ditafsirkannya secara ringkas dan global saja, biasanya dengan menyebut penjelasan global saja, biasanya dengan menyebut penjelasan tentang tentang i’rabi’rab atau padanan kata ( atau padanan kata (muradifmuradif) dari ) dari kata-kata dalam ayat al-Qur’an. kata-kata dalam ayat al-Qur’an.

Contoh karya yang menerapkan metode penafsiran Contoh karya yang menerapkan metode penafsiran semacam ini adalah semacam ini adalah Tafsir JalalaynTafsir Jalalayn karya Jalaluddin karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jamaluddin al-Suyuti; dan al-Mahalli dan Jamaluddin al-Suyuti; dan Tafsir al-Tafsir al-Qur’an al-Karim Qur’an al-Karim karya Muhammad Farid Wajdi. karya Muhammad Farid Wajdi.

Page 28: Mpth

Tafsir MuqaranTafsir Muqaran Tafsir MuqaranTafsir Muqaran dimaksudkan sebagai sebuah metode dimaksudkan sebagai sebuah metode

penafsiran di mana mufassirnya melakukan penafsiran penafsiran di mana mufassirnya melakukan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan mengetengahkan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan mengetengahkan pandangan sejumlah mufassir lain. Dalam hal ini, pandangan sejumlah mufassir lain. Dalam hal ini, seorang penyusun tafsir muqarin akan seorang penyusun tafsir muqarin akan mengetengahkan sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, mengetengahkan sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, kemudian ia menampilkan pandangan ulama tafsir kemudian ia menampilkan pandangan ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu. Analisis utama yang digunakan terhadap ayat-ayat itu. Analisis utama yang digunakan adalah analisis perbandingan di mana satu pendapat adalah analisis perbandingan di mana satu pendapat akan ditimbang dengan pendapat yang lain. Begitu akan ditimbang dengan pendapat yang lain. Begitu seterusnya dalam setiap tema maupun ayat yang seterusnya dalam setiap tema maupun ayat yang disodorkannya. disodorkannya.

Adakalanya, metode tafsir ini juga dimaksudkan Adakalanya, metode tafsir ini juga dimaksudkan sebagai bentuk penafsiran al-Qur’an dalam arti yang sebagai bentuk penafsiran al-Qur’an dalam arti yang lebih luas, yaitu penafsiran yang membandingkan lebih luas, yaitu penafsiran yang membandingkan antara nass al-Qur’an yang satu dengan ayat yang antara nass al-Qur’an yang satu dengan ayat yang terdapat dalam bahagian lain al-Qur’an menyangkut terdapat dalam bahagian lain al-Qur’an menyangkut sebuah pokok persoalan, atau bisa juga perbandingan sebuah pokok persoalan, atau bisa juga perbandingan antara teks al-Qur’an dengan teks hadis yang makna antara teks al-Qur’an dengan teks hadis yang makna lahiriahnya menampilkan sebuah kontradiksi. lahiriahnya menampilkan sebuah kontradiksi.

Page 29: Mpth

Tafsir Maudu’iTafsir Maudu’i

Metode Tafsir Mawdu’iMetode Tafsir Mawdu’i adalah metode adalah metode penafsiran yang menampilkan pembahasan penafsiran yang menampilkan pembahasan dengan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang dengan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesatuan tema kemudian diurutkan memiliki kesatuan tema kemudian diurutkan berdasarkan periode turunnya, latar belakang berdasarkan periode turunnya, latar belakang konteks sosio-historis yang menyebabkan konteks sosio-historis yang menyebabkan turunnya ayat-ayat itu, serta penjelasannya, turunnya ayat-ayat itu, serta penjelasannya, keterkaitan satu dengan yang lain, dan begitu keterkaitan satu dengan yang lain, dan begitu juga tentang istinbat hukum yang bisa diambil, juga tentang istinbat hukum yang bisa diambil, dan elemen-elemen penjelasan yang lain.dan elemen-elemen penjelasan yang lain.

Kajian teoretis dan contoh praktis metode Kajian teoretis dan contoh praktis metode penafsiran tematik ini dapat dilihat dalam Abd al-penafsiran tematik ini dapat dilihat dalam Abd al-Hayy Farmawi, Hayy Farmawi, al-Bidayah fi Tafsir al-Mawdu’i, al-Bidayah fi Tafsir al-Mawdu’i, dirasah manhajiyya mawdirasah manhajiyya mawddû‘iyyaû‘iyya..

Page 30: Mpth

Tafsir TahliliTafsir Tahlili

Metode tafsir TahliliMetode tafsir Tahlili didefinisikan sebagai didefinisikan sebagai penjelasan atas ayat-ayat al-Qur’an dengan penjelasan atas ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segenap aspek yang terkait memaparkan segenap aspek yang terkait dengannya, seperti: dengannya, seperti: dengan memberikan penjelasan terhadap al-Quran menurut dengan memberikan penjelasan terhadap al-Quran menurut

tata urutannya, seperti yang termaktub di dalam mushhaf, tata urutannya, seperti yang termaktub di dalam mushhaf, seayat demi seayat, dan surat demi surat secara berurutan, seayat demi seayat, dan surat demi surat secara berurutan, dengan mengetengahkan makna kalimat-kalimatnya satu dengan mengetengahkan makna kalimat-kalimatnya satu persatu, persatu,

atau juga dengan mengungkapkan maksud ayat secara atau juga dengan mengungkapkan maksud ayat secara keseluruhan, dan apa yang bisa diungkapkan melalui keseluruhan, dan apa yang bisa diungkapkan melalui susunan kalimatnya, susunan kalimatnya,

menguraikan kaitan ayat yang ditafsirkan dengan ayat-ayat menguraikan kaitan ayat yang ditafsirkan dengan ayat-ayat dan surat sebelum dan sesudahnya, dan surat sebelum dan sesudahnya,

menjelaskan inti yang menjadi pengikat di antara maksud-menjelaskan inti yang menjadi pengikat di antara maksud-maksudnya, mencoba menghubungkan dengan tujuan yang maksudnya, mencoba menghubungkan dengan tujuan yang dimaksudkan, juga argumentasi yang mendukungnya, dimaksudkan, juga argumentasi yang mendukungnya,

Menjelaskan asbab nuzul, serta penjelasan yang telah Menjelaskan asbab nuzul, serta penjelasan yang telah dinukilkan oleh Rasulullah, para sahabat, juga tabiin, dinukilkan oleh Rasulullah, para sahabat, juga tabiin,

Serta penjelasan tentang masalah kebahasaan yang Serta penjelasan tentang masalah kebahasaan yang berkaitan dengan teksnya.berkaitan dengan teksnya.

Page 31: Mpth

Corak Penafsiran yang Corak Penafsiran yang menggunakan metode tahlilimenggunakan metode tahlili

Tafsir AdabiIjtima’i

Tafsir ilmi

Tafsir falsafi

Tafsir Fiqhi

Tafsir Sufi

Tafsir birRa’yi

Tafsir bil Ma’tsur

MetodeTahlili

Page 32: Mpth

Tafsir bil Ma’tsurTafsir bil Ma’tsur

Tafsir bil ma’tsur pada dasarnya menampilkan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang Tafsir bil ma’tsur pada dasarnya menampilkan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang diambil dari sumber-sumber tradisional Islam yang secara hierarkhis diurutkan mulai dari al-diambil dari sumber-sumber tradisional Islam yang secara hierarkhis diurutkan mulai dari al-Qur’an, hadis Nabi SAW, atsar sahabat, dan qawl tabiin. Qur’an, hadis Nabi SAW, atsar sahabat, dan qawl tabiin.

Prosedur yang ditempuh mufassir:Prosedur yang ditempuh mufassir: menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an utamanya didasarkan kepada penjelasan yang diberikan oleh menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an utamanya didasarkan kepada penjelasan yang diberikan oleh

bahagian lain al-Qur’an sendiri. bahagian lain al-Qur’an sendiri. Bila tidak didapati penjelasan di bagian lain al-Qur’an, maka penjelasan diambilkan dari hadis-hadis Bila tidak didapati penjelasan di bagian lain al-Qur’an, maka penjelasan diambilkan dari hadis-hadis

yang dinukilkan dari Rasulullah SAW yang dinukilkan dari Rasulullah SAW Bila hadis tidak didapati, maka yang menjadi sandaran adalah penjelasan yang dinukilkan dari para Bila hadis tidak didapati, maka yang menjadi sandaran adalah penjelasan yang dinukilkan dari para

sahabat yang dengan ijtihadnya mereka mengungkapkan penjelasan atas ayat-ayat al-Quran. sahabat yang dengan ijtihadnya mereka mengungkapkan penjelasan atas ayat-ayat al-Quran. Jika tidak didapati atsar sahabat, maka penafsiran diambilkan melalui penjelasan kaum Tabiin Jika tidak didapati atsar sahabat, maka penafsiran diambilkan melalui penjelasan kaum Tabiin

mengenai ayat-ayat al-Quran yang merefleksikan ijtihad yang mereka lakukan.mengenai ayat-ayat al-Quran yang merefleksikan ijtihad yang mereka lakukan. Menurut Husein Dzahabi, ada dua cara yang ditempuh oleh para ulama dalam memberikan tafsir bi al-Menurut Husein Dzahabi, ada dua cara yang ditempuh oleh para ulama dalam memberikan tafsir bi al-

ma’tsūr ini: ma’tsūr ini: Pertama, Pertama, marhala syafahiyyamarhala syafahiyya (penuturan lisan) yang disebut dengan (penuturan lisan) yang disebut dengan marhala riwā’iyyamarhala riwā’iyya, di mana sahabat , di mana sahabat

meriwayatkannya dari Rasulullah, atau dari sesama sahabat, atau seorang tabi’i meriwayatkan melalui jalan seorang meriwayatkannya dari Rasulullah, atau dari sesama sahabat, atau seorang tabi’i meriwayatkan melalui jalan seorang sahabat, dengan cara penukilan yang terpercaya, mendetail, dan terjaga melalui isnad, sampai pada tahap sahabat, dengan cara penukilan yang terpercaya, mendetail, dan terjaga melalui isnad, sampai pada tahap selanjutnya. selanjutnya.

Kedua, Kedua, marhalamarhala tadwīntadwīn, dengan cara menuliskan riwayat yang ditunjukkan seperti di dalam marhala yang pertama. , dengan cara menuliskan riwayat yang ditunjukkan seperti di dalam marhala yang pertama. Hal ini seperti juga ditunjukkan dalam kitab-kitab hadis sejak masa awal hingga berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu Hal ini seperti juga ditunjukkan dalam kitab-kitab hadis sejak masa awal hingga berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu yang terpisah. yang terpisah.

Contoh Tafsir bil ma’tsur dengan rangkaian sanad yang lengkap adalah karya Ibnu Jarir at-Contoh Tafsir bil ma’tsur dengan rangkaian sanad yang lengkap adalah karya Ibnu Jarir at-Tabarī (w. 310 H), Tabarī (w. 310 H), Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Qur’an. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Qur’an. Di dalam kitab ini Tabari Di dalam kitab ini Tabari menyebutkan:menyebutkan:

pendapat, pendapat, arahan, arahan, timbangan terhadap validitas riwayat antara satu dengan yang lain, timbangan terhadap validitas riwayat antara satu dengan yang lain, penjelasan tentang penjelasan tentang i’rabi’rab jika dibutuhkan, jika dibutuhkan, istinbat hukum yang dimungkinkan untuk diambil dari ayat-ayat Quran tersebut.istinbat hukum yang dimungkinkan untuk diambil dari ayat-ayat Quran tersebut.

Dalam perkembangan sesudahnya, para ulama menyusun kitab tafsir bil ma’tsur tanpa Dalam perkembangan sesudahnya, para ulama menyusun kitab tafsir bil ma’tsur tanpa menyertakan isnadnya, dan kebanyakan menyertakan pendapat di dalam kitab tafsir menyertakan isnadnya, dan kebanyakan menyertakan pendapat di dalam kitab tafsir mereka tanpa memilah mana yang sahih dan mana yang tidak, oleh sebab dimungkinkannya mereka tanpa memilah mana yang sahih dan mana yang tidak, oleh sebab dimungkinkannya pula menyertakan pandangan yang pula menyertakan pandangan yang mawdūmawdū‘ dan dibuat-buat. Diantara kitab-kitab tafsir bil ‘ dan dibuat-buat. Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsuur sesudah Tabari adalah ma’tsuur sesudah Tabari adalah

Ma‘ālim al-Tanzīl Ma‘ālim al-Tanzīl karya al-Baghāwī (w. 512 H); karya al-Baghāwī (w. 512 H); Tafsir al-Quran al-‘ATafsir al-Quran al-‘Azzîmîm karya Ibn Katsir (w. 774 H), karya Ibn Katsir (w. 774 H), Al-Durr al-Mantsūr fī tafsīr al-Ma’tsūrAl-Durr al-Mantsūr fī tafsīr al-Ma’tsūr karya al-Suyūtī (w. 911 H) karya al-Suyūtī (w. 911 H)

Page 33: Mpth

Tafsir bil Ra’yiTafsir bil Ra’yi

Tafsir bi al-Ra’yiTafsir bi al-Ra’yi adalah sebutan untuk tafsir al-Quran yang menjelaskan ayat- adalah sebutan untuk tafsir al-Quran yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan ijtihad. Prasayarat yang harus dimiliki oleh ayat al-Qur’an dengan menggunakan ijtihad. Prasayarat yang harus dimiliki oleh seorang mufassir dalam penafsiran ini adalah pengetahuan yang baik tentang seorang mufassir dalam penafsiran ini adalah pengetahuan yang baik tentang kalimat bahasa Arab dan aspek-aspeknya. Selain itu, ada juga yang kalimat bahasa Arab dan aspek-aspeknya. Selain itu, ada juga yang mensyaratkan bahwa seorang mufassir juga harus memiliki pengetahuan tentang mensyaratkan bahwa seorang mufassir juga harus memiliki pengetahuan tentang syair-syair jahiliah, serta mengetahui asbab al-nuzul, memiliki pengetahuan yang syair-syair jahiliah, serta mengetahui asbab al-nuzul, memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal nasikh mansukh ayat al-Quran, dan ilmu lainnya.cukup dalam hal nasikh mansukh ayat al-Quran, dan ilmu lainnya.

Latar belakang munculnya corak penafsiran ini adalah ketika ilmu-ilmu keislaman Latar belakang munculnya corak penafsiran ini adalah ketika ilmu-ilmu keislaman berkembang dengan aneka ragam corak yang bermunculan, pada saat yang berkembang dengan aneka ragam corak yang bermunculan, pada saat yang sama para ulama mengalami puncak kejayaan dengan beragam karya yang sama para ulama mengalami puncak kejayaan dengan beragam karya yang memuat ilmu-ilmu keislaman. Hal tersebut berkembang pesat lantaran sarjana memuat ilmu-ilmu keislaman. Hal tersebut berkembang pesat lantaran sarjana muslim giat dalam menelaah kitab suci al-Qur’an, sehingga ketika tafsir sudah muslim giat dalam menelaah kitab suci al-Qur’an, sehingga ketika tafsir sudah mulai berkembang banyak dan ilmu-ilmu keislaman juga sudah muncul dengan mulai berkembang banyak dan ilmu-ilmu keislaman juga sudah muncul dengan aneka ragam disiplin, maka setiap mufassir berusaha mengembangkan corak aneka ragam disiplin, maka setiap mufassir berusaha mengembangkan corak penafsiran yang berbeda dengan corak penafsiran yang dibuat oleh mufassir penafsiran yang berbeda dengan corak penafsiran yang dibuat oleh mufassir lainnya. lainnya.

Kecenderungan untuk membuat tafsir yang berbeda dengan tafsir yang dibuat Kecenderungan untuk membuat tafsir yang berbeda dengan tafsir yang dibuat oleh ulama lain, misalnya menjadi alasan mengapa Zamakhsyari menyusun kitab oleh ulama lain, misalnya menjadi alasan mengapa Zamakhsyari menyusun kitab tafsirnya tafsirnya al-Kasysyafal-Kasysyaf sebagai tafsir yang mencirikan analisis atas ketinggian sebagai tafsir yang mencirikan analisis atas ketinggian balaghah al-Qur’an. Begitu juga ketika seorang alim disamping terkenal dalam balaghah al-Qur’an. Begitu juga ketika seorang alim disamping terkenal dalam ilmu tafsir, ia juga seorang faqih, atau ahli bahasa, atau bahkan seorang failasuf ilmu tafsir, ia juga seorang faqih, atau ahli bahasa, atau bahkan seorang failasuf dan ahli ilmu astronomi serta teologi. Maka muncullah pandangan-pandangan dan ahli ilmu astronomi serta teologi. Maka muncullah pandangan-pandangan ijtihadi yang menjadi ciri khas corak keilmuan yang dikuasai dalam tafsir yang ijtihadi yang menjadi ciri khas corak keilmuan yang dikuasai dalam tafsir yang disusunnya. Sehingga, jika sebuah ayat al-Quran memiliki kaitan dengan ilmu disusunnya. Sehingga, jika sebuah ayat al-Quran memiliki kaitan dengan ilmu yang dimilikinya, maka keluarlah pengetahuannya tentang masalah tersebut.yang dimilikinya, maka keluarlah pengetahuannya tentang masalah tersebut.

Diantara karya-karya tafsir bi al-ra’yi yang menonjolkan pandangan ijtihadi para Diantara karya-karya tafsir bi al-ra’yi yang menonjolkan pandangan ijtihadi para mufassirnya berdasarkan kepasitas ilmiah yang mereka kuasai adalah: mufassirnya berdasarkan kepasitas ilmiah yang mereka kuasai adalah:

Mafātih al-GhaybMafātih al-Ghayb karya Fakhr al-Din al-Rāzī (w.606 H); karya Fakhr al-Din al-Rāzī (w.606 H); Anwār al-Tanzīl wa asrār al-ta’wīlAnwār al-Tanzīl wa asrār al-ta’wīl karya al-Baghāwī (w.691 H); karya al-Baghāwī (w.691 H); Madārik al-Tanzīl wa haqā’iq al-ta’wīlMadārik al-Tanzīl wa haqā’iq al-ta’wīl karya al-Nasafī (w.701 H); karya al-Nasafī (w.701 H); Lubāb al-ta’wīl fī ma‘ānī al-tanzīlLubāb al-ta’wīl fī ma‘ānī al-tanzīl karya Imam al-Khāzin (w.741 H); karya Imam al-Khāzin (w.741 H); Irshād al-‘aql al-Salīm ilā mazāyaIrshād al-‘aql al-Salīm ilā mazāya al-Kitāb al-karīmal-Kitāb al-karīm karya Abū Sa‘ūd (w.982 H). karya Abū Sa‘ūd (w.982 H).

Page 34: Mpth

Tafsir SufiTafsir Sufi

Corak penafsiran ini didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat al-Qur’an secara potensial Corak penafsiran ini didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat al-Qur’an secara potensial mengandung 4 tingkatan makna: mengandung 4 tingkatan makna:

zhahir, zhahir, batin, batin, hadd, hadd, dandan matla’. matla’.

Di samping itu, ada sebuah doktrin yang cukup kuat dipegangi kalangan sufi, yaitu bahwa Di samping itu, ada sebuah doktrin yang cukup kuat dipegangi kalangan sufi, yaitu bahwa para wali merupakan pewaris kenabian. Mereka mengaku memiliki tugas yang serupa, meski para wali merupakan pewaris kenabian. Mereka mengaku memiliki tugas yang serupa, meski berbeda secara substansial. Jika para rasul mengemban tugas untuk menyampaikan berbeda secara substansial. Jika para rasul mengemban tugas untuk menyampaikan risalah risalah ilahiyah ilahiyah kepada ummat manusia dalam bentuk ajaran-ajaran agama, maka para sufi kepada ummat manusia dalam bentuk ajaran-ajaran agama, maka para sufi memikul tugas guna menyebarkan memikul tugas guna menyebarkan risalahrisalah akhlaqiyyahakhlaqiyyah, ajaran-ajaran moral yang mengacu , ajaran-ajaran moral yang mengacu pada keluhuran budi pekerti.pada keluhuran budi pekerti.

Klaim Sufi sebagai pengemban Klaim Sufi sebagai pengemban risala akhlaqiyyarisala akhlaqiyya memberi peluang bagi kemungkinan bahwa memberi peluang bagi kemungkinan bahwa para sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat kebersihan hati mereka ketika para sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat kebersihan hati mereka ketika mencapai tahapanmencapai tahapan ma’rifat ma’rifat dalam tahap-tahap dalam tahap-tahap muraqabahmuraqabah kepada Allah. Sebuah konsep kepada Allah. Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai kedudukan yang disebutnya sebagai nubuwwat al-amma al-muktasabahnubuwwat al-amma al-muktasabah (predikat kenabian (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan). Berbeda dengan predikat para rasul dan nabi yang umum yang dapat diusahakan). Berbeda dengan predikat para rasul dan nabi yang menerima menerima nubuwwat al-ikhtisasnubuwwat al-ikhtisas (kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai (kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian utusannya, kenabian umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai akhir zaman nanti.tertutup sampai akhir zaman nanti.

Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassirnya tidak menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassirnya tidak menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an melalui jalan i’tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada melalui jalan i’tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada menyuarakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau menyuarakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau dikenal dengan penafsiran isyari. Yaitu, bukan dengan mengungkapkan makna lahiriahnya dikenal dengan penafsiran isyari. Yaitu, bukan dengan mengungkapkan makna lahiriahnya seperti dipahami oleh penutur bahasa Arab kebanyakan, tetapi dengan mengungkapkan seperti dipahami oleh penutur bahasa Arab kebanyakan, tetapi dengan mengungkapkan isyarat-isyarat yang tersembunyi guna mencapai makna batin yang dipahami oleh kalangan isyarat-isyarat yang tersembunyi guna mencapai makna batin yang dipahami oleh kalangan sufi. sufi.

Contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi: Contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi: Tafsir al-Qur’ān al-AzimTafsir al-Qur’ān al-Azim, karya Sahl al-Tustarī (w.283 H); , karya Sahl al-Tustarī (w.283 H); Haqā’iq al-TafsīrHaqā’iq al-Tafsīr karya Abu Abd al-Rahman al-Sulamī (w.412 H); karya Abu Abd al-Rahman al-Sulamī (w.412 H); Lata’if al-IsyaratLata’if al-Isyarat karya al-Qusyairi, karya al-Qusyairi, Arā’is al-Bayān fī Haqā’iq al-Qur’ānArā’is al-Bayān fī Haqā’iq al-Qur’ān karya al-Syirazī (w.606). karya al-Syirazī (w.606).

Page 35: Mpth

Tafsir FiqhiTafsir Fiqhi

Bersamaan dengan lahirnya corak tafsir bil ma’tsūr, corak tafsir fiqhī juga muncul pada Bersamaan dengan lahirnya corak tafsir bil ma’tsūr, corak tafsir fiqhī juga muncul pada saat yang bersamaan, melalui penukilan riwayat yang sama tanpa ada pembedaan di saat yang bersamaan, melalui penukilan riwayat yang sama tanpa ada pembedaan di antara keduanya. Ini terjadi lantaran kebanyakan masalah yang muncul dan menjadi antara keduanya. Ini terjadi lantaran kebanyakan masalah yang muncul dan menjadi bahan pertanyaan para sahabat sejak masa awal Islam, sampai pada generasi bahan pertanyaan para sahabat sejak masa awal Islam, sampai pada generasi selanjutnya adalah masalah yang berkaitan dengan aspek hukum. Di sini, keputusan selanjutnya adalah masalah yang berkaitan dengan aspek hukum. Di sini, keputusan hukum yang bersumber dari al-Qur’an bisa muncul dengan cara melakukan penafsiran hukum yang bersumber dari al-Qur’an bisa muncul dengan cara melakukan penafsiran terhadapnya. Pada awal Islam, ketika menemukan sebuah masalah, maka yang selalu terhadapnya. Pada awal Islam, ketika menemukan sebuah masalah, maka yang selalu dilakukan oleh para sahabat adalah mengembalikan permasalahannya kepada Nabi dilakukan oleh para sahabat adalah mengembalikan permasalahannya kepada Nabi SAW. Dengan begitu, Nabi SAW kemudian memberikan jawaban. Jawaban-jawaban Nabi SAW. Dengan begitu, Nabi SAW kemudian memberikan jawaban. Jawaban-jawaban Nabi SAW ini digambarkan sebagai bentuk penafsiran bi al-ma’tsūr, yang dengan muatan SAW ini digambarkan sebagai bentuk penafsiran bi al-ma’tsūr, yang dengan muatan penjelasan tentang hukum Islam dapat pula disebut dengan tafsir fiqhī. Oleh karena itu, penjelasan tentang hukum Islam dapat pula disebut dengan tafsir fiqhī. Oleh karena itu, boleh dikatakan pula bahwa tafsir fiqhi muncul dan berkembang bersamaan dengan boleh dikatakan pula bahwa tafsir fiqhi muncul dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya ijtihad, yang hasilnya tentu saja sudah sangat banyak, dan diteruskan berkembangnya ijtihad, yang hasilnya tentu saja sudah sangat banyak, dan diteruskan dari generasi ke generasi secara tulus sejak awal turunnya al-Qur’ān sampai masa dari generasi ke generasi secara tulus sejak awal turunnya al-Qur’ān sampai masa penyusunan aliran-aliran hukum Islam menurut madzhab tertentu.penyusunan aliran-aliran hukum Islam menurut madzhab tertentu.

Pada masa pembentukan madzhab, beragam peristiwa yang menimpa kaum muslimin Pada masa pembentukan madzhab, beragam peristiwa yang menimpa kaum muslimin mengantarkan pada pembentukan hukum-hukum yang sebelumnya mungkin tidak mengantarkan pada pembentukan hukum-hukum yang sebelumnya mungkin tidak pernah ada. Maka masing-masing Imam madzhab melakukan analisis terhadap kejadian-pernah ada. Maka masing-masing Imam madzhab melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian ini berdasarkan sandaran al-Qur’ān dan al-Sunnah, serta sumber-sumber ijtihad kejadian ini berdasarkan sandaran al-Qur’ān dan al-Sunnah, serta sumber-sumber ijtihad lainnya. Dengan itu, para imam memberikan keputusan hukum yang telah melalui lainnya. Dengan itu, para imam memberikan keputusan hukum yang telah melalui pertimbangan pemikiran di dalam hatinya, dan meyakini bahwa hal yang dihasilkan itu pertimbangan pemikiran di dalam hatinya, dan meyakini bahwa hal yang dihasilkan itu merupakan sesuatu yang benar, yang didasarkan pada dalil-dalil dan argumentasi.merupakan sesuatu yang benar, yang didasarkan pada dalil-dalil dan argumentasi.

Faktor yang cukup mencolok berkaitan dengan kemunculan corak tafsir fiqhi adalah Faktor yang cukup mencolok berkaitan dengan kemunculan corak tafsir fiqhi adalah karya-karya yang menampilkan pandangan fiqih yang cukup sektarian, ketika kita karya-karya yang menampilkan pandangan fiqih yang cukup sektarian, ketika kita menemukan tafsir fiqhi sebagai bagian dari perkembangan kitab-kitab fiqh yang menemukan tafsir fiqhi sebagai bagian dari perkembangan kitab-kitab fiqh yang disusun oleh para pendiri madzhab. Meskipun begitu, ada pula sebagian yang disusun oleh para pendiri madzhab. Meskipun begitu, ada pula sebagian yang memberikan analisis dengan membandingkan perbedaan pandangan madzhab yang memberikan analisis dengan membandingkan perbedaan pandangan madzhab yang mereka anut. mereka anut.

Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqhī:Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqhī: Ahkām al-QuranAhkām al-Quran karya al-Jassās (w. 370 H); karya al-Jassās (w. 370 H); Ahkām al-QuranAhkām al-Quran karya Ibn al-‘Arabi (w. 543 H); karya Ibn al-‘Arabi (w. 543 H); Al-Jāmi‘ li ahkām al-Quran Al-Jāmi‘ li ahkām al-Quran karya al-Qurtubī (w. 671 H).karya al-Qurtubī (w. 671 H).

Page 36: Mpth

Tafsir FalsafiTafsir Falsafi

Latar belakang yang menyebabkan munculnya corak penafsiran falsafi Latar belakang yang menyebabkan munculnya corak penafsiran falsafi terhadap al-Qur’an adalah karena berkembangnya gerakan penerjemahan terhadap al-Qur’an adalah karena berkembangnya gerakan penerjemahan yang dilakukan pada masa Abbasiyah. Gerakan ini telah membuka khazanah yang dilakukan pada masa Abbasiyah. Gerakan ini telah membuka khazanah berbagai ilmu pengetahuan, termasuk pemikiran filsafat Yunani. berbagai ilmu pengetahuan, termasuk pemikiran filsafat Yunani.

Ada dua reaksi atas perkembangan semacam ini: Ada dua reaksi atas perkembangan semacam ini: Pertama, sebagian kelompok menolak filsafat karena bertentangan dengan agama. Pertama, sebagian kelompok menolak filsafat karena bertentangan dengan agama.

Kelompok ini mengerahkan seluruh hidupnya untuk menolak dan menjauhkan orang Kelompok ini mengerahkan seluruh hidupnya untuk menolak dan menjauhkan orang dari filsafat. Di antara para tokohnnya yang terkenal adalah dari filsafat. Di antara para tokohnnya yang terkenal adalah

Imam Ghazali, danImam Ghazali, dan Fakhr al-Din al-Rāzī Fakhr al-Din al-Rāzī Keduanya memaparkan dalam tafsirnya teori-teori filsafat yang jelas-jelas berada dalam Keduanya memaparkan dalam tafsirnya teori-teori filsafat yang jelas-jelas berada dalam

pandangan yang bertentangan dengan agama, dan dengan al-Quran secara khusus. Maka pandangan yang bertentangan dengan agama, dan dengan al-Quran secara khusus. Maka mereka menolak sesuai dengan kadar yang bisa mencukupkan argumentasi dan mengkritik mereka menolak sesuai dengan kadar yang bisa mencukupkan argumentasi dan mengkritik metodenya. metodenya.

Kedua, kelompok yang sangat mengagumi filsafat dan menerima teori-teroi yang Kedua, kelompok yang sangat mengagumi filsafat dan menerima teori-teroi yang sebenarnya bertentangan dengan nass syariat yang dipercaya bersifat pasti. sebenarnya bertentangan dengan nass syariat yang dipercaya bersifat pasti. Kelompok ini mengupayakan adanya keserasian antara falsafah dengan agama, dan Kelompok ini mengupayakan adanya keserasian antara falsafah dengan agama, dan menghilangkan pertentangan di antara keduanya. Akan tetapi, kelompok ini tidak menghilangkan pertentangan di antara keduanya. Akan tetapi, kelompok ini tidak sampai pada tahap penyesuaian yang benar-benar sempurna, sebagaimana terlihat sampai pada tahap penyesuaian yang benar-benar sempurna, sebagaimana terlihat dalam penjelasan mereka terhadap ayat-ayat al-Quran yang berupa penjelasan yang dalam penjelasan mereka terhadap ayat-ayat al-Quran yang berupa penjelasan yang disokong oleh teori-teori filsafat yang tidak mungkin dimiliki oleh nash al-Quran disokong oleh teori-teori filsafat yang tidak mungkin dimiliki oleh nash al-Quran dalam kondisi apapun.dalam kondisi apapun.

Kitab tafsir yang tergolong ke dalam corak penafsiran falsafi yang mewakili Kitab tafsir yang tergolong ke dalam corak penafsiran falsafi yang mewakili kelompok yang menolak filsafat adalah kelompok yang menolak filsafat adalah Mafātih al-Ghayb Mafātih al-Ghayb karya Fakhr al-Razī karya Fakhr al-Razī (w. 606 H),(w. 606 H),

sedangkan dari kelompok kedua tidak ada karya yang bisa dikelompokkan ke sedangkan dari kelompok kedua tidak ada karya yang bisa dikelompokkan ke dlaam karya tafsir selain dari penafsiran terhadap penggalan-penggalan ayat dlaam karya tafsir selain dari penafsiran terhadap penggalan-penggalan ayat al-Qur’an dalam kitab filsafat.al-Qur’an dalam kitab filsafat.

Page 37: Mpth

Tafsir IlmiTafsir Ilmi

Alasan yang melahirkan penafsiran ilmiah adalah karena seruan al-Quran Alasan yang melahirkan penafsiran ilmiah adalah karena seruan al-Quran pada dasarnya adalah sebuah seruan ilmiah. Yaitu seruan yang didasarkan pada dasarnya adalah sebuah seruan ilmiah. Yaitu seruan yang didasarkan pada kebebasan akal dari keragu-raguan dan prasangka buruk, bahkan al-pada kebebasan akal dari keragu-raguan dan prasangka buruk, bahkan al-Quran mengajak untuk merenungkan fenomena alam semesta, atau seperti Quran mengajak untuk merenungkan fenomena alam semesta, atau seperti juga banyak kita jumpai ayat-ayat al-Quran ditutup dengan ungkapan-juga banyak kita jumpai ayat-ayat al-Quran ditutup dengan ungkapan-ungkapan, “Telah kami terangkan ayat-ayat ini bagi mereka yang miliki ilmu”, ungkapan, “Telah kami terangkan ayat-ayat ini bagi mereka yang miliki ilmu”, atau dengan ungkapan, “bagi kaum yang memiliki pemahaman”, atau dengan atau dengan ungkapan, “bagi kaum yang memiliki pemahaman”, atau dengan ungkpan, “bagi kaum yang berfikir.”ungkpan, “bagi kaum yang berfikir.”

Apa yang dicakup oleh ayat-ayat kauniyah dengan makna-makna yang Apa yang dicakup oleh ayat-ayat kauniyah dengan makna-makna yang mendalam akan menunjukkan pada sebuah pandangan bagi pemerhati kajian mendalam akan menunjukkan pada sebuah pandangan bagi pemerhati kajian dan pemikiran khususnya, bahwa merekalah yang dimaksudkan dalam dan pemikiran khususnya, bahwa merekalah yang dimaksudkan dalam perintah untuk mengungkap tabir pengetahuannya melalui perangkat ilmiah perintah untuk mengungkap tabir pengetahuannya melalui perangkat ilmiah yang berkenaan dengan itu. Walhasil, ketika sebagian ulama menangkap yang berkenaan dengan itu. Walhasil, ketika sebagian ulama menangkap hakikat bahwa al-Qur’an mendorong manusia untuk berpikir dan menguasai hakikat bahwa al-Qur’an mendorong manusia untuk berpikir dan menguasai ilmu pengetahuan, mereka menyusun tafsir ayat-ayat kauniyah, menurut ilmu pengetahuan, mereka menyusun tafsir ayat-ayat kauniyah, menurut kaidah bahasa dan kelazimannya, menurut ukuran yang mereka bisa kaidah bahasa dan kelazimannya, menurut ukuran yang mereka bisa terangkan sebagai bagian ilmu yang bersumber dari agama mereka terangkan sebagai bagian ilmu yang bersumber dari agama mereka berdasarkan kesimpulan analisis yang mereka dapatkan dari kenyataan pula. berdasarkan kesimpulan analisis yang mereka dapatkan dari kenyataan pula.

Karya yang bisa digolongkan dalam kelompok tafsir ilmi adalah Karya yang bisa digolongkan dalam kelompok tafsir ilmi adalah Tafsir al-KabīrTafsir al-Kabīr karya Imam Fakh al-Razî dan karya Imam Fakh al-Razî dan Tafsir al-Jawahir Tafsir al-Jawahir karya Tan karya Tanttawi Jauhari. awi Jauhari. Sebagian ulama ada juga yang memasukkan beberapa karya seperti Sebagian ulama ada juga yang memasukkan beberapa karya seperti Ihyā’ ‘ulūm al-Ihyā’ ‘ulūm al-

dīn, dīn, dan dan Jawāhir al-QuranJawāhir al-Quran karya Imam al-Ghazāli; serta karya Imam al-Ghazāli; serta al-Itqanal-Itqan karya al-Suyūtī karya al-Suyūtī sebagai karya yang mencerminkan corak tafsir ilmi ini, akan tetapi bila tafsir sebagai karya yang mencerminkan corak tafsir ilmi ini, akan tetapi bila tafsir dipahami sebagai genre untuk karya yang menampilkan penafsiran al-Qur’an dipahami sebagai genre untuk karya yang menampilkan penafsiran al-Qur’an berdasarkan tata urutan ayatnya sesuai dengan mushaf, sebagaimana corak ini berdasarkan tata urutan ayatnya sesuai dengan mushaf, sebagaimana corak ini tergolong kepada metode tafsir tahlili, maka ketiga karya yang disebut terakhir tidak tergolong kepada metode tafsir tahlili, maka ketiga karya yang disebut terakhir tidak bisa di masukkan ke dalamnya.bisa di masukkan ke dalamnya.

Page 38: Mpth

Tafsir Adabi Ijtima’iTafsir Adabi Ijtima’i

Tafsir Adabi Ijtima’i Tafsir Adabi Ijtima’i yaituyaitu corak penafsiran corak penafsiran yang menekankan penjelasan tentang aspek-yang menekankan penjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian gaya aspek yang terkait dengan ketinggian gaya bahasa al-Qur’an (bahasa al-Qur’an (balaghahbalaghah) yang menjadi dasar ) yang menjadi dasar kemukjizatannya. Atas dasar dalam prosedur kemukjizatannya. Atas dasar dalam prosedur penafsirannya mufassir menerangkan:penafsirannya mufassir menerangkan: makna-makna ayat-ayat al-Qur’an, makna-makna ayat-ayat al-Qur’an, menampilkan sunnatullah yang tertuang di alam raya menampilkan sunnatullah yang tertuang di alam raya

dan sistem-sistem sosial, dan sistem-sistem sosial, Semua dilakukan sehingga ia dapat memberikan jalan Semua dilakukan sehingga ia dapat memberikan jalan

keluar bagi persoalan kaum muslimin secara khusus, keluar bagi persoalan kaum muslimin secara khusus, dan persoalan ummat manusia secara universal sesuai dan persoalan ummat manusia secara universal sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh al-Qur’an.dengan petunjuk yang diberikan oleh al-Qur’an.

Karya-karya tafsir yang dapat dimasukkan dalam Karya-karya tafsir yang dapat dimasukkan dalam kategori ini: kategori ini: Tafsir al-ManarTafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Rida (w. 1935), karya Muhammad Rasyid Rida (w. 1935), Tafsir al-MaraghiTafsir al-Maraghi karya Mustafa al-Maraghi (w. 1945), karya Mustafa al-Maraghi (w. 1945),

dan dan Tafsir al-Qur’an al-Karim Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Syaltut.karya Mahmud Syaltut.

Page 39: Mpth

cc

Kelompok Kajian Hadis Kelompok Kajian Hadis dan Ilmu Hadisdan Ilmu Hadis

Page 40: Mpth

Pengertian dan Ruang LingkupPengertian dan Ruang Lingkup

Kajian Hadis dimaksudkan sebagai Kajian Hadis dimaksudkan sebagai kajian yang menjadikan hadis Nabi kajian yang menjadikan hadis Nabi SAW sebagai objek kajiannya. SAW sebagai objek kajiannya.

Dalam hal ini, ada 2 elemen utama Dalam hal ini, ada 2 elemen utama yang terkait dengan hadis: yang terkait dengan hadis: pertamapertama, matan atau substansi , matan atau substansi

pernyataan dalam sebuah hadis; dan pernyataan dalam sebuah hadis; dan keduakedua, sanad atau daftar para perawi , sanad atau daftar para perawi

yang berperan dalam mentransmisikan yang berperan dalam mentransmisikan hadis itu sampai kepada perawi terakhir hadis itu sampai kepada perawi terakhir yang menuliskannya di dalam sebuah yang menuliskannya di dalam sebuah kitab hadis.kitab hadis.

