mola newww arie
TRANSCRIPT
Presentasi Kasus
MOLA HIDATIDOSA
Oleh :
Aria Chandra G. G 0001053
Dewi Endriyani N. H. G 0001072
Diana Purnamasari G 0002053
Hambrah S. Atriadewi G 0002071
Pembimbing :
Dr. Soetrisno, SpOG(K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2007
ABSTRAK
Sebuah kasus mola hidatidosa dengan anemia dan leukositosis pada
seorang wanita G4P3A0, 39 tahun. Penderita adalah kiriman dari RS. Banyudono,
dengan keterangan amenore dengan perdarahan, terlambat menstruasi 4 bulan
lebih. Perdarahan dari jalan lahir sejak 2 minggu SMRS. Abdomen distended, NT
(-), TFU ½ simfisis pusat. Pemeriksaan USG didapatkan vesica urinaria terisi
cukup, tampak uterus supel, ukuran 18x16x15 cm, tidak tampak gambaran janin
intra uterin atau ekstra uterin. Tampak gambaran ”Honey comb appearance”.
Total abdominal hysterectomy (TAH) dilakukan karena ini merupakan
terapi pilihan bagi wanita yang sudah berusia lanjut dan sudah memiliki jumlah
anak yang cukup, dan bisalphingo-oophorectomy (BSO) dilakukan karena
terdapat perdarahan pada kasus ini. 1,2
Kata kunci : mola hidatidosa, TAH, BSO
1
BAB I
PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional
sebagai akibat dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna.
Walaupun penyakit ini sudah cukup lamadikenal, namun sampai sekarang
penyakit ini masih tetap aktual, karena masih banyak hal-hal yang belum jelas.
Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kejadianyan g
be r beda -beda . Penyak i t i n i l eb ih banyak d i t emu kan d i nega ra -
nega ra As i a dan Amerika Latin.Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
golongan sosio ekonomi rendah. Di Indonesia menurut laporan beberapa
penulis dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda.
Angka kejadian Mola Hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 51 sampai1 :
141 kehamilan. Sedangkan di negara barat angka kejadian ini lebih
rendah dari padanegara-negara Asia dan Amerika Latin, misalnya
Amerika Serikan 1 : 1450 kehamilan(Hertig & Sheldon, 1978) dan di Inggris
1 : 1500 (Womack & Elston, 1985).Berdasarkan pemeriksaan morfologi, penyakit
ini tergolong dalam neoplasma jinak. Akan tetapi dalam perjalanan
penyakitnya dapat berkembang menjadi neoplasma ganas yangdisebut
Korio Karsinoma. Pada Mola 20% berkembang menjadi keganasan
trofoblastik.Setelah terbentuk mola komplit, invasi ke uterus terjadi
pada 15% pasien & metastasis terjadi pada 4% pasien. Kasus
koriokarsinoma yang berkembang dari mola partial belum pernah
dilaporkan, walaupun 4% pasien dengan mola parsial akan berkembang
menjadi penyakit trofoblastik non metastasis persisten yang membutuhkan
kemoterapi
Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional dapat
disembuhkan dengan tetap mempertahankan fungsi reproduksinya. Berhubung
dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa dapat menjadi ganas, maka terapi
2
yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai
jumlah anak yang sesuai dengan yang diinginkan adalah histerektomi.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MOLA HIDATIDOSA
1. Definisi 2,4,5
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari jonjot-jonjot
korion (chorionic villi/villi korialis), dimana sebagian atau seluruhnya
mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai
anggur. Karena itu secara umum lebih dikenal sebagai hamil anggur.
Mola hidatidosa ditandai dengan :
a. Degenerasi kistik dari villi, disertai pembengkakkan hidropik.
b. Avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin.
c. Proliferasi jaringan trofoblastik.
2. Etiologi
Walaupun MH sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang
masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat
menghindarkan terjadinya MH, seperti tidak hamil pada usia yang
ekstrem dan memperbaiki gizi.5
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis mola hidatidosa komplet
(MHK) dan mola hidatidosa parsial (MHP). Banyak teori yang telah
dilontarkan tentang patogenesis MHK ini, antara lain teori Hertig dan
teori Park.5
Teori Hertig, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi
insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5
(missed abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenhin villi dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin
besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan
proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan villi yang
oedematous tadi.5
4
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya
jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi,
maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang
abnormal, dimana terjadi absorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi.
Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan
kematian embrio.5
Teori yang sekarang banyak dianut adalah teori sitogenetik. Secara
sitogenetik dapat diterangkan sebagai berikut. Mola komplet tidak
mengandung jaringan fetal, terjadi karena sebuah ovum yang tidak
berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sebuah
sperma haploid 23,X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom
23,X.3,5 Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri
(endoreduplikasi). Sembilan puluh persen diantaranya memiliki
kromosom 46,XX dan 10% lainnya memiliki kromosom 46,XY. Jadi,
kromosom MHK itu seperti wanita, tetapi kedua X-nya berasal dari jalur
paternal (ayah). Tidak ada unsur ibu, sehingga disebut ”Diploid
Androgenetik”. Satu telur berinti dibuahi oleh satu sperma haploid (yang
selanjutnya menduplikasikan kromosomnya), atau telur tersebut dibuahi
oleh 2 sperma.3,5 Pada mola komplet, villi korionik membengkak dengan
bentuk menyerupai anggur (hidatiforme), dan terjadi hiperplasia
trofoblastik.3
Suatu bentuk yang jarang dari mola komplet rekuren berasal dari
jalur biparental dan mengakibatkan kesalahan ekspresi gen-gen yang
dicetak. Mola jenis ini terjadi jika cetakan gen maternal dalam ovum
hilang. Meskipun hasil konsepsi memiliki gen dari kedua orang tua,
hilangnya cetakan gen maternal mengakibatkan fungsi gen ekuivalen
dengan 2 genom dari jalur paternal. Kehamilan molar rekuren jenis ini
diturunkan secara familial dan tampaknya merupakan kecacatan resesif
autosomal.3,5
Pada mola parsial, jaringan fetal seringkali ditemukan. Pembuluh
darah dan eritrosit fetus pada umumnya ditemukan pada villi.
5
Komplemen kromosom adalah 69XXX atau 69XXY. Hal ini merupakan
akibat dari fertilisasi satu ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid
paternal atau dari dispermia. Tetraploidi juga mungkin terjadi. Seperti
halnya pada mola komplet, jaringan trofoblastik mengalami hiperplasia
dan terjadi pembengkakan villi korionik.3
4. Insidensi
Di Amerika Serikat: Di negara-negara barat, mola hidatidosa
terjadi pada 1 dari setiap 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa
merupakan temuan secara tidak sengaja pada sekitar 1 dari setiap
600 abortus terapeutik.3,5
Internasional: Di negara-negara Asia, rata-rata kejadian adalah
15 kali lebih tinggi dibandingkan di Amerika Serikat. Jepang
melaporkan 2 kasus tiap 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur
Jauh, beberapa sumber memperkirakan rata-rata sekitar 1 kasus
tiap 120 kehamilan.3,5
5. Mortalitas/Morbiditas
Pada pasien-pasien dengan mola hidatidosa, 20% diantaranya
berkembang menjadi keganasan trofoblastik. Setelah suatu mola komplet
terbentuk, invasi uterus terjadi pada 15% pasien, dan metastasis terjadi
pada 4% pasien. Tidak dilaporkan adanya kasus koriokarsinoma pada
mola parsial, meskipun 4% pasien dengan mola parsial mengalami
penyakit trofoblastik non metastasis persisten yang membutuhkan
kemoterapi.3,4,5
6. Ras
Kehamilan mola tidak memiliki predileksi untuk ras atau etnik
tertentu, meskipun negara-negara Asia menunjukkan suatu rata-rata yang
15 kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata di Amerika Serikat. Wanita
Asia yang tinggal di Amerika Serikat tampaknya tidak memiliki rata-rata
yang berbeda untuk mengalami kehamilan mola dibandingkan dengan
kelompok etnis lainnya.3,5
6
7. Usia
Mola hidatidosa lebih sering ditemukan pada puncak usia
reproduksi. Wanita di usia remaja awal atau pada tahun-tahun
perimenopause merupakan kelompok yang memiliki resiko paling
tinggi. Wanita yang lebih tua dari 35 tahun memiliki peningkatan resiko
sebesar 2 kali lipat. Wanita berusia lebih dari 40 tahun mengalami
peningkatan resiko sebesar 4-10 kali lipat dibandingkan yang berusia 20-
40 tahun. Resiko tidak dipengaruhi oleh paritas.5
B. KLINIS 1,2,3,4,5
1. Riwayat Klinis Penyakit
Mola komplet: Manifestasi klinis yang khas dari kehamilan mola
komplet berubah sesuai dengan perkembangan ultrasonografi
resolusi tinggi. Sebagian besar mola sekarang dapat didiagnosis pada
trimester pertama sebelum timbulnya tanda dan gejala klinis klasik.
Perdarahan pervaginam: Gejala klasik yang paling sering
ditemukan pada mola komplet adalah perdarahan per vagina.
Terlepasnya jaringan mola dari desidua mengakibatkan
timbulnya perdarahan. Uterus dapat mengalami distensi karena
darah yang terkumpul dalam jumlah besar, dan cairan gelap
mungkin mengalir dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus.
Hiperemesis: Pasien juga dilaporkan mengalami nausea berat dan
vomiting. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan tajam level
human chorionic gonadotropin (HCG).
Hipertiroidisme: Sekitar 7% pasien mengalami takikardi, tremor
dan kulit yang menghangat.
Mola parsial: Pasien dengan mola parsial tidak mengalami gambaran
klinis yang sama dengan mola komplet. Pasien-pasien tersebut pada
umumnya mengalami tanda dan gejala yang sama dengan gejala
pada abortus inkomplet dan missed abortion.
