modul-akuntansi-pemerintahan.pdf

244
KATA PENGANTAR Puji dan syukur pada Tuhan yang Mahakuasa karena atas ridho-Nya, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dapat menyelesaikan modul-modul pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan dilengkapi dengan slide. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan telah terbit pada tanggal 13 Juni 2005. Standar akuntansi pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam PP tersebut menjadi pedoman dalam penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Standar akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan hal yang baru dalam penyajian pertanggung jawaban keuangan pemerintahan di Indonesia. Penyajian laporan pertanggungjawaban keuangan tidak lagi hanya sekedar pelaksanaaan anggaran dan realisasi tetapi lebih daripada itu. Dalam pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD pemerintah harus menyajikan satu set laporan keuangan yang terdiri dari empat komponen yang salaing berhubungan. Penerapan SAP tidaklah mudah. Penerapan SAP memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai standar akuntansi dan proses penyusunan laporan keuangan. Untuk itu perlu adanya orang-orang yang memahami Sap kemudian dapat mengimplementasikan dan juga dapat menyebarkan pemahaman kepada pihak lain. Modul ini dirancang untuk dapat memberikan pemehaman sekaligus dapat menularkan kepada pihak lain mengenai materi yang tercakup dalam SAP. Dengan ToT ini diharapkan akan timbul pemahaman yang lebih mendalam dan perhatian yang berkesinambungan terhadap penerapan standar akuntansi.

Upload: nengtety

Post on 06-Jul-2016

152 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada Tuhan yang Mahakuasa karena atas ridho-Nya, Komite Standar

Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dapat menyelesaikan modul-modul pelatihan Standar

Akuntansi Pemerintahan dilengkapi dengan slide.

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban

pelaksanaan APBN/APBD disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan

berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas

Laporan Keuangan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan

dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan telah terbit pada tanggal 13 Juni 2005. Standar akuntansi

pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam PP tersebut menjadi pedoman dalam

penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Standar akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan hal yang baru dalam penyajian

pertanggung jawaban keuangan pemerintahan di Indonesia. Penyajian laporan

pertanggungjawaban keuangan tidak lagi hanya sekedar pelaksanaaan anggaran dan

realisasi tetapi lebih daripada itu. Dalam pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD

pemerintah harus menyajikan satu set laporan keuangan yang terdiri dari empat

komponen yang salaing berhubungan.

Penerapan SAP tidaklah mudah. Penerapan SAP memerlukan pemahaman yang

mendalam mengenai standar akuntansi dan proses penyusunan laporan keuangan. Untuk

itu perlu adanya orang-orang yang memahami Sap kemudian dapat

mengimplementasikan dan juga dapat menyebarkan pemahaman kepada pihak lain.

Modul ini dirancang untuk dapat memberikan pemehaman sekaligus dapat menularkan

kepada pihak lain mengenai materi yang tercakup dalam SAP.

Dengan ToT ini diharapkan akan timbul pemahaman yang lebih mendalam dan perhatian

yang berkesinambungan terhadap penerapan standar akuntansi.

Perlu ditekankan bahwa modul-modul ini tidak bersifat otoritatif. Modul-modul ini

disusun untuk mempermudah pemahaman atas substansi yang tertuang dalam SAP. Isi

modul yang mungkin berbeda dengan SAP harus dipahami dalam konteks SAP. Uraian-

uraian dalam modul-modul yang dipahami berbeda dengan SAP harus dikonfirmasikan

ke SAP. Dengan demikian otoritas SAP tidak terpengaruh oleh kemungkinan pemahaman

yang berbeda dengan adanya modul ini.

Semoga modul ini menjadi sumbangan yang berharga dalam membangun pemahaman

bersama untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara menuju pada tata pengelolaan

yang baik (good governance).

Dengan ini juga diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berusaha keras

untuk menghasilkan modul ini.

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul Penyajian Laporan Keuangan ini disusun untuk memudahkan pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan. Modul ini disusun sebagai bahan pelatihan untuk pelatih Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat belajar mandiri (self study) atas materi Penyajian Laporan Keuangan pada pemerintah pusat maupun daerah. Modul ini menguraikan kembali paragraf-paragraf SAP maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam implementasi SAP yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan.

Tujuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01 adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. PSAP Nomor 01 ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu: 1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 2. Mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan laporan

keuangan. Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu: 1. Peserta memahami tujuan penyajian laporan keuangan; 2. Peserta memahami pengertian dan unsur-unsur laporan keuangan;

3. Peserta memahami pengertian dan pos-pos dalam neraca;

4. Peserta memahami pengakuan aset dan kewajiban; 5. Peserta memahami pengukuran aset dan kewajiban; 6. Peserta memahami penyajian dan pengungkapan aset dan kewajiban

dalam laporan keuangan; 7. Setelah memahami sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 6 di

atas, peserta diharapkan mampu menerapkannya dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul Penyajian Laporan Keuangan disusun sesuai dengan PSAP 01 dengan susunan tujuan laporan keuangan, basis akuntansi, jenis laporan keuangan, periode pelaporan, hubungan antar komponen laporan keuangan, unsur-unsur neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas dana, serta soal latihan.

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi soal-soal latihan dan contoh kasus yang berkaitan dengan Penyajian Laporan Keuangan. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta pelatihan dalam aktivitas diskusi, latihan, dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN DAN BASIS AKUNTANSI

A. Tujuan Pelaporan Keuangan

Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:

a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;

b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;

c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;

e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:

a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran;

b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.

Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: aset; kewajiban; ekuitas dana; pendapatan; belanja; transfer; pembiayaan; dan arus kas.

Menurut PSAP 01 Paragraf 13, tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas. Dalam lingkup pemerintah daerah yang dimaksud dengan pimpinan entitas adalah setiap kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pada sebagai entitas akuntansi dan setiap gubernur/bupati/walikota sebagai entitas pelaporan. Kewajiban dan tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan untuk setiap kepala SKPD juga dinyatakan dalam Pasal 56 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang berbunyi:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

“Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan“

B. Basis Akuntansi

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas

(cash basis of accounting) dan basis akrual (accrual basis of accounting). Dalam

akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain diakui ketika kas diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah) atau dibayarkan dari kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah). Sedangkan dalam akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Contoh transaksi yang membedakan basis kas dan basis akrual adalah dalam peristiwa pada saat pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Pajak (SKPP). Dalam basis kas, saat terbitnya SKPP tersebut belum diakui sebagai pendapatan, karena pemerintah belum menerima kas. Namun, dalam basis akrual, terbitnya SKPP tersebut oleh pemerintah sudah diakui sebagai pendapatan, walaupun pemerintah belum menerima kas atas pendapatan pajak tersebut.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pada saat ini menurut PSAP Nomor 01 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Sedangkan basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual (fully accrual basis), baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun, entitas pelaporan tersebut tetap menyajikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan basis kas. Rekonsiliasi dari LRA berbasis akrual ke LRA berbasis kas wajib disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

STRUKTUR DAN ISI LAPORAN KEUANGAN

A. Jenis Laporan Keuangan

Dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD setiap entitas baik pemerintah pusat, kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan satuan kerja di tingkat pemerintah pusat/daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan pemerintah pokok setidak-tidaknya terdiri atas:

a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA), b) Neraca,

c) Laporan Arus Kas (LAK), d) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan disajikan oleh setiap entitas pelaporan. Hal ini berarti setiap gubernur/bupati/walikota wajib menyusun dan menyajikan keempat laporan keuangan di atas. Sedangkan Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara dan Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian kepala SKPD sebagai entitas akuntansi tidak menyusun dan menyajikan Laporan Arus Kas.

Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual dan Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan yang menyajikan pendapatan dan beban serta surplus/defisit selama suatu periode yang disusun berdasarkan basis akrual. Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan mutasi atau perubahan saldo ekuitas dana pemerintah selama suatu periode.

1. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD dengan menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. LRA menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.

LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pendapatan Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

b. Belanja Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

c. Transfer Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

d. Surplus/defisit Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan.

e. Pembiayaan Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.

f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD selama satu periode pelaporan.

Unsur-unsur dari LRA dapat digambar dalam tabel di bawah ini:

a. Pendapatan Rp xxx

b. Belanja Rp xxx

c. Transfer Rp xxx

d. Surpus (Defisit) = (a – (b+c)) Rp xxx e. Pembiayaan (Neto) Rp xxx

f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran = (d – f) Rp xxx

Akuntansi LRA ini lebih detail diatur dalam PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran.

2. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Mengenai neraca lebih detail dibahas dalam Bab III modul ini.

3. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas (LAK) adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

nonanggaran. Penyajian LAK dan pengungkapan yang berhubungan dengan arus kas diatur dalam PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

4. Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. CaLK ditujukan agar laporan keuangan dapat dipahami dan dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya. CaLK sekurang- kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut:

1). informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

2). ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 3). informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-

kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi- transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;

4). pengungkapan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

5). pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;

6). informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK. Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh SAP serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.

Bagian kebijakan akuntansi pada CaLK setidak-tidaknya menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1). basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;

2). sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan masa transisi SAP diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan

3). setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.

Untuk menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan- kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:

1). Pengakuan pendapatan;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2). Pengakuan belanja; 3). Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;

4). Investasi; 5). Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak

berwujud;

6). Kontrak-kontrak konstruksi; 7). Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;

8). Kemitraan dengan fihak ketiga; 9). Biaya penelitian dan pengembangan; 10). Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;

11). Dana cadangan;

12). Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.

Suatu entitas pelaporan juga dapat mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu:

1). domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas tersebut beroperasi;

2). penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 3). ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan

operasionalnya.

Catatan atas Laporan Keuangan diatur secara detail dalam PSAP Nomor 04

tentang Catatan atas Laporan Keuangan.

B. Periode Pelaporan

Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Penyajian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD diwajibkan untuk setiap periode tahun anggaran APBN/APBD, di mana dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Dengan demikian, periode pelaporan keuangan tahunan adalah per tanggal 31 Desember untuk Neraca, dan untuk tahun yang berakhir 31 Desember untuk LRA dan LAK.

Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian. Dalam kondisi seperti itu entitas pelaporan harus mengungkapkan informasi mengenai alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, dan fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.

Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas waktu penyampaian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Dengan demikian, kegunaan laporan keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor- faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu.

Selain laporan keuangan tahunan, setiap entitas pelaporan juga diwajibkan menyusun laporan keuangan interim, yaitu setidak-tidaknya setiap semester sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

C. Hubungan antar Komponen Laporan Keuangan

Pos-pos yang terdapat dalam masing-masing laporan keuangan adalah saling terkait satu sama lain.

1. Laporan Realisasi Anggaran dengan Laporan Arus Kas.

Pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada dasarnya sama dengan pos-pos yang disajikan dalam Laporan Arus Kas (LAK), karena Laporan Realisasi Anggaran disusun berdasarkan basis kas. Perbedaan utama antara LRA dan LAK adalah disajikannya transaksi nonanggaran di LAK tetapi tidak disajikan di LRA. Disamping itu juga terdapat perbedaan klasifikasi anggaran karena perbedaan tujuan pelaporannya.

2. Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca

Keterkaitan antara Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca adalah dalam penghitungan Saldo Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA). SiLPA /SiKPA dalam Laporan Realisasi Anggaran yang merupakan selisih antara surplus/defisit dan total pembiayaan akan dimasukkan pada perkiraan ”Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran” dalam Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar. Perkiraan ”Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran” dalam Neraca tersebut merupakan akumulasi SiLPA/SiKPA dalam LRA dari tahun-tahun sebelumnya.

3. Neraca dengan Laporan Arus Kas

Keterkaitan antara Neraca dan LAK adalah dalam penyajian saldo kas. Selisih antara saldo awal dan akhir Kas di Bendahara Umum Negara/Kas di Kas Daerah dalam Neraca merupakan kenaikan/penurunan kas sebagaimana yang disajikan dalam LAK. Dengan kata lain selisih saldo awal dan akhir kas di Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan kenaikan/penurunan kas dalam Laporan Arus Kas. Selain itu saldo akhir kas di Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan saldo akhir kas di Kas Umum Negara/Daerah dalam Laporan Arus Kas.

4. Catatan atas Laporan Keuangan dengan Laporan Realisasi

Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari LRA, Neraca, dan LAK, karena CaLK menjelaskan/ mengungkapkan lebih rinci atas pos-pos dalam LRA, Neraca, dan LAK tersebut.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

NERACA

Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana (net asset). Ekuitas dana merupakan selisih dari aset setelah dikurangi kewajiban, atau dalam persamaan akuntansi dapat dirumuskan:

Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana

Hubungan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Neraca

Aset Rp XXX Kewajiban Rp XXX

Ekuitas Dana Rp XXX

Total Rp XXX Total Rp XXX

A. Aset

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Jika suatu entitas memiliki aset moneter dalam mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset nonlancar.

1. Aset Lancar

Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:

1. diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau

2. berupa kas dan setara kas.

Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

a). Kas dan Setara Kas

Kas diakui pada saat diterima atau pada saat kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Kas dicatat sebesar nilai nominal artinya disajikan sebesar nilai rupiah tersebut. Apabila terdapat kas dalam valuta asing, maka kas tersebut dikonversi menjadi rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal laporan. Termasuk dalam klasifikasi kas adalah kas di bank, kas yang dipegang bendahara, dan deposito berjangka kurang dari 3 (tiga) bulan. Dalam neraca pemerintah daerah, kas biasanya disajikan meliputi kas di kas daerah, kas di bendahara penerimaan, dan kas di bendahara pengeluaran.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Kas Daerah dalam neraca adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

Kas di Kas Daerah Rp XXX SILPA Rp XXX

* SILPA disajikan di Neraca sebagai

Ekuitas Dana Lancar.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Pengeluaran dalam neraca adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

(SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

Kas di Bendahara

Pengeluaran Rp XXX SILPA Rp XXX

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara

Penerimaan dalam neraca adalah Pendapatan yang Ditangguhkan, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

Kas di Bendahara

Pengeluaran Rp XXX

Pendapatan yang

Ditangguhkan Rp XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan

disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pada neraca, kas disajikan sebagai berikut:

Kas dan Setara Kas

Kas di Kas Daerah Rp XXX Kas di Bendahara Pengeluaran* Rp XXX

Kas di Bendahara Penerimaan* Rp XXX Deposito (2 bulan)** Rp XXX Total Kas dan setara kas Rp XXX

*) Rincian kas di bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran pada beberapa SKPD dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

**) Apabila pemerintah daerah memiliki deposito berjangka kurang dari

3 bulan pada beberapa bank, maka rincian atau daftar dari deposito

tersebut dapat diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.

b). Investasi Jangka Pendek

Investasi jangka pendek diakui pada saat terjadinya pemindahan kepemilikan, yaitu pada saat pemerintah menerima bukti investasi. Pos- pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah diperjualbelikan. Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan. Jenis-jenis deposito beserta jangka waktunya perlu diungkap dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi investasi jangka pendek diatur lebih detail dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi.

Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Pendek dalam neraca adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

Investasi Jangka Pendek Rp XXX SILPA Rp XXX

c). Piutang

Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang retribusi, bagian lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang dicatat sebesar nilai nominalnya.

Penjualan aset, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil biasanya diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh pemerintah disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran (TPA). Dalam neraca, TPA akan disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TPA yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

lancar sebagai Bagian Lancar TPA. Reklasifikasi TPA ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca karena pembayaran atas tagihan penjualan angsuran akan mengurangi perkiraan Tagihan Penjualan Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran.

Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Sejumlah kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut dikenal dengan istilah Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). Dalam neraca, TP/TGR disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TP/TGR yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset lancar sebagai Bagian Lancar TP/TGR. Reklasifikasi TP/TGR ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca. Pada awal tahun berikutnya bagian lancar piutang ini dikembalikan pada TP/TGR dalam kelompok aset lainnya karena penerimaan kembali dari Tuntutan Ganti Rugi akan mengurangi perkiraan Tuntutan Ganti Rugi bukan Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi.

Perkiraan pasangan (balancing account) Piutang Pajak, Piutang Retribusi, Bagian Lancar TPA, dan Bagian Lancar TP/TGR dalam neraca adalah Cadangan Piutang, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

Piutang Pajak Rp XXX Cadangan Piutang* Rp XXX

Piutang Retribusi Rp XXX

Bagian Lancar TPA Rp XXX

Bagian Lancar TP/TGR Rp XXX

* Cadangan Piutang yang disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.

Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR

dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

d). Persediaan

Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. Jenis-jenis persediaan beserta nilainya perlu diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.

Pada umumnya metode pencatatan persediaan ada 2 metode, yaitu metode periodik dan metode perpetual. Dalam metode periodik, persediaan dicatat berdasarkan penghitungan/ inventarisasi fisik persediaan yang dilakukan pada akhir periode pelaporan. Sedangkan dalam metode perpetual, persediaan dicatat setiap terjadi transaksi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

yang mengakibatkan penambahan atau pengurangan persediaan. Metode periodik biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah banyak dengan harga relatif rendah, sedangkan metode perpetual biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah relatif sedikit dengan harga relatif tinggi.

Sesuai dengan PSAP 01, Persediaan dicatat sebesar:

- biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;

- biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; - nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti

donasi/rampasan.

Biaya perolehan atas persediaan sebagaimana dimaksud di atas meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Sedangkan potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Dalam rangka penyajian nilai wajar, nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.

Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan rencana kerja dan anggaran.

Perkiraan pasangan (balancing account) Persediaan dalam neraca adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

Persediaan Rp XXX Cadangan Persediaan* Rp XXX

* Cadangan Persediaan yang

disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.

Akuntansi mengenai persediaan diatur secara rinci dalam PSAP Nomor

05 tentang Akuntansi Persediaan.

Secara keseluruhan, penyajian aset lancar dalam neraca adalah:

Aset Lancar

Kas Rp XXX Investasi Jangka Pendek Rp XXX

Piutang Pajak Rp XXX

Piutang Retribusi Rp XXX Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX

Bagian Lancar Tagihan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi

Rp XXX

Persediaan Rp XXX Total Aset Lancar Rp XXX

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2. Aset Nonlancar

Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Yang termasuk dalam aset nonlancar adalah aset yang tidak memenuhi kriteria sebagai aset lancar sebagaimana diuraikan terdahulu.

Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.

a). Investasi Jangka Panjang

Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi tersebut. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:

1. Pinjaman kepada perusahaan negara/daerah;

2. Pembelian Obligasi Daerah atau Surat Utang Negara; 3. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat

dialihkan kepada pihak ketiga; dan

4. Investasi nonpermanen lainnya.

Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen terdiri dari:

1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/ perusahaan daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.

2. Investasi permanen lainnya.

Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Panjang dalam neraca adalah Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Investasi Jangka Panjang Ekuitas Dana Investasi

Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX Diinvestasikan dalam Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Rp XXX Investasi Jangka Panjang* Rp XXX Investasi Obligasi Rp XXX Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX

Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX Investasi Permanen Lainnya Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Investasi

Jangka Panjang disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Investasi.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Penyajian Investasi Jangka Panjang dalam neraca adalah:

Investasi Jangka Panjang Investasi Nonpermanen Rp XXX

Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX

Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Rp XXX Investasi Obligasi Rp XXX

Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX

Total Investasi Nonpermanen Rp XXX Investasi Permanen Rp XXX

Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX

Investasi Permanen Lainnya Rp XXX Total Investasi Permanen Rp XXX

Total Investasi Jangka Panjang Rp XXX

Rincian atas masing-masing jenis investasi jangka panjang dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Akuntansi Investasi Jangka Panjang diatur secara rinci dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi.

b). Aset Tetap

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan, maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.

Aset tetap terdiri dari:

1. Tanah

2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan

4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi dalam Pengerjaan.

Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Tetap dalam neraca adalah Diinvestasikan dalam Investasi Aset Tetap, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Debet Kredit

Aset Tetap Ekuitas Dana Investasi

Tanah Rp XXX Diinvestasikan dalam Peralatan dan Mesin Rp XXX Aset tetap* Rp XXX Gedung dan Bangunan Rp XXX Jalan, irigasi, dan Jaringan Rp XXX Aset Tetap Lainnya Rp XXX Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Aset Tetap disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian aset tetap dalam neraca adalah:

Aset Tetap

Tanah Rp XXX Peralatan dan Mesin Rp XXX

Gedung dan Bangunan Rp XXX Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp XXX Aset Tetap Lainnya Rp XXX

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX

Total Rp XXX Dikurangi:

Akumulasi Penyusutan (Rp XXX) Total Aset Tetap Rp XXX

Jenis, umur, dan kondisi dari masing-masing aset tetap dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Akuntansi Aset Tetap diatur lebih rinci dalam PSAP Nomor 07

tentang Akuntansi Aset Tetap.

c). Dana Cadangan

Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan diakui pada saat dilakukan penyisihan uang untuk tujuan pencadangan dimaksud.

Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.

Peruntukan dana cadangan harus diatur dengan peraturan perundang-

undangan dan tidak dapat digunakan untuk peruntukan yang lain.

Pembentukan dana cadangan dapat dilakukan jika keadaan keuangan

pemerintah mengalami surplus anggaran. Pembentukan dana cadangan

dilakukan dengan persetujuan DPRD, demikian juga pada waktu

pencairan dana tersebut. Pemerintah dapat membentuk lebih dari satu

Dana Cadangan. Apabila terdapat lebih dari satu dana cadangan, maka

dana cadangan harus diungkapkan dan dirinci sesuai dengan tujuannya.

Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dana cadangan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

yang dibentuk pemerintah daerah dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 juga menyatakan bahwa penggunaan dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan, kemudian seluruh hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan akan menambah dana cadangan yang bersangkutan dan dicatat sebagai pendapatan.

Perkiraan pasangan (balancing account) Dana Cadangan dalam neraca adalah Diinvestasikan dalam Dana Cadangan, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Dana Cadangan Ekuitas Dana Cadangan

Dana Cadangan Rp XXX Diinvestasikan dalam

Dana Cadangan Rp XXX

Penyajian Dana Cadangan di neraca adalah:

Dana Cadangan

Dana Cadangan Rp XXX Total Dana Cadangan Rp XXX

Informasi mengenai jenis dana cadangan dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

d). Aset Lainnya

Yang termasuk dalam aset lainnya adalah:

1. Aset Tak Berwujud

2. Tagihan Penjualan Angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan

3. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan

4. Aset Kerjasama dengan Fihak Ketiga (Kemitraan).

Aset tak berwujud (intangible asset) adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak berwujud meliputi :

1. Software komputer

2. Lisensi dan franchise 3. Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya 4. Hak jasa dan operasi

5. Aset tak berwujud dalam pengembangan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 18

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah. Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak penjualan aset yang bersangkutan. Contoh tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.

Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi menggambarkan tagihan kepada pegawai pemerintah yang terbukti menyalahgunakan uang negara atau menghilangkan aset pemerintah. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak atau Surat Keputusan Pembebanan dari pejabat yang berwenang.

Kemitraan dengan Pihak Ketiga menggambarkan nilai hak yang akan diperoleh atas suatu aset yang dibangun dengan cara kemitraan pemerintah dan swasta berdasarkan perjanjian. Kemitraan dengan pihak ketiga dinilai sebesar nilai kontrak kerjasama antara pemerintah dengan pihak ketiga. Bentuk kemitraan tersebut antara lain berupa penyaluran kredit, pemberian modal usaha, pemberian modal kerja, Bangun Guna Serah (BOT) Bangun Guna Terima (BOO), Bangun Guna Sewa (BOR) dan bentuk kemitraan lainnya.

Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Lainnya dalam neraca adalah Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lainnya Ekuitas Dana Investasi

Aset Tak Berwujud Rp XXX Diinvestasikan dalam Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX Aset Lainnya* Rp XXX Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX

Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Aset Lainnya disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian aset lainnya dalam neraca adalah:

Aset Lainnya

Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX

Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX Aset Tak Berwujud Rp XXX

Aset Lain-lain Rp XXX

Total Aset Lainnya Rp XXX

Informasi mengenai jenis dari masing-masing komponen aset lainnya dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

B. Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 19

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pemerintah. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia) pada tanggal neraca.

Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

1. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek kepada pihak ketiga, utang perhitungan fihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri atas:

a. Bagian lancar utang jangka panjang

Bagian lancar utang jangka panjang merupakan bagian utang jangka panjang yang diharapkan akan dibayar dua belas bulan sesudah tanggal pelaporan. Contohnya Pemerintah daerah XYZ meminjam uang kepada Pemerintah Pusat sebesar Rp20 miliar pada tanggal 1

Oktober 2005. Pinjaman tersebut dibayar mulai tahun 2006 sampai 2015 (selama 10 Tahun). Pemda XYZ akan melaporkan Bagian Lancar Utang kepada Pemerintah Pusat sebesar yang akan dibayar pada tahun 2006 yaitu Rp2 miliar.

b. Utang Bunga

Utang bunga merupakan utang yang timbul pada akhir periode pelaporan sehubungan dengan adanya bunga terutang akibat dari adanya pinjaman yang diambil pemerintah.

c. Utang PFK

Utang PFK merupakan utang yang timbul akibat pemerintah kurang menyetor kepada pihak lain atas pungutan Penerimaan Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) yang dilakukannya. Dengan kata lain Utang PFK adalah Penerimaan PFK dikurangi Pengeluaran PFK. Sebagai contoh, Pemerintah daerah ABC melakukan pemotongan dari gaji untuk iuran Tabungan Asuransi Pensiun (Taspen) Rp10 juta selama tahun 2005. Tetapi Pemerintah daerah tersebut baru menyetor ke rekening PT Taspen sebesar Rp8 juta selama tahun 2005. Utang PFK yang dilaporkan adalah sebesar Rp2 juta.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 20

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Pendek (kecuali Utang PFK) dalam neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Kewajiban Jangka Pendek

Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Rp XXX

Utang Bunga Rp XXX

Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX

Ekuitas Dana Lancar

Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek * (Rp XXX)

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek disajikan di Neraca sebagai pengurang Ekuitas Dana Lancar.

Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor berarti saldo uang tersebut masih berada di Kas Daerah. Oleh karena itu, perkiraan pasangan (balancing account) Utang PFK dalam neraca adalah Kas di Kas Daerah, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek

Kas di Kas Daerah Rp XXX Utang PFK Rp XXX

Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca adalah:

Kewajiban Jangka Pendek

Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Rp XXX

Utang Bunga Rp XXX Utang PFK Rp XXX

Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX

Total Kewajiban Jangka Pendek Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

2. Kewajiban Jangka Panjang

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika diharapkan dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 21

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika:

1. jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan;

2. entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang; dan

3. maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.

Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas

(seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.

Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:

1. pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan

2. tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

Kewajiban jangka panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Utang Dalam Negeri-Sektor Perbankan

Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan pinjaman kepada perbankan dalam negeri

b. Utang Dalam Negeri- Obligasi

Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan penarikan dana dari masyarakat melalui pengeluaran surat utang/obligasi.

c. Utang Luar Negeri

Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan pinjaman kepada negara/lembaga asing. Penarikan pinjaman luar negeri ini dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi yang diperuntukkan bagi pihak asing.

d. Utang Jangka Panjang Lainnya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 22

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Merupakan utang jangka panjang yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Utang Dalam Negeri- sektor Perbankan, Utang Dalam Negeri- Obligasi, Utang Luar Negeri. Misalnya Utang Kepada Pemerintah Pusat/Daerah Otonom Lainnya.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Panjang dalam neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit

Kewajiban Jangka Panjang

Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX

Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX

Utang Luar Negeri Rp XXX

Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX

Ekuitas Dana Investasi

Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang * Rp XXX

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang disajikan di Neraca sebagai pengurang Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian Kewajiban Jangka Panjang di neraca adalah:

Kewajiban Jangka Panjang

Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX

Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX Utang Luar Negeri Rp XXX

Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX Total Kewajiban Jangka Panjang Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari masing-masing kewajiban jangka panjang dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Akuntansi kewajiban lebih rinci diatur dalam PSAP Nomor 09 tentang

Akuntansi Kewajiban.

C. Ekuitas Dana

Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana diklasifikasikan menjadi Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana Cadangan.

1. Ekuitas Dana Lancar

Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas Dana Lancar terdiri dari:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 23

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

- Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA), yang merupakan akun pasangan yang menampung kas dan setara kas serta investasi jangka pendek.

- Pendapatan yang Ditangguhkan, yang merupakan akun pasangan untuk menampung Kas di Bendahara Penerimaan.

- Cadangan Piutang, yang merupakan akun pasangan yang dimaksudkan untuk menampung piutang lancar.

- Cadangan Persediaan, yang merupakan akun pasangan dari persediaan. - Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek,

merupakan akun pasangan dari kewajiban jangka pendek lainnya.

Penyajian Ekuitas Dana Lancar di neraca adalah:

Ekuitas Dana Lancar

SiLPA Rp XXX Pendapatan yang Ditangguhkan Rp XXX Cadangan Piutang Rp XXX

Cadangan Persediaan Rp XXX Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang

Jangka Pendek

Rp XXX

Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX 2. Ekuitas Dana Investasi

Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Ekuitas Dana Investasi terdiri dari:

- Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun pasangan dari Investasi Jangka Panjang.

- Diinvestasikan dalam Aset Tetap merupakan akun pasangan dari Aset Tetap,

- Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang merupakan akun pasangan Aset Lainnya.

- Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (contra account), yang merupakan akun pasangan dari seluruh Utang

Jangka Panjang.

Penyajian Ekuitas Dana Investasi di neraca adalah:

Ekuitas Dana Investasi

Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang Rp XXX

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp XXX Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Rp XXX Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang

Jangka Panjang Rp XXX Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 24

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Ekuitas Dana Cadangan

Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Ekuitas Dana Cadangan terdiri dari:

Penyajian Ekuitas Dana Investasi dalam neraca adalah:

Ekuitas Dana Cadangan

Ekuitas Dana Cadangan Rp XXX Total Ekuitas Dana Cadangan Rp XXX

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 25

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

1. Soal Pilihan Ganda

Soal untuk nomor 1-3 : Pada Neraca Pemda B per 31 Desember 2005 diketahui bahwa:

Kas Daerah Rp 50 juta Persediaan Rp 45 juta

Piutang Pajak Rp 60 juta

Investasi Jangka Panjang Rp100 juta Aset Tetap Rp200 juta Aset Lainnya Rp 85 juta

Dana Cadangan Rp300 juta Utang Jangka Pendek Rp 30 juta (termasuk PFK Rp5

juta) Utang Jangka Panjang Rp150 juta

1. Berapakah jumlah yang dilaporkan sebagai Ekuitas Dana Lancar per 31

Desember 2005? a. 155 juta b. 120 juta c. 125 juta d. 255 juta

2. Berapakah jumlah yang dilaporkan sebagai Ekuitas Dana Investasi per

31 Desember 2005? a. 255 juta b. 235 juta c. 385 juta d. 285 juta

3. Berapakah jumlah yang dilaporkan sebagai Ekuitas Dana Cadangan per 31 Desember 2005?

a. 300 juta b. 150 juta c. 270 juta d. 385 juta

4. Dalam neraca Pemda A akun Kas di Kas disajikan sebesar Rp600 juta,

akun Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp35 juta, dan akun SILPA sebesar Rp585 juta. Selisih sebesar Rp50 juta merupakan:

a. Utang PFK b. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka

Pendek

c. Utang Bunga d. Cadangan Piutang

5. Pasangan akun Kas di Bendahara Penerimaan adalah:

a. SILPA

b. Utang PFK c. Pendapatan yang Ditangguhkan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 26

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

d. Dana Cadangan 2. Soal Essay

Dari data pembukuan Pemda A ditemukan Saldo Kas di Kas Daerah per 31 Desember 2005 adalah Rp1.000 juta, setelah ditelusuri ternyata terdapat kas sebesar Rp 45 juta yang belum disetor oleh Bendahara Penerimaan ke Kas Daerah sampai dengan 31 Desember 2005. Jumlah kas sebesar Rp 45 juta tersebut diketahui baru disetor ke Kas Daerah pada tanggal 6 Januari 2006. Selain itu dari laporan bendahara pengeluaran statu SKPD ditemukan adanya sisa uang persediaan sebesar Rp50 juta yang belum disetor ke Kas Daerah sampai dengan 31 Desember 2005. Jumlah tersebut baru disetor pada tanggal

5 Januari 2006. Laporan Keuangan Pemda A untuk TA 2005 baru diselesaikan dan diterbitkan pada tanggal 31 Maret 2006.

Bagaimana penyajian kas Pemda A di neraca per 31 Desember 2005? Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 27

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN 1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 28

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

CONTOH FORMAT NERACA

NERACA PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA

PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

No.

1 ASET

2

3 ASET LANCAR

Uraian

(Dalam Rupiah)

20X1 20X0

4 Kas di Kas Daerah xxx xxx

5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx

6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx

7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx

8 Piutang Pajak xxx xxx

9 Piutang Retribusi xxx xxx

10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx

11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx

12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx

13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx

14 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx

15 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx

16 Piutang Lainnya xxx xxx

17 Persediaan xxx xxx

18 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 17) xxx xxx

19

20 INVESTASI JANGKA PANJANG

21 Investasi Nonpermanen

22 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx

23 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx

24 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx

25 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx

26 Jumlah Investasi Nonpermanen (22 s/d 25) xxx xxx

27 Investasi Permanen

28 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx

29 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx

30 Jumlah Investasi Permanen (28 s/d 29) xxx xxx

31 Jumlah Investasi Jangka Panjang (26 + 30) xxx xxx

32

33 ASET TETAP

34 Tanah xxx xxx

35 Peralatan dan Mesin xxx xxx

36 Gedung dan Bangunan xxx xxx

37 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx

38 Aset Tetap Lainnya xxx xxx

39 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx

40 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)

41 Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40) xxx xxx

42

43 DANA CADANGAN

44 Dana Cadangan xxx xxx

45 Jumlah Dana Cadangan (44) xxx xxx

46

47 ASET LAINNYA

48 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx

49 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx

50 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx

51 Aset Tak Berwujud xxx xxx

52 Aset Lain-Lain xxx xxx

53 Jumlah Aset Lainnya (48 s/d 52) xxx xxx

54

55 JUMLAH ASET (18+31+41+45+53) xxxx xxxx

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 01 – 29

Modul PSAP No. 01 Penyajian Laporan Keuangan

56

57 KEWAJIBAN

58

59 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

60 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx

61 Utang Bunga xxx xxx

62 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx

63 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx

64 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (60 s/d 63) xxx xxx

65

66 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

67 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx

68 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx

69 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx

70 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (67 s/d 69) xxx xxx

71 JUMLAH KEWAJIBAN (64+70) xxx xxx

72

73 EKUITAS DANA

74

75 EKUITAS DANA LANCAR

76 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx

77 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx

78 Cadangan Piutang xxx xxx

79 Cadangan Persediaan xxx xxx

80 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek (xxx) (xxx)

81 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (76 s/d 80) xxx xxx

82

83 EKUITAS DANA INVESTASI

84 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx

85 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx

86 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx

87 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (xxx) (xxx)

88 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (84 s/d 87) xxx xxx

89

90 EKUITAS DANA CADANGAN

91 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan xxx xxx

92 Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91) xxx xxx

93 JUMLAH EKUITAS DANA (81+88+92) xxx xxx

94

95 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (71+93) xxxx xxxx

Modul PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan 30

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul LRA ini disusun untuk memudahkan dalam memahami Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran. Modul ini disusun sebagai bahan Pelatihan untuk Pelatih standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan mempelajari modul ini diharapkan peserta dapat belajar mandiri (self study) atas materi LRA pada pemerintah daerah.

Modul ini menguraikan pelaksanaan anggaran, khususnya sistem

penerimaan dan sistem pembayaran, serta perlakuan akuntansi untuk setiap jenis transaksi anggaran. Materi pelatihan ini dilengkapi dengan contoh- contoh yang terjadi dalam kegiatan operasional pemerintahan, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan bagi pemerintah daerah dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, khususnya untuk menyusun dan menyajikan LRA.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan Laporan Kauangan

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami struktur anggaran;

2. memahami pengertian pendapatan, belanja, dan pembiayaan;

3. memahami pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan;

4. memahami mekanisme penerimaan dan pembayaran;

5. mampu melaksanakan akuntansi pendapatan, belanja, dan pembiayaan;

6. Memahami perlakuan pengembalian pendapatan dan belanja; dan

7. Memahami penyusunan dan penyajian LRA. C. Deskripsi Ringkas

Modul LRA menyajikan materi tentang pengertian dan ruang lingkup LRA, basis akuntansi untuk anggaran pendapatan, belanja, serta pembiayaan, struktur anggaran, klasifikasi anggaran, akuntansi pendapatan, belanja, dan pembiayaan, akuntansi transaksi PFK, akuntansi hibah yang diterima dalam bentuk nonkas, dan penutupan pos-pos anggaran.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi, latihan soal dan contoh kasus yang bertalian dengan transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta pelatihan dalam aktivitas diskusi dan tanya jawab, serta latihan soal.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

A. Pengertian

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan pemerintah yang menyajikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding untuk suatu periode tertentu.

Penyandingan antara anggaran dan realisasi menunjukkan tingkat capaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran. Berhubung anggaran akan disandingkan dengan realisasinya maka dalam penyusunan APBD seharusnya digunakan struktur, definisi, dan basis yang sama dengan yang digunakan dalam pelaporannya.

B. Ruang Lingkup

APBD terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pendapatan adalah semua penerimaan kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Belanja adalah semua pengeluaran kas umum kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran

Pendapatan dipungut berdasarkan Undang-Undang. Oleh karena itu jenis pendapatan yang dipungut dan/atau diterima oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan Undang-Undang. Belanja mencakup seluruh jenis belanja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pembiayaan mencakup seluruh transaksi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Disamping itu terdapat transfer antar pemerintahan sehubungan dengan adanya desentralisasi fiskal dan perimbangan keuangan. Bagi yang menerima dikelompokkan dalam pendapatan transfer, sedangkan bagi yang memberikan ditampung dalam belanja transfer.

Anggaran pemerintah daerah dituangkan dalam bentuk APBD, yang merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah, meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan selama suatu periode terntentu. Anggaran diukur dengan satuan rupiah. Anggaran diklasifikasikan secara sistematis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggaran belanja yang dituangkan dalam Perda APBD disebut sebagai apropriasi, yaitu merupakan anggaran yang disetujui DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan pengeluaran-

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan anggaran pendapatan dalam Perda APBD disebut Estimasi Pendapatan.

Berdasarkan APBD selanjutnya disiapkan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD. Anggaran yang dialokasikan kepada setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai pengguna anggaran dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Anggaran pendapatan SKPD pada DPA disebut Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan. Anggaran belanja pada DPA disebut Allotment. Dengan demikian LRA SKPD, membandingkan antara realisasi terhadap alokasi anggaran dalam DPA SKPD yang bersangkutan, sedangkan untuk LRA di tingkat pemerintah daerah realisasi anggaran dibandingkan dengan estimasi pendapatan dan apropriasi yang tertuang dalam APBD.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III BASIS AKUNTANSI

A. Basis Anggaran dan Basis Akuntansi

Anggaran pemerintah disusun dengan basis kas. Akuntansi pemerintah pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran, maka basis akuntansi yang digunakan seharusnya sama dengan basis anggaran. Pada saat ini Pemerintah Indonesia masih menggunakan basis kas, baik untuk anggaran maupun akuntansinya.

Apabila ada pemerintah daerah yang menerapkan basis akrual penuh dalam sistem akuntansinya, termasuk untuk pendapatan dan belanja, maka dalam penyusunan LRA, laporan yang dihasilkan dari basis akrual tersebut harus dikonversi ke LRA berbasis kas. Konversi dari LRA berbasis akrual ke LRA wajib disajikan dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan keuangan sebagaimana diatur dalam PSAP No. 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan.

B. Pengakuan Pendapatan

Sistem penerimaan pendapatan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Daerah. Pada umumnya terdapat dua sistem penerimaan:

� Wajib bayar/masyarakat langsung menyetor ke rekening Kas Umum

Daerah

� Wajib bayar/masyarakat menyetor ke juru pungut/Bendahara Penerimaan, selanjutnya Bendahara Penerimaan tersebut menyetor ke rekening Kas Umum Daerah.

Dengan menggunakan basis kas, pendapatan diakui pada saat diterima pada rekening Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah. Oleh karena itu pada saat uang diterima juru pungut/Bendahara Penerimaan, jumlah tersebut belum diakui sebagai pendapatan daerah, pengakuannya baru dilakukan setelah uang tersebut disetor ke rekening Kas Umum Daerah.

C. Pengakuan Belanja

Sistem pembayaran dalam pelaksanaan anggaran ada dua, yaitu:

� Pembayaran langsung kepada yang berhak

� Pembayaran dengan dana kas kecil melalui Bendahara Pengeluaran.

Berdasarkan Basis Kas sebagaimana diatur dalam PSAP No. 2, belanja diakui

pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas Umum Negara/Kas Umum

Daerah. Khusus pengeluaran melalui Bendahara Pengeluaran/Pemegang Kas

pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran

tersebut disahkan oleh unit yang menjalankan fungsi perbendaharaan

(SKPKD).

