motivazi

Upload: esa-mariya-ajikan

Post on 20-Jul-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RABU, 09 NOVEMBER 2011

KONSEP DASAR MOTIVASIA. Pengantar

Menurut Tosi dan Carrol (1976) motivasi dengan prestasi kerja merupakan suatu hubungan yang kompleks, motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan para karyawan. Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh para manajer adalah memotivasikan karyawannya, demi meningkatkan prestasi dan produktifitas kerja. Motivasi kerja diberi pertimbangan utama dalam manajemen saat ini, karena hal itu member sumbangan besar terhadap prestasi dan produktifitas kerja. Para manajer dan psikolog umumnya mengumpamakan bahwa prestasi kerja bermanfaat bagi motivasi dan keahlian karyawan (Saal & Knight 1988). Perumpamaan ini membawa implikasi bahwa tanpa motivasi terhadap kerja, keahlian atau usaha untuk bekerja dari seorang individu tersebut tidak dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Selain itu, juga jika motivasi untuk bekerja tidak disertai dengan keahlian untuk bekerja, maka motivasi tersebut tidak akan meningkatkan prestasi kerja.B. Pengertian Motivasi

Motivasi dalam bahasan inggris disebut motivation yang berasal dari bahasa latinmovere yang dimaksud menggerakkan (Steers & Porter, 1975). Motivasi merupakan suatu konsep yang kompleks dan banyak diantara para psikolog dan sosiolog sependapat, Seperti Littman (Jones, 1958) mengusulkan agar dikesampingkan saja penelitian tentang motivasi tersebut. Tetapi sebaliknya mereka perlu memberi perhatian pada aspek-aspek tingkah laku tanpa harus mempertimbangkan ada atau tidaknya aspek-aspek motivasi. Banyak ahli yang menggunakan dasar behaviorisme yang cenderung sulit menerima konsep motivasi karena sifatnya yang subjektif dan tidak dapat diamati. Hal ini dapat dilihat dari contoh ahli dalam aliran behaviorisme, yaitu B. F. Skinner yang member pengertian motivasi sebagai berikut : if you want people to be productive and active in various ways, the important thing is to analyze the contingencies of reinforcement, not the need to be satisfied (Evans, 1968). Ada beberapa definisi konseptual motivasi dan motivasi kerja yang telah ditemukan seperti yang diungkapkan oleh Murray (1968) memberi definisi motivasi sebagai berikut :

1)

2) 3)

1) 2) 3) 4)

Sebuah factor yang mengakibatkan munculnya, member arah dan menginterpretasikan perilaku seseorang. Hal ini biasanya di bagi dalam dua komponen, yaitu dorongan dan penghapusan. Dorongan mengacu pada proses internal yang mengakibatkan seseorang itu bereaksi. Penghilangan mengacu pada terhapusnya pada proses internal yang mengakibatkan seseorang itu bereaksi. Penghilangan mengacu pada terhapusnya motif seseorang disebabkan individu tersebut telah berhasil mencapai satu tujuan atau mendapati ganjaran memuaskan. Kemudian Lawyer (1973) member definisi motivasi sebagai berikut : Perilaku yang dikontrol oleh pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk mencapai sesuatu tujuan. Menurut Arifin Hj. Zainal (1984) motivasi adalah : Sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam atau dari luar. Ia mempunyai tugas dan arah serta akan terus terjadi sehingga menghasilkan apa yang individu tersebut hayati. Proses ini terus berjalan sebagai satu perputaran di dalam perilaku seseorang. Layman melihat motivasi kerja mengandung tiga komponen utama, yaitu : Menggerakkan (energizing), Menggerakkan timbul apabila individu mempunyai kehendak atau keinginan untuk seseuatu kehendak atau keinginan yaitu motif dan merupakan sebab perilaku muncul. Perilaku adalah digerakkan oleh tujuan yang dapat memuaskan kehendak atau keinginan karyawan tersebut Tujuan dan Intensif. Penyangkalan konsep motivasi tersebut merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima. Vinecke (1962) misalnya, menegaskan motivasi memang pada tingkatan-tingkatan tingkah laku yang mempengaruhi prestasi dan dapat didefinisikan, yaitu secara tidak langsung konsep motivasi itu dapat dioperasionalkan. Jelaslah bahwa motivasi tersebut merupakan salah satu aspek dalam memahami tingkah laku. Kendler (1965) menyatakan konsepnya bahwa tingkah laku sebagai gambaran empat dasar dan saling terpisah, yaitu : Sensasi (Sensation); Pembelajaran (Learning); Persepsi (Perception); Motivasi (Motivation); Selanjutnya Peak (1955) mengatakan bahwa dalam membicarakan tingkah laku, perlu mempertimbangkan aspek-aspek pembelajaran, motivasi, persepsi, sikap, dan harapan. Ini berarti motivasi merupakan salah satu sebab atau penentuan tingkah laku. Sesungguhnya suatu tingkah laku itu adalah dimunculkan oleh factor-

faktor internal dan eksternal. Salah satu factor internal tersebut adalah motivasi.C. Konsep Dasar Motivasi

1) 2)

a. b.

a. b. c.