Perdarahan pervaginam
Tidak didapatkannya irama denyut jantung bayi
7
2. Pemeriksaan Fisik
Mola komplet
Besarnya kehamilan tidak sesuai dengan usia kehamilan: Suatu
pembesaran uterus yang lebih besar dari yang seharusnya untuk
usia kehamilan yang sama merupakan tanda klasik dari mola
komplet. Pembesaran yang tidak seharusnya ini disebabkan oleh
pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan darah yang
terkumpul dalam uterus. Bagaimanapun juga, pada pasien dengan
pembesaran yang sesuai atau lebih kecil dari yang seharusnya
juga memiliki frekuensi yang hampir sama untuk mengalami
kehamilan mola.
Preeklamsia: Sekitar 27% pasien dengan mola komplet
berkembang menjadi toksik, ditandai dengan hipertensi (Tekanan
darah >140/90 mmHg), proteinuria (>400 mg/dL), sedangkan
edema dengan konvulsi hiperpireksia jarang terjadi.
Kista teka lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter
lebih besar dari 6 cm dan terjadi bersamaan dengan pembesaran
ovarium. Kista ini pada umumnya tidak dapat dipalpasi dengan
pemeriksaan bimanual tetapi dapat diidentifikasi dengan
ultrasonografi. Pasien mungkin mengalami nyeri atau rasa
tertekan pada pelvis. Karena peningkatan ukuran ovarium, maka
resiko yang harus diwaspadai adalah terjadinya torsio. Kista ini
memiliki respon yang baik terhadap level beta-HCG yang tinggi
dan secara spontan mengalami regresi setelah mola dievakuasi.
Mola parsial
Pembesaran uterus dan preeklamsia dilaporkan hanya pada 3%
pasien.
Kista teka lutein, hiperemesis, dan hipertiroidisme jarang
ditemukan.
8
Kehamilan kembar
Kehamilan kembar dengan satu mola komplet dan satu fetus
dengan plasenta normal pernah dilaporkan. Kasus-kasus dengan
bayi yang sehat dalam keadaan ini juga pernah dilaporkan.
Wanita dengan kehamilan mola dan kehamilan normal memiliki
resiko untuk mengalami penyekit persisten dan metastasis.
Terminasi kehamilan merupakan pilihan yang direkomendasikan.
Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil tanpa
adanya perdarahan, tirotoksikosis, atau hipertensi berat. Pasien
harus diberitahukan mengenai resiko morbiditas maternal yang
berat akibat komplikasi dari keadaan tersebut.
Gen prenatal yang didiagnosis dari sampling villi korionik atau
amniosintesis direkomendasikan untuk evaluasi kariotipe fetus.
C. DIAGNOSIS BANDING 1,4
Hiperemesis gravidarum
Kehamilan ektopik terganggu
Abortus
Gemelli
Hidramnion
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2,3,4,5
1. Pemeriksaan Laboratorium
Beta-HCG kuantitatif: Level HCG yang lebih dari 100.000 mlU/mL
menunjukkan pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan
meningkatkan kecurigaan sehingga kemungkinan kehamilan mola
harus disingkirkan. Suatu kehamilan mola juga mungkin terjadi
dengan level HCG yang normal.
Hitung sel darah lengkap dan hitung platelet: Anemia merupakan
komplikasi medis yang paling sering terjadi, akibat dari koagulopati.
9
Fungsi pembekuan: Tes fungsi pembekuan untuk mengetahui adanya
koagulopati atau untuk menentukan penatalaksanaan pada kasus-
kasus yang berhasil ditemukan.
Tes fungsi hati.
Pemeriksaan urea nitrogen darah (blood urea nitrogen/BUN) dan
kreatinin.
Tiroksin: Meskipun wanita dengan kehamilan mola pada umumnya
secara klinis eutiroid, tiroksin plasma biasanya meningkat di atas
kisaran nilai pada saat kehanilan. Dapat muncul gejala
hipertiroidisme.
Serum inhibin A dan aktivin A: Inhibin A dan aktivin A serum
meningkat 7 hingga 10 kali lipat pada kehamilan mola dibandingkan
dengan kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama.
Penurunan drastis inhibin A dan aktivin A serum setelah
pengangkatan suatu mola dapat membantu memantau proses remisi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi merupakan kriteria standar untuk identifikasi baik
kehamilan mola komplet atau parsial. Pada pencitraan klasik,
menggunakan teknologi ultrasonografi tua, gambaran badai salju
(snowstorm) mengindikasikan adanya villi korionik hidropik.
Ultrasonografi resolusi tinggi mampu memperlihatkan massa
intrauterin yang kompleks, terdiri dari banyak kista-kista kecil.
Sekali suatu kehamilan mola berhasil didiagnosis, maka suatu
radiografi dada dasar harus dilakukan. Paru-paru merupakan daerah
metastasis utama untuk tumor trofoblastik maligna.
3. Pemeriksaan Histologis
Mola komplet: Jaringan fetus tidak ditemukan, didapatkan proliferasi
tropoblastik berlebihan, villi yang hidropik, dan kromoson 46,XX
atau 46,XY. Juga, mola komplet menunjukkan ekspresi berlebih
beberapa faktor pertumbuhan, termasuk faktor pertumbuhan
10
epidermal c-myc, dan c- dan cerb B-2, dibandingkan dengan plasenta
normal.
Mola parsial: Jaringan fetus seringkali ditemukan, misalnya amnion
dan sel darah merah fetus. Juga didapatkan villi hidropik dan
proliferasi trofoblastik.
E. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5
1. Terapi Medis
Stabilisasi pasien
Tranfusi jika pasien mengalami anemia
Koreksi koagulopati
Terapi hipertensi
2. Terapi Pembedahan
Evakuasi isi uterus melalui dilatasi dan kuretase penting untuk
dilaksanakan.
Induksi dengan prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena
peningkatan resiko akibat perdarahan dan kemungkinan malignansi
sesuadahnya.
Oksitosin intravena harus mulai diberikan bersamaan dengan
dimulainya dilatasi servik dan dilanjutkan post operasi untuk
mengurangi kemungkinan perdarahan. Pertimbangan menggunakan
formulasi uterotonik (misalnya, Methergine, Hemabate) juga
dianjurkan.
Distres pernafasan sering terjadi selama pembedahan. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh embolisasi trofoblastik, gagal jantung
kongestif high-output akibat anemia, atau cairan iatrogenik yang
berlebihan. Distres pernafasan ini harus secara agresif diterapi
dengan bantuan ventilasi dan monitoring, jika diperlukan.
3. Konsultasi/Rujukan
Seorang ahli ginekologi onkologi harus dikonsultasikan jika pasien
dipercaya memiliki resiko untuk mengalami malignansi.
11
4. Diet
Tidak diperlukan diet khusus.
5. Aktivitas
Pasien diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Pengistirahatan pelvis dianjurkan selama 4-6 minggu setelah
pengosongan uterus, dan pasien diinstruksikan untuk tidak hamil
dulu selama 12 bulan ke depan. Kontrasepsi yang adekuat dianjurkan
selama periode ini.
Monitoring nila beta-HCG serial untuk identifikasi sejumlah kecil
pasien yang berkembang mengalami keganasan. Jika terjadi
kehamilan, elevasi nilai beta-HCG dapat disalahartikan dengan
perkembangan keganasan.
F. MEDIKASI 5
Kemoterapi profilaksis pada mola hidatidosa masih kontroversial.
Sebagian besar wanita sembuh setelah evakuasi uterus.
G. FOLLOW UP 1,3,5
1. Penatalaksanaan Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan
Level beta-HCG kuantitatif serial harus diperiksa.
Pemeriksaan nilai beta-HCG dilakukan setelah 48 jam pertama
dan selanjutnya setiap 2 minggu hingga nilai berada di dalam
batas nilai rujukan.
Nilai tersebut harus secara konsisten turun dan tidak pernah naik.
Jika nilai tersebut telah mencapai nilai rujukan, maka
pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan selama satu tahun.
Setiap peningkatan nilai beta-HCG membutuhkan pemeriksaan
radiografi dada dan pemeriksaan pelvis untuk menentukan
diagnosis dini adanya metastasis.
Kontrasepsi direkomendasikan selama 6 bulan hingga 1 tahun
setelah evakuasi uterus.
Pasien dengan riwayat kehamilan mola komplet atau parsial
sebelumnya memiliki resiko 10 kali lipat untuk mengalami
12
kehamilan mola kedua pada kehamilan selanjutnya. Evaluasi semua
kehamilan selanjutnya sedini mungkin dengan ultrasonografi.
2. Komplikasi
Perforasi uterus selama suction curettage kadang-kadang terjadi
karena uterus yang membesar dan melunak. Jika terjadi perforasi,
maka prosedur evakuasi harus dilanjutkan dengan bantuan
laparaskopi.
Perdarahan/hemoragi merupakan komplikasi yang seringkali terjadi
selama evakuasi kehamilan mola. Karena alasan inilah, maka
oksitosin intravena harus diberikan sebelum memulai prosedur
evakuasi. Methergine dan/atau hemabate juga harus selalu tersedia.
Pasien harus telah diketahui golongan darahnya, dilakukan crossed
check, dan darah untuk tranfusi telah tersedia.
Penyakit trofoblastik maligna terjadi pada 20% kehamilan mola.
Untuk alasan ini, HCG kuantitatif harus dimonitor secara serial
selama 1 tahun post evakuasi hingga hasilnya didapatkan negatif.
Faktor-faktor yang dilepaskan oleh jaringan mola memiliki aktivitas
fibrinolitik. Semua pasien harus diperiksa untuk kemungkinan terjadi
koagulopati intravaskuler diseminata (DIC).
Emboli trofoblastik dipercaya dapat menyebabkan insufisiensi
pernafasan akut. Faktor resiko terbesar didapatkan jika uterus lebih
besar dari seharusnya pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini
dapat bersifat fatal.
3. Prognosis
Karena diagnosis dini dan terapi yang tepat, rata-rata mortalitas saat
ini untuk mola hidatidosa adalah nol. Sekitar 20% wanita dengan
mola komplet selanjutnya menderita keganasan trofoblastik.
Keganasan trofoblastik gestasional ini 100% dapat disembuhkan.
Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan adalah usia
lanjut, nilai HCG tinggi (>100.000 mIU/mL), eklamsia,
hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Sebagian besar
13
faktor-faktor tersebut tampaknya mampu merefleksikan jumlah
proliferasi trofoblastik. Memperkirakan pasien mana yang akan
menderita penyakit trofoblastik gestasional adalah sulit, dan
penentuan terapi harus didasarkan pada adanya setiap atau semua
faktor resiko tersebut.
4. Edukasi Pasien
Karena potensi untuk berkembang menjadi penyakit keganasan yang
kecil tetapi nyata, dan karena keganasan tersebut dapat disembuhkan
secara absolut, maka pentingnya perawatan follow-up rutin harus
ditekankan.
Pasien harus menghindari kehamilan selama 1 tahun untuk
menghindari kebingungan dalam menentukan perkembangan suatu
keganasan. Kontrasepsi yang efektif harus digunakan. Jika terjadi
kehamilan, elevasi nilai beta-HCG tidak dapat digunakan untuk
membedakan kehamilan dari perkembangan penyakit.
Kehamilan selanjutnya harus diperiksa sedini mungkin dengan
sonografi karena meningkatnya resiko untuk rekurensi kehamilan
mola pada pasien tersebut.
Resiko rekurensi adalah sebesar 1-2%. Setelah 2 atau lebih
kehamilan mola, resiko rekurensi yang dilaporkan adalah 1 dalam
6,5 hingga 1 dalam 17,5 kehamilan.
H. LAIN-LAIN 2,3,5
1. Perangkap Medis/Legal
Kegagalan untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan
hiperemesis: Banyak pasien dengan kehamilan mola mengalami
nausea dan vomiting berat karena level tinggi HCG yang bersirkulasi
dalam darah.
Kegagalan untuk menjelaskan pentingnya perawatan follow-up
cermat setelah evakuasi mola: Sekitar 20% pasien dengna kehamilan
mola mengalami keganasan trofoblastik.
14
Kegagalan mengenali arti penting level beta-HCG yang mendatar:
Jika level beta-HCG mendatar, harus dipertimbangkan secara serius
kemungkinan keganasan persisten. Radiografi thorak harus
dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis. Jika penyakit
metastasis ditemukan, staging menggunakan CT scan dilakukan pada
abdomen, pelvis, dan otak, dan pasien harus mendapatkan terapi
sesuai dengan hasil yang didapatkan.
Kegagalan untuk menegakkan diagnosis pada pasien yang
mengalami preeklamsia sebelum kehamilan 24 minggu: Duapuluh
tujuh persen pasien dengan mola komplet mengalami preeklamsia.
Kegagalan untuk mengenali kehamilan mola yang terjadi bersama
dengan fetus normal: Kehamilan kembar dan multipel dengan
kehamilan mola telah dijelaskan di atas. Resiko malignansi dengan
metastasis tinggi, juga resiko morbiditas maternal akibat perdarahan,
eklamsia, atau komplikasi lain dari kehamilan mola.
15
BAB III
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jebres Tengah rt 02 /rw 24 Jebres Surakarta
Status Perkawinan : Kawin 1 kali dengan suami sekarang, 13 tahun
HPMT : 25 Februari 2007
HPL : 07 Maret 2007
UK : 20 minggu
Tanggal Masuk : 25 Juni 2007
No.CM : 01 12 38 45
Berat badan : 43 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
2. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G3P2A0, 38 tahun, kiriman RS Banyudono dengan
keterangan amenorhoe dan perdarahan. Terlambat mens 4 bulan lebih.
Perdarahan dari jalan lahir dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Sejak tadi
pagi timbul flek-flek. Ganti pembalut 5-7 kali/ hari, mual dan muntah
berlebih, > 5x/ hari.
16
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak nafas : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/ makanan : Disangkal
Riwayat Penyakit selama hamil : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Mondok : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
I. ♂, 13 tahun, 3000 gram, spontan
II. ♂, 11 tahun 3200 gram, spontan
III. ♂, 3 tahun 3000 gram, spontan
IV. Sekarang
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
9. Riwayat Haid
- Menarche : 13 tahun
- Lama menstruasi : 6 hari
- Siklus menstruasi : 28 hari
10. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali (umur 25 tahun)
11. Riwayat Keluarga Berencana
17
Tidak KB
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, gizi kesan baik
Tanda Vital :
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Respiratory Rate : 20 x/ menit
Suhu : 36,1 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjuctiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae
hiperpigmentasi (+/+)
Cor :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, distended (+)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba, TFU 2 jari di
atas simfisis pusat, teraba massa (+) sebesar telur
angsa
18
Perkusi : Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup
pada daerah uterus
Auskultasi : DJJ (-), Peristaltik (+) ↓
Genital : Lendir darah (+) ,air ketuban (-)
Ekstremitas : Oedema - - , Akral dingin - -
- - - -
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, distended (+)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba, TFU 2 jari di
atas simfisis pusat, teraba massa (+) sebesar telur
angsa.
Perkusi : Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup
pada daerah uterus
Auskultasi : DJJ (-), Peristaltik (+) ↓
Genital eksterna : Vulva/uretra dalam batas normal, lendir darah (-),
peradangan (-), tumor (-)
Ekstremitas : Oedema - - , Akral dingin - -
- - - -
Pemeriksaan Dalam :
Inspekulo : vulva/ uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak, mencucu, OUE tertutup, darah (+), lendir (-).
