mola hidatidosa1.docx

Upload: envad

Post on 14-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obgyn stase

TRANSCRIPT

Case ObstetriKepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Obstetri dan GinekologiRumah Sakit Bethesda Lempuyangwangi JogjakartaPeriode 8 November 2014 17 Januari 2015

STATUS OBSTETRINama : Citra P Dwi Cahya (11.2013.306)Dokter Pembimbing: dr. Theresia Ririel, Sp.OG

A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. AWTanggal Lahir: Yogyakarta,3 september 1981Umur: 33 tahunPendidikan: SLTAStatus : MenikahPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAgama: IslamSuku/Bangsa: JawaAlamat: Purwokinanti PA1 /170. Yogyakarta

B. ANAMNESISAutoanamnesis, tanggal 02 Januari 2015 pukul 08.00Keluhan Utama: Perut kenceng-kenceng kurang lebih 2 malam

Riwayat Penyakit SekarangPerempuan berusia 33 tahun G4P2Ab1Ah1 hamil 33 minggu, datang ke poliklinik Obsgyn untuk melakukan pemeriksaan antenatalcare (ANC) karena mengeluh perutnya kencang-kencang sudah 2 malam kemudian diperiksa oleh dokter kandungan dan didiagnosis partus prematurus imminens. Terdapat keluhan lain yang menyertai yaitu anyang-anyangan dan kadang nyeri perut di bagian bawah. Keadaan umum pasien tampak sakit ringan, Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapat tekanan darah 100/60 mmHg. Dengan berat badan kg dan tanda tanda vital lainnya dalam batas normal.Riwayat Penyakit Dahulu2 minggu sebelumnya pasien dirujuk ke UGD RSBL oleh bidan desa tempat biasa pasien melakukan ANC dengan keluhan keluar darah dari vagina berupa flek-flek sejak pagi. Saat datang ke UGD RSBL pasien didiagnosis mengalami abortus imminens / kemungkinan keguguran dan disarankan untuk menjalani rawat inap, namun pada saat itu pasien menolak untuk rawat inap dan pulang.

Riwayat ObstetrikPersalinan pertama 11 tahun yang lalu , usia kehamilan cukup bulan, lahir anak tunggal jenis kelamin perempuan, kelahiran secara spontan pervaginam ditolong oleh dokter, dan bayi lahir sehat dengan BB 3000 gr. Untuk kehamilan yang kedua tahun 2010, usia kehamilan kurang bulan , lahir pada usia 8 bulan dengan spontan ditolong oleh dokter , jenis kelamin laki-laki lahir anak kembar dan bayi tidak hidup dengan berat 800 gram dan 900 gram. Pada tahun 2012 kehamilan yang ketiga berlangsung tetapi terdiagnosis kelainan yaitu mola hidatidosa atau dikenal hamil anggur sehingga mengharusnya dilakukannya curetage. Kemudian kehamilan yang keempat pada tahun 2014. Selama kehamilan berjalan dengan tidak lancar dan terdat penyulit.Riwayat HaidHPHT: 5 mei 2014Taksiran tanggal persalinan : Lama hamil : Banyaknya : Menarche: 14 tahunSiklus haid: 28 hariMenikah: 1. Menikah yang pertama tahun 2004 pada usia 23 tahun2. Menikah yang kedua tahun 2011KB: -Keputihan (+) bau (-) banyak , warnanya putih (+)

C. PEMERIKSAANa. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos mentisTanda-tanda vital: Tekanan Darah : 100/60 mmHg, Nadi: 80 kali/menit, Suhu: 37 oC Respirasi: 20 kali/menitBerat badan : 41,5 kgTinggi Badan: 156 cmGizi : CukupWajah: SimetrisMata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Leher: KGB tidak membesar, tiroid tidak membesarThoraks: SimetrisPulmo: Suara napas vesikuler, Wh -/-. Rh -/-Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)Payudara : Simetris Abdomen: I. Inspeksi: cembung, terdapat bekas operasiII. Palpasi: TFU setinggi umbilicus, tidak terdapat nyeri tekan, Leopold 1 bokong, leopold 3 kepala.III. Perkusi: tidak dilakukan IV. Auskultasi : DJJ (+) 155x/menit V. Ekstremitas: Edema -/-, varises -/-b. Pemeriksaan GinekologiPemeriksaan inspekulo: POMP tertutup, mukosa licin, flek (+) Pemeriksaan dalam: CUAF 18 mg, adenexal mass -/-

c. Pemeriksaan Penunjang USG :