Konsep dasar motivasi dapat dipahami atau diterima karena : Fenomena tersebut tidak dapat diperhatikan secara langsung; Motivasi adalah suatu proses hipotesis yang dapat disimpulkan dengan cara memperhatikan tingkah laku seseorang mengukur perubahanperubahan dalam prestasi atau mengharapkan penjelasan tentang kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya; Namun dari penjelasan di atas sulit membuat kesimpulan berdasarkan tingkah laku, karena tingkah laku itu bukan disebabkan oleh satu motif saja dan motif yang sama juga ditunjukkan dalam berbagai tingkah laku yang berbeda. Menarik kesimpulan dari prestasi juga mempunyai konsekuensinya, karena prestasi juga bergantung pada kemampuan seseorang dan persepsi terhadap pekerjaan. Sementara itu, penjelasan seorang individu juga terbatas karena masih dapat dipertanyakan baik individu tersebut dapat menangani secara tepat atau tidak tentang bentuk kekuatan motifnya (Wexley & Yulk, 1977). Dalam latar belakang, kesulitan-kesulitan mengukur motivasi, pada dasarnya telah dibuktikan bahwa konsep motivasi amat bermanfaat dalam menganalisis tingkah laku dalam organisasi. Antara lain konsep ini dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan : Mengapa organisasi memilih suatu kegiatan, sedangkan yang lain tidak ? Mengapa kegiatan tersebut akan terus dilakukan dengan serius walaupun menghadapi persaingan? Jadi konsep motivasi mencoba menjelaskan mengapa manusia melakukan apa yang sedang atau hendak mereka lakukan. Sebagai suatu topic yang telah lama mendapat perhatian, maka terdapat banyak definisi motivasi yang telah dikemukakan. Jones (1958)) misalnya, mendefinisikan motivasi sebagai berikut : .How behavior get started, is energized, is sustained, is director, is stopped, and what kind of subjective reaction is present in the organism while all this is going on. Sementara Vroom (1964) juga memberi definisi sebagai berikut : ..a process governing choices made by persong or lower organisms among alternative forms of voluntary activity. Selanjutnya Steers & Porter (1975) member tiga komponen motivasi, yaitu : Apa yang membangkitkan (energizer) tingkah laku? Apa yang mengarahkan (directs) atau menghubungkan (channels) tingkah laku? Bagaimana tingkah laku itu dipertahankan (maintained)?

1) 2) 3)

1)

2)

3)

Akhirnya, Arkes & Garske (1977) menulis sebagai berikut : .The study of motivation is investigation of influences on the araousal, strength, and ditection of behavior. Definisi atau rumusan dijabarkan oleh Steers & Porter serta Arkes & Garske tersebut merupakan rumusan konsep tentang motivasi berdasarkan pada beberapa definisi yang lebih awal. Termasuk juga rumusan mereka tersebut dapat diterima sebagai suatu konsep dasar yang member gambaran tentang sifat-sifat motivasi, baik yang bersumber dari dalam ataupun dari luar adalah yang mewujudkan dan membangkitkan atau menghidupkan suatu tingkah laku yang mempunyai tujuan dan arah serta terus berjalan sehingga berhasil. Proses ini terus berjalan sebagai suatu perputaran dalam tingkah laku seseorang. Untuk menjelaskan perputaran tersebut, model atas tingkah laku seperti yang dikemukakan oleh Leavit (1978). Model dasar tingkah laku yang dikemukakan oleh Leavit itu didasarkan pada perumpamaan bahwa tingkah laku manusia tersebut adalah : Disebabkan oleh sesuatu, yaitu rangsangan; Dimotivasikan; Dimotivasikan pada tujuan. Ada berbagai pendapat tentang proses motivasi tersebut. Swift (1969) misalnya, member pandangan tentang adanya tiga kelompok, yaitu : Menjelaskan bahwa motivasi sebagai suatu proses metabolism, yaitu jika seseorang makan-makanan akan menghasilkan suatu tenaga. Tenaga tersebut sebagian disimpan dan selebihnya dikeluarkan dalam bentuk tingkah laku, hal tersebut dinamakan motivasi; Motivasi juga dianggap sebagai kekuatan internal yang merupakan suatu proses dinamis, yaitu tenaga yang dihasilkan akan membangkitkan individu untuk bereaksi dan akan diarahkan pada tujuan; Melihat motivasi sebagai suatu hubungan antara kebutuhan yang dipersepsikan (perceived need) dengan tujuan meneruskan dorongan (drive). Kebutuhan yang dipersepsikan tersebut terdiri dari kebutuhankebutuhan fisik dan psikologis. Jika telah terbentuk persepsi tersebut akan timbul dorongan sebagai suatu tenaga. Kemudian terbentuklah motif, yaitu yang akan menunjukkan arah yang hendak dicapai. Selanjutnya harus diketahui apa yang akan dicari, yaitu tujuan (Iran & Arifin, 1980). Selain tiga pandangan di atas, suatu pandangan lain tentang proses motivasi yang dikemukakan oleh Dunnette & Kirchner (1965) ada empat bagian di dalam motivasi, yaitu :

1) 2) 3) 4)

