modul labtek 3_2 14-15_150302-final-a

56
PANDUAN PRAKTIKUM MT3203 LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3 TIM PENYUSUN Dr. Ir. Aditianto Ramelan Dr. Ir. Hermawan Judawisastra Firmansyah Sasmita, S.T., M.T. LABORATORIUM METALURGI DAN TEKNIK MATERIAL PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

Upload: priambodo-ariewibowo

Post on 03-Oct-2015

147 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

  • PANDUAN PRAKTIKUM

    MT3203 LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3

    TIM PENYUSUN

    Dr. Ir. Aditianto Ramelan

    Dr. Ir. Hermawan Judawisastra

    Firmansyah Sasmita, S.T., M.T.

    LABORATORIUM METALURGI DAN TEKNIK MATERIAL

    PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL

    FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2015

  • Rev. 2 Maret 2015 2

    PANDUAN PRAKTIKUM

    MT3203 LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3

    LATAR BELAKANG

    Berbeda dengan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 dan 2 yang berfokus pada

    Pengujian Sifat Mekanik, Metalurgi, dan Proses Produksi, maka pada praktikum

    Laboratorium Teknik Material 3 ini difokuskan pada Material Keramik, Polimer, dan

    Komposit dilihat dari aspek proses produksi dan sifat mekaniknya serta beberapa teknik

    karakterisasi material termasuk Pengujian Tidak Merusak.

    LUARAN (OUTCOMES)

    1. Mahasiswa memahami dengan baik proses pembuatan dan sifat mekanik dari keramik,

    polimer, dan komposit

    2. Mahasiswa memahami dan memiliki kemampuan untuk mengukur besaran-besaran

    sifat material dan mengkarakterisasinya dengan metoda yang ada serta dapat

    menganalisisnya

    MODUL PRAKTIKUM

    Modul A Proses Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Halaman 8

    Modul B Teori Laminat Klasik Halaman 13

    Modul C Konduktivitas dan Difusivitas Termal Refraktori Halaman 24

    Modul D Karakterisasi Material:

    X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron

    Microscopy (SEM) & Energy Dispersive X-Ray

    Spectroscopy (EDS)

    Halaman 32

    Modul E Modulus Young dan Porositas Keramik Halaman 45

    Modul F Uji Tak Rusak Material:

    Ultrasonic Thickness dan Ultrasonic Coating

    Thickness Test

    Halaman 51

  • Rev. 2 Maret 2015 3

    PROSEDUR PRAKTIKUM

    Agar proses praktikum berjalan dengan baik dan benar, maka prosedur praktikum harus

    ditaati oleh praktikan maupun asisten. Prosedur tersebut adalah sebagai berikut:

    Praktikan sudah mempersiapkan tugas pendahuluan yang dibuat di rumah.

    Praktikan datang 15 (lima belas) menit sebelum praktikum dimulai,

    kemudian mencari tahu asisten praktikum untuk modul yang bersangkutan.

    Asisten mempersiapkan alat tulis, log book praktikum dan berkoordinasi

    dengan teknisi untuk persiapan alat dan perlengkapan praktikum.

    Praktikum dimulai dengan tes awal dengan alokasi waktu maksimum 30

    (tiga puluh) menit.

    Diskusi awal antara asisten dan praktikan mengenai tes awal dan teori dasar

    dalam praktikum modul yang bersangkutan. Alokasi waktu maksimum 1

    (satu) jam untuk praktikum yang terdapat pengujiaan secara langsung.

    Praktikum dimulai dan selama proses tersebut asisten harus menjelaskan

    prosedur yang baik dan benar tentang modul praktikum yang bersangkutan.

    Setelah praktikum selesai, diskusi dapat dilanjutkan kembali dengan alokasi

    waktu maksimum 1 (satu) jam. Pada diskusi akhir ini dijelaskan juga tugas

    setelah praktikum serta penjelasan proses pengolahan data dari hasil

    praktikum yang telah dilakukan.

    Presentasi laporan praktikum dengan batas waktu maksimum 1 (satu)

    minggu sejak praktikum dilaksanakan.

    Praktikan mengisi lembar feedback praktikum.

    Asisten membuat penilaian terhadap aktivitas praktikum, kemudian

    diserahkan kepada Koordinator Praktikum yang bersangkutan.

  • Rev. 2 Maret 2015 4

    FORMAT TUGAS PENDAHULUAN DAN LAPORAN

    Tugas Pendahuluan terdiri dari :

    Cover

    Pertanyaan dan Jawaban dari Tugas Pendahuluan

    Format Cover :

    Laporan Praktikum terdiri dari :

    a. COVER

    b. BAB I : Pendahuluan (latar belakang dan tujuan praktikum)

    c. BAB II : Dasar Teori

    d. BAB III : Data Percobaan (data dan pengolahan data)

    e. BAB IV : Analisis Data (analisis dan interpretasi data percobaan)

    f. BAB V : Kesimpulan dan Saran

    g. DAFTAR PUSTAKA

    h. LAMPIRAN (tugas setelah praktikum, rangkuman praktikum dan data lain yang

    dibutuhkan)

    Format cover laporan praktikum seperti tugas pendahuluan, tinggal mengganti Judul serta

    menambahkan tanggal penyerahan praktikum.

    Tugas Pendahuluan Praktikum

    Laboratorium Teknik Material 3

    Modul A Xxx Xxxxx

    oleh :

    Nama :

    NIM :

    Kelompok :

    Anggota (NIM) :

    Tanggal Praktikum :

    Nama Asisten (NIM) :

    Gambar Ganesha

    Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material

    Program Studi Teknik Material

    Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

    Institut Teknologi Bandung

    2015

    Laporan Akhir Praktikum

    Laboratorium Teknik Material 3

    Modul A Xxx Xxxxx

    oleh:

    Nama :

    NIM :

    Kelompok :

    Anggota (NIM) :

    Tanggal Praktikum :

    Tanggal Penyerahan Laporan :

    Nama Asisten (NIM) :

    Gambar Ganesha

    Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material

    Program Studi Teknik Material

    Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

    Institut Teknologi Bandung

    2015

  • Rev. 2 Maret 2015 5

    ATURAN PRAKTIKUM

    Peraturan praktikum yang harus ditaati oleh Praktikan Laboratorium Teknik Material 3

    adalah sebagai berikut:

    1. Mengerjakan tugas pendahuluan yang terdapat pada modul.

    2. Membawa peralatan sesuai dengan modul, dibawa sebelum praktikum.

    3. Memakai jas laboratorium, sepatu tertutup (sepatu-sandal & sandal tidak diizinkan),

    pakaian kemeja, dan berambut rapi (khusus berambut panjang: tidak boleh terurai dan

    harus diikat dengan rapi).

    4. Datang 15 menit sebelum praktikum dimulai.

    5. Tidak makan, menggunakan dan mengaktifkan handphone, merokok, tidur dan

    meninggalkan praktikum tanpa seizin asisten.

    6. Tidak merusak dan menghilangkan peralatandan perlengkapan praktikum.

    7. Membawa modul, buku catatan, dan kartu tanda praktikum.

    8. Membuat surat ijin yang sah apabila tidak dapat mengikuti praktikum.

    9. Menjaga sopan santun dan etika selama praktikum.

    10. Menjaga kebersihan, keselamatan, dan ketertiban selama praktikum.

    SANKSI PRAKTIKAN

    Kehadiran

    1. Tidak hadir lebih dari 1 kali (K, NA = 0)

    2. Tidak memberikan informasi kehadiran 15 menit setelah praktikum dimulai (K,

    NAP=0)

    3. Tidak memberi surat izin yang sah untuk ketidakhadiran 3 hari setelah praktikum

    (K, NAP = 0)

    Keterlambatan

    Keterlambatan 0 sampai 15 menit (K, A-15, dan wajib melapor pada asisten yang

    bersangkutan dan koordinator praktikum)

    Keterlambatan diatas 15 menit (K, NAP= 0)

    Terlambat mengumpulkan Tugas Pendahuluan (K,NAP=0, tidak diperbolehkan

    mengikuti praktikum modul yang bersangkutan)

    Kelengkapan Praktikum

    Tidak membawa kartu praktikum (K, dipersilahkan pulang namun dapat mengikuti

    modul yang bersangkutan pada shift lain)

    Tidak membawa modul, memakai jas laboratorium, memakai pakaian kemeja dan

    atau berkerah, dan memakai sepatu tertutup(K, NAP-30, dan praktikan dipersilahkan

    pulang untuk melengkapi dengan resiko keterlambatan)

    Tidak melengkapi kartu praktikum (K, NAP-30, dan praktikan dipersilahkan pulang

    untuk melengkapi dengan resiko keterlambatan)

  • Rev. 2 Maret 2015 6

    Untuk nilai tes awal < 30 praktikan dipersilahkan pulang dan nilai praktikum yang

    diperhitungkan hanya nilai tugas pendahuluan

    Untuk nilai tes awal < 50 praktikan diberikan tugas tambahan oleh asisten yang

    bersangkutan sehingga nilai tes awal maksimal menjadi 50

    Merokok pada saat praktikum (NAP=0)

    Keaktifan

    1. Makan atau tidur (K dan A-50)

    2. Menggunakan handphone (K dan A-50)

    3. Meninggalkan praktikum (K dan A-50)

    Merusak dan menghilangkan peralatan dan perlengkapan praktikum (K, melapor pada

    asisten, koordinator praktikum, koordinator asisten, dan teknisi)

    Sanksi yang bersifat kondisional dan insidental akan ditetapkan oleh asisten yang

    bersangkutan pada saat praktikum

    Praktikan yang tercatat 5 kali atau lebih pada buku kasus, dinyatakan tidak lulus

    praktikum pada semester yang bersangkutan

    Apabila kartu praktikum hilang maka praktikan akan dikenakan denda sebesar Rp

    100.000,00

    Keterangan:

    K : Tercatat dalam buku kasus

    A-X : Nilai aktivitas dikurangi X poin

    NAP : Nilai Aktivitas Praktikum

    NAP-X : NAP (Nilai Aktivitas Praktikum) dikurangi X poin

    NA : Nilai Akhir Praktikum

    NA-X : NA (Nilai Akhir Praktikum) dikurangi X poin

    ATURAN PENILAIAN

    Nilai Total Praktikum (NTP) didasarkan pada 2 aspek penilaian yaitu:

    1. Nilai Aktivitas Praktikum

    Nilai Aktivitas Praktikum dapat diformulasikan dengan :

    6

    NMFNMENMDNMCNMBNMANAP

    NMA s/d NMF adalah nilai per Modul A sampai Modul F.

    Penilaian dari masing- masing modul adalah :

    100

    )20()30()Pr30()10()10()(

    ixpresentasxLaporanaktikumxAktivitasxTesAwalxTPModulNilaiNM

  • Rev. 2 Maret 2015 7

    2. Nilai Ujian Praktikum (NUP)

    Nilai diambil dari ujian tertulis Praktikum Laboratorium Teknik Material 3. Penilaian

    berupa angka 0 s/d 100.

    Kemudian untuk menghitung Nilai Total Praktikum (NTP) diformulasikan dengan :

    100

    4060 xNUPxNAPNTP

    Nilai Total Praktikum (NTP) akan dikonversi menjadi nilai untuk Mata Kuliah MT-3203,

    dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

    NTP 90 : A

    80 NTP < 90 : AB

    70 NTP < 80 : B

    60 NTP < 70 : BC

    50 NTP < 60 : C

    NTP < 50 : E

  • Rev. 2 Maret 2015 8

    MODUL A

    PROSES PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT

    1. Tujuan Praktikum a. Mempelajari proses pembuatan komposit, khususnya dengan Teknik Wet Hand

    Lay Up dan Compression Molding.

    b. Mempelajari teknik-teknik karakterisasi komposit, khususnya karakterisasi sifat mekanik dengan uji tarik dan pengujian fraksi volume.

    c. Mempelajari pengaruh metode manufaktur dan pengaruh fraksi volume material penyusun terhadap sifat mekanik komposit.

