modul kuliah statistik

91
MODUL KULIAH STATISTIK DAN TEORI KESALAHAN Prodi Teknik Geodesi - Fakultas Teknik Universitas Lampung 2015

Upload: ocha-dwiyosa

Post on 06-Nov-2015

92 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

  • MODUL KULIAH

    STATISTIK DAN TEORI KESALAHAN

    Prodi Teknik Geodesi - Fakultas Teknik

    Universitas Lampung

    2015

  • Bab I. Tujuan Statistik

    Tujuan statistik adalah untuk mendapatkan suatu cara bagaimana mengatur, menata

    dan menyederhanakan data sehingga mudah dipahami. Data, umumnya berujud angka

    yang berderet-deret tidak teratur cukup sulit dibaca dan cenderung

    melelahkan. Dengan mengatur dan menata deretan angka sedemikian rupa dan

    diusahakan untuk ditampilkan dalam bentuknya yang lebih sederhana, mungkin

    ditampilkan dalam bentuk grafik atau histogram, seluruh esensi angka akan lebih mudah

    dimengerti.

    Lebih lanjut, tujuan statistik adalah menghasilkan cara untuk menarik kesimpulan yang

    valid dari sampel yang diambil. Sampel tidak begitu saja dapat dipercaya

    seluruhnya, walaupun lebih dipilih ataupun diseleksi, pasti akan terdapat

    keragu-raguan tentang kesimpulan yang diambil berdasar sampel, karena sampel

    hanya memiliki jumlah data yang terbatas.

    Pada pengukuran tinggi dan berat badan mahasiswa di Fakultas Teknik Unila

    secara acak, mungkin terlewatkan sekelompok mahasiswa yang tergolong kecil,

    sehingga kesimpulan yang diambil telah disimpangkan ke tinggi dan berat

    badan mahasiswa yang berukuran umum atau bahkan disimpangkan ke tinggi

    dan berat badan yang besar. Demikian juga sebaliknya, pada pengambilan sampel

    secara acak batu karang di tepi pantai misalnya mungkin terlewatkan batu

    karang berukuran besar, sehingga kesimpulan yang diambil secara tidak sengaja

    telah disimpangkan ke batu karang yang berukuran kecil.

    Dalam statistik modern, peran penting statistik adalah menunjukkan tingkat kelayakan

    dalam penarikan kesimpulan bedasarkan sampel yang diambil. Penarikan

    kesimpulan tersebut bersifat inferensial.

    I.1. Statistik Deskritif dan Inferens

    Secara sempit statistik dapat diartikan sebagai kumpulan fakta, umumnya

    berbentuk angka yang disusun dalam tabel, grafik, histogram, yang

    melukiskan atau

    menggambarkan suatu persoalan tertentu (statistik penduduk, statistik

    kelahiran,

  • a. Seorang pedagang jeruk akan mengelompokkan dagangannya menjadi jeruk

    berukuran kecil, berukuran sedang, berukuran besar dan jeruk-jeruk yang tersisa

    (di luar ukuran yang dimaksud). Dengan demikian maka si pedagang maupun

    statistik pendidikan, statistik produksi, statistik kesehatan, statistik kenakalan remaja,

    dll).

    Statistik dapat dikelompokkan dalam statistik deskriptif dan statistik inferens. Statistik

    deskriptif adalah suatu metode guna mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan

    mengalisa data kuantitatif secara deskriptif agar dapat member gambaran yang teratur

    tentang suatu peristiwa.

    Statistik inferens adalah suatu metode penarikan kesimpulan ataupun pengambilan

    keputusan umum berdasarkan sampel-sampel. Lebih lengkapnya statistik inferens

    adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data,

    penyajian dan pengorganisasian data, pengolahan dan penganalisaan data, penarikan

    kesimpulan serta pembuatan keputusan yang cukup beralasan berdasarkan fakta dan

    hasil analisa data sampel. Metode ini merupakan inti statistik modern. Dapat pula

    dikatakan bahwa statistik inferens adalah cara untuk menghasilkan atau menarik

    kesimpulan umum yang valid berdasarkan keadaan yang khusus (sampel). Metode ini

    menggunakan cara induktif. Statistik tidak dapat memberikan kesimpulan absolut,

    tetapi memberikan kesimpulan pada batas peluang tertentu (umumnya dengan tingkat

    kepercayaan 95%).

    Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan statistik pada dasarnya adalah

    melakukan deskripsi terhadap suatu sampel, kemudian melakukan inferensi (pengabilan

    kesimpulan) terhadap populasi data berdasar pada informasi yang terkandung dalam

    sampel. Namun karena sampel yang diambil hanyalah sebagian saja dari populasi,

    dapat terjadi bias dalam suatu kesimpulan yang didapat.

    Sebagai konsekuensi dari kemungkinan timbulnya berbagai bias dalam inferens, perlu

    diukur realibilitas dari setiap inferens yang telah dibuat, seperti pelaporan adanya

    prediksi kesalahan terhadap suatu keputusan yang dibuat.

    Statistik dapat diterapkan pada hampir semua aspek kehidupan. Secara sadar ataupun

    tidak, dalam kehidupan sehari-hari sebetulnya kita telah menerapkan konsep statistik.

  • pembeli akan mudah menentukan pilihan jeruk mana yang diinginkan, tidak

    harus mengaduk-aduk seluruh buah terlebih dahulu. Jadi di sini jeruk ditata,

    dikelompokkan sesuai ukurannya sehingga memudahkan dalam menentukan

    pilihan.

    b. Seorang ibu yang sedang memasak sayur, jika akan mencicipi sayur masakannya

    telah pas rasa asinnya atau belum, ibu tersebut akan mengambil sedikit sayur

    dengan sendok, kemudian akan mengatakan sayur tersebut telah asin atau

    belum. Agar sayur yang diambil untuk mencicipi dapat mewakili rasa sayur dalam

    sebuah panci, terlebih dahulu sayur tersebut diaduk rata.

    Dua contoh (a) dan (b) menunjukkan bahwa pada umumnya orang dalam kehidupan

    kesehariannya telah mempraktekan konsep statistik. Untuk contoh pertama adalah

    statistik deskriptif sedang contoh kedua adalah statistik inferens.

    I.2. Populasi dan Sampel

    Statistik selalu berhubungan dengan pengertian populasi dan sampel:

    1. Populasi

    Populasi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan data yang mengidentifikasikan

    suatu barang-barang atau apa saja di bawah suatu persyaratan atau ketentuan

    suatu populasi. Populasi adalah keseluruhan dari unsur-unsur yang dipelajari, dan

    dari unsur-unsur mana informasi mengenai kelakuan/sifat unsur tersebut dicari.

    Secara teoritis, populasi dianggap memuat jumlah unsur (pengamatan) yang tidak

    terbatas. Dalam populasi dimasukkan semua kemungkinan dari nilai variabel random

    dalam pertimbangannya. Jadi dapat dikatakan, populasi adalah keseluruhan dari

    semua hasil yang mungkin dari peristiwa statistik yang berhubungan dengan

    variabel random.

    2. Sampel

    Sampel dapat didefinisikan sebagai sekumpulan data yang diambil atau diseleksi dari

    suatu populasi. Kalau dari suatu populasi diambil sebagian elemen-elemennya, maka

    elemen-elemen tersebut membentuk sampel. Metode memilih maupun besarnya

    sampel akan mempengaruhi kesimpulan yang dihasilkan. Sampel harus dipilih

  • secara random (sembarang), dengan kata lain tiap unsur dari populasi mempunyai

    kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pemilihan masing-masing

    unsur dari sampel harus tidak tergantung satu sama lain.

    Terdapat beberapa alasan mengapa orang lebih suka mempelajari sampel daripada

    populasi.

    a. Populasi terlalu besar jumlahnya, sehingga untuk mempelajari seluruh anggota

    (elemen, unsur) populasi akan memakan banyak biaya dan membutuhkan

    waktu,

    b. Populasi jumlahnya tidak terhingga, sehingga mau tidak mau harus digunakan

    sampel (penggunaan sampel tidak bisa dihindari tidak ada pilihan lain) meski

    banyak tenaga dan waktu, tidak akan mungkin mempelajari seluruh bagian dari

    populasi,

    c. Sampling digunakan untuk meminimumkan kerusakan atau meminimumkan

    gangguan yang akan terjadi jika seluruh anggota populasi dipelajari,

    d. Tidak semua anggota populasi tersedia (misal catatan sejarah yang tidak

    lengkap).

    Catatan: Agar kesimpulan yang dibuat (diperolah) dapat berlaku umum, maka sampel

    harus representatif artinya segala karakteristik populasi harus tercermin dalam sampel,

    setiap anggota dari populasi harus diberikan (harus punya) kemungkinan yang sama

    untuk dipilih menjadi sampel.

    Hubungan antara sampel dan populasi dapat digambarkan sebagai berikut:

    Sebuah sampel berukuran n:

  • I.3. Tipe Data Statistik

    Statistik dalam prakteknya tidak bisa lepas dari data yang berupa angka, baik itu dalam

    statistik deskriptif yang menggambarkan data, maupun statistik inferens yang

    melakukan analisis terhadap data. Namun sebenarnya data dalam statistik juga bisa

    POPULASI: N(,2) Parameter populasi: ,2,

    SAMPEL: n Nilai statistik sampel: , ,

    POPULASI: N(,2) Parameter populasi: ,2,

    SAMPEL: n1 Nilai statistik sampel: , ,

    SAMPEL: n2 Nilai statistik sampel: , ,

  • mengandung data non angka atau data kualitatif. Data dalam statistik berdasarkan

    tingkat pengukurannya dapat dibedakan dalam data kualitatif (nominal dan ordinal),

    data kuantitatif (internal dan ratio).

    Data kualitatif, secara sederhana dapat disebut sebagai data yang berupa angka. Data

    kualitatif tidak bisadilakukan operasi matematik.

    a. Data nominal. Data bertipe nominal adalah data yang paling rendah dalam level

    pengukuran data. Jika suatu pengukuran data hanya menghasilkan satu atau

    hanya satu-satunya kategori maka data tersebut adalah data nominal (data

    kategori). Misal proses pendataan tempat tinggal 40 responden dalam suatu

    pemilihan. Dalam kasus ini setiap orang akan bertempat tinggal di suatu tempat

    tertentu (berdasar KTP), tidak bisa di tempat lain. Jadi data tempat tinggal

    adalah data nominal. Jenis kelamin seorang adalah juga data nominal. Demikian

    juga tanggal lahir seseorang adalah data nominal.

    b. Data ordinal. Data ordinal seperti pada data nominal, adalah juga data kualitatif

    namun dengan level yang lebih tinggi daripada data nominal. Jika pada data

    nominal, semua data kategori dianggap sama, maka pada data ordinal, ada

    tingkatan data. Pada data ordinal ada data dengan urutan lebih tinggi dan urutan

    lebih rendah. Misal data tentang sikap seseorang terhadap produk tertentu.

    Dalam pengukuran sikap konsumen, ada sikap yang suka, tidak suka, sangat

    suka dan sikap lainnya. Disini data tidak dapat disamakan derajatnya, dalam arti

    suka dianggap lebih tinggi dari tidak suka, namun lebih rendah dari sangat suka

    dan lainnya. Jadi ada preferensi atau tingkatan data, dimana data yang satu

    berstatus lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Namun data ordinal juga

    tidak dapat dilakukan operasi matematik.

    Data kuantitatif. Data ini dapat disebut sebagai data berupa angka dalam arti

    sebenarnya. Berbagai operasi matematik dapat dilakukan pada data kuantitatif.

    a. Data interval. Data ini menempati level pengukuran yang lebih tinggi dari data

    ordinal, karena selain urutannya bertingkat, urutan tersebut juga bisa

    dikuantitatifkan. Contoh data interval misalnya nilai hasil ujian. Sangat bagus,

    jika nilai lebih besar dari 80.0 atau kategori A dengan bobot 4, nilai bagus jika

  • terletak antara 65.0 sampai dengan 79.9 atau kategori B dengan bobot 3, nilai

    bagus jika terletak antata 65.0 sampai dengan 79.9 atau kategori B dengan

    bobot 3, nilai cukup jika terletak antara 50.0 sampai dengan 64.9 atau kategori C

    dengan bobot 2, nilai kurang jika terletak antara 30.0 sampai dengan 49.9 atau

    kategori D dengan bobot 1, dan terakhir nilai jelek jika nilai lebih kecil dari 30.0

    dengan bobot 0. Dalam penelitian, dapat dikatakan bahwa nilai merupakan data

    interval, karena data mempunyai interval (jarak) tertentu, yaitu 14.9. Berbeda

    dengan data ordinal, nilai A boleh dikatakan dua kali nilai C, atau tiga kali nilai D.

