morbid obesity
DESCRIPTION
referat obesitasTRANSCRIPT
BAB I
Morbid Obesity
Wanita causia usia 20 tahun dengan cholelithiasis yang dijadwalkan untuk cholecystectomy
dan kemungkinan dilakukan eksploration duktus biliaris, berat badannya 150 kg dan tinggi
150 cm keadan preoprasi somnolen . tensi 150/90 nadi 80x/menit , pernapasan 6 – 8/menit.
A. Pengobatan dan diagnosis bandingnya
A.1. Masalah apa yang terjadi pada pasien ini? Berdasarkan berat badan , obesitas, dan
berat normal .
Masalah utamanya obesitas dan kolelithiasis. Dikatakan overweigh bila berat badan >
20% berat badan ideal. Angka kesakitan pada obesitas ditemukan jika berat badan 2x
lebih dari berat badan ideal. Berat masa index yaitu berat badan/ kg dibagi tinggi badan
dalam meter. Norma BMI lebih atau sama dengan 25, dikatakan obest jika BMI lebih
atau sama dengan 30. Terdapat perhitungan yang lebih praktis menggunakan index
broca yaitu tinggi badan – 100 untuk laki – laki dan tinggi badan – 105 untuk
perempuan, contohnya berat badan ideal untuk laki – laki 170 cm untuk tinggi badan
dan berat 70 kg.
A.2. Apa itu sindrom pickwickian ?
Sindrom yang dinamakan burwell pada tahun 1956, nama tersebut dibuat karena
seorang yang obesitas dan keadaan somnolen bernama joe. Sindrom pickwickian terdiri
dari obesitas masif, keadaan somnolen , hipoventilasi alveolar, respiratorik periodik ,
hypoksemia, seondary policythemia, gagal jantung kanan dan hypretropi ventrikel
kanan.
A.3 Apa saja masalah yang ditemukan pada pasien dengan obesitas ?
Masalah dasar pada obesitas yaitu meningkatkan konsumsi total oksigen absolut dan
produksi C02 yang berhubungan dengan peningkatan masa jaringan dengan berat
badan dan luas permukaan tubuh meskipun singkat metabolisme basal pada obesity
dalam batas normal
A.4 Gambarkan perubahan yang terjadi pada fungsi respirasi pada pasien obesitas :
Volume paru, volume tidal,FRC, residual volume, kapasital vital, volume inspirasi
ekspirasi , kapasitas paru total
Pengisian paru, dinding dada, total
Kerja dari pernapasan
Volume tidal normal (Vt) atau bisa meningkat pada obesitas non pickwickian dan
berkurang pada pada obesitas pickwickian . volume inspirasi berkurang volume (IRV)
ekspirasi berkurang (ERV) karena berat badan tersebut mengurangi pengembangan
yang normal dari tulang iga. Volume residual normal(FRC) berkurang karena
pengurangan volume ekspirasi (FRC = RV + ERV). Kapasitas vital juga berkurang
karena berkurang ERV (VC = IRV+VT+ERV) kapasitas paru total berkurang,
pengisian paru kadang – kadang normal tapi berkurang jika terjadi kompliasi sirkulasi
dan paru. Pengembangan dinding dada berkurang karena berat torso dan isi dari
abdomen menekan diafragma. Total pengisian juga berkurang. Kerja pernapasan
selalu bertambah karena rendahnya pengisian atau pemenuhan oksigen
A.5. Perubahan apa yang terjadi pada PaO2 dan PaCo2?
Umumnya ditemukan analisis gas darah yang abnormal pada pasien obesitas karena
hipoksemia. Hipoksemia terjadi karena hipoventilasi, sering terjadi karena rendahnya
rasio perfusi dan ventilasi. Perfusi paru meningkat pada pasien obesitas karena
meningkatnya kardiak output, meningkatnya jugaa volume darah yang bersirkulasi
dan hipertemsi pulmonar, venrilasi alveolar berkurang karena berkurangnya volume
ekspirasi, perubahan PaCO2 tergantung pada ventilasi alveolar ada tiga tipe ventilasi
alveolar yang ditemukan pada pasien obesitas yaitu
Hiperventilasi alveolar sebagai respon hipoksia ini sering terjadi pada orang usia
muda yang aktif dan obesitas dengan PaCO2 sekitar 35.
hipoventilasi alveolar ditemukan pada orang usia tua dan pasien yang lebih
obesitas dengan sindrom pickwickian PaCO2 selalu diatas 40
hipoventilasi periodik nilai PaCO2 dapat normal selama sehari – hari, tetapi CO2
tertahan pada malam hari atau saat istirahat
A.6. Perubahan apa saja yang terjadi pada QS/QT dan VD/VT? dan gambarkanlah
Aliran intrapulmonal QS/QT selalu meningkat karena rendahnya rasio perfusi
ventilapsi dan hasil penutupan jalan napas atau airway, pengurangan FRC
hipoventilasi dan peningkatan sirkulasi paru normal Qs/Qt kurang dari 5%.
Aliran persamaan : QS/QT = CcO 2 – CaO 2
CcO2 –CvO2
Jika tidak ada komplikasi, VD/VT sering kurang dari pada normal karena
meningkatnya volume tidak dan ruang mati yang tidak bisa berubah
Borh persamaan : VD/VT = PaCO2 – PeCO2
PaCO2
PeCo2 : gabungann dari tekanan Co2
A..7. Apa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular pada pasien obesitas?
Diskusikan cardiac output, volume darah, tekanan darah, tekanan arterial
pulmonal.
Cardiac output dan stroke volume meningkat pada konsumsi oksigen dan meningkat
pada obesitas. Volume darah diperluas saat nilai absolutnya. Hipertensi prevalensi
lebih sering pada orang obesitas karena adanya peningkatan pada cardiac output dan
volume darah. Hubungan antara berat badan dan tekanan arteri adalah lebih besar
pada sistolik dibandingkan tekanan diastolik. Hipertensi pulmonal sering terjadi pada
obesitas pickwickian karena vasokontriksi pulmonal dan peningkatan cardiac output.
Arteri pulmonal normal pada pasien obesitas non pickwickian tanpa penyakit paru
atau jantung, karena hipertensi dan peningkatan cardiac output. Gagal jantung
kongestif terjadi pada 10% pasien obesitas.
A.8. Penyakit lain apa lagi yang terjadi pada pasien obesitas sekunder?
Obesitas sekunder berhubungan dengan hipotiroi, penyakit cushing, insulinoma dan
kelainan hipotalamus, meskipun hanya sedikit pasien obesitas yang menderita
diabetes, 80 – 90% dari diabetes non ketotik adalah orang obesitas. Peningkatan
sekresi insulin dan resistensi insulin berhubungan dengan insensitivitas jaringan ini
merupakan karakteristik pada obesitas. Hal yang umum terjadi pada obesitas ada juga
Osteoartritis, sciatica, varises vena, trombormboli, hernia iliaka dan kolelithiasis pada
pasien obesitas.
