modul.mercubuana.ac.id... · web viewprinsip taxable ( dapat dipajaki ) dan deductible ( dapat...
TRANSCRIPT
MODUL PERKULIAHAN
Manajemen Perpajakan
Kelas KaryawanAspek Manajemen Pajak Dalam Pemilihan Bentuk
Usaha
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
1
Ekonomi Dan Bisnis S1 Akuntansi 02 MK Samsuri, SH, MM.
Abstract Kompetensi
Beberapa cara dapat ditempuh dalam melakukan perencanaan pajak, sebagai usaha untuk mengefisienkan beban pajak melalui penghindaran pajak ( tax avoidance ) dan penghematan pajak ( tax saving ). Hal yang sering dihadapi oleh investor adalah memilih bentuk usaha yang cocok untuk investasinya. Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat dipertimbangkan investor yang semua akan bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung kelak. Tingkat keuntungan bisa saja sama di antara beberapa bentuk usaha, namun besarnya pajak yang ditanggungnya bisa berbeda. Yang tidak kalah pentingnya adalah faktor- faktor di luar pajak yang ikut menentukan pilihan bentuk usaha apa yang paling tepat, diantaranya adalah kelangsungan hidup perusahaan, kepercayaan mitra usaha dan resiko manajemen lainnya. Ada beberapa bentuk usaha yang diakui oleh UU Perpajakan, adalah : 1. Perseroan Terbatas, Koperasi dan Yayasan. 2. Persekutuan ( Firma, CV, Kongsi ).3. Perseorangan. Disamping itu metode akunting dan pemahaman apa yang dimaksud dengan penghasilan dan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, merupakan faktor yang sangat berperan dalam mendesain perencanaan pajak.
Kemampuan mahasiswa untuk memahami dan menjelaskan aspek manajemen pajak dalam pemilihan bentuk usaha.
Aspek Manajemen Pajak Dalam Pemilihan Bentuk Usaha
2
I. PAJAK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bagi manajer, tugas pengambilan keputusan adalah merupakan bagian penting dari
pekerjaannya. Keputusan manajer tersebut akan memberikan kerangka bagi anggota
lainnya dalam organisasi itu untuk bertindak.
Pada hakekatnya pengambilan keputusan merupakan proses mengevaluasi beberapa
alternatif yang tersedia . Ditinjau dari segi perpajakan alternatif tersebut adalah menyangkut
masalah keuntungan dan biaya. Pemilihan alternatif hendaknya jatuh pada alternatif yang
menjanjikan keuntungan yang besar, oleh karena itu seorang pengambil keputusan
hendaknya mampu mengidentifikasi konsekuensi potensi pajak yang terkait dengan
alternatif- alternatif yang sedang dipertimbangkan tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa
alternatif yang dipilih adalah alternatif yang beban pajaknya paling efisien yang harus
dibayar, akan tetapi lebih cenderung bagaimana memaksimalkan penghasilan setelah pajak.
Para pengambil keputusan hendaknya merumuskan masalah biaya setelah pajak ( after tax
cost ) dan keuntungan setelah pajak ( after tax profit ) secara bersama tanpa mengabaikan
kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan.
II PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PAJAK DAN PERENCANAAN PAJAK.
1. Perhitungan pajak terutang merupakan fungsi dari tiga variabel , yaitu :
a.. variabel ketentuan peraturan perundang – undangan pajak ( Tax Law ).
b. variabel fakta ( Fact ).
c. variabel proses administrasi dan kadang kadang juga proses peradilan.
Dari ketiga variabel tersebut sedikit sekali perhatian terhadap peranan kritis dari suatu
fakta dan betapa pentingnya peranan suatu fakta untuk menentukan setiap sen utang
pajak. Fakta adalah salah satu variabel yang setiap orang dapat berbuat sesuatu
terhadapnya, berbeda dengan undang – undang pajak yang merupakan variabel yang
sudah pasti . Apabila orang tidak puas baik terhadap undang – undang maupun
administrasi dan proses peradilannya, maka relatif sedikit sekali orang dapat berbuat
untuk memenuhi ketidak puasannya itu.
Pada umumnya fakta dapat dimodifikasi dan apabila Wajib Pajak dapat mengerti
kapan dan bagaimana memodifikasinya , berarti Wajib Pajak tersebut akan dapat
mengefisienkan pembayaran pajak yang cukup berarti melalui beberapa alternatif –
alternatif penstrukturan lebih dulu fakta tersebut..