    2. Latar Belakang dan Dasar Teori

    Material komposit merupakan gabungan secara makroskopis dari dua jenis material

    atau lebih. Komponen pembentuk material komposit berupa penguat (reinforcement)

    dan matriks sebagai pengikat. Polymer Matrix Composite (PMC) adalah komposit yang

    paling dominan digunakan. Keunggulan dari PMC terletak pada sifat mekanik spesifik

    yang tinggi dan kemudahan proses produksinya. Selain itu, material komposit memiliki

    sifat tailorability yang berarti orientasi penguat dapat diatur sesuai dengan arah

    pembebanan sehingga didapatkan konstruksi yang optimum dan efisien.

    Ada beberapa teknik proses pembuatan material komposit. Teknik wet hand lay up

    merupakan teknik pembuatan yang tradisional yang relatif sederhana dan mudah

    dilakukan. Teknik ini dilakukan manual dengan tangan untuk lay up serat penguat yang

    diimpregnasi oleh cairan resin termoset. Aplikasinya cukup banyak ditemui pada

    kebutuhan sehari-hari, misalnya tangki penyimpan air, bath up, perahu, dan lain-lain.

    Metode lain yang bisa digunakan untuk membuat komposit adalah compression

    molding dimana preform serat diletakkan ke dalam suatu cetakan, kemudian resin di

    tuangkan secara merata ke lapisan serat dan selanjutnya diberikan tekanan. Teknik ini

    dapat diterapkan baik pada matriks termoset maupun termoplastik.

    Pada material komposit yang telah jadi, perlu dilakukan karakterisasi baik itu

    dilakukan untuk tujuan perancangan ataupun kontrol kualitas. Karakterisasi suatu

    material komposit mencakup karakterisasi sifat fisik, mekanik, atau termal, dan sifat

    lain. Sifat yang paling penting dari suatu komposit struktural adalah sifat mekanik,

    seperti kekuatan tarik, modulus elastisitas dan elongasi.

    Pengujian-pengujian yang akan dilakukan memerlukan universal testing machine,

    yang mampu memberikan deformasi pada spesimen dengan beban dan kecepatan tarik

    yangterkontrol. Cara untuk memperoleh dimensi spesimen adalah dengan mencetak

    komponen dengan sesuai dengan ukuran standar. Namun seringkali spesimen dibuat

    dari laminat yang besar yang kemudian dipotong melalui proses pemesinan.

    Secara umum, sifat mekanik dari komposit dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya

    jenis dan fraksi volume material penyusun, metode manufaktur, sifat interface dan

    kualitas impregnasi.

  • Rev. 2 Maret 2015 9

    Uji Tarik

    Pada prinsipnya uji tarik dilakukan dengan menarik spesimen dan memonitor

    respon yang terjadi. Pelaksanaan uji tarik komposit dilakukan dengan membuat

    spesimen uji tarik seperti Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Spesimen uji tarik

    Specimen width = 25 mm

    Spesimen uji tarik ini akan dipegang oleh grip pada mesin uji tarik. Untuk

    mendapatkan hasil yang valid, sekurang-kurangnya diperlukan tiga buah spesimen.

    Dari uji tarik akan didapat kurva Gaya vs Pertambahan Panjang untuk selanjutnya

    diolah dalam memperoleh sifat tariksebagai berikut:

    1. Kekuatan Tarik 2. Modulus Elastisitas 3. Regangan Maksimum

    Uji Fraksi Volume

    Uji fraksi volume material penyusun dilakukan dengan beberapa tahap sbb.:

    1. Mengukur massa serat penguat 2. Mengukur massa komposit 3. Menghitung massa jenis dan volume komposit 4. Hitung fraksi volume material penyusun dan void

    Perhitungan fraksi volume dilakukan dengan menggunakan data berat jenis serat gelas

    sebesar 2,58 g/cm3 dan berat jenis poliester sebesar 1,25 g/cm3.

    3. Percobaan a. 3.1. Pembuatan Komposit

    Bahan :

    1. serat gelas woven 2. resin unsaturated polyester 3. katalis

    Alat :

    1. papan tripleks 2. plastik mika tebal (dibawa oleh setiap kelompok) 3. gunting (dibawa oleh setiap kelompok) 4. masker dan sarung tangan ( dibawa oleh setiap praktikkan) 5. karton 6. gelas ukur dan pengaduk

  • Rev. 2 Maret 2015 10

    7. mesin kompresi 8. cetakan

    Prosedur :

    Wet Hand Lay Up

    1. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar. 2. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata.Buat 50 %

    berat.

    3. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika. 4. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis) dengan

    menggunakan roller untuk mengimpregnasi serat.

    5. Lapisi serat lainnya ditambahkan secara bertahap seperti langkah 4. 6. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika. 7. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured).

    Compression Molding

    a. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar. b. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata. Buat 50 %

    berat.

    c. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika. d. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis). e. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika. f. Tekan serat gelas dengan menggunakan alat kompresi pada tekanan 25 bar

    selama 5-10 menit, 50 bar selama 5-10 menit, 75 bar selama 5-10 menit.

    g. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured).

    b. 3.2. Uji Tarik Komposit Bahan :

    2 spesimen komposit arah serat (00) yang telah dipotong sesuai standar

    spesimen uji tarik

    Alat :

    a. Mesin uji tarik b. Jangka sorong Prosedur :

    1. Ukur dimensi dari spesimen uji tarik (panjang spesimen, panjang gage length, lebar, dan tebal spesimen)

    2. Letakkan spesimen pada grip mesin uji tarik 3. Set kecepatan penarikan pada mesin uji tarik sebesar 2 mm/menit. 4. Catat beban dan pertambahan panjang spesimen selama pengujian berlangsung 5. Konversi menjadi kurva Tegangan dan Regangan. 6. Hitung sifat mekanik.

    Uji Fraksi Volume

    Bahan:

    1. Spesimen uji tarik setelah uji tarik 2. Preform serat gelas Alat:

    1. Timbangan Digital ketelitian 1/10.000 g 2. Penggaris

  • Rev. 2 Maret 2015 11

    3. Alat potong komposit Prosedur

    Sebelum pembuatan komposit, hitung Areal density (Ap) dan jumlah lembaran preform (N) serat gelas yang digunakan

    Ambil komposit serat gelas yang telah diuji tarik. Potong spesimen dari spesimen uji tarik pada bagian yang tidak mengalami kegagalan dengan ukuran sekitar 2,5cm

    x 2,5 cm. Hitung luas area komposit (Ak).

    Ukur massa kering komposit (Mk).

    Ukur massa komposit ketika terendam air (Ms).

    Hitung massa jenis dan volume komposit (Vkomposit). Vkomposit = (Mk - Ms) / air komposit = Mk /Vkomposit

    Hitung fraksi volume serat: Vf = (Ap x Ak x N /serat gelas ) / Vkomposit

    Hitung fraksi volume matriks: Vm = ((Mk - (Ap x Ak x N)) / poliester ) / Vkomposit

    Hitung fraksi volume void: V void = 1 Vf Vm

    4. Data dan Pengolahan

    a. Uji Tarik Komposit

    : Engineering Stress ( N/mm2 ) F : Beban yang diberikan ( Newton )

    A : luas Penampang ( mm2 )

    E : Strain ( tidak bersatuan ), dinyatakan dalam persentase

    l : Perubahan Panjang ( mm ) l : Panjang setelah pembebanan (mm )

    lo : Panjang awal spesimen ( mm )

    Jenis mesin :

    Kecepatan Tarik (mm/menit) :

    Jumlah Spesimen :

    Load Cell :

    Metode Manufaktur

    No. Spesimen 1 2 3 4 5 6

    Panjang uji (gauge length; mm)

    Lebar (mm)

    Tebal (mm)

    Kekuatan Tarik (Newton)

    E l

    lol lolo

  • Rev. 2 Maret 2015 12

    Modulus Elastisitas

    Regangan Maksimum

    Uji Fraksi Volume

    Areal density (gr / cm2) :

    Metode Manufaktur

    No. Spesimen 1 2 3 4 5 6

    Massa Kering (gram)

    Massa Terendam (gram)

    Volume Komposit (cm3)

    Fraksi Volume Serat

    Fraksi Volume Matriks

    Fraksi Volume Void

    5. Tugas Pendahuluan 1. Jelaskan perbedaan proses manufaktur pada komposit dengan matrix termoset dan

    termoplastik!

    2. Jelaskan proses pembuatan komposit matrix termoset dengan metode: wet hand lay up, compression molding, dan Vacuum Assisted Resin Infusion (VARI)!

    3. Jelaskan perbedaan spesimen uji tarik antara material baja dan FRP. 4. Jelaskan cara memperoleh fraksi volume material penyusun komposit.

    6. Tugas Setelah Praktikum 1. Berdasarkan literatur, jelaskan perbedaan sifat fisik dan mekanik komposit matrix

    termoset yang diperoleh dari metode berikut: wet hand lay up, compression molding,

    dan VARI!

    2. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan sifat mekanik komposit.

    7. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. ASTM D 3039 00. 2. ASTM D 0792 00. 3. Astrom, B. T., Manufacturing of Polymer Composites, 1st ed., Chapman and

    Hall, London, 1997.

  • Rev. 2 Maret 2015 13

    MODUL B

    TEORI LAMINAT KLASIK

    1. Tujuan Praktikum 1. Memahami pengaruh dari pemilihan material komposit serta pengaruh cara

    penyusunannya (stacking sequence) terhadap kekakuan, distribusi tegangan,

    dan perilaku kegagalan yang terjadi pada komposit laminat.

    2. Dapat menggunakan program GENLAM dan mampu menginterpretasikan hasilnya dengan benar.

    2. Latar Belakang Material komposit merupakan gabungan dua atau lebih material dimana sifat-sifat

    dari material pembentuknya masih terlihat secara makro. Komposit matriks polimer

    (PMC), dengan material pembentuk serat dan matriks, merupakan material komposit

    yang banyak dipakai. Serat yang banyak dipakai adalah serat karbon dan gelas,

    sedangkan untuk matriks adalah jenis termoset.

    Selain memiliki kekakuan dan kekuatan spesifik yang tinggi, material komposit

    memiliki sifat tailorability yang dapat dimanfaatkan untuk membuat sifat yang

    mendekati isotrop hingga yang sangat tidak isotrop sesuai dengan beban yang akan

    bekerja pada suatu konstruksi. Dengan cara ini akan diperoleh konstruksi yang efisien.

    Pengetahuan tentang mikromekanik dan makromekanik sangat berperan dalam

    mengarahkan material komposit agar persyaratan konstruksi yang diinginkan tercapai.

    Classical Laminate Theory (CLT) atau Teori Laminat Klasik merupakan suatu metode

    untuk menganalisa material komposit berupa laminat secara makromekanik.

    3. Dasar Teori

    Komposit yang menjadi fokus dari percobaan kali ini adalah komposit yang

    terbentuk dari tumpukan lamina yang dinamakan laminat. Lamina merupakan satu

    lapis pelat datar/ lengkung dari unidirectional fiber atau woven fabrics dalam matriks.

    Laminat merupakan pelat yang terdiri dari tumpukan lamina yang orientasinya dapat

    ditentukan.

    Gambar 1 Lamina (kiri) dan Laminat (kanan)

  • Rev. 2 Maret 2015 14

    GENLAM merupakan perangkat lunak yang berguna untuk memodelkan laminat

    jika diberikan pembebanan baik itu pembebanan mekanik (tarik, tekan, puntir)

    maupun pembebanan hygrotermal (kelembaban udara, temperatur). Laminat yang akan

    dimodelkan dapat ditentukan parameter-parameternya seperti jenis material dari

    lamina, jumlah tumpukan lamina, maupun orientasi dari susunan lamina tersebut.

    Sehingga dapat diketahui apakah suatu laminat yang akan dibuat mengalami kegagalan

    atau tidak.

