morfologi ultisol patuk gunung kidul (1)

15
Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul Abstrak Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah stopsite 2 dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 02 April 2016 di Patuk, Gunung Kidul. Praktikum ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan melihat sifat, ciri dan pemanfaatan lahan di lokasi tersebut. Bahan dan alat yang digunakan pada pratikum ini adalah palu pedologi untuk memecahkan tanah atau batu, GPS yang berfungsi untuk mengetahui lokasi, klinometer untuk mengukur kemiringan tanah , pH stick untuk mengetahui PH tanah , pisau untuk mengambil sampel tanah, Munsell Color Charts sebagai acuan untuk menentukan warna tanah , kompas untuk mengetahui arah, penggaris, dan alat tulis, sedangkan kemikalia yang digunakan adalah H2O2 3%, H2O2 10%, HCl 2N dan H2O. Adapun pengamatan diawali dengan pembuatan profil tanah dan mendeskripsikan profil tanah tersebut. Deskripsi yang dimaksud berupa jeluk, warna tanah, tektur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, uji khemikalia, pH H2O dan klasifikasi ordo tanah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ordo tanah di stopsite 2 yaitu Latosol (menurut PPT), Lixisol (menurut FAO) dan Ultisol (menurut Soil Taxonomy atau USDA). Kata kunci: Patuk Gunung Kidul ,profil tanah, deskripsi tanah, morfologi tanah, alfisol Pengantar Tanah di suatu tempat dengan tempat lainnya pasti memiliki perbedaan dan tidak mungkin akan sama persis. Hal ini dikarenakan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti iklim, bahan induk, relief, organisme yang terkandung dalam tanah, dan waktu pembentukan tanah. Untuk itulah, diperlukan adanya Penelitian tanah di lapangan sehingga dapat diketahui perbedaan dan karakteristik dari tanah secara langsung di tempat yang berbeda. Tanah ultisol termasuk jenis tanah muda, bertekstur pasiran, konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi, dan ketersediaan bahan organik serta Nitrogen yang rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan Gunung Berapi ini kaya hara namun belum tersedia, sehingga dikategorikan tanah miskin hara yang berdampak negatif terhadap kegiatan pertanian. Tanah ultisol termasuk dalam jenis tanah yang miskin akan bahan organik. Kandungan

Upload: oripu

Post on 11-Jul-2016

63 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

asdfhghjkl

TRANSCRIPT

Page 1: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul

Abstrak

Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah stopsite 2 dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 02 April 2016 di Patuk, Gunung Kidul. Praktikum ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan melihat sifat, ciri dan pemanfaatan lahan di lokasi tersebut. Bahan dan alat yang digunakan pada pratikum ini adalah palu pedologi untuk memecahkan tanah atau batu, GPS yang berfungsi untuk mengetahui lokasi, klinometer untuk mengukur kemiringan tanah , pH stick untuk mengetahui PH tanah , pisau untuk mengambil sampel tanah, Munsell Color Charts sebagai acuan untuk menentukan warna tanah , kompas untuk mengetahui arah, penggaris, dan alat tulis, sedangkan kemikalia yang digunakan adalah H2O2 3%, H2O2 10%, HCl 2N dan H2O. Adapun pengamatan diawali dengan pembuatan profil tanah dan mendeskripsikan profil tanah tersebut. Deskripsi yang dimaksud berupa jeluk, warna tanah, tektur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, uji khemikalia, pH H2O dan klasifikasi ordo tanah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ordo tanah di stopsite 2 yaitu Latosol (menurut PPT), Lixisol (menurut FAO) dan Ultisol (menurut Soil Taxonomy atau USDA).

Kata kunci: Patuk Gunung Kidul ,profil tanah, deskripsi tanah, morfologi tanah, alfisol

Pengantar

Tanah di suatu tempat dengan tempat lainnya pasti memiliki perbedaan dan tidak mungkin akan sama persis. Hal ini dikarenakan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti iklim, bahan induk, relief, organisme yang terkandung dalam tanah, dan waktu pembentukan tanah. Untuk itulah, diperlukan adanya Penelitian tanah di lapangan sehingga dapat diketahui perbedaan dan karakteristik dari tanah secara langsung di tempat yang berbeda.

