mor bili

30
BAB I PENDAHULUAN Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri 3 stadium yaitu (1) Stadium inkubasi atau stadium masa tunas yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3) Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas. Morbili atau campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Di dunia secara global 10 % dari semua penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000 kematian setiap tahun). Telah diketahui bahwa akhir-akhir ini penyakit morbili merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara kita, yakni dengan dilaporkannya kejadian wabah penyakit morbili di beberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi. Di indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, campak menduduki urutan ke 5 dari 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan urutan ke 5 dari 10 macam penyakit utama pada anak umur 1 – 4 tahun (0,77 %). Umur terbanyak menderita campak adalah < 12 bulan, 1

Upload: ayuniza-harmayati

Post on 16-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ilmu kesehatan anak

TRANSCRIPT

Page 1: Mor Bili

BAB I

PENDAHULUAN

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus

yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri 3 stadium

yaitu (1) Stadium inkubasi atau stadium masa tunas yang berkisar antara 10 sampai 12 hari

setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak

bergejala, (2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan

batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)

Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular mulai dari belakang

telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam didahului dengan suhu badan yang

meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.

Morbili atau campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Di dunia secara

global 10 % dari semua penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000

kematian setiap tahun). Telah diketahui bahwa akhir-akhir ini penyakit morbili merupakan

masalah kesehatan masyarakat di negara kita, yakni dengan dilaporkannya kejadian wabah

penyakit morbili di beberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi.

Di indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, campak menduduki urutan

ke 5 dari 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan urutan ke 5 dari 10 macam

penyakit utama pada anak umur 1 – 4 tahun (0,77 %). Umur terbanyak menderita campak

adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1 – 4 tahun dan 5 -14 tahun. Penyebab kematian

pada morbili terutama akibat komplikasi yang dialami penderita seperti bronkopneumonia,

gastroenteritis, encephalitis dan lain-lain.

1

Page 2: Mor Bili

BAB II

MORBILI

I. ETIOLOGI

Campak disebabkan oleh Morbilivirus, salah satu virus RNA dari famili Paramyxoviridae1.

1. Bentuk Virus

Virus berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus

oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat

nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam

nukleat (RNA), merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. Selubung

luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada di selubung luar

muncul sebagai hemaglutinin1.

Paling sedikit terdapat enam protein struktural virion, tiga diantaranya di dalam

selubung. Ketiga protein yang berada dalam selubung ini adalah protein (M) yang

penting untuk penggabungan virus dan proyeksi dua glikoprotein (peplomer);

hemaglitinin (H) memperantarai perlekatan virus ke sel penjamu dan protein lain (F)

memperantarai peleburan sel dan jalan masuk virus ke dalam sel.

2. Ketahanan Virus

Pada temperatur kamar virus campak kehilangan 60% sifat infeksifitasnya selama 3-5

hari, pada 37°C waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56°C hanya satu jam. Pada media

protein ia dapat hidup dengan suhu -70°C selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari

pendingin dengan suhu 4-6°C dapat hidup selama 5 bulan. Virus tidak aktif pada PH

asam. Oleh karena selubung luarnya terdiri dari lemak maka ia termasuk

mikroorganisme yang bersifat ether labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20%

2

Page 3: Mor Bili

ether selama 10 menit dan 50% aseton dalam 30 menit. Dalam 1/4000 formalin

menjadi tidak efektif selama 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin

mempercepat hilangnya potensi antigenik1.

3. Struktur Antigenik

Infeksi dengan virus campak merangsang pembetukkan neutralizing antibody,

complement fixing antibody, dan haemagglutinine inhibition antibody.Imunoglobulin

kelas IgM dan IgG muncul bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan

mencapai titer tertinggi sekitar 21 hari. Kemudian IgM menghilang dengan cepat

sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya terukur, sehingga IgG

menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi protektif

dapat terbentuk dengan penyuntikkan antigen hemagglutinin murni1.

II. EPIDEMIOLOGI

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan

seumur hidup. Usia puncak insidens penyakit ini adalah umur 5-10 tahun, di negara yang

belum berkembang insidens tertinggi pada umur 2 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak

yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi

buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5

tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000

kasus pertahun.

Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama karena

akses pelayanan kesehatan yang sulit, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah

transmigrasi sering terjadi terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Daerah urban

yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan dan sumber kejadian luar biasa terhadap

penyakit yang sangat menular seperti campak1.

Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi

sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak

meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality ratetelah dapat diturunkan

dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah 12 tahun. Transmisi

campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat

gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan

penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya

seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak

3

Page 4: Mor Bili

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan

kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut

kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum

pernah menderita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan

akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga

maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak

dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia

1 tahun.

III. PATOLOGI

Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring,

bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan

proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi

dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang

merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah

(1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,

appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel

saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel

rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas

hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial

karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia

yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan

medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba denganinclusion

body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis.

IV. PATOFISIOLOGI

Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang

infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus

campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas

sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke

jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia

primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik

regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di

lokasi pertama infeksi.

4

Page 5: Mor Bili

Manusia adalah satu-satunya inang asli untuk virus campak4. Penularan campak

terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis

sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi dimulai di mukosa hidung/faring. Di tempat awal

infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus

masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear

mencapai kelenjar getah bening lokal. Virus kemudian bermultiplikasi dengan sangat

perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular (RES) seperti limpa,

dimana virus menyerang limfosit. Virus campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu

yang membantu penyebaran ke seluruh tubuh4. Sel mononuclear yang terinfeksi

menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel warthin), sedangkan limfosit T

(termasuk T-supresor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, 5-

6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terbentuk yaitu ketika ketika virus masuk ke dalam

pembuluh darah (viremia primer) dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,

saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus.

Pada hari 9-10 (stadium prodromal) terdapat hiperplasia jaringan limfe dan fokus

infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, mengalami nekrosis pada satu

sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke dalam

pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem

pernafasan diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak

merah. Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi proses peradangan epitel saluran pernafasan,

konjungtiva dan kulit yang mana terbentuk eksudat yang serous dan proliferasi sel

mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Terjadi distribusi yang

luas dari giant cell multinuklear (sel retikuloendotel Warthin-Finkeldey) akibat fusi-fusi sel

dan inklusi intranuklear terlihat dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfoid, tonsil,

terutama appendix). Respon imun ini diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi,

anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil

pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan

diagnosis1.

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Ruam pada kulit yang muncul pada hari ke 14

setelah awal infeksi terjadi sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen

virus, sebagai hasil interaksi sel T imun dan sel yang terinfeksi virus dalam pembuluh darah

kecil. Pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak

5

Page 6: Mor Bili

pada kasus yang mengalami defisit sel T 3. Pada kulit, reaksi terutama terjadi di sekitar

kelenjar sebacea dan folikel-folikel rambut 4

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan

kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan

lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada

kasus campak, selain itu campak juga dapat menyebabkan gizi kurang.

6

Page 7: Mor Bili

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari Manifestasi

0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau

kemungkinan konjungtiva

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3 Viremia primer

3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama,

dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7 Viremia sekunder

7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas

11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

V. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya didahului oleh gejala prodromal, seperti demam, konjungtivitis, koriza,

batuk dan bercak koplik (bercak putih seperti beras pada mukosa bukal yang berhadapan

dengan molar bawah). Ruam muncul 3-4 hari kemudian biasanya dibelakang telinga dan

menyebar ke seluruh tubuh. Ruam pada mulanya makulopapular, tetapi selanjutnya menjadi

seperti jerawat dan meyatu dan dapat berdeskuamasi pada minggu kedua.

Berikut adalah gambaran klinis yang dapat ditemukan pada morbili atau campak berdasarkan

stadiu-stadiumnya :

1. Stadium inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun

pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak

menampakkan gejala sakit. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari

hari infeksi dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam.

2. Stadium prodromal

Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium

prodromal yangberlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik

khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan

fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang

kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada

7

Page 8: Mor Bili

stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva

telah terkena radang.

Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada

hari ke-10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran

pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik.

Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat

juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian

tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum timbulnya

ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir

masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita

akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.

Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis

gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.

Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita

pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

3. Stadium erupsi

Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu

pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan

dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak

terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut.

Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,

lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar

ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2

atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan

menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.

Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di

belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian

belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal,

muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang

dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut

mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula splenomegali. Tidak jarang

disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”

yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus

digestivus.

8

Page 9: Mor Bili

Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak

memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna

kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan

maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit

berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang

berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak

tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.