3
2. Prinsip Taxable dan Deductible . Prinsip Taxable ( dapat dipajaki ) dan Deductible ( dapat dikurangi ) merupakan
prinsip yang lazim dipakai dalam perencanaan pajak, yang umumnya mengubah biaya
yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan atau sebaliknya
mengubah penghasilan yang meupakan obyek pajak menjadi penghasilan yang bukan
obyek pajak, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat perubahan
tersebut.
3. Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan.
Dalam rangka mendesain suatu perencanaan pajak, ada beberapa alternatif
pendekatan yang sistematis yang dapat dilakukan yang semua itu bertitik tolak pada
”formula umum perhitungan pajaknya”.
Perhatikan Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan di bawah ini :
1
2 ( 1 )
Jumlah seluruh pnghasilan
Penghasilan bukan obyek Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat ( 1 )
Pasal 4 ayat ( 3 )
3
4( = )
( - )
Penghasilan Bruto
Biaya Fiskal boleh dikurangkan
Koreksi : Biaya Fiskal tidak boleh dikurangkan
( 1 – 2 )
Pasal 6 ayat ( 1 )
Pasal 11
Pasal 11 A
Pasal 9 ayat ( 1 )
Dan ayat ( 2 )
5
67
( = )
( - )
( - )
Penghasilan Neto
Kompensasi kerugian
Penghasilan Tidak Kena Pajak ( WP OP )
( 3 – 4 )
Pasal 6 ayat ( 2 )
Pasal 7 ayat ( 1 )
89
( = )
( X )
Penghasilan Kena Pajak
Tarif
( 5 – 6 – 7 )
Pasal 17
1011
( = )
( - )
Pajak Penghasilan terutang
Kredit Pajak
( 8 x 9 )
Pasal 21 ( WP OP ),
Pasal 22, 23, 24, 25.
12 ( = ) Pajak Penghasilan Kurang Bayar / Lebih Bayar /
Nihil Bayar.
( 10 – 11 )
Pasal 28, 28A, 29
4
Catatan : angka genap adalah Variabel Kritis.
4. Variabel Kritis ( Critical Variables ) Formula Variabel Kritis adalah fakta yang akan diolah dalam perencanaan pajak,
untuk membantu pengolahan ”variabel kritis” tersebut ada beberapa petunjuk yang dapat
digunakan, antara lain :
a. Usahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan pengenaan
pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi ( top rate brackets )
b. Percepat atau tunda beberapa penghasilan dan biaya- biaya unruk memperoleh
keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau rendah, seperti
penangguhan pengenaan PPN, PPN yang ditanggung oleh pemerintah dan
seterusnya.
c. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa Wajib Pajak, sperti
pembenmtukan grup- grup perusahaan.
d. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa tahun untuk mencegah
penghasilan tersebut termasuk dalam kelas yang tarifnya tinggi dan tunda
pembayaran pajaknya, seperti penjualan cicilan, kredit dan seterusnya.
e. Transformasikan penghasilan biasa menjadi ”capital gain” jangka panjang.
f. Ambil keuntungan sebesar- besarnya dari ketentuan- ketentuan mengenai
pengecualian dan potongan- potongan.
g. Prgunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan
perusahaan yang mendapatkan kemudahan- kemudahan.
h. Pilihlah Bentuk Usaha yang terbaik untuk operasional usahanya.
i. Dirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa sehingga dapat diatur
secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi menghasilkan, kerugian-
kerugian dan aset yang dapat dihapus.
Keahlian dalam bidang perencanaan pajak hanya dapat diperoleh denga cara
berkesinambungan mendalami dan mempelajari masalah- masalah nya , karena
perencanaan pajak sendiri pada hakekatnya adalah hasil penelitian yang didesain untuk
suatu kejadian atau transaksi- transaksi yang akan terjadi. Perencana pajak meliputi
penstrukturan fakta yang harus dilakukan secara berhati- hati sebelum peristiwanya
terjadi.
Oleh karena itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mempelajari apa yang
sesungguhnya yang menjadi permasalahannya. Mungkin saja ada keinginan untuk
5
mencapai tujuan perusahaan dengan pengeluaran pajak yang paling minimal atau
keuntngan bebas pajak melalui tindakan- tindakan / persyaratan tertentu . Sekali sudah
ditentukan masalahnya, hendaknya diusahakan agar diperoleh data sebanyak mungkin
berkenaan dengan permasalahan tersebut untuk selanjutnya diteliti fakta- fakta yang
relevan, kemudian fakta apa yang harus diperoleh lagi atau asumsi- asumsi yang harus
disusun dan ketentuan- ketentuan peraturan perpajakan mana yang sesuai dengan
situasi semacam itu.