    Namun data interval sifatnya hanya relatif, tidak bisa dilakukan operasi

    matematik.

    b. Data Rasio. Data rasio merupakan data dengan tingkat pengukuran paling tinggi

    diantara jenis data lainnya. Data rasio bersifat angka dalam arti sesungguhnya

    dan dapat dioperasikan secara matematik (+, -, x, :). Perbedaan dengan data

    interval adalah bahwa data rasio mempunyai nilai nol yang sesungguhnya.

    Misalnya berat adalah nol, berarti memang tidak punya berat. Sedangkan bobot

    nol pada data interval dapat diberikan angka berapa saja, sifatnya relatif.

    Untuk pekerjaan-pekerjaan di bidang Geodesi ataupun survei, data yang

    digunakan umumnya adalah rasio, sehingga dalam uraian selanjutnya hanya

    dibicarakan data rasio saja.

  • Bab II. Statistik Deskriptif

    Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk memberi gambaran terdadap

    obyek yang diteliti sebagaimana adanya tanpa suatu analisis dan suatu kesimpulan.

    Cara-cara memberikan gambaran data ini dengan suatu tabel, distribusi frekuensi,

    grafik garis maupun batang, diagram lingkaran, piktogram, penjelasan kelompok

    melalui modus, median, mean dan variasi kelompok melalui rentang dan simpangan

    baku.

    II.1 Penyajian Data

    Data suatu penelitian atau suatu pekerjaan yang diperoleh dari suatu observasi,

    wawancara, kuisioner (angket) maupun dokumentasi. Data tersebut harus disajikan

    dengan komunikatif dan lengkap dalam arti data yang disajikan harus menarik

    (misalnya diberi warna, bervariasi tampilannya, dll) untuk membacanya dan mudah

    memahami isinya.

    Beberapa cara penyajian data:

    1. Tabel

    Penyajian data dengan tabel ini paling banyak digunakan, karena lebih efisien dan

    cukup komunikatif. Dengan tabel ini ada tiga jenis, yaitu tabel data ordinal, data

    nominal dan data interval.

    2. Tabel distribusi frekuensi

    Tabel ini disusun bila jumlah data yang disajikan banyak, sehingga kalau disajikan

    dalam tabel biasa kurang efisien dan kurang komunikatif.

    Syarat-syarat tabel distribusi frekuensi:

    a. Mempunyai sejumlah kelas,

    b. Pada setiap kelas mempunyai kelas interval. Interval nilai bawah dengan atas

    sering disebut panjang kelas,

    c. Setiap kelas interval mempunyai frekuensi (jumlah).

    Pedoman membuat tabel distribusi frekuensi:

  • a. Menentukan jumlah kelas interval, dengan pedoman:

    Ditentukan berdasarkan pengalaman, jumlah kelas interval yang dipergunakan

    berkisar antara 6 s/d 15 kelas. Makin banyak data akan semakin banyak jumlah

    kelasnya.

    Ditentukan dengan membaca grafik. Grafik yang menunjukkan hubungan antara

    banyaknya data (n) dengan jumlah kelas interval yang diperlukan dalam

    pembuatan tabel distribusi frekuensi. Garis yang vertikal menunjukkan jumlah

    kelas intervalnya, sedangkan yang horisontal menunjukkan jumlah data

    observasi.

    Ditentukan dengan rumus Sturges:

    Rumus Sturges:

    K = 1 + 3.3 log n

    K : jumlah kelas interval

    n : jumlah data observasi

    log : logaritma

    Proseur hitungan:

    a. Menghitung jumlah kelas interval,

    b. Menghitung rentang data,

    c. Menghitung panjang kelas = rentang data dibagi jumlah kelas,

    d. Menyusun interval kelas,

    e. Setelah kelas interval tersusun maka untuk memasukkan data guna

    mengetahui frekuensi pada setiap kelas interval dilakukan dengan

    menggunakan tally,

    f. Cara memasukkan tally yang cepat dan tepat, adalah dengan cara member

    tanda centang () pada setiap data yang sudah dimasukkan pada setiap

    kelas mulai dari data awal,

    g. Sesudah frekuensi ditemukan maka tally dihilangkan.

    Catatan: Setiap data yang disajikan dengan teknik apapun harus diberi judul yang

    singkat, jelas, tetapi semua isi tercermin dalam judul.

    3. Total distribusi frekuensi kumulatif

  • Tabel ini merupakan pengembangan dari tabel distribusi frekuensi. Distribusi

    frekuensi kumulatif adalah tabel yang menunjukkan jumlah observasi yang

    menyatakan kurang dari nilai tertentu. Untuk memulai pernyataan kurang dari

    dugunakan batas bawah dari kelas interval ke 2. Selanjutnya frekuensi kumulatif

    adalah merupakan penjumlahan frekuensi dari setiap kelas interval, sehingga jumlah

    frekuensi terakhir jumlahnya sama dengan jumlah data observasi.

    4. Tabel distribusi frekuensi relatif

    Penyajian data yang merubah frekuensi menjadi persen (%).

    5. Tabel distribusi frekuensi relatif kumulatif

    Sama dengan tabel distribuasi frekuensi kumulatif tetapi merubah nilainya menjadi

    presentasi.

    6. Grafik

    Penyajian yang cukup komunikatif adalah dengan grafik. Pada umumnya terdapat

    dua macam, yaitu grafik garis (poligon) dan grafik batang (histogram). Grafik

    batang ini dapat dikembangkan lagi menjadi grafik balok (tiga dimensi). Suatu grafik

    selalu menunjukkan hubungan antara jumlah dengan variabel lain, misalnya waktu.

    a. Grafik garis

    Grafik garis dibuat biasanya untuk menunjukkan perkembangan suatu keadaan.

    Perkembangan tersebut bisa naik bisa turun. Hal ini akan nampak secara visual

    melalui garis dalam grafik. Dalam grafik terdapat garis vertikal yang

    menunjukkan jumlah (frekuensi) dan yang mendatar menunjukkan variabel

    tertentu.

    b. Grafik batang

    Grafik batang berbentuk gambar 2D dan grafik balok berbentuk gambar 3D.

    Kalau dalam grafik garis, visualisai data difokuskan pada garis grafik sedangkan

    pada grafik batang visualisasinya difokuskan pada luas batang (panjang x lebar).

    Namun kebanyakan penyajian data dengan grafik batang, lebar batang dibuat

    sama, sedangkan yang bervariasi adalah tingginya.

    7. Diagram lingkaran (piechart)

  • Diagram lingkaran digunakan untuk membandingkan data dari berbagai data dari

    berbagai kelompok.

    Cara pembuatannya adalah:

    a. Dibuat lingkaran dengan jari-jari disesuaikan dengan kebutuhan,

    b. Untuk kepentingan ini, data telah dinyatakan dalam persen, oleh karena itu

    setiap 1% akan memerlukan 360o:100 = 3.6o,

    c. Menghitung luas yang diperlukan oleh sekelompok data dalam lingkaran. Dalam

    hal ini terdapat lima luas yang jumah keselurahan akan sama dengan lingkaran,

    d. Selanjutnya luas-luas kelompok data tersebut digambarkan dalam lingkaran,

    dengan menggunakan busur derajat bisa mulai dari sembarang titik. Jangan

    sampai terdapat sisa lingkaran.

    8. Piktogram (grafik gambar)

    Grafik ini disajuakan agar lebih komunikatif, oleh karena itu penyajian data dibuat

    dalam bentuk pictogram.

    II.2. Nilai Parameter dan Nilai Statistik

    Terminologi dan notasi yang digunakan statistikwan dalam mengolah data statistik

    umumnya akan dibedakan untuk data populasi dan data sampel. Untuk data populasi

    umumnya digunakan notasi dalam huruf Yunani, sedangkan untuk sampel digunakan

    huruf Latin. Penggunaan notasi dengan huruf Yunani dan Latin tersebut tidak mutlak,

    tetapi semata-mata hanya untuk memudahkan sehingga orang langsung tahu, yang

    dimaksud data dalam populasi atau sampel.

    Sembarang nilai yang menjelaskan cirri populasi disebut parameter, dengan demikian

    semua nilai parameter akan dituliskan dengan huruf Yunani. Sedangkan sembarang

    nilai yang menjelaskan ciri suatu sampel, disebut nilai statistik, sehingga semua nilai

    statistik akan ditulis dengan huruf Latin.

    Dalam statistik inferens, akan digunakan nilai statistik sebagai penduga parameter

    populasi padanannya. Ukuran populasi diasumsikan sangat besar atau bahkan tak

    terhingga. Untuk mengetahui sebeapa teliti atau akurat nilai statistik menduga

  • parameternya, pertama-tama harus mengetahui sebaran nilai-nilai statistiknya, yang

    diperoleh berdasar banyak sekali sampel yang diambil berulang-ulang.

    II.3 Pengukuran Gejala Pusat

    Untuk menyelidiki ataupun mengetahui informasi lebih banyak segugus data kuantitatif,

    akan sangat membantu bila mendefinisikan ukuran-ukuran numerik yang menjelaskan

    ciri-ciri data yang penting. Beberapa macam ukuran parameter maupun statistik

    digunakan untuk meringkaskan dan menjelaskan data kuantitatif. Sebagai suatu

    ukuran, nilai parameter maupun statistik itu mendefinisikan untuk pengertian tertentu.

    Sembarang ukuran yang menunjukkan pusat segugus data, yang telah diurutkan dari

    data yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari terbesar sampai terkecil.

    Disebut ukuran lokasi pusat, atau ukuran memusat. Ukuran memusat yang paling

    banyak digunakan adalah nilai tengah, median dan modus. Yang paling penting di

    antara ketiganya adalah nilai tengah atau nilai rata-rata.

    Beberapa teknik penjelasan kelompok yang telah diobservasi dengan data kulitatif,

    selain dapat dijelaskan dengan menggunakan tabel dan gambar, dapat juga dikelaskan

    dengan teknik statistik yang disebut modus, median dan mean. Modus, median dan

    mean merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menjelaskan kelompok yang

    didasarkan atas gejala pusat dari kelompok tersebut. Ketiga macam teknik tersebut,

    yang menjadi ukuran gejala pusatnya berbeda-beda.

    1. Modus (mode)

    Modus merupakan teknik penjelasan kelompok yang berdasar atas data nilai yang

    sedang popular (yang sedang menjadi mode) atau yang sering muncul dalam

    kelompok tersebut.

    2. Median

    Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai

    tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari yang terkecil sampai

    yang terbesar, atau sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil.

    3. Mean

  • Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata

    dari kelompok tersebut, diperoleh dengan menjumlahkan data seluruh individu

    dalam kelompok kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok

    tersebut. Hal ini dapat diumuskan seperti persamaan (1):

    nXMe i= (1)

    Dalam hal ini:

    Me : mean

    iX : nilai X ke i sampai ke n

    n : jumlah individu

    Menghitung modus, median, mean untuk data bergolong (tersusun dalam tabel

    distribusi frekuensi).

