modul i pendalaman materi konsep anak berkelainan...
TRANSCRIPT
Halaman 1 dari 71
MODUL I
PENDALAMAN MATERI KONSEP ANAK BERKELAINAN PENGLIHATAN
Logo (Kosongkan)
Penulis
SUGINI, S.Pd. M.Pd
PPG Dalam JABATAN
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Tahun 2018
Halaman 2 dari 71
Daftar Isi
I Pendahuluan ..............................................
Daftar Isi ..............................................
A Rasionalisasi dan Deskripsi
Singkat
.............................................
B Relevansi .............................................
C Petunjuk Belajar .............................................
II Kegiatan Belajar .............................................
A Kajian Materi 1 .............................................
1. Capaian Pembelajaran .............................................
2. Sub Capaian Pembelajaran .............................................
3. Pokok Materi Konsep Dasar
Ketunanetraan
.............................................
4. Uraian Materi Konsep Dasar
Ketunanetraan
.............................................
5. Rangkuman .............................................
6. Tugas .............................................
7. Tes Formatif .............................................
B Kajian Materi II .............................................
1. Capaian Pembelajaran .............................................
2. Sub Capaian Pembelajaran .............................................
3. Pokok Materi Faktor Penyebab
Halaman 3 dari 71
Ketunanetraan .............................................
4. Uraian Materi Faktor Penyebab
Ketunanetraan
.............................................
5. Rangkuman .............................................
6. Tugas .............................................
7. Tes Formatif .............................................
C Kajian Materi III
1. Capaian Pembelajaran ..............................................
2. Sub Capaian Pembelajaran ..............................................
3. Pokok Materi Dampak
Ketunanetraan
..............................................
4. Uraian Materi Dampak
Ketunanetraan
..............................................
5. Rangkuman ..............................................
6. Tugas ..............................................
7. Tes Formatif ..............................................
D Kajian Materi IV ..............................................
1. Capaian Pembelajaran ..............................................
2. Sub Capaian Pembelajaran ..............................................
3. Pokok Kebutuhan
Ketunanetraan
..............................................
4. Uraian Materi Kebutuhan
Ketunanetraan
..............................................
Halaman 4 dari 71
5. Rangkuman ..............................................
6. Tugas ..............................................
7. Tes Formatif ..............................................
III Kunci Jawaban ..............................................
IV Daftar Pustaka ..............................................
Halaman 5 dari 71
I. Pendahuluan
A. Rasionalisasi dan Deskripsi Singkat
Salah satu jenis peserta didik berkelaian yang umumnya disebut anak
berkebutuhan khusus sesuai PP No 17 tahun 2010 adalah anak tunanetra.
Sebagai guru profesional yang menangani anak tunanetra perlu memahami
secara komprehensif konsep dan karakteristik peserta didiknya. Pemahaman
tersebut sebagai modal dalam memberikan pelayanan pendidikan dalam
mengembangkan potensi serta meminimalisir dampak dari kebutuhan khusus
yang dimiliki oleh peserta didik. Asumsi bahwa hampir semua anak tunanetra
diidentikkan dengan tidak bisa melihat sama sekali atau buta total perlu
diluruskan. Faktanya 60% dari penyandang ketunanetraan masih memiliki
sisa penglihatan. Dengan mempelajari konsep dan pengertian tunanetra guru
dapat terhindar dari asumsi yang salah yang berdampak pada pelayanan
pembelajaran yang kurang tepat. Modul Konsep dan Pengertian Peserta
Didik Tunanetra ini akan membahas mengenai konsep dasar pengertian,
penyebab, klasifikasi dan karakteristik serta dampak yang ditimbulkan dari
ketunanetraan.
Modul ini dikemas dalam empat kajian materi sesuai masing masing sub
bahasan dengan struktur sebagai berikut:
1. 50 menit mendalami materi
2. 60 menit tugas tersruktur (praktikum)
3. 60 menit tugas mandiri
Sedangkan empat kajian materi yang dimaksud disusun dengan urutan
sebagai berikut:
1. kajian materi 1: Konsep Dasar Tunanetra
2. kajian materi 2: Faktor-faktor Penyebab Tunanetra
3. kajian materi 3: Dampak Ketunanetraan
4. kajian materi 4: Kebutuhan Tunanetra
Setelah mempelajari modul ini peserta PPG dalam Jabatan akan dapat 1)
menjelaskan konsep dasar tunanetra terkait dengan pengertian dalam
berbagai perspektif, klasifikasi dan batasannya 2) dapat menjelaskan
Halaman 6 dari 71
faktor-faktor yang menjadi penyebab dari ketunanetraan 3) dapat
menjelaskan dampak ketunanetraan 4) dapat menjelaskan mengenai
kebutuhan dasar tunanetra akibat dari kehilangan pengliahtannya
B. Relevansi
Secara keseluruhan, dengan mempelajari kajian materi 1 sampai dengan 4
anda sebagai guru anak tunanetra dapat menguasai konsep teoritis
tunanetra sebagai dasar untuk mengembangkan layanan pendidikan yang
tepat. Sedangkan secara spesifik dapat dijabarkan bahwa pemahaman yang
baik terhadap konsep pengertian tentang tunanetra dapat mengenali kriteria
teoritis dalam menentukan apakah seseorang disebut sebagai tunanetra.
Lebih lanjut, dengan anda mempelajari tentang faktor penyebab
ketunanetraan, kompetensi tersebut relevan dengan profesi guru dalam
melakukan edukasi bagi orang tua dan masyarakat dalam melakukan tindak
pencegahan terjadinya ketunanetraan sehingga dapat mengurangi prevalensi
anak tunanetra. Selanjutnya bahwa setelah anda mempelajari klasifikasi
tunanetra, sebagai guru anda akan memiliki pengetahuan dalam melakukan
penggolongan jenis ketunanetraan dalam berbagai perspektif. Kompetensi ini
sangat relevan dengan tuntutan tugas sebagai guru dalam melakukan
penempatan peserta didik sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, pemahaman
yang luas terhadap karakteristik peserta didik tunanetra akan menjadikan
anda sebagai guru yang dapat melihat peserta didik sesuai proporsinya,
dalam arti memberikan layanan peserta didik disesuaikan dengan
karakteristik unik yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik tunanetra.
C. Petunjuk belajar
Proses pembelajaran pada kajian materi Identifikasi dan Asesmen tunanetra
dalam modul ini akan bisa anda pahami dengan baik jika anda mengikuti alur
dan langkah-langkah belajar sebagai berikut:
1. Lakukan pengecekan terhadap kelengkapan modul ini seperti
kelengkapan halama, kejelasan cetakan, serta kondisi modul secara
keseluruhan
Halaman 7 dari 71
2. Bacalah petunjuk penggunaan modul serta bagian pendahuluan sebelum
masuk pada pembahasan materi pokok
3. Pelajarilah modul ini secara bertahap dimulai dari kegiatan pembelajaran
1 sampai tuntas, termasuk di dalamnya latihan dan evaluasi sebelum
melangkah ke kegiatan pembelajaran berikutnya secara profesional
4. Buatlah catatan-catatan kecil jika ditemukan hal-hal yang perlu
pengkajian lebih lanjut atau disampaikan dalam sesi tatap muka
5. Lakukanlah berbagai letihan sesuai dengan petunjukyang disampaikan
pada masing-masing materi pokok. Demikian pula dengan kegiatan
evaluasi dan tindak lanjutnya dikerjakan dengan peuh tanggung jawab
6. Disarankan tidak melihat kunci jawabanterlebih dahulu agar evaluasi
yang dilakukan dapat mengukur tingkat penguasaan peserta terhadap
materi yang disajikan
7. Pelajarilah keseluruhan materi modul ini secara intensif. Modul ini
dirancang sebagai bahan belajar mandiri persiapan uji kompetensi
Baiklah saudara peserta PPG dalam jabatan, keberhasilan anda menempuh
pendidikan ini tergantung dari kesungguhan anda dalam belajar dan
mengerjakan tugas. Selamat belajar, semoga anda sukses memahami
pengetahuan yang diuraikan dalam modul ini sebagai bekal anda sebagai
guru anak berkebutuhan khusus anak tunanetra.
Halaman 30 dari 55
II. Kegiatan Belajar
A. KAJIAN MATERI 1 : KONSEP DASAR TUNANETRA
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pada kajian materi 1 ini Capaian Pembelajaran yang akan diraih adalah
ranah Pengetahuan. Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan
dapat menguasai konsep teoritis anak berkebutuhan khusus
sebagai dasar untuk mengembangkan layanan pendidikan yang
tepat;
2. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari modul tentang Konsep Dasar Tunanetra peserta
didik PPG dalam Jabatan diharapkan dapat:
a. menjelaskan sistem penglihatan dengan benar
b. menjelaskan berbagai macam kelaian penglihatan
c. membedakan definisi legal dan fungsional pada ketunanetraan
dengan benar
d. menjelaskan batasan/kriteria ketunanetraan dengan benar
3. Pokok-Pokok Materi
a. Sistem Penglihatan
b. Macam-macam kelainan penglihatan
c. Definisi legal dan definisi educational/fungsional dari hambatan
penglihatan
d. Klasifikasi dan batasan ketunanetraan
4. Uraian Materi
Agar anda dapat menguasai capaian pembelajaran seperti tersebut
diatas silakan anda pelajari materi berikut:
a. Sistem Penglihatan
Mata merupakan indera yang sangat pentinga bagi manusia,
hampir sebagian besar pengalaman manusia diperoleh melalui
indera penglihatan. Satu detik kita melihat, berbagai macam
informasi bisa ditangkap, dan jika diverbalkan atau ditulis
membutuhkan banyak sekali kata dan berlembar lembar kertas.
Halaman 31 dari 55
Sehingga indera penglihatan memegang peranan penting dalam
kehidupan seseorang. Pada kegiatan ini akan dibahas tentang
proses penglihatan pada manusia serta struktur anatomi mata untuk
memberikan gambaran umum bagaimana mata berfungsi.
Memahami proses penglihatan serta bagian-bagian struktur mata
yang pokok akan menolong bagi guru, orang tua serta profesi lain
yang berkerja untuk tunanetra dalam memfungsikan penglihatan.
Coba anda perhatikan gambar berikut:
Scholl (1986) dalam artikel tentang The visual System menyebutkan
bahwa struktur internal mata terdiri dari Lapisan Luar, Lapisan
Tengah dan Lapisan Dalam. Lapisan Luar. Mata merupakan
lapisan fibrous yang menyangga mata, terdiri dari : Sklera dan
Kornea. Sklera merupakan jaringan padat, berwarna putih yang
menempati 5/6 bagian posterior dinding bola mata. Pada orang
dewasa atau lansia, deposit lemak dapat memberikan warna kuning
pada sclera. Sedangkan Kornea merupakan lapisan padat,
avaskuler dan transparan yang bersambung dengan sklera.
Menempati 1/6 bagian anterior dinding bola mata dengan diameter
kira-kira 11 mm. Kornea merupakan lanjutan dari sklera, tetapi lebih
Halaman 32 dari 55
tebal disambungkan oleh Limbus yaitu pertemuan kornea dengan
sclera. Jika sudah berusia lanjut biasanya terdapat Cincin putih pada
pada limbus akibat adanya degenerasi lemak yang disebut Arkus
senilis pada lansia.
Selanjutnya Lapisan Tengah pada mata terdiri dari Uvea
yaitu lapisan kedua dari bola mata, yang merupakan lapisan
bervaskuler dan berpigmen. Lapisan ini berisi : Koroid, Badan siliar
dan Iris. Koroid yaitu membran coklat tua yang terletak antara sklera
dan retina. Koroid merupakan bagian terbesar dari lapisan tengah
dan dilapisi oleh sebagian besar sklera. Koroid berisi banyak
pembuluh darah yang menyuplai nutrien ke retina dan badan vitreus.
Serta mencegah refleksi internal cahaya. Bagian lapisan tengah
yang lain adalah Iris yang merupakan perpanjangan dari korpus
siliare ke anterior dan merupakan bagian mata yang berwarna serta
menampakkan karakteristik biru, hijau, hazel, abu-abu, cokelat atau
hitam. Fungsi iris yaitu mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata.
Terakhir adalah bagian lapisan dalam yang terdiri dari Retina,
Kornea dan Lensa. Retina memiliki struktur tipis, halus dan bening
tempat serat-serat saraf optik didistribusikan yang melapisi bagian
dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Sedangkan Kornea
merupakan Lapisan padat dan transparan, bersambung dengan
sclera yang menempati 1/6 bagian anterior mata. Berikutnya adalah
Lensa dengan struktur yang tidak berwarna dan hampir transparan
sempurna.Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm, terletak di
belakang iris. Lensa membiaskan sinar yang masuk melalui pupil
agar dapat difokuskan atau jatuh ke retina. Proses perubahan
kecembungan lensa untuk mengubah jarak fokus ini disebut
“akomodasi”. Sifat fisik lensa bervariasi, bergantung pada umur.
Pada bayi, agak lunak sedangkan pada dewasa permukaan
substansi lensa menjadi lebih keras. Pada umur 40-an lensa
Halaman 33 dari 55
bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi
lebih keras. Perubahan ini bertanggung jawab pada terjadinya
presbyopia.
Setelah anda mempelajari tentang bagian-bagian mata,
sekarang kita beralih pada bagaimana mata bisa melihat. Mata
memiliki dua jenis kemampuan yaitu penglihatan sentral,serta
penglihatan periferal (samping) atau bidang, dan bagian retina yang
berbeda bertanggung jawab untuk masing-masing fungsi tersebut.
Apa yang dimaksud dengan Penglihatan Sentral ? Sunanto,(2005)
dan Tarsidi (2007) (Friend, 2005) menjelaskan bila mata
memandang suatu obyek, dilakukan dalam "sumbu penglihatan"
(visual axis). pada satu ujung sumbu tersebut adalah obyek itu, dan
pada ujung lainnya adalah retina atau lebih tepatnya macula. Macula
adalah bagian kecil dari retina merupakan sel-sel foto-reseptif, yang
dapat berfungsi lebih baik dalam keadaan cahaya terang, dan
memungkinkan mata membedakan rincian halus dan warna. Macula
sangat penting untuk banyak tugas-tugas visual dan motorik halus
yang dilaksanakan anak di dalam maupun di luar ruangan kelas.
