mp2012-80(2)-5 (2)

8
Menara Perkebunan 2012 80(2), 77-84 Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus Antibacterial activity of cocoa pod husk extract (Theobroma cacao L.) against Escherichia coli, Bacillus subtilis, and Staphylococcus aureus Agustin Sri MULYATNI *) , Asmini BUDIANI & Darmono TANIWIRYONO Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1 Bogor 16151, Indonesia Diterima tanggal 20 September 2012/disetujui tanggal 6 Nopember 2012 Abstract Cocoa (Theobroma cacao L.), one of the most important export commodities from Indonesia, is widely planted with current total area of 1.6 million Ha, producing 500.000 metric tons of dry bean in 2011 . At the time of harvest, instead of seed approximately the same volume cacao husk is produced. The aim of the study was to assess the potential of cocoa husk extract as an antibacterial against Escherichia coli, Bacillus subtilis, and Staphylococcus aureus, and to determine the minimum inhibitory concentration (MIC) of cocoa husk extract to the three test bacteria. Extraction of cocoa husk conducted by maceration method using ethanol 96%. Analysis of antibacterial activity was done by paper disc diffusion method. Completely Randomized Design of single factor presentage that is extract concentration of 0; 1; 2; 4; 8; 16; 32; and 64% (g/mL) with three replicans were applied.The results showed that the extract of cocoa pod husk has antibacterial activity against S. aureus, B. subtilis, and E. coli with the MIC are 8% (g/ mL), 16% (g/ mL), and 32% (g/ mL) respectively. [Keywords : Antibacteria, cocoa pod-husk, ethanol, alkaloid compound, flavonoid] Abstrak Kakao (Theobroma cacao L.), salah satu komoditi ekspor terpenting Indonesia, ditanam secara luas dengan total luasan 1,6 juta Ha, menghasilkan 500.000 ton biji kering pada tahun 2011. Di samping biji sebagai hasil utama, pada saat panen juga dihasilkan kulit buah dengan volume yang hampir sama dengan biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekstrak kulit buah kakao sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus serta menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak kulit buah kakao terhadap ketiga bakteri uji. Ekstraksi kulit buah kakao dilakukan dengan metode Maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Analisis aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram kertas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal konsen- trasi ekstrak, yaitu 0; 1; 2; 4; 8; 16; 32; dan 64% (g/mL), masing-masing dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah kakao berpotensi sebagai antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis dan E. coli, dengan KHM berturut-turut adalah 8% (g/mL), 16% (g/mL), dan 32% (g/mL). [Kata kunci: Antibakteri, kulit-buah kakao, ethanol, senyawa alkoloid, flavonoid] Pendahuluan Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspor negara Indonesia dengan nilai jual yang cukup tinggi. Kementerian Pertanian melaporkan bahwa pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai negara penghasil kakao terbesar di dunia dengan total ekspor sebesar 900 ribu ton (Anonim, 2010). Pada saat panen, umumnya petani memanen biji kakao untuk diolah menjadi cokelat, dan menghasilkan limbah kulit buah kakao yang cukup banyak. Keberadaan limbah tersebut sering kali tidak dimanfaatkan secara baik dan kadang dibiarkan begitu saja menjadi sampah pertanian. Limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik karena produksi limbah padat ini mencapai lebih dari 60% dari total produksi buah (Harsini & Susilowati, 2007). Beberapa teknologi telah dikem- bangkan untuk mengolah kulit buah kakao menjadi pakan ternak, kompos, dan produk lain, tetapi masih diperlukan teknologi lain untuk dapat memanfaatkannya lebih optimal (Adamafio et al., 2004; Alemawor et al., 2009). Beberapa bakteri dapat menyebabkan timbul- nya penyakit pada manusia. Bakteri E. coli dapat menyebabkan penyakit diare, dan S. aureus dapat menyebabkan penyakit kulit dan infeksi saluran *) Penulis korespondensi: [email protected] 77

Upload: veda-chandrika

Post on 12-Jul-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

antibakteri

TRANSCRIPT

Page 1: MP2012-80(2)-5 (2)