Kebutuhan atau harapan; Tingkah laku; Tujuan; Umpan balik; Secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : Jika ada kebutuhan dan harapan ini akan menjadi sebagai activator karena kedua keadaan tersebut dan yang serupa dengannya mewujudkan keadaan ketidakseimbangan internal dalam diri individu. Individu akan mencoba menguranginya. Selanjutnya tercapainya kebutuhan dan harapan secara umum diikuti oleh kepercayaan yang tingkah laku atau tindakannya akan dapat mengurangi ketidakseimbangan tersebut, yaitu baik yang ada sasaran atau tujuan yang hendak dicapai akan memberikan informasi kembali kepada individu. Informasi kembali tersebut akan membuat individu akan menyesuaikan diri dengan keadaan internal jika memerlukannya. Menurut Tosi & Carrol (1976) motivasi dengan prestasi kerja merupakan suatu hubungan yang kompleks, motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan para karyawan. Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh para manajer adalah memotivasikan karyawannya, demi meningkatkan prestasi dan produktifitas kerja. Motivasi kerja dapat didefinisikan secara oprasional sebagai berikut : Kesungguhan atau usaha dari individu untuk melakukan pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi di samping tujuan sendiri. Tujuan organisasi adalah sebagai motif di luar control individu, namun individu juga mempunyai kebutuhan sendiri yang dapat dicapai melalui pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai prestasi kerja yang diharapkan antara pihak organisasi dan pihak individu itu sendiri.http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/11/konsep-dasar-motivasi.html

Konsep-konsep Motivasi DasarSeptember 4, 2008 at 6:46 pm 1 comment

Motivasi adalah satu proses yang meghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Intensitas adalah seberapa kerasnya seseorang berusaha, namun intensitas yang tinggi saja tidak akan membawa ke hasil yang diinginkan kecuali disertai dengan

upaya/arah. Sedangkan ketekunan adalah ukuran seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga teori spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya masih penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak teori baru yang lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili suatu pondasi darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan penggunaan dan peristilahan teori-teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.

Teori Hirarki Kebutuhan : Abraham Maslow menghipotesiskan adanya

lima jenjang kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri. Teori ini mengatakan bahwa setelah tiap teori dibawahnya terpuaskan, maka masing-masing teori diatasnya akan menjadi kebutuhan dominan. Sementara motivasi untuk kebutuhan yang telah cukup terpuaskan tidak ada lagi.

Teori X dan Teori Y : dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana

Teori X mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sementara Teori Y mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.

Teori Dua Faktor : dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada

faktor-faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi, pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan faktorfaktor ekstrinsik yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja (kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor hygiene seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji yang, bila memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila tidak memadai, maka orang-orang akan tidak terpuaskan.

Sementara itu, ada beberapa teori kontemporer tentang motivasi yang masingmasing memiliki derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan. A. Teori Erg : oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale yang mengerjakan ulang teori kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok : 1. Eksistensi : mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. 2. Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan status. 3. Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow. Disamping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERG ini juga memperlihatkan bahwa (1) lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi terus, dan (2) jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan ditingkat yang lebih rendah meningkat. Disini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan tingkat yang berbedabeda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah tingkat kepentingan kebutuhan bagi tiap individu. B. Teori kebutuhan McClelland : dikemukakan oleh david McClelland dan kawan-kawannya, , teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu : 1. Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk lebih unggul, berprestasi, dan berusaha keras untuk sukses. Peraih prestasi tinggi memiliki hasrat untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka tidak menyukai kemenangan oleh kebetulan, melainkan tantangan menyelesaikan suatu masalah dan menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses ataupun kegagalan. 2. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang mana tidak akan mereka lakukan jika tidak terpaksa. Individu dengan nPow (need for power) ini menikmati untuk dibebani,

bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, suka ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif. 3. Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab, untuk disukai dan diterima baik oleh orang lain. Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, menyukai situasi yang kooperatif, dan ssangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbale balik yang tinggi. Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik, terutama dalam organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan dengan sukses manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah dalam kebutuhan afiliasinya. C. Teori evaluasi kognitif : dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaranganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Namun teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-tahun bahwa jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif, ganjaran itu seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi yang berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar biasa menarik. D. Teori penetapan tujuan : bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak sebagai ransangan internal.

Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya nasional. E. Teori penguatan : adalah lawan bagi teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensikonsekuensinya. Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi ia memberikan analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun, dalam bentuknya yang murni, teori ini mengabaikan perasaan, sikap, pengharapan, dan variable kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku. Tidak diragukan bahwa penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku. F. Teori keadilan : bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Peran yang dimainkan keadilan dalam motivasi akan memicu individu untuk mengoreksinya. Untuk itu, ada empat pembandingan acuan yang dapat digunakan karyawan/individu tersebut : 1. Didalam diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda didalam organisasinya dewasa ini. 2. Diluar diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi/situasi diluar organisasinya saat ini. 3. Didalam diri orang lain : individu atau kelompok individu lain didalam organisasi karyawan itu. 4. Diluar diri orang lain : individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu. Acuan mana yang dipilih seorang karyawan akan dipengaruhi oleh informasi yang dipegang karyawan itu mengenai acuan-acuan maupun oleh daya tarik

acuan itu, sehingga ada pemusatan pada empat variable pelunak : jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, dan tingkat pendidikan/profesionalisme. Berdasarkan teori ini, bila karyawan mepersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut : 1. Mengubah masukan mereka (misalkan tidak mengeluarkan banyak upaya). 2. Mengubah keluaran mereka. 3. Mendistorsikan persepsi mengenai diri. 4. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain. 5. Memilih acuan yang berlainan. 6. Meninggalkan medan. Secara khusus, teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil : Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjjar terlalu tinggi menghasilkan lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil. - Dengan adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan, tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil. - Dengan adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang atau lebih buruk. Dengan adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan adil. Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak. G. Teori harapan : dikembangkan oleh Victor Vroom, yang meskipun banyak dikritik, banyak bukti riset yang mendukungnya. Teori ini berargumen bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi individu. Oleh karenanya, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :

- Hubungan upaya-kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja. - Hubungan kinerja-ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan. Hubungan ganjaran-tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut bagi individu. Teori harapan ini sangat membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk menyelamatkan diri. Namun, teori ini cenderung bersifat idealistis karena sedikit individu yang mempersepsikan suatu korelasi yang tinggi antara kinerja dan ganjaran dalam pekerjaan mereka. Jika organisasi benar-benasr mengganjar individu untuk kinerja, bukannya menurut kriteria seperti senioritas, upaya, tingkat ketrampilan, dan sulitnya pekerjaan, maka validitas teori ini mungkin lebih besar. Referensi : Robbins P. Stephen, Perilaku Organisasi, Prentice Hall, edisi kesembilan, 2001http://yasinta.wordpress.com/2008/09/04/konsep-konsep-motivasi-dasar/

PERANAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA KEMENTERIAN KEUANGANJumat, 25 Februari 2011 11:24 | Ditulis oleh Admin Pontianak |

Penilaian TerjelekTerbaikArtikel - Umum 1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pengunjung:

/0

Pada era globalisasi sekarang ini dan masa-masa akan datang kompetisi yang terjadi sudah bersifat global dan adanya perubahan-perubahan kondisi ekonomi menyebabkan banyak organisasi dari bermacam-macam ukuran melakukan langkah restrukturisasi. Hal ini mendorong terjadinya perubahan paradigma organisasi dari tradisional menjadi modern. Kondisi ini harus benar-benar disadari dan dipersiapkan secara proporsional. Persiapan ini terutama pada faktor-faktor sumber daya manusia yang bermutu dengan kualifikasi yang sesuai. Oleh karena itu, peningkatan kinerja sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang sangat penting di dalam usaha memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam menghadapi tuntutan masyarakat. Untuk menentukan hal ini perlu dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:770) kinerja diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. Snell SA (1992:329) menyatakan bahwa kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal. Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang. Tinggi rendahnya kinerja para pegawai dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain: kemampuan dan kemauan kerja, fasilitas kerja yang digunakan, disamping itu juga tepat tidaknya cara yang dipilih perusahaan/instansi dalam memberikan motivasi kepada karyawan, dengan cara yang tepat dalam memotivasi karyawan untuk bekerja, semakin terlihat peningkatan produktivitas sesuai yang diharapkan oleh perusahaan. (Sinungan, 2000:3). Pendapat tersebut mengatakan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja pengawai. Faktor yang diperhitungkan untuk meningkatkan gairah kerja pegawai dimana dan instansi apapun adalah adanya motivasi dan kemampuan kerja yang dimiliki pegawainya. Hal ini cukup beralasan sebab kemampuan dan motivasi kerja merupakan faktor yang mencerminkan sikap dan karakter seseorang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Dalam membicarakan kinerja individu banyak faktor yang mempengaruhi. Hal ini karena terdapat fenomena individual dimana setiap individu pada dasarnya bersifat unik dan faktor penentu kinerja sangat beragam. Walaupun demikian ada dua faktor utama sebagai variabel paling penting dalam menerangkan kinerja seseorang yakni motivasi dan kemampuan. Kinerja tidaklah mungkin mencapai hasil yang maksimal apabila tidak ada motivasi, karena motivasi merupakan suatu kebutuhan di dalam usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Begitu juga berbagai ragam kemampuan pegawai akan sangat berpengaruh terhadap kinerja mengingat pegawai merupakan titik sentral dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sulistiyani (2003:189) mengatakan bahwa kinerja pegawai akan lebih

memberikan penekanan pada dua faktor utama: (a) keinginan atau motivasi dari pegawai untuk bekerja yang kemudian akan menghasilkan usaha-usaha pegawai tersebut, (b) kemampuan dari pegawai untuk bekerja. Hal tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan yaitu P=f (m x a). Maksud dari persamaan ini adalah P= performance (kinerja), M= motivation (motivasi), dan a= ability (kemampuan). Rendahnya motivasi dan kemampuan akan menyebabkan timbulnya kinerja yang rendah secara menyeluruh. Demikian sebaliknya, skor yang tinggi pada keduanya akan menghasilkan kinerja yang tinggi secara keseluruhan. Namun skor yang tinggi pada bidang kemampuan jika motivasinya sangat rendah akan mengakibatkan kinerjanya rendah. Sama halnya jika motivasinya tinggi namun kemampuannya sangat rendah kinerja juga akan rendah. Dalam kondisi dimana seseorang memiliki kemampuan yang sedang-sedang saja relatif agak rendah namun disertai dengan motivasi yang tinggi, sangat mungkin akan menunjukkan kinerja yang melebihi kinerja orang lain yang memiliki kemampuan tinggi tetapi dengan motivasi yang rendah. Banyak teori yang membahas tentang faktor-faktor motivasi, seperti hirarchy of needs yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow, teori dua faktor Frederick Herzberg, teori ERG Clayton Alderfer, teori kebutuhan David McClelland, dan teori harapan dari Vroom, dimana semuanya menjelaskan bahwa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya. Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Merujuk teori

Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs bahwa motivasi dipengaruhi oleh adanya dorongan kebutuhan fisiologis, dorongan kebutuhan keselamatan kerja, dorongan kebutuhan sosial, dorongan kebutuhan penghargaan, dan dorongan kebutuhan aktualisasi diri, sedangkan kemampuan (ability) secara psikologis terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowladge + skill). Seberapa besar pengaruh dorongan dan kemampuan seseorang terhadap kinerjanya. Berdasarkan pandangan para ahli, pengertian kemampuan identik dengan pengertian kreativitas seperti dinyatakan oleh Supriadi (1996:16) bahwa setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Sedangkan Semiawan (1984:8) mengartikan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasikombinasi baru antar unsur dalam atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan atau fleksibel dan orisionalitas serta kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya dan memperinci) suatu gagasan dengan dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optimal. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan terhadap kinerja SDM Kementerian Keuangan. 2. Bagaimana peranan yang terdiri kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri terhadap kinerja SDM Kementerian Keuangan. 1.3 Tujuan Membuatan Karya Tulis Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam seminar ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana peranan kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan terhadap kinerja SDM kementerian Keuangan.

2. Untuk mengetahui bagaimana peranan motivasi yang terdiri kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri terhadap kinerja pegawai SDM Kementerian Keuangan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Pengertian motivasi telah banyak dikemukakan oleh beberapa penulis sesuai dengan tinjauan atau sudut pandang serta tujuan masing-masing. atau Menurut yang Mangkunegara (2005:P.61) motivasi merupakan kondisi energi

menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sedangkan Amstrong (1994:P.68) mengatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Dengan kata lain motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan orang. Gibson (1995:P.185) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Sedang menurut pendapat Hamalik (1993;P.72) motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Sarwoto (1991:P.136) mengemukakan pengertian motivasi sebagai proses pemberian motif (penggerak) kerja kepada karyawan sedemikian rupa sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan Hasibuan (2005:P.95), mengartikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas maka disimpulkan bahwa motivasi sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri pegawai yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku berdasarkan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah dorongan dari diri pegawai untuk memenuhi kebutuhan yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplimentasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat. 2.2. Beberapa Teori Motivasi

Beberapa teori tentang motivasi yang menerangkan faktor-faktor motivasi dalam pengaruhnya terhadap produktivitas atau kinerja diantaranya adalah sebagai berikut. a. Teori Motivasi Kebutuhan (Hierarchy of needs) dari Abraham H Maslow Teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow yang menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hirarkhi dalam pemenuhannya (hierarchy of needs). Kelima jenis kebutuhan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Sumber: Hariandja, 2002:327 Kelima jenis kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan adalah sebagai berikut. 1. Kebutuhan fisik (physiological needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan diri sebagai makhluk fisik seperti kebutuhan untuk makanan, pakaian, dan kebutuhan rawagi lainnya; 2. Kebutuhan rasa aman (safety needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan rasa aman dari ancaman-ancaman dari luar yang mungkin terjadi seperti keamanan dari ancaman orang lain, ancaman bahwa suatu saat tidak dapat bekerja karena faktor usia, pemutusan hubungan kerja (PHK) atau faktor lainnya; 3. Kebutuhan sosial (social needs) yaitu kebutuhan ini ditandai dengan keinginan seseorang menjadi bagian atau anggota dari kelompok tertentu, keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, dan keinginan membantu orang lain; 4. Kebutuhan pengakuan (esteem needs) yaitu kebutuhan yang berkaitan tidak hanya menjadi bagian dari orang lain (masyarakat), tetapi lebih jauh dari itu, yaitu diakui/dihormati/dihargai orang lain karena kemampuannya atau kekuatannya. Kebutuhan ini ditandai dengan penciptaan simbol-simbol, yang dengan simbol itu kehidupannya dirasa lebih berharga. Dengan simbol-simbol seperti merek sepatu, merek jam dan lainnya merasa bahwa statusnya meningkat dan dirinya sendiri disegani dan dihormati orang; dan

5. Kebutuhan

aktualisasi

diri (self-actualization

needs) yaitu

kebutuhan

yang

berhubungan dengan aktualisasi/penyaluran diri dalam arti kemampuan/minat/potensi diri dalam bentuk nyata dalam kehidupannya merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dari teori Maslow, seperti ikut seminar, loka karya yang sebenarnya keikutsertaannya itu bukan didorong oleh ingin dapat pekerjaan, tetapi sesuatu yang berasal dari dorongan ingin memperlihatkan bahwa ia ingin mengembangkan kapasitas prestasinya yang optimal. Pada prinsipnya teori tingkat kebutuhan menurut Maslow, mengasumsikan bahwa seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok atau tingkat rendah terlebih dahulu (fisiologis) sebelum berusaha memenuhi tingkat yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai mencapai tingkat kebutuhannya yang tertinggi yaitu aktualisasi diri(self actualization) b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg Teori yang dipelopori oleh Frederick Herzberg ini merupakan teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang. faktor Kondisi pertama adalah faktor faktor motivator(motivator factors) atau pemuas. Menurut Herzberg