B. Evaluasi Persiapan Sebelum Operasi
B.1. apa yang kamu evaluasi pada pasien preeoprasi?
Ditanyakan riwayat lebih terperinci, seperti aktifitas fisik. Hasil lab diperhatikan lebih
detailpada fungsi hepar, paru, sirkulasi. Evaluasi sirkulasi dilihat tanda – tanda gejala
dari gagal ventrikel kanan atau kiri. Riwayat hipertensi dan EKG. Evaluasi respirasi
termaksud riwayat merokok, riwayat olahraga, riwayat hiperventilasi dan somnolen ,
fungsi paru dengan spirometri , analisa gas darah dan foto rongen dada. Tes fungsi
hepar
Tabel 37-1 Prediksi pH perbedaan PaCo2 pada tidak adanya kelainan asam
PCo2 pH
80 7.20
60 7.30
40 7.40
30 7.50
20 7.60
termaksud serum albumin dan globulin, SGOT, SGPT, bilirubin, alkalin phospat,
waktu pembekuan dan tingkat kolesterol.
B.2. gambarkan analisa gas darah berikut : PH, 7.25;PCO2,50 torr;PO2,58 torr;
HCO3,25 mEq/L dalam udara ruangan
Bikarbonat 25 mEq hasil gas darah mengindikasikan adanya asidosis respirasi dan
asidosis metabolik dengan hipoksemia. HCO3 25mEq merupakan permasalahan, Lab
Ph 7,25 memperlihatkan asidosis, baik itu asidosis metabolik, atau kedua duanya.
Perbedaan dari Ph7,35 – 72,5= 0,10 menunjukan asidosis metabolik karena 7 mEq/L
dari asam atau basa Ph dapat berubah 0,10 unit. Asidosis metabolik dengan
hipoksemia mengindikasikan asidosis laktat dan metabolit anaerob.
B3. Apa persamaan dari pH darah?
Kadar H2Co3 sangat rendah dan tidak dapat terukur secara langsung, normal
konsentrasi H2Co3 0,017 mMol/L. Pk berubah menjadi Pka untuk kadar PCO2
normal. PCO2 normal yaitu 40 , co2 yang terlarut dihitung dengan 40 x 0,031 =1,2
mMol/L
B.4. Bagaimana nilai normal pKa darah, dCo2, HCO3 dan H2CO3
Nilai normal darah adalah : pk, 6.1; dCo2, 1.2 mMol/L; HCO3, 24 mEq/L; H2CO3,
0,0017 mMol/L
B.5. Gambarkan hasil spirometri : kapasitas vital (VC) 2360 ml (Expected 3375 ml);
FEV 1.0 FVC 82%; VC, 70%.
Spinometri menunjukan adanya penyakit paru refriktif ringan dan tidak ada penyakit
paru obstruktif kapasitas vital normal bergantung pada jenis kelamin, umur, Tinggi
badan, FVC normal lebih besar dari 80%. Pada penyakit paru resriktif kapasita paru
kurang dari 75% penyakit paru obstruktif kurang dari 75%. Volume residual sama
dengan atau sebanding dengan kapasitas vital paru. Kavasital diperkirakan 65ml/in
atau 25ml/cm tinggi badan untuk laki – laki dan 52 ml/in atau 25 ml/cm tinggi badan
untuk perempuan.
B6. Bagaimana melakukan premedikasi pada pasien ?
Diberikan sulfat atrofin 0,6 mg diberikan untuk premedikasi, pencegahan reflek vagal
dari intubasi dan pengurangan sekresi bronkial dan saliva. Tidak ada sedasi yang
diberikan saat premedikasi pada pasien obesitas pickwickian. Pada pasien obesitas
non pickwickian dapat diberikan sedasi ringan seperti fentobarbital 100 mg
C. Management Intraoperatif
C. 1. Bagaimana memonitoring pasien ?
Memonitor rutin dari EKG, tekanan darah, esofageal, suhu, yang sering dimonitor
tekanan vena sentral dan output utin dimonitor untuk evaluasi cairan dan fungsi
jantung. Kateter a swan ganz tidak rutin digunakan.
C.2. Apa yang kamu lakukan untuk induksi anastesi? Gambarkan teknik intubasinya.
Intubasi yang sulit sering pada orang obesitas karena terdapat lemak suprasterna, leher
pendek dan ekstensi yang sulit dari kepala. Intubasi dapat dilakukan dengan sedasi
yang adekuay dengan fentanyl, droperidol atau diazepam, digunakan anastesi lokal
lidokain 4% atau silokain atau benzocaine (tetes cair spray) semprot dimulut dan
faring. Setelah intubasi anastesi diinduksi dengan tiopental. Jika pasien tidak
kooperatif lakukan intubasi inhalasi dengan isofluran atau endfluran intubasi orang
dilakukan dengan laringoskop direk jika sulit untuk melihat laring pakai bronkoskopik
fiber optik. N2O dapat ditambahkan sebelum intubasi untuk oksigenasi yang adekuat
selama intubasi yang sulit. Sucinilkolin dapat digunakan untuk memfasilitasi intubasi
jalan napas yang paten dapat diberikan dengan masker.
C.3. Bagaimana menjaga anastesi ? obat apa yang dipilih ?
Digunakan isofluran dan N2O : O2 (3: 2), lebih memilih agent inhalasi karena mudah
dikontrol dalam hal kedalaman anastesi dan potensi pelumpuh otot, dan diperlukan
penggunaan konsentrasi O2 yang tinggi. Anastesi neuroleptik digunakan sebagai
relaksan untuk pembedahan yang adekuat dan dosis yang besar. Narkotik untuk
analgesik yang adekuat . morbiditas pasien obesitas dapat memerlukan F1O2 yang
lebih tinggi untuk oksigenasi yang adekuat. Agen inhalasi yang terbaik isofluran
karena biotransformasi rendah. Obesitas dapat meningkatkan biotransformasi
metoksifloran, floran dan halotan yang menghasilka peningkatan ion klorida.
Meroksifloran dapat dihindarkan pada pasien obesitas dan pembedahannya.
C.4. Apa pelumpuh otot yang dipakai?
Relaksan non depolarisasi seperti fankuronium atau d tubekuronium. Fankuronium
diberikan saat hipotensi dan bradikari, curare diberikan saat hiperteni dan takikardi.
Sunsinilkolin IV drip dapat dihindarkan karena ada kemungkinan blok dari
penggunaan sunsinilkolin dosis tinggi. Stimulator nervus perifer dapat digunakan
untuk memonitor relaksasi dan pencegahan overdosis dari relaksan.
C5. Apakah anastesi regional dapat digunakan ? apakah keuntungan dan kerugian
anastesi regional?