Menara Perkebunan 2012 80(2), 77-84

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao

(Theobroma cacao L.) terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis,

dan Staphylococcus aureus

Antibacterial activity of cocoa pod husk extract (Theobroma cacao L.) against

Escherichia coli, Bacillus subtilis, and Staphylococcus aureus

Agustin Sri MULYATNI*), Asmini BUDIANI & Darmono TANIWIRYONO

Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1 Bogor 16151, Indonesia

Diterima tanggal 20 September 2012/disetujui tanggal 6 Nopember 2012

Abstract

Cocoa (Theobroma cacao L.), one of the most important export commodities from Indonesia, is widely planted with current total area of 1.6 million Ha,

producing 500.000 metric tons of dry bean in 2011 . At the time of harvest, instead of seed approximately the same volume cacao husk is produced. The aim of the study was to assess the potential of cocoa husk extract as an antibacterial against Escherichia coli, Bacillus subtilis, and Staphylococcus aureus, and to determine the minimum inhibitory concentration (MIC) of cocoa husk extract to the three test bacteria. Extraction of cocoa

husk conducted by maceration method using ethanol 96%. Analysis of antibacterial activity was done by paper disc diffusion method. Completely Randomized Design of single factor presentage that is extract concentration of 0; 1; 2; 4; 8; 16; 32; and 64% (g/mL) with three replicans were applied.The results showed that the extract of cocoa pod husk has antibacterial activity against S. aureus, B. subtilis, and E. coli with the MIC are 8% (g/ mL), 16% (g/ mL), and 32% (g/ mL)

respectively.

[Keywords : Antibacteria, cocoa pod-husk, ethanol, alkaloid compound, flavonoid]

Abstrak

Kakao (Theobroma cacao L.), salah satu komoditi ekspor terpenting Indonesia, ditanam secara luas dengan

total luasan 1,6 juta Ha, menghasilkan 500.000 ton biji kering pada tahun 2011. Di samping biji sebagai hasil utama, pada saat panen juga dihasilkan kulit buah dengan volume yang hampir sama dengan biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekstrak kulit buah kakao sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus serta menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM)

ekstrak kulit buah kakao terhadap ketiga bakteri uji. Ekstraksi kulit buah kakao dilakukan dengan metode Maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Analisis aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram kertas. Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal konsen-trasi ekstrak, yaitu 0; 1; 2; 4; 8; 16; 32; dan 64% (g/mL),

masing-masing dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah kakao berpotensi sebagai antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis dan E. coli, dengan KHM berturut-turut adalah 8% (g/mL), 16% (g/mL), dan 32% (g/mL).

[Kata kunci: Antibakteri, kulit-buah kakao, ethanol, senyawa alkoloid, flavonoid]

Pendahuluan

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspor negara Indonesia

dengan nilai jual yang cukup tinggi. Kementerian

Pertanian melaporkan bahwa pada tahun 2010

Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai negara

penghasil kakao terbesar di dunia dengan total

ekspor sebesar 900 ribu ton (Anonim, 2010). Pada

saat panen, umumnya petani memanen biji kakao

untuk diolah menjadi cokelat, dan menghasilkan

limbah kulit buah kakao yang cukup banyak.

Keberadaan limbah tersebut sering kali tidak

dimanfaatkan secara baik dan kadang dibiarkan begitu saja menjadi sampah pertanian. Limbah kulit

buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak

akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan

baik karena produksi limbah padat ini mencapai

lebih dari 60% dari total produksi buah (Harsini &

Susilowati, 2007). Beberapa teknologi telah dikem-

bangkan untuk mengolah kulit buah kakao menjadi

pakan ternak, kompos, dan produk lain, tetapi

masih diperlukan teknologi lain untuk dapat

memanfaatkannya lebih optimal (Adamafio et al.,

2004; Alemawor et al., 2009).

Beberapa bakteri dapat menyebabkan timbul-nya penyakit pada manusia. Bakteri E. coli dapat

menyebabkan penyakit diare, dan S. aureus dapat

menyebabkan penyakit kulit dan infeksi saluran

*) Penulis korespondensi: [email protected]

77

Page 2: MP2012-80(2)-5 (2)

Aktivitas antibakteri ekstrak ethanol kulit buah kakao ………(Mulyatni et al.)

pernafasan seperti sinusitis. Secara alami kedua

bakteri ini merupakan bakteri flora normal pada

tubuh manusia, tetapi bila populasinya tinggi dan

keberadaannya di luar habitat aslinya maka kedua

bakteri tersebut berpotensi untuk menimbulkan

penyakit (Brooks et al, 2001). Kedua bakteri

tersebut memproduksi enterotoksin yang dapat

mencemari makanan, terutama makanan yang

mengandung protein, sehingga mengakibatkan

keracunan (Pratiwi, 2008). Bakteri Bacillus subtilis merupakan kontaminan di udara yang tidak ber-

bahaya, akan tetapi keberadaanya dapat menyebab-

kan kerusakan pada makanan khususnya makanan

kaleng, sehingga muncul gejala gastroenteritis pada

manusia (Talaro, 2002).

