motivasi orang tua memilih homeschooling (studi kasus...
TRANSCRIPT
i
MOTIVASI ORANG TUA MEMILIH HOMESCHOOLING
(Studi Kasus pada Orang Tua Muslim yang Menyekolahkan
Anak di Community Based Education Kota Salatiga Tahun 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Ina Anida Nurul Fajar
NIM 111 14 355
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
منلإوذ قاللق ب ۥوهويعظ ب ك لتش هيبن ٱلل لظل معظيم ٱلش كإن
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
(Q.S. Al-Luqman:13)
“Bersekolah di rumah tidak akan menyulap seorang anak menjadi
pandai musik atau pintar komputer. Tidak ada metode pendidikan
yang bisa mengubah mawar menjadi tulip. Namun, bersekolah di
rumah bisa membantu orang tua mendidik anak-anak sehingga
mereka menjadi dirinya sendiri.”
-Layne-
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karuniaNya, karya
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapakku tercinta Purharyanto, dan Ibuku tersayang Wahidah yang selalu
mendoakan di sepertiga malam dan sujudnya, mendampingi, memberikan
support moril maupun materil, senantiasa mendidik, dan berkorban untukku,
serta memberikan curahan kasih sayang yang tidak akan mungkin bisa
tergantikan, hingga aku bisa menjadi sekarang.
2. Nenekku Fatonah, yang senantiasa mendoakan, menemani, dan memberikan
cerita baru setiap harinya.
3. Adik-adikku terlucu dan tersayang, Farida Zulaikha, dan Muhammad
Khoirul Rizal yang selalu menyayangiku dan memberikan tawa kebahagiaan
di rumah.
4. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan.
5. Dosen pembimbing, Dr. Imam Sutomo, M.Ag. yang telah memberikan ilmu,
dan meluangkan waktunya untuk membimbingku dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat karibku (Pipit, Dwita, Ririn) yang bersedia menjadi teman
tawa, makan, curhat, belajar, teman sebangku, dan teman yang selalu
memberikan kebahagiaan yang tidak akan bisa ku deskripsikan dan ku
sebutkan selama 4 tahun belakangan ini.
7. Sahabat organisasiku yang entah bagaimana bisa dinamakan orang-orang
dengan sebutan geng cocol yang telah menjelma menjadi keluarga sendir
viii
8. (Sancol, Mimil, Sisil, Dayah) yang dengan keceriaan, kebodohan, dan
kelucuan mereka mampu memberikan banyak arti tentang sahabat yang
membuat hidupku lebih berwarna setiap harinya.
9. Mbak tingkat, dan adek tingkat organisasiku (Mba Arin, Mbak Indah, Nces)
yang selalu dengan sabar menerima curhatanku, selalu memberikan
masukan dan dukungan untukku.
10. Sahabat perempuanku Fatia Putri Hasna, satu-satunya sahabat yang dekat
sekali denganku karena tanggal lahir kita yang sama, di tahun yang sama,
dan sudah seperti saudaraku sendiri.
11. Keluarga besar SMC (adik-adikku, kakak-kakakku, dan terutama
angkatanku Cakrawangsa) yang bersedia menjadi wadahku untuk senantiasa
berkarya, mencari pengalaman, menghadapi masalah, dan mengembangkan
kesukaanku dalam dunia musik.
12. Seluruh teman-teman kelas I, (terutama Mas Muh, Mas Kholiq, Pak Woko)
yang sudah menjadi teman teman kelas pertamaku ketika masuk di IAIN
Salatiga.
13. Seluruh teman-teman PPL (Dian, Umma, Suryanti, Rista, Amin, Ulin, Budi,
Arief) yang telah memberikan semangat untukku saat menjadi guru
praktikan di MTs. Tarqiyatul Himmah Pabelan.
Seluruh teman-teman KKN Posko 67 Watugede (Amal, Vita, Mita, Niken,
Sol, Yusuf, Aziz, Abdul) yang dengan kebaikan mereka mau untuk menjadi
teman diskusi, teman kerja, teman rumah selama 45 hari, sekaligus teman
ix
yang memberikan pengalaman yang amat banyak untukku dalam hidup
bermasyarakat.
14. Seluruh teman-temanku PAI angkatan 2014 yang bersama-sama berjuang
dari awal sampai akhir untuk menuntut ilmu di kampus tercinta ini.
15. Almamater tercinta.
16. Pembaca yang budiman.
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. yang telah menuntun umatnya ke jalan yang adil dan benar.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi kewajiban dan syarat
guna memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi yang penulis
angkat adalah “Motivasi Orang Tua Memilih Homeschooling (Studi Kasus pada
Orang Tua Muslim yang Menyekolahkan Anak di Community Based
EducationKota Salatiga Tahun 2018).
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu
dan memberikan dukungan. Maka dengan penuh kerendahan hati, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
3. Ibu Dra. Siti Rukhayati selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Salatiga
4. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan secara ikhlas dan sabar dalam meluangkan waktu, memberikan ilmu
serta mencurahkan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan sejak awal
proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini
xi
5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan
Agama Islam yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis hingga
studi ini dapat selesai
6. Seluruh responden yang telah membantu, dan memberikan banyak informasi
yang bermanfaat.
7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga kebaikan dan amal mereka mendapatkan balasan Allah SWT.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menerima kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada
umumnya, dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia
pendidikan.
xii
ABSTRAK
Fajar, Ina Anida Nurul. 2018. Motivasi Orang Tua Memilih Homeschooling
(Studi Kasus pada Orang Tua Muslim yang
Menyekolahkan Anak di Community Based
Education). Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. Imam Sutomo, M.Ag.
Kata Kunci: Motivasi, Orang Tua, Homeschooling.
Peneliti membahas mengenai motivasi orang tua dalam memilihkan sarana
pendidikan untuk anak. Dalam kasus ini adalah mengenai pemilihan
homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak. Beberapa di antaranya adalah
terdapat kekhawatiran dalam diri orang tua melihat sistem pendidikan formal pada
umumnya yang menyama ratakan anak, padahal kita ketahui bersama bahwa
setiap anak mempunyai kemampuan atau potensi yang berbeda-beda. Serta tidak
tercukupinya pendidikan mengenai keagamaan, etika, pendidikan karakter,
maupun moral pada anak.
Berdasarkan hal itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1)
Motivasi orang tua memilih homeschooling sebagai sarana pendidikan anak. 2)
Karakteristik dari homeschooling sehingga orang tua memilih homeschooling
sebagai sarana pendidikan anak. 3) Kelebihan dari dalam diri anak menurut orang
tua setelah memilih untuk homeschooling. Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data
yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan: 1) Motivasi orang tua
memilih homeschooling sebagai sarana pendidikan anak adalah orang tua
menginginkan anak mereka dapat fokus menekuni bakat yang dominan dari
dirinya, supaya anak mereka tumbuh dengan sisi keagamaan, karakter, serta etika
yang baik dari sistem pembelajaran yang menyenangkan dan fleksibel. 2)
Karakteristik dari homeschooling sehingga orang tua memilih homeschooling
sebagai sarana pendidikan anak adalah, homeschooling memberikan ruang bagi
anak untuk dapat belajar dengan konsep borderless, serta orientasi pendidikan
anak lebih cenderung pada pembentukan karakter anak, dan pemberian nilai-nilai
kehidupan kepada anak, bukan berbasis nilai. 3) Kelebihan pada diri anak menurut
orang tua setelah memilih homeschooling di antaranya adalah, anak memiliki
sopan santun, adab, dan etika yang baik. Anak lebih mudah berinteraksi dengan
orang lain, walaupun berbeda usia. Anak juga lebih sadar mengenai kewajiban
mereka sebagai umat muslim, sehingga mereka melakukannya dengan senang
hati, tanpa paksaan, serta mulai mengetahui mana yang menjadi larangan dan
mana yang menjadi perintah Allah SWT.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
ABSTRAK ...................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
E. Penegasan Istilah .................................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ..................................................................................... 14
1. Motivasi ......................................................................................... 14
a) Pengertian Motivasi ................................................................. 14
b) Unsur, Fungsi, dan Indikator Motivasi .................................... 15
c) Karakteristik Motivasi .............................................................. 18
d) Sumber Motivasi ...................................................................... 20
e) Pola Motivasi ........................................................................... 22
f) Teori Motivasi .......................................................................... 22
2. Orang Tua....................................................................................... 24
a) Pengertian Orang Tua .............................................................. 24
xiv
b) Kewajiban Orang Tua dan Tanggung Jawab Orang tua
terhadap Anak .......................................................................... 26
c) Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak ................................. 29
d) Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak....................................... 33
e) Orang Tua dan Anak dalam Keluarga ...................................... 36
3. Homeschooling ............................................................................... 37
a) Pengertian Homeschooling....................................................... 37
b) Sejarah Homeschooling ............................................................ 45
c) Jenis-jenis Homeschooling ....................................................... 48
d) Manfaat Homeschooling .......................................................... 50
B. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 59
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 60
C. Sumber Data ......................................................................................... 61
D. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 62
1. Metode Observasi........................................................................... 62
2. Metode Wawancara ........................................................................ 63
3. Metode Dokumentasi ..................................................................... 64
E. Analisis Data ........................................................................................ 65
F. Pengecekan Keabsahan data ................................................................ 67
1. Kepercayaan ................................................................................... 67
2. Ketergantungan .............................................................................. 69
3. Kepastian ........................................................................................ 70
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data ........................................................................................ 71
1. Gambaran Umum Community Based Education ........................... 71
2. Latar Belakang Orang Tua ............................................................. 72
3. Karakteristik Anak ......................................................................... 74
4. Temuan Penelitian .......................................................................... 75
xv
a) Motivasi Orang Tua Memilih Homeschooling sebagai Sarana
Pendidikan Anak ...................................................................... 75
b) Karakteristik dari Homeschooling sehingga Orang Tua
Memilih Homeschooling sebagai Sarana Pendidikan Anak .... 79
c) Kelebihan pada Diri Anak Menurut Orang Tua Setelah
Memilih untuk Homeschooling ................................................ 82
B. Analisis Data ........................................................................................ 84
1. Homeschooling antara Kebutuhan Orang Tua atau Anak .............. 84
2. Kurikulum Homeschooling ............................................................ 88
3. Homeschooling sebagai Alternatif Sekolah untuk Anak ............... 89
4. Motivasi Orang Tua Memilih Homeschooling sebagai Sarana
Pendidikan Anak ............................................................................ 90
5. Karakteristik, atau Keistimewaan dari Homeschooling ................. 96
6. Kelebihan yang Terdapat pada Diri Anak ...................................... 98
7. Kesadaran Anak dalam Kegiatan Keagamaan ............................... 101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 104
B. Saran ..................................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 5. Lembar SKK
Lampiran 6. Pedoman Wawancara
Lampiran 7. Transkrip Wawancara
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 9. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan situasi yang digambarkan sebagai transfer
of knowledge atau adanya sesuatu yang dipelajari dan bermakna bagi
tumbuh kembang manusia. Pendidikan dasar seorang anak terjadi di dalam
rumah tempat di mana anggota keluarga tinggal. Keluarga merupakan
lembaga pendidikan informal yang menempatkan bapak dan ibu (orang
tua) sebagai pendidik kodrati (Fatchurrahman, 2006:7). Jadi, sudah
menjadi kodrat bahwa orang tua merupakan pendidik utama bagi anak.
Bahkan jika dikaji lebih mendalam, orang tua khususnya Ibu merupakan
lembaga pendidikan anak dan juga madrasah awal bagi anak untuk belajar
sebelum yang lainnya.
Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat
manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah
dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Seperti dalam Hadits
Rasululullah SAW. yang sudah sangat mahsyur dikalangan masyarakat:
حذ )سوا ابي عبذ البش(ل أطلبىا العلن هي الوهذ الى ال Artinya: Tuntutlah ilmu itu sejak dari ayunan sampai liang lahat (mulai
dari kecil sampai mati). (H.R. Ibn.Abd.Bar).
2
Pendidikan hendaknya lebih dari sekedar masalah akademik
ataupun perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara
konvensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang
diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik (Saleh, 2010:136).
Menurut Hariyadi, dkk. (2009:8), pendidikan mengandung tujuan
yang ingin dicapai, yaitu aktualisasi potensi-potensi manusia agar
bermanfaat bagi kepentingan hidupnya, baik sebagai individu maupun
sebagai warga masyarakat. Dan kegiatan tersebut dapat diberikan di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat berupa pendidikan jalur
sekolah (formal), dan pendidikan jalur luar sekolah (informal dan
nonformal).
Sistem pendidikan formal adalah sistem pendidikan seperti sekolah
pada umumnya. Sekolah diangggap sebagai satu-satunya model
pendidikan yang valid di mata masyarakat.
Anak adalah harapan orang tua di masa mendatang, maka di sini
perlu peran serta orang tua dalam hal pendidikannya. Ketika zaman terus
berkembang, teknologi yang tersedia pun juga semakin canggih.
Pendidikan pun juga tidak serta merta hanya pendidikan di sekolah formal
saja, melainkan juga banyak tersedia lembaga lembaga pendidikan non
formal yang bisa dipilih sebagai sarana pendidikan anak.
Motivasi orang tua dalam memilihkan anaknya untuk bersekolah
sangat berpengaruh besar bagi tumbuh kembang pendidikan anak
nantinya. Motivasi sendiri adalah salah satu komponen yang paling
3
penting dalam belajar, karena motivasi adalah faktor penggerak. Dengan
kata lain motivasi adalah usaha menggerakkan (Wahyuni,2009:12).
Dengan motivasi orang tua, diharapkan anak dapat lebih terarah dalam
memilih sekolah nantinya. Memberikan pendidikan kepada anak adalah
suatu kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan. Orang tua di sini
bagaikan menorehkan tinta di lembaran kertas kosong ketika memberikan
pendidikan kepada anak. Jika orang tua menorehkannya dengan tinta
berkualitas jelek dan orang tua menggambarinya dengan asal asalan juga,
maka akan tercipta hasil yang kurang dari apa yang diharapkan. Namun
lain halnya jika orang tua menorehkan tinta emas dan menggambarinya
dengan hati hati dan penuh kecermatan, maka akan tercipta pula hasil yang
baik, seperti yang diharapkan.
Terdapat sebagian orang tua yang beralih untuk tidak
menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah formal, melainkan mereka
lebih tertarik untuk memberikan pendidikan dengan sistem
homeschooling. Tak ayal, hal ini akan menimbulkan spekulasi bermata
dua, yaitu bisa berhasil atau tidak.
Sumardiono dalam Jamal (2012:46) menjelaskan pengertian
homeschooling adalah sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab
sepenuhnya atas proses pendidikan anak dengan berbasis rumah.
Menurut data yang dihimpun oleh Direktorat Pendidikan
Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional, ada sekitar 600 peserta
homeschooling di Indonesia (Mulyadi, 2007:34).
4
Istilah homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti
sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika
Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education,
homebased learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum
homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga
memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan
menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk
bertanggung jawab berarti orang tua terlibat langsung menentukan proses
penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-
nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum
dan materi, serta metode dan praktik belajar (Sumardiono, 2007:4).
Homeschooling sendiri adalah suatu lembaga pendidikan non
formal yang sedang marak dipilih oleh beberapa orang tua sebagai sarana
pendidikan anak baru-baru ini. Model pembelajaran homeschoolingdi
siniberbeda dari sekolah-sekolah umumnya. Walaupun sama-sama
menggunakan kurikulum yang sudah disempurnakan dan disepakati
bersama, namun dalam praktiknya, homeschooling tetap berbeda dari
sekolah-sekolah pada umumnya.
Pada awalnya, pendidikan ini diselenggarakan di rumah. Kegiatan
ini dikenal dengan istilah otodidak atau belajar sendiri. Bagi kalangan
yang mampu, mereka mengundang orang-orang terlatih untuk datang ke
rumah dan mengajar anak mereka (Satmoko, 2010:66). Pada hakikatnya
homeschooling juga menerapkan dasar pendidikan berbasis rumah. Seiring
5
berjalannya waktu dan kemampuan kebanyakan orang dalam ranah
pendidikan, maka pendidikan berbasis rumah ini pun kemudian dalam
proses penyelenggaraannya dapat dilakukan di lokasi atau tempat yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak, seperti di lembaga pelatihan, tempat
kursus, ataupun di mana saja dengan sarana apapun.
Dalam homeschooling, orang tua bertanggung jawab penuh atas
pendidikan homeschooling itu sendiri. Seperti keterlibatan langsung orang
tua dalam kurikulum homeschooling, materi apa saja yang akan digali dan
dikembangkan dari sang anak, dan melalui homeschooling pula orang tua
dapat memilih beragam metode ajar yang dapat diajarkan nantinya. Orang
tua memilih homeschooling, sebagai sarana pendidikan anak, ketika dirasa
homeschooling tersebut sesuai dengan idealisme para orang tua, di mana
mereka berfikiran bahwasanya sekolah, dalam hal ini adalah proses belajar
mengajarnya haruslah menyenangkan dan membuat anak merasa nyaman.
Berbeda dengan itu, sekolah-sekolah umum dirasa kurang tepat,
karena menurut orang tua yang memilih homeschooling, sekolah umum
memiliki potensi untuk membuat anak mereka menjadi stress dan tidak
berkonsentrasi dengan apa yang diajarkan di sekolahnya. Selanjutnya,
denganhomeschooling, harapan-harapan orang tua terhadap anak dapat
terpenuhi, contohnya ketika orang tua mengetahui bakat dari anak, seperti
robotik, olahraga, seni, musik atau sejenisnya, maka homeschoolingdi sini
dirasa paling tepat sebagai pilihan dalam pendidikan anaknya, karena
dengan homeschooling, anak yang mempunyai bakat-bakat terpendam
6
dapat diasah dengan baik.Dapat pula dilihat bahwa
homeschoolingmemiliki banyak keunggulan, di antaranya dapat memilih
materi yang sesuai minat, lebih kreatif, memotivasi untuk berpikir kritis,
fleksibilitas dalam hal waktu dan tempat, dan bisa memilih kurikulum
sesuai kebutuhan peserta.
Terdapat beberapa orang tua yang memilih homeschooling sebagai
sarana pendidikan anaknya, para orang tua tersebut sering melakukan
sharing bersama tentang perkembangan anak mereka. Mereka mempunyai
pemikiran bahwasanya pendidikan adalah based on fitrah. Fitrahdi
sinidibagi menjadi delapan poin, yaitu; (1) Keimanan, (2) Belajar, (3)
Bakat, (4) Perkembangan, (5) Seksual, (6) Gender, (7) Estetika, (8) Sosial.
Mereka memaksimalkan delapan fitrah tersebut untuk di asah dan
dikembangkan.
Selain itu, mereka juga memaksimalkan sepuluh keterampilan
dasar, yaitu; (1) Menjaga kesehatan dan keselamatan, (2) Literasi, (3)
Mengurus Diri Sendiri, (4) Berkomunikasi, (5) Melayani, (6)
Menghasilkan makanan, (7) Perjalanan Mandiri, (8) Memakai Teknologi,
(9) Transaksi Keuangan, (10) Bekerja. Jadi, anak lebih diajarkan mengenai
adab terlebih dahulu. Yang dimaksud adab di sini adalah mengenai
kesopanan, mengenai cara membawa diri ketika mereka sedang berada di
kelompok tertentu, mengenai cara menghormati orang yang lebih tua
ataupun yang lebih muda, mengenai kehidupan dan bagaimana memahami
kehidupan, membentuk mentalmereka supaya menjadi pribadi yang kuat
7
dan tahan banting. Setelah semua itu dikuasai, dan jika sudah didapati
dalam kehidupan nyata anak tersebut sudah bisa mengamalkan dan
mempraktikannya, maka ilmu ilmu akademisi akan perlahan juga
mengikuti.
Pada metode homeschooling ini mereka menggunakan life
mapping. Life mapping di sini digunakan orang tua untuk mengetahui
bakat anak, dan juga minat mereka kedepannya ingin menjadi apa. Karena
yang paling mengerti tentang bakat anak tentu saja adalah orang tua, maka
orang tua juga dituntut untuk dapat membersamai dan mengembangkan
bakat yang dimiliki oleh anak. Sebagai contoh di sini, ketika anak tersebut
ternyata mempunyai bakat tari, dan ketika ditanyai untuk kedepannya ia
berkeinginan untuk menjadi apa, ternyata dia berkeinginan untuk menjadi
koreografer, maka orang tua harus menyusun apaapa saja nantinya yang
akan dibutuhkan ketika memang anaknya ingin menjadi seorang
koreografer. Ketika anak ingin menjadi penari handal ataupun menjadi
koreografer, maka anak harus belajar terlebih dahulu mengenai asal usul
tari tarian yang ada di Indonesia, belum lagi nanti dia juga mempelajari
tentang tari-tari di luar negeri. Anak juga dibekali untuk dapat berbahasa
asing, karena bagaimanapun juga ketika ia berkeinginan untuk menjadi
koreografer handal dan dia ingin mengembangkannya di internasional,
maka ia harus belajar untuk berbahasa Inggris. Tak hanya itu, untuk
menjadi koreografer, ia juga harus mempunyai fisik yang kuat. Maka anak
juga akan diajarkan olahraga, dan bagaimana menjaga bentuk tubuh agar
8
tetap stabil. Dan juga ia akan mempelajari materi materi lainnya, yang
memang mendukung untuk menjadi koreografer.
Jika membaca penjelasan di atas, dapat dilihat bahwasanya life
mapping diperlukan untuk dapat menyusun rancangan hidup dari sang
anak agar lebih tertata, dan sesuai dengan target akhir.Tak banyak, orang
tua yang mempunyai pemikiran semacam itu, para orang tua yang
memiliki idealisme yang berbeda dari orang tua pada umumnya, menjadi
daya tarik peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai motivasi orang
tua ketika memilih homeschooling tersebut, dan bukan sekolah formal
pada umumnya sebagai sarana pendidikan anak.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya
sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul “Motivasi Orang Tua
Memilih Homeschooling (Studi Kasus Pada Orang Tua Muslim yang
Menyekolahkan Anak di Community Based Education Kota Salatiga
Tahun 2018).”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa motivasi orang tua memilihhomeschooling sebagai sarana
pendidikan anak?
2. Apa saja yang menjadi karakteristik dari homeschooling sehingga
orang tua memilih homeschooling sebagai sarana pendidikan anak?
9
3. Apa saja kelebihan pada diri anak menurut orang tua setelah memilih
untukhomeschooling?
C. Tujuan Penelitian
Agar dapat memberikan gambaran yang jelas dalam pelaksanaan
penelitian ini, maka perlu dirumuskan tujuan yang dicapai dalam
penelitian ini,di antaranya yaitu:
1. Mengetahui motivasi orang tua memilihhomeschooling sebagai sarana
pendidikan anak
2. Mengetahui karakteristik dari homeschooling sehingga orang tua
memilih homeschooling sebagai sarana pendidikan anak.
3. Mengetahui kelebihan pada diri anak menurut orang tua setelah
memilih untuk homeschooling.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memiliki dua kegunaan,
yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan ilmu sebagai
sarana memperluas khazanah pengetahuan tentang pendidikan anak
pada umumnya dan motivasi orang tua dalam memilih pendidikan
anak pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua, untuk dapat memberikan gambaran, saran, dan
pemahaman dalam hal pendidikan anak, serta motivasi orang tua
10
dalam memilih pendidikan anak nantinya. Agar tidak salah arah
dalam memilihkan sarana pendidikan untuk anaknya.
b. Bagi peneliti, untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang pendidikan anak dan motivasi orang tua terhadap
pendidikan anak, untuk bekal peneliti di dunia pendidikan,
kemasyarakatan, serta di keluarga sendiri nanti.
c. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi. Khususnya dalam penelitian yang berhubungan dengan
homeschooling.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman atau salah persepsi dalam
penggunaan kata pada judul ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah
pokok, yaitu:
1. Motivasi
Motivasi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam
belajar, karena motivasi sendiri adalah faktor penggerak. Dengan kata
lain motivasi adalah usaha menggerakkan (Wahyuni, 2009:12).
2. Orang tua
Orang tua adalah ayah atau ibu bagi seorang anak, baik melalui
hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki
peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak. Sebutan ayah
ataupun ibu diberikan kepada orang yang mempunyai anak baik anak
tersebut merupakan anak kandung ataupun anak angkat (adopsi).
11
Orang tua juga bisa didefinisikan sebagai orang yang bertanggung
jawab atas sebuah keluarga di dalamnya dan juga perihal mengurus
rumah tangga serta tugas sehari-hari. Tugas orang tua adalah
mempersiapkan kebutuhan, keperluan, atau bimbingan kepada anak.
3. Homeschooling
Homeschooling adalah sebuah sekolah non formal ataupun sekolah
alternatif selain dari sekolah-sekolah umum. Di Indonesia
homeschooling sudah ada sejak lama. Homeschooling bisa juga
diartikan sebagai model alternatif belajar selain sekolah. Kegiatan
tersebut berpusat dan di tanggung jawabi oleh orang tua. Sesuai
dengan namanya, homeschooling memang berpusat di rumah. Namun
dalam pelaksanaannya tidak serta merta hanya di rumah saja.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam
membaca skripsi ini, maka peneliti akan membagi dalam beberapa bab.
Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun dengan
baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah.
Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab Pendahuluan menjelaskan secara umum tentang arah dan
maksud penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai motivasi
orang tua memilih homeschooling. Sehingga di sini, pembaca dapat
mengetahui tentang latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian,
12
kegunaan penelitian, penegasan istilah, kajian penelitian terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II Kajian Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang relevan yang dipakai
dalam memperkuat penelitian yang akan dilakukan. Macam-
macamnya, faktor penghambat, upaya, dan sebagainya. Melalui
penulisan teori-teori tersebut, diharapkan pembaca dapat mengetahui
dasar-dasar dan teori yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
3. Bab III Metode Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pendekatan dan jenis
penelitian yang dipakai oleh peneliti. Mencakup bahasan keseluruhan
tentang prosedur pengambilan data, tahapan menganalisis data, serta
pengecekan keabsahan data.
4. Bab IV Paparan dan Analisis Data
Bab ini memuat tentang gagasan peneliti, posisi temuan/ teori
terhadap teori dan temuan-temuan yang dilakukan sebelumnya, serta
penjelasan dari temuan/teori yang diungkap dari lapangan mengenai
motivasi orang tua memilih homeschooling.
13
5. Bab V Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat temuan pokok atau
kesimpulan dan saran yang terdapat pada beberapa bab sebelumnya
yang telah dilakukan oleh peneliti.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Banyak teori yang mengemukakan tentang motivasi. Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia versi online disebutkan bahwa
motivasi adalah dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang
secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu. Atau usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau
mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Telah lama dipahami bahwa motivasi merupakan
pendorong bagi setiap individu untuk berperilaku. Motivasi dapat
diibaratkan sebagai sumber energi bagi setiap orang untuk
mencapai tujuannya. Apabila ada motivasi yang kuat, maka
seseorang akan bersungguh-sungguh dalam mencurahkan segala
perhatiannya untuk mencapai tujuan (Wahyuni, 2009:3).