Page 41: Mpth

Klasifikasi Bidang Kajian dalam Ilmu HadisKlasifikasi Bidang Kajian dalam Ilmu Hadis

Ilmu rijal al-haditsIlmu rijal al-hadits guna mengetahui ihwal perawi di guna mengetahui ihwal perawi di kalangan sahabat, tabiin, dan tabiit tabiinkalangan sahabat, tabiin, dan tabiit tabiin

Ilmu tawarikh al-ruwâtIlmu tawarikh al-ruwât, yaitu ilmu yang menjelaskan , yaitu ilmu yang menjelaskan biografi para perawi hadis: kapan dan di mana dilahirkan, biografi para perawi hadis: kapan dan di mana dilahirkan, dari siapa ia menerima hadis, siapa yang mengambil hadis dari siapa ia menerima hadis, siapa yang mengambil hadis darinya, dan di mana ia wafat. Contoh karya bidang ini: darinya, dan di mana ia wafat. Contoh karya bidang ini:

al-Tarikh al-Kabîral-Tarikh al-Kabîr karya al-Bukhârî (w. 252 H); karya al-Bukhârî (w. 252 H); Tarikh NisabûrTarikh Nisabûr al-Hakim al-Naisabûrî; al-Hakim al-Naisabûrî; Tarikh BaghdâdTarikh Baghdâd karya al-Khatîb al-Baghdâdî; karya al-Khatîb al-Baghdâdî; Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-RijâlTahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl karya Abû al-Hajjâj Yusuf al- karya Abû al-Hajjâj Yusuf al-

Mizzî ( w. 742 H); Mizzî ( w. 742 H); tahdzib al-tahdzîbtahdzib al-tahdzîb karya Ibn Hajar al-Asqallânî (w. 852 H) karya Ibn Hajar al-Asqallânî (w. 852 H)

Ilmu TabaqâtIlmu Tabaqât membahas kelompok orang-orang (jama’ah) membahas kelompok orang-orang (jama’ah) yang memiliki kesamaan masa hidup. Contoh kitab yang memiliki kesamaan masa hidup. Contoh kitab

Tabaqât al-Kubrâ Tabaqât al-Kubrâ karya al-Wâqidî (w. 230 H); karya al-Wâqidî (w. 230 H); Tabaqât al-RuwâtTabaqât al-Ruwât karya Khalifa b Khayyâth al-Syaibanî (w. 240 karya Khalifa b Khayyâth al-Syaibanî (w. 240

H); H); Tabaqât al-Tâbi’în Tabaqât al-Tâbi’în karya Muslim (w. 261 H), karya Muslim (w. 261 H), Tabaqât al-Muhadditsîn wa al-RuwâtTabaqât al-Muhadditsîn wa al-Ruwât karya Ahmad b Abd Allah b karya Ahmad b Abd Allah b

Ahmad al-Isfahânî (w. 430 H); Ahmad al-Isfahânî (w. 430 H); Tabaqât al-HuffâzhTabaqât al-Huffâzh karya al-Dzahabî (w. 748); dan karya al-Dzahabî (w. 748); dan tabaqât al-tabaqât al-

hiffâdz hiffâdz karya al-Suyutî (w. 911 H).karya al-Suyutî (w. 911 H).

Page 42: Mpth

IlmuIlmu mu’talifmu’talif dan dan mukhtalifmukhtalif, yaitu ilmu yang membahas , yaitu ilmu yang membahas kesamaan bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran, kesamaan bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran, atau nama keturunan para perawi, tetapi bunyi bacaannya atau nama keturunan para perawi, tetapi bunyi bacaannya berlainan. Bila sama bunyi lafadznya disebut mu’talif, bila berlainan. Bila sama bunyi lafadznya disebut mu’talif, bila tidak disebut mukhtalif. Ada pula istilah yang dikenal tidak disebut mukhtalif. Ada pula istilah yang dikenal dengan dengan muttafiq dan muftariq muttafiq dan muftariq yang membahas yang membahas kesamaan bentuk tulisan dan ucapan, tetapi orangnya kesamaan bentuk tulisan dan ucapan, tetapi orangnya berlainan. Contoh karya di bidang-bidang ini: berlainan. Contoh karya di bidang-bidang ini:

al-Mu’talif wa al-mukhtalif fî asmâ’i naqlat al-haditsal-Mu’talif wa al-mukhtalif fî asmâ’i naqlat al-hadits dan dan Musytabih al-nisbaMusytabih al-nisba karya Abd al-Ghanî b Sa’d al-Azdî (w. 409 H); karya Abd al-Ghanî b Sa’d al-Azdî (w. 409 H);

al-Musytabih fî asmâ’ al-Rijâlal-Musytabih fî asmâ’ al-Rijâl karya Dzahabî (w. 748); dan karya Dzahabî (w. 748); dan Tabsîr al-muntabih bi tahrîr al-musytabihTabsîr al-muntabih bi tahrîr al-musytabih karya Ibn Hajar al- karya Ibn Hajar al-

Asqallânî (w. 852 H)Asqallânî (w. 852 H).. Ilmu jarh wa ta’dîlIlmu jarh wa ta’dîl membahas ihwal perawi dari segi membahas ihwal perawi dari segi

diterima ataupun ditolak periwayatannya. Kitab-kitab yang diterima ataupun ditolak periwayatannya. Kitab-kitab yang termasuk bidang ilmu ini: termasuk bidang ilmu ini:

Ma’rifat al-RijalMa’rifat al-Rijal karya Ibn Ma’in; karya Ibn Ma’in; al-Du’afâal-Du’afâ karya al-Bukhârî (w. 252 H); karya al-Bukhârî (w. 252 H); al-Thiqâtal-Thiqât karya Ibn Hibbân (w. 304 H); karya Ibn Hibbân (w. 304 H); Al-Jarh wa al-Ta’dîlAl-Jarh wa al-Ta’dîl karya Ibn Abî Hâtim al-Râzî (w. 326); karya Ibn Abî Hâtim al-Râzî (w. 326); Mîzân al-I’tidâlMîzân al-I’tidâl (3 vol) karya Al-Dzahabî (w. 748); (3 vol) karya Al-Dzahabî (w. 748); Lisân al-Mîzân Lisân al-Mîzân (6 vol) karya Ibn Hajar al-Asqallânî (w. 852 H). (6 vol) karya Ibn Hajar al-Asqallânî (w. 852 H).

Page 43: Mpth

Ilmu gharîb al-haditsIlmu gharîb al-hadits membahas lafazh-lafazh dalam membahas lafazh-lafazh dalam matan hadis yang sulit difahami karena jarang matan hadis yang sulit difahami karena jarang dipergunakan. Karya-karya bidang ini: dipergunakan. Karya-karya bidang ini:

Gharib al-Hadits Gharib al-Hadits oleh Abu Ubayd Qâsim b Salâm (w. 224 H); oleh Abu Ubayd Qâsim b Salâm (w. 224 H); al-Fâ’iq fî Gharib al-hadits al-Fâ’iq fî Gharib al-hadits karya Zamakhsyarî (w. 538 H); karya Zamakhsyarî (w. 538 H); al-Nihâya fî Ghârib al-Hadîts wa al-Athâral-Nihâya fî Ghârib al-Hadîts wa al-Athâr oleh Ibn al-Atsîr al- oleh Ibn al-Atsîr al-

Jazarî (w. 606 H).Jazarî (w. 606 H). Ilmu asbâb wurûd al-haditsIlmu asbâb wurûd al-hadits menerangkan sebab menerangkan sebab

lahirnya sebuah hadits. Contoh karya bidang ini: lahirnya sebuah hadits. Contoh karya bidang ini: Al-Bayân wa Ta’rîf fî Asbâb wurûd al-Hadits al-SyarîfAl-Bayân wa Ta’rîf fî Asbâb wurûd al-Hadits al-Syarîf karya Ibn karya Ibn

Hamzah al-Husainî (w. 1120 H). Hamzah al-Husainî (w. 1120 H). Ilmu tawârikh al-mutûnIlmu tawârikh al-mutûn membahas kapan dan di mana membahas kapan dan di mana

sebuah hadits diucapkan oleh Nabi SAW. Perintis ilmu ini sebuah hadits diucapkan oleh Nabi SAW. Perintis ilmu ini Abû Hafs Amr b Salar al-Bulqînî dengan kitab Abû Hafs Amr b Salar al-Bulqînî dengan kitab Mahâsin al-Mahâsin al-IstilâhIstilâh..

Ilmu nâsikh wa al-mansûkhIlmu nâsikh wa al-mansûkh membahas hadits-hadits membahas hadits-hadits yang berlawanan maknanya dan tidak mungkin yang berlawanan maknanya dan tidak mungkin mengkompromikannya lagi, sehingga perlu ditentukan mengkompromikannya lagi, sehingga perlu ditentukan mana yang mana yang nâsikhnâsikh dan mana yang dan mana yang mansûkhmansûkh. Karya bidang . Karya bidang ini ini

Nasikh al-Hadits wa mansûkhuhNasikh al-Hadits wa mansûkhuh karya Abu Bakr Ahmad b karya Abu Bakr Ahmad b Muhammad al-Atsram (w. 261 H); juga Muhammad al-Atsram (w. 261 H); juga

Nasikh al-Hadits wa mansûkhuhNasikh al-Hadits wa mansûkhuh karya Abu Hafs b Ahmad al- karya Abu Hafs b Ahmad al-Baghdâdî, populer dengan sebutan Ibn Syâhîn (w. 385 H); Baghdâdî, populer dengan sebutan Ibn Syâhîn (w. 385 H);

al-i’tibâr fî al-Nâsikh wa al-mansûkh min al-atsaral-i’tibâr fî al-Nâsikh wa al-mansûkh min al-atsar karya Abu karya Abu Bakr Muhammad b Musa al-Hâzimî (w. 585)Bakr Muhammad b Musa al-Hâzimî (w. 585)

Page 44: Mpth

Ilmu mukhtalif al-haditsIlmu mukhtalif al-hadits membahas hadits-hadits yang membahas hadits-hadits yang pada lahirnya saling berawanan, yaitu dengan menghilangkan pada lahirnya saling berawanan, yaitu dengan menghilangkan pertentangan itu, ataupun dengan mengkompromikannya. pertentangan itu, ataupun dengan mengkompromikannya. Contoh karya: Contoh karya: Mukhtalif al-Hadits Mukhtalif al-Hadits karya al-Syâfi’î; karya al-Syâfi’î; Ta’wîl Mukhtalif al-HaditsTa’wîl Mukhtalif al-Hadits karya Abd Allâh b Muslim b Qutaiba al- karya Abd Allâh b Muslim b Qutaiba al-

Daynûrî (w. 276 H); Daynûrî (w. 276 H); Musykil al-AtsârMusykil al-Atsâr karya Ahmad b Muhammad al-Tahanâwî (321 H); karya Ahmad b Muhammad al-Tahanâwî (321 H); Musykil al-hadits wa bayânuhMusykil al-hadits wa bayânuh karya Ibn Furak al-Isfahanî (w. 406). karya Ibn Furak al-Isfahanî (w. 406).

Ilmu ‘ilal al-haditsIlmu ‘ilal al-hadits membahas sebab tersamar yang membahas sebab tersamar yang membuat kecacatan sebuah hadits, seperti menyambungkan membuat kecacatan sebuah hadits, seperti menyambungkan sanad yang munqati’, memarfu’kan berita yang mauquf, sanad yang munqati’, memarfu’kan berita yang mauquf, menyisipkan satu hadits dengan yang lain, atau menyisipkan satu hadits dengan yang lain, atau memutarbaikkan matan dengan sanad, dan sebaliknya. memutarbaikkan matan dengan sanad, dan sebaliknya. Contoh karya: Contoh karya: al-Tarikh wa al-ilalal-Tarikh wa al-ilal karya yahya b Ma’in (w. 233); karya yahya b Ma’in (w. 233); Ilal al-haditsIlal al-hadits karya Ahmad b Hanbal (w. 241); karya Ahmad b Hanbal (w. 241); al-musnad al-mu’allalal-musnad al-mu’allal karya Ya’qub b Syaibah al-Sudusy al-Basrî karya Ya’qub b Syaibah al-Sudusy al-Basrî

(w. 279); (w. 279); al-Ilal al-Ilal karya Isâ al-Tirmidhî (w. 279); karya Isâ al-Tirmidhî (w. 279); Ilal al-Hadits Ilal al-Hadits karya Ibn Abî Hâtim al-Râzî (w. 327); dan karya Ibn Abî Hâtim al-Râzî (w. 327); dan al-Ilal al-wârida fî al-ahâdits al-nabawiyyaal-Ilal al-wârida fî al-ahâdits al-nabawiyya karya Ali b Umar al- karya Ali b Umar al-

Dâruqitnî (w. 375).Dâruqitnî (w. 375).

Page 45: Mpth

Catatan tentang Kemungkinan Penelitian Catatan tentang Kemungkinan Penelitian Bidang Kajian Tafsir Hadis secara Multi-DisiplinerBidang Kajian Tafsir Hadis secara Multi-Disipliner

Dari ketiga kelompok kajian pokok dalam bidang ilmu Tafsir Dari ketiga kelompok kajian pokok dalam bidang ilmu Tafsir Hadis, selain mengandalkan pemakaian paradigma keilmuan Hadis, selain mengandalkan pemakaian paradigma keilmuan masing-masing secara mandiri, juag dimungkinkan untuk masing-masing secara mandiri, juag dimungkinkan untuk mengadakan penelitian ketiga bidang tersebut sekaligus mengadakan penelitian ketiga bidang tersebut sekaligus melalui penelitian multi-disipliner.melalui penelitian multi-disipliner.

Contohnya, jika seseorang melakukan penelitian terhadap Contohnya, jika seseorang melakukan penelitian terhadap karya tafsir bil ma’tsur, misalnya, maka ia selain diharuskan karya tafsir bil ma’tsur, misalnya, maka ia selain diharuskan menguasai bidang kajian metode tafsir, maka ia juag menguasai bidang kajian metode tafsir, maka ia juag diharapkan memiliki keahlian yang memadai di bidang hadis diharapkan memiliki keahlian yang memadai di bidang hadis dan ilmu hadis sebagai bidang ilmu sekunder karena tolok ukur dan ilmu hadis sebagai bidang ilmu sekunder karena tolok ukur validitas corak penafsiran ini menggunakan parameter kajian validitas corak penafsiran ini menggunakan parameter kajian hadis dan ilmu hadis.hadis dan ilmu hadis.

Begitu juga jika seseorang hendak melakukan penelitian Begitu juga jika seseorang hendak melakukan penelitian tentang karya-karya tafsir bil ra’yi, maka bidang-bidang tentang karya-karya tafsir bil ra’yi, maka bidang-bidang keahlian sekunder dalam ilmu-ilmu keislaman yang secara keahlian sekunder dalam ilmu-ilmu keislaman yang secara khusus menandai jenis corak tafsir yang diteliti: tasawuf, fiqih, khusus menandai jenis corak tafsir yang diteliti: tasawuf, fiqih, filsafat Islam, sastra, atau tafsir ilmiah secara umum perlu filsafat Islam, sastra, atau tafsir ilmiah secara umum perlu dikuasai secara mumpuni guna dapat menghasilkan analisis dikuasai secara mumpuni guna dapat menghasilkan analisis yang optimal.yang optimal.

Jika kemudian bidang ilmu sekunder yang harus dikuasai itu Jika kemudian bidang ilmu sekunder yang harus dikuasai itu berada di luar bidang kajian keislaman, maka yang terjadi berada di luar bidang kajian keislaman, maka yang terjadi adalah penelitian yang bersifat inter-disipliner.adalah penelitian yang bersifat inter-disipliner.

Page 46: Mpth

33

Ragam PendekatanRagam Pendekatan

InterdisiplinerInterdisipliner

Page 47: Mpth

Pertemuan Ke-5, 6, 7, dan 8Pertemuan Ke-5, 6, 7, dan 8

Standar KompetensiStandar Kompetensi Mahasiswa memahami Mahasiswa memahami

urgensi penelitian melalui urgensi penelitian melalui pendekatan interdisipliner pendekatan interdisipliner mengingat keterkaitan mengingat keterkaitan antara bidang kajian ilmu antara bidang kajian ilmu hadis dengan bidang-hadis dengan bidang-bidang kajian serta pisau bidang kajian serta pisau bedah analisis yang bedah analisis yang berasal dari luaur bidang berasal dari luaur bidang ilmu Tafsir Hadis secara ilmu Tafsir Hadis secara mandiri dalam iklim mandiri dalam iklim pengkajian Islam di era pengkajian Islam di era modern dewasa ini. modern dewasa ini.

Kompetesi DasarKompetesi Dasar Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu

menguaraikan ragam menguaraikan ragam pendekatan yang ada pendekatan yang ada dalam penelitian bidang dalam penelitian bidang kajian Tafsir hadis melalui kajian Tafsir hadis melalui skema penelitian skema penelitian interdisipliner, baik itu interdisipliner, baik itu menyangkut kajian naskah menyangkut kajian naskah secara filologis, amauun secara filologis, amauun kajian kritik yang bersifat kajian kritik yang bersifat tekstual dan kontekstual, tekstual dan kontekstual, juga pendekatan juga pendekatan interdisipliner interdisipliner menggunakan analisis menggunakan analisis filsafat hermeneutika dan filsafat hermeneutika dan kajian gender.kajian gender.

Page 48: Mpth

Ragam Pendekatan Interdisipliner dalam

Penelitian Tafsir Hadis

Filologi

Kesetaraan Gender

Kritik Naskah

Hermeneutika

Kritik Kontekstual

Disiplin keilmuan non-Tafsir Hadis

Ilmu Bahasa, sastra,

Ilmu-ilmu sosial

filsafat

Disiplin ilmu baru

Dan lain-lain

Page 49: Mpth

PENDEKATAN FILOLOGISPENDEKATAN FILOLOGIS

FILOLOGI KOMPARATIFFILOLOGI KOMPARATIF

REKONSTRUKSI TEKSREKONSTRUKSI TEKS ((HIGHER CRITICISMHIGHER CRITICISM))

KAJIAN NASKAH DAN KRITIK SASTRAKAJIAN NASKAH DAN KRITIK SASTRA

KRITIK NASKAH (KRITIK NASKAH (LOWER CRITICISMLOWER CRITICISM))

KRITIK BENTUKKRITIK BENTUK

KRITIK REDAKSIKRITIK REDAKSI

ECLECTICISMECLECTICISM

STEMMATIKSTEMMATIK

COPY TEXT EDITINGCOPY TEXT EDITING

Page 50: Mpth

Pendekatan FilologisPendekatan Filologis

Dalam kajian linguistik, filologi sering dirujuk Dalam kajian linguistik, filologi sering dirujuk sebagai ilmu untuk memahami teks dan bahasa sebagai ilmu untuk memahami teks dan bahasa kuno.kuno.

Atas dasar anggapan lingusitik itulah dalam tradisi Atas dasar anggapan lingusitik itulah dalam tradisi akademik istilah filologi dijelaskan sebagai kajian akademik istilah filologi dijelaskan sebagai kajian terhadap sebuah bahasa tertentu bersamaan terhadap sebuah bahasa tertentu bersamaan dengan aspek kesusasteraan dan konteks historis, dengan aspek kesusasteraan dan konteks historis, serta aspek kulturalnya. serta aspek kulturalnya.

Arti penting kajian ini adalah guna dapat Arti penting kajian ini adalah guna dapat memahami sebuah karya sastra dan teks-teks lain memahami sebuah karya sastra dan teks-teks lain yang memiliki signifikansi secara kultural. yang memiliki signifikansi secara kultural.

Dalam hal ini dapat pula dijelaskan di sini bahwa Dalam hal ini dapat pula dijelaskan di sini bahwa lingkup kajian filologis meliputi: lingkup kajian filologis meliputi: kajian tentang tata bahasa, kajian tentang tata bahasa, gaya bahasa, gaya bahasa, sejarah bahasa, sejarah bahasa, penafsiran tentang pengarang,penafsiran tentang pengarang, tradisi kritikal yang dikaitkan dengan bahasa yang tradisi kritikal yang dikaitkan dengan bahasa yang

disampaikan. disampaikan.

Page 51: Mpth

Penerapan pendekatan filologis dalam penelitian Tafsir Hadis Penerapan pendekatan filologis dalam penelitian Tafsir Hadis dapat dilakukan dalam beberapa cabang ilmu ini:dapat dilakukan dalam beberapa cabang ilmu ini: Filologi KomparatifFilologi Komparatif ( (Comparative PhilologyComparative Philology), dalam filologi ), dalam filologi

klasik, misalnya dapat diterapkan dalam studi tentang al-Qur’an klasik, misalnya dapat diterapkan dalam studi tentang al-Qur’an atau hadis dalam membantu menemukan pengaruh bahasa-atau hadis dalam membantu menemukan pengaruh bahasa-bahasa asing non-Arab apa saja yang dikandung oleh al-Qur’an bahasa asing non-Arab apa saja yang dikandung oleh al-Qur’an dan teks-teka hadis yang pada gilirannya penemuan ini dapat dan teks-teka hadis yang pada gilirannya penemuan ini dapat memberi ruang bagi analisis tentang ketinggian memberi ruang bagi analisis tentang ketinggian I’jâz al-Qur’ânI’jâz al-Qur’ân, , maupun kemungkinan kaitan antara sajian teks al-Qur’an atau maupun kemungkinan kaitan antara sajian teks al-Qur’an atau hadis dengan sumber-sumber pra-Islam. hadis dengan sumber-sumber pra-Islam. Contoh kajian ini dapat dilihat dalam dua artikel al-Suyuti di dalam Contoh kajian ini dapat dilihat dalam dua artikel al-Suyuti di dalam al-Itqân:al-Itqân:

Pertama kajian tentang kata-kata asing al-Qur’an yang berasal dari Pertama kajian tentang kata-kata asing al-Qur’an yang berasal dari dialek non-Quraisydialek non-Quraisy

Kedua Kedua tentang kata-kata di dalam al-Qur’an yang bukan berasal dari tentang kata-kata di dalam al-Qur’an yang bukan berasal dari dialek Hijaz dan bahkan bahasa asing non-Arab yang diarabkan dialek Hijaz dan bahkan bahasa asing non-Arab yang diarabkan ((mu‘arrabmu‘arrab))

Rekonstruksi teksRekonstruksi teks ( (text reconstructiontext reconstruction), dalam filologi modern, ), dalam filologi modern, atau disebut pula dengan istilah atau disebut pula dengan istilah higher criticismhigher criticism menekankan menekankan upaya rekonstruksi sebuah naskah asli hasil karya pengarang upaya rekonstruksi sebuah naskah asli hasil karya pengarang lama berdasarkan varian salinan manuskripnya. Ini bisa dilakukan lama berdasarkan varian salinan manuskripnya. Ini bisa dilakukan terhadap naskah karya tafsir dan hadis. Unsur-unsur utama yang terhadap naskah karya tafsir dan hadis. Unsur-unsur utama yang dicari dalam kritisisme teks ini mencakup: dicari dalam kritisisme teks ini mencakup:

status kepengarangan (status kepengarangan (authorshipauthorship), ), penanggalan, dan penanggalan, dan keaslian naskah. keaslian naskah.