Adapun sumber lainnya yang menyatakan bahwa terdapat stadium lainnya

setelah stadium erupsi, yaitu stadium konvalesen

4. Stadium konvalesen

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)

yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia

sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala

patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan

eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai

menjadi normal kecuali bila ada komplikasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas

atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu

sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :

Anamnesa :

1. Anak dengan demam 3 – 5 hari (biasanya tinggi, mendadak) disertai dengan;

2. Malaise dan keluhan 3 C (coriza, conjingtivitis, coughing)

3. Dapat disertai diare dan muntah

9

Page 10: Mor Bili

4. Dapat disertai gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis, petekie,

ekimosis

5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu

sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.

Pemeriksaan fisik

1. Pada stadium prodromal, manifestasi yang tampak mungkin hanya demem (biasanya

tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan conjungtivitis

2. Pada umumnya anak tampak lemah

3. Koplik spot pada hari ke 2 – 3 panas (akhir stadium prodromal)

4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang

munculnya dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka dan

kemudian seluruh tubuh. Dan dapat pula ditemukan lidah kotor (seperti pada lidah

tifoid).

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosis biasanya bisa didapatkan melalui diagnosis klinis. Namun

dapat pula ditegakkan dengan melakukan kultur serologi dan atau kultur virus.

Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari

pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit

(terutama selama masa demam campak) merupakan sumber yang memadai untuk

isolasi virus. Selama stadium prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti banyak pada

hapusan mukosa hidung4.

Serologis: konfirmasi serologi campak berdasarkan pada kenaikan empat kali titer

antibodi antara sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada penampakkan antibodi

IgM spesifik campak antara 1-2 minggu setelah onset ruam kulit. Bagian utama dari

respon imun ditujukan langsung pada protein NP. Hanya pada kasus campak yang

tidak khas, yang pasti bereaksi terhadap protein M yang ada3. Serum IgM merupakan

tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Imunoglobulin IgM dan IgG distimulasi

oleh infeksi campak, muncul bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan

mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Serum IgM akan menurun dalam waktu

sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. IgM

menunjukkan pasien baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi.

Sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama.

IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh

10

Page 11: Mor Bili

vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus

yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori.

Imunitas transplasental

Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak.

Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 – 6 bulan dan kadarnya akan

menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat

terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin

dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan

maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran.

Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi

lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan

protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal.

Pemeriksaan untuk komplikasi dapat dilakukan foto dada dan analisa gas darah untuk

komplikasi bronkopneumonia. Feses lengkap untuk enteritis. Pemeriksaan cairan

serebrospinal, kadar elektrolit darah dan analisa gas darah untuk komplikasi

ensefalitis.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding morbili diantaranya :

1. Roseola infantum.

Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.

2. Rubella. 

Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul

tidak seberat campak.

3. Alergi obat. 

Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya

tidak disertai gejala prodromal.

4. Demam skarlatina. 

Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah

berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa (Alan R.

Tumbelaka, 2002).

Berikut adalah diagnosis banding Ruam Makulopapular

PENYAKIT GAJALA KLINIS

Rubella ( Campak Tidak diawali suatu masa prodromal yang spesifik. Remaja

11

Page 12: Mor Bili

German)  dan dewa muda dapat menunjukkan gejala demam ringan

serta lemas dalam 1 - 4 hari sebelum timbulnya kemerahan.

Pembesaran kelenjar getah bening khususnya pada daerah

belakang telinga dan oksipital sangat menunjang diagnosis

rubella.

Eksantema Subitum  Gejala demam tinggi selama 3 - 4 hari disertai iritabilitas

biasanya terjadi sebelum timbulnya kemerahan pada kulit

dan diikuti dengan penurunan demam secara drastis

menjadi normal.

Demam Skarlatina  Kelainan kulit pada demam skarlatina biasanya timbul

dalam 12 jam pertama sesudah demam, batuk dan muntah.

Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama 2 hari.

Lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa

atau membranosa.

Steven-Johnson, drug

eruption 

Tidak memiliki gejala prodromal

Penyakit Kawasaki  Demam tidak spesifik disertai nyeri tenggorokan sering

mendahului kemerahan pada penyakit ini selama 2-5 hari.

Sering juga ditemui konjungtivitis bilateral.

Infeksi virus lain  Demam biasanya tidak tinggi, menghilang saat timbulnya

kemerahan. Pada infeksi  Coxsackie  kadang - kadang

terjadi bersamaan dengan kemerahan.