Dengan demikian untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga/vendor pengakuan belanjanya dilakukan pada saat uang dikeluarkan, yaitu pada saat diterbitkannya Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS). Sedangkan untuk pembayaran dengan dana kas kecil, pada saat diterbitkannya SP2D untuk pemberian uang persediaan kepada Bendahara Pengeluaran (SP2D UP) ataupun untuk penambahan uang persediaan (SP2D

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

TU) belum diakui sebagai belanja. Pengeluaran tersebut merupakan transaksi transito yang belum membebani anggaran. Pengakuan belanja baru dilakukan setelah pengeluaran yang dilakukan dipertanggungjawabkan olah Bendahara Pengeluaran dan telah diverifikasi serta disetujui oleh pejabat yang berwenang, ditandai dengan diberikannya pengganti uang persediaan dengan diterbitkannya SP2D GU.

D. Pengakuan Pembiayaan

Pelaksanaan anggaran pembiayaan merupakan kewenangan Bendahara Umum Daerah. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima kas pada rekening Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah. Dengan demikian maka perlakuan pengakuan penerimaan pembiayaan ini sama dengan pengakuan pendapatan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu.

Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan kas dari rekening Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah. Pengeluaran pembiayaan antara lain untuk pemberian pinjaman, penyertaan modal, dan pembentukan dana cadangan. Pembayarannya dapat dilakukan melalui pembayaran langsung atau melalui Bendahara Pengeluaran dengan uang persediaan. Pengakuannya sama dengan pengakuan belanja, yaitu untuk pembayaran langsung diakui pada saat diterbitkannya SP2D LS sedangkan untuk pembayaran melalui uang persediaan dilakukan setelah pertanggungjawaban atas pengeluaran ini diverifikasi dan disetujui oleh SKPKD.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN

DAN KLASIFIKASI ANGGARAN A. Struktur Anggaran

Anggaran terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Struktur anggaran tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan .....................

b. Belanja .....................

c. Surplus/Defisit (a – b) .....................

d. Pembiayaan: .....................

Penerimaan Pembiayaan (d1) .....................

Pengeluaran Pembiayaan (d2) .....................

Pembiayaan Neto (d1 – d2) .....................

e. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran

(SILPA/SIKPA) (c – d) .....................

B. Pendapatan

Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain pendapatan yang Sah.

1. Pendapatan Asli daerah

Pendapatan Asli Daerah merupajkan pajak yang dihasilkan dari daerah itu sendiri, terdiri dari:

- Pendapatan Pajak Daerah

- Pendapatan Retribusi Daerah

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

- Lain-lain PAD 2. Pendapatan transfer

Pendapatan Transfer merupakan pendapatan yang berasal dari entitas pelaporan lain, seperti Pemerintah Pusat atau daerah otonom lain dalam rangka perimbangan keuangan. Transfer dari Pemerintah Pusat terdiri dari Dana Perimbangan sesuai dengan UU No. 33/2004 dan transfer lainnya sebagaimana diatur dalam UU Otonomi Khusus bagi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam, atau dalam UU APBN. Transfer dari Daerah Otonom lainnya antara lain seperti Bagi Hasil dari Pemerintah Provinsi ke Kabupaten/Kota untuk Pajak Bahan Bakar, Pajak Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Lain-lain Pendapatan yang sah

Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah pendapatan lainnya selain yang disebutkan di atas, yang diperkenankan menurut peraturan perundang-undangan. misalnya Hibah dan Dana Darurat.

C. Belanja

Belanja diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, dan ekonomi. Klasifikasi belanja menurut organisasi artinya anggaran dialokasikan ke organisasi sesuai dengan struktur organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Klasifikasi menurut organisasi ini tidak disajikan di lembar muka laporan keuangan, tetapi disajikan di Catatan atas Laporan Keuangan.

1. Klasifikasi Fungsi

Klasifikasi belanja menurut fungsi pemerintahan adalah sebagai berikut:

- Pelayanan Umum

- Pertahanan

- Ketertiban dan Keamanan

- Ekonomi

- Lingkungan Hidup

- Perumahan dan fasilitas umum

- Kesehatan

- Pariwisata dan budaya

- Agama

- Pendidikan

- Perlindungan sosial

Klasifikasi fungsi ini diisi sesuai dengan urusan (affair) pemerintahan. Dengan demikian klasifikasi fungsi ini perlu dilihat hubungannya dengan program dan kegiatan suatu entitas atau satuan kerja. Klasifikasi fungsi ini disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Berdasarkan UU No. 17/2003 fungsi Pertahanan hanya berlaku untuk Pemerintah Pusat.

2. Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga

Berdasarkan karakternya belanja dikelompokkan menjadi Belanja operasi, Belanja Modal, dan Belanja tak Terduga. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang non investasi, pembayaran bunga hutang, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja operasional lainnya.

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal antara lain belanja modal untuk perolehan tanah,

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan aset tak berwujud.

Belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah.

3. Klasifikasi Ekonomi

Klasifikasi ekonomi adalah klasifikasi belanja berdasarkan jenis belanjanya, terdiri dari:.

Belanja Operasi:

- Belanja Pegawai xxx - Belanja Barang xxx - Bunga xxx

- Subsidi xxx

- Hibah xxx - Bantuan Sosial xxx

- Belanja Operasi-lainnya xxx

Belanja Modal: - Belanja Modal - Tanah xxx

- Belanja Modal – Peralatan dan mesin xxx

- Belanja Modal – Gedung dan Bangunan xxx - Belanja Modal – Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx - Belanja Modal – Aset Tetap Lainnya xxx

- Belanja Modal - Aset lainnya xxx

- Belanja Tak Terduga xxx D. Transfer

Transfer yang dimaksud di sini adalah transfer keluar, yaitu pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain, seperti pengeluaran dana perimbangan dan dana bagi hasil. Contoh: bagi pemerintah provinsi terdapat bagi hasil ke kabupaten/kota, bagi pemerintah kabupaten terdapat bagi hasil ke desa

E. Surplus/Defisit

Surplus/Defisit timbul sehubungan dengan kebijakan pemerintah untuk mengganti anggaran berimbang dengan anggaran defisit. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan.

F. Pembiayaan

Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

G. Pembiayaan Neto

Pembiayaan Neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan. Apabila manajemen keuangan pemerintah dilakukan dengan baik maka jumlah pembiayaan netto ini seharusnya mendekati jumlah surplus/defisit anggaran karena pembiayaan dimaksudkan untuk memanfaatkan surplus atau menutup defisit anggaran.

H. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran

Dalam penyusunan APBD, SILPA/SIKPA akan selalu nihil karena jumlah surplus atau defisit harus ditetapkan rencana pemanfaatannya atau penutupannya. Namun dalam realisasi anggaran pada umumnya SILPA akan muncul. Jumlah ini merupakan selisih antara penerimaan anggaran dikurangi dengan pengeluaran anggaran. Dengan kata lain jumlah ini diperoleh dengan menjumlahkan surplus/defisit dengan pembiayaan neto.

LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan keuangan, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB V

AKUNTANSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN

A. Akuntansi Anggaran

Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, dan pembiayaan.

Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran disahkan dan anggaran dialokasikan. Ilustrasi akuntansi untuk anggaran yang disahkan dengan Perda APBD adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Estimasi Pendapatan xxx

Apropriasi Belanja xxx Surplus/Defisit xxx

Estimasi Penerimaan Pembiayaan xxx

Pembiayaan Neto xxx Apropriasi Pengeluaran Pembiayaan

xxx

Pada saat anggaran dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran maka akan dilakukan pencatatan Estimasi pendapatan yang dialokasikan dan Allotment. Ilustrasi jurnalnya adalah sebagai berikut:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Estimasi Pendapatan yg Dialokasikan xxx Alokasi Estimasi Pendapatan xxx

Alokasi Apropriasi xxx Allotment xxx

Apabila pemerintah belum siap melaksanakan akuntansi anggaran maka, anggaran yang disahkan dan anggaran yang dialokasikan dapat dicatat secara tata buku tunggal (single entry accounting).

B. Akuntansi Pendapatan

Pendapatan diakui pada saat diterima pada kas umum daerah. Dengan demikian apabila terdapat pendapatan yang dipungut oleh/disetor kepada Bendahara Penerimaan/Pemegang Kas belum diakui sebagai pendapatan. Uang tersebut diperlakukan sebagai pendapatan yang ditangguhkan. Dokumen sumber untuk pengakuan pendapatan antara lain berupa surat tanda setoran, nota kredit, dan bukti penerimaan lannya yang dianggap sah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Berikut ini ilustrasi akuntansi untuk penerimaan pendapatan pajak:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah xxx Pendapatan Pajak xxx

(Buku Pembantu: sesuai dengan jenis pajak)

Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

Sebagai contoh:

Pemerintah Provinsi X memberikan kuasa kepada PT Y untuk melakukan pemungutan Pajak Bahan Bakar dengan memberikan upah pungut sebesar 2% dari jumlah penerimaan. Dalam bulan Mei 2006 jumlah penerimaan Pajak Bahan Bakar Rp100 juta, dengan upah pungut yang dipotong langsung Rp2 juta.

Jurnal untuk contoh tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 100 juta Pendapatan Pajak 100 juta

(Buku Pembantu: Pajak Bahan Bakar)

Belanja Barang 2 juta

Kas di Kas Daerah 2 juta (Untuk mencatat upah pungut)

Terhadap pendapatan yang berasal dari penjualan aset tetap/lainnya perlu ada jurnal pendamping untuk mengakui penurunan aset yang bersangkutan. Jurnal pendamping ini sering disebut Jurnal Korolari.

Sebagai contoh:

Diterima hasil penjualan kendaraan bermotor sebesar Rp10 juta. Harga perolehan kendaraan tersebut Rp20 juta.

Jurnal untuk contoh tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 10 juta

Pendapatan Lain-lain PAD 10 juta (Untuk mencatat hasil penjualan

kendaraan)

Diinvestasikan dalam Aset Tetap 20 juta

Peralatan dan Mesin 20 juta (Untuk mencatat mesin yang dijual)

Apabila terdapat pengembalian pendapatan maka harus dianalisis terlebih dahulu sifat pengembalian tersebut. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.

Sebagai contoh:

Berdasarkan peraturan perundang-undangan pembayaran Pajak X dibayar secara cicilan setiap bulan berdasarkan jumlah pajak yang dibayar pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2005 jumlah pajak yang sudah dibayar setap bulan sebesar Rp1.200.000,00. Ternyata setelah diperhitungkan pada akhir tahun, pajak yang menjadi beban perusahaan tersebut pada tahun hanya Rp1.000.000,00. Pengembalian kelebihan pajak Rp200.000,00 ini dibayarkan pada bulan Maret 2006.

Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2006 tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Pendapatan Pajak 200 juta Kas di Kas Daerah 200 juta

(Buku Pembantu: Pajak X)

Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.

Sebagai contoh:

Pada periode Januari sampai dengan November 2005 terdapat penerimaan pendapatan retribusi ijin mendirikan bangunan sebesar Rp 100 juta. Pada bulan Desember 2005 diketemukan adanya kesalahan dan kelebihan penerimaan sebesar Rp5 juta. Kelebihan ini dikembalikan kepada yang berhak pada bulan Desember 2005.

Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2005 tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Pendapatan Ratribusi 5 juta

Kas di Kas Daerah 5 juta

Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.

Sebagai contoh:

Pada tahun 2005 terdapat penjualan tanah pemda seluas 1050 m2 dengan

harga Rp1.000,00 per m2. Pada tahun 2005 telah diterima seluruhnya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pada tahun 2006 oleh pembeli dilakukan pengukuran ulang, ternyata

luasnya hanya 1.000 m2, sehingga Pemerintah daerah harus

mengembalikan 50 x Rp 1.000,00 = Rp50.000,00. Pada tahun 2006 tidak

terjadi lagi penjualan tanah oleh pemda.

Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2006 tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Pengembalian Pendapatan/ SILPA 200 juta

Kas di Kas Daerah 200juta

C. Akuntansi Belanja

Dalam manajemen anggaran, pada prinsipnya belanja baru dapat dibayarkan setelah barang/jasa yang dibeli diterima Pemerintah. Pembayaran belanja dapat dilakukan secara langsung (LS) atau melalui dana kas kecil yang diberikan kepada para bendahara pengeluaran/pemegang kas.

1. Pembayaran langsung

Pembayaran diberikan secara langsung kepada yang berhak jika jumlah, peruntukan, dan penerimanya sudah pasti. Dokumen sumber untuk merekam pembayaran ini adalah Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS).

Sebagai contoh:

pembayaran gaji pegawai bulan Juni 2006 dengan SP2D LS sebesar Rp50 juta. Dari jumlah tersebut terdapat potongan PPh, Askes, Taspen, dan Taperum sebesar Rp3 juta.

Jurnal untuk pembayaran gaji pegawai tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Belanja Pegawai 50 juta Kas di Kas Daerah 50 juta

(Untuk mencatat belanja pegawai)

Kas di Kas Daerah 3 juta

Penerimaan PFK 3 juta

Potongan atas pembayaran yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan pihak lain dicatat sebagai penerimaan PFK, sebaliknya pada saat disetorkan kepada pihak lain yang berhak dicatat sebagai Penyetoran PFK. Penerimaan dan penyetoran PFK ini bukan transaksi anggaran tetapi dalam istilah keuangan dikenal sebagai transaksi transito. Oleh karena itu penerimaan/pengeluaran PFK tidak disajikan dalam LRA tetapi disajikan dalam Laporan Arus Kas.

Sebagai contoh:

Apabila potongan sebesar Rp3 juta di atas disetor ke Kas Negara akan dijurnal:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Pengeluaran PFK 3 juta Kas di Kas Daerah 3 juta

(Untuk mencatat penyetoran PFK)

Apabila terdapat belanja untuk perolehan aset tetap atau aset lainnya, maka pada saat terjadi pembayaran tidak hanya dilakukan pencatatan belanja tetapi sekaligus perolehan asetnya. Pencatatan aset tetap yang diperoleh dapat dilakukan dengan menggunakan jurnal pendamping yang seringkali dikenal sebagai jurnal korolari.

Sebagai contoh:

Dibeli mesin fotocopy seharga Rp60 juta dari PT Tritanu dan sudah dibayar secara langsung dengan SP2D LS pada tanggal 30 Mei 2006.

Jurnal untuk pembelian mesin fotocopy tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Belanja Modal – Peralatan dan Mesin

60 juta

Kas di Kas Daerah 60 juta

(Untuk mencatat realisasi belanja

modal)

Peralatan dan Mesin 60 juta Diinvestasikan dalam Aset

Tetap (Untuk mencatat perolehan mesin fotocopy)

60 juta

2. Pembayaran melalui Dana Kas Kecil

Pada saat dana kas kecil diberikan kepada para Bendahara

Pengeluaran/Pemegang Kas, di pemerintahan disebut uang persediaan (UP), belum membebani belanja.

Sebagai contoh:

Diberikan uang persediaan sebesar Rp10 juta kepada Sdr. Zulfikar, Bendahara pengeluaran di Dinas Perindustrian.

Jurnal untuk pemberian uang persediaan tersebut adalah:

No. Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Bendahara Pengeluaran 10 juta Kas di Kas Daerah 10

juta (Untuk mencatat pemberian uang muka kerja)

Pada saat dibelanjakan oleh Bendahara Pengeluaran belum diakui sebagai belanja. Pada saat dipertanggungjawabkan barulah diakui sebagai belanja.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Sebagai Contoh:

Dari UP telah dibelanjakan Rp8 juta untuk biaya perjalanan dinas. Pengeluaran tersebut dipertanggungjawabkan ke SKPKD dan setelah diverifikasi pengeluaran tersebut disetujui. Selanjutnya diberikan pengganti dengan menerbitkan SP2D-GU sebesar Rp8 juta.

Jurnal untuk pertanggungjawaban UP tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Belanja Barang 8 juta

Kas di Kas Daerah 8 juta (Untuk mencatat belanja perjalanan

dinas)

Pengeluaran yang dilakukan mendekati tutup tahun anggaran pada umumnya tidak diberikan penggantian UP. Sebagai pengesahan pertanggungjawaban, akan diterbitkan SPM dan SP2D GU Nihil.

Sebagai contoh:

Dari UP sejumlah Rp10 juta telah dibelanjakan Rp9 juta untuk belanja barang dan jasa. Pengeluaran ini dipertanggungjawabkan pada tanggal 27 Desember 2005. Terhadap pengeluaran ini tidak diberikan penggantian UP, tetapi diterbitkan SPM dan SP2D GU Nihil.

Jurnal SPM dan SP2D GU Nihil, adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Belanja Barang 9 juta Kas di Kas Daerah 9 juta

(Untuk mencatat belanja barang dan jasa)

Kas di Kas Daerah 9 juta

Kas di Bendahara Pengeluaran 9 juta

(Untuk mencatat pengembalian UP)

Terhadap sisa UP akan disetor kembali ke rekening Kas Umum Daerah.

Sebagai contoh:

Sisa UP untuk contoh di atas adalah Rp 1 juta. Jumlah tersebut disetor ke Kas Daerah pada tanggal 2 Januari 2006.

Jurnal untuk setoran sisa UP adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 1 juta Kas di Bendahara Pengeluaran 1 juta

(Untuk mencatat setoran sisa UP)

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Penerimaan Kembali Belanja

Walaupun pembayaran belanja telah dilakukan secara hati-hati, namun kadang-kadang terjadi kesalahan/kelebihan sehingga ada koreksi atau penerimaan kembali belanja di kemudian hari. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam Pendapatan lain-lain.

Sebagai contoh:

Pada bulan Juni 2006 diterima kembali belanja pegawai bulan Maret 2006

sejumlah Rp2 juta.

Jurnal untuk penerimaan kembali belanja tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 2 juta Belanja Pegawai 2 juta

(Untuk mencatat penerimaan kembali belanja pegawai)

Sebagai contoh:

Pada bulan Juni 2006 diterima pengembalian belanja perjalanan dinas sejumlah Rp5 juta dari seorang pegawai yang dibayarkan pada tahun

2005.

Jurnal untuk penerimaan kembali belanja tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 5 juta

Pendapatan lain-lain PAD 5 juta (Untuk mencatat penerimaan kembali perjalanan dinas tahun lalu)

D. Akuntansi Surplus/Defisit

Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit. Surplus/defisit diperoleh melalui jurnal penutup pendapatan dan belanja.

Sebagai contoh:

Pendapatan berjumlah Rp1.000 juta dan belanja berjumlah Rp900 juta.

Jurnal penutupnya adalah:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Pendapatan.... 1000 juta

Belanja..... 900 juta Surplus/defisit 100 juta

(Untuk menutup pendapatan dan belanja)

E. Akuntansi Pembiayaan

Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran. Transaksi pembiayaan dapat berupa transaksi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

1. Akuntansi Penerimaan Pembiayaan

Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan kas daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan perusahaan daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, dan penjualan investasi permanen lainnya. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima di Kas Daerah.

Terhadap setiap penerimaan pembiayaan dibuat 2 (dua) jurnal. Pertama, untuk mengakui realisasi penerimaan anggaran, kedua,j urnal korolari untuk mengakui akun neraca terkait yang dipengaruhi transaksi tersebut.

Sebagai contoh:

Pada tahun 2006 diterima pinjaman dari Pemerintah Pusat sejumlah Rp500 juta. Pinjaman ini merupakan pinjaman jangka panjang, yang akan diangsur selama 5 tahun mulai tahun 2008.

Jurnal untuk penerimaan pinjaman tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 500 juta Penerimaan Pinjaman 500 juta

(Untuk mencatat penerimaan pinjaman dari Pemerintah Pusat)

Dana yg harus disediakan untuk pembayaran utang jk panjang

Utang kepada Pemerintah Pusat

(Untuk mencatat utang jangka

panjang dari Pemerintah Pusat)

500 juta

500 juta

2. Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan

Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran kas daerah karena memberikan pinjaman kepada pihak ketiga, pembentukan dana

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 18

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

cadangan, penyertaan modal pemerintah, dan pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkannya kas dari Kas Daerah.

Sebagai contoh:

Dikeluarkan uang sejumlah Rp100 juta sebagai penyertaan modal pada PDAM.

Jurnal untuk pengeluaran penyertaan modal pada PDAM tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Pengeluaran Penyertaan Modal Pemda

100 juta

Kas di Kas Daerah 100 juta (Untuk mencatat penyertaan modal pada PDAM)

Penyertaan Modal Pemda 100 juta

Diinvestasikan dalam Investasi Jk Panjang

(Untuk mencatat penyertaan modal pada PDAM)

100 juta

3. Akuntansi Pembiayaan Neto

Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto.

Sebagai contoh:

Selama satu tahun anggaran, penerimaan pembiayaan berasal dari penerimaan pinjaman sejumlah Rp200 juta, dan pengeluaran pembiayaan hanya untuk penyertaan modal sejumlah Rp250 juta.

Jurnal penutupnya adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Penerimaan Pinjaman 200 juta

Pembiayaan Neto 50 juta Pengeluaran Penyertaan Modal

(Untuk menutup penerimaan dan pengeluaran pembiayaan)

250 juta

F. Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran

Selisih lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA/SIKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SILPA/SIKPA.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 19

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SILPA/SIKPA diperoleh dari penutupan akun Surplus/Defisit dan

Pembiayaan Neto pada akhir tahun anggaran.

Sebagai contoh:

Surplus/defisit pada contoh di atas bersaldo kredit Rp100 juta sedangkan

Pembiayaan Neto bersaldo debet Rp50 juta.

Jurnal penutupnya adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Surplus/Defisit 100 juta

Pembiayaan Neto 50 juta

SILPA 50 juta (Untuk menutup Surplus/defisit dan Pembiayaan neto)

G. Transaksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Berbentuk Barang

Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam bentuk

barang/aset harus dilaporkan dalam LRA dengan cara menaksir nilai aset

tersebut pada tanggal transaksi. Berhubung transaksi ini harus dicatat sebagai

pendapatan dan belanja atau pembiayaan, maka perlu dibuatkan dokumen

anggaran sebagai pendapatan, belanja, atau pembiayaan sebagai dokumen

pengesahan anggaran. Berdasarkan dokumen pengesahan inilah dibuat jurnal

untuk mencatat transaksi ini. Berhubung transaksi ini tidak melibatkan arus

kas maka transaksi ini tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas.

Di samping itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh transaksi berwujud barang adalah hibah dalam wujud barang dan barang rampasan.

Sebagai contoh:

Diterima hibah dari UNICEF sebuah mobil ambulance seharga Rp200 juta.

Jurnal penerimaan hibah berupa barang ini adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit

Kas di Kas Daerah 200 juta Pendapatan Hibah 200 juta

(Untuk mencatat pendapatan hibah berupa kendaraan dari UNICEF)

Belanja Modal – Peralatan dan

Mesin

200 juta

Kas di Kas Daerah 200 juta

(Untuk mencatat perolehan kendaraan dari hibah UNICEF)

Peralatan dan Mesin 200 juta

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

(Untuk mencatat hibah berupa kendaraan dari UNICEF)

200 juta

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 20

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

1. Penyajian antara anggaran dan realisasi dalam Laporan Realisasi Anggaran:

a. harus disajikan secara tersanding b. penyajian realisasi tidak harus mengikuti anggaran c. anggaran dilaporkan terpisah untuk legislatif saja

d. jawaban a dan b benar.

2. Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang memuat informasi mengenai: a. pendapatan b. belanja

c. pembiayaan d. jawaban a, b, dan benar.

3. Basis akuntansi yang dianut dalam penyajian Laporan Realisasi

Anggaran: a. kas b. akrual c. kas menuju akrual d. kas dan akrual.

4. Pendapatan yang dipungut oleh Bendahara Penerimaan yang belum

disetorkan ke Kas Daerah:

a. diakui sebagai pendapatan b. belum diakui sebagai pendapatan c. diakui sebagai transfer

d. diakui sebagai kiriman uang.

5. Pembayaran belanja misalnya untuk pembelian barang yang dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah diakui sebagai pengeluaran belanja pada saat: a. telah dibayarkan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD ybs. b. kwitansi diterima dari rekanan c. pengeluaran tersebut diverifikasi oleh Kas Daerah d. di-SPJ-kan oleh Bendahara Pengeluaran.

6. Jenis penerimaan di bawah ini diakui sebagai pendapatan pemerintah

daerah kabupaten, kecuali:

a. retribusi pasar b. dana Alokasi Umum c. transfer dana pembantuan dari provinsi untuk desa d. bagian pajak penghasilan dari Pemerintah Pusat.

7. Belanja dalam lembar muka Laporan Realisasi Anggaran diklasifikasikan

berdasarkan:

a. jenis belanja b. organisasi

c. fungsi d. jawaban a, b, dan c. benar.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 21

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

8. Transaksi dana cadangan dalam Laporan Realisasi Anggaran disajikan

dalam:

a. kelompok belanja b. kelompok pendapatan c. kelompok pembiayaan

d. kelompok tersendiri bukan jawaban a, b, dan c.

9. Penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari potongan Pajak Penghasilan dalam Laporan Realisasi Anggaran disajikan sebagai: a. transfer b. penerimaan pembiayaan c. tidak disajikan

d. disajikan sebagai SiLPA.

10. Akuntansi anggaran mencatat transaksi keuangan pemerintahan:

a. pada saat realisasi b. sejak pengesahan anggaran c. sejak otorisasi anggaran

d. setelah ada bukti penerimaan dan pengeluaran kas. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 22

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN 1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 – 23

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komponen laporan keuangan yang dipersyaratkan Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP) terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan

Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyajian keempat komponen

secara umum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)

01. Pos-pos neraca diatur dalam PSAP 05, PSAP 06, PSAP 07, PSAP 08, PSAP 09.

Laporan Realisasi Anggaran diatur secara khusus dalam PSAP 02, Laporan Arus

Kas diatur secara khusus dalam PSAP 03, dan Catatan atas Laporan Keuangan

diatur secara khusus dalam PSAP 04.

Modul ini membahas mengenai Laporan Arus Kas sesuai dengan PSAP 03.

Laporan Arus Kas merupakan laporan keuangan yang memberikan informasi

historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan

mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset

nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode akuntansi.

Laporan Arus Kas mempunyai kekhususan. Laporan tersebut

menggambarkan saldo awal kas, perubahan selama periode tertentu, dan saldo

akhir. Dalam Laporan Arus Kas disajikan seluruh arus masuk dan keluar kas

serta saldo baik yang berasal dari transaski yang berhubungan dengan anggaran

maupun yang tidak. Laporan ini juga hanya disajikan oleh unit yang mempunyai

fungsi perbendaharaan

Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai

sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode

akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini

disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan

Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami pengertian Kas dan Setara Kas serta manfaat informasi

Laporan Arus Kas;

2. Mengetahui bentuk dan struktur Laporan Arus Kas;

3. Memahami dasar pengklasifikasian penyajian Laporan Arus Kas;

4. Mengetahui entitas pelaporan arus kas;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

5. Memahami metode penyajian Laporan Arus Kas;

6. Menyajikan Laporan Arus Kas.

C. Deskripsi Singkat

Laporan Arus Kas merupakan salah satu komponen laporan keuangan

pemerintah. Laporan ini menggambarkan arus masuk dan arus keluar kas

selama satu periode kemudian dihubungkan dengan saldo kas awal dan akhir

periode. Arus kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas-aktivitas. Laporan Arus

Kas berhubungan dengan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca.

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara

pemaparan teori yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi soal-soal latihan

dan contoh kasus yang bertalian dengan penyusunan Laporan Arus Kas.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

PENGERTIAN DAN MANFAAT LAPORAN ARUS KAS

A. Pengertian

Laporan Arus Kas merupakan laporan yang menyajikan informasi

mengenai penerimaan dan pengeluaran kas melalui kas umum negara/kas

daerah selama periode tertentu. Pada dasarnya aktivitas keuangan pemerintah

sebagian besar merupakan penerimaan dan pengeluaran kas negara/daerah

dalam rangka pencapaian sasaran-sasaran yang ditetapkan. Bahkan penentuan

adanya hak dan kewajiban pemerintah diakui pada saat kas diterima atau

dikeluarkan dari kas umum negara/kas daerah. Hal ini sesuai dengan basis yang

dianut yaitu basis kas menuju akrual.

Laporan Arus Kas menggambarkan arus masuk dan arus keluar kas dan

setara kas. Arus kas masuk dapat berasal dari penerimaan tunai pendapatan,

penjualan aset tetap, pencairan dana cadangan, penjualan kekayaan daerah

yang dipisahkan, pinjaman bahkan penerimaan atas potongan pembayaran yang

dilakukan pemerintah (PFK). Arus kas keluar misalnya pembayaran tunai belanja

pegawai, belanja modal, pembayaran cicilan hutang, pemberian pinjaman,

pembentukan dana cadangan, penyertaan modal pemerintah, dan penyetoran

kepada pihak ketiga (PFK) atas pemotongan yang telah dilakukan.

Penerimaan dan pengeluaran kas dalam Laporan Arus Kas disajikan

berdasarkan aktivitas-aktivitas keuangan pemerintahan. Penerimaan dan

pengeluaran dikelompokkan berdasarkan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut

terdiri dari aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, aktivitas pembiayaan,

dan aktivitas nonanggaran. Hal ini berbeda dengan penyajian yang ada dalam

Laporan Realisasi Anggaran.

Pada dasarnya penerimaan dan pengeluaran yang tercantum dalam

Laporan Arus Kas sama dengan penerimaan dan pengeluaran yang ada dalam

Laporan Realisasi Anggaran. Pendapatan dan belanja juga penerimaan dan

pengeluaran pembiayaan seperti yang tercantum dalam Laporan Realisasi

Anggaran diakui berdasarkan penerimaan dan pengeluaran kas di kas

negara/daerah. Hal ini disebabkan basis yang dianut dalam penyajian Laporan

Realisasi Anggaran yaitu basis kas.

Akan tetapi ada transaksi keuangan pemerintah yang menimbulkan

penerimaan dan pengeluaran kas tetapi tidak dianggarkan. Artinya transaksi

tersebut tidak tercantum dalam Laporan Realisasi Anggaran. Transaksi atau

aktivitas ini disebut transaksi nonanggaran. Transaksi ini sebenarnya merupakan

penerimaan kas untuk dan atas nama pihak lain yang harus diserahkan kepada

pihak tersebut. Oleh karena itu transaksi ini disebut transaksi perhitungan pihak

ketiga (PFK). Misalnya, pemerintah daerah diwajibkan memungut pajak

penghasilan atas pembayaran gaji atau honor yang dilakukan. Pemungutan

tersebut untuk dan atas nama Pemerintah Pusat (Ditjen Pajak) dan harus disetor

kepada Pemerintah Pusat (Ditjen Pajak). Transaksi ini merupakan arus masuk

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dan keluar kas dan mempengaruhi posisi kas tetapi tidak masuk dalam Laporan

Realisasi Anggaran.

Transaksi nonanggaran menjadi faktor yang membedakan substansi

Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas. Hal lain yang membedakan

adalah penyajian. Penerimaan dan pengeluaran kas dalam Laporan Realisasi

Anggaran diklasifikasikan berdasarkan jenis belanja sedangkan penyajian dalam

Laporan Arus Kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas keuangan pemerintahan.

Pengertian kas dan setara kas yang ada dalam Laporan Realisasi

Anggaran sama dengan pengertian kas dan setara kas dalam neraca. Dalam

Laporan Arus Kas terdapat tiga jenis kas yang mempunyai nama dan jenis yang

sama dalam neraca. Jenis kas dan setara kas yang dimaksud untuk Pemda

adalah Kas di Kas Daerah, Kas di Bendahara Pengeluaran, dan Kas di Bendahara

Penerimaan. Saldo-saldo yang ditunjukkan dalam Laporan Arus Kas harus

menunjukkan jumlah yang sama dalam neraca.

B. Manfaat Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Informasi arus

masuk dan keluar kas dalam Laporan Arus Kas berguna untuk melihat transaksi

kas di masa lalu dan memprediksi arus kas di masa yang akan datang. Dalam

paragraf 5, 6, dan 7 PSAP 03 mengungkapkan bahwa Laporan Arus Kas

berguna:

- sebagai indikator jumlah arus kas di masa yang akan datang, serta berguna

untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat

sebelumnya;

- sebagai alat pertanggung-jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar

selama periode pelaporan;

- memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam

mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas

pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan

solvabilitas).

Realisasi arus kas dapat dijadikan sebagai indikator arus kas di masa yang

akan datang. Kejadian yang akan datang dapat diperkirakan dari realisasi yang

terjadi saat ini. Perkiraan atau prediksi ini akan lebih baik kalau didasarkan pada

data masa lalu lebih dari satu. Data lebih dari satu ini dapat disusun dalam

bentuk analisis kecenderungan (trend) untuk mendapatkan perkiraan yang lebih

tepat. Arus kas dapat digunakan dalam analisis trend untuk memperkirakan arus

kas di masa yang akan datang.

Arus kas merupakan transaksi penting dalam pemerintahan. Arus kas

keluar dan masuk merupakan prediksi sebelum terjadi. Sebuah Laporan Arus

Kas menunjukkan realisasi arus kas yang diprediksi sebelumnya. Oleh karena

itu, Laporan Arus Kas yang disusun dapat dijadikan untuk menilai kecermatan

taksiran yang telah dibuat sebelumnya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Penerimaan dan penggunaan kas sebenarnya direncanakan dan disepakati

dari awal. Jenis-janis penerimaan dan pengeluaran yang ada dalam Laporan

Realisasi Anggaran juga merupakan kesepakatan adanya penerimaan dan

pengeluaran kas untuk berbagai aktivitas. Oleh karena itu penyajian laporan

Arus Kas juga merupakan bentuk pertanggungjawaban.

Laporan Arus Kas sebagai pertanggungjawaban terkait juga dengan fungsi

yang menyajikannya. Laporan Arus Kas dibuat oleh unit yang memegang fungsi

perbendaharaan. Fungsi perbendaharaan yang dimaksud adalah Bendahara

Umum Negara/Bendahara Umum Daerah sehingga merupakan bentuk

pertanggungjawaban Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.

Informasi mengenai arus kas juga dapat dijadikan bahan evaluasi aktiva

bersih atau ekuitas. Peningkatan jumlah kas akan meningkatkan juga ekuitas.

Kas di Kas Daerah dan Kas di Bendahara Pengeluaran dalam konteks Pemda

akan dapat dilihat dalam rekening kelompok ekuitas yaitu SiLPA. Sementara itu,

Kas di Bendahara Penerimaan juga dapat dilihat dalam kelompok ekuitas tetapi

dengan nama akun Pendapatan Ditangguhkan. Hal ini merupakan pencerminan

konsep rekening yang saling menyeimbangkan (self balancing account).

Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset

nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang

memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas

tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga

dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi

aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.

Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa

aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok

utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke

dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga utang akan

diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

BENTUK DAN STRUKTUR LAPORAN ARUS KAS

Bentuk dan struktur Laporan Arus Kas merupakan kerangka atau acuan

dalam penyajian Laporan Arus Kas. Bentuknya terdiri dari uraian berbagai

aktivitas yang disajikan secara stafel diurutkan dari atas ke bawah. Penyajian

didahului dengan arus kas masuk dan keluar berbagai aktivitas. Kemudian

disajikan saldo awal dan saldo akhir kas.

Struktur Laporan Arus Kas terdiri dari arus masuk dan keluar kas

berbagai aktivitas. Dari arus masuk dan arus masuk setiap aktivitas akan

diperoleh arus kas bersih dari setiap aktivitas. Arus kas bersih setiap aktivitas

dijumlahkan sehingga diperoleh kenaikan atau penurunan kas. Jika arus

penjumlahan arus kas bersih setiap aktivitas positif berarti ada kenaikan kas.

Sebaliknya jika penjumlahan arus kas bersih setiap aktivitas negatif maka

terjadi penurunan kas. Kenaikan atau penurunan kas akan ditambahkan dengan

saldo akhir sehingga diperoleh saldo akhir. Saldo akhir yang dihasilkan dari

penjumlahan ini harus sama dengan yang tercatat di neraca untuk masing-

masing akun yang berkaitan.

Aktivitas yang dijadikan dasar dalam penyajian Laporan Arus Kas terdiri

dari aktivitas operasi, aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.

Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang

ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode akuntansi.

Aktivitas investasi aset nonkeuangan adalah aktivitas penerimaan dan

pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap dan

aset nonkeuangan lainnya. Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan

kas yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima

kembali yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi

jangka panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan

dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran. Aktivitas

nonanggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak

mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan

pemerintah.

Aktivitas-aktivitas dalam penyajian Laporan Arus Kas diuraikan lebih rinci

sebagai berikut:

A. Aktivitas Operasi

Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang menunjukkan

kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk

membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa

mengandalkan sumber pendanaan dari luar.

Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari:

1. Penerimaan Perpajakan;

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Penerimaan Hibah;

4. Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi

Lainnya; dan

5. Transfer masuk.

Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk pengeluaran:

1. Belanja Pegawai;

2. Belanja Barang;

3. Bunga;

4. Subsidi;

5. Bantuan Sosial;

6. Hibah;

7. Belanja Lain-lain; dan

8. Transfer keluar.

Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang sifatnya

sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan dan

penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi.

Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan suatu

entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal kerja,

penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, maka

pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi.

Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.

B. Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan

Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan mencerminkan

penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan

sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung

pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.

Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri dari:

1. Penjualan Aset Tetap;

2. Penjualan Aset Lainnya.

Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri dari :

1. Perolehan Aset Tetap;

2. Perolehan Aset Lainnya.

C. Aktivitas Pembiayaan

Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan dan

pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau penggunaan

surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak lain terhadap

arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di masa yang

akan datang.

Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:

1. Penerimaan Pinjaman;

2. Penjualan Surat Utang Negara Pemerintah;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Hasil Privatisasi Perusahaan Negara/Daerah;

4. Penjualan Investasi Jangka Panjang Lainnya; dan

5. Pencairan Dana Cadangan.

Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:

1. Pembayaran Cicilan Pokok Utang;

2. Pembayaran Obligasi Pemerintah;

3. Penyertaan Modal Pemerintah;

4. Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan

5. Pembentukan Dana Cadangan.

D. Aktivitas Nonanggaran

Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan dan

pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja

dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara lain

Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan kas

yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau

diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes.

Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum

negara/daerah.

Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan PFK dan

kiriman uang masuk. Sedangkan, arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran

meliputi pengeluaran PFK dan kiriman uang keluar.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS

A. Entitas Penyaji Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas mempunyai ciri khas dalam penyajiannya. Tidak seluruh

entitas menyajikan Laporan Arus Kas. Laporan ini hanya disajikan oleh unit

yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Hal ini diatur dalam paragraf 12 PSAP

03 yang berbunyi sebagai berikut: Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan

menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi

perbendaharaan. Selanjutnya dalam paragraf 13 disebutkan: unit organisasi

yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang ditetapkan sebagai

bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum

negara/daerah.

Di pemerintah pusat unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah

bendaharawan umum negara. Di pemerintah daerah unit yang mempunyai

fungsi perbendaharaan adalah Bendahara Umum Daerah (BUD). Dengan

demikian yang membuat Laporan Arus Kas di pemerintah pusat adalah

Bendahara Umum Negara dan di pemerintah daerah Bendahara Umum Daerah.

Pada pemerintah daerah, entitas pelaporan yaitu entitas yang menyajikan

laporan keuangan yang dimaksudkan untuk tujuan umum hanya satu. Satuan

kerja perangkat daerah (SKPD) bukan merupakan entitas pelaporan. Dengan

demikian SKPD bukan tidak membuat Laporan Arus Kas.

Lain halnya di pemerintah pusat. Kementerian/Lembaga merupakan

entitas pelaporan tetapi tidak membuat Laporan Arus Kas. Laporan Arus Kas

hanya dibuat oleh Bendaharawan Umum Negara yaitu Menteri Keuangan.

B. Metode Penyajian Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas dapat disajikan dalam dua metode. Entitas pelaporan

dapat menyajikan arus kas dari aktivitas operasi dengan cara:

1. Metode Langsung

Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran

kas bruto.

2. Metode Tidak Langsung

Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-

transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual)

penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur

pendapatan dan belanja dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas

investasi aset nonkeuangan dan pembiayaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya menggunakan

metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi. Keuntungan

penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas

di masa yang akan datang;

2. Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan

3. Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat

langsung diperoleh dari catatan akuntansi.

Disamping itu, dengan basis yang dianut saat ini belum memungkinkan

digunakannya metode tidak langsung. Transaksi-transaksi nonkas tidak secara

langsung mempengaruhi posisi kas dan penangguhan-penangguhan tidak dapat

disajikan. Oleh karena itu sangat beralasan jika metode yang disarankan untuk

digunakan adalah metode langsung.

C. Hubungan Laporan Arus Kas Dan Neraca

Paragraf 52 PSAP 03 menyebutkan “Entitas pelaporan mengungkapkan

komponen kas dan setara kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama

dengan pos terkait di Neraca”. Artinya, ada hubungan atau kesesuaian antara

jumlah-jumlah yang ada dalam Laporan Arus Kas dan Neraca.