    Pembebanan dan momen yang terjadi pada laminat dapat ditunjukkan dengan:

    j

    j

    ijij

    ijij

    i

    i

    DB

    BA

    M

    N

    0

    N adalah beban-beban yang bekerja pada bidang (in-plane loads) di arah 1, 2 atau

    6.

    M adalah momen akibat bending atau puntir (bending or torsional moments)

    0 adalah regangan pada bidang (in-plane deformations) k adalah kelengkungan (curvatures)

    A adalah matriks kekakuan bidang (in-plane stiffness matrix) yang

    menghubungkan beban dan regangan yang bekerja pada bidang.

    D adalah matriks kekakuan bending (flexural stiffness matrix) yang

    menghubungkan momen dengan kelengkungan.

    B adalah matriks kekakuan kopel (coupling stiffness matrix)

    Penyusunan lamina dapat digolongkan menjadi empat jenis :

    Laminat simetris: merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi simetris

    terhadap midplanenya. Misalnya , laminat yang terdiri dari 6 lamina dapat disebut

    simetris jika susunan laminanya : a-b-c-c-b-a

    Pada laminat simetris, nilai matriks kekakuan kopel akan bernilai 0, hal ini

    ditunjukkan dengan persamaan = 1

    2 [](

    2 12 )=1 .

    Laminat asimetris : merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi tidak

    simetris dan tidak teratur terhadap midplanenya. Misalnya, laminat yang terdiri dari 6

    lamina dapat disebut laminat asimetris jika susunan laminanya : a-b-c-a-b-c

    Laminat antisimetris : merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi

    berkebalikan terhadap midplanenya. Misalnya, laminat yang terdiri dari 2 lamina

    dikatakan laminat antisimetris jika susunan laminanya : a (-a)

    Laminat cross-ply : merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi berselang-

    seling antara laminanya. Misalnya, laminat yang terdiri dari 4 lamina disebut laminat

    cross-ply jika susunan laminanya : 0,90,0,90 untuk asimetris , atau 0,90,90,0 untuk

    simetris.

  • Rev. 2 Maret 2015 15

    Konstanta teknik adalah suatu konstanta yang menunjukan sifat mekanik material

    atau dalam hal ini adalah sifat mekanik laminat. Konstanta teknik yang ditunjukkan

    oleh GENLAM adalah tegangan tarik arah x (E1) , tegangan tarik arah y (E2), tegangan

    geser (E6) , momen puntir, serta koefesien muai termal.

    Pada GENLAM, nilai-nilai ini didapat setelah mengalkulasi laminat yang telah

    dirancang. Pembebanan yang dapat dimodelkan oleh GENLAM adalah pembebanan

    mekanik seperti beban tarik, tekan, dan puntir. Serta pembebanan higrotermal.

    Pembebanan higrotermal merupakan pembebanan yang diakibatkan kelembaban udara

    dan perbedaan temperatur lingkungan dan temperatur curing lamina, kekuatan lamina

    dapat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut, sehingga kegagalan mungkin terjadi meskipun

    tidak ada pembebanan mekanik.

  • Rev. 2 Maret 2015 16

    4. Praktikum dan Tugas

    Latihan 1. Sifat-sifat Elastis

    Bandingkan konstanta-konstanta teknik material dari pelat dengan tebal 1 mm yang

    terbuat dari:

    a. AS-3501 (02,902)s dengan AS-3501 (0,90)2s b. Scotch-ply UD dengan Scotch-ply (0,90)2

    Tunjukkan perbedaan-perbedaan konstanta teknik (in-plane constants & flexural

    constants) diantara material tersebut! Mengapa terjadi perbedaan-perbedaan tersebut?

    Latihan 2. Pembebanan dan Tegangan

    1. Lihat dan perhatikan tegangan yang terjadi pada berbagai material di bawah ini tanpa pembebanan pada temperatur ruang (25oC).

    1. Scotch-ply UD 2. Scotch ply (0,45,90, 0,45,90) 3. IM6 epoxy (0,45,90, 0,45,90)

    Bandingkan tegangan dan regangan yang terjadi (global dan pada setiap lapisan)

    pada setiap jenis material. Analisis distribusi tegangan dan regangannya.)

    2. Ulangi latihan dengan material Scotch-Ply UD untuk 4 kasus kondisi pembebanan mekanik sebagai berikut :

    a. Pembebanan tarik biaksial masing-masing sebesar 10 N/mm2 (1 MN/m2) b. Pembebanan geser sebesar 10 N/mm2 c. Momen bending M1 sebesar 10 N.m d. Momen torsi sebesar 5 N.m

    3. Bandingan dan analisis grafik tegangan dan regangan 3 material pada soal nomor 1

    jika diberi beban tarik biaxial 10 N/mm2

  • Rev. 2 Maret 2015 17

    Latihan 3. Kegagalan pada laminat

    Untuk mempermudah penggambaran, GENLAM tidak memperlihatkan nilai R tetapi

    1/R.

    1. Berikan pembebanan biaksial sebesar 50 N/mm, tarik-tarik, tarik-tekan, tekan-tarik dan tekan-tekan (4 modus pembebanan) untuk laminat berikut ini :

    a. B-N5505 UD b. B-N5505 (+ 45)s c. IM6-epoxy (+ 30, + 60)s

    Pertama-tama lihat tegangan yang terjadi dan perkirakan lapisan mana yang akan

    mengalami kegagalan pertama kali. Periksa rasio tegangan untuk material yang

    utuh (intact material) dan bandingkan. Tentukan faktor keamanan untuk kegagalan

    terakhir dari masing-masing laminat.

    2. Pergunakan sebuah cross-ply Kevlar-Epoxy laminat pada temperatur kamar (250C). Perhatikan faktor R nya. Jelaskan! (perhatikan tegangan pada lapisan)

  • Rev. 2 Maret 2015 18

    Material

    CFRP

    CFRP

    CFRTP

    BFRP

    CFRP

    KFRP

    GFRP

    CFRP

    core

    Fibre

    T300

    AS

    AS4

    Boron B4

    IM6

    Kevlar 49

    E-glass

    T300

    None

    Matrix

    Epoxy

    N5208

    Epoxy 3501

    PEEK

    Epoxy

    N5505

    Epoxy

    Epoxy

    Epoxy

    Epoxy F934

    Foam

    Engineering Constants

    Ex. GPa

    181

    138

    134

    204

    203

    76

    38.6

    148

    1 E-10

    Ey,GPa

    10.3

    8.96

    8.9

    18.5

    11.2

    5.5

    8.27

    9.65

    1 E-10

    Vxy

    0.28

    0.3

    0.28

    0.23

    0.32

    0.34

    0.26

    0.3

    0

    E.s, GPa

    7.17

    7.1

    5.1

    5.59

    8.4

    2.3

    4.14

    4.55

    1 E-11

    Other ply data

    Vf

    0.7,

    0.66

    0.66

    0.5

    0.66

    0.6

    0.45

    0.6

    0

    (kg/m3)

    1600

    1600

    1600

    2000

    1600

    1460

    1800

    1500

    0

    ho, mm

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.1

    5

    Mmax (%)

    0.5

    0.5

    0

    0.5

    0.5

    0.5

    0.5

    0.5

    0

    Tcure (C)

    122

    122

    310*

    122

    200

    62

    122

    i22

    DF

    0.15

    0.15

    0.07

    0.2

    0.04

    0.02

    0.04

    0.15

    0

    Strength, MPa

    X

    1500

    1447

    2130

    1260

    3500

    1400

    1062

    1314

    1

    X

    1500

    1447

    1100

    2500

    1540

    235

    610

    1220

    1

    Y

    40

    52

    80

    61

    56

    12

    31

    43

    1

    Y

    246

    206

    200

    202

    150

    53

    118

    168

    1

    S

    68

    93

    160

    67

    98

    34

    72

    48

    1

    Fxy *

    Fxv

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    -0.5

    Hygrothermal expansion coefficients

    x(10-6oC) 0.02 -0.3

    -0.3

    6.1

    -0.3

    -4

    8.6

    -0.3

    0

    y(10-6oC)

    22.5

    28.1

    28.1

    30.3

    28.1

    79

    22.1

    28.1

    0

    x

    Y

    0

    0

    0

    0

    0

    0

    0

    0

    0

    y

    0.6

    0.6

    0

    0.6

    0.6

    0.6

    0.6

    0.6

    0

  • 19

    5. Tugas sebelum praktikum 1. Apakah yang dimaksud dengan lapisan (ply atau lamina)? Apa perbedaannya

    dengan laminat (laminates)?

    2. Apakah yang dimaksud dengan laminat simetri, laminat tidak simetri dan laminat cross ply?

    3. Apakah yang dimaksud dengan sistem koordinat lapisan (ply coordinate system) dan sistem koordinat laminat (laminate coordinate system)? Bagaimana cara

    mengubah dari satu sistem koordinat ke sistem koordinat lainnya? Jelaskan secara

    singkat!

    4. Gambarkan skema perhitungan dalam Teori Laminat Klasik dimulai dari sifat-sifat material, cara memperoleh konstanta teknik, pemberian beban sampai pada

    tegangan dan regangan yang terjadi pada setiap lapisan. Jelaskan dengan ringkas!

    5. Jelaskan dengan ringkas perbedaan pembebanan mekanik dan pembebanan higrotermal!

    6. Apakah yang dimaksud dengan First Ply Failure dan Last Ply Failure? Jelaskan!

    6. Tugas Setelah Praktikum 1. Buat dua buah komposit T300 epoxy yang memiliki susunan laminat berbeda tetapi

    mempunyai konstanta teknik bidang (in-plane engineering constants) yang sama?

    Dapatkah Anda membuat suatu laminat dengan konstanta teknik bending (flexural

    engineering constants) yang sama?

    2. Sebuah laminat (02, + 45, 90)s AS-3501 diberi tiga jenis pembebanan yang berbeda. Distribusi tegangan, untuk setiap kondisi pembebanan tersebut, kemudian dihitung

    dan diperlihatkan dalam tiga gambar di bawah ini. Tentukan dari ketiga gambar

    tersebut jenis kondisi pembebanan yang telah diberikan!

  • 20

  • 21

    3. Untuk laminat (02, + 45, 90) AS 3501 didapatkan data tegangan sebagai berikut: Load Case No.1

    PLY STRESSES IN MPa

    Ply No Sigma-1 Sigma-2 Sigma-6 Sigma-x Sigma-y Sigma-s

    10Top

    10Bot

    9Top

    9Bot

    8Top

    8Bot

    7Top

    1Bot

    6Top

    6Bot

    5Top

    5Bot

    4Top

    4Bot

    3Top

    3Bot

    2Top

    2Bot

    1Top

    1Bot

    515.41

    412.98

    412.98

    310.55

    358.99

    239.32

    -227.49

    -113.76

    -2.34

    -6.45

    -6.45

    -10.55

    113.69

    227.42

    -239.39

    -359.06

    -304.03

    -406.46

    -406.46

    -508.89

    -41.24

    -34.21

    -34.21

    -27.18

    284.61

    189.99

    -276.82

    -138.04

    -127.00

    10.72

    10.72

    148.44

    139.53

    278.31

    -188.50

    -233.12

    14.98

    22.00

    22.00

    29.03

    127.67

    102.14

    102.14

    76.60

    366.49

    246.54

    255.64

    129.51

    25.53

    0.00

    0.00

    -25.53

    -142.77

    -278.91

    -233.28

    -353.23

    -76.60

    -102.14

    -102.14

    -127.67

    515.41

    412.98

    412.98

    310.55

    688.30

    461.19

    -51780

    -255.40

    -127.00

    10.72

    10.72

    148.44

    269.38

    531.77

    -447.22

    -674.32

    -304.03

    -406.46

    -406.46

    -508.89

    -41.24

    -34.21

    -34.21

    -27.18

    -44.69

    -31.89

    13.49

    3.61

    -2.34

    -6.45

    -6.45

    -10.55

    -16.16

    -26.04

    19.33

    32.14

    14.98

    22.00

    22.00

    29.03

    127.67

    102.14

    102.14

    76.60

    -37.19

    -24.67

    24.67

    12.14

    -25.53

    -0.00

    -0.00

    25.53

    -12.92

    -25.44

    25.44

    37.97

    -76.60

    -102.14

    -102.14

    -127.67

  • 22

    LOAD CASE No. 3

    PLY STRESSES IN MPa.