Kulit buah kakao diketahui mengandung

senyawa aktif alkaloid yaitu theobromin (3,7–

dimethylxantine). Salah satu efek dari theobromin

adalah sebagai penenang, sehingga zat tersebut

menjadi faktor pembatas pada pemakaian limbah

kulit buah kakao sebagai pakan ternak (Helmestein,

2010). Kulit buah kakao mengandung senyawa aktif flavonoid atau tanin terkondensasi atau

terpolimerisasi, seperti antosianidin, katekin, dan

leukoantosianidin yang banyak terikat dengan

glukosa. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut

diketahui memiliki sifat antibakteri (Matsumoto

et.al, 2004). Keberadaan senyawa tersebut di dalam

kulit buah kakao diduga menjadi salah satu

penyebab tidak ditemukannya penyakit pada

tanaman kakao yang disebabkan oleh bakteri.

Penelitian mengenai potensi ekstrak kulit buah

kakao jenis lindak (Forastero) telah dilakukan oleh Sartini et al. (2007). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ekstrak kulit buah kakao dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,

Streptococcus mutan, Escherichia coli, dan

Salmonella thyposai dengan tingkat konsentrasi

yang berbeda. Bakteri uji yang paling rentan adalah

Streptococcus mutan. Meskipun demikian aktivitas

antibakteri dari ekstrak kulit buah kakao masih

perlu dilakukan lebih mendalam. Tujuan penelitian

ini untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak kulit

buah kakao jenis hibrida secara in vitro terhadap

E.coli, S. aureus, dan B. subtilis.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Mikroba dan Bioproses Balai Penelitian Biotek-nologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), Bogor,

Jawa Barat. Bahan yang digunakan adalah kulit

buah kakao jenis Hibrida (Upper Hibrida Amazon).

Preparasi ekstrak konsentrat kulit buah kakao

Kulit buah kakao hibrida yang sudah masak

diekstrak dengan metode Maserasi menggunakan

pelarut etanol 96% (Goeswin, 2007). Sebelum

proses ekstraksi kulit buah kakao dikeringkan dan

dihaluskan hingga menjadi serbuk halus. Sebanyak

40 g serbuk kulit buah kakao direndam dengan

400 mL etanol 96% di dalam Erlenmeyer. Peren-

daman dilakukan dalam suhu ruang pada shaker dengan kecepatan 120 rpm secara kontinyu selama

24 jam. Penyaringan dilakukan dengan kertas

saring Whatman no.41, sehingga diperoleh

maserat. Pelarut (etanol) dalam maserat diuapkan

menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh

ekstrak pekat dengan bobot konstan. Ekstrak pekat

diambil 0,5 g kemudian diencerkan menjadi

beberapa tingkatan konsentrasi, yaitu 1; 2; 4; 8; 16;

32; dan 64% (g/mL) (Das et al., 2010).

Pemeriksaan senyawa alkaloid dan flavonoid

Uji alkaloid pada penelitian ini dilakukan menggunakan pereaksi Bouchardat. Pereaksi ter-

sebut dibuat dengan melarutkan 4 g kalium iodida

ke dalam 20 mL akuades dan ditambahkan 2g

iodium kemudian dikocok sampai homogen. Volume pereaksi ditepatkan 100 mL dengan

penambahan akuades (Anggriani, 2010). Sebanyak

2 mL ekstrak konsentrat kulit buah kakao ditam-

bahkan 1 mL pereaksi Bouchardat dan dikocok.

Alkaloid dianggap positif jika timbul endapan

berwarna putih. Uji senyawa flavonoid dilakukan

dengan cara menambahkan serbuk Mg dan HCl

pekat ke dalam ekstrak konentrat kulit buah kakao.

Apabila terbentuk warna orange, merah, atau

kuning, berarti positif flavonoid. (Ditjen POM,

1995 dalam Anggriani, 2010).

Uji aktivitas antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan

metode difusi agar. Suspensi bakteri uji (E coli, B. subtilis, S.aureus) sebanyak 1 mL dengan

kerapatan terukur hasil Total Plate Count (TPC)

dimasukkan ke dalam cawan petri dan ditambahkan

Nutrient Agar. Kertas saring Whatman no. 41

berdiameter 1 cm dicelupkan pada cairan ekstrak

hasil pengenceran beberapa konsentrasi dan pada

akuades steril sebagai kontrol. Kertas saring

tersebut diletakkan secara teratur di atas biakan

cawan, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam

dan kemudian dihitung diameter zona bening yang

muncul di sekitar kertas saring dengan mengguna-kan penggaris (Das et al., 2010).