Meningococcemia  Kemerahan pada kulit 24 jam pertama. Gejala : demam,

muntah, kelemahan umum, gelisah, dan kemungkinan

adanya kaku kuduk.

Penyakit Rikets  Erupsi papulovesikular secara menyeluruh, biasanya tidak

mengenai wajah, sering didahului oleh adanya gejala seperti

influenza. Sakit kepala lebih menonjol.

Staphylococcal toxic shock

syn. 

Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, muntah serta diare, dan

renjatan sering mendahului atau juga bersamaan dengan

keluarnya kelainan kulit

IX. KOMPLIKASI DAN PENYULIT

12

Page 13: Mor Bili

Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berusia lebih kecil.

Kebanyakan komplikasi atau penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.

Beberapa penyulit campak antar lain :

1) Laringitis akut

Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah

parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan,

sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan

gejala akan menghilang1.

2) Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai (75,2%). Dapat

disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri

terutama Pneumokokus, Stafilokokus, dan Hemophilus influenza4. Ditandai dengan

adanya ronki basah halus, batuk dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu

menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang

masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu

dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas

yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar

tidak muncul akibat yang fatal. Pneumonia terjadi pada sekitar 6% dari kasus campak

dan merupakan penyebab kematian paling sering pada penyakit campak1.

3) Kejang demam

Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam

keluar1.

4)  Ensefalitis

Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada

hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil pada periode pra-erupsi.

Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000. Diduga jika ensefalitis terjadi

pada waktu awal penyakit maka invasi virus memainkan peranan besar, sedangkan

ensefalitis yang timbul kemudian menggambarkan suatu reaksi imunologis atau

adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut. Gejala ensefalitis

dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas

meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan

serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear,

peningkatan protein ringan, sedangkan glukosa dalam batas normal1.

5) Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)

13

Page 14: Mor Bili

SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat

yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten, suatu penyulit lambat

yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin meluas, kejadian SSPE menjadi

sangat jarang. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya

pernah campak adalah 0,6-2,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7

tahun (setelah infeksi campak pertama kali)1. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih

sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan

menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat

vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan

anak yang telah mendapat vaksinasi.

Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak yang

terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat karena

kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali adalah protein matrix.

Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan SSPE

menandakan kegagalan sistem imun untuk membersihkan infeksi virus3.

Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan

penurunan intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti oleh

inkoordinasi motorik, dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya

pasien menunjukkan gangguan mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan,

kegagalan berbicara dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi

kebutaan. Pada tahap akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma.

Aktivitas elektrik di otak pada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama

sakit yang khas untuk SSPE dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari

fungsi sistem saraf pusat. Laboratorium : Peningkatan globulin dalam cairan

serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum meningkat (1: 1280)5.

6)  Otitis media

Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang telinga

biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri

menjadi otitis media purulenta1.

7) Enteritis dan diare persisten

Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase

prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Diare persisten

bersifat protein losing enteropathy sehingga dapat memperburuk status gizi1.

8) Konjungtivitis

14

Page 15: Mor Bili

Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.

Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya

dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis

diperburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis yang dapat menyebabkan

kebutaan.

9) Jantung

Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung

seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.

10) Hemorrhagic (black) measles

Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai

dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala

encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari

mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.

11) Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB

12) Trombositopenia.

X. PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang diberikan dapat dimulai dengan pengobatan supportif yaitu

memperbaiki keadaan umum, istirahat cukup, mempertahankan status nutrisi dan hidrasi

(cukup cairan dan kalori), perawatan kulit dan mata, perawatan lain sesuai penyulit yang

terjadi.

Selain itu berikan pengobatan simtomatik, yaitu berupa antipiretika bila suhu tubuh

tinggi. Paracetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6 – 8 jam. Kemudian dapat diberikan

sedativum, obat batuk dan yang paling penting adalah istirahat untuk memperbaiki keadaan

umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan ekspektoran : gliseril guaiakolat untuk anak 6 – 12

tahun : 50 – 100 mg tiap 2 – 6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari. Antitusif perlu diberikan

bila batuknya menggangu atau berat. Jika perlu diberikan mukolitik. Antitusif (codein) tidak

boleh diberikan.

Pemberian Vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan

200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan

epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk

meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (meningkatkan daya tahan tubuh).