    Ply No sigma-1 sigma-2 sigma-6 sigma-x sigma-y

    sigma-s

    10Top

    10Bot

    9Top

    9Bot

    8Top

    8Bot

    7Top

    7Bot

    6Bop

    5Tot

    5Bot

    4Top

    4Bot

    3Top

    3Bot

    2Top

    2Bot

    1Top

    1Bot

    38.93

    38.93

    38.93

    38.93

    203.61

    203.61

    -273.45

    -273.45

    -8.02

    -8.02

    -8.02

    -273.45

    -273.45

    203.61

    203.61

    38.93

    38.93

    38.93

    38.93

    -19.17

    -19. 17

    -19.17

    -19.17

    178. 51

    178.51

    -298.55

    -290.55

    -201.63

    -201.63

    -201.63

    -298.55

    -298.55

    178.51

    178.51

    -19.17

    -19.17

    -19.17

    -19.17

    52.19

    52.19

    52.19

    52.19

    227.83

    227.83

    295.59

    295.59

    52.19

    52.19

    52.19

    295.59

    295.59

    227.84

    227.84

    52.19

    52.19

    52.19

    52.19

    38.93

    38.93

    38.93

    38.93

    -118.89

    418.89

    -581.59

    -581.59

    -201.63

    -201.63

    -201.63

    -581.59

    -581.59

    418.89

    418.89

    38.93

    38.93

    38.93

    38.93

    -19.17

    -19.1.7

    -19.17

    -19.17

    -36.73

    -36.78

    9.60

    9.60

    -8.02

    -8.02

    -8.02

    9.60

    9.60

    -36.78

    -36.78

    -19.17

    -19.17

    -19.17

    -19.17

    52.19

    52.19

    52.19

    52.19

    -1255

    -12.55

    12.55

    12.55

    52.19

    52.19

    -52.19

    12.55

    12.55

    -12.55

    -12.55

    52.19

    52.19

    52.19

    52.19

  • 23

    Load Case No 1

    Ply

    Angle

    Mat.

    h*1000

    R-int/t

    R-int/b

    R-deg/t

    R-deg/b

    10

    9

    8

    7

    6

    5

    4

    3

    2

    1

    0.0

    0.0

    45.0

    -45.0

    90.0

    90.0

    -45.0

    45.0

    0.0

    0.0

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.8

    1

    1.63

    1.53

    3.23

    1.61e+007

    4.57

    1.43

    1.01

    0.754

    1

    1.33

    2.45

    3.07

    1.61e+007

    3.75

    2.28

    0.953

    0.754

    0.603

    1.62

    2.03

    1.78

    1.06

    3.3

    4.31e+007

    3.13

    1.39

    1.53

    1.14

    2.03

    2.7 . j

    2.66

    2.13

    4.31e+007

    4 .34

    1.57

    0.925 |

    1.14

    0.915

    Load Case No 3

    Ply Angle Mat.-

    h*1000 R-int/t

    R-int/b

    R-deg/t

    R-deg/b

    10

    9

    8

    7

    6

    5

    4

    3

    2

    1

    0.0

    0.0

    45.0

    -45.0

    90.0

    90.0

    -45.0

    45.0

    0.0

    0.0

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    0.125

    2.07

    2.07

    2.83

    1.7

    1.85

    1.85

    1.7

    2.83

    2.07

    2.07

    2.07

    2.07

    2.83

    1.7

    1.85

    1.85

    1.7

    2.83

    2.07

    2.07

    5.65

    5.65

    3.12

    1.43

    3.34

    3.34

    1 .43

    3.12

    5.65

    5.65

    5.65

    5. 65

    3.12

    1.43

    3.34

    3.34

    1.43

    3.12

    5. 65

    5.65

    Berapakah FPF untuk masing-masing kondisi pembebanan, lapisan mana yang gagal

    pertama kali dan komponen tegangan mana yang bertanggung jawab atas terjadinya

    kegagalan?

    Berapa kekuatan ultimate dari laminat untuk masing-masing kondisi pembebanan dan

    lapisan yang mana yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan terakhir dari

    laminat?

    7. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. Tsai, S.W., Hahn, H.T., Introduction to Composite Material, Westport,

    Technomic Publishing Co., Inc., 1980.

    2. Eupoco, Module 4, Composite Science and Technology. 3. Tsai, S.W., Composite Design.

    Agar praktikan dapat lebih memahami praktikum, praktikan disarankan mempelajari juga

    materi mata kuliah Material Komposit bagian Makromekanik & Teori Laminat Klasik.

  • 24

    MODUL C

    KONDUKTIVITAS DAN DIFUSIVITAS TERMAL REFRAKTORI

    1. Tujuan Praktikum

    a. Memahami konduktivitas dan difusivitas termal kaitannya dengan sifat isolasi termal refraktori.

    b. Menentukan nilai koefisien konduktivitas, difusivitas termal, dan kapasitas panas spesifik dari refraktori Alumino-Silicate.

    2. Dasar Teori

    Refraktori didefinisikan sebagai material konstruksi yang mampu mempertahankan bentuk

    dan kekuatannya pada temperatur sangat tinggi dibawah beberapa kondisi seperti tegangan

    mekanik (mechanical stress) dan serangan kimia (chemical attack) dari gas-gas panas,

    cairan atau leburan dan semi leburan dari gelas, logam atau slag [1].

    Adapun jenis-jenis refraktori antara lain:

    Berdasarkan komposisi kimia:

    1. Asam (contoh: Silika, Firebrick, Alumino-Silicate).

    2. Netral (contoh: Chromite, Silikon Karbida, Karbon, dan Alumina).

    3. Basa (contoh: Magnesite, Forsterite Magnesit-Chromite, dan Dolomite).

    4. Spesial (contoh: Zirconia, Spinel, dan Boron Nitride)

    Berdasarkan bentuk:

    1. Bricks

    Contoh: Fireclay, Sillimanite (Alumino-Silicate), Magnesite, Dolomite, Magnesite-

    Chromite, Silika, Periclase.

    2. Monolith

    Contoh: Castable refractories, Plastic refractories, Ramming refractories, Patching

    refractories, Coating refractories, Refractoy mortars, Insulating castables

    Material refraktori banyak digunakan dan dibutuhkan di industri yang menggunakan

    Furnace, Kiln atau dapur peleburan, seperti industri gelas, kaca, steel, aluminium dan

    pembakaran seperti industri keramik, sebagai bahan penyekat antara produk yang bersuhu

    tinggi dengan udara luar, atau sebagai wadah tempat produk mengalami proses peleburan.

    Material refraktori sangat terkait dengan sifat termalnya, antara lain:

    a) Konduktivitas: kemampuan material untuk menghantarkan panas melalui kontak langsung dengan atom-atom atau molekul penyusunnya, dari daerah temperatur tinggi

    ke daerah temperatur rendah (satuan SI: Wm-1K-1) [2&3].

    b) Difusivitas: perbandingan konduktivitas termal terhadap kapasitas panas volumetrik (satuan SI: m2 s-1) [4].

    c) Kapasitas panas: kapasitas panas per satuan massa per derajat K atau kapasitas panas per mol per derajat K (satuan SI: J kg-1 K-1). Kapasitas panas dapat juga dinyatakan

    sebagai kemampuan dari suatu material untuk menyimpan/ menahan panas dari

    lingkungan luar. Merepresentasikan sejumlah energi yang diperlukan untuk

    menghasilkan peningkatan temperatur.

    d) Ekspasi termal: Perubahan dimensi pada suatu material yang diakibatkan oleh adanya perubahan panas. Perubahan dimensi dapat terjadi karena dengan adanya perubahan

  • 25

    panas, maka atom-atom akan bervibrasi makin cepat yang berakibat pada berubahnya

    jarak antar atom.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi konduktivitas termal pada refraktori diantaranya, yaitu

    komposisi kimia, porositas, temperatur, tekanan, tegangan, atau regangan, dan aliran panas

    [5&6].

    Persamaan yang menghubungkan antara konduktivitas termal (k) dengan panas (q) yang

    mengalir pada suatu material didasarkan pada hukum konduksi panas Fourier. Untuk

    konduksi panas pada pelat di arah x (dimensi 1), persamaan Fourier-nya [7] ialah:

    ................................................(2.1)x x

    dTq kA

    dx

    dimana qx= laju konduksi panas pada arah x (Watt), A = normal luas terhadap arah aliran

    panas (m2), T

    x

    = gradien temperatur (K/m), dan k = konduktivitas termal material.

    Sedangkan bentuk persamaan umum untuk konduksi panas [7] adalah seperti berikut ini:

    ( )

    2 2 2

    2 2 2.............(2.2)

    mp

    T T T Tk q C

    x y z t

    dimana q

    = laju generasi panas (heat generation) (Watt)

    = massa jenis material (kg/m3)

    ( )mpC = kapasitas panas material pada tekanan konstan (J/kg.K)

    Model Percobaan

    Proses perambatan panas pada praktikum ini menggunakan model silinder dan hanya

    melihat konduksi panas pada arah radial dari sumber panas, sehingga persamaan (2.1)

    menjadi:

    ................................................(2.3)r r

    Tq kA

    r

    Gambar 1 Model silinder percobaan

    Perhatikan laju konduksi panas pada silinder konsentris berjari-jari R dan panjang l dengan

    sumber panas di dalamnya berjari-jari r dan ketebalan radial r. Laju konduksi panas ketika melewati permukaan dalam silinder adalah

    2r

    Tq k rl

    r

    dan laju konduksi panas ketika meninggalkan permukaan luar silinder adalah

    r

    r

    l

    R

  • 26

    2

    2

    r r

    r r

    Tq k l r r

    r

    T Tq k l r r r

    r r r

    Persamaan neraca panas total dari silinder adalah

    Laju Akumulasi = (Laju Masuk Laju Keluar) + Laju Generasi Panas(2.4) dimana selisih antara laju masuk dan laju keluar merupakan laju penyimpanan panas dari

    material. Perlu diingat bahwa laju akumulasi dan generasi panas berkaitan dengan

    volume material sehingga persamaan neraca panas total dibuat per satuan volume

    material [7]. Asumsi yang digunakan dalam percobaan ialah tidak ada generasi panas dan

    berubah terhadap waktu (unsteady state) sehingga persamaan (2.4) menjadi

    ( )

    ( )

    ( )

    ( )

    ( )

    2 2 2 0

    2 2

    1

    r r m r r r r r

    r m

    r m

    m

    m

    p

    p

    p

    p

    p

    dA C T q q q A

    dt

    T T T Trl C k rl k l r r r

    t r r r r

    T Trl C k l r r

    t r r

    T k Tr

    t C r r r

    T k

    t C

    2

    2

    1.............................(2.5)

    T T

    r r r

    dimana( )mp

    k

    C , merupakan difusivitas termal dari material. Persamaan (2.5) harus

    dipenuhi di seluruh waktu selama aliran panas terjadi dan dipecahkan berdasarkan

    kondisi masukan panas yang dianggap konstan. Temperatur T di setiap titik merupakan

    fungsi dari r, t, dan . Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dibuat hubungan tanpa

    dimensi, yakni2r

    t. Anggap

    2

    ( )r

    T f A f ut

    dengan A sebagai konstanta sehingga

    ( )T

    f uu

    , dan

    2

    2( )

    Tf u

    u

    . Persamaan (2.5) dapat ditulis kembali menjadi

  • 27

    ( ) ( )

    2

    2

    2

    2

    2 2 2

    2 2

    2 2

    10

    :

    1 10

    1 4 2 1 20 ( ) ( ) ( ) ( )

    :