Untuk menjelaskan hubungan Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran tersebut

diambil contoh di bawah ini. Misalkan di awal tahun 2005 sebuah entitas pemda

memiliki struktur kas sebagai berikut:

- Kas di Kas Daerah Rp 60.000,00

- Kas di Bendahara Pengeluaran Rp 8.000,00

- Kas di Bendahara Penerimaan Rp 3.000,00

Pada tanggal 10 Januari 2005 saldo kas yang ada di Bendahara Pengeluaran

disetorkan ke Kas Daerah. Selama tahun 2005 Pemda tersebut menerima

pendapatan sebesar Rp740.000,00 dan mengeluarkan belanja sebesar

Rp700.000,00. Dalam realisasi pendapatan termasuk yang berasal dari

pendapatan yang telah diterima oleh Bendahara Penerimaan. Belanja tersebut

termasuk pengeluaran dari Bendahara Pengeluaran yang sudah di-SPJ-kan dan

telah terbit SPM-UYHD Nihil sebesar Rp250.000,00. Nilai SPM UYHD awal yang

diterima oleh Bendahara Pengeluaran dari Kas Daerah adalah sebesar

Rp259.000,00. Dengan demikian jumlah belanja yang dibayar langsung oleh Kas

Daerah hanya sebesar Rp450.000,00. Dengan transaksi di atas maka dalam

Neraca per 31 Desember 2005, saldo Kas di Kas Daerah pada akhir tahun

sebesar Rp99.000,00, dan saldo Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar

Rp9.000,00. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk saldo buku besar sebagai

berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Kas di Kas Daerah

Uraian Debet Kredit Saldo

Saldo Awal 60.000

Setoran dari Bend Pengeluaran 8.000 68.000

Pendapatan 740.000 808.000

Pengeluaran ke Bend Pengel 259.000 549.000

Pengeluaran Belanja 450.000 99.000

Kas di Bendahara Pengeluaran

Uraian Debet Kredit Saldo

Saldo Awal 8.000

Setoran ke Kas Daerah 8.000 -

Penerimaan dari Kas Daerah 259.000 259.000

Pengeluaran Belanja 250.000 9.000

Dengan pendekatan UUDP, transaksi selama satu tahun di atas

mengakibatkan kenaikan kas sebesar Rp40.000,00 yaitu selisih dari pendapatan

sebesar Rp740.000,00 dan belanja sebesar Rp700.000,00. Diasumsikan bahwa

pada akhir tahun terdapat Kas di Bendahara Penerimaan sebesar Rp4.500,00

bagaimana melaporkan posisi kas awal dan akhir serta kenaikan kas dalam

Laporan Arus Kas? Mengikuti Ilustrasi yang ada di PSAP 03 maka kenaikan kas

serta posisi awal dan posisi akhir akan dilaporkan sebagai berikut:

- Kenaikan Kas Rp 40.000,00

- Saldo Awal Kas di BUD Rp 68.000,00

- Saldo Akhir Kas di BUD Rp 108.000,00

- Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan Rp 4.500,00

- Saldo Akhir Kas Rp 112.500,00

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Saldo Kas yang ada di Neraca adalah sebesar Rp112.500,00 yang

berasala dari: saldo Kas di Kas Daerah dan Kas di Bendahara Pengeluaran

sebesar Rp108.000,00 dan Kas di Bendahara Penerimaan sbesar Rp4.500,00.

Dengan pendekatan UP sama dengan UYHD, transaksi selama satu tahun

di atas mengakibatkan kenaikan kas sebesar Rp40.000,00 yang terdiri dari

kenaikan Kas di Kas Daerah sebesar Rp39.000,00 dan kenaikan Kas di

Bendahara Pengeluaran sebesar Rp1.000,00. Kenaikan Kas di Kas Daerah adalah

selisih antara pendapatan sebesar Rp740.000,00 dengan belanja sebesar

Rp700.000,00 serta selisih antara pembentukan UP dan penerimaan

pengembalian UP (Rp259.000,00-258.000,00). Diasumsikan bahwa pada akhir

tahun terdapat Kas di Bendahara Penerimaan sebesar Rp4.500,00 bagaimana

melaporkan posisi kas awal dan akhir serta kenaikan kas dalam Laporan Arus

Kas? Mengikuti Ilustrasi yang ada di PSAP 03 maka kenaikan kas serta posisi

awal dan posisi akhir akan dilaporkan sebagai berikut:

- Kenaikan Kas Rp 39.000,00

- Saldo Awal Kas di BUD Rp 60.000,00

- Saldo Akhir Kas di Kas Daerah Rp 99.000,00

- Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran Rp 9.000,00

- Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan Rp 4.500,00

- Saldo Akhir Kas Rp 112.500,00

Saldo akhir kas menurut pendekatan UYHD dan UP menghasilkan saldo akhir

yang sama sebesar Rp112.500,00.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

Pilihan Ganda:

1. Aktivitas-aktivitas yang dijadikan dasar dalam penyajian Laporan Arus Kas,

kecuali:

a. operasi

b. investasi nonkeuangan

c. dana cadangan

d. pembiayaan.

2. Jenis-jenis akun yang terkait antara Laporan Arus Kas dan di Neraca

pemerintah daerah adalah sebagai berikut kecuali:

a. Kas di BUD

b. Kas di Kas Daerah

c. Kas di Bendahara Penerimaan

d. Kas di Bendahara Pengeluaran.

3. Saldo dana cadangan Pemda dalam bentuk rekening tertentu di sebuah bank,

pelaporannya dalam Laporan Arus Kas adalah:

a. dilaporkan dalam aktivitas pembiayaan

b. dilaporkan dalam saldo akhir kas di BUD

c. tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas

d. dilaporkan dalam aktivitas operasi.

4. Basis yang dianut dalam penyajian Laporan Realisasi Anggaran (LRA) adalah

basis kas, akan tetapi Laporan Arus Kas (LAK) berbeda dengan LRA dalam

hal:

a. penyajian transaksi non anggaran

b. penyajian belanja

c. penyajian pendapatan

d. penyajian pembiayaan.

5. Metode langsung disarankan dalam penyajian Laporan Arus Kas karena:

a. Metode lain tidak dikenal di SAP

b. lebih mudah

c. Tidak perlu jurnal

d. Metode langsung dan tidak langsung sebenarnya sama saja penyajiannya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah;

11. Modul Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Revisi 2, Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan, 2005.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 03 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan keuangan pemerintah disusun untuk tujuan umum dan tujuan

khusus. Laporan bertujuan umum karena laporan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi keuangan yang lazim. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Adapun laporan keuangan pemerintah sendiri meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan tahunan.

Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat

mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Kesalahpahaman ini dapat saja disebabkan oleh persepsi dari pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual. Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus disertai dengan Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci

atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 04.

B. Tujuan Pembelajaran

Dengan mempelajari modul ini, diharapkan peserta pendidikan dan

pelatihan akan dapat memperoleh pemahaman umum dan pemahaman khusus sekaitan dengan Catatan atas Laporan Keuangan.

1. Tujuan Pembelajaran Umum

Tujuan umum dari pembelajaran ini adalah memberi peserta pendidikan dan pelatihan pemahaman akan:

1) Arti penting pelaporan yang memadai bagi pengambilan keputusan 2) Relevansi Catatan atas Laporan Keuangan sebagai sumber informasi yang

menjelaskan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam kerangka pelaporan yang memadai

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Tujuan khusus dari pembelajaran ini adalah memberi peserta pendidikan dan pelatihan pemahaman tentang penyusunan Catatan atas Laporan Keuangan dengan memuat informasi yang berkaitan dengan:

1) kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-

undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

2) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 3) ikhtisar pencapaian kinerja program selama tahun pelaporan 4) dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi

yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian- kejadian penting lainnya;

5) informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

6) pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan

7) informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

C. Deskripsi Singkat

Catatan atas Laporan Keuangan merupakan salah satu dari komponen

Laporan Keuangan di samping Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan ini merupakan bentuk Laporan yang paling tidak terstruktur, namun harus disajikan secara baik, terutama pada penjelasan per pos laporan keuangan harus sesuai dengan tata urutan pos-pos tersebut dalam penyajian laporan keuangan. Agar mudah dipahami Catatan atas Laporan Keuangan diharapkan memuat informasi penting secara lengkap, sehingga dapat menjadi sumber informasi yang sangat relevan dalam pengambilan keputusan.

Sistem akuntansi pemerintah pada prinsipnya mencatat transaksi

keuangan pemerintah, oleh karena itu informasi yang disajikan, termasuk Catatan atas Laporan Keuangan, adalah informasi yang berhubungan dengan anggaran dan realisasi anggaran. Pada intinya, Catatan atas Laporan Keuangan ini menguraikan berbagai hal yang dianggap penting yang telah memengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, yang apabila tidak dijelaskan akan dapat menyesatkan pembaca laporan keuangan pemerintah. Akan tetapi, mengingat formatnya yang tidak terstruktur karena boleh diisi dengan informasi berbentuk narasi, grafik dan tabel, pendekatan pengisiannya menjadi sangat subjektif dan terkendala oleh ketidakjelasan batasan tentang seberapa banyak informasi yang dapat dianggap memadai.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

D. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pembelajaran andragogi. Oleh karena itu, suatu sesi interaktif antara instruktur dengan peserta pendidikan dan pelatihan akan sangat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Untuk itu, pada tahap awal, instruktur akan memberi pemaparan teori

yang terutama dikaitkan dengan PSAP 04 beserta ilustrasi yang terkait. Pemaparan teori dan ilustrasi ini diharapkan dapat membuka pembahasan aktif atas berbagai permasalahan aktual baik yang berasal dari instruktur maupun yang berasal dari pengalaman peserta pelatihan.

Diskusi topik Catatan atas Laporan Keuangan diupayakan tetap terfokus

pada pengertian berbagai aspek, cara penyajian, dan berbagai permasalahan teoretis maupun praktis yang dihadapi guna mendapatkan pemecahan secara bersama-sama.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN YANG MEMADAI

A. Asimetri Informasi Keuangan Negara

Pemerintah pusat dan daerah adalah entitas yang mempunyai aset yang

signifikan dibandingkan dengan entitas ekonomi lain dalam suatu negara. Oleh karena itu, dinamika ekonomi dalam suatu negara pasti sangat dipengaruhi oleh dinamika perubahan dalam posisi keuangan, operasi, dan arus kas suatu entitas pemerintahan. Seluruh perubahan ini digambarkan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Keberadaan standar akuntansi pemerintah yang mengatur pengakuan, penilaian, pencatatan, dan pengungkapan seluruh transaksi yang memengaruhi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas diharapkan dapat menjembatani antara persepsi para penyaji laporan keuangan dengan para pengguna, yang berada dalam suatu asimetri informassi. Artinya, kompleksitas permasalahan, kompleksitas semantika, dan kompleksitas struktur informasi yang dicoba dikomunikasikan oleh pemerintah kepada para investor, kreditor, dan masyarakat pada umumnya diharapkan sudah dapat dijabarkan dalam standar akuntansi mengenai penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas.

Akan tetapi, bagaimanapun komprehensifnya standar ini, kenyataan

bahwa para pengguna bervariasi dalam hal kemampuan memaknai berbagai hal yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas tetap membuka kemungkinan adanya kesalahpahaman. Struktur laporan dan semantika yang ada di dalam laporan ini mungkin tidak sepenuhnya mampu ditanggapi secara pragmatis oleh para pengguna yang tingkat pengetahuannya Sangay bervariasi.

Asimetri informasi yang terjadi antara penyaji dan pengguna dapat

menimbulkan dampak negatif. Pertama, kesempatan bagi sebagian pihak yang menguasai informasi untuk mengambil keuntungan dari pihak lain yang kurang memperoleh informasi. Kedua, sebagian pihak yang menguasai informasi akan mengupayakan adanya informasi yang akan bermanfaat bagi pencapaian tujuannya sendiri, sementara pihak lain yang tidak menguasai informasi tidak memiliki peluang yang sama untuk melakukannya Scott (2006).

Dengan adanya estándar diharapkan dapat mengurangi asimetri

informasi, penggunaan standar sebagai perangkat insentif akan sangat relevan bagi pemerintah untuk memberi sinyal yang tentang pengelolaan keuangan. Dengan demikian, masyarakat sebagai pengguna dapat memperoleh keyakinan tentang informasi yang mereka perlukan untuk pengambilan keputusan. Hal ini sekaligus dapat digunakan oleh pemerintah untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan keuangan negara/daerah.

Salah satu praktik pemberian sinyal (signalling) yang baik ini adalah

dengan memberikan pengungkapan yang memadai (full disclosure). Catatan atas Laporan Keuangan menemui arti pentingnya di sini, karena seperti pada pelaporan keuangan sektor komersial, ia adalah tak ubahnya seperti Management Discussion Analysis. Pada bagian MDA inilah manajemen dapat

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

memaparkan segala hal menyangkut manajemennya yang akan memengaruhi apresiasi pengguna laporan keuangan terhadap informasi keuangan yang diberikan. Diharapkan, dengan pemaparan ini, manajemen akan mendapat apresiasi yang lebih baik dari pengguna laporan keuangan sebagai insentifnya.

B. Insentif bagi Penyajian Laporan Keuangan yang Memadai

Penganggaran pemerintah dewasa ini tidak lagi dapat dipisahkan dari

sistem kapitalisme yang bertumpu pada pasar modal dan pasar uang. Dalam kasus Indonesia, tekanan defisit anggaran demi pembangunan telah membuat skema pembaiayaan anggaran harus ditempuh dengan berbagai cara, yang didominasi oleh penjualan berbagai surat berharga kepada publik dalam bentuk berbagai macam obligasi dan surat utang negara. Bagi investor, kelayakan harga pasar semua surat berharga ini pasti sangat terkait dengan risiko dari ketidakpastian. Ketidakpastian ini bisa timbul dari ketidakjelasan informsional mengenai berbagai hal yang menyangkut manajemen keuangan negara.

Dalam pengambilan keputusan ekonomi, para investor/kreditor/

masyarakat membutuhkan informasi yang lengkap. Tanpa informasi tersebut, dikhawatirkan investor akan menghargai surat berharga negara secara tidak efisien dalam artian harga yang ditetapkan jauh menyimpang daripada harga pasar wajarnya. Informasi yang memadai diharapkan akan dapat memasok bahan pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusannya.

Harga yang wajar yang diperoleh dari hasil pertimbangan informasional

oleh investor inilah yang menjadi insentif ekonomis utama yang dapat diperoleh dari pemberian Catatan atas Laporan Keuangan. Bagaimanapun, ketika fundamental ekonomi, baik fiskal mupun moneter tidak dapat diungkap dengan memadai hanya oleh Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, adalah logis jika pemerintah mengeliarkan Catatan atas Laporan Keuangan. Manfaat yang diperoleh terlalu besar untuk tidak diupayakan melalui pemberian informasi yang memadai.

Di samping itu, Catatan atas Laporan Keuangan pun pasti lebih

bersesuaian dengan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi sebagai bagian dari good governance. Berbagai informasi kualitatif akan lebih mungkin mengungkapkan kebijakan pemerintah dalam penganggaran, pengelolaan aset dan kewajiban, dan bahkan penggunaan ekuitas dana yang tersedia secara terbuka. Selain itu, di dalam bagian inilah juga kinerja dari realisasi kebijakan tersebut dapat dilaporkan sebagai bagian dari akuntabilitas keuangan dalam bahasa yang lebih mudah dicerna oleh lebih banyak pengguna laporan keuangan. Tentu, dengan pemahaman yang semakin meluas ini, diharapkan masyarakat dapat lebih berpartisipasi dalam menyikapi kondisi keuangan neagra yang dilaporkan secara lebih pragmatis.

C. Catatan atas Laporan Keuangan sebagai Wujud Penyajian Laporan

Keuangan yang Memadai

Apapun hasil dari realisasi anggaran, apapun kondisi posisi keuangan negara, dan bagaimanapun pola penerimaan dan pengeluaran kas negara yang

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dilaporkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, diharapkan semua itu merupakan hasil dari suatu sistem akuntansi pemerintah. Jika sistem akuntansi pemerintah adalah black box, maka ada banyak hal di dalam sistem tersebut dan di sekitar sistem tersebut yang masih memerlukan klarifikasi. Klarifikasi inilah yang diupayakan untuk diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Beberapa hal pokok yang seyogyanya dimuat dalam Catatan atas Laporan

Keuangan secara memadai adalah mencakup tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:

1) Perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan

dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan untuk diketahui pembaca laporan keuangan.

2) Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan ikhtisar indikator dan pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan

3) Dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi. 4) Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi yang disesuaikan

dengan kondisi entitas pelaporan yang dimaksudkan untuk menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan.

5) Informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lain.

6) Informasi lain yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 7) Informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca

laporan.

Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan atas

Laporan Keuangan dapat disajikan secara naratif, dilengkapi dengan bagan, grafik, daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan. Apapun caranya, Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara keseluruhan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III LANGKAH-LANGKAH PENYAJIAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN A. Ketentuan Umum

7. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum.

8. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.

Pembaca tertentu seperti akademisi, praktisi bisnis, atau ahli keuangan apalagi akuntan dalam wacana akuntansi kerap diasosiasikan sebagai pengguna yang canggih (sophisticated user). Mereka boleh dianggap kalangan yang melek ’akuntansi’ sehingga dapat diyakini mampu memahami secara pragmatik, semantik dan bahkan logik, seluruh makna yang disampaikan lewat ’bahasa’ akuntansi dalam bentuknya yang terstruktur seperti dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas baik secara sendiri-sendiri maupun dalam kaitan satu sama lain.

Calon investor, misalnya, akan dapat diharapkan memahami bahwa ketika Laporan Arus Kas suatu tahun menunjukkan penurunan karena pengeluaran pembiayaan membesar sementara porsi kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun berikutnya juga membesar sedangkan pihutang pajak tidak bertambah secara material, kondisi fiskal tahun berikutnya akan cenderung tertekan oleh defisit. Maka ia akan segera dapat memahami posisi kewajiban, entah itu yang ditampilkan dalam Surat Utang Negara atau Hedge Bonds sebagai suatu sinyal yang menunjukkan kapasitas fiskal negara. Kapasitas inilah yang akan menuntunnya untuk memutuskan apakah akan menambah investasinya dalam SUN atau Bonds atau malah menjual investasinya yang sudah ada.

Akan tetapi, ketika seorang ibu rumah tangga, atau insinyur perkapalan yang bekerja di pertambangan offshore, atau seorang dokter yang membaca Laporan Realisasi Anggaran, atau Neraca, atau Laporan Arus Kas, maka jangankan berharap bahwa mereka memahami ketiga Laporan secara komprehensif, bahkan memahami satu elemen Neraca saja mungkin mereka tidak mampu. Seandainya mereka ingin menjalankan haknya untuk menilai akuntabilitas pemerintah atas penggunaan pajak yang mereka bayar, dan ingin mengetahui kekayaan negara, maka mereka mungkin akan tidak memahami apa yang dimaksud dengan investasi permanen atau mengapa nilai aset tetap harus berkurang oleh karena adanya penyusutan yang mungkin juga tidak diketahui apa esensinya. Ketika ia melihat realisasi anggaran menunjukkan pertambahan penghasilan pajak tetapi ia melihat

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kontradiksi penurunan nilai aset tetap, maka kesalahan pemahaman yang mungkin timbul dari pengguna awam seperti ini adalah bahwa ia menilai pemerintah tidak bijaksana dalam mengunakan penghasilan pajak.

9. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual. Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan.

Sumber kesalahpahaman utama yang berkaitan dengan orientasi basis akuntansi ini mungkin dapat dilihat pada pemaknaan pendapatan atau belanja. Pengguna yang berorientasi anggaran dan mengetahui bahwa anggaran sekarang adalah berbasis kas mungkin akan tidak mengerti mengapa di Neraca bisa timbul pihutang pajak atau hutang belanja. Ia mungkin tidak akan mengerti bahwa asas akuntansi pemerintah berupa asas kas menuju akrual memang diwujudkan dalam suatu penyesuaian periodikal, tepatnya di akhir tahun, yang berusaha mengakrualkan transaksi yang seharusnya hanya diakui, dicatat, dan dilaporkan ketika transaksi itu langsung memengaruhi kas negara atau kas daerah. Lebih jauh lagi, bisa jadi ia akan mengartikan pencatatan hutang belanja sebagai suatu justifikasi akuntansi secara diam-diam atas adanya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang boleh diluncurkan penggunaannya pada tahun setelah tahun pelaporan.

Sebaliknya pihak yang berorientasi akrual akan merasakan bahwa Laporan Realisasi Anggaran kurang membukukan pendapatan atau belanja ketika mereka melihat bahwa pertambahan pihutang dan hutang yang tercatat di Neraca tidak diimbangi dengan pertambahan pendapatan dan belanja melainkan dengan pendapatan yang ditangguhkan dan Kas di Bendahara Pengeluaran. Mereka tidak dapat mengerti bahwa asas kas dalam akuntansi pemerintahan mengharuskan bahwa pendapatan dan belanja hanya dapat diakui jika sudah ada kas yang masuk ke atau keluar dari Kas Negara/Daerah.

10. Oleh karena itu, penjelasan pos-pos laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan.

B. Struktur CaLK Alternatif

11. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

12. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan- pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen- komitmen lainnya.

Penjelasan paragraf 11 dan 12 di atas lebih merupakan penekanan tentang isi pokok dari CaLK. Oleh karena informasi yang dimuat dalam CaLK banyak yang bersifat kualitatif dan berkaitan dengan kejadian yang insidental, tentu subjektivitas dalam menentukan seberapa banyak informasi yang dianggap cukup atau memadai dan bagaimana pembabakan penyajiannya menjadi subjektif pula. Oleh karena itu, suatu penetapan kebijakan tentang struktur penyajian CaLK secara unik bagi suatu entitas pelaporan menjadi diperlukan.

Sejauh ini, Susunan CaLK sudah ditawarkan oleh PSAP 04 sebagaimana diatur dalam Paragraf 66. Meskipun demikian, saat ini, struktur penyajian CaLK di lingkungan entitas pelaporan Pemerintah Daerah sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang tidak persis sama dengan Paragraf 66. Di Pemerintah Pusat sendiri, walaupun tidak dituangkan dalam suatu ketetapan, praktik penyajian CaLK pada tahun 2004 dan 2005 juga tidak persis sama dengan Pragraf 66.

Permendagri 13/2006 menetapkan bahwa daftar isi dari CaLK adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

1.2. Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan 1.3. Sistematika Penyajian Catatan atas Laporan Keuangan

Bab II Ekonomi Makro 2.1. Ekonomi Makro

2.2. Kebijakan Keuangan 2.3. Indikator Pencapaian Kinerja Fiskal dan Moneter

2.4. Indikator Pencapaian Kinerja Program Entitas Pelapor

Bab III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Fiskal dan Moneter

3.1. Ikhtisar Realisasi Pencapaian Sasaran Kinerja Fiskal dan Moneter

3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pencapaian Kinerja

Bab IV Ikhtisar Pencapaian Kinerja Program Entitas Pelapor 4.1. Ikhtisar realisasi pencapaian sasaran kinerja program entitas pelapor

4.2. Faktor pendukung dan penghambat pencapaian kinerja

Bab V Kebijakan Akuntansi 5.1. Entitas pelaporan

5.2. Basis Akuntansi yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

5.3 Basis Pengukuran yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan 5.4. Kebijakan Akuntansi yang Berkaitan dengan Rekening-rekening

Akuntansi

Bab VI. Penjelasan Rekening-rekening Laporan Keuangan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

6.1 Rincian dan Penjelasan masing-masing Rekening Laporan Keuangan 6.1.1 Pendapatan

6.1.2 Belanja 6.1.3 Pembiayaan

6.1.4 Aset

6.1.5 Kewajiban

6.1.6 Ekuitas Dana 6.1.7 Komponen-komponen Arus kas

6.2. Pengungkapan atas Pos-pos Aset dan Kewajiban yang Timbul Sehubungan dengan Penerapan Basis Akrual atas Pendapatan dan Belanja dan Rekonsiliasinya dengan Penerapan Basis Kas, untuk Entitas Pelaporan yang Menggunakan Akuntansi Berbasis Akrual Penuh.

Bab VII Penjelasan atas informasi non Keuangan

Bab VIII Penutup

Berbeda dari struktur penyajian di atas, pada tahun 2005, misalnya, Pemerintah Pusat telah menyusun CaLK dengan struktur penyajian sebagai mana dituangkan dalam Daftar Isi sebagai berikut:

I. Pendahuluan

1.1 Dasar Hukum 1.2 Kebijakan Fiskal/Keuangan dan Ekonomi Makro

1.3 Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan

1.4 Kebijakan Akuntansi

II. Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran

2.1 Penjelasan Umum Laporan Realisasi Anggaran 2.2 Penjelasan Per Pos Laporan Realisasi Anggaran

III. Penjelasan atas Pos-pos Neraca

3.1 Posisi Keuangan Secara Umum 3.2 Penjelasan Per Pos Neraca

3.3 Kejadian Penting setelah Tanggal Neraca

3.4 Catatan Penting Lainnya

IV. Informasi Tambahan dan Pengungkapan Lainnya 4.1 Ikhtisar Laporan Arus kas

4.2 Penjelasan Per Pos Laporan Arus Kas

V. Lampiran

Tampak bahwa dari segi jumlah Bab saja kedua struktur CaLK di atas sudah berbeda. Perbedaan utamanya adalah bahwa pada CaLK versi Permendagri

13/2006, terdapat bab IV yang memuat ikhtisar pencapaian kinerja program entitas pelapor, yang sejalan dengan Peraturan Pemerintah 8/2006 yang tidak terdapat dalam struktur CaLK versi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2005. selain perbedaan antarBab di atas, pada masing-masing

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Bab yang bersesuaian pun pada tataran rincinya terdapat perbedaan. Misalnya, Bab I tentang Pendahuluan. Di dalam Bab ini Pemerintah Pusat memasukkan Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan sedangkan di Permendagri 13/2006 hal ini tidak dimasukkan. Dalam kekinian perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah, yang ditandai oleh kekurangmampuan para pelaksana penyusunan Laporan Keuangan, pendekatan tersebut akan sangat menolong memberi pengertian kepada pembaca laporan tentang arus data dan kaitan antarlembaga pemerintahan yang ada untuk menjadi suatu laporan pemerintah secara menyeluruh.

Perbedaan-perbedaan lain juga terlihat dari kedua versi CaLK di atas. Oleh karena itu, suatu struktur CaLK minimal mestinya dapat ditetapkan dengan mengkombinasikan kelebihan-kelebihan masing-masing versi. Sebagai contoh, struktur CalK yang memakai Struktur versi Permendagri 13/2006 sebagai dasar yang ditambahi dengan aspek-aspek tertentu dari versi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2005 kiranya dapat dijadikan alternatif. Dengan alternatif ini, di samping memuat bab tentang uraian atas Ikhtisar Pencapaian Kinerja program entitas pelapor, CaLK pun tetap mempertahankan perlunya penjelasan tentang pendekatan penyusunan laporan keuangan. Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus kas yang disajikan dalam Bab tersendiri (II, III, dan IV) di dalam CaLK versi Pemerintah Pusat, tetap diakomodasi meskipun dipadatkan dalam satu bab, yaitu bab VI. Di samping itu, kemungkinan banyaknya hal-hal insidental yang tidak menyangkut keuangan juga diakomodasi dalam bab sebelum bab penutup. Untuk mengatasi penyajian yang panjang lebar dalam tubuh CaLK, maka pemuatan lampiran dalam CaLK versi Pemerintah Pusat perlu ditambahkan juga ke dalam versi Permendagri 13/2006. Dengan demikian, pengungkapan memadai yang ingin dicapai dengan CaLK ini dapat lebih terjamin.

Dengan struktur alternatif di atas, maka uraian rinci atas masing masing bab dalam CaLK dapat didekati dengan memperhatikan standar berikut.

Bab I Pendahuluan 1.1Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan 1.2Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan

1.3Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan

1.4. Sistematika penyajian Catatan atas Laporan Keuangan

Bab II Ekonomi Makro 2.1. Ekonomi Makro

2.2. Kebijakan Keuangan

2.3. Indikator Pencapaian Kinerja Fiskal dan Moneter 2.4. Indikator Pencapaian Kinerja Program Entitas Pelapor

Bab III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Fiskal dan Moneter 3.1. Ikhtisar Realisasi Pencapaian Sasaran Kinerja Fiskal dan Moneter

3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pencapaian Kinerja

Bab IV Ikhtisar pencapaian kinerja program entitas pelapor

4.1. Ikhtisar realisasi pencapaian sasaran kinerja program entitas pelapor 4.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pencapaian Kinerja

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Bab V Kebijakan Akuntansi

5.1. Entitas pelaporan 5.2. Basis Akuntansi yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

5.3 Basis pengukuran yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

5.4. Kebijakan Akuntansi yang Berkaitan dengan Rekening-rekening

Akuntansi

Bab VI. Penjelasan Rekening-rekening Laporan Keuangan

6.1 Rincian dan Penjelasan Masing-masing Rekening Laporan Keuangan 6.1.1 Pendapatan

6.1.2 Belanja

6.1.3 Pembiayaan 6.1.4 Aset 6.1.5 Kewajiban

6.1.6 Ekuitas Dana

6.1.7 Komponen-komponen Arus kas

6.2. Pengungkapan atas Pos-pos Aset dan Kewajiban yang Timbul Sehubungan dengan Penerapan Basis Akrual atas Pendapatan dan Belanja dan Rekonsiliasinya dengan Penerapan Basis Kas, untuk Entitas Pelaporan yang Menggunakan Akuntansi Berbasis Akrual Penuh.

Bab VII Penjelasan atas Informasi non Keuangan Bab VIII Penutup

Lampiran

C. Penyusunan CaLK sesuai Paragraf-paragraf PSAP 04

13. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai, antara lain:

(a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi

makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro ini, misalnya, dapat diisi dengan berbagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyusunan APBN/APBD seperti asumsi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan dan hal yang paling memengaruhi anggaran pendapatan dan belanja secara material. Bagian ini juga dapat mencakup penjelasan mengenai perubahan-perubahan pada indikator ekonomi yang kemudian memengaruhi penyusunan APBN/APBD perubahan.

Bagian kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro ini dapat dituangkan dalam Bab II Bagian 2.1. Pencapaian Target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target dapat disajikan sebagai bagian 3.1 dan 3.2 dari Bab III

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

(b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun

pelaporan;

Ikhtisar keuangan selama setahun adalah ringkasan terpenting dan material dari realisasi APBN/D. Bagian ini bisa memakan halaman yang cukup banyak, mengingat berbagai pengungkapan berupa angka absolut atau grafik perkembangan pos-pos anggaran seperti penerimanan negara, belanja, defisit anggaran, pembiayaan yang mencakup penerimaan pembiayaan luar negeri atau pembayaran cicilan pokok utang Luar Negeri akan memerlukan pejelasan yang cukup panjang.

Seluruh penjelasan rinci tentang ini dapat dimuat dalam Bab III juga. (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan

dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;

Dasar penyusunan laporan keuangan diisi dengan berbagai rujukan berupa pasal-pasal dari atau seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara pada umumnya dan akuntansi pemerintahan pada khususnya. Dengan demikian pembaca mengetahui bahwa secara formal Entitas Pelapor memang terikat pada peraturan perundangan tertentu yang berkaitan dengan penerapan sistem keuangan negara, terutama yang berkaitan dengan sistem akuntansi pemerintahan dan pelaporan akuntabilitas kinerja program pemerintah.

Penjelasan ini dituangkan dalam Bab I Bagian 1.2

Selain memuat dasar hukum, standar ini juga dapat menjadi dasar bagi pemuatan uraian mengenai pendekatan penyusunan Laporan Keuangan. Bagaimanapun, prosedur dan arus data akuntansi di dalam lingkungan pemerintah pusat yang memiliki banyak entitas akuntansi dan entitas pelaporan seperti kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah nondepartemen memang memerlukan penjelasan. Uraian mengenai pendekatan ini dapat dimuat dalam bagian pendahuluan Bab I sebagai Bagian 1.3.

Adapun mengenai kebijakan akuntansi harus disajikan secara lebih rinci agar setiap kebijakan pada suatu elemen pelaporan tertentu dapat memberi konteks penerapannya masing-masing dalam ruang teoretis dan praktisnya. Kebijakan ini nantinya akan dirinci dalam Bab V.

(d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

Banyak hal tidak dapat diungkapkan dalam lembar muka laporan keuangan. Pertama, hal ini disebabkan lembar muka merupakan media bahasa akuntansi yang sangat terstruktur dengan simbol-simbol yang sangat

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kuantitatif. Akan tetapi, sebagian besar informasi keuangan lainnya yang relevan seringkali hanya bisa mengungkapkan makna pragmatis, semantik dan logiknya jika disimbolkan dalam bahasa yang naratif. Sebagai contoh, hutang obligasi secara kuantitatif mungkin sudah dimuat dalam Neraca tetapi bagaimana seluk-beluk jenis dan persyaratan hutang obligasi ini hanya mungkin diuraikan secara naratif.

Penjelasan naratif serupa hal-hal di atas dijabarkan dalam penjelasan yang dapat dimuat dalam Bab V, VI, atau VII, tergantung pada aspek yang hendak diijelaskan.

(e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;

Mengingat kerangka konseptual memperbolehkan entitas pelaporan yang mampu untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual penuh, maka terdapat kemungkinan adanya pos-pos aset dan kewajiban yang diakui, dicatat dan dilaporkan secara akrual terkait dengan pengakuan dan pencatatan pendapatan dan belanja tertentu. Misalnya, suatu Pemda yang telah menerapkan pendapatan berbasis akrual penuh akan mungkin mencatat sejumlah pihutang atas ketetapan pajak yang belum menghasilkan kas bagi kas daerah pada tahun berjalan. Praktik ini jelas tidak serupa dengan praktik yang mungkin akan dianut sebagian besar pengguna akuntansi pemerintah ini, yang hanya mencatat pendapatan pajak saat Surat Ketetapan Pajak sudah disertai dengan Surat Setoran Pajak ke Kas Daerah. Dengan demikian penyimpangan ini sebisa mungkin diungkapkan. Pengungkapan ini dapat dilakukan dalam Bab VI Bagian 6.2.

(f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

14. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan mengikuti standar berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos yang berhubungan. Misalnya, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan.

Paragraf ini sejalan dengan paragraf 13 c. Jadi, uraian mengani paragraf (f)

dan 14 ini pun harus dirinci dalam BabV bagian 5.4.

15. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan.

Contoh-contoh narasi dapat disajikan untuk menguraikan hal-hal yang dipandang perlu sepanjang tetap mengingat proporsi panjangnya narasi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dengan keseluruhan CaLK. Grafik dapat disajikan dalam berbagai bentuk, untuk memperingkas perbandingan dan uraian data serial sehingga Laporan Keuangan dapat tampil lebih menarik.

Selain menggantungkan kemudahan ini pada format penyajian, CaLK pun harus dapat secara sistematis menginformasikan kepada pengguna tentang pendekatan penyusunan Laporan Keuangan dan Sistematika penyajian CaLK sendiri. Penjelasan mengenai pendekatan penyusunan Laporan Keuangan dimuat dalam Bab I bagian 1.3 dan penjelasan mengenai Sistematika pada Bab I bagian 1.4.

Pada Bagian 1.3, Penjelasan mengenai pendekatan penyusunan Laporan Keuangan diawali dengan memperkenalkan Entitas Pelapor yang sedikitnya mengungkapkan kedudukan entitas secara legal disertai dengan lingkup kegiatan dan pencatatan yang menjadi lingkup pelaporan. Di daerah, ini berarti mengungkapkan kedudukan suatu Pemerintah Provinsi, Kabupaten atau Kota disertai dengan berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi entitas akuntansinya. Penjelasan entitas ini di pusat, dapat diungkapkan dalam contoh berikut:

Pemerintah Pusat merupakan gabungan seluruh kementerian negara/ lembaga beserta jenjang struktural di bawahnya seperti eselon I, kantor wilayah, serta satuan kerja yang bertanggung jawab atas otorisasi kredit anggaran yang diberikan kepadanya. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), karenanya adalah laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh seluruh entitas terkait. Penjelasan ini dimuat dalam Bab I bagian 1.3 sebagai pengantar bagi penjelasan tentang Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan

Selanjutnya Bagian 1.3 menjelaskan Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan. Pada pemerintah pusat, penjelasan ini mungkin dapat mengambil contoh berikut.

LKPP disusun berdasarkan kompilasi dari laporan keuangan entitas pelaporan tingkat kementerian negara/lembaga, laporan keuangan Bendahara Umum Negara dan data lainnya dari unit-unit yang terkait. Unit-unit terkait ini sedapatnya dirinci secara lengkap.

Setelah memperjelas entitas pelaporan terkait, bagian 1.3 ini kemudian dapat dilanjutkan dengan menjelaskan teknis penyusunan, misalnya tentang cara pengkompilasian data keuangan hingga menghasilkan laporan keuangan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Apabila secara teknis penyusunan laporan keuangan ini menggunakan berbagai sistem akuntansi maka bagian ini pun menguraikan kaitan antar sub-sub sistem akuntansi yang dipakai. Akhirnya dari sistem akuntansi yang dipakai, bagian ini menguraikan ringkasan pengertian akan komponen- komponen Laporan Keuangan yang mencakup Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Sebagai contoh, bagian ini mungkin berisi keterangan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP), yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Kementerian negara/lembaga membukukan melalui SAI baik transaksi anggaran (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA), pendapatan maupun belanja. Sedangkan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara membukukan transaksi melalui SIAP.

Mengenai Neraca, pendekatan yang dijelaskan, bisa jadi bahwa Neraca Pemerintah Pusat disusun berdasarkan data yang dikelola oleh Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN dan unit register. Data mengenai Kas Umum Negara dan Non Anggaran, investasi jangka panjang, dan kewajiban didasarkan pada data Departemen Keuangan, sedangkan data Penyertaan Modal Pemerintah berasal dari Kementerian Negara BUMN. Selain itu, Neraca pemerintah juga disusun berdasarkan Neraca kementerian negara/lembaga terutama untuk kas di Bendahara Penerimaan, Kas di Bendahara Pengeluaran, Piutang, Persediaan, Aset tetap, dan Aset lainnya. Neraca kementerian negara/lembaga disusun melalui Sistem Akuntansi Instansi.

Beralih ke Bagian 1.4 tentang penjelasan mengenai Sistematika penyusunan CaLK, uraian akan lebih banyak menyoroti pembabakan seluruh CaLK. Berbeda dari Daftar Isi, bagian ini akan meringkas isi terpenting dari tiap-tiap bab sehingga dapat mengarahkan pengguna untuk menemukan di mana tempatnya dalam CaLK ini informasi tertentu yang paling dibutuhkannya.

Penyajian Informasi tentang Kebijakan Fiskal/ Keuangan, Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang- Undang APBN/Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target

16. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara keseluruhan.

Kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara keseluruhan sangat bergantung pada efektivitas pengelolaan anggaran dan pencatatannya. Kondisi keuangan akan menunjukkan kualitas dalam bentuk surplus atau defisit anggaran, likuiditas, solvabilitas, atau kelancaran arus kas. Adapun posisi keuangan lebih merupakan keadaan aset, hutang dan ekuitas dana suatu entitas pelaporan pada suatu titik waktu, yang lazim ditunjukkan dalam Neraca. Jadi, semua ini, walaupun secara implisit sudah dapat dianalisis dari dalam data Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, untuk lebih membantu pengguna umum sebaiknya dijelaskan lagi dalam CaLK dalam bahasa yang lebih naratif dan ilustratif.

17. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai.

Penjelasan naratif dan ilustratif yang dimaksud dalam Paragraf 16 di atas, sebisanya mengeksplisitkan bagaimana perkembangan posisi dan kondisi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. Sebagai contoh, jika surplus anggaran dalam Laporan Realisasi Anggaran cukup besar, CaLK diharapkan dapat memberi penjelasan tentang apa yang membuat pendapatan menjadi jauh lebih besar daripada anggaran atau sebaliknya yang membuat belanja jauh lebih kecil daripada anggaran.

18. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan perbedaan adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya.

Jadi, jelaslah bahwa untuk dapat mengungkapkan perkembangan keadaan ekonomi makro dan keuangan pemerintah, diperlukan suatu kriteria. Kriteria ini dituangkan sebagai data mengenai kebijakan ekonomi makro dan kebijakan keuangan. Sebagai kriteria, kebijakan-kebijakan ini dituangkan dalam Bab II Bagian 2.1. dan Bagian 2.2.

Bagian 2.1 yang memuat kriteria ekonomi makro, misalnya dapat ditunjukkan dengan uraian naratif mengenai kebijakan fiskal dan moneter serta prognosa kondisi ekonomi makro yang diharapkan. Dalam lingkungan Pemda, hal ini bisa disamakan dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA).

Uraian berikut ini kiranya dapat menjadi contoh kebijakan ekonomi makro yang diuraikan dalam Bagian 2.2.