Anastesi spinal, keuntungannya ventilasi spontan yang adekuat, kerugiannya : teknik
sulit pada pasien obesitas.
Untuk mengontrol pernapasan selama operasi digunakan anastesi epidural thorakik
kombinasi dengan anastesi umum ringan endotrakeal. Keuntungannya teknik tersebut
meminimalisir sistem kardiovaskular selam aoperasi dapat menyebabkan kondisi
hemodinamik yang stabil. Penurunan tekanan darah dan nadi, dan penurunan kerja
ventrikel kiri dan penurunan resistensi pembuludarah perifer dan konsumsi oksigen.
Analgesik epidural dilakukan untuk meredakan nyeri post operasi tanpa depresi
pernapasan. Meskipun keuntungan sedikit tapi sering dilakukan karena mudah dan
banyak berhasil.
C.6. Apa efek dari narkotik pada spingter oddi’s ?
Morfin menyebabkan spasme spingter odi. Demerol dan fentanyl memiliki efek
minimal pada spingter. Morfin merupakan pilihan terbaik pada operasi traktusbiliaris
C.7. Selama operasi analisa gas darah menunjukkan Ph,7.35 : PAO2 52 torr; F1O2 0,6;.
H20 + volume tidal 1000 ml dan rate 15/m. bertambah 1200ml. 20 menit
kemudian analisa gas darah menurun, apa maksud perubahan itu ?
Peep meningkat PaO2 dan peningkatan tidal volume. Penurunan PaCO2. PEEP dan
hiperventilasi dapat menurun PaO2 dan peningkatan PaCO2 terutama pada pasien
obesitas dimana tekanan jalan napas meningkat. Tekanan jalan napas meningkat dapat
disebabkan karena aliran pembuludarah kecil. Tekanan jalan napas yang meningkat
menghambat pembuluh darah kecil paru dapat menghambat aliran darah pembuluh
kecil paru. Hal tersebut dapat meningkatkan VD/VT dan PaCO2. Tekanan jalan napas
yang tinggi dapat menurunkan aliran vena dan kardiak output. Penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2
D. Manajemen Post operatif
D.1. Indikasi ekstubasi kriterianya apa ?
Pasien bangun
Pelumpuh otot kembali adekuat
Gas darah O2 40% Ph 7,5 PaO2 >80% dan PaCO2 < 50
Tekanan inspirasi antara 25 – 30 cm H2O, kapasitas vital > 10 ml/kgBB dan tidal
volume > 5 ml/kgBB
Sirkulasi sudah stabil
D.2. Komplikasi post operasi mayor pada pasien obesitas.
Morbiditas mayor yaitu tromboemboli, infeksi luka dan gagal napas.
D.3. Bagaimana posisi yang akan berpengaruh pada fungsi respirasi pada pasien
obesitas ?
Pada posisi supinasi isi intraabdomen menekan diafragma dan kapasitas residu
berkurang, pengurangan FRC berhubungan dengan peningkatan penutupan FRC
menghasikan peningkatan QS/QT dan pengurangan FRC meningkat 30% pada
perubahan posisi dari supinasi ke duduk. FRC berkurang 25% pada posisi duduk dan
supinasi pada satu hari post operasi laparotomi.
D.4. Bagaimana mencegah atelektasis pada operasi
Terapi fisik dada dengan psirometri intensif, batuk, napas dalam. Berbaring yang lama
harus dicegah karena berefek pada rasio perfusi ventilasi. Titrasi yang hati – hati
pada pengobatan nyeri post operatif dapat dilakukan untuk mencegah sakit dan
hipoventilasi dari narkotik.
BAB II
Obstructive sleep apnea (OSA)
2.1 Obstructive sleep apnea (OSA)
2.1.1 Definisi
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peristiwa
kolapsnya saluran napas bagian atas secara periodik pada saat tidur yang mengakibatkan
apnea (penghentian aliran udara selama 10detik sehingga menyebabkan 2-4% penurunan
saturasi oksigen) dan hipopnea (penurunan aliran udara paling sedikit 30-50% penurunan
saturasi oksigen ) atau keduanya dengan periode antara 10 dan 30 detik , akibat adanya
sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur
selama non-REM atau REMsehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat,
dan menyebabkan pengurangan mendadak saturasi oksigen darah, dengan kadar oksigen
jatuh sebanyak 40 persen atau lebih pada kasus yang berat.4,5,6
OSA terjadi karena penyempitan berulang tenggorokan saat tidur baik sebagian atau
seluruhnya yang menghambat saluran udara3. Hal ini ditandai dengan episode sering dari
kolapsnya saluran udara bagian atas selama tidur, yang menyebabkan arousals berulang, hipoksemia
intermiten, fragmentasi tidur dan kualitas tidur yang buruk.7. Penyumbatan ini bisa menyebabkan
masalah pernapasan, atau bahkan dapat terjadi henti napas untuk 10 sampai 20 detik atau
lebih, dan berberapa kali setiap malam. Gejala OSA dapat mencakup mendengkur keras,
tersedak atau terengah-engah saat tidur, tidur yang tidak nyenyak, dan mengantuk sepanjang
hari. 3Obstructive sleep apnea (OSA) terjadi ketika otot-otot berelaksasi saat tidur sehingga
menyebabkan jaringan lunak di bagian belakang tenggorokan kolaps dan memblokir saluran
udara bagian atas.4
2.1.2 EpidemiologiOSA dapat terjadi dalam setiap kelompok umur, namun terjadi
kenaikan prevalensi antara usia pertengahan dan usia tuadengan prevalensi meningkat setidaknya menjadi 1 dari 10 orangdi antara orang yang berusia di atas 65 tahun4,8.Diperkirakan bahwa lebih dari 12 juta orang dewasa Amerika menderita obstructive sleep apnea. Data lain menunjukkan sekitar 4 - 7% dari orang paruh baya menderita onstruktif sleep apnea 9. Obstructive sleep apnea lebih sering terjadi padalaki-laki,
dengan 1 dari 25 pria paruh baya yang menderita OSA dan 1 dari 50 wanita untuk wanita paruh baya 8
Tingkat prevalensi pada orang dewasa dengan obstriktif sleep apnea menujukan hasilnya berbeda di tiap negaranya (tabel 1) 7. Namun dapat diperkirakan sekitar3 - 7 % untuk laki-laki dewasa dan 2-5 % untuk wanita orang dewasa pada populasi umum Dengan demikian, dapat disimpulkan OSA lebihumum terjadi pada pria, kira-kira 2 - 3 kali lipat dariperempuan10. Selain itu, prevalensi OSA pada etnis caucasians dan asian kurang lebih menunjukan angka yang sama , hal ini menjelaskan bahwa ini kejadian tidak hanya sering di negara maju tetapi juga di negara bekembang7
Tabel 1. Epidemiologi OSA 7
Obstructive sleep apnea juga menunjukan prevalensi yang berbeda berdasarkan gejala yang muncul, misalnya OSA dengan gejala kantuk di siang hari terjadi pada setidaknya 4%dari pria dan 2 %dari wanita sedangkan Sekitar 24 % dari pria dan 9% dari wanita yang menderita
OSA dengan atau tanpa kantuk di siang hari. Walaupun kejadian OSA sudah menjadi pusat perhatian namun diperkirakan sekitar 80 % sampai 90 % dari orang dewasa dengan OSA masih belum terdiagnosis4
Kejadian OSA erat kaitannya dengan bebagai faktor risiko misalnya termasuk kelebihan berat badan/obesitas (lebih dari setengahorang dengan OSA kelebihan berat badan), saluran udara yang sempit, tekanan darah tinggi,leher tebal, merokok, penggunaan alkohol, pengunaan obat penenang , atau adanya riwayat penyakit dalam keluarga. 3 diperkitakan sekitar 70% dari pasien OSA dengan klinis obesitas, sekitar 30% - 50% dari pasien dengan penyakit jantung, dan 60% dari pasien yang menderita stroke9
2.1.3 Etiologi, Faktor Resiko, dan KlasifikasiEtiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling
mempengaruhiberupa neural, hormonal, muskular dan struktur anatomi yang menyebabkan kolapsnya saluran nafas atas, contohnya :kegemukan terutama pada tubuh bagian atas dipertimbangkan sebagai risikoutama untuk terjadinya OSA. Angka prevalensi OSA pada orang yang sangatgemuk adalah 42-48% pada laki-laki dan 8-38% pada perempuan. Penambahanberat badan akan meningkatkan gejala-gejala OSA.11
Faktor risiko untuk terjadinya OSA :4,5,7 12, 13, 14,
A. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :1. Umur : prevalensi dan derajat OSA meningkat sesuai
denganbertambahnya umur sekitar 10% ada umur > 65 tahun. Kolompok beresiko menderita OSA adalah pria paruh baya dan lebih tua dengan usia > 65 tahun, dan wanita pasca-menopause.