    40 ( ) 4 ( )

    m mp p

    T k T k T

    t C r r C r

    T T T

    t r r r

    r A r A Arf u A f u f u f u

    t t t r t

    A

    t

    r Arf u f u

    t

    2 2

    2 2

    ( )

    40 4 ( ) ( )

    : 4

    0 1 ( ) ( )

    f ut

    r Arf u f u

    t t

    r Arf u f u

    t t

    Jika kita pilih1

    4A maka

    21

    4

    ru

    t

    sehingga terbentuk persamaan diferensial homogen

    orde kedua dengan u sebagai variabel dan dapat disusun menjadi: 0 ( ) (1 ) ( )

    (1 )( ) ( ).................................................(2.6)

    uf u u f u

    uf u f u

    u

    Solusi dari persamaan (2.6) diperoleh dengan cara mengintegrasikannya, yaitu

    ( ) uB

    f u eu

    dimana 1B u

    Untuk mencari nilai B, kita tahu bahwa laju aliran panas melalui permukaan silinder pada

    radius r adalah

    2

    ...............................................................(2.7)2

    Tq k rl

    r

    T qr

    r lk

    Dari (2.6),

    ( )

    22 ..............................(2.8)

    4

    uu

    T T u ur r rf u

    r u r r

    Be rr Be

    u t

    dimana2

    4

    ru

    t

    Jika kita menganggap permukaan silinder sangat dekat dengan pemanas ( 0)r maka q

    merupakan laju produksi panas total ketika 0r , 0u , dan 1ue sehingga persamaan

    (2.7) dan (2.8) menjadi4

    qB

    kl

    Dengan menggunakan (2.7):

  • 28

    2

    exp4 4

    u

    u

    T Be

    u u

    T T u Be

    t u t t

    T q rt

    t kl t

    dimana u u

    t t

    Dengan mengambil logaritmanya, persamaan terakhir ini dapat ditulis kembali menjadi: 2

    ln ln4 4

    dT q rt

    dt kl t

    atau 2

    10 10 10log log log .......................(2.9)4 4

    dT q rt e

    dt kl t

    Pengukuran dilakukan terhadap T versus t yang diperoleh pada radius r. Jika q dan l

    diketahui maka k dan dapat dicari dengan memplot kurva persamaan (2.9), yaitu

    10logdT

    tdt

    vs1

    tsebagai persamaan garis linier.

    3. Prosedur Percobaan

    Pada percobaan ini akan ditentukan konduktivitas dan difusivitas termal dari salah satu

    jenis material refraktori, yaitu bata refraktori Alumino-Silicate dengan menggunakan

    pemanas lurus yang ditanam di dalam refraktori Alumino-Silicate. Skema percobaan yang

    akan dilakukan seperti diilustrasikan dalam gambar berikut:

    Gambar 2 Skema Percobaan

    Heater

    Termokopel

    Bata RefraktoriAlumino-Silicate

    A

    A

    r

    Pandangan A-A

    Kawat Pemanas

  • 29

    Pertama-tama pastikan kawat dari pemanas sudah terpasang di soket catu daya. Selipkan

    termokopel digital di dalam lubang yang berjarak 2 cm dari pemanas. Pastikan ujung

    termokopel kontak dengan ujung dari lubang. Sebelum pemanasan dimulai, ukur hambatan

    kawat pemanas () dengan menggunakan Ohm-meter. Prosedur selanjutnya, antara lain: a.) Ukur temperatur saat t=0 (sebelum pemanasan dimulai)

    b.) Periksa dengan teliti bahwa VARIAC diatur pada nol sebelum menekan tombol on. Sesaat setelah on, putar VARIAC secara cepat ke tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan arus 4,5 A dan waktu nol dimulai (jalankan stopwatch).

    c.) Gunakan tabel 4.1.1 yang ada dalam modul, catat pembacaan temperatur dari

    termokopel (oC) setiap 10 detik untuk 5 menit pertama, dan selanjutnya setiap menit

    sampai 30 menit berikutnya.

    d.) Catat juga temperatur pada permukaan panas (selipkan termokopel pada lubang yang

    berjarak sangat dekat dengan pemanas atau r 0) serta tegangan dan arus yang digunakan dalam percobaan.

    e.) Setelah selesai pengamatan dan pencatatan, atur VARIAC ke nol sebelum menekan

    tombol off.

    4. Data dan Pengolahan

    4.1 RefraktoriAlumino-Silicate

    Tegangan VARIAC = Volt

    Hambatan kawat pemanas = Arus = Ampere

    Temperatur permukaan panas = oC

    Panjang silinder (l) = m

    Daya (q) = Watt

    Tabel 1 Data pengamatan Alumino-Silicate.

    Waktu t T (oC) Waktu t T (oC) Waktu t T (oC)

    0

    0 10

    0 20

    0 30

    0 40

    0 50

    1 00

    1 10

    1 20

    1 30

    Dst

    Tabel 2 Data plot grafik Alumino-Silicate.

    t (min)

  • 30

    4.2 Pengolahan Data

    Langkah-langkah dalam pengolahan data antara lain sebagai berikut:

    1. Plot grafik antara pembacaan temperatur termokopel (T) versus waktu t (menit)

    2. HitungdT

    dt pada waktu t tertentu yang terlihat di dalam tabel data.

    3. Plot grafik 10log

    dTt

    dt

    versus 1

    t (lihat persamaan 2.9), dengan T dan

    1

    tdalam K dan

    min-1.

    4. Dari gradien dan interceptkurva, cari nilai k (dalam W/m.K) dan (dalam m2/s) 5. Hitung nilai kapasitas panas spesifik Cp(dalam J/K.kg) dari material refraktoriAlumino-

    Silicate. Diketahui densitas untuk beberapa refraktori adalah sebagai berikut:

    Alumino-Silicate = 2,2 2,3 x 103 kg m-3

    Fireclay = 2,16 x 103 kg m-3

    Magnesite = 2,90 x 103 kg m-3

    6. Hitung berat atom rata-rata dari masing-masing SiO2, Al2O3, dan MgO (yaitu massa 1 mol untuk masing-masing senyawa tersebut). Alumino-Silicate dan Fireclay tersusun

    dari senyawa Al2O3 dan SiO2 sedangkan Magnesite utamanya tersusun dari MgO. Berat

    atom untuk unsur Si = 28, Al = 27, Mg = 24, dan O = 16.

    7. Ubah nilai kapasitas panas spesifik yang anda peroleh menjadi nilai kapasitas panas per mol atom. Nilai kapasitas panas per mol untuk semua solid menurut Dulong dan Petit

    (klasik) adalah 3R = 24,94 J/K.mol

    5. Tugas Setelah Praktikum

    1. Bandingkan dan diskusikan hasil percobaan yang anda peroleh dengan data literatur.

    2. Apakah pembacaan waktu yang lebih lama akan menyebabkan penyimpangan dari plot

    garis lurus pada grafik versus ? Jika ya, kenapa hal ini bisa terjadi?

    3. Sebutkan contoh-contoh penggunaan material refraktori dan jenis material refraktori

    yang digunakan?

    6. Tugas Pendahuluan

    - Jelaskan persyaratan umum suatu material keramik dapat dikatakan sebagai refraktori!

    - Tuliskanpengertian refraktori dan klasifikasi refraktori Alumino-Silcate (Al2O3 - SiO2) beserta koefisien sifat-sifat termalnya!

    - Berdasarkan diagram fasa SiO2-Al2O3. Manakah komposisi di bawah ini yang lebih sesuai untuk dijadikan pertimbangan sebagai material refraktori? Sertakan alasannya!

    15 wt% Al2O385 wt% SiO2 30 wt% Al2O370 wt% SiO2

    - Dinding komposit seperti terlihat pada gambar di bawah, akan dijadikan sebagai dinding tungku,yang tersusun dari 20 cm refraktori sebagai material 1, kemudian 4 cm

    polystyrene (k= 0,025 W/m.K) sebagai material 2, dan 1 cm baja (k= 41 W/m.k) sebagai

    material 3. Diketahui Ti= 500 oC, hi= 15 W/m2.K dan To= 20 oC, ho= 20 W/m2.K,

  • 31

    sertaheat rate qx= 252,8 W/m2. Tentukan nilai konduktifitas termal (k1) material

    refraktori!

    - Jelaskan prinsip kerja Termokopel!

    7. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum

    1. Hancock, J. D., Practical Refractories, Cartworth Industries, Huddersfield, 1988

    2. Kutz, M. (Editor),Mechanical Engineers Handbook: Energy and Power, Volume 4, Edisi ke 3, John Wiley & Sons, New Jersey, 2006

    3. Callister, W. D., Materials Science and Engineering: An Introduction, John Wiley & Sons, New York, 2000

    4. Chowdhury, B. dan Mojumdar S. C., J. Therm. Anal. Cal.,2005, 81,179 5. Austin, J. B., et.al., Journal American Ceramic of Society, 1937, 20, 363 6. Chesters, J. H., Refractories: Production and Properties, The Metals

    Society, London, 1983

    7. Gaskell, David R., An Introduction to Transport Phenomena in Materials Engineering, Macmillan Publishing Company, New York, 1992

    8. Charles A., Schacht, Refractories Handbook, Marcel Dekker, Inc., New York, 2004

    9. Kreith, Frank., Principles of Heat Transfer, Intext Press, Inc., New York, 1973

    10. Practical Guide to the Experiment, School of Materials, Department of Ceramics, Glasses and Polymers, The University of Sheffield, Sheffield, 1985

    qx qx

    1 2 3

    Ti,

    hi

    To,

    ho

    x1 x2 x3

  • 32

    MODUL D

    KARAKTERISASI MATERIAL: X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN

    SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) & ENERGY

    DISPERSIVE X-RAY SPECTROSCOPY (EDS)

    1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui berbagai teknik karakterisasi material

    2. Memahami prinsip kerja dan kegunaan X-Ray Diffraction (XRD) sebagai satu dari

    berbagai teknik karakterisasi material

    3. Mengetahui bagaimana mengidentifikasi fasa/senyawa dari kurva XRD yang

    didapat

    4. Mengetahui dan memahami prinsip kerja Scanning Electron Microscopy (SEM)-

    Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS)

    5. Mengetahui kegunaan SEM-EDS kaitannya dengan teknik karakterisasi material

    lain seperti TEM (Transmisson Electron Microscopy) dan (LOM) Light Optical

    Microscopy

    2. X-Ray Diffraction (XRD) a. Dasar Teori

    Sinar X merupakan salah satu radiasi elektromagnetik yang sering dimanfaatkan dalam

    metode karakterisasi material. Sinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang

    gelombang kurang dari 10 Angstrom atau 10-8 cm. Medan elektromagnetik yang

    diproduksi oleh sinar X ini akan berinteraksi dengan elektron yang ada di permukaan

    sebuah bahan dengan cara dihamburkan.

    Prinsip kerja dari karakterisasi dengan difraksi sinar X adalah mengukur hamburan

    sinar X dari kristal berfasa kristalin dengan struktur kristal spesifik. Dalam hal ini

    digunakan hukum Bragg yang menyatakan bahwa panjang gelombang sinar sama dengan

    dua kali jarak interplanar dalam struktur kristal dikalikan sin (teta).

    n = 2d sin Ket:

    n = order of reflection (n = 1, 2, 3, .)

    = panjang gelombang sinar X d = jarak interplanar

    = sudut antara sinar datang dan bidang difraksi

    Untuk lebih jelasnya mengenai difraksi sinar X yang berdasarkan hukum Bragg, dapat

    dilihat pada Gambar 2.1.

  • 33

    Gambar 2.1 Skema difraksi sinar X

    Terdapat beberapa data yang mengandung model difraksi beberapa material, baik yang

    umum maupun tidak umum. Setiap model dilengkapi dengan informasi mengenai

    spesifikasi bahan seperti temperatur leleh, indeks refraktif, informasi kristalografi, model

    difraksi, dan jarak difraksi. Untuk menentukan karakteristik material dapat melalui puncak

    yang terbentuk hasil difraksi sinar X. Untuk mengidentifikasi bahan yang dianalisis dapat

    dilakukan dengan cara membandingkan puncak hasil percobaan difraksi sinar X dengan

    model difraksi teoritis tersebut.