Tanah ultisol termasuk jenis tanah muda, bertekstur pasiran, konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi, dan ketersediaan bahan organik serta Nitrogen yang rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan Gunung Berapi ini kaya hara namun belum tersedia, sehingga dikategorikan tanah miskin hara yang berdampak negatif terhadap kegiatan pertanian. Tanah ultisol termasuk dalam jenis tanah yang miskin akan bahan organik. Kandungan Ca dan Mg pada tersebut juga minimum. Kadar Ca pada tanah ultisol berkisar antara 0,11-6,25 me/100gr, sedangkan kadar Mg antara 1,09-7,54 me/100gr (Sudaryono, 2011)

Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah yang mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh solum yang dalam, peningkatan fraksi lempung seiring dengan kedalaman tanah (horisonargilik) atau adanya horison kandik, reaksi tanah masam (pH 3,10–5,00) dankejenuhan basa rendah (< 35%).

Ultisol berasal dari bahan induk tuff masam., batuan pasir dan sedimen kwarsa.Merupakan tanah yang mengalami pelapukan yang intensif dan pencucian lanjut. Selain proses pencucian dan pelapukan tersebut, pada ultisol juga terjadi podsolisasi, yaitu proses pindahnya seskuoksida dari lapisan atas (Horizon eluvias) kelapisan bawah (Horizon iluviasi) (Darmawijaya, 1992 ; Sarwono Hardjowigeno, 1993).

Darmawijaya (1992) menyatakan bahwa ultisol terbentuk di daerah beriklim tropika basah dengan curah hujan berkisar antara 2500-3500 mm tiap tahun, dengan suhu tahunan rata-rata lebih

Page 2: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

tinggi 8ºC (47ºF). Topografi umumnya bergelombang sampai berbukit dengan elevasi antara 50-350m dpl.

Sarwono Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya Ultisol mempunyai bobot isi (bulk density) berkisar antara 1,1 gr/cm-1,35gr/cm dengan total ruang pori (TRP) lebih kecil dilapisan bawah dibanding lapisan di atasnya derta memiliki daya pegang air yang lebih rendah dan agregat yang kurang mantap, sehingga peka terhadap erosi.

Faktor - Faktor Yang memengaruhi pembentukan tanah ultisol

1. Iklim

Ultisols berkembang di daerah iklim, dimana curah hujan melebihi evapotranspirasi potensial selama periode tertentu dalam setahun. Jumlah hujan melebihi kapasitas simpanan air-tanah sehingga memungkinkan air mengalami perkolasi dalam profil tanah. Fenomena ini snagat penting untuk mempertahankan rendahnya status basa dalam tanah.

2. Bahan induk

Bahan induk yg lazim untuk perkembangan Ultisols mengandung sedikit kation basa , seperti batuan kristalin silika (mis. granite) atau bahan sedimen yg relatif miskin basa (mis. Sedimen dataran pantai yang sangat lapuk).

Ada beberapa Ultisols yang berkembang pada bahan induk dengan status basa lebih tinggi dan material kurang lapuk (mis. Abu vulkanik, batuan beku basis atau batuan metamorf basis). Pencucian basa-basa secara cepat dapat terjadi kalau curah hujan cukup tinggi untuk membentuk Ultisols (Hakim,1986)

3. Topografi

Posisi keberadaan Ultisols dikendalikan oleh hubungan antara geomorphology dan faktor-faktor lain pembentukan tanah , serta laju dan derajat ekspresi proses-proses pedogenesis.

4. Vegetasi

Banyak Ultisols berkembang pada vegetasi hutan Seperti Hutan campuran . hutan pinus, ataupun hutan ek . meskipun ada juga vegetasi savana dan vegetasi rawa-rawa. oleh karena itu Ultisols dapat menjadi lahan pertanian yang produktif kalau dikelola dengan agroteknologi yang memadai.