Jenis penglihatan inilah yang sangat penting untuk tugas-tugas
seperti membaca, dan kerusakan pada macula mempunyai implikasi
yang signifikan bagi kegiatan belajar.
Sedangkan Penglihatan Periferal atau Penglihatan Bidang
dipengaruhi oleh bagian tepi dari macula yang disebut Rods. Bagian
tepi dari macula terdiri dari sel-sel foto-reseptor yang disebut rods.
Kepekaan rods meningkat dalam keadaan cahaya yang lebih redup,
rods penting untuk memberikan informasi visual tentang apa yang
terdapat di sekeliling, bentuk citra yang dipersepsi oleh bagian
tengah retina. Misalnya, bila kita sedang berkonsentrasi membaca
kata-kata pada bagian tengah baris ini, kita sadar akan kata-kata
yang tertulis pada kedua ujung baris ini yang berada di luar fokus.
Begitu pula, kitapun sadar akan kata-kata yang tertulis di atas atau di
Halaman 34 dari 55
bawah baris. Bagian tepi retina menangkap citra buram di sekeliling
fokus, dan penangkapan tentang citra tersebut semakin jelas bila
lebih dekat ke macula. Kehilangan penglihatan pada bagian ini, baik
sebagian maupun sepenuhnya (penglihatan cerobong-tunnel vision),
mempunyai implikasi pendidikan yang serius. Misalnya, siswa akan
mengalami kesulitan berjalan dalam keadaan cahaya redup (buta
ayam - night blindness).
Setelah anda mempelajari tentang bagaimana mata melihat,
ada baiknya anda mempelajari pula bagaimana fungsi indera lain
dalam mendukung indera penglihatan. Organ-organ penginderaan
berfungsi memperoleh informasi dari lingkungan dan
mengirimkannya ke otak untuk diproses, disimpan dan
ditindaklanjuti. Masing-masing organ penginderaan bertugas
memperoleh informasi yang berbeda-beda. Informasi visual seperti
warna dan citra bentuk diperoleh melalui mata. Informasi auditer
berupa bunyi atau suara diperoleh melalui telinga. Informasi taktual
seperti halus/kasar diperoleh melalui permukaan kulit yang menutupi
seluruh tubuh. Kulit ujung-ujung jari merupakan akses informasi
taktual yang paling peka, dan oleh karenanya indera ini disebut
indera perabaan. Selain informasi taktual, kulit juga mempersepsi
informasi suhu (panas/dingin). Dua organ indera lainnya yang
termasuk pancaindera adalah hidung untuk penginderaan informasi
bau/aroma, dan lidah untuk penginderaan informasi rasa (manis,
asin, dll.). Indera apakah yang bekerja untuk memberikan informasi
ke otak bahwa jalan yang anda injak itu miring atau bergoyang? Ada
yang berpendapat bahwa informasi tersebut dipersepsi melalui
"indera keseimbangan" yang berpusat di telinga. Akan tetapi, karena
terpersepsinya informasi tersebut juga melibatkan bagian-bagian
tubuh lain terutama otot-otot persendian, ahli lain berpendapat
bahwa informasi tersebut diperoleh melalui "propriosepsi", yaitu
penginderaan atau persepsi tentang berbagai posisi dan gerakan
Halaman 35 dari 55
bagian-bagian tubuh yang saling berkaitan, terlepas dari indera
penglihatan.
Untuk lebih mendalami matei ini silakan anda buka tautan berikut,
http://d-tarsidi.blogspot.co.id/2008/06/anatomi-dan-fisiologi-
mata.html
Setelah anda mengenal dan memahami proses penglihatan serta
bagian struktur mata, pengetahuan ini akan membantu anda dalam
memahami fungsi penglihatan.
b. Kelainan Penglihatan
Setelah anda mempelajari tentang bagian-bagian mata serta
anatominya anda juga perlu mengetahui apa saja
kelainan/hambatan penglihatan yang dapat mempengaruhi fungsi
kerja mata. Dalam kegiatan ini akan dibahas mengenai beberapa
kelainan penglihatan yang umum ditemui. Hal ini penting bagi anda
untuk mengetahui jenis kelainan penglihatan dan penyebabnya
(penyebab akan kita bahas pada modul 2) karena pengetahuan dan
kesadaran semacam ini diperlukan untuk memahami dan
memberikan pelayanan yang terbaik untuk siswa yang mengalami
kelainan penglihatan. Selain itu jika anda memiliki pengetahuan
tentang jenis kelainan penglihatan, anda diharapkan dapat
memahami perilaku siswa terkait dengan jenis kelainan penglihatan
yang dimilikinya sehingga dapat meminimalisir dampak penyertanya.
Berikut ini merupakan beberapa jenis/macam kelainan penglihatan
diasarikan dari berbagai sumber (Widdjajantin&Hitipieuw, 1996.,
Sunanto, 2005., Hadi, 2005., Tarsidi, 2007):
1) Kelainan Refraksi
Bagi anak yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan
cahaya) tanpa disertai gangguan lain, biasanya penglihatannya
dapat dikoreksi hingga kembali normal dengan menggunakan
kaca mata atau lensa. Seseorang dianggap menyandang
ketunanetraan hanya bila penglihatan terbaiknya, sesudah
Halaman 36 dari 55
dikoreksi, memiliki ketajaman yang secara signifikan berada di
luar batas normal bagi penglihatan dekat dan penglihatan
jauhnya. Mata yang mengalami gangguan refraksi fungsi
penglihatan mengalami penurunan, biasanya terjadi pada kedua
mata bisa disebabkan oleh faktor keturunan maupun diperoleh
kemudian dan jika tidak ditangani segera akan semakin
menimbulkan kerusakan. Kelainan refraksi yang umum adalah
myopia (pengliahtan dekat) dan Hyperopia (pengliahtan jauh).
Sedangkan dengan meningkatnya usia seseorang akan
mengalami penurunan akomodasi karena lemahnya elastisitas
lensa yang disebut presbyopia, pada gangguan ini seseorang
akan mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Jenis
kelainan ini dapat dikoreksi dengan kacamata dua lensa.
2) Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi
cornea atau lensa akibat kelainan dalam bentuknya. Hal ini
mengakibatkan distorsi pada citra yang tebentuk pada macula.
Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan
memakai kaca mata dengan lensa silinder, tetapi permasalahan
dapat timbul bila kondisi ini disertai myopia dan hypermetropia.
Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain, koreksi
akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya
ketajaman penglihatan.
3) Katarak
Katarak, yaitu keruhnya lensa mata, merupakan salah satu
penyebab ketunanetraan utama, baik pada anak-anak maupun
orang tua. Orang yang mengidap katarak melihat seperti melalui
kaca jendela yang kotor. Keruhnya lensa menghalangi masuknya
cahaya ke retina. Terdapat beberapa jenis katarak. Sebagian
besar yang terjadi pada anak-anak merupakan katarak bawaan,
sedangkan pada orang tua katarak merupakan bagian dari
Halaman 37 dari 55
proses penuaan yang normal. Meskipun anak-anak tertentu
mungkin telah dicabut lensanya yang terserang katarak itu sejak
dini, sehingga matanya aphakic (tanpa lensa), tetapi mereka
tetap akan mengalami masalah penglihatan yang parah. Anak
yang mengalami katarak pada bagian tepi lensa membutuhkan
tingkat pencahayaan yang tinggi, sedangkan anak yang
mengalami katarak bagian tengah lensa akan dapat melihat
dengan baik jika cahanya tidak terlalu terang. Katarak yang tidak
mendapatkan perawatan dapat mengakibatkan mata menjadi
juling di samping itu penglihatan fungsional anak anak yang
mengalami katarak akan berbeda-beda meskipun jika diukur
ketajaman penglihatannya sama.
4) Buta Warna
Seorang dengan buta warna biasanya ketajaman penglihatannya
tidak bermasalah, mereka tidak dapat membedakan warna yang
disebabkan oleh kerusakan atau kelainan pada sel receptor di
retina yang berbentuk kerucut atau sering disebut cone. Kelainan
penglihatan lain yang berimplikasi buta warna yaitu:
a) Achromatopsia atau Cone Dystrophy
Merupakan kondisi herediter yang lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada perempuan. Tidak sempurnanya
perkembangan cones di dalam macula mengakibatkan
kebutaan warna total dan mengurangi ketajaman penglihatan
jauh. Sebagai akibat dari hilangnya fungsi cones, rods tidak
terlindungi pada siang hari sehingga terekspos secara
berlebihan. Oleh karena itu anak dan remaja yang mengidap
kondisi ini sangat fotofobik dan mengalami nystagmus.
b) Albinism
Merupakan kondisi yang herediter (diwariskan), yang dapat
dialami oleh semua kelompok ras, yang terkait dengan
kekurangan pigment atau ketidakmampuan tubuh untuk
Halaman 38 dari 55
memproduksi melanin. Anak yang mengidap albinism ada
yang putih rambut dan kulitnya, tetapi ada juga yang tidak
menunjukkan tanda-tanda mengalami kondisi ini. Dalam
jenis albinism yang parah, yang dikenal dengan
"oculocutaneous albinism", macula tidak sempurna
perkembangannya, dan kondisi penglihatan lain yang
dikenal dengan istilah "nystagmus", yaitu mata berkedip-
kedip terus secara berirama, dapat terjadi (lihat bagian
berikut ini). Di samping itu, kulit pengidap albinism yang
sangat pucat itu mudah terbakar sinar matahari, terutama
bila terekspos pada sinar yang tinggi kadar ultravioletnya,
seperti sinar yang terpantul dari salju atau laut. Anak yang
mengidap jenis kondisi ini biasanya mengalami
ketunanetraan cukup berat dan tingkat penglihatannya
jarang lebih dari 6/36 pada tes Snellen, tetapi dapat
terbantu oleh alat-alat bantu low vision tertentu atau CCTV
5) Strabismus (Juling)
Terdapat banyak jenis mata juling, tetapi yang paling umum
terjadi pada anak-anak adalah "manifest squint", yaitu
penyimpangan yang jelas dari arah gerakan satu mata: ke
dalam, ke luar, ke atas, ke bawah, atau kombinasi gerakan-
gerakan ini. Penglihatan juling itu mungkin terjadi terus-menerus
atau sewaktu-waktu, seperti hanya jika anak tidak memakai kaca
mata, melihat pada jarak tertentu atau bila dia letih. Manifest
squint dapat terjadi kapan saja dan pada semua kelompok usia,
tetapi banyak yang dibawa dari lahir, dan perawatan biasanya
dilakukan sebelum anak mulai bersekolah. Usia puncak untuk
terjadinya mata juling adalah antara satu hingga empat tahun.
Mata juling yang tidak dikoreksi akan mengakibatkan kelainan
dan menghambat berkembangnya penglihatan binokuler,
mengurangi bidang dan kedalaman penglihatan, dan jika juling
Halaman 39 dari 55
disertai kondisi penglihatan lain, seperti katarak, maka asesmen
fungsi penglihatannya harus dilakukan secara cermat. karena hal
itu akan menambah serius masalah penglihatannya. Anak yang
memiliki penglihatan monokuler akan mengalami kesulitan dalam
permainan atau kegiatan lain yang tergantung pada koordinasi
mata-gerak motorik yang cepat.
6) Nystagmus
Nystagmus adalah gerakan ritmis yang tidak disadari yang
biasanya terjadi pada kedua bola mata. Nystagmus dapat berdiri
sendiri, tetapi lebih sering terjadi bersama-sama dengan jenis-
jenis gangguan penglihatan lainnya, seperti albinism, aniridia,
katarak bawaan. Anak-anak yang mengidap nystagmus
mengalami banyak kesulitan, terutama dalam keterampilan
menatap, karena mereka tidak dapat mempertahankan tatapan
matanya tetap pada satu posisi. Siswa-siswa tertentu dapat
dibantu dengan dilatih untuk mengidentifikasi "titik nol" yaitu
posisi mata atau arah tatapan di mana gerakan matanya itu
paling sedikit.
7) Retinitis Pigmentosa (RP)
RP adalah nama untuk sekelompok kondisi progresif yang
menyerang retina, terutama bagian periferal yang berisi rods,
yaitu sel-sel yang peka untuk penglihatan dalam cahaya suram.
RP mengakibatkan "penglihatan cerobong" ("tunnel vision") dan
buta" ayam" (night blindness). RP merupakan suatu kondisi
kerusakan pada lapisan retina yang disebabkan karena
kelebihan oksigen pada saat bayi lahir prematur yang
dimasukkan kedalam inkubator. Pada saat organ mata
berkembang lapisan retina mengelupas dari pembuluh darahnya
dan akibatnya penderita dapat mengalami kebutaan. RP lebih
umum terjadi pada anak laki-laki dan dapat terkait dengan
berbagai sindrom seperti Usher's syndrome (RP plus tuli),
Halaman 40 dari 55
Leber's amaurosis dan Lawrence Moon Biedl syndrome. Banyak
pengidap RP bersifat fotofobik dan harus memakai kaca mata
warna. Progresi kondisi penglihatannya bervariasi, tetapi dapat
cepat sekali pada masa remaja, sehingga remaja itu tidak dapat
belajar dengan menggunakan penglihatannya lagi.
Penglihatannya harus diperiksa terus secara teliti, dan setiap
perubahan yang terjadi harus dilaporkan. Konseling profesional
mungkin diperlukan bagi siswa pengidap RP beserta
keluarganya.
8) Glaucoma
Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di dalam bola
mata yang dapat mempengaruhi suplai darah ke kepala syaraf
optik. Terdapat beberapa jenis glaucoma: dapat merupakan
penyakit tersendiri, atau dapat juga terkait dengan kondisi-
kondisi lain, misalnya aniridia. Satu jenis glaucoma yang terjadi
pada anak-anak adalah buphthalmos ("mata sapi"), yang
ditandai dengan membesarnya satu mata atau kedua belah
mata. Ini merupakan kondisi yang berbahaya, yang jika tidak
diberi perawatan dapat merusak lensa, retina atau syaraf optik.