APBN/D 2005 disusun dengan tujuan menjaga kelangsungan fiskal, namun tetap memberikan fleksibilitas yang cukup bagi pemerintahan baru untuk membuat kebijakan moneter dan prioritas anggaran dan fiskal yang baru. Adapun penyusunan APBN /D 2005 diarahkan sejalan dengan agenda pembangunan, yaitu untuk mempercepat reformasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Semua ini dilakukan dengan prinsip kehati-hatian yang mencegah gerak ekonomi yang terlampau cepat memanas yang berakibat pada kenaikan tingkat inflasi yang amat tinggi. Diupayakan tingkat inflasi ditekan hingga tidak mencapai dua digit sedangkan untuk menggalakkan investasi pelonggaran tingkat bunga SBI akan diupayakan pada saat yang tepat. Tekanan terhadap kurs rupiah akan dicoba diatasi dengan memanfaatkan segenap dana yang masih terparkir dalam berbagai rekening pemerintah di Bank Indonesia.

19. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Bagian 2.2 misalnya dapat menguraikan kriteria peningkatan pendapatan seperti tercapainya rasio pajak tertentu. Efisiensi belanja misalnya dapat diuraikan dengan kriteria berupa tekad meminimalkan kebocoran sedangkan penentuan sumber dan penggunaan pembiayaan misalnya dapat dijabarkan dalam bentuk sasaran penjualan aset negara atau perolehan pinjaman luar dan dalam negeri. Contoh di bawah ini bisa dipertimbangkan sebagai uraian mengenai kebijakan keuangan yang menjadi isi Bagian 2.2.

Untuk tahun 2005, upaya kesinambungan fiskal dimaksud antara lain meliputi langkah-langkah penurunan defisit APBN secara bertahap dan administrasi manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien dan efektif. Untuk menghadapi beban kewajiban pembayaran pokok utang yang besar, baik utang dalam negeri maupun utang dalam negeri, diperlukan strategi kebijakan fiskal yang konsisten dalam upaya mendorong peningkatan penerimaan negara, pengendalian dan efisiensi belanja negara, serta optimaslisasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan anggaran.

Sedangkan penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan APBN/APBD, sasaran, program yang dipersyaratkan oleh paragraf ini dapat diungkapkan dalam bentuk komitmen untuk mengikuti anggaran berbasis kinerja. Adapun indikator kinerja programnya sendiri dapat dituangkan dalam Bagian tersendiri, yang dalam alternatif struktur CaLK ini adalah pada Bagian

2.4. 20. Kondisi ekonomi makro yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.

Paragraf ini mengharuskan CaLK memuat indikator kebijakan ekonomi makro baik dalam tataran fiskal maupun moneter yang perlu dituangkan dalam Bab II Bagian 2.3. Untuk itu, dua tabel di bawah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi pengungkapan masing-masing indikator kinerja ekonomi makro dari sudut kebijakan moneter dan indikator kinerja ekonomi dari sudut kebijakan fiskal.

Indikator Kebijakan Ekonomi Makro (Moneter)

(dalam jutaan rupiah)

Uraian APBN/D

(UU No/ tahun Perda No/ tahun)

Pertumbuhan Ekonomi (Persen) 5,4

Tingkat Inflasi (persen) 5,5

Nilai Tukar rupiah (Rp/US$) 8.600

Suku Bunga SBI-3 Bulan (Persen) 6,5

Harga Minyak (US$ / barel) 24,0

Produksi Minyak (juta barel/hari) 1.125

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 18

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Adapun Kriteria kebijakan keuangan dari sudut fiskal yang akan dimasukkan ke dalam Bagian 2.3, tabel data dengan berbagai variabel terkait sebagai berikut dapat dipertimbangkan.

Indikator Kebijakan Keuangan (Fiskal)

(dalam jutaan rupiah)

Uraian APBN/D (UU No/ tahun

Perda No/ tahun)

Penerimaan Perpajakan 297,844,130

Penerimaan Negara Bukan Pajak 81,783,001

Penerimaan Hibah 750,000

Jumlah Anggaran Pendapatan Negara/Daerah dan Hibah

380,377,131

Belanja Pemerintah Pusat/Daerah 266,220,255

Belanja untuk Daerah 131,549,055

Jumah Anggaran Belanja Negara/Daerah 397,769,310

Defisit Anggaran 17,392,179

Dengan adanya data pada tabel kebijakan keuangan di atas, pada saatnya, jika APBN/D berubah, perubahan tersebut dapat segera dibandingkan.

Selanjutnya pada Bagian 2.4, CaLK sebisanya memuat ringkasan indikator kinerja program hingga ke sasarannya. Format seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (LKKIP) dapat dipertimbangkan sebagai format yang komprehensif tetapi cukup ringkas dalam mengakomodasi rencana stratejik suatu entitas pelaporan.

Sebagai contoh, Bagian 2.4 dapat ditampilkan sebagai berikut: Instansi: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Fungsi: Pelayanan Umum

No Program

- Kegiatan

Indikator Hasil

- Keluaran

Satuan Sasaran

1 Peningkatan Pengawasan Aparatur Negara

- Audit

Keuangan - Audit

Operasional - Audit Kinerja

- Asistensi SAP - Inventarisasi

BMKN

Peningkatan nilai temuan dari tahun lalu Jumlah Instansi yang Laporan Keuangannya sesuai SAP

- Laporan Hasil Audit - Laporan Hasil Audit

- Laporan Hasil Audit - Jumlah Asistensi

- Jumlah Inventarisasi

%

Instansi

Laporan

Laporan

Laporan Kejadian Kejadian

2%

10 312

3.119

112 27 5

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 19

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

21. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan untuk diketahui pembaca laporan keuangan.

22. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan yang ada, yang disahkan oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan keuangan entitas pelaporan.

Paragraf 21 dan 22 mempersyaratkan agar CaLK memuat penjelasan mengenai perubahan anggaran. Perubahan anggaran dimaksud dapat disajikan dalam CaLK pada Bab III Bagian 3.1 dengan contoh sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini.

Asumsi Penyusunan Perubahan Anggaran

(dalam jutaan rupiah)

Uraian APBN/D (UU No/tahun

Perda No/ tahun)

APBN/D - P (UU No/ tahun

Perda No/ tahun)

Beda

(%)

Penerimaan Perpajakan 297,844,130 351,973,630 18.17%

Penerimaan Negara Bukan

Pajak

81,783,001 180,697,391 120.95%

Penerimaan Hibah 750,000 7,455,088 894.01%

Jumlah Anggaran Pendapatan

Negara/ Daerah dan Hibah

Belanja Pemerintah

Pusat/Daerah

380,377,131 540,126,109 42.00%

266,220,255 411,667,571 54.63%

Belanja untuk Daerah 131,549,055 153,402,251 16.61%

Jumah Angagran Belanja

Negara/Daerah

397,769,310 565,069,822 42.06%

Defisit Anggaran 17,392,179 24,943,713 43.42%

23. Dalam kondisi tertentu, entitas pelaporan belum dapat mencapai target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Paragraf 23 di atas pada intinya menuntut penjelasan tentang kinerja pemerintah dalam merealisasi anggarannya. Dalam hal ini, yang disoroti untuk dijelaskan adalah varians realisasi jumlah uang sebagai input program yang dikeluarkan. Dalam contoh Paragraf 21 dan 22 sebelumnya,walaupun

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 20

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Bagian 3.1 sudah menunjukkan tabel perubahan APBN, tetapi contoh tersebut belum menjelaskan alasan perubahan tersebut.

Untuk menguraikan alasan perubahan anggaran, Bab III bagian 3.2 dapat menguraikan faktor pendukung dan penghambat sebagai contoh berikut ini:

Perubahan pada perkiraan pendapatan negara dan hibah didasarkan oleh adanya perubahan pada harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar dunia yang membaik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang melemah. Kedua faktor perubahan in diperkirakan akan meningkatkan penerimaan migas dalam jumlah yang signifikan. Namun pada saat yang sama, beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan membengkak

Perubahan harga minyak dan nilai tukar juga akan memengaruhi penerimaan pajak. Di samping itu, adanya penetapan kebijakan perpajakan yang lebih baik serta perbaikan sistem dan prosedur administrasi perpajakan, kepabeanan dan cukai akan mendorong peningkatan pada penerimaan perpajakan.

24. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang.

Keadaan darurat seperti bencana di Aceh dan Nias, dapat menjadi contoh bagi penjelasan paragraf 24 ini. Uraian selengkapnya tentang hal ini misalnya adalah:

Bencana alam yang melanda Aceh dan Nias juga memengaruhi pos pembiayaan dengan cukup signifikan dengan diperolehnya tawaran penundaan pembayaran hutang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dalam tahun 2005 (debt moratorium) dari negara-negara yang bergabung dalam Paris Club, dan diberikannya pinjaman proyek dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias.

Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama Tahun

Pelaporan 25. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan.

26. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah berbeda dengan pengguna laporan keuangan nonpemerintah. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan pemerintah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 21

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output) dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan hasil

(outcome) dengan target yang ditetapkan. 28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ikhtisar pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus: (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk

mencapai tujuan; (b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja

keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan

(c) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan andal;

Seluruh paragraf 25 sampai dengan 28 adalah penjelasan yang sangat terkait dengan sistem akuntabilitas kinerja sebagaimana dulu dikenal dalam pelaporan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang dikenal dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999. Hal ini terutama ditafsirkan dari kenyataan bahwa pada paragraf 27, CaLK dituntut untuk mengukur efisiensi dengan membandingkan keluaran (output) dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan. Jelas output dan outcome yang dimaksud di sini adalah keluaran dan hasil yang dimuat dalam Rencana Strategis. Keterkaitan pelaporan CaLK ini dengan Renstra pun tegas terlihat pada paragraf 28 yang menyatakan bahwa pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator.

Dengan demikian, uraian mengenai pencapaian kinerja ouput dan outcome program ini, menurut Struktur CaLK alternatif ini, dapat dituangkan dalam Bab IV, Bagian 4.1. Lalu, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, seluruh uraian yang diminta oleh paragaraf 25 sampai dengan 28 dapat dituangkan dalam tabel yang dipersyaratkan oleh PP 8/2006 ini. Intinya tabel ini harus dapat memuat secara ringkas Program dan kegiatan serta indikator output dan outcome yang diminta dikaitkan dengan realisasi belanjanya. Ilustrasi laporan kinerja adalah sebagai berikut.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 22

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Instansi: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Fungsi: Pelayanan Umum

No Program

- Kegiatan

Indikator Hasil/ Keluaran

Belanja

(Rp juta) Hasil/Keluaran

Anggaran Realisasi Rencana Realisasi Satuan

Ket.

1 Peningkatan

Pengawasan Aparatur Negara

Peningkatan nilai temuan dari tahun lalu Jumlah Instansi yang Laporan Keuangannya sesuai SAP

2% 3% 10 2

% Instansi

- Audit

Keuangan

- Audit Operasional

- Audit Kinerja

- Asistensi SAP

- Inventarisasi

BMKN

- Laporan Hasil

Audit

- Laporan Hasil Audit

- Laporan Hasil Audit

- Jumlah Asistensi

- Jumlah Inventarisasi

2.876

1.992

900

450

3.122

1.887

2.221

877

435

2.998

312

3.119

112

27

5

221

3.200

112

40

3

Laporan

Laporan

Laporan

Kejadian

Kejadian

Selain tabel, seluruh perbedaaan signifikan dari capaian per program dapat diuraikan secara naratif untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat. Uraian ini dimuat dalam Bab IV Bagian 4.2. Sebagai contoh, atas pencapaian kinerja di atas, dapat diuraikan penjelasan sebagai berikut.

Pada tahun 2005 BPKP dapat menghasilkan temuan dari pemeriksaan sebesar 3% dari nilai temuan tahun lalu tetapi dari 10 instansi yang disasar untuk menyajikan Laporan Keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintah, hanya dua yang sudah berhasil. Pencapaian 3% nilai temuan disebabkan bahwa adanya asumsi bahwa risiko salah urus dalam manajemen keuangan pemerintahan masih cukup besar sedangkan jumlah instansi yang mampu menyusun Laporan Keuangan sesuai SAP karena sebagian besar asistensi masih berlangsung dan hasilnya baru terukur pada tahun-tahun berikutnya.

Output dari lima kegiatan sebagian tercapai sebagian lagi tidak. Demikian pula realisasi belanja ada yang melebihi anggaran ada yang kurang. Perbedaan ini hampir berlangsung linear dalam artian bahwa ketika output yang dicapai rendah maka realisasi belanjanya pun rendah.

29. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus: (a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif; (b) Menyajikan data historis yang relevan; (c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang

telah ditetapkan; (d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh

manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan tujuan atau rencana.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 23

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

30. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas pelaporan harus juga meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program.

31. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan pengukuran dan pelaporan kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain: (a) Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya

menggunakan satu indikator saja; (b) Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja

berada pada tingkat yang dilaporkan; dan (c) Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan

konsekuensi yang tidak diinginkan.

32. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan informasi penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu pengguna memahami indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai kinerja keuangan entitas pelaporan, dan mengevaluasi pentingnya faktor yang mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan.

33. Informasi penjelasan mungkin termasuk, sebagai contoh, informasi mengenai faktor yang substansial yang berada di luar kendali entitas, dan informasi mengenai faktor-faktor yang membuat entitas mempunyai pengaruh penting.

Kinerja keuangan yang dimaksud dalam paragraf 29 sampai dengan 33 di atas, selain berupa posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana juga berupa berbagai kinerja lain yang berdimensi keuangan seperti realisasi penerimaan dan belanja. Dalam struktur CaLK alternatif, penjelasan kinerja keuangan seperti ini dimasukkan dalam tambahan Bab III, Bagian 3.1.

Sebagai contoh, penerimaan dapat dijelaskan dalam grafik di bawah ini.

Grafik 1: Perkembangan Realisasi

Penerimaan Perpajakan dan PNBP TA

2001-2005

600.0

500.0

400.0

300.0

200.0

115.1 88.4

98.9

122.5

146.2

347.0

100.0

0.0

185.5 210.3 242.0 280.6

2001 2002 2003 2004 2005

Ta hun

Perpajakan PNBP

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 24

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Selain penerimaan, ikhtisar kinerja keuangan dapat pula menguraikan realisasi belanja negara/daerah. Penjelasan ini dapat berupa uraian varians realisasi per jenis belanja pegawai, barang, modal dan lain-lain dibandingkan dengan anggaran atau porsi penggunaan anggaran terbesar oleh berbagai Pengguna Anggaran seperti Satuan Kerja Pemerintah Daerah atau Kementerian/Lembaga. Uraian realisasi belanja juga dapat menyoroti realisasi belanja per fungsi atau jenis belanja dalam bentuk grafik berikut.

Realisasi Belanja per Jenis Belanja

140

120

100

80

60

40

20

0

Jenis Belanja

. Untuk melengkapi ikhtisar yang disajikan dalam Bab III bagian 3.1. ini, analisis atas pencapaian kinerja dituangkan dalam Bagian 3.2. Analisis ini dapat diisi dengan uraian mengenai faktor pendukung dan penghambat pencapaian kinerja.

Atas realisasi belanja, misalnya, Bagian 3.2 CaLK dapat menguraikan faktor penghambat yang menyebabkan pencairan anggaran lambat. Sebagai contoh, dapat diuraikan di sini bahwa pada tahun anggaran 2005 merupakan tahun anggaran pertama pelaksanaan sistem anggaran terpadu (unified budget), di mana belanja pemerintah pusat tidak dibedakan lagi menjadi belanhja rutin dan belanja pembangunan. Pelaksanaan sistem baru ini memerlukan penyesuaian-penyesuaian, dan salah satu akibatnya adalah terlambatnya pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Terlambatnya pengesahan DIPA ini mengakibatkan realisasi belanja negara jauh di bawah yang dianggarkan dalam APBN TA 2005.

Contoh lain dari pengungkapan kendala adalah sebagai berikut.

Dari target yang telah ditentukan disebabkan, antara lain: (berikut adalah contoh penyebab tidak tercapainya target penerimaan perpajakan)

- tertundanya implementasi dari beberapa kebijakan perpajakan - musibah banjir dan bencana alam lainnya di beberapa wilayah

- rendahnya tingkat transaksi perekonomian pada periode ini

Tidak tercapainya sasaran Pendapatan Negara Bukan Pajak pada periode ini antara lain disebabkan:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 25

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

� terdapat beberapa pihak yang belum/tidak menyetor angsuran tuntutan

ganti rugi sebagaimana seharusnya,

� realisasi pada jenis pendapatan penjualan, sewa, jasa dan bunga pada periode ini tidak sesuai dengan target pada anggarannya.

Dari contoh yang sudah diberikan di atas, misalnya belum tampak uraian mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara.

Hambatan dan Kendala mengenai realiasi belanja misalnya dapat diuraikan dengan menjelaskan dan menguraikan penyebab realisasi belanja melebihi/jauh dibawah anggaran dan hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan realisasi belanja baik berupa hambatan dari internal maupun dari eksternal. Misalnya, terlambatnya pelaksanaan kegiatan pembangunan gedung disebabkan proses lelang yang lama dan baru mulai dilaksanakan pada akhir tahun anggaran sehingga dana yang terserap baru Rp. xxx.xxx.xxx atau xx% dari anggaran.

Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan Kebijakan

Akuntansi Keuangan 34. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi.

Beberapa rujukan yang paling umum dan karenanya paling mengikat sebagai dasar hukum penyajian laporan keuangan adalah, antara lain tetapi tidak terbatas pada:

1) Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 2) Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun

2003 tentang Keuangan Negara 3) Pasal yang mengangkut pertanggungjawaban dari Undang-undang

tentang APBN dan Perda APBD

4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

5) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 59/PMK.06/2005

tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2003 tentang 7) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan

dan Kinerja Instansi Pemerintah

Penjelasan ini dimuat dalam Bab I bagian 1.2 dari struktur CaLK alternatif.

Asumsi Dasar Akuntansi 35. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 26

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.

Seluruh paragraf 35 hingga 54 adalah penjelasan yang perlu dimuat dalam

CaLK Bab V 36. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:

(a) Asumsi kemandirian entitas; (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan

(c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 37. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan.

38. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.

39. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

Dengan mencantumkan secara eksplisit ketiga asumsi dalam paragaraf 36 sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 37 sampai dengan 39 maka diharapkan para pembaca akan dapat melihat seluruh informasi keuangan dalam bingkai konseptual yang mendasarinya.

Pengguna Laporan Keuangan

40. Laporan keuangan mengandung informasi bagi pemakai yang berbeda-beda, seperti anggota legislatif, kreditor dan masyarakat. Pemakai penting lain meliputi pemasok, pelanggan, organisasi perdagangan, analis keuangan, calon investor, penjamin, ahli statistik, ahli ekonomi, dan pihak yang berwenang membuat peraturan.

41. Terkait pada paragraf 34 di atas, para pemakai laporan keuangan membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 27

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam penyusunan laporan keuangan.

42. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang sangat membantu pemakai laporan keuangan, karena kadang-kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu komponen laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau laporan lainnya terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih.

Kebijakan Akuntansi 43. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan.

Tidak mesti ada suatu kebijakan akuntansi yang seragam di antara entitas pelaporan. Hal ini memang bukan suatu keadaan yang konsekuen dengan maksud utama pelaporan yang terstandarkan, yaitu adanya laporan keuangan yang memunyai daya banding yang kuat. Akan tetapi, bahwa realitas ekonomi dan kondisi entitas pelaporan berbeda satu sama lain sedangkan standar akuntansi sendiri memang tidak mampu memecahkan berbagai konsep yang dikotomis seperti antara relevan dengan terpercaya, nilai pasar dengan nilai historis, pengungkapan yang dapat dimengerti dengan yang hemat, pemilihan kebijakan menjadi tak terhindarkan. Kegunaan standar lebih merupakan suatu kerangka acuan yang mewajibkan entitas untuk mengungkapkan pilihan kebijakannya secara transparan dan menerapkannya sekonsisten mungkin.

44. Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen:

(a) Pertimbangan Sehat

Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan.

(b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian.

(c) Materialitas Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan- keputusan.

Kondisi dan realitas ekonomi entitas pelaporan seperti Departemen Perhubungan, misalnya, tentu berbeda dari entitas seperti Kabupaten Serdang Bedagei. Yang pertama sebagai regulator pusat memiliki aset teap berupa kendaraan yang mungkin lebih banyak daripada entitas kedua. Selain

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 28

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

itu, entitas pertama mungkin lebih mengorientasikan penggunaan kendaraannya sebagai alat eksploitasi guna menghasilkan pendapatan sedangkan yang kedua lebih sebagai fasilitas transportasi operasional. Akibatnya, dengan mempertimbangkan materialitas penurunan nilai kendaraan sebagai akibat pengeksploitasian, Departemen Perhubungan mungkin akan memilih kebijakan penyusutan berdasarkan metode unit produksi dengan anggapan jika jam kerja alat transportasi dipakai lebih banyak pada awal masa awal manfaat alat transportasi, hal itu akan sesuai dengan kemungkinan penurunan kapasitas teknis alat transportasi. Akan tetapi, jika Pemda menggunakan kendaraan alat transportasi operasional secara merata selama masa manfaatnya, Pemda mungkin akan memilih kebijakan penyusutan berdasarkan metode penyusutan garis lurus yang dianggap secara proporsional dan material menunjukkan penurunan nilai bersama berlalunya waktu.

Isi Kebijakan Akuntansi

45. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi pertimbangan- pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-prinsip yang sesuai.

Isi kebijakan akuntansi ini merupakan hal-hal yang harus dimuat dalam Bab

V Struktur CaLK alternatif ini.

46. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:

(a) Entitas pelaporan; (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; (c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan

keuangan; (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan

dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan;

(e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.

47. Pengungkapan entitas pelaporan yang membentuk suatu laporan keuangan untuk tujuan umum akan sangat membantu pembaca laporan untuk dapat memahami informasi keuangan yang disajikan pada laporan keuangan. Pembaca laporan akan mempunyai kerangka dalam menganalisis informasi yang ada. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan dan komponennya mempunyai potensi kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada.

Walaupun sudah disinggung dalam Bagian 1.3, uraian ringkas mengenai entitas pelaporan dapat diulang pada Bagian awal dari Bab V ini. Dengan demikian bagian 5.1 akan lebih memperjelas domisili dan bentuk hukum

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 29

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

suatu entitas dan jurisdiksi tempat entitas tersebut berada serta seluruh unit kerja yang terkait dalam penyajian laporan keuangan yang diuraikan dalam CaLK ini.

48. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

Khusus mengenai basis akuntansi, Struktur CaLK alternatif ini memberi ruang bagi penjelasannya di dalam Bab V bagian 5.2. Mengingat secara umum PP

24 tahun 2005 menganjurkan pemakaian basis akuntansi kas menuju akrual maka bagian ini akan berisi uraian mengenai penerapan basis kas dan basis akrual. Akan tetapi, bagian ini pun akan menjadi tempat bagi penjelasan tentang pemakaian basis akrual penuh, jika memang hal itu sudah diterapkan.

Sebagai contoh, penjelasan mengenai basis akuntansi ini adalah sebagai berikut.

a) Basis akuntansi dalam pencatatan realisasi APBN/D yaitu basis kas, b) Basis akuntansi dalam pencatatan dan penyajian Neraca, dalam hal ini

aset, kewajiban, dan ekuitas dana, yaitu basis akrual.

49. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan basis pengukuran tersebut.

Mengenai basis pengukuran ini dijelaskan dalam Bagian 5.3 dari Bab V Struktur CaLK alternatif ini. Isinya lebih merupakan sorotan-sorotan tertentu atas berbagai pengukuran yang mungkin tidak lazim karena berbagai keadaan yang terkait atas elemen Laporan Akuntansi.

Sebagai contoh, kenyataan bahwa pemerintah Indonesia baru memulai penertiban sistem akuntansinya sementara aset yang dikuasai pemerintah ada yang sudah diperoleh sejak zaman penjajahan memungkinkan hilangnya referensi mengenai nilai aset. Oleh karena itu, akan terdapat kemungkinan pada bab ini penjelasan mengenai berbagai metode pengukuran nilai aset yang dilaporkan. Penjelasan berikut ini mungkin akan dapat dijadikan contoh tentang basis pengukuran:

Aset tetap yang sudah tidak terdapat bukti pendukung perolehannya diukur dengan nilai wajar sedangkan aset tetap yang masih terdapat bukti

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 30

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pendukung perolehannya diukur dengan nilai perolehannya. Sementara penetapan nilai ini masih berlangsung, terhadap aset-aset yang sudah teridentifikasi tetapi belum selesai dinilai, untuk kepentingan pelaporan keberadaan aset tersebut, nilainya ditetapkan sebesar Rp1.

50. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 44 dapat dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:

(a) Pengakuan pendapatan; (b) Pengakuan belanja;

(c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;

(d) investasi; (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak

berwujud; 21

(f) Kontrak-kontrak konstruksi;

(g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;

(h) Kemitraan dengan pihak ketiga; (i) Biaya penelitian dan pengembangan;

(j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;

Dalam hal menguraikan kebijakan akuntansi tentang aset lancar, khususnya Pesediaan, misalnya, bagian ini dapat berisikan uraian sebagai berikut:

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang dimaksdukan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Persediaan dicatat di neraca berdasarkan: - harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian, - harga standar apabila diperoleh dengan memprodukdsi sendiri, - harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh dengan

cara lain seperti donasi/rampasan.

(k) Pembentukan dana cadangan;

(l) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.

Pada dasarnya seluruh kebijakan akuntansi dijelaskan dalam bagian 5.2 dari Bab V Struktur CaLK alternatif ini. Penjelasannya pun tidak dapat dipisahkan dari persyaratan yang diatur dalam paragraf 51 dan 52 di bawah ini.

51. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan- kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib,

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 31

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Kurs. 52. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai pos- pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.

Uraian mengenai kebijakan akuntansi yang penting, sedapat mungkin menjelaskan berbagai kebijakan akuntansi atas elemen-elemen utama laporan keuangan seperti pendapatan, belanja, aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Dimuat dalam bagian 5.4 dari CaLK alternatif, kebijakan akuntansi yang hendak dijelaskan pada intinya adalah penjelasan mengenai basis dan kebijakan akuntansi yang mendasari pelaksanaan akuntansi pemerintahan yang menghasilkan Laporan Keuangan. Kebijakan akuntansi yang perlu dijelaskan adalah kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam mengakui, mencatat dan melaporkan seluruh hal yang terkait dalam Laporan Keuangan.

Contoh penjelasan mengenai kebijakan akuntansi yang mencakup pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban dan ekuitas dana adalah sebagai berikut:

a) Pengakuan Pendapatan pada saat kas diterima pada Kas Umum

Negara/Daerah

b) Pengakuan Belanja pada saat kas dikeluarkan dari Kas Umum Negara/Daerah

c) Pengakuan Pembiayaan pada saat kas diterima pada/ keluar dari Kas

Umum Negara/Daerah d) Jenis-jenis sumber daya/kekayaan yang dapat dikelompokkan sebagai

aset secara umum dan aset secara khusus yang terdiri dari aset lancar, investasi, aset tetap, dana cadangan. Selain itu, dalam bagian ini pun diuraikan cara penilaiannya.

Tentang Aset Tetap misalnya, bagian ini menguraikan bahwa Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh pemerintah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aset tetap dilaporkan berdasarkan neraca kementerian negara/lembaga per 31 Desember tahun 200x pada harga perolehan.

Pengakuan aset tetap yang perolehannya setelah tanggal 1 Januari tahun 200x didasarkan pada nilai satuan minimum kapitalisasi, yaitu: (a) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan olah

raga yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp300.000 (tiga ratus rupiah), dan

(b) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah)

Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai minimum kapitalisasi tersebut di atas, diperlakukan sebagai biaya kecuali pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya. Seluruh aset tidak didepresiasi.

e) Jenis-jenis kewajiban yang dapat dikelompokkan kewajiban jangka

pendek dan kewajiban jangka panjang. Mengingat instrumen keuangan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 32

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

yang berkaitan dengan kewajiban jangka panjang mengandung kompleksitas yang masih belum banyak diketahui awam, bagian ini perlu ditambahi dengan penjelasan mengenai aspek-aspek khusus yang berkaitan dengan berbagai instrumen hutang jangka panjang seperti obligasi dan lain-lain.

Penjelasan mengenai Kewajiban jangka panjang , misalnya, dapat mengulas tentang Fixed Rate Bonds-FR, atau Hedge Bonds-HB, atau surat utang.

Fixed Rate bonds-FR adalah obligasi yang memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan, dan dibayarkan secara periodik setiap enam bulan. Tingkat kupon obligasi jenis FR berkisar antara 10 persen sampai 16,5 persen, yang terdiri dari 23 seri, dengan masa jatuh tempo berkisar antara tahun 2005 sampai 2014 (posisi per akhir tahun 200x).

Hedge bonds-HB adalah obligasi lindung nilai yang berbunga mengambang, dan terdiri dari enam seri. Tingkat bunga per tahun obligasi jenis ini adalah sebesar SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate) ditambah dua persen, dihitung atas jumlah nominal yang telah disesuaikan terhadap perubahan kurs rupiah terhadap USD, dan dibayarkan empat kali dalam setahun (quarterly). Pada saat jatuh tempo, sebagaimana terms and condition-nya, HB dapat diganti dengan obligasi lain.

SRB-1/MK/2003 adalah surat utang yang diterbitkan pemerintah pada tanggal 7 Agustus 200x sebagai pengganti SU-001 dan SU-003, dalam rangka penyelesaian likuiditas BI (BLBI).

f) Penjelasan mengenai Ekuitas Dana harus meyakinkan bahwa ekuitas dana

merupakan kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara aset dengan utang pemerintah. Selanjutnya dijelaskan bahwa Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana Cadangan.

53. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara kuantitatif harus diungkapkan.

Penjelasan yang dituntut oleh paragraf 53 ini harus dipenuhi jika misalnya entitas pelaporan mengubah metode penyusutan dari garis lurus ke menurun berganda. Jelas, dalam metode garis lurus, jumlah akumulasi penyusutan sampai pada suatu tahun akan lebih sedikit daripada jika menggunakan metode menurun berganda. Selisih perhitungan ini, jika cukup material harus diungkapkan sehingga diharapkan pengguna akan tahun alasan mengapa saldo pos ”Diinvestasikan dalam Aset Tetap” dikurangi secara material sebagai akibat pengubahan metode penyusutan ini dan sebaliknya pos

”Akumulasi Penyusutan” ditambah sejumlah yang sama. 54. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 33

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. Pengungkapan Informasi yang diharuskan oleh pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan

Sekiranya entitas pelapor yakin bahwa pada akhir suatu tahun seluruh penilaian aset tetap yang tidak disertai dengan bukti pendukung akan selesai, maka CaLK dapat mengingatkan pengguna bahwa ketika revaluasi dilaksanakan maka nilai aset pemerintah akan bertambah secara material dari sekedar sejumlah aset yang bernilai Rp1 menjadi aset yang cukup bernilai. Dalam tahun-tahun berikutnya, hal ini akan membawa akibat adanya perhitungan penyusutan dalam jumlah material pula.

55. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.

Pengungkapan-pengungkapan lain yang paling perlu diuraikan dalam CaLK adalah penjelasan mengenai rekening-rekening atau pos-pos akuntansi. Penjelasan ini bisa jadi merupakan bagian yang paling panjang dibandingkan dengan yang lain. Dalam Struktur CaLK alternatif, pengungkapan penjelasan- penjelasan per pos atau rekening akuntansi ini dimuat dalam Bab VI.

Selengkapnya, contoh pengungkapan penjelasan per pos tersebut adalah sebagai berikut:

I. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

A. PENDAPATAN

A.1. Realisasi Pendapatan

(Pada bagian ini diuraikan jenis pendapatan yang masuk ke kas negara melalui satke-satker Kementerian Negara/Lembaga, berikut penyebab terlampuinya anggaran atau tidak tercapainya target, jika ada. Berikut adalah contoh pengungkapan pendapatan pada Kementerian yang menerima pendapatan perpajakan dan pendapatan nonpajak).

Pendapatan terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.

- Penerimaan pajak selama periode ini adalah sebesar Rp <total capaian penerimaan perpajakan selama periode pelaporan> atau

<persentase capaian>% dari anggarannya. Realisasi penerimaan pajak yang berada <di atas/di bawah>(pilih salah satu sesuai

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 34

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dengan kondisi yang ada).

- Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga memberikan kontribusi bagi pendapatan negara. Realisasi PNBP pada

<semester/tahun> (periode laporan) sebesar Rp<total capaian PNBP> atau <persentase capaian>% dari anggarannya. (Berikut adalah contoh penyebab tidak tercapainya target PNBP yang dianggarkan).

- Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga berasal dari

pengembalian belanja atas belanja-yang-terjadi-pada-tahun- anggaran-yang-lalu sebesar Rp<nilai pengembalian atas belanja- yang-terjadi-pada-tahun-anggaran-yang-lalu> dibukukan sebagai pendapatan lain-lain.

Selain pendapatan pajak dan PNBP, juga terdapat pendapatan yang berasal dari hibah, dengan realisasi sebesar Rp<total nilai capaian penerimaan hibah selama periode pelaporan> atau <persentase capaian>% dari anggarannya yang berjumlah Rp <total pagu penerimaan hibah untuk periode pelaporan>.

Dari total pendapatan yang telah dijelaskan di atas, terdapat pengembalian pendapatan sebesar Rp<total nilai pengembalian pendapatan> dimana sebesar Rp<total nilai pengembalian atas pendapatan-tahun-anggaran-sebelumnya> merupakan pengembalian atas pendapatan tahun anggaran tahun anggaran yang lalu, dan sisanya sebesar Rp<total nilai pengembalian atas pendapatan-tahun- anggaran-berjalan> merupakan pengembalian atas pendapatan- yang-diterima-pada-tahun-anggaran berjalan. Karena kedua jenis pengembalian pendapatan ini bersifat normal dan berulang (recurring), maka dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode terjadinya pengembalian.

B. BELANJA

B.1. Pelaksanan Realisasi Belanja

Belanja dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan dan efisiensi, namun tetap menjamin terlaksananya kegiatan-kegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Belanja <Nama Kementerian Negara/Lembaga> meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan belanja bantuan sosial (disebutkan sesuai dengan jenis belanja yang ada di satuan kerja yang ada dalam lingkup Kementerian Negara/Lembaga). Perincian Anggaran dan realisasi belanja dapat dilihat dari tabel-tabel berikut ini :

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 35

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tabel.1 Rincian Anggaran dan Realisasi Belanja per Jenis Satuan Kerja

<Nama Kementerian Negara/Lembaga> <Tahun Anggaran>

Uraian

Anggaran

Semula

Anggaran

Setelah Revisi

Realisasi

Belanja Persentase

1 2 3 4 5=(4/3)x10

0% Satuan Kerja

Pusat dan Daerah

Dekonsentrasi

Tugas

Pembantuan

R .p Rp. R .p ………….%

Rp. Rp. R .p ………….%

Rp. Rp. R .p ………….%

Jumlah Rp Rp Rp ………….%

Tabel.2

Rincian Anggaran dan Realisasi Belanja per Jenis Belanja

Kode Jenis Bel.

Uraian Jenis Belanja

Anggaran Setelah Revisi

Realisasi Belanja

Persentase

1 2 3 4 5=(4/3)x100

% 51 Belanja Pegawai Rp. Rp. ………….%

52 Belanja Barang Rp. Rp. ………….%

53 Belanja Modal Rp. Rp. ………….%

57 Belanja Bantuan

Sosial

Rp. Rp. ………….%

Dst Dst Rp. Rp. ………….%

Jumlah Rp Rp ………….%

<Format seperti di atas disesuaikan dengan jenis belanja yang terdapat pada kementerian negara/lembaga>

Dari realisasi anggaran tersebut di atas, untuk realisasi DIPA Luncuran adalah sebagai berikut :

Tabel.3 Rincian Anggaran dan Realisasi Belanja per Jenis Belanja DIPA Luncuran

Kode

Jenis Bel. Uraian Jenis Belanja

Anggaran Setelah Revisi

Realisasi

Belanja

Persen-tase

1 2 3 4 5=(4/3)x100

% XX <Isi dengan uraian

jenis bel.> Rp. Rp. ………….%

Jumlah Rp Rp ………….%

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 36

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Realisasi tersebut berasal dari......<angka jumlah> satuan kerja dalam lingkup UAPA yang tersebar di .......Eselon 1.

Tabel.4

Rincian Realisasi Belanja Modal

Kode MAK.

Uraian Belanja Modal(BM)

Anggaran Setelah Revisi

Realisasi Belanja

Persentase

1 2 3 4 5=(4/3)x10

0% 531111 BM Tanah Rp. Rp. ………….%

532111 BM Peralatan dan

Mesin

533111 BM Gedung dan

Bangunan

534111 BM Jalan dan Jembatan

Rp. Rp. ………….%

Rp. Rp. ………….%

Rp. Rp. ………….%

534112 BM Irigasi Rp. Rp. ………….%

534113 BM Jaringan Rp. Rp. ………….%

535111 BM Fisik Lainnya Rp. Rp. ………….%

Jumlah Rp Rp ………….%

Pengembalian belanja (penerimaan kembali belanja) atas belanja-yang- terjadi-pada-tahun-anggaran-berjalan sebesar Rp<nilai pengembalian atas belanja-yang-terjadi-pada-tahun-anggaran-berjalan>dibukukan sebagai kontra pos belanja pada periode pelaporan. Sedangkan pengembalian belanja atas belanja-yang-terjadi-pada-tahun-anggaran-yang-lalu sebesar Rp<nilai pengembalian atas belanja-yang-terjadi-pada-tahun-anggaran- yang-lalu> dibukukan sebagai pendapatan lain-lain.

Tabel.5 Rincian Realisasi Pengembalian Belanja per Jenis Belanja

Kode Jenis

Bel. Uraian Jenis Belanja

Realisasi Pengembalian

Belanja

1 2 4

51 Belanja Pegawai Rp.

52 Belanja Barang Rp.

53 Belanja Modal Rp.

57 Belanja Bantuan Sosial Rp.

Dst Dst Rp.

Jumlah Rp

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 37

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

II. PENJELASAN ATAS POS-POS NERACA

A. KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN

Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran pada <Nama Kementerian Negara/Lembaga> per <tanggal neraca> sebesar Rp<nilai kas di bendaharawan pembayar> merupakan saldo kas pada bendahara pengeluaran. Jumlah di atas merupakan saldo kas/bank dari penerimaan uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan secara definitif kepada Kas Negara pada tanggal neraca. Terdiri dari :

Tabel. 6 Daftar Kas Bendahara Pengeluaran

No. Uraian Eselon I Jumlah

1 Rp.

2

Jumlah Rp.

(rincian seperti di atas diuraikan secara lengkap terutama untuk periode akhir tahun anggaran, jika setelah tanggal 31 Desember

200x saldo kas di bendaharawan telah disetorkan, diungkapkan

Eselon I yang telah melakukan penyetoran).

B. KAS DI BENDAHARA PENERIMAAN

Saldo Kas di Bendahara Penerimaan pada <Nama Kementerian Negara/Lembaga>per <tanggal neraca> sebesar Rp<nilai kas di bendaharawan penerimaan> merupakan saldo kas pada bendahara penerimaan. Kas di Bendahara Penerimaan adalah penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang belum disetor ke Kas Negara pada tanggal neraca. Terdiri dari :

Tabel. 7 Daftar Kas Bendahara Penerimaan

No. Uraian Eselon I Jumlah

1 2 3

1 Rp

2

3

Jumlah Rp.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 38

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tabel.8 Rincian Saldo Kas di Bendahara Penerimaan

No. Kode MAP Uraian Jumlah Rupiah

1 2 3 4

Rp.

Jumlah Rp.

*) kode MAP diisi berdasarkan kode akun pendapatan yang belum disetorkan ke kas negara. Diungkapkan juga alasan mengapa pendapatan tersebut belum disetor.

C. PIUTANG

Piutang adalah semua hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang atau jasa yang dapat dijadikan kas dan belum diselesaikan pada tanggal neraca, yang diharapkan dapat diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan setelah tanggal neraca.

(data-data piutang di bawah ini merupakan hasil rekapitulasi dari eselon I).

C.1. Piutang Pajak

Piutang Pajak sebesar Rp.<jumlah rupiah> merupakan tagihan pajak yang telah telah mempunyai surat ketetapan yang dapat dijadikan kas dan belum diselesaikan pada tanggal neraca yang diharapkan dapat diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Berikut ini contoh rincian pada Pemerintah Pusat:

Tabel.9

Rincian Piutang Pajak menurut Wilayah

No. Kode

Wilayah Uraian Wilayah Jumlah Rupiah

1 2 3 4

Rp.

Jumlah Rp.

(Diisi untuk kanwil yang mempunyai Piutang Pajak beserta jumlahnya).

C.2. Piutang PNBP

Piutang Bukan Pajak sebesar Rp.<jumlah rupiah> merupakan piutang penerimaan negara bukan pajak, yaitu semua hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang atau jasa yang dapat dijadikan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 39

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kas dan belum diselesaikan pada tanggal neraca yang diharapkan dapat diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun.

Sebagai ilustrasi piutang tersebut terdiri dari :

Tabel.10

Rincian Piutang PNBP menurut Eselon I

No. Kode

Eselon I Uraian Eselon I Jumlah Rupiah

1 2 3 4

Rp.