    Dalam mengidentifikasi fasa bahan yang dilakukan pertama kali adalah

    membandingkan dengan karakteristik bahan lain sehingga dapat diketahui secara kasar

    bahan yang terkandung di dalamnya. Karakteristik tersebut meliputi warna, kilau logam,

    densitas, dan tekstur. Pertama, difraksi sinar X ditembakkan pada sampel sehingga akan

    dihasilkan puncak difraksi. Kemudian harga 2 dan intensitas dibandingkan dengan data teoritis untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sampel. Harga intensitas

    yang didapatkan secara eksperimen biasanya berbeda dengan harga intensitas yang

    didapatkan dari eksperimen lainnya.

    Plot antara intensitas dengan panjang gelombang akan memberikan hasil kurva yang

    mempunyai kemiringan yang tajam pada bagian awalnya, kemudian dengan peningkatan

    harga panjang gelombang, kurva akan turun setelah mencapai titik tertentu. Karena

    tegangan naik, variasi intensitas sinar X dengan panjang gelombang juga naik, ketika

    tegangan sudah sampai pada tegangan kritik, akan terlihat puncak intensitas. Intensitas

    puncak tersebut merupakan karakteristik bahan yang akan digunakan atau disebut juga

    karakteristik radiasi. Hal tersebut membentuk model difraksi yang akan dibahas lebih

    lanjut pada modul ini.

    Salah satu teknik karakterisasi yang memanfaatkan sinar X adalah X-Ray Diffraction

    (XRD). Kegunaan X-ray Diffraction secara umum adalah :

    1. Identifikasi fasa kristalin yang terkandung dalam spesimen 2. Penentuan kandungan fraksi berat fasa kristalin secara kuantitatif dalam material

    yang memiliki banyak fasa (multiphase)

    3. Karakterisasi transformasi fasa dalam keadaan padat (solid-state phase transformation)

    4. Menentukan parameter latis (lattice-parameter) dan tipe latis (lattice-type)

    Contoh aplikasi X-Ray Powder Diffraction yang akan ditekankan pada praktikum

    ini adalah mengidentifikasi unsur atau senyawa secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil

    karakterisasi dengan XRD berupa kurva I vs 2 seperti gambar 2.2 di bawah ini :

  • 34

    Gambar 2.2 Kurva hasil XRD

    Pada gambar diatas, masih terdapat peak-peak yang intensitas kecil, sehingga

    peak tersebut dapat dianggap noise. Agar pengamatan dan pencarian data teoritis lebih

    mudah dilakukan, noise tersebut harus dihilangkan dengan filter akan menghilangkan noise

    tersebut.

    Analisis Kuantitatif

    Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menentukan fraksi berat senyawa-senyawa

    penyusun suatu bahan secara kuantitatif. Hal ini dilakukan dengan membandingkan

    intensitas gabungan dari puncak-puncak yang telah diketahui. Meskipun terdapat satu fasa

    amorf, proses difraksi tetap menghasilkan jumlah relatif setiap fasa. Untuk menghasilkan

    keakuratan yang tinggi, perlu dilakukan kalibrasi standar.

    Gambar 2.3 menunjukkan hasil difraksi sinar X untuk Y2O, ZnO, dan 50%/50%

    campuran keduanya. Untuk memperjelas, skala vertikal campuran (gambar paling atas)

    diperbesar. Analisis kuantitatif ditunjukkan dengan menentukan intensitas gabungan hasil

    difraksi setiap bagian dan dibandingkan dengan intensitas komponen yang murni.

    Misalnya, intensitas gabungan Y2O pada campuran adalah 9380, sedangkan intensitas

    murninya adalah 14280, sementara intensitas gabungan ZnO pada campuran adalah 6825,

    sedangkan intensitas murninya adalah 17736.

    Gambar 2.3 Model Difraksi ZnO, Y2O3, dan campuran 50%/50%

  • 35

    Untuk menentukan fraksi berat tiap komponen dapat digunakan persamaan Klug:

    )A-(A )I / (I A

    A )I / (I=f

    21

    murni

    1

    campuran

    11

    2

    murni

    1

    campuran

    1

    1

    Dimana I1mix dan I1pure adalah intensitas campuran dan intensitas murni bahan, A1 dan

    A2 adalah koefisien absorbsi massa. Sehingga untuk Y2O pada contoh sebelumnya:

    50.75) - (102.42 (0.657) 102.42

    50.75 (0.657)=

    1f = 48.7%

    Hasil yang diperoleh mendekati 50%. Dari hasil tersebut dapat diperoleh fraksi ZnO,

    yaitu 52,3% karena fraksi total adalah 100%.

    Metode yang digambarkan pada contoh sebelumnya hanya berlaku untuk campuran yang

    terdiri dari dua fasa kristalin. Untuk kasus yang umum diperlukan metode yang lebih

    kompleks, misalnya RIR (reference intensity ratio). Teknik ini menampilkan model yang

    sesuai untuk mengidentifikasi komponen penyusun campuran.

    Seperti contoh yang ditunjukkan pada gambar 2.4, model difraksi sinar X dari

    campuran terlihat setelah penyingkiran noise dengan FFT filtering, substraksi dasar, dan

    stripping K2. Fase campuran ditunjukkan oleh prosedur perhitungan yang sederhana. Pada contoh ini, fraksi masing-masing komponen (63,7% Al2O3 / 14,7% Y2O3 / 21,6%

    Mo) yang didapatkan harganya mendekati harga fraksi komponen pada kondisi nyatanya

    (63,3% Al2O3 / 14,9% Y2O3 / 21,9% Mo). Cara sederhana untuk memvisualisasi

    perhitungan fraksi berat adalah dengan perbedaan plot (bagian paling atas dari Gambar

    2.3), yang menunjukkan kesalahan (error) kesesuaian baik pada posisi maupun setiap

    puncak.

    Sebelum metode model keseluruhan dapat diterapkan, fase-fase dalam campuran harus

    diidentifikasi. Harga RIR yang memberikan rasio intensitas antara material yang dimaksud

    dengan standar (harga standar, misalnya korondum harus diketahui). Jika kedua kondisi

    tersebut ada, analisis metode keseluruhan (full pattern) dapat digunakan sebagai metode

    analisis kuantitatif yang akurat

  • 36

    Gambar 2.4 Model Difraksi untuk Campuran Tiga Komponen

    b. Prosedur Percobaan 1. Siapkan dua hasil XRD dan tabel-tabel yang diberikan.

    2. Mulai dari puncak pada hasil difraksi. Catat nilai 2 dan puncak intensity dari lima puncak tertinggi.

    3. Hitung d-spacing menggunakan Hukum Bragg dengan = 1,542 Angstrom (Material target = Cu).

    4. Bandingkan harga d dari puncak tertinggi sampai ketiga tertinggi dengan tabel-tabel pada buku Hanawalt Index.

    5. Tentukan material apakah yang Anda dapatkan untuk 2 hasil XRD tersebut. 6. Dapatkan reference intensity ratio atau intensity scale factor untuk material-

    material tersebut dari asisten.

    7. Hitung persen komposisi untuk setiap material dengan membagi peak count tertinggi untuk material tersebut (pada hasil eksperimental, bukan pada database)

    dengan RIR material itu.

    Peak count / RIR Persen berat

    (W/RIR) (W/RIR)/Z*100

    (X/RIR) (W/RIR)/Z*100

    (Y/RIR) (W/RIR)/Z*100

    Total : Z

    8. Hitung lower dan upper limit persen komposisi dengan mengulang hitungan seperti pada nomor 7. Perbedaannya, tambahkan atau kurangi akar kuadrat peak

    count untuk mendapatkan upper limit dan lower limit.

    (peak countpeak count) / RIR

    (W W)/RIR

    (X X)/RIR

    (Y Y)/RIR

  • 37

    Total : Zupper dan Zlower

    9. Laporkan error sebagai perbedaan yang lebih besar antara upper atau lower limit dengan persen komposisi yang didapatkan di nomor 7.

    c. Data dan Pengolahan Data yang dilaporkan adalah data puncak tertinggi untuk setiap komponen/phase yang

    teridentifikasi. Tabel 2.1 Identifikasi Senyawa/Fasa (Analisis Kualitatif)

    Identified

    phase 2 D (Angstrom) Peak Count Intensity % RIR

    Tabel 2.2 Analisis Kuantitatif Senyawa/Fasa

    Identified phase Peak Count RIR Peak Count / RIR % komposisi

    (% berat)

    Tabel 2.3 Analisis Kuantitatif Senyawa/Fasa

    Identified phase Peak Count Peak Count

    Lower limit Upper limit

    Tabel 2.4 Analisis Kuantitatif Senyawa/Fasa

    Identified phase Lower limit Persen berat Upper limit

    d. Tugas Sebelum Praktikum a. Jelaskan Pengertian karakterisasi dan apa perbedaan karakterisasi dengan

    pengujian mekanik?

    b. Jelaskan dengan singkat X-Ray Diffraction! Informasi apa yang bisa didapat tentang suatu material menggunakan XRD?

    c. Gambarkan skematik dan jelaskan proses XRD! d. Apakah XRD bisa digunakan untuk mengkarakterisasi semua material? e. Sebutkan dan jelaskan batasan-batasan pada metode karakterisasi XRD!

    e. Tugas Setelah Praktikum Dalam laporan praktikum, sertakan tabel data seperti di atas dan jawablah pertanyaan-

    pertanyaan berikut:

    1. Deskripsi atau ringkasan prosedur bagaimana Anda bisa mendapatkan komponenkomponen yang Anda cari menggunakan data dan puncak XRD (manual maupun

  • 38

    dengan Software XPowder). Apakah kesulitan terbesar dalam melakukan ini? Apa yang bisa dilakukan dengan software sehingga mempermudah proses

    analisis?

    2. Apa saja alasan untuk adanya error dalam perhitungan Anda? Mengapa ada lower dan upper limit untuk persen komposisi?

    3. Diskusikan X-Ray Diffraction sebagai salah satu cara untuk mengkarakterisasi suatu material. Material apa saja yang bisa dikarakterisasi dengan XRD?

    Informasi apa yang bisa didapatkan? Dengan sekitar 1-2 Angstrom, apakah XRD terhitung bulk atau surface analysis?

    4. Bagaimanakah sistem kerja filter sehingga dapat menghilangkan peak-peak yang

    dianggap sebagai noise?

    f. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum

    a. Ruth E. Whan, (coordinator) ASM Handbook, volume 10: Materials Characterization, 9th ed, ASM International, USA, 1992.

    b. Cullity, B. D, Elements of X-Ray Diffraction, 2th ed, Addison Wesley Publishing, Philippines, 1978.

    c. Mayo, W. X-Ray Diffraction, Class Lecture and Handouts, Ceramics Laboratory II, Spring 2001, Rutgers University Department of Ceramics and

    Mateials Engineering.

    3. Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS)

    a. Dasar Teori

    SEM yang dilengkapi dengan fasilitas EDS banyak digunakan untuk mengkarakterisasi

    material (logam, keramik, polimer dan komposit). SEM merupakan perkembangan dari

    mikroskop optik (max pembesaran 1000) sehingga dapat mencapai perbesaran maksimum

    sampai 150000 x (tergantung pada kondisi spesimen dan SEM pada saat itu). SEM banyak

    digunakan untuk aplikasi sebagai berikut :

    1. Pemeriksaan struktur mikro spesimen metalografi dengan magnifikasi (perbesaran) yang jauh melebihi mikroskop optik biasa.

    2. Pemeriksaan permukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman tertentu yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optik.

    3. Evaluasi orientasi cristal dari permukaan spesimen metalografi seperti, butir individual, fasa presipitat, dan dendrit (struktur khas dari proses pengecoran

    logam).