Jenis-jenis glaucoma lainnya ditandai dengan berkurangnya
bidang pandang dan kesulitan melihat di tempat yang gelap atau
redup.
9) Coloboma
Kondisi yang herediter ini sering ditandai dengan pupil berbentuk
lubang kunci, tetapi kelainan bentuk dapat terjadi pula pada
bagian-bagian mata lainnya. Berkurangnya ketajaman penglihatan
dapat disertai dengan nystagmus, juling, dan fotofobia. Katarak
juga sering menyertainya. Anak-anak yang mengidap coloboma
juga dapat mengidap microphthalmia (mata kecil). Tergantung di
mana letak retakannya, berkurangnya bidang pandang dapat
terjadi pada mata bagian bawah. Kondisi ini dapat terkait dengan
Halaman 41 dari 55
kondisi-kondisi lain, misalnya CHARGE syndrome (coloboma,
kelainan jantung, cloacal artesia, retardasi, genitourinary defects,
anomali telinga). Untuk mempelajari materi ini secara lengkap anda
dapat membuka tautan berikut:
Setelah anda mempelajari jenis jenis kelainan penglihatan anda
memiliki pengetahuan dalam mengenali jenis kelainan mata tersebut
dan menggunakan pengetahuan ini pada peserta didik.
Sebagai tambahan agar anda memiliki gambaran terhadap berbagai
kelainan penglihatan tersebut bukalah tautan berikut:
c. Definisi tunanetra klasifikasi dan batasan tunanetra
Apakah seseorang dengan kelainan penglihatan bisa disebut
sebagai tunanetra? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
perlu anda pelajari mengenai konsep pengertian tunanetra. Secara
umum definisi tunanetra adalah mereka yang memiliki hambatan
penglihatan seluruh atau sebagian dan akibat dari hambatan
penglihatannya tersebut mereka mengalami hambatan dalam
memfungsikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga
memerlukan pendidikan/layanan khusus. Akan tetapi definisi
tunanetra tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang saja.
Pengetahuan tentang definisi tunanetra sangat diperlukan oleh
seorang pendidik untuk mengembangkan program pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan anak. Batasan secara legal telah banyak
dipergunakan dalam mendefinisikan ketunanetraan. Dalam
pendefinisian ini biasanya digunakan kartu Snellen, yang biasanya
dipergunakan dalam pemeriksaan klinis tentang ketajaman
penglihatan dalam suatu kondisi tertentu. Selain batasan legal, ada
juga batasan-batasan lainnya yang disesuaikan dengan tujuannya.
Peserta didik yang didefinisikan sebagai tunanetra sebenarnya
tidak dapat digolongkan pada kelompok yang homogen
https://www.youtube.com/watch?v=gq5sBb-n_Yw
Halaman 42 dari 55
(disamaratakan) (McLinden & McCall, 2005) mereka yang tidak
memiliki fungsi penglihatan sama sekali hanyalah sebagian kecil dari
anak tunanetra hanya sekitar 20%. Sedangkan yang lain mereka
beragam dari kemampuan sisa penglihatan ringan, partial sampai
yang membutuhkan bantuan. Beberapa peserta didik tunanetra
memiliki tambahan kebutuhan khusus lain, hasil penelitian
menunjukkan yang memiliki hambatan tunggal tunanetra saja hanya
40%, 22%nya memiliki kebutuhan khusus lain yang ringan
sedangkan 38% lainnya termasuk yang berat (Sapp, 2003). Menurut
Lewis (2003) hampir 80% anak tunanetra dapat melihat sesuatu.
Artinya adalah asumsi bahwa tunanetra adalah orang yang tidak
dapat melihat sama sekalai adalah keliru.
Seseorang dikatakan buta secara legal apabila ketajaman
penglihatannya 20/200 atau kurang pada mata yang terbaik setelah
dikoreksi, atau lantang pandangnya tidak lebih besar dari 20 derajat.
Dalam definisi ini, 20 feet adalah jarak dimana ketajaman
penglihatan diukur. Sedangkan 200 dalam definisi ini menunjukkan
jarak dimana orang dengan mata normal dapat membaca huruf yang
terbesar pada kartu snellen. Bagian yang kedua dari definisi tersebut
berhubungan dengan adanya keterbatasan pada lantang pandang,
merupakan kemampuan seseorang untuk melihat objek ke arah
samping. Batasan legal ini dipertimbangkan penggunaannya dalam
pendidikan, tetapi kalau tidak dengan pertimbangan yang lain, maka
hasil pengukuran tersebut hanya memberikan kontribusi yang kecil
dalam perencanaan program pendidikan bagi anak-anak tunanetra
(Sunanto, 2005).
Seseorang dikatakan buta apabila mempergunakan
kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama
dalam belajar. Mereka mungkin mempunyai sedikit persepsi cahaya
atau persepsi bentuk atau sama sekali tidak dapat melihat (buta
total)(Genes & Genes, 2005).
Halaman 43 dari 55
Seseorang dikatakan buta secara fungsional apabila saluran
utama yang dipergunakanya dalam belajar adalah perabaan atau
pendengaran. Mereka dapat mempergunakan sedikit sisa
penglihatannya untuk memperoleh informasi tambahan dari
lingkungan. Orang seperti ini biasanya mempergunakan huruf Braille
sebagai media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan
mobilitas (Genes &Genes, 2005)
Seseorang dikatakan menyandang low vision atau kurang lihat
apabila ketunanetraannya masih memungkinkannya memfungsikan
indera penglihatannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Saluran utama yang dipergunakanya dalam belajar adalah
penglihatan dengan mempergunakan alat bantu, baik yang
direkomendasikan oleh dokter maupun bukan. Jenis huruf yang
dipergunakan sangat bervariasi tergantung pada sisa penglihatan
dan alat bantu yang dipergunakannya. Latihan orientasi dan
mobilitas diperlukan oleh siswa low vision untuk mempergunakan
sisa penglihatannya.
Nakata (2003) dalam Rahardja (2007) mengemukakan bahwa
yang dimaksud dengan tunanetra adalah mereka yang mempunyai
kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0.3 (60/200)
atau mereka yang mempunyai tingkat kelainan fungsi penglihatan
yang lainnya lebih tinggi, yaitu mereka yang tidak mungkin atau
berkesulitan secara signifikan untuk membaca tulisan atau ilustrasi
awas meskipun dengan mempergunakan alat bantu kaca pembesar.
Pengukuran ketajaman penglihatan dilakukan dengan
menggunakan international chart yang disebut Eyesight-Test.
Sedangkan dalam pengklasifikasiannya didasarkan dalam
berbagai macam tujuan. Berikut ini kalsifikasi anak tunanetra yang
dapat anda cermati
Klasifikasi untuk keperluan Pembelajaran yaitu buta yang
hanya dapat dididik dengan menggunakan indera-indera yang lain
Halaman 44 dari 55
selain penglihatan dan Lemah Penglihatan yang mana sisa
penglihatannya masih dapat dimanfaatkan dalam memperoleh
keterampilan-keterampilan.
Klasifikasi berdasarkan fungsi yaitu; Kelompok yang memiliki
penglihatan yang membutuhkan koreksi lensa atau alat bantu lain ;
Ketajaman penglihatan kurang, memerlukan pencahayaan dan alat
bantu penglihatan; Memiliki penglihatan central rendah, lantang
penglihatan sedang, ketidak mampuan memperoleh pengalaman
akibat kerusakan penglihatan; Kel. Memiliki fungsi penglihatan
buruk, latang pandang rendah, penglihatan central buruk, perlu alat
bantu membaca yang kuat dan Buta Total.
Klasifikasi berdasarkan kemampuan melihat diantaranya Blind
/buta total; masih memiliki sisa penglihatan/bisa membedakan
terang dan gelap; Kurang penglihatan ; light perception, dapat
membedakan terang dan gelap, light projection yaitu dapat
mengetahui perubahan cahaya dpt menentukan sumbernya, Tunnel
vision, penglihatan pusat , hanya bida melihat objek bagian
tengahnya saja; Periveral vision, penglihatan tepi, pengamatan
pada benda hanya terlihat pada bagian tepi; Penglihatan bercak,
pengamatan terhadap objek ada bagian-bagian tertentu yang tidak
terlihat
Klasifikasi berdasar waktu terjadinya yaitu Buta sejak lahir
memperoleh pengetahuan dan tanggapan melalui pendengaran dan
perabaan; Buta setelah lahir masih menyimpan tanggapan visual
yang berhubungan dengan tanggapan pendengaran dan
perabaannya.
Serta klasifikasi berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan
yaitu
• Tingkat ketajaman 20/200 – 20/50 feet (6/6-6/16 m)
• Tingkat ketajaman 20/70 – 20/200 feet (6/20-6/60 m)
• Tingkat Ketajaman 20/200 feet > /(6/60 m>)
Halaman 45 dari 55
• Tingkat ketajaman 0
Untuk mempelajari definisi dan pengertian tunanetra secara
mendalam bukalah tautan berikut:
http://d-tarsidi.blogspot.co.id/2009/03/dampak-ketunanetraan-
terhadap.html
didalam link diatas terdapat istilah visual acuity dan lapang pandang,
untuk memahami lebih lanjut anda akan mempelajarinya pada
kegiatan II. Setelah anda membaca materi pada link diatas sekarang
coba anda bandingkan definisi tunanetra dari link berikut ini
http://dj-rahardja.blogspot.co.id/2008/09/ketunanetraan.html
jika diperhatikan dengan seksama definisi tunanetra dari kedua
sumber diatas hampir sama, terdapat definisi legal dan definisi
fungsional. Sekarang cobalah membuat kesimpulan siapa itu
tunanetra, klasifikasi dan apa saja batasan-batasannya berdasar
bacaan yang sudah anda pelajari!
Untuk memperkaya pengetahuan anda mengenai konsep pengertian
tunanetra berikut sumber referensi yang bisa anda pelajari ,
1) Juang Sunanto (2005) Mengembangkan Potensi Anak
Berkelainan Penglihatan. H.1-13 dan 23-33. Jakarta, Depdiknas
2) Purwaka Hadi (2005) Kemandirian Tunanetra h.35-39. Jakarta,
Depdiknas
3) Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipew (1996)
Ortopedagogik Tunanetra I, h.4-6. Jakarta. Dekdikbud
4) Asep AS Hidayat dan Ate Suwandi (2013) Pendidikan Anak
Berekebutuhan Khusus Tunanetra h.1-17. Jakarta. Luxima
5) Sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL%202017/?dir=
Pendidikan%20Luar%20Biasa Materi Bacaan BAB I
5. Rangkuman
a. Bagian bagian mata
Halaman 46 dari 55
Kelopak mata melindungi bola mata dari luar didalamnya terdapat
conjunctiva yaitu selaput yang melapisi bagian dalam kelopak untuk
mencegah benda asing masuk mata dan menjaga kornea agar tidak
kering. Bagian lain dari mata adalah Sklera yang berupa dinding
keras untuk melindungi bagian mata yang lebih peka, bersambung
dengan kornea yang berfungsi mengarahkan cahaya kedalam mata
dan merupakan lensa cembung yang sangat kuat. Didalamnya
terdapat serabut syaraf dan berubah buram jika terjadi kerusakan.
Bagian selanjutnya adalah lensa berisi cairan bening untuk
membantu mengeluarkan kotoran. Lensa semakin lama tidak elastis
sehingga pada pemiliknya perlu dibantu dengan lensa tambahan.
Cahaya masuk ke dalam lensa menembus retina dan di depan lensa
ada iris yang memberikan warna pada mata berfungsi untuk
mengatur jumlah cahaya yang masuk melalui pupil.
Fungsi kerja mata berupa penglihatan central dan pengliahatan tepi.
Penglihatan central adalah bila mata memandang suatu objek dalam
sumbu penglihatan diperlukan dalam kegiatan membaca. Sedangkan
penglihatan tepi memberikan informasi visual tentang apa yang
terdapat di sekeliling berbentuk citra, jika terjadi kerusakan pada
bagian ini maka implikasinya adalah hambatan mobilitas. terdapat
pula istilah lapang pandang yaitu kemampuan melihat samping kiri
dan kanan tanpa harus melirik. Pada saat melihat melihat jauh otot
ciliary dalam keadaan lemas sebaliknya melihat dekat otot tersebut
akan menguat dan terfokus.
b. Kelainan pada mata
Berikut ini merupakan beberapa kelaianan pada mata: Kelainan
refraksi atau pembiasan, Myopia/melihat dekat, Hypermetropia/
melihat jauh, astigmatism bervariasinya daya refraksi cornea atau
lensa akibat kelainan dalam bentuknya berakibat pada berkurangnya
ketajaman penglihatan. Cones dystrophy kebutaan warna total dan
mengurangi ketajaman penglihatan jauh. Albinism, pigmen warna
Halaman 47 dari 55
yang terbatas dan kondisi mata berkedip terus berakibat pada
ketajaman penglihatan yang rendah. Aniridia dimana iris tidak
berkembang sehingga mata terasa tidak nyaman dan sakit. Katarak
merupakan keruhnya lensa mata dan menjadi penyebab
ketunanetraan. Coloboma adalah keadaan pupil berbentuk lubang
sehingga menimbulkan ketajaman mata yang berkurang, nistagmus,
juling dan katarak. Glaukoma mengakibatkan tingginaya tekanan
pada bola mata dan mempengaruhi suplai dara ke syaraf optik.