Selain dari pengertian di atas, motivasi adalah faktor
penggerak. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti dorongan,
rangsangan, atau daya penggerak dalam diri seseorang. Dengan
kata lain motivasi adalah usaha menggerakkan (Wahyuni,
15
2009:12). Dapat dikatakan, bahwa motivasi adalah suatu dorongan
kehendak, yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.
Menurut Siagian (2012:137) motivasi merupakan akibat
dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya.
Karena itulah terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang
ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu
dibandingkan dengan orang-orang lain yang menghadapi situasi
yang sama. Bahkan seseorang akan menunjukkan dorongan
tertentu dalam menghadapi situasi yang berbeda dan dalam waktu
yang berlainan pula. Misalnya, tidak mustahil seorang mahasiswa
sangat tekun membaca suatu novel yang diangggapnya menarik
sampai ia selesai membaca buku tersebut, akan tetapi segera
merasa bosan atau mengantuk jika menghadapi buku teks yang
nota bene harus dikuasainya dalam menghadapi ujian yang akan
segera ditempuhnya di kampusnya. Berarti apabila berbicara
mengenai motivasi, salah satu hal yang amat penting untuk
diperhatikan adalah bahwa tingkat motivasi berbeda antara seorang
dengan orang lain dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan.
b. Unsur, Fungsi, dan Indikator Motivasi
Motivasi merupakan suatu pendorong yang mengubah
energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk
mencapai tujuan tertentu. Motivasi di sini merupakan suatu alat
16
kejiwaan untuk bertindak sebagai daya gerak atau daya dorong
untuk melakukan suatu pekerjaan (Kompri, 2015:4).
1) Unsur Motivasi
Di dalam perumusan ini ada tiga unsur yang saling
berkaitan. Menurut Hamalik dalam Kompri (2015:5) yaitu
sebagai berikut:
a) Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam
pribadi. Perubahan-perubahan tertentu di dalam sistem
neuropsiologis dalam organisme manusia, misalnya karena
terjadi perubahan dalam sistem perencanaan maka timbul
motif lapar. Tapi ada juga energi yang tidak diketahui.
b) Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective
arousal. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu
merupakan suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan
kelakuan yang bermotif. Perubahan ini mungkin dapat atau
tidak bisa kita lihat. Sebagai contoh di sini adalah ketika
terdapat seseorang yang terlibat akan suatu diskusi dan ia
tertarik dengan bahasan diskusi tersebut, maka tak
dipungkiri orang tersebut dapat berbicara dan
mengeluarkan kata-kata secara lancar dan cepat.
c) Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai
tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons-
respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang
17
disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap
respons merupakan langkah ke arah mencapai tujuan.
Misalnya, si A ingin mendapat hadiah maka ia akan belajar,
mengikuti ceramah, membaca buku, dan mengikuti les.
2) Fungsi Motivasi
Fungsi motivasi menurut Hamalik dikutip Yamin dalam
Kompri (2015:5), meliputi sebagai berikut:
a) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan
seperti belajar.
b) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan
perbuatan pencapaian tujuan yang diinginkan
c) Motivasi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
3) Indikator Motivasi
Newstrom, dikutip Wibowo dalam Kompri (2015:5),
mengemukakan bahwa sebagai indikator motivasi adalah:
a) Engagement. Engagement merupakan janji pekerja untuk
menunjukkan tingkat antusiasme, inisiatif, dan usaha
meneruskan.
b) Commitment. Komitmen adalah suatu tingkatan di mana
pekerja mengikat dengan organisasi dan menunjukkan
tindakan organizational citizenship.
18
c) Satisfaction. Kepuasan merupakan refleksi pemenuhan
control psikologis dan memnuhi harapan di tempat kerja.
d) Turnover. Turnover merupakan kehilangan pekerja yang
dihargai.
c. Karakteristik Motivasi
Seperti pengertian awal, bahwasanya motivasi adalah suatu
kecenderungan atau disposisi untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu, dan sebuah motive adalah kebutuhan atau keinginan yang
menyebabkan kecenderungan-kecenderungan. Motivasi
memunculkan keinginan untuk mencapai tujuan.
1) Kecenderungan untuk bertindak
Terkadang sulit untuk menyimpulkan motivasi dari
tindakan-tindakan yang diamati, karena dapat menimbulkan
kesalahan-kesalahan apabila pengamatan itu kurang teliti
(Wahyuningsih, 2009:17).
2) Membangkitkan dan mengarahkan
Membangkitkan dan mengarahkan merupakan aspek-aspek
yang penting dari motivasi. Pada saat seseorang termotivasi,
maka akan muncul dorongan-dorongan, baik secara fisik
maupun psikologi untuk berusaha (Wahyuni, 2009:17-18).
3) Permanen atau temporer
Walaupun semua definisi menyatakan bahwa motivasi ada
dalam diri seseorang dalam periode waktu yang lama, namun
19
demikian ada dua motive yang memiliki keadaan waktu relatif
pendek atau kadang-kadang (temporary) dalam lingkungan
atau situasi tertentu dan terdapat juga motif-motif permanen
(Wahyuningsih, 2009:19).
Dalam kasus temporary motives, contohnya adalah ketika
ada siswa yang merasakan kecemasan yang amat sangat pada
saat akan menghadapi ujian, hal tersebutlah yang mendorong
siswa tersebut untuk berusaha untuk dapat mengerjakan soal
ujian dan menghadapi kecemasan mereka. Sedangkan dalam
kasus permanent motives adalah ketika siswa sekolah dasar
sedang berusaha mengeksplor hal-hal baru yang ada di
sekitarnya.
4) Motivasi, dipelajari, atau pembawaan
Motivasi juga mempunyai berbagai macam jenis. Apakah
merupakan hasil belajar (dibutuhkan pengalaman) ataukah
pembawaan sejak lahir. Cemas menghadapi ujian, dan
motivasi berprestasi adalah salah satu contoh motivasi yang
dipelajari. Sedang lapar, keingintahuan, dan kreativitas
merupakan motivasi yang tidak dipelajari (Wahyuningsih,
2009:20-21).
20
d. Sumber Motivasi
Ada banyak faktor dalam diri maupun dari luar yang
mempengaruhi motivasi. Faktor faktor tersebut disebut motivasi
intrinsik, dan motivasi ekstrinsik.
1) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang tumbuh dari
dalam diri individu dan menjadi fenomena yang penting
(Wahyuningsih, 2009:25).
Pada manusia, motivasi intrinsik tidak hanya sekedar untuk
membentuk motivasi atau keinginan untuk beraktivitas, tetapi
juga menjadi salah satu bagian yang penting dalam hidup
mereka. Sejak lahir, manusia yang berada dalam kondisi sehat
akan selalu aktif, ingin tahu, bermain, menunjukkan kesiapan
untuk belajar, dan mengeksplor lingkungan di sekitarnya, dan
mereka tidak membutuhkan dorongan eksternal untuk
melakukan semua itu (Wahyuningsih, 2009:26).
Menurut Ryan & Deci dalam Wahyuningsih (2009:27),
walaupun sebagai salah satu perasaan (sense) yang ada dalam
diri individu, namun di sisi lain perasaan motivasi intrinsik
berkaitan dengan individu dan aktivitas-aktivitas yang
dilakukannya.
Setiap diri individu telah ada dorongan sendiri, tidak perlu
adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Misalnya orang
21
yang gemar membaca, tidak usah ada yang mendorongnya
telah mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya, orang yang
rajin dan bertanggung jawab tidak usah menanti komando
sudah belajar secara sebaik-baiknya (Kompri, 2015:6).
2) Motivasi Ekstrinsik
Walaupun telah jelas dipahami bahwa motivasi intrinsik
merupakan tipe motivasi yang paling penting dalam
mengarahkan dan mendorong perilaku, namun juga tidak selalu
bahwasanya seseorang termotivasi dengan motivasi intrinsik
saja. Motivasi ekstrinsik merupakan sebuah konstruk yang
berkaitan dengan sebuah aktivitas yang dilakukan untuk
mendapatkan beberapa hasil karena faktor di luar individu
(Wahyuningsih, 2009:29-30).
Sebagai contoh di sini peran dari motivasi ekstrinsik
adalah, ketika seseorang anak belajar dengan giat karena takut
dimarahi orang tuanya. Maka di sini motivasi terbesar yang
mempengaruhi anak tersebut adalah motivasi eksternal, yaitu
takut akan orang tuanya, bukan dari motivasi internal yang
harusnya muncul dari dirinya sendiri.
Contoh yang lain adalah, ketika orang membaca sesuatu
karena diberi tahu bahwa hal itu harus dilakukannya sebelum ia
dapat melamar pekerjaan, dan sebagainya (Kompri, 2015:6).
22
e. Pola Motivasi
Setiap orang cenderung mengembangkan pola motivasi
tertentu dari hasil lingkungan budaya tempat orang itu hidup.
Empat pola motivasi yang sangat penting menurut Davis d &
Newstrom dalam Kompri (2015:7) adalah:
1) Prestasi, yaitu dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk
maju dan berkembang.
2) Afiliasi, yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang-
orang secara efektif.
3) Kompetensi, yaitu dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan
kualitas tinggi.
4) Kekuasaan, yaitu dorongan untuk mempengaruhi orang-orang
dan situasi.
f. Teori Motivasi
Menurut Purwanto dalam Kompri (2015:8) beberapa teori
motivasi adalah sebagai berikut:
1) Teori Hedonisme. Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti
kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah
suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan
hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan
(hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan
hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang
23
mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan
kenikmatan.
2) Teori Naluri. Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan
nafsi pokok yang dalam hal ini disebut juga naluri. Menurut
teori ini, untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri
mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
3) Teori Reaksi yang Dipelajari. Teori ini berpandangan bahwa
tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri,
tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari
kebudayaan di tempat orang itu hidup.
4) Teori Kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk
memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun
kebutuhan psikis. Oleh karena itu, menurut teori ini, apabila
seorang pemimpin bermaksud memberikan motivasi kepada
seseorang, ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa
kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya.
24
2. Orang Tua
a. Pengertian Orang Tua
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, orang tua adalah
ayah, ibu kandung (Depdikbud, 1993:995). Orang tua adalah orang
yang menjadi anutan anaknya. Setiap anak, mula-mula mengagumi
kedua orang tuanya. Karena itulah, peneladanan sangat perlu.
Tugas orang tua adalah melengkapi dan mempersiapkan anak
menuju kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan
pengarahan yang tepat agar dapat membantu anak dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat nantinya.
Menurut Zakiah Daradjat (1992:35) dalam bukunya yang
berjudul Ilmu Pendidikan Islam,menuliskan bahwasanya orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka.
Karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Dengan demikian, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam
kehidupan keluarga.
Orang tua adalah orang dewasa yang memikul tanggung
jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal
kehidupannya berada di tengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari
merekalah anak mulai mengenal pendidikannya (Aly,
1999:87).Seperti Firman Allah dalam surat At-Tahrimayat 6:
25
قىدها ال اس فسكن واهلكن اسا و يآ أيها ال زيي آهىا قىا ا
هللا ها والحجاسة عليها هآلئكت غلظ شذاد ل يعصىى
اهشهن ويفعلىى ها يؤهشوى
Artinya: Hai orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (At-Tahrim:6).
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa orang tua adalah ayah atau ibu bagi seorang anak, baik
melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua
memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak.
Sebutan ayah ataupun ibu diberikan kepada orang yang
mempunyai anak baik anak tersebut merupakan anak kandung
ataupun anak angkat (adopsi). Orang tua juga bisa didefinisikan
sebagai orang yang bertanggung jawab atas sebuah keluarga di
dalamnya dan juga perihal mengurus rumah tangga serta tugas
sehari-hari. Tugas orang tua adalah mempersiapkan kebutuhan,
keperluan, atau bimbingan kepada anak.
Ketika zaman terus berkembang, maka orang tua pun
semakin dituntut untuk menjadi orang tua masa kini yang harus
memiliki strategi khusus bagi masa depan anak-anaknya. Orang tua
26
ingin melihat anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri dan
sukses bagi orang terdekatnya (Revaldi, 2010:9).
Orang tua memegang peranan penting dalam pendidikan
anak-anaknya. Di samping dari tugas ayah yang sebagai tulang
punggung keluarga, dan ibu yang menjadi ibu rumah tangga dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka tetap wajib untuk memperluas ilmu
mereka, karena orang tua adalah madrasah pertama bagi anak,
terutama adalah seorang ibu, karena bagaimanapun juga, dalam
kesehariannya, anak nantinya akan lebih menghabiskan waktu
dengan ibu.
Dengan demikian, jelaslah bahwasanya orang tua memiliki
tanggung jawab dan peranan besar bagi anaknya. Bertanggung
jawab untuk mendidik, mengarahkan, dan tentu saja untuk
mempersiapkan masa depan bagi anak.
b. Kewajiban Orang tua dan Tanggung Jawab Orang tua
terhadap Anak
1) Kewajiban Orang tua Terhadap Anak
Sebagaimana kita tahu, anak merupakan anugerah dan
titipan dari Allah kepada orang tua. Oleh karena itu, anak
haruslah dibina, dididik, dan diarahkan dalam kebaikan. Orang
tua di sini mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya yaitu
pertama, memberikan nama yang baik kepada anak, karena
nama adalah sebuah ungkapan doa yang dipanjatkan orang tua
27
untuk anaknya. Kedua, mendidik dan mengarahkan anak sesuai
dengan ajaran Islam. Ketiga, mengajarkan anak membaca dan
menulis sesuai dengan perintah Allah SWT, hal ini terdapat
pada Al-Qir‟an surah An-Nisa:
ا ف ا عض ت ي س ر ن ه ف ل خ ي ا ه ى ك ش ت ى ل ي ي ز ال ش خ ي ل و
ىل ىا ق ل ى ق ي ال ىا هللا و ق ت ي ل ف و ه ي ل اع ى اف خ اذ ي ذ Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya (mereka) meninggalkan dibelakang mereka anak-
anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan
mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (An-Nisa :9).
2) Tanggung Jawab Orang tua terhadap Anak
Orang tua atau ayah dan ibu memegang peranan penting
dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya, sejak
seseorang lahir, ibunyalah yang selalu di sampingnya
(Daradjat, 2011:35).
Menurut Ahid (2010:99) dalam bukunya Darma Susanto,
keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan
keluarga pertama mendapat pengaruh, karena itu keluarga
merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal
dan kodrati.
Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya terwujud
dalam bentuk yang bermacam-macam. Secara garis besar bila
28
diuraikan maka tanggung jawab orang tua terhadap anaknya
adalah bergembira menyambut kelahiran anaknya, memberi
nama baik, memperlakukannya dengan lembut dan kasih
sayang, menanamkan akidah, melatih dan mengajarkan sholat,
bersikap adil, memperhatikan teman anak, menghormati anak,
memberikan hiburan, mencegah perbuatan bebas, menjauhkan
anak dari hal-hal yang berbau porno, menempatkannya dalam
lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat kepada anak,
serta mendidiknya bertetangga dan bermasyarakat yang baik
(Djamarah, 2004:28). Maka berdosalah orang tua apabila tidak
mengajarkan kepada anak tentang hal-hal mendasar hingga
menyebabkan anak mereka terjerumus, dan tidak menjalankan
perintah Allah SWT. Seperti dalam surah Al-A‟raf:
ل ب ى ل ق ن ه ل س ال و ي ج ال ي ا ه ش ي ث ك ن ه ج ا ل أ س ر ذ ق ل و
ل اى ر آ ن ه ل ا و ه ب ى و ش ص ب ي ل ي ي ع ا ن ه ل ا و ه ب ى ى ه ق ف ي
اه ب ى ى ع و س ي ن ه ك ئ آلوا قلى ل ض ا ن ه ل ب ام ع ال ك ك ئ وآلا قلى
ى ى ل ف الغ ا
Artinya: Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahannam banyak
dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan
29
(ayat-ayat Allah). Mereka seperti ternak, bahkan lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (Al-A‟raf:179).
c. Peran Orang tua dalam Mendidik Anak
Menurut Mustaqim (2005:49), orang tua mempunyai peran
penting dalam mendidik putra-putrinya di dalam keluarga, yaitu:
1) Menyayangi anak bukan memanjakannya
Kasih sayang memang penting dan harus diberikan kepada
anak, karena dalam Islam pun juga menekankan sikap kasih
sayang terhadap anak. Namun tampaknya sebagian orang tua
tidak dapat membedakan antara menyayangi dan memanjakan.
Kadang-kadang orang tua terlalu berlebihan dalam menyayangi
anaknya, hingga terperosok pada sikap yang memanjakannya.
2) Sikap bijak dalam mendidik anak
Sebagai orang tua harus sungguh-sungguh dalam mendidik,
membimbing, dan membombong anaknya. Berhasil tidaknya
proses pendidikan bergantung pada sikap bijak orang tua dalam
mendidiknya.
3) Membangun komunikasi efektif dengan anak
Komunikasi orang tua dengan anak harus dibangun atas
dasar kebutuhan kasih sayang antara kedua belah pihak.
Kebutuhan ini dapat diaplikasikan setiap saat sepanjang
komunikkasi efektif bagi keduanya. Misalnya, saat makan
bersama, liburan bersama, saat di rumah, dan lain sebagainya.
30
4) Jangan menghukum fisik anak
Pendidikan yang semestinya harus berjalan secara
manusiawi dan menjauhkan hukuman fisik atau kekerasan. Jika
hendak melarang, orang tua sebaiknya melakukannya tanpa
menimbulkan rasa takut pada anak. Kritik pun perlu dijaga agar
disampaikan secara wajar, selayaknyalah orang tua
berkepribadian matang dan memiliki keterampilan pengasuhan
yang baik. Salah satunya adalah jangan terlalu sering
menggunakan kekerasan atau hukuman fisik terhadap anak.
5) Selalu siap membantu anak
Orang tua haruslah siap dalam membantu anak. Anak yang
kurang kasih sayang dan perhatian berpotensi menjadi anak
yang nakal. Sebab, biasanya ia akan mencari tempat di luar
rumah yang dapat menerima dirinya dan memberi kasih sayang
kepadanya. Celakanya, jika tempat itu adalah tempat yang
buruk, hampir pasti ia akan terpengaruh oleh lingkungan
tersebut.
Jika melihat uraian di atas, maka dapat ditarik suatu
pembelajaran bahwasanya orang tua harus dapat memberi
perhatian dan kasih sayang terhadap anak. Selain itu, orang tua
juga harus siap dalam membantu anak, karena bagaimanapun,
anak tentu sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian
31
orang tua mereka. Jika orang tua mampu memberikan itu, maka
anak tidak akan terjerumus ke dalam pergaulan yang buruk.
6) Menjaga kesehatan jasmani dan rohani anak sejak dini
Agar tumbuh menjadi generasi yang kuat dan sehat jasmani
serta rohani, orang tua harus memperhatikan kesehatan anak-
anaknya dan menjaga mereka dari penyimpangan-
penyimpangan moral sejak kecil.
7) Menciptakan keluarga yang harmonis
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami
disfungsi perkawinan mempunyai resiko tinggi untuk
menderita gangguan perkembangan kepribadiannya, baik
perkembangan mental-intelektual, mental emosional, maupun
mental-psikososial. Karena itu, menciptakan kondisi keluarga
yang harmonis menjadi sangat penting bagi proses pendidikan
anak.
Karena bagaimanapun, anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang harmonis, akan lebih bisa mengontrol emosinya,
lebih terarah, dan tentu saja lebih bahagia.
Keluarga sejahtera (masaalihul usroh), menurut Asnawi
Latief dalam Djamarah (2004:115), memiliki unsur-unsur yang
meliputi suami (ayah), istri (ibu), dan anak. Semua itu harus
terjelma seperti berikut:
32
a) Suami istri yang saleh. Artinya yang dapat mendatangkan
manfaat dan faedah untuk dirinya, anak-anaknya, dan
masyarakatnya. Sehingga akan tercermin tindak tanduk
yang dapat menjadi contoh teladan, uswatun khasanah bagi
anak-anaknya maupun orang lain.
b) Anak-anaknya abror (baik) dalam pengertian berkualitas,
berakhlak, sehat rohani dan jasmani. Artinya produktif dan
kreatif, sehingga kelak tidak akan menjadi beban orang
lain.
c) Pergaulannya baik. Artinya pergaulan anak-anaknya
terarah, hanya dengan anak-anak yang bermental baik,
berpendidikan yang sepadan.
d) Berkecukupan rizkinya (sandang, pangan, dan papan).
Cukup di sini artinya dapat membiayai hidup dan
kehidupan keluarganya, baik untuk sandang, pangan, dan
papannya, maupun untuk biaya pendidikan dan ibadahnya.
Membangun keluarga sejahtera seperti disebut di atas
adalah sebuah cita-cita yang selalu didambakan oleh setiap
pasangan suami istri dalam kehidupan berumah tangga. Cita-
cita itu sudah mereka sepakati bersama jauh sebelum mereka
melangsungkan pernikahan.
Namun kenyataannya, tidak semua keluarga dapat
menciptakan suasana yang harmonis, banyak juga di antaranya
33
yang sering terlibat perselisihan dan juga konflik. Tetapi,
sebenarnya konflik itu tidak selalu negatif, jika kita dapat
menyelesaikannya secara kekeluargaan dan membuatnya
sebagai pembelajaran, sehingga tercipta keadaan yang lebih
hangat kembali.
8) Mengajarkan kedisiplinan pada anak
Sebagai orang tua berkewajiban untuk mengarahkan
tingkah laku anak supaya bersikap disiplin. Orang tua sangat
tidak dianjurkan untuk membiarkan anak berbuat semaunya
hingga mengabaikan nilai-nilai kedisiplinan. Hal ini akan
berdampak negatif bagi pribadi mereka.
d. Pola Asuh Orang tua terhadap Anak
1) Pengertian pola asuh
Menurut Assegaf (2010:1-2), pola merupakan kerangka
atau bentuk awal. Kata asuh mempunyai arti mendidik,
mengajar, dan merawat anak dari awal kehadirannya sampai
batas waktu tertentu. Jadi dapat disimpulkan, bahwa pola asuh
adalah cara yang digunakan untuk mengasuh anak yang bersifat
spesifik, dengan tujuan membentuk anak yang diimpikan dan
diterapkan dalam kehidupan keluarga.
Definisi lain menurut Nawawi dalam Mansur (2005:35)
pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh
orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan
34
rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya. Dalam kaitannya
dengan pendidikan, berarti orang tua mempunyai tanggung
jawab yang disebut tanggung jawab premier, yaitu tanggung
jawab yang harus dilaksanakan, kalau tidak maka anak-
anaknya akan mengalami kebodohan dann lemah dalam
menghadapi kehidupan zaman.
2) Macam-macam pola asuh orang tua
a) Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara memberikan
aturan-aturan yang ketat, memaksa anak sesuai dengan
keinginan orang tua, tanpa menghiraukan pendapat dan
keinginan anak. Pola asuh ini juga ditandai dengan
hukuman-hukuman keras yang diberikan kepada anak.
Menurut Assegaf (2010:6) tipe otoriter biasanya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Umumnya dianut oleh masyarakat kelas bawah/ pekerja
2) Didominasi oleh hukuman fisik dan kata-kata kasar
3) Menuntut kepatuhan semata
4) Sikap acceptance rendah dan control tinggi
5) Orang tua bersikap mengharuskan anak melakukan
sesuatu tanpa kompromi
b) Pola asuh demokratis
35
Pola asuh ini ditandai dengan perhatian terhadap
kemauan dan juga pendapat dari anak-anaknya. Dalam pola
asuh ini, anak diberikan sedikit kebebasan agar tidak selalu
bergantung kepada orang tua. Dalam menentukan rencana
ke depan, anak dilibatkan, dan tentu saja mempunyai
kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya
.
Menurut Assegaf (2010:8) tipe demokratis biasanya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Umumnya memprioritaskan pengembangan IQ dan EQ
2) Identik dengan modal barat tetapi masih mengindahkan
nilai dan budaya ketimuran
3) Sikap acceptance dan control seimbang
4) Mendorong anak untuk menyatakan pendapatnya
5) Segala sesuatu coba dijelaskan
c) Pola asuh laisses fire
Pola asuh ini, anak lebih dididik secara bebas,
karena anak dianggap dewasa atau muda dalam mengambil
keputusan. Kontrol terhadap anak pun juga sedikit lemah
jika dibandingkan dengan pola asuh lainnya. Pola asuh ini
dapat diterapkan kepada anak yang memang sudah matang
pemikirannya.
36
e. Orang Tua dan Anak dalam Keluarga
Orang tua dan anak adalah satu ikatan dalam jiwa. Tak
seorang pun dapat mencerai-beraikannya. Ikatan itu dalam bentuk
hubungan emosional antara orang tua dan anak (Djamarah,
2004:27).
Antara orang tua dan anak mempunyai suatu ikatan batin
yang sudah pasti terjalin. Terkadang orang tua dapat merasakan
dan mengetahui apa yang terjadi dengan anak mereka, begitu pun
anak. Mereka satu sama lain mempunyai ikatan batin yang saling
terhubung.
Menurut Djamarah (2004:27), setiap orang tua yang
memiliki anak selalu ingin memelihara, membesarkan, dan
mendidiknya, meski terkadang harus menanggung beban malu
yang berkepanjangan. Sebab kehormatan keluarga salah satunya
juga ditentukan oleh bagaimana sikap anak dalam menjaga nama
baik keluarga. Lewat sikap dan perilaku anak, nama baik keluarga
dipertaruhkan.
Oleh karena itu, antara orang tua dan anak haruslah tercipta
hubungan yang baik terlebih dahulu. Karena kita tahu, anak adalah
tumpuan orang tua di masa depan. Orang tua mempunyai tanggung
jawab dalam mendidik anak, agar ke depannya anak dapat
dibanggakan dan tidak menjadi beban orang tua.
37
Sedangkan sifat-sifat fitrah orang tua yang diungkapkan
oleh M.Thalib dalam Djamarah (2004:28) adalah, senang
mempunyai anak, senang anak-anaknya salih, berusaha
menempatkan anak di tempat yang baik, sedih melihat anaknya
lemah atau hidup miskin, memohon kepada Allah bagi kebaikan
anaknya, lebih memikirkan keselamatan anak daripada dirinya
pada saat terjadi bencana, senang mempunyai anak yang bisa
dibanggakan, menghendaki anaknya berbakti kepadanya, bersabar
menghadapi perilaku buruk anaknya.
3. Homeschooling
a. Pengertian Homeschooling
Homeschooling terjemahan dalam bahasa Indonesianya
adalah sekolah rumah. Dalam sistem pendidikan nasional kita,
penyelenggaraan homeschooling didasarkan pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20/2003), Pasal 1, Ayat 1.
Bunyi undang-undang tersebut adalah sebagai berikut: “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan Negara.” Sementara itu, menurut data yang dihimpun
38
oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan
Nasional, ada sekitar 600 peserta homeschooling di Indonesia.
Sebanyak 83,3% atau sekitar 500 orang mengikuti homeschooling
majemuk dan komunitas, sedangkan sebanyak 16,7%, atau sekitar
100 orang, mengikuti homeschooling tunggal (Mulyadi, 2007:33-
36).
Pengertian umum dari homeschooling adalah sebuah
sekolah non formal ataupun sekolah alternatif selain dari sekolah-
sekolah umum. Di Indonesia homeschooling sudah ada sejak lama.