    1. Menghitung modus

    Menghitung modus data yang telah disusun ke dalam distribusi frekuensi (data

    bergolong) dapat digunakan persamaan (2):

    +

    +=21

    1

    bbbpbMo (2)

    Dalam hal ini:

    Mo : modus

    b : batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak

    p : panjang kelas interval dengan frekuensi terbanyak

    1b : frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval yang

    terbanyak) dikurangi frekuensi kelas interval sebelumnya

    2b : frekuensi pada kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval

    berikutnya

    2. Menghitung median

    Untuk menghitung mean rumus yang digunakan adalah:

    +=

    f

    FnpbMo 2

    1 (3)

  • Dalam hal ini:

    Md : median

    b : batas kelas dimana median akan terletak

    n : banyak data (jumlah sampel)

    F : jumlah smua frekuensi sebelum kelas median

    f : frekuensi kelas median

    3. Menghitung mean

    Untuk menghitung mean dari data bergolong tersebut, maka terlebih dahulu data

    tersebut disusun menjadi tabel sehingga perhitungannya mudah dilakukan. Rumus

    untuk menghitung mean dari data bergolong adalah:

    i

    ii

    fXfMe = (4)

    Dalam hal ini:

    Me : mean untuk data bergolong

    if : jumlah data (sampel)

    ii Xf : produk perkalian antara pada tiap interval data dengan tanda

    kelas )( iX . Tanda kelas iX adalah rata-rata dari batas bawah dan batas pada

    setiap interval data.

    II.4 Pengukuran Variasi Kelompok

    Ukuran pemusatan belum dapat memberikan deskripsi yang mencukupi bagi gugus

    data. Sering kita masih perlu mengetahui, bagaimana segugus data itu menyebar dari

    rata-ratanya. Sangat mungkin kita memiliki dua kumpulan data yang mempunyai nilai

    tengah sama atau median yang sama, tetapi sangat berbeda keragamannya.

    Sebagai contoh, kumpulan data A dan B:

    Data A 0.97 1.00 0.94 1.03 1.11

    Data B 1.06 1.01 0.88 0.91 1.14

    Kedua kelompok data tersebut memiliki nilai rata-rata yang sama, yaitu 1.00. Akan

    tetapi nampak jelas kedua kelompok data tersebut memiliki keragaman yang berbeda.

  • Pada data A keragaman atau dispersinya lebih seragam daripada kelompok data B. Nilai

    statistik yang digunakan untuk mengukur keragaman data adalah rentang (selang,

    interval) dan ragam (varian, deviasi).

    Rentang dari sekumpulan data adalag beda antara data terbesar dan data terkecil. Dari

    kedua kelompok data A dan B, rentang kelompok data A adalah 0.17, sedangkan

    rentang kelompok data B adalah 0.26.

    Rentang, ternyata bukan merupakan ukuran keragaman yang baik. Rentang hanya

    memperhatikan nilai ekstrim dan tidak member informasi apa-apa mengenai sebaran

    bilangan-bilangan yang terdapat di antara kedua nilai ekstrim tersebut.

    Sebagai contoh, kumpulan data P dan Q:

    Data P 3 4 5 6 8 9 10 12 15

    Data Q 3 7 7 7 8 8 8 9 15

    Kelompok data Pd an Q tersebut, keduanya memiliki rentang 12. Selanjutnya dapat

    dilihat, keduanya memiliki median yang sama, yaitu 8. Jika dihitung, kedua kelompok

    data tersebut juga memiliki nilai rata-rata yang sama, yaitu 8. Sadangkan jika

    diperhatikan, kedua kelompok data tersebut jelas memiliki sebaran yang berbeda.

    Untuk mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh rentang, diperlukan bentuk nilai statistik

    maupun parameter yang lain, yaitu nilai ragam, yang memperhatikan posisi relatif

    setiap data terhadap nilai rata-rata (nilai tengah) gugus data tersebut, yaitu simpangan

    dari nilai tengahnya. Dalam praktek, tidak digunakan simpangan terhadap nilai tengah,

    tetapi digunakan kuadrat semua simpangan tersebut, yaitu ragam populasi (varian

    populasi) dan varian sampel.

    Untuk menjelaskan keadaan kelompok, dapat juga didasarkan pada tingkat variasi data

    yang terjadi pada kelompok tersebut. Untuk mengetahui tingkat variasi kelompok data

    dapat dilakukan dengan melihat rentang data dan simpangan baku dari kelompok data

    yang telah diketahui.

    1. Rentang data

    Rentang data dapat diketahui dengan jalan mengurangi data yang terbesar dengan

    data yang terkecil yang ada pada kelompok itu. Rumusnya:

  • rt XXR = (5)

    Dalam hal ini:

    R : rentang

    tX : data terbesar dalam kelompok

    rX : data terkecil dalam kelompok

    2. Varian

    Salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas

    kelompok adalah dengan varian. Varian merupakan jumlah kuadrat semua deviasi

    nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Akar varian disebut simpangan

    baku. Varian populasi diberi simbol 2 dan simpangan baku populasi diberi simbol

    . Sedangkan untuk varian sampel diberi simbol 2S dan simpangan baku sampel

    diberi simbol S . Varian dari sekelompok data dari suatu variabel tertentu dapat

    dirumuskan menjadi:

    n

    xx i2

    2 )( = (6)

    Sedangkan simpangan bakunya:

    n

    xx i2)(

    = (7)

    Rumus tersebut digunakan untuk data populasi, sedangkan untuk data sampel

    rumusnya tidak hanya dibagi dengan n saja, tetapi dibagi dengan 1n , dalam hal ini

    1n adalah derajat kebebasan.

    1

    )( 22

    =n

    xxS i (6)

    Sedangkan simpangan bakunya:

    1

    )( 2

    =n

    xxS i (7)

  • Bab III. Pengukuran (Pengamatan) dan Model Matematik

    III.1 Pengukuran

    Hampir semua pekerjaan rekayasa, termasuk pekerjaan dalam bidang survei dan

    pekerjaan geodesi pada umumnya, dimulai dengan pekerjaan pengumpulan data.

    Pekerjaan pengumpulan data pada dasarnya adalah pekerjaan pengukuran atau

    pengamatan, seperti pengukuran jarak horisontal menggunakan teodolit (jarak optis),

    pengukuran jarak dengan alat ukur jarak elektronis (EDM), pengukuran sudut horisontal

    maupun vertikal, tinggi dan sebagainya.

    Istilah pengamatan maupun pengukuran, dalam uraian ini digunakan untuk pengertian

    yang sama, yaitu operasi atau proses (pengamatan.pengukuran) itu sendiri, maupun

    hasil dari operasi (pengamatan.pengukuran) data yang bersangkutan. Jika suatu

    pengukuran telah dilakukan, yang berarti data telah terkumpul, data tersebut perlu

    ditata (diatur), dievaluasi dan diinterpretasi lebih lanjut untuk akhirnya dapat

    disimpulkan bagaimana hasil pengukuran tersebut.

    Operasi yang dinamakan pengukuran yang nampaknya sederhana itu, kalau

    diperhatikan lebih lanjut, sebetulnya merupakan suatu proses yang kompleks. Beberapa

    sifat dari operasi pengukuran adalah:

    a. Mengukur, berarti melakukan suatu operasi phisik, dan umumnya terdiri dari

    operasi elementer, seperti persiapan, mendirikan instrumen, melakukan kalibrasi,

    mengarah, menyamakan dan membandingkan.

    b. Hasil pembacaan numerik, dianggap mewakili hasil proses pengukuran. Angka

    yang diperoleh dari pembacaan atau proses adalah sebagai hasil pengukuran,

    sehingga secara otomatis akan mengikut sertakan kondisi lingkungan dan data

    historis yang relevan, yang menyertai data bersangkutan.

    c. Pengukuran hampir selalu dilaksanakan dengan alat (instrumen), bagaimanapun

    sederhananya alat tersebut.

  • d. Pengukuran selalu menunjuk pada suatu standar yang telah ditetapkan terlebih

    dahulu. Pada hakekatnya, mengukur adalah membandingkan dengan suatu

    standar. Untuk itu diperlukan satuan atau dimensi.

    f. Walaupun pelaksanaan pengukuran adalah suatu operasi atau proses, hasil yang

    didapat hanya mempunyai arti jika dikaitkan dengan konsep teoritis yang

    menjadi pedoman atau menjadi dasarnya.

    g. Abstraksi teoritis yang menjadi tumpuan pengukuran dinamakan model.di dalam

    ilmu pengetahuan maupun rekayasa, model umumnya berupa model

    matematik.pengetahuan tentang konsep model, akan sangat membantu dalam

    pengukuran.

    III.2 Model Matematik

    Dalam pengukuran, selalu berhubungan dengan data kuantitatif. Pada pekerjaan survei

    untuk pemetaan maupun pekerjaan Geodesi pada umumnya, pengamatan (untuk

    mengumpulkan data kuantitatif), jaeang sekali dilakukan secara langsung. Untuk dapat

    mendapatkan data kuantitatif suatu pengukuran atau pengamatan, diperlukan suatu

    model matematik.

    Model ini ditentukan sebagai suatu sistem teoritis atau suatu keadaan fisis atau suatu

    kumpulan peristiwa. Karena model dibuat untuk melayani suatu tujuan tertentu, maka

    pembentukannya berbeda-beda, sesuai tujuannya.

    Model adalah suatu pengganti situasi fisis yang bertujuan untuk mencapai situasi yang

    diinginkan. Berikut adalah model-model matematik yang digunakan dalam pengukuran

    (pengamatan) pada pekerjaan pemetaan secara teristris.

    a. Pengukuran sudut: untuk mendapatkan data suatu sudut, diukur arah,

    selanjutnya besarnya sudut diperoleh dari model matematika: 21 aa = .

    e. Kalau ditinjau lebih lanjut, terlihat bahwa satu pengukuran umumnya mengarah

    pada suatu konsep yang agak teoritis, seperti abstraksi geometris

    yang digunakan untuk jarak dan sudut,yang sebenarnya tidak mempunyai

    kesamaan langsung dengan sifat fisis. Pemilihan konsep tersebut, agar dapat

    dilukiskan beberapa unsur alam, seperti lokasi ,luas dan lain-lainnya.

  • adalah besar sudut yang diperoleh berdasar selisih hasil pengamatan atau

    pengukuran dua arah 21 aa = . 1a adalah arah ke titik (1) dan 2a arah ke titik

    (2).

    b. Pengukuran beda tinggi dengan menggunkan alat penyipat datar: untuk

    mendapatkan beda tinggi antara titik A dan titik B dilakukan pengamatan

    terhadap rambu ukur yang diletakkan tegak lurus di atas titik A dan titik B. Untuk

    mendapatkan beda tingginya digunakan model matematik BAAB btbtH = .

    ABH adalah beda tinggi antara ke dua titik A dan B, Abt adalah bacaan (angka)

    pada rambu ukur di titik A, yang berhimpit dengan benang tengah teropong alat

    penyipat datar, Bbt adalah bacaan (angka) pada rambu ukur di titik B, yang

    berhimpit dengan benang tengah teropong alat penyipat datar.

    c. Luasan suatu segiempat: untuk mendapatkan luasan suatu bentuk segi empat,

    digunakan model matematik baL .= . L adalah luas segi empat yang dicari,

    sedangkan nilai-nilai a dan b adalah panjang sisi-sisi segiempat, yang diperoleh

    dengan cara melakukan pengukuran atau pengamatan panjangan suatu jarak

    (sisi).

    d. Panjang suatu jarak (horisontal) dengan cara optis, untuk keperluan ini

    digunakan model matematik: )( ba bbkJ = ; J adalah panjang jarak yang akan

    dicari, sedangkan ab dan bb dan adalah hasil bacaan (pengamtan) angka-angka

    pada rambu ukur, yang berhimpit dengan benang mendatar atas san benang

    mendatar bawah teodolit. Sedangkan k adalah suatu konstanta, umumnya k =

    100.

    e. Jarak horisontal yang diperoleh dari pengukuran jarak miring, diginakan model

    matematik 2cos)( ba bbkJ = adalah besar sudut miring yang dibaca pada

    lingkaran vertikal teodolit, sedangkan ab , bb dan k sama dengan pada

    pengukuran panjang jarak horisontal.

    f. Beda tinggi dengan menggunakan alat ukur teodolit, dibaca sudut miring .

    Model matematiknya adalah tibaAB bTbbkH += 2sin)(21 . iT adalah

  • tinggi sumbu II teodolit (tinggi alat), yang diukur menggunakan meteran.

    Sedangkan tb bacaan (pengamatan) angka pada rambu ukur yang berhimpit

    dengan benang tengah (benang mendatar). Notasi lainnya sama dengan

    keterangan sebelumnya.