motivator merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik) yang mencakup (1) kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), (2) prestasi yang diraih (achievement), (3) peluang untuk maju (advancement), (4) pengakuan orang lain (recognition), (5) kemungkinan pengembangan karir(possibility of growth), dan (6) tanggung jawab (responsible). Faktor kedua adalah faktor pemelihara (maintenance factor) atau hygiene factormerupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan. Faktor ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan para pegawai, karena faktor maintenance ini sebagai faktor yang besar tingkat ketidakpuasannya yang bila tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Faktor ini dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik yang meliputi antara lain, (1) konpensasi, (2) kondisi kerja, (3) rasa aman dan selamat, (4) supervisi, (5) hubungan antar manusia, (6) status, dan (7) kebijaksanaan perusahaan. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, kiranya tampak dengan jelas bahwa upaya meningkatkan motivasi kerja dapat dilakukan dengan memasukkan unsur-

unsur yang memotivasi ke dalam suatu pekerjaan seperti membuat pekerjaan menantang, memberi tanggung jawab yang besar pada pekerja. c. Teori ERG dari Clayton Alderfer Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang dikenal dengan teori ERG, yaitu existence, relatedness, dan growth. Secara konseptual teori ERG mempunyai persamaan dengan teori yang dikembangkan oleh Maslow. Existence (eksistensi) identik dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan dengan penggolongan dari Maslow, berkaitan dengan kebutuhan fisik (fisiologis) dan keamanan. Sedangkan relatedness (hubungan) berhubungan dengan kebutuhan untuk berintekrasi dengan orang lain. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, meliputi kebutuhan sosial dan pengakuan.Growth (pertumbuhan) berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang identik dengan kebutuhan self-actualization yang dikemukakan oleh Maslow. Teori ERG bahwa jenjang-jenjang bukan merupakan tingkat, tetapi hanya sekedar pembeda, sehingga setiap orang dapat saja bergelut dalam kebutuhan yang lebih besar dari satu kebutuhan pada saat yang sama tanpa menunggu salah satunya terpenuhi terlebih dahulu seperti Maslow. d. Teori Kebutuhan David McClelland Menurut McClelland (Hariandja, 2002: 329), yang mengatakan bahwa ada tiga kebutuhan manusia, yaitu: 1. Kebutuhan berprestasi (needs for achievement), yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berpartisipasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi. 2. Kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang lain.

3. Kebutuhan afiliasi (needs for afiliation), yaitu kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang merupakan lain. Ketiga jenis kebutuhan tersebut bisa dimiliki setiap orang, yang berbeda hanyalah intensitasnya. Seseorang dapat memiliki kebutuhan prestasi yang dominan dibandingkan dengan yang lain, sementara pada orang lain yang dominan mungkin kebutuhan berkuasa. Kebutuhan mana yang dominan pada seseorang dapat dipengaruhi oleh sistem nilai yang berkembang dalam masyarakatnya. Misalnya, suatu masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai prestasi dapat mempengaruhi anggota masyarakatnya untuk memiliki kebutuhan yang dominan dalam kebutuhan berprestasi. Misalnya, Indonesia yang sangat menjunjung tinggi berprestasi. Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan tadi, maka dalam penulisan karya tulis ini cenderung menggunakan pendapat/teori Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs karena pendapat tersebut cukup berpengaruh di dalam mendorong kinerja seseorang pegawai. 2.3 Pengertian Kinerja Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:P.570) memberikan defenisi kinerja diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. Snell SA (1992:P.329) menyatakan bahwa kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal. Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan kondisikondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang. Kinerja adalah suatu ukuran yang mencakup keefektifan dalam pencapaian tujuan dan efesiensi yang merupakan rasio dari keluaran efektif terhadap masukan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu (Robbins, 1996:P.24). nilai kekeluargaan dapat mempengaruhi kebutuhan afiliasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan dorongan untuk berintekrasi dengan orang lain atau beradabersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang

Kinerja diberi batasan oleh Maier sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Parter dan Lawler menyatakan bahwa kinerja adalah succesful role achievent yang diperoleh seseorang dari perbuatanperbuatannya (asad,2003:P.47). Dari batasan-batasan tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Vroom tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang di dalam sebagai produktif. Handoko (1998:P.7) dua konsepsi utama untuk mengukur melaksanakan orang tugas dan pekerjaannya sebaliknya disebut orang level yang of performance of (Asad,2003:P.48). Biasanya orang yang mempunyai level of performance tinggi, disebut produktif mempunyai level performance rendah (tidak mencapai standar) dikatakan sebagai orang yang tidak

kinerja(performance) seseorang adalah efisiensi dan efektifitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Efisiensi ini merupakan konsep matematik atau merupakan perhitungan yang rasio efisien antara adalah pengeluaran (output) dan masukan (infut). Seorang pegawai

seorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktifitas, kinerja) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu). Dengan kata lain, dapat memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas. Sedangkan efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, seorang pegawai yang efektif adalah seorang yang dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan dengan metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan. 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Para pimpinan perusahaan atau kantor sangat menyadari bahwa ada perbedaan kinerja antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun para pegawai bekerja pada bagian yang sama, namun produktivitas mereka bisa tidak sama. Keith Davis (1985:P.484) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalahfaktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Sedangkan Robbins