2. Jenis kelamin : risiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebihtinggi dibandingkan perempuan sampai menopause, hal ini kemungkinan dikarenakan laki-laki memiliki penumpukan lemak di sekitar saluran napas faring yang lebih banyak dibandingkandengan perempuan
3. Ukuran dan bentuk jalan napas :a. Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi
mandibular).b. Micrognathia (rahang yang kecil).c. Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.d. Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).e. Ukuran lingkar leher ( 17 inci atau lebih untuk pria, 16 inci
atau lebih untuk perempuan, atau >42,5 cm) berhubungan dengan peningkatan AHI ) (5 dlam final edit).
f. Hipertropi tonsil, hipertropi konka, hipertropi adenotonsilg. deviasi septumh. Retrognathia ( rahang yang tertari kebelakang
B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkandengan :
1. Emfisema dan asma.2. Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).3. Obstruksi nasal.4. Kelainan endokrin ; Hypothyroid, akromegali , amyloidosis, paralisis
pita suara, sindroma postpolio,kelainan neuromuskular, Marfan's syndrome dan Down syndrome.
C. Risiko gaya hidup :1. Merokok2. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol3. Kelebihan berat badan dan obesitas : pasien OSA adalah orang yang
berbadan gemuk yang setidaknya memiliki indeks massa tubuh (IMT) satu tingkat di atas normal (IMT normal 20-25 kg/m2 yaitu dengan IMT mulai dari 25-29,9 dan obesitas dengan IMT mulai dari 30 dan di atas 30. Diperkirakan sekitar 30-60 % penderita OSA dengan kelebihaan berat badan. Obesitas dapat mengubah volume
dan bentuk anatomi, lidah dapat terangkat sehingga mengurangi volume saluran napas atas). 5
Faktor-faktor risiko yang berperan pada OSAUmum Obesitas (IMT >30 kg/m2)
Gender (pria> wanita) Riwayat OSA pada keluarga Pasca-menopause
Genetik atau Kongenital sindrom Down sindrom Pierre-Robin sindrom Marfan
Abnormalitas hidung/faring
Rinitis Polip nasi Hipertrofi tonsil dan adenoid Deviasi septum nasi
Penyakit lain Akromegali Hipotiroidisme
Kelainan struktur saluran napas atas
Lingkar leher >40cm Abnormalitas sendi temporomandibula Mikrognatia Retrognatia Makroglosia Abnormalitas palatum Kraniosinostosis
Tabel 2. Faktor risiko OSA 15
Klasifikasi derajat OSA berdasarkan nilai Apnea Hypopnea Index (AHI)yang ditetapkan oleh The American Academy of Sleep Medicine. AHI adalah indeks yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan dari sleep apneu berdasarkan jumlah apnea dan hypopnea yang terjadi per jam atau dapat dirumuskan sebagai tidurAHI didefinisikan sebagai jumlah apneas ditambah hypopneas dibagi dengan waktu total tidur. AHI dikelompokan menjadi 3 golongan:4,6,16
1. Ringan yaitu dengan nilai AHI 5-15/jam).Biasanya manifestasi yang muncul berupa rasa kantuk selama kegiatan yang memerlukan sedikit perhatian, seperti menonton TV atau membaca.
2. Sedang (nilai AHI 15-30/jam).
Biasanya manifestasi yang muncul berupa rasa kantuk selama kegiatan yang membutuhkan perhatian, seperti pertemuan atau presentasi.
3. Berat (nilai AHI >30/jam).Biasanya manifestasi yang muncul berupa rasa kantuk selama kegiatan yang membutuhkan perhatian lebih aktif, seperti berbicara atau mengemudi.
2.1.4 Patogenesis dan PatofisiologiAda tiga faktor yang berperan pada patogenesis OSA: Pertama ; obstruksi saluran
napas daerah faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke belakang yang dapat
menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring, yang menyebabkan terhentinya aliran udara,
meskipun pernapasan masih berlangsung pada saat tidur. Sehingga timbul apnea, asfiksia
sampai periode arousal atau proses terbangun yang singkat dari tidur dan terjadi perbaikan
patensi saluran napas atas sehingga aliran udara dapat diteruskan kembali. Dengan perbaikan
asfiksia, penderita tidur kembali sampai kejadian berikutnya terulang kembali.5,17
Gambar 1. Obstruksi jalan napas pada pasien OSA 12
Faktor kedua adalah ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilator faring (m.
pterigoid medial, m. Tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohiod, dan m. sternohioid)
yang berfungsi menjaga keseimbangan tekanan faring pada saat terjadinya tekanan negatif
intratorakal akibat kontraksi diafragma. Kelainan fungsi kontrol neuromuskular pada otot
dilator faring berperan terhadap kolapsnya saluran napas. Defek kontrol ventilasi di otak
menyebabkan kegagalan atau terlambatnya refleks otot dilator faring, saat pasien mengalami
periode apnea hipopnea. 5
Saluran napas atas kolaps jika tekanan faring negatif selama inspirasi melebihi
kekuatan stabilisasi otot dilator dan abduktor saluran napas atas. Beberapa penderita dengan
penyempitan saluran napas akibat mikrognatia, retrognatia, hipertropi adenotosilar,
magroglossia atau akromegali. Reduksi ukuran orofaring menyebabkan complaince saluran
napas atas meningkat sehingga cenderung kolaps jika ada tekanan negatif . 17
Saat bangun, aktivitas otot saluran napas atas lebih besar dari normal,
kemungkinan kompensasi dari penyempitan dan tahanan saluran napas yang tinggi. Aktivitas
otot yang menurun saat tidur menyebabkan kolaps saluran napas atas sewaktu inspirasi.