Hemianopia adalah tidak memiliki lapang pandang. Keratoconus
adalah kornea yang mengerucut sehingga bidang pandang
terganggu, ketajaman penglihatan berangsur hilang. Optic Atrophy
adalah kemunduruan fungsi saraf optik yang mengganggu proses
penglihatan. Retinitis Pigmentosa kerusakan retina yang progresif
berakibat pada penglihatan sentral dan rabun ayam. Retinopati of
prematurity adalah kerusakan retina disebabkan karena kelahiran
prematur. Juling adalah penyimpangan jelas arah gerak mata.
c. Definisi, batasan dan klasifikasi tunanetra
Seseorang dikatakan buta secara umum apabila mempergunakan
kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama
dalam belajar. Mereka mungkin mempunyai sedikit persepsi cahaya
atau persepsi bentuk atau sama sekali tidak dapat melihat (buta
total). Sedangkan seseorang dikatakan buta secara legal
apabila ketajaman penglihatannya 20/200 atau kurang pada mata
yang terbaik setelah dikoreksi, atau lantang pandangnya tidak lebih
besar dari 20 derajat. Seseorang dikatakan buta secara fungsional
apabila saluran utama yang dipergunakanya dalam belajar adalah
perabaan atau pendengaran. Mereka dapat mempergunakan sedikit
sisa penglihatannya untuk memperoleh informasi tambahan dari
lingkungan.
Ketajaman Penglihatan Klasifikasi WHO
Halaman 48 dari 55
6/6 hingga 6/18 Normal vision
<6/18 hingga >3/60 (kurang dari
6/18 tetapi lebih baik atau sama
dengan 3/60)
Low vision (kurang awas)
<3/60 Blind
Berdasarkan klasifikasi di atas, seseorang dikatakan tunanetra
apabila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/18. Ini berarti bahwa
tingkat sisa penglihatan orang tunanetra itu berkisar dari 0 (buta total)
hingga <6/18. Ini juga berarti bahwa orang yang dikategorikan
sebagai buta (blind) itu tidak hanya mereka yang buta total melainkan
juga mereka yang masih mempunyai sedikit sisa penglihatan (<3/60).
Sedangkan batasan menurut WHO jika ukuran ketajaman
penglihatan adalah 20/200 atau kurang, dengan medan pandang 20
derajat atau kurang maka disebut tunanetra
6. Tugas
Setelah mempelajari konsep dasar tunanetra sekarang coba carilah
definisi tunanetra dari berbagai sudut pandang!
7. Tes Formatif (10 soal objektif)
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, atau D pada
jawaban yang kamu anggap benar.
1 Apa yang dimaksud dengan kriteria penglihatan normal dalam tes ketajaman
penglihatan
a Ukuran visus 6/60-6/80 d Ukuran visus 2/20-20/200
b Ukuran visus 6/6-6/18 e Ukuran visus 20/20-20/200
c Ukuran visus 6/18-6/60
2 Mengapa kemampuan lapang pandang kurang dari 20 derajat digolongkan
Halaman 49 dari 55
menjadi tunanetra
a Sebab memiliki dampak yang
sama seperti penyandang
tunanetra
d Berdampak pada kemampuan
mempersepsi cahaya
b Berdampak pada hilangnya
ketajaman penglihatan
e Berdampak pada kemampuan
membentuk konsep
c Berdampak pada perkembangan secara umum
3 Seorang dikatakan memiliki efisiensi penglihatan 100 persen jika
a Ukuran visus 6/60 d Ukuran visual field 6/6
b Ukuran visual fieldnya normal e Ukuran visual cues 6/6
c Ukuran visus 6/6
4 Jika seseorang memiliki ukuran ketajaman penglihatan 6/60 artinya
a Efisiensi penglihatan 100% d Lapang pandangnya 20%
b Mengalami low vision ringan e Visual cues 20%
c Efisiensi penglihatan 20%
5 Siapa yang paling beresiko terkena Retinopati of prematurity yang dapat
menyebabkan ketunanetraan
a Orang lanjut usia d Kelahiran caesar
b Balita usia 3-5 tahun e Berat bayi lahir rendah
c Kelahiran belum cukup bulan
6 Mengapa albinism digolongkan sebagai tunanetra
a Bawaan generatif mengakibatkan
hambatan perkembangan
d Mata yang berair dan berkaca
kaca
Halaman 50 dari 55
b Kerusakan pada mata akibat virus e Kelainan pigmen berpengaruh
pada retina yang peka cahaya
c Dampak albinonya berpengaruh pada kesehatan mata
7 Bagian mata yang bertugas mengatur intensitas cahaya yang masuk adalah
a iris d Kornea
b Lensa e Corona
c Cerebelum
8 Apa yang dimaksud dengan Visual Field
a Kemampuan melihat lurus tanpa
melirik
d Melihat bidang pandang
dengan daya akomodasi
b Kemampuan melihat sisi kiri kanan
tanpa melirik
e Bidang pandang seorang
diukur dengan snellen
c Kemampuan melihat kiri kanan melalui pantulan
9 Penderita katarak umumnya memiliki bola mata yang keruh hal dapat
menghalangi ketakaman penglihatan sebab
a Keruhnya kornea menghalangi
cahaya ke iris
d Keruhnya lensa menghalangi
masuknya cahaya ke retina.
b Keruhnya iris menghalangi cahaya
ke retina
e Keruhnya bagian putih mata
menutupi lensa
c Keruhnya kornea menghalangi cahaya ke pupil
10 Tes ishihara digunakan untuk mengukur
a Potensi warna d Mengetahui buta warna
b Mengenal warna e Mengenal warna
Halaman 51 dari 55
c Mengukur gradasi warna
Halaman 52 dari 55
B. KAJIAN MATERI 2 : FAKTOR PENYEBAB KETUNANETRAAN
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pada kajian materi 2 ini Capaian Pembelajaran yang akan diraih adalah
ranah Pengetahuan. Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan
dapat menguasai konsep teoritis anak berkebutuhan khusus
sebagai dasar untuk mengembangkan layanan pendidikan yang
tepat;
2. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari modul tentang Faktor Penyebab ketunanetraan
peserta didik PPG dalam Jabatan diharapkan dapat:
a. menjelaskan faktor penyebab ketunanetraan
b. menjelaskan implikasi pendidikan pada tiap kelainan penglihatan
3. Pokok-Pokok Materi
a. Faktor-faktor Penyebab terjadinya ketunanetraan
b. Implikasi Pendidikan pada kelainan penglihatan
4. Uraian Materi
Agar anda dapat menguasai capaian pembelajaran seperti tersebut
diatas silakan anda pelajari materi berikut:
a. Faktor Penyebab ketunanetraan
Data yang dikeluarkan oleh WHO (2011) menunjukkan bahwa
terdapat sekitar 284 juta orang tunanetra di seluruh dunia dan
kemungkinan bertambah. Bertambahnya prevalensi tunanetra
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah
faktor penyebab dari tunanetra yang beragam. Apa saja faktor-faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi tunanetra? Mari kita pelajari
melalui materi berikut;
Sampai saat ini banyak orang bertanya apa yang menyebabkan
seorang menjadi tunaetra. Meskipun banyak kasus dan dilakukan
penelitian sampai saat ini penyebab tunanetra masih belum diketahui
secara pasti.
Halaman 53 dari 55
Etiologi ketunanetraan yang dapat ditelusuri memberikan jawaban
penyebab yang beragam dan digolongkan sebagai sebab eksternal
dan internal. Banyak angka kejadian ketunanetraan yang
diasosiasikan dengan syndrome tertentu. Sebagai contoh anak yang
mengidap syndrome CHARGE yang bisa dipastikan membawa
implikasi pada kerusakan retina, kecacatan fisik, sensory dan atau
kognitif. Penyebab ketunanetraan lain diasosiasikan karena
keturunan/herediter karena diturunkan dalam garis keluarga yang
memiliki ketunanetraan sebelumnya, yang biasanya pembawa gen
tidak mengetahui potensi melahirkan keturunan tunanetra. Sebagai
contoh retinitis pigmentosa dan ocular albinism keduanya adalah
hasil dari faktor keturunan. Faktor eksternal juga dapat
menyumbangkan penyebab terjadinya ketunanetraan sebagai contoh
prematurity yang memiliki resiko tinggi ROP dan mengakibatkan
ketunanetraan, sebab prenatal dikarenakan kontaminasi obat, zat
aditif, trauma, penyakit yang menyebabkan terjadinya tunanetra
(Wapp, 2014).
Sedangkan Friend (2005) tidak merinci secara jelas apa yang
menjadi penyebab ketunanetraan. Bahasan Friend pada penyebab
didasarkan pada penyebab fisiologis bahwa yang menjadi sebab
terjadinya ketunanetraan adalah adanya kerusakan pada sistem
penglihatan dilihat dari prinsip kerja mata.
Smith (2004) menjelaskan penyebab ketunanetraa digolongkan
menjadi penyebab bawaan lahir (congenital) dan yang diperoleh
kemudian setelah lahir. Dalam literatur yang diterbitkan Amerika
menyebut penyebab anak berkebutuhan khusus secara umum
kemungkinan tidak bisa lepas dari pengaruh budaya. Ditunjukkan
bahwa perbedaan konsep tentang anak berkebutuhan khusus.
Secara budaya perbedaan pendapat mengenai penyebab terjadinya
kebutuhan khusus seperti misalnya takdir, dosa orang tua, makanan,
guna-guna dan produk kepercayaan dan budaya lainnya yang
Halaman 54 dari 55
dianggap menjadi penyebab. Pengaruh pola asuh, cara memberikan
intervensi dan harapan keluarga juga termasuk didalamnya. Rahardja
(2007) menyebutkan penyebab ketunanetraan sangat bervariasi
tergantung lokasi geografis, status sosioekomi, dan usia. Secara
umum sebetulnya bisa dicegah dan diatasi. Trachoma merupakan
penyebab utama timbulnya kebutaan di negara-negara berkembang.
Banyak organisasi yang berhubungan dengan kesehatan mempunyai
program pencegahan kebutaan. Mereka bekerja di perkampungan
dan daerah-daerah miskin dengan tujuan untuk memberikan
penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan, kesehatan, dan
akses untuk memperoleh pengobatan. Diabetes, glaucoma, dan
katarak merupakan penyebab umum kebutaan di negara-negara
barat. Hal ini terjadi karena usia harapan hidup mereka lebih panjang
dari generasi sebelumnya; usia berhubungan dengan penurunan
daya penglihatan.
Sedangkan Hadi (2005) menjelaskan tentang penyebab
ketunanetraan yaitu: (1) faktor genetik atau herediter, seperti
albinism, retinis pigmentosa yang dibawa secara genetis sebagai
carriers pembawa sifat, (2) Perkawinan sedarah: banyak kasus
ketunanetraan karena garis perkawinan yang terlalu dekat, (3) Proses
kelahiran; trauma pada saat proses persalinan, lahir prematur,
kekurangan oksigen akibat lamanya pproses persalinan, kesalahan
penggunaan alat bantu kelahiran, (4) penyakit akut yang berkompilasi
pada kesehatan mata, inveksi virus yang menyerang syaraf mata, (5)
Kecelakaan; kecelakaan yang mengenai organ mata, terpapar zat
kimia tertentu, (6) Zat aditif dan narkoba: overdosis obat psikotropika,
(7) infeksi oleh binatang yang merusak selaput tipis dan menyebar,
(8) beberapa kondisi kota dengan polusi, suhu dan kekeringan
membawa penyakit mata trachoma.
Dari papran teori dan pendapat ahli diatas bahwa belum dapat
dipastikan apa penyebab pasti terjadinya ketunanetraan. Seperti
Halaman 55 dari 55
halnya Friend (2005) yang menyebutkan satu penyebab
ketunanetraan yaitu rusaknya atau tidak berfungsinya sistem
penglihatan, tidak menyoroti penyebab mengapa sistem penglihatan
menjadi rusak atau tidak dapat difungsikan
Untuk memperkaya pengetahuan sebaiknya anda mempelajari
tentang penyebab terjadinya ketunanetraan dari sumber buku berikut:
1) Purwaka Hadi (2005) Kemandirian Tunanetra h.39-45. Jakarta,
Depdiknas
2) Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipew (1996)
Ortopedagogik Tunanetra I, h.22-30. Jakarta. Dekdikbud
b. Implikasi Pendidikan pada kelainan penglihatan
Setelah anda memahami tentang penyebab dari ketunanetraan,
lebih lanjut anda perlu mempelajari tentang implikasinya terhadap
pendidikan. Bagaimana akomodasi yang bisa diberikan dalam
pembelajaran bagi penyandang kelainan penglihatan tertentu. Untuk
lebih jelasnya silakan dipelajari materi pada tautan berikut:
Seperti materi yang sudah anda pelajari pada kegiatan 2 bahwa
ketunanetraan dibagi menjadi dua yaitu buta dan kurang lihat/low
vision. Peserta didik dengan kategori buta total memerlukan
peralatan khusus dalam menulis dan materi baca Braille. Mereka
tidak dapat memfungsikan penglihatan. Sedangkan pada siswa low
vision masih dapat memfungsikan sisa penglihatan dengan atau
tanpa koreksi lensa. Peserta didik ini kemungkinan dapat mengakses
huruf awas dengan bantuan lensa atau buku khusus yang dicetak
dengan huruf yang diperbesar ukurannya.
Peserta didik tunanetra total juga membutuhkan bantuan alat
khusus dan modifikasi dalam mengasah keterampilan mendengar,
komunikasi, orientasi dan mobilitas, pilihan karir dan kegiatan hidup
sehari-hari. Sedangkan peserta didik low vision mereka
membutuhkan peralatan khusus untuk membantu mereka
menggunakan sisa penglihatan yang masih dimiliki agar lebih efisien.
Halaman 56 dari 55
Mereka juga membutuhkan peralatan dan kegiatan pembelajaran
khusus dalam mengakses pembelajaran. Sedangkan peserta didik
tunanetra yang memiliki tambahan kebutuhan khusus lain, lebih
memerlukan pendekatan antar multidisiplin yang menekankan pada
keterampilan bina diri dan ADL mereka (Pierangelo,2004).
Sapp (2014) menjelaskan implikasi pendidikan pada peserta
didik tunanetra sebagai berikut:
1) Pilihan media Pembelajaran
Tipe belajar seperti apakah peserta didik tunanetra yang ada di
kelas anda, apakah taktual, visual, atau auditori? Banyak siswa
yang menggabungkan media belajar tersebut.
a) Braille sebagai media taktual perlu diajarkan pada peserta
didik, tidak hanya baca tulis tetapi juga simbol-simbol, grafik,
diagram format pada tingkatan belajar braille Lanjut. Braille
merupakan kombinasi dari 6 titik yang melambangkan huruf
abjad, angka dan simbol-simbol.