5. Faktor Pajak Faktor pajak yang terlibat dalam setiap situasi sangat terbatas sekali dan apabila
misalnya diinginkan suatu beban pajak penghasilan yang efisien, maka harus :
a. Usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan yang dapat dikenakan
pajak atau penghasilan yang kena pajak diganti dengan penghasilan yang tidak kena
pajak atau pengenaan pajaknya ditangguhkan.
b. Tingkatkan biaya- biaya yang dapat dikurangkan atau biaya tertentu yang tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dikurangi dan dialihkan ke biaya-
biaya yang dapat dikurangkan.
c. Perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau perpendek jangka
waktu biaya- biaya yang dapat dikurangkan.
d. Pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang meningkat,
atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban pajak dan hasil akhir
(neto) harus memperebesar laba setelah pajak penghasilan.
6. Memaksimalkan Pengecualian- pengecualian.
Pasal di dalam Undan Undang Pajak Penghasilan yang mnyangkut dividen, bagian
laba, bunga obligasi dan penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak , adalah Pasal 4
ayat ( 3 ) huruf (f), (h), (i), (j) Undang Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang Undang No. 36 Tahun 2008, yang secara lengkap berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 4 ayat (3) : Yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah:
Huruf ( a.)
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
6
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Huruf ( b. )
warisan;
Huruf ( c. )
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
Huruf ( d. )
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
Huruf ( e ).
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
Huruf ( f. )
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
7
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
Huruf ( g )
. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Huruf ( h ).
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan;
Huruf ( i. )
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
Huruf ( j ).
dihapus;
Huruf ( k ).
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
7. Memaksimalkan Pengurangan ( Maximizing Deductions )
8
Memaksimalkan pengurangan dalam hal ini ialah pengalihan pemberian dalam bentuk
natura ke bentuk tunjangan- tunjangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya, sesuai
prinsip dapat dipajaki ( taxable ) dan dapat dikurangkan ( deductible ).
8. Penyebaran Penghasilan dan Biaya Penyebaran penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa tahun adalah untuk
mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kelas yang tarifnya tinggi dilakukan
dengan cara penjualan cicilan, kredit dan seterusnya, sedangkan memperpendek jangka
waktu biaya- biaya yang dapat dikurangkan dapat dilakuian melalui leasing dan bukan
pemilikan, sepanjang biaya leasing lebih besar dari pada penyusutan fiskal.
9. Biaya Pendirian dan Perluasan Modal Untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal dapat digunakan Pasal 11A ayat
( 3 ) Undang- undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 36 Tahuan 2008,
yang menyediakan dua pilihan antara tingkat tarif pnyusutan golongan I ( 50% ) apabila
menggunakan metode saldo menurun dan ( 25% ) apabila menggunakan metode garis
luus atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Psal 6 ayat ( 1 ) huruf a sesuai dengan
pembukuannya ( 100% ), yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 6 Ayat (1)
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha, antara lain:………….
III. PEMILIHAN BENTUK USAHA YANG TEPAT Dalam peraturan perpajakan, banyak sekali celah-celah yang dapat kita manfaatkan
untuk meminimalkan beban pajak tanpa kita harus berhadapan dengan aparat pajak dalam
investigasi, yaitu dengan melalui tax management (pengaturan pajak). Tujuan
perencanaan pajak yang baik adalah memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya
kepada investor agar retur yang didapat semakin tinggi. Perencanaan pajak dapat dimulai
dari tingkat setting up
9
Bentuk usaha apa yang akan dipilih investor dalam menjalankan bisnisnya ? Banyak
pilihan bentuk usaha yang dapat diambil oleh investor, namun itu semua akan berakibat
pada aspek perpajakan yang akan ditanggung kelak. Diantara beberapa entitas hukum
bisnis yang ada di Indonesia dan diakui oleh UU Perpajakan kita adalah:
Perseroan Terbatas (PT)
Persekutuan (CV, Firma, Kongsi)
Perseorangan
Diluar itu terdapat banyak jenis bentuk usaha lain yang kita kenal dalam lingkup hukum
kita, namun saya akan membatasi pembahasan dalam ketiga bentuk usaha tersebut
karena mengingat kebanyakan pelaku bisnis Indonesia menggunakan ketiganya dalam
menjalankan binsis mereka.