    Model matematik biasanya dipisahkan dalam dua bentuk, yaitu model fungsional dan

    model stokastik. Model fungsional umumnya menggambarkan sifat geometris atau sifat

    fisis dari kejadian yang kita survei. Model stokastik adalah bagian model matematik

    yang menggambarkan sifat-sifat statistik yang melekat pada semua elemen yang ada

    pada model fungsional, Model-model mateatik yang disebutkan tadi, kesemuanya

    termasuk dalam model fungsional. Kedua model fungsional dan stokastik harus

    diperhatikan secara bersama pada setiap pengukuran, karena ada kemungkinan dapat

    terjadi beberapa kombinasi dari kedua model tersebut, yang mana kombinasi kedua

    model tersebut dapat mewakili suatu model matematika tertentu.

    III.3 Hubungan Model Fungsional dengan Pengamatan

    Apapun pengukuran yang dilakukan, pemilihan model fungsional adalah untuk mewakili

    baik suatu sistem fisis atau fiktif, dengan sistem mana pengukuran-pengukuran yang

    dilakukan dikaitkan. Pada umumnya pengukuran dilakukan untuk memperoleh nilai dari

    beberapa atau semua parameter dari model fungsional.

    Suatu model fungsional adalah suatu bangun yang sepenuhnya fiktif, yang dipakai

    untuk melukiskan kejadian fisis dengan sistem yang dapat dimengerti dengan jelas

    untuk keperluan analisis lebih lanjut. Hubungan model fungsional dengan realita fisis

    dapat diperoleh dengan pengukuran atau pengamatan. Pengamatan itu sendiri adalah

    merupakan suatu operasi fisis menggunakan suatu peralatan betapapun sederhananya

    peralatan tersebut.

    Haruslah diakui bahwa pada kenyataannya tidak ada obyek yang bernama titik, jarak

    atau koordinat. Obyek-obyek tersebut hanyalah unsur-unsur model fungsional yang

    dipakai untuk melukiskan wujud dari obyek alam yang bersangkutan atau hubungan

    obyek tersebut dengan letak atau posisinya.

  • Model fungsional kadang-kadang tidak dinyatakan secara eksplisit. Misalnya seorang

    surveyor mengatakan bahwa ia mengukur suatu jarak, maka ia menunjuk pada dua

    buah obyek yang diabstraki dan menganggapnya sebagai suatu titik geometris.

    Walaupun surveyor yang bersangkutan boleh jadi tidak menunjuk pada jarak dalam

    pengertian geometris secara langsung, tetapi mungkin pada proyeksinya di bidang

    datar ataupun elipsoid acuan. Begitu juga jika dikatakan sudut CAB, umumnya yang

    dimaksud adalah proyeksi sudut CAB pada bidang datar. Pada umumnya model

    fungsional harus konform dengan realita fisis dengan ketelitian yang cukup untuk

    mencapai tujuan yang dikehendaki.

    Dalam keadaan yang sederhana, pengukuran sekurang-kurangnya ditujukan pada

    beberapa unsur dari model fungsional. Adalah tidak perlu, bahkan tidak praktis jika

    semua unsur dari model adalah besaran ukuran. Misal pada pengukuran jarak optis,

    besaran ukuran adalah cukup bacaan rambu (bacaan benang atas dan benang bawah).

    Dalam banyak hal, pengukuran tidak selalu berhubungan langsung dengan unsur-unsur

    dari model yang bersangkutan. Sebagai contoh dalam pengukuran, jarak elektronis

    menggunakan EDM, pada pengukuran jarak elektronis tersebut yang diukur sebenarnya

    adalah waktu atau selisish waktu rambat gelombang elektromagnetis atau selisih fase,

    bukan jarak secara langsung. Dalam soal ini lebih banyak teori-teori yang terlibat yang

    harus dimasukkan dalam model. Pada kenyataanya banyak variabel yang perlu diikut

    sertakan dan hubungan fungsional yang baru perlu ditambahkan, dengan demikian

    meluaskan konsep model di luar tugas pengukuran jarak yang kelihatannya sederhana.

    Sebagai akibat hal tersebut, maka untuk menghubungkan hasil dari pengukuran dengan

    unsur-unsur model, perlu model tersebut diperluas.

    Evaluasi dari pengamatan atau pengukuran tergantung bagaimana dengan alat apa

    serta metode apa pengamatan atau pengukuran tersebut dilaksanakan. Pengukuran

    jarak misalnya, antara lain akan tergantung pada proses pengukurannya sendiri,

    peralatan dan bagaimana kalibrasi alat tersebut dilakukan, dengan cara reduksi yang

    mana diterapkan. Demikian dengan pengukuran sudut, akan juga tergantung pada

    proses pengukuran, peralatan yang digunakan maupun seberapa jauh kalibrasi

    dilakukan, cara reduksi dan juga tergantung pada penentuan arah nol serta

  • menempatkannya dalam model. Jadi diperlukan suatu proses yang relatif panjang,

    sebelum hasil pengukuran dapat dikaitkan dengan unsur dari model. Kadang-kadang

    pembacaan langsung dari operasi pengukuran harus direduksi atau diproses terlebih

    dahulu sebelum dianggap layak untuk dikaitkan dengan model.

    Dalam mengkaitkan pengamatan-pengamatan dengan model, banyak segi yang

    terpaksa dibuang untuk menyederhanakan atau memudahkan persoalan. Misalnya

    dalam pengukuran jarak, jarang diperhitungkan keadaan yang sesungguhnya dimana

    pengukuran jarak tersebut dilakukan. Dalam rangka perluasan model, maka modeling

    dari bagian ini disederhanakan. Namun demikian, perubahan yang diadakan terhadap

    model fungsional, perlu juga diberlakukan terhadap model stokastik.

    III.4 Model Stokastik dan Sifat-sifat Statistik Pengukran

    Sebagaimana dialami dalam praktek, pengamatan atau penngukuran selalu menjadi

    subyek dari pengaruh yang tidak dapat diperhitungkan, antara lain menjadi subyek dari

    pengaruh fisis yang tidak dapat dikontrol yang mengakibatkan hasil pengukuran akan

    berlainan jika suatu pengukuran diulang. Hasil yang berlainan ini, yang disebut juga

    variasi statistik, disebabkab baik oleh pengabaian pengaruh-pengaruh fisis maupun oleh

    sebab-sebab kualitas alamiah dari proses fisis, dan hal tersebut merupakan dasar dari

    pengukuran.

    Dahulu, variasi hasil pengukuran tersebut dikatakan karena kesalahan pengamatan.

    Dewasa ini, variasi hasil ukuran diterima sebagai variabilitas atau keacakan dari hasil

    pengamatan atau pengukuran yang merupakan sifat utama dari suatu pengamatan

    atau pengukuran. Untuk menjelaskan variabilitas dan keacakan tersebut perlu konsep

    statistik.

    Dari sudut praktis, agak sukar untuk memperoleh sifat-sifat statistik dari suatu

    pengamatan. Salah satu jalan untuk mempelajari sifat-sifat statistik adalah mengadakan

    pengamtan berulang dan menjabarkan sifat-sifat yang diperlukan. Jalan lain yang

    banyak dipakai adalah mengasumsikan sifat-sifat statistik tersebut atas dasar ketentuan

    umum yang berlaku terhadap pengamatan serupa yang dilaksanakan dengan kondisi

    serupa di masa lalu. Oleh karena itu, selama periode pengukuran dilaksanakan

  • hendaknya semua keadaan lingkungan dan fisis yang relevan perlu dicatat, agar dapat

    dilakukan penilaian yang tepat.

    Dalam kenyataannya, kadang-kadang diterima pendekatan kasar untuk sifat-sifat

    statistik dari pengamatan. Misalnya dalam Geodesi, pengamatan selalu dianggap

    (secara statistik) tidak tergantung satu sama lain (independen), dan kadang-kadang

    data pengamatan dianggap mempunyai ketelitian yang sama, sehingga dalam proses

    hitungan dan analisis, masing-masing data diberi bobot yang sama.

    Keseluruhan asumsi terhadap sifat-sifat statistik dari variabel-variabel yang

    bersangkutan dinamakan model stokastik. Ini menyangkut semua variabel random, baik

    yang diketahui maupun yang ditentukan apriori dan variabel-variabel yang dianggap

    bebas. Teori klasik dalam hitungan perataan dengan kuadrat terkecil tidak menyatakan

    secara eksplisit konsep daripa model stokastik ini. Dalam teori klasik tersebut digunakan

    istilah kesalahan pengamatan atau sifat-sifat kesalahan dari suatu pengamatan.

    Dalam pengertian sekarang, pengamatan adalah tiap besaran yang dianggap sabagai

    variabel stokastik (bersifat random) dan untuk mana suatu estimasi diperlukan apriori.

    Dalam model stokastik dimasukkan segala informasi tentang presisi relatif dari masing-

    masing variabel, yang dalam prakteknya dituangkan dalam bentuk matriks varian-

    kovarian pengamatan.

    III.5 Ketelitian Pengukuran (Pengamatan)

    Setiap orang (observer) yang melaksanakan pengamatan atau pengukuran harus

    menyadari bahwa kenyataannya dalam setiap pengamatan atau pengukuran tidak

    dapat sepenuhnya mutlak benar hasilnya. Kebenaran hasil suatu pengukuran hanya

    dapat mencapai suatu batas tertentu saja. Hal itu karena adanya kesalahan-kesalahan

    (atau tepatnya ketidakpastian) yang tidak dapat dihilangkan. Derajat atau tingkat

    ketelitian suatu pengukuran tergantung pada metode pengukuran, instrumen yang

    digunakan, dan kondisi (alam) sekitar tempat berlangsungnya pengukuran. Diharapkan

    setiap pengukuran dilaksanakan seteliti-telitinya, agar hasilnya seteliti-telitinya. Akan

    tetapi untuk itu akan dibutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak, sehingga tidak

  • efisien. Untuk itu kewajiban seorang surveyor adalah tetap menjaga tingkat ketelitian

    cukup tinggi sesuai dengan keperluannya, tetapi efisiensi kerja tetap terjaga.

    Untuk menjaga agar hasil pengukuran tetap terjaga ketelitiannya di satu pihak,

    sedangkan di pihak lain efisien kerja juga tetap terjaga, maka sangat penting bagi

    seorang surveyor memahami hal berikut:

    a. Dalam setiap pengamatan atau pengukuran tidak dapat sepenuhnya hasilnya

    mutlak benar,

    b. Kebenaran suatu hasil pengukran atau pengamatan hanya dapat mencapai suatu

    batas tertentu saja (karena adanya ketidakpastian/kesalahan yang tidak dapat

    dihilangkan),

    c. Derajat atau tingkat ketelitian suatu pengukuran tergantung kepada instrumen

    yang digunakan, metode pengukuran, kondisi sekitar tempat pengukuran atau

    pengamatan (kadang-kadang juga kualifikasi pengamatannya),

    d. Diharapkan setiap pengukuran atau pengamatan dilaksanakan seteliti-telitinya

    agar hasilnya pun dapat seteliti-telitinya. Perlu dipertanyakan, batasan ataupun

    criteria seteliti-telitinya itu bagaimana.

    Perlu diingat, bahwa pengukuran atau pengamatan semakin teliti dibutuhkan waktu

    biaya dan tenaga yang semakin banyak sehingga menjadi tidak efisien. Untuk itu

    seorang surveyor perlu menjaga agar tingkat ketelitian hasil pengamatannya cukup

    tinggi, sesuai dengan keperluan tetapi efisiansi kerja tetap terjaga. Pertanyaannya

    sekaranga adalah, bagaimana dapat melakukan hal ini?

    Selain itu, sangat penting bagi seorang surveyor untuk mengetahui tentang:

    a. Sumber-sumber kesalahan,

    b. Tipe-tipe atau jenis-jenis kesalahan,

    c. Efek masing-masing jenis kesalahan terhadap hasil pengukuran,

    d. Cara pemakaian instrumen agar dapat diperoleh hasil pengukuran sesuai dengan

    batas ketelitian yang ditetapkan,

    e. Untuk keperluan apa data yang diperoleh akan digunakan,

    f. Data outlier atau data pencilan, yaitu data yang menyimpang jauh dari data

    lainnya.