Homeschooling bisa juga diartikan sebagai model alternatif belajar
selain sekolah. Kegiatan tersebut berpusat dan di tanggung jawabi
oleh orang tua. Sesuai dengan namanya, homeschooling memang
berpusat di rumah. Namun dalam pelaksanaannya tidak serta merta
hanya di rumah saja.
Menurut Kembara (2007:16), homeschooling atau sekolah
rumah adalah konsep pendidikan pilihan yang diselenggarakan
oleh orang tua. Proses belajar mengajar diupayakan berlangsung
dalam suasana kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak
yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Homeschooling sebagai salah satu alternatif proses
pendidikan memberikan peluang seluas-luasnya kepada pesertanya
untuk mengembangkan diri, memilih akses terbaik untuk
memenuhi “kehausan” mereka terhadap materi pendidikan.
39
Homeschooling menjadi konsep alternatif yang layak diterapkan
untuk memberi pilihan terhadap setiap orang untuk menguasai
pengetahuan sesuai dengan gaya mereka masing-masing (Kembara,
2007:27).
Homeschooling yang dimaksud di sini adalah model
alternatif belajar selain di sekolah. Selain homeschooling, ada
istilah “Home Education” atau “Home-Based Learning” yang
digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama (Komariah,
2007:4).
Seperti dalam buku asing karangan Brainerd, Sobanski dan
Winegardner yang berjudul Basic Skill for Homeschooling
(2002:6), home-based learning or home education means using
your home as a base for learning, with community, travel, and
nature as equally important “schools.” School-at-home means
using a structured curriculum with the same methodology as an
institutional school, but in a family setting. Unschooling describes
structure-free and student-led learning, with the parents serving as
guides. Eclectic homeschooling is a mixture of methods. That said,
there are probably as many individual styles of homeschooling as
there are homeschoolers!.
Dari kutipan di atas dapat kita tarik definisi bahwasanya
home-based learning atau home education adalah proses belajar
berbasis rumah. Selain di rumah, home-based learning atau home
40
education juga bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Sebagai
contoh dengan melakukan perjalanan atau wisata ke alam terbuka,
dengan orang tua yang menjadi fasilitatornya.
Definisi homeschooling secara etimologi menurut Rachman
dalam skripsi Hanum, homeschooling adalah sekolah yang
diadakan di rumah. Sedangkan, secara hakiki, homeschooling
adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai
subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home. Dengan
pendekatan ini, anak merasa nyaman. Mereka bisa belajar sesuai
keinginan dan gaya belajar masing-masing.
Seperti dalam buku asing karya Caruana (2003:19), I
discuss matching your teaching style to your child‟s learning style.
Take the concept one step further and take your child‟s learning
style into account when you choose a testing or evaluation method.
For example, if you have a child who is primarily a visual learner,
he may become frustrated with a test that consists of listening to
directions and filling in a computerscored form. Or maybe you
have a kinesthetic learner who can‟t sit.
Disambung dengan kutipan dari buku karangan Brainerd,
Sobanski dan Winegardner (2002:17) bahwa, The physical, or
kinesthetic, learner is easily identified. You will notice them in a
room, fidgeting, twisting their hair, and playing with their school
supplies. Sitting still is a concept lost on these active people. It is
41
best explained that these learners think well while moving.
Usually, they enjoy sports, activities, and just plain “doing.” They
will enjoy acting out, interacting with manipulatives or teaching
tools, and any sort of dance or movement. Examples of adult
physical learners are professional athletes, craftspeople, surgeons,
actors, and dancers.
Dari kutipan di atas, bisa dilihat bahwa ada cara untuk
membuat anak merasa nyaman untuk belajar. Dengan cara, orang
tua dalam memfasilitasi belajar anak harus sesuai dengan
karakteristik masing-masing anak, seperti anak yang lebih condong
ke kecerdasan kinestetik, atau linguistik, atau lainnya. Disesuaikan
pula dengan kondisi yang ada, sehingga akan tercipta suasana yang
nyaman dan kondusif. Jika hal itu sudah dilakukan, maka bukan
tidak mungkin anak akan lebih mudah untuk menerima
pembelajaran.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Brainerd, Sobanski
dan Winegardner (2002:16), When planning your homeschooling
itinerary, you will begin by choosing the mode of educational
transportation from which you and your child will receive the most
benefit. When consideringyour vehicle for learning, consider your
child‟s learning style as well as your teaching style. The tripwill
not be very enjoyable if your child prefers a bicycle while you are
traveling by airplane. Also, remember that you do not have to
42
settle on one mode of transportation. The ability to choose one
orseveral educational vehicles is just one of the many
demonstrations of flexibility in homeschooling.
Di mana dalam memulai homeschooling berarti, harus
dipilih terlebih dahulu mode pendidikan yang bagaimana yang
dirasa tepat untuk anak. Pertimbangkan pula gaya belajar anak, dan
gaya mengajar orang tua. Jika memang dirasa kurang, maka orang
tua dapat mengeksplorasi model-model dan gaya belajar yang
sesuai dan membuat anak nyaman.
Selain beberapa uraian di atas, homeschooling juga dapat
diartikan sebagai proses layanan pendidikan yang secara sadar,
teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua/ keluarga di rumah
atau tempat-tempat lain, di mana proses belajar mengajar dapat
berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar
setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Jadi, homeschooling adalah pilihan sebuah keluarga untuk
bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan
mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling,
orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan
anak. Sementara pada sekolah regular, tanggung jawab itu
didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah (Komariah, 2007:4).
Orang tua adalah guru pertama bagi putra-putrinya. Namun
banyak orang tua yang sering bingung dan bertanya-tanya untuk
43
bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya di rumah bila
terpaksa harus menjalankan program homeschooling. Seharusnya
hal ini tidak perlu harus terjadi karena pada dasarnya setiap orang
tua di dunia memiliki bakat dan kemampuan alami sebagai guru
yang sangat profesional bagi putra-putrinya sendiri (Mulyadi,
2007:114).
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Layne dalam
Mulyadi (2007:127), bahwa bersekolah di rumah tidak akan
menyulap seorang anak menjadi pandai musik atau pintar
komputer. Tidak ada metode pendidikan yang bisa mengubah
mawar menjadi tulip. Namun, bersekolah di rumah bisa membantu
orang tua mendidik anak-anak sehingga mereka menjadi dirinya
sendiri.
Carol dalam buku Giffith, Mary yang merupakan seorang
anak praktisi homeschooling menuturkan bahwa, pendidikan tanpa
sekolah berarti mempelajari apa yang kita inginkan, saat kita
menginginkannya, dengan cara yang kita inginkan, di tempat yang
kita inginkan, untuk alasan kita sendiri. Pembelajaran diarahkan
pada si pembelajar; penasihat atau fasilitator dicari sesuai
keinginan si pembelajar.
Namun dalam homeschooling, bukan berarti anak-anak
belajar semaunya. Mereka juga dilatih untuk bertanggung jawab
terhadap pilihannya sendiri. Jadi dalam proses pembelajaran
44
nantinya, anak juga mampu mempertanggung jawabkan
pilihannya, dan mengikuti proses sampai pada tujuan akhir.
Homeschooling dilakukan untuk mengembangkan bakat dan minat
mereka.
Anak-anak pada dasarnya, memiliki kemampuan alamiah
untuk belajar dengan caranya sendiri. Orang tua tinggal
memfasilitasi intuisi dan semangat belajar yang luar biasa ini.
Karena pada dasarnya, setiap anak senang belajar. Lihat saja bayi
dan anak-anak balita yang begitu takjub melihat berbagai hal baru
yang dilihatnya (Mulyadi, 2007:134).
Kecenderungan itu adalah sesuatu yang alami. Sama saja
dengan bernapas. Mereka lahir dengan rasa ingin tahu yang besar.
Mereka memulai belajar dengan mengikuti ketertarikan mereka
terhadap segala hal. Kelak, salah satu hal akan membuat mereka
tertarik dibandingkan hal lain. Keluarga homeschooling belajar
bersama untuk memahami bahwa belajar adalah proses seumur
hidup (Kembara, 2007:64).
Dengan mendorong individu untuk mengikuti minat mereka
dan belajar dengan cara terbaik bagi mereka, anak-anak yang
mendapat pendidikan tanpa sekolah cenderung belajar dari
kekuatan mereka dan tidak berfokus pada kelemahan mereka
(Griffith, 2012:33).
45
Homeschooling memberikan kemandirian dan kreativitas
individual bukan pembelajaran secara klasikal. Homeschooling
juga akan membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi,
kondisi, dan lingkungan sosial yang terus berkembang. Jika
memang dari awal, anak memilih untuk beralih ke homeschooling,
maka anak juga dituntut untuk dapat bertanggung jawab akan
pilihannya dan menjalani homeschooling tanpa adanya beban serta
dapat enjoy atau menikmati proses yang ada.
Dengan pendekatan at home, anak-anak merasa nyaman
belajar karena mereka bisa belajar apapun sesuai dengan
keinginannya, kapan saja, dan di mana saja seperti ia tengah berada
di rumahnya. Mereka bisa belajar di mana saja, asal situasi dan
kondisinya benar benar nyaman. Maka, dalam sistem
homeschooling, jam pelajaran bersifat fleksibel, mulai dari bangun
tidur sampai dengan tidur kembali. Dan yang perlu digaris bawahi
adalah anak-anak harus dilatih untuk bertanggung jawab dengan
pilihannya sendiri (Kembara, 2007:24).
b. Sejarah Homeschooling
Pendidikan di rumah bukanlah sesuatu yang baru. Jauh
sebelum sistem pendidikan modern (sekolah), pendidikan berbasis
rumah sudah lama dilakukan. Sebagai contoh adalah orang tua
jaman dahulu sudah mengajarkan kepada anak mereka mengenai
46
akhlak, mengenai agama, dan bahkan sebelum itu semua, orang
tualah yang pertama kali mengajarkan anak berbicara.
Sesungguhnya bangsa Indonesia sudah lama mengenal
homeschooling. Sebelum sistem pendidikan Belanda hadir di bumi
tercinta ini, homeschooling sudah berkembang di Indonesia. Di
pesantren-pesantren, misalnya, banyak para kyai, buya, dan tuan
guru secara khusus mendidik anak-anaknya di rumah. Begitu pula
para pendekar dan bangsawan zaman dahulu. Mereka lebih suka
mendidik anak-anaknya secara pribadi di rumah atau
padepokannya ketimbang memercayakan pendidikannya kepada
orang lain (Mulyadi, 2007:59-60).
Walaupun berbeda seperti sistem homeschooling yang ada
pada saat ini, namun contoh tersebut bisa dikatakan bahwa
pendidikan pertama memang berbasis pada orang tua dan di rumah.
“Pada tahun 1927”, demikian kisah Koran Republika edisi
Ahad, 21 Januari 2007, “Mohammad Roem sempat menyambangi
keluarga Agus Salim di Gang Lontar 1. Dan dia mendapati anak-
anak Agus Salim yang baru berumur empat tahun fasih bercakap
dalam bahasa Belanda.” (Mulyadi, 2007:61-62).
K.H. Agus Salim, yang tamatan HBS (Hoogere
Burgerschool) enggan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah
Belanda. Dia tidak ingin anak-anaknya terpengaruh pikiran dan
kebudayaan penjajah. Saat menikahi Zaitun Nahar pada 1912, K.H.
47
Agus Salim meminta istrinya banyak membaca dan berdzikir
karena ingin mendidik sendiri anak-anaknya (Republika edisi
Ahad, 21 Januari 2007 dalam Mulyadi, 2007:63).
Selain itu, bangsawan pada jaman dahulu pun juga
mengundang orang-orang yang pandai untuk mengajar anak
mereka. Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu (Komariah,
2007:5-6).
Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan
berbagai alasan. Selain alasan keyakinan (believe), pertumbuhan
homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem
pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan sosial di sekolah yang
tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
homeschooling. Keluarga praktisi homeschooling memiliki
beragam profesi; dokter, pegawai pemerintah, pegawai swasta,
pemilik bisnis, bahkan guru di sekolah umum (Komariah, 2007:7).
Homeschooling semakin banyak diminati, karena
pengajaran di sekolah mengenai etika, keterampilan, keagamaan,
dan budaya dirasa kurang mencukupi. Jika di sekolah, anak lebih
dituntut untuk fokus mengejar nilai dan ijazah, berbeda dengan
homeschooling yang tidak mengajarkan anak untuk mengejar nilai
dan ijazah. Melainkan untuk menyukai belajar sambil
mengembangkan bakat dan minat mereka.
48
Kebanyakan dari kita begitu terbiasa memikirkan
pendidikan sebagai proses formal dari kuliah-kuliah, buku-buku
teks, latihan-latihan, dan ujian-ujian sehingga kita lupa betapa
banyaknya kita belajar dari lingkungan bahkan tanpa berpikir soal
itu (Griffith, 2012:43).
c. Jenis-jenis Homeschooling
1) Homeschooling Tunggal
Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang
dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung
dengan lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan
karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui
atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lain.
Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku
homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan
komunitas homeschooling lain (Mulyadi, 2007:36).
Kelemahan homeschooling tunggal murni adalah tidak
adanya mitra (partner) untuk saling mendukung, berbagi, atau
membandingkan keberhasilan dalam proses belajar. Namun, jika
orang tua dan anak yang terkait sudah siap dengan resiko tersebut,
maka hambatan-hambatan tadi bukanlah masalah besar (Kembara,
2007:31).
2) Homeschooling Majemuk
49
Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang
dilaksanakan oleh dua orang atau lebih keluarga untuk kegiatan
tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang
tua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang
dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan
kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan
olahraga (misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni,
kegiatan sosial, dan kegiatan keagamaan (Mulyadi, 2007:36-37).
Karena melibatkan anak-anak lain, tentu saja proses belajar
menjadi dinamis. Insting sosial pada diri anak pun bisa “tumpah”
seperti seharusnya. Dalam kelompok kecil ini, semangat
berkompetisi pun akan muncul. Masing-masing anak akan memacu
diri untuk berprestasi lebih baik daripada yang lain.
Namun, terlibatnya beberapa individu dalam kelompok
homeschooling ini praktis memunculkan berbagai konsekuensi.
Salah satunya kebutuhan untuk berkompromi dengan peserta lain
dalam hal jadwal, suasana, fasilitas, dan pilihan kegiatan
(Kembara, 2007:32).
3) Komunitas Homeschooling
Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa
komunitas homeschooling majemuk yang menyusun dan
menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga,
musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal
50
pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan antara orang tua dan
komunitasnya kurang lebih 50:50. Salah satu alasan memilih
komunitas homeschooling adalah terstruktur dan lebih lengkap
untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia, dan
pencapaian hasil belajar (Mulyadi, 2007:38).
Hal yang khas dari komunitas homeschooling adalah ruang
gerak sosialisasi peserta didik lebih luas, tetapi dapat dikendalikan.
Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab
untuk saling mengajar sesuai dengan keahliannya masing-masing
(Kembara, 2007:34).
Melihat dari penjabaran di atas, homeschooling terbagi
menjadi tiga, yaitu; tunggal, majemuk, dan komunitas. Perihal
pemilihan homeschooling sepenuhnya diserahkan kepada orang tua
dan anak yang terkait. Karena dari ketiga jenis homeschooling
tersebut mempunyai karakteristik dan kelebihan masing-masing,
yang dapat disesuaikan menurut kebutuhan dari masing-masing
keluarga.
d. Manfaat Homeschooling
Terdapat beberapa manfaat dari homeschooling menurut
Mulyadi (2007:44-58). Di antaranya yaitu:
1) Anak-anak Menjadi Subjek Belajar
Selama ini ada kesan, ketika anak belajar, dia seolah-olah
menjadi objek kurikulum. Dengan kata lain, kegiatan beajar-
51
mengajar yang selama ini diselenggarakan bukan menjadikan
kurikulum itu untuk anak, tetapi bahkan sebaliknya.
Akibatnya, terjadilah kegiatan belajar yang “memaksa” anak
untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum.
Melalui homeschooling, anak-anak benar-benar diberi
peluang untuk menentukan materi-materi yang ingin
dipelajarinya. Anak-anak menjadi subjek dalam kegiatan
belajar.
2) Objek yang Dipelajari Sangat Luas dan Nyata
Homeschooling akan membawa anak-anak untuk belajar di
dunia nyata, di alam yang sangat terbuka. Di samping itu,
objek yang dipelajari anak pun bisa sangat luas.
Homeschooling dapat membebaskan anak untuk belajar apa
saja sesuai dengan minat dan hal-hal yang disukainya. Sesekali
mereka dapat berkunjung ke berbagai tempat yang bisa
menjadi objek pelajaran.
3) Ajang Menanamkan Cinta Belajar
Selama ini tak sedikit orang tua yang karena kesibukannya,
cenderung memasrahkan semua pendidikan anak kepada
sekolah-sekolah formal. Ini tidak salah, namun terkadang
pemasrahan itu disertai juga dengan ketidakpedulian terhadap
nasib pendidikan anak-anaknya.
52
Homeschooling dapat menyadarkan kepada para orang tua
bahwa belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Dan ini bisa dijadikan ajang untuk menanamkan rasa cinta
belajar kepada sang anak.
4) Memberikan Kemudahan Belajar karena Fleksibel
Kunci utama homeschooling adalah fleksibel. Jadi tidak
boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana sekolah
formal. Itulah sebabnya, bagi peserta homeschooling yang
semula berasal dari sekolah formal diperlukan penyesuaian diri
yang bertahap.
Untuk keluarga yang memulai pendidikan tanpa sekolah
setelah anak mereka sudah bersekolah, belajar untuk
membiarkan agar pendidikan tanpa sekolah bisa berhasil
merupakan proses yang lebih sulit (Griffith, 2012:27).
Apabila anak bosan, dan merasa tidak ada yang bisa
dilakukan, maka anak bisa diajak untuk pergi keluar
mengunjungi tampat yang menarik. Setelah itu, anak bisa
diminta untuk membuat catatan perjalanan atau karangan
menarik berdasarkan pengalaman dia mengunjungi tmempat-
tempat tersebut.
5) Mendukung Belajar secara Kontekstual
Kontesktual berasal dari kata kerja Latin, contexere, yang
berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks” merujuk pada
53
“keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yang
berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya, dan
homeschooling sangat memungkinkan untuk menampung
sekaligus mendukung kegiatan belajar yang kontekstual ini.
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu sangat berguna bagi pembahasan
skripsi ini. untuk melakukan penelitian dalam skripsi ini, peneliti
melakukan kajian terlebih dahulu terhadap penelitian-penelitian terdahulu.
Pertama, penelitian terdahulu yang mengambil peran orang tua
homeschooling sebagai subjek penelitian, terdapat dalam penelitian yang
berjudul “Peran dan fungsi orang tua dalam homeschooling” (Afranisa,
2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan juga
fungsi orang tua dalam homeschooling. Peranan orang tua di sini sangat
penting dilakukan karena dalam perkembangan anak sangat penting
dilakukan pendampingan. Apalagi dalam homeschooling, karena di dalam
homeschooling, orang tua sangat berpengaruh besar. Persamaan dari
penelitian ini dan penelitian yang sedang dilakukan ini adalah sama-sama
mengkaji tentang homeschooling dan kaitannya dengan orang tua. Serta
perbedaan di sini adalah, penelitian terdahulu hanya berfokus pada peran
dan fungsi orang tua dalam homeschooling. Sedangkan penelitian yang
dilakukan di sini adalah tentang motivasi orang tua dalam memilih
homeschooling sebagai sarana pendidikan anak.
54
Kedua, penelitian yang mengambil tema tentang motivasi orang
tua adalah “Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak di MTs. Aswaja
Kec. Tengaran Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017” oleh
Muhammad Fatih Rohman. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana
motivasi orang tua dalam memilih sekolah sebagai sarana pendidikan
anak. Karena dalam hal ini penulis mengerti betul bahwasanya motivasi
orang tua sangat penting bagi pendidikan anak. Motivasi adalah penggerak
dalam mencapai suatu tujuan. Dan motivasi orang tua di sinilah yang
menjadi pokok penting bagi anak kedepannya. Inilah yang menjadi
persamaan dalam penelitian yang sedang diteliti. Adapun perbedaannya di
sini adalah tentang fokus yang di teliti, penelitian terdahulu meneliti
tentang motivasi orang tua menyekolahkan anak di MTs. Di mana sekolah
tersebut adalah sekolah berbasis Islam. Sedangkan yang peneliti tulis di
sini adalah mengenai motivasi orang tua dalam memilih sekolah non
formal dalam hal ini adalah homeschooling sebagai sarana pendidikan
anak.
Ketiga, penelitian yang mengambil tema tentang homeschooling
adalah “Strategi Pembelajaran Orang tua dalam Melaksanakan
Homeschooling pada Anak” pada tahun 2016,oleh Yuli Ariyani.
Penelitian ini membahas tentang strategi orang tua dalam melaksanakan
homeschooling pada anak. Bagaimana anak itu dibina dan dibimbing
dengan strategi yang dilakukan oleh orang tua kepada anak. Kesamaan di
sini adalah tentang materi yang dibahas sama-sama mengenai
55
homeschooling anak. Sedangkan perbedaan yang terlihat di sini adalah
tentang penelitian tentang orang tua. Di mana yang dahulu meneliti
tentang strategi orang tua, dan yang ingin peneliti kaji di sini adalah
tentang motivasi orang tua dalam memilih sekolah homeschooling.
Keempat, penelitian yang mengambil tema mengenai
homeschooling adalah “Alasan Orang tua Menyekolahkan Anaknya pada
Homeschooling (Komunitas) Kak Seto Pekanbaru” yang diteliti pada
tahun 2013, oleh Wahyuningsih. Penelitian ini membahas secara rinci
mengenai alasan orang tua mengapa memilih homeschooling (komunitas)
Kak Seto Pekanbaru, untuk dijadikan sarana pendidikan anak mereka.
Kesamaan penelitian ini dan penelitian yang akan peneliti kaji adalah
mengenai alasan atau motivasi orang tua yang mendasari memilih
homeschooling dan bukan sekolah formal biasa untuk menyekolahkan
anak mereka. Sedangkan perbedaan yang terlihat dalam penelitian ini dan
penelitian yang ingin peneliti dalami adalah, penelitian ini lebih dominan
kepada membandingkan alasan intrinsik dan alasan ekstrinsik orang tua
ketika memilih homeschooling (komunitas) Kak Seto Pekanbaru, dan yang
ingin peneliti dalami di sini adalah mengenai motivasi orang tua memilih
homeschooling untuk menyekolahkan anak mereka, dan juga karakteristik
yang terdapat dalam homeschooling sehingga orang tua memilihnya untuk
menyekolahkan anak mereka.
Kelima, penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai
homeschooling adalah penelitian oleh Heryanto Susilo pada tahun 2016,
56
dengan judul “Membangun Perilaku Etis melalui Homeschooling: Strategi
Membangun Karakter Anak” membahas tentang pembangunan karakter
anak melalui homeschooling. Kesamaan dari penelitian yang terdahulu
dengan penelitian yang peneliti kaji saat ini adalah pendalaman tentang
homeschooling, serta karakteristik homeschooling yang belum banyak
diketahui masyarakat awam. Sedangkan perbedaan di sini adalah,
penelitian tersebut lebih condong kepada pembentukan karakter dan
perilaku etis anak melalui homeschooling, bukan mengenai motivasi
ataupun alasan orang tua memilih homeschooling.
Keenam, penelitian yang mengambil tema tentang homeschooling
adalah “Homeschooling: Sebuah Alternatif Pendidikan bagi Peserta
Didik Merlion International School Surabaya” oleh Gunarti Dwi Lestari,
pada tahun 2016. Penelitian ini membahas mengenai alternatif pendidikan
selain pendidikan formal seperti kebanyakan. Di mana yang dibahas dalam
penelitian tersebut adalah Merlion Internatioanal School Surabaya, yang
merupakan pilihan sekolah alternatif untuk menyekolahkan anak. Merlion
International School Surabaya ini pun juga mempunyai ujian kesetaraan,
dan memiliki sarana dan prasarana baik yang bisa dipilih sebagai alternatif
sekolah anak, selain sekolah formal biasanya. Persaaman dari penelitian
ini, dan penelitian yang peneliti kaji di sini adalah tentang pembahasan
sekolah alternatif yang dapat dipilih orang tua untuk menyekolahkan anak
mereka, diluar dari sekolah formal kebanyakan. Dalam hal ini yaitu
57
homeshooling. Adapun perbedaannya adalah mengenai fokus penelitian
yang diambil.
Ketujuh, penelitian dengan judul “Perkembangan Sosial
Emosional Anak Homeschooling di Homeschooling Group (HSG) Khoiru
Ummah Surabaya” yang diteliti oleh Rezka Arina Rahma pada tahun 2016
ini membahas mengenai anak anak yang bersekolah di Homeschooling
Group (HSG) dan perkembangan sosial emosional anak. Sehingga
dikemukakan hasil penelitian dengan menyoroti beberapa anak
homeschooling dan bagaimana interaksi sosial mereka dengan teman
sebaya ataupun dengan lingkungannya. Persamaan dari penelitian ini
adalah tentang perkembangan anak yang diteliti, namun yang lebih
ditonjolkan dalam penelitian terdahulu adalah tentang sosial
emosionalnya, sedangkan penelitian yang peneliti kaji di sini lebih
membahas mengenai keunggulan anak ketika bersekolah di
homeschooling.
Kedelapan, penelitian dengan judul “Penerapan Homeschooling
sebagai Model Pendidikan Alternatif bagi Masyarakat Perdesaan” yang
diteliti oleh Wiwin Herwina, pada tahun 2016 ini membahas mengenai
pendidikan alternatif yang dapat diambil oleh masyarakat pedesaan. Kita
ketahui bersama, bahwasanya ketika hidup di pedesaan sering mendapati
fenomena di mana sekolah yang tak layak bagi anak, ataupun kondisi
geografis yang membuat mereka terisolasi dari sekolah, atau jarak sekolah
yang sangat jauh. Maka hal itulah yang mendasari mengapa orang tua
58
ingin memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anak mereka, dan
homeschooling dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat pedesaan dalam
memecahkan problematika tersebut. Adapun persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang peneliti kaji adalah bahasan pokok homeschooling
yang bisa dijadikan alternatif sekolah selain dari sekolah sekolah formal
pada umumnya. Sedangkan perbedaan yang mencolok di sini adalah fokus
penelitian dan penegasan tema yang diambil.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif ini dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi di
lapangan, mencatat secara hati-hati, melakukan analisis, membuat
laporan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dengan menggunakan berbagai
metode alamiah (Moleong, 2008:6).
Pendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang
menekankan pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas
dari hasil suatu penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif
adalah suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian
deskriptif kata, atau kalimat, yang disusun secara cermat dan sistematis
mulai dari menghimpun data hingga menafsirkan dan melaporkan hasil
penelitian (Ibrahim, 2015:52).
Menurut Zuldafrial dan Lahir dalam bukunya yang berjudul
Penelitian Kualitatif (2012:3-4), dalam penelitian kualitatif, peneliti
sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
utama. Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan
manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai lazim
60
digunakan dalam penelitian, maka sangat tidak mungkin untuk
mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di
lapangan.