Reduksi fisiologis aktivitas saluran napas atas terjadi selama tidur REM. Alkohol dan obat
sedatif menyebabkan depresi aktiviti otot saluran napas atas sehingga terjadi kolaps17
Beberapa penderita juga tampak obstruksi hidung, tahanan tinggi merupakan
predisposisi kolaps saluran napas atas karena tekanan negatif meningkat di faring saat
inspirasi menyebabkan kontraksi diafragma meningkat untuk mengatasi tahanan aliran udara
di hidung. Akhir obstructive apnea tergantung proses terbangun dari tidur ke tingkat tidur
yang lebih dangkal dan diikuti oleh aktiviti otot dilator dan abduktor saluran napas atas dan
perbaikan posisi saluran napas17.
Pada orang normal, ukuran dan panjang palatum lunak, uvula dan besar lidah,saluran
napas atas pada tingkat nasofaring, orofaring dan hipofaring ukuran dan konturnya normal
(gambar 1).18
Gambar 2. Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita mendengkur17
Gambar 3. MRI Potongan Trasversal Faring pada orang normal dan orang dengan OSA 29
Faktor ketiga adalah kelainan kraniofasial mulai dari hidung sampai hipofaring yang
dapat menyebabkan penyempitan pada saluran napas atas. Kelainan daerah ini dapat
menghasilkan tahanan yang tinggi. Tahanan ini juga merupakan predisposisi kolapsnya
saluran napas atas. Kolaps nasofaring ditemukan pada 81% dari 64 pasien OSA dan 75%
diantaranya memiliki lebih dari satu penyempitan saluran napas atas.5
Obesitas juga berperan dalam penyempitan jalan napas. Berat badan yang berlebihan
pada dinding dada dan disfungsi diafragma mengganggu upaya ventilasi saat tidur dan
jaringan lemak pada leher dan lidah menurunkan diameter saluran napas yang merupakan
predisposisi terjadinya penutupan prematur saat jaringan otot relaksasi waktu tidur 17
Tabel 3. Faktor yang mempengaruhi patensi Faring 29
Periode apnea adalah terjadinya henti napas selama 10 detik atau lebih. Periode
hipopnea adalah terjadinya keadaan reduksi aliran udara sebanyak lebih-kurang 30% selama
10 detik yang berhubungan dengan penurunan saturasi oksigen darah sebesar 4%. Apnea
terjadi karena kolapsnya saluran napas atas secara total, sedangkan hipopnea kolapsnya
sebagian, namun jika terjadi secara terusmenerus dapat menyebabkan apnea. 19
2.1.5 Gejala KlinikManifestasi klinis dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok dominan
neuropsikiatri dan perilaku dan kelompok dominan kardiorespirasi. Manifestasi klinis
tersering adalah neuropsikiatri dan perilaku dengan keluhan tersering rasa mengantuk berat di
siang hari. Gejala malam yang tersering adalah suara dengkuran keras yang disebabkan jalan
napas yang sempit. Akhir tiap episode apnea biasanya ditandai dengan hembusan napas
dengkuran keras yang diikuti gerakan tubuh, penderita tidak menyadari tetapi dikeluhkan
oleh teman tidurnya. Kadang penderita terbangun dan tersedak, kurang udara atau insomnia,
tidak nyenyak, disorientasi dan sakit kepala dipagi hari. 20
Selain itu tanda dan gejala yang umum dihubungkan dengan kejadian OSA dapat juga dikelompokan menjadi gejala malam saat tidur dan gejala saat pagi atau siang 6
Gejala malam hari saat tidura. Mengeluarkan air liur saat tidur (Drooling / ngiler)b. Mulut keringc. Tidur tak nyenyak / terbangun saat tidurd. Terlihat henti napas saat tidur oleh rekan tidurnyae. Tersedak atau napas tersengal saat tidur
Gejala saat pagi atau siang haria. Mengantukb. Pusing saat bangun tidur pagi haric. Refluks gastroesofageald. Tidak bisa konsentrasie. Depresif. Penurunan libidog. Impotensih. Bangun tidur terasa tak segar
Gejala klinis yang umum terjadi pada OSA tampak pada tabel 1 14,17
Gejala klinis Insidensi (%)Suara dengkur 95Mengantuk 75Restless sleep 99Mental abnormal 58Perubahan personaliti 48Impotensi 40Sakit kepala siang hari 35Nokturia 30Enuresis tidak diketahuiNocturnal choking tidak diketahui
Tabel 4 Gejala klinis pada OSA14,17
Akibat gangguan pola tidur normal, penderita dengan apnea tidur sering
merasamengantuk, gangguan konsentrasi dan aktivitas di siang hari. Termasuk didalamnya
depresi, iritabiliti, sulit belajar, gangguan seksual dan tertidur saat bekerja atau saat menyetir
kendaraan. Diperkirakan sampai 50% penderita apnea tidur mempunyai tekanan darah tinggi
meskipun tidak diketahui dengan jelas apakah merupakanpenyebab atau efek apnea tidur.
Risiko serangan jantung dan stroke meningkat pada penderita apnea tidur.21
2.1.6 DiagnosisDiagnosis OSA ditegakkan denganmelakukan anamnesis mengenai pola
tidur,pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi danpemeriksaan penunjang khusus. Gabungan
datayang akurat dari anamnesis dan pemeriksaanfisik yang baik dapat mengarahkan
kepadaindikasi untuk melakukan pemeriksaan bakuemas OSA. 3, 5
Baku emas untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidursemalam dengan
alat polysomnography / PSG. Parameter-parameter yang direkam pada polysomnogram
adalah electroencephalography (EEG), electrooculography (pergerakan bola mata),
electrocardiography (EKG),electromyography (pergerakan rahang bawah dan kaki), posisi
tidur, aktivitipernapasan dan saturasi oksigen.