Page 52: Mpth

Literatur yang bersifat manual metodologis yang berfungsi Literatur yang bersifat manual metodologis yang berfungsi memandu secara teknis pola-pola yang harus dilakukan memandu secara teknis pola-pola yang harus dilakukan dalam penelitian yang memakai pendekatan filologis dalam dalam penelitian yang memakai pendekatan filologis dalam lingkup kajian terhadap literatur yang lebih menekankan lingkup kajian terhadap literatur yang lebih menekankan aspek keindonesiaan dapat dilihat pada karya Stuart aspek keindonesiaan dapat dilihat pada karya Stuart Robson Robson Principles of Indonesian PhilologyPrinciples of Indonesian Philology yang telah yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Prinsip-prinsip Filologi Indonesia Prinsip-prinsip Filologi Indonesia terbitan Universitas Leiden terbitan Universitas Leiden tahun 1994. Karya ini merupakan buku panduan yang tahun 1994. Karya ini merupakan buku panduan yang cukup penting mengingat masih banyak literatur bidang cukup penting mengingat masih banyak literatur bidang tafsir dan literatur-literatur tentang kajian Islam pada tafsir dan literatur-literatur tentang kajian Islam pada umumnya yang ditulis oleh ulama Indonesia yang hingga umumnya yang ditulis oleh ulama Indonesia yang hingga kini masih tertulis dalam bentuk salinan manuskrip dan kini masih tertulis dalam bentuk salinan manuskrip dan belum memiliki edisi cetak yang bisa dibaca secara luas.belum memiliki edisi cetak yang bisa dibaca secara luas.

Page 53: Mpth

Kritik NaskahKritik Naskah

Kritik NaskahKritik Naskah Berbeda dengan Berbeda dengan Text Reconstruction Text Reconstruction yang disebut sebagai yang disebut sebagai higher criticismhigher criticism, kritik naskah , kritik naskah

disebut sebagai disebut sebagai lower criticismlower criticism yang upayanya tidak dimaksudkan untuk menentukan yang upayanya tidak dimaksudkan untuk menentukan ihwal kepengarangan, penanggalan, ataupun tempat disusunnya sebuah teks, akan ihwal kepengarangan, penanggalan, ataupun tempat disusunnya sebuah teks, akan tetapi hanya tetapi hanya mengidentifikasi kesalahan dan membuangnyamengidentifikasi kesalahan dan membuangnya..

Secara teoretis kerangka kerja dari pendekatan ini tidak jauh berbeda dengan Secara teoretis kerangka kerja dari pendekatan ini tidak jauh berbeda dengan pendekatan disiplin induknya yaitu filologi. Jika melihat beberapa dokumen yang pendekatan disiplin induknya yaitu filologi. Jika melihat beberapa dokumen yang berbeda, atau sebut saja “bukti-bukti” dari sebuah teks, maka tidak selalu akan tampak berbeda, atau sebut saja “bukti-bukti” dari sebuah teks, maka tidak selalu akan tampak jelas mana yang naskah yang asli dan mana naskah salinan yang mengandung jelas mana yang naskah yang asli dan mana naskah salinan yang mengandung kesalahan. Tugas seorang pelaku kritik teks adalah: kesalahan. Tugas seorang pelaku kritik teks adalah:

menyortir naskah-naskah tersebut, menyortir naskah-naskah tersebut, untuk kemudian membentuk sebuah edisi yang paling mewakili naskah aslinya dengan untuk kemudian membentuk sebuah edisi yang paling mewakili naskah aslinya dengan

menjelaskan semua bukti-bukti yang ada. menjelaskan semua bukti-bukti yang ada. Dalam melakukan pekerjaan ini, seorang pelaku kritik teks dituntut untuk mempertimbangkan Dalam melakukan pekerjaan ini, seorang pelaku kritik teks dituntut untuk mempertimbangkan

baik aspek-aspek eksternal (usia manuskrip, keaslian, dan hubungan antara butki yang satu baik aspek-aspek eksternal (usia manuskrip, keaslian, dan hubungan antara butki yang satu dengan yang lain) maupun aspek internal (apa yang sepertinya telah dilakukan oleh pengarang, dengan yang lain) maupun aspek internal (apa yang sepertinya telah dilakukan oleh pengarang, penyalin ataupun pencetaknya).penyalin ataupun pencetaknya).

Hasil akhirnya, didapatkan sebuah naskah edisi yang kuat yang memiliki kemiripan sedekat Hasil akhirnya, didapatkan sebuah naskah edisi yang kuat yang memiliki kemiripan sedekat mungkin dengan naskah aslinya.mungkin dengan naskah aslinya.

Salah satu alasan yang menganggap pentingnya dilakukan sebuah kritik naskah, Salah satu alasan yang menganggap pentingnya dilakukan sebuah kritik naskah, ataupun kajian filologis secara umum sebagaimana dijelaskan pada uraian sebelumnya, ataupun kajian filologis secara umum sebagaimana dijelaskan pada uraian sebelumnya, adalah karena sebelum mesin cetak ditemukan karya-karya literatur umumnya disalin adalah karena sebelum mesin cetak ditemukan karya-karya literatur umumnya disalin dengan tangan. Setiap kali sebuah manuskrip disalin kesalahan mungkin saja dilakukan dengan tangan. Setiap kali sebuah manuskrip disalin kesalahan mungkin saja dilakukan oleh juru tulisnya. Kesalahan yang sama juga bisa saja terjadi pada naskah cetakan oleh juru tulisnya. Kesalahan yang sama juga bisa saja terjadi pada naskah cetakan akibatakibat kecerobohan seorang kecerobohan seorang compositorcompositor atau pihak percetakan. atau pihak percetakan.

Ada tiga pilihan langkah peneltiian dalam pendekatan kritik naskah:Ada tiga pilihan langkah peneltiian dalam pendekatan kritik naskah: EclecticismEclecticism adalah praktek dalam menguji sejumlah besar bukti-bukti dan menyeleksi adalah praktek dalam menguji sejumlah besar bukti-bukti dan menyeleksi

varian-varian yang dipandang terbaik. Dalam pendekatan eklektik murni, tidak ada satu varian-varian yang dipandang terbaik. Dalam pendekatan eklektik murni, tidak ada satu bukti naskah pun yang lebih disukai secara teoretis, sehingga semua teks diperlakukan bukti naskah pun yang lebih disukai secara teoretis, sehingga semua teks diperlakukan secara sama. Sebaliknya, seorang pelaku kritik akan membentuk opini tentang bukti-secara sama. Sebaliknya, seorang pelaku kritik akan membentuk opini tentang bukti-bukti secara individual, dengan cara bergantung kepada ciri-ciri internal dan bukti secara individual, dengan cara bergantung kepada ciri-ciri internal dan eksternalnya.eksternalnya.

selanjutnyaselanjutnya

Page 54: Mpth

LanjutanLanjutan

StemmatikStemmatik adalah pendekatan akurat terhadap tekt kritik yang dikembangkan oleh Karl adalah pendekatan akurat terhadap tekt kritik yang dikembangkan oleh Karl Lachman (1793-1851). Nama pendekatan ini diambil dari kata Lachman (1793-1851). Nama pendekatan ini diambil dari kata stemmastemma yang berarti yang berarti pohon keluarga yang menunjukkan hubungan-hubungan antara bukti-bukti naskah yang pohon keluarga yang menunjukkan hubungan-hubungan antara bukti-bukti naskah yang ada. Prinsip kerja yang dimiliki oleh pendekatan ini adalah banyaknya kesalahan ada. Prinsip kerja yang dimiliki oleh pendekatan ini adalah banyaknya kesalahan mengimplikasikan keaslian semuanya. Oleh karena itu, mengimplikasikan keaslian semuanya. Oleh karena itu,

Prosedur utama dalam peneltian ini adalah menentukan stemma disebut dengan Prosedur utama dalam peneltian ini adalah menentukan stemma disebut dengan resensiresensi, yaitu jika , yaitu jika dua buah manuskrip memiliki kesalahan secara rata-rata, maka dapat dikatakan bahwa keduanya dua buah manuskrip memiliki kesalahan secara rata-rata, maka dapat dikatakan bahwa keduanya dihasilkan dari sebuah sumber intermediate yang umum, disebut dengan istilah dihasilkan dari sebuah sumber intermediate yang umum, disebut dengan istilah hyparchetypehyparchetype. . Hubungan di antara intermediate-intermediate yang hilang ditentukan melalui proses serupa, yaitu Hubungan di antara intermediate-intermediate yang hilang ditentukan melalui proses serupa, yaitu dengan menempatkan manuskrip-manuskrip yang ada dalam sebuah pohon keluarga yang disebut dengan menempatkan manuskrip-manuskrip yang ada dalam sebuah pohon keluarga yang disebut dengan dengan stemma codicumstemma codicum, dengan merujuk kepada sebuah , dengan merujuk kepada sebuah archetypearchetype tunggal. tunggal.

Setelah menentukan stemma, maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan Setelah menentukan stemma, maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan seleksiseleksi, di , di mana teks yang dijadikan sebagai mana teks yang dijadikan sebagai archetypearchetype ditentukan melalui pengujian terhadap varian-varian ditentukan melalui pengujian terhadap varian-varian yang ada dari beberapa yang ada dari beberapa hyparchetypehyparchetype atau intermediate yang terdekat dengan archetype dengan atau intermediate yang terdekat dengan archetype dengan menyeleksi salah satu yang terbaik. Jika sebuah bacaan lebih sering muncul dibandingkan dengan menyeleksi salah satu yang terbaik. Jika sebuah bacaan lebih sering muncul dibandingkan dengan bacaan lain dalam tingkatan yang sama, maka pembacaan yang dominan kemudian dipilih. Jika ada bacaan lain dalam tingkatan yang sama, maka pembacaan yang dominan kemudian dipilih. Jika ada dua bacaan yang saling berkompetisi secara sama-sama seringnya, maka editor memutuskan dua bacaan yang saling berkompetisi secara sama-sama seringnya, maka editor memutuskan archetypearchetype melalui pertimbangannya sendiri, bacaan mana yang ia anggap paling mendekati melalui pertimbangannya sendiri, bacaan mana yang ia anggap paling mendekati kebenaran.kebenaran.

Setelah melakukan pilihan, naskah bisa jadi masih memiliki kesalahan-kesalaha, ketika dalam Setelah melakukan pilihan, naskah bisa jadi masih memiliki kesalahan-kesalaha, ketika dalam beberapa kalompok kalimat tidak ditemukan sumber yang menyajikan bacaan yang benar. Untuk itu beberapa kalompok kalimat tidak ditemukan sumber yang menyajikan bacaan yang benar. Untuk itu dilakukan langkah selanjutnya, yaitu tahap pengujian untuk menemukan korupsi. Ketika editor dilakukan langkah selanjutnya, yaitu tahap pengujian untuk menemukan korupsi. Ketika editor mengatakan bahwa naskah telah terkorupsi, maka kemudian hal itu dikoreksi dengan cara mengatakan bahwa naskah telah terkorupsi, maka kemudian hal itu dikoreksi dengan cara emendasiemendasi atau dengan menghilangkan bagian yang salah tersebut. Proses emendasi yang tidak atau dengan menghilangkan bagian yang salah tersebut. Proses emendasi yang tidak didukung oleh sumber-sumber yang dikenal terkadang disebut dengan istilah emendasi konjektural.didukung oleh sumber-sumber yang dikenal terkadang disebut dengan istilah emendasi konjektural.

Copy-text editingCopy-text editing adalah upaya kritik teks yang dilakukan terhadap sebuah naskah adalah upaya kritik teks yang dilakukan terhadap sebuah naskah dasar (dasar (base textbase text) dari sebuah manuskrip yang dianggap terpercaya () dari sebuah manuskrip yang dianggap terpercaya (reliablereliable). Naskah ). Naskah dasar ini sering dipilih dari manuskrip yang tertua. Akan tetapi dalam tahap-tahap awal dasar ini sering dipilih dari manuskrip yang tertua. Akan tetapi dalam tahap-tahap awal pencetakan, proses penyalinan naskah ini menggunakan manuskrip yang ada di tangan pencetakan, proses penyalinan naskah ini menggunakan manuskrip yang ada di tangan ketika itu. Dengan metode copy text, seseorang melakukan pengujian terhadap naskah ketika itu. Dengan metode copy text, seseorang melakukan pengujian terhadap naskah dasar dan membuat beberapa koreksi (dengan cara dasar dan membuat beberapa koreksi (dengan cara emendationemendation) pada tempat-tempat di ) pada tempat-tempat di mana naskah dasar tadi nampak menunjukkan kesalahan menurut pandangannya. Ini mana naskah dasar tadi nampak menunjukkan kesalahan menurut pandangannya. Ini dilakukan dengan cara mencari tempat-tempat di naskah dasar yang tidak bisa dilakukan dengan cara mencari tempat-tempat di naskah dasar yang tidak bisa dipahami, atau dengan melihat naskah pada manuskrip yang lain untuk mencapai dipahami, atau dengan melihat naskah pada manuskrip yang lain untuk mencapai sebuah bacaan yang kuat.sebuah bacaan yang kuat. z z

Page 55: Mpth

Panduan Metodologis dalam pendekatan Kritik Naskah:Panduan Metodologis dalam pendekatan Kritik Naskah: Pieter von Reenen dan Margot van Mulken, Pieter von Reenen dan Margot van Mulken, eds.eds. (1996). (1996). Studies in Studies in

StemmatologyStemmatology. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company; . Amsterdam: John Benjamins Publishing Company; dan Philip Gaskell (1978), dan Philip Gaskell (1978), From Writer to Reader: Studies in From Writer to Reader: Studies in Editorial MethodEditorial Method. Oxford: Oxford University Press. . Oxford: Oxford University Press.

Atau artikel-artikel menjadi bagian dari sebuah buku kompilasi Atau artikel-artikel menjadi bagian dari sebuah buku kompilasi yang lebih besar, maupun artikel-artikel yang dipublikasikan yang lebih besar, maupun artikel-artikel yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah.dalam jurnal-jurnal ilmiah.

Bowers, Fredson (1964). "Bowers, Fredson (1964). "Some Principles for Scholarly Editions of Nineteenth-Century American Some Principles for Scholarly Editions of Nineteenth-Century American AuthorsAuthors". ". Studies in BibliographyStudies in Bibliography 1717: 223–228; : 223–228;

Bowers, Fredson (1972). "Multiple Authority: New Problems and Bowers, Fredson (1972). "Multiple Authority: New Problems and Concepts of Copy-Text". Concepts of Copy-Text". Library, Fifth SeriesLibrary, Fifth Series XXVIIXXVII (2): 81–115; (2): 81–115;

Davis, Tom (1977). "The CEAA and Modern Textual Editing". Davis, Tom (1977). "The CEAA and Modern Textual Editing". Library, Library, Fifth SeriesFifth Series XXXIIXXXII (32): 61–74; (32): 61–74;

Greg, W. W. (1950). "Greg, W. W. (1950). "The Rationale of Copy-TextThe Rationale of Copy-Text". ". Studies in Studies in BibliographyBibliography 33: 19–36; : 19–36;

Love, Harold (1993). “section III”, Love, Harold (1993). “section III”, Scribal Publication in Seventeenth-Scribal Publication in Seventeenth-Century EnglandCentury England. Oxford: Clarendon Press; . Oxford: Clarendon Press;

Shillingsburg, Peter (1989). "Shillingsburg, Peter (1989). "An Inquiry into the Social Status of Texts and Modes of Textual CriticisAn Inquiry into the Social Status of Texts and Modes of Textual Criticismm". ". Studies in BibliographyStudies in Bibliography 4242: 55–78; : 55–78;

Tanselle, G. Thomas (1972). "Tanselle, G. Thomas (1972). "Some Principles for Editorial ApparatusSome Principles for Editorial Apparatus". ". Studies in BibliographyStudies in Bibliography 2525: 41–88; : 41–88;

Zeller, Hans (1975). "A New Approach to the Critical Constitution of Zeller, Hans (1975). "A New Approach to the Critical Constitution of Literary Texts". Literary Texts". Studies in BibliographyStudies in Bibliography 2828: 231–264. : 231–264.

Page 56: Mpth

Kritik Sastra (1)Kritik Sastra (1)

Kritik bentukKritik bentuk Kritik Bentuk (Kritik Bentuk (form criticismform criticism) merupakan sebuah metode kritik yang diterapkan ) merupakan sebuah metode kritik yang diterapkan

terhadap kajian biblikal. Metode ini diadopsi sebagai instrumen untuk terhadap kajian biblikal. Metode ini diadopsi sebagai instrumen untuk menganalisis gambaran tipikal teks, terutama bentuk dan struktur menganalisis gambaran tipikal teks, terutama bentuk dan struktur konvensionalnya agar bisa dikaitkan dengan konteks sosiologisnya. konvensionalnya agar bisa dikaitkan dengan konteks sosiologisnya.

Alasan yang mendasari pentingnya pendekatan ini adalah karena teks-teks Alasan yang mendasari pentingnya pendekatan ini adalah karena teks-teks biblikal berasal dari tradisi oral, yang mana proses penyusunannya telah biblikal berasal dari tradisi oral, yang mana proses penyusunannya telah menghasilkan munculnya beberapa buah lapisan (menghasilkan munculnya beberapa buah lapisan ( layerslayers), yang masing-masing ), yang masing-masing lapisan tersebut memiliki arti khusus. Elemen yang paling utama dari lapisan-lapisan tersebut memiliki arti khusus. Elemen yang paling utama dari lapisan-lapisan ini adalah bahan-bahan historis asli, yaitu ungkapan atau peristiwa yang lapisan ini adalah bahan-bahan historis asli, yaitu ungkapan atau peristiwa yang tidak disangsikan lagi terjadi melalui beberapa cara dan disaksikan. Dalam tidak disangsikan lagi terjadi melalui beberapa cara dan disaksikan. Dalam penuturan tentang peristiwa dan kejadian tersebut, serta penuturan ulang yang penuturan tentang peristiwa dan kejadian tersebut, serta penuturan ulang yang dilakukan dari waktu ke waktu, beberapa penjelasan yang bersifat rincian atau dilakukan dari waktu ke waktu, beberapa penjelasan yang bersifat rincian atau detail kejadian terkadang ditambahkan ke dalam teks. Tambahan-tambahan detail kejadian terkadang ditambahkan ke dalam teks. Tambahan-tambahan penjelasan yang nampaknya tidak bisa dielakkan tersebut merefleksikan tujuan penjelasan yang nampaknya tidak bisa dielakkan tersebut merefleksikan tujuan dari para penyusun; di mana material yang asli digunakan untuk menguatkan dari para penyusun; di mana material yang asli digunakan untuk menguatkan sebuah pesan khusus. Tentunya, setiap penuturan ulang bisa saja membawa sebuah pesan khusus. Tentunya, setiap penuturan ulang bisa saja membawa proses gradual di mana sesuatu yang baru ditambahkan yang bisa jadi menambah proses gradual di mana sesuatu yang baru ditambahkan yang bisa jadi menambah besar atau mengubah bentuk teks, jika beberapa makna tambahan tadi kemudian besar atau mengubah bentuk teks, jika beberapa makna tambahan tadi kemudian dilekatkan dengan teks. Pada akhirnya, tradisi semacam itu kemudian terkumpul dilekatkan dengan teks. Pada akhirnya, tradisi semacam itu kemudian terkumpul menjadi penjelasan yang tertulis. Akan tetapi, pengarangnya tetap saja memiliki menjadi penjelasan yang tertulis. Akan tetapi, pengarangnya tetap saja memiliki agenda tersendiri, ketika penyusunan materi-materi tradisional tadi akan agenda tersendiri, ketika penyusunan materi-materi tradisional tadi akan senantiasa dihantarkan menjadi sebuah narasi yang dipandang perlu untuk senantiasa dihantarkan menjadi sebuah narasi yang dipandang perlu untuk diberikan penekanan terhadap aspek-aspek khusus dalam pandangan teologis diberikan penekanan terhadap aspek-aspek khusus dalam pandangan teologis tertentu.tertentu.