PERSEROAN TERBATAS
Perseroan terbatas adalah suatu entitas bisnis yang banyak digunakan di Indonesia. Dalam
Pasal 97 UU No. 40 tahun 2007 mengatur bahwa perbedaan terbesar antara PT dengan
badan hukum lainnya adalah bahwa PT tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada
Direksi, bukan kepada shareholder. Hal ini berarti selama Pemegang Saham tidak
merangkap sebagai pengurus perusahaan, maka dia tidak dapat dimintai
pertanggunjawaban terhadap tindakan operasional perusahaan oleh pihak manapun.
Dalam ketentuan perpajakan pasal 17 UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008,
pengenaan pajak PT dikenakan pada level net income sebelum pembagian dividen.
Kepada pemegang saham.. Ilustrasi pengenaan pajak PT kita lihat sebagai berikut:
Income Tahun 2011 Rp. 2.000.000.000.
COGS / H.P.P. Rp. 800.000.000
Gross Income Rp. 1.200.000.000.
Operating Expenses Rp. 500.000.000
Net Income before Tax Rp. 700.000.000.
Corporate Tax ( PPh Badan 25% ) Rp. 175.000.000.
Net Income after Tax Rp. 525.000.000.
10
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen
maka atas pembagian tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar 10% sebagai
berikut:
Net Income before tax Rp 700.000.000Tax 25% Rp 175.000.000.Net Income After Tax Rp 525.000.000.Pajak Atas Dividen 10% Rp 52.500.000. ( Final )Return yang diterima Shareholder
Rp 472.500.000.
% Beban Pajak (total tax/Net Income)
(Rp 175.000.000 ,-+Rp 52.500.000 ,- ) x 100% = Rp. 700.000.000
32,5%
PERSEKUTUAN (CV, FIRMA, KONGSI)
Persekutuan diatur dengan Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie atau dikenal
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Perbedaan persekutuan dengan
PT adalah terletak pada tanggung jawab peseronya (shareholder). Pasal 18 dan 19 buku
1 KUHD mengatur tanggung jawab renteng pemilik/pesero terhadap semua operasional
ataupun tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu perkara.
Pengaturan pajak kepada CV diatur dalam pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3 huruf i Undang-
undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada
level net income perseroan. Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak
dikenakan pajak dividen lagi. Kita lihat ilustrasi dibawah ini sesuai dengan data-data
keuangan PT diatas.
Income Tahun 2011 Rp. 2.000.000.000.
COGS / H.P.P. Rp. 800.000.000
Gross Income Rp. 1.200.000.000.
Operating Expenses Rp. 500.000.000
Net Income before Tax Rp. 700.000.000.
Corporate Tax ( PPh Badan 25% ) Rp. 175.000.000.
Net Income after Tax Rp. 525.000.000.
11
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka
atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi sebagai berikut:
Net Income before tax Rp 700.000.000Tax 25% Rp 175.000.000.Net Income After Tax Rp 525.000.000.Pajak Atas Dividen 0% Rp. 0Return yang diterima Shareholder
Rp 525.000.000.
% Beban Pajak (total tax/Net Income)
(Rp 175.000.000 ,-: Rp 700.000.000 ,-) x 100% = .
25%
12
Mayoritas penduduk Indonesia, mempergunakan entitas ini daripada yang lain,
mengingat kesederhanaan pendiriannya dan flexibilitas kewajiban yang harus dipenuhi.
Dalam perpajakan, pengaturan perseorangan diberikan banyak fasilitas, diantaranya
adalah taxable income bukan dihitung dari net income, tapi dikurangi dulu Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Namun perlu diingat juga terdapat pembedaan tax rate dan
lapisan penghasilan kena pajak (taxable income bracket) antara PPh Orang Pribadi
dengan PPh Badan.
Secara sederhana kita membuat ilustrasi beban pajak yang harus ditanggung investor
WP. OP sebagai berikut :
Income Tahun 2011 Rp. 2.000.000.000
COGS / HPP : Rp. 800.000.000
Gross Income Rp. 1.200.000.000.
Operating Expenses Rp. 500.000.000.
Net Income before tax Rp. 700.000.000
PTKP ( Kawin 3 anak ( K/3 ) Rp. 21.120.000.
Taxable Income Rp. 678.888.000.