Page 3: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

5. Waktu

Periode waktu yang terlibat dalam perkembangan Ultisols tergantung pada faktor-faktor lain pembentukan tanah dan laju proses pedogenesis. namun Jaman Pleistocene atau lebih tua diyakini sebagai asal-usulnya bahan induk Ultisols.

Proses pembentukan tanah Ultisol meliputi beberapa proses sebagai berikut :

1. Pencucuian yang ekstensif terhadap basa-basa merupakan prasyarat. Pencucian berjalan sangat lanjut

sehingga tanah bereaksi masam, dan kejenuhan basa rendah sampai di lapisan bawah tanah (1,8 m

dari permukaan).

2. Karena suhu yang cukup panas (lebih dari 8˚C) dan pencucian yang kuat dalam waktu yang cukup

lama, akibatnya adalah terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi

pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Mineral liat yang terbentuk biasanya

didominasi oleh kaolinit, dan gibsit.

3. Lessivage (pencucian liat), menghasilkan horison albik dilapisan atas (eluviasi), dan horison argilik

dilapisan bawah (iluviasi). Sebagian liat di horison argilik merupakan hasil pembentukan setempat ( in

situ) dari bahan induk.Di daerah tropika horison E mempunyai tekstur lebih halus mengandung

bahan organik dan besi lebih tinggi daripada di daerah iklim sedang.

Bersamaan dengan proses lessivage tersebut terjadi pula proses podsolisasi dimana sekuioksida

(terutama besi) dipindahkan dari horison albik ke horison argilik.

4. Biocycling

Meskipun terjadi pencucian intensif tetapi jumlah basa-basa di permukaan tanah cukup tinggi dan

menurun dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena proses Biocycling basa-basa tersebut oleh

vegetasi yang ada di situ.

5. Pembentukan plinthite dan fragipan.

Plinthite dan fragipan bukan sifat yang menentukan tetapi sering ditemukan pada Ultisol. Biasanya

ditemukan pada subsoil di daerah tua.

Plinthite : Terlihat sebagai karatan berwarna merah terang. Karatan ini terbentuk karena proses

reduksi dan oksidasi berganti-ganti. Kalau muncul di permukaan menjadi keras irreversibie dan

disebut laterit. Karatan merah yang tidak mengeras kalau kering berlebihan bukanlah plithit.

Plinthite ditemukan mulai kedalaman yang dipengaruhi oleh fluktuasi air tanah. Hanya plinthite yang

dapat menghambat drainase yang dalam Taksonomi Tanah (yaitu mengandung 10-15 persen volume

atau lebih plinthite = Plinthaquult).

Page 4: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

Fragipan : Pada Ultisol drainase buruk, seperti halnya plinthite, fragipan menghambat gerakan air

dalam tanah. Proses pembentukan fragipan masih belum jelas.

6. Perubahan horison umbrik menjadi mollik

Ultisol dengan epipedon umbrik (Umbraquult) dapat berubah menjadi epidedon mollik akibat

pengapuran. Walaupun demikian klasifikasi tanah tidak berubah selama lapisan-lapisan yang lebih

dalam mempunyai kejenuhan basa rendah. Control Sectiori untuk kejenuhan basa ditetapkan pada

kedalaman 1,25 m dari permukaan horison argilik atau 1,80 m dari permukaan tanah (kejenuhan

basa kurang dari 35%). Hal ini disebabkan untuk menunjukan adanya pencucian yang intensif dan

agar klasifikasi tanah tidak berubah akibat pengelolaan tanah.

Page 5: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

METODOLOGI

Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 2April 2016 dengan lokasi pengamatan di Patuk gunung kidul . Alat – alat yang digunakan adalah palu pedologi, pisau, pH stick, GPS, klinometer, Munsell Color Charts, altimeter, kompas, penggaris, kamera dan alat tulis. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan adalah H2O2 3% , H2O2 10%, HCl 2N, dan H2O.