Sebagaimana dikembangkan oleh Rudolf Bultmann[1] dan sarjana lainnya, kritik Sebagaimana dikembangkan oleh Rudolf Bultmann[1] dan sarjana lainnya, kritik bentuk bisa dilihat sebagai upaya dekonstruksi sastra dalam menemukan kembali bentuk bisa dilihat sebagai upaya dekonstruksi sastra dalam menemukan kembali intisari dari makna aslinya. Proses ini dijelaskan sebagai proses demitologisasi, intisari dari makna aslinya. Proses ini dijelaskan sebagai proses demitologisasi, meskipun istilah ini harus digunakan secara hati-hati. Mitos dalam ungkapan ini meskipun istilah ini harus digunakan secara hati-hati. Mitos dalam ungkapan ini tidak dimaksudkan sebagai istilah yang menunjuk kepada makna “tidak benar”, tidak dimaksudkan sebagai istilah yang menunjuk kepada makna “tidak benar”, tetapi merupakan signifikansi dari sebuah peristiwa dalam agenda penyusunnya.tetapi merupakan signifikansi dari sebuah peristiwa dalam agenda penyusunnya.

Page 57: Mpth

LanjutanLanjutan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam Kritisisme bentuk:Langkah-langkah yang dilakukan dalam Kritisisme bentuk: dimulai dengan mengidentifikasi genre sebuah teks atau bentuk dimulai dengan mengidentifikasi genre sebuah teks atau bentuk

konvensional sastra, seperti tamsil, konvensional sastra, seperti tamsil, proverb, epistle, proverb, epistle, puisi percintaan, puisi percintaan, dan bentuk-bentuk lainnya. dan bentuk-bentuk lainnya.

Kemudian diteruskan dengan mencari konteks sosiologis dari masing-Kemudian diteruskan dengan mencari konteks sosiologis dari masing-masing genre tersebut, atau katakanlah “situasi hidup”. masing genre tersebut, atau katakanlah “situasi hidup”.

Contohnya, setting sosiologis dari sebuah diktum hukum adalah pengadilan, Contohnya, setting sosiologis dari sebuah diktum hukum adalah pengadilan, sementara setting sosiologis dari sebuah lagu pujian atau hymne adalah sementara setting sosiologis dari sebuah lagu pujian atau hymne adalah

konteks peribadatan atau pemujaan itu sendiri, konteks peribadatan atau pemujaan itu sendiri, sedangkan sedangkan proverbproverb bisa jadi seperti nasehat seorang Bapak kepada bisa jadi seperti nasehat seorang Bapak kepada

anaknya. anaknya. Setelah selesai mengidentifikasi dan menganalisis genre sebuah teks, Setelah selesai mengidentifikasi dan menganalisis genre sebuah teks,

kritisisme bentuk selanjutnya mengajukan sebuah pertanyaan, kritisisme bentuk selanjutnya mengajukan sebuah pertanyaan, bagaimana bisa genre yang lebih kecil ini memberi kontribusi bagi bagaimana bisa genre yang lebih kecil ini memberi kontribusi bagi tujuan teks secara keseluruhan. tujuan teks secara keseluruhan.

Dalam perkembangannya, kritisisme bentuk pada awalnya Dalam perkembangannya, kritisisme bentuk pada awalnya dikembangkan untuk penelitian terhadap kajian-kajian Perjanjian dikembangkan untuk penelitian terhadap kajian-kajian Perjanjian Lama oleh Hermann Gunkel. Lama oleh Hermann Gunkel.

Pada masa belakangan kemudian diaplikasikan untuk penelitian Pada masa belakangan kemudian diaplikasikan untuk penelitian terhadap Injil diantaranya oleh Karl Ludwig Schmidt, Martin terhadap Injil diantaranya oleh Karl Ludwig Schmidt, Martin Dibelius, dan Rudolf Bultmann.Dibelius, dan Rudolf Bultmann.

Aplikasinya dalam kajian hadis...Aplikasinya dalam kajian hadis...

Page 58: Mpth

Penerapan pendekatan kritik bentuk dalam kajian Islam dapat dilakukan Penerapan pendekatan kritik bentuk dalam kajian Islam dapat dilakukan terhadap teks yang substansi pernyataan pengarangnya telah tercampur terhadap teks yang substansi pernyataan pengarangnya telah tercampur bersama tafsir yang ditambahkan oleh murid-murid dan pengikutnya atau bersama tafsir yang ditambahkan oleh murid-murid dan pengikutnya atau penutur riwayatnya pada masa belakangan. Ini penting seperti dalam kajian penutur riwayatnya pada masa belakangan. Ini penting seperti dalam kajian hadis guna menganalisis hadis-hadis yang memiliki kelemahan mendasar hadis guna menganalisis hadis-hadis yang memiliki kelemahan mendasar dalam matan yang dimuatnya, di mana substansi pernyataan orisinal Nabi dalam matan yang dimuatnya, di mana substansi pernyataan orisinal Nabi SAW sangat diragukan otentisitasnya. Fenomena keberadaan hadis semacam SAW sangat diragukan otentisitasnya. Fenomena keberadaan hadis semacam ini umumnya ditemukan dalam kitab-kitab yang berisi nasehat ini umumnya ditemukan dalam kitab-kitab yang berisi nasehat targhib wa targhib wa tarhibtarhib, di mana hadis-hadis yang lemah biasa dipakai sebagai argumen atau , di mana hadis-hadis yang lemah biasa dipakai sebagai argumen atau dalil amaliah-amaliah utama (dalil amaliah-amaliah utama (fafaddâ’il al-a‘mâlâ’il al-a‘mâl). Arti penting pendekatan kritik ). Arti penting pendekatan kritik bentuk dalam analisis hadis-hadis semacam itu adalah untuk memberi batas-bentuk dalam analisis hadis-hadis semacam itu adalah untuk memberi batas-batas yang jelas tentang mana substansi pernyataan yang berasal dari Nabi batas yang jelas tentang mana substansi pernyataan yang berasal dari Nabi SAW, dan mana yang merupakan mitos dan merupakan lapisan tambahan SAW, dan mana yang merupakan mitos dan merupakan lapisan tambahan yang dilakukan oleh pengikutnya pada masa belakangan, atau bahkan palsu yang dilakukan oleh pengikutnya pada masa belakangan, atau bahkan palsu semata dan sama sekali tidak berasal dari Nabi SAW. semata dan sama sekali tidak berasal dari Nabi SAW.

Fokus perhatian yang diusung oleh pendekatan ini menitikberatkan Fokus perhatian yang diusung oleh pendekatan ini menitikberatkan penelitian substansi pernyataan atau matan. Dalam hal ini, pendekatan ini penelitian substansi pernyataan atau matan. Dalam hal ini, pendekatan ini bisa digabungkan dengan analisis kritik matan. Lihat M. Syuhudi Ismail, bisa digabungkan dengan analisis kritik matan. Lihat M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis NabiMetodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hal. 121-158. . Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hal. 121-158. Bila kaidah-kaidah pendekatan kritik hadis dalam kajian ilmu hadis selama ini Bila kaidah-kaidah pendekatan kritik hadis dalam kajian ilmu hadis selama ini cenderung hanya mendasarkan diri pada analisis sanad, atau persesuaiannya cenderung hanya mendasarkan diri pada analisis sanad, atau persesuaiannya dengan argumentasi yang tertuang dalam hadis lain yang disepakati dengan argumentasi yang tertuang dalam hadis lain yang disepakati kesahihannya, bahkan bisa juga melalui pertimbangan rasional dan kesahihannya, bahkan bisa juga melalui pertimbangan rasional dan pendekatan konpromis (pendekatan konpromis (jam’jam’) terhadap makna-makna yang ditunjukkan oleh ) terhadap makna-makna yang ditunjukkan oleh sebuah matan hadis, maka analisis ini mungkin bisa diperkaya melalui sebuah matan hadis, maka analisis ini mungkin bisa diperkaya melalui penelitian kritis terhadap bentuk-bentuk ungkapan yang menjadi kategori penelitian kritis terhadap bentuk-bentuk ungkapan yang menjadi kategori dasarnya dalam pendekatan kritik bentuk. dasarnya dalam pendekatan kritik bentuk.

Kesimpulan...Kesimpulan...

Page 59: Mpth

KesimpulanKesimpulan

Secara sederhana, pendekatan kritik bentuk berupaya untuk Secara sederhana, pendekatan kritik bentuk berupaya untuk mengeliminir setiap elemen tambahan yang menjadi bentuk-mengeliminir setiap elemen tambahan yang menjadi bentuk-bentuk mitos dari sebuah teks. Dengan menganalisis dan bentuk mitos dari sebuah teks. Dengan menganalisis dan mengidentifikasi bentuk dasar atau genre sebuah teks, proses mengidentifikasi bentuk dasar atau genre sebuah teks, proses demitologisasi yang umumnya menjadi tujuan dari gerakan demitologisasi yang umumnya menjadi tujuan dari gerakan purifikasi ajaran agama, diharapkan akan dicapai dengan purifikasi ajaran agama, diharapkan akan dicapai dengan mengetahui bagian-bagian mana yang merupakan bahan-mengetahui bagian-bagian mana yang merupakan bahan-bahan historis yang asli dari sebuah teks, dan bagian mana bahan historis yang asli dari sebuah teks, dan bagian mana yang hanya merupakan lapisan tambahan yang dilekatkan ke yang hanya merupakan lapisan tambahan yang dilekatkan ke dalam teks oleh para perawinya. Intinya, bila hadis yang dalam teks oleh para perawinya. Intinya, bila hadis yang menjadi dasar argumentasi bagi amalan yang bersumber dari menjadi dasar argumentasi bagi amalan yang bersumber dari Rasul SAW merupakan Rasul SAW merupakan sunnahsunnah, maka penelitian melalui , maka penelitian melalui pendekatan kritik bentuk diharapkan dapat memberi pendekatan kritik bentuk diharapkan dapat memberi kontribusi tambahan dalam memperkaya analisis kritis matan kontribusi tambahan dalam memperkaya analisis kritis matan dalam kajian kritik hadis.dalam kajian kritik hadis.

Page 60: Mpth

Kritik Sastra (2)Kritik Sastra (2)

Kritik RedaksiKritik Redaksi Kritik Redaksi merupakan salah satu metode penelitian kritik terhadap Kritik Redaksi merupakan salah satu metode penelitian kritik terhadap

Bibel, terutama Injil dan kitab-kitab lain yang isinya saling tumpang Bibel, terutama Injil dan kitab-kitab lain yang isinya saling tumpang tindih. Kritik redaksi merupakan sebuah disiplin sejarah yang bertujuan tindih. Kritik redaksi merupakan sebuah disiplin sejarah yang bertujuan untuk menemukan maksud yang dikehendaki oleh pengarang atau editor untuk menemukan maksud yang dikehendaki oleh pengarang atau editor terakhir sebuah buku. Tidak seperti kritik bentuk yang menjadi disiplin terakhir sebuah buku. Tidak seperti kritik bentuk yang menjadi disiplin asalnya, disiplin cabang ini tidak melihat ragam bentuk narasi untuk asalnya, disiplin cabang ini tidak melihat ragam bentuk narasi untuk menemukan bentuk aslinya, tetapi dengan memusatkan pada bagaimana menemukan bentuk aslinya, tetapi dengan memusatkan pada bagaimana pengarang atau editornya membentuk dan membuat material dalam pengarang atau editornya membentuk dan membuat material dalam sumber-sumbernya untuk mengekpresikan tujuan susastra bagi sumber-sumbernya untuk mengekpresikan tujuan susastra bagi karyanya, yaitu untuk alasan apa ia menulis karyanya tersebut. Kritik karyanya, yaitu untuk alasan apa ia menulis karyanya tersebut. Kritik redaksi juga melihat pengarang atau editor bukan sekali-kali sebagai redaksi juga melihat pengarang atau editor bukan sekali-kali sebagai kolektor yang melakukan tindakan “kolektor yang melakukan tindakan “cut and pastecut and paste” sebuah cerita, tetapi ” sebuah cerita, tetapi sebagai seorang teolog yang berupaya untuk mempertemukan agenda sebagai seorang teolog yang berupaya untuk mempertemukan agenda teologisnya dengan cara membentuk sumber yang ia gunakan.teologisnya dengan cara membentuk sumber yang ia gunakan.

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam pendekatan kritik Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam pendekatan kritik redaksi dalam upaya mendeteksi aktivitas pengeditan:redaksi dalam upaya mendeteksi aktivitas pengeditan:

1. Pengulangan motif-motif dan tema-tema umum.1. Pengulangan motif-motif dan tema-tema umum. 2. Perbandingan di antara dua buah pernyataan. Di sini, kritik redaksi menguji 2. Perbandingan di antara dua buah pernyataan. Di sini, kritik redaksi menguji

apakah pernyataan yang terakhir menambahkan, menghilangkan, atau apakah pernyataan yang terakhir menambahkan, menghilangkan, atau menjaga beberapa bagian dari pernyataan terdahulu mengenai peristiwa yang menjaga beberapa bagian dari pernyataan terdahulu mengenai peristiwa yang sama? sama?

3. Kata-kata yang digunakan dan gaya seorang penulis. Apakah teks 3. Kata-kata yang digunakan dan gaya seorang penulis. Apakah teks mencerminkan kata-kata yang sering digunakan oleh seorang editor, atau mencerminkan kata-kata yang sering digunakan oleh seorang editor, atau adakah kata-kata yang jarang digunakan atau juga upaya untuk menghindari adakah kata-kata yang jarang digunakan atau juga upaya untuk menghindari penggunaan sebuah kata, misalnya. Jika pemilihan kata-kata mencerminkan penggunaan sebuah kata, misalnya. Jika pemilihan kata-kata mencerminkan bahasa seorang editor, maka hal itu menunjuk ke arah pengerjaan ulang bahasa seorang editor, maka hal itu menunjuk ke arah pengerjaan ulang editorial sebuah teks, sementara jika hal itu mencerminkan bahasa yang tidak editorial sebuah teks, sementara jika hal itu mencerminkan bahasa yang tidak digunakan atau dihindari untuk digunakan, maka hal ini kemudian mengarah digunakan atau dihindari untuk digunakan, maka hal ini kemudian mengarah pada bagian dari sumber yang terdahulu.pada bagian dari sumber yang terdahulu.

Page 61: Mpth

Relevansi aplikasi dalam kajian keislaman secara umum dapat diterapkan Relevansi aplikasi dalam kajian keislaman secara umum dapat diterapkan dalam kajian kritik terhadap redaksi matan hadis. Penerapan metode kritik dalam kajian kritik terhadap redaksi matan hadis. Penerapan metode kritik redaksi sebenarnya sudah dilakukan oleh para ulama terdahulu, khususnya redaksi sebenarnya sudah dilakukan oleh para ulama terdahulu, khususnya dalam kajian hadis untuk menilai redaksi matan hadis apakah memiliki dalam kajian hadis untuk menilai redaksi matan hadis apakah memiliki kecacatan (kecacatan (‘illat‘illat) berupa tambahan penjelasan () berupa tambahan penjelasan (idrâjidrâj) yang diberikan oleh ) yang diberikan oleh perawinya. Kritik redaksi juga dilakukan untuk menentukan bahwa sebuah perawinya. Kritik redaksi juga dilakukan untuk menentukan bahwa sebuah riwayat dianggap sebagai riwayat yang janggal (riwayat dianggap sebagai riwayat yang janggal (syâdzsyâdz) dan berbeda dengan ) dan berbeda dengan riwayat lain yang kebanyakan (disebut riwayat riwayat lain yang kebanyakan (disebut riwayat mamahhfufuzz). Kritik redaksi dalam ). Kritik redaksi dalam kajian hadis adalah langkah utama untuk mendeteksi apakah sebuah hadis kajian hadis adalah langkah utama untuk mendeteksi apakah sebuah hadis memiliki kualifikasi yang dianggap menjatuhkan sehingga dikelompokkan memiliki kualifikasi yang dianggap menjatuhkan sehingga dikelompokkan sebagai bagian dari hadis yang lemah dan tidak dapat diterima (sebagai bagian dari hadis yang lemah dan tidak dapat diterima (dda’ifa’if), ), seperti hadis seperti hadis maqlûbmaqlûb, hadis , hadis mumudtdtaribarib, hadis , hadis mumuhharrafarraf, hadis , hadis mumussaahhhhafaf, hadis , hadis mubhammubham, hadis , hadis majhûlmajhûl, dan lain sebagainya., dan lain sebagainya.

Keunggulan ilmu hadis pada umumnya adalah menyangkut tingkat ketelitian Keunggulan ilmu hadis pada umumnya adalah menyangkut tingkat ketelitian yang sangat tinggi terhadap yang sangat tinggi terhadap isnâdisnâd, di mana kualifikasi para perawi akan , di mana kualifikasi para perawi akan sangat menentukan diterima atau tidaknya sebuah tradisi kenabian. Bahkan sangat menentukan diterima atau tidaknya sebuah tradisi kenabian. Bahkan nilai sebuah matan juga ditimbang dari kesahihan nilai sebuah matan juga ditimbang dari kesahihan isnâdisnâd yang membawanya. yang membawanya.

Penerapan pendekatan kritik redaksi yang dipinjam dari studi biblikal Penerapan pendekatan kritik redaksi yang dipinjam dari studi biblikal diharapkan dapat meningkatkan aspek metodologis terhadap penelitian diharapkan dapat meningkatkan aspek metodologis terhadap penelitian terhadap redaksi matan hadis, sehingga diketahui mana substansi yang terhadap redaksi matan hadis, sehingga diketahui mana substansi yang benar-benar berasal dari tradisi kenabian, dan mana elemen tambahan yang benar-benar berasal dari tradisi kenabian, dan mana elemen tambahan yang hanya merupakan penjelasan, atau pesan khusus yang dibuat oleh para hanya merupakan penjelasan, atau pesan khusus yang dibuat oleh para perawinya. perawinya.

Penerapan metode kritik redaksi terhadap matan hadis ini penting mengingat Penerapan metode kritik redaksi terhadap matan hadis ini penting mengingat kemunculan hadis palsu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non-religius kemunculan hadis palsu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non-religius seperti faksi politik yang tidak jarang menampakkan biasnya dalam bingkai seperti faksi politik yang tidak jarang menampakkan biasnya dalam bingkai agama yang sengaja dilakukan oleh para perawi hadis di kalangan para agama yang sengaja dilakukan oleh para perawi hadis di kalangan para pengikut generasi awal yang dihormati.pengikut generasi awal yang dihormati.

Page 62: Mpth

Pendekatan KontekstualPendekatan Kontekstual

Makna KonteksMakna Konteks Makna konteks dalam ilmu bahasa mengandung 2 macam arti: Makna konteks dalam ilmu bahasa mengandung 2 macam arti:

(1) sekeliling teks atau percakapan tentang sebuah kata, kalimat, peralihan atau (1) sekeliling teks atau percakapan tentang sebuah kata, kalimat, peralihan atau turnturn (disebut pula (disebut pula co-textco-text), dan ), dan

(2) dimensi situasi komunikatif yang relevan guna memproduksi atau menyempurnakan (2) dimensi situasi komunikatif yang relevan guna memproduksi atau menyempurnakan sebuah diskursus. sebuah diskursus.

Dari dua macam arti yang secara leksikal bisa diturunkan dari kata “konteks” tadi Dari dua macam arti yang secara leksikal bisa diturunkan dari kata “konteks” tadi beberapa arti khusus yang menandai definisi istilah ini secara terminologis dapat beberapa arti khusus yang menandai definisi istilah ini secara terminologis dapat dijelaskan berdasarkan spesifikasi bidang ilmu yang memakainya. Makna konteks dijelaskan berdasarkan spesifikasi bidang ilmu yang memakainya. Makna konteks dalam ilmu komunikasi, linguistik, dan dalam ilmu komunikasi, linguistik, dan discourse analysisdiscourse analysis; misalnya, didefinisikan ; misalnya, didefinisikan sebagai cara-cara para partisipan menentukan dimensi relevan situasi yang sebagai cara-cara para partisipan menentukan dimensi relevan situasi yang komunikatif dari sebuah teks, percakapan, atau pesan, seperti komunikatif dari sebuah teks, percakapan, atau pesan, seperti setting setting (waktu, (waktu, tempat); aktivitas yang berlangsung (misalnya, makan malam keluarga, tempat); aktivitas yang berlangsung (misalnya, makan malam keluarga, perkuliahan, debat parlemen, dll); atau fungsi partisipan dan peranannya (misalnya perkuliahan, debat parlemen, dll); atau fungsi partisipan dan peranannya (misalnya pembicara, teman, wartawan, dll); serta tujuan, rencana/niat, dan pengetahuan pembicara, teman, wartawan, dll); serta tujuan, rencana/niat, dan pengetahuan partisipan.partisipan.