Jumlah Rp.

Tabel.11 Rincian Piutang PNBP

No.

Kode Perkiraan Piutang

Uraian Piutang Jumlah Rupiah

1 2 3 4

Rp.

Jumlah Rp.

(Kode perkiraan piutang dapat dilihat dari PMK No.13/PML.06/2005 yang diisi berdasarkan perkiraan pendapatan)

C.3. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran

Jumlah Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) sebesar Rp.<jumlah rupiah> merupakan saldo TPA yang akan jatuh tempo dalam tahun anggaran 2007 yang berasal dari penjualan <uraikan jenis penjualan angsuran>.

C.4. Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi

Jumlah Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) sebesar Rp<jumlah rupiah> merupakan saldo Tagihan TGR yang akan jatuh tempo dalam tahun anggaran 2007.

C.5. Piutang Bukan Pajak Lainnya

Piutang Lain-lain sebesar Rp<jumlah rupiah> merupakan piutang yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu kategori piutang sebagaimana telah dijelaskan di atas yang diharapkan diterima pada tahun 2007.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 40

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

D. PERSEDIAAN

Persediaan merupakan jenis aset dalam bentuk barang atau perlengkapan (supplies) pada tanggal neraca, yang diperoleh dengan maksud untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Terdapat Persediaan pada tanggal <tanggal neraca> sebesar Rp <nilai persediaan pada tanggal neraca> yang diperoleh dari hasil inventarisasi, yang terdiri dari <uraian jenis persediaan sesui dengan klasifikasi pada bagan perkiraan standar dan nilai rupiah masing- masing>.

E. ASET TETAP

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Nilai aset tetap per <tanggal neraca> sebesar Rp <nilai total aset tetap> dengan perincian sebagai berikut:

Tabel.12 Daftar Aset Tetap

Nama Aset Tetap Saldo

Mutasi

Saldo

Akhir Awal Tambah Kurang

Tanah

Peralatan dan Mesin

Gedung dan Bangunan

Jalan, Irigasi dan Jaringan

Aset Tetap Lainnya

Jumlah

2 3 4 5

Mutasi tambah aset tetap terdiri dari: � Pembelian Rp.

� Penyelesaian Pembangunan Rp.

� Transfer dari unit lain Rp. � Hibah (masuk) Rp.

� dst

< ungkapkan penyebab mutasi tambah lainnya beserta jumlahnya>

Mutasi kurang aset tetap terdiri dari : � Penghapusan Rp. � Transfer ke unit lain Rp

� Koreksi Pencatatan Rp

� Hibah (keluar) Rp.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 41

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

� dst

< ungkapkan penyebab mutasi kurang lainnya beserta jumlahnya>

Pada periode semester/tahunan 200x (pilih salah satu sesuai cakupan laporan keuangan yang disajikan), realisasi belanja untuk

pengadaan aset tetap melalui pembangunan yang belum selesai pengerjaannya pada <tanggal neraca> adalah sebesar

Rp........................ Konstruksi dalam Pengerjaan tersebut terdiri dari:

� Tanah Rp.

� Peralatan dan Mesin Rp.

� Gedung dan Bangunan Rp. � Jalan Rp.

� Irigasi dan Jaringan Rp. � Aset Tetap Lainnya Rp.

< ungkapkan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan KDP>

(Pada sesi ini diungkapkan pula aset-aset pada satuan kerja yang masih mengalami permasalahan sehingga belum bisa dimasukkan dalam Neraca. Contoh aset seperti ini adalah tanah-tanah yang dikuasai Kementerian Negara/Lembaga tetapi dalam status sengketa, aset-aset yang secara faktual diperoleh dari hibah namun belum dapat dibukukan karena belum ada berita acara serah terimanya, penambahan nilai gedung tempat kerja bukan milik sendiri yang nilainya memenuhi syarat kapitalisasi dsb.)

F. ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)

(Hanya diungkapkan jika Kementerian Negara/Lembaga menguasai aset bersejarah)

Aset bersejarah (heritage assets) tidak disajikan di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset bersejarah diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada semester/tahun 200x realisasi belanja untuk Aset Bersejerah berupa belanja untuk < jelaskan penggunaan belanja tersebut misalnya untuk perolehan/ konstruksi/ peningkatan/ rekonstruksi> yang berasal dari belanja <barang/modal> adalah sebesar Rp.<jumlah total belanja>.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 42

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tabel.13 DAFTAR ASET BERSEJARAH

Nama Aset

Saldo Awal

Periode (dalam

satuan kuantitas)

Mutasi

Bertambah (dalam

satuan kuantitas)

Mutasi

Berkurang (dalam

satuan kuantitas)

Saldo Akhir

Periode (dalam

satuan kuantitas)

G. ASET LAINNYA

(Diungkapkan jika Kementerian Negara/Lembaga memiliki aset dengan jenis ini) Aset Lainnya adalah aset yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset lancar, investasi permanen dan aset tetap pada tanggal neraca. Aset Lainnya terdiri atas:

- Tagihan Penjualan Angsuran Rp<nilai TPA yang jatuh temponya

lebih dari 12 bulan setelah tanggal neraca>

- Tagihan Tuntutan Ganti Rugi Rp<nilai TGR yang jatuh temponya

lebih dari 12 bulan setelah tanggal neraca>

� Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp. <nilai kemitraan dgn pihak

ketiga>

Kemitraan dengan Pihak Ketiga berupa <uraian bentuk kemitraan tersebut>

H. UANG MUKA DARI KPPN

Uang muka dari KPPN merupakan akun penyeimbang dari akun Kas di Bendahara Pengeluaran. Nilai rupiah pada akun ini merepresentasikan uang persediaan yang belum dipergunakan dan/atau yang belum dipertanggungjawabkan sebagai pengeluaran definitif.

(Dapat diungkapkan nilai Uang Muka dari KPPN untuk setiap wilayah dan diakhir tahun diungkapkan alasan mengapa uang persediaan ini masih ada nilainya).

I. PENDAPATAN YANG DITANGGUHKAN

Pendapatan yang Ditangguhkan merupakan akun penyeimbang dari akun Kas di Bendahara Penerimaan. Nilai rupiah pada akun ini

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 43

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

merepresentasikan pendapatan negara bukan pajak yang sudah dipungut tetapi belum disetor ke kas negara pada tanggal pelaporan.

J. EKUITAS DANA LANCAR

Ekuitas Dana Lancar adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara nilai aset lancar dengan kewajiban lancar / jangka pendek, yang terdiri atas:

- Cadangan Piutang Rp<nilai rupiah akun Piutang>

- Cadangan Persediaan Rp<nilai rupiah akun Persediaan>

(Cadangan Piutang merupakan akun penyeimbang dari akun Piutang, sedangkan Cadangan Persediaan adalah akun penyeimbang dari akun Persediaan).

K. EKUITAS DANA INVESTASI

Ekuitas dana investasi adalah dana yang diinvestasikan dalam aset tetap dan aset lainnya. Ekuitas dana investasi pada tanggal <tanggal neraca>, terdiri atas: - Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp<jumlah nilai rupiah total

pos Aset Tetap> - Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Rp<jumlah nilai rupiah total

pos Aset Lainnya> (Diinvestasikan Dalam Aset Tetap merupakan akun penyeimbang dari pos Aset Tetap, sedangkan Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya adalah akun penyeimbang dari pos Aset Tetap Lainnya)

III. INFORMASI TAMBAHAN DAN PENGUNGKAPAN LAINNYA

A. Informasi Tambahan (Sesi ini digunakan untuk mengungkapkan hal-hal lain yang terkait dengan laporan keuangan tetapi belum terungkapkan pada sesi-sesi sebelumnya, misalnya bila kementerian negara/lembaga memiliki Badan Layanan Umum agar dijelaskan pada sesi ini. Berikut adalah contohnya:) Bersama ini kami lampirkan laporan keuangan Badan Layanan Umum yang berada lingkup <Nama Kementerian Negara/Lembaga> :

� Badan X � Unit Y � Rumah Sakit Z

� Dst.

B. Pengungkapan Lainnya (Sesi ini digunakan untuk mengungkapkan hal-hal lain yang terkait dengan laporan keuangan tetapi belum terungkapkan pada sesi-sesi sebelumnya, contoh yaitu :)

1. Domisili tempat satuan kerja tersebut berada;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 44

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2. Penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;

3. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan operasionalnya.

4. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan

kejadian-kejadian penting selama periode pelaporan, seperti: a.

Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun

berjalan;

b. Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru;

c. Piutang yang tidak dapat tertagih,

d. Peristiwa yang sedang terjadi yang akan dapat berpengaruhi terhadap Neraca pada masa yang akan datang yang tidak dapat disajikan pada Neraca, contohnya adanya proses pengadilan yang akan dapat mempengaruhi nilai neraca;

e. Penggabungan/pemecahan entitas tahun berjalan.

f. Satuan Kerja/wilayah yang realisasi anggarannya belum diterima.

5. Hambatan dan kendala lainnya dalam penyusunan laporan Keuangan Tahun Anggaran 200x termasuk dalam penyusunan Laporan Barang baik yang disebabkan oleh masalah intern maupun ekstern.

56. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas pelaporan pada periode yang akan datang.

57. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus, pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan keuangan.

Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas

Seluruh penjelasan yang dituntut oleh Paragraf 58 sampai dengan 61 ini dituangkan dalam Struktur CaLK alternatif dalam Bab VI bagian 6.2.

58. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset dan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 45

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.

Pada entitas pelaporan yang sudah menggunakan basis akrual, piutang pendapatan dan hutang belanja akan dicatat secara berbeda dari pencatatan oleh entitas yang menggunakan asas kas dalam mencatat pendapatan dan belanja. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut

Transaksi Catatan dengan Basis Akrual Catatan dengan Basis Kas

Menuju Akrual

Tanggal 31 Des

200x: Surat Ketetapan Pajak menetapkan Pajak Penghasilan yang dapat ditagih: Rp 300 Milyar

SPM Langsung atas pembelian Mobil yang belum dkeluarkan SP2D oleh KPPN Rp300 juta

31 Des 200x:

(Db) Pihutang Pajak 412

juta

(Kr) Pendapatan Pajak

412jt

(Db) Belanja Modal 300 jt

(Kr) Hutang 300 jt

(Db) Aset tetap 300 jt

(Kr) Diinvst dl Aset Ttp

300 jt

31 Des 200x:

(Db) Pihutang Pajak 412 jt

(Kr) Pndptn Ditgghkan

412 jt

(Db) Dana yg hrs

Disediakan 300 jt

(Kr)Hutang 300jt

Dari contoh di atas tampak bahwa baik Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca catatan menurut kedua basis berbeda. LRA akan berbeda karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan belanja. Neraca juga berbeda karena ada perbedaan pencatatan aset dan ekuitas dana atau aset bersih.

59. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada paragraf 26 dan 76 memungkinkan entitas pelaporan menyusun laporan keuangannya dengan basis akrual untuk pendapatan dan belanja. Entitas pelaporan tersebut harus menyediakan informasi tambahan termasuk rincian mengenai output entitas dan outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan. Hal ini dimaksudkan agar pembaca laporan dapat memahami pos-pos aset dan kewajiban yang timbul dikarenakan penerapan basis akrual pada pos-pos pendapatan dan belanja, seperti pendapatan yang diterima di muka, biaya dibayar di muka, dan biaya penyusutan/depresiasi. Pos-pos aset dan kewajiban tersebut merupakan akibat dari penerapan basis akrual atas pos-pos pendapatan dan belanja.

Dengan kasus yang diuraikan dalam paragraf 58 maka jika kebijakan akuntansi mengijinkan untuk mencatat penyusutan pada tahun yang sama dengan pembelian aset maka perbedaan akan kembali muncul dalam bentuk: Laporan Kinerja Keuangan Basis akrual akan memperoleh tambahan beban penyusutan sebesar penyusutan setahun sementara LRA basis Kas menuju Akrual tidak dipengaruhi penyusutan.Jika menggunakan metode garis lurus dengan masa manfaat 10 tahun, maka beban penyusutan adalah Rp30 juta.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 46

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Neraca basis akrual mengalami kekurangan ekuuitas dana akibat adanya tambahan beban penyusutan sedangkan Neraca basis Kas menuju Akrual tidak terpengaruh karena tidak ada beban penyusutan disebabkan belum adanya pencatatan aset tetap. Kembali, hal ini pun perlu direkonsiliasi.

60. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara Laporan Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal dari Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai yang sama dengan nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran.

Dengan semua contoh kasus dalam paragraf 58 dan 59, contoh rekonsiliasi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

Transaksi Rekonsiliasi

Kinerja keuangan basis kas menurut LKK basis Kas

Penambahan Belanja Modal yang belum

Boleh dicatat karena belum Ada pengeluaran kas dari Kas negara

Beban penyusutan yang tidak boleh dicatat mengingat aset tetap belum dicatat

Pengurangan Pendapatan pajak yang belum Boleh dicatat karena belum ada Penerimaan di Kas Negara

Biaya Netto Laporan Kinerja Keuangan

Basis Kas: Rp xx

Belanja Modal 300 juta Beban Penyusutan 30 juta Pendapatan pajak ( 412

juta)

SILPA menurut is Rpxx - 82

juta Basis Kas

menuju Akrual

Rekonsiliasi Laporan Kinerja Keuangan di atas disertai dengan penyesuain

Neraca melalui jurnal penyesuaian sebagai berikut:

Pendapatan Pajak Rp412 juta Dana yang Harus Disediakan 300 juta

Diinvestasikan dalam Aset Tetap 300 juta Akumulasi Penyusutan 30 juta

Pendapatan yang Ditangguhkan Rp412 juta Belanja Modal 300 juta

Aset Tetap 300 juta

Beban Penyusutan 30 juta Dengan jurnal di atas, Neraca berdasarkan basis kas menuju Akrual akan dikurangi sebesar Aset teap yang seharusnya belum dicatat. Selain itu, seluruh

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 47

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

koreksi ats pendapatan, belanja, dan beban penyusutan akan memengaruhi nilai Ekuitas Dana.

61. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi dan penjelasan atas kondisi yang ada pada paragraf 59 dan 60, harus disajikan sebagai bagian dari Catatan atas Laporan Keuangan.

Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya

Seluruh pengungkapan yang dituntut oleh paragraf 62 sampai dengan 65 ini dimuat dalam Struktur CaLK alternatif ini dalam Bab VII.

62. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca laporan. 63. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu: (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas

tersebut berada;

(b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan

operasionalnya.

64. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti:

(a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan;

(b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru;

(c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan. (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang

harus ditanggulangi pemerintah.

Komitmen atau kejadian kontinjensi yang perlu disajikan adalah berbagai kejadian, yang umumnya berkaitan dengan litigasi atau penuntutan atau penggugatan yang menjadikan pemerintah sebagai pihak tergugat. Keberatan atas ketetapan pajak, tuntutan restitusi pajak, atau aksi masal untuk menuntut ganti rugi, adalah contoh-contoh populer untuk kejadian kontinjensi. Sepanjang tuntutan ini belum mampu menghasilkan kemungkinan nilai restitusi atau ganti rugi yang harus dibayar oleh negara secara meyakinkan maka kejadian ini cukup diungkapkan secara naratif dengan atau tanpa menyebut potensi kerugian yang ditimbulkan.

65. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku sebagai pelengkap standar ini.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 48

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SUSUNAN 66. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: (a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-

Undang APBN/Perda APBD;

(b) khtisar pencapaian kinerja keuangan;

(c) Kebijakan akuntansi yang penting: i. Entitas pelaporan;

ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan

keuangan; iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan

ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas pelaporan;

v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.

(d) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar

Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan.

(e) Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang menggunakan basis akrual;

(f) Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum daerah.

Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian awal, Susunan atau Struktur CaLK yang dimaksud dalam Bagian Susunan ini sudah dicoba dilengkapi secara lebih rinci dengan memakai Struktur atau Susunan alternatif. Selain untuk mencoba lebih menyesuaikannya dengan aturan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Struktur alternatif ini juga diharapkan akan dapat lebih lengkap dan sistematis.

Apabila masih ada informasi yang dianggap perlu dikemukakan demi memenuhi suatu prinsip pengungkapan yang memadai, tetapi belum termuat dalam Bab I sampai dengan VI, maka informasi tersebut dapat dimuat dalam Lampiran

Sebagai contoh, Lampiran dapat memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) Laporan realisasi anggaran pendapatan negara dan hibah menurut unit

kerja dan kode rekening serta belanja pemerintah menurut unit kerja dan kode program

2) Laporan realisasi belanja pemerintah menurut fungsi dan subfungsi

3) Laporan realisasi belanja pemerintah menurut jenis belanja 4) DIPA/DPA Luncuran tahun anggaran per bagian anggaran

5) Laporan realisasi dana perimbangan

6) Laporan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian 7) Laporan realisasi pengembalian belanja 8) Saldo kas di KPPN per daerah

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 49

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

9) Saldo rekening pemerintah di bank-bank 10) Saldo kas di bendahara pengeluaran

11) Dan lain lain Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 50

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN Kasus 1

Laporan Realisasi Anggaran menunjukkan adanya penerimaan pembiayaan dari penjualan aset pemerintah sebesar Rp1,3 Triliun. Laporan Arus Kas menunjukkan bahwa penerimaan pembiayaan tersebut berasal dari penjualan Gedung sebagaimana juga ditunjukkan oleh berkurangnya nilai aset tetap pada pos Gedung dalam Neraca.

Pertanyaan:

a) Sejauh mana kira-kira seorang Investor Property dan seorang Ibu Rumah Tangga yang baru mengalami kenyataan bahwa dua anaknya, masing- masing tidak lulus Ujian Nasional SLTP dan SLTA memaknai informasi tentang gedung sekolah itu?

b) Faktor apa yang paling berperan dalam membentuk perbedaan apresiasi tersebut?

Kasus 2

Jika dari kasus 1 terdapat tambahan informasi yang diperoleh dari Catatan atas Laporan Keuangan bahwa gedung yang dijual adalah gedung-gedung sekolah termasuk gedung SLTP dan SLTA, dengan bunyi catatan dari Bab VII CaLK tentang Penjelasan atas Informasi Non Keuangan sebagai berikut:

“Untuk menutupi defisit anggaran, sementara kapasitas berhutang pemerintah sudah semakin kecil dan pendapatan dari investasi tidak dapat diandalkan, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengefisienkan pemakain gedung-gedung sekolah SD, SLTP dan SLTA sehingga ruangan kelas diupayakan diisi murid semaksimal mungkin, setidaknya rata-rata 50 orang per kelas ukuran 8 x 6 meter persegi.

Hasil kebijakan ini diharapkan memungkinkan pemerintah untuk meruilslag gedung-gedung sekolah, terutama yang terdapat di pusat-pusat perkotaan. Hasil ruilslag inilah yang dijadikan salah satu sumber penerimaan pembiayaan.”

Pertanyaan: 1. Apakah Investor Property dan seorang Ibu Rumah Tangga yang baru

mengalami kenyataan bahwa dua anaknya, masing-masing tidak lulus Ujian Nasional SLTP dan SLTA masih mempunyai penafsiran yang sama atas laporan keuangan pemerintah sebagaimana halnya saat mereka hanya mendapat informasi pada kasus 1?

2. Tindakan apa yang paling mungkin diambil oleh kedua pihak sebagai penanda utama perbedaan penafsiran laporan keuangan setelah mendapat informasi dari Catatan atas Laporan Keuangan?

3. Menurut anda, praktik pelaporan mana di antara kasus 1 dengan 2 yang lebih bersesuaian dengan penciptaan good governance?

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 51

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pertanyaan

1. Berikan dua contoh transaksi atau kejadian yang masing-masing berkaitan

dengan enerimaan pendapatan dan pengeluaran belanja yang harus dimuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai akibat dari keharusan untuk memenuhi aturan paragraf 58 PSAP 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan yang berbunyi:

“Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.”

2. Apa yang mungkin menjadi kendala utama bagi suatu entitas pelapor dalam

menyusun Catatan atas Laporan Keuangan jika kompetensi sumber daya manusia dalam memahami akuntansi pemerintah dan penerapan standarnya tidak merupakan masalah?

3. Suatu entitas pelaporan yang memunyai fungsi dalam bidang keamanan dan

ketertiban memunyai visi “Melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat”. Pada suatu tahun salah satu unit kerjanya melaksanakan program Pengawasan Akuntabilitas Aparatur Negara dengan indikator kinerja outcome dan output serta anggaran sebagai berikut

Fungsi: Keamanan dan Ketertiban

Program - Kegiatan

Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara

- Pemberkasan

kasus

Indikator Hasil / Keluaran

Jumlah kasus berindikasi

KKN yang selesai

proses penuntutan

Sasaran 1500

kasus

80%

Anggaran Belanja

Pegawai Barang Modal 250 juta

- Studi Banding

- Pengadaan Peralatan

Persen kasus yang diberkaskan

Orang hari

Item

400 OH 12 item

3,5

mlyr

4,1

mlyr

Realisasi kinerja program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara di atas adalah sebagai berikut:

Sasaran Indikator hasil

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 52

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Jumlah kasus berindikasi KKN yang selesai proses penuntutan = 224 kasus

Sasaran Indikator keluaran

- Pemberkasan kasus = 31% - Studi Banding = 552 hari

- Pengadaan Peralatan = 10 item

Realisasi anggaran per jenis Belanja adalah sebagai berikut

- Belanja Pegawai = Rp 239 juta - Balanja Barang = Rp 3. 489 juta

- Belanja Modal = Rp4.005 juta Pertanyaan

1) Susunlah catatan atas laporan keuangan untuk mengisi Bab IV Struktur CaLK

alternatif sebagai pemenuhan dari ketentuan PSAP 04 paragraf 27 dan 28 yang masing-masing berbunyi sebagai berikut.

27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output) dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan.

28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ikhtisar pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus: (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan

untuk mencapai tujuan;

(b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan

(c) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan andal;

2) Apa kendala, jika ada, bagi penyusunan bagian CaLK ini? 3) Bagaimana kendala ini seharusnya diatasi?

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 04 – 53

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mengingat hampir setiap aktivitas instansi pemerintah untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan banyak membutuhkan persediaan. Oleh karena itu sebagai lembaga publik, yang berkewajiban menyediakan barang dan jasa publik, instansi pemerintah harus mengelola persediaannya secara baik. Sebagai asset lancar, persediaan sulit untuk dipertanggungjawabkan pada akhir tahun anggaran karena dianggap sebagai bahan habis pakai. Oleh karena itu, pengelolaan persediaan perlu dilakukan dengan baik mengacu kepada PSAP nomor 5 dengan dipandu oleh modul akuntansi persediaan ini. Modul akuntansi persediaan ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi instansi pemerintah untuk mengelola persediaan secara akuntabel dan transparan.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam mengukur, mengakui, mencatat

dan menyajikan persediaan dalam Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami definisi dan ruang lingkup persediaan 2. Menguasai teknis pengakuan, pengukuran dan penilaian persediaan 3. Memahami pengungkapan dan penyajian persediaan dalam laporan

keuangan.

C. Deskripsi Ringkas

Persediaan dalam kegiatan operasional pemerintah pada umumnya merupakan barang habis pakai, sehingga pengelolaan dan pertanggungjawabannya masih kurang mendapat perhatian. Pengelolaan dan pencatatan persediaan selama ini diberbagai instansi pemerintah belum mempunyai acuan yang baku, sehingga masih beragam antar metode dan cara pencatatan yang digunakan. Sejalan dengan itu diharapkan modul persediaan ini dapat menjadi acuan yang baku dalam penyajian persediaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan teori yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi soal-soal latihan dan contoh kasus yang berkaitan dengan penilaian, pengukuran, pengakuan dan penyajian persediaan dalam laporan keuangan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

PERSEDIAAN A. Tujuan

Dalam upaya menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel dan

transparan, maka seluruh transaksi keuangan yang dilakukan oleh instansi pemerintah harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan akun dari masing- masing transaksi. Pengeluaran terhadap kebutuhan sehari-hari perkantoran dicatat sebagai belanja barang dan belum dilaporkan sebagai persediaan didalam laporan keuangan. Sehubungan dengan itu untuk memberikan pemahaman tentang transaksi dimaksud dan pengaruhnya terhadap suatu akun, dan sejalan dengan tujuan standar akuntansi pemerintahan untuk mengatur perlakuan akuntansi terhadap persediaan maka disusun modul akuntansi persediaan ini.

B. Ruang Lingkup Persediaan

PSAP 05 tentang persediaan diterapkan dalam penyajian seluruh

persediaan dalam laporan keuangan yang disusun dan disajikan dengan basis cash towards accrual, di mana menggunakan basis kas untuk pengakuan pos- pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah serta tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

Akuntansi persediaan bagi pemerintah pusat dan daerah yang diatur

meliputi :`

a. Definisi,

b. Pengakuan, c. Pengukuran, dan d. Pengungkapan.

C. Definisi

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Dalam upaya memberikan pemahaman yang mendalam terhadap

persediaan, maka perlu diberikan batasan yang dapat dipedomani untuk dapat mengklasifikasikan suatu aset kedalam kelompok persediaan. PSAP nomor 5 menyatakan bahwa suatu aset digolongkan kedalam persediaan apabila:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

� Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan

operasional pemerintah;

� Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;

� Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.

� Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat

dalam rangka kegiatan pemerintahan;

Dari uraian tersebut diatas persediaan dapat meliputi:

� Barang Konsumsi;

� Amunisi; � Bahan untuk pemeliharaan;

� Suku cadang;

� Persediaan untuk tujuan strategis/tujuan berjaga-jaga; � Pita cukai dan leges; � Bahan baku;

� Barang dalam proses/setengahjadi; � Tanah/bangunan untuk dijual/diserahkan kpd masyarakat;

� Hewan dan tanaman untuk dijual/diserahkan kpd masyarakat.

Secara ringkas, persediaan dapat digambarkan sebagai berikut:

Barang atau perlengkapan

(supplies) yang digunakan sendiri A dalam rangka kegiatan

operasional pemerintah

Barang habis pakai Barang tak habis pakai Barang bekas pakai

Barang yang diperoleh untuk B dijual atau diserahkan kepada

masyarakat

Barang yang digunakan dalam

C proses produksi jika pemerintah

memproduksi sendiri (swakelola))

Bahan baku atau supplies

Barang dalam proses (setengah jadi) Barang jadi

Dalam suatu transaksi keuangan dimana pengeluaran yang dilakukan

pemerintah ditujukan untuk tujuan cadangan strategis/ berjaga-jaga, barang- barang yang diperoleh diakui sebagai persediaan. Sebagai contoh pemerintah membeli bahan bakar minyak sebagai cadangan energi dan membeli beras untuk cadangan pangan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Apabila pemerintah membeli hewan dan tanaman untuk dijual atau

diserahkan kepada masyarakat antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman, juga diakui sebagai persediaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PERSEDIAAN A. Pengakuan Persediaan

Persediaan diakui pada saat :

a. Potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan

mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

b. Diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik pada akhir periode

akuntansi. Untuk persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek

swakelola dan dibebankan ke akun konstruksi dalam pengerjaan, tidak diakui

sebagai persediaan.

Inventarisasi fisik terhadap persediaan dapat berupa penghitungan, pengukuran atau penimbangan barang pada akhir masa pembukuan untuk menghitung jumlah (kuantitas) suatu persediaan. Kemudian berdasarkan jumlah(kuantitas) tersebut diperoleh suatu nilai rupiah persediaan yang bersangkutan untuk dimasukkan ke dalam pembukuan. Inventarisasi fisik dilakukan pada setiap akhir periode akuntansi.

Berikut ini adalah jurnal yang harus dibuat apabila suatu entitas menggunakan metode pencatatan persediaan dengan sistem periodik

o Untuk mencatat terjadinya belanja barang di SKPD

Belanja Barang Rp xxx

Kas di Kas Daerah Rp xxx

Selanjutnya pembelian barang tersebut dicatat dalam buku persediaan untuk dapat dilakukan pengadministrasian dan penatausahaan dari barang persediaan dimaksud, sehingga apabila pada akhir periode dilakukan opname fisik persediaan dapat diketahui nilainya.

Pengurangan dan penggunaan suatu persediaan harus dicatat didalam

buku persediaan sesuai dengan tanggal terjadinya.

o Hasil opname fisik terhadap persediaan akan dijurnal sebagai berikut:

Persediaan Rp xxx

Cadangan Persediaan Rp xxx

(Pencatatan saldo persediaan akhir periode akuntansi di SKPD)

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

B. Pengukuran Persediaan

Nilai persediaan meliputi seluruh belanja yang dikeluarkan sampai suatu barang persediaan tersebut dapat dipergunakan. Dalam PSAP 5 dalam paragraf

18 dikatakan bahwa persediaan disajikan sebesar:

(a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;

(b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;

(c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti

donasi/rampasan; Dari uraian diatas, pengukuran persediaan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Biaya

perolehan

Persediaan diperoleh dengan =

pembelian

Harga pembelian + biaya pengangkutan + biaya penanganan –

potongan harga – rabat

Biaya standar

Persediaan

diperoleh dengan = memproduksi

sendiri

Biaya Langsung + biaya tidak langsung

Nilai wajar Persediaan diperoleh dengan =

cara lain, misalnya donasi/rampasan

Nilai aset secara wajar

Persediaan disajikan sebesar:

Biaya perolehan, apabila diperoleh dengan pembelian;

Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan sejenis lainnya akan mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.

Untuk persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Contoh:

Dibeli suatu persediaan kertas HVS sebanyak 100 rim dengan harga Rp. 10.000 /rim, dimana untuk pembeliannya dikenakan biaya angkut sebesar Rp. 10.000 dan diberikan potongan harga sebesar Rp. 500/rim. Maka nilai persediaan yang akan dimasukkan kedalam buku persediaan adalah sebesar:

Harga beli (100 rim x Rp. 10.000) Rp. 1.000.000,-

Biaya angkut Rp. 10.000,-

Total harga Rp. 1.010.000,-

Dikurangi potongan harga (Rp. 500 x 100) Rp. 50.000,-

Nilai persediaan sebesar Rp. 960.000,-

Biaya standar, apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;

Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan rencana kerja dan anggaran.

Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti

donasi/rampasan;

Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai dengan menggunakan nilai wajar. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar.

Perhitungan biaya persediaan

Biaya persediaan berdasarkan PSAP No.5 harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).

Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh organisasi kepada kantor pajak) dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa dapat dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Biaya konversi Persediaan Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi tetap dan biaya overhead variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi barang jadi. Biaya overhead produksi tetap adalah biaya produksi tak langsung yang relatif konstan, tanpa memperhatikan volume produksi yang dihasilkan, seperti penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan peralatan pabrik serta biaya manajemen dan administrasi pabrik. Biaya overhead produksi variabel adalah biaya yang berubah secara langsung atau hampir secara langsung mengikuti perubahan volume produksi, seperti bahan tak langsung dan upah tak langsung.

Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN PERSEDIAAN

Persediaan disajikan dalam kelompok aset lancar pada neraca pemerintah berdasarkan harga perolehan terakhir jika persediaan diperoleh dengan pembelian, sebesar biaya standar yang dikeluarkan jika persediaan diproduksi sendiri dan sebesar nilai wajar jika diperoleh dengan cara lain seperti donasi/rampasan.

Persediaan disajikan didalam neraca dengan akun lawan cadangan

persedian yang merupakan bagian dari ekuitas dana lancar. Kedua akun tersebut harus disajikan dengan jumlah yang sama (self balancing).

Disamping penyajian diatas hal-hal lain yang dipandang perlu untuk

diungkapkan dalam laporan keuangan sehubungan dengan persediaan meliputi:

Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;

Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;

Kondisi persediaan;

Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Hal-hal tersebut di atas tidak dilaporkan dalam neraca tetapi diungkapkan dalam

Catatan atas Laporan keuangan. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

Pilihan Ganda: 1. Berikut ini termasuk kelompok persediaan dalam akuntansi pemerintahan,

kecuali:

a. Perlengkapan kantor b. Bibit tanaman pada dinas perkebunan c. Peralatan kantor pada dinas tata kota d. Leges pada dinas pendapatan daerah.

2. Pemkab Tratau membeli Alat tulis kantor kepada CV Usaha Mandiri sebesar

Rp 7.000.000 berupa Kertas A4 100 rim @ 35.000, kertas F4 50 rim @ 40.000 dan toner printer 4 buah @ 375.000. Atas belanja tersebut maka akan dicatat pada: a. buku persediaan b. jurnal persediaan c. jurnal pengeluaran kas d. jurnal penerimaan kas

3. Apabila persediaan diperoleh dengan cara memproduksi sendiri, maka nilai

persediaan dihutung dingan menggunakan: a. biaya perolehan b. biaya standar c. nilai taksiran d. nilai appraisal

4. Akun Cadangan Persediaan pada neraca disajikan pada pos: a. aset lancar b. aset tetap c. kewajiban d. ekuitas

5. Hal-hal yang harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan

terhadap Persediaan meliputi: a. kebijakan akuntansi persediaan b. kondisi barang c. penjelasan lebih lanjut atas persediaan d. semua jawaban benar

KASUS

SOAL 1

Bendaharawan kantor Dinas Perkebunan membeli alat tulis kantor sebagai berikut:

a. kertas fotocopy 70 gram ukuran A4 sebanyak 30 rim @ Rp 26.000,- b. kertas fotocopy 70 gram ukuran F4 sebanyak 30 rim @ Rp 28.000,- c. kertas fotocopy 70 gram ukuran A3 sebanyak 20 rim @ Rp 55.000,- d. ordner folio 40 buah @ Rp 8.000,- e. map diamond 100 lembar @ Rp 1.250,- f. disket Sony 3,5 HD 5 dos @ Rp 40.000,-

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

g. ongkos angkut dibayarkan sebesar Rp 75.000,- h. potongan harga yang diterima sebesar Rp 50.000,-

Diminta: a) Hitunglah nilai persediaan untuk pembelian tersebut. b) Buatlah jurnal untuk mencatat belanja

SOAL 2 Disamping pengadaan alat tulis kantor tersebut, selama beberapa tahun belakangan ini, dinas perkebunan melakukan budidaya bibit unggul untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Jumlah tanaman yang dibudidayakan sebanyak 15.000 bibit. Tanaman tersebut dibeli oleh dinas perkebunan dengan harga Rp.5.000,- per bibit. Sampai dengan saat ini bibit tersebut telah berkembang menjadi bibit siap sebar. Biaya yang telah dikeluarkan untuk pembudidayaan bibit tersebut adalah sebagai berikut:

- biaya pupuk sebesar Rp 2.000.000,-

- biaya tenaga kerja Rp 10.000.000,- - biaya lainnya Rp 5.000.000,-

Diminta:

Hitunglah nilai persediaan untuk pembelian tersebut.

SOAL 3 Selama tahun 200X telah terjadi pembelian dan penggunaan alat tulis kantor. Berdasarkan hasil stock opname diketahui bahwa terdapat sisa persediaan alat tulis kantor sebagai berikut:

a. kertas fotocopy 70 gram ukuran A4 sebanyak 5 rim b. kertas fotocopy 70 gram ukuran F4 sebanyak 2 rim c. kertas fotocopy 70 gram ukuran A3 sebanyak 1 rim d. ordner folio sebanyak 10 buah

e. stof maf diamond 25 lembar Berdasarkan data pembukuan diketahui bahwa harga pembelian terakhir adalah sebagai berikut:

kertas fotocopy 70 gram ukuran A4 @ Rp 28.000/ rim kertas fotocopy 70 gram ukuran F4 @ Rp 30.000/ rim kertas fotocopy 70 gram ukuran A3 @ Rp 60.000/ rim

ordner folio sebanyak @ Rp 1.000,-/ buah stof maf diamond @ Rp 1.500,-/ lembar

Tidak terdapat perbedaan antara hasil stock opname dengan pencatatan persediaan

Diminta:

a) Hitunglah nilai Persediaan per 31 Desember 200x b) Buatlah jurnal untuk pencatatan nilai persediaan yang harus disajikan di

neraca per 31 Desember 200X

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN 1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 05 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul Akuntansi Investasi ini disusun untuk memudahkan pemahaman

terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 Akuntansi

Investasi. Modul ini disusun sebagai bahan Pelatihan untuk Pelatih standar

Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan mempelajari modul ini diharapkan

peserta dapat belajar mandiri (self study) atas materi Akuntansi Investasi

pada Pemerintah Pusat maupun daerah. Modul ini menguraikan kembali

paragraf-paragraf standar maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh

yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam

implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan yang berkaitan dengan

Investasi pemerintah pada BUMD/BUMD dan badan usaha lainnya.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP);

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan

Laporan Keuangan.

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami pengertian investasi, bentuk dan klasifikasi Investasi;

2. memahami pengakuan, penilaian, penyajian dan pengungkapan

investasi;

3. Menguasai teknis pencatatan investasi dalam penyajian laporan keuangan.

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul PSAP 06 disusun sesuai dengan urutan paragraf standar

yang antara lain meliputi: pengertian investasi, bentuk-bentuk investasi,

klasifikasi investasi, pengakuan investasi, metode penilaian dengan metode

biaya maupun metode ekuitas, dan pengukuran investasi. Pengakuan hasil

investasi, pelepasan Investasi (divestasi) juga diilustrasikan dalam modul ini.

Pada bagian akhir dijelaskan penyajian investasi pada laporan keuangan dan

pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara

pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi

soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan Akuntasi Investasi.

Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif

dari para peserta pelatihan di dalam aktivitas diskusi, latihan dan tanya

jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

BENTUK DAN KLASIFIKASI INVESTASI

APBN/APBD terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan

anggaran pembiayaan. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah

menggunakan struktur anggaran defisit (I account). Dengan pendekatan ini

berarti pendapatan tidak harus sama dengan belanja. Selisih antara

pendapatan dan belanja disebut sebagai surplus/defisit. Surplus/defisit

tersebut selanjutnya ditutup dengan transaksi pembiayaan. Dalam kondisi

defisit akan digali sumber-sumber pembiayaan untuk menutupinya, antara

lain dengan penarikan pinjaman, maupun divestasi penyertaan modal yang

dimiliki pemerintah. Sebaliknya dalam kondisi surplus pemerintah dapat

memanfaatkannya untuk membayar utang, membentuk dana cadangan, atau

melakukan investasi yang bertujuan untuk menambah pemasukan kas di

masa mendatang atau untuk mendapatkan manfaat sosial seperti penciptaan

lapangan kerja.

Investasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan

pinjaman kepada pihak lain atau mendirikan badan usaha. Investasi dapat

dilakukan dengan mendirikan badan usaha (penyertaan) atau memberikan

pinjaman digolongkan sebagai pengeluaran pembiayaan (investasi).

A. Pengertian Investasi

Investasi adalah kegiatan pemerintah menanamkan uangnya dalam

bentuk penyertaan modal atau pembelian surat utang dalam rangka

memperoleh manfaat ekonomi atau sosial. Aset Investasi adalah aset yang

dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan

royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan

pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Manfaat ekonomi dapat diperoleh dalam rangka meningkatkan

pendapatan pemerintah. Apabila berinvestasi dalam bentuk saham diharapkan

akan diperoleh pendapatan dividen, sedangkan apabila dalam bentuk surat

utang diharapkan terdapat pendapatan bunga.

Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang

tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada

peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun golongan

masyarakat tertentu, seperti tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat atau

untuk menggerakkan ekonomi masyarakat.

B. Bentuk Investasi

Fungsi pemerintah dalam rangka peningkatan kesejahteraan

masyarakat perlu didukung dengan tersedianya dana yang mencukupi. Oleh

karena itu pemerintah memungut pajak dan pungutan lainnya dari

masyarakat. Selain mengandalkan dana dari masyarakat pemerintah dapat

mengupayakan sendiri sumber penerimaan lain dengan dana yang

dikelolanya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Dana yang dikelola pemerintah apabila terlalu sedikit akan

mengalami kesulitan keuangan, sebaliknya apabila terlalu banyak akan

terdapat kas menganggur (idle cash). Oleh karena itu, perlu dilakukan

manajemen kas yang baik agar tidak terjadi kekurangan kas dan apabila

terdapat kas yang menganggur dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam

jangka panjang kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk

berinvestasi baik melalui instrumen utang (pemberian pinjaman) atau melalui

instrumen saham (penyertaan) baik dengan cara membeli saham maupun

mendirikan badan usaha milik negara/daerah.

Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara lain

memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam

jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk

investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Dalam melakukan

investasi pemerintah tidak seperti perusahaan swasta. Investasi pemerintah

dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, mengenai bentuk, sifat dan

jenis-jenisnya.

Investasi dapat dilakukan untuk jangka pendek maupun jangka

panjang. Investasi jangka pendek dilakukan pada pasar uang sedangkan

investasi jangka panjang dilakukan pada pasar modal. Investasi pemerintah

biasanya dilakukan dalam bentuk deposito, Sertifikat Bank Indonesia, surat

utang dan obligasi BUMN/BUMD, penyertaan pada BUMN/BUMD, atau

penyertaan pada badan usaha lainnya.

Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan

sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat

berupa pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang

(obligasi), serta instrumen ekuitas (saham).