Gambar. 2. 1. Huruf Braille
Halaman 57 dari 55
Gambar 2.2. Alat tulis Braille Reglet dan Stilus
Halaman 52 dari 55
Gambar 2.3. Mesin Ketik Braille
b) Peralatan Optik. Bagi peserta didik low vision memerlukan
bantuan alat optik yang disarankan oleh optalmolog dengan
bantuan ahli optik untuk dapat melihat pada jarak dekat,
sedang dan jauh. Peralatan optik untuk melihat jarak dekat
biasanya berupa lensa lup/magnifier baik yang hand atau
stand. Sedangkan untuk melihat objek sedang dan jauh
menggunakan monocular, telescop yang dapat memperbesar
objek jauh. Bagi siswa dengan lapang pandang sempit tetapi
tidak mengalami masalah ketajaman penglihatan memerlukan
alat yang dapat mengurangi ukuran huruf dan mengurangi
cahaya.
c) Large Type. Cetak huruf yang diperbesar dapat diperlukan
bagi peserta didik Low Vision. Bisa digunakan bagi peserta
didik low vision disertai gangguan fisik dan motorik, karena
kesulitan memgang hand magnifier sebagai alat baca.
d) Auditory. Penyediaan materi auditory dapat dijadikan sebagai
suplemen media pembelajaran bagi peserta didik tunanetra.
Media auditory bisa berupa tape, rekaman, daisy, dan talking
book. Media auditory juga dapat digunakan sebagai media
selingan karena peserta didik yang membaca tulisan Braille
Halaman 53 dari 55
memiliki kecepatan baca yang lebih rendah dibanding anak
awas.
2) Akses Kurikulum
Tiga metode pembelajaran untuk meminimalisir dampak
ketunanetraan yang disampaikan Lowwenfeld yaitu (1) menyajikan
pengalaman kongkrit (2) rancangan pemeblajaran yang
memungkinkan siswa belajar sambil melakukan (3) pengalaman
menyatukan dapat membantu peserta didik memahami apa yang
mereka pelajari terkait dengan lingkungan. Sedangkan peserta
didik Low Vision membutuhkan lima elemen yang dapat
dimodifikasi untuk dapat membantu peserta didik Low Vision
melihat materi pelajaran:
a.) Jarak. Penyesuaian jarak tulisan, memperbesar gambar.
Bentuk huruf dan jarak antar kata, garis bantu dapat
memberikan bantuan bagi peserta didik low vision.
b.) Warna. Siswa tunanetra terkadang memiliki kesulitan dalam
membedakan dan mengenali warna. Guru harus mengenali
warna mana yang peserta didik sulit membedakan, sehingga
dalam pelaksanaan pembelajaran warna tersebut bisa diganti
dengan warna yang lebih kontras
c.) Kontras. Pastikan latar belakan dan item utam memiliki nilai
kontras yang tinggi sehingga peserta didik low vision dapat
mudah mengenali informasi lingkungan. Buku tulis, penggaris
danalat yang bisa dimodifikasi kekontrasan sebaiknya
disediakan
d.) Pencahayaan. Pencahayaan bagi peserta didik yang peka
terhadap sinar, seperti albinism disesuaiakan, tidak terlalu
terang sehingga mereka tidak mengalami kesulitan
mengakses informasi pelajaran. Sebaliknya bagi siswa yang
memiliki sisa penglihatan yang mensyaratkan pencahayaan
yang terang sebaiknya juga diakomodasi
Halaman 54 dari 55
e.) Waktu. Perpanjangan waktu mengerjakan soal dan tugas-
tugas yang mensyaratkan visual serta penambahan waktu
bagi siswa membaca cetak Braille.
3) Kurikulum tambahan bagi peserta didik tunanetra
a) Keterampilan akademik dan keterampilan kompensatoris.
Peserta didik tunanetra diharapkan menguasai bidang
akademik seperti baca, tulis, hitung, scince, sosial studi, olah
raga, bahasa asing dan ekonomi rumah tangga. Keterampilan
kompensatoris adalah keterampilan adaptif yang digunakan
mereka dalam memenuhi tugas-tugas akademik seperti Braille
untuk baca tulis, abacus untuk hitung.
b) Pengembangan Karir. Persiapan pengembangan karir sudah
mulai dirancang sejak anak berusia 13 tahun untuk
mempersiapkan hidup mereka kelak
c) Keterampilan hidup mandiri. Seperti urusan rumah tangga,
bersih bersih, memasak, berbelanja dan merawat diri
d) Orientasi dan Mobilitas. untuk membantu siswa berjalan
dengan aman dan sampai tujuan tanpa membahayakan diri dan
orang lain.
e) Rekreasi dan pemanfaatna waktu luang. Peserta didik diajarkan
melakukan hobinya untuk mengisi waktu luang, seperti
membuat kerajina tangan atau pergi berekreasi dengan
berbagai kebutuhan adaptasi
f) Keterampilan Sosial. Diberi kesempatanmengembangkan diri
dalam berinteraksi dengan orang awas diluar lingkungan
g) Akses teknologi seperti sosial media. Peserta didik diberikan
informasi manfaat dan kerugian menggunakan teknologi
informasi dan sosial media
Setelah anda mempelajari materi diatas, anda sudah memiliki gambaran
tentang implikasi pendidikan bagi anak berkelainan penglihatan.
Halaman 55 dari 55
5. Rangkuman
Implikasi pendidikan bagi peserta didik tunanetra Peserta didik tunanetra
berupa bantuan alat khusus dan modifikasi dalam mengasah
keterampilan mendengar, komunikasi, orientasi dan mobilitas, pilihan
karir dan kegiatan hidup sehari-hari. Sedangkan peserta didik low vision
mereka membutuhkan peralatan khusus untuk membantu mereka
menggunakan sisa penglihatan yang masih dimiliki agar lebih efisien.
Mereka juga membutuhkan peralatan dan kegiatan pembelajaran khusus
dalam mengakses pembelajaran. Sedangkan peserta didik tunanetra
yang memiliki tambahan kebutuhan khusus lain, lebih memerlukan
pendekatan antar multidisiplin yang menekankan pada keterampilan bina
diri dan ADL mereka
6. Tugas
Setelah anda mempelajari materi tentang implikasi pendidikan bagi
peserta didik tunanetra, cobalah menjabarkan implikasi pendidikan yang
seperti apakah yang diperlukan peserta didik anda di sekolah, pilih satu
anak untuk melihat implikasi pendidikannya secara khusus berdasar
materi diatas.
7. Tes Formatif (10 soal objektif)
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, atau D pada
jawaban yang kamu anggap benar.
1 Dibawah ini merupakan implikasi pendidikan bagi peserta didik tunanetra
terkait dengan pilihan media pembelajaran
a Braille, alat bantu Optik, Large
d Akses media, teknologi, Braille
b Media taktual, auditory, visual e Jarak, bentuk dan nilai kontras
tulisan
c Ukuran huruf, nilai kontras, kompensatoris pembelajaran
2 Salah satu implikasi pembelajaran bagi tunanetra berupa menebalkan garis
Halaman 56 dari 55
hitam pada buku tulis, hal ini dimaksudkan untuk
a Memenuhi nilai kontras agar
tunanetra dapat mengenali
bukunya
d Tunanetra dapat dengan
mudah membaca dan menulis
b Agar tunanetra tidak terdistrak
dengan warna
e Garis bantuan digunakan untuk
memfokuskan penglihatan
c Memenuhi nilai kontras, tunanetra tidak kehilangan baris saat baca tulis
3 Bagi Low Vision ukuran huruf diperbesar sedangkan tunanetra dengan braille
a Implikasi kurikulum d Implikasi teknologi
b Implikasi pilihan media
pembelajaran
e Implikasi akses kurikulum
tambahan
c Implikasi kompensatoris
4 Penyediaan alat optik seperti spectacel, magnifier, monokular bagi low vision
a Pemilihan alat optik d Pemilihan akses kurikulum
b Pemilihan teknologi e Pemilihan kurikulum tambahan
c Pemilihan media belajar
5 Orientasi dan Mobilitas termasuk implikasi kurikulum tambahan yang
bertujuan
a Peserta didik mandiri d Peserta didik dapat bepergian
dengan aman dan selamat
sampai tujuan
b Peserta didik tidak tergantung
orang lain jika berjalan
e Peserta didik mengeksplorasi
lingkungan
c Peserta didik mengenal lingkungan
Halaman 57 dari 55
6 Pada ketrampilan hidup mandiri siswa dibekali dengan keterampilan sebagai
berikut
a Orientasi dan Mobilitas d Menyiapkan makanan,
merawat diri, kebersihan
b Rekreasi dan pemanfaatan waktu
luang
e Orientasi mobilitas, karir,
pemanfaatan waktu
c Konseling karir
7 Pencahayaan penting bagi tunanetra dalam seting pembelajaran. Peserta
didik yang harus dikurangi intensitas cahayanya adalah
a Low vision light perseption d Albinisme
b Low Vision Light Projection e Retinopati of Prematurity
c Katarak
8 Jarak antar huru, jarak antar kalimat dan paragraf merupakan akomodasi bagi
low vision terkait dengan
a Metode belajar sambil melakukan d Pengalaman kongkrit
b Akses kompensatoris e Akses pembelajaran dan
kurikulum
c Akses media pembelajaran
9 Berikut merupakan implikasi pembelajaran bagi tunanetra terkait dengan
akses pembelajaran dan kurikulum
a Braille,largePrint,Auditory,alat
Optik
d Keterampilan kompensatoris
akademik, karir, ADL, O&M
b Jarak,warna, kontras,
pencahayaan, waktu
e Rekreasi danpemanfaatan
waktu luang, sosial skill,
Halaman 58 dari 55
teknologi
c O&M, Sosial Skill, ADL, Teknologi, Karir
10 Pengoptimalan efeisiensi penglihatan dapat dilakukan melalui
a Penggunaan alat optik d Penggunaan media auditory
b Penggunaan Braille e Penggunaan media adaptif
c Penggunaan media taktual
Halaman 59 dari 55
C. KAJIAN MATERI 3 : DAMPAK KETUNANETRAAN
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pada kajian materi 3 ini Capaian Pembelajaran yang akan diraih adalah
ranah Pengetahuan. Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan
dapat menguasai konsep teoritis anak berkebutuhan khusus
sebagai dasar untuk mengembangkan layanan pendidikan yang
tepat
2. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
dapat menjelaskan dampak ketunanetraan dalam berbagai perspektif
sudut pandang sertat mengenali karakteristik tunanetra dari berbagai
aspek perkembangan :
a. Menjelaskan dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak
b. Menjelaskan dampak Ketunanetraan terhadap Keterampilan Mobilitas
Anak
c. Menjelaskan dampak Ketunanetraan terhadap Pembelajaran Bahasa
d. Menjelaskan dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan
Keterampilan Sosial Anak
3. Pokok-Pokok Materi
a. Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif
b. Dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan Keterampilan
Sosial
c. Dampak Ketunanetraan terhadap Pembelajaran Bahasa
d. Dampak Ketunanetraan terhadap Keterampilan Mobilitas
4. Uraian Materi
Pada kegiatan 3 yang lalu anda sudah mempelajari tentang penyebab
terjadinya ketunanetraan. Materi berikut dapat anda pelajari terkait
bagaimana ketunanetraan dapat mempengaruhi kehidupan seseorang,
bagaimana dampaknya dalam ranah perkembangan. Kehilangan indera
penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual, sehingga mereka
akan kehilangan atau kekurangan informasi yang bersifat visual. Sejauh
mana dampak kehilangan atau kelainan penglihatan tersebut terhadap
Halaman 60 dari 55
kemampuan seseorang tergantung banyak faktor, seperti misalnya
kapan terjadinya, derajat kehilangan, jenis dan lingkungan
pendukungnya. Berikut ini merupakan dampak kehilangan/kekurangan
dan atau kelainan penglihatan dalam berbagai aspek yang bisa anda
pelajari:
a. Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak
Anak pada umumnya mengembangkan konsep melalui visualisasi,
membentuk persepsi dan citra. Setiap orang memiliki citra dunianya
masing-masing yang ditentukan oleh faktor lingkungan fisik dan
sosial, struktur fisiologis, keinginan dan tujuan serta pengalaman
masa lalu. Anak tunanetra menggantikan struktur fisiologi yang
melibatkan indera penglihatan dengan indera lainnya untuk
mempersepsikan lingkungan. Apakah cara tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan kognitifnya? Menurut anda bisakan
semua informasi visual dapat digantikan dengan inforamsi nonvisual
seperti misalnya taktual atau auditori? Untuk memahami hal tersebut,
coba anda pelajari tautan uraian berikut!
Individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur
fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera
penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi
lingkunganya. Banyak di antara mereka tidak pernah mempunyai
pengalaman visual, sehingga konsepsi mereka tentang dunia ini
sejauh tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada
umumnya. Perbedaan penting antara perkembangan konsep anak
tunanetra dan anak awas – khususnya untuk konsep obyek fisik -
adalah bahwa anak tunanetra mengembangkan konsepnya terutama
melalui pengalaman taktual sedangkan anak awas melalui
pengalaman visual.
Orang awas dapat mempersepsi bermacam-macam obyek
atau bagian-bagian dari satu obyek sekaligus, tetapi orang tunanetra
harus mempersepsinya satu demi satu atau bagian demi bagian
Halaman 61 dari 55
sebelum dapat mengintegrasikannya menjadi satu konsep. Satu
perbedaan penting lainnya antara perabaan dan penglihatan adalah
bahwa perabaan menuntut jauh lebih banyak upaya sadar untuk
memfungsikannya. Sebagaimana diamati oleh Lowenfeld (Hallahan
& Kauffman, 1991), indera perabaan pada umumnya hanya berfungsi
bila aktif dipergunakan untuk keperluan kognisi, sedangkan
penglihatan aktif dan berfungsi selama mata terbuka. Oleh karena
itu, untuk memperkaya kognisinya, anak tunanetra harus sering
didorong untuk mempergunakan indera perabaannya untuk
keperluan kognisi. Akan tetapi, di dalam masyarakat kita, di mana
obyek-obyek tertentu ditabukan untuk diraba, dorongan untuk
mempergunakan indera perabaan itu sering harus dibatasi demi
menghindari perilaku yang bertentangan dengan norma-norma
sosial.