Penelitian kualitatif menyituasikan aktifitas pengamatan di
lokasi tempat berbagai fakta, data, bukti, atau hal-hal lain yang
berkaitan dengan penelitian, dan hal-hal yang terjadi.
Penelitian kualitatif bisa juga berangkat dari inkuiri naturalistik
yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari prosedur penghitungan
secara statistik. Penelitian yang dapat menggunakan metode penelitian
kualitatif antara lain mengenai bidang ilmu sosial, sosiologi,
pendidikan, antropologi, humaniora, bahkan sekarang telah merambah
ekonomi, dan kesehatan. Metode kualitatif dapat digunakan untuk
mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sama
sekali belum diketahui atau yang baru sedikit diketahui (Basrowi dan
Suwandi, 2008:22).
Jenis penelitian yang diambil adalah penelitian lapangan (field
research) , yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan
dengan cara memperoleh melalui penyelidikan berdasarkan obyek
lapangan.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di area Salatiga, pada orang tua
muslim dari anak homeschooling yang terhimpun dalam suatu
komunitas bernama Community Based Education.
61
Adapun untuk waktu penelitian bisa dilakukan kapan saja, dan
bertempat di masing masing rumah responden. Penelitian dilakukan
apabila responden dan peneliti telah memilih waktu yang disepakati
bersama.
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif sangat tinggi
kedudukannya. Hal ini karena instrumen penelitian dalam penelitian
kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Ia sekaligus merupakan sebagai
perencana pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan ia
menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2008:18).
3. Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik, atau perilaku
yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:
22). Sumber data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari para
orang tua yang memilih homeschooling sebagai sarana pendidikan
anak.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
sekunder. Data ini merupakan hasil olahan dari data primer dan
disajikan secara baik oleh pihak pengumpul data maupun pihak
lain atau data pendukung yang sangat diperlukan dalam penelitian
ini.
62
Dalam penelitian yang dilakukan ini, data sekunder diambil
dengan mewawancarai anak yang bersangkutan perihal
perkembangannya ketika mendapatkan pendidikan non formal,
homeschooling.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur ini, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang diinginkan.
Adapun dalam pengkajian skripsi ini, peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data penelitian dengan cara sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Secara terminologi, observasi berasal dari istilah Inggris
yaitu observation yang bermakna pengamatan, pandangan,
pengawasan. Atau dalam kata keterangan sebagai observe yang
berarti mengamati, melihat, meninjau, menjalankan, mematuhi,
memperhatikan, menghormati (Ibrahim, 2015:80).
Menurut Ngalim Purwanto dalam Basrowi dan Suwandi
(2008:94), observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis
dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok
secara langsung. Metode ini digunakan untuk melihat dan
mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti
63
memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang
diteliti.
Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa observasi
merupakan salah satu metode pengumpulan data di mana peneliti
melihat mengamati secara visual sehingga validitas data sangat
tergantung pada kemampuan observer (Basrowi dan Suwandi,
2008:94).
Observasi sebagai teknik pengumpul dan data mempunyai
ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lainnya.
Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi
lingkungan homeschooling. Entah itu berwujud keterlibatan orang
tua dalam pengajaran, atau metode pengajarannya, dan respon serta
sikap anak dalam menerima materi ajar. Pengamatan atau observasi
di sini, peneliti mengamati, mencatat poin-poin penting agar
mengetahui secara langsung fenomena yang diteliti.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai
pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi dan
Suwandi, 2008:127).
64
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
yang mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang akan diteliti.
Wawancara adalah alat pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan
pula. Dengan wawancara, peneliti dapat mengetahui hal-hal yang
lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan
situasi dan fenomena yang terjadi (Ibrahim, 2015:88). Adapun
metode ini penulis gunakan untuk mencari data tentang motivasi
orang tua memilih homeschooling sebagai sarana pendidikan anak.
c. Metode Dokumentasi
Dokumen atau dokumentasi dalam penelitian mempunyai
dua makna yang sering dipahami secara keliru oleh peneliti
pemula. Pertama, dokumen yang dimasudkan sebagai alat bukti
tentang sesuatu, termasuk catatan-catatan, foto, rekaman video atau
apapun yang dihasilkan oleh seorang peneliti. Kedua, dokumen
merupakan sumber yang memberikan data atau informasi atau
fakta kepada peneliti (Ibrahim, 2015:93).
Selain itu, menurut Sugiyono (2011:240), dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.
Dokumen dapat berupa catatan pribadi surat pribadi, buku harian,
laporan kerja, dan lain sebagainya.
65
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap,
sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini hanya mengambil
data yang sudah ada seperti indek, prestasi, jumlah anak,
pendapatan, luas tanah, jumlah penduduk, dan sebagainya. Metode
ini juga digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia
dalam catatan dokumen. Dalam penelitian sosial, fungsi data yang
berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data
pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui
observasi dan wawancara mendalam (Basrowi dan Suwandi,
2008:158).
5. Analisis Data
Setiap penelitian pasti memerlukan adanya analisis data.
Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
penelitian. Bahkan penelitian ini sendiri adalah bagian dari kerja
analisis yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Apalagi dalam
penelitian kualitatif, pekerjaan analisis sama sekali tidak dapat
dipisahkan dengan penelitian itu sendiri (Ibrahim, 2015:104).
Analisis data dilakukan dengan membaca, mempelajari, dan
menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber (Hariyadi,
dkk., 2009:53).
66
Menurut Patton dalam Basrowi dan Suwandi (2008:91),
analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian besar.
Selain itu, analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. Oleh
diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2011:244).
Dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah tahap
pengorganisasian data yang dilakukan dengan mengatur,
mengelompokkan, ataupun mengkategorikannya. Dan juga tahap
memahami, manafsirkan, dan mencari hubungan dari data-data yang
diperoleh. Dalam melakukan analisis, peneliti juga perlu memberikan
argumentasi dan juga rujukan. Jadi analisis bisa dimasudkan sebagai
satu upaya untuk mendialogkan anatar teori dan tafsiran penelitian.
Menurut pemahaman analisis data di atas dapat dikemukakan
tahapan analisis data sebagai berikut:
a. Mempelajari data dengan merumuskan masalah yang akan diteliti
b. Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang
telah terkumpul
67
c. Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan temuan-
temuan data yang ada sebelumnya
d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik guna
mengumpulkan data selanjutnya
e. Perencanaan pengumpulan data berikutnya
Setelah semuanya terkumpul, maka selanjutnya adalah tahap
menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan, maka diolah
dalam bentuk analisis deskriptif yaitu suatu upaya menggambarkan
atau melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan
mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang
diteliti.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Ada empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan
keabsahan data, menurut Moleong (2008:324) yaitu kepercayaan,
keteralihan, ketergantungan, kepastian. Sedangkan yang berkaitan di
sini hanya menggunakan 3 unsur, yaitu:
a. Kepercayaan (credibility)
Penerapan kriterium kepercayaan atau kredibilitas pada
dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif.
Kriterium ini berfungsi: pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian
rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai;
kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil
68
penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan
ganda yang sedang diteliti.
Kredibilitas dimaksudkan untuk membuktikan data yang
berhasil dikumpulkan sesuai dengan kebenaran yang ada. Ada
beberapa teknik untuk mencapai kredibilitas ini antara lain:
sumber, pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti di
lapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan referensi.
Dalam kepercayaan atau kredibilitas, teknik
pemeriksaannya dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi
sendiri adalah, cara pengecekan kredibilitas keakuratan data
dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber
data (Sugiyono, 2010:241).
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Denzin dalam Moleong (2008:330), membedakan empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Adapun di sini,
peneliti menggunakan teknik:
a. Triangulasi metode yaitu, dengan cara membandingkan
informasi atau data dengan cara yang berbeda. Menurut Patton
dalam Moleong (2008:331), terdapat dua strategi dalam
triangulasi metode, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan
69
penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data,
dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data
dengan metode yang sama.
b. Triangulasi sumber menurut Patton dalam Moleong (2008:330-
331) yaitu, membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat
dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan
apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang
dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa
yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan.
b. Ketergantungan
Dalam penelitian kualitatif, kebergantungan sebagai ciri
keabsahan data dimaknai sebagai adanya faktor-faktor yang saling
terkait yang harus dihubungkan oleh seorang peneliti (Ibrahim,
2015:120).
70
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan
terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan data,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
c. Kepastian
Sebagai ciri keabsahan data dalam penelitian kualitatif,
bermakna adanya kepastian terhadap setiap data yang didapatkan
(Ibrahim, 2015:121). Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil
penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan
informasi serta intepretasi hasil penelitian yang didukung oleh
materi yang ada pada pelacakan audit.
71
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Community Based Education
Terdapat suatu komunitas homeschoolingyang ada di Salatiga.
Komunitas yang diketuai oleh ibu Ade Hady atau yang disebut dengan
panggilan lurah itu dinamakan Community Based Education.
Komunitas tersebut adalah wadah bagi para orang tua dan anak praktisi
homeschoolingagar mereka bisa bertukar informasi mengenai
homeschooling. Komunitas seperti ini sangat membantu anak dan
orang tua, supaya dalam praktiknya mereka mempunyai tempat untuk
berkegiatan dan mengembangkan ilmu.
Community Based Education berdiri pada tahun 2016 di mana
sebagian orang tua yang ikut dalam komunitas ini juga merupakan
founder dari komunitas itu sendiri. Awal mula terbentuknya komunitas
ini adalah karena rasa peduli satu sama lain, dan kegelisahan orang tua
pada awal mula memutuskan untuk homeschooling. Para orang tua
menganggap bahwa mereka tetap membutuhkan wadah untuk sharing
atau bertukar informasi mengenai praktik homeschooling, kendala-
kendala, maupun dalam menentukan planning atau kegiatan ke
depannya.
Karena masih terhitung baru, komunitas yang berbasis di Salatiga
ini belum memiliki tempat resmi untuk berkegiatan. Mereka masih
72
menggunakan rumah-rumah anggota komunitas secara bergiliran untuk
melaksanakan kegiatan. Di mana jadwal kegiatan mereka dilakukan
tergantung keluarga masing-masing. Terkadang masing-masing
keluarga mengundang untuk belajar bersama seminggu sekali atau dua
minggu sekali. Sebagai contoh terdapat keluarga yang membuka kelas
membaca setiap minggu di taman kota, ada keluarga yang
mengundang seluruh anggota komunitas untuk mengikuti kelas
memasak, atau ada juga yang membuka kelas menggambar, karena
memang passion mereka di bidang tersebut, begitupun yang lainnya.
Kegiatan mereka pun bervariasi setiap minggunya. Tergantung
pada planning dan kecenderungan anak. Dan para orang tua juga
sering melakukan rapat atau pertemuan untuk membahas agenda-
agenda selanjutnya. Tidak jarang, orang tua dan anak praktisi
homeschoolingmelakukan visitasi di berbagai tempat sebagai bagian
dari kegiatan di komunitas ini, dan menggunakan dana dari iuran rutin
setiap bulannya.
2. Latar Belakang Orang Tua
Dalam memilih sarana pendidikan untuk anak, semua kembali lagi
kepada kecocokan orang tua. Konsep mana yang sekiranya cocok
untuk keluarga, dan dipraktikkan untuk anak. Sebagian besar orang tua
praktisi homeschoolingmempunyai pemikiran yang cukup berbeda dari
kebanyakan orang tua yang menyekolahkan anak mereka di sekolah
formal pada umumnya. Orang tua praktisi homeschoolingbiasanya
73
berfikir satu langka ke depan, karena berfikir jauh untuk
perkembangan anak.
Orang tua praktisi homeschoolingdi komunitas ini, sebagian besar
mempunyai latar belakang pendidikan yang baik, dan mempunyai
pandangan yang luas. Jika dilihat lagi, latar pendidikan orang tua
praktisi homeschoolingdi sini sebagian besar lulusan S1 dan
mempunyai pengalaman yang baik. Walaupun tidak semua berlatar
belakang dari dunia pendidikan, namun mereka mempunyai
pemahaman yang baik tentang bagaimana pendidikan yang baik untuk
anak.
Dalam kenyataannya, ketika orang tua sudah memutuskan untuk
memilih homeschoolinguntuk anak mereka, secara tidak langsung
mereka juga harus menjadi fasilitator untuk anak. Orang tua juga harus
mau belajar dan menggali pengetahuan lebih luas, agar dapat
membersamai anak mereka dengan baik.
Tidak mudah bagi orang tua dalam menjalankan homeschooling,
terutama pada awal mula memutuskan untuk beralih ke
homeschooling. Oleh karena itu jelas diperlukan untuk mengikuti
komunitas supaya mereka dapat berkegiatan dan saling bertukar
informasi mengenai homeschooling.
74
3. Karakteristik Anak
Anak yang menjalani homeschoolingbukan berarti anak
tersebut berbeda dengan anak-anak kebanyakan. Walaupun
memang pasti tetap ada perbedaan, namun hal tersebut tidak bisa
digunakan orang untuk dapat menghakimi bahwa anak tersebut
mengalami autisme atau sejenisnya. Hal yang harus mulai diubah
di sini adalah mengenai pandangan orang awam tentang
homeschooling. Kebanyakan menganggap bahwa
homeschoolingdiperuntukkan untuk anak-anak yang mengalami
autisme, gangguan mental, atau yang lainnya.
Jika dilihat betul dari anak-anak yang mengikuti
homeschoolingyang berkegiatan di komunitas ini sama dengan
anak-anak pada umumnya. Hanya saja sebagian besar dari anak
anak tersebut lebih cenderung pada kecerdasan kinestetik. Di mana
mereka akan cepat bosan jika hanya duduk seharian dan
mendengarkan materi saja. Tipe anak seperti ini lebih dominan
pada aktivitas fisik, eksplorasi, dan menggunakan metode belajar
dengan cara yang tidak membosankan.
Anak-anak homeschooler yang berkegiatan di komunitas
ini terdiri dari berbagai usia, mulai dari 9-17 tahun. Mereka
memiliki kecerdasan yang terkadang di usia yang masih sangat
belia sudah bisa melakukan berbagai kegiatan yang harusnya
dilakukan oleh orang dewasa. Mereka juga cenderung menyukai
75
kegiatan yang bersifat outdoor atau kegiatan visitasi ke berbagai
tempat yang menyenangkan serta menambah wawasan mereka.
Anak-anak homeschooler bukan berarti anak tersebut
adalah anak yang malas karena tidak mau sekolah. Melainkan
Karena kecocokan setiap anak pada sistem pendidikan berbeda-
beda. Bagaimana orang tua menyikapi juga berpengaruh besar bagi
masa depan anak. Sebagai contoh, anak yang tidak bisa atau tidak
cocok dengan sistem sekolah formal pada umumnya, namun tetap
dipaksa untuk berangkat sekolah, maka hasil yang akan dicapai
pun tidak akan maksimal. Berbeda dengan anak yang belajar
karena mereka menyukai dan merasa membutuhkan, bukan karena
terpaksa.
4. Temuan Penelitian
a) Motivasi Orang tua Memilih homeschoolingsebagai Sarana
Pendidikan Anak
Motivasi orang tua memilih homeschoolingsebagai sarana
pendidikan anak sangatlah beragam. Salah satunya adalah ketika
anak mulai bercerita tentang kesulitan dia di sekolah formal.
Kesulitan di sini bukan selalu karena anak tidak bisa mengejar
materi, namun karena kurang cocoknya sistem sekolah formal
dengan karakteristik anak. Contohnya adalah yang diungkapkan
oleh S selaku orang tua yang akhirnya memilih
homeschoolingsebagai sarana pendidikan anaknya:
76
“Waktu itu anak saya tiba-tiba memutuskan untuk tidak mau
sekolah mbak, kaget dong saya, dia sampai nangis yang bener
bener kejer mbak, intinya dia enggak mau sekolah lagi. Dia
bercerita kalau di sekolah dia merasa tidak cocok. Tidak cocok
bukan karena ada masalah dengan temannya, atau ada masalah
lain. Tetapi karena dia merasa bahwa sistem sekolah, kurikulum,
dan bahasan dia dengan teman sebayanya tidak cocok dengan
dirinya. Teman-temannya suka bergosip, membahas trend fashion,
dan membahas percintaan hingga terlalu dalam, dan dia tidak
begitu tertarik dengan itu, materi yang diajarkan juga telah ia
kuasai semua, sebagai contoh itu gurunya masuk dan mau
memberikan materi, nah dia sudah tahu mbak dan dia sudah
menguasainya, dia juga merasa kurang dengan pelajaran agama
yang hanya diberikan seminggu satu kali. Jadi itulah yang
membuat dia merasa tidak cocok dan tidak mau untuk masuk
sekolah lagi. Dan setelah itu saya berkonsultasi dengan bu Septi,
beliau pakar mbak mengenai homeschooling. Setelah itu saya
mantap dan tidak ada keraguan lagi dengan homeschooling”
(Wawancara dengan ibu S, pada tanggal 16 Juli 2018).
Ibu BD juga mengemukakan paparan mengenai alasan
beliau memilih homeschooling:
“Sebenarnya untuk alasan awal memilih homeschoolingitu karena
saya waktu itu masih cari-cari referensi ke sekolah mana anak saya
akan lanjut, karena waktu itu kan anak saya masih bersekolah di
sekolah formal. Tetapi saya agak merasa kurang cocok, dan
mencoba mencari alternatif lain, dan ketemulah homeschooling
karena kebetulan saya juga ada teman yang sudah
homeschoolingduluan, jadi saya belajar banyak sama beliau.
Ternyata anak saya pun juga meminta mbak, dia juga ingin
homeschoolingkarena dia merasa cocok di situ. Anak saya ini kan
baik di seni tari, jadi saya dan keluarga ingin mengembangkannya
dan fokus di situ, akhirnya kami sekeluarga memilih
homeschoolingmbak untuk pendidikan anak saya” (Wawancara
dengan ibu BD, pada tanggal 16 Juli 2018).
Hal yang hampir sama juga dituturkan oleh ibu PS
mengenai alasannya memilih homeschoolinguntuk anaknya:
“Kebetulan pada awalnya, saya enggak menyekolahkan dia di
homeschooling mbak, cuman dari pengalaman anak saya, dia itu
sejak kecil memang seneng gerak, dia emang ga bisa diem
orangnya, dia ga suka duduk lama-lama, tapi saya masih tidak
77
begitu paham, saya kira juga tidak apa dengan dia sekolah di
sekolah formal. Pernah saya konsultasikan ke psikolog anak, tapi
dari psikolog anak menyampaikan bahwa ini anak bukan tipe anak
hiperaktif, tapi dia hanya mudah bosan saja. Jadi dia tidak bisa
kalau mempelajari sesuatu atau melakukan kegiatan yang itu-itu
saja. Tapi anak tetap saya sekolahkan sampai SD kelas 6 mbak,
karena saya juga belum begitu paham dengan keinginan dan
karakteristik pasti dia, dan belum terbesit juga untuk
homeschooling, walaupun dia kalau di sekolah ya itu kadang suka
ga ikut pelajaran, dia seneng di luar cari cari sesuatu yang baru di
lingkungan sekitar. Sampai akhirnya setelah lulus kelas 6, dia saya
beri pilihan untuk memilih SMP mana yang dia inginkan. Dia
enggak pernah ngasih jawaban mau kemana, dan sampai akhirnya
dia bilang, “aku tidak mau sekolah, aku mau homeschooling”.
Disitulah saya mulai menimbang-nimbang demi kebaikan anak,
saya akhirnya resign dari pekerjaan dan Bismillahsaya mulai
membersamai anak untuk homeschooling” (Wawancara dengan ibu
PS, pada tanggal 17 Juli 2018).
Tak jauh berbeda, ibu SA memberikan paparan mengenai
alasan beliau awalnya bisa memilih homeschooling:
“Oza pernah sekolah satu semester mbak di sekolah negeri. Tapi
dia lebih seneng kalau mamanya yang ngajarin dia kalau pas di
rumah, kadang setelah pulang sekolah itu biasanya saya buatin
media, soalnya anaknya emang lebih paham kalau sambil bermain.
Anaknya itu paham banget kalau itu saya mbak yang menjelaskan.
Dan ngepasi itu di sekolahnya, dia dapet guru yang galak mbak. Ya
walaupun sebenernya ibu gurunya galak bukan ke Oza, karena
anaknya itu Alhamdulillah paham dan tertib, tapi dia sering lihat
gurunya itu marah ke temennya. Nah disitulah kaya Oza jadi
tambah terobsesi untuk jadi perfeksionis supaya engga salah di
depan gurunya. Setiap malem itu kadang dia pas tidur nangis, terus
ngigau dari jam 10 malem sampai jam 1, suka teriak teriak sendiri
jadi kaya ketakutan gitu lo mbak. Terus abis itu saya suruh buat
engga sekolah seminggu kira kira, karena dia engga kunjung
membaik juga, masih sering gitu. Ada wacana saya suruh pindah
ke sekolah lain dia tetap ndak mau. Sampai anak bilang kalau dia
ingin belajar sama saya saja, akhirnya ya saya memilih untuk
homeschoolingseperti sekarang ini mbak sebagai solusi.”
(Wawancara dengan ibu SA, pada tanggal 18 Juli 2018).
78
Ibu AK menuturkan pula mengenai hal yang kurang lebih
sama terkait dengan alasan atau motivasi beliau memilih
homeschooling:
“Awalnya karena kebutuhan anak sih mbak, karena awalnya pas
TK itu anak sudah menunjukkan gejala-gejala dia enggak mau
sekolah yang duduk manis gitu. Tapi ya sudah karena saya kira
anak masih kecil dan saya juga belum ada kepikiran untuk
homeschooling, jadi anak tetap saya paksa untuk sekolah. Sampai
waktu SD itu dia sudah makin keliatan kalau dia tidak nyaman
dengan sekolah. Dia sering tidak ikut pelajaran, ya dia ikut kalau
pas dia suka, kalau emang engga mau dia engga ikut.. Dulu kan dia
sekolah sistem full day school, jadi kadang pulang sampai sore itu
dia tidak ikut pelajaran sama sekali, dia lebih memilih untuk
bermain bola dan seharian di aula ketimbang ikut pelajaran.
Sampai ahirnya waktu dia kelas 3 itu dia minta untuk tidak sekolah
lagi, dia mau belajar di rumah saja sama mama katanya. Jujur saya
bingung waktu itu, saya sempat agak lama untuk bisa memutuskan
iya atau tidak untuk saya jalankan homeschoolingmbak. Saya
diskusi sama bapaknya, dan bapaknya juga ahirnya mengiyakan
untuk memilih yang terbaik untuk anak. Saya juga berfikir, saya
timbang-timbang lagi mbak, daripada anak seperti itu terus, dia
tidak nyaman dan malah bolos setiap hari kan agak kasian juga ya,
waktu dia jadi terbuang sia-sia. Ahirnya dengan Bismillah saya
berani membersamai anak untuk memilih homeschoolingsebagai
sarana pendidikannya dia” (Wawancara dengan ibu AK, pada
tanggal 21 Juli 2018).
Pewawancara menanyakan kepada ibu AH, dan beliau juga
mengungkapkan mengenai motivasi memilih homeschoolinguntuk
anaknya:
“Sebenernya kenapa saya memilih homeschoolingitu bukan
gimana-gimana ya mbak, sebenarnya mau orang tua itu
menyekolahkan anak di sekolah formal atau memilih
homeschoolingitu sama aja mbak sama baiknya, tinggal kecocokan
keluarga itu sendiri dengan konsep dari masing masing pilihan tadi
mbak, dan kebetulan saya lebih cocok di konsep homeschooling.
Saya kurang begitu cocok dengan konsep penyeragaman yang ada
di sekolah mbak, konsep penyama rataan kemampuan anak.
Padahal setiap anak itu berbeda lho mbak, dan secara enggak
langsung, di sini anak jadi kaya di drilling, semua harus tetap
79
mengejar ketertinggalan demi nilai supaya tidak tinggal kelas.
Yang saya merasa bertolak belakang sama hati kecil saya ya itu
tadi mbak, saya ingin memutus mata rantai itu. Dan anak saya yang
pertama itu kinestetik banget, jadi saya dan suami memutuskan
untuk cut dari sekolah formal ketika dia kelas 1, dan beralih ke
homeschooling. Begitupun dengan anak kedua saya yang dia lebih
condong ke auditory dan dia tipe anak observer. Jadi setelah kami
menjalaninya, saya dan keluarga sudah menemukan kecocokan
dengan homeschoolingsampai sekarang, seperti itu mbak”
(Wawancara dengan ibu AH, pada tanggal 23 Juli 2018).
Hal yang tak jauh berbeda, disampaikan pula oleh ibu FS
mengenai alasannya memilih homeschoolingsebagai sarana
pendidikan anak:
“Pada dasarnya karena di awal sudah merasa cocok sih mbak,
karena kembali lagi semua tergantung kecocokan masing-masing
keluarga, dan keluarga saya cocok dengan homeschooling. Selain
itu ada hal-hal yang saya dan keluarga ingin hindari, yaitu salah
satunya ya ketika anak belajar bukan karena dia ingin belajar, tapi
hanya karena mengejar nilai dan mengikuti rata-rata nilai kelas
supaya dia tidak ketinggalan” (Wawancara dengan ibu FS, pada
tanggal 24 Juli 2018).
b) Karakteristik dari Homeschoolingsehingga Orang Tua
Memilih Homeschoolingsebagai Sarana Pendidikan Anak
Ketika orang tua sudah mantap untuk memilih
homeschooling, tentu saja terdapat karakteristik dari
homeschoolingitu sendiri, sisi positif, atau keunggulan dari
homeschoolingyang menjadi faktor utama dalam pemilihan sebagai
sarana pendidikan anak. Mulai dari banyaknya hal yang bisa anak
kembangkan, ataupun waktu belajar yang tidak terbatas. Seperti
yang diungkapkan oleh ibu S:
“Homeschooling mengajarkan anak untuk lebih bertanggung jawab
akan pilihannya sendiri mbak. Sebenernya homeschoolingitu ya
80
natural aja sambil ngalir sambil belajar. Dia jadi bisa belajar
banyak hal yang dari awal emang dia sukai, jadi dia berkembang
sesuai passion dia” (Wawancara dengan ibu S, pada tanggal 16 Juli
2018).
Ibu BD juga menyampaikan karakteristik dari
homeschooling:
“Seperti alasan awal saya milih homeschoolingya mbak, pasti kan
juga ada kelebihan dari homeschoolingyang membuat saya beralih
ke homeschooling. Salah satunya ya ini mbak, ketika anak saya
memang sudah kelihatan kecenderungannya di mana, ya sebisa
mungkin kita harus bantu dia untuk mengembangkan apa yang dia
punya dan apa yang dia sukai. Kan kalau di sekolah formal, anak
masih harus terbagi fokusnya untuk belajar berbagai macam
pelajaran yang sebenarnya itu tidak terlalu mendukung dalam
mencapai tujuan akhir dia. Bukan berarti pelajaran-pelajaran itu
enggak penting lho ya mbak, hanya saja kurang pas dengan
kecenderungan anak. Kalau di homeschoolingkan enggak mbak,
kita tahu tujuan akhir mau kemana, ya gimana caranya kita meraih
itu. Di homeschoolinganak jadi lebih terfokus sama apa yang dia
sukai dan kecenderungan yang dia miliki” (Wawancara dengan ibu
BD, pada tanggal 16 Juli 2018).