(1996:P.224), bahwa kinerja karyawan itu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity). Penilaian kerja pegawai didasarkan atas penilaian dan kemampuan dari karyawan yang bersangkutan dengan menilai faktor-faktor kemampuan, disiplin, dan kreativitas. Kinerja merupakan cerminan dari motivasi karyawan yang dinilai. Jadi tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung dari cerminan perilaku dan kemampuan (motivasi) pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa motivasi dan kemampuan adalah unsur-unsur yang membentuk kinerja seseorang dalam menjalankan pekerjaannya atau tugasnya. Untuk kepentingan pendekatan dalam karya tulis ini, selanjutnya teori dasar yang digunakan sebagai landasan untuk mengkaji analisis kinerja pegawai dalam hubungannya dengan tupoksi adalah teori kinerja pegawai (performance) yang diformulasikan oleh Keith Davis di atas, yaitu Human Performance = Ability + Motivation. Teori tersebut akan diaplikasikan dengan menggunakan berbagai sumber rujukan yang telah dimodifikasi sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji. Dengan demikian faktor-faktor motivasi dan kemampuan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. 4. PEMBAHASAN Salah satu teori motivasi yang banyak mendapat sambutan yang amat positif di bidang manajemen organisasi adalah teori Hirarkhi Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Menurut Maslow setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarkhi dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada tingkatan yang lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling tinggi dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. 1 Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis terhadap Kinerja Pegawai Pemenuhan kebutuhan fisiologis dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini berarti faktor pemenuhan kebutuhan

fisiologis yang meliputi pendapatan gaji bulanan, TKPKN, dan lembur. Dengan adanya tiga jenis penghasilan mempunyai konstribusi yang signifikan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Artinya terdapat kesesuaian antara penghasilan dengan beban kerja. Dari tahun ke tahun penghasilan pegawai selalu meningkat sebagai salah satu bentukreward akibat bertambahnya beban kerja dan tanggungjawab sehingga secara keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja pegawai. 2 Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kerja

terhadap Kinerja Pegawai Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini berarti faktor pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja yang meliputi ketenangan dalam bekerja, kebebasan berpendapat, kebebasan berinovasi, jaminan kesehatan, jaminan hari tua/pensiun, kelengkapan fasilitas kerja, lokasi pekerjaan, dan kenyamanan dalam bekerja mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya. Setiap organisasi dan pegawai tentu saja memiliki kebutuhan dan kepentingan bersama dalam mengusahakan situasi dan kondisi tempat kerja yang nyaman (work place safety), sebab bila pegawai terjadi cedera, sakit, dan kecelakaan dapat menurunkan kinerja pegawai yang mengakibatkan pemborosan uang organisasi. Karena itu setiap kantor harus (a) menyediakan fasilitas poliklinik yang setiap hari atau waktu-waktu tertentu bisa dimanfaatkan, (b) menyediakan fasilitas tunjangan pendidikan kepadakeluarga pegawai yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, berupa bantuan dari dana sosial. 3 Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Sosial terhadap Kinerja Pegawai Variabel pemenuhan kebutuhan sosial dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja. Hal ini berarti, kebutuhan sosial yang meliputi hubungan dengan sesama pegawai, hubungan dengan atasan, hubungan dengan instansi lain, hubungan dengan pegawai lain pada bagian lain. Secara fitrah, manusia memerlukan interaksi sosial sesamanya. Oleh karena itu manusia yang normal pasti membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya, kebutuhan untuk berkumpul, berdiskusi, bersenda

gurau ataupun penyaluran bakat dan minat adalah hal yang menjadi perhatian dalam suatu organisasi. Kecakapan sosial menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu hubungan. Dua unsur terpenting untuk menilai kecakapan sosial seseorang adalah: pertama, empati. Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain, perspektif orang lain, dan berminat terhadap kepentingan orang lain, juga kemampuan mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pengguna, mengatasi keragaman dalam membina pergaulan, mengembangkan orang lain, dan kemampuan membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan, dan Kedua,keterampilan sosial, termasuk dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang (persuasi), berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan, bernegoisasi dan mengatasi saling pendapat, dan menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama. 4 Pengaruh Kebutuhan Penghargaan terhadap Kinerja Pegawai Kebutuhan penghargaan yang meliputi penghargaan atau sanjungan atau pujian dari atasan, penghargaan berupa promosi jabatan, penghargaan berupa insentif barang dan penghargaan berupa piagam penghargaan/lencana/piala dapat memotivasi pegawai untuk meningkatkan prestasi kerja. 5 Pengaruh Aktualisasi Diri terhadap Kinerja Pegawai Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dalam karya tulis ini mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Kebutuhan aktualisasi diri pegawai yang meliputi keinginan berkarya sesuai dengan keahlian yang dimiliki untuk peningkatan karier dan keberhasilan instansinya, keinginan menyampaikan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) yang dimiliki kepada orang lain, dan keinginan untuk menemukan dan mengembangkan hal baru atas dasar potensi yang ada dalam dirinya, mampu memotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Manusia merupakan sumber daya paling penting dalam usaha organisasi untuk mencapai keberhasilan. Sumber daya manusia menunjang organisasi dengan karya, bakat, kreativitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan ekonomi, tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan organisasi dapat dicapai. Masyarakat modern