Baiknya persepsi taktual, sebagaimana halnya dengan
baiknya persepsi visual, tergantung pada kemampuan individu untuk
menggunakan berbagai macam strategi dalam memperolehnya
(Berla; Griffin & Gerber – dalam Hallahan & Kauffman, 1991). Satu
strategi umum yang sangat penting untuk pengembangan persepsi
taktual adalah kemampuan untuk memfokuskan eksplorasi pada fitur-
fitur stimulus terpenting – yaitu bagian-bagian yang merupakan ciri
khas dari obyek itu (Davidson – dalam Hallahan & Kauffman, 1991).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin dini anak
tunanetra dilatih dalam penggunaan strategi ini, akan semakin baik
perkembangan konsep taktualnya (Berla - dalam Hallahan &
Kauffman, 1991).
Seberapa besar perbedaannya dari anak awas,
perkembangan konsep anak tunanetra itu akan sangat tergantung
pada dua faktor, yaitu tingkat ketunanetraannya dan usia terjadinya
ketunanetraan itu (Hallahan & Kauffman, 1991). Anak yang
berkesempatan memperoleh pengalaman visual sebelum menjadi
Halaman 62 dari 55
tunanetra, sejauh tertentu akan dapat memanfaatkannya untuk
memahami konsep-konsep baru. Anak yang tunanetra sejak lahir
pada umumnya akan lebih bergantung pada indera taktualnya untuk
belajar tentang lingkungannya daripada mereka yang
ketunanetraannya terjadi kemudian. Demikian pula, anak yang buta
total akan lebih bergantung pada indera taktual untuk pengembangan
konsepnya daripada mereka yang masih memiliki sisa penglihatan
yang fungsional (low vision).
Apakah ketunanetraan berdampak terhadap inteligensi?
ketunanetraan tidak secara otomatis membuat inteligensi orang
menjadi lebih rendah, sebagaimana dikemukakan oleh Hallahan &
Kauffman (1991:309), "... there is no reason to believe that blindness
results in lower intelligence."Secara keseluruhan, Lowenfeld (Mason
& McCall, 1999) mengemukakan bahwa ketunanetraan
mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius pada kemampuan
individu, dan, pada gilirannya, sangat berdampak pada
perkembangan fungsi kognitif. Ketiga keterbatasan tersebut adalah:
(1) keterbatasan dalam sebaran dan jenis pengalaman; (2)
keterbatasan dalam kemampuan untuk bergerak di dalam
lingkungan; dan (3) keterbatasan dalam interaksi dengan lingkungan.
Akan tetapi, Kingsley (1999) mengemukakan bahwa tidak ada
bukti kuat yang menunjukkan bahwa keterbatasan-keterbatasan
akibat hilangnya penglihatan ini juga membatasi potensi. Ini berarti
bahwa dengan intervensi yang tepat, yang dapat meminimalkan
keterbatasan-keterbatasan itu – sebagaimana telah banyak
dibuktikan (Beadles et al., 2000; Jindal-Snape et al., 1998)- potensi
kognitif anak tunanetra itu dapat berkembang secara lebih baik. Ini
berarti bahwa seorang anak tunanetra mungkin miskin dengan
konsep-konsep tertentu tetapi kaya dengan konsep-konsep lain –
sesuai dengan selektivitasnya.
Halaman 63 dari 55
Secara rinci materi diatas dapat anda perdalam melalui tautan
berikut:
http://d-tarsidi.blogspot.co.id/2008/01/dampak-ketunanetraan-
terhadap-fungsi.html
Setelah anda pelajari tautan diatas, sekarang anda tahu bahwa
ketunanetraan berdampak pada perkembangan fungsi kognitif
mereka, sehingga untuk meminimalisir hambatan perkembangan
fungsi kognitif tersebut diperlukan intervensi yang tepat sejak dini
b. Dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan Keterampilan
Sosial
Pada masa awal perkembangan, keterampilan sosial seorang anak
diperoleh dari interaksi dan komunikasi dengan lingkungan. Banyak
sekali faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya interaksi dan
komunikasi diantaranya adalah memahami tanda nonverbal seperti
gerak tubuh, ekspresi, kontak mata dan sebagainya. Hal tersebut
tentu anda ketahui sulit dilakukan oleh anak tunanetra, itulah
mengapa pada awal perkembangannya mereka mengalami
hambatan keterampilan sosial akibat dari terhambatnya interaksi dan
komunikasi dikarenakan hambatan penglihatannya. Namun demikian
hal tersebut bukan satu-satunya dampak ketunanetraan terhadap
perkembangan keterampilan sosial. Untuk mengetahui
selengkapnya anda bisa pelajari lebih lanjut pada uraian berikut:
Ketunanetraan membawa dampak sosial yang cukup signifikan. Hal
ini disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah
1) Faktor penerimaan lingkungan terhadap keberadaan tunanetra.
Hal ini bermula dari sikap penerimaan keluarga inti terhadap
hadirnya tunanetra. Pada umumnya orang tua mengalami masa
duka karena memiliki anak berkebutuhan khusus kemudian
berlanjut masa penyesalan dan masa penerimaan yang mana
periode peralihan dari masa satu ke yang lain berbeda-beda. Hal
inilah yang menyebabkan tunanetra memiliki hambatan sosial
Halaman 64 dari 55
karena terjadi sikap penolakan, tidak ada kedekatan dari keluarga
dekatSikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap
hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka
dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan
mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak. Faktor-
faktor yang dapat mengganggu perkembangan alami ikatan batin
antara orang tua dengan bayinya yang tunanetra, yaitu:
a) Tidak adanya kontak mata antara orang tua dan bayinya;
sangat berkurangnya kontak fisik antara orang tua dan anak
pada saat-saat awal kehidupan anak (terutama jika anak lahir
prematur) karena anak harus dirawat di rumah sakit;
b) Orang tua merasa bersalah karena sejauh tertentu mereka
merasa bertanggung jawab atas kecacatan anaknya;
c) Perasaan trauma karena orang tua harus menghadapi reaksi
purbasangka dari orang-orang di sekitarnya;
d) Perasaan tertekan dan cemas karena orang tua tidak tahu
bagaimana cara memperlakukan dan mengasuh anaknya itu.
Hambatan tersebut dapat mempersulit orang tua untuk
mengembangkan ikatan batin yang erat dengan anak, dan pada
gilirannya dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan bayi
tunanetra untuk mencapai perkembangan afektif tahap awal, yaitu
terbinanya human attachment (keterlekatan dengan orang lain).
Jika anak tidak memiliki pengalaman interaksi yang erat dengan
orang lain, perasaan keamanan pribadinya dalam berhubungan
dengan orang lain dan akhirnya dengan dunia akan berkurang.
Hubungan erat yang penuh kasih sayang dengan orang tua dan
saudara-saudaranya merupakan setting sosioemosional mendasar
bagi perkembangan perilaku afektif yang positif pada anak.
2) Interaksi anak tunanetra dengan teman sebaya pada usia sekolah.
Inisiasi interaksi pada masa kanak-kanak dimulai dengan minat
Halaman 65 dari 55
secara visual. Anak-anak tertarik dengan permainan teman lain,
memulai interaksi dan percakapan diawali dengan kontak secara
visual. Karena anak tunanetra mengalami hambatan dalam
mengenali tanda visual, baik itu gestur, ekspresi, tanda dan lain
sebagainya sebagai syarat dimulainya interaksi dengan teman
sebaya, maka anak sebaya kurang berminat berinteraksi dengan
tunanetra karena tidak segera menangkap tanda visual yang ada
di lingkungan. Dan anak tunanetra kehilangan kesempatan
berinteraksi dan bermain sebagai wujud pemenuhan kebutuhan
sosialnya. Kehilangan kesempatan untuk berinteraksi tersebut
membuat tunanetra menjadi terpencil dalam kelompok teman
sebaya. Selain dari itu, di kalangan sebayanya, anak tunanetra
memerlukan waktu untuk dapat diterima karena penerimaan sosial
sering didasarkan atas kesamaan. Anak cenderung mengalami
penolakan sosial bila mereka dipersepsi sebagai berbeda dari
teman-teman sebayanya. Anak tunanetra cenderung
mengarahkan kegiatan bermainnya lebih banyak kepada orang
dewasa daripada kepada teman sebayanya. Anak tunanetra
memilih untuk berinteraksi dengan orang dewasa karena interaksi
ini mungkin lebih bermakna dan menstimulasi daripada interaksi
dengan teman sebayanya, dan orang dewasa dapat
mengkompensasi keterbatasan keterampilan sosial anak
tunanetra itu, misalnya dengan menggantikan isyarat visual
dengan isyarat verbal atau taktual. anak tunanetra lebih senang
bermain di dalam ruangan daripada di luar, dan menghindari
tempat terbuka yang luas, terutama yang tidak memiliki landmark
sebagai titik rujukan karena mereka mengalami kesulitan orientasi
dan mobilitas.
3) Anak tunanetra lebih menyukai tempat dengan densitas sosial
yang rendah (tidak banyak orang). Karena makin tinggi densitas
sosial akan semakin tinggi pula tingkat kebisingannya, sehingga
Halaman 66 dari 55
isyarat-isyarat auditer yang diterimanya pun menjadi lebih
kompleks dan membutuhkan konsentrasi ekstra untuk
menyaringnya. Oleh karena itu, untuk dapat diterima oleh
kelompok sosialnya, anak tunanetra membutuhkan bantuan
khusus untuk mengatasi kesulitannya dalam memperoleh
keterampilan sosial, seperti keterampilan untuk menunjukkan
ekspresi wajah yang tepat, menggelengkan kepala, melambaikan
tangan, atau bentuk-bentuk bahasa tubuh lainnya.
4) Anak tunanetra memiliki bahasa tubuh yang kurang luwes. Postur,
bahasa nonverbal maupun ekspresi mengandung makna pesan
komunikasi yang melengkapi bahasa lisan dalam sebuah interaksi
sosial. Jika bahasa tubuh anak tunanetra tidak sesuai dengan
bahasa tubuh kawan-kawannya akan membawa dampak
sosialisasinya menjadi terganggu. Bahasa tubuh, sebagaimana
halnya bentuk-bentuk bahasa nonverbal lainnya, dapat menjadi
sumber kesalahan komunikasi atau justru memperlancarnya bila
dipahami dengan baik. Nuansa bahasa tubuh yang luwes, yang
terintegrasikan ke dalam pola perilaku sebagaimana yang dapat
kita amati pada anak awas pada umumnya, sangat kontras
dengan bahasa tubuh yang terkadang sangat kaku yang dapat kita
amati pada banyak anak tunanetra (Kingsley, 1999).
5) Anak tunanetra memiliki kecenderungan perilaku stereotipik/
blindism. Perilaku ini merupakan perilaku adatan berupa gerakan
gerakan khas yang monoton dan berulang dan menjadi sebuah
kebiasaan yang tidak disadari. Contoh perilaku stereotipik yaitu,
menggoyang-goyang tubuh, menekan-nekan bola mata, bertepuk-
tepuk, dsb, yang dilakukan di luar konteks. Perilaku stereotipe ini
dapat mengganggu interaksi sosial sebab ketika perilaku ini
muncul dan berulang tunanetra menjadi asik dalam dunianya
sendiri seolah mengabaikan tanda sosial yang dikirim oleh
lingkungan. Tiga penyebab munculnya perilaku stereotype
Halaman 67 dari 55
tersebut adalah kurangnya rangsangan penginderaan sehingga
mereka menstimulasi diri sendiri dengan melakukan gerakan
gerakan monoton dan berulang. Yang kedua adalah kurangnya
sosialisasi dan yang terakhir akibat regresi pada pola perilaku
lama(kurang matang) sebagai kompensasi mencari dunia nyaman
yang menjadi kebiasaan jika terjadi ketidaknyamanan.
Setelah mempelajari dampak ketunanetraan terhadap
keterampilan sosial, sekarang anda tahu faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi. Coba sebut dan jelaskan satu persatu faktor-faktor
yang mempengaruhi terhambatnya kompetensi sosial pada tunanetra
tersebut? Setelah memahami materi ini anda sekarang mengetahui
bahwa melalui intervensi yang tepat hambatan tersebut dapat
diminimalisisr, dan kebanyakan tunanetra tidak lagi mengalami
hambatan kompetensi sosial pada usia remaja, mereka dapat
mengejar hambatan tersebut setelah dewasa.
c. Dampak Ketunanetraan terhadap Pembelajaran Bahasa
Menyambung dari kajian materi sebelumnya bahwa ketunanetraan
berdampak pada kompetensi sosial dan secara tidak langsung
dipengaruhi oleh interaksi dan komunikasi yang melibatkan unsur
bahasa. Bahasa merupakan salah satu cara seseorang melakukan
interaksi dan komunkasi. Apakah ketunanetraan berdampak terhadap
pemerolehan bahasa mereka? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
anda perlu mempelajari materi berikut:
Bahasa dan inteligensi begitu berkaitan. Diasumsikan secara
meluas bahwa bahasa diperlukan untuk sebagian besar proses
berpikir tingkat tinggi, dan oleh karenanya sebagian besar item dalam
kebanyakan tes inteligensi melibatkan stimulus verbal, respon verbal,
atau keduanya. Karena tidak ada cukup bukti yang menunjukkan
dampak ketunanetraan terhadap inteligensi, maka dapat diasumsikan
bahwa ketunanetraan tidak berdampak terhadap kemampuan bahasa
individu. Kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan
Halaman 68 dari 55
terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan
tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra. Tidak ada
perbedaan dalam aspek-aspek utama perkembangan bahasa pada
tunanetra dan awas. Karena persepsi audio lebih berperan daripada
persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah
mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak
tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak
anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk
menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama
komunikasinya dengan orang lain.