Tax : PPh untuk WP OP Rp. 148.699.700.
Pada saat pnghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen, maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi, sebagai berikut :
Net Income before tax Rp 700.000.000Tax PPh WP OP Rp 148.699.700.Net Income After Tax Rp 551.300.300 Pajak Atas Dividen 0% Rp. 0Return yang diterima Shareholder
Rp 551.300.300
% Beban Pajak (total tax/Net Income)
(Rp148.699.700,- : Rp 700.000.000 ,-) x 100% = .
21,24%
13
Perhitungan PPh :
Penghasilan Kena Pajak : Rp. 678.999.000.
PPh terutang :
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000.
15% x Rp. 200.000.000 Rp. 30.000.000.
25% x Rp. 250.000.000 Rp. 62.500.000
30% x Rp. 178.999.000 Rp. 53.699.700
Total PPh Rp. 148.699.700.
Dari ilustrasi diatas, beban pajak yang harus ditanggung oleh investor dari ketiga
entitas bisnis tersebut kita bandingkan sebagai berikut:
Pemilihan salah satu entitas bisnis diatas dapat dijadikan referensi dalam pengambilan
keputusan oleh para investor untuk meminimalkan beban pajak. Sudah barang tentu pajak
bukan hanya satu-satunya pertimbangan dalam keputusan bisnis. Masih banyak lagi yang
harus diperhatikan diantaranya ketentuan tentang tanggung jawab pesero bila terjadi
tuntutan pihak lain, kebutuhan perusahaan dalam pengembangan pasar, serta kewajiban-
DESKRIPSI PT Persekutuan PERSEORANGAN
Net Income Rp
2.000.000.000,-
Rp
2.000.000.000,-
Rp
2.000.000.000,-
Beban Pajak (Rp) Rp
227.500.000,-
Rp
175.000.000,-
Rp
148.699.700,-
Beban Pajak (%) 32,5% 25% 21,24%
14
kewajiban dan hak lain yang timbul dari pemilihan bentuk usaha tersebut. Semuanya
berpulang pada keputusan Anda sebagai investor, pajak bukanlah hambatan bisnis.....!
IV. PENGGUNAAN METODE AKUNTANSI DAN PERIODE AKUNTANSI DALAM PERENCANAAN PAJAK
Dalam Undang Undang Pajak tidak terdapat pasal yang mengharuskan Wajib Pajak
untuk menggunakan metode akunting tertentu, tetapi hanya mengharuskan bahwa :
“Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib mnyelenggarakan pembukuan”
( bunyi Pasal 28 ayat ( 1 ) Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 )
Dalam Pasal 4 ayat ( 4 ) Undang Undang yang sama menyebutkan :
“Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib
menyelenggarakan pembukuan harus dilengkapi dengan Laporan Keuangan berupa
Neraca dan Laporan Laba Rugi serta Keterangan – keterangan lain yang diperlukan
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak”
Dari uraian di atas jelas bahwa untuk kepentingan perpajakan , Wajib Pajak harus
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tanpa mempersoalkan prinsip
pembukuan apa yang dipergunakan, akan tetapi apabila telah dipilih salah satu prinsip
pembukuan tersebut, maka sesuai dengan bunyi Pasal 28 ayat ( 5 ) Undang Undang
K.U.P. tersebut diatas, bahwa :
“Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas”
1. Metode Akunting
Pada dasarnya ada dua metode akunting yang prinsipil, yaitu :
a. Prinsip penerimaan dan pengeluaran kas ( Cash Basis ).
b. Prinsip atau metode akrual ( Acrual Basis ).
15
Penjelasan :
Khusus cara pembukuan dengan menggunakan metode cash basis adalah cara
membukukan penghasilan pada saat diterimanya penghasilan tersebut dan
mengurangkan pengeluarannya pada saat pengeluaran tersebut dibayar. Sedangkan
yang dimaksud dengan Acrual Basis yaitu penghasilan ditetapkan pada waktu
diperoleh dan biaya ditetapkan pada waktu terutang .