Pendekatan kontekstual mengindikasikan terjalinnya hubungan harmoni antara Pendekatan kontekstual mengindikasikan terjalinnya hubungan harmoni antara ayat-ayat kitab suci atau potongan bagian teks yang tengah dikaji dalam mengikuti ayat-ayat kitab suci atau potongan bagian teks yang tengah dikaji dalam mengikuti aturan “teks dalam konteks”, yaitu apa yang harus diikuti oleh makna skriptural aturan “teks dalam konteks”, yaitu apa yang harus diikuti oleh makna skriptural yang menjelaskan hubungan yang erat dengan ayat ketika berusaha untuk yang menjelaskan hubungan yang erat dengan ayat ketika berusaha untuk menentukan makna kitab suci. Konteks kitab suci juga semestinya mengikuti menentukan makna kitab suci. Konteks kitab suci juga semestinya mengikuti maksud dan tujuan sebagaimana dipahami oleh penulis asli terhadap sebuah maksud dan tujuan sebagaimana dipahami oleh penulis asli terhadap sebuah pandangan dalam menyampaikan kebenaran skriptural kepada pendengarnya.pandangan dalam menyampaikan kebenaran skriptural kepada pendengarnya.

PPenerapan pendekatan kontekstual dalam bidang kajian Tafsir Hadis menempati enerapan pendekatan kontekstual dalam bidang kajian Tafsir Hadis menempati posisi cukup krusial ketika proses pewahyuan al-Qur’an pada sebagian kasus posisi cukup krusial ketika proses pewahyuan al-Qur’an pada sebagian kasus berhubungan dengan situasi sosio-historis dalam bentuk berhubungan dengan situasi sosio-historis dalam bentuk asbab nuzul asbab nuzul yangyang menjelaskan fenomena hidup (menjelaskan fenomena hidup (the living phenomenonthe living phenomenon) dari sebuah diskursus dalam ) dari sebuah diskursus dalam proses pewahyuan al-Qur’an.proses pewahyuan al-Qur’an.

Page 63: Mpth

Konteks juga penting dalam penelitian hadis, di mana ungkapan, atau Konteks juga penting dalam penelitian hadis, di mana ungkapan, atau perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW lahir dari kejadian yang perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW lahir dari kejadian yang melatarbelakanginya. Untuk itu, pendekatan kontekstual baik dalam bentuk melatarbelakanginya. Untuk itu, pendekatan kontekstual baik dalam bentuk ulasan tentang setting historis, sosiologis, maupun budaya yang mendasari ulasan tentang setting historis, sosiologis, maupun budaya yang mendasari sebuah tradisi kenabian ataupun diktum agama pada masa pembentukannya di sebuah tradisi kenabian ataupun diktum agama pada masa pembentukannya di masa-masa sesudahnya menjadi sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan masa-masa sesudahnya menjadi sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan makna dan pemahaman yang bisa diambil darii hadis-hadis dalam menentukan makna dan pemahaman yang bisa diambil darii hadis-hadis di luar susunan redaksionalnya. di luar susunan redaksionalnya.

Dalam penelitian tentang diktum maupun doktrin agama, penyertaan konteks Dalam penelitian tentang diktum maupun doktrin agama, penyertaan konteks memiliki peranan penting dalam membentuk karekter dari diktum maupun memiliki peranan penting dalam membentuk karekter dari diktum maupun doktrin tersebut. Lokasi turunnya wahyu, seperti yang membedakan antara doktrin tersebut. Lokasi turunnya wahyu, seperti yang membedakan antara kelompok ayat-ayat makkiyah yang turun di Mekkah dan kelompok ayat-ayat kelompok ayat-ayat makkiyah yang turun di Mekkah dan kelompok ayat-ayat madaniah yang turun di Madinah sesudah hijrah, turut membentuk karakter madaniah yang turun di Madinah sesudah hijrah, turut membentuk karakter redaksional maupun isi kandungan pesan yang disampaikan yang menandai redaksional maupun isi kandungan pesan yang disampaikan yang menandai ciri-ciri umum redaksi masing-masing periodisasi pewahyuan al-Qur’an tersebut. ciri-ciri umum redaksi masing-masing periodisasi pewahyuan al-Qur’an tersebut.

Pertimbangan konteks, atau lebih tepatnya kronologi historis juga berpengaruh Pertimbangan konteks, atau lebih tepatnya kronologi historis juga berpengaruh terhadap penetapan dan pembatalan hukum dalam kasus terhadap penetapan dan pembatalan hukum dalam kasus nasikh mansukhnasikh mansukh. . Konteks kronologis menjadi kajian yang harus dicermati, sehingga pembacaan Konteks kronologis menjadi kajian yang harus dicermati, sehingga pembacaan terhadap al-Qur’an dengan menyertakan konteks turunnya ayat tersebut dapat terhadap al-Qur’an dengan menyertakan konteks turunnya ayat tersebut dapat dijadikan patokan mana ayat yang turun lebih dulu ---yang hukumnya dijadikan patokan mana ayat yang turun lebih dulu ---yang hukumnya dibatalkan, dan mana yang turun belakangan dan menggantikan hukum yang dibatalkan, dan mana yang turun belakangan dan menggantikan hukum yang pertama. pertama.

Walhasil, apapun pisau bedah yang digunakan dalam meneliti fenomena Walhasil, apapun pisau bedah yang digunakan dalam meneliti fenomena keagamaan melalui pendekatan kontekstual, pendekatan akademis ini keagamaan melalui pendekatan kontekstual, pendekatan akademis ini bermuara pada semakin banyaknya titik-titik persinggungan antara agama dan bermuara pada semakin banyaknya titik-titik persinggungan antara agama dan kenyataan dalam kehidupan manusia kontemporer yang membutuhkan kenyataan dalam kehidupan manusia kontemporer yang membutuhkan metodologi pemecahan masalah yang tidak saja harus tetap berlandaskan pada metodologi pemecahan masalah yang tidak saja harus tetap berlandaskan pada semangat universalitas al-Qur’an, di mana al-Qur’an adalah pesan Tuhan yang semangat universalitas al-Qur’an, di mana al-Qur’an adalah pesan Tuhan yang diperuntukkan bagi seluruh manusia, tetapi juga untuk bisa tetap menjaga agar diperuntukkan bagi seluruh manusia, tetapi juga untuk bisa tetap menjaga agar tujuan yang diinginkan dari pesan Tuhan tersebut bisa dijelaskan dalam tujuan yang diinginkan dari pesan Tuhan tersebut bisa dijelaskan dalam penelitian ilmiah kontemporerpenelitian ilmiah kontemporer

Page 64: Mpth

Pendekatan Filsafat HermeneutikaPendekatan Filsafat Hermeneutika

Kaitan Hermeneutika dengan ilmu tafsirKaitan Hermeneutika dengan ilmu tafsir Secara etimologis, istilah hermeneutika berasal dari bahasa Secara etimologis, istilah hermeneutika berasal dari bahasa

Yunani Yunani hermeneuein hermeneuein yang berarti menafsirkan atau bentuk yang berarti menafsirkan atau bentuk nomina nomina hermeneiahermeneia yang berarti penafsiran. Dengan yang berarti penafsiran. Dengan menelusuri asal katanya, hermeneutika mengarah pada arti menelusuri asal katanya, hermeneutika mengarah pada arti “membuat menjadi mengerti”, khususnya ketika proses ini “membuat menjadi mengerti”, khususnya ketika proses ini mengikutsertakan bahasa, di mana bahasa merupakan mengikutsertakan bahasa, di mana bahasa merupakan satu-satunya medium dalam proses memahami. satu-satunya medium dalam proses memahami.

Proses ini dikaitkan dengan peran Hermes dalam mitologi Proses ini dikaitkan dengan peran Hermes dalam mitologi Yunani yang bertugas sebagai pembawa pesan, sekaligus Yunani yang bertugas sebagai pembawa pesan, sekaligus penafsir bagi pesan-pesan para dewa. Ini sejalan dengan penafsir bagi pesan-pesan para dewa. Ini sejalan dengan makna kata kerja makna kata kerja hermeneueinhermeneuein yang meliputi 3 aktivitas: yang meliputi 3 aktivitas: (1) mengekpresikan secara lantang dengan kata-kata, atau (1) mengekpresikan secara lantang dengan kata-kata, atau

sebut saja “mengatakan”, sebut saja “mengatakan”, (2) menerangkan, seperti dalam menerangkan situasi, dan (2) menerangkan, seperti dalam menerangkan situasi, dan (3) menerjemahkan, seperti dalam menerjemahkan pesan ke (3) menerjemahkan, seperti dalam menerjemahkan pesan ke

dalam bahasa asing. Ketiga aktivitas tersebut tercakup dalam dalam bahasa asing. Ketiga aktivitas tersebut tercakup dalam makna kata “menafsirkan”.makna kata “menafsirkan”.

Oleh karena itu, sudah semestinya bila hermeneutika Oleh karena itu, sudah semestinya bila hermeneutika memiliki kaitan yang erat dengan upaya penafsiran.memiliki kaitan yang erat dengan upaya penafsiran.

Page 65: Mpth

6 makna hermeneutika6 makna hermeneutika Hermeneutika sebagai teori penafsiran Hermeneutika sebagai teori penafsiran

biblikal, biblikal, Metodologi filologi secara umum, Metodologi filologi secara umum, Ilmu tentang semua pemahaman lingusitik, Ilmu tentang semua pemahaman lingusitik, Landasan metodologis bagi Landasan metodologis bagi

GeisteswissenschaftenGeisteswissenschaften, , Fenomenologi eksistensi dan pemahaman Fenomenologi eksistensi dan pemahaman

eksistensial, eksistensial, Sistem penafsiran, baik yang bersifat Sistem penafsiran, baik yang bersifat

rekolektif maupun ikonoklastik, yang dipakai rekolektif maupun ikonoklastik, yang dipakai manusia dalam memahami makna dibalik manusia dalam memahami makna dibalik mitos dan simbol-simbol.mitos dan simbol-simbol.

Page 66: Mpth

11

Hermeneutika sebagai penafsiran biblikalHermeneutika sebagai penafsiran biblikal Pengertian ini merupakan pemahaman yang tertua dan mungkin masih dikenal Pengertian ini merupakan pemahaman yang tertua dan mungkin masih dikenal

secara luas. Dalam masa yang paling awal, makna ini dipakai oleh J.C. secara luas. Dalam masa yang paling awal, makna ini dipakai oleh J.C. Dannhauer (dengan karyanya yang terbit 1654 Dannhauer (dengan karyanya yang terbit 1654 hermenutica sacra sive hermenutica sacra sive methodus exponendarum sacrarum litterarum)methodus exponendarum sacrarum litterarum) untuk membedakan penafsiran untuk membedakan penafsiran ((exegesisexegesis) dengan aturan, metode, dan teori yang mengaturnya ) dengan aturan, metode, dan teori yang mengaturnya ((hermeneuticshermeneutics). ).

Dua hal yang patut dicatat dalam mencermati perkembangan hermeneutika Dua hal yang patut dicatat dalam mencermati perkembangan hermeneutika yang diartikan sebagai teori penafsiran biblikal: yang diartikan sebagai teori penafsiran biblikal:

pertama, karakter hermeneutika sebagaimana diindikasikan dalam contoh-contoh pertama, karakter hermeneutika sebagaimana diindikasikan dalam contoh-contoh teori penafsiran kitab suci; yang dalam hal ini dapat disebutkan bahwa hermeneutika teori penafsiran kitab suci; yang dalam hal ini dapat disebutkan bahwa hermeneutika menyajikan “sistem” interpretasi yang dengan itu suatu ayat dalam kitab suci dapat menyajikan “sistem” interpretasi yang dengan itu suatu ayat dalam kitab suci dapat ditafsirkan. Melalui sistem tersebut, seorang mufassir dapat menemukan makna yang ditafsirkan. Melalui sistem tersebut, seorang mufassir dapat menemukan makna yang tersembunyi dari sebuah teks. Hal tersebut didasari pada pertimbangan, bukan saja tersembunyi dari sebuah teks. Hal tersebut didasari pada pertimbangan, bukan saja lantaran sebuah teks tidak bisa ditafsirkan dengan sendirinya, tetapi setelah masa lantaran sebuah teks tidak bisa ditafsirkan dengan sendirinya, tetapi setelah masa pencerahan teks-teks kitab suci merupakan wahana yang memiliki banyak kebenaran pencerahan teks-teks kitab suci merupakan wahana yang memiliki banyak kebenaran moral, yang akan bisa ditemukan di dalamnya jika prinsip-prinsip penafsiran dibentuk moral, yang akan bisa ditemukan di dalamnya jika prinsip-prinsip penafsiran dibentuk untuk menemukannya.untuk menemukannya.

Kedua, dengan memahami hermeneutika sebagai teori penafsiran biblikal, maka akan Kedua, dengan memahami hermeneutika sebagai teori penafsiran biblikal, maka akan didapatkan kejelasan tentang ruang lingkup hermeneutika, yang tidak saja mencakup didapatkan kejelasan tentang ruang lingkup hermeneutika, yang tidak saja mencakup teori-teori eksplisit tentang aturan-aturan dalam menafsirkan, tetapi juga teori-teori teori-teori eksplisit tentang aturan-aturan dalam menafsirkan, tetapi juga teori-teori yang didapatkan secara tidak langsung dalam praktek penafsiran yang dilakukan. Jika yang didapatkan secara tidak langsung dalam praktek penafsiran yang dilakukan. Jika Gerhard Ebeling, misalnya mengkaji “Hermeneutika Martin Luther”, maka ia tidak saja Gerhard Ebeling, misalnya mengkaji “Hermeneutika Martin Luther”, maka ia tidak saja memusatkan kajiannya pada pernyataan-pernyataan Luther tentang teori penafsiran memusatkan kajiannya pada pernyataan-pernyataan Luther tentang teori penafsiran biblikal, tetapi juga terhadap praktek penafsiran yang dilakukannya seperti yang biblikal, tetapi juga terhadap praktek penafsiran yang dilakukannya seperti yang didapatkan dengan menganalisis khutbah-khutbah yang diberikan dan tulisan-didapatkan dengan menganalisis khutbah-khutbah yang diberikan dan tulisan-tulisannya yang lain. Dari sini, lingkup kajian hermeneutika menjadi lebih luas ---tulisannya yang lain. Dari sini, lingkup kajian hermeneutika menjadi lebih luas ---sebagai sebuah sistem penafsiran baik yang eksplisit maupun implisit--- yang tidak sebagai sebuah sistem penafsiran baik yang eksplisit maupun implisit--- yang tidak saja diterapkan bagi teks kitab suci, tetapi juga terhadap literatur di luar kategori kitab saja diterapkan bagi teks kitab suci, tetapi juga terhadap literatur di luar kategori kitab suci itu sendiri.suci itu sendiri.

Page 67: Mpth

2,3,42,3,4

Hermeneutika sebagai metode filologi secara umumHermeneutika sebagai metode filologi secara umum Konsekuensi dari perluasan ruang lingkup Hermeneutika yang meliputi teks-teks non-Konsekuensi dari perluasan ruang lingkup Hermeneutika yang meliputi teks-teks non-

biblikal, maka dimulailah kecenderungan untuk memperlakukan kitab suci sama biblikal, maka dimulailah kecenderungan untuk memperlakukan kitab suci sama dengan perlakuan terhadap buku-buku sekuler lainnya. Dalam sebuah panduan dengan perlakuan terhadap buku-buku sekuler lainnya. Dalam sebuah panduan hermeneutika yang ditulis 1761, hermeneutika yang ditulis 1761, ErnestiErnesti menyatakan bahwa makna verbal kitab suci menyatakan bahwa makna verbal kitab suci harus ditetapkan secara sama seperti yang dilakukan terhadap buku-buku lain.[1] Hal harus ditetapkan secara sama seperti yang dilakukan terhadap buku-buku lain.[1] Hal senada diungkap oleh senada diungkap oleh SpinozaSpinoza, bahwa norma penafsiran biblikal hanya bisa menjadi , bahwa norma penafsiran biblikal hanya bisa menjadi penerang untuk akal yang sama.[2] Dengan mencermati perkembangan semacam ini penerang untuk akal yang sama.[2] Dengan mencermati perkembangan semacam ini metode penafsiran biblikal menjadi sama saja dengan filologi klasik yang menjadi metode penafsiran biblikal menjadi sama saja dengan filologi klasik yang menjadi dasar teori penafsiran sekuler, sebuah bangunan yang menjadi landasan bagi definisi dasar teori penafsiran sekuler, sebuah bangunan yang menjadi landasan bagi definisi modern kedua bagi hermeneutika sebagai metode filologi.modern kedua bagi hermeneutika sebagai metode filologi.

Hermeneutika sebagai Ilmu pemahaman linguistikHermeneutika sebagai Ilmu pemahaman linguistik Hermeneutika dianggap sebagai “seni” atau “ilmu” memahami, sebagaimana Hermeneutika dianggap sebagai “seni” atau “ilmu” memahami, sebagaimana

dilontarkan oleh dilontarkan oleh F.F. SchleiermacherSchleiermacher. Di sini, hermeneutika mengimplikasikan sebuah . Di sini, hermeneutika mengimplikasikan sebuah kritik radikal terhadap landasan utama filologi, yang mengharuskan hermeneutika kritik radikal terhadap landasan utama filologi, yang mengharuskan hermeneutika untuk bergerak mencapai batas luar konsepsinya sebagai sekumpulan aturan-aturan, untuk bergerak mencapai batas luar konsepsinya sebagai sekumpulan aturan-aturan, dan untuk membuatnya koheren secara sistematis, yaitu sebuah bidang ilmu yang dan untuk membuatnya koheren secara sistematis, yaitu sebuah bidang ilmu yang menjelaskan kondisi bagi pemahaman dalam segala dialog. Hasilnya, bukan lagi menjelaskan kondisi bagi pemahaman dalam segala dialog. Hasilnya, bukan lagi sekedar hermeneutika filologis, tetapi hermeneutika yang bersifat umum yang sekedar hermeneutika filologis, tetapi hermeneutika yang bersifat umum yang prinsip-prinsipnya dapat menjadi pondasi bagi penafsiran segala macam teks.prinsip-prinsipnya dapat menjadi pondasi bagi penafsiran segala macam teks.

Hermeneutika sebagai landasan metodologis bagi Hermeneutika sebagai landasan metodologis bagi GeisteswissenschaftenGeisteswissenschaften Wilhelm Dilthey, seorang penulis biografi F. Schleiermacher, kemudian, Wilhelm Dilthey, seorang penulis biografi F. Schleiermacher, kemudian,

mengkonsepsi hermeneutika menjadi disiplin induk yang menjadi pondasi bukan saja mengkonsepsi hermeneutika menjadi disiplin induk yang menjadi pondasi bukan saja bagi penafsiran teks yang melandasi definisi ketiga, tetapi menjadi definisi baru yang bagi penafsiran teks yang melandasi definisi ketiga, tetapi menjadi definisi baru yang meliputi segala disiplin yang memusatkan perhatian pada pemahaman seseorang meliputi segala disiplin yang memusatkan perhatian pada pemahaman seseorang terhadap seni, prilaku, dan tulisan-tulisan yang disebut dengan istilah terhadap seni, prilaku, dan tulisan-tulisan yang disebut dengan istilah geisteswissenschaften.geisteswissenschaften.

[1] F.W. Farrar, [1] F.W. Farrar, History of InterpretationHistory of Interpretation, hal. 402 dalam Palmer, , hal. 402 dalam Palmer, HermeneuticsHermeneutics, 38. , 38. [2] [2] Palmer, 38Palmer, 38..