menunjukkan perhatian yang sangat tinggi terhadap aspek manusia. Nilai-nilai manusia(human values) semakin diselaraskan dengan aspek teknologi maupun ekonomi. Dalam hubungan dengan motivasi kerja Maslow menyusun sebuah hirarkhi tentang kebutuhan manusia. Pegawai yang masih berada pada tingkatan pemenuhan kebutuhan fisik pola motivasinya tentu saja berbeda dengan pegawai yang sudah sampai pada tahap aktualisasi diri. Bagi mereka yang memiliki tingkat kebutuhan aktualisasi diri sangat besar, bekerja telah berubah menjadi sebuah kesenangan dan bekerja bukan lagi dirasakan sebagai sebuah beban. Namun dengan demikian berarti tugas besar dalam kepemimpinan ialah sejauhmana para pemimpin dalam suatu organisasi mampu memindahkan posisi mereka yang dipimpin itu, dari tahap hirarkhi yang rendah menuju hirarkhi yang tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Keuangan perluu untuk

memberikanpemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dengan cara: (a) memberikan kesempatan seluas-luasnya pada mereka yang memang ingin berkembang. Peluang pimpinan untuk mendorong peningkatan motivasi kerja pegawai dengan berlandaskan kepada pemberdayaan pegawai serta pemberian kesempatan yang lebih luas kepada pegawai untuk bertindak atas inisiatif sendiri., dan (b) mengupayakan menghindari dan mencegah adanya lingkungan yang suka menghambat dengan pembuatan perencanaan yang baik dengan melibatkan seluruh pegawai untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Menutup uraian pada bagian ini, penilaian kinerja terhadap pegawai dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja pegawai dapat disusun rencana, strategi dan penentuan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen kinerja pegawai sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status organisasi yang telah diperoleh. Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan pegawai dan organisasi. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi karyawan yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi kinerja pegawai. Bagi organisasi, hasil

penilaian kinerja yang tidak tepat, misalnya kondisi kerja yang tidak mendukung, akan menurunkan kualitas organisasi tersebut. Kualitas yang menurun pada akhirnya akan mempengaruhi hasil kinerja organisasi, dan tujuan organisasi jadi tidak maksimal. 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan secarakeseluruhan uraian-uraian motivasi yang sebelumnya, terdiri dari berikut fisiologis disimpulkan bahwa keamanan dan

keselamatan, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri berperan terhadap kinerja SDM kementerian keuangan. 5.2 SARAN Berdasarkan kesimpulan dari hasil karya tulis di atas, untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja dalam rangka peningkatan kinerja SDM Kementerian Keuangan disarankan untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Untuk meningkatkan pengetahuan pegawai perlu diberikan kesempatan kepada para pegawai yang memenuhi syarat untuk mengikuti studi lanjut baik dalam maupun luar negeri, karena organisasi kementerian keuangan yang begitu besar dan cakupan yang luas diperlukan SDM yang berkualitas tinggi untuk dapat mengikuti perkembangan dunia yang dimanis. 2. Dari aspek keterampilan para pegawai dapat diikut-sertakan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan/kursus yang berkaitan dengan bidang tugas. Setiap unit Ditjen (eselon I) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan unit-unit lain, sehingga perlu keterampilan khusus, seperti diklat bendaharawa, diklat pengadaan barang/jasa, dan lain-lain. 3. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisiologis seyogyanya mengupayakan

peningkatan secara kualitas dan kuantitas reward (remunerasi ) berdasarkan pencapaian kinerja pegawai.

DAFTAR PUSTAKA

Asad, Moh. 2003. Psikologi Industri. Edisi keempat. Liberty Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3. Balai Pustaka Jakarta. Dharma, Agus. 1985. Manajemen Prestasi Kerja. Edisi Pertama Rajawali, Jakarta. Gibson, James L., Ivancevich, Donnelly, Jr, 1995. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Edisi I. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Hamalik, Oemar. 1993. Psychologi Manajemen. Tri Gendakarya, Bandung. Handoko, Hani. 2002. Manajemen Personalia. BPFE, Yogyakarta. Hariandja, Jakarta. Marihot, T.E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo.

Mangkunegara, A. Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung. Mangunhardjana, A.M. 1986. Mengembangkan Cambell. Kanisius, Jakarta. Kreativitas, Terjemahan dari David

Robbins, Stephen. P., 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Alih bahasa: Hadyana. Preinhallindo, Jakarta. Sarwoto, 1992. Dasar-dasar dan Manajemen. Chalia Indonesia, Jakarta Semiawan, Conny, 1984. Memupuk Menengah.Gramedia Jakarta. Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah

Snell, SA., 1992. Diagnosis Kinerja: Mengenali Penyebab Kinerja Buruh. Dalam A. Dale Tample (ED). Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis Kinerja. Alih bahasa Cikmat, Elex MK., Jakarta. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta. Supriadi, Dedi, Bandung. 1996. Kreativitas Kebudayaan dan Perkembangan Iptek, Alfabetha

Swasto, Bambang, 1996. Pengembangan Sumber Daya terhadap Kinerja dan Imbalan, Cetakan Pertama. Malang.

Manusia Pengaruhnya Universitas Brawijaya

Disampaikan oleh Abu Samman Lubis pada kegiatan Capacity Building, Jumat, 7 Mei 2010

Di BDK Pontianak