  • Bab IV. Kesalahan Pengukuran (Pengamatan)

    Pelaksanaan pekerjaan selalu berdasarkan perencanaan, tanpa perencanaan sulit sekali

    pelaksanaan pekerjaan mencapai hasil yang optimal. Dasar dari perencanaan adalah

    pengukuran. Pengukuran adalah pekaerjaan untuk mengumpulkan atau mendapatkan

    informasi dan disini dibatasi informasi untuk keperluan pemetaan.

    Pengukuran selalu diikuti kesalahan, kecuali pengukuran bilangan diskrit misalnya

    jumlah orang di dalam ruangan. Karena pengukuran selalu mempunyai kesalahan maka

    perlu pengukuran tersebut dievaluasi untuk menentukan ketelitiannya.

    Pengukuran (panjang, berat, arah, sudut, isi dll) adalah menentukan besarnya hasil

    pengukuran tehadap unit standar (satuan), misalnya meter untuk panjang, kilogram

    untuk berat, derajat untuk sudut dll. Bila memakai unit meter disebut unit metriks dan

    ada juga yang menggunakan unit yang lain, misalnya feet, inci. Menurut sejarah 1

    meter diperoleh dari 1/10.000.000 jarak equator ke kutub (jarak di permukaan bumi).

    IV.1 Ketidakpastian

    Tidak ada satupun pengukuran atau pengamatan yang betul-betul pasti hasilnya,

    dengan kata lain setiap pengukuran atau pengamatan pasti mempunyai kesalahan atau

    terdapat ketidakpastian hasil yang diperoleh. Sebagaimana diketahui, pengukuran atau

    pengamatan merupakan subyek kesalahan yang disebabkan oleh ketidak sempurnaan

    pengamat melakukan pengukuran, ketida sempurnaan alat ukur yang digunakan dan

    juga subyek dari berbagai fenomena alam, seperti fluktuasi temperatur, tekanan udara

    dan fenomena alam lainnya yang terjadi selama proses pengukuran berlangsung.

    Dengan demikian, suatu pengukuran yang betul-betul sempurna, bebas dari kesalahan,

    adalah suatu yang mustahil.

    Meskipu pengukuran yang bebas dari kesalahan adalah suatu hal yang tidak mungkin,

    akan tetapi suatu pengukuran dapat diusahakan sedemikian rupa agar kesalahannya

    minimal, sehingga hasilnya dapat mencapai suatu nilai tertentu yang tidak melebihi

    batas toleransi yang telah ditetapkan. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan

  • pengetahuan tentang sumber dan tipe kesalahan, efek kesalahan terhadap hasil

    pengukuran, dan prosedur pengukuran yang benar, bagi seorang surveyor, sangatlah

    penting pengetahuan tersebut

    IV.2 Konsep Pengukuran dan Kesalahan

    Juru ukur selalu terkait dengan pengukuran termasuk perataan dan analisis di kantor

    maupun pengujiannya di lapangan. Pengukuran adalah suatu proses yang hasilnya

    dapat bervariasi. Tidak ada hasil ukuran ulang yang persis sama, hal ini disebabkan

    adanya keterbatasan alat dan kemampuan juru ukur untuk memusatkan, mengarahkan,

    menggabungkan, menetapkan dan membaca alat.

    Karena semua ukuran pasti bervariasi, maka tidak ada hasil ukuran yang didapat

    dengan tepat nilainya. Suatu nilai yang tetap, suatu besaran yang dianggap nilai yang

    benar bisa dicari, tapi sebelumnya yang didapat hanya berupa nilai estimasi dari nilai

    yang benar.

    Apabila diharapkan nilai bervariasi, maka diharapkan perbedaan antara nilai ukuran

    dengan nilai yang benar, apapun yang terjadi. Perbedaan ini disebut kesalahan dari nilai

    ukuran.

    Jika 'x sebagai nilai yang benar dari suatu besaran, dan x nilai pengamatan, maka nilai

    kesalahan x didapat dengan:

    'xxe = (2)

    Jika estimasi yang baik bisa diperoleh, maka dapat menggunakan nilai estimasi untuk

    mengganti nilai sebagai dasar untuk nilai pengamatan. Jika x adalah ukuran estimasi

    dari 'x , perbedaan antara x dan nilai ukuran x , didefinisikan sebagai residual ( v ),

    xxv = (3)

    Residual digunakan untuk menunjukkan variasi ukuran.

    IV.3 Macam-macam Kesalahan

    1. Kesalahan kasar

    Kesalahan kasar merupakan hasil blunder atau kekeliruan akibat kekurang hati-

    hatian pengukur. Dengan kecermatan dan hati-hati, baik ketika melakukan

  • pembacaan, dalam menuliskan hasil bacaan maupun dalam hitungan, dan degan

    pengulangan pengukuran yang independen (tidak terpengaruh hasil ukuran yang

    lain) maupun hitungan (ukuran berulang yng menyipang jauh dari nilai rata-rata

    dibuang), kesalahan besar ini biasanya dapat dihindari, pembacaan biasa dan luar

    biasa pada pembacaan sudut selisih tidak boleh dari 180o.

    Misalnya: salah baca, salah target, salah catat.

    2. Kesalahan sistematik

    Kesalahan ini tergantung pada beberapa sistem yang dapat ditentukan. Apabila

    suatu pengukuran diulang dengan keaddan yang sama, kesalahan sistematiknya

    akan mengikuti pola yang sama.

    Apabila sepanjang proses pengukuran kesalahan sistematik mempunyai tanda dan

    nilai yang sama disebut kesalahan tetap (konstan). Jika tandanya berlawanan tapi

    nilainya tetap sama disebut aksiwalan.

    Suatu sistem yang mendasari kesalahan sistematik dapat tergantung pada

    pengamat, alat yang digunakan, keadaan fisik, lingkungan saat pengukuran, oleh

    penggunaan model matematik yang tidak benar atau campuran dari keadaan

    tersebut.

    Ada tiga tipe kesalahan sistematik, yaitu:

    a. Kesalahan karena percobaan. Jika suatu alat digunakan dalam kondisi percobaan

    tertentu, misalnya tekanan dan temperatur yang tetap, yang berbeda dengan

    kondisi saat alat tersebut dikalibrasi, maka akan timbul suatu kesalahan

    sistematik.

    b. Kesalahan yang bersumber dari alat. Alat yang tidak terkoreksi, misalnya garis

    arah nivo tidak sejajar dengan vizir, kesalahan konstruksi alat, panjangan pita

    ukur yang seharusnya 30 m ternyata kurang 1 cm, titik nol rambu tidak seragam.

    c. Cara pengukuran yang kurang sempurna. Cara pengukuran yang tidak menurut

    prosedur yang seharusnya diikuti, bisa mengakibatkan timbulnya kesalahan

    sistematik. Misalnya pengukuran sudut yang hanya dilakukan satu kali

    pengamatan, yaitu dengan teodolit dalam keadaan biasa, pengukuran sipatdatar

    hanya dilakukan pagi hari saja.

  • Pengaruh ataupun efek dari kesalahan sistematik dapat dikurangi atau dieliminir

    dengan bebrapa cara, diantaranya adalah:

    a. Menggunakan model matematik yang lebih baik atau dengan menggunakan

    peralatan yang lebih baik.

    b. Dicari besarnya kesalahan sistematik terlebih dahulu (untuk mencari atau

    menentukan besarnya kesalahan sistematis, dilakukan terpisah dengan saat

    melakukan pengukuran); kemudian hasil pengukuran dikoreksi dengan nilai

    kesalahan sistematiknya.

    c. Digunakan cara pengukuran yang dapat mengeliminir pengaruh kesalahan

    sistematik, misalnya untuk pengukuran sudut dengan teodolit, dilakukan dengan

    cara biasa dan luar biasa, selanjutnya hasilnya adalah rata-rata dari kedua

    pengukuran biasa dan luar biasa tersebut.

    3. Kesalahan acak

    Dalam suatu pengukuran berulang, meskipun kesalahan kasar dan kesalahan

    sistematiknya telah dihilangkan, akan tetap terlihat adanya variasi hasil pengukuran,

    yaitu hasil pengukuran yang satu tidak bersesuaian dengan hasil pengukuran

    lainnya. Perbedaan antara nilai (hasil pengukuran) yang satu dengan yang lainnya,

    merupakan sebab timbulnya beda antara nilai hasil pengukuran dengan nilai yang

    sebenarnya. Kesalahan yang masih tertinggal setelah kesalahan kasar dan

    kesalahan sistematik diambil, disebut kesalahan acak atau kesalahan kebetulan.

    Kesalahan acak ini tidak bisa dihindarkan. Dalam setiap pengukuran berulang akan

    selalu terdapat kesalahan acak, kesalahan acak umumnya kecil, dan kesalahan ini

    betul-betul acak, baik dari hal kejadiannya maupun darlam besarnya, harganya,

    nilainya. Kesalahan acak tidak mengikuti hukum alam sebagaimana halnya

    kesalahan sistemaik. Adanya variasi ukuran diakibatkan adanya kesalahan

    pengamatan yang hubungan ubahnya atas dasar sistem yang dapat ditentukan tidak

    diketahui. Kesalahan ini bisa plus atau minus, frekuensi plus dan minus sama besar.

    Dalam plaksanaan pengukuran hanya kesalahan random saja yang boleh tersisa,

    kesalahan blunder dihindari dengan pengulangan pengukuran dan kesalahan

    sistematik dihindari dengan koreksi alat.

  • Jika sebuah besaran dilakukan pengukuran banyak kali, pengkuran dilakukan

    dengan alat yang sama dan dalam kondisi yang relatif sama, maka tampak suatu

    hasil ukuran yang akan mengikuti suatu pola tertentu dengan sifat-sifat sebagai

    berikut:

    a. Semua hasil ukuran akan berfluktuasi sekitar nilai pusat,

    b. Penyimpangan nilai positif dan nilai negatif terhadap nilai pusat mempunyai jarak

    yang sama,

    c. Penyimpangan yang kecil frekuensinya lebih banyak daripada penyimpangan

    besar.

    Kesalahan-kesalahan yang dapat dikategorikan dalam kesalahan acak, antara lain:

    a. Kesalahan menaksir. Kebanyakan alat mengharuskan dilakukan suatu taksiran

    terhadap bagian dari pembagian skala yang terkecil. Oleh berbagai macam

    sebab, taksiran dari si pengamat umumnya akan berlainan dari waktu ke waktu.

    b. Kesalahan yang disebabkan karena kondisi yang berfluktuasi. Fluktuasi dari

    beberapa fenomena alam seperti temperatur, tekanan udara, penyinararan yang

    tidak teratur akan mengakibatkan kesalahan acak.

    c. Kesalahan akibat adanya gangguan. Gangguan oleh getaran-getaran mekanik,

    gangguan lain yang tidak diketahui penyebabnya, akan mengakibatkan

    kesalahan acak.

    IV.4 Sumber-sumber Kesalahan

    Dalam suatu pengukuran, beberapa macam sumber kesalahan yang terjadi bisa berasal

    dari satu sumber yang sama, akan tetapi umumnya masing-masing jenis kesalahan

    bersumber dari sumber yang berbeda. Sumber kesalahan dapat dikelompokkan dalam

    tiga sumber utama, yaitu kesalahan yang bersumber dari alam, dari alat dan dari si

    pengamat.

    a. Kesalahan yang bersumber dari alam atau disebut kesalahan natural, adalah

    kesalahan akibat fenomena alam, misalnya pengaruh atmosfer pada pengukuran

    EDM, pengaruh refraksi sinar, akibat perubahan temperatur, tekanan udara dan

    kelembaban.