Pewawancara menanyakan kepada ibu PS, dan beliau
mengungkapkan mengenai karakteristik dari
homeschoolingsehingga orang tua memilihnya sebagai sarana
pendidikan anak:
“Dengan homeschoolingini dia jadi bisa mempunyai waktu yang
lebih banyak seperti sekolah yang tidak ada batasan. Pada dasarnya
kan homeschoolingitu adalah sekolah kehidupan mbak, dari
bangun tidur sampai dia tidur lagi itulah sekolah. Dia jadi bisa
mengembangkan fitrah yang dimilikinya, dia jadi bisa menemukan
oh siapakah saya? Apa sih bakat saya? Saya harus bagaimana? Dan
apa yang bisa saya berikan untuk orang lain? Seperti itu mbak, ya
itulah kaya sisi positif dan karakteristik dari homeschoolingitu
sendiri” (Wawancara dengan ibu PS, pada tanggal 17 Juli 2018).
81
Tak jauh berbeda, ibu SA juga mengungkapkan mengenai
karakteristik dari homeschoolingsehingga memilihnya sebagai
sarana pendidikan anak:
“Anak jadi bisa mengenal banyak kegiatan, karena dia masih di
bawah 10 tahun jadi dia boleh untuk mengenal banyak hal dulu
biar nanti 10 tahun ke atas dia bisa bener bener ngembangin bakat
dan minat yang dia punya. Selain itu homeschoolinglebih kaya
mengasah life skill mbak, jadi fitrah anak bisa dikembangin dengan
baik” (Wawancara dengan ibu SA, pada tanggal 18 Juli 2018).
Kemudian dalam wawancara, ibu AK menuturkan karakteristik
yang dimiliki oleh homeschooling:
“Lebih mudah untuk mengontrol anak sih mbak, kita jadi tahu apa-
apa saja yang dimiliki anak, bisa kita kembangkan. Terus enaknya
juga kita bisa belajar bareng, saya jadi tahu banyak hal karena mau
tidak mau ketika saya dan suami memutuskan untuk
homeschoolingtentu saja intensitas saya bertemu dengan anak dan
membersamainya juga lebih tinggi dan dominan. Jadi saya juga
harus terus belajar dan mengasah ilmu saya, supaya nantinya dapat
memfasilitasi anak dengan baik” (Wawancara dengan ibu AK,
pada tanggal 21 Juli 2018).
Hampir sama dengan beberapa penuturan di atas, ibu AH
menyampaikan pula karakteristik dari homeschooling:
“Anak bisa belajar di manapun dan kapanpun mbak, tidak hanya
textbook. Sebagai contoh nih, anak tersebut dari keluarga traveller,
yasudah mereka belajarnya ya dengan cara travelling, belajar dari
penduduk lokal, belajar cara beradaptasi, belajar bahasa baru, dan
belajar yang tidak selalu berpusat pada buku. Contoh juga keluarga
homeschooler itu dari keluarga petani, ya mereka belajarnya dari
situ. Jadi fleksibel gitu loh mbak, menyesuaikan kebutuhan dan
kondisi juga. Kaya kemarin anak saya, saya ajak ke pasar dan ke
kantor pos. Anak sangat antusias sekali mbak, dia bertanya apa saja
ketika dia di pasar, dia juga belajar cara mengirim surat, jadi secara
tidak langsung dia juga belajar untuk berinteraksi dengan orang-
orang yang asing bagi dia. Istilahnya belajarnya tidak terbatas lah
mbak, dia jadi bisa terfokus dengan hal-hal yang memang dia
sukai” (Wawancara dengan ibu AH, pada tanggal 23 Juli 2018).
82
c) Kelebihan pada Diri Anak Menurut Orang Tua setelah
Memilih untuk Homeschooling
Sebagai orang tua, pasti lebih mengetahui tentang anak
dibandingkan dengan siapapun. Baik itu mengenai kelebihan,
bakat, minat, maupun kekurangan yang anak miliki.
Perbedaan-perbedaan yang muncul pada diri anak sebelum
anak homeschoolingdan setelah memilih untuk homeschooling,
sudah barang tentu tidak menjadi hal yang sulit dilihat orang tua,
karena bagaimanapun juga ketika orang tua sudah memilih dan
terjun untuk membersamai anak homeschooling, orang tua
memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam proses
belajar anak.
Pewawancara menanyakan kepada ibu S mengenai kelebihan
pada diri anak menurut orang tua, setelah memilih untuk
homeschooling, dan beliau menuturkan:
“Kelihatan sekali mbak bedanya, ya mungkin karena sekarang dia
fokus sama sesuatu yang lebih dia seneng dan kuasai ya mba, itu
dia bahasa Inggrisnya cas cis cus banget sekarang, saya sampai
merinding, anak saya ternyata bisa sepinter itu bahasa Inggrisnya,
ibunya sendiri aja ini saya kaya enggak percaya. Dia emang seneng
berinteraksi sama bule-bule gitu mbak, dia seneng kalau ngobrol
kan jadi mengasah kemampuan bicara Inggrisnya dia. Anak saya
linguisticnya kuat, jadi sekarang dia lebih sering berkegiatan yang
bisa mendukung kemampuannya dia mbak, Alhamdulillah
pokoknya” (Wawancara dengan ibu S, pada tanggal 16 Juli 2018).
Ibu BD menyampaikan pula mengenai kelebihan yang
dimiliki oleh anak beliau:
83
“Anak saya itu kan lebih dominan di aktivitas fisik mbak, dia suka
seni tari, dia sudah kelihatan tuh dari kecil suka sama tari. Tapi kan
dia sampai kelas 6 SD di sekolah formal ya mbak, jadi keunggulan
dia itu kurang bisa dikembangkan secara optimal. Setelah itu mulai
beralihlah ke homeschooling,dan bakat dia semakin kelihatan.
Untuk jadi penari professional kan berarti dia harus belajar banyak
mengenai sejarah tari, mengenai macam-macam tarian di
Indonesia, belum lagi kalau dia ingin go international, tak
dipungkiri dia butuh menguasai bahasa asing. Ya jadi gitu mbak,
bakat dia sekarang jadi makin kelihatan” (Wawancara dengan ibu
BD, pada tanggal 16 Juli 2018).
Hampir sama dengan yang di atas, ibu PS mengungkapkan
perihal perbedaan, dan kelebihan yang ada pada diri anak setelah
homeschooling:
“Zada jadi lebih kelihatan mbak sisi penyayangnya kalau saya lihat
sejauh ini. Kecerdasan yang dia punya itu dia tipe kinestetik,
naturalis juga. Setelah dia homeschoolingjadi lebih kebentuk mbak.
Dan satu lagi yang paling saya lihat perbedaannya Zada, dia jadi
jauh lebih bahagia dari sebelumnya, dia jadi nemu dia yang
sesungguhnya, itu mbak yang paling utama bagi saya” (Wawancara
dengan ibu PS, pada tanggal 17 Juli 2018).
Tak jauh berbeda, ibu SA menuturkan kelebihan pada diri
anak beliau:
“Sejauh ini yang saya lihat, Oza itu suka melayani mbak, dia care
sama orang, rasa kasih sayang dia itu besar. Jadi ketika dia
sekarang homeschooling, sisi positifnya dia itu lebih keluar. Selain
itu, Oza itu paling suka beternak dan bercocok tanam. Nah jadi
keliatan betul sebelum dia homeschoolingdan sekarang
homeschooling, Oza jadi bisa mengeksplor banyak banget tentang
sesuatu yang belum tentu bisa dia dapetin di sekolah formal pada
umumnya” (Wawancara dengan ibu SA, pada tanggal 18 Juli
2018).
Ibu AK mengungkapkan pula mengenai perbedaan serta
keunggulan anak setelah homeschooling:
“Aksa, sebelum dan sesudah mengikuti homeschoolingitu sudah
mulai keliatan bedanya sih mbak. Dia kalau saya lihat sekarang
84
auranya sudah beda. Dia jadi lebih bahagia dibandingkan dulu. Itu
mbak yang saya pribadi juga senang melihatnya. Disamping itu,
Aksa ini kan tipikal anak yang mudah bosan kalau melakukan
aktivitas yang itu itu saja, padahal kan kalau dia di sekolah formal
biasa itu juga membatasi dia untuk bergerak kan mbak, jadi ketika
dia homeschoolingseperti sekarang ini, dia jadi bisa belajar dengan
caranya dia dan pastinya dia nyaman. Aksa kan ini selain hobi
membaca, dia kan seneng belajar jadi programmer-programmer
gitu kan mbak, jadi kalau dia homeschoolinggini kan dia jadi bisa
memaksimalkan hobi dia dan ngembangin bakat yang dia miliki”
(Wawancara dengan ibu AK, pada tanggal 21 Juli 2018).
Hampir sama dengan penuturan orang tua di atas, ibu AH
juga menyampaikan mengenai kelebihan anaknya setelah
homeschooling:
“Anak saya yang pertama itu kan kinestetik banget ya mbak, jadi
ketika dia homeschoolingseperti sekarang ini, bakat dia jadi mulai
kebentuk. Dia kan minat di kegiatan fisik, kegiatan kegiatan
outdoor, sama teknologigitu, contohnya olahraga, fotografi, seni,
dia juga suka editing-editing video, programmer, gitu-gitu mbak.
Kalau anak saya yang kedua itu kan tipe anak auditory, dia baik
dalam mendengarkan, dia baik dalam mengingat, dan dia itu
observer mbak. Jadi dia seneng mencari tahu sesuatu yang baru,
kadang dia udah cari tahu sesuatu terus ditanyain sama bundanya
padahal sebelumnya saya belum pernah mengajari” (Wawancara
dengan ibu AH, pada tanggal 23 Juli 2018).
B. Analisis Data
1. Homeschoolingantara Kebutuhan Orang Tua atau Anak
Jika dilihat lagi dari temuan data di atas, homeschoolingadalah
alternatif pendidikan yang dipilih dan disepakati oleh keluarga yang
merasa cocok dengan konsep homeschoolingdan praktik
pembelajarannya.
Tidak sebagai tren, atau aji mumpung, orang tua yang memilih
homeschoolinguntuk anak mereka sudah barang tentu memikirkan dan
85
mempertimbangkan masak-masak mengenai keputusan mereka. Bukan
karena ego atau obsesi orang tua yang mengambil keputusan tanpa
mempertimbangkan dari sisi anak, namun dilihat bahwa proses anak di
sekolah biasa tidak bisa dilakukan seperti kebanyakan anak lainnya.
Anak tidak nyaman, anak tidak bisa mengejar materi, atau justru anak
mempunyai gaya belajar dan kecenderungan sendiri yang pasti berbeda
dengan sistem pembelajaran di sekolah formal.
Baik orang tua maupun anak praktisi homeschoolingsatu sama lain
tidak ada yang merasa terpaksa dalam menjalaninya. Jika
homeschoolingadalah kebutuhan anak, maka sudah barang tentu itu
menjadi kebutuhan orang tua juga. Bagaimana tidak, bahwa orang tua
bertanggung jawab penuh di situ. Orang tua akan memfasilitasi dan
juga ikut berproses untuk lebih mengasah kemampuan keilmuannya
agar dapat membersamai anak dengan baik.
Anak yang pada dasarnya kurang cocok dengan sistem pendidikan
formal, pastilah sangat membutuhkan homeschoolingsebagai sarana
pendidikan mereka. Karena jika mereka tetap memaksakan anak agar
tetap sekolah, maka hal itu akan menyiksa anak. Sebagaimana yang
dialami oleh ibu AK:
“Awalnya pas TK itu anak sudah menunjukkan gejala-gejala dia
enggak mau sekolah yang duduk manis gitu. Tapi ya sudah karena
saya kira anak masih kecil dan saya juga belum ada kepikiran untuk
homeschooling, jadi anak tetap saya paksa untuk sekolah. Sampai
waktu SD itu dia sudah makin keliatan kalau dia tidak nyaman dengan
sekolah. Dia sering tidak ikut pelajaran, ya dia ikut kalau pas dia suka,
kalau emang engga mau dia engga ikut.. Dulu kan dia sekolah sistem
full day school, jadi kadang pulang sampai sore itu dia tidak ikut
86
pelajaran sama sekali, dia lebih memilih untuk bermain bola dan
seharian di aula ketimbang ikut pelajaran. Sampai ahirnya waktu dia
kelas 3 itu dia minta untuk tidak sekolah lagi, dia mau belajar di rumah
saja sama mama katanya. Jujur saya bingung waktu itu, saya sempat
agak lama untuk bisa memutuskan iya atau tidak untuk saya jalankan
homeschoolingmbak. Saya diskusi sama bapaknya, dan bapaknya juga
ahirnya mengiyakan untuk memilih yang terbaik untuk anak. Saya juga
berfikir, saya timbang-timbang lagi mbak, daripada anak seperti itu
terus, dia tidak nyaman dan malah bolos setiap hari kan agak kasian
juga ya, waktu dia jadi terbuang sia-sia. Ahirnya dengan Bismillah
saya berani membersamai anak untuk memilih homeschoolingsebagai
sarana pendidikannya dia” (Wawancara dengan ibu AK, pada tanggal
21 Juli 2018).
Jelas sekali bahwa ada keraguan dari diri ibu AK sebelum ia pada
akirnya memutuskan untuk berhomeschooling. Namun setelah
difikirkan kembali, itu semua demi kebaikan anak, daripada anak
membuang waktu sia-sia dengan kegiatan yang ia lakukan secara
terpaksa, maka akan lebih bijaksana apabila orang tua memutuskan
untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan anak dalam proses
pembelajarannya.
Tak hanya ibu AK yang mengalami, namun ibu SA juga
mempunyai pengalaman yang serupa, di mana anak beliau meminta
untuk beralih ke homeschooling, karena lebih nyaman belajar di rumah
dan difasilitasi oleh orang tua. Seperti kutipan penuturan ibu SA di
bawah ini:
“Oza pernah sekolah satu semester mbak di sekolah negeri. Tapi dia
lebih seneng kalau mamanya yang ngajarin dia kalau pas di rumah,
kadang setelah pulang sekolah itu biasanya saya buatin media, soalnya
anaknya emang lebih paham kalau sambil bermain. Anaknya itu
paham banget kalau itu saya mbak yang menjelaskan. Dan ngepasi itu
di sekolahnya, dia dapet guru yang galak mbak. Ya walaupun
sebenernya ibu gurunya galak bukan ke Oza, karena anaknya itu
Alhamdulillah paham dan tertib, tapi dia sering lihat gurunya itu marah
87
ke temennya. Nah disitulah kaya Oza jadi tambah terobsesi untuk jadi
perfeksionis supaya engga salah di depan gurunya. Setiap malem itu
kadang dia pas tidur nangis, terus ngigau dari jam 10 malem sampai
jam 1, suka teriak teriak sendiri jadi kaya ketakutan gitu lo mbak.
Terus abis itu saya suruh buat engga sekolah seminggu kira kira,
karena dia engga kunjung membaik juga, masih sering gitu. Ada
wacana saya suruh pindah ke sekolah lain dia tetap ndak mau. Sampai
anak bilang kalau dia ingin belajar sama saya saja, akhirnya ya saya
memilih untuk homeschoolingseperti sekarang ini mbak sebagai
solusi.” (Wawancara dengan ibu SA, pada tanggal 18 Juli 2018)
Dari dua dan kutipan di atas dapat dilihat bahwa anak dari orang
tua praktisi homeschoolingtersebut kurang begitu cocok dengan sistem
pendidikan formal dan mereka meminta untuk beralih ke
homeschoolingkepada orang tua mereka. Jika sudah seperti itu, maka
homeschoolingadalah kebutuhan anak, homeschoolingadalah yang
paling menjawab problematika anak, dan tidak ada unsur paksaan atau
ambisi orang tua yang menyebabkan mereka beralih ke
homeschooling.
Walaupun ada beberapa orang tua yang sudah berwacana terlebih
dahulu untuk beralih ke homeschoolingsebelum anak mereka meminta,
namun hal itu dilakukan bukan dengan paksaan. Seperti yang
disampaikan oleh ibu IA:
“Karena dulu saya merasakan sendiri kalau pas sekolah itu lebih suka
kalau pas kegiatan OSIS, pramuka, drumband, paski, dll. Makanya
saya itu bayangin kalau punya anak mau tak coba dengan belajar tanpa
sekolah. Apalagi kalau melihat sekolah dengan segala kepelikannya.
Tambah mantaplah saya untuk mencoba meng unschooling kan Aila.
Usia PAUD Aila sempat sekolah, tapi cuma satu bulan. Dia minta
belajar di rumah sama bundanya. Usia TK saya tawarkan lagi dia
untuk sekolah. Dia mau sekolah di lebah putih. Usia SD akhirnya Aila
minta mau belajar tanpa sekolah.” (Wawancara dengan ibu IA, pada
tanggal 28 Juli 2018)
88
Hal itu lebih bersifat pada penawaran dan semua kembali kepada
anak. Tetapi, pada kenyataannya anak juga nyaman dengan
homeschoolingdan tidak ada keraguan yang menyebabkan orang tua,
dan anak ingin beralih ke sekolah formal kembali. Maka, bisa
diidentifikasi bahwa homeschoolingbukan hanya menjadi kebutuhan
anak atau kebutuhan orang tua saja, tetapi itu adalah sebuah jalan
tengah atau solusi bagi orang tua dan anak untuk menjawab
problematika yang ada.
2. Kurikulum Homeschooling
Kurikulum dalam homeschoolingpada umumnya adalah dibuat
sendiri dan bersifat adaptif dengan kebutuhan anak. Biasanya mengacu
pada start from the finish line, di mana kurikulum dibuat ketika tahu
bahwa kecenderungan dan minat anak berada di jalur mana. Jika
kecenderungan anak sudah terlihat, dan sudah tahu mau dibawa ke
mana, maka batu-batu pijakan harus segera disusun untuk membantu
anak sampai ke tujuan.
Semisal anak menyukai kegiatan story telling, fotografi, berkuda,
atau menari, maka orang tua dapat memfasilitasi dengan membuat
kurikulum yang mengarah ke sana. Dari bagaimana membersamai
anak di rumah, bagaimana memperkenalkan ke tempat yang dapat
mengasah bakat dia, apabila orang tua dirasa kurang mampu untuk
memberikan pengetahuan atau praktik secara mendetail, maka orang
tua dapat mengundang coach yang lebih ahli di bidang tersebut, atau
89
anak dapat diikutkan dalam kegiatan-kegiatan yang ingin didalami
anak.
Namun ketika anak masih di bawah sepuluh tahun, dan
kecenderungan anak belum begitu terlihat, maka orang tua tidak perlu
merasa khawatir. Anak bisa diperkenalkan dengan banyak kegiatan
positif yang setidaknya mampu membuat dia nyaman dan senang
dalam mengikuti kegiatan tersebut. Anak yang masih belia, masih
sangat mudah untuk menerima pembelajaran, kemampuan otaknya
dalam menyerap ilmu dan hal-hal baru masih sangat kuat. Maka di
sinilah orang tua dapat mengenalkan kegiatan-kegiatan yang baik
kepada anak. Lambat laun anak akan mulai terlihat kecenderungannya
terhadap sesuatu, jika sudah terlihat maka anak dapat lebih terfokus
untuk mempelajari dan mengasah kemampuannya dalam hal tersebut.
Di situlah mengapa kurikulum homechooling dapat dikatakan
fleksibel dan adaptif dengan kemampuan anak, karena memang dalam
praktiknya dapat selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaan dan
kesepakatan bersama. Namun kembali lagi, ketika anak sudah mulai
beranjak remaja, dan dia sudah memutuskan untuk menekuni sesuatu
yang dari awal sudah ia sukai, maka dia harus bertanggung jawab akan
pilihannya dan serius untuk memperdalam kemampuannya.
3. Homeschoolingsebagai Alternatif Sekolah untuk Anak
Dalam pemilihan sarana pendidikan untuk anak, semua kembali
lagi pada kecocokan masing-masing keluarga dengan konsep masing-
90
masing sarana pendidikan yang ada. Homeschooling, dan juga sekolah
formal di sini adalah sama baiknya. Bukan berarti yang memilih
sekolah formal adalah keputusan buruk, dan bukan pula yang memilih
homeschoolingadalah keputusan yang salah. Tetapi visi-misi, targetan,
kecocokan, dan tingkat kenyamanan masing-masing keluarga dalam
memandang sarana pendidikan tentu berbeda. Kembali lagi jika anak
yang lebih cenderung menyukai jalur homeschoolingdipaksa untuk
masuk sekolah formal maka tentu saja tidak akan mendapatkan
kecocokan atau kenyamanan di sana, begitupun sebaliknya.
Maka yang perlu digaris bawahi di sini adalah, homeschoolingbisa
dikatakan sebagai alternatif sekolah untuk anak yang kurang merasa
cocok dengan sekolah formal pada umumnya, bisa juga dijadikan
sebagai alternatif sekolah bagi anak yang berasal dari keluarga yang
hidupnya mobiling atau berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat
yang lain, atau homeschoolingjuga dapat dijadikan sebagai alternatif
sekolah bagi anak yang ingin lebih fokus dalam mengasah bakat yang
dimilikinya.
4. Motivasi Orang Tua Memilih homeschoolingsebagai Sarana
Pendidikan Anak
Motivasi orang tua dalam memilih homeschoolingsebagai sarana
pendidikan anak hampir sama. Walaupun ada satu atau dua yang
mempunyai alasan awal yang berbeda dari lainnya. Dengan
berhomeschooling, anak diharapkan dapat menemukan jati dirinya,
91
menemukan kemampuan penerimaan diri dalam dirinya, mengetahui
apa yang harus dilakukan, dan apa yang harus mereka berikan terhadap
sesama. Orang tua menganggap bahwa ketika anak melakukan sesuatu
yang didasari dengan rasa suka dan tanpa paksaan, maka akan
mengoptimalkan mereka dalam memahami apa yang mereka pelajari.
Dewasa ini, homeschoolingsering dianggap sebagai tren dalam
pendidikan anak. Padahal itu bukan sesuatu yang seperti itu. Semua
kembali lagi kepada kecocokan dan kesepakatan keluarga dalam
memilih konsep pendidikan yang seperti apa.
Adanya wadah untuk berkegiatan bagi keluarga homeschooler
tentu saja sangat membantu orang tua dan anak itu sendiri dalam
bertukar informasi. Memudahkan orang tua untuk mendapatkan
pengetahuan baru dalam mendidik anak. Karena baik juga bagi anak
untuk saling bertemu dengan sesama anak yang menjalani
homeschooling.
Orang tua yang memilih homeschoolingdan berkegiatan di
Community Based Education memandang bahwa
homeschoolingadalah pilihan yang tepat bagi anak mereka, pilihan
yang dirasa cocok bagi kondisi keluarga mereka, dan tentu saja pilihan
yang bisa membuat bahagia anak yang bersangkutan.
Telah lama dipahami bahwa motivasi merupakan pendorong bagi
setiap individu untuk berperilaku. Motivasi dapat diibaratkan sebagai
sumber energi bagi setiap orang untuk mencapai tujuannya. Apabila
92
ada motivasi yang kuat, maka seseorang akan bersungguh-sungguh
dalam mencurahkan segala perhatiannya untuk mencapai tujuan
(Wahyuni, 2009:3).
Selain itu, motivasi adalah faktor penggerak. Motivasi berasal dari
kata motif yang berarti dorongan, rangsangan, atau daya penggerak
dalam diri seseorang. Dengan kata lain motivasi adalah usaha
menggerakkan (Wahyuni, 2009:12). Dapat dikatakan, bahwa motivasi
adalah suatu dorongan kehendak, yang menyebabkan seseorang
melakukan sesuatu.
Maka orang tua yang memilih homeschoolingdi sini pasti
mempunyai motif mengapa sampai akhirnya mereka memilih
homeschooling. Orang tua yang memilih homeschoolingberpendapat
bahwa pada dasarnya pendidikan itu bermula dari rumah, yang dikenal
dengan istilah Al Ummahaat Madrasatul Uula Lil Abnaa‟, yaitu ibu
adalah tempat pendidikan yang pertama bagi anak. Memberikan
pendidikan kepada anak merupakan kewajiban orang tua yang harus
dilaksanakan. Mereka ingin menjalankan kewajiban tersebut dan lebih
terfokus membentuk anak mereka sesuai dengan visi misi dan
kecocokan keluarga mereka.
Seiring dengan bertambahnya usia dari anak-anak, tentunya orang
tua membutuhkan sarana untuk mengembangkan wawasan serta wadah
yang lebih luas demi mengontrol pendidikan anak. Teknologi dan
pengetahuan semakin berkembang, maka orang tua pun mau tidak mau
93
harus berusaha untuk mempelajarinya demi mengoptimalkan proses
pembelajaran dengan anak.
Memberikan pendidikan untuk anak adalah bagaikan menoreh tinta
di atas kertas kosong. Jika orang tua menorehkannya dengan tinta
berkualitas jelek, dengan asal-asalan pula, maka jangan berharap untuk
mendapatkan hasil yang baik. Lain halnya jika orang tua
menorehkannya dengan tinta emas dan dengan penuh kecermatan serta
kehati-hatian, InsyaAllahorang tua akan mendapat hasil yang
memuaskan. Mungkin hal itulah yang mendorong orang tua untuk
beralih ke homeschoolingdemi anak mereka.
Setiap orang tua pasti memiliki kecenderungan yang berbeda
dalam memilih sarana pendidikan bagi anak mereka. Masing-masing
orang tua tentu memiliki alasan tersendiri dalam memilih konsep
pendidikan untuk anak. Hal ini tak dipungkiri karena setiap orang tua
memiliki harapan yang berbeda-beda, kondisi yang berbeda-beda, visi
misi yang berbeda-beda, dan tentu saja memiliki tujuan atau target
akhir yang berbeda-beda pula.
Jika dilihat kembali, motivasi memang merupakan faktor
pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, ada dua faktor utama.
Dan faktor tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
94
a. Faktor Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang tumbuh dari
dalam diri individu dan menjadi fenomena yang penting
(Wahyuningsih, 2009:25).
Pada manusia, motivasi intrinsik tidak hanya sekedar untuk
membentuk motivasi atau keinginan untuk beraktivitas, tetapi juga
menjadi salah satu bagian yang penting dalam hidup mereka.
Dilihat dari faktor intrinsik, motivasi orang tua yang
memilih homeschoolingyaitu supaya anak dapat berjalan sesuai
dengan fitrahnya, supaya anak dapat melakukan sesuatu yang
memang sedari awal dia sukai, agar ke depannya lebih terarah
dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Setiap orang tua tentu saja
menginginkan yang terbaik untuk anaknya, menginginkan anak
tumbuh dengan baik dan bahagia. Oleh karena itu, orang tua
praktisi homeschoolingkebanyakan memilih homeschooling
sebagai solusi yang tepat bagi pendidikan anak. Kebanyakan
keluarga homeschooler menginginkan anak diasah sesuai dengan
bakat dan minat yang dimiliki. Tanpa harus terlalu dipecah fokus
pembelajaran mereka dengan mempelajari hal-hal yang pada
dasarnya tidak terlalu dibutuhkan dalam menunjang tujuan akhir
yang diinginkan oleh sang anak. Mereka merasa jika anak terlalu
dipaksa untuk mempelajari semua hal termasuk apa yang
95
sebenarnya membuat anak stress, itu tidak akan baik untuk psikis
anak ke depannya.