C. Klasifikasi Investasi

Dalam rangka akuntansi dan pelaporan aset investasi pemerintah

secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua, yaitu investasi jangka pendek

dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan kelompok

aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan kelompok aset

nonlancar.

Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan

dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.

Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki

lebih dari 12 (dua belas) bulan.

Menurut sifat kepemilikannya investasi jangka panjang dibedakan

menjadi investasi nonpermanen dan investasi permanen. Investasi

nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak dimaksudkan untuk

dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen adalah investasi jangka

panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan atau tidak

direncanakan untuk dijual kembali.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

1. Investasi Jangka Pendek

Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai

berikut:

(a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;

(b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya

pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul

kebutuhan kas;

(c) Berisiko rendah.

Dengan memperhatikan kriteria tersebut, maka surat berharga

yang berisiko tinggi karena dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar, tidak

termasuk dalam investasi jangka pendek yang dapat dibeli pemerintah

(contoh saham pada pasar modal.) Jenis investasi yang tidak termasuk

dalam kelompok investasi jangka pendek antara lain adalah:

(a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan

suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk

menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;

(b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga

hubungan kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya

pembelian surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik

dalam negeri maupun luar negeri untuk menunjukkan partisipasi

pemerintah; atau

(c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam

memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek,

antara lain terdiri atas :

(1) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan atau yang

dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);

(2) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh

pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank

Indonesia (SBI).

2. Investasi Jangka Panjang

Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk

dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang dibagi

menurut sifat penanamannya, yaitu permanen dan nonpermanen.

Investasi Permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan

untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen

adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara

tidak berkelanjutan. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah

investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat

untuk memperjualbelikan atau menarik kembali. Sedangkan pengertian

tidak berkelanjutan adalah kepemilikan investasi yang berjangka waktu

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus

menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.

(a) Investasi Permanen

Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah investasi

yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk

mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka

panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan.

Investasi permanen ini dapat berupa :

a. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/ daerah,

badan internasional, dan badan usaha lainnya yang bukan milik

negara;

b. Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk

menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat.

(b) Investasi Nonpermanen

Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah

investasi yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang biasanya

terdapat jangka waktu tertentu. Investasi nonpermanen pada suatu

saat akan jatuh tempo atau selesai. Pada saat jatuh tempo akan

ditarik atau diperbaharui kembali.

Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain

dapat berupa:

a. Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang

dimaksudkan untuk dimiliki oleh pemerintah sampai dengan tanggal

jatuh tempo;

b. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan

kepada pihak ketiga;

c. Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan

masyarakat seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada

kelompok masyarakat;

d. Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan

untuk dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan

modal yang dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan

perekonomian.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

PENGAKUAN, PENGUKURAN,

DAN METODE PENILAIAN INVESTASI

A. Pengakuan Investasi

Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi apabila

memenuhi salah satu kriteria berikut:

(a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa pontensial

di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh

pemerintah;

(b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai

(reliable).

Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai

pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam

laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh

investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.

Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset memenuhi

kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat

kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa

potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia

pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup

bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan

diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh

manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul.

Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai

(reliable), biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran atau

pembelian yang didukung dengan bukti yang menyatakan/

mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu investasi

mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehan atau berdasarkan nilai

wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai

estimasi yang layak dapat digunakan.

B. Pengukuran Investasi

Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat

membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar

digunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi

yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai

tercatat atau nilai wajar lainnya.

Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya

obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan

investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah komisi

perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya yang timbul dalam rangka

perolehan tersebut.

Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya

perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi pada tanggal

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar, biaya

perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar aset lain yang

diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut.

Investasi jangka pendek dalam bentuk bukan surat berharga, misalnya

dalam bentuk deposito jangka pendek, dicatat sebesar nilai nominal deposito

tersebut.

Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya penyertaan

modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi harga

transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam rangka

perolehan investasi tersebut.

Sebagai contoh, Pemda Gresik membeli saham PT semen Gresik

sebanyak 30.000 lembar saham, nominal @ Rp10.000 dengan harga pari.

Biaya Komisi dan administrasi 5% dari nilai nominal. Pemda Gresik mencatat

investasinya sebesar Rp315 juta dengan Perhitungan:

30.000 lembar X Rp 10.000 = Rp 300.000.000

Biaya komisi dan administrasi

5% X Rp 300.000.000 = Rp 15.000.000

Jumlah Rp 315.000.000

============

Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian obligasi

jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki secara

berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan investasi dalam

bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang akan segera

dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan.

Sebagai contoh, Pemkot Surabaya membeli obligasi Lapindo Brantas sebanyak 50.000 lembar obligasi dengan suku bunga 9%, tanggal kupon 1 April dan 1

oktober. nominal @ Rp 10.000 dengan harga beli @ Rp.9.500. Obligasi

tersebut akan jatuh tempo tahun 2015. Biaya Komisi dan administrasi 5% dari

nilai nominal. Pemkot Surabaya mencatat investasinya dalam obligasi sebesar

Rp475 juta dengan Perhitungan:

50.000 lembar X @ Rp 9.500 = Rp 450.000.000

Biaya komisi dan administrasi

5% X 50.000 X Rp 10.000 = Rp 25.000.000

Jumlah Rp 475.000.000

============

Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di proyek-

proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai sebesar biaya

pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan dan biaya

lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian proyek sampai proyek

tersebut diserahkan ke pihak ketiga.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset

pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah sebesar

biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga perolehannya

tidak ada.

Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus dinyatakan dalam

rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang

berlaku pada tanggal transaksi.

C. Metode Penilaian Investasi

Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode yaitu:

(a) Metode biaya;

Metode biaya adalah suatu metode penilaian yang mencatat nilai investasi

berdasarkan harga perolehan.

Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya

perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil

yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya nilai investasi pada

badan usaha/badan hukum yang terkait.

(b) Metode ekuitas;

Metode ekuitas adalah suatu metode penilaian yang mengakui penurunan

atau kenaikan nilai investasi sehubungan dengan adanya rugi/laba badan

usaha yang menerima investasi (investee), proporsional terhadap

besarnya saham atau pengendalian yang dimiliki pemerintah.

Dengan menggunakan metode ekuitas, pemerintah mencatat investasi

awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar

bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian laba

yang diterima pemerintah akan mengurangi nilai investasi pemerintah.

Sedangkan dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham, tidak

mempengaruhi nilai investasi pemerintah karena pengakuan kenaikan

nilai investasinya sudah dilakukan pada saat laba dilaporkan. Penyesuaian

terhadap nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi

kepemilikan investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan yang

timbul akibat pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.

(c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan;

Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama untuk

kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu dekat.

Penggunaan metode tersebut di atas didasarkan pada kriteria sebagai

berikut:

(a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;

(b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20%

tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode

ekuitas;

(c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;

(d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih

yang direalisasikan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Metode biaya dan metode ekuitas digunakan untuk pengukuran nilai

investasi atas investasi permanen, sedangkan metode nilai bersih yang dapat

direalisasikan digunakan untuk pengukuran nilai investasi nonpermanen.

Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya prosentase kepemilikan

saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode

penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh

(the degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee.

Ciri-ciri adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee,

antara lain:

(a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;

(b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;

(c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi

perusahaan investee;

(d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam

rapat/pertemuan dewan direksi.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PENGAKUAN HASIL INVESTASI

Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, antara lain

berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash dividend)

dicatat sebagai pendapatan. Sebagai contoh, jika Obligasi PT Semen Cibinong

yang dimiliki pemerintah Daerah X dengan nilai nominal Rp1 Milyar dengan

suku bunga tetap 8%, kupon dibayarkan tiap 1 April dan 1 Oktober. Akan

dilakukan pencatatan pendapatan sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1 April ’06 Kas di Kas Daerah Rp 40 juta

Pendapatan Bunga Rp 40 juta

1 Okt ’06 Kas di Kas Daerah Rp 40 juta

Pendapatan Bunga Rp 40 juta

Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari penyertaan

modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode biaya, dicatat

sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila menggunakan metode

ekuitas, bagian laba yang diperoleh pemerintah akan dicatat sebagai

pendapatan dan sekaligus pengurang nilai investasi pemerintah.

Dividen yang diterima dalam bentuk saham (stock dividend) tidak

mempengaruhi nilai investasi pemerintah sehingga pada saat pembagian stock

dividend tidak dilakukan pencatatan. Informasi tentang hal tersebut cukup

diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Pada penilaian investasi dengan mempergunakan metode biaya,

terdapat dua hal yang harus diperhatikan pada saat mengakui hasil investasi:

a. Apabila hasil investasi yang dibagikan berupa cash dividend, maka

besarnya kas yang diterima tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah

investasi. Penerimaan hasil investasi dicatat sebagai penambah kas dan

pendapatan hasil investasi.

b. Apabila hasil investasi yang dibagikan berupa saham, maka besarnya

bagian laba berupa deviden akan menambah besarnya jumlah investasi,

dengan demikian secara otomatis jumlah yang diinvestasikan dalam

investasi permanen juga akan bertambah.

Ilustrasi lebih lanjut kedua bentuk pembagian laba ini dapat dilihat pada

contoh soal dibawah.

Dalam hal investasi dicatat dengan menggunakan metode ekuitas:

a. Apabila hasil investasi berupa cash dividend, maka besarnya kas yang

diterima akan mengurangi nilai investasi pemerintah.

Dalam hal pemerintah telah memakai basis akrual, maka pada saat

pengumuman laba, entitas akan mengakui adanya piutang dividen,

sehingga tidak ada pencatatan pendapatan. Hal ini disebabkan karena

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pada saat realisasi pembagian laba pemerintah akan mencatat sebagai

penerimaan kas dan pengurangan atas piutang dividen.

Namun dalam hal pemerintah belum menerapkan basis akrual, cash

dividend harus dicatat sebagai pendapatan hasil investasi.

b. Apabila hasil investasi yang dibagikan berupa dividen saham, maka

pemerintah tidak perlu menambahkan nilai investasinya, karena

penambahan atas kepemilikan pemerintah sudah dicatat atau bertambah

pada saat diumumkannya laba oleh perusahaan. Perubahan nilai investasi

pemerintah dengan metode ekuitas, terjadi pada saat perusahaan

mengumumkan adanya laba.

Sebagai contoh, pada tanggal 1 Februari 2005 Pemda X membeli 5.000

lembar Saham PT Maju Bersama sebesar harga nominal (par) senilai 50 juta

untuk kepemilikan 5%. Pada tanggal 20 Februari 2006 manajemen PT Maju

Bersama mengumumkan laba tahun 2005 sebesar Rp100 juta pada tanggal 3

Juni 2006 PT Maju bersama membagikan deviden tunai sebesar Rp500 per

lembar saham. Karena penyertaannya hanya 5% maka Pemda X melakukan

pencatatan investasinya dengan metode biaya dan deviden yang diterima

akan dicatat sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1 Febr ’05 Pengeluaran Pembiayaan-

Penyertaan

Rp 50 juta

Kas Rp 50 juta

Penyertaan Modal Pemda Rp 50 juta

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka Panjang

20 Feb ’06 Tidak ada jurnal (memorial)

Rp 50 juta

3 Juni ’06 Kas di Kas Daerah Rp 2,5 juta

Pendapatan Dividen/

Bagian Laba

Rp 2,5 juta

Dalam kondisi yang sama misalnya pada tanggal 1 Februari 2005

Pemda Y membeli 50.000 lembar saham seharga nilai nominal Rp500 juta

untuk kepemilikan perusahaan 50%, sehingga pemda tersebut melakukan

pencatatan dengan metode ekuitas. Pada tanggal 20 Februari 2006

manajemen PT Maju Bersama mengumumkan laba tahun 2005 sebesar Rp100

juta. pada tanggal 3 Juni 2006 PT Maju bersama membagikan deviden tunai

sebesar Rp500 per lembar saham, sehingga Pemda Y akan melakukan

pencatatan sehubungan dengan investasinya pada PT Maju Bersama sebagai

berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1 Febr ’05 Pengeluaran Pembiayaan-

Penyertaan

Rp 500 juta

Kas di Kas daerah Rp 500 juta

Penyertaan Modal Pemda Rp 500 juta

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka

Panjang

Rp 500 juta

20 Feb ’06 Penyertaan Modal Pemda Rp 50 juta

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka

Panjang

(Untuk mencatatpengumunan

laba)

Rp 50 juta

3 Juni ’06 Kas di Kas Daerah Rp 25 juta

Pendapatan

Dividen/Bagian Laba

(Untuk mencatat dividen tunai 50%)

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka Panjang

Penyertaan Modal

Pemda

(Untuk mencatat pengurangan nilai investasi

atas penerimaan dividen

tunai)

Rp 25 juta

Rp 25 juta

Rp 25 juta

Hasil investasi yang diterima dalam bentuk kas selain dilaporkan pada

Laporan Realisasi Anggaran juga dilaporkan pada Laporan Arus Kas pada

kelompok Arus Masuk Kas dari Aktivitas Operasi.

Seandainya tanggal 10 Juni 2006 laba tahun 2005 sebanyak 25% dari

laba tersebut di atas dibagikan dalam bentuk saham sebanyak 2.500 lembar

saham, maka Pemda X dan Pemda Y akan mencatat penerimaan deviden

saham tersebut sebagai berikut:

Pemda X

Tanggal Keterangan Debet Kredit

10 Juni ’06 Penyertaan Modal Pemda Rp 1,25 juta

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka

Panjang

Rp 1,25 juta

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pemda X mengakui bagian laba 5% dari 2500 lembar saham = 125 lembar,

atau 25% X 100 juta X 5% = Rp 1,25 juta

Pemda Y

Tanggal Keterangan Debet Kredit

10 Juni ’06 Tidak ada jurnal

(memorial)

Pemda Y tidak mencatat pembagian dividen saham tersebut, sebab Pemda Y

telah mengakui bagian laba pada tanggal 20 Februari 2006 pada saat

pengumuman laba, sehingga nilai investasi Pemda Y tidak dipengaruhi oleh

pembagian laba dalam bentuk dividen saham tersebut.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB V

PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI

Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena penjualan, atau

pelepasan hak karena peraturan pemerintah, dan sebab-sebab lainnya.

Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek yang berasal dari

manajemen kas diakui sebagai penerimaan kas pemerintah. Penerimaan dari

pelepasan investasi ini dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan atau

pembiayaan dalam laporan realisasi anggaran. Penerimaan ini dilaporkan

dalam Laporan Arus Kas dari Aktivitas Operasi. Sedangkan penerimaan dari

pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan.

Pelepasan investasi pemerintah dapat dilakukan hanya terhadap sebagian

investasi. Apabila pelepasan hanya dilakukan untuk sebagian investasi maka

nilai investasi yang dilepas dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata dari

investasi tersebut.

Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai investasi

terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah.

Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi investasi jangka

panjang menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset Lain-lain, atau

sebaliknya.

Dalam hal terdapat perbedaan nilai buku dengan hasil divestasi selisih

tersebut tidak diakui sebagai keuntungan atau kerugian, hasil divestasi dicatat

sebesar kas atau aset yang diterima sebagai penerimaan pembiayaan, dan

investasi dikurangi sebesar nilai buku.

Contoh:

Pemda A mempunyai investasi dalam bentuk saham pada BPD X sebanyak

1.000 lembar dengan nilai tercatat Rp1 miliar. Pada tanggal 10 Januari 2006, 500 lembar saham BPD X dijual kepada Pemda B dengan harga Rp700 juta.

Jurnal untuk pelepasan saham tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debet Kredit

10 Jan ’06 Kas di Kas Daerah Rp 700 juta

Penerimaan

Divestasi/Pembiayaan

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka Panjang

Penyertaan Modal

Pemda

Rp 500 juta

Rp 700 juta Rp 500 juta

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB VI

PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN INVESTASI

A. Penyajian Investasi dalam Laporan Keuangan

Investasi disajikan sesuai dengan klasifikasi Investasi. Investasi jangka

pendek disajikan pada pos aset lancar di neraca sedangkan investasi jangka

panjang disajikan pada pos investasi jangka panjang sesuai dengan sifatnya,

baik yang bersifat permanen maupun yang nonpermanen.

Dalam akuntansi pemerintah digunakan pendekatan ”self balancing

group of account” sehingga setiap akun di neraca mempunyai akun pasangan

masing-masing. Investasi Jangka Pendek yang berasal dari manajemen kas

mempunyai pasangan akun SILPA dan Investasi Jangka Panjang mempunyai

pasangan Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang. Investasi jangka

pendek yang disajikan pada aset lancar disajikan pula dengan jumlah yang

sama pada pos ekuitas dana lancar pada akun SILPA. Investasi jangka

panjang yang disajikan pada pos Investasi jangka panjang disajikan pula

dengan jumlah yang sama pada pada akun Diinvestasikan dalam Investasi

Jangka Panjang pada kelompok Ekuitas Dana Investasi.

PEMDA ABC

NECARA

Per 31 Desember 2005

ASET

ASET LANCAR

....

Investasi Jangka Pendek Rp XXX

....

INVESTASI JANGKA PANJANG

Investasi Nonpermanen Rp YYY

Investasi Permanen Rp YYY

Jumlah Investasi Permanen Rp YYYY

.......

KEWAJIBAN

....

EKUITAS

Ekuitas Dana Lancar

SILPA Rp ZZZZ

EKUITAS DANA INVESTASI

Diinvestasikan dalam

Investasi Jangka Panjang Rp YYYY

B. Pengungkapan

Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan

pemerintah berkaitan dengan investasi, antara lain:

(a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

(b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;

(c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun investasi

jangka panjang;

(d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan

tersebut;

(e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya;

(f) Perubahan pos investasi.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pilihan Ganda:

SOAL LATIHAN

1. Pemda FGH membeli obligasi PT Semen Gresik dengan nilai nominal Rp 50

juta, obligasi tersebut akan jatuh tempo pada tahun 2010, obligasi

tersebut dicatat sebagai:

a. investasi jangka pendek

b. investasi menengah

c. investasi nonpermanen

d. investasi permanen

2. Dibeli saham PT Agro Industri Makmur 50.000 lembar saham nilai nominal

saham @ Rp 10.000 harga pasar @ Rp 11.000, biaya komisi dan

administrasi sebesar Rp 5.000.000. Nilai Perolehan aset tersebut adalah:

a. Rp 500.000.000

b. Rp 550.000.000

c. Rp 505.000.000

d. Rp 555.000.000

3. Pemkab Semaule menerima pendapatan bunga atas obligasi dari PT Karya

Negeri sebesar Rp 25.000.000. Atas transaksi tersebut akan dicatat: a. Menambah kas di kas daerah

b. menambah pendapatan bunga

c. menambah penerimaan pembiayaan

d. mengurangi nilai investasi

4. Dalam rangka peningkatan kinerja PDAM, Pemkab Milihe selaku pemilik

tunggal Saham PDAM berencana menerbitkan saham PDAM yang akan

dijual kepada Investor Dalam Negeri sebanyak 1.000.000 yang akan

mengakibatkan kepemilikan pada PDAM menjadi 50 %. Atas penjualan

saham tersebut PDAM memperoleh dana segar (cash) Rp 10 Milyard. Atas

transaksi tersebut mengakibatkan:

a. Kas di Kas Daerah bertambah

b. Penerimaan pembiayaan bertambah

c. Nilai Investasi Pemerintah pada PDAM berkurang

d. Tidak mempengaruhi kas di daerah

5. Menurut Laporan keuangan tahun 2005 nilai Investasi Pemkab Bukit Hijau

pada BPD Jawa Tengah sebesar 10 % atau senilai 10 milyar. Setengah

dari Penyertaan tersebut dijual kepada Pemkab Bukit Merah senilai 6

Milyar. Atas transaksi tersebut:

a. dicatat sebagai pendapatan 6 milyar

b. dicatat sebagai penerimaan pembiayaan Rp 5 Milyar

c. dicatat sebagai penerimaan pembiayaan Rp 6 milyar

d. dicatat sebagai pendapatan Rp 1 milyar

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 18

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 06 – 19

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP 11) tentang ”Laporan Keuangan Konsolidasian” merupakan acuan bagi Pemerintah Pusat/Daerah dalam menyusun dan menghasilkan Laporan Keuangan Konsolidasian dimasing-masing tingkatan entitas pelaporan. Pengertian Laporan Keuangan Konsolidasian dalam PSAP 11 berbeda dengan Laporan Konsolidasian sektor swasta, karena konsolidasian yang dilaksanakan bukan merupakan konsolidasian antara induk dan cabang. Untuk memudahkan pemahaman lebih lanjut tentang PSAP 11 dirasa perlu untuk menyusun modul pembelajaran ini.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan

Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami pengertian Entitas Akuntansi, Entitas Pelaporan dalam penyajian Laporan Keuangan

2. Menguasai teknis penggabungan dan pengkonsolidasian dalam penyajian laporan keuangan konsolidasian.

3. Memahami posisi laporan keuangan BLU/BLUD dan Laporan Keuangan BUMN/BUMD dalam Laporan keuangan Pemerintah.

C. Deskripsi Singkat

Laporan keuangan konsolidasian disusun dengan menggabungkan laporan antar entitas pelaporan dan ditambah laporan keuangan Badan Layanan Umum. Laporan keuangan entitas akuntansi yang digabungkan pada tingkat entitas akuntansi diatasnya bukan merupakan laporan keuangan konsolidasian, tetapi hanya merupakan laporan keuangan gabungan antar entitas akuntansi. Untuk laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya dilampirkan dalam laporan keuangan konsolidasian.

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan teori yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasian.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN

A.Tujuan

Tujuan PSAP 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian adalah

memberikan acuan dan aturan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan informasi sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu diharapkan PSAP 11 dapat menjadi acuan akan pentingnya penyusunan laporan keuangan konsolidasian yang selama ini belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh entitas pelaporan.

B. Ruang Lingkup

Laporan Keuangan Konsolidasian akan dilaksanakan oleh masing- masing tingkatan entitas pelaporan pemerintah pusat dan daerah. Didalam Sistem Akuntansi Pemerintah dikenal adanya entitas yang melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan perannya dalam menghasilkan laporan keuangan. Entitas dimaksud adalah:

1. Entitas Akuntansi, yang terdiri dari: 1) Setiap kuasa pengguna anggaran di lingkungan suatu Kementerian

Negara/Lembaga yang mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran tersendiri, termasuk pengguna dana Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan

2) Bendahara Umum Daerah (BUD). 3) Kuasa pengguna anggaran di lingkungan Pemerintah Daerah bila

mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran yang terpisah, jumlah anggarannya relatif besar, dan pengelolaan kegiatannya dilakukan secara mandiri.

2. Entitas Pelaporan, yang terdiri dari: 1) Pemerintah Pusat.

2) Pemerintah Daerah.

3) Kementerian negara/lembaga (KL). 4) Bendahara Umum Negara (BUN).

Dalam PSAP 11 paragrap 2. disebutkan bahwa ”Laporan keuangan

untuk tujuan umum dari unit pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi menurut standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas”. Maksud terkonsolidasi adalah Laporan yang dihasilkan oleh entitas pelaporan merupakan penggabungan dari entitas- entitas akuntansi yang ada dibawah satu entitas pelaporan dengan proses berjenjang dalam wadah Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat/Daerah. Dalam

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat pengelolaan transaksi keuangan Pemerintah Pusat dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu:

1. Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Bendaharawan Umum Negara yang sering disebut Sistem Akuntansi Pusat (SiAP).

2. Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Kementerian Negara/ Lembaga yang sering disebut Sistem Akuntansi Instansi (SAI).

Dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah pengelolaan transaksi

keuangan Pemerintah Daerah dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu:

1. Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Bendaharawan Umum Daerah.

2. Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Satuan Kerja Perangkat

Daerah.

Disamping hal tersebut diatas dilingkup pemerintah pusat diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan konsolidasian tingkat pemerintah pusat sesuai dengan PSAP 11 paragrap 3 yang mengatakan ”Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum”. Laporan Keuangan Konsolidasian Pemerintah Pusat yang sering disebut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan laporan gabungan seluruh entitas pelaporan ditingkat Kementerian Negara/Lembaga dan laporan yang berasal dari entitas pelaporan Bendaharawan Umum Negara.

Laporan Keuangan Konsolidasian ini tidak mengatur: 1. Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;

2. Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;

3. Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan

4. Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

C. Definisi

Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Modul Laporan Keuangan Konsolidasian:

1. Badan Layanan Umum (BLU) adalah badan yang dibentuk

pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan umum, mengelola dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, dan tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.

2. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.

3. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.

4. Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

5. Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan

yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas

pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

ENTITAS PELAPORAN DAN ENTITAS AKUNTANSI DALAM PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN

A. Entitas Pelaporan

Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu

atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang- undangan, yang umumnya bercirikan:

1. Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau

mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran,

2. Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 3. Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat

atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 4. Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung

maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Entitas pelaporan ditetapkan

berdasarkan pertimbangan:

1. kemandirian pelaksanaan anggaran,

2. pengelolaan kegiatan, dan

3. besarnya anggaran.

Entitas pelaporan tingkat kementerian Negara/lembaga mempunyai

tanggungjawab dalam penyusunan Laporan keuangan gabungan. Dalam penyusunan laporan keuangan dimaksud selanjutnya Entitas Pelaporan dibantu oleh Entitas akuntansi yang merupakan unit vertikal dibawah, seperti Eselon I, Kanwil dan Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran.

Entitas pelaporan pemerintah pusat mempunyai tanggungjawab untuk

menyusun laporan keuangan konsolidasian dari seluruh laporan keuangan gabungan kementerian Negara/lembaga yang selanjutnya ditambah dengan laporan yang berasal dari penyelenggara fungsi perbendaharaan.

Entitas pelaporan pemerintah daerah menyusun laporan keuangan

konsolidasian dari gabungan seluruh laporan keuangan gabungan satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya ditambah laporan yang berasal dari penyelenggara fungsi perbendaharaan. Entitas pelaporan satuan kerja perangkat daerah menyusun laporan keuangan dari gabungan seluruh laporan keuangan entitas akuntansi seperti Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran.

B. Entitas Akuntansi

Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau

mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

akuntansi atas transaksi keuangan, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak menggunakan standar akuntansi pemerintahan, tetapi menggunakan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Setiap unit pemerintah dapat ditetapkan menjadi suatu entitas

akuntansi apabila unit yang dimaksud mengelola anggaran sebagaimana yang dimaksud dalam PSAP 11 paragrap 12 yang mengatakan ”Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan”. Selain itu apabila suatu entitas akuntansi yang karena penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai entitas pelaporan dan bukan sebagai entitas akuntansi seperti pengertian diatas sebagai contoh BLU.

Badan Layanan Umum (BLU) adalah badan yang dibentuk pemerintah

untuk menyelenggarakan pelayanan umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita. Laporan keuangan BLU akan disampaikan ke entitas pelaporan yang membawahi BLU dimaksud dan akan digabungkan dalam Laporan Keuangan entitas pelaporan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PROSEDUR DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN

A. Komponen Laporan Keuangan Konsolidasian

Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah untuk masing-masing

entitas pelaporan dan entitas akuntansi setidak-tidaknya terdiri dari:

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA), 2. Neraca, 3. Laporan Arus Kas (LAK), dan

4. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Khusus untuk Laporan Arus Kas hanya dihasilkan dan disusun oleh entitas pelaporan yang menjalankan fungsi perbendaharaan. Laporan keuangan tersebut diatas menurut PSAP 11 paragrap 6 menyebutkan bahwa ”Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan”, dimana laporan arus kas tidak dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasian tetapi hanya merupakan laporan yang disusun oleh BUN/BUD. Dari uraian tersebut yang termasuk dalam Laporan keuangan konsolidasian adalah:

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA), 2. Neraca,

3. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

B. Prosedur Konsolidasi

Konsolidasian yang dilakukan oleh entitas pelaporan pada instansi

pemerintah pusat/daerah berbeda dengan konsolidasian yang dilakukan oleh perusahaan swasta, karena konsoliasian pada instansi pemerintah bukan merupakan konsolidasi antara induk dan cabang. Konsolidasi sebagaimana dimaksud oleh PSAP 11 paragrap 17 ”dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik”.

1. Penggabungan ditingkat Kementerian Negara/Lembaga

Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan menggabungkan

laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya.

1. Satuan kerja Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang mengelola anggaran adalah entitas akuntansi yang harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Penyelenggaran akuntansi bertujuan untuk

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

menghasilkan laporan keuangan yang akan disampaikan kepada entitas pelaporan. Penyelenggaran akuntansi mengacu kepada Sistem Akuntansi Pemerintah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

2. Wilayah Wilayah selaku unit vertikal di Propinsi melakukan penggabungan laporan keuangan yang berasal dari satuan kerja (entitas akuntansi) yang ada dibawah tanggungjawab wilayah yang bersangkutan. Kantor wilayah dalam tatanan Sistem Akuntansi Pemerintaha diperlakukan sebagai entitas akuntansi untuk melakukan penggabungan ditingkat wilayah yang berkewajiban menyampaikan laporan keuangan ke unit vertikal diatasnya. Penggabungan dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun yang sama antar entitas akuntansi.

3. Eselon I Eselon I dalam hal ini Direktorat Jenderal selaku unit vertikal Kementerian Negara/lembaga melakukan penggabungan laporan keuangan yang berasal dari wilayah-wilayah (selaku entitas akuntansi) yang ada dibawah tanggungjawab Eselon I yang bersangkutan. Eselon I dalam tatanan Sistem Akuntansi Pemerintaha diperlakukan sebagai entitas akuntansi untuk melakukan penggabungan laporan keuangan ditingkat Direktorat Jenderal yang selanjutnya disampaikan ke Kementerian Negara/lembaga yang membawahinya. Penggabungan dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun yang sama antar entitas akuntansi pada tingkat wilayah.

4. Kementerian Negara/Lembaga Kementerian Negara/lembaga sebagai entitas pelaporan melakukan proses penggabungan laporan keuangan yang berasal dari entitas akuntansi yang ada dibawah tanggungjawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Kementerian Negara/lembaga akan menyampaikan laporan keuangan gabungan ke Menteri Keuangan untuk dilakukan proses konsolidasian ditingkat pemerintah pusat. Disamping itu kementerian negara/lembaga berkewajiban menyampaikan laporan keuangan konsolidasian ke BPK untuk diaudit.

2. Laporan Keuangan ditingkat Bendaharawan Umum Negara (BUN)

Menteri Keuangan selaku BUN menyusun Laporan Keuangan menyangkut realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran yang berpengaruh terhadap kas. Laporan keuangan yang di hasilkan oleh BUN berupa Laporan Arus Kas dan Neraca. Laporan ini akan digabungkan dengan laporan kementerian negara/lembaga. BUN dalam tatanan Sistem Akuntansi Pemerintah adalah entitas pelaporan yang berkewajiban melakukan penggabungan laporan keuangan yang berasal dari Kuasa Bendaharawan Umum Negara. Laporan tersebut akan disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dilakukan proses penggabungan ditingkat pemerintah pusat.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Konsolidasi ditingkat LKPP

Menteri Keuangan selain sebagai BUN juga berfungsi sebagai penyusun Laporan Keuangan Konsolidasian untuk disampaikan ke Presiden. Proses penyusunan laporan keuangan konsolidasian dilakukan dengan mengkonsolidasikan laporan keuangan gabungan yang berasl dari masing- masing Entitas Pelaporan di tambah dengan laporan keuangan yang berasal dari Entitas Pelaporan yang menjalankan fungsi Perbendaharaan. Menteri Keuangan selaku entitas pelaporan akan menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasian ke Presiden untuk diteruskan ke BPK dan DPR. Laporan Keuangan Konsolidasian yang disusun pada tingkat Pemerintah Pusat sudah termasuk laporan keuangan BLU.

4. Konsolidasi ditingkat Pemerintah Daerah.

Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang mengelola anggaran adalah entitas akuntansi yang harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Penyelenggaran akuntansi bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang akan disampaikan kepada entitas pelaporan. Penyelenggaran akuntansi mengacu kepada Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan gabungan dari satuan kerja yang berada dilingkup SKPD dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku entitas pelporan untuk dilakukan proses konsolidasian.

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku BUD menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah yang selanjutnya akan digabungkan dengan laporan keuangan yang berasal dari SKPD.

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku entitas pelaporan melakukan proses konsolidasian dan menyusun laporan keuangan PEMDA berdasarkan laporan keuangan SKPD serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah dan disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota untuk selanjutnya disampaikan ke BPK dan DPRD.

Proses Konsolidasi diatas dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa menurut PSAP 11 paragrap 21

dikatakan bahwa ”Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

(a) Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto kepada Laporan Realisasi Anggaran kementerian negara/ lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya.

(b) Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian negara/

lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris

membawahinya.

Dengan kata lain bahwa laporan keuangan BLU merupakan laporan

keuangan yang sudah tergabungkan didalam laporan keuangan kosolidasian Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang membawahi BLU dimaksud. Disamping BLU Pemerintah Pusat/Daerah juga memiliki Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dimana laporan keuangannya tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah. Laporan Keuangan BUMN/BUMD hanya dilampirkan dalam Laporan Keuangan Konsolidasin Pemerintah Pusat dan Daerah.

C. Penyajian Laporan Keuangan Konsolidasian

Pemerintah pusat/daerah menyampaikan laporan keuangan

konsolidasian dari gabungan semua laporan entitas pelaporan kepada lembaga legislatif. Laporan keuangan konsolidasian tersebut disusun sesuai dengan periode pelaporan masing-masing entitas pelaporan sebagaimana disebutkan dalam PSAP 11 paragrap 7 bahwa ”Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya”. Laporan keuangan konsolidasian disusun sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan dan dirinci menurut organisasi, fungsi, subfungsi, program dan jenis belanja sehingga dapat diperbandingkan dengan anggaran dan realisasi tahun sebelumnya. Laporan keuangan konsolidasian disusun dan disajikan secara komparatif sehingga dapat dilakukan analisis trend perubahan kenaikan dan penurunan penggunaan anggaran.

Disamping itu dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian harus

diikuti dengan proses eliminasi akun-akun yang saling timbal balik atau saling menghapus (resiprocal accounts) sebagaimana disebutkan dalam PSAP 11 paragrap 8 yang berbunyi ”Proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun- akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan”. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan akhir periode akuntansi. Perkiraan ini harus dieliminasi dengan perkiraan yang sama di entitas pelaporan yang menyelengggarakan fungsi perbendaharaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

1. Pengertian Laporan keuangan konsolidasian menurut PSAP 11 adalah:

a. Proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya,

dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat

disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian. b. Suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan

laporan keuangan entitas pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

c. suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas akuntansi sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

d. Jawaban b dan c benar.

2. Komponen Laporan Keuangan Konsolidasian terdiri dari:

a. Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

b. Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. c. Laporan Arus Kas, Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan

Catatan atas Laporan Keuangan.

d. Neraca BLU, Neraca BUMN, Laparan Realisai Anggaran BLU dan

Catatan atas Laporan Keuangan.

3. Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum dalam Laporan

Keuangan Konsolidasian dilakukan dengan cara: a. Disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode

pelaporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya.

b. Disajikan secara terpisah dari laporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya.

c. Disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas pelaporan dan sudah tergabung dalam laporan keuangan konsolidasian yang berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya.

d. Jawaban a dan c salah.

4. Laporan Keuangan Konsolidasian dilakukan oleh:

a. Entitas Akuntansi b. Entitas Pelaporan c. Entitas Akuntansi dan Pelaporan d. Entitas Badan Layanan Umum

5. Dalam upaya menyusun laporan keuangan konsolidasian prosedur

yang dilakukan oleh entitas pelaporan adalah:

a. Dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik.

b. Dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

akuntansi lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik.

c. Dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas BLU dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik.

d. Dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 11 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan adakalanya terjadi kesalahan dalam pencatatan transaksi keuangan atau perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh suatu entitas, serta adanya peristiwa luar biasa yang secara signifikan akan berpengaruh pada kondisi kinerja keuangan suatu entitas.

Suatu kesalahan yang terjadi dalam pencatatan akuntansi mengakibatkan

informasi yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi bias. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme untuk membetulkan kesalahan tersebut.

Apabila ada perubahan kebijakan akuntansi dari periode sebelumnya

maka kemungkinan akan mempengaruhi posisi keuangan secara material. Pengaruh yang material terhadap laporan keuangan tersebut harus diungkapkan dalam laporan keuangan.

Disamping itu, kemungkinan terjadi peristiwa luar biasa yang

mempengaruhi kondisi kinerja keuangan suatu entitas secara signifikan. Dalam rangka full disclosure maka dalam laporan keuangan harus diungkapkan dampak peristiwa luarbiasa tersebut terhadap kondisi kinerja keuangan.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan

Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:

1. Memahami pengertian kesalahan, koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peritiwa luar biasa.

2. memahami dan menguasai teknis dalam melakukan koreksi kesalahan, pengungkapan perubahan kebijakan akuntansi dan mengungkapkan peristiwa luar biasa dalam laporan keuangan dalam penyajian laporan keuangan.

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul PSAP 10 disusun sesuai pokok-pokok paragraf koreksi

kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa. Bahasan dimulai dengan latar belakang yang memuat koreksi kesalahan pengungkapan perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruh peristiwa luar biasa terhadap

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

laporan keuangan. Pada Bab II akan dibahas secara khusus kesalahan dan koreksi yang dilakukan apabila terdapat kesalahan-kesalahan tersebut. Pada Bab III diungkapkan mengenai Perubahan kebijakan akuntansi dan pengungkapan pada laporan keuangan.

Pada bab IV diuraikan mengenai peristiwa luar biasa yang mempengaruhi

kinerja keuangan pemerintah dan kaitannya dengan pengungkapan peristiwa luar biasa pada Catatan Atas Laporan keuangan

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan materi PSAP 10 dan penerapannya dalam akuntansi pemerintahan yang dilanjutkan dengan tanya jawab serta diskusi soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan akuntansi dan Peristiwa Luar Biasa. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta pelatihan di dalam aktivitas diskusi, latihan dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

KOREKSI KESALAHAN

Laporan keuangan disusun dan disajikan untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh entitas pelaporan. Untuk menjaga integritas data dan agar informasi laporan keuangan tidak menyesatkan maka laporan keuangan harus bebas dari kesalahan.

Laporan keuangan disusun pada pisah tanggal tertentu; terhadap laporan

keuangan pemerintah, mengikuti periode tahun anggaran yaitu meliputi masa satu tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Menurut ketentuan UU Bidang Keuangan laporan keuangan pemerintah harus disampaikan kepada DPR paling lambat 6 bulan setelah tutup tahun buku, setelah dilakukan audit oleh BPK. Terdapat tahapan atau periode waktu dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan sampai dengan penyampaian laporan keuangan ke DPR, yaitu :

a. periode waktu sebelum laporan keuangan disusun dan disajikan, atau tahun

berjalan b. periode waktu setelah laporan keuangan sudah diterbitkan tetapi belum

diaudit oleh BPK

c. periode waktu setelah laporan diaudit oleh BPK disampaikan ke DPR/DPRD

dan telah ditetapkan dengan UU atau Peraturan daerah.

Adapun kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bisa terjadi pada satu atau beberapa periode sebelumnya dan mungkin baru ditemukan pada periode berjalan atau pada periode setelah Laporan Keuangan disahkan dan telah diterbitkan Undang-undang dan/atau Peraturan Daerah. Kesalahan- kesalahan tersebut kemungkinan disebabkan antara lain keterlambatan penyampaian bukti transaksi keuangan oleh Pengguna Anggaran, kesalahan perhitungan matematis, kesalahan pencatatan, kesalahan dalam interprestasi fakta, kecurangan atau kelalaian dan kemungkinan kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi.

Dalam situasi tertentu suatu kesalahan mungkin mempunyai pengaruh

signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan. Agar informasi laporan keuangan bebas dari unsur kesalahan, maka PSAP No 10 mengatur perlakuan tentang koreksi kesalahan.

A. Kesalahan dan Koreksinya

Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau periode sebelumnya. Periode berjalan adalah periode sebelum laporan keuangan belum ditetapkan dengan Perda.

Periode sebelumnya adalah periode akuntansi dimana laporan keuangan

telah diterbitkan. Paragrap 16 PSAP 10 menjelaskan bahwa laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Ditinjau dari sifat kejadiannya, kesalahan dapat dikelompokkan menjadi kesalahan yang tidak berulang dan kesalahan yang berulang dan sistemik.

1. Menurut paragraf 11, menetapkan bahwa koreksi kesalahan yang tidak

berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik yang mempengaruhi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode yang berjalan.