Page 68: Mpth

55

Hermeneutika sebagai Fenomenologi dan Pemahaman EksistensialHermeneutika sebagai Fenomenologi dan Pemahaman Eksistensial Defini ke-5 merubah pandangan hermeneutika ke dalam kajian Defini ke-5 merubah pandangan hermeneutika ke dalam kajian

fenomenologis terhadap keberadaan manusia sehari-hari di dunia. fenomenologis terhadap keberadaan manusia sehari-hari di dunia. Tokohnya adalah Tokohnya adalah Martin HeideggerMartin Heidegger. Dalam pandangannya, . Dalam pandangannya, hermeneutika bukan lagi ilmu ataupun aturan-aturan tentang interpretasi hermeneutika bukan lagi ilmu ataupun aturan-aturan tentang interpretasi teks, bukan pula merujuk kepada metodologi teks, bukan pula merujuk kepada metodologi geisteswissenschaftengeisteswissenschaften, tetapi , tetapi hermeneutika merujuk kepada penjelasan fenomenologis tentang hermeneutika merujuk kepada penjelasan fenomenologis tentang eksistensi manusia itu sendiri. Dalam analisis Heidegger, “pemahaman” eksistensi manusia itu sendiri. Dalam analisis Heidegger, “pemahaman” dan “interpretasi” merupakan bentuk dasar keberadaan manusia. Dengan dan “interpretasi” merupakan bentuk dasar keberadaan manusia. Dengan karyanya karyanya Being and TimeBeing and Time, Heidegger menandai perubahan dalam , Heidegger menandai perubahan dalam perkembangan hermeneutika, yang di satu sisi terkait dengan dimensi perkembangan hermeneutika, yang di satu sisi terkait dengan dimensi ontologis pemahaman, dan pada saat yang sama hermeneutika ontologis pemahaman, dan pada saat yang sama hermeneutika diidentifikasikan dengan konsepsinya tentang fenomenologi secara khusus.diidentifikasikan dengan konsepsinya tentang fenomenologi secara khusus.

Selanjutnya, Selanjutnya, Hans Georg GadamerHans Georg Gadamer mengembangkan implikasi dari mengembangkan implikasi dari sumbangan pemikiran Heidegger menjadi sebuah karya sistematik tentang sumbangan pemikiran Heidegger menjadi sebuah karya sistematik tentang “hermeneutika filosofis”.[1] Karyanya yang lain, “hermeneutika filosofis”.[1] Karyanya yang lain, Truth and MethodeTruth and Methode, , merupakan upaya untuk menghubungkan hermeneutika kepada aspek-merupakan upaya untuk menghubungkan hermeneutika kepada aspek-aspek estetika dan filosofis sejarah pemahaman. Dalam hal ini, aspek estetika dan filosofis sejarah pemahaman. Dalam hal ini, hermeneutika dibawa selangkah lebih jauh tetapi masih dalam fase hermeneutika dibawa selangkah lebih jauh tetapi masih dalam fase “linguistik” dengan pernyataan Gadamer bahwa keberadaan yang bisa “linguistik” dengan pernyataan Gadamer bahwa keberadaan yang bisa dipahami adalah bahasa, sehingga hermeneutka adalah sebuah dipahami adalah bahasa, sehingga hermeneutka adalah sebuah pertemuan dengan yang ada melalui bahasa. pertemuan dengan yang ada melalui bahasa.

[1] Lihat H.G. Gadamer, [1] Lihat H.G. Gadamer, Philosophical Hermenutics.Philosophical Hermenutics. (terj. David E. Linge). Berkeley: University of California (terj. David E. Linge). Berkeley: University of California Press, 1977.Press, 1977.

Page 69: Mpth

66

Hermeneutika sebagai sistem penafsiranHermeneutika sebagai sistem penafsiran,, Tokoh yang pertama mengadopsi konsep ini adalah Tokoh yang pertama mengadopsi konsep ini adalah Paul RicoeurPaul Ricoeur. Dalam . Dalam

bukunya bukunya de l’interpretation de l’interpretation (1965), ia mengatakan, “kami mengartikan (1965), ia mengatakan, “kami mengartikan hermeneutika teori tentang aturan yang mengatur sebuah penafsiran, atau hermeneutika teori tentang aturan yang mengatur sebuah penafsiran, atau dapat dikatakan, interpretatsi teks khusus atau kelompok tanda yang bisa dapat dikatakan, interpretatsi teks khusus atau kelompok tanda yang bisa dianggap sebagai teks.”[1] dianggap sebagai teks.”[1]

Pada tahap ini, hermeneutika menjadi proses penggalian makna yang dari Pada tahap ini, hermeneutika menjadi proses penggalian makna yang dari sesuatu yang isi dan makna yang manifest menuju makna yang sesuatu yang isi dan makna yang manifest menuju makna yang tersembunyi atau laten. Objek penafsirannya sendiri yang berupa teks, tersembunyi atau laten. Objek penafsirannya sendiri yang berupa teks, dalam bentuk yang sangat luas bisa terdiri dari lambang-lambang dalam dalam bentuk yang sangat luas bisa terdiri dari lambang-lambang dalam mimpi, atau bahkan mimpi dan kejadian dalam mitos dan simbol-simbol mimpi, atau bahkan mimpi dan kejadian dalam mitos dan simbol-simbol masyarakat atau karya sastra. Dalam hal ini, Ricoeur membedakan antara:masyarakat atau karya sastra. Dalam hal ini, Ricoeur membedakan antara:

simbol-simbol yang jelas merujuk kepada satu makna (simbol-simbol yang jelas merujuk kepada satu makna (univocalunivocal) dan ) dan simbol-simbol yang samar-samar dan mengandung beragam makna (simbol-simbol yang samar-samar dan mengandung beragam makna (equivocalequivocal). ).

Yang terakhir inilah yang menjadi fokus perhatian hermeneutika. Yang terakhir inilah yang menjadi fokus perhatian hermeneutika. Menurutnya, hermeneutika berkaitan dengan teks-teks simbolik yang Menurutnya, hermeneutika berkaitan dengan teks-teks simbolik yang memiliki makna ganda. Makna ganda ini bisa jadi menyusun sebuah memiliki makna ganda. Makna ganda ini bisa jadi menyusun sebuah kesatuan semantik yang ---seperti dalam mitos-mitos--- memiliki makna kesatuan semantik yang ---seperti dalam mitos-mitos--- memiliki makna zahir yang jelas dan pada saat yang sama juga sebuah signifikansi yang zahir yang jelas dan pada saat yang sama juga sebuah signifikansi yang mendalam. Hermeneutika, menurut Ricouer, adalah sistem yang mendalam. Hermeneutika, menurut Ricouer, adalah sistem yang memunculkan signifikansi batin dari dalam substansinya yang tampak. memunculkan signifikansi batin dari dalam substansinya yang tampak.

[1] P. Ricoeur, [1] P. Ricoeur, de l’interpretation: essai sur freud.de l’interpretation: essai sur freud. Paris: editions du Seuil, 1965, h. 18, dalam Paris: editions du Seuil, 1965, h. 18, dalam

Palmer, Palmer, HermeneuticsHermeneutics, h. 43., h. 43.,,

Page 70: Mpth

66

Definisi hermeneutika semacan ini membawa Ricoeur membedakan dua Definisi hermeneutika semacan ini membawa Ricoeur membedakan dua sindrom hermeneutika yang sangat berbeda dalam era modern: sindrom hermeneutika yang sangat berbeda dalam era modern:

pertama, berkenaan dengan simbol dalam sebuah upaya untuk menemukan makna pertama, berkenaan dengan simbol dalam sebuah upaya untuk menemukan makna yang tersembunyi di dalamnya, sebagaimana diwakili oleh upaya “demitologisasi” yang tersembunyi di dalamnya, sebagaimana diwakili oleh upaya “demitologisasi” Rudolf Bultmann; dan Rudolf Bultmann; dan

kedua upaya untuk membongkar simbol yang menjadi representasi realitas yang kedua upaya untuk membongkar simbol yang menjadi representasi realitas yang salah, seperti ditampilkan oleh Marx, Nietzsche, dan Freud yang membongkar salah, seperti ditampilkan oleh Marx, Nietzsche, dan Freud yang membongkar kedok-kedok dan ilusi-ilusi melalui gerakan rasionalisasi yang tiada henti dalam kedok-kedok dan ilusi-ilusi melalui gerakan rasionalisasi yang tiada henti dalam upaya “demistifikasi”. Ketiga tokoh yang terakhir ini menafsirkan kenyataan lahiriah upaya “demistifikasi”. Ketiga tokoh yang terakhir ini menafsirkan kenyataan lahiriah sebagai sebuah kesalahan dan mengajukan sistem pemikiran yang menghancurkan sebagai sebuah kesalahan dan mengajukan sistem pemikiran yang menghancurkan kenyataan tersebut. Ketiganya secara aktif berdiri berseberangan dengan agama, kenyataan tersebut. Ketiganya secara aktif berdiri berseberangan dengan agama, sementara cara berfikir yang benar bagi ketiganya adalah dengan mengajukan sementara cara berfikir yang benar bagi ketiganya adalah dengan mengajukan “rasa curiga” (“rasa curiga” (suspicionsuspicion) dan keragu-raguan.) dan keragu-raguan.

Atas dasar dua pendekatan yang berbeda dalam penafsiran simbol dewasa Atas dasar dua pendekatan yang berbeda dalam penafsiran simbol dewasa ini, menurut Ricoeur, tidak akan pernah ada aturan-aturan prinsipal (ini, menurut Ricoeur, tidak akan pernah ada aturan-aturan prinsipal (canonscanons) ) yang bersifat universal untuk menafsirkan, akan tetapi hanya berupa teori-yang bersifat universal untuk menafsirkan, akan tetapi hanya berupa teori-teori yang terpisah dan saling berlawanan tentang aturan-aturan (teori yang terpisah dan saling berlawanan tentang aturan-aturan (rulesrules) ) penafsiran. Pengikut aliran penafsiran. Pengikut aliran demythologizerdemythologizer (atau “demitologisasi”) (atau “demitologisasi”) memperlakukan simbol atau teks sebagai jendela menuju realitas sakral, memperlakukan simbol atau teks sebagai jendela menuju realitas sakral, sementara kaum sementara kaum demystifierdemystifier memperlakukan simbol yang sama (sebut saja memperlakukan simbol yang sama (sebut saja teks kitab suci) sebagai sebuah kenyataan salah yang harus dihancurkan.teks kitab suci) sebagai sebuah kenyataan salah yang harus dihancurkan.

Pendekatan Ricoeur dalam mengkaji Freud merupakan sebuah upaya brilian Pendekatan Ricoeur dalam mengkaji Freud merupakan sebuah upaya brilian dalam type penafsiran yang pertama berupaya menemukan dan menafsirkan dalam type penafsiran yang pertama berupaya menemukan dan menafsirkan kembali signifikansi Freud dengan cara baru pada momen kesejarahan masa kembali signifikansi Freud dengan cara baru pada momen kesejarahan masa kini. Ricoeur berusaha untuk menerobos rasionalitas keragu-raguan dan kini. Ricoeur berusaha untuk menerobos rasionalitas keragu-raguan dan kepercayaan terhadap interpretasi rekolektif dalam sebuah filsafat reflektif kepercayaan terhadap interpretasi rekolektif dalam sebuah filsafat reflektif yang tidak kembali ke dalam abstraksi atau menjadi lebih buruk dengan yang tidak kembali ke dalam abstraksi atau menjadi lebih buruk dengan pengajuan keragu-raguan secara sederhana. Sebuah filsafat yang menangani pengajuan keragu-raguan secara sederhana. Sebuah filsafat yang menangani tantangan hermeneutika dalam mitos dan simbol, serta secara reflektif tantangan hermeneutika dalam mitos dan simbol, serta secara reflektif mentemakan realitas di belakang bahasa, simbol, dan mitos-mitos tadi. mentemakan realitas di belakang bahasa, simbol, dan mitos-mitos tadi.

Page 71: Mpth

Beberapa prinsip dalam pendekatan hermeneutikaBeberapa prinsip dalam pendekatan hermeneutika Prinsip dalam kajian yang memakai pendekatan hermeneutika, seperti apa Prinsip dalam kajian yang memakai pendekatan hermeneutika, seperti apa

yang dirujuknya dari Heidegger tentang perlunya upaya untuk mendekati teks yang dirujuknya dari Heidegger tentang perlunya upaya untuk mendekati teks secara lebih mendalam untuk menemukan apa yang tidak, bahkan mungkin secara lebih mendalam untuk menemukan apa yang tidak, bahkan mungkin yang tidak mampu, dikatakan oleh teks.[1] Menurutnya, menafsirkan sebuah yang tidak mampu, dikatakan oleh teks.[1] Menurutnya, menafsirkan sebuah karya adalah untuk melangkah ke dalam cakrawala pertanyaan ke arah mana karya adalah untuk melangkah ke dalam cakrawala pertanyaan ke arah mana teks bergerak. Akan tetapi, hal ini juga berarti bahwa sang penafsir bergerak teks bergerak. Akan tetapi, hal ini juga berarti bahwa sang penafsir bergerak ke dalam sebuah horozon di mana jawaban yang lain juga dimungkinkan. ke dalam sebuah horozon di mana jawaban yang lain juga dimungkinkan. Dalam hal jawaban jawaban yang lain inilah ---dalam konteks temporal sebuah Dalam hal jawaban jawaban yang lain inilah ---dalam konteks temporal sebuah karya dan juga dalam era kekinian--- bahwa seseorang mesti memahami apa karya dan juga dalam era kekinian--- bahwa seseorang mesti memahami apa yang dikatakan oleh teks. Dengan kata lain, apa yang dikatakan dapat yang dikatakan oleh teks. Dengan kata lain, apa yang dikatakan dapat dipahami hanya melalui apa yang tidak dikatakan.dipahami hanya melalui apa yang tidak dikatakan.

Prinsip lainnya dalam pendekatan hermeneutika adalah signifikansi penerapan Prinsip lainnya dalam pendekatan hermeneutika adalah signifikansi penerapan terhadap masa sekarang. Dalam hal hermeneutika yuridis maupun teologis, terhadap masa sekarang. Dalam hal hermeneutika yuridis maupun teologis, misalnya diharuskan untuk melihat pemahaman tidak sesederhana upaya misalnya diharuskan untuk melihat pemahaman tidak sesederhana upaya mengaitkan kajian klasik untuk memasuki dunia lain yang diinginkannya, mengaitkan kajian klasik untuk memasuki dunia lain yang diinginkannya, tetapi sebagai sebuah upaya untuk menjembatani jarak yang ada antara teks tetapi sebagai sebuah upaya untuk menjembatani jarak yang ada antara teks dengan situasi saat ini. Interpretasi bukan melulu menjelaskan apa makna teks dengan situasi saat ini. Interpretasi bukan melulu menjelaskan apa makna teks dalam dunianya sendiri, tetapi apa maknanya untuk kita. Sebuah teks dalam dunianya sendiri, tetapi apa maknanya untuk kita. Sebuah teks ditafsirkan bukan atas dasar kesesuaiannya, tetapi karena substansi teks ditafsirkan bukan atas dasar kesesuaiannya, tetapi karena substansi teks adalah sesuatu yang dimiliki bersama. Landasan kesamaan milik ini tidak adalah sesuatu yang dimiliki bersama. Landasan kesamaan milik ini tidak selalu bersifat personal, tetapi bahasa. Seseorang berada di dalam dan diliputi selalu bersifat personal, tetapi bahasa. Seseorang berada di dalam dan diliputi bahasa; bahkan ketika seseorang harus menjembatani kesenjangan dalam dua bahasa; bahkan ketika seseorang harus menjembatani kesenjangan dalam dua bahasa yang berbeda, ia masih saja menafsirkan dalam dunia bahasa di mana bahasa yang berbeda, ia masih saja menafsirkan dalam dunia bahasa di mana wujud (wujud (beingbeing) menjadi pengganti di dalam bahasa.[2]) menjadi pengganti di dalam bahasa.[2]

[1] Palmer, [1] Palmer, HermeneuticsHermeneutics, hal. 234-235., hal. 234-235. [2] [2] Ibid.Ibid., hal. 235-6., hal. 235-6.

Page 72: Mpth

Perspektif Kesetaraan GenderPerspektif Kesetaraan Gender

Masuknya perspektif kesetaraan gender dalam kajian Islam adalah bagian Masuknya perspektif kesetaraan gender dalam kajian Islam adalah bagian dari upaya dari upaya pembaharuan pemikiran Islampembaharuan pemikiran Islam..

Latar belakang yang mendasari kemunculan gerakan kesetaraan gender ini Latar belakang yang mendasari kemunculan gerakan kesetaraan gender ini dalam sisi pembaharuan pemikiran Islam adalah sebuah upaya untuk dalam sisi pembaharuan pemikiran Islam adalah sebuah upaya untuk mengembangkan apa yang disebut oleh orang barat sebagai “mengembangkan apa yang disebut oleh orang barat sebagai “teologi teologi feminisfeminis” dalam konteks Islam yang memiliki ” dalam konteks Islam yang memiliki tujuantujuan untuk membebaskan untuk membebaskan kaum perempuan dan kaum muslimin pada umumnya dari struktur-struktur kaum perempuan dan kaum muslimin pada umumnya dari struktur-struktur dan perundang-undangan yang tidak adil dan tidak memungkinkan dan perundang-undangan yang tidak adil dan tidak memungkinkan terjadinya hubungan yang hidup antara laki-laki dan perempuanterjadinya hubungan yang hidup antara laki-laki dan perempuan

Faktor utama yang menjadi alasan perlunya pendekatan kesetaraan gender Faktor utama yang menjadi alasan perlunya pendekatan kesetaraan gender adalah karena masih ada adalah karena masih ada ketidaksesuaianketidaksesuaian yang mencolok antara yang mencolok antara cita-cita cita-cita IslamIslam dan dan praktek umatnyapraktek umatnya sejauh menyangkut perempuan. sejauh menyangkut perempuan.

Dalam hal ini, beberapa kesalahan mendasar ditemukan dalam pandangan Dalam hal ini, beberapa kesalahan mendasar ditemukan dalam pandangan normatif Islam yang berakar pada penafsiran terhadap al-Qur’an dan doktrin normatif Islam yang berakar pada penafsiran terhadap al-Qur’an dan doktrin tradisional (hadis) sebagai sumber utama ajaran Islam, seperti kesetaraan tradisional (hadis) sebagai sumber utama ajaran Islam, seperti kesetaraan kedudukan semua manusia baik laki-laki maupun perempuan di hadapan kedudukan semua manusia baik laki-laki maupun perempuan di hadapan Allah dipertentangkan dengan beberapa bias penafsiran:Allah dipertentangkan dengan beberapa bias penafsiran:

yang menganggap kelebihan status laki-laki sebagai yang menganggap kelebihan status laki-laki sebagai qawwamunqawwamun (yang umunya (yang umunya diterjemahkan sebagai “penguasa” atau “pengatur”) perempuan (QS.4:34),diterjemahkan sebagai “penguasa” atau “pengatur”) perempuan (QS.4:34),

laki-laki memperoleh bagian waris dua kali lebh besar dibandingkan dengan bagian laki-laki memperoleh bagian waris dua kali lebh besar dibandingkan dengan bagian kaum perempuan (4:11), kaum perempuan (4:11),

kesaksian laki-laki yang sama dengan kesaksian dua orang perempuan (QS 2:282), kesaksian laki-laki yang sama dengan kesaksian dua orang perempuan (QS 2:282), maupun argumen-argumen yang berakar dari hadis ketidaksempurnaan perempuan maupun argumen-argumen yang berakar dari hadis ketidaksempurnaan perempuan

dalam salat, atau menyangkut kecerdasan akalnya sebagai konsekuensi dari dalam salat, atau menyangkut kecerdasan akalnya sebagai konsekuensi dari kesaksiannya yang dihitung hanya setengah dar kesaksian laki-laki. (kesaksiannya yang dihitung hanya setengah dar kesaksian laki-laki. (Rifat Hassan, Rifat Hassan, hal.43). hal.43).

Page 73: Mpth

Pengaruh terhadap kehadiran penafsiran yang dianggap bias gender, dan Pengaruh terhadap kehadiran penafsiran yang dianggap bias gender, dan bercorak misoginis, sehingga menempatkan status laki-laki dalam derajat bercorak misoginis, sehingga menempatkan status laki-laki dalam derajat yang lebih superior dibandingkan dengan perempuan juga dijumpai dalam yang lebih superior dibandingkan dengan perempuan juga dijumpai dalam tradisi agama-agama lain, seperti tradisi Yahudi dan Kristen. Akar tradisi agama-agama lain, seperti tradisi Yahudi dan Kristen. Akar pandangan yang bias gender didapati dalam 3 asumsi teologis: pandangan yang bias gender didapati dalam 3 asumsi teologis:

(1) Ciptaan Tuhan yang utama adalah laki-laki, dan bukan perempuan karena (1) Ciptaan Tuhan yang utama adalah laki-laki, dan bukan perempuan karena perempuan diyakini diciptakan dari tulang rusuk Adam. Konsekuensinya, secara perempuan diyakini diciptakan dari tulang rusuk Adam. Konsekuensinya, secara intologis kedudukan perempuan bersifat derivatif dan sekunder; intologis kedudukan perempuan bersifat derivatif dan sekunder;

(2) Perempuan, dalam hal ini Hawa, menjadi penyebab kejatuhan manusia dari (2) Perempuan, dalam hal ini Hawa, menjadi penyebab kejatuhan manusia dari surga. Konsekuensinya, semua anak perempuan Hawa dipandang dengan rasa surga. Konsekuensinya, semua anak perempuan Hawa dipandang dengan rasa benci, curiga, dan jijik; benci, curiga, dan jijik;

(3) Perempuan tidak saja diciptakan dari laki-laki, tetapi juga untuk laki-laki. (3) Perempuan tidak saja diciptakan dari laki-laki, tetapi juga untuk laki-laki. Konsekuensinya, keberadaan perempuan hanya bersifat instrumental dan tidak Konsekuensinya, keberadaan perempuan hanya bersifat instrumental dan tidak memiliki makna yang mendasar. memiliki makna yang mendasar.