Variabel yang direkam pada polisomnografiStadium tidurUpaya pernafasanAliran udaraSaturasi oksihemoglobin arteriPosisi tubuhGerakan anggota badanIrama dan denyut jantung
Tabel 5. Variabel yang direkam pada polisomnografi 6
Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSGadalah penurunan saturasi oksigen
berulang, sumbatan sebagian atau komplitdari jalan napas atas (kadang-kadang pada kasus
yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai dengan ≥ 50% penurunan amplitudo
pernapasan, peningkatan usaha pernapasan sehingga terjadi perubahan stadium tidur menjadi
lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.6
Gambar 4. Gambaran polisomnogram obstructive apnea dan central apnea 17
Sebelum dilakukan PSG, pasien akan diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner
Berlin, bertujuan untuk menjaring pasien yang mempunyai risiko tinggi terjadi OSA.
Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang apakah mereka
mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah sampai mengganggu orang lain.
Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur, seberapa sering merasakan lelah dan
pernahkah tertidursaat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat
badan,tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI). Seseorangdinyatakan
berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas.Kuesioner ini mempunyai
validiti yang tinggi.7,12
Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat :22
1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karenasebab
lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa
kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelahsepanjang
hari dan gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan ≥ 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hipopneaper-jam
selama tidur (AHI ≥ 5).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.
Gambar 5 : Algoritma pemakaian portable polisomnografi untuk mendiagnosis OSA6
2.1.7 PenatalaksanaanSecara umum terapi untuk mengatasi gangguan tidur pada OSA dapat dibagi menjadi
3 bagian, yaitu : 6
1. Intervensi bedah : Pembedahan hidung; bedah plastik untuk palatum, uvula dan
faring; somnoplasty; trakeostomi.
2. Perubahan gaya hidup : Menurunkan berat badan; menghindari alkohol dan obat-
obatan pembantu untuk tidur; menghindari kelelahan yang sangat dan mengkonsumsi
kafein.
3. Alat-alat buatan : Alat untuk mereposisi rahang dan mencegah lidah jatuh ke belakang
(mempertahankan posisi lidah); cervical collars atau bantal; CPAP.
Penanganan OSA ringan dapat satu atau beberapa modalitas seperti oral appliances,
positive airway pressure devices, pembedahan. Sedangkan penanganan pasien dengan OSA
sedang dan berat yaitu penggunaan positive airway pressure devices.Pasien yang tidak
toleran dengan pemberian tekanan jalan napas positif atau tidak adekuat dengan
pemberiantekanan udara positif saja, dapat dianjurkan untuk tindakan bedah. 23
Penatalaksanaan yang Berkaitan dengan Gaya Hidup
1. Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup sangat berperan dalam mengurangi beratnya gejala, seperti : 23
• Penurunan berat badan
• Mengurangi konsumsi alkohol, khususnya sebelum tidur
• Tidur dengan posisi miring (dibandingkan supine)
• Good sleep hygiene
• Pemakaian PAP yang sesuai dengan waktu tidur dan kamar tidur
2. Konsumsi alhohol.
Menghindari konsumsi minumanberalkohol, obat penenang, nikotin dan kafeinpada
malam hari dapat memperbaiki tonus ototsaluran napas atas dan mekanisme
pernapasansentral5
Kadar alkohol saat tidur (0,5-0,75 mL/kg) dapat meningkatkan resistensi
inspirasiselama stage 2 non-rapid eye movement (nREM) tidur pada laki-laki muda
normal. Efekterhadap pusat respirasi bervariasi tergantung dari metoda pengukuran yang
digunakan.Tekanan oklusi inspirasi yang diukur dengan menilai otot-otot inspirasi,
cenderungmeningkat selama tidur setelah mengkonsumsi alkohol. Namun demikian,
responsventilasi terhadap hiperkapnia menurun pada banyak subjek dan respons
terhadaphipoksia isokapnik bervariasi, meningkat pada sebagian subjek.
Mendengkurkemungkinan terjadi karena resistensi inspirasi yang tinggi selama tidur. 23
3. ObesitasPenelitian epidemiologik menunjukkan ada hubungan kuat antara obesitas danOSA.
Namun demikian, secara kausal hubungan antara berat badan berlebih dan
sleepdisorderedbreathing masih sulit ditemukan. Insidens OSA diantara pasien obese
adalah12 sampai 30 kali lebih tinggi dibandingkan populasi lain dan pasien ini dapat
bariatricsurgery, meskipun rekurensi jangka panjang kemungkinan dapat terjadi.
Pendekatan baikbedah maupun bukan bedah untuk menurunkan berat badan telah
dilakukan, meskipunkebanyakan penelitian mempunyai banyak keterbatasan.23
Lingkar leher, merupakan prodiktor kuat untuk sleep-disordered breathing
diantarabeberapa penelitian antropomorfik, sehingga obesitas tubuh bagian atas,
dibandingkandengan distribusi lemak tubuh secara keseluruhan, lebih berpengaruh
terhadap terjadinyOSA. Penurunan berat badan harus dianjuran pada pasien OSA,
termasuk juga merekayang dengan peningkatan berat badan sedang. Kombinasi diet
sangat rendah kaloridengan pengaturan kebiasaan adalah aman dan hemat sebagai
penanganan utamaOSA.24
4. Posisi Tubuh
Posisi supine merupakan posisi yang efektif untuk menurunkan AHI pada banyakpasien.
Ada beberapa alat bantu guna mempertahankan posisi tubuh lateral. Nilai Apnea-
Hyponea Index (AHI) pada pasien dengan posisi tidur apneik dianalisis dengan
tahapantidur (sleep stage) untuk menentukan apakah perbedaan posisi mempengaruhi
nREM.Perbedaan beratnya apnea dikaitkan dengan posisi tidur didapatkan menetap pada
REMsehingga penanganan posisi tidur perlu dipertimbangkan.10 Hasil penelitian
menunjukkan meskipun pasien dengan OSA berat memiliki jumlah apneik yang banyak
pada posisi supine dan lateral, kejadian apneik lebih berat pada posisi tidur supine
daripada tidurlateral.6,23
Penatalaksanaan OSA Ringan, Sedang dan Berat
1. CPAP
Positive airway pressure (PAP) diketahui merupakan terapi baku emas untuk OSA.
Bentuk umum dari PAP adalah continuous positive airway pressure (CPAP). Alat ini
dapat digunakan melalui masker nasal, masker oral atau variasivariasi lain. Sullivan dkk
melaporkan penggunaan nasal CPAP sebagai terapi OSA. Konsep CPAP antara lain
bekerja melalui tekanan positif di jalan napas atas pada tingkat yang konstan atau
berfungsi untuk menjaga jalan napas atas tetap paten / terbuka selama tidur dan
mempertahankan volume paru sehinggamembantu faring tetap paten. Hal tersebut dapat
mencegah terjadinya apnea dan dapat mengeliminasi kejadian mendengkur. Terapi
menggunakan CPAP akan meningkatkan kualiti hidup dan menurunkan tekanan darah.