Pemeriksaan Darah lengkap (31 Desember 2014) :WBC : 10.35 (103 /uL)RBC : 4,36 (106/ uL)HGB: 11,7 g/dLHCT : 34.9 %MCV : 80 fLMCH: 26.8 pgMCHC: 33.5 g/dLPLT : 381 (103/uL) Neutrofil : 70.7 Pemeriksaan Haematologi (31 Desember 2014)Faal Hemostatis : Masa pembekuan : 11,1 detik Masa perdarahan : 29,3 detik Gds : 114 mg

D. DIAGNOSISG4 P2 Ab1 Ah1 , gr 33minggu , partus prematurus imminens E. PENATALAKSANAANI. Terapi konservatifII. Observasi tanda vital ibu, DJJ, tanda inpartuIII. Injeksi dexinjeksi ceftrIV. IvfdV. TokolitikVI. Pemeriksaan lab

F. EDUKASIPasien diinformasikan tentang gangguan dalam kehamilannya dan penatalaksaan yang harus diambil dalam menangani kehamilan mola ini. yaitu perlu dilakukan upaya curettage. Sehari sebelum dilakukan tindakan, pasien disarankan untuk sudah melakukan rawat inap untuk diberikan terapi terapi dan dilakukan persiapan sebelum di curettage, pihak pasien juga diminta untuk menyiadakan stock darah sebanyak 3 kantong untuk mengatisipasi bila terjadi perdarahan yang sangat banyak pada saat tindkan curettage nantinya

G. RUJUKANKasus partus prematurus imminents ini ditujukan kepada dokter Sp.OG untuk penatalaksanaan lebih lanjut

H. PROGNOSISAd vitam: BonamAd functionam: Bonam

I. RESUME

Perempuan berusia 33 tahun G4P2Ab1Ah1 hamil 33 minggu, datang ke poliklinik Obsgyn untuk melakukan ante natal care (ANC) karena 2 malam sebelumnya mengeluhkan perutnya terasa kencang-kencang lalu diperiksa oleh dokter kandungan dan didiagnosis partus prematurus imminens. Terdapat keluhan lain yang menyertai yaitu anyang-anyangan. Hari pertama haid terakhir tanggal 5 mei 2014. OS sudah menikah selama 5 tahun untuk pernikhana keduanya. Keadaan umum pasien tampak sakit ringan, Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapat tekanan darah 100/60 mmHg. Dengan berat badan 41,5 kg dan tanda tanda vital lainnya dalam batas normal. Mempunyai riwayat melahirkan pada tahun 2004 secara spontan, riwayat kehamilan cukup bulan, saat melahirkan ditolong oleh dokter dan bayi lahir sehat dengan BB 3000 gr. Selama kehamilan yang pertama berjalan dengan lancar dan tidak terdapat penyulit apapun. Kemudian mengalami kehamilan gemeli tetapi bayi tidak hidup dengan berat 800 dan 900 gram. Pada tahun 2012 os mengaku melakukan curetage pada umur kehamilan 4 bulan karena terdiagnosis kehamilan anggur.Tindakan yang direncanakan adalah dengan meminta pasien untuk tirah baring pada hari pertama kemudian pemberian obat pematangan paru dan obat untuk menjaga kontraksi uterus. Lalu di lakukan pemeriksaan kultur servik yang disertai pemeriksaan urin lengkap dan darah lengkap.Rujukan diberikan kepada SPOG mengingat tindakan perawatan blighted ovum merupakan kompetensi seorang dokter SPOG. Prognosis ad vitam bonam, ad functionam bonam.

F. Follow UP31 Desember 2014S : Os mengeluh perut kencang-kencang , pusing (-) mual (-) muntah (-) bak lancarO : hasil pemeriksaan urin lengkap ( 01 Januari 2015)1) BJ : 10152) PH : 6,5 3) Protein : trace 4) Reduksi : negatif5) Leko gelap : 3+/lpb6) Eritosit : 1-3/lpb7) Epitel : 3+/lpb8) Bakteri (+) jamur (+)A : G4 P2 Ab1 Ah1 , gr 33minggu , partus prematurus imminens P : 1. Dexametasome 2x12. Ceftriaxone 2x13. Neurodex 1x14. Folamil G 1x15. Calcidin 1x1 6. Cefixime 2x17. Histolan 3x1/2

01 Januari 2015S : Os mengeluhkan adanya kenceng-kenceng diperutnya.O : A : G4 P2 Ab1 Ah1 , gr 33minggu , partus prematurus imminentP : lanjutkan terapi 02 Januari 2015S : os tidak mengeluhkan lagi ada kencahg-kencang di perutnya O :A :P :