78

9

Page 3: MP2012-80(2)-5 (2)

Menara Perkebunan 2012 80(2), 77-84

Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM)

Berdasarkan diameter zona bening yang

dihasilkan, selanjutnya ditentukan persentase

konsentrasi ekstrak terkecil (Andrews, 2006).

Parameter yang diamati adalah diameter zona bening yang terbentuk di sekitar kertas saring

(mm). Rancangan percobaan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal

yaitu persentase konsentrasi ekstrak yang terdiri

dari 0% (kontrol), 1; 2; 4; 8; 16; 32; dan 64%,

(g/mL) masing-masing dengan tiga kali ulangan.

Rancangan percobaan tersebut berlaku untuk

masing-masing bakteri uji (Hanafiah, 2001).

Normalitas data yang diperoleh, diuji meng-

gunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan data

terdistribusi tidak normal dan tidak homogen, maka

data dianalisis dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis. Analisis selanjut-

nya dengan uji lanjut Mann-Whitney untuk menge-

tahui perbedaan diameter zona hambat yang ber-

makna pada masing-masing konsentrasi. Analisis

statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical

Product and Service Solution (SPSS) versi 16.00

(Dahlan, 2004).

Hasil dan Pembahasan

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya

penghambatan ekstrak kulit buah kakao terhadap

pertumbuhan ketiga bakteri uji yang ditunjukkan

dengan terbentuknya zona hambat di sekitar kertas cakram yang mengandung ekstrak kulit buah kakao

(Gambar 1). Penghambatan pertumbuhan bakteri

oleh ekstrak kulit buah kakao diduga berasal dari aktifitas senyawa bioaktif yang terlarut, di antara-

nya adalah senyawa alkaloid dan flavonoid. Hasil

pemeriksaan fitokimia terhadap ekstrak menunjuk-

kan hasil yang positif terdeteksi adanya senyawa

alkaloid maupun senyawa flavonoid. (Gambar 2)

Endapan berwarna putih menunjukkan adanya

senyawa alkaloid. Dirjen POM (1995 dalam

Anggriani, 2010) melaporkan bahwa alkaloid

dianggap positif jika terjadi endapan ketika ekstrak

direaksikan dengan salah satu dari pereaksi

Dragendorf, Bouchardat, atau Mayer.

Pemeriksaan flavonoid menunjukkan hasil yang positif dengan terjadinya perubahan warna

ekstrak menjadi kemerahan (Gambar 2) setelah

ditambahkan dengan serbuk Mg dan HCl pekat

(Arifin et al., 2006). Senyawa alkaloid merupakan

senyawa organik yang memiliki atom nitrogen dan

bersifat basa (alkali) dan dapat menyebabkan

koagulasi protein sel bakteri, sehingga menyebab-

kan penghambatan pertumbuhan bakteri. Koagulasi

protein akan mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri yang menyebabkan

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, sehingga menyebabkan kematian sel bakteri.

Flavonoid pada ekstrak kulit kakao ter-masuk

golongan senyawa fenolik yang mempunyai ikatan

glikosida. Senyawa fenolik akan berinteraksi

dengan protein membran sel bakteri melalui proses

adsorbsi dengan cara terikat pada bagian hidrofilik

membran sel. Senyawa fenolik selanjutnya akan

masuk ke dalam membran sel dan menyebabkan

presipitasi protein sel. Hal tersebut mengganggu

permeabilitas membran sel, sehingga membran sel

dapat mengalami lisis.

Gambar 1. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao pada konsentrasi 64% terhadap pertumbuhan (a) E. coli, (b) B. subtilis, (c) S. aureus setelah inkubasi 24 jam .

Figure 1. Antibacterial activity of pod cacao extrac at a concentration 64%

against (a) E. coli, (b) B. subtilis, (c) S. Aureus after 24 hours incubation.

79

9

Page 4: MP2012-80(2)-5 (2)

Aktivitas antibakteri ekstrak ethanol kulit buah kakao ………(Mulyatni et al.)

Hasil pengamatan aktivitas antibakteri ekstrak

kulit buah kakao dengan konsentrasi 64% terhadap

biakan E. coli dan S. aureus, menunjuk-kan adanya

daerah pertumbuhan bakteri yang lebih subur di

sekitar zona hambat, sedangkan pada biakan B.