Pengamatan diawali dengan pembuatan profil tanah yang irisan tegak penampang tanah sepanjang 1 – 1,5 m dengan kedalaman 2m. Syarat – syarat pembuatan profil antara lain baru, tidak terkena sinar matahari langsung, tidak terendam air dan representatif. Adapun pengamatan yang perlu dilakukan untuk mengisi blangko pengamatan meliputi morfoligi tapak/kenampakan di sekitar profil yang dibuat, diskripsi profil, warna tanah dengan menggunakan Munsell Color Chart, tekstur, struktur, konsistensi, bahan kasar, perakaran, reaksi reaksi tanah/ sifat kimia, klasifikasi dan pengambilan gambar profil tanah. Vegetasi yang tumbuh disekitarnya pengamatan yang dilakukan bersifat kualitatif. Dengan bantuan co. ass yang ada praktikan melakukan pengamatan untuk diisikan ke blangko pengamatan. Blangko pengamatan sedianya akan digunakan sebagai bahan pembuatan laporan praktikum dilapangan.

Hasil dan Pembahasan

Morfologi Tapak

Nama Pengamat : Kelompok 5/A5 Kode : Stopsite 2

Lokasi : Bukit Patuk Landform : Breksi Andesit

Fisiografi : Batur Agung Litologi : Breksi Andesitik

Topografi : Berombak, Bergelombang Arah Lereng : 180 NE

Lereng : 9% Kebatuan : -

Landuse : Hutan Sekunder Pertumbuhan : Baik, subur

Vegetasi : Pisang, jati, kelapa Jeluk Air

Tanah

: ± 14 meter

Pola Drainase : Dendritik Tingkat Erosi : Rendah- sedang

Erosi : Alur- lembar Altitude : 295 mdpl

Cuaca : Cerah Tanggal : 2 April 2016

Letak Lintang : S 07o 51’ 14,9”

E 110o 29’ 18,8”

Page 6: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

Tanah yang berlokasi di bukit patuk gunung kidul berFisiografi Batur agung letak lintang S 07o 51’ 14,9 E 110o 29’ 18,8 dengan kemiringan lereng 9% yang berombak,bergelombang dan ketinggian 295mdpl. Tanah disini berfungsi sebagai hutan sekunder dengan vegetasi pisang,jati dan kelapa dengan tingkat pertumbuhan baik atau subur, memiliki pola drainase dendritik dan bererosi alur-lembar dengan tingkat erosi rendah sampai dengan sedang, arah lereng yaitu 180 NE dengan kedalaman jeluk air tanah kurang lebih 14 meter dan berlitologi Breksi Andesit

Karakterisitik Profil

No Pengamatan Lapisan I Lapisan II Lapisan III Lapisan IV

1. Jeluk (cm) 0- 65 65-120 120-200 > 200

2. Nama Horizon BC Bt1 Bt2 Bt3

3. Warna Tanah

Matrik 2,5 YR 3/6 2,5 YR 4/6 10 YR 4/6 7,5 YR 4/4

Karatan - - - -

Campuran - - - -

4. Tekstur Geluh

Lempungan

Lempung Lempung Lempung

5. Struktur

Tipe Gumpal

Menyudut

Gumpal

Menyudut

Gumpal

Menyudut

Gumpal

Menyudut

Kelas Kecil- sedang Kecil- sedang Kecil- sedang Kecil- sedang

Derajat Sedang Sedang Sedang Sedang

6. Konsistensi

Kering - - -

Basah/ Lembab Agak lekat, agak

keras

Agak lekat, agak

plastis

Agak lekat,

agak

Agak lekat, agak

plastis

Page 7: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

plastis

7. Perakaran

Ukuran Meso Meso Meso Meso

Jumlah Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit

8. Bahan Kasar

Jenis Batuan - -

Jumlah - - -

Ukuran - - -

8. Uji Khemikalia

BO (H2O2 10 %) +++ +++++ ++++

Mn (H2O2 3 %) +++ ++ -

Kapur (HCl 2N) - - - -

9. pH H2O 5 4 5 5

10. Catatan Khusus

Pada pengamatan Karakteristik Profil tanah, tanah ini dibagi menjadi 4 lapisan yaitu lapisan I adalah horizon BC dengan kedalaman jeluk 0-65 cm warna matrik 2,5YR 3/6 memiliki tekstru geluh lempungan dan Struktur bertipe gumpal menyudut dengan kelas kecil-sedang yang berderajat sedang, pada lapisan I tanah memiliki konsistensi Agak lekat dan agak keras dalam kedaan basah atau lembab,memiliki perakaran berukuran meso dengan jumlah yang sedikit berbahan kasar batuan dan memiliki PH 5