  • b. Kesalahan yang ditimbulkan karena alat atau disebut kesalahan instrumental,

    adalah kesalahan akibat ketidak sempurnaan konstruksi alat, bisa juga

    disebabkan oleh kalibrasi yang belum sempurna. Kesalahan akibat alat ini

    misalnya, pembagian graduasi lingkaran horisontal pada teodolit yang tidak sama

    besarnya, nivo pada alat penyipat datar yang belum seimbang benar.

    c. Kesalahan yang disebabkan oleh si pengamat atau manusia, atau disebut human

    error atau personal error. Kesalahan ini disebabkan oleh keterbatasan manusia

    baik keterbatasan fisik maupun kemampuannya, bisa juga akibat kebiasaan si

    pengamat yang bersangkutan. Misalnya seorang yang mengukur selalu akan

    mengarah ke kanan (lebih besar), seorang pengamat dalam mengestimasi

    perpuluhan ada kecenderungan untuk memilih angka genap, kemampuan reaksi

    pengamat yang sangat jelek untuk menentukan kapan stop watch dimulai dan

    diakhiri.

    d. Kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh atau efek dari beberapa fenomena

    alam yang berfluktuasi secara teratur dan telah diketahui model matematiknya,

    akan berupa kesalahan sistematik.

    e. Penggunaan model matematik yang tidak benar, misal untuk menghitung jarak

    secara optis digunakan model )( ba bbkj = , dengan memasukkan nilai k = 100.

    Sedangkan untuk alat yang bersangkutan seharusnya lebih tepat digunakn

    rumus Cbbkj ba += )( , dengan nilai xk = 100 , dan nilai C tertentu.

    Seorang pengukur atau surveyor haruslah familier dengan macam-macam kesalahan,

    sumber kesalahan, perkiraan besarnya kesalahan yang bakal terjadi, sifat-sifat

    perambatan kesalahan, sehingga seorang surveyor dapat memilih atau mencari suatu

    prosedur pengukuran yang cukup efisien dan efektif untuk mengatasi efek kesalahan

    pengukuran yang terjadi. Dengan demikian seorang surveyor akan dapat

    mengantisipasi ataupun menghindari segala kemungkinan yang akan merugikan.

    Mengelakkan samasekali dari semua kesalahan adalah tidak mungkin, usaha seorang

    pengamat dapat meminimumkan efek dari kesalahan-kesalahan tersebut.

  • IV.5 Pengukuran Berulang

    Suatu pengukuran tidak ada yang sempurna, baik dalam melakukan pengamatan,

    pencatatan hasil pengamatan, maupun dalan penyelenggaraan pengamatan secara

    keseluruhan. Proses pengukuran selalu menjadi subyek dari berbagai kesalahan, oleh

    karena itu pengukuran terhadap suatu besaran yang dilakukan berulang kali, hampir

    dapat dipastikan, hasil dari setiap pengukuran tidak akan pernah bersesuaian satu

    dengan lainnya. Kalaupun ada hasil yang sama, itu adalah suatu kebetulan saja. Kalau

    setiap kali pengukuran didapat hasil yang berbeda, mestinya akan timbul pertanyaan,

    hasil manakah yang benar, atau nilai manakah yang bisa dipercaya. Oleh karena

    keadaan yang demikian, maka patutlah kalau bersikap kurang percaya terhadap hasil

    pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja (pengukuran tunggal), karena tidak

    tahu, apakah hasil dari satu kali pengukuran itu tidak akan berbeda jauh jika dilakukan

    pengukuran kedua, ketiga dan seterusnya.

    Menurut teori kemungkinan, nilai hasil ukuran yang mendekati benar baru dapat

    diketahui, apabila dilakukan pengukuran yang tidak terhingga banyaknya. Akan tetapi

    jelas bahwa pengukuran yang demikian (pengukuran sebanyak tak terhingga kali) tidak

    mungkin dilakukan, karena baik orangnya (pengamat) sudah tidak mampu lagi untuk

    melakukan pengukuran, maupun peralatannya tentu akan rusak atau musnah sebelum

    pengukuran itu sendiri selesai dikerjakan, belum lagi jika dihitung berapa biaya yang

    harus dikeluarkan. Untuk itu maka perlu dicari jalan keluarnya, bagaimana bisa

    diperoleh nilai hasil pengukuran yang mendekati benar, tanpa harus melakukan

    pengukuran sebanyak tak terhingga kali.

    Sehubungan dengan keadaan tersebut, sebelum dilakukan pengukuran, ada beberapa

    hal yang perlu dipecahkan terlebih dahulu, yaitu:

    a. Jika pengukuran sebanyak tak terhingga kali tidak dapat dilakukan, berapa

    banyakkah pengukuran harus dilakukan untuk memenuhi nilai hasil ukuran yang

    dianggap mendekati benar.

    b. Nilai manakah dari sekian banyak nilai (data) yang akan dipilih sebagai nilai

    terbaik (mendekati paling benar).

  • c. Seberapa jauhkah pilihan itu dapat dipercaya, atau dengan kata lain, berapkah

    nilai terbaik ini menyimpang dari nilai yang benar, dan bagaimana cara

    menentukan simpangan ini.

    d. Hubungan apakah yang ada antara nilai terbaik dan tingkat kepercayaan di satu

    pihak dan jumlah data yang diambil di pihak lain.

    Keterpercayaan pengukuran ditunjukkan dengan:

    a. Kecermatan (kepresisian): tingkat kedekatan atau kesamaan dari ukuran ulang

    untuk besaran yang sama. Jika ukuran ulang dekat mengumpul artinya

    pengukuran mempunyai kecermatan tinggi. Jika ukuran ulang jauh menyebar

    artinya pengukuran mempunyai kecermatan rendah.

    Kecermatan ditunjukkan dengan penyebaran data pada distribusi kemungkinan,

    makin sempit distribusinya makin tinggi kecermataanya dan sebaliknya. Nilai

    kecermatan ditunjukkan dengan simpangan baku, kecermatan tinggi nilai

    simpangan baku kecil dan sebaliknya.

    b. Kehandalan (keakuratan): tingkat kesamaan atau kedekatan dari suatu ukuran

    terhadap nilai sebenarnya. Kehandalan bukan hanya akibat dari kesalahan acak

    tapi juga pengaruh akibat tidak terkoreksinya kesalahan sistematik. Jika tidak

    ada kesalahan sistematik, simpangan baku dapatr digunakan sebagai ketelitian

    pengukuran.

    c. Ketidakpastian: selang dari kesalahan yang diperkirakan akan terjadi selama

    pengukuran berlangsung. Tingkat tertentu dari kemungkinan biasanya

    diandaikan sebagai ketidakpastian. Jika dikatakan 90% ketidakpastian artinya

    kemungkinan hasil pengukuran selangnya terletak pada 90%. Secara umum, jika

    kepastan diketahui sebetulnya nilai pengukuran itu sendiri telah disyaratkan.

    Definisi klasik menghubungkan probabilitas sebagai suatu peristiwa dengan frekuensi

    terjadinya peristiwa tersebut, manakala suatu eksperimen dilakukan berulang kali,

    pengulangannya dapat secara riil ataupun hipotesis. Dalam hal ini probabilitas diartikan

    sebagai frekuensi yang diharapkan. Ketentuan ini menjurus kepada definisi probabilitas

    sebagai limit dari frekuensi terjadinya suatu peristiwa, jika dilakukan pengulangan

    mendekati tak terhingga.

  • Dalam statistik modern, konsep probabilitas sebagai frekuensi yang diharapkan tidak

    terpakai lagi. Probabilitas dianggap sebagai konsep dasar yang bebas sehubungan

    dengan peristiwa statistik, dan sifatnya didasarkan secara axiomatic. Untuk itu perlu

    diketahui gagasan tentang variabel acak.

    IV.6 Variabel Acak

    Variabel acak berkaitan dengan peristiwa statistik, riil atau hipotesis. Suatu peristiwa

    adalah hasil dari suatu eksperimen statistik. Kalau suatu peristiwa statistik mempunyai

    beberapa kemungkinan hasil, maka peristiwa itu dapat dikaitkan dengan suatu variasi

    stokastik atau variabel acak. Suatu variabel acak adalah variabel yang dapat memiliki

    beberapa nilai, dimana masing-masing nilai dikaitkan dengan suatu probabilitas.

    Dalam probabilitas, umumnya dicari kelakuan suatu sistem atas dasar model matematik

    yang ditetapkan. Keseluruhan unsur-unsur yang dipelajari, dari mana informasi akan

    ditarik, disebut populasi. Secara teoritis, populasi dianggap memuat jumlah

    pengamatan yang tak terhingga.

    Populasi memasukkan semua kemungkinan nilai variabel acak dalam pertimbangannya

    untuk mencari informasi kelakukan yang akan dicari. Dengan kata lain, populasi adalah

    keseluruhan semua hasil yang mungkin dari peristiwa statistik yang berhubungan

    dengan variabel acak. Populasi adalah begitu besarnya sehingga tidak mungkin

    dipelajari masing-masing unsur untuk menilai sifatnya. Berhubung dengan itu, perlu

    dipilih sejumlah kecil pengamatan dari populasi tersebut, yang disebut sampel. Dari

    hasil studi sampel akan ditarik kesimpulan dan dibuat pernyataan-pernyataan tentang

    populasi.

    Kesimpulan yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh metode pemilihan sampel maupun

    besarnya sampel. Makin besar sampel, keyakinan terhadap hasil yang diperoleh akan

    semakin besar. Untuk memilih sampel harus hati-hati, jangan sampai pemilihan sampel

    mengikuti suatu pola yang sama. Kalau ini terjadi, bisa-bisa dihadapkan papa resiko

    mempunyai unsur-unsur sampel yang memperlihatkan efek kesalahan sistematik,

    sehingga kaitan antara sampel dan populasi menjadi tidak syah. Untuk menghindari hal

  • tersebut, maka sampel harus dipilih secara sembarang (acak), dengan kata lain setiap

    unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel

    atau pemilihan masing-masing unsur dari sampel tidak tergantung satu sama lain.

    IV.6 Penolakan data (data pencilan, outlier)

    Jika suatu besaran diukur beberapa kali, beberapa nilai-nilai yang diperoleh seringkali

    berbeda agak banyak dari nilai-nilai yang lain. Seyogyanya nilai-nilai demikian itu

    disingkirkan saja. Nilai-nilai itu mungkin diakibatkan oleh fluktuasi fenomena alam yang

    besar, atau kesalahan (kasar) yang dilakukan pengamat. Tentunya tidak bisa begitu

    saja menyingkirkan data yang dianggap abnormal tersebut. Untuk pengukuran berulang

    di bidang Geodesi ataupun survei, data yang mempunyai penyimpangan (residual) lebih

    besar besar atau lebih kecil dari tiga (3) kali kesalahan standar dapat dikategorikan

    data abnormal, sehingga harus disingkirkan.

    Kesalahan standar mS dirumuskan sebagai nSSm = , dimana S adalah simpangan baku

    dan n adalah jumlah pengukuran. Kegunaan yang lain dari kesalahan standar ini

    adalah untuk membandingkan hasil pengukuran satu dengan yang lain.

    Contoh:

    Suatu sudut diukur oleh A dan B, hasilnya sebagai berikut:

    Sudut Nilai rata-rata n mS 2mS

    A 19o2736.12 20 0,42 0,1764

    B 19o2734.92 20 0,67 0,4489

    Hitungan:

    "79,04489,01764,0 =+=bedaS

    "58.12 =bedaS

    d : beda nilai rerata = 19o2736.12- 19o2734.92

    Apabila d > bedaS maka hasil pegukuran A B.

  • Apabila d < bedaS maka hasil pegukuran A = B.

    Kegunaan yang lain dari kesalahan standar ini adalah untuk membandingkan hasil

    pengukuran dengan besaran baku. Seringkali dihadapkan pada persoalan pengukuran

    luas suatu kawasan yang telah mempunyai luas baku. Hasil ukuran tersebut

    dibandingkan dengan luasan baku tersebut.

    Contoh:

    Luas n mS 2mS

    Baku = 10000 ha - 0 0

    Ukuran = 9900 ha 20 70 4900

    Hit ungan:

    Luas baku dianggap betul, jadi tidak mempunyai kesalahan mS = 0

    7049000 =+=bedaS ha

    1402 =bedaS ha

    d : beda nilai rerata = 10000-9900=100 ha

    Apabila d> bedaS maka hasil pegukuran luas luas baku.

    Apabila d< bedaS maka hasil pegukuran luas = luas baku.

    IV.6 Angka Signifikan

    Angka signifikan adalah jumlah digit dari nilai tersebut dengan bukan semuanya nol

    yang digunakan untuk menetapkan desimal.