subtilis menunjukkan adanya daerah pertumbuhan

bakteri yang kurang subur di sekitar zona hambat

(Gambar 1). Perbedaan daerah pertumbuhan di

sekitar zona hambat tersebut, salah satunya karena

adanya perbedaan permeabilitas membran sel bakteri. Membran sel bakteri bersifat selektif

permeabel, dan setiap sel memiliki permeabilitas

membran yang berbeda, karena perbedaan struktur

membran sel dan enzim yang berfungsi dalam

proses penyerapan nutrien. Kusumawati (2003)

menyatakan bahwa perbedaan permeabilitas

disebabkan karena keragaman struktur asam lemak

membran sel bakteri, dan diduga mempengaruhi

ketahanan sel bakteri. Kulit buah kakao diketahui

mengandung unsur kalsium, fosfor, kalium, dan

nitrogen (Sudirja et al., 2007). Unsur-unsur ter-

sebut merupakan nutrien yang dibutuhkan mikro-organisme dalam jumlah yang relatif besar, yakni

sebagai penyusun protein, kofaktor enzim dan

sebagai kation seluler (Prescott, 2005). Pertumbuh-

an B. subtilis di sekitar zona hambat yang kurang

subur, diduga karena adanya pengaruh senyawa

aktif di daerah tersebut yang menyebabkan nutrien

dari ekstrak yang berdifusi ke dalam medium tidak

dapat diserap dengan baik oleh sel bakteri. Pertum-

buhan bakteri dengan tingkat proloferasi yang

tinggi di sekitar zona hambatan dimungkinkan juga

sebagai respons bakteri untuk mematahkan pengaruh zat anti bakteri ekstrak konsentrat kulit

buah kakao.

Hasil analisis statistik Kruskall-Wallis dan uji

lanjut Mann-Whitney menunjukkan terdapat pe-

ngaruh nyata dari konsentrasi ekstrak terhadap

aktivitas penghambatan masing-masing bakteri uji,

yang ditandai dengan adanya perbedaan diameter

zona hambat yang terbentuk. Gambar 3 me-

nunjukkan bahwa ekstrak kulit buah kakao dapat

menghambat pertumbuhan E. coli pada konsentrasi

ekstrak 32% dan 64%, dengan rerata diameter

3,00 mm dan 8,83 mm. Analisis uji statistik menunjukkan bahwa diameter zona hambat pada

kedua konsentrasi tersebut berbeda nyata, hal ini

menunjukkan bahwa kedua konsentrasi ekstrak

tersebut berpengaruh nyata terhadap aktivitas

penghambatan E. coli Gambar 4 menunjukkan

bahwa penghambatan pertumbuhan B. subtilis

mulai pada konsentrasi ekstrak sebesar 16%.

Hambatan pertumbuhan paling besar terjadi pada

konsentrasi 64% dengan rerata diameter 7,67 mm

Gambar 2. Hasil pemeriksaan fitokimia (a) uji alkaloid,

(b) uji flavonoid.

Figure 2. Phytochemical examination results (a)alkaloid test, (b) flavonoid test.

yang tidak berbeda nyata dengan penghambatan

pada konsentrasi 32% (6,50 mm), dan kedua konsentrasi ekstrak tersebut berbeda nyata dengan

perlakuan konsentrasi ekstrak lainnya.

Gambar 5 menunjukkan penghambatan ekstrak

kulit buah kakao terhadap pertumbuhan S. aureus

yang mulai terjadi pada konsentrasi ekstrak 8%.

Hambatan pertumbuhan yang paling besar terjadi

pada konsentrasi 64% dengan rerata diameter zona

hambat 10 mm yang berbeda nyata dengan per-

lakuan lainnya. Diameter zona hambat pada

perlakuan konsentrasi 16% dan 32% tidak berbeda

nyata, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yang berarti bahwa kedua konsentrasi

ekstrak tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap

aktivitas penghambatan bakteri S. aureus, sedang-

kan konsentrasi ekstrak lainnya berpengaruh nyata.

Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri

ekstrak kulit buah kakao terhadap masing-masing

bakteri uji, terbukti bahwa aktivitas penghambatan

dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak pada kertas

cakram. Aktivitas antibakteri semakin meningkat,

dengan semakin tingginya konsentrasi ekstrak.

Banyaknya kandungan senyawa aktif dalam ekstrak menyebabkan senyawa aktif akan lebih mudah

untuk merusak sel bakteri. Selain itu senyawa aktif

akan mampu menghambat pertumbuhan bakteri

lebih banyak yang ditandai dengan terbentuknya

zona hambat di sekitar kertas saring.

Tidak terbentuknya zona hambat pada bebe-

rapa perlakuan konsentrasi ekstrak (1%, 2%, 4%),

disebabkan oleh konsentrasi ekstrak yang rendah.