lapisan II adalah horizon Bt1 dengan kedalaman jeluk 65-120 cm warna matrik 2,5YR 4/6 memiliki tekstru lempung dan Struktur bertipe gumpal menyudut dengan kelas kecil-sedang yang berderajat sedang, pada lapisan II tanah memiliki konsistensi Agak lekat dan agak plastis dalam kedaan basah atau lembab, horizon ini memiliki perakaran berukuran meso dengan jumlah yang sedikit, tidak terdapat bahan kasar dan memiliki PH 4

lapisan III adalah horizon Bt3 dengan kedalaman jeluk 120-200 cm warna matrik 10 YR 4/6 memiliki tekstru lempung dan Struktur bertipe gumpal menyudut dengan kelas kecil-sedang yang berderajat sedang, pada lapisan III tanah memiliki konsistensi Agak lekat dan agak plastis dalam kedaan basah atau lembab, horizon ini memiliki perakaran berukuran meso dengan jumlah yang sedikit, tidak terdapat bahan kasar dan memiliki PH 5

Page 8: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

lapisan IV adalah horizon Bt4 dengan kedalaman jeluk >200 cm warna matrik 10 YR 4/6 memiliki tekstru lempung dan Struktur bertipe gumpal menyudut dengan kelas kecil-sedang yang berderajat sedang, pada lapisan IV tanah memiliki konsistensi Agak lekat dan agak plastis dalam kedaan basah atau lembab, horizon ini memiliki perakaran berukuran meso dengan jumlah yang sedikit, tidak terdapat bahan kasar dan memiliki PH 5

untuk uji Bahan organik dengan menggunakan kemikalia H2O2 10% kandungan bahan organik di lapisan 1 2 dan 3 cukup tinggi namun Horizon Bt2 atau lapisan dua memiliki kandungan bahan organik yang paling banyak ditandai dengan tanda positif berjumlah 5 hal ini menunjukan bahwa pada lapisan ini telah mengalamai dekomposisi sempurna namun bahan organik tidak dapat dijangkau oleh akar sehingga cenderung terjadi penimbunan

pada pengujian kandungan Mn dengan menggunakan kemikalia H2O2 3 % lapisan 1 dan 2 positif mengandung Mn tapi pada lapisan ke 3 atau horizon bt2 didapatkan hasil yang negatif Sedangkan untuk menguji kandungan kapur dengan menggunakan kemikalia HCL hasilnya tidak ditemukan kandungan kapur di semua lapisan.

Klasifikasi Tanah

PPT Latosol

FAO Lixisol

Soil Taxonomy Ultisol

Menurut PPT tanah ini adalah Latosol, menurut FAO adalah Lixisol sedangkan berdasarkan Soil Taxonomy USDA tanah ini adalah Ultisol Tanah Ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya pada kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimun dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah-tanah ini kurang lapuk atau pada daerah-daerah yang kaya akan basa-basa dari air tanah pH meningkat pada dan di bagian lebih bawah solum

Page 9: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

KESIMPULAN

Page 10: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

Berdasarkan hasil dari pengamatan dari pelaksanaan praktikum lapangan yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa

Jenis tanah pada stopsite II di Patuk gunung kidul adalah latosol (PPT), atau Lixisol (FAO), dan atau

Ultisol (USDA) serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai Hutan sekunder.

Daftar Pustaka

Page 11: Morfologi Ultisol Patuk Gunung Kidul (1)

United States Department of AgricultureKeys to Soil Taxonomy Eleventh Edition, 2010

Sudaryono, S. 2011. Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan 10: 1—7.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi eneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University ress. Yogyakarta.

Nurhajti Hakim, Yusuf Nyakpa, A. M Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, Amin Diha, Go Ban Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar IlmuTanah. Universitas Lampung