VT : Vulva/ Uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak, mencucu, Hegar sign (+), OUE tertutup, CU
19
sebesar kepala bayi, antefleksi, Adneksa/ parametrium kanan-
kiri dalam batas normal, darah (+).
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 22 Mei 2012
Hb : 10,4 g/dl GDS : 135 mg/dL
Hct : 39 % Ureum : 23 mg/dL
Eritrosit : 3,85 x 106/uL Creatinin : 0,7 mg/dL
Leukosit : 11,8 x 103/uL Albumin : 3,2 g/dL
Trombosit : 582 x 103/uL Na : 131 mmol/L
Golongan Darah : O K : 3,9 mmol/L
HbSAg : negatif Cl : 101 mmol/L
2. Ultrasonografi (USG) tanggal 25 Juni 2007:
Vesica urinaria terisi cukup, tampak uterus ukuran 18x16x15 cm.
Tampak gambaran vesicular menyerupai “Honey Comb Appearance”.
Tak tampak gambaran janin intra uterin/ ekstra uterin.
Kesan : Mola Hidatidosa.
D. KESIMPULAN
Seorang G4P3A0, 39 thn, UK = 17+1 minggu dengan riwayat fertilitas
baik, riwayat obstetrik baik, distended (+), TFU 2 jari di atas simfisis
pusat, teraba massa (+),DJJ (-). Pada pemeriksaan USG tampak uterus
ukuran 18x16x15 cm, tampak gambaran vesicular menyerupai “Honey
Comb Appearance”, tak tampak gambaran janin intra uterin/ ekstra uterin.
E. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa dengan anemia, leukositosis, trombositopeni.
F. PROGNOSIS
Jelek
G. TERAPI
- Mondok bangsal RPK awasi KU dan VS
- Antibiotika
- Lab darah rutin cito
- Perbaikan KU transfusi s/d Hb ≥ 10 g/dL
20
- Usul evakuasi jaringan mola jika KU baik
- Konsul Interna
- Usul pemeriksaan βHCG
- Usus pemeriksaan T3, T4, TSH
- Konsul staff bangsal
H. FOLLOW UP
Tanggal 25 Juni 2007 :
Konsul Interna :
Advis :
- Tranfusi WBC Hb ≥ 10 mg/dL
- Injeksi Ca. Glukonas setiap post transfusi 3 kolf
- Diet TKTP
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 110/70 mmHg Rr = 22 x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,9 0C
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU ½ simfisis pusat
Genital : darah (+) sedikit, discharge (-)
Laboratorium darah:
Hb : 8,3 gr/dl
Hct : 23,5 %
Eritrosit : 2,8 x 106/uL
Leukosit : 24,9 x 103/uL
Trombosit : 94 x 103/uL
Diagnosis :Mola Hidatidosa dengan anemia, leukositosis, trombositopeni.
21
Terapi:
1. Awasi KU dan VS
2. Balance cairan
3. Transfusi s/d Hb ≥ 10 g/dL
4. Usul evakuasi jaringan mola jika KU baik
5. IVFD Asering (20 tpm)
6. Injeksi Ampicillin 1 g/ 8 jam
7. Injeksi Traneksamat 500 mg/ 8 jam
8. Usul pemeriksaan βHCG, T3, T4, TSH
Tanggal 26 Juni 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 120/70 mmHg Rr = 20 x/menit
N = 88 x/menit Suhu = 37,0 0C
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU ½ simfisis pusat,teraba massa(+)
Genital : darah (+), gelembung (+), discharge (-)
Diagnosis : Mola Hidatidosa dg anemia,leukositosis,trombositopeni
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Balance cairan
3. Transfusi s/d Hb ≥ 10 g/dL
4. Usul evakuasi jika KU baik
5. IVFD Asering (20 tpm)
6. Injeksi Ampicillin 1 g/ 8 jam
7. Injeksi Traneksamat 500 mg/ 8 jam
8. Usul pemeriksaan βHCG, T3, T4, TSH
22
Tanggal 27 Juni 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 120/80 mmHg Rr = 20 x/menit
N = 80 x/menit Suhu = 36,8 0C
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU ½ simfisis pusat,teraba massa (+)
Genital : darah (+) sedikit, discharge (-)
Diagnosis : Mola Hidatidosa dg anemia, leukositosis,trombosipeni.
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Balance cairan
3. Transfusi s/d Hb ≥ 10 g/dL
4. Usul evakuasi jika KU baik
5. IVFD Asering (20 tpm)
6. Injeksi Cefotaxim 1 g/ 12 jam
7. Injeksi Metronidazole 500 mg/ 8 jam
8. injeksi Prednisolone 20 mg/ 8 jam
9. Usul pemeriksaan βHCG, T3, T4, TSH
Tanggal 28 Juni 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 110/70 mmHg Rr = 22 x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,9 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU ½ simfisis pusat,teraba massa (+)
Genital : darah (+) sedikit, discharge (-)
23
Laboratorium darah:
Hb : 8,3 gr/dl
Hct : 23,5 %
Eritrosit : 2,8 x 106/uL
Leukosit : 24,9 x 103/uL
Trombosit : 94 x 103/uL
Diagnosis : Mola Hidatidosa dg anemia, leukositosis,trombosipeni.