Rendahnya senyawa aktif tersebut dapat menye-

babkan penghambatan pertumbuhan masing-

masing bakteri uji, terjadi pada sebagian kecil dari

jumlah total sel bakteri, sehingga bakteri yang tidak terganggu oleh senyawa aktif dapat tumbuh. Hal ini

ditandai dengan keruhnya daerah di sekitar kertas

saring.

b a

80

Page 5: MP2012-80(2)-5 (2)

Menara Perkebunan 2012 80(2), 77-84

Gambar 3. Rerata diameter zona hambat dari ekstrak kulit buah kakao terhadap pertumbuhan

bakteri E. coli pada inkubasi 24 jam.

Figure 3. The mean diameter of inhibition zone of cacao pod husk extract on the growth of

E. coli at 24 hours incubation.

Gambar 4. Rerata diameter zona hambat dari ekstrak kulit buah kakao terhadap pertumbuhan

bakteri B. subtilis pada inkubasi 24 jam.

Figure 4. The mean diameter of inhibition zone of cacao pod husk extract on the growth of B. subtilis at 24 hours incubation.

Gambar 5. Rerata diameter zona hambat dari ekstrak kulit buah kakao terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus pada inkubasi 24 jam.

Figure 5. The mean diameter of inhibition zone of cacao pod husk extract on the growth of S. aureus at 24 hours incubation.

10

8

6

4

2

0 0 1 2 4 8 16 32 64

10 8

6

4 2 0

Dia

met

er z

ona

ham

bat

Inhib

itio

n z

one

dia

met

er (

mm

)

Konsentrasi konsentrat ekstrak/

Concentration of the extract concentrate % (g/mL)

0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a

3,00 b

8,83c

0,00 a 0,00 a

Dia

met

er z

ona

ham

bat

Inhib

itaio

n z

one

dia

met

er (

mm

)

Konsentrasi ekstrak/Extract concentration % (g/mL)

0 1 2 4 8 16 32 64

0,00 a 0,00 a 0,00 a

2,17 b

6,50 c

7,67c

0,00 a 0,00 a

12

10

8

6 4

2

0

Konsentrasi ekstrak/Extract concentration % (g/mL)

Dia

met

er z

ona

ham

bat

Inhib

itaio

n z

one

dia

met

er (

mm

)

0 1 2 4 8 16 32 64

4,83c

0,00 a 0,00 a

2,33b

7,33c

10,00d

0,00 a 0,00 a

81

Page 6: MP2012-80(2)-5 (2)

Aktivitas antibakteri ekstrak ethanol kulit buah kakao ………(Mulyatni et al.)

KHM ekstrak konsentrat kulit buah kakao

Nilai KHM ekstrak kulit buah kakao terhadap

bakteri E. coli, B. subtilis dan S. aureus dengan kerapatan 108 CFU/mL yang diperoleh dalam

penelitian ini berturut-turut sebesar 32% (g/mL),

16% (g/mL), dan 8% (g/mL). Tabel 1. Menunjuk-

kan perbedaan aktivitas penghambatan dan KHM

ekstrak konsentrat kulit buah kakao terhadap

masing-masing bakteri uji. Perbedaan KHM

tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain perbedaan jumlah populasi sel bakteri,

struktur dinding sel masing-masing bakteri yang

menyebabkan perbedaan kepekaan bakteri terhadap

komponen senyawa aktif. Populasi bakteri yang tinggi lebih sulit

dihambat daripada populasi bakteri yang lebih

rendah. Jumlah populasi E. coli paling tinggi di-

bandingkan dengan populasi S. aureus dan

B. subtilis yaitu 7,2 × 108 CFU/mL. Hal tersebut

kemungkinan menyebabkan E. coli lebih sulit

dihambat oleh senyawa aktif ekstrak kulit buah

kakao terutama pada konsentrasi ekstrak yang

rendah. Brooks (2001) menyatakan, bahwa semakin

besar jumlah sel inokulum bakteri, maka semakin

berkurang tingkat kepekaannya terhadap senyawa

aktif. Konsentrasi sel untuk B. subtilis dan S. aureus masing-masing 1,1 × 108 CFU/mL dan

2,3 × 108 CFU/mL, atau lebih kecil dibandingkan

dengan konsentrasi E. coli. Hal ini dapat

menyebabkan kedua bakteri ini lebih mudah untuk

dihambat oleh senyawa aktif ekstrak kulit buah

kakao, karena semakin kecil jumlah populasi

inokulum bakteri maka akan semakin peka ter-

hadap senyawa aktif.