Penelitian tentang perkembangan bahasa dan bicara pada
anak balita tunanetra dan awas yang dilakukan oleh Umstead
(Umstead, 1975) menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut.
Anak tunanetra dan anak awas melalui proses yang sama dalam
caranya belajar bahasa dan bicara. Kaidah dasar bahasa sudah
dikuasai oleh kedua kelompok anak ini sebelum usia empat tahun.
Sebagaimana halnya dengan semua anak, jika anak tunanetra
mengalami kelambatan dalam perkembangan fisiknya, proses
perolehan bahasanya pun akan lebih lambat pula. Pada awal
perkembangan bicaranya, beberapa anak tunanetra menunjukkan
kelambatan, mungkin karena anak-anak ini tidak dapat mengamati
gerakan bibir dan mulut orang lain. Terbatasnya cara belajar mereka
melalui pendengaran tanpa masukan visual itu tampaknya
mengurangi efisiensi perkembangan bicaranya tetapi tidak
mengakibatkan kesulitan yang signifikan. Kurangnya stimulasi vokal
dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan bicara. Jika bayi
atau anak tunanetra tidak diajak bicara dan tidak diperlakukan
dengan kasih sayang, maka perkembangan bicaranya secara umum
akan terhambat. Banyak anak tunanetra lambat dalam pertumbuhan
kosa katanya, tetapi ini tampaknya terkait dengan cara orang dewasa
memperlakukannya. Pertumbuhan kosa katanya itu akan normal jika
Halaman 69 dari 55
anak itu diberi pengalaman konkret dengan obyek yang sama dan
dilibatkan dalam kegiatan yang sama sehingga mereka dapat turut
melibatkan diri dalam percakapan mengenai kegiatan tersebut.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa kalaupun anak tunanetra
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu
bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya
melainkan terkait dengan cara orang lain memperlakukannya.
Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun
pemahaman kaidah-kaidah bahasa. Dapat disimpulkan bahwa
perkembangan fungsi kognitif dan inteligensi anak tunanetra tidak
terbukti secara signifikan berbeda dari anak-anak pada umumnya.
Kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan tidak
terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra.
Secara lengkap anda dapat mempelajarinya pada tautan berikut.
http://d-tarsidi.blogspot.co.id/2009/03/dampak-ketunanetraan-
terhadap.html
Setelah anda pelajari, bisakah anda menarik kesimpulan bahwa
ketunanetraan mempengaruhi bahasa mereka? Menurut para ahli
tidak ada pengaruh secara langsung ketunanetraan dengan
kemampuan berbahasa. Kalaupun anak tunanetra mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal tersebut bukan
semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya, melainkan
terkait dengan cara orang lain memperlakukannya.
d. Dampak Ketunanetraan terhadap Keterampilan Mobilitas Anak
Dalam memenuhi kebutuhannya, seseorang perlu bergerak
berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain sesuai tujuan. Dalam
melakukan Mobilitas sesorang memerlukan informasi visual.
Bagaimana jika fungsi indera visual mengalami hambatan? Bisakah
mereka bergerak dengan aman sampai di tujuan? Bisa anda
bayangkan bahwa dampak ketunanetraan yang paling berpengaruh
Halaman 70 dari 55
adalah pada ranah orientasi dan mobilitas. bagaimana dampaknya,
cobalah anda pelajari materi berikut!
Ketunanetraan pada seseorang menyebabkan keterbatasan
dalam bergerak dan berpindah tempat. Ketunanetraan tersebut juga
menyebabkan adanya keterbatasan dalam memperoleh
keanekaragaman pengalaman baru disamping keterbatasan dalam
berinteraksi dengan lingkungan . Kemampuan bergerak dan
berpindah , kemampuan memperoleh pengalaman dan informasi,
kemampuan berinteraksi dengan lingkungan, merupakan dasar bagi
seseorang dapat mempertahankan hidupnya di tengah lingkungan
sosialnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tunanetra
membutuhkan keterampilan Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan
Mobilitas merupakan keterampilan yang memiliki peranan penting
dalam kehidupan tunanetra. Keterampilan mobilitas sangat terkait
dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami
hubungan lokasi antara diri dengan obyek-obyek di lingkungan
sekitar dan antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam
lingkungan. Kemampuan orientasi memerlukan pola peta mental
tentang lingkungan. Sedangkan mobilitas terkait dengan bergerak
dengan mudah pada lingkungannya. Ketunanetraan menyebabkan
kesulitan memperoleh pengalaman untuk membuat peta mental
tentang lingkungannya. Akibat keterbatasan Orientasi dan mobilitas
maka tunanetra memiliki hambatan dalam 3 aspek kehidupan:
a. Hambatan dalam memperoleh pengalaman atau informasi baru
b. Hambatan dalam mengadakan hubungan sosial dan kegiatan
kemasyarakatan
c. Hamabtan dalam membentuk kemandirian
Individu-individu tunanetra bervariasi dalam keterampilan
orientasi dan mobilitasnya, tetapi faktor apa saja yang menentukan
terampil dan tidaknya seorang tunanetra melakukan orientasi dan
mobilitas sangat beragam. Misalnya, apakah tunanetra yang masih
Halaman 71 dari 55
memiliki sisa penglihatan akan lebih baik daripada yang buta total,
tetapi kenyataannya tidak selalu demikian. Hallahan dan Kauffman
mengemukakan bahwa motivasi untuk mau bergerak merupakan
faktor terpenting yang menentukan kemampuan mobilitas individu
tunanetra.Usia terjadinya ketunanetraan juga bukan jaminan
seseorang terampil dalam Orientasi dan mobilitas.
Keterampilan Orientasi dan Mobilitas tidak secara otomatis
dikuasai oleh tunanetra. Mereka memerlukan proses latihan yang
intensif. Tidak semua tunanetra dapat melatih diri sendiri untuk
bergerak, sehingga dalam melatih keterampilan ini dibutuhkan pelatih
profesional.
Untuk membantu mobilitas tersebut dibutuhkan alat bantu yang
umum dipergunakan oleh tunanetra di Indonesia yaitu tongkat,
sedangkan di banyak negara Barat penggunaan anjing penuntun
(guide dog) juga populer, dan penggunaan alat elektronik untuk
membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus
dikembangkan.
Banyak orang yang sudah lama menjadi tunanetra dan sudah
berpengalaman banyak dalam bepergian secara mandiri berhasil
mengembangkan suatu kemampuan yang mungkin turut membentuk
anggapan orang bahwa individu tunanetra memiliki indera keenam
atau sekurang-kurangnya memberi kesan bahwa dia mempunyai
indera pendengaran yang luar biasa tajamnya.
Agar anak tunanetra memeiliki rasa percaya diri untuk bergerak
secara leluasa di dalam lingkungannya dalam bersosialisasi, mereka
harus memperoleh latihan Orientasi dan Mobilitas. Program latihan
Orientasi dan Mobilitas tersebut mencakup sejumlah komponen,
termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor, postur, keleluasaan
gerak dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera indera lain.
Bahasan khusus mengenai Orientasi dan Mobilitas akan diberikan
dalam buku modul 4.
Halaman 72 dari 55
Selain bahasan dampak pada ranah perkembangan diatas,
McLinden dan McCall (2002) menyebutkan bahwa dampak ketunanetraan
terhadap perkembangan awal pada anak masih tergantung oleh faktor
berikut:
1) Kerpibadian anak tunanetra tersebut
2) Usia terjadinya ketunanetraan
3) Ketepatan diagnosa
4) Derajat dan penyebab ketunanetraan
5) Derajat dan penyebab dari kebutuhan khusus lain yang membatasi
kemampuan siswa mengkompensasi kehilangan penglihatannya
6) Efektivitas intervensi sejak dini
5. Rangkuman
Konsepsi tunanetra tentang dunia berbeda dari konsepsi orang
awas pada umumnya. Perbedaan penting antara perkembangan konsep
anak tunanetra dan anak awas khususnya untuk konsep obyek fisik
bahwa anaktunanetra mengembangkan konsepnya terutama melalui
pengalaman taktual sedangkan anak awas melalui pengalaman visual.
Dampak ketunanetraan terhadap perkembangan sosial lebih disebabkan
karena sikap dan perlakuan lingkungan awas terhadap tunanetra,
seperti pada pola komunikasi orang tua dan anak, sikap penerimaan
teman sebaya, kecenderungan peserta didik tunanetra yang tidak
menyukai lingkungan dengan desitas tinggi untuk berinteraksi, bahasa
tubuh yang kaku sehingga menimbulkan salah persepsi bagi lingkungan
serta perilaku stereotip yang menimbulkan peserta didik tunnanetra
seolah sibuk sendiri tidak mengindahkan lingkungan. Dari pernyataan
tersebut dapat digaris bawahi bahwa interaksi sosial pada tunanetra
terhambat tidak dikarenakan bayak faktor penyebab. Sedangkan
dampak ketunanetraan pada kemampuan orientasi dan mobilitas
dipengaruhi oleh minimnya informasi visual yang tunanetra dapatkan
sehingga untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya mereka harus
menggunakan teknik dan cara yang berbeda dari orang awas.
Halaman 73 dari 55
6. Tugas
Untuk lebih memahami tentang bagaimana dampak ketunanetraan
terhadap keterampilan mobilitas coba perhatikan vidio berikut:
Watch “What’s it like to be visually impaired?—see here
https://youtu.be/v9CawJSUy2c
Dalam contoh vidio tersebut anda bisa merasakan bagaimana dampak
kehilangan sebagian besar fungsi penglihatan terhadap mobilitas
seseorang. Dari vidio tersebut anda bisa belajar merasakan bagaimana
sulitnya mengakses tempat umum bagi orang yang hanya memiliki
sedikit sisa penglihatan. Setelah mendapat kejalasan dari materi dan
vidio diatas coba sekarang buatlah kesimpulan!
7. Tes Formatif (10 soal objektif)
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, atau D pada
jawaban yang kamu anggap benar.
1 Berikut merupakan dampak ketunanetraan kecuali
A Dampak terhadap mobilitas d Dampak terhadap komunikasi
B Dampak pada area kognitif e Dampak terhadap potensi
intelegensi
C Dampak pada area keterampilan sosial
2 Tunanetra melakukan gerakan ritmik berulang yang sering disebut perilaku
stereotipe dengan tujuan berikut kecuali
A Menstimulasi diri karena
kurangnya stimulas dan informasii
visual
d Sebagai kompensasi
kehilangan penglihatan
B Menarik diri dari dunia luar e Sebagai cara untuk memperoleh
kenyamanan
C Sebagai kompensasi kurangnya stimulasi visual
Halaman 74 dari 55
3 Pada awal perkembangan bahasanya anak tunanetra mengalami
keterlambatan bahasa hal ini disebabkan oleh berikut kecuali
A Kemungkinan tidak dapat
menirukan gerak bibir orang lain
d Kurangnya stimulasi vokal
B Terbatasnya cara belajar e Pola interaksi yang
menyebabkan minimnya kosa
kata
C Pengaruh intelegensi
4 Hambatan bahasa yang dialami tunanetra dapat diminimalisir dan pada
tahapan remaja dewasa mereka sudah dapat mengejar ketertinggalan
bahasa, hal ini karena
A Interaksi sosial sudah teratasi d Tidak ada verbalisme
B Hambatan intelegensi sudah hilang e Potensi akademik meningkat
C Sudah kaya kosakata
5 Berikut merupakan dampak ketunanetraan takibat hambatan O&M kecuali
A Hambatan dalam membentuk
kemandirian
d Hambatan bahasa dan
intelegensi
B Hambatan eksplorasi lingkungan e Hambatan dalam memperoleh
pengalaman atau informasi
baru
C Hambatan dalam mengadakan hubungan sosial dan kegiatan
kemasyarakatatan
6 Tunanetra memerlukan pelatih O&M sebab
A Tunanetra memerlukan dunia
nyaman dengan hadirnya pelatih
d Tunanetra memerlukan
pendamping awas sebagai
Halaman 75 dari 55
O&M bantuan dalam kehidupan
B Untuk mengatasi hambatan
komunikasi dengan lingkungan
saat pertama kali berinteraksi
e Sebagai penghubung antara
lingkungan awas dan dunia
tunanetra
C Keterampilan O&M tidak bisa secara otomati, tunanetra tidak bisa melatih
dirinya sendiri
7 Fungsi kognitif tunanetra mengalami hambatan pada awal masa
perkembangannya. Hal ini disebabkan oleh
A Terkait dengan regulasi diri pada
tunanetra
d Terkait dengan alat
pengukuran yang belum
tersedia
B Terkait dengan hambatan
intelegensi
e Terkait dengan penguasaan
konsep dan persepsi
C Terkait dengan karakteristik psikologis tunanetra
8 Kehilangan fungsi penglihatan membuat tunanetra menggantikannya dengan
indra taktual, tetapi informasi dari indera visual dan taktual berbeda
perolehannya sebab
A Informasi visual dapat diperoleh
tanpa harus aktif/ sengaja,
sedangkan indera taktual lebih
mensyaratkan upaya sadar
d Informasi visual melibatkan
indera pendengaran
sedangkan taktual berdiri
sendiri
B Informasi visual tidak bisa
diverbalkan
e Informasi visual dan taktual
memiliki derajat intensitas yang
berbeda
C Informasi visual menuntut upaya sadar sedangkan taktual langsung pada
benda kongkrit
Halaman 76 dari 55
9 Pada awal perkembangannya anak tunanetra mengalami hambatan interaksi
sebab kecuali
A Kesulitan dalam menginisiasi
pembicaraan
d Teman sebaya tidak mendapat
ekspresi dan gestur yang tepat
B Tidak ada kesamaan minat dengan
teman sebaya
e Teman sebaya salah paham
dengan bahasa tubuh
tunanetra
C Tidak terjadi percakapan timbal balik karena kesamaan minat terhadap
benda visual, sehingga teman sebaya merasa terabaikan
10 Dampak ketunanetraan sangat beragam karena dipengaruhi hal hal berikut
kecuali
A Usia terjadinya ketunanetraan d Efektifitas intervensinya
B Derajat dan penyebab
ketunanetraan
e Kepribadian tunanetra
C Hasil tes asesmen fungsional penglihatannya
Halaman 77 dari 55
D. KAJIAN MATERI 4 : TUNANETRA DAN KEBUTUHAN DASARNYA
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pada kajian materi 4 ini Capaian Pembelajaran yang akan diraih adalah
ranah Pengetahuan. Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan
dapat menguasai konsep teoritis anak berkebutuhan khusus
sebagai dasar untuk mengembangkan layanan pendidikan yang
tepat
2. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
a. dapat menjelaskan keterbatasan tunanetra
b. dapat menjelaskan kebutuhan dasar tunanetra
c. dapat menjelaskan kebutuhan khusus tunanetra
3. Pokok-Pokok Materi
a. Keterbatasan tunanetra
b. Kebutuhan dasar tunanetra
c. Kebutuhan khusus tunanetra
4. Uraian Materi
Setelah memahami bagaimana dampak ketunanetraan pada materi 3,
anda diharapkan mempelajarai apa saja keterbatasan yang dimiliki oleh
tunanetra, apa kebutuhan dasar pada umumnya dan apa saja kebutuhan
khususnya. Dengan mengetahui hal tersebut anda akan dapat
memberikan pelayanan yang optimal pada siswa tunanetra anda di
sekolah.