Selain itu, motivasi intrinsik orang tua dalam memilih
homeschoolingsebagai sarana pendidikan anak adalah mengingat
keprihatinan orang tua terhadap dampak globalisasi yang
merajalela di kalangan masyarakat. Tidak hanya kalangan orang
dewasa saja, melainkan kalangan pelajar, remaja, dan tentu saja
anak-anak. Melihat realita yang terjadi sekarang ini, anak akan
lebih mudah mendapatkan pengaruh buruk dari luar jika memang
orang tua tidak mengawasi dengan cermat, hal itu tentu saja
membuat orang tua khawatir dan berhati-hati dalam memilih
sarana pendidikan untuk sang anak. Oleh karena itu, orang tua
percaya bahwa dengan homeschoolingmaka anak akan lebih mudah
untuk diawasi dan dibentuk. Karena jika di sekolah formal pada
umumnya, tanggung jawab biasanya akan dilimpahkan kepada
guru, dan ketika melihat jumlah murid yang sangat banyak, tidak
mungkin bila guru akan intensif dalam memantau anak mereka.
Maka dipilihlah homeschoolinguntuk dijadikan solusi dari masalah
tersebut.
b. Faktor Ekstrinsik
Walaupun telah jelas dipahami bahwa motivasi intrinsik
merupakan tipe motivasi yang paling penting dalam mengarahkan
dan mendorong perilaku, namun juga tidak selalu bahwasanya
96
seseorang termotivasi dengan motivasi intrinsik saja. Motivasi
ekstrinsik merupakan sebuah konstruk yang berkaitan dengan
sebuah aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan beberapa hasil
karena faktor di luar individu (Wahyuningsih, 2009:29-30)
Dilihat dari faktor ekstrinsik, faktor yang mempengaruhi
ketika membahas motivasi orang tua memilih
homeschoolingsebagai sarana pendidikan anak yaitu selain karena
anak sendiri menginginkan homeschoolingdan anak merasa
nyaman dengan homeschooling, namun juga karena konsep dasar
yang dimiliki oleh homeschoolingyang membuat para orang tua
merasa cocok. Konsep dasar homeschoolingyang sering didengar
adalah bahwa homeschoolingadalah sekolah kehidupan, di mana
proses pembelajaran dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja,
dapat dilakukan dari bangun tidur sampai tidur kembali. Maka,
orang tua memilih homeschoolingsebagai sarana pendidikan untuk
anaknya karena dengan homeschoolinganak diajarkan untuk belajar
tanpa batasan.
5. Karakteristik, atau Keistimewaan dari Homeschooling
Karakteristik, atau keistimewaan bisa diartikan sebagai kualitas
atau sifat yang dimiliki. Keistimewaan sendiri adalah sesuatu yang
khas atau mencolok dari seseorang ataupun sesuatu benda atau hal.
Dapat juga diartikan sebagai karakter utama dari homeschooling,
fitur pembeda, dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek positif yang
97
dirasakan orang tua praktisi homeschoolingketika memilih
homeschooling.
Ketika dilihat di atas, terdapat motivasi utama mengapa orang tua
memilih homeschooling. Selain karena memang homeschoolingadalah
pilihan yang tepat bagi anak mereka, dan pilihan yang sesuai dengan
kecocokan orang tua itu sendiri, orang tua memilih
homeschoolingtentu saja karena ada karakteristik dari homeschooling,
ada sisi positif yang mereka lihat dan rasakan ketika memilih
homeschooling.
Karakteristik utama yang menonjol dari homeschoolingversi orang
tua praktisi homeschoolingadalah, orientasi pendidikan lebih
menekankan pada pembentukan karakter anak, bukan berbasis nilai.
Seperti yang dijelaskan di atas, ketika orang tua memilih
homeschooling, orang tua akan lebih mudah dalam membentuk
karakter anak, menanamkan nilai-nilai keluarga, dan visi misi keluarga
kepada anak. Bila kita menilik sistem pendidikan di sekolah formal,
anak akan terbelah fokusnya, karena terdapat berbagai macam karakter
anak, berbagai macam pandangan dan visi misi guru yang kadang
berbeda dengan keluarga, hal itu menyebabkan anak ambigu dalam
memahami sesuatu. Tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi anak
ke depannya.
Selain itu, orang tua yang memilih homeschoolingberanggapan
bahwa kegiatan belajar dalam homeschoolingbisa terjadi mandiri,
98
kapan saja, dan di mana saja. Visitasi ke berbagai tempatpun menjadi
kegiatan yang sering dilakukan orang tua dan anak praktisi
homeschooling. Orang tua memegang peranan penting dalam
homeschooling. Tanggung jawab orang tua dalam mengelola anak juga
lebih tinggi dibanding dengan orang tua yang tidak memilih jalur
homeschoolingbagi anak mereka. Orang tua berperan sebagai
fasilitator, pendamping, motivator, dan teman diskusi.
Jadwal kegiatan pembelajaran yang dimilikipun bersifat fleksibel.
Pada intinya jadwal kegiatan pembelajaran tersebut memberikan ruang
dan kesempatan anak belajar sesuai dengan minat, kebutuhan,
kecerdasan, dan kecenderungan anak terhadap sesuatu. Slogan belajar
di mana saja, dan kapan sajapun bukan hanya sebatas slogan belaka.
Tetapi memang dalam praktiknya, anak bisa belajar di mana saja, dan
kapan saja, ketika memang anak menikmati waktu itu, dan ketika anak
bertanya akan sesuatu karena rasa ingin tahunya yang tergolong
tinggi, maka itulah belajar.
Beberapa konsep tersebut yang menjadi karakteristik dasar
homeschooling. Faktor pembeda dari homeschoolingdan sekolah
formal kebanyakan. Kegiatan sehari-hari yang tidak seperti itu-itu saja,
menjadi daya tarik tersendiri dari homeschooling.
6. Kelebihan yang Terdapat pada Diri Anak
Kelebihan adalah keutamaan atau sisi positif yang lebih dominan
dibanding yang lainnya. Keunggulan pada diri anak akan mudah
99
dilihat apabila orang tua terfokus pada anak, dan mengerti hal yang
disukai maupun yang tidak disukainya.
Pada dasarnya, setiap anak mempunyai keunggulan masing-
masing, karena sejak awal anak mempunyai beberapa fitrah yang
memang dimiliki sejak dia lahir. Di antaranya yaitu; keimanan, belajar,
bakat, perkembangan, estetika, dan lain sebagainya. Orang tua dapat
memaksimalkan fitrah-fitrah tersebut untuk melihat di manakah letak
dominan anak.
Tidak ada anak yang tidak mempunyai kelebihan atau keunggulan,
yang ada hanyalah ketidakmampuan anak ataupun orang tua sendiri
dalam mendeteksi atau menyadari akan bakat dari anak sedari dini.
Dari situlah diperlukan quality time antara orang tua dan anak, supaya
mereka dapat mengerti satu sama lain, dapat mengerti pula mengenai
kesukaan dan ketidak sukaan masing-masing.
Terdapat sembilan kecerdasan, dan pasti terdapat satu atau dua
yang menonjol atau dominan dalam diri anak. Entah itu kinestetik,
linguistik, interpersonal, intrapersonal, musikal, atau yang lainnya.
Terkadang anak sedari kecil sudah memberikan tanda bahwa kinestetik
yang lebih menonjol dari dirinya, atau linguistik yang lebih menonjol
dari dirinya, tetapi orang tua mengabaikan tanda-tanda kecil tersebut,
karena dirasa anak masih kecil dan belum begitu paham mengenai apa
yang dia sukai.
100
Orang tua yang memilih homeschoolingsebagai sarana pendidikan
anak beranggapan bahwa dengan homeschooling, maka karakter,
bakat, minat, dan kecenderungan anak dapat dengan mudah dideteksi
dan diarahkan. Sebagian besar anak dari keluarga homeschooler
memiliki karakter pribadi yang baik. Hal ini dibuktikan dari adanya
perkembangan sikap sehari-hari anak ketika di rumah dan di
lingkungan sekitar, seperti:
a. Tanggung jawab: dengan homeschooling, anak diajarkan untuk
tanggung jawab sedari dini. Bagaimana tidak, jika dalam proses
pembelajaran, anak akan belajar sesuai dengan apa yang
disukainya, maka dia akan bertanggung jawab dengan pilihannya.
Selain itu, terdapat beberapa keluarga homeschooler yang memilih
untuk memberikan jadwal keseharian dengan anak mereka,
walaupun tetap bersifat fleksibel, namun kegiatan mereka tersusun
sesuai dengan kesepakatan orang tua dan anak. Semisal, anak
diajarkan untuk menyelesaikan tugas rumah atau diberikan agenda
harian yang memang membentuk dia untuk bertanggung jawab.
b. Sopan santun: melalui homeschooling, akan menekankan pada
praktik dalam pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan
menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari serta dapat
berperilaku sopan santun kepada siapa saja, bahkan kepada yang
berbeda usia atau lintas usia. Anak dari keluarga homeschooling,
sebagian besar lebih mudah berinteraksi dengan lintas usia. Entah
101
itu lebih tua dari usia mereka, ataupun lebih muda dari usia
mereka. Hal ini dikarenakan dalam keseharian proses
pembelajarannya, anak belajar dengan siapa saja, yang
menyebabkan interaksi mereka dengan orang-orang yang berbeda
usia jauh lebih sering.
c. Kecerdasan kinestetik: anak dari keluarga homeschoolingbiasanya
menyukai aktivitas fisik, dan aktif dalam berkegiatan di dalam
maupun di luar rumah. Walaupun tentu saja tidak semua seperti itu,
hanya saja secara umum dan secara garis besar, anak lebih aktif
dalam berinteraksi dan berkegiatan.
d. Kecerdasan interpersonal: seperti yang dijelaskan di atas, dalam
praktik kesehariannya anak akan lebih sering berinteraksi dengan
orang-orang. Entah itu ketika mereka sedang travelling, sedang
belajar ke pasar, sedang belajar di kantor pos, atau ke tempat-
tempat lainnya. Sehingga anak lebih mudah dalam memahami
tingkah laku seseorang, lebih bisa menghargai sesama, dan tentu
saja mempunyai perasaan kasih sayang yang tinggi dengan orang
lain.
7. Kesadaran Anak dalam kegiatan Keagamaan
Kesadaran anak dalam kegiatan keagamaan mulai terlihat, karena
memang orang tua sendiri yang mengelola atau mengambil
alihmengenai pendidikan keagamaan, anak sedari dini sudah
102
mempunyai kesadaran dalam melakukan kegiatan keagamaan seperti
membaca
Al-Qur‟an, mendengarkan ceramah, dan kewajiban-kewajiban agama,
seperti sholat lima waktu, puasa, dan lainnya. Tingkat keintensitasan
anak dalam mempelajari agama juga tinggi, karena anak merasa
nyaman dengan orang tua mereka, dan orang tua mereka pastinya juga
ingin memberikan pelajaran agama sedari dini, maka anak akan
diajarkan mengenai agama seintens dan sebaik mungkin, sehingga
anak dalam menjalankan ibadah menjadi ikhlas karena kesadaran diri,
dan bukan karena terpaksa.
Seperti yang dialami oleh ibu E, beliau menuturkan bahwa anak
beliau pernah sekolah TK dua tahun, dan disaat acara kelulusan anak
beliau mengucapkan kesan pesan dan cita-citanya kelak ketika dewasa,
dan anak tersebut mengatakan bahwa dia ingin menjadi seorang
hafidzoh. Cita-cita yang mungkin hanya bisa dikatakan orang dewasa,
namun di umurnya yang masih sangat belia, dia mampu untuk
mengatakannya dengan lantang bahwa dia ingin menjadi seorang
hafidzoh.
Setelah itu, ibu E memutuskan ingin mendidik anak dengan tangan
beliau sendiri. Beliau ingin mengasah dan menjaga kemurnian fikiran
anaknya sendiri. Anak beliau pun juga mampu menyerap hafalan
dengan sangat baik, dan dia sudah mampu menghafal juz „amma serta
surat surat lainnya yang ada dalamAl-Qur‟an.
103
Tak berbeda dari anak-anak praktisi homeschoolinglainnya, mereka
pun dibekali ilmu keagamaan yang sangat baik dari keluarganya.
Mereka sudah mengerti akan dosa dan juga pahala, dan mana yang
menjadi perintah ataupun laranganNya. Seperti kasus yang dialami
oleh ibu SA, anak beliau sudah melakukan puasa wajib serta sholat
lima waktu tanpa bolong, dan anak ibu E yang bahkan dia pun
menangis ketika telat menunaikan sholat. Hal tersebut patut
dibanggakan, karena di usia tersebut anak sudah mempunyai fondasi
keagamaan yang baik. Dan hal tersebut bisa dijadikan sebagai benteng
ketika kelak dia tumbuh dewasa, agar senantiasa dapat menjaga
keimanannya.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan yang berkaitan dengan motivasi orang tua dalam memilih
homeschoolingsebagai sarana pendidikan anak. Di antaranya adalah:
1. Motivasi Orang tua Memilih Homeschoolingsebagai Sarana
Pendidikan Anak
Adapun motivasi orang tua memilih homeschoolingsebagai sarana
pendidikan anak secara keseluruhan adalah, karena orang tua merasa
cocok dengan konsep dasar homeschoolingyang berorientasi pada
pendidikan karakter yang kuat, fun, sehingga tidak membuat anak
menjadi stress atau terkekang, dan hal tersebut mendukung anak
supaya tetap merasa nyaman dan memperoleh pendidikan yang terbaik.
2. Karakteristik dari Homeschoolingsehingga Orang Tua Memilih
Homeschoolingsebagai Sarana Pendidikan Anak
Karakteristik atau keistimewaan homeschoolingadalah,
homeschoolingmemberikan ruang untuk anak belajar dengan konsep
borderless (tanpa batas), dan juga jadwal pembelajaran yang fleksibel,
bervariasi, serta visitasi ke berbagai lokasi yang dilakukan oleh anak
dalam keadaan senang dan tanpa kekangan.
105
3. Kelebihan pada Diri Anak Menurut Orang Tua setelah Memilih
untuk Homeschooling
Setiap anak tentu saja mempunyai kelebihan tersendiri, dan orang
tua adalah sosok yang memahami tentang kelebihan, atau
kecenderungan yang terdapat pada anak mereka. Secara keseluruhan,
anak praktisi homeschoolingmempunyai karakter yang kuat serta etika
yang baik. Kemampuan adaptif mereka dalam berkomunikasi
tergolong tinggi, sehingga tidak menjadi masalah ketika anak
berinteraksi dengan lawan bicara lintas usia.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, maka
penulis mengajukan beberapa saran guna perkembangan selanjutnya ke
arah yang lebih baik, yaitu:
1. Saran untuk Orang Tua
a) Hendaknya orang tua terus menggali pengetahuan-pengetahuan
baru dan tetap belajar mengikuti perkembangan zaman yang
terjadi, karena bagaimanapun juga ketika keluarga sudah sepakat
untuk memilih homeschooling, peranan orang tua dalam mendidik
dan membersamai anak menjadi lebih tinggi.
b) Hendaknya orang tua tetap memperhatikan kemampuan anak,
karena ketika berhomeschooling, anak tidak bisa membandingkan
sampai mana kemampuannya, dan tidak ada kompetisi di situ.
106
Untuk masuk ke dunia yang sesungguhnya, anak harus tetap
diajarkan itu semua agar siap menghadapi kompetisi.
c) Hendaknya orang tua memberikan pengertian untuk kesiapan
mental dan psikis anak dalam menghadapi segala bentuk
pandangan buruk dari orang lain, baik itu teman, maupun tetangga
sekitar yang belum mengerti betul atau tidak sependapat dengan
homeschooling.
d) Walaupun dalam praktiknya, anak banyak berinteraksi dengan
lingkungan dan orang-orang baru, serta tidak mempunyai masalah
dalam hubungan pertemanan dengan teman sebaya, namun tetap
saja anak homeschooler tentu lebih sedikit mempunyai teman
sebaya dibandingkan dengan anak yang bersekolah di sekolah
formal. Maka, hendaknya orang tua harus tetap memperhatikan
perkembangan sosial anak, agar tetap menjalani masa kanak-
kanaknya dengan mempunyai banyak teman sebaya.
2. Saran untuk Komunitas
a) Hendaknya komunitas mulai membuat tempat khusus untuk pusat
berkegiatan anak-anak homeschooling. Karena bagaimanapun
dalam suatu komunitas, basecamp merupakan tempat yang penting
untuk para anggotanya agar dapat leluasa membuat rancangan
kegiatan.
b) Sistem administrasi, pengarsipan data-data, maupun struktural
komunitas hendaknya juga mulai dibuat dan ditata secara resmi.
107
c) Walaupun komunitas masih berjalan apa adanya, namun akan lebih
baik jika mulai dipikirkan bagaimana agar komunitas ini tetap
berjalan ke depannya.
108
DAFTAR PUSTAKA
Aischa Revaldi. (2010). Memilih Sekolah untuk Anak. Jakarta Timur: Inti Medina.
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar & Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Brainerd, Lee Wherry, Jessica Sobanski, and Ricki Winegardner. 2002. Basic Skill
for Homeschooling: Language Arts and Math for the Middle School
Years. New York: Learning Express
Caruana, Vicki. 2003. The Homeschooler‟s Guide to. United States of America:
Crossway Books.
Daradjat, Zakiah. 1975. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta:
Bumi Aksara.
Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Griffith, Mary. 2012. Homeschooling: Menjadikan Setiap Tempat Sebagai Sarana
Belajar. Bandung: Nuansa. Diterjemahkan Dharma, Mutia dari Griffith,
Mary. 1998. The Unschooling Handbook: How to use whole world as
your child‟s classroom. United states: prima publishing.
Hariyadi, Rahmat. dkk. 2009. Sekolah Berbasis Lingkungan Alam. Salatiga:
STAIN Salatiga Press.
Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Jamal Ma‟mur Asmani. 2012. Buku Pintar Home Schooling. Jogjakarta: Flash
Books.
109
Kembara, Maulia D. 2007. Panduan Lengkap Homeschooling. Bandung:
Progressio.
Komariah, Yayah. 2007. Homeschooling Tren Baru Sekolah Alternatif. Jakarta:
Sakura Publishing.
Kompri.2015. Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Lestari, dan Ngatini. 2010. Pendidikan Islam Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya; Edisi Revisi.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Mulyadi, Seto. 2007. Homeschooling Keluarga, Kak-Seto: Mudah, Murah,
Meriah, dan Direstui Pemerintah. Bandung: Kaifa.
Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orang Tua Bijak. Bandung: Al Bayan Mizan
Pustaka.
Nur, Esa. 2009. Motivasi dalam Pembelajaran. Malang: UIN-Malang Press.
Rachman, Arief. 2007. Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku.
Jakarta: Kompas.
Siagian, Sondang. 2012. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumardiono. 2007. Homeschooling;Lompatan Cara Belajar, (Jakarta: Elex Media
Komputindo.
110
Zuldafrial, dan Muhammad Lahir. 2012. Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma
Pustaka.
111
Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing
112
Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penelitian
113
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
114
Lampiran 4. Lembar Konsultasi
115
Lampiran 5. Lembar S
116
Keislaman (ODK)
“Pemahaman Islam
Rahmatan Lil „Alamin
Sebagai Langkah Awal
Menjadi Mahasiswa
Berkarakter”
21 Agustus 2014 Peserta 2
4 Achievement Motivation
Training (AMT) “Dengan
AMT Semangat
Menyongsong Prestasi”
Oleh CEC dan JQH
STAIN Salatiga
23 Agustus 2014 2
5 Library User Education
(Pendidikan Pemustaka)
Oleh UPT Perpustakaan
28 Agustus 2014 Peserta 2
6 Seminar Nasional “Peran
Mahasiswa dalam
Mengawal Masa Depan
Indonesia Pasca Pilpres
2014” oleh DEMA
STAIN Salatiga
25 September
2014
Peserta 8
7 Pendakian Massal dan
Aksi Pungut Sampah oleh
11-12 Oktober
2014
Peserta 2
117
Mapala MITAPASA
8 SIBA-SIBI Training UTS
Semester Ganjil Tahun
2014 oleh CEC dan
ITTAQO
24-25 Oktober
2014
Peserta 3
9 Konser Paduan Suara
Mahasiswa Indonesian
Moslem Choir oleh UKM
Seni Musik El-Fata
STAIN Pekalongan
bersama delapan
perguruan tinggi Jawa
Tengah/ DIY
20 Februari 2015 Peserta/
Penyanyi
3
10 International Seminar on
the Inaguration of IAIN
Salatiga “ASEAN
Economic Community
2015; Prospects and
Challenges for Islamic
Higher Education” oleh
Ministry of Religious
Affairs State Institute For
Islamic Studies (IAIN)
28 Februari 2015 Peserta 8
118
Salatiga
11 Ngabuburit dan Dialog
Lintas Agama Salatiga
Bhineka Tunggal Ika oleh
SMC bersama PERCIK
30 Juni 2015 Panitia 2
12 Piagam Penghargaan
Institut Agama Islam
Negeri Salatiga pada
Acara Inagurasi OPAK
IAIN Salatiga Tahun
2015
14 Agustus 2015 Anggota
Paduan Suara
Seni Musik
Club (SMC)
3
13 Piagam Penghargaan
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
pada Acara Kuliah
Umum IAIN Salatiga
Tahun 2015
15 Agustus 2015 Anggota
Paduan Suara
Seni Musik
Club (SMC)
3
14 Edukasi Literasi
Keuangan bersama OJK
“Literasi Keuangan
Syariah dan Kebijakan
Mikroprudensial dalam
Stabilitas Ekonomi” oleh
12 Oktober 2015 Petugas 3
119
KSEI
15 Seminar Nasional
“Perbankan Syari‟ah di
Indonesia: antara Teori &
Praktik” Oleh HMJ
Hukum Ekonomi
Syari‟ah
4 November 2015 Peserta 8
16 Surat Keputusan (SK)
“Penyelenggara Kegiatan
Konser Perdana
Cakrawangsa Seni Musik
Club (SMC) Institut
Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga
9 November 2015 Panitia 3
17 Surat Keputusan (SK)
“Penyelenggara Kegiatan
Seminar Nasional
bersama Candra Malik
Seni Musik Club (SMC)
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
26 November
2015
Panitia 3
18 Surat Keputusan (SK)
“Pengangkatan Pengurus
14 Maret 2016 Pengurus 4
120
Seni Musik Club (SMC)
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
Masa Bakti 2016 oleh
Rektor Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)
Salatiga
19 Seminar Nasional
Problematika Hakim dan
Peradilan “Rekontruksi
Ideal Sistem Peradilan di
Indonesia” oleh HMJ
Ahwal Al-syakhshiyyah
22 September
2016
Peserta 8
20 Seminar Nasional “TAX
AMNESTI, Faktor-
Faktor yang
Melatarbelakangi
Lahirnya Amnesty Pajak
dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian
di Indonesia” oleh HMJ
Ekonomi Syariah
12 Oktober 2016 Pengisi Acara 8
21 International Seminar 24 Oktober 2016 Entertainer 8
121
“Developing Islamic
Economics Society
through Islamic Non-
bank Financial
Institution” by KSEI
22 Praktikum Mata Kuliah
Kewirausahaan
(Mahasiswa Jurusan PAI,
PGMI, dan PGRA)
“Keren itu Mahasiswa
Kreatif, Inovatif,
Mandiri, dan Berani
Berwirausaha”
14 Desember
2016
Peserta 2
23 Surat Keputusan (SK)
“Pengangkatan Pengurus
Seni Musik Club (SMC)
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
Masa Bakti 2017” oleh
Rektor Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)
Salatiga
27 Februari 2017 Pengurus 4
24 International Seminar 6 November 2017 Peserta 8
122
123
Lampiran 6. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana pandangan Bapak/ Ibu mengenai homeschooling?
2. Apakah anak dari Bapak/ Ibu sendiri yang memilih homeschooling atau Bapak/
Ibu arahkan untuk memilih homeschooling? Mengapa?
3. Kemudian apa motivasi Bapak/ Ibu sampai ahirnya memilih untuk
homeschooling?
4. Menurut Bapak/ Ibu apa saja sisi positif yang dimiliki oleh homeschooling?
5. Bagaimanakah Bapak/ Ibu dalam memberikan waktu untuk anak saat
pendampingan homeschooling?
6. Bagaimana respon keluarga dan masyarakat saat pertama kali Bapak/ Ibu
memilih homeschooling?
7. Apakah ada perkembangan, atau kelebihan anak setelah homeschooling?
8. Setelah melakukan diskusi dengan Bapak/ Ibu, apakah target yang ingin
dicapai anak ketika sudah mengambil homeschooling?
124
Lampiran 7. Transkrip Wawancara
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Nama
Responden/
Tanggal
Wawancara
Tema Bahasan Hasil Wawancara
1. Ibu S/16 Juli
2018
Motivasi Awal
Sembari makan-makan di acara sekolah
anak ibu S yang kedua yang bertema outdoor, kami
mengobrol dan saya pun mulai bertanya dengan
ibu S mengenai motivasi awal mengapa beralih ke
homeschooling pada anaknya yang pertama,
Peneliti: Anak ibu 2 itu yang homeschooling baru
yang pertama ya bu, motivasi awalnya
kenapa memang bu kalau saya boleh tau?
Responden: Jadi waktu itu anak saya tiba-tiba
memutuskan untuk tidak mau sekolah
mbak, kaget dong saya, dia sampai nangis
yang bener bener kejer mbak, intinya dia
enggak mau sekolah lagi. Gimana saya
enggak bingung mbak, wong itu dia itu
udah kelas 2 SMA sebentar lagi kelas 3.
Saya tanya alasannya, tetep aja dia malah
nangis,tetep saya paksa buat sekolah, tapi
dia tetep nangis. Sampai akhirnya pas dia
udah tenang dia bercerita kalau di sekolah
dia merasa tidak cocok. Tidak cocok
bukan karena ada masalah dengan
temannya, atau ada masalah lain. Tetapi
karena dia merasa bahwa sistem sekolah,
kurikulum, dan bahasan dia dengan teman
sebayanya tidak cocok dengan dirinya.
Teman-temannya suka bergosip,
membahas trend fashion, dan membahas
percintaan hingga terlalu dalam, dan dia
tidak begitu tertarik dengan itu, materi
yang diajarkan juga telah ia kuasai semua,
sebagai contoh itu gurunya masuk dan
125
Karakteristik
Homeschooling
Bakat Anak
mau memberikan materi, nah dia sudah
tahu mbak dan dia sudah menguasainya
dia jadi bosen nunggu temen-temennya
pada belajar, dia juga merasa kurang
dengan pelajaran agama yang hanya
diberikan seminggu satu kali. Jadi itulah
yang membuat dia merasa tidak cocok dan
tidak mau untuk masuk sekolah lagi. Dan
setelah itu saya berkonsultasi dengan bu
Septi, beliau pakar mbak mengenai
homeschooling. Diberilah beberapa
pilihan, untuk cut dikelas 2 dan lanjut cari
beasiswa ke luar negeri, atau cut di kelas
dua dan berkegiatan di CBE, atau mau
menyelesaikan sampai lulus dahulu baru
nanti mulai fokus pada keinginan anak.