Terapi ini dianggap efektif untuk pasien OSA sehingga merupakan terapi lini pertama
dan pilihan utama serta merupakan terapi seumur hidup karena jika pasien menghentikan
pemakaian CPAP maka gejala-gejala OSA akan terulang kembali.11,23.
Kelemahan CPAP adalahadanya rasa tidak nyaman pada saat
penggunaannya, adanya rasa claustrophobia,sakit kepala, rinitis, iritasi wajah dan
hidungserta aerofagia.3,4,16
Tekanan CPAP umumnya diatur secaramanual dan dititrasi selama
polisomnogram, hingga didapatkan tekanan yang tepat untukmengatasi episode apneik
dan hipopneik pada semua tahap tidur dan posisi tubuh,mengurangi fragmentasi tidur,
snoring dan desaturasi oksigen, yang pada akhirnyamemperbaiki kehidupan sehari-hari.
AutoPAP (AutoPAP, Self-Titrating CPAP, Auto- Adjust CPAP) dapat dapat pula
digunakan untuk mendapatkan tekanan CPAP yangefektif.23
Tanda keberhasilan terapi OSA adalah pasien OSA dapat tidur lebih baik,merasa
lebih segar pada waktu bangun tidur dan terjadi penurunan tekanandarah serta
menghilangkan gejala-gejala OSA. Pasien-pasien OSA yangmendapatkan terapi OSA
merasakan peningkatan dalam hal : vitaliti danmotivasi, kinerja dalam bekerja, mood,
kendali dan tindakan yang berkenaandengan seks, kewaspadaan saat mengendarai
kendaraan dan kualiti hidup. 6,23
Keberhasilan dari terapi ini sangat bergantung pada kepatuhan pasienuntuk
menggunakan alat tersebut, sehingga alat ini menjadi kurang efektif jikatidak digunakan
secara teratur. Variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin,tingkat keadaan mengantuk
pada siang hari dan tingkah laku yang berhubungandengan penggunaan CPAP
merupakan faktor-faktor penentu terhadapkepatuhan menggunakan CPAP.11,23
Sebaliknya, jika terjadi kegagalan padapenggunaan CPAP akan meningkatkan
salah satu risiko yang berkaitan denganOSA yang tidak diobati, yaitu: hipertensi (OSA
meningkatkan risiko sebanyak 5kali untuk terjadi hipertensi), stroke dan Congestive
heart failure (CHF). 11,25
2. Bi-level PAP
Bi-level PAP merupakan suatu alat Bantu resprasi noninvasif yang
mengalirkantekanan inspirasi (IPAP) dan ekspirasi (EPAP) yang berbeda kepada
pasien yangbernapas spontan untuk menjaga jalan napas atas tetap terbuka. Dengan
mengalirkantekanan rendah selama fase ekspirasi, tekanan total yang ada di jalan
napas kemudiandapat diturunkan sehingga mendekati pernapasan normal. Bi-level
memiliki alirantambahan untuk mendapatkan ventilasi yang diingingkan pada pasien
dengan berbagaimasalah respirasi dan telah digunakan pada terapi OSA. Keuntungan
metode ini adalahmenurunkan kerja pernapasan (work of breathing), menurunkan
rerata tekanan.Karenanya bilevel dapat digunakan pada pasien OSA yang tidak
toleran terhadap CPAPatau AutoPAP. Metode ini baik untuk pasien PPOK
eksaserbasi berulang atau PPOK beratatau sindroma hipoventilasi, terutama yang
menglamai hiperkapnia. Biarpun demikianpengunaan bi-level sebagai terapi awal
OSA tidak dianjurkan, karena metoda ini tidak lebihbaik dibandingkan CPAP.
Kalaupun digunakan, tekanan IPAP dan EPAP harus diatursecara manual selama
pemeriksaaan polisomnogram dan kebanyakan pasien dapatCPAP ini jika titrasi
bertulang ternyata memperbaiki sleep-disordered breathing denganmengatur tekanan. 23
3. Oral Appliances
Oral appliances dianjurkan pada pasien OSA ringan yang tidak respons
denganmelakukan perbaikan gaya hidup atau yang yang tidak tidak toleran dengan
pemberiantekanan positif jalan napas. Mandibular repositioning devices dapat
memberikankeberhasilan pada pasien OSA ringan dengan obstruksi di orofarings dan
dasar lidah.Tongue retaining devices dapat menolong pasien dengan keterbatasan atau
hilangnyanatural dentition, kelainan temporomandibular dan keterbatasan membuka
mulut.Mandibular repositioning devices ini bekerja dengan meningkatkan ukuran jalan
napasfaringeal atau dengan dengan kata lain menurunkan kolaps. Penelitian
menyimpulkanbahwa penggunaan alat ini memberikan keberhasilan menurunkan nilai
AHI (45%) tetapikurang efektif dibandingkan CPAP hidung (menurunkan nilai AHI
70%). 14,23
Pasien lebih menyukai terapi dengan mandibular repositioning device
daripadaCPAP hidung. Keberhasilan metoda ini sekitar 50% sampai 80%. Perbaikan
metodepengobatan ini selama beberapa tahun terakhir berkaitan dengan desain, bahan
dandapat diatur, selain tu metoda ini memberikan keuntungan karena tidak invasif,
mudahdibuat dan dapat diterima pasien.14,23
4. Tindakan bedah
Tujuan terapi bedah pada OSA adalahuntuk memperbaiki volume dan bentuk
salurannapas atas. Indikasi harus jelas dandipersiapkan dengan baik. Indikasi ;
pembedahan OSA adalah AHI ≥ 20x/jam,saturasi O2 <90%, tekanan esofagus di bawah-
10 cmH2O, adanya gangguan kardiovaskuler(seperti aritmia dan hipertensi),
gejalneuropsikiatri, gagal dengan terapi non-bedahdan adanya kelainan anatomi
yangmenyebabkan obstruksi jalan napas. Tidak adasatu teknik yang benar-benar baik
untukOSA 5,23
Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP)merupakan salah satu teknik operasi
denganmelakukan eksisi pada margo inferior palatummole termasuk uvula dan tonsil.
Menurutpenelitian meta-analisis yang pernah dilakukan,dinyatakan UPPP secara
signifikan dapatmenurunkan AHI dan meningkatkan saturasioksigen. UPPP kurang
efektif pada pasien usialanjut dan IMT yang tinggi.
Genioglosusadvancement dapat memperbaiki obstruksiretroglosal. Teknik ini
dilakukan pada pasiendengan AHI >30 yang disebabkan olehobstruksi pada dasar lidah.