    Contoh:

    147 3 angka signifikan 147.64 5 angka signifikan 2.1 2 angka signifikan 1013 4 angka signifikan 1.007 4 angka signifikan 17.710 5 angka signifikan

  • 0.021 2 angka signifikan (angka nol untuk menmetapkan decimal saja) 1320 bisa 3 atau 4 angka signifikan tergantung apakah angka nol

    digunakan hanya untuk menetapkan decimal yang mengikuti atau

    tidak.

    Setiap nilai harus mencantumkan semua angka kepastian ditambah satu digit terakhir

    yang berkeraguan.

    Contoh:

    137.824 4 angka pertama nilainya berkepastian dua angka terakhir berkeraguan.

    Nilai tersebut harus ditulis 5 angka signifikan yaitu 137.82 (1, 3, 7, 8 nilai

    berkepastian dan 2 nilai berkeraguan).

    Jarak diukur dengan pegas yang bacaannya sampai centimeter dengan perkiraan

    millimeter, hasil ukurannya 462.513 m, lima digit pertama nilainya berkepastian

    sedangkan digit keenam nilainya perkiraan (berkeraguan).

    Penetapan banyaknya angka signifikan suatu hitungan tidak semudah ukuran langsung.

    Terdapat ketentuan umum untuk keefektifan.

    1. Pada penjumlahan atau pengurangan:

    Dibulatkan ke angka terkecil nilai-nilai yang dijumlahkan atau dikurangkan.

    Contoh: 2.34 + 2.3446 = 4.6846 dibulatkan ke 4.68

    2. Pada perkalian:

    Hasil kalinya harus sama dengan angka signifikan faktor pengali terkecil, tidak

    termasuk faktor pengali yang berupa tetapan.

    Contoh: 2(2.15 x 11.1234) = 47.8 (3 angka signifikan)

    Pembulatan pada Angka Signifikan

    Angka signifikan suatu nilai terkurangi denan adanya pembulatan. Kesalahan terkecil

    dapat dicapai bila pembulatannya dilakukan dengan ketentuan:

    a. Jika diinginkan K angka signifikan diabaikan semua angka di belakang digit ke

    K+1.

    Diperhatikan digit ke K+1:

  • Jika nilainya antara 0 sampai 4, diabakan nilainya. Satu.

    Contoh: 12,34421 bila 4 angka signifikan menjadi 12,34

    Jika nilainya antara 6 sampai 9, diabakan nilainya dan digit ke K ditambah.

    Contoh: 1,376 bila 3 angka signifikan menjadi 1,38

    Jika nilainya 5 dan digit ke K bilangan genap, diabaikan nilainya.

    Contoh: 12,23454 bila 5 angka signifikan menjadi 12,234

    Jika nilainya 5 dan digit ke K bilangan ganjil, diabaikan dan nilai digit ke K

    ditambah satu.

    Contoh: 12,13555 bila 5 angka signifikan menjadi 12,136

  • Bab V. Konsep Dasar Kesalahan Pengukuran

    Kesalahan kasar dan sistematik dapat dieliminir atau dicari besarnya untuk dikoreksikan

    pada ukuran. Sedangkan kesalahan acak tetap ada dan menimbulkan variasi pada

    pengukuran.

    V.1. Kemungkinan Kejadian

    Suatu nilai ataupun kejadian akan muncul, ditunjukkan dengan suatu nilai kemungkinan

    yang besarnya dari nol sampai dengan satu. Nilai nol sama sekali tidak akan muncul

    dan nilai satu pasti akan muncul. P(x) adalah kemungkinan suatu nilai x akan keluar.

    0 P(x) 1

    Contoh: Jarak diukur 100 kali

    Jarak (m) Jumlah Ukuran Frekuensi Relatif

    259.45 3 0.05

    259.46 15 0.15

    259.47 22 0.22

    259.48 37 0.37

    259.49 19 0.19

    259.50 2 0.02

    Jumlah 100 1.00

    P(259.45) = 5/100 = 0.05

    P(259.46) = 15/100 = 0.15

    Dari data tersebut diketahui bahwa frekuensi relative sama dengan nilai kemungkinan

    kejadian.

    V.1 Distribusi Kesalahan

    Suatu besaran diukur berulang-ulang nilainya akan selalu bervariasi.

    Contoh pengukuran jarak:

  • No. Hasil Ukuran Banyak Ukuran Variasi Ukuran Frekuensi Relatif Frekuensi Diharapkan

    1 322.52 1 -0.066 0.01 0.003

    2 322.53 0 -0.056 0.00 0.010

    3 322.54 3 -0.046 0.03 0.025

    4 322.55 5 -0.036 0.05 0.053

    5 322.56 9 -0.026 0.09 0.092

    6 322.57 14 -0.016 0.14 0.134

    7 322.58 18 -0.006 0.18 0.163

    8 322.59 15 +0.004 0.15 0.166

    9 322.60 14 +0.014 0.14 0.140

    10 322.61 10 +0.024 0.10 0.101

    11 322.62 6 +0.034 0.06 0.060

    12 322.63 3 +0.044 0.03 0.030

    13 322.64 1 +0.054 0.01 0.012

    14 322.65 1 +0.064 0.01 0.004

    Variasi ukuran diperoleh pengurangan rata-rata ukuran dengan masing-masing ukuran.

    Dengan menganggap rata-rata merupakan nilai yang dicari, nilai masing-masing variasi

    ukuran bisa didapat. Frekuensi relatif ukuran didapat dengan membagi jumlah masing-

    masing ukuran dengan jumlah keseluruhan pengukuran. Frekuensi diharapkan didapat

    dengan menganggap distribusi variasinya normal dan dicari dengan rumus fungsi

    distribusi normal dengan nilai simpangan baku dan nilai rata-rata yang telah dihitung.

  • 10

    35

    9

    14

    18

    1514

    10

    6

    31 1

    02468

    101214161820

    322,5

    2

    322,5

    3

    322,5

    4

    322,5

    5

    322,5

    6

    322,5

    7

    322,5

    8

    322,5

    9

    322,6

    0

    322,6

    0

    322,6

    1

    322,6

    2

    322,6

    3

    322,6

    4

    Ukuran

    Jum

    lah

    ukur

    an

    Gambar 1 Distribusi data

    0

    0.02

    0.04

    0.06

    0.08

    0.1

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    0.2

    -0.06

    6-0.

    056

    -0.04

    6-0.

    036

    -0.02

    6-0.

    016

    -0.00

    60.0

    040.0

    140.0

    240.0

    340.0

    440.0

    540.0

    64

    Variasi ukuran

    Frek

    uens

    i rel

    atif

    Gambar 2 Variasi ukuran

    Data ukuran maupun data variasinya dapat disajikan dalam bentuk grafik, sumbu X

    menggambarkan nilai ukuran maupun variasi ukuran, sumbu Y menggambarkan jumlah

    ukuran maupun frekuensi relatif.

  • 00.02

    0.04

    0.06

    0.08

    0.1

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    0.2

    -0.06

    6-0.

    056

    -0.04

    6-0.

    036

    -0.02

    6-0.

    016

    -0.00

    60.0

    040.0

    140.0

    240.0

    340.0

    440.0

    540.0

    64

    Variasi ukuran

    Frek

    uens

    i rel

    atif

    Gambar 3 Variabel kontinyu

    Gambar (1) dan Gambar (2) merupakan grafik distribusi variabel diskrit. Gambar (3)

    merupakan grafik distribusi variabel kontinu. Dari grafik Gambar (1) dan Gambar (2)

    dapat dilihat bentuk dan ukuran sama sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat distribusi

    ukuran dan variasi ukuran sama.

    V.2 Rata-rata, Simpangan Baku dan Korelasi

    Salah satu penentuan nilai yang mewakili pada data yang jumlahnya banyak, yang

    dianggap baik adalah dengan mencari nilai rata-rata dari keseluruhan data.

    x = nxi dengan n adalah banyaknya data, i idari 1 s.d. n . (4)

    Dan simpangan bakunya:

    1)( 2

    =n

    xxS i (5)

    Apabila distribusi data betul-betul normal atau mendekati normal maka nilai rata-rata

    merupakan nilai yang paling mendekati benar.

  • Simpangan baku menunjukkan letak titik belok dari kurva normal yang menunjukkan

    penyebaran data ukuran, yang berarti juga bahwa nilai yang benar berada diantara titik

    belok dengan kemungkinan sebesar 68%.

    Dalam banyak pekerjaan satu macam data atau lebih dari satu macam data sebetulnya

    saling terkait.

    Misalnya:

    Pada dua macam data seperti absis dan ordinat selain dapat ditentukan rata-rata

    dan simpangan bakunya juga dapat ditentukan keterkaitan kedua data, dengan

    mencari nilai korelasi antara absis dan ordinat.

    Nilai korelasi dikenal sebagai koefisien korelasi antara dua variabel, menunjukkan

    kedekatan hubungan diantara keduanya yaitu hubungan linier antara kedua variabel.

    Nilai korelasi (r) dari -1 s.d. +1 dan tidak mempunyai satuan.

    Rumusnya:

    22 )(.)())((

    ii

    ii

    yyxxyyxxr

    = (6)

    Simpangan baku dan korelasi antar dua macam data, tergantung dari penyebaran

    datanya. Apabila data berada tepat sepanjang garis lurus maka korelasinya +1 atau -1,

    tergantung arah garis lurusnya. Bila salah satu data mempunyai simpangan baku nol,

    maka nilai korelasinya juga nol.

    V.3 Varian dan Kovarian

    Nilai varian adalah kuadrat simpangan baku dan nilai kovarian adalah akar perkalian

    antara korelasi dengan perkalian kedua simpangan baku.

    Rumusnya:

    1)( 22

    =n

    xxS ix (7)

    1)( 22

    =n

    yyS iy (8)

    22, 1

    ))((yx

    iiyx SSrn

    yyxxS =

    = (9)

  • Dari rumus tersebut diketahui bahwa nilai varian harus positif atau tepat nol dan nilai

    kovarian harus antara negatif perkalian kedua simpangan baku dan nilai positifnya.

    Kumpulan varian-kovarian dalam bentuk matriks disebut matriks varian-kovarian atau

    sering disebut matriks kovarian saja.

    = 2

    ,

    ,2

    ,yyx

    yxxyx SS

    SS (10)

    Bentuk matriks varian-kovarian adalah simetris, elemen diagonalnya selalu positif atau

    nol, dan dimensi matriksnya sama dengan jumlah parameter yang direpresentasikan.

    Matriks kovarian diatas karena ada dua variabel X dan Y, maka matriksnya berdimensi

    2x2.