a. Keterbatasan tunanetra
Akibat hambatan penglihatan kemungkinan akan terjadi keterbatasan
dalam hal luas dan variasi pengalaman yang mereka miliki,
kemampuan mereka dalam bergerak dan yang terakhir kemampuan
mengontrol dan berinteraksi dengan lingkungan (Lowenfeld).
keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga area (Rahardja,
2007) berikut ini:
Tingkat dan keanekaragaman pengalaman. Ketika seorang anak
mengalami ketunanetraan, maka pengalaman harus diperoleh
Halaman 78 dari 55
dengan mempergunakan indera-indera yang masih berfungsi,
khususnya perabaan dan pendengaran. Tetapi bagaimanapun
indera-indera tersebut tidak dapat secara cepat dan menyeluruh
dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran, warna, dan
hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera
melalui penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan, ketika
mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses dari
bagian ke kesuluruhan, dan orang tersebut harus melakukan kontak
dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi tersebut.
Beberapa benda mungkin terlalu jauh (misalnya bintang, dan
sebagainya), terlalu besar (misalnya gunung, dan sebagainya),
terlalu rapuh (misalnya binatang kecil, dan sebagainya), atau
membahayakan (misalnya api, dan sebagainya) untuk diteliti dengan
perabaan.
Kemampuan untuk berpindah tempat. Penglihatan memungkinkan
kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi
tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan
tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam
memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan
sosial. Tidak seperti anak-anak yang lainnya, anak tunanetra harus
belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu
lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
Interaksi dengan lingkungan. Jika anda berada di suatu tempat
yang ramai, anda dengan segera bisa melihat ruangan dimana anda
berada, melihat orang-orang disekitar, dan anda bisa dengan bebas
bergerak di lingkungan tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki
kontrol seperti itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang
dimilikinya, gambaran tentang lingkungan masih tetap tidak utuh.
b. Kebutuhan Dasar Tunanetra
Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang sama,
menurut Maslow kebutuhan tertinggi yang ingin dicapai oleh manusia
Halaman 79 dari 55
adalah Aktualisasi diri. Apakah kebutuhan dasar tunanetra sama
dengan kebutuhan orang awas? Masih dengan materi yang sama,
silakan anda pelajari halaman 12-19. Setelah mempelajari kajian
tersebut menurut anda, apakah tunanetra memiliki kebutuhan dasar
yang berbeda dengan orang awas?
c. Kebutuhan Khusus Tunanetra
Mengapa anak tunanetra membutuhkan layanan pendidikan
khusus? Yang pertama manusia diciptakan dengan karakteristik yang
berbeda-beda, dasar individual differences inilah yang melandasi
mengapa mereka memerlukan pendidikan khusus. Yang kedua
adalah bahwa potensi siswa akan dapat berkembang optimal dengan
adanya layanan pendidikan khusus dan yang terakhir adalah siswa
tunanetra akan lebih terbantu dalam melakukan adaptasi sosial.
Namun demikian apa saja kebutuhan khusus tunanetra? Sunanto
(2005) menunjukan untuk kepentingan pendidikan, pada dasarnya
kebutuhan tunanetra tidak berbeda dengan kebutuhan manuasia
pada umumnya.
Meskipun demikian karena adanya kelainan atau kerusakan
penglihatan, para para tunanetra membutuhkan keterampilan
tertentu yang khusus untuk memenuhi kebutuhnnya. Untuk
memenuhi kebutuhan tunanetra, sekolah atau lembaga
pendidikan bagi tunanetra menyiapkan program pemenuhan
kebutuhan tersebut dalam bentuk kurikulum. Kurikulum pendidikan di
lembaga pendidikan tunanetra biasanya dapat digolongkan sebagai
bidang studi dan sebagai keterampilan khusus. Secara keseluruhan
program atau kurikulum tersebut memiliki tujuan (a) untuk
meniadakan atau mengurangi hambatan belajar dan perkembangan
akibat ketunanetraan, (b) memberikan berbagai keterampilan agar
mereka mampu berkompetisi dengan orang lain pada umumnya, dan
(c) membantu mereka untuk memahami atau menyadari akan potensi
dan kemampuannya.
Halaman 80 dari 55
Setiap guru bagi tunanetra berkewajiban mempersiapkan diri
untuk menyediakan pengajaran secara khusus untuk semua area
kurikulum meskipun secara individu tidak semua tunanetra
memerlukan semua keterampilan yang tersedia dalam kurikulum.
Keterampilan yang diperlukan atau yang perlu disediakan di lembaga
pendidikan bagi tunanetra meliputi.
1) Keterampilan Sensoris (kesadaran, diskriminasi, persepsi)
a) Penglihatan, b) Pendengaran, c) Perabaan, d) Pembauan,
e) Pengecap
2) Perkembangan Motorik
a) Pengembangan konsep, b) keterampilan komunikasi
3) Keterampilan Bahasa
a) Braille, b) mengetik, c) teknologi
4) Keterampilan Sosial
5) Kemampuan Menolong diri sendiri
a) ADL, b) O&M, c) berpakian, d) pangan
Setelah mempelajari materi tersebut anda tentu memahami bahwa
kebutuhan khusus pada tunanetra bermacam macam. Gambaran
materi pada kebutuhan khusus ini hampir mirip dengan materi
sebelumnya tentang impelementasi pendidikan bagi tunanetra.
Silakan dipelajari lagi tiap keterangannya. Selain hal tersebut
tunanetra membutuhkan lingkungan yang aksesibel
Gambar 4.1 Guiding Block
Halaman 81 dari 55
Pada gambar 4.1 menunjukkan pola ubin berbeda untuk digunakan
sebagai petunjuk berjalan bagi tunannetra di area publik. Garis lurus
artinya jalan terus sedangkan pola titik menandakan ada
persimpangan. Dengan fasilitas ini anak tunanetra sangat terbantu
berjalan di tempat umum.
Gambar 4.2. Ramp
Fasilitas 4.2 selain dipasang pada sambungan pada tempat tinggi ke
tempat rendah, seperti anak tangga ke jalan. Selain membantu anak
tunanetra fasilitas ini juga dapat digunakan oleh pengguna kursi roda.
Gambar 4.3. Tombol Lift dengan huruf Braille
6) Rangkuman
Akibat dari ketunanetraannya mereka memiliki keterbatasan
dalam tingkat dan keanekaragaman pengalaman, pada kemampuan
untuk berpindah tempat serta Interaksi dengan lingkungan. Selain
keterbatasan tersebut sebagai manusia tunanetra juga memiliki
kebutuhan dasar yang sama seperti kebanyakan. Dalam teori
Halaman 82 dari 55
Abraham Maslow setiap manusia memiliki kebutuhan hirarki mulai
darikebutuhan fisiologis berupa pemuasan lapar, minum dan seks.
Kebutuhan yang kedua adalah rasa aman dan stabilitas. Kebutuhan
berikutnya adalah kebutuhan kepemilikan dan cinta kasih dan yang
terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri. Sama halnya dengan
manusia pada umumnya kebutuhan dasar tunanetra seperti tertulis
dalam teori Maslow. Yang membedakan adalah kebutuhan
kekhususannya. Sedangkan kebutuhan khusus tunanetra yaitu
kebutuhan keterampilan sensoris, pengembangan motorik,
kemampuan bahasa dan sosial, serta menolong diri sendiri.
7) Tugas
Untuk mempelajarinya tentang kebutuhan dasar tunanetra diaharap
anda bisa mendonload materi sesuai alamat berikut:
file.upi.edu>JUR._PEND._LUAR._BIASA karakteristik dan
kebutuhan dasar tunanetra oleh Irham Hosni kemudian pelajarilah
halaman 12-19. Diskusikan dengan teman sejawat samakah
kebutuhan dasar Tunanetra dengan kebutuhan dasar manusia pada
umumnya? Bandingkan denga teori lain tentang kebutuhan dasar
manusia.
8) Tes Formatif (10 soal objektif)
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, atau D pada
jawaban yang kamu anggap benar.
No Soal B S
1 Keterbatasan tunanetra salah satunya adalah
kemampuan berpindah tempat dan mengakses
lingkungan
2 Seperti halnya kebanyakan orang kebutuhan dasar
tunanetra menyangkut akses pengetahuan
3 Kebutuhan khusus tunanetra dalam aspek sensoris
Halaman 83 dari 55
dapat dipenuhi dengan pembelajaran life skill
4 Untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran perlu
disediakan modifikasi perangkat dan media
5 Kebutuhan dasar tunanetra seperti dalam teori Abraham
Maslow tidak berbeda dengan orang pada umumnya
6 Keterbatasan tunanetra dalam tingkat keberagaman
pengalaman dapat diakomodasi dengan metode
pembelajaran khusus
7 Keterbatasan tunanetra dalam berpindah tempat dapat
diakomodasi melalui pembelajaran O&M
8 Pembelajaran O&M merupakan pemenuhan kebutuhan
khusus tunanetra dalam keterampilan Sosial
9 Kebutuhan khusus tunanetra dalam aspek keterampilan
sosial dapat diakomodasi dengan akses teknologi
10 Kebutuhan aksesibilitas pada tunanetra dapat
diakomodasi salah satunya dengan tersedianya guiding
Block pada trotoar
Halaman 84 dari 55
III. Kunci Jawaban
A. Kunci jawaban soal kegiatan 1 modul 2
1 B 6 E
2 A 7 A
3 C 8 B
4 C 9 D
5 C 10 D
B. B. Kunci Jawaban soal Kegiatan 2 modul 2
1. E 6 C
2 B 7 E
3 C 8 A
4 A 9 B
5 D 10 C
C. Kunci Jawaban Soal Kegiatan 3 Modul 2
1 A 6 D
2 A 7 D
3 B 8 E
4 C 9 B
5 C 10 A
D. Kunci jaSwaban Soal Kegiatan 4 Modul 2
1 B 6 B
2 S 7 S
3 S 8 S
Halaman 85 dari 55
4 S 9 B
5 B 10 B
IV. Daftar Pustaka
Friend, Marilyn. (2005) Special Education Contemporary Perspectives for
School Professionals. Boston: Pearson
Gense, Marilyn & Gense Jay. D (2005) Autism Spectrum Disorder and Visual
Impairment Meeting Studen’s Learning Needs. Boston: AFB Press
Hadi, Purwaka (2005) Kemandirian Tunanetra Orientasi Akademik dan
Orientasi Sosial. Jakarta. Depdiknas
Lewis, Vicky (2003) Development and Disability. UK: Blackwell Publishing
McLinden, Mike & McCall, Stephen (2002) Learning Through Touch suporting
children with visual impairment and additional difficulties.London: David
Fulton Publishers
Pierangelo, Roger (2004).The Special Educator’s Survival Guide. San
Fransisco: Jossey –Bass a Willey Imprint
Sapp, Wendy (2003) Effective Education for Learners With Exceptionallities.
Published online 2003; 259-282. Emerald Insight
Scholl, G.T ., Hall, A., Swallow, R-M. (1986) Psychoeducational Assesment
in the Book of Foundation of Education for Blind and Visually
Handicapped Chuldren and Youth: Theory and Practice. New York.
American Foundation
Smith, Deborah, D (2004). Introduction to Special Education Teaching in an
Age Opprotunity. Boston; Pearson
Halaman 86 dari 55
Sunanto, Juang (2005) Mengembangkan Potensi Anak Berkelaiann
Penglihatan. Jakarta. Depdiknas
Tarsidi, Didi (2008) Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan
Pengembangannya bagi Individu Tunanetra. http: http://d-
tarsidi.blogspot.co.id/2008/06/anatomi-dan-fisiologi-mata.html
Rahardja, Djadja (2008). Ketunanetraan. http://dj-
rahardja.blogspot.co.id/2008/09/ketunanetraa.html?m=1
Halaman 87 dari 55
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Purwaka (2005) Kemandirian Tunanetra Orientasi Akademik dan Orientasi
Sosial. Jakarta. Depdiknas
Hosni, Irham (1996) Orientasi dan Mobilitas. Jakarta. Depdikbud
Sunanto, Juang (2005) Mengembangkan Potensi Anak Berkelaiann Penglihatan.
Jakarta. Depdiknas
Tarsidi, Didi (2007) Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan
Pengembangannya bagi Individu Tunanetra. http: http://d-
tarsidi.blogspot.co.id/2008/06/anatomi-dan-fisiologi-mata.html
Widdjajantin, Anastasia dan Hitipeuw Imanuel (1996). Ortopedagogik Tunanetra I.
Jakarta. Depdikbud