Ketiga asumsi teologis yang memandang rendah kaum perempuan ini, Ketiga asumsi teologis yang memandang rendah kaum perempuan ini, sedikit banyak masih tergambar dalam pandangan masyarakat Arab yang sedikit banyak masih tergambar dalam pandangan masyarakat Arab yang melatarbelakangi setting historis dan sosiologis turunnya al-Qur’an.melatarbelakangi setting historis dan sosiologis turunnya al-Qur’an.

Meskipun begitu, Islam telah berupaya untuk sedikit demi sedikit Meskipun begitu, Islam telah berupaya untuk sedikit demi sedikit mengangkat derajat kaum perempuan dari pandangan sosial dan teologis mengangkat derajat kaum perempuan dari pandangan sosial dan teologis yang timang dan telah ada sebelumnya. Akan tetapi, struktur sosial yang yang timang dan telah ada sebelumnya. Akan tetapi, struktur sosial yang patriarkhis dan dominasi peran laki-laki dalam kultur peradaban dan patriarkhis dan dominasi peran laki-laki dalam kultur peradaban dan perkembangan pemikiran Islam masa klasik dan periode salanjutnya perkembangan pemikiran Islam masa klasik dan periode salanjutnya menjadikan cara berfikir yang bias gender masih saja berlangsung, atau menjadikan cara berfikir yang bias gender masih saja berlangsung, atau setidaknya terekam dalam praktek-praktek penafsiran al-Qur’an, yang setidaknya terekam dalam praktek-praktek penafsiran al-Qur’an, yang umumnya juga dilakukan oleh ulama lak-laki. umumnya juga dilakukan oleh ulama lak-laki.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila dalam banyak kasus, Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila dalam banyak kasus, penafsiran yang tidak didasarkan pada asas kesetaraan gender ini masih penafsiran yang tidak didasarkan pada asas kesetaraan gender ini masih terus berlangsung sampai pada saat tafsir-tafsir tersebut digagas pada terus berlangsung sampai pada saat tafsir-tafsir tersebut digagas pada periode perkembangan pemikiran Islam abad pertengahan sampai abad periode perkembangan pemikiran Islam abad pertengahan sampai abad awal abad ke-20.awal abad ke-20.

Page 74: Mpth

kesimpulankesimpulan

Istilah feminisme Islam sendiri baru digagas sekitar tahun 1990-an, Istilah feminisme Islam sendiri baru digagas sekitar tahun 1990-an, sebagai sebuah gerakan dalam mengimbangi perkembangan gerakan sebagai sebuah gerakan dalam mengimbangi perkembangan gerakan Islamism. Akar gerakan kesetaraan gender sendiri sudah ada sejak Islamism. Akar gerakan kesetaraan gender sendiri sudah ada sejak seabad yang lalu, sebagaimana diadvokasi oleh beberapa tokoh seabad yang lalu, sebagaimana diadvokasi oleh beberapa tokoh seperti:seperti:

Qasim Amin dari Mesir,Qasim Amin dari Mesir, Mumtaz Ali dari India.Mumtaz Ali dari India. Leila Ahmad, professor kajian wanita asal Mesir; Leila Ahmad, professor kajian wanita asal Mesir; Fatima Mernissi, seorang penulis asal Maroko; Fatima Mernissi, seorang penulis asal Maroko; Amina Wadud, dan tokoh-tokoh lainnya.Amina Wadud, dan tokoh-tokoh lainnya.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa perspektif kesetaraan gender Secara ringkas dapat dikatakan bahwa perspektif kesetaraan gender dalam penelitian kajian al-Qur’an maupun hadis ditujukan: dalam penelitian kajian al-Qur’an maupun hadis ditujukan:

untuk menganilisis ulang teks-teks yang beredaksi misoginis, untuk menganilisis ulang teks-teks yang beredaksi misoginis, dalam sebuah upaya kontekstualisasi penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dalam sebuah upaya kontekstualisasi penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang

tidak saja mempertimbangkan konteks sosio-historis dalam tidak saja mempertimbangkan konteks sosio-historis dalam memahaminya, memahaminya,

tetapi juga dengan menarik signifikansinya bagi konteks sosiologis yang tetapi juga dengan menarik signifikansinya bagi konteks sosiologis yang terjadi pada masa kini, terjadi pada masa kini,

sehingga tetap didapatkan makna pesan-pesan al-Qur’an yang teguh sehingga tetap didapatkan makna pesan-pesan al-Qur’an yang teguh berpegang pada dimensi keadilan dan kesetaraan derajat antara sesama berpegang pada dimensi keadilan dan kesetaraan derajat antara sesama manusia.manusia.

Page 75: Mpth

Pertemuan ke-9 dan 10Pertemuan ke-9 dan 10Menyusun Disain PenelitianMenyusun Disain Penelitian

Standar KompetensiStandar Kompetensi Mahasiswa mengetahui Mahasiswa mengetahui

cara-cara menyusun cara-cara menyusun sebuah disain penelitian sebuah disain penelitian yang akan digunakan yang akan digunakan dalam sebuah aktivitas dalam sebuah aktivitas penelitian secara praktispenelitian secara praktis

Kompetensi DasarKompetensi Dasar Mahasiswa dapat Mahasiswa dapat

merumuskan tema merumuskan tema penelitian yang akan penelitian yang akan dilakukan.dilakukan.

Mahasiswa dapat Mahasiswa dapat merumuskan langkah-merumuskan langkah-langkah yang akan dicapai langkah yang akan dicapai dalam sebuah penelitian.dalam sebuah penelitian.

Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu membuat sebuah disain membuat sebuah disain perencanaan bagi perencanaan bagi penelitian yang akan penelitian yang akan dilakukan dalam praktikum.dilakukan dalam praktikum.

Page 76: Mpth

Menyusun Disain Penelitian

Merumuskan Permasalahan

Menimbang Signifikansi &Feasibilitas Penelitian

Menguraikan Metodologi Penelitian

Merumuskan Tujuan Penelitian

Menjelaskan Struktur Pembahasan

Mengidentifikasi Masalah

Membatasi MasalahMerumuskan Perta-nyaan Penelitian

Merumuskan Pendekatan yang Dipakai dalam Penelitian

Merumuskan Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Membuat Jadwal Penelitian

Mnjelaskan Pengertian danKajian Teoretis

Menyusun Daftar PustakaSementara

Page 77: Mpth

Menyusun Disain PenelitianMenyusun Disain Penelitian

Merumuskan Masalah PenelitianMerumuskan Masalah Penelitian Menemukan permasalahan menjadi inti sebuah Menemukan permasalahan menjadi inti sebuah

penelitian karena tanpa permasalahan maka tidak penelitian karena tanpa permasalahan maka tidak akan ada aktivitas penelitian.akan ada aktivitas penelitian.

Untuk bisa menemukan tema penelitian, maka Untuk bisa menemukan tema penelitian, maka penguasaan ruang lingkup kajian dan pemilihan penguasaan ruang lingkup kajian dan pemilihan konsern utama kajian menjadi penting.konsern utama kajian menjadi penting.

Setelah menemukan sebuah persoalan, maka Setelah menemukan sebuah persoalan, maka langkah selanjutnya adalah mengindentifikasi langkah selanjutnya adalah mengindentifikasi permasalahan itu ke dalam berbagai kemungkinan permasalahan itu ke dalam berbagai kemungkinan pertanyaan seputar masalah tersebut,pertanyaan seputar masalah tersebut,

Lalu jika masih terlalu luas, maka harus dibatasi Lalu jika masih terlalu luas, maka harus dibatasi sesempit mungkin.sesempit mungkin.

Barulah setelah itu kita bisa merumuskan Barulah setelah itu kita bisa merumuskan persoalan tersebut ke dalam sebuah pertanyaan persoalan tersebut ke dalam sebuah pertanyaan penelitian.penelitian.

Dari pertanyaan penelitian inilah sebuah Dari pertanyaan penelitian inilah sebuah penelitian dimulai.penelitian dimulai.

Page 78: Mpth

Menimbang Signifikansi dan Mengukur FeasibilitasMenimbang Signifikansi dan Mengukur Feasibilitas Sebuah penelitian dikatakan signifikan jika aktivitas penelitian yang Sebuah penelitian dikatakan signifikan jika aktivitas penelitian yang

dilakukan merupakan kerja ilmiah yang penting, sehingga dapat dilakukan merupakan kerja ilmiah yang penting, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan kajian akademik di memberikan kontribusi bagi perkembangan kajian akademik di bidangnya.bidangnya.

Signifikansi penelitian juga bisa dinilai dari sejauh mana penelitian yang Signifikansi penelitian juga bisa dinilai dari sejauh mana penelitian yang akan dilakukan memberikan faedah/manfaat bagi dilakukannya penelitian akan dilakukan memberikan faedah/manfaat bagi dilakukannya penelitian pada saat itu.pada saat itu.

Oleh karena itu, hal pertama yang dilakukan oleh seorang peneliti adalah Oleh karena itu, hal pertama yang dilakukan oleh seorang peneliti adalah menguraikan alasan-alasan tentang arti penting permasalahan bagi menguraikan alasan-alasan tentang arti penting permasalahan bagi peneltiian yang ingin dilakukan. Biasanya ini diletakkan dalam bagian peneltiian yang ingin dilakukan. Biasanya ini diletakkan dalam bagian latar belakang permasalahan, ketika pada akhir bagian ini ia menuangkan latar belakang permasalahan, ketika pada akhir bagian ini ia menuangkan judul atau tema penelitiannya, baru kemudian beralih mendefinisikan judul atau tema penelitiannya, baru kemudian beralih mendefinisikan permasalahan tadi ke dalam identifikasi, pembatasan dan perumusan permasalahan tadi ke dalam identifikasi, pembatasan dan perumusan pertanyaannya. pertanyaannya.

Sementara itu, faedah praktis dari sebuah penelitian biasanya diuraikan Sementara itu, faedah praktis dari sebuah penelitian biasanya diuraikan dalam sub-bab tersendiri tentang tujuan dan kegunaan penelitian. dalam sub-bab tersendiri tentang tujuan dan kegunaan penelitian.

Hal lain yang penting pada tahap ini, terkait dengan tujuan dan manfaat Hal lain yang penting pada tahap ini, terkait dengan tujuan dan manfaat penelitian adalah mengukur feasibilitas sebuah penelitian, yaitu apakah penelitian adalah mengukur feasibilitas sebuah penelitian, yaitu apakah penelitian ini bisa dilakukan dalam jangka waktu yang disediakan, penelitian ini bisa dilakukan dalam jangka waktu yang disediakan, terutama disesuaikan dengan tujuannya. Penelitian sebuah disertasi terutama disesuaikan dengan tujuannya. Penelitian sebuah disertasi mungkin memakan waktu cukup panjang, tetapi penelitian untuk sebuah mungkin memakan waktu cukup panjang, tetapi penelitian untuk sebuah tugas mata kuliah tertentu bisa jadi hanya diberikan waktu pelaksanaan tugas mata kuliah tertentu bisa jadi hanya diberikan waktu pelaksanaan yang sangat singkat. Di sinilah pertimbangan mengenai signifikansi dan yang sangat singkat. Di sinilah pertimbangan mengenai signifikansi dan feasibilitas menjadi sangat penting.feasibilitas menjadi sangat penting.

Page 79: Mpth

Merumuskan MetodologiMerumuskan Metodologi Metodologi adalah kerangka kerja teoretis yang akan dipakai Metodologi adalah kerangka kerja teoretis yang akan dipakai

dalam menjawab pertanyaan penelitian, disamping juga dalam menjawab pertanyaan penelitian, disamping juga memuat langkah-langkah praktis mengenai teknik memuat langkah-langkah praktis mengenai teknik pengumpulan dan pengolahan data.pengumpulan dan pengolahan data.

Dalam merumuskan metodologi, seorang peneliti dituntut Dalam merumuskan metodologi, seorang peneliti dituntut untuk merumuskan jenis peneitian yang ingin dilakukan: untuk merumuskan jenis peneitian yang ingin dilakukan: apakah penelitian kepustakaan, atau lapangan; bila berkenaan apakah penelitian kepustakaan, atau lapangan; bila berkenaan dengan hal yang kedua, maka timbul pertanyaan tambahan dengan hal yang kedua, maka timbul pertanyaan tambahan apakah bersifat kualitatif atau kuantitatif. apakah bersifat kualitatif atau kuantitatif.

Selanjutnya, menentukan metode dan pendekatan yang Selanjutnya, menentukan metode dan pendekatan yang dipakai dalam meneliti permasalahan.dipakai dalam meneliti permasalahan.

Di sini, metode bersifat teknis: dengan cara apa data akan Di sini, metode bersifat teknis: dengan cara apa data akan dikumpulkan, dan dengan pendekatan apa data itu kemudian dikumpulkan, dan dengan pendekatan apa data itu kemudian diolah untuk mendapatkan hasil penelitian. diolah untuk mendapatkan hasil penelitian.

Aspek metodologis lain yang cukup penting adalah Aspek metodologis lain yang cukup penting adalah merumuskan definisi tentang istilah dan konsep-konsep merumuskan definisi tentang istilah dan konsep-konsep penting yang dipakai dalam penelitian.penting yang dipakai dalam penelitian.

Metodologi juga merumuskan style penulisan yang akan Metodologi juga merumuskan style penulisan yang akan digunakan dalam pembahasan.digunakan dalam pembahasan.

Page 80: Mpth

Elemen-elemen penting lain dalam Elemen-elemen penting lain dalam penyusunan disain penelitian:penyusunan disain penelitian: Membuat Daftar Pustaka SementaraMembuat Daftar Pustaka Sementara

Menuliskan buku dan sumber-sumber literatur apa saja Menuliskan buku dan sumber-sumber literatur apa saja yang kiranya bisa dipakai dalam melakukan penelitian.yang kiranya bisa dipakai dalam melakukan penelitian.

Membuat Jadwal Pelaksaan Penelitian,Membuat Jadwal Pelaksaan Penelitian, Merumuskan tujuan penelitian,Merumuskan tujuan penelitian, Mencantumkan kajian pustaka, atau penelitian Mencantumkan kajian pustaka, atau penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya terhadap yang pernah dilakukan sebelumnya terhadap persoalan tersebut,persoalan tersebut,

Dan membuat outline pembahasan.Dan membuat outline pembahasan.

Page 81: Mpth

Evaluasi-evaluasiEvaluasi-evaluasi

Ujian Tengah Semester (UTS)Ujian Tengah Semester (UTS) Memilih Tema PenelitianMemilih Tema Penelitian Membuat Disain PenelitianMembuat Disain Penelitian

Disain penelitian terdiri dari maksimal 3 halaman,Disain penelitian terdiri dari maksimal 3 halaman, Berisi judul/tema penelitian,Berisi judul/tema penelitian, Latarbelakang persoalan yang menjadikan penelitian Latarbelakang persoalan yang menjadikan penelitian

tersebut penting dilakukan,tersebut penting dilakukan, Pertanyaan penelitian/rumusan permasalahan,Pertanyaan penelitian/rumusan permasalahan, Metodologi penelitian,Metodologi penelitian, Daftar pustaka sementara. Untuk daftar pustaka Daftar pustaka sementara. Untuk daftar pustaka

sementara yang lebih banyak diizinkan untuk sementara yang lebih banyak diizinkan untuk melebihi ketentuan 3 halaman maksimal.melebihi ketentuan 3 halaman maksimal.

UAS ...UAS ...

Page 82: Mpth

Ujian Akhir Semester (UAS)Ujian Akhir Semester (UAS) Melakukan sebuah penelitian mini,Melakukan sebuah penelitian mini, Dan Menuliskannya sebagai sebuah laporan Dan Menuliskannya sebagai sebuah laporan

hasil penelitian.hasil penelitian. Bentuk evaluasi akhir ini dilaksanakan dalam Bentuk evaluasi akhir ini dilaksanakan dalam

jangka waktu total 7 minggu terhitung mulai jangka waktu total 7 minggu terhitung mulai hari pertama dilaksanakannya penelitian hari pertama dilaksanakannya penelitian sampai hari terakhir penyerahan laporan hasil sampai hari terakhir penyerahan laporan hasil penelitian yang berbarengan dengan jadwal penelitian yang berbarengan dengan jadwal UAS resmi yang ditetapkan oleh Fakultas UAS resmi yang ditetapkan oleh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 83: Mpth

Pertemuan Ke-11, 12, 13, 14Pertemuan Ke-11, 12, 13, 14Melakukan Penelitian Mini dan Menulis Melakukan Penelitian Mini dan Menulis

Laporan Hasil PenelitianLaporan Hasil Penelitian Penelitian didasarkan pada disain penelitian yang sudah diserahkan Penelitian didasarkan pada disain penelitian yang sudah diserahkan

sebelumnya sebagai tugas UTS,sebelumnya sebagai tugas UTS, Pelaksanaan penelitian disediakan waktu selama 4 minggu + 3 minggu Pelaksanaan penelitian disediakan waktu selama 4 minggu + 3 minggu

penulisan laporan hasil penelitiannya.penulisan laporan hasil penelitiannya. Dalam jangka waktu yang ditentukan tersebut, mahasiswa diharapkan Dalam jangka waktu yang ditentukan tersebut, mahasiswa diharapkan

sudah mampu mengumpulkan data dan mengolahnya menjadi sebuah sudah mampu mengumpulkan data dan mengolahnya menjadi sebuah laporan hasil penelitian dengan format ketikan (bukan tulis tangan) setebal laporan hasil penelitian dengan format ketikan (bukan tulis tangan) setebal 3000 kata atau setara dengan 15 halaman kwarto spasi ganda (jika ditulis 3000 kata atau setara dengan 15 halaman kwarto spasi ganda (jika ditulis menggunakan mesin ketik manual).menggunakan mesin ketik manual).

Laporan hasil penelitian ini akan diserahkan pada saat ujian semester yang Laporan hasil penelitian ini akan diserahkan pada saat ujian semester yang biasanya ditentukan selambat-lambatnya 3 minggu setelah pertemuan biasanya ditentukan selambat-lambatnya 3 minggu setelah pertemuan kuliah terakhir (pertemuan keempatbelas), dengan salah satu dari dua kuliah terakhir (pertemuan keempatbelas), dengan salah satu dari dua cara dibawah ini:cara dibawah ini:

Bagi yang ingin menyerahkan dalam bentuk Bagi yang ingin menyerahkan dalam bentuk softcopysoftcopy, maka bisa , maka bisa mengirimkannya dalam bentuk attachment file doc/rtf, bukan docx melalui mengirimkannya dalam bentuk attachment file doc/rtf, bukan docx melalui email: email: [email protected][email protected]

Bagi yang menginginkan penyerahan dalam bentuk print out atau hardcopy, bisa Bagi yang menginginkan penyerahan dalam bentuk print out atau hardcopy, bisa menyerahkannya kepada dosen langsung atau melalui loker no. 17 dan 47 di menyerahkannya kepada dosen langsung atau melalui loker no. 17 dan 47 di ruang dosen FU lt. 2ruang dosen FU lt. 2

Keterlambatan penyerahan laporan ini berakibat pada keterlambatan Keterlambatan penyerahan laporan ini berakibat pada keterlambatan keluarnya nilai matakuliah ini bagi mahasiswa yang bersangkutan. keluarnya nilai matakuliah ini bagi mahasiswa yang bersangkutan. Sehingga diharapkan bagi semua pihak untuk berusaha menyerahkannya Sehingga diharapkan bagi semua pihak untuk berusaha menyerahkannya tepat waktu. tepat waktu.

Page 84: Mpth

Hanya hasil penelitian Hanya hasil penelitian originaloriginal

yang akan membekas sebagai yang akan membekas sebagai cahaya pengetahuan cahaya pengetahuan seberapapun kecilnyaseberapapun kecilnya