Pengobatan komplikasi

a) Bronkopneumonia

15

Page 16: Mor Bili

Diberikan antibiotik Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena

dikombinasikan dengan Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis dan

oksigen 2 liter/menit sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per

oral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi

spesifik, maka uji tuberculin dilakukan setelah anak sehat kembali (3 – 4 minggu

kemudian) karena uji tuberculin biasanya negatif atau alergi pada saat anak menderita

campak. Terjadi alergi karena adanya gangguan delayed hipersensitivity disebabkan

oleh sel limfosit T yang terganggu fungsinya.

b) Enteritis : Pemberian cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi

c) Otitis media : diberika antibiotik kotrimoksasol-sulfametoksasol (TMP 4

mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)

d) Ensefalopati

Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema

otak disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gas

darah. Kloramfenikol dosis 75 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama

7 – 10 hari. Kortikosteroid : dexametason 1 mg/kgBB/hari sebagai dosis awal

dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila

pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tapering off). Kebutuhan jumlah cairan dikurangi

¼ kebutuhan serta koreksi gangguan elektrolit.

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau

adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul

(IDAI, 2004).

XI. PENCEGAHAN

Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di

Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan

ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi

(PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia

12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak

ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna

karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak

(IDAI, 2004). Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat

berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan.

1) Imunisasi aktif

16

Page 17: Mor Bili

Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9

bulan atau lebih. Imunisasi ulangan diberikan pada usia 5 – 7 tahun. Pada tahun 1963

telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus

campak hidup yang dilemahkan (tipe Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal

dari virus campak yang dimatikan (dalam larutan formalin dicampur dengan garam

alumunium). Namun sejak tahun 1967, vaksin yang berasal dari virus campak yang

telah dimatikan tidak digunakan lagi, oleh karena efek proteksinya hanya bersifat

sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat1. Vaksin dari

virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan

protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk

karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5 ml, namun

dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular mempunyai efektivitas yang sama.

Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu

4˚C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari

pendingin. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dilemahkan berkembang dari

Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain

Moraten (1968).

Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis

epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-

lain. Laporan beberapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya

aman dan tetap efektif 2.

2) Imunisasi pasif

Campak dapat dicegah dengan Immune serum globulin (gamma globulin) dengan

dosis 0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah

terpapar, atau sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk

bayi, anak-anak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta

institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah

antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat perlindungan

yang diharapkan7. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit

mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.

Indikasi :

Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak

mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini,

maka harus diberikan imunoglobin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari

17

Page 18: Mor Bili

paparan. Selain itu vaksi MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 15

bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.

Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat maksimal 15 ml/dose IM

Kontraindikasi vaksin : reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin, sedang menderita

demam tinggi, kehamilan, imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat,

imunodefisiensi kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang, sedang memperoleh

pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah, infeksi HIV dengan

imunosupresi berat2.

XII. PROGNOSIS

Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit

maka prognosisnya baik. Dikatakan baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi

prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau

bila ada komplikasi. Biasanya campak sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada

penyulit infeksi sekunder/malnutrisi berat, maka penyakit menjadi berat. Kematian

disebabkan karena penyulit (pneumonia dan ensefalitis)2

18

Page 19: Mor Bili

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular dengan tingkat insidensi yang

tinggi pada anak-anak. Puncak insiden dari penyakit ini adalah kelompok umur 5 – 10 tahun.

Penyakit ini memiliki 4 stadium, antara lain stadium inkubasi, prodromal, erupsi dan

konvalesen, biasanya diawali dengan gejala demam, malaise, batuk, konjungtivitis, koriza,

fotofobia kemudian timbul bercak koplik pada mukosa bukalis yang merupakan

patognomonis pada morbili. Beberapa hari kemudian timbul bercak eritem berupa

makulopapular disertai naiknya suhu tubuh yang bermula di bekalang telinga, tengkuk, badan

dan akhirnya seluruh tubuh. Pada stadium erupsi bercak eritem akan berkurang dan

meninggalkan bekas berwarna gelap pada kulit yang lama-kelamaan akan menghilang.

Penularan yang cepat, terutama pada kelompok dengan daya tahan imun rendah,

kepadatan yang tinggi, serta kurangnya akses pelayanan kesehatan dan pelaksanaan

vaksinasi, terutama di daerah pedesaaan. Kematian pada campak sering kali disebabkan oleh

komplikasi-komplikasinya, seperti pneumonia dan ensefalitis. Penyakit ini dapat dicegah

melalui vaksinasi, karena vaksin campak telah terbukti efektif menurunkan insidensi

penyakit.

19