E. coli merupakan bakteri Gram-negatif yang

bersifat cenderung lebih resiten terhadap senyawa

aktif, karena memiliki struktur dinding sel tipis yaitu sekitar 10-15 µm yang terdiri dari tiga lapisan

yaitu membran luar, membran dalam dan lapisan

peptidoglikan tipis di sebelah dalam dengan

kandungan lipid yang tinggi (11-21%). Lapisan

bagian luar terdiri dari dua lapisan yaitu lipo-

polisakarida dan lipoprotein (Hawley, 2003). Hal

inilah yang kemungkinan menyebabkan senyawa

bioaktif yang ada pada ekstrak konsentrat kulit

buah kakao pada konsentrasi yang rendah tidak

dapat menembus membran sel, sehingga tidak

terjadi penghambatan pertumbuhan.

S. aureus dan B. subtilis merupakan bakteri

Gram-positif yang struktur dinding selnya lebih

sederhana. Dinding selnya tebal sekitar 25-30 µm,

berlapis tunggal dengan komponen terbesar terdiri dari peptidoglikan, dan dengan kandungan lipid

yang rendah (1-4%). Kelompok bakteri ini

cenderung lebih rentan terhadap aktifitas kom-

ponen antibakteri seperti senyawa fenolik dan

penisilin. Struktur dinding sel yang sederhana

menyebabkan senyawa antibakteri mudah untuk

masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk

bekerja (Hawley, 2003).

Penelitian sebelumnya dalam pengujian

aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak kulit

konsentrat buah kakao varietas Forastero, me-

nunjukkan bahwa ekstrak kulit buah kakao mem-punyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan

S. aureus. E.coli mempunyai sifat lebih peka

terhadap senyawa aktif ekstrak. Pada penelitian

tersebut, konsentrasi ekstrak yang diujikan adalah

5% (250 µg/disc), 10% (500 µg/disc), dan 20%

(1000 µg/disc) dengan menggunakan Dimetil

sulfoksida (DMSO) sebagai pengencer ekstrak.

Penghambatan bakteri terjadi pada semua kon-

sentrasi ekstrak tersebut (Sartini et al., 2007).

Aktivitas penghambatan bakteri yang berbeda ini

kemungkinan disebabkan oleh perbedaan bahan pengencer dan varietas kakao yang digunakan.

DMSO merupakan pelarut polar berspektrum luas,

sehingga dapat melarutkan senyawa alkaloid dan

flavonoid yang terkandung dalam kulit buah kakao.

Sebaliknya pelarut akuades hanya dapat melarutkan

senyawa bersifat polar. Elwers et al. (2009)

melaporkan bahwa terdapat perbedaan kandungan

senyawa polifenol antara kakao criollo, forastero

dan trinitario/hibrida (kadar senyawa-senyawa

Tabel 1. Konsentrasi hambat minimum ekstrak kulit buah kakao, terhadap E. coli, B. subtilis, dan S. aureus.

Table 1. Minimum inhibitory concentration of pod cacao extrac against E. coli, B. subtilis, and S. aureus.

Bakteri (Bacteria)

Konsentrasi hambat minimum (%) Minimum inhibitory consentration (%)

0 1 2 4 8 16 32 64

Escherichia coli - - - - - - + + Bacillus subtilis - - - - - + + + Staphylococcus aureus - - - - + + + +

Keterangan/Note : + berarti terdapat zona hambat (there are inhibiton zone) - berarti tidak terdapat zona hambat (there are no inhibiton zone)

82

Page 7: MP2012-80(2)-5 (2)

Menara Perkebunan 2012 80(2), 77-84

fenolik dari total kandungan polifenol kakao).

Lebih lanjut Irmalia (2011) melaporkan, bahwa

varietas forastero memiliki kandungan antosianin

yang tidak ditemukan pada varietas kakao yang

lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap

varietas kakao memiliki perbedaan akumulasi

metabolit sekunder, yang kemungkinan dapat

menyebabkan perbedaan aktivitas antibakteri

antara varietas forastero dengan varietas hibrida.

Hasil penelitian memiliki implikasi yang sangat penting dalam pengembangan IPTEK baik

yang menyangkut buah kakao itu sendiri maupun

yang menyangkut kesehatan manusia dan

lingkungan. Hal yang terkait dengan buah kakao

adalah memberikan jawaban ilmiah atas pertanyaan

mengapa yang menyerang buah kakao di lapangan

bukan bakteri tetapi jamur. Hal yang terkait dengan

kesehatan manusia adalah hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ektrak kulit buah kakao ber-

potensi sebagai sumber bahan pengawet makanan

yang aman dan terbarukan.

Kesimpulan

Ekstrak konsentrat kulit buah kakao hibrida

mempunyai potensi sebagai bahan antibakteri

terhadap E. coli, B. subtilis, dan S. aureus. Ekstrak konsentrat kulit buah kakao paling efektif meng-

hambat pertumbuhan S. aureus dengan konsentrasi

hambat minimum (KHM) 8% (g/mL), jika di-

bandingkan dengan bakteri B. subtilis dan E. coli

dengan KHM berturut-turut sebesar 16% (g/mL)

dan 32% (g/mL).