Dan dia pilih mau homeschooling sambil
berkegiatan di CBE, setelah itu setelah
saya cari tau ilmu parenting dan mencoba
memahami keinginan anak, akhirnya saya
mantap dan tidak ada keraguan lagi
dengan homeschooling.
Jawab ibu S dengan sumringah.
Peneliti: Oh semacam itu ya buu, nah kalau
karakteristik homeschooling sendiri
menurut ibu itu apa aja bu, yang menurut
ibu beda dengan sekolah umumnya?
Responden: Homeschooling mengajarkan anak
untuk lebih bertanggung jawab akan
pilihannya sendiri mbak. Sebenernya
homeschooling itu ya natural aja sambil
ngalir sambil belajar. Dia jadi bisa belajar
banyak hal yang dari awal emang dia
sukai, jadi dia berkembang sesuai passion
dia
Peneliti: Terus bakat atau keunggulan dari diri
anak yang terlihat itu apa bu?
Dengan mata yang berbinar binar dan
senyum yang mengembang, ibu S mulai menjawab.
Responden: Kelihatan sekali mbak bedanya, ya
mungkin karena sekarang dia fokus sama
126
Rencana ke
Depan
sesuatu yang lebih dia seneng dan kuasai
ya mba, itu dia bahasa Inggrisnya cas cis
cus banget sekarang, aksen dia udah
aksen Inggris, udah ga yang logat bahasa
Indonesia gitu, saya sampai merinding,
anak saya ternyata bisa sepinter itu
bahasa Inggrisnya, ibunya sendiri aja ini
saya kaya enggak percaya. Dia emang
seneng berinteraksi sama bule-bule gitu
mbak, dia suka bahasa, dia seneng kalau
ngobrol kan jadi mengasah kemampuan
bicara Inggrisnya dia. Anak saya
linguisticnya kuat, jadi sekarang dia lebih
sering berkegiatan yang bisa mendukung
kemampuannya dia mbak, Alhamdulillah
pokoknya. Pernah waktu itu dia kan
waktu berkegiatan di luar, bareng bule-
bule itu diajak ke café mbak, kan orang
luar itu suka minum-minum gitu kan, nah
anak saya ditawari itu, tapi dia
Alhamdulillahnya bisa jaga diri mbak, dia
langsung foto dan dikirim ke saya, apa-
apa dia langsung laporan, dia bilang kalau
dia bisa jaga diri, dia meyakinkan saya,
jadi saya ga khawatir lagi mbak, karena
dia berani jujur
Peneliti: Oh begitu buk, terus kalau anak yang
kedua ini rencananya apakah juga akan
homeschooling atau gimana bu?
Responden: Kalau anak yang kedua ini kan masih
kelas 6 SD ya mbak, nanti selepas ini
saya serahkan ke anak, mau ke mana dia,
nanti saya dan keluarga biar bisa
berembug dan memutuskan mau dibawa
ke mana dia.
2. Ibu BD/16
Juli 2018
Motivasi Awal
Malam itu saya mengunjungi rumah salah
satu penggerak homeschooling di Salatiga. Dan
saya mencoba awali dengan bertanya mengenai
homeschooling kepada beliau.
Peneliti: Kalau boleh tahu, pada awalnya mengapa
ibu bisa tertarik di dunia homeschooling?
Responden: Sebelum saya jawab, saya ingin tahu
127
dulu dari mbak, kalau homeschooling
menurut mbak itu apa sih? Biar saya tahu
dulu, nanti kan bisa ngobrol dengan enak
dan nyambung.
Saya pun sedikit menjawab pertanyaan dari
beliau, menurut sepemahaman saya.
Peneliti: Kalau sepemahaman saya itu,
homeschooling adalah sekolah yang
berbasis di rumah bu. Jadi ya orang tua
jadi fasilitator, orang tua membersamai
anak, dan orang tu bertanggung jawab
penuh di situ.
Responden: Kalau menurut embak, anak-anak
yang ambil homeschooling itu harus anak
yang berkebutuhan khusus atau ndak sih
mbak?
Peneliti: Kalau menurut saya endak sih ya bu,
karena balik lagi itu kaya kesepakatan
antara orang tua dan anak mau
mengambil sistem pendidikan yang
seperti apa, kecocokan anak juga.
Responden: Nah kan mbak bener saya juga setuju
sama mbak, kadang yang perlu
diluruskan itu pemahaman orang-orang
tentang homeschooling. Kadang orang-
orang menilai kalau homeschooling itu
hanya untuk anak yang malas dan ngga
mau sekolah, untuk anak yang
berkebutuhan khusus, padahal engga juga
mbak. Kenapa awal saya tertarik dan
memilih homeschooling itu karena pada
awal mulanya, saya waktu itu masih cari-
cari referensi ke sekolah mana anak saya
akan lanjut, karena waktu itu kan anak
saya masih bersekolah di sekolah formal.
Tetapi saya agak merasa kurang cocok,
dan mencoba mencari alternatif lain, dan
ketemulah homeschooling karena
kebetulan saya juga ada teman yang
sudah homeschooling duluan, jadi saya
belajar banyak sama beliau. Ternyata
anak saya pun juga meminta mbak, dia
juga ingin homeschooling karena dia
128
Respon
Keluarga
Karakteristik
Homeschooling
merasa cocok di situ. Anak saya ini kan
baik di seni tari, jadi saya dan keluarga
ingin mengembangkannya dan fokus di
situ, akhirnya kami sekeluarga memilih
homeschooling mbak untuk pendidikan
anak saya.
Peneliti: Dari pihak keluarga sendiri bagaimana bu
responnya ketika mengetahui pilihan ibu
ini?
Responden: Kalau dari keluarga saya, terutama ibu
saya sendiri itu beliau engga
mempermasalahkan sih mbak. Tapi
beliau cuman tanya aja, “oh sekarang
sekolah ki bisa di rumah juga to?” gitu
hahaa..
Peneliti: Hehe oh begitu, jadi keluarga ngga
masalah ya bu ya?
Responden: Iya mbak, ngga ada masalah. Karena
dari orang tua sendiri ngelihat anak saya
yang nyaman-nyaman saja, dia bahkan
enjoy ngejalaninnya. Jadi ibu saya merasa
itu pilihan yang baik.
Peneliti: Terus setelah ibu menjalani, yang ibu
ketahui tentang karakteristik atau sisi
istimewa, kelebihannya itu apa aja bu?
Responden: Seperti alasan awal saya milih
homeschooling ya mbak, pasti kan juga
ada kelebihan dari homeschooling yang
membuat saya beralih ke homeschooling.
Salah satunya ya ini mbak, ketika anak
saya memang sudah kelihatan
kecenderungannya di mana, ya sebisa
mungkin kita harus bantu dia untuk
mengembangkan apa yang dia punya dan
apa yang dia sukai. Kan kalau di sekolah
formal, anak masih harus terbagi
fokusnya untuk belajar berbagai macam
pelajaran yang sebenarnya itu tidak
terlalu mendukung dalam mencapai
tujuan akhir dia. Bukan berarti pelajaran-
pelajaran itu enggak penting lho ya
mbak, hanya saja kurang pas dengan
kecenderungan anak. Kalau di
homeschooling kan enggak mbak, kita
tahu tujuan akhir mau kemana, ya gimana
caranya kita meraih itu. Di
129
Kecenderungan
atau Kelebihan
Anak
homeschooling anak jadi lebih terfokus
sama apa yang dia sukai dan
kecenderungan yang dia miliki.
Peneliti: Kalau kecenderungan yang udah mulai
kelihatan dari anak ibu itu apa bu?
Responden: Anak saya itu kan lebih dominan di
aktivitas fisik mbak, dia suka seni tari,
dia sudah kelihatan tuh dari kecil suka
sama tari. Tapi kan dia sampai kelas 6
SD di sekolah formal ya mbak, jadi
keunggulan dia itu kurang bisa
dikembangkan secara optimal. Setelah itu
mulai beralihlah ke homeschooling,dan
bakat dia semakin kelihatan. Untuk jadi
penari professional kan berarti dia harus
belajar banyak mengenai sejarah tari,
mengenai macam-macam tarian di
Indonesia, belum lagi kalau dia ingin go
international, tak dipungkiri dia butuh
menguasai bahasa asing. Ya jadi gitu
mbak, bakat dia sekarang jadi makin
kelihatan.
3. Ibu PS/17
Juli 2018
Motivasi Awal
Siang hari, di ruang tamu dengan angin
yang cukup sepoi-sepoi waktu itu, saya berbincang
dengan ibu PS yang punya pembawaan sangat
ramah. Sambil disuguhi teh dan juga camilan, saya
mulai sedikit-sedikit bertanya dengan ibu PS
mengenai anak beliau yang homeschooling.
Peneliti: Kalau boleh tahu anak ibu yang
homeschooling ada berapa bu?
Sambil menunjuk foto yang ada di buffet
ruang tamu, beliau menjawab,
Responden: Oh anak saya yang homeschooling itu
satu mbak, yang anak ke dua Zada mbak
namanya, dia udah 13 tahun. Kalau yang
pertama itu dia udah kuliah, dan yang
terahir masih kecil. Kebetulan ketiga
130
anak saya laki semua hehee.. saya
dikelilingi cowok-cowok ganteng.
Peneliti: Terus awal mula anak ibu yang kedua itu
beralih ke homeschooling itu kenapa bu?
Motivasi dan alasan awalnya?
Sambil tertawa beliau menjawab,
Responden: Apa yang saya tahu dan yang saya
alami itu yang akan saya sampaikan ya
mbak, jadi kebetulan pada awalnya, saya
enggak menyekolahkan dia di
homeschooling mbak, cuman dari
pengelaman anak saya, dia itu sejak kecil
memang seneng gerak, dia emang ga bisa
diem orangnya, dia ga suka duduk lama-
lama, tapi saya masih tidak begitu paham,
saya kira juga tidak apa dengan dia
sekolah di sekolah formal. Pernah saya
konsultasikan ke psikolog anak, saya kira
anak saya itu hiperaktif karena
sepemahaman saya anak yang ga bisa
diem itu ya hiperaktif, tapi dari psikolog
anak menyampaikan bahwa ini anak
bukan tipe anak hiperaktif, tapi dia hanya
mudah bosan saja. Jadi dia tidak bisa
kalau mempelajari sesuatu atau
melakukan kegiatan rutinan yang itu-itu
saja. Dari psikolog bilang ya coba
disuruh ngasih permainan yang seru,
kaya monopoli, atau yang lainnya gitu-
gitu. Itu pernah ada cerita lucu mbak
sewaktu dia masih TK, kan kalau mau ke
sekolah ada jemputannya, tiap harinya itu
kalau dia udah denger mobil jemputan di
depan rumah, dia nangis histeris gidro-
gidro gitu mbak. Tapi anak tetap saya
sekolahkan sampai SD kelas 6 mbak,
karena saya juga belum begitu paham
dengan keinginan dan karakteristik pasti
dia, dan belum terbesit juga untuk
homeschooling, walaupun dia kalau di
sekolah ya itu kadang suka ga ikut
pelajaran, dia seneng di luar cari cari
sesuatu yang baru di lingkungan sekitar,
dia sering ngobrol sama tukang kebon,
131
Karakteristik
Homeschooling
terus cari apa, ngeksplor apa. Ya waktu
itu saya masih bodoh sih ya mbak ga
mudeng sama anak saya itu tipe yang
gimana, ga tau mau dia gimana, saya
malah marah-marah terus sama dia,
karena saya kira dia itu bandel dan anak
nakal hahaaa.. adanya mung tak marahin
kamu mbok jangan nakal to leee ya
Allah. Dan sampai akhirnya setelah lulus
kelas 6, dia saya beri pilihan untuk
memilih SMP mana yang dia inginkan.
Dia enggak pernah ngasih jawaban mau
kemana, dan sampai akhirnya dia bilang,
“aku tidak mau sekolah, aku mau
homeschooling”. Waduh bingung saya,
saya ya tau mbak tentang homeschooling
tapi belum paham sampe ke akar-akar,
saya kan orang kantoran mbak waktu itu,
yaa kerja pagi pulang soree gitu terus.
Saya konsultasi tuh sama bu Septi, pakar
homeschooling itu. Bu Septi juga bilang,
ibu ini berarti anak memang harus
homeschooling bu. Duh saya geblak-
geblak meja itu bingung soalnya
aahahaha.. Tapi disitulah yaudah saya
mulai menimbang-nimbang demi
kebaikan anak, saya akhirnya resign dari
pekerjaan dan Bismillahsaya mulai
membersamai anak untuk
homeschooling.
Peneliti: Terus kalau sejauh ini ibu rasakan, apa
saja sih bu karakteristik dari
homeschooling itu sendiri, yang
membedakan dia dari sekolah formal
umumnya?
Responden: Wah banayak mbaak.. dengan
homeschooling ini Zada mulai
menghadirkan hal-hal yang baru untuk
saya, wow ternyata begini to mendidik
anak, wow ternyata dunia pendidikan itu
luas sekali, ooh ternyata pilihan
pendidikan itu banyak, oh ternyata
sekolah itu tidak harus formal, wah saya
jadi tau banyak sekali hal. Dia juga jadi
bisa mempunyai waktu yang lebih
banyak seperti sekolah yang tidak ada
132
Kecenderungan
/Kelebihan
Anak
batasan, sejauh ini dia happy. Dia ngga
pernah nyesel juga akan pilihannya. Pada
dasarnya kan orang tua itu wajibnya
mendidik, membiayayai, dan mendoakan,
setelahnya itu semua adalah rahasia
Allah. Homeschooling itu adalah sekolah
kehidupan mbak, dari bangun tidur
sampai dia tidur lagi itulah sekolah. Dia
jadi bisa mengembangkan fitrah yang
dimilikinya, dia jadi bisa menemukan oh
siapakah saya? Apa sih bakat saya? Saya
harus bagaimana? Dan apa yang bisa
saya berikan untuk orang lain? Seperti itu
mbak, ya itulah kaya sisi positif dan
karakteristik dari homeschooling itu
sendiri.
Peneliti: Sisi dari Zada yang paling kelihatan
sebelum dia homeschooling dan setelah
homeschooling menurut ibu itu apa aja
bu?
Responden: Zada jadi lebih kelihatan mbak sisi
penyayangnya kalau saya lihat sejauh ini.
Kecerdasan yang dia punya itu dia tipe
kinestetik, naturalis juga. Dia engga
begitu bagus kalau disuruh membaca atau
menulis, yang lama-lama gitu, dia kan
cepet bosan, tapi kemampuan menghafal
dia tentang sesuatu, terus kalau itu
berhubungan dengan aktifitas fisik,, duh..
itu anak cespleng mbak. Jadi ya waktu
sekolah dulu, dia itu ngga punya catetan,
engga punya buku, kerjaannya main aja,
hahaa.. tapi kok ya anehnya anaknya
kalau pas tes gitu ya paham, dia mudeng
walaupun engga pernah nyatet. Yaa
setelah dia sekarang homeschooling jadi
lebih kebentuk mbak. Dia seneng
ngobservasi-ngobservasi hal-hal yang
baru gitu, ngobservasi belut. bawa belut
ke rumah, seneng ngekplor gitu-gitu
mbak. Dan satu lagi yang paling saya
lihat perbedaannya Zada, dia jadi jauh
lebih bahagia dari sebelumnya, dia jadi
nemu dia yang sesungguhnya, itu mbak
yang saya syukuri sekarang ini.
Peneliti: Terus kalau ibu sendiri pernah ngga bu
133
Rencana ke
Depan
nawarin anak buat sekolah lagi, atau
gimana gitu?
Responden: Duhh haha tetep mbak, saya coba-coba
gitu, tiap anak-anak lain pada kenaikan
kelas saya tawarin tuh, eh mau sekolah
nggaak? ini ajaran baru lho. tapi jawaban
dia tetap satu, NOOOOOO haha...
yaudah berarti ini anak kan emang udah
nyaman mbak, kalau udah nyaman kan
jadi enak mau belajar apa-apa aja jadi
nyambung.
4. Ibu SA/18
Juli 2018
Motivasi Awal
Waktu itu, siang hari sehabis dzuhur. saya
mengunjungi rumah salah satu praktisi
homeschooling yang bertempat di Salatiga. Saya
pun dipersilahkan duduk oleh ibu tersebut, dan
sambil duduk, beliau memperkenalkan anaknya
yang bernama Oza. Oza yang masih anak-anak tak
sungkan untuk menawarkan minum kepada saya
dan teman saya waktu itu, saya sempat kagum dan
kaget melihat anak di umur yang sangat belia bisa
sangat santun dan berinisiatif membuatkan minum
untuk tamu yang berkunjung ke rumah. Saya pun
bertanya pada ibu SA,
Peneliti: Ibu, itu kok anaknya umur segitu udah
pinter banget, santun begitu bu.
Responden: Hehe, iya mbak dia memang gitu
anaknya, seneng melayani, dan perhatian
gitu.
Peneliti: Alhamdulillah ya bu ya, itu anak ibu yang
homeschooling ya bu?
Responden: Iya mbak, itu anak saya yang
homeschooling.
Peneliti: Terus itu ibu pada awalnya gimana bu,
kok bisa memilih homeschooling untuk
134
anak ibu?
Responden: Oza pernah sekolah satu semester
mbak di sekolah negeri. Tapi dia lebih
seneng kalau mamanya yang ngajarin dia
kalau pas di rumah, kadang setelah pulang
sekolah itu biasanya saya buatin media,
soalnya anaknya emang lebih paham kalau
sambil bermain. Anaknya itu paham
banget kalau itu saya mbak yang
menjelaskan. Kan kalau di sekolah ngga
mungkin kan mbak kalau gurunya itu
ndampingin satu-satu dan bikin atau
jelasin media satu satu ke anak. Dan dia di
sekolah itu ada kejadian, Mmmm .. kan
dia itu tipe anak yang kalau ada aturan
begitu ya jadi harus gitu mbak, taat aturan
lah anaknya itu. Udah dikasih tahu bu
guru kalau upacara kan harus diam, ngga
boleh bicara atau ngobrol sama temen.
Nah dia itu ya nurut, saklek, tapi kan
namanya anak, kadang ada ya mbak yang
tetep ngajak ngobrol gutu-gitu, dan si Oza
ini selalu nasehatin temennya suruh diem.
Sampainya di rumah itu dia cerita, dia
bingung kok temen-temennya pada gitu.
Kadang kalau di suruh buang sampah ke
tempat sampahpun, anak-anak yang
lainnya pada buang asal. Dan anak saya
itu suka mungutin sampah, dia masukin ke
tempat sampah. Jadi temen-temennya tuh
suka mandang aneh dia mbak, padahal kan
dia ngelakuin itu karena mau taat aturan
aja, terus lama-lama dia mulai engga
nyaman. Dan ngepasi itu di sekolahnya,
dia dapet guru yang galak mbak. Ya
walaupun sebenernya ibu gurunya galak
bukan ke Oza, karena anaknya itu
Alhamdulillah paham dan tertib, tapi dia
sering lihat gurunya itu marah ke
temennya. Nah disitulah kaya Oza jadi
tambah terobsesi untuk jadi perfeksionis
supaya engga salah di depan gurunya.
Setiap malem itu kadang dia pas tidur
nangis, terus ngigau dari jam 10 malem
sampai jam 1, suka teriak teriak sendiri
jadi kaya ketakutan gitu lo mbak. Terus
135
Karakteristik
Homeschooling
Kelebihan/
Kecenderungan
Anak
abis itu saya suruh buat engga sekolah
seminggu kira kira, karena dia engga
kunjung membaik juga, masih sering gitu.
Ada wacana saya suruh pindah ke sekolah
lain dia tetap ndak mau. Sampai anak
bilang kalau dia ingin belajar sama saya
saja, akhirnya ya saya memilih untuk
homeschooling seperti sekarang ini mbak
sebagai solusi.
Peneliti: Terus kalau sejauh ini yang ibu tahu
tentang karakteristik homeschooling itu
apa saja bu? Setelah ibu menjalaninya
sendiri.
Responden: Banyak yang bisa dia eksplor mbak
jadinya. Anak jadi bisa mengenal banyak
kegiatan, karena dia masih di bawah 10
tahun jadi dia boleh untuk mengenal
banyak hal dulu biar nanti 10 tahun ke atas
dia bisa bener bener ngembangin bakat
dan minat yang dia punya. Selain itu
homeschooling lebih kaya mengasah life
skill mbak, jadi fitrah anak bisa
dikembangin dengan baik. Karena setiap
anak kan punya fitrah sendiri ya mbak,
jadi biar tetap murni gitu lho engga
kecampur-campur dengan sesuatu yang
bikin dia bingung, sampai memang bekal
dia udah cukup.
Peneliti: Kalau kelebihan yang anak miliki atau
kecenderungan yang dia sukai itu apa bu?
Responden: Sejauh ini yang saya lihat, Oza itu suka
melayani mbak, dia care sama orang, rasa
kasih sayang dia itu besar. Jadi ketika dia
sekarang homeschooling, sisi positifnya
dia itu lebih keluar. Selain itu, Oza itu
paling suka beternak dan bercocok tanam.
Dia punya banyak tanaman mbak di kebun
kecil belakang rumah. Kalau dia nemu biji
apa gitu, dia penasaran terus dia tanem di
tanah. Ehh.. ternyata tumbuh jug mbak
haha. Dia juga punya kandang ayam
sendiri, di kandang ayamnya ditulisi “Oza
belajar beternak”. Jadi dia ya yang urus
sendiri tentang makannya, bersihin
kandangnya. Bahkan pakan ayamnya pun
dia beli sendiri dari uang saku dia. Dia
136
ngamati waktu ayam itu bertelr, sampai
dia itu nangis mbak waktu ayamnya mati
karena keselek. Hehe… Nah jadi keliatan
betul sebelum dia homeschooling dan
sekarang homeschooling, Oza jadi bisa
mengeksplor banyak banget tentang
sesuatu yang belum tentu bisa dia dapetin
di sekolah formal pada umumnya. Kadang
saya juga berfikir, oiyaa ternyata
lingkungan itu ngasih pembelajaran yang
sangat banyak ke dia. Dia kan suka
beternak ya mbak, itu tetangga kana da
yang punya ternak lele, itu dia ke sana
mbak, sendirian gitu tanya-tanya, terus
ada yang bercocok tanam tentang apa, dia
pengen tahu, akhirnya kesana lah dia, cari
tahu. Jadi ya gitu mbak, dia sering
mengeksplor dan dia adaptasi dengan
lingkungan, dan komunikasi dengan antar
usia itu baik. Selain itu, Alhamdulillah nya
dia itu anak yang nurut mbak, anak yang
sudah tahu tentang kewajiban seorang
muslim itu seperti apa,dan bagaimana. Dia
sholat full mbak, dan puasa dia di
Romadhon juga udah ga ada bolong.
Alhamdulillah pokoknya mbak.
5. Ibu AK/21
Juli 2018
Motivasi Awal
Di siang hari, di ruang tengah, ibu AK
mempersilahkan saya duduk, tak lama kemudian
beliau ke belakang dan membawakan minuman
untuk saya. Sambil saya minum, saya diberikan
juga beberapa camilan untuk dimakan. Beberapa
saat saya ngobrol-ngobrol kecil dengan beliau.
Sampai akhirnya saya pun bertanya mengenai
homeschooling dengan beliau.
Peneliti: Awal mulanya bagaimana ceritanya ibu
bisa memilih homeschooling untuk anak
bu?
Responden: Awalnya karena kebutuhan anak sih
137
Karakteristik
Homeschooling
mbak, karena awalnya pas TK itu anak
sudah menunjukkan gejala-gejala dia
enggak mau sekolah yang duduk manis
gitu. Tapi ya sudah karena saya kira anak
masih kecil dan saya juga belum ada
kepikiran untuk homeschooling, jadi anak
tetap saya paksa untuk sekolah. Sampai
waktu SD itu dia sudah makin keliatan
kalau dia tidak nyaman dengan sekolah.
Dia sering tidak ikut pelajaran, ya dia ikut
kalau pas dia suka, kalau emang engga
mau dia engga ikut.. Dulu kan dia sekolah
sistem full day school, jadi kadang pulang
sampai sore itu dia tidak ikut pelajaran
sama sekali, dia lebih memilih untuk
bermain bola dan seharian di aula
ketimbang ikut pelajaran. Sampai ahirnya
waktu dia kelas 3 itu dia minta untuk tidak
sekolah lagi, dia mau belaajar di rumah
saja sama mama katanya. Jujur saya
bingung waktu itu, saya sempat agak lama
untuk bisa memutuskan iya atau tidak
untuk saya jalankan homeschooling mbak.
Saya diskusi sama bapaknya, dan bapak
juga ahirnya mengiyakan untuk memilih
yang terbaik untuk anak. Saya juga
berfikir, saya timbang-timbang lagi mbak,
daripada anak seperti itu terus, dia tidak
nyaman dan malah bolos setiap hari kan
agak kasian juga ya, waktu dia jadi
terbuang sia-sia. Ahirnya dengan
Bismillah saya berani untuk membersamai
anak homeschooling.
Peneliti: Terus kalau karakteristik dari
homeschooling sejauh ibu ketahui dari
pengalaman ibu selama ini apa bu?
Responden: Lebih mudah untuk mengontrol anak
sih mbak, kita jadi tahu apa-apa saja yang
dimiliki anak, bisa kita kembangkan.
Terus enaknya juga kita bisa belajar
bareng, saya jadi tahu banyak hal karena
mau tidak mau ketika saya dan suami
memutuskan untuk homeschooling tentu
saja intensitas saya bertemu dengan anak
dan membersamainya juga lebih tinggi
dan dominan. Jadi saya juga harus terus
138
Pembagian
Waktu dalam
Membersamai
Anak
Respon
Keluarga
Kelebihan/
Kecenderungan
Anak
belajar dan mengasah ilmu saya, supaya
nantinya dapat memfasilitasi anak dengan
baik.
Peneliti: Oh begitu bu, terus ibu dalam membagi
waktu untuk memfasilitsasi anak itu
bagaimana bu?
Responden: Kebetulan saya ibu rumah tangga
murni mbak hehee.. Jadi tidak begitu jadi
masalah untuk saya, kalau untuk
memfasilitasi anak. Saya di sini istilahnya
juga belajar bareng dengan anak. Jadi saya
kalau masalah waktu untuk dia InsyaAllah
saya bisa memberikan waktu penuh. Tapi
kalau suami saya kan engga bisa seintens
saya mbak, karena beliau harus bekerja.
Peneliti: Dari keluarga sendiri ada pertentangan
atau tidak bu?
Responden: Jelas mbak kalau itu hehee.. Sampai
dulu itu bener-bener seluruh keluarga
kumpul di sini, saya dan suami bener-
bener kaya disidang. Saya ditanya-tanyai
kenapa, sempet juga dikira tidak ada
biaya. Tapi saya akhirnya menjelaskan,
dan orang tua saya dengan keluarga bisa
menerima, mereka bisa ikhlas itu ya
setelah mereka tahu dari anak saya sendiri
kalau anak saya bahagia dan nyaman
dengan homeschooling.