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Balance cairan
3. Transfusi s/d Hb ≥ 10 g/dL
4. Usul evakuasi jika KU baik
5. IVFD Asering (20 tpm)
6. Injeksi Cefotaxim 1 g/ 12 jam
7. Injeksi Metronidazole 500 mg/ 8 jam
8. Injeksi Prednisolone 20 mg/ 8 jam
9. Usul pemeriksaan βHCG, T3, T4, TSH
10. Transfusi WBC 4 kolf
Tanggal 29 Juni 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 120/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 80 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU ½ simfisis pusat ,teraba massa (+)
Genital : darah (+) sedikit, discharge (-)
Laboratorium darah:
Hb : 10,2 gr/dl
Hct : 32,5 %
24
Eritrosit : 2,8 x 106/uL
Leukosit : 17,2 x 103/uL
Trombosit : 134 x 103/u
Diagnosis : Mola Hidatidosa dg anemia, leukositosis,trombositopeni.
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Usul Kuretase
3. IVFD Asering (20 tpm)
4. Injeksi Cefotaxim 1 g/ 12 jam
5. Injeksi Metronidazole 500 mg/ 8 jam
6. Injeksi Prednisolone 20 mg/ 8 jam
7. Usul pemeriksaan βHCG, T3, T4, TSH
Tanggal 30 Juni 2007
Keluhan : -
Keadaan Umum : sedang , CM , gizi kesan baik
Tanda vital : T = 130/90 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU ½ simfisis pusat
Genital : darah (+) sedikit, discharge (-)
Laboratorium darah:
Hb : 11,1 gr/dl
Hct : 35,0 %
Eritrosit : 4,03 x 106/uL
Leukosit : 15,1 x 103/uL
Trombosit : 185 x 103/Ul
Diagnosis : Mola Hidatidosa
25
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Pro Kuretase
3. IVFD Asering (20 tpm)
4. Injeksi Cefotaxim 1 g/ 12 jam
5. Injeksi Metronidazole 500 mg/ 8 jam
6. Injeksi Prednisolone 20 mg/ 8 jam
7. Usul pemeriksaan βHCG, T3, T4, TSH
Tanggal 1 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 120/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 80 x/menit Suhu = 36,3 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU teraba 2 jari di atas SOP ,massa (-)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post Kuretase e/c Mola Hidatidosa
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Amoxicilin 3 x 1
3. Roborantia 2x1
4. Usul Histerektomi
Tanggal 2 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
26
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU teraba 2 jari di atas SOP,massa (-)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post Kuretase e/c Mola Hidatidosa
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Amoxicilin 3 x 1
3. Roborantia 2x1
4. Usul Histerektomi
Tanggal 3 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU teraba 2 jari di atas SOP,massa (-)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post Kuretase e/c Mola Hidatidosa
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Amoxicilin 3 x 1
3. Roborantia 2x1
4. Usul Histerektomi
Tanggal 4 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
27
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU teraba 2 jari di atas SOP,massa (-)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post Kuretase e/c Mola Hidatidosa
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Amoxicilin 3 x 1
3. Roborantia 2x1
4. Persiapan Histerektomi :
-Puasa 6 jam pre operasi
-Pasang IV Line setelah puasa
-Sedia darah sesuai operator
-Informed Consent
Tanggal 5 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), TFU teraba 2 jari di atas SOP,massa (-)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post Kuretase e/c Mola Hidatidosa
Terapi :
1. Awasi KU dan VS
2. Histerektomi
3. Instruksi Post OP:
a.Awasi KU / VS
b. Puasa sampai peristaltik usus positif
28
c.Balance cairan
d. Transfusi darah sampai dengan Hb lebih dari 10 gr/dl
e. Medika mentosa :
-IVFD Nacl : D5% : RL = 1 : 2 : 1 20 tpm
-Injeksi Cefotaxim 1 gram /12 jam
-Infus Metronidasol 500 mg / 8 jam
-Injeksi Vitamin C 1 ampul / 12 jam
-Injeksi Tramadol 1 ampul / 8 jam
-Injeksi Alinamin F 1 ampul / 8 jam
-Injeksi Vitamin B complek 2 cc / 24 jam
Tanggal 6 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), massa (-), luka bekas operasi tertutup
verban (+)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post TAH + BSO a/i Mola Hidatidosa, DPH 1
Terapi :
1. Awasi KU /VS
2. Balance cairan
3. Transfusi sampai Hb > 10 g /dl
4. IVFD Nacl : D5% : RL = 1 : 2 : 1 20 tpm
5. Injeksi Cefotaxim 1 gram /12 jam
6. Infus Metronidasol 500 mg / 8 jam
7. Injeksi Vitamin C 1 ampul / 12 jam
8. Injeksi Tramadol 1 ampul / 8 jam
29
9. Injeksi Alinamin F 1 ampul / 8 jam
10. Injeksi Vitamin B complek 2 cc / 24 jam
Laboratorium darah:
Hb : 8,4 gr/dl
Hct : 26,1 %
Eritrosit : 2,95 x 106/uL
Leukosit : 23,2 x 103/uL
Trombosit : 304 x 103/Ul
Tanggal 7 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), massa (-), luka bekas operasi tertutup
verban (+)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post TAH + BSO a/i Mola Hidatidosa, DPH 2
Terapi :
1. Awasi KU /VS
2. Balance cairan
3. Transfusi sampai Hb > 10 g /dl
4. IVFD Nacl : D5% : RL = 1 : 2 : 1 20 tpm
5. Injeksi Cefotaxim 1 gram /12 jam
6. Infus Metronidasol 500 mg / 8 jam
7. Injeksi Vitamin C 1 ampul / 12 jam
8. Injeksi Tramadol 1 ampul / 8 jam
9. Injeksi Alinamin F 1 ampul / 8 jam
10. Injeksi Vitamin B complek 2 cc / 24 jam
30
Tanggal 8 Juli 2007
Keluhan : -
Keadaan umum : sedang, compos mentis, kesan gizi baik
Tanda vital : T = 130/80 mmHg Rr = 20x/menit
N = 84 x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : supel, NT (-), massa (-), luka bekas operasi tertutup
verban (+)
Genital : darah (-) sedikit, discharge (-)
Diagnosa : Post TAH + BSO a/i Mola Hidatidosa, DPH 3
Terapi :
1. Awasi KU /VS
2. Balance cairan
3. Transfusi sampai Hb > 10 g /dl
4. IVFD Nacl : D5% : RL = 1 : 2 : 1 20 tpm
5. Injeksi Cefotaxim 1 gram /12 jam
6. Infus Metronidasol 500 mg / 8 jam
7. Injeksi Vitamin C 1 ampul / 12 jam
8. Injeksi Tramadol 1 ampul / 8 jam
9. Injeksi Alinamin F 1 ampul / 8 jam
10. Injeksi Vitamin B complek 2 cc / 24 jam
11. Injeksi Tranexamt 1 ampul / 8 jam
31
32
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis mola hidatidosa berdasarkan :
1. Anamnesis
Pada pasien ini ditemukan keluhan
Pasien tidak haid selama 4 bulan (amenorrhea). Keadaan ini merupakan
tanda tanda kehamilan subyektif.
Pasien mual dan muntah berlebihan (hyperemesis). Keadaan ini terjadi
karena peningkatan tajam level Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Perdarahan lewat vagina. Keadaan ini terjadi karena terlepasnya jaringan
mola dari desidua.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdomen pasien ini ditemukan
Usia kehamilan pasien 17 +1 minggu, dengan TFU ½ simfisis pusat (sesuai
usia kehamilan 24 minggu). Pada usia kehamilan pasien ini TFU
seharusnya 2 jari di bawah pusat. Pembesaran uterus pasien tidak sesuai
dengan umur kehamilannya (lebih besar dari seharusnya). Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan darah yang
terkumpul dalam uterus.
Pada palpasi, teraba massa, tidak teraba bagian- bagian janin.
Pada auskultasi, tidak ditemukan adanya denyut jantung janin.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan USG :
Tampak uterus dengan ukuran 18 x 16 x 15 cm. Tampak gambaran
vesiculair menyerupai “Honey Comb Appearance”. Tak tampak gambaran
janin intrauterin / ekstrauterin.
Gambaran vesiculair yang menyerupai “Honey Comb Appearance”
menunjukkan adanya villi korionik yang hidropik yang merupakan
keadaan patologik dari mola hidatidosa.
33
Faktor risiko
Pada pasien ini memiliki faktor risiko yaitu usia 39 tahun dimana termasuk
dalam rentang usia <20 tahun dan >35 tahun, yang merupakan kelompok usia
yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya mola.
Terapi
1. Perbaikan keadaan umum
Pada pasien ini dilakukan perbaikan KU dengan tranfusi darah untuk
mengatasi anemia yang terjadi karena perdarahan.
2. Kuretase
Pada pasien ini dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan mola.
Kuretase dilakukan satu kali, kecuali jika terdapat indikasi maka dapat
dilakukan kuretase ulang.
3. Histerektomi
- Pada pasien ini dilakukan TAH dengan pertimbangan usia tua dan paritas
tinggi merupakan faktor predisposisi terjadinya keganasan. Batasan yang
dipakai adalah 35 tahun dengan anak hidup tiga.
- Dilakukan juga BSO karena pada mola terjadi peningkatan kadar Beta-
HCG yang dapat menyebabkan terbentuknya kista teka lutein pada ovarium
dengan resiko terjadinya torsio.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo, 1999. ILMU KANDUNGAN. Gangguan
bersangkutan dengan konsepsi, Mola Hidatidosa. Ed.2, cet.3. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
2. Ben-Zion Taber, 1984. Manual of Gynecologic and obstetric Emergencies.
Philadelphia: W.B. Sounders Company
3. Rayburn, William F., et.al, 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya
Medika
4. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri fisiologi, Obstetri
patologi. Ed.2. Jakarta: EGC
5. Martaadisubrata, Jamhur, 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit
Trofoblas Gestasional. Jakarta: EGC
35