Tinjauan Pustaka MOLA HIDATIDOSA

Pendahuluan Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. 1,2Di negara-negara barat dan Amerika, mola terjadi pada 1 dari 1000-15000 kehamilan.Mola hidatidosa ditemukan secara tidak sengaja pada sekitar 1 dari 600 abortus terapeutik. Pada negara Asia, jumlah kehamilan mola lebih banyak 15 kali dibandingkan yang ada di Amerika Serikat. Jepang dilaporkan mempunyai 2 kasus dari 1000 kehamilan. Pada daerah timur Asia, beberapa sumber memperkirakan jumlah kehamilan mola hingga 1 kasus dari 120 kehamilan. Frekuensi kehamilan mola tertinggi ditemukan di Mexico, Iran, dan Indonesia. 1Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien dengan mola parsial dapat berkembang penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi. 1,3Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak umur reproduktif.Wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko.Wanita dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita lebih tua dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat dibandingkan wanita yang lebih mudah.Seberapa banyak partus sepertinya tidak mempengaruhi resiko. 1

DefinisiMola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana fetus tidak ditemukan tetapi hanya gelembung dari seluruh villi korialisnya yang mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.2,3 Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplit tidak berisi jaringan fetus, di mana 90% biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% terdiri dari kariotipe 46,XY. Semua kromosomnya berasal dari sisi paternal. Ovum yang tidak bernukleus akan mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola yang komplit, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan terdapat hiperplasia tropoblastik. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis masih sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok . 2,3

Epidemiologi Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin jika dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar 1:100 atau 600 kehamilan. Insidensi di Indonesia dilaporkan mencapai 1:85 kehamilan (Soejonoes) dan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta sebesar 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan.4 Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan trophoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien, mola parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi. 4Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan biasanya tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur. Mola hidatidosa biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di mana wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas. Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 2% kasus. Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola rekuren adalah 1,3% (Lorret de mola dan Goldfarb). 4

Etiologi Etiologi dari mola belum diketahui secara pasti namun terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya mola. Antaranya adalah, kelainan pada ovum yaitu ada ovum yang dihasilkan oleh ovari tidak mempunyai nucleus. Keadaan social ekonomi yang rendah sehingga ibu tidak mendapatkan nutrisi yang secukupnya. Selain itu, parietas yang tinggi, kekurangan protein dan juga infeksi virus juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya mola.5

Patofisiologi Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus. Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm 5. Pada ummnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.4,5 Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. 4

Klasifikasi Mola Hidatidosa SempurnaVilli korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain: 4 Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi Tidak adanya janin dan amnionMola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :1. Mola Sempurna Androgenetic HomozygousMerupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan HeterozygousMerupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua sperma.2. Mola Sempurna BiparentalGenotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat. 4 Mola Hidatidosa ParsialApabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic. 4

Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni: 3 Anamnesis Mola sempurna : Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna telah berubah dengan ditemukannya ultrasonografi resolusi tinggi. Kebanyakan mola sekarang dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Perdarahan pervaginam: Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan pervaginam. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Hiperemesis: Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Hipertiroidisme: Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat Mola Parsial : Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion. Denyut jantung janin tidak dijumpai

Penemuan Fisik Mola sempurna: Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar daripada biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik berlebih dan darah yang tertampung. Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan. Preeklampsia: Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia ditandai oleh adanya hipertensi (tekanan darah [BP] >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/d), dan edema dengan hyperreflexia. Kejang jarang terjadi.. Kista teka lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6cm dan diikuti dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko torsi. Kista ini berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan kadarnya biasanya menurun setelah mola Mola Parsial: Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan dengan USG. Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus. Kista Teka lutein, hiperemesis, and hipertiroidism jarang terjadi. Mola Kembar: Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta normal telah dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti ini juga pernah dilaporkan. Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi persisten dan cenderung dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang direkomendasikan. Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan, tirotoksikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko dari morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar. Diagnosis genetic prenatal melalui sampling chorionic villus atau amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotip fetus.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Kadar beta-HCG kuantitatif: Kadar HCG lebih besar dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan trofoblastik sehat dan meningkatkan kecurigaan bahwa diagnosis kehamilan mola dapat disingkirkan. Terjadi peningkatan kadar HCG yang lebih dari biasanya daripada yang diperkirakan untuk tahap gestasinya. Darah Rutin: Anemia merupakan komplikasi medis yang umum, dapat juga terjadi koagulopati. Waktu perdarahan: Pemeriksaan fungsi ini untuk menyingkirkan diagnosis koagulopati dan mengatasinya jika ditemukan. Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin Tiroksin: Walaupun wanita dengan kehamilan mola biasanya secara klinis eutiroid, kadar tiroksin plasma biasanya meningkat dari angka normal untuk kehamilan. Hipertiroidisme dapat menjadi gejala utama. Serum inhibin A dan activin A: Serum inhibin A dan activin A telah memperlihatkan peningkatan 7 hingga 10 kali lebih besar pada kehamilan mola dibandingkan dari kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Adanya penurunan inhibin A dan activin A setelah pengangkatan mola dapat berguna untuk memonitorremisi.