    4. Analisis unsur pada objek dalam range micron pada permukaan bulk spesimen. Misalnya, inklusi, fasa presipitat.

    5. Distribusi komposisi kimia pada permukan bulk spesimen sampai jarak mendekati 1 micron.

    Persyaratan spesimen SEM untuk di Lab. Metalurgi dan Teknik Material, FTMD-ITB:

    1. Bentuk: Padat

  • 39

    2. Ukuran: Umumnya spesimen sekitar 2-3 cm dengan tebal cm. 3. Persiapan : Untuk material konduktif diperlukan persiapan metalografi standar

    seperti sudah dipolish dan dietsa. Untuk non-konduktif harus di-coating terlebih

    dahulu dengan karbon atau emas supaya terbentuk lapisan tipis yang konduktif.

    Keterbatasan :

    Kualitas gambar spesimen yang permukaannya relatif rata kurang baik bila dibandingkan dengan mikroskop optik pada perbesaran di bawah 300-400 x

    Resolusi gambar jauh lebih baik dibandingkan dengan mikroskop optik, tetapi masih kurang bila dibandingkan dengan TEM.

    Gambar 3.1 Perbandingan Mikroskop Optik, TEM, SEM dan FIB (Focused Ion Beam)

    (Sumber : an Introduction to Electron Microscopy, FEI)

  • 40

    Gambar 3.2 Skema SEM (Sumber: ASM Handbook Vol 9., Metallography and

    Microstructures)

    Di Lab. Metalurgi dan Teknik Material FTMD-ITB terdapat SEM Philips XL-20 yang

    dilengkapi dengan EDS DX-40.

    b. Cara Kerja

    1. Electron gun yang dilengkapi dengan filamen tungsten (6-12 V DC) berfungsi untuk menembakkan elektron

    Gambar 3.3. Electron Gun (Sumber: ASM Handbook Vol 10., Materials

    Characterization)

  • 41

    2. Elektron yang ditembakkan karena terdapat beda potensial (1-30 kV) akan menumbuk benda kerja

    Gambar 3.4 Tumbukan Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol

    10., Materials Characterization)

    3. Ketika menumbuk spesimen akan terjadi interaksi antara primary electron dengan specimen sehingga menghasilkan x-ray dan elektron (secondary electron,

    backscattered electron, dan juga auger electron).

    Gambar 3.5 Interaksi antara Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol

    9., Metallography and Microstructures)

    4. Hasil interaksi yang keluar dari dalam material ditangkap oleh tiga detektor : a. Detektor SE (Secondary Electron) : menghasilkan image b. Detektor BSE (Back Scattered Electron) : menghasilkan image dan

    menampilkan perbedaan kontras berdasarkan perbedaan berat massa atom.

  • 42

    Gambar 3.6 Perbedaan Image antara SE dengan BSE (Sumber : an Introduction to

    Electron Microscopy, Phillips)

    c. Detektor X-ray : Identifikasi unsur kimia (EDS) yang terdapat dalam material.

    EDS (Energy Dispersive Spectrometry) dapat digunakan untuk mengidentifikasi

    komposisi elemental (per unsur) dari material yang dapat terlihat oleh SEM (Scanning

    Electron Microscopy). EDS dapat digunakan untuk analisa semikuantitatif unsur-unsur dari

    material. Jadi secara umum EDS dapat digunakan untuk:

    Menganalisis Kontaminan

    Analisa inklusi, antarmuka, analisis partikel, pemetaan unsur (Elemental mapping),

    analisis deposit korosi, analisis ketidakmurnian (sampai ketelitian diatas 2% berat).

    Kontrol Kualitas

    Verifikasi material, Analisa pelapisan, banyaknya inklusi pada suatu produk.

    Prinsip Kerja EDS

    EDS merupakan suatu sistim peralatan dan software tambahan yang dipasangkan pada

    suatu mikroskop elektron. Teknik ini memanfaatkan X-ray yang dihasilkan oleh spesimen

    selama spesimen dibombardir oleh primary electron, hal ini digunakan untuk

    mengkarakterisasi komposisi unsur pada volume tertentu.

    Saat spesimen dibombardir oleh elektron, maka mengakibatkan adanya elektron yang

    keluar dari atom penyusun permukaan material sehingga terjadi kekosongan. Karena

    terjadi kekosongan elektron pada kulit/orbital elektron tadi maka elektron dari kulit terluar

    akan mengisi kekosongan tersebut.

    Untuk menjaga kesetimbangan energi antara dua elektron (elektron yang keluar dari

    orbital atom dan elektron pengisi kekosongan dari kulit orbital yang lebih berada diluar)

    akan dihasilkan X-ray Fluorescense. Detektor dari EDS akan mengukur jumlah X-ray

    Fluorescence yang dihasilkan versus energinya. Energi dari X-ray Fluorescence

    merupakan karakteristik khusus suatu elemen atau unsur tertentu. Spektrum energi vs

    perhitungan relatif X-ray Fluorescence yang terdeteksi didapatkan dan dapat dievaluasi

    untuk menentukan secara kualitatif dan semikuantitatif elemen yang ada pada spesimen.

  • 43

    Gambar 3.7 Eksitasi Elektron Pada Orbital dan Ka, La dan Ma (Sumber : an Introduction

    to Electron Microscopy, Phillips)

    Gambar 3.8 Image Hasil SEM-EDS (Sumber : an Introduction to Electron Microscopy,

    Phillips)

  • 44

    c. Tugas Sebelum Praktikum

    1. Sebutkan dan jelaskan metoda-metoda karakterisasi lain yang kamu ketahui selain SEM, EDS dan XRD!

    2. Sebutkan korelasi tentang kemampuan dan kapabilitas dari SEM, EDS, dan TEM!

    d. Tugas Setelah Praktikum i. Setelah melakukan praktikum ini, kita dapat mengetahui bahwa ada suatu logam

    yang paling baik untuk dijadikan bahan preparasi sampel untuk karakterisassi

    SEM dan EDS, sebutkan nama logam tersebut, dan mengapa logam tersebut

    paling baik untuk mempreparasi sampel?

    ii. Jelaskan fungsi dari electromagnetic lens pada alat karakterisasi SEM dan EDS! Lengkapi dengan gambar skema kerja dari electromagnetic lens!

    e. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum a. G. F. Vander Voort (Coordinator), ASM Handbook Vol. 10: Metallography

    and Microstructures, 9th ed, ASM International, USA, 1992. b. Ruth E. Whan (Coordinator), ASM Handbook Vol. 10: Materials

    Characterization, 9th ed, ASM International, USA, 1992.

    c. Booklet-FEI, an Introduction to Electron Microscopy, FEI Co., 2014 d. Booklet-Philips, an Introduction to Electron Microscopy, Philips Co.

  • 45

    MODUL E

    MODULUS YOUNG DAN POROSITAS KERAMIK

    a. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui pengaruh Porositas pada Sifat Keramik 2. Memahami hubungan antara Modulus Elastisitas dan Porositas dalam produk

    keramik.

    3. Mengetahui jenis-jenis Pemrosesan Keramik Konvensional

    b. Dasar Teori

    Triaxial Body Composition

    Triaxial Body Composition adalah komposisi suatu material keramik yang terdiri dari

    3 komponen penyusun utama yaitu Binder, Flux, dan Filler. Ketiga komponen ini

    memilki sifat dan fungsi yang berbeda dalam keramik sehingga akan menghasilkan

    sifat dan struktur keramik yang berbeda tergantung pada jumlah setiap komponen.

    Gambar 1 Sistem Triaxial Body Composition pada keramik

    1. Binder Berguna untuk memberikan sifat plastis sehingga memudahkan proses pembentukan.

    Selain itu, Binder juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan body terhadap

    pembakaran sehingga meningkatkan keamanan dalam handling komponen diantara

    proses Shaping dan Firing. Contoh: Kaolin

    2. Flux Pada saat pembakaran, flux ini akan mencair dan akan mengikat clay dengan filler

    dalam keadaan liquid phase. Kemudian flux ini akan menjadi fasa gelas. Fasa gelas

    inilah yang berfungsi sebagai matriks pengikat. Contoh: Feldspar

    Filler

    Flux

    Binder

  • 46

    3. Filler Berfungsi sebagai pengontrol ekspansi termal saat diproses. Filler juga berfungsi

    sebagai komponen pengisi dalam suatu body keramik karena memiliki kadar yang

    paling tinggi dibandingkan kedua komponen lainnya.

    Pemrosesan Keramik Konvensional

    a. Slip Casting Teknik pembuatan keramik dengan menggunakan slurry (adonan) yang terdiri dari

    Dry Mix dan Liquid yang dituangkan kedalam Gypsum (Plaster of Paris) sebagai

    cetakannya. Air yang ada kemudian akan terserap ke dalam cetakan akibat adanya

    gaya kapilaritas. Beberapa contoh produk dengan teknik ini adalah Wash Basin,

    Closet atau Kakus.

    b. Plastic Forming Teknik pembuatan keramik dengan menggunakan slurry (adonan) yang dibentuk

    dari Dry Mix dan Liquid yang kemudian dicetak melalui proses Filter Press

    sehingga membentuk produk sementara berupa Filter Cake. Selanjutnya dapat

    dilakukan proses mekanik untuk memperoleh produk akhir dengan memanfaatkan

    putaran mesin (shearing) untuk membentuk orientasi partikel yang berbentuk

    lingkaran. Beberapa tipe yang tergolong teknik ini adalah jiggering, jolleying,

    roller head, dll. Pada produk dengan teknik pemrosesan ini biasanya memiliki

    kadar 10-20 % air. Teknik ini banyak diterapkan pada beberapa perusahaan

    pembuatDinnerware terkenal seperti Royal Doulton, Wedgwood, dll dimana di

    dalam pembuatannyamenambahkanBone Chinauntuk meningkatkan sifat

    Translucens-nya.

    c. Powder Pressing Teknik pembuatan keramik dengan memanfaatkan spray drying untuk mengontrol

    orientasi partikel sehingga membentuk droplet-droplet berupa granula yang

    berongga. Biasanya produk pada teknik pemrosesan ini memiliki kadar air yang

    relatif rendah mencapai 5 %. Hal tersebut menyebabkan produknya menjadi lebih

    dense akibat penyusutan yang terjadi lebih homogen. Beberapa contoh produk

    dengan teknik ini antara lain Tegel, penampang Busi, dll.

    Modulus Elastisitas

    Modulus Elastisitas berhubungan dengan tegangan normal dan regangan normal, dan

    merepresentasikan ketahanan suatu material terhadap deformasi elastis. Hubungan ini

    dapat dirumuskan sebagai E = / , yang lebih dikenal dengan hukum Hooke. Modulus Geser berhubungan dengan tegangan geser dan regangan geser yang dapat

    dirumuskan sebagai G = / . Sedangkan hubungan antara Modulus Elastisitas dan

  • 47

    Modulus Geser material dapat dirumuskan sebagai E = 2G (1+), dimana adalah Poissons ratio yang bernilai spesifik untuk setiap material. Reaksi terhadap beban yang diberikan tergantung pada karakteristik mekanik dan

    properti setiap material. Modulus Elastisitas dari sebuah material adalah ukuran

    kekakuannya. Sama halnya dengan Modulus Elastisitas, Modulus Geser suatu material

    merupakan tahanan material tersebut terhadap gaya geser. Gambar 2 menunjukkan

    kurva tegangan regangan beberapa jenis material dan tipe pengujiannya.

    Gambar 2 Kurva tegangan regangan beberapa jenis material dan tipe pengujiannya

    Porositas

    Material keramik dibangun oleh struktur kristalin, struktur amorf, kombinasi keduanya,

    dan pori-pori. Porositas selalu menjadi bagian dari keramik, dan memberikan efek yang

    signifikan terhadap sifat-sifat keramiknya, misalnya, dari densitas sampai konduktivitas,

    dari fracture strength sampai pada crack resistance.