Kesalahan dalam jenis belanja dan pendapatan akan dilakukan koreksi terhadap jenis belanja dan pendapatan yang bersangkutan dengan memperhatikan pengaruh kesalahan tersebut terhadap kas.

a. Contoh kesalahan yang mempengaruhi Kas dalam periode berjalan : Pada tanggal 15 Mei 2006, dibayar gaji pegawai dengan menerbikan SPMU-BT dengan nilai Rp 513.000.000. Pada hari dan tanggal yang sama SPMU-BT tersebut dibukukan oleh bagian keuangan sebesar Rp 531.000.000,-. Pada waktu dilakukan kas opname, ditemukan perbedaan antara saldo kas menurut bank dan saldo menurut buku dan setelah diteliti perbedaanya adalah pada SPMU-BT yang diterbitkan tanggal 15

Mei 2006.,

Transaksi tersebut dicatat pada tanggal 15 Mei 2006 : (jurnal yang salah) :

Belanja Pegawai Rp 531.000.000 Kas di Kas Daerah Rp 531.000.000

Koreksi karena kelebihan pencatatan pada akun belanja pegawai sebesar Rp 18. 000.000, (Rp 531.000.000 - Rp 513.000.000) dilakukan koreksi sebagai berikut:

Kas di Kas Daerah Rp 18.000.000

Belanja Pegawai Rp 18.000.000

b. Tidak Mempengaruhi Kas pada periode berjalan. Pada Tanggal 15 Mei 2006, dibayar gaji pegawai dengan menerbikan SPMU-BT dengan nilai Rp 531.000.000. Pada hari dan tanggal yang sama SPMU-BT tersebut dibukukan oleh bagian keuangan sebesar Rp 531.000.000 sebagai belanja barang. Pada waktu menyusun laporan diketahui ada kekeliruan pembukuan belanja atas SPMU pada tanggal 15

Mei 2006, maka transaksi tersebut akan dikoreksi seperti berikut:

Jurnal tanggal 15 Mei 2006 (Jurnal yang salah) :

Belanja Barang Rp 531.000.000

Kas di Kas Daerah Rp 531.000.000

Karena kesalahan pada akun belanja, maka koreksi dilakukan sebagai berikut:

Belanja Pegawai Rp 531.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Belanja Barang Rp 531.000.000 2. Menurut paragraf 12 PSAP 10, menetapkan bahwa koreksi kesalahan yang

tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas apabila laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang bersangkutan

Contoh 1: Pada tanggal 20 April 2005, diterima setoran atas pendapatan Retribusi Parkir dengan STS No. 123 sebesar Rp 13.000.000. Pada hari dan tanggal yang sama STS tersebut dibukukan oleh bagian keuangan sebesar Rp 31.000.000,-. Pada bulan Januari 2006 waktu menyusun laporan, diketahui kesalahan tersebut, ditemukan perbedaan antara saldo kas menurut bank dan saldo menurut buku sebesar Rp 18.000.000 (Rp 31.000.000 – Rp

13.000.000). Transaksi tersebut telah dibukukan pada tanggal 15 Mei 2005

sebagai berikut:

Kas di Kas daerah Rp 31.000.000 Pendapatan Retribusi Rp 31.000.000

Dengan ditemukannya kesalahan pencatatan tersebut pembetulan dilakukan dengan jurnal koreksi sebagai berikut:

Pendapatan retribusi Rp 18.000.000

Kas di kas daerah Rp 18.000.000

Contoh 2:

Pada Tanggal 15 Mei 2005, dibayar gaji pegawai dengan menerbikan SPMU- BT dengan nilai Rp 513.000.000. Pada hari dan tanggal yang sama SPMU-BT tersebut dibukukan oleh bagian keuangan sebesar Rp531.000.000,-. Pada bulan Januari 2006 waktu menyusun laporan, diketahui kesalahan tersebut, ditemukan perbedaan antara saldo kas menurut bank dan saldo menurut buku sebesar Rp18.000.000 (Rp531.000.000–Rp513.000.000).

Transaksi tersebut telah dibukukan seperti berikut:

Belanja Pegawai Rp 531.000.000

Kas di kas daerah Rp 531.000.000

Atas kesalahan tersebut belanja pegawai harus dikurangi sebesar Rp18.000.000 (Rp531.000.000-Rp513.000.000) dan dikoreksi dengan jurnal sebagai berikut:

Kas di kas daerah Rp 18.000.000

Belanja Pegawai Rp 18.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Menurut paragraf 13 PSAP 10 Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta akun ekuitas dana yang terkait.

Pada Tanggal 20 Oktober 2005, dibayar belanja modal atas pengadaan 2 mobil dinas @ Rp 255.000.000,- pembayaran dilakukan dengan SPMU-BT sebesar Rp 550.000.000,-. Pada hari dan tanggal yang sama SPMU-BT tersebut dibukukan oleh bagian keuangan sebesar Rp 550.000.000,-. Pada Bulan Juni 2006 laporan keuangan Tahun Anggaran 2005 telah diterbitkan dan telah disampaikan ke DPRD, kemudian diketahui bahwa ada kesalahan dalam penerbitan dan pembayaran SPMU-BT atas pengadaan mobil dinas pada tanggal 20 April 2005 yang seharusnya berjumlah Rp 510.000.000 sehingga harus dilakukan pengembalian belanja tersebut oleh pemasok sebesar Rp 40.000.000,-. Penagihan kepada pemasok sudah berhasil dilakukan dan disetorkan pada tanggal 25 Juni 2006 sebesar Rp 40.000.000,- Pengaruh pengembalian tersebut adalah bertambahnya kas dan pendapatan yang diikuti penurunan aset. Transaksi tersebut akan dibukukan seperti berikut:

Jurnal Tanggal 20 Oktober 2005

Belanja Modal – Peralatan dan Mesin

Rp 550.000.000

Kas di kas daerah Rp 550.000.000

Peralatan dan Mesin Rp 550.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

Rp 550.000.000

Jurnal Koreksi tangal 25 Juni 2006

Kas di Kas Daerah Rp 40.000.000 Pendapatan lain-lain Rp 40.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 40.000.000 Peralatan dan Mesin Rp 40.000.000

4. Paragraf 14, menetapkan bahwa koreksi kesalahan atas pengeluaran

belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang tejadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain.

Contoh: Pada tanggal 12 Maret 2005, disahkan SPJ belanja modal atas pengadaan Air Condition (AC) seharga Rp 2.250.000.,-. Pada hari dan tanggal yang sama SPJ tersebut dibukukan oleh bagian keuangan sebesar Rp 2.250.000,-. Pada bulan Agustus 2006, pada saat itu laporan keuangan tahun 2005 sudah disampaikan ke DPRD, diketahui ada kesalahan dalam pengesahan SPJ pengadaan AC tanggal 12 Maret 2005, dimana harga beli AC menurut faktur sebesar Rp 2.225.000,- Akibatnya aset tetap yang terlalu rendah Rp 25.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

(pengaruhnya tidak material) dan disarankan oleh Bawasda agar dilakukan tuntutan perbendaharaan kepada Bendahara Pengeluaran, dan telah dilakukan pembayaran kembali oleh Bendahara Pengeluaran. Transaksi tersebut dibukukan seperti berikut:

Jurnal Tanggal 15 Mei 2005

Belanja Modal – Peralatan dan Mesin

Rp 2.250.000

Kas di kas daerah Rp 2.250.000

Peralatan dan Mesin Rp 2.250.000 Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

Rp 2.250.000

Jurnal Koreksi

Kas Rp 25.000 Pendapatan lain-lain Rp 25.000

5. Menurut paragraf 15 PSAP 10, Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana lancar.

Kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya dan mengakibatkan kas bertambah dimana laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, koreksi kesalahan pendapatan tersebut dilakukan dengan menambah kas dan menambah akun ekuitas dana lancar. Sedangkan apabila kesalahan mengakibatkan saldo kas berkurang, maka koreksi dilakukan dengan mengurangi ekuitas dana lancar dan kas.

Contoh Pada Tanggal 9 Pebruari 2005, diterima pendapatan sewa gedung pertemuan dengan bukti STS sejumlah Rp 3.575.000. dan salah dibukukan sebesar Rp 3.275.000. Kesalahan atas pencatatan tersebut ditemukan pada tahun 2006 dimana laporan keuangan Tahun Anggaran 2005 telah diterbitkan. Pengaruh dari pencatatan pendapatan yang demikian adalah penyajian saldo Kas dan SiLPA menurut buku terlalu kecil sehingga akun Kas dan SiLPA harus ditambah. Transaksi – transaksi tersebut akan dibukukan seperti berikut:

Jurnal Tanggal 9 Februari 2005

Kas di kas daerah Rp 3.275.000 Lain-lain PAD yang sah- Pendapatan sewa

Rp 3.275.000

Jurnal Koreksi

Kas di kas daerah Rp 300.000 SiLPA/SiKPA Rp 300.000

6. Paragraf 20 PSAP 10 menyatakan : Koreksi kesalahan yang tidak berulang

yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode ditemukannya kesalahan.

Contoh: Belanja modal atas Peralatan Mesin sebesar Rp 5.000.000 pada waktu mencatat aset tetap salah dibukukan sebagai aset tetap Jalan, irigasi dan jaringan.

Jurnal yang salah

Belanja Modal Peralatan Mesin Rp 5.000.000

Kas di Kas Daerah Rp 5.000.000

Jalan, Irigasi dan Jaringan Rp 5.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 5.000.000

Jurnal koreksi

Peralatan Mesin Rp 5.000.000 Jalan, Irigasi dan Jaringan Rp 5.000.000

7. Paragraf 22 menyatakan : kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada paragraf 9, tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi.

Paragraf 9 menjelaskan bahwa kesalahan yang berulang dan sistemik adalah

kesalahan yang disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib pajak.

Apabila seorang wajib pajak kurang bayar, maka pada saat dibayar dicatat sebagai pendapatan pajak pada saat diterimanya pendapatan tersebut, dan sebaliknya apabila lebih bayar maka pembayaran restitusi kepada wajib pajak, maka dicatat sebagai pengurang pendapatan pajak pada saat terjadi.

Contoh: Pada bulan Maret 2006, Wajib pajak A menerima SKPT kurang bayar pajak untuk tahun 2005 sebesar Rp 5.000.000,-. Terhadap tagihan tersebut wajib pajak telah membayar pada bulan April 2006.

Transaksi tersebut dijurnal:

Kas di kas daerah Rp 5.000.000 Pendapatan pajak Rp 5.000.000

B. Pengungkapan Dalam Catatan atas Laporan Keuangan

Apabila terdapat kesalahan yang terjadi pada periode sebelumnya atau

periode berjalan yang bersifat material terhadap posisi aset, kewajiban dan ekuitas, maupun pendapatan, belanja dan pembiayaan harus diungkapkan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

dalam catatan atas laporan keuangan secara memadai sehingga pengguna laporan dapat memahami kejadian tersebut.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI

Dalam menyusun dan menyajian laporan keuangan perlu memperhatikan

Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi yang merupakan dasar pengakuan, pengukuran dan pelaporan atas aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta laporan keuangan. Kebijakan tersebut akan berdampak pada keandalan laporan keuangan yang akan dihasilkan, sehingga kebijakan akuntansi harus diterapkan secara konsisten dari waktu ke waktu.

Dalam penyusunan laporan keuangan kebijakan akuntansi harus

diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sebelum menjelaskan pos- pos laporan keuangan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh para pengguna laporan keuangan.

A. Perubahan Kebijakan Akuntansi

Adakalanya kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam suatu periode

akuntansi berbeda dengan periode sebelumnya. Paragraf 26 PSAP 10 menyatakan: Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.

Perubahan kebijakan akuntansi misalnya antara lain adalah perubahan

metode penyusutan dan metode penilaian persediaan. Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset sehingga diperoleh nilai wajar. Jadi penyusutan bukan merupakan metode alokasi biaya untuk memupuk dana dalam rangka penggantian aset tetap. Dengan demikian, apabila dilakukan penyusutan terhadap aset tetap, maka tidak berhubungan dengan beban belanja, dan oleh karena itu perubahan kebijakan terhadap penyusutan tersebut tidak mempengaruhi laporan ralisasi anggaran.

Contoh: Pemkot Madiun membeli Komputer dan pheriperalnya pada bulan Desember 2003 senilai Rp 200 juta. Pada tahun 2003 Pemkot Madiun menetapkan kebijakan akuntansi dengan menerapkan penyusutan untuk peralatan dan mesin menggunakan metode garis lurus. Estimasi masa manfaat komputer tersebut 5 tahun. Dalam perjalanan waktu, pada tahun 2006 Pemkot Madiun memutuskan untuk mengubah Kebijakan Akuntansi Penyusutan Peralan dan Mesin (termasuk komputer) dari metode garis lurus (straight line method) menjadi metode penyusutan saldo menurun. (double declining method)

Terhadap perubahan kebijakan akuntansi tersebut, disusun perhitungan penyusutan sebagai berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Perhitungan menurut metode garis lurus

Tahun Perhitungan Nilai Disusutkan Nilai Buku

2003 - 0 200.000.000

2004 20 % X Rp 200.000.000 40.000.000 160.000.000

2005 20 % X Rp 200.000.000 40.000.000 120.000.000

2006 20 % X Rp 200.000.000 40.000.000 80.000.000

2007 20 % X Rp 200.000.000 40.000.000 40.000.000

2008 20 % X Rp 200.000.000 40.000.000 0

Perhitungan menurut metode saldo menurun :

Tahun Perhitungan Nilai Disusutkan Nilai Buku

2003 - 0 200.000.000

2004 40 % X Rp 200.000.000 80.000.000 120.000.000

2005 40 % X Rp 120.000.000 48.000.000 72.000.000

2006 40 % X Rp 72.000.000 28.800.000 43.200.000

2007 40 % X Rp 43.200.000 17.280.000 25.920.000

2008 40 % X Rp 24.720.000 10.368.000 15.552.000

Pada akhir tahun 2006, akumulasi penyusutan komputer berdasarkan metode garis lurus sebesar Rp 120.000.000, (penjumlahan penyusutan tahun

2004,2005,2006) berdasarkan metode saldo menurun sebesar Rp 156.800.000 (penjumlahan penyusutan tahun 2004, 2005, 2006), terdapat selisih sebesar Rp

36.800.000,. Dengan perhitungan tersebut di atas, pada akhir tahun 2006 terdapat perbedaan jumlah akumulasi penyusutan sebesar Rp 36.800.000, sehingga nilai wajar aset tetap dengan metode saldo menurun terlalu tinggi sebesar nilai tersebut, sehingga harus dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut:

Diinvestasikan dalam Aset tetap Rp 36.800.000 Akumulasi Penyusutan-Peralatan dan Mesin

Rp 36.800.000.

B. Pengungkapan

Paragraf 29 menyatakan bahwa perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Contoh pengungkapan berdasarkan ilustrasi perubahan kebijakan

akuntansi penyusutan seperti tersebut diatas, dari metode garis lurus, menjadi metode saldo menurun, adalah sebagai berikut :

”Pada tahun anggaran 2006, pemerintah Kota Madiun, telah menetapkan perubahan kebijakan akuntansi khusus mengenai metode penyusutan Aset Tetap- Peralatan dan Mesin, dari metode garis lurus menajdi metode saldo menurun, dengan alasan agar diperoleh nilai wajar yang mendekati sebenarnya, karena komputer dan pheriperalnya lebih cepat obsolet. Adapun pengaruh perubahan kebijakan akuntansi metode penyusutan tersebut, terdapat perbedaan nilai wajar sebagai berikut :

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

URAIAN METODE GARIS

LURUS

METODE SALDO

MENURUN

Nilai perolehan awal 200.000.000,00 200.000.000,00

Akumulasi penyusutan sd Desember 2006 120.000.000,00 156.800.000,00

Nilai wajar pada 31 Des. 2006 80.000.000,00 43.200.000,00

Jadi nilai wajar Aset Tetap berupa komputer dan pheriperalnya pada 31 Desember 2006 adalah sebesar Rp 43.200.000,00. Perbedaan sebesar telah dikoreksikan pada akun yang bersangkutan.”

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PERISTIWA LUAR BIASA

Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa atau normal suatu entitas dan karenanya tidak diharapkan terjadi dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi aset/kewajiban.

Di lingkungan entitas pemerintahan, penanggulangan bencana alam dan sosial termasuk aktivitas biasa. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di dalam anggaran.

Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal menyebabkan penyerapan sebagian besar belanja tak tersangka atau dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara mendasar.

Pada paragraf 35, menyatakan bahwa peristiwa luar biasa harus

memenuhi seluruh persyaratan berikut:

(a) Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas

(b) Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang (c) Berada di luar kendali atau pengaruh entitas (d) Memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi

aset/kewajiban

Selanjutnya pada paragraf 36 dinyatakan bahwa hakikat, jumlah dan

pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas laporan keuangan.

Contoh : “Pada bulan Mei 2006 tekah terjadi gempa dengan skala 5,9 Richter di wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan propinsi Jawa Tengah, dimana wilayah Kabupaten Bantul mengalami kerusakan yang paling parah, yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan infra struktur dan sentra-sentra industri dan perekonomian masyarakat. Kondisi tersebut mengakibatkan kerugian yang sangat besar pada infra struktur pemerintah (jalan, jembatan, irigasi, perumahan, gedung kantor dsb). Oleh karena itu akan menimbulkan disatu sisi menurunnya potensi Pendapatan Asli daerah (PAD) dan dilain sisi meningkatnya kebutuhan dana untuk bantuan sosial kepada masyarakat dan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi infra struktur di wilayah kabupaten Bantul.” Peristiwa tersebut telah memenuhi kriteria paragraf 35 PSAP no 10 tentang Koreksi Kesalahan, perubahan Kebijakan Akuntansi dan peristiwa Luar Biasa, sehingga layak dianggap sebagai Peristiwa Luar Biasa.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

Pilihan ganda: 1. Terdapat kesalahan pencatatan belanja yang terlalu besar pada periode

berjalan, akibat kesalahan tersebut akan dicatat: a. menambah pendapatan b. menambah belanja c. mengurangi pendapatan d. mengurangi belanja

2. Pemda A mencatat penerimaan pengembalian utang dari PDAM sebesar Rp 10 milyar sebagai Pendapatan Asli Daerah. Atas kejadian tersebut maka: a. dikoreksi dengan menambah pendapatan b. dikoreksi dengan mengurangi pendapatan

c. dikoreksi dengan menambah penerimaan pembiayaan d. tidak ada koreksi, karena sudah benar

3. Pemkot Makassar lebih membayar honor seorang pegawai terlalu besar pada

bulan Desember tahun 2005 sebesar Rp 500.000. Kepada yang bersangkutan diminta mengembalikan pada bulan Januari 2006, tetapi sampai laporan keuangan tahun 2005 selesai disusun belum ada dikembalikan tersebut, karena pegawai yang bersangkutan sedang tugas belajar. a. Dicatat sebagai pengurang belanja b. Dicatat sebagai pendapatan lain-lain c. Dicatat sebagai piutang lain-lain

d. Tidak dicatat, karena belum dibayar 4. Pemprov DKI memberikan restitusi pajak daerah kepada Hotel Aryaduta

sebesar Rp 26.000.000, terhadap kejadian tersebut akan dicatat dengan:

a. Menambah belanja barang b. Mengurangi piutang pajak

c. pengurang pendapatan pajak daerah d. menambah subsidi

5. Berikut ini merupakan peristiwa yang memerlukan koreksi kecuali:

a. kesalahan pencatatan aset b. kelebihan pembayaran belanja c. kesalahan pencatatan utang jangka panjang d. kesalahan berulang

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 10 - 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul Akuntansi Kewajiban ini dibuat untuk memudahkan pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 09 Akuntansi Kewajiban. Modul ini disusun sebagai bahan Pelatihan untuk Pelatih standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat belajar mandiri (self study) atas materi Akuntansi Kewajiban pada Pemerintah Pusat maupun daerah. Modul ini menguraikan kembali paragraf-paragraf standar maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan yang berkaitan dengan kewajiban.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:

1. Memahami pengertian kewajiban

2. Memahami klasifikasi kewajiban

3. Memahami pengakuan kewajiban

4. Menjelaskan pengukuran kewajiban

5. Memahami perlakuan akuntansi untuk penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo

6. Memahami restrukturisasi kewajiban

7. Memahami perlakuan akuntansi untuk biaya pinjaman

8. Memahami penyajian dan pengungkapan kewajiban

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul PSAP 09 disusun sesuai dengan urutan paragraf standar yang antara lain meliputi: pengertian kewajiban, klasifikasi kewajiban, pengakuan kewajiban, pengukuran kewajiban, dan penyajian dan pengungkapan kewajiban. Modul ini juga memuat contoh-contoh untuk memperjelas

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

uraian/pragraf yang ada dalam SAP. Pada bagian akhir disajikan kasus yang terkait dengan akuntansi kewajiban.

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan teori oleh fasilitator dengan menggunakan media transparansi yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan Akuntasi kewajiban. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta pelatihan di dalam aktivitas diskusi, latihan dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

A. Pengertian Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga keuangan, pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada akhir tahun anggaran.

Sebagai contoh Pemerintah daerah membangun gedung untuk kantor yang dikerjakan oleh PT ABC. Pembangunan tersebut telah selesai. Sampai akhir akhir tahun anggaran pemerintah daerah tersebut belum melakukan pembayaran. Pemerintah daerah harus mencatat kewajiban tersebut di neraca sebesar utang yang belum dibayar.

Disamping kewajiban-kewajiban di atas, ada juga kewajiban-kewajiban yang jumlah dan waktu pembayarannya belum pastiyang disebut kewajiban kontinjensi. Kewajiban kontinjensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali suatu entitas. Misalnya Pemerintah memberikan penjaminan atas tabungan masyarakat di lembaga perbankan, informasi ini diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Untuk memahami akuntansi kewajiban, perlu diketahui beberapa definisi di bawah ini:

Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum.

Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif.

Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa pengurangan jumlah utang, dalam bentuk:

Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan dengan utang baru; atau

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang dapat berbentuk Perubahan jadwal pembayaran, Penambahan masa tenggang, atau menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo dan/atau tertunggak.

Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat Utang Negara

(SUN).

Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

B. Klasifikasi Kewajiban

Kewajiban pemerintah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

1. Kewajiban Jangka Pendek

Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

2. Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan. Jika pada akhir periode akuntansi, pemerintah mempunyai utang jangka panjang, maka pemerintah harus melakukan reklasifikasi kewajiban tersebut ke kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

Contoh: pada 1 Juli 2005, Pemerintah Kota Pandang Tak Jemu mempunyai utang jangka panjang sebesar Rp 10.000.000 yang harus diangsur setiap tahun sebesar 1.000.000, Pemerintah Kota Pandang Tak Jemu harus melakukan reklasifikasi atas kewajiban tersebut menjadi Kewajiban Jangka Pendek pada akhir tahun 2005 sebesar Rp 1.000.000, sehingga Kewajiban Jangka panjang akan disajikan di neraca sebesar Rp 9.000.000.

Dalam hal terjadi kesulitan likuiditas pemerintah dapat melakukan restrukturisasi atau pendanaan kembali terhadap utang-utangnya yang akan jatuh tempo. Apabila hal ini terjadi, entitas pelaporan dapat memasukkan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

kewajiban jatuh temponya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan ke dalam klasifikasi kewajiban jangka panjang, jika:

(a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan; dan

(b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang; dan

(c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.

Jumlah kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek menjadi kewajiban jangka panjang seperti yang disebutkan di atas diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over) oleh entitas pelaporan. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada otoritas entitas, maka kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek, kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.

Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:

(a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan

(b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

Sebagai contoh, Pemkot XYZ meminjam uang dari lembaga asing, sebesar Rp 500 milyar untuk program pembangunan listrik daerah, dengan ketentuan bahwa pinjaman ini tidak dapat digunakan untuk membiayai program lain. Kalau pinjaman ini tidak dapat digunakan untuk program tersebut harus dikembalikan. Pinjaman ini telah ditarik pada tahun 2003. Pinjaman ini akan dibayar secara angsuran selama 20 tahun mulai tahun 2008. Sampai dengan tahun 2006 ternyata program tersebut macet, dan tidak dapat dilanjutkan. Oleh karena pinjaman ini harus disajikan sebagai kewajiban jangka pendek.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN KEWAJIBAN

A. Pengakuan

Kewajiban pemerintah diakui jika besar kemungkinan pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini, dan kewajiban tersebut dapat diukur dengan andal.

Prasyarat peristiwa masa lalu sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Peristiwa tersebut menimbulkan suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Peristiwa yang dimaksud mungkin dapat berupa suatu kejadian internal dalam entitas seperti timbul kewajiban kepada pegawai organisasi pemerintah akibat pemerintah belum membayar tunjangan pegawai, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti adanya transaksi dengan entitas lain.

Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul. Kewajiban dapat timbul dari:

(a) transaksi pertukaran (exchange transactions);

(b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), dimana pemerintah belum melaksanakan kewajibannya sampai akhir periode akuntansi;

(c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events);

dan

(d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). Suatu

transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-masing pihak

dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa sebagai gantinya pemerintah berjanji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa depan.

Contoh kewajiban yang timbul dari transaksi dengan pertukaran.

Pada tanggal 10 Oktober 2005, Pemkot Bandung melakukan pengadaan personal computer (PC) dengan PT Smart Teknik dengan nilai Rp 60.000.000. Pemkot Bandung dan PT Smart Teknik sepakat untuk pembayaran komputer tersebut dilakukan pada 1 Matret 2006.

Atas transaksi tersebut, Pemkot Bandung akan mencatat dan melaporkan di neracanya kewajiban jangka pendek sebesar Rp 60.000.000 pada tanggal 10

Oktober 2005, ketika komputer tersebut diterima.

Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan atau menjanjikan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan.

Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui transaksi dengan pertukaran.

Terdapat kewajiban pemerintah yang timbul bukan didasarkan pada transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar kendali pemerintah. Pengakuan kewajiban yang timbul dari kejadian tersebut sama dengan kewajiban yang timbul dari transaksi dengan pertukaran.

Contoh:

Pada saat pemerintah melaksanakan suatu kegiatan secara tidak sengaja menyebabkan kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan kewajiban. Kewajiban tersebut dapat dilaporkan di neraca sepanjang hukum yang berlaku memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal.

Kejadian-kejadian tertentu dapat mengakibatkan timbulnya kewajiban

pemerintah. Hal ini terjadi karena pemerintah memutuskan untuk bertanggung jawab terhadap suatu kejadian bencana alam. Biaya-biaya tersebut dapat memenuhi definisi kewajiban jika pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab keuangan pemerintah, baik biaya yang timbul dari transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran.

Sebagai contoh dalam kasus bencana alam di DIY, bagi setiap keluarga yang

rumahnya roboh akan diberikan ganti rugi Rp 30 juta. Apabila sudah

dicantumkan dalam peraturan (surat ketetapan) yang sah, tetapi belum dibayar

Pemerintah dapat mengakui kewajiban dan biaya untuk kondisi di atas jika

memenuhi dua kriteria berikut: (1) DPR/DPRD telah menyetujui atau

mengotorisasi sumber daya yang akan digunakan, (2) transaksi dengan

pertukaran timbul (misalnya saat kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah

transaksi tanpa pertukaran belum dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya

pembayaran langsung ke korban bencana).

B.Pengukuran Kewajiban

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.

Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti karakteristik dari masing-masing pos.

Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)

Terhadap barang/jasa yang telah diterima pemerintah dan belum dibayar, termasuk barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah mengakui kewajiban tersebut sebagai utang di neraca.

Contoh: Kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah. Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan porsi pekerjaan tahap I dan telah menyerahkan kepada pemerintah. Jumlah tagihan termin I tersebut sampai akhir tahun belum dibayar. Oleh karena itu, jumlah tersebut merupakan utang yang harus disajikan di neraca.

Apabila dalam jumlah kewajiban terdapat utang yang disebabkan adanya transaksi antar unit pemerintahan, penyajiannya harus dipisahkan dari kewajiban kepada unit nonpemerintahan.

Utang Bunga (Accrued Interest)

Utang bunga pinjaman pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga pinjaman pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban jangka pendek.

Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.

Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)

Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan untuk PFK yang belum disetorkan kepada yang berhak harus disajikan sebagai utang di neraca sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.

Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus disajikan di neraca sebesar jumlah yang masih harus disetorkan sebagai utang PFK.

Contoh: Pada Tahun 2006, Pemprov Maluku memungut iuran Askes, tabungan perumahan, Pajak Penghasilan atas Gaji dari pegawai pemerintah provinsi tersebut sebesar Rp 10 juta. Pada 31 Desember 2006, diketahui jumlah

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pungutan yang telah disetor ke PT Askes, Perum Perumnas dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah sebesar Rp 8 juta.

Atas transaksi tersebut, Pemprov Maluku seharusnya menyetor jumlah PFK (iuran Askes, Tabungan Perumahan dan Pajak Penghasilan) sebesar yang dipungut yaitu Rp 10 Juta. Tetapi pemda tersebut baru menyetor hanya sebesar Rp 8 juta, oleh sebab itu Pemprov Maluku harus mencatat Hutang PFK di Neraca Per 31 Desember 2006 sebesar Rp 2 Juta.

Bagian Lancar Utang Jangka Panjang

Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Contohnya Pinjaman obligasi yang jatuh tempo tahun yang akan datang sebesar Rp 1 Milyar disajikan sebesar nilai nominal.

Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities)

Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam kategori utang jangka pendek di atas. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang gaji kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayar atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut.

Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang Diperjualbelikan

Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang tersebut yang dapat berbentuk:

Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)

Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)

Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan.

Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).

Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada.

Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)

Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat diperjualbelikan, misalnya obligasi atau Surat Utang Negara seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk suatu periode akuntansi. Untuk penilaian surat utang ini perlu data hasil penjualan, dan nilai pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan dibayarkan kepada pemegangnya.

Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.

Jenis surat utang pemerintah ini dinilai sebesar nilai pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium yang belum diamortisasi. Surat utang pemerintah yang dijual sebesar nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari (face). Surat utang yang dijual dengan diskonto akan bertambah nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan surat utang yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang.

Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan metode garis lurus.

Sebagai contoh : Pemerintah menerbitkan obligasi retail seri 001 sebanyak

1.000.000 lembar dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per lembar. Pada tanggal 2 Januari 2006 hasil penjualan bersih obligasi ini adalah Rp 1.100.000.000.000 Obligasi ini jatuh tempo 2 Januari 2011. Metode amortisasi yang digunakan adalah garis lurus.

Nilai obligasi yang disajikan di neraca per 31 Desember 2006 adalah: Nilai

Nominal Rp 1.000.000.000.000

Premium

Rp 100.000.000.000-(1/5X100.000.000000) = Rp (20.000.000.000)

= Rp 1.080.000.000.000

Perubahan Valuta Asing

Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat diandalkan.

Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing

dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode berjalan.

Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan.

Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.

Contoh:

Utang dalam US $ 1.000 equivalen dengan Rp 10.000.000 tercatat di buku besar. Pada tanggal 31 Desember 2005 kurs tengah BI untuk US $ 1 adalah Rp

9.200,- Penyajian di neraca adalah Rp 9.200.000. ( US $ 1.000 X Rp 9.200) Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO

Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan.

Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

A. Tunggakan

Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.

Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal yang mengharuskan debitur untuk melakukan pembayaran kewajiban kepada kreditur.

Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan dan solvabilitas satu entitas.

Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.

B. Restrukturisasi Utang

Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang terkait.

Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode antara

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.

Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan .

Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan.

Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.

Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus diestimasi.

C.Penghapusan Utang

Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah nilai tercatatnya.

Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada restrukturisasi utang di pragaraf sebelumnya berlaku.

Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan ketentuan pada resktrusturisasi paragraf sebelumnya, serta mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan.

Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.

D. Biaya-Biaya Yang Berhubungan Dengan Utang Pemerintah

Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:

(a) Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang;

(b) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,

(c) Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya .

(d) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.

Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.

Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf dibawah ini.

Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.

Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya.

Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:

(a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;

(b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;

(c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;

(d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;

(e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:

(1). Pengurangan pinjaman;

(2). Modifikasi persyaratan utang;

(3). Pengurangan tingkat bunga pinjaman;

(4). Pengunduran jatuh tempo pinjaman;

(5). Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan

(6). Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode pelaporan.

(f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan kreditur.

(g) Biaya pinjaman:

(1). Perlakuan biaya pinjaman;

(2). Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan; dan

(3). Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

Pemerintah Kabupaten Tak Jera Berutang mengadakan suatu kontrak konstruksi dengan PT Pembangunan Cakrawala pada tahun 2005 dengan nilai kontrak Rp1.000.000.000,00 dan diperkirakan akan diselesaikan pembangunannya pada

31 November 2005 dengan melalui 5 termijn pembayaran. Pada tanggal 31 November 2005 ternyata pembangunan telah selesai dan aset tetap telah diserahterimakan, tetapi dikarenakan sesuatu hal, pemerintah Kabupaten Tak Jera Berhutang tidak bisa membayar tagihan PT Pembangunan Cakrawala. Pada

31 Desember 2005 dicapai kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Tak Jera Berutang dengan PT Pembangunan Cakrawala, dimana Pemda dapat mencicil pembayaran hutang tersebut selama 5 tahun mulai tahun 2006.

(1). Dari transaksi diatas, Apakah pemda mengakui adanya kewajiban, jika ya, kapan diakui kewajiban tersebut?

(2). Bagaimana Perlakuan Akuntansi kewajiban pada akhir periode akuntansi (31 Desember 2005) termasuk jurnalnya.

(3). Bagaimana Perlakuan Akuntansi Kewajiban pada awal Periode Akuntansi (1 Januari 2006) termasuk jurnalnya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 09 – 17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan ini disusun untuk

memudahkan pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan Nomor 08 Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan. Modul ini

disusun sebagai bahan Pelatihan untuk Pelatih Standar Akuntansi Pemerintahan,

sehingga dengan mempelajari modul ini diharapkan dapat belajar mandiri (self

study) atas materi Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan pada pemerintah

pusat maupun daerah. Modul ini menguraikan kembali paragraf-paragraf standar

maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga

diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam implementasi Standar Akuntansi

Pemerintahan yang berkaitan dengan Konstruksi dalam Pengerjaan.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan

Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:

1. Memahami pengertian Konstruksi dalam Pengerjaan

2. Memahami pengakuan, penilaian, penyajian dan pengungkapan Konstruksi

dalam Pengerjaan

3. Menguasai teknis pencatatan aset tetap dalam penyajian laporan keuangan

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul PSAP 08 disusun sesuai dengan urutan paragraf standar

antara lain meliputi: pengertian Konstruksi dalam Pengerjaan, pengakuan

Konstruksi dalam Pengerjaan, dan pengukuran Konstruksi dalam Pengerjaan.

Kontrak konstruksi serta penyatuan dan segmentasi kontrak konstruksi juga

diilustrasikan dalam modul ini. Pada bagian akhir dijelaskan penyajian aset tetap

pada laporan keuangan dan pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan.

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara

pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi

soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan akuntasi aset tetap.

Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari

para peserta pelatihan di dalam aktivitas diskusi, latihan dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

DEFINISI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

A. Definisi Konstruksi Dalam Pengerjaan

Aset tetap pemerintah yang berupa gedung, bangunan, dan infrastruktur

pada umumnya diperoleh dengan cara pembangunan. Pembangunan ini dapat

dikerjakan oleh pihak ketiga (kontraktor) atau secara swakelola. Pembangunan

aset tetap ini pada umumnya dilakukan selama jangka waktu tertentu. Suatu

entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset tetap, baik untuk

dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau masyarakat,

baik pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak

ketiga wajib menerapkan standar ini.

Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses

pembangunan. Pembangunan aset tersebut dapat dikerjakan sendiri (swakelola)

maupun dengan menggunakan jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi.

Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk

konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama

lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau

tujuan atau penggunaan utama.

Pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan aset biasa disebut dengan

kontraktor. Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk

membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas

lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.

Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin,

gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang

proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode

waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada

umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan

tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.

Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola)

atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

B. Kontrak Konstruksi

Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk

konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat atau

saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau

tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi jaringan

irigasi.

Kontrak konstruksi dapat meliputi:

(a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan

perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;

(b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

(c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan

pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan

value engineering;

(d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi

lingkungan.

C. Penyatuan Dan Segmentasi Kontrak Konstruksi

Suatu kontrak konstruksi dapat saja untuk perolehan satu jenis aset atau

mencakup sejumlah aset. Apabila suatu kontrak konstruksi mencakup perolehan

sejumlah aset, dimana komponen-komponen aset tersebut dapat

diidentifikasikan secara terpisah atau suatu kelompok aset secara bersama maka

untuk setiap komponen atau suatu kelompok aset tersebut dapat diperlakukan

sebagai suatu kontrak konstruksi.

Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari

setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila

semua syarat di bawah ini terpenuhi:

(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;

(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta

pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang

berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;

(c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.

Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset

tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi

aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi

tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:

(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,

teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula;

atau

(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga

kontrak semula.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

jika:

Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan

(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang

berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;

(b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan

(c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.

Konstruksi Dalam Pengerjaan diklasifikasikan sebagai aset tetap karena

biasanya merupakan aset yang dimaksudkan untuk digunakan dalam

operasional pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka

panjang.

Penyelesaian suatu konstruksi pada umumnya membutuhkan waktu yang

relatif panjang dan menyerap dana yang relatif besar. Oleh karena itu

pembayaran untuk kontrak konstruksi biasanya dilakukan melalui

termin.Tagihan suatu termin dapat dilakukan jika suatu tahapan pekerjaan

sebagaimana diatur dalam kontrak konstruksi sudah selesai dikerjakan. Porsi

pekerjaan yang telah diselesaikan ini akan diserahkan kepada pemberi kerja (

pemerintah ) dan disiapkan dokumen berita acara serah terima pekerjaan.

Berdasarkan berita acara tersebut akan dilakukan pembayaran. Demikian

mekanisme yang akan terjadi pada termin-termin berikutnya sampai kontruksi

ini selesai dikerjakan. Setiap terjadi pembayaran akan diakui adanya

penambahan aset tetap berupa Konstruksi Dalam Pekerjaan. Pengakuan aset ini

dapat dilakukan melalui jurnal korolari.

Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang

bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:

(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan

(b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;

Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang

bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap

digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

Contoh:

Pada tanggal 10 Maret 2005 dilakukan pembayaran termin I pembangunan

Gedung dengan nilai Rp300.000.000. Jurnal untuk mencatat transaksi ini

adalah:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan

Bangunan

Rp300.000.000

Kas di Kas Daerah Rp300.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp300.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp300.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pada tanggal 30 Mei 2006 Gedung tersebut telah selesai dibangun dan telah

diserahterimakan. Total biaya yang telah dikeluarkan yang dapat dikapitalisasi

adalah Rp1.000.000.000. Transaksi ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp1.000.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp1.000.000.000

Gedung dan Bangunan Rp1.000.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp1.000.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PENGUKURAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan yang

meliputi biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dapat diatribusikan langsung

ke dalam konstruksi sehubungan dengan pengerjaan pembangunan aset

dimaksud.

Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan

konstruksi antara lain meliputi:

(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;

(b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;

(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi

pelaksanaan konstruksi;

(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan

dengan konstruksi.

Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada

umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:

(a) Asuransi;

(b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung

berhubungan dengan konstruksi tertentu;

(c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi

yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.

Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang

sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang

mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan

adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.

Apabila pembangunan dilaksanakan sendiri (swakelola) maka nilai

konstruksi antara lain meliputi:

(a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;

(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat

dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan

(c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang

bersangkutan.

Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak

konstruksi meliputi:

(a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan

tingkat penyelesaian pekerjaan;

(b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan

pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal

pelaporan;

(c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan

pelaksanaan kontrak konstruksi.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Dalam hal pelaksanaan pembangunan suatu aset yang besar atau sulit,

seringkali pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh beberapa kontraktor. Dalam hal

ini pada umumnya ada yang bertindak sebagai kontraktor utama dan ada yang

menjadi subkontraktor. Oleh karena itu yang dimaksud dengan pembayaran

kepada kontraktor sebagaimana diuraikan terdahulu adalah mencakup

keduanya.

Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara bertahap

(termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan dalam kontrak

konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai penambah nilai

Konstruksi Dalam Pengerjaan.

Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan

oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan perselisihan

penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.

Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul

selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi,

sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal.

Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul

sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.

Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya

bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.

Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang

diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang

bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-

rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. Apabila kegiatan

pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal

yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa

pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.

Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi

karena beberapa hal, seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan

dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika

pemberhentian tarsebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja

atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara

dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force

majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga

pada periode yang bersangkutan.

Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang

penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan

yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya

dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.

Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang

masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12.

Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan

maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian

kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan

yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Contoh:

a. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan suatu mesin meliputi:

1. Biaya bahan baku Rp 35 jt

2. Biaya tenaga kerja Rp 25 jt

3. Honorarium tim Rp 10 jt

4. Biaya perencanaan Rp 2 jt

Biaya yang dapat dikapitalisasi untuk menilai Konstruksi dalam Pengerjaan

adalah sebesar Rp 62 jt yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja,

dan perencanaan.

b. Pemda A membangun sebuah gedung secara swakelola. Pada tanggal 3

Maret 2006 dibeli bahan baku senilai Rp 300 jt dengan menggunakan SP2D

LS dan membayar upah tenaga kerja sebesar Rp 100 jt dengan

menggunakan uang persediaan. Kemudian pada tanggal 10 Maret 2006

terbit SP2D GU untuk mengganti uang persediaan yang telah digunakan

tersebut.