Gambaran Radiologi Ultrasonografi merupakan baku emas untuk mengidentifikasi baik mola sempurna maupun parsial. Gambaran khas, dengan menggunakan teknologi USG pada umumnya, yaitu adanya polabadai salju (Snowstorm)mengindikasikan vili korionik yang hidropik. USG resolusi tinggi memperlihatkan adanya massa kompleks intrauterin yang mengandung banyak kista-kista kecil. Ketika kehamilan mola di diagnosa, pemeriksaan thoraks x-ray sebaiknya dilakukan. Paru-paru merupakan tempat metastasis paling utama terjadinya tumor trofoblastik

Gambaran Histologik Mola Sempurna: 41. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus2. Tidak terdapat pembulu darah di vilus yang membengkak3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi. 4. Tidak adanya janin dan amnion. Mola Parsial: Jaringan fetus biasanya ditemukan dalam bentuk amnion dan sel darah merah janin. Hidropik villi dan proliferasi trofoblastic juga ditemukan. 3

Penatalaksanaan Perawatan Medis 6,7 Menstabilkan kondisi pasien dengan memperbaiki keadaan umum Transfusi jika terjadi anemia. Mengkoreksi koagulopati. Menangani hipertensi

Penanganan Operasi Terdapat beberapa penatalaksanaan saat sedang melakuka tindaka op (curettage), diantaranya sebagai berikut : 6,7 Evakuasi uterus dengan dilasi dan kuretase selalu penting dilakukan. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret. Induksi Prostaglandin atau okstosin tidak direkomendasikan karena peningkatan resiko perdarahan dan sekuele malignansi. Okstosin intravena sebaiknya dimulai bersamaan dengan pelebaran serviks dan dilanjutkan setelah operasi untuk mengurangi kemungkinan perdarahan. Pertimbangan untuk menggunakan formula uterotonik lainnya (eg, Methergine, Hemabate) juga telah terjamin Distress pernapasan biasanya diamati pada saat operasi. Ini mungkin disebabkan oleh emboli trofoblastik, Cardiac output yang tinggi disebabkan anemia, atau cairan berlebihan (iatrogenik). Distress sebaiknya ditangani secepat mungkin dibantu dengan ventilasi dan pengawasan 7 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Perawatan lanjut pasien rawat jalan Jangka waktu follow up setelah kehamilan mola masih dalam investigasi. ACOG (AmericanCollegeof Obstetrician and Gynecologist) merekomendasikan :6,7 Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan Pemeriksaan kuantitatif kadar Beta-HCG serial sebaiknya dilakukan Lakukan pada 48 jam pertama setelah evakuasi uterus kemudian setiap 2 minggu sampai kadarnya dalam angka normal. Kadarnya biasanya menurun secara konsisten dan jarang meningkat. Jika kadarnya mencapai angka normal, periksa setiap bulan selama satu tahun Peningkatan kadar sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan foto thoraks dan pemeriksaan pelvis untuk mendeteksi dini metastasis. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil. Kontrasepsi direkomendasikan selama 6 bulan hingga satu tahun setelah evakuasi Pasien dengan kehamilan mola parsial atau sempurna sebelumnya memiliki 10 kali lipat resiko untuk terkena mola kedua pada kehamilan berikutnya. Evaluasi semua kehamilan berikutnya lebih dini dengan USG. Sitostatika Profilaksis : Metotreksat 3x 5mg selama 5 hari