Peneliti: Kalau dari anak bu, anak ibu sudah mulai
kelihatan atau belum bu perihal
kecenderungan dia akan sesuatu, atau
bakat dia?
Responden: Aksa, sebelum dan sesudah mengikuti
homeschooling itu sudah mulai keliatan
bedanya sih mbak. Dia kalau saya lihat
sekarang auranya sudah beda. Dia jadi
lebih bahagia dibandingkan dulu. Itu mbak
yang saya pribadi juga senang melihatnya.
Disamping itu, Aksa ini kan tipikal anak
yang mudah bosan kalau melakukan
aktivitas yang itu itu saja, padahal kan
kalau dia di sekolah formal biasa itu juga
membatasi dia untuk bergerak kan mbak,
jadi ketika dia homeschooling seperti
sekarang ini, dia jadi bisa belajar dengan
caranya dia dan pastinya dia nyaman.
139
Aksa kan ini selain hobi membaca, dia kan
seneng belajar jadi programmer-
programmer gitu kan mbak, jadi kalau dia
homeschooling gini kan dia jadi bisa
memaksimalkan hobi dia dan ngembangin
bakat yang dia miliki.
6. Ibu AH/23
Juli 2018
Motivasi Awal
Sambil menunggu ibu AH yang sedang
menunaikan sholat duhur, di situ saya disambut
oleh anak ibu AH yang sangat ramah sekali. Saya
dipersilahkan masuk dan disiapkan tempat duduk.
Cukup sumringah saya melihat anak lelaki
tersebut. Tak lama kemudian ibu AH datang dan
membawa minuman untuk saya dan rekan saya.
Sambil saya minum, saya pun menjelaskan niat
saya untuk sedikit wawancara dengan beliau.
Kemudian beliau pun bertanya,
Responden: Mbak Ina sendiri memahami
homeschooling iytu seperti apa mbak?
Peneliti: Sejauh yang saya tau sekolah yang
berbasis di rumah bu, orang tua fasilitator
utamanya.
Responden: Iya mbak, jadi homeschooling itu yang
sekolah di rumah, sekolah kehidupan,
sekolah yang tanpa batasan. Eh sebentar
ya mbak, saya itu punya bayi hehe.. saya
ambil dulu sebentar.
Sambil menggendong bayi yang baru
berumur 3 bulan, beliau pun meneruskan
ucapannya,
Sebenernya kenapa saya memilih
homeschooling itu bukan gimana-gimana
ya mbak, sebenarnya mau orang tua itu
140
Karakteristik
Homeschooling
menyekolahkan anak di sekolah formal
atau memilih homeschooling itu sama aja
mbak sama baiknya, tinggal kecocokan
keluarga itu sendiri dengan konsep dari
masing masing pilihan tadi mbak, dan
kebetulan saya lebih cocok di konsep
homeschooling. Saya kurang begitu cocok
dengan konsep penyeragaman yang ada di
sekolah mbak, konsep penyama rataan
kemampuan anak. Padahal setiap anak itu
berbeda lho mbak, dan secara enggak
langsung, di sini anak jadi kaya di drilling,
semua harus tetap mengejar ketertinggalan
demi nilai supaya tidak tinggal kelas.
Walaupun di sini saya sih santai ya mbak,
tidak memaksa anak di luar
kemampuannya, tapi kan anak saya di situ
sekolah mbak, jadi mau engga mau ya
saya harus bantu ngear ketertinggalan
anak saya, yang awalnya saya ngga mau
maksa dia kan juga jadi saya paksa, lha
mau gimana lagi kalau patokannya nilai
kan ya mau gamau saya harus ngikut
mbak, karena nanti anak saya bisa-bisa
tinggal kelas dong. Yang saya merasa
bertolak belakang sama hati kecil saya ya
itu mbak, saya ingin memutus mata rantai
itu. Dan anak saya yang pertama itu
kinestetik banget, jadi saya dan suami
memutuskan untuk cut dari sekolah formal
ketika dia kelas satu, dan beralih ke
homeschooling. Begitupun dengan anak
kedua saya yang dia lebih condong ke
auditory dan dia tipe anak observer. Jadi
setelah kami menjalaninya, saya dan
keluarga sudah menemukan kecocokan
dengan homeschooling sampai sekarang,
seperti itu mbak.
Peneliti: Oh begitu ya bu, dan anak sejauh ini
bagaimana bu?
Responden: Anak sejauh ini menikmati mbak, dia
enjoy tanpa ada masalah lah sejauh ini
mbak.
Peneliti: Terus kalau yang ibu rasakan dari
pengalaman ibu, karakteristik
homeschooling itu sendiri apa bu?
141
Pembagian
Waktu dalam
Membersamai
Anak
Kelebihan/
Kecenderungan
Anak
Keistimewaan atau sisi positifnya?
Responden: Anak bisa belajar di manapun dan
kapanpun mbak, tidak hanya textbook.
Sebagai contoh nih, anak tersebut dari
keluarga treveller, yasudah mereka
belajarnya ya dengan cara travelling,
belajar dari penduduk lokal, belajar cara
beradaptasi, belajar bahasa baru, dan
belajar yang tidak selalu berpusat pada
buku. Contoh juga keluarga homeschooler
itu dari keluarga petani, ya mereka
belajarnya dari situ. Jadi fleksibel gitu loh
mbak, menyesuaikan kebutuhan dan
kondisi juga. Kaya kemarin anak saya,
saya ajak ke pasar dan ke kantor pos.
Anak sangat antusias sekali mbak, dia
bertanya apa saja ketika dia di pasar, dia
juga belajar cara mengirim surat, jadi
secara tidak langsung dia juga belajar
untuk berinteraksi dengan orang-orang
yang asing bagi dia. Istilahnya belajarnya
tidak terbatas lah mbak, dia jadi bisa
terfokus dengan hal-hal yang memang dia
sukai.
Peneliti: Kalau perihal membagi waktu untuk
membersamai anak itu gimana bu, kalau
semisal ibu ada acara yang mengharuskan
ibu ke luar kota?
Responden: Ya kembali lagi mbak, karena di sini
orang tua bertanggung jawab penuh, orang
tua jadi fasilitator, jadi ya kegiatan saya
itu kegiatan dia, kegiatan dia juga kegiatan
saya.
Peneliti: Bakat atau kecenderungan anak yang
sudah mulai terlihat apa saja bu kalau
boleh tau?
Responden: Anak saya yang pertama itu kan
kinestetik banget ya mbak, jadi ketika dia
homeschooling seperti sekarang ini, bakat
dia jadi mulai kebentuk. Dia kan minat di
kegiatan fisik, kegiatan kegiatan outdoor,
sama teknologigitu, contohnya olahraga,
fotografi, seni, dia juga suka editing-
editing video, programmer, gitu-gitu
mbak. Kalau anak saya yang kedua itu kan
tipe anak auditory, dia baik dalam
142
mendengarkan, dia baik dalam mengingat,
dan dia itu observer mbak. Jadi dia seneng
mencari tahu sesuatu yang baru, kadang
dia udah cari tahu sesuatu terus ditanyain
sama bundanya padahal sebelumnya saya
belum pernah mengajari.
Peneliti: Ibu kan masuk dalam komunitas CBE ya
bu dan saya dengar ibu sebagai ketuanya,
nanti kan di skripsi saya tetap saya
cantumkan gambaran umum tentang
komunitas ini, nah apakah ada database
atau informasi-informasi mengenai
komunitas ini bu yang sekiranya bisa saya
minta?
Responden: Hmm begini mbak, komunitas kami ini
kan terhitung masih baru, jadi untuk
gambaran umum komunitas ini yang kaya
data-data gitu kita belum ada, kita masih
cair aja masih ngalir aja, ya karena tadi
juga mbak kita non formal. Yang penting
kita punya value yang sama, kita sepakat
punya visi-misi yang sama, yaitu berbagi
dan melayani.
7. Ibu FS/24
Juli 2018
Motivasi Awal
Saya mengunjungi tempat berjualan suami
ibu FS, yang buka mulai sore hingga malam.
Kadang ibu FS menemani berjualan, kadang tidak,
dan kebetulan waktu itu, beliau sedang menemani
suaminya bersama dengan kedua anaknya. Saya
dipersilahkan duduk dan diberikan minuman.
Sembari menikmati angin yang sepoi-sepoi, saya
pun menjelaskan maksud kedatangan saya, dan
kami pun mulai berbincang,
Peneliti: Ini ibu setiap hari di sini bu?
Responden: Oh engga mbak, ini kan kebetulan saya
dan anak-anak free, anak-anak juga
pengen ke sini , yaudah kita semua ke sini
deh, paling nanti sampai jam berapa doing
143
Karakteristik
Homeschooling
mbak.
Peneliti: Anak ibu yang homeschooling ada berapa
bu?
Responden: Masih satu mbak, yang pertama. Yang
kedua masih kecil soalnya, tapi nanti dia
tetep homeschooling, saya perkenalkan
dan saya tawari dulu tentu saja mbak.
Peneliti: Terus kalau boleh tau, awal mula ibu
memilih homeschooling itu kenapa bu?
Responden: Pada dasarnya karena di awal sudah
merasa cocok sih mbak, karena kembali
lagi semua tergantung kecocokan
masing-masing keluarga, dan keluarga
saya cocok dengan homeschooling.
Selain itu ada hal-hal yang saya dan
keluarga ingin hindari, yaitu salah
satunya ya ketika anak belajar bukan
karena dia ingin belajar, tapi hanya
karena mengejar nilai dan mengikuti rata-
rata nilai kelas supaya dia tidak
ketinggalan. Saya benar-benar ingin
fokus dengan masa kecilnya dia, supaya
dia engga terkontaminasi macem-macem
mbak. Anak itu kalau masih umur segini
masih mudah sekali untuk ditanamkan
nilai-nilai agama, nilai-nilai kehidupan
yang baik. Jadi saya bener-bener mau
pegang dia mbak. Anak juga nyaman dan
enjoy.
Peneliti: Untuk perihal ngaji anak gitu-gitu ibu
sendiri yang handle atau ngaji di TPA
bu?
Responden: Alhamdulillah saya sendiri mbak yang
pegang.
Peneliti: Terus kalau karakteristik dari
homeschooling yang ibu ketahui sejauh
pengalaman ibu selama ini itu apa saja
bu?
Responden: Saya lebih terfokus ya ketika saya
ingin menanamkan visi misi dan nilai-
nilai keluarga kepada anak. Karena punya
anak itu kan ibarat buku dan tulisan ya
mbak, akan lebih mudah menulis
daripada menghapusnya, dan saya ingin
anak saya nanti ditulis dengan baik. Jadi
ketika di homeschooling itu saya lebih
144
Kelebihan/
Kecenderungan
Anak
bisa memantau anak dan terfokus dalam
mendidik anak mbak dan menanamkan
nilai-nilai keluarga, dan juga pendidikan
pendidikan lainnya.
Peneliti: Kalau kelebihan atau kecenderungan dari
diri anak yang sudah mulai terlihat itu
apa saja bu?
Responden: Kalau saya melihat kecenderungan dia,
dia itu dia suka aktivitas fisik. Selain itu
dia juga suka membaca mbak, di
umurnya dia yang sekarang, dia sudah
aktif membaca, sering dia ke perpus
daerah lama-lama buat membaca. Kita
kan di rumah ada jadwal gitu ya mbak,
nah dia itu Alhamdulillahnya sudah
mengerti tentang tanggung jawab, itu
yang saya ingin tanamkan ke anak mbak.
Tapi karena di sini saya dan suami
berdagang ya mbak, ya saya dan suami
juga mengenalkan dunia dagang ke anak,
dia sering bantu-bantu, dan dia juga
tertarik ke arah sini. Ya intinya saya ingin
kenalkan hal-hal baik untuk dia, biarkan
dia mengeksplor apa yang memang dia
sukai selagi itu baik untuk dia.
8. Ibu E/27 Juli
2018
Motivasi Awal
Pada siang hari tepatnya sehabis dzuhur,
saya mengunjungi rumah salah satu keluarga
homeschooler, sosok ibu yang berjilbab panjang
dan berwajah teduh tersebut membukakan pintu
dan mempersilahkan saya untuk masuk. Sambil
duduk lesehan di ruang tengah beliau, saya
mencoba mengawali pembicaraan,
Peneliti: Jadi begini bu, saya kemarin kan juga
sudah menemui beberapa ibu lainnya dan
ngobrol sedikit mengenai homeschooling,
dan saya kemarin diberikan informasi
kalau ibu juga mengambil homeschooling
untuk anak, kalau saya boleh tau itu bu,
awal mula mengapa ibu bisa memilih
145
homeschooling itu mengapa ya bu?
Dengan ramah, ibu E mulai bercerita pada
awal mulanya mengapa ia memilih untuk
homeschooling,
Responden: Dulu itu awalnya saya kerja, di
perusahaan BUMN mbak, dan banyak
temen-temen kerja saya waktu itu yang
meninggal muda. Ada suami istri yang
meninggal karena perjalanan padahal
anaknya 2 masih kecil semua. Dan saya
waktu masih di perusahaan itu, saya itu
jarang sekali ada waktu untuk anak,
karena kan saya kerja sampai sore bahkan
sampai malem. Terus kan balik lagi
memang bener, kalau sebaik-baik
pengingat adalah kematian. Duh, kalau
seandainya saya mati besok terus apa
yang mau ditanya, bahkan kewajiban
saya untuk mendidik anak pun masih
sedikit saya lakukan. Saya akhirnya
mencari rujukan-rujukan, banyak
membaca buku tentang wanita-wanita
yang masuk surga, seperti Fatimah,
Khadijah, terus baca-baca tentang ibunda
para ulama. Dan saya akhirnya paham,
kalau mencari nafkah itu engga wajib
untuk saya, saya itu tugasnya ya
mendidik anak, merawat keluarga.
Istilahnya kalau kau ingin bermanfaat
untuk orang lain, jagalah keluargamu
terlebih dahulu, gitu. Dan di sini saya
dikasih amanah 2 anak, jadi saya ya harus
menjaga mereka. Saya engga mau mbak,
kalau saya bekerja terus saya mati saya
dintanyai apa saja yang sudah kamu
berikan pada anakmu. Saya takut sekali.
Terus setelah 5 tahun saya bekerja, hati
saya semakin berontak, tapi Allah
akhirnya membukakan jalan, mantaplah
saya untuk keluar. Saya keluar itu posisi
tidak megang apa-apa mbak, saya bener-
bener di rumah saja, saya engga jualan,
146
Respon
saya engga berbisnis apa-apa. Tapi ya
balik lagi kewajiban utama saya itu
mendidik anak, jadi saya Bismillahaja.
Dan kebetulan anak saya itu aktif banget
bertanya, dia sering banget Tanya-tanya
tentang sesuatu, “mah kenapa kok bulan
begini, maah kenapa kok matahari
begini” dan saya ingin bisa menjawabnya
dengan baik, saya ingin anak saya
mendapat jawaban dari Al-Qur‟an
terlebih dahulu, tentang bagaimana
penciptaan bumi, tentang bagaimana
matahari dan bulan dijelaskan dalam Al-
Qur‟an. Supaya dia nantinya ketika
dewasa sudah terbiasa untuk membuka
Al-Qur‟an terlebih dahulu dibanding
yang lainnya mbak, jadi kalau dia
bertanya gitu yaa kita bukakan Al-
Qur‟an, saya bacakan dan saya tunjukkan
ke anak. Sedangkan saya tidak tau kalau
saya memasukkan dia ke Sekolah,
gurunya bisa dipastikan seperti itu juga
atau tidak mbak. Karena ya itu tadi mbak,
dia itu banyak bertanya, jadi saya ingin
memastikan dapat memberikan jawaban
yang baik untuk dia.
Peneliti: Jadi itulah mengapa ibu pada akhirnya
memilih homeschooling ?
Responden: Iya mbak, saya memilih untuk
homeschooling itu yaa semenjak saya
resign dari perusahaan. Jadi kira-kira 2
tahun ini. Dan kebetulan papanya anak-
anak itu kan kerjanya berpindah-pindah ya
mbak, ke tempat satu ke tempat lainnya.
Jadi akan memudahkan kita dan juga
anak-anak kalau kita mengambil
homeschooling mbak. Karena kalau kita
pake sekolah formalpun, anak-anak pasti
juga akan belajar beradaptasi dengan
teman-teman baru lagi, lingkungan yang
baru lagi, dan kurikulum sekolah yang
berbeda.
Peneliti: Kalau dari pihak keluarga sendiri bu,
apakah memang sudah ada basic
homeschooling, atau malah menuai pro
dan kontra dari keluarga?
147
Keluarga
Karakteristik/
Keunggulan
Homeschooling
Responden: Yaa kalau dari keluarga pada awalnya
tetap kontra mbak. Apalagi ibu saya waktu
itu dikiranya saya engga punya biaya,
sampai mau dibiayai ibu saya. Tapi saya
kasih pengertian terus, dan sampai
akhirnya keluarga sekarang sudah ridho.
Peneliti: Terus kalau selama 2 tahun ini yang ibu
rasakan tentang keunggulan
homeschooling itu sendiri apa saja bu?
Beliau berfikir sesaat dan sambil terbatuk
beliau menjawab,
Responden: Saya itu jadi lebih bisa mengontrol dia,
apa saja yang dia lakukan dengan
temannya, apa saja kegiatan dia sehari-
hari. Dan kalau di sekolah, saya engga
bisa. Terus walau dia di rumah, dia itu
jarang sekali nonton televisi, gadget juga
dia jarang sekali pegang. Ada sebenernya
tv di rumah, tapi ya cuman tergantung
saja.
Jawab ibu E sambil tertawa.
Peneliti: Jadi dia bener-bener engga tergantung
sama tv dan gadget ya bu?
Responden: Iya mbak, dan jadinya anak itu punya
empati yang lebih tinggi, lebih peduli dengan
lingkungan, dan juga orang-orang di sekitar dia.
Beda kalau dia punya gadget, dia pasti ngga akan
peduli dengan sekitar. Tapi beda kalau dia ngga
pegang gadget mbak, dia jadi keluar rumah, jalan-
jalan, ketemu orang tua, dia akan banyak nanya.
Kaya kalau saya ajak dia ke toserba, dia nanya-
nanya sama mbak-mbak pegawainya, dia berani
ngomong sama orang lain, sama orang yang lebih
tua dari dia. Pernah waktu itu lagi jalan kemana ya,
ada mbak-mbak beliin nenek-nenek kue putu. Saya
kira kan anak-anak ga merhatiin ya mbak, ternyata
sampainya di rumah si kakaknya ini bilng “maa,
maa itu kok tadi mbak-mbaknya baik banget ya
beliin nenek tadi kue putu”. Naah dapet satu
pelajaran lagi kalau anak jadi lebih aware sama
lingkungan. Jadi kalau ambil homeschooling itu
148
Kecenderungan
Anak
mau gimanapun juga motivasi orang tua harus kuat,
karena di sini orang tua yang jadi guru, kita ditiru,
mau ngga mau ya kita juga harus banyak belajar.
Peneliti: Nama anak ibu siapa bu kalau boleh tahu?
Responden: Cicu mbak, nama panggilannya Cicu.
Jawab ibu E sambil tertawa.
Peneliti: Kalau cicu sendiri itu udah kelihatan
belum bu bakat dia di mana,
kecenderungan dia gimana, atau dia lebih
suka ke arah mana?
Responden: Anak saya itu seneng banget bicara, dia
seneng membaca, ya tapi itu tadi emang
itu kan kalau saya tanya ke psikolog, umur
segini itu, umur 7 tahun gini masih diberi
macem-macem hal-hal yang baik, jadi kita
filter dan kasih hal-hal yang baik. Apalagi
masih kecil, kita tanamkan nilai-nilai
agama itu mudah sekali mbak. Dia
Alhamdulillah sholat 5 waktunya udah
jalan dengan kesadaran sendiri, dia pernah
nangis itu mbak gara-gara sholatnya telat,
saya lupa dia ketiduran atau gimana waktu
itu, dan ngepasi adeknya itu lagi sakit dan
rewel-rewelnya. Sampai dia waktu itu
pernah waktu TK, dia pernah sekolah TK
mbak, dan pas wisuda itu kan tiap anak
disuruh menyampaikan apa cita-citanya,
yang lainnya pengen jadi pilot, pengen
jadi tentara, atau apa, dan waktu itu hanya
anak saya sendiri yang dengan bangganya
bilang kalau dia pengen jadi penghafal Al-
Qur‟an. Saya terenyuh itu mbak, dan saya
jadi kepikiran untuk megang sendiri
pendidikan anak saya. Ada sebenernya
kan mbak, lembaga belajar buat anak-anak
penghafal Al-Qur‟an, tapi saya tetep
pengen megang sendiri mbak, saya kadang
mikir oiyaa saya itu diberi otak sama
Allah, diberi ilmu, kenapa ga saya
gunakan untuk mendidik anak saya,
otomatis itu juga jadi ladang pahala juga
untuk saya. Kalau seandainya pun besok
meninggal, saya tidak mau ada penyesalan
gitu aja sih mbak.
149
Saya pun sempat menanyai dengan anak ibu
E yang sedang di situ mengenai hafalan dan
kenyamanan dia di rumah. Waktu itu dia sedang
baca buku, saya tanya lah bagaimana hafalannya
dan bagaimana sehari-hari dia. Dia bilang “aku
suka baca buku, baca Al-Qur‟an, sama menghafal
surat-surat Al-Qur‟an.”Dan Ibu E juga
menuturkan bahwa anaknya sudah punya
kesadaran sendiri untuk membaca buku, menghafal
Al-Qur‟an, dan dia nyaman dengan
homeschooling.
9. Ibu IA/28
Juli 2018
Motivasi Awal
Peneliti: Saya kemarin kan sudah mewawancarai
beberapa orang tua yang juga praktisi
homeschooling ya bu tentang motivasi
awal mengapa mereka memilih
homeschooling. Ada yang memang dari
awal memilih homeschooling, ada juga
yang karena anak mereka yang meminta.
Nah kalau dari ibu sendiri mengapa bisa
memilih homeschooling sebagai sarana
pendidikan anak ibu?
Responden: Motivasi awal itu, Alhamdulillah
Allah baru kasih amanah satu anak,
namanya Naila bisa dipanggil Aila juga.
Karena empat tahun pernikhan kami baru
diberi amanah, rentang waktu itu saya
buat untuk menambah ilmu parenting.
Dari internet dan dari info-info lainnya.
Karena dulu saya merasakan sendiri kalau
pas sekolah itu lebih suka kalau pas
kegiatan OSIS, pramuka, drumband,
paski, dll. Makanya saya itu bayangin
kalau punya anak mau tak coba dengan
belajar tanpa sekolah. Apalagi kalau
150
Karakteristik
Homeschooling
Kelebihan/
Kecenderungan
Anak
melihat sekolah dengan segala
kepelikannya. Tambah mantaplah saya
untuk mencoba meng unschooling kan
Aila. Usia PAUD Aila sempat sekolah,
tapi cuma satu bulan. Dia minta belajar di
rumah sama bundanya. Usia TK saya
tawarkan lagi dia untuk sekolah. Dia mau
sekolah di lebah putih. Usia SD akhirnya
Aila minta mau belajar tanpa sekolah.
Yang jelas, kenapa memilih
homeschooling ini berkaitan dengan
pondasi dasar untuk Aila dalam kecintaan
kepada Allah. Aqidah dan akhlak biar
tidak tercampur, di tengah-tengah zaman
yang seperti ini. Jika dasar kecintaan pada
Allah sudah tumbuh, maka InsyaAllah ke
depannya untuk kumpul dengan yang
berbeda aqidah, Aila sudah ada penguatan
dalam dirinya.
Peneliti: Oh begitu ya bu, kalau karakteristik dari
homeschooling sendiri sejauh ibu ketahui
dan rasakan itu apa saja bu?
Responden: Dalam proses pembelajarannya, saya
lebih mudah untuk memantau anak dan
fokus dengan dia. Aila sendiri lebih
berbinar karena dia belajar apa yang
benar-benar dia butuhkan. Karena balik
lagi, belajar dapat di mana saja dan kapan
saja, Aila jadi bisa saya ajak kemana-
mana mbak. Kegiatan saya ya kegiatan
Aila juga. Yang jelas bisa main ke mall
saat weekdays, ke tempat wisata maupun
kolam renang jadi serasa milik sendiri
heheee…
Peneliti: Hehe iya juga ya bu, terus kalau bakat
atau kecenderungan dari Aila yang mulai
terlihat itu apa saja bu?
Responden: Aila itu naturalis sekali, gaya
belajarnya yang kinestetik dan semua
upaya pengenalan yang sudah saya
lakukan, dia itu berbinar kalau ketemu
hewan, senang membawa akar-akar,
batuan, dan hewan-hewan ke rumah. Dia
antusias sekali dengan discovery channel.
Dia begitu bahagia bercerita dengan
siapapun (anak kecil, orang tua) dari
151
Pembagian
Waktu dalam
Membersamai
Anak
segala aspek. Start from the finish line,
Aila pengen mempunyai riding school.
Untuk itu kami fasilitasi Aila dengan
latihan berkuda di tempat yang InsyaAllah
tepat. Karena buka kompetisi berkuda
yang Aila cari, tapi belajar mengelola
riding school dengan kuda yang dibuat
hidup sesuai habitatnya (tanpa kandang).
Di rumah, dia belajar disiplin dengan
merawat kamar kucingnya yang berjumlah
tujuh. Untuk kesukaannya bercerita, saya
bantu juga untuk melatih perkembangan
story telling dia. InsyaAllah bulan depan
akan kami carikan coach untuk
memperdalam kesukaan dia ini mbak.
Peneliti: MasyaAllah ibu, kegiatan anak menarik
sekali. Sepertinya Aila punya banyak
bakat ya bu? Terus kalau untuk membagi
waktunya sendiri itu bagaimana bu?
Semisal ada kegiatan yang mengaharuskan
ibu pergi ke luar kota?
Responden: Alhamdulillah, sejak awal menikah,
saya tidak diijinkan suami bekerja di ranah
umum. Kalaupun harus ke luar kota ya
anak ikut mbak. Semua kegiatanku ya
kegiatan Aila juga. Contoh waktu harus
mendampingi orang tua dan mertua untuk
umroh, Aila terlibat full dalam kegiatan.
Dia bertugas mendampingi kedua orang
tua saya, dan saya mendampingi kedua
mertua saya. Pendampingannya juga full,
mulai dari memegang kedua orang tua
saya terkait naik turun lift, mengantar ke
toilet sewaktu di masjid maupun saat
ziarah tempat-tempat wisata maupun
mendampingi saat makan. Karena tempat
makan di zam-zam tower itu harus
melewati dua kali lift, dan itu Aila yang
handle.
Peneliti: MasyaAllah, semoga ibu senantiasa
diberikan kemudahan dalam merawat dan
mendidik anak ibu ya bu
Responden: InsyaAllah mbak, Aamiin. Minta
doanya saja ya mbak, semoga istiqomah.
152
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI
Wawancara dengan Ibu S Wawancara dengan Ibu PS
Wawancara dengan ibu SA Wawancara dengan Ibu AK
153
Wawancara dengan Ibu AH
Wawancara dengan Ibu FS
Wawancara dengan Ibu E
154