    Contoh hitungan

    Penentuan koordinat titik A (X dan Y) sebanak 10 kali dengan cara pemotongan

    kemuka

    No Absis (x) Ordinat (y) )( ixx )( iyy ))(( ii yyxx 2)( ixx

    2)( iyy

    1 147,19 345,88 5 -5 -25 25 25

    2 147,17 345,82 7 1 7 49 1

    3 147,22 345,77 2 6 12 4 36

    4 147,32 345,76 -8 7 -56 64 49

    5 147,28 345,81 -4 2 -8 16 4

    6 147,32 345,78 -8 5 -40 64 25

    7 147,18 345,92 6 -9 -54 36 81

    8 147,25 345,94 -1 -11 11 1 121

    9 147,26 345,80 -2 3 -6 4 9

    10 147,21 345,82 3 1 3 9 1

    1472,40 3458,30 0 0 -158 272 352

    Rata-rata X (m) : 24,1471040,1472

    ==

    =nxx i

  • Simpangan baku X (cm) : 5,59272

    1)( 2

    ==

    =n

    xxS ix

    Varian X (cm2) : 9

    2721

    )( 22 =

    =n

    xxS ix

    Rata-rata Y (m) : 83,3451030,3458

    ==

    =nyy i

    Simpangan baku Y (cm) : 3,69352

    1)( 2

    ==

    =n

    yyS iy

    Varian Y (cm2) : 9

    3521

    )( 22 =

    =n

    yyS iy

    Korelasi X dan Y : 504,0)52).(272(

    158)(.)(

    ))((22

    =

    =

    =

    ii

    ii

    yyxxyyxxr

    Kovarian X dan Y (cm2) : 3,65,5504,01

    ))(( 22, xxSSrn

    yyxxS yxiiyx ==

    =

    V.4 Kaitan Kemungkinan Kejadian dan Simpangan Baku

    Dalam grafik simpangan baku menunjukkan letak titik belok dari kurva normal, yang

    juga menunjukkan penyebaran data ukuran yang berarti juga bahwa nilai yang benar

    berada diantara titik belok dengan kemungkinan sebesar 68%. Untuk nilai kemungkinan

    yan lain dapat diilustrasikan sebagai berikut:

    Data I Data II

    No x )( ixx 2)( ixx No x )( ixx 2)( ixx

    1 14,1 0,1 0,01 1 13,5 0,09 0,008

    2 14,0 0,0 0,0 2 13,4 -0,01 0,000

    3 14,2 0,2 0,04 3 13,5 0,09 0,008

    4 14,1 0,1 0,01 4 13,3 -0,11 0,012

    5 13,9 -0,1 0,01 5 13,2 -0,21 0,044

    6 13,8 -0,2 0,04 6 13,3 -0,11 0,012

    7 13,9 -0,1 0,01 7 13,5 0,09 0,008

  • 8 14,0 0,0 0,00 8 13,4 -0,01 0,000

    9 14,1 0,1 0,01 9 13,4 -0,01 0,000

    10 13,9 -0,1 0,01 10 13,6 0,19 0,0036

    140,0 0,14 134,1 0,129

    Rata-rata I (cm) : 0,14100,140==

    =

    nxx iI

    Simpangan baku I (cm) : 125,0914,0

    1)( 2

    ==

    =n

    xx ixI

    Rata-rata II (cm) : 41,13101,134==

    =

    nxx iII

    Simpangan baku II (cm) : 120,09129,0

    1)( 2

    ==

    =n

    xx ixII

    Kemungkinan Data I Data II

    68% (X) 14,00,125 13,410,120

    95% (X2) 14,00,250 13,410,240

    99% (X3) 14,00,375 13,410,360

    Kemungkinan Data I Data II

    68% (X-) s.d. (X-) 13,875 s.d. 14,125 13,290 s.d. 13,530

    95% (X-2) s.d. (X-2) 13,750 s.d. 14,250 13,170 s.d. 13,650

    99% (X-3) s.d. (X-3) 13,625 s.d. 14,375 13,050 s.d. 13,770

  • VI. Perambatan Kesalahan

    VI.1 Perambatan Kesalahan Sistematik

    Bila data pengukuran masih mengandung kesalahan sistematik, tetapi langsung

    digunakan untuk menghitung besaran-besaran lain maka hasil hitungan dari data

    tersebut masih mengandung kesalahan sistematik.

    Contoh:

    Bila panjangan diukur dengan pegas ukuran, hasilnya 95 m. Didapat dari empat kali

    ukuran pegas ditambah ukuran terakhir sebesar 15 m. Apabila panjang pegas yang 20

    m senyatanya lebih panjang 4 cm, maka panjang sebenarnya sepert dalam table

    berikut:

    Panjang Ukuran Panjang Sebenarnya

    20 m 20.04 m

    40 m 40.08 m

    60 m 60.12 m

    80 m 80.16 m

    95 m 95.19 m

    Dari table tersebut dapat ditulis hubungan matematis: y = x + 0.002 x = 1.002 x,

    dimana x : hasil ukuran dan y : ukuran terkoreksi.

    Contoh lain:

    Apabila terjadi hubungan antara hitungan dengan lebih satu ukuran diperlukan rumus

    umum untuk mencari perambatan kesalahan sistematik.

    Apabila ada hubungan fungsional sebagai berikut:

    y1 = f1(x1, x2, , xn) (11)

    y2 = f2(x1, x2, , xn) (12)

    Karena masing-masing x mengandung kesalahan sistematik sebesar dx, maka nilai y

    juga mengalami kesalahan sebesar dy, sehingga persamaan (11) dan (12) menjadi:

    y1 + dy1 = f1(x1 + dx1, x2 + dx2, , xn + dxn) (13)

    y2 + dy2 = f2(x1 + dx1, x2 + dx2, , xn + dxn) (14)

  • Untuk mencari dy1 dan dy2 dengan memanfaatkan deret Taylor sampai turunan

    pertama saja, sehingga persamaan (13) dan (14) menjadi:

    y1 + dy1 = = f1(x1, x2, , xn) + a1dx1, a2dx2 + + andxn (15)

    y2 + dy2 = = f2(x1, x2, , xn) + b1dx1, b2dx2 + + bndxn (16)

    Dalam bentuk matriks persamaan (15) dan (16) menjadi:

    DxGxFDyY .)( +=+ (17)

    Persamaan (11) dan (12) diketahui Y = F(x), maka persamaan (4) menjadi:

    GDxDy = (18)

    Persamaan (18) disebut rumus perambatan kesalahan sistematik. Sedangkan rumus

    pada persamaan (17) sebagai linierisasi persamaan yang tidak linier, dengan rumus

    matriks G (untuk dua nilai y (y1, y2) dan n nilai x) maka:

    =

    n

    n

    bbbbaaaa

    G......

    321

    321 (19)

    =

    n

    n

    xy

    xy

    xy

    xy

    xy

    xy

    xy

    xy

    G2

    3

    2

    2

    2

    1

    2

    1

    3

    1

    2

    1

    1

    1

    ...

    ... (20)

    Contoh:

    Empat persegi panjang diukur panjangnya 200 m dan lebar 100 m. Dari hitungan

    diketahui bahwa panjang dan lebar ukuran tersebut kependekan 4 cm dan 2 cm.

    Berapa nilai yang harus dikoreksikan terhadap luas dan keliling empat persegi

    panjang:

    Luas (L) = p x l

    Keliling (K) = 2(p + l)

    Akibat kesalahan sistematiknya:

    ==

    =

    dldpp

    GDxdKdL

    Dy22

    1

    mm

    Dy2

    12,08

    02,004,0

    22200100

    =

    =

    Luas yang benar = 20000 + 8 = 20008 m2

  • Keliling yang benar = 600 + 0.12 = 600.12 m

    VI.2 Perambatan Kesalahan Acak

    Apabila akan dicari parameter U dan W yang merupakan fungsi dari X dan Y, yang

    diukur adalah hanya X dan Y saja. Jika X dan Y diukur sebanyak n kali maka rata-rata

    dan matriks kovarian X dan Y dapat diperoleh, yaitu

    x1, x2, x3, ... , xn rata-ratanya nxx i= (21)

    y1, y2, y3, ... , yn rata-ratanya nyy i= (22)

    Dari rata-rata dan ukuran tersebut, matriks kovarian x,y dapat diperoleh dengan

    elemennya adalah :

    11)( 22

    =

    =n

    dxn

    xxS iix (23)

    11)( 22

    =

    =n

    dyn

    yyS iiy (24)

    1))((

    1))((2

    =

    =

    ndydx

    nyyxxS iiiixy (25)

    Dalam hal ini:

    ii dxxx =

    ii dyyy =

    Masing-masing nilai x dan y dapat digunkan untuk menghitung nilai u dan w, sehingga

    diperoleh sejumlah n nilai u dan w, yaitu:

    321 ayaxau iii ++= (26)

    321 bybxbw iii ++= (27)

    i nilainya dari 1 sampai dengan n dan 321321 ,,,,, bbbaaa adalah konstanta.

    Nilai rata-rata U dan W dapat dihitung:

    321 aYaXaU ++= (28)

    321 bYbXbW ++= (29)

  • Hubungan antara nilai rata-rata U dan W dengan masing-masing nilai u dan w adalah

    sebagai berikut:

    ii duUu = (30)

    ii dwWw = (31)

    Persamaan (26) dan (27) dapat diubah menjadi:

    321 )()( adyYadxXaduU iii ++= (32)

    321 )()( bdyYbdxXbdwW iii ++= (33)

    Dengan mengeliminir persamaan (30) dan (31) ke persamaan (32) dan (33) diperoleh:

    iii dyadxadu 21 += (34)

    iii dybdxbdw 21 += (35)

    Elemen matriks kovarian dari U dan W, yaitu:

    11)( 22

    =

    =ndu

    nuUS iiu (36)

    11)( 22

    =

    =ndw

    nwWS iiw (37)

    1))((

    1))((2

    =

    =

    ndwdu

    nwWuUS iiiiuw (38)

    Apabila hanya diketahui nilai rata-rata X dan Y serta varian kovariannya, maka dari

    persamaan (34) s.d. persamaan (38) diperoleh:

    1)( 2212

    +

    =n

    dyadxaS iiu (39)

    1)2( 21

    222

    2212

    ++

    =n

    dydxaadyadxaS iiiiu (40)

    +

    +

    =

    12

    11 21212

    2

    221

    2

    ndydxaa

    ndya

    ndxaS iiiu (41)

    Dari persamaan (23) s.d. (25) dan (41) diperoleh:

    xyyxu SaaSaSaS 2122

    222

    12 2++= (42)

    xyyxw SbbSbSbS 2122

    222

    12 2++= (43)

    2221221

    211

    2 )( yxyxuw SbaSbabaSbaS +++= (44)

  • Persamaan (42) s.d. (44) adalah rumus perambatan kesalahan dengan memperhatikan

    adanya korelasi antara X dan Y. Bila tidak ada korelasi antara X dan Y, berarti nilai

    kovarian X dan Y tepat nol, maka rumusnya menjadi: 22

    222

    12

    yxu SaSaS += (45)

    222

    221

    2yxw SbSbS += (46)

    222

    211

    2yxuw SbaSbaS += (47)

    Rumus umum perambatan kesalahan acak tanpa ada korelasi antar parameternya

    adalah:

    Bila ...+++= cZbYaXU (48)

    Maka ...2222222 +++= ZYXU ScSbSaS (49)

    Bila diketahui:

    = 2

    2

    YXY

    XYXXY SS

    SS (50)

    = 2

    2

    WUW

    UWUUW SS

    SS (51)

    =

    21

    21

    bbaa

    G (52)

    Maka persamaan (45) s.d. (47) ditulis dalam bentuk matriks: T

    XYUW GG= (53)

    Rumus perambatan kesalahan acak tetap berlaku pada persamaan U dan W yang tidak

    linier, pemecahannya dengan melinierkan persamaan tersebut menurut deret Taylor

    sampai turunan pertama saja.

    Apabila:

    U = F(X,Y,Z,...) (54)

    W = F(X,Y,Z,...) (55)

    Maka:

  • iiii dzzUdy

    yUdx

    xUZYXFduu ...),,(

    +

    +

    +=+ (56)

    iiii dzzWdy

    yWdx

    xWZYXFdww ...),,(

    +

    +

    +=+ (57)

    Dari persamaan (53) dapat diketahui:

    u = F(x,y,z,...) (58)

    w = F(x,y,z,...) (59)

    Sehingga persamaan (56) dan (57) dapat ditulis menjadi:

    ...321 +++= iiii dzadyadxadu (60)

    ...321 +++= iiii dzbdybdxbdw (61)

    Masing-masing nilai a dan b adalah diferensial parsial fungsinya ke masing-masing

    parameternya, sehingga bentuk matriks G untuk hitungan perambatan kesalahan:

    =

    =......

    ...

    ...

    321

    321

    bbbaaa

    zw

    yw

    xw

    zu

    yu

    xu

    G (62)

    Contoh:

    Empat persegi panjang diukur panjangnya 200 m dengan simpangan baku = 4 cm,

    sedangkan lebarnya diukur 100 m dengan simpangan baku = 4 cm. Berapa luas empat

    persegi panjang tersebut dan nilai simpangan bakunya?

    Hitungan:

    p = 200 m 0,04 m

    l = 100 m 0,04 m

    L = p.l T

    plL GG=

    T

    l

    pL GS

    SlL

    pLS

    = 22

    2

    00

    ( )

    =

    pl

    plS L 22

    2

    04,00004,0

  • ( )

    =

    200100

    04,00004,0

    2001002

    22LS

    =2LS 80 m

    Luas empat pesegi panjang L = p.l = 20