KomplikasiPerforasi uterus selama kuretase suction biasanya terjadi karena uterus besar dan tipis. Jika perforasi diketahui, prosedur sebaiknya diselesaikan dengan bantuan laparoskopik. Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi kehamilan mola. Karena alasan ini, oksitosin intravena sebaiknya dilakukan sebelum memulai prosedur. Methergine dan/atau Hemabate sebaiknya tersedia. Golongan darah pasien sebaiknya telah diketahui untuk mempersiapkan sekiranya dibutuhkan transfusi. Penyakit trofoblastik malignan terjadi pada 20% kehamilan mola. Karena alasan ini, pemeriksaan hCG kuantitatif serial dilakukan selama 1 tahun pasca-evakuasi sampai hasilnya negative. Faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh jaringan molar memiliki aktifitas fibrinolitik. Semua pasien sebaiknya diperiksauntuk kemungkinan terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (DIC). Emboli trofoblastik dipercaya merupakan penyebab dari insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar adalah uterus lebih besar daripada yang diharapkan untuk umur gestasi 16 minggu. Keadaan ini dapat fatal. 1,6,7PrognosisDengan diagnosis dibuat secara dini dan dengan penatalaksanaan yang tepat, kematian dari mola hidatiformis pada saat ini belum dilaporkan. Sekitar 20% wanita dengan mola sempurna mengalami malignansi trofoblastik, Malignansi trofoblastik gestasional 100% dapat disembuhkan. Faktor klinis yang dikaitkan dengan resiko malignansi yaitu umur tua pada saat kehamilan, kadar HCG yang meningkat (>100,000 Miu/Ml), eklampsia, hiperthyroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan dari faktor ini mengindikasikan adanya proliferasi trofoblastik. Memprediksi siapa yang akan mendapatkan penyakit trofoblastik gestasional masih sulit dilakukan, dan penatalaksanaan sebaiknya tidak hanya berdasarkan dari adanya faktor resiko tersebut. 2,7

PEMBAHASANPada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 25 tahun G2P1A0 dengan diagnosa mola hidatidosa partial, dimana fetus tidak ditemukan tetapi hanya gelembung dari seluruh villi korialisnya yang mengalami perubahan hidrofobik.Diagnose mola hidatidosa partial ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ada. Dimana gejala yang timbul pada pasien sesuai dengan gejala gejala klinis yaitu keluar flek flek darah berwarna merah kecoklatan dari kemaluan selama 3 hari, pada pemeriksaan fisik ditemuakan bentuk abodomen yang mencembung, dengan TFU setinggi pusat tetapi tidak terdapat suara detak jantung janin, pada pemeriksaan penunjang dengan USG ditemukan gambaran Snowstorm yang merupakan patokneumonik dari mola hidatidosa juga ditemukan gamabran plasenta. Lalu diperiksakan pula kadar -HCGdengan hasil 488,859 mlU/mL.Saat dilakukan curettage, jaringan yang keluar berupa gelembung gelembung mola kurang lebih sebanyak 200 gr, cairan, dan plasenta kurang lebih 100 gr, total darah dan jaringan mola yang keluar kurang lebih 1liter. hal ini sangat mendukung untuk ditegakkan diagnosis Mola Hidatidosa Parsial.

KESIMPULANMola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi pada negara-negara barat. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi, yakni 1:120 kehamilan. Etiologi dari mola belum diketahui secara pasti namun terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya mola. Antaranya adalah, kelainan pada ovum yaitu ada ovum yang dihasilkan oleh ovari tidak mempunyai nucleus. Keadaan social ekonomi yang rendah sehingga ibu tidak mendapatkan nutrisi yang secukupnya. Selain itu, parietas yang tinggi, kekurangan protein dan juga infeksi virus juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya mola.Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA1. Ash Monga; Gynaecology By Ten Teachers; Hodder Arnold; 18th Edition; 2006; United Kingdom; p. 99-101.2. Dr. M. Sved, Dini Hui and Doug McKay, Tracy Chin; Gynecology; MCCQE 2002 Review Notes; 2002; p, 45-46.3. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf. Kebidanan dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994. Hal 25-28.4. Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938.5. Goldstein D. P., Berkowitz R. S.; Gestational trophoblastic disease; Abeloff M. D., Armitage J. O., Niederhuber J. E., Kastan M. B., McKenna W. G.,Abeloffs Clinical Oncology. 4th edition; Elsevier Churchill Livingstone; Philadelphia; 2008.6. Kavanagh J. J., Gershenson D. M., Gestational trophoblastic disease: Hydatidiform Mole, Nonmetastatic and Metastatic Gestational Trophoblastic Tumor: Diagnosis and Management; Katz V. L., Lentz G. M., Lobo R. A., Gershenson D. M., Comprehensive Gynecology. 5th edition; Mosby Elsevier; Philadelphia, 2007.7. Copeland L. J., Landon M. B.. Malignant diseases and pregnancy. Gabbe S.G., Niebyl J. R., Simpson J. L., Obstetrics - Normal and Problem Pregnancies. 5th edition; Elsevier Churchill Livingstone; Philadelphia, 2007.

4