    Jenis- jenis porositas dibagi menjadi 2 tipe:

    a. Open pore, terjadi karena imperfect packing dari partikel- partikelnya serta gas yang keluar saat keramik dikeringkan dan di bakar.

    b. Closed pore/sealed pore, terjadi saat proses firing saat gas- gas yang ada dalam keramik terperangkap dan tidak dapat keluar.

    c. Interconnected pore, pori yang seperti saluran dari satu open pore menuju open pore lainnya.

    Terkadang, keramik konvensional dapat dikategorikan berdasarkan persentase

    porositasnya : produk yang mempunyai porositas lebih dari 6% disebut porous product,

    sedangkan produk yang mempunyai porositas kurang dari 6% disebut dense product.

    Terdapat beberapa cara untuk mengkarakterisasi porositas dalam campuran keramik

    (ceramic bodies). Distribusi ukuran pori dapat ditentukan menggunakan mercury intrusion

    porosimetry atau water expulsion, dimana tekanan diberikan untuk menyebabkan penetrasi

    ke dalam pori-pori. Observasi dengan menggunakan mikroskop juga bisa dilakukan,

    dengan memotong bulk sampel dan mengobsevasi porositas pada patahan atau permukaan dalam sampel. Teknik ini biasanya tidak teliti, sampel yang akurat harus

    diperoleh dengan banyak sekali pemotongan bulk sampel. Metode yang paling sering

  • 48

    digunakan untuk mengukur porositas adalah Metode Archimedes, yaitu dengan

    mensaturasi sampel keramik dengan air dan menggunakan data yang didapatkan untuk

    menentukan porositas dan densitas material. Prosedur Metoda Archimedes dapat

    ditemukan di ASTM C 373-88.

    c. Prosedur Percobaan 1. Modulus Elastisitas diukur dengan perangkat yang sama dengan Three-Point

    Loading, atau Three Point Bending, yang digunakan untuk mengukur Modulus of

    Rupture. Termasuk perbedaan utamanya, yaitu adanya satu titik yang deformasinya

    akan diukur.

    2. Modulus Elastisitas (E) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    E = WiL3 / 4bd3

    Wi = gaya akibat reaksi material pada penekanan (N)

    = deformasi (mm) L = length of span (jarak antar penumpu, mm)

    b = lebar spesimen di bagian tengah (mm)

    d = ketebalan spesimen di tengah (mm)

    3. Ambil sampel porselen yang telah disediakan, timbang beratnya (dry mass). 4. Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam gelas pyrex yang telah berisi air.

    Pastikan bahwa semua bagian keramik terendam oleh air.

    5. Panaskan air sampai mendidih, biarkan selama paling tidak setengah jam. 6. Siapkan timbangn. 7. Timbang setiap potongan selama masih dalam air (suspended mass). 8. Keluarkan potongan keramik dari air, gunakan tissue yang sudah dibasahi dan

    diperas untuk mengeringkan air pada permukaan potongan tersebut. Timbang berat

    potongan tersebut (saturated mass).

    9. Hitung porositas berdasarkan metode Archimedes-apparent porosity. 10. Bandingkan apparent porosity dan E. Buatlah grafik yang menghubungkan

    keduanya.

    d. Data dan Pengolahan

    Pengujian Porositas Keramik

    Tabel 1-1 Pengujian Porositas Keramik

    No.

    D

    (dry mass,

    g)

    M

    (saturated

    mass, g)

    S

    (suspende

    d mass, g)

    V

    (exterior

    vol, M-S)

    Vop

    (open

    pores, M-

    D)

    Vip

    (impervious

    portions, D-S)

    1

    2

    3

    4

    5

    6

  • 49

    Tabel 1-2 Pengujian Porositas Keramik

    No.

    P

    (apparent porosity,

    %, (M-D)/V*100)

    A

    (water

    absorption, %,

    (M-D)/D*100)

    T

    (apparent specific

    gravity, D/(D-S))

    B

    (bulk density,

    g/cc, D/V)

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    Pengujian Modulus Young Keramik

    Tabel 2 Pengujian Modulus Young Keramik

    No. Wi

    (gaya, N)

    (deformasi,

    mm)

    L

    (length of

    span, mm)

    b

    (lebar

    spesimen,

    mm)

    d

    (tebal

    spesimen,

    mm)

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    e. Tugas Sebelum Praktikum 1. Sebutkan dan jelaskan secara singkat jenis-jenis pemrosesan Keramik

    Konvensional!

    2. Berdasarkan ASTM C 674-88, jelaskan secara singkat prosedur untuk menentukan Modulus of Elasticity!

    3. Jelaskan penurunan rumus untuk mencari porositas berdasarkan Hukum Archimedes!

    4. Apakah pengaruh dari variasi komposisi tiap komponen dari keramik? Tunjukkan dalam Triaxial Body Composition!

    5. Sebutkan dan jelaskan aplikasi porositas pada material keramik! 6. Jelaskan secara singkat metode pengukuran porositas dengan ASTM C 373-88!

    f. Tugas Setelah Praktikum Dalam laporan praktikum sertakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

    1. Apakah gunanya mengetahui porositas suatu material keramik? 2. Apakah gunanya mengetahui E suatu material keramik? 3. Apa hubungan antara porositas dan E? Mengapa demikian? 4. Apa implikasi hubungan antara porositas dan E terhadap karakteristik keramik

    tersebut? Jelaskan apa yang terjadi jika, misalnya porositas diturunkan dan apa

    implikasinya terhadap performance keramik tersebut!

  • 50

    g. Pustaka dan Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. ASTM C 373-88 (Reapproved 1999), Standard Test Method for Water

    Absorption, Bulk Density, Apparent Porosity, and Apparent Specific Gravity of

    Fired Whiteware Products, West Conshohocken-Pennsylvania 2. ASTM C 674-88 (Reapproved 1999), Standard Test Methods for Flexural

    Properties of Ceramic Whiteware Materials, West Conshohocken-Pennsylvania 3. Callister, W. D., Materials Science and Engineering: An Introduction, 2000,

    New York: John Wiley and Sons.

    4. Reed, J.S., Principles of Ceramics Processing, 1995, New York : John Wiley and Sons,

    5. Ryan, W. dan Radford, C.,Whitewares Production, Testing and Quality Control, 1987, Oxford: Pergamon Press

    6. Rado, P., An Introduction to the Technology of Pottery, 1988, Oxford: Pergamon Press

  • 51

    MODUL F

    UJI TAK RUSAK: ULTRASONIC THICKNESS DAN COATING

    THICKNESS MEASUREMENT TEST

    1. Tujuan Praktikum 1. Memahami prinsip kerja Uji Ultrasonik sebagai salah satu metoda dari Uji Tak

    Rusak

    2. Memahami prinsip kerja Uji Ultrasonik dalam hal pengukuran ketebalan dan

    coating ditinjau dari aspek struktur dan sifat materialnya

    2. Dasar Teori

    Gelombang Ultrasonik (US) merupakan gelombang mekanik, seperti halnya

    gelombang suara (sonik), dimana frekuensinya lebih besar dari 20 kHz. Gelombang

    tersebut dapat dihasilkan dari sebuah probe [tersusun dari Material Kristal bersifat

    Piezoelektrik seperti: Quartz (SiO2), BaTiO3, LiSO4, PbNbO6 dan PZT (Lead

    Zirkonat Titanat)] yang bekerja berdasarkan perubahan Energi Listrik menjadi Energi

    Mekanik dan sebaliknya.

    Selama perambatannya di dalam material, gelombang US dipengaruhi oleh sifat-

    sifat material yang dilaluinya seperti massa jenis, homogenitas, besar butiran,

    kekerasan dan lainnya. Berdasarkan sifat tersebut, gelombang ini dapat dipakai untuk

    mengetahui jenis material, tebal dan ada tidaknya cacat di dalam material tersebut.

    Gelombang US dapat dipantulkan dan dibiaskan (bekerja berdasarkan Hukum

    Snellius) oleh permukaan batas antara dua medium atau material yang berbeda. Dari

    sifat pantulan tersebut dapat ditentukan tebal material, lokasi cacat dan ukuran cacat.

    Permukaan (material atau cacat) yang tidak tegak lurus terhadap arah rambatan

    gelombang lebih sukar diperiksa. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dibuat

    probe yang dapat mengeluarkan gelombang yang arah rambatnya membuat sudut

    tertentu terhadap permukaan yang diperiksa.

    Dalam penggunaannya, probe dapat dikontakkan langsung pada benda uji melalui

    Kuplan (Couplant atau Coupling Agent) yang sangat tipis yang biasa disebut Teknik

    Kontak Langsung. Dapat juga dilakukan Teknik Rendam (Immersion) dimana jarak

    antara probe dan benda uji cukup jauh sehingga kuplan cukup tebal, misal dalam bak

    berisi kuplan. Teknik rendam mudah dibuat menjadi otomatis tetapi peralatannya agak

    rumit sehingga tidak praktis untuk penggunaan di lapangan.

    Prinsip Dasar US Thickness dan Coating Thickness Measurement Test

    Untuk memeriksa tebal dan atau adanya cacat di dalam suatu material dengan

    Gelombang US, dapat dilakukan dengan tiga metoda, yaitu

    1. Teknik Resonansi (Resonance)

    Tebal material dapat diukur dengan cara mengukur frekuensi/panjang

    gelombang ultrasonik yang dapat menimbulkan resonansi maksimum pada

  • 52

    bahan tersebut. Adanya cacat dapat diteksi dengan terjadinya perubahan

    resonansi karena jarak material yang beresonansi berubah.

    2. Teknik Transmisi (Transmission)

    Adanya cacat di dalam material dapat diketahui dari adanya penurunan

    intensitas gelombang ultrasonik yang diterima oleh probe penerima, sedangkan

    tebal bahan tidak lazim diukur dengan Teknik Transmisi. Lazim digunakan

    untuk mendeteksi cacat pada Beton

    3. Teknik Gema atau Pulsa-Gema (Echo atau Pulse-Echo)

    Tebal material, lokasi dan besarnya cacat dapat diketahui dari waktu rambat dan

    amplitudo gelombang yang diterima oleh probe.

    Gambar 1 Prinsip kerja Uji US dan tampilan layar Oscilloscope dari Alat US

    (diadaptasi dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Ultrasonic_testing)

    Untuk pengukuran ketebalan material dan atau cacat, yang paling banyak digunakan

    adalah Teknik Gema atau Pulsa-Gema. Gambar di atas menunjukkan prinsip dasar dari

    pengukuran ketebalan dan atau cacat suatu material. Persamaan yang menghubungkan

    antara Tebal Material dan Kecepatan Rambat Gelombang US adalah sebagai berikut:

    = . , =

    , =

    2

    dimana = jarak tempuh Gelombang US ( m atau mm); titik A-B-A

    = Kecepatan rambat Gelombang US di dalam material (m/s)

    = Waktu tempuh atau Time of Fligh (ToF) Gelombang US merambat di dalam material (detik); titik A-B-A

    = Panjang Gelombang US yang merambat di dalam material (m)

    = Frekuensi Gelombang US merambat di dalam material (Hz)

    tm

    tm tm

    A

    B

  • 53

    = tebal material (m atau mm)

    = kedalaman cacat (m atau mm)

    Untuk mengukur ketebalan suatu material dan atau cacat, Alat US harus dikalibrasi

    terlebih dahulu dengan bantuan Standard Reference Block (SRB) atau blok kalibrasi.

    Beberapa SRB yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi ketebalan material seperti

    ditunjukkan pada gambar berikut ini:

    Gambar 2 Jenis-jenis SRB; a) V-1 (IIW-International Institute of Welding), b) V-2 (IIW-

    International Institute of Welding), c) Step Wedge (ASTM E 797)

    (Sumber: http://www.phtool.com/store2/proddetail.asp?prod=V15A2.CS;

    http://www.bergeng.com/ULTFCTB-cat.html, http://www.ray-check.com/ultrasonic.php)

    Prinsip pengukuran tebal lapisan atau coating yang dilapis pada suatu Base Metal

    atau substrat material tidak jauh be