Dengan demikian komponen- komponen penghasilan dan pengeluaran yang
merupakan elemen- elemen yang menggambarkan Penghasilan Kena Pajak , tidak
berarti harus selalu dalam bentuk uang cash, akan tetapi dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak menurut metode ini dapat menggunakan tahun pajak yang
tidak sama dengan tahun takwim , yaitu tahun buku yang meliputi 12 bulan. Apabila
pembukuan Wajib Pajak meliputi peiode yang kurang atau lebih dari 12 bulan, maka
penghitungan pajak didasarkan tahun takwim yang bersangkutan dengan
memperhatikan bulan – bulan takwim dari tahun tersebut. Apabila Wajib Pajak
menggunakan Tahun Buku maka hal ini harus diberitahukan pada waktu
menyampaikan SPT Tahunan kepada Dirjen. Pajak.
2. Kaitan dengan perpajakan
Dalam prinsip perpajakan, penghasilan hanya dilaporkan apabila telah terjadi
transaksi penjualan, misalnya hasil panen yang baru dipetik yang dikumpulkan dan
produk akhir yang belum terjual adalah bukan obyek Pajak Penghasilan. Pengertian
penghasilan menurut penjelasan Pasal 4 UU PPh adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh. Jadi penghasilan disini dilihat
dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, yang berarti
adalah pertambahan harta usaha melalui transaksi.
Dalam arti sehari-hari diterima dan diperoleh mempunyai pengertian yang sama,
tetapi dalam perpajakan kedua istilah tersebut berbeda. Diterima artinya sama dengan
pengertian yang digariskan dalam Cash Basis, yaitu penghasilan dalam bentuk tunai.
Sebaliknya, diperoleh artinya sama dengan yang digariskan dalam Acrual. Basis
Sekalipun akuntansi komersial dan perpajakan sama-sama menganut Acrual Basis,
tetapi Cash Basis lebih ditekankan untuk beberapa transaksi dalam perpajakan. Hal
ini disebabkan karena adanya konsep ability to pay dalam perpajakan, yaitu konsep
yang menyatakan, bahwa pajak harus dipungut pada saat yang bersangkutan
16
mempunyai kemampuan untuk membayar ( likuid ). Sebagai contoh : uang sewa
yang diterima di muka dalam perpajakan diakui sekaligus sebagai penghasilan,
sedangkan untuk akuntansi komersial penghasilan hanya diakui pada masa
persewaan.. Konsep ability to pay mengakibatkan adanya penangguhan pengakuan
terhadap biaya-biaya tertentu . Misalnya : piutang ragu-ragu dapat diakui sebagai
biaya fiskal, jika piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih. Sedangkan untuk
keperluan akuntansi komersial “piutang ragu-ragu “ sudah dapat dibiayakan. Dari
keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya perpajakan tidak
sepenuhnya menerapkan Acrual Basis untuk menghitung penghasilan dan biaya.
Contoh Cash Basis dan Acrual. Basis :
Penghasilan : berupa penjualan
jumlah penyerahan Rp. 15.000.000 terdiri dari :
- ) penyerahan yang telah diterima pembayarannya = Rp. 10.000.000.
- ) penyerahan yang belum diterima pembayarannya = Rp. 5.000.000.
Acrual. Basis : Penghasilan = Rp. 15.000.000.
Cash Basis : Penghasilan = Rp. 10.000.000. Sisa yang belum dibayar
.. sebesar Rp. 5.000.000 ditetapkan sebagai ..
……. penghasilan pada periode berikutnya apabila
…. telah diterima tunai.
3. Periode Akunting / Tahun Pajak
Pemakaian Tahun Pajak, baik berdasarkan Tahun Takwim atau Tahun Buku
harus taat asas. Hal ini terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penggeseran
laba atau rugi, apabila Wajib Pajak diberi kebebasan untuk setiap saat berganti Tahun
Pajaknya. Oleh karena itu apabila Wajib Pajak ingin mengadakan perubahan tahun pajak
maka terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari Dirjen . Pajak ( Pasal 28 ayat ( 6 )
UU KUP ).
-------------------
Daftar Pustaka
17
1. Chairil Anwar Pohan, 2013, Manajemen Perpajakan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
2. Erly Suandi, 2011, Perencanaan Pajak, Penerbit Salemba Empat ( ES )
3. Muhammad Zain, 2007, manajemen Pajak, Penerbit Salemba Empat ( MZ )
4. Primandita F dkk, 2009, Kompilasi UU Pajak, Penerbit Salemba Empat ( PF )
5. Gunadi, 2007, Perpajakan Internasional, Salemba Empat.
6. __________, UU Republik Indonesia No. 7 Tahun 2983, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
7. PP, Per. Menteri Keuangan, Per. Dirjen Pajak dan Peraturan Perpajakan lainnya.
18