Daftar Pustaka

Adamafio NA, IK Afeke, J Wepeba, EK Ali &

FQ Quaye (2004). Biochemical composition and in vitro digestibility of cocoa (Theobromae cacao) pod husk, cassava (Manihot esculenta) peel and plantain (Musa paradisiacal) Peel Ghana J Sci 44, 29-38.

Alemawor F, F Victoria, P Dzogbefia1, EOK Oddoye &

JH Oldham (2009). Effect of Pleurotus ostreatus fermentation on cocoa pod husk composition: Influence of fermentation period and Mn2+ supplementation on the fermentation process. African J Biotech 8(9), 1950-1958.

Andrews JA (2006). Determination of Minimum

Inhibitory Concentrations. Birmingham, Department of Microbiology, City Hospital NHS Trust.

Anggriani R (2010). Karakterisasi simplisia dan isolasi senyawa antosianin dari bunga tanaman pacar air

(Impatiens balsamina Linn.) berwarna merah. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Anonim (2010). Outlook Komoditas Pertanian-Perkebunan. Jakarta, Pusat Data dan Informasi

Pertanian, Kementerian Pertanian.

Arifin H, N Anggraini, D Handayani & R Rasyid (2006). Standarisasi ekstrak etanol daun Eugenia cimini Merr. J Sains Tek. Far 11(2), 88-92.

Brooks GF, JS Butel & SA Morse (2001). Jawetz,

Melnick, and Adelberg’s: Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa: Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR. Salemba Medika, Jakarta.

Dahlan S (2004). Statistika untuk Kedokteran dan

Kesehatan. Jakarta, PT Arkans.

Das K, RKS Tiwari & DK Shrivastava (2010). Techniques of evaluation of medicinal plant products as antimicrobial agent: current methods and future

trends. Jof Medicin Plants Res, 4(2), 104-111.

Elwers S, A Zambrano, C Rohsius & R Lieberei (2009). Differences between the content of phenolic compounds in criollo, forastero and trinitario cocoa seed (Theobroma cacao L.). Eur Food Res Technol 229, 937-948.

Goeswin A (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung, ITB. 166p.

Hanafiah KA (2001). Rancangan Percobaan Teori dan

Aplikasi. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. 238p.

Harsini T & Susilowati (2010). Pemanfaatan kulit buah kakao dari limbah perkebunan kakao sebagai bahan baku pulp dengan proses organosolv. J Ilmiah Teknik Lingkungan 2 (2), 80-89.

Hawley LB (2003). Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta, Hipokrates.

Helmenstein AM (2010). Theobromine Chemistry:

Theobromine is Chocolate’s Caffeine Relative. Taken from [http://chemistry.about.com/od/ facts structures/ a/theobrominechemistry.htm], 6 Mei 2010.

Irmalia WR (2011). Daya Antibakteri Ekstrak Biji Coklat

(Theobroma cacao) Varietas Forastero terhadap Streptococcus mutans. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga.

Kusumawati N, BSL Jenie, S Setyahadi, RD Haryadi (2003). Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan menurunkan

kolesterol. J Mikrobiol Ind 8(2), 39-43.

Matsumoto M, M Tsuji, J Okuda, H Sasaki, K Nakano, K Osawa, S Shimura & T Ooshima (2004). Inhibitory effects of cacao bean husk extract on plaque formation in vitro and in vivo. Eur J Oral Sci

112 (3), 249-52.

Pratiwi ST (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta, Penerbit Erlangga.

83

Page 8: MP2012-80(2)-5 (2)

Aktivitas antibakteri ekstrak ethanol kulit buah kakao ………(Mulyatni et al.)

Prescott LM, JP Harley & DA Klein (2005). Microbiology, Sixth Edition. New York, Mc Graw-Hill.

Sartini, MN Djide & G Alam (2007). Ekstraksi

Komponen Bioaktif dari Limbah Kulit Buah Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba. Diunduh dari: [http://mot.f armasi. ugm.ac.id/files/18kulitaacao_PakAlam.pdf], 22 Juni 2011

Sudirja R, MA Solihin & S Rosniawaty (2007). Respon beberapa sifat kimia fluventic eutrudepts melalui pendayagunaan limbah kakao dan berbagai jenis pupuk organik. Soil Rens J 8(6), 23-30.

Talaro KP (2002). Foundations in Microbiology Fourth

Edition. New York, Mc Graw Hill.

84