Keberhasilan teknikini dalam memperbaiki AHI dan saturasi oksigen mencapai angka
66-85%. 5,14
Teknik maksila-mandibular osteotomidapat dilakukan pada pasien yang
tidakmengalami kemajuan pasca-UPPP dangenioglosus advancement setelah
dievaluasiselama enam bulan dengan PSG. Teknik inimempunyai angka keberhasilan 97-
100%dalam menurunkan AHI dan meningkatkansaturasi oksigen darah.5,23
Muskukus genioglosus, geniohioid dankonstriktor faringeal media berinsersi pada
oshioid. Obstruksi yang terjadi pada hipofaringdapat diperbaiki dengan teknik operasi
miotomihioid dengan suspensi.5
Laser-assisted uvuloplasty (LAUP) adalahteknik yang mirip seperti UPPP,
namunmenggunakan laser (CO2, argon). Teknik inidapat dilakukan dengan anastesi
lokal dalam1-3 sesi rawat jalan. LAUP tidakdirekomendasikan pada pasien yang
memilikiobstruksi pada daerah tonsil, penebalan mukosafaring, hipertrofi tonsil dan AHI
>30. LAUPsudah sekarang jarang dikerjakan.3,5,12.
Teknik operasi lain adalah radiofrequencyablation (RA) palatum. Indikasinya
untukpasien dengan obstruksi daerah palatum danAHI <15. Angka keberhasilan RA
palatumdalam mengeliminasi keluhan mendengkur danmemperbaiki nilai ESS mencapai
75%, namuntidak mengubah nilai AHI. 5.
Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan OSA ringan, sedang dan berat 23
2.1.8 Prognosis dan Komplikasi
Konsekuensi yang didapat jika OSA tidak diobati dapat dibagi menjadi 2 kategori
yaitu : 25,26,27,28
1. Gangguan tidur : penampilan yang buruk dalam mengerjakan pekerjaan,menurun
daya ingat jangka pendek, kecelakaan kerja dan kendaraanbermotor (pasien OSA
memiliki risiko 15 kali lebih sering mendapatkecelakaan kendaraan bermotor
dibandingkan pada populasi umumnya),kehilangan energi sepanjang hari, sakit kepala
pada pagi hari, penambahanberat badan, gangguan mood dan depresi, impotensi dan
penurunanhubungan seksual.
2. hipertensi (pada 50% pasien OSA) yang jikaOSA tetap tidak ditangani maka kejadian
hipertensi akan meningkatkan risikountuk terjadinya serangan jantung atau stroke),
aritmia jantung, dan strespada sistem kardiovaskular karena OSA menyebabkan
jantung dan parubekerja lebih keras. Hipertensi yang terjadi pada pasien yang
tidakterdiagnosa ataupun tidak mendapat pengobatan OSA dapat menjadi sulitdiatasi,
dan berbagai konsekuensi yang akan terjadi. Hal ini mengharuskanpengobatan OSA
yang efektif akan memperbaiki dan terkontrolnya tekanandarah pada beberapa pasien.
BAB III
KESIMPULAN
Sleep apnea adalah kondisi dimana timbulnya episode abnormal pada frekuensi
nafas yang berhubungan dengan penyempitan saluran nafas atas pada keadaan tidur yang
dapat berupa henti nafas (apnea) atau menurunnya ventilasi (hypopnea) . Sleep apneu
ditandai oleh terhentinya aliran udara di hidung dan mulut pada saat tidur dan lamanya lebih
dari lebih dari 10 detik, terjadi berulang kali, dapat mencapai 20-60 kali per jam, dan disertai
dengan penurunan saturasi oksigen lebih dari 4%. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan peristiwa kolapsnya saluran napas bagian atas secara
periodik pada saat tidur yang mengakibatkan apnea dan hipopnea atau keduanya dengan
periode antara 10 dan 30 detik , akibat adanya sumbatan total atau sebagian jalan napas atas
yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non-REM atau REM.
OSA dapat terjadi dalam setiap kelompok umur, namun terjadi kenaikan prevalensi antara usia pertengahan dan usia tua dengan prevalensi meningkat setidaknya menjadi 1 dari 10 orangdi antara orang yang berusia di atas 65 tahun. CSA lebih dominan terjadi pada laki-laki dan jarang
terjadi pada wanita premenopause, pada usia lebih dari 60 tahun. Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhiberupa neural, hormonal, muskular dan struktur anatomi yang menyebabkan kolapsnya saluran nafas atas. Faktor risiko untuk terjadinya OSA meliputi umur, jenis kelamin, ukuran dan bentuk jalan nafas, penyakit lain seperti emfisema, asma, kelainan endokrin, penyakit neuromuskular, dan terkai gaya hidup seperti merokok,mengkonsusi alkohol dan kelebihan berat badan.
Klasifikasi derajat OSA berdasarkan nilai Apnea Hypopnea Index (AHI)yang ditetapkan oleh The American Academy of Sleep Medicine dikelompokan menjadi 3 golongan yaitu, ringan (nilai AHI 5-15/jam), sedang (nilai AHI 15-30/jam) dan berat (nilai AHI >30/jam).
Faktor yang berperan pada patogenesis OSA yaitu obstruksi saluran napas daerah
faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke belakang yang dapat menyebabkan oklusi
nasofaring dan orofaring, ukuran lumen faring, dan kelainan kraniofasial mulai dari hidung
sampai hipofaring. Tanda dan gejala yang umum dihubungkan dengan
kejadian OSA dapat juga dikelompokan menjadi gejala malam saat tidur dan gejala saat pagi atau siang.
Diagnosis OSA ditegakkan denganmelakukan anamnesis mengenai pola
tidur,pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi danpemeriksaan penunjang khusus. Gabungan
datayang akurat dari anamnesis dan pemeriksaanfisik yang baik dapat mengarahkan
kepadaindikasi untuk melakukan pemeriksaan bakuemas OSA berupa pemeriksaan
tidursemalam dengan alat polysomnography / PSG. Terapi untuk mengatasi gangguan tidur
pada OSA dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu intervensi bedah berupa pembedahan
hidung; bedah plastik untuk palatum, uvula dan faring; somnoplasty; trakeostomi, perubahan
gaya hidup berupa menurunkan berat badan; menghindari alkohol dan obat-obatan pembantu
untuk tidur; menghindari kelelahan yang sangat dan mengkonsumsi kafein, dan pengunanaan
alat-alat buatan yaitu alat untuk mereposisi rahang dan mencegah lidah jatuh ke belakang
(mempertahankan posisi lidah); cervical collars atau bantal; CPAP.
DAFTAR PUSTAKA
Fun Sun Yoo, Anastesiology problem oriented patien management
Sumardi. Hisjam, Barwani. Ryanto, Bambang Sigit. Budiono, Eko.Sleep Apnea ( Ganguan Bernafas saat Tidur. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.FKUI. 2006.hlm .2347-2352
Anthariksa, Budi. Dkk. Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan Penyakit Kardiovaskular. 2009. Dept Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, FKUI – RS Persahabatan dan Dept Kardiologi dan Ilmu Kedokteran Vaskular, FKUI – RSPN Jantung Harapan Kita. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA%20JANTUNG.pdf. Diakses 20 Februari 2014