Atas transaksi ini, jurnal yang harus dibuat oleh Pemda A meliputi jurnal

pengakuan belanja modal dan KDP untuk pembelian bahan baku pada

tanggal 3 Maret 2006 dan jurnal pengakuan belanja modal dan KDP atas

pembayaran upah pada tanggal 10 Maret 2006.

Penggunaan UP tidak dijurnal sampai dengan pertanggung-jawabannya

terbit berupa SP2D GU. Jurnal-jurnal tersebut adalah sebagai berikut:

03 Maret 2006

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan

Bangunan

Rp300.000.000

Kas di Kas Daerah Rp300.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp300.000.000

Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

10 Maret 2006

Rp300.000.000

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Gedung dan

Bangunan

Rp100.000.000

Kas di Kas Daerah Rp100.000.000

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp100.000.000

Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

Rp100.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB V PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

Konstruksi dalam pengerjaan disajikan di neraca pada kelompok Aset

Tetap. Penyajian konstruksi dalam pengerjaan dilakukan secara gabungan,

dengan cara menjumlahkan seluruh kontruksi dalam pengerjaan, dari seluruh

aset tetap. Selanjutnya kontruksi dalam pengerjaan ini diungkapkan dalam

Catatan atas laporan Keuangan. Informasi mengenai Konstruksi Dalam

Pengerjaan yang harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan

pada akhir periode akuntansi adalah :

1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian

dan jangka waktu penyelesaiannya;

2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;

3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;

4. Uang muka kerja yang diberikan;

5. Retensi.

Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi.

Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa

pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan

Keuangan.

Contoh:

Pemerintah Daerah ABC pada tahun 2005 membangun sebuah gedung dan

sebuah mesin yang masing-masing telah mengeluarkan biaya yang dapat

dikapitalisasi sebesar Rp 2 M dan 800 jt. Penyajian Konstruksi dalam pengerjaan

di neraca adalah sbb:

PADA SISI ASET:

Aset Tetap

- Konstruksi dalam Pengerjaan 2.800.000.000

PADA SISI EKUITAS:

Ekuitas Dana Investasi

- Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

2.800.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

Pada tanggal 2 April 20X1 Pemda ABC menetapkan PT XYZ sebagai pelaksana

pengerjaan Gedung Kantor DPRD dan pada hari tersebut ditandatangani

kontrak kerja pengerjaan gedung dan bangunan senilai Rp 10 M, dengan

pembayaran dalam 4 termin. Tanggal 13 Juli 200X terjadi Pembayaran

termin I sebesar Rp 2 M. 29 Nop 20X1 terjadi Pembayaran termin II Rp 3 M.

Pada 31 Des 20XI berdasarkan berita acara penyelesaian fisik gedung telah

diselesaikan 60%. Pada tanggal 28 Feb 20X2 terjadi Pembayaran termin III

Rp 3 M. Pada bulan Agustus 20x0 PT XYZ telah menyelesaikan pengerjaan

Gedung dan telah menyerahkannya kepada Pemda ABC. tanggal 30 Agustus

20X2 terjadi Pembayaran termin IV Rp 2 M.

Diminta : (a) Jurnal untuk pembayaran setiap termin dan pada saat selesainya

pekejaan pembangunan gedung kantor DPRD tersebut.

(b) Penyajian Kontruksi dlam pengerjaan di neraca dan Catatan atas

Laporan Keuangan per 31 Desember 20X1.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 08 - 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul Akuntansi Aset Tetap ini disusun untuk memudahkan pemahaman

terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 07 Akuntansi Aset

Tetap. Modul ini disusun sebagai bahan Pelatihan untuk Pelatih Standar

Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan mempelajari modul ini peserta

diharapkan dapat belajar mandiri (self study) atas materi Akuntansi Aset Tetap

pada pemerintah pusat maupun daerah. Modul ini menguraikan kembali

paragraf-paragraf standar maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh

yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam implementasi

Standar Akuntansi Pemerintahan yang berkaitan dengan aset tetap pemerintah.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan

Laporan Keuangan

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:

1. Memahami pengertian aset tetap;

2. Memahami klasifikasi aset tetap;

3. memahami pengakuan aset tetap;

4. Memahami penilaian aset tetap;

5. Memahami pencatatan aset tetap; dan

6. Memahami penyajian dan pengungkapan aset tetap.

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul PSAP 07 disusun sesuai dengan urutan paragraf standar

yang antara lain meliputi: pengertian aset tetap, klasifikasi aset tetap,

pengakuan aset tetap, dan pengukuran aset tetap. Perlakuan aset tetap setelah

perolehan yang meliputi pengeluaran setelah perolehan, penyusutan, revaluasi,

aset bersejarah, serta pelepasan dan penghentian aset tetap juga diilustrasikan

dalam modul ini. Pada bagian akhir dijelaskan penyajian aset tetap di neraca

dan pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan.

E. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara

pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi

soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan Akuntasi Aset Tetap.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari

para peserta pelatihan di dalam aktivitas diskusi, latihan dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

DEFINISI DAN KLASIFIKASI ASET TETAP

A. Definisi Aset Tetap

Aset tetap merupakan salah satu pos di neraca di samping aset lancar,

investasi jangka panjang, dana cadangan, dan aset lainnya. Aset tetap

mempunyai peranan yang sangat penting karena mempunyai nilai yang cukup

signifikan bila dibandingkan dengan komponen neraca lainnya.

Pengertian Aset Tetap dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

(PSAP) adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua

belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan

oleh masyarakat umum. Dengan batasan pengertian tersebut maka pemerintah

harus mencatat suatu aset tetap yang dimilikinya meskipun aset tetap tersebut

digunakan oleh pihak lain. Pemerintah juga harus mencatat hak atas tanah

sebagai aset tetap. Dalam kasus lain, aset tetap yang dikuasai oleh pemerintah

tetapi tujuan penggunaannya untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah tidak

termasuk dalam pengertian aset tetap karena tidak memenuhi definisi aset tetap

di atas, misalnya aset tetap yang dibeli pemerintah untuk diserahkan kepada

masyarakat.

B. Klasifikasi Aset Tetap

Dalam PSAP 07, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi enam akun

sebagaimana dirinci dalam penjelasan berikut ini:

a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki

atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan

pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi

siap digunakan. Tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan

jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang terpisah dari aset tetap yang

dibangun di atas tanah tersebut.

b. Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah

peralatan dan mesin yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap yang

dapat diklasifikasikan dalam Peralatan dan Mesin ini mencakup antara

lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian;

alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar;

alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan

pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga;

dan unit peralatan proses produksi.

c. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah

gedung dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Termasuk dalam

jenis gedung dan bangunan ini antara lain: bangunan gedung, monumen,

bangunan menara, dan rambu-rambu.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah

jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah

untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Contoh aset tetap

yang termasuk dalam klasifikasi ini mencakup antara lain: jalan dan

jembatan, bangunan air, instalasi, dan jaringan.

e. Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan

ke dalam kelompok aset tetap di atas, tetapi memenuhi definisi aset

tetap. Aset tetap lainnya ini dapat meliputi koleksi perpustakaan/buku dan

barang bercorak seni/budaya/olah raga.

f. Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam

proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun

seluruhnya. Konstruksi dalam pengerjaan ini akan dibahas lebih lanjut

dalam modul Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan, sehingga dalam

modul ini tidak akan dibahas secara khusus.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ASET TETAP

A. Pengakuan Aset Tetap

Sesuai dengan klasifikasi Aset Tetap, suatu aset dapat diakui sebagai aset

tetap apabila berwujud dan memenuhi kriteria :

Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;

Diperoleh/dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Pemerintah mengakui suatu aset tetap apabila aset tetap tersebut telah

diterima atau diserahkan hak kepemilikannya, dan atau pada saat

penguasaannya berpindah. Oleh karena itu, apabila belum ada bukti bahwa

suatu aset dimiliki atau dikuasai oleh suatu entitas maka aset tetap tersebut

belum dapat dicantumkan di neraca. Prinsip pengakuan aset tetap pada saat

aset tetap ini dimiliki atau dikuasai berlaku untuk seluruh jenis aset tetap, baik

yang diperoleh secara individual atau gabungan, maupun yang diperoleh melalui

pembelian, pembangunan swakelola, pertukaran, rampasan, atau dari hibah.

Perolehan aset tetap melalui pembelian atau pembangunan pada

umumnya didahului dengan pengakuan belanja modal yang akan mengurangi

Kas Umum Negara/Daerah. Jurnal pengakuan belanja modal tersebut adalah:

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal Tanah Rp XXX

Kas di Kas Daerah Rp XXX

Atas belanja modal tersebut, pemerintah akan memperoleh aset tetap

yang harus disajikan di neraca. Untuk memunculkan aset tetap di neraca dapat

dilakukan dengan cara membuat jurnal pendamping (korolari). Jurnal korolari ini

merupakan jurnal ikutan untuk setiap transaksi pendapatan, belanja, atau

pembiayaan yang mempengaruhi pos-pos neraca. Jurnal korolari untuk

pengakuan perolehan aset tetap adalah sebagai berikut:

Tanah

Peralatan dan Mesin

Gedung dan Bangunan

Jalan, Irigasi dan Jaringan

Aset Tetap Lainnya

Konstruksi dalam Pengerjaan

Rp xxx

Rp xxx

Rp xxx

Rp xxx

Rp xxx

Rp xxx

Diinvestasikan dalam aset tetap Rp xxx

Jurnal ini merupakan jurnal korolari atau ikutan pada saat mengakui belanja

modal untuk mengakui penambahan aset tetap yang bersangkutan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

B. Pengukuran Aset Tetap

Aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah harus dinilai atau

diukur untuk dapat dilaporkan dalam neraca. Menurut SAP, aset tetap yang

diperoleh atau dibangun secara swakelola dinilai dengan biaya perolehan. Secara

umum, yang dimaksud dengan biaya perolehan adalah jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap sampai dengan aset tetap tersebut

dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Hal ini dapat

diimplementasikan pada aset tetap yang dibeli atau dibangun secara swakelola.

Aset tetap yang tidak diketahui harga perolehannya disajikan dengan nilai

wajar. Nilai wajar adalah nilai tukar aset tetap dengan kondisi yang sejenis di

pasaran pada saat penilaian. Aset tetap yang berasal dari hibah, yang tidak

diketahui harga perolehannya, pemerintah dapat menggunakan nilai wajar pada

saat perolehan.

Komponen biaya yang dapat dimasukkan sebagai biaya perolehan suatu

aset tetap terdiri dari:

� harga beli,

� bea impor,

� biaya persiapan tempat,

� biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat

(handling cost),

� biaya pemasangan (instalation cost),

� biaya profesional seperti arsitek dan insinyur, serta

� biaya konstruksi (biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya

tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan,

tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi

berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut).

Yang tidak termasuk komponen biaya aset tetap adalah: Biaya administrasi dan biaya umum lainnya sepanjang biaya tersebut tidak

dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau

membawa aset ke kondisi kerjanya.

Biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa kecuali biaya

tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.

Untuk pemerintah yang baru pertama kali akan menyusun neraca, perlu

ada pendekatan yang sedikit berbeda untuk mencantumkan nilai aset tetapnya

di neraca. Pendekatan tersebut adalah menggunakan nilai wajar aset tetap pada

saat neraca tersebut disusun. Misalnya nilai tanah pada saat perolehannya tahun

1985 adalah Rp200.000.000,00. Pada waktu akan menyusun neraca awal tahun 2005, tanah tersebut dinilai dengan nilai wajarnya, misalkan dengan NJOP (Nilai

Jual Obyek Pajak), ternyata nilainya adalah Rp350.000.000,00. Dengan

demikian nilai tanah yang akan dicantumkan di neraca adalah

Rp350.000.000,00. Penjelasan tentang bagaimana cara penyusunan neraca awal

ini dapat dilihat lebih lanjut dalam Buletin Teknis SAP No. 1 tentang Penyusunan

Neraca Awal Pemerintah Pusat dan Buletin Teknis SAP No. 2 tentang

Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Penilaian dengan menggunakan

nilai wajar ini dapat dibatasi untuk nilai perolehan aset tetap yang secara

material berbeda dengan nilai wajarnya atau yang diperoleh lebih dari satu

tahun sebelum tanggal penyusunan neraca awal.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Aset tetap yang diperoleh setelah neraca awal disajikan dinilai dengan

harga perolehannya. Dengan demikian transaksi perolehan aset setelah

disusunnya neraca yang pertama kali dicatat berdasarkan harga perolehannya.

Contoh Kasus Perolehan Tanah

Pemerintah Daerah X membeli tanah dengan harga Rp 30.000.000.000,00,

dimana di atasnya berdiri bangunan senilai Rp 10.000.000.000,00 m. Untuk

membuat tanah tersebut siap digunakan maka harus dikeluarkan lagi biaya

untuk pembongkaran bangunan sebesar Rp 2.000.000.000,00, pematangan

tanah Rp 1.000.000.000,00, dan balik nama Rp 1.000.000.000,00.

Harga perolehan tanah ini adalah sebesar Rp 34.000.000.000 (30.000.000.000

+ 2.000.000.000 + 1.000.000.000 + 1.000.000.000).

Jurnal untuk mengakui tanah tersebut adalah:

Uraian Debet Kredit

Tanah Rp34.000.000.000

Diinvestasikan dalam

Aset Tetap

Rp 34.000.000.000

Perolehan Secara Gabungan

Ada kalanya aset tetap diperoleh secara gabungan. Yang dimaksud

dengan gabungan di sini adalah perolehan beberapa aset tetap namun harga

yang tercantum dalam faktur adalah harga total seluruh aset tetap tersebut.

Cara penilaian masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ini

adalah dengan menghitung berapa alokasi nilai total tersebut untuk masing-

masing aset tetap dengan membandingkannya sesuai dengan nilai wajar

masing-masing aset tetap tersebut di pasaran.

Contoh Kasus Perolehan Secara Gabungan

Pemerintah Daerah X membeli 1 buah meja rapat dan 10 buah kursi dengan

harga Rp 15.000.000,00. Harga pasar meja Rp 10.000.000,00, sedangkan 1

buah kursi Rp 1.000.000. Atas transaksi ini harga perolehan meja dicatat

dengan nilai sebesar Rp 7.500.000,00 (10/20 x 15), sedangkan kursi masing-

masing dicatat dengan nilai Rp 750.000 (1/20 x 15). Jurnal untuk mencatat

transaksi ini adalah sbb:

Uraian Debet Kredit

Peralatan dan Mesin Rp 15.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 15.000.000

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pertukaran Aset Tetap

Pemerintah dimungkinkan untuk saling bertukar aset tetap baik yang

serupa maupun yang tidak. Permasalahan utama apabila suatu aset

dipertukarkan adalah bagaimana cara penilaiannya.

Apabila aset tetap ditukar dengan aset tetap yang yang tidak serupa atau

aset lainnya, maka aset tetap yang baru diperoleh tersebut dinilai berdasarkan

nilai wajarnya, yang terdiri atas nilai aset tetap yang lama ditambah jumlah

uang yang harus diserahkan untuk mendapatkan aset tetap baru tersebut.

Misal aset tetap Pemda A berupa sepeda motor senilai Rp10.000.000,00

ditukar dengan aset tetap Pemda B berupa mesin fotocopy dengan nilai

Rp7.500.000,00 dan memperoleh tambahan kas sebesar Rp2.000.000,00. Atas

pertukaran tersebut, Pemda A mencatat penghapusan motor senilai

Rp10.000.000,00, penambahan kas karena pendapatan lain-lain senilai

Rp2.000.000,00, dan perolehan mesin foto copy senilai Rp7.500.000,00.

Sedangkan Pemda B mencatat penghapusan aset tetap mesin fotocopy senilai

Rp7.500.000,00, pengurangan kas karena belanja modal senilai Rp2.000.000,00

dan perolehan aset tetap berupa sepeda motor dengan nilai Rp9.500.000,00.

Apabila suatu aset tetap ditukar dengan aset yang serupa, yang memiliki

manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa, atau kepemilikan

aset yang serupa, maka tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam

transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat

(carrying amount) atas aset yang dilepas.

Contoh transaksi untuk kasus ini adalah komputer senilai Rp7.000.000,00

ditukar dengan komputer yang sama dan senilai, maka pencatatan yang harus

dilakukan adalah menghapus komputer yang lama senilai Rp7.000.000,00 dan

mencatat perolehan komputer yang baru senilai Rp7.000.000,00.

Aset Donasi

Donasi merupakan sumbangan kepada pemerintah tanpa persyaratan.

Aset Tetap yang diperoleh dari donasi (sumbangan) harus dicatat sebesar nilai

wajar pada saat perolehan. Donasi/hibah baik dalam bentuk uang maupun

barang dicatat sebagai pendapatan hibah dan harus dilaporkan dalam laporan

realisasi anggaran. Jika donasi/hibah ini dalam bentuk uang tidak akan terjadi

permasalahan. Lain halnya dengan hibah dalam bentuk barang. Perlakuan untuk

hibah dalam bentuk barang ini adalah dengan menganggap seolah-olah ada

uang kas masuk sebagai pendapatan hibah, kemudian uang tersebut

dibelanjakan aset tetap yang bersangkutan. Untuk keperluan administrasi

anggaran akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pengesahan

sebesar nilai barang yang diterima. Dengan demikian, jurnal yang harus dibuat

meliputi 3 jurnal yaitu pengakuan pendapatan, belanja modal, dan jurnal

pengakuan aset tetap. Jurnal pengakuan pendapatan dan belanja modal akan

mempengaruhi laporan realisasi anggaran, sedangkan jurnal pengakuan aset

mempengaruhi neraca.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Contoh Kasus Hibah Dalam Bentuk Barang

Pemerintah Daerah X mendapat hibah dari perusahaan Y berupa 1 buah mobil

dengan nilai wajar sebesar Rp100.000.000,00. Oleh Pemda X transaksi ini diakui

sebagai pendapatan hibah di LRA sebesar Rp100.000.000,00, belanja modal di

LRA sebesar Rp100.000.000, dan penambahan aset tetap di neraca sebesar

Rp100.000.000,00. Jurnal untuk transaksi ini adalah:

Uraian Debet Kredit

Kas di Kas Daerah Rp 100.000.000

Pendapatan Hibah Rp 100.000.000

Belanja Modal Peralatan dan Mesin Rp 100.000.000

Kas di Kas Daerah Rp 100.000.000

Peralatan dan Mesin Rp 100.000.000

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 100.000.000

Aset Bersejarah

Aset bersejarah merupakan aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh

pemerintah yang karena umur dan kondisinya aset tetap tersebut harus

dilindungi oleh peraturan yang berlaku dari segala macam tindakan yang dapat

merusak aset tetap tersebut. Lazimnya, suatu aset tetap dikategorikan sebagai

aset bersejarah jika mempunyai bukti tertulis sebagai barang/bangunan

bersejarah.

Barang/bangunan peninggalan sejarah tersebut sulit ditaksir nilai

wajarnya. Oleh karena itu dalam SAP diatur bahwa aset bersejarah tidak

disajikan di neraca tetapi cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan

Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini pun hanya mencantumkan kuantitas

fisiknya saja tanpa nilai perolehannya.

Apabila aset bersejarah tersebut masih dimanfaatkan untuk operasional

pemerintah, misalnya untuk ruang perkantoran, maka perlakuannya sama

seperti aset tetap lainnya, yaitu dicantumkan di neraca dengan nilai wajarnya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

PERLAKUAN ASET TETAP SETELAH PEROLEHAN

A. Pengeluaran Setelah Perolehan

Aset tetap diperoleh pemerintah dengan maksud untuk digunakan dalam

kegiatan operasional pemerintahan. Aset tetap bagi pemerintah, di satu sisi

merupakan sumberdaya ekonomi, di sisi lain merupakan suatu komitmen,

artinya di kemudian hari pemerintah wajib memelihara atau merehabilitasi aset

tetap yang bersangkutan. Pengeluaran belanja untuk aset tetap setelah

perolehan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belanja untuk pemeliharaan dan

belanja untuk peningkatan.

Belanja pemeliharaan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi aset

tetap tersebut sesuai dengan kondisi awal. Sedangkan belanja untuk

peningkatan adalah belanja yang memberi manfaat ekonomik di masa yang

akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, masa manfaat, mutu

produksi, atau peningkatan standar kinerja. Pengeluaran yang dikategorikan

sebagai pemeliharaan tidak berpengaruh pada nilai aset tetap yang

bersangkutan. Sedangkan pengeluaran yang memberi manfaat ekonomik di

masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi,

atau peningkatan standar kinerja merupakan belanja modal, harus dikapitalisasi

untuk menambah nilai aset tetap tersebut.

Misalnya Pemda A mempunyai sebuah komputer yang dibeli tahun 2004

dengan nilai perolehan Rp5.000.000,00. Setiap tahun dikeluarkan biaya

pemeliharaan sebesar Rp200.000,00. Setelah biaya pemeliharaan tersebut

dikeluarkan, nilai komputer tetap Rp5.000.000,00. Pada tahun 2005 komputer

tersebut di upgrade dengan biaya Rp500.000,00. Atas biaya upgrade yang dapat

meningkatkan kapasitas komputer tersebut, maka nilai komputer menjadi

Rp5.500.000,00.

B. Pengukuran Berikutnya Terhadap Pengakuan Awal

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, seiring dengan semakin lamanya

digunakan, aset tetap selain tanah akan mengalami penurunan manfaat karena

aus atau rusak karena pemakaian. Dalam rangka penyajian nilai wajar terhadap

aset-aset tersebut dapat dilakukan penyusutan. Selain itu aset tetap juga dapat

direvaluasi, dihentikan penggunaannya, atau dilepaskan.

B.1. Penyusutan

Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan

kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Selain tanah dan konstruksi dalam

pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan

karakteristik aset tersebut.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Penyusutan ini bukan untuk alokasi biaya sebagaimana penyusutan di

sektor komersial, tetapi untuk menyesuaikan nilai sehingga dapat disajikan

secara wajar. Pengertian ini berdampak pada jurnal yang harus dibuat pada saat

mengakui penyusutan, dimana tidak ada pengakuan beban penyusutan

melainkan hanya penurunan nilai aset. Nilai penyusutan untuk masing-masing

periode dicatat dengan cara mengurangi nilai tercatat aset tetap dan akun

Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Jurnal standar untuk penyusutan adalah

sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp xxx

Akumulasi Penyusutan Rp xxx

Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang

sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan

harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa

(service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Metode Penyusutan yang

dapat diterapkan sesuai dengan PSAP 07 adalah:

a. Metode garis lurus (straight line method); atau

b. Metode saldo menurun ganda (double declining method); atau

c. Metode unit produksi (unit of production method)

Penerapan dari masing-masing metode ini dapat digambarkan melalui

contoh berikut:

Sebuah mesin fotocopy yang dibeli dengan harga Rp10.000.000,00 dan

diperkirakan mempunyai masa manfaat selama 4 tahun dan kapasitasnya

mampu memfotocopy sebanyak 100.000 lembar. Penyusutan yang dapat

dihitung setiap tahun dari mesin ini adalah sebagai berikut:

a. Metode garis lurus

Tahun I : Rp10.000.000,00 : 4 = Rp2.500.000,00

Jurnal:

Uraian Debet Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 2.500.000

Akumulasi Penyusutan Rp 2.500.000

Penghitungan dan jurnal yang sama harus dilakukan untuk 3 tahun

berikutnya sehingga nilai dari mesin tersebut pada akhir tahun ke 4 adalah

Rp1,00

b. Metode saldo menurun ganda

Persentase penyusutan per tahun = 2 x (100/4) = 50%

Tahun I : Rp10.000.000,00 x 50% = Rp5.000.000,00

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Jurnal:

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 5.000.000

Akumulasi Penyusutan Rp 5.000.000

Tahun II : (Rp10.000.000,00 - 5.000.000,00) x 50% = Rp2.500.000,00

Jurnal:

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 2.500.000

Akumulasi Penyusutan Rp 2.500.000

Tahun III : (Rp5.000.000,00 – 2.500.000,00) x 50% = Rp1.250.000,00

Jurnal:

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 1.250.000

Akumulasi Penyusutan Rp 1.250.000

Tahun IV : (Rp2.500.000,00 – 1.250.000,00) = Rp1.250.000,00

(pembulatan)

Jurnal:

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 1.250.000

Akumulasi Penyusutan Rp 1.250.000

c. Metode unit produksi

Persentase penyusutan per tahun tergantung dari jumlah produksi pada

tahun tersebut

Tahun I : Produksi 30.000 lembar

Penyusutan = (30.000/100.000) x Rp10.000.000,00

= Rp3.000.000,00

Jurnal:

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 3.000.000

Akumulasi Penyusutan Rp 3.000.000

Tahun II dan seterusnya penyusutan dihitung berdasarkan produksi pada

tahun tersebut, dan penyusutan tersebut harus terus dilakukan meskipun

telah melewati umur teknisnya.

B.2. Penilaian Kembali (Revaluation)

Dalam hal terjadi perubahan harga secara signifikan, pemerintah dapat

melakukan penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki. Hal ini diperlukan

agar nilai aset tetap pemerintah yang ada saat ini mencerminkan nilai wajar

sekarang. SAP mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan penilaian kembali

(revaluasi) sepanjang revaluasi tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan

pemerintah yang berlaku secara nasional misalkan undang-undang, peraturan

pemerintah, atau peraturan presiden.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Apabila revaluasi telah dilakukan maka nilai aset tetap yang ada di neraca

harus disesuaikan dengan cara menambah/mengurangi nilai tercatat dari setiap

aset tetap yang bersangkutan dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap sesuai

dengan selisih antara nilai hasil revaluasi dengan nilai tercatat.

Jurnal standar untuk mencatat hasil revaluasi adalah:

a. Bila nilai revaluasi lebih kecil daripada nilai tercatat, misalnya untuk tanah

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp xxx

Tanah Rp xxx

b. Bila nilai revaluasi lebih besar daripada nilai tercatat, misalnya:

Tanah Rp xxx

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp xxx

C. Penghentian Dan Pelepasan

Bila aset tetap sudah rusak berat dan tidak dapat digunakan lagi maka

aset tetap tersebut akan dihapuskan dari pembukuan. Proses penghapusan

seringkali memerlukan waktu yang lama, maka sementara menunggu surat

keputusan penghapusan terbit aset yang rusak atau tidak dapat digunakan lagi

dipindahkan dari kelompok aset tetap menjadi akun Aset Lain-lain dalam

kelompok aset lainnya di neraca dan diungkapkan dalam CaLK. Hal yang sama

diterapkan untuk aset tetap yang karena alasan lain juga tidak digunakan secara

aktif lagi dalam operasional pemerintah meskipun tidak dalam kondisi rusak

berat.

Jurnal standar untuk penghentian aset tetap dari penggunaannya adalah sebagai

berikut:

Uraian Debet Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp xxx

Peralatan dan Mesin Rp xxx

Aset Lain-Lain Rp xxx

Diinvestasikan dalam Aset

Lainnya

Rp xxx

Apabila suatu aset tetap telah dilepaskan atau secara permanen

dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan

datang, berarti aset tetap tersebut tidak lagi memenuhi definisi aset tertap

sehingga harus dihapuskan. Jika aset tetap tersebut telah dihapuskan melalui

surat keputusan penghapusan, maka aset tetap tersebut harus dieliminasi dari

neraca dan diungkapkan dalam CaLK.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Jurnal standar untuk mencatat transaksi tersebut adalah sbb:

Uraian Debet Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp xxx

Peralatan dan Mesin Rp xxx

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB V

PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN ASET TETAP

A. Penyajian

Penyajian aset tetap dalam lembar muka neraca adalah sebagai berikut:

Aset

Aset Tetap Tanah xxx

Peralatan dan Mesin xxx

Gedung dan Bangunan xxx

Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx

Aset Tetap Lainnya xxx

Konstruksi dalam Pengerjaan xxx

Akumulasi Penyusutan (xxx)

Total Aset Tetap xxx

Ekuitas Dana

Ekuitas Dana Investasi

Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx

Total Ekuitas Dana Investasi xxx

Akumulasi Penyusutan disajikan dalam angka negatif untuk mengurangi total

nilai aset tetap. Jumlah total aset tetap harus sama dengan nilai akun

Diinvestasikan dalam Aset Tetap.

B. Pengungkapan

Selain disajikan pada lembar muka neraca, aset tetap juga harus

diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini

sangat penting sebagai penjelasan tentang hal-hal penting yang tercantum

dalam neraca. Tujuan pengungkapan ini adalah untuk meminimalisasi kesalahan

persepsi bagi pembaca laporan keuangan.

Dalam CaLK harus diungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sbb:

Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat;

Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:

penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai jika ada,

dan mutasi aset tetap lainnya.

Informasi penyusutan meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang

digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai

tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.

Selain itu, dalam CaLK juga harus diungkapkan:

Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap

Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap

Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap

C. Lampiran

Nilai aset tetap yang ada dalam neraca merupakan gabungan dari seluruh

aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh suatu pemerintah. Apabila pembaca

laporan keuangan ingin mengetahui rincian aset tetap tersebut, maka laporan

keuangan perlu lampiran tentang Daftar Aset yang terdiri dari nomor kode aset

tetap, nama aset tetap, kuantitas aset tetap, dan nilai aset tetap.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN

LATIHAN SOAL

1. Termasuk aset tetap Pemda A adalah:

a. Sapi yang dibeli untuk diternakkan oleh Dinas Peternakan

b. Sapi yang dibeli untuk diserahkan kepada masyarakat

c. Kedua jawaban di atas benar

d. Kedua jawaban di atas salah

2. Pemda B mempunyai gedung tua peninggalan jaman Belanda yang

selama ini masih digunakan sebagai ruang kantor. Atas aset tetap

tersebut Pemda B :

a. Mengungkapkannya di CaLK saja karena merupakan aset bersejarah

b. Menyajikannya di neraca sebagai gedung dan bangunan

c. Menyajikannya di neraca sebagai aset lainnya

d. Tidak perlu menyajikannya di neraca dan CaLK

3. Penyusutan pada aset tetap milik pemerintah merupakan:

a. Pendapatan

b. Belanja modal

c. Alokasi biaya

d. Penyesuaian nilai

4. Apabila suatu aset tetap telah dihentikan secara permanen dari

penggunaannya karena sudah rusak berat. Perlakuan atas aset tetap ini

adalah:

a. Memindahkannya ke akun aset lainnya

b. Dicatat di aset tetap hingga dihapuskan

c. Dinilai kembali

d. Disusutkan

5. Jurnal yang harus dibuat untuk menghapus mobil yang telah terbit SK

Penghapusannya adalah:

a. Peralatan dan Mesin xxx Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx

b. Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx

Peralatan dan Mesin xxx

c. Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx

Peralatan dan Mesin xxx

d. Peralatan dan Mesin xxx

Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx

KASUS

Pemda B pada tanggal 2 November 2003 membeli tanah seluas 600 m2 berikut

bangunan tua seluas 400 m2 dengan harga perolehan Rp1.000.000.000,00.

NJOP tanah dan bangunan tersebut per m2 adalah Rp1.000.000,00 dan

Rp500.000,00. Buatlah jurnal yang harus dicatat atas transaksi tersebut.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 07 – 18

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara

merupakan suatu kebutuhan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah yang

baik dalam menjalankan operasional pemerintahan, termasuk kaidah-kaidah di

bidang pengelolaan keuangan negara sebagai salah satu bentuk penerapan

prinsip good governance. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan

yang baik, pemerintah Republik Indonesia telah melakukan reformasi di bidang

pengelolaan keuangan negara.

Reformasi pengelolaan keuangan ini antara lain dilatarbelakangi peraturan

perundang-undangan di bidang keuangan yang masih berlandaskan pada

ketentuan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial, pertimbangan

lain yang tidak kalah penting dalam melakukan reformasi adalah perubahan

sistem pemerintahan. Era otonomi daerah yang dimulai tahun 2001 berdampak

pada perubahan hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Jika sebelumnya

pengelolaan keuangan negara didominasi oleh peran Pemerintah Pusat, sistem

otonomi daerah dengan prinsip money follows function mengharuskan peran

daerah yang lebih besar. Sebagian besar urusan fungsi pemerintahan yang

menyangkut pelayanan dasar diserahkan penanganannya kepada pemerintah

daerah. Sebagai akibatnya, anggaran yang digunakan untuk belanja atas

pelayanan-pelayanan dasar wajib diserahkan pengelolaannya kepada

pemerintah daerah. Dengan demikian, makin besar belanja negara yang dikelola

oleh pemerintah daerah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang

memadai. Salah satu bentuknya adalah keterlibatan masyarakat/stakeholder.

Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi

pajak dalam mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang

selama ini besar porsinya dalam penerimaan negara makin lama makin

berkurang oleh karena jumlah sumber yang terbatas. Pada satu pihak, biaya

penyelenggaraan pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah

pajak dari masyarakat. Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, maka

diperlukan suatu pertanggungjawaban penggunaan pajak dari masyarakat oleh

pemerintah dengan transparan.

Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan

tuntutan masyarakat, maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan

sebagai perangkat pendukung terlaksananya penerapan good governance dan

otonomi daerah. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara:

� Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum;

� Penataan kelembagaan;

� Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan

� Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.

Dengan demikian reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan

Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi

Pemerintah Daerah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 1

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami pengelolaan

keuangan negara, termasuk keuangan daerah secara umum dan mampu

menjadi instruktur pelatihan akuntansi pemerintahan.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta:

a. Memahami garis besar lingkup pengelolaan keuangan negara/daerah;

b. Memahami siklus keuangan negara/daerah;

c. Memahami jenis-jenis laporan keuangan negara/daerah; dan

d. Memahami proses pertanggungjawaban keuangan negara/daerah.

C. Deskripsi Ringkas

Materi Modul Pandangan Umum Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah

dan Laporan Pertanggungjawaban Keungan ini disusun dalam rangka

memberikan pemahaman umum mengenai keuangan negara/daerah. Materi

dimulai dengan dasr hukum pengelolaan keuangan negara/daerah, Pengertian

dan ruang lingkup Keuangan negara/daerah yang meliputi azas-azas umum

pengelolaan keuangan negara, dan kekuasaan pengelolaan keuangan

negara/daerah. Selanjutnya diuraikan siklus keuangan daerah, yang meliputi

perencanaan/penganggaran, perbendaharaan (pelaksanaan anggaran),

Akuntansi, Pemeriksaan, dan Pertanggungjawaban.

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara

pemaparan konsep-konsep pokok undang-undang di bidang keuangan negara

(UU 17/2003, UU 1/2004, UU 15/2004) sebagaimana diatur pula untuk

keuangan daerah dalam UU 32/2004 dan UU 33/2004. Keberhasilan

pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta

pelatihan di dalam aktivitas diskusi dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 2

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II

DASAR HUKUM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA/DAERAH

Dalam rangka penataan pengelolaan keuangan negara/daerah telah

diterbitkan berbagai produk peraturan perundang-undangan. Dalam kurun

waktu enam tahun terakhir sejak dimulainya reformasi pemerintahan yang

diikuti dengan penataan pengelolaan keuangan negara/daerah, telah dilakukan

dua kali perubahan dalam bidang penataan pengelolaan keuangan, terutama

yang terkait dengan keuangan daerah. Perubahan pertama dilakukan dengan

diterbitkannya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar

dilaksanakan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah itu diikuti dengan

pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang

diatur dalam UU 25/1999. Selanjutnya sebagai dasar implementasi UU dimaksud

dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, dikeluarkan PP 105/2000 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pada akhirnya, dengan terbitnya paket undang-undang keuangan negara,

juga dilakukan revisi atas dua undang-undang di atas. Setelah perubahan

dimaksud, produk hukum yang mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah

selengkapnya sebagai berikut:

a. UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara;

b. UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

c. UU No.15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

d. UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

e. UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; f. UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah;

g. PP No.23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

h. PP No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

i. PP No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

j. PP No.8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah.

Tiga undang-undang pertama dikenal sebagai paket undang-undang di bidang

keuangan negara menggantikan peraturan peninggalan jaman kolonial yang

masih digunakan sebelumnya.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 3

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III

LINGKUP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

A. Pengertian dan Ruang Lingkup

Keuangan negara dapat didefinisikan dalam arti sempit dan dalam arti

yang luas. Keuangan negara dalam arti sempit diartikan hanya mencakup

penerimaan dan pengeluaran uang melalui Kas Umum Negara selama satu tahun

anggaran. Pendekatan yang digunakan dalam Undang-undang Keuangan

Negara adalah dari arti luas, baik dari sisi obyek, subyek, proses, maupun

tujuan.

Keuangan negara dilihat dari sisi obyek, mencakup semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan

kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut.

Dengan memperhatikan cakupan tersebut maka yang menjadi subyek

keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana disebutkan di atas yang

dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan

Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan

yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas, mulai

dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan

pertanggungjawaban.

Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan,

dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan

obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan negara. Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas

dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang

pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan.

Pendekatan tersebut pada umumnya sejalan dengan

perkembangan pendekatan manajemen keuangan negara. Apabila suatu negara

mendefinisikan keuangan negara dalam arti sempit maka fokus pengelolaan

keuangan negara hanya pada APBN/APBD. Dengan demikian fokus pengelolaan

keuangan negara hanya menggunakan perspektif waktu jangka pendek yaitu

satu tahun. Kepentingan-kepentingan jangka panjang kurang mendapat

perhatian, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, akuntansi dan

pertanggungjawaban, maupun pengawasannya.

Dengan memperhatikan definisi Keuangan Negara di atas maka Undang-

undang Keuangan Negara mendefinisikan keuangan negara/daerah dalam arti

luas. Dengan dipilihnya pendekatan ini maka fokus pengelolaan keuangan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 4

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

negara/daerah tidak hanya pada arus kas, tetapi juga utang, piutang, dan aset

jangka panjang. Dalam melakukan pengelolaan keuangan tidak hanya

memperhatikan kepentingan satu tahun anggaran tetapi menggunakan

perspektif waktu jangka panjang.

Pada tingkat daerah, pengertian di atas diadopsi dalam PP 58/2005

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 1 butir (5) PP dimaksud

mengartikan Keuangan Daerah sebagai ”semua hak dan kewajiban daerah

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan

uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan

hak dan kewajiban daerah tersebut”. Pengertian ini sejalan dengan pendekatan

keuangan daerah dalam arti luas yang dianut dalam UU KN. Selanjutnya pada

Pasal (2) yang mengatur lingkup disebutkan bahwa pengelolaan keuangan

daerah mencakup:

a. hak daerah memungut pajak-retribusi daerah & melakukan pinjaman;

b. kewajiban daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan

membayar tagihan;

c. penerimaan daerah;

d. pengeluaran daerah; e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain: uang, surat

berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain; dan

f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah.

B. Azas Umum

Dalam rangka pengelolaan keuangan negara dikenal adanya beberapa

azas yang sudah lazim digunakan selama ini yaitu azas tahunan, universalitas,

spesialitas, dan kesatuan. Azas tahunan artinya membatasi masa berlakunya

anggaran untuk suatu tahun tertentu. Azas universalitas mengharuskan agar

setiap transaksi keuangan ditampilkan utuh dalam dokumen anggaran. Azas

spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terunci secara

jelas peruntukannya. Azas kesatuan menghendaki agar semua pendapatan dan

belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

Selanjutnya pengelolaan keuangan negara/daerah juga mengadopsi azas-

azas baru yang berasal dari best practises yang telah diterapkan di berbagai

negara untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan negara/ daerah

secara akuntabel dan transparan. Azas-azas dimaksud terdiri dari:

1. Akuntabilitas berorientasi pada hasil Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan

negara, baik pertanggungjawaban keuangan (financial accountability)

maupun pertanggungjawaban kinerja (performance accountability).

2. Profesionalitas

Keuangan negara harus dikelola secara profesional. Oleh karena itu

sumber daya manusia di bidang keuangan harus profesional, baik di

lingkungan Bendahara Umum Negara/Daerah maupun di lingkungan

Pengguna Anggaran/Barang.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 5

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Proporsionalitas

Sumber daya yang tersedia dialokasikan secara proporsional terhadap

hasil yang akan dicapai. Hal ini diakomodasi dengan diterapkannya prinsip

penganggaran berbasis kinerja.

4. Keterbukaan

Pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan, baik dalam

perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran,

pertanggungjawaban, maupun hasil pemeriksaan.

5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri

Pemeriksaan atas tanggung jawab dan pengelolaan keuangan

negara/daerah dilakukan oleh badan pemeriksa yang independen, dalam hal ini

adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan oleh BPK dilaksanakan

sesuai dengan amanat undang-undang dan hasil pemeriksaan disampaikan

langsung kepada parlemen. Kedudukan BPK terhadap pemerintah adalah

independen, dengan kata lain BPK merupakan external auditor pemerintah.

C. Kekuasaan Atas Pengelolaan Negara

Berdasarkan Pasal 6 UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, Presiden

selaku kepala pemerintahan adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

negara. Untuk membantu Presiden dalam pelaksanaan kewenangan tersebut

maka sebagian kewenangan:

a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan

wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang

dipisahkan.

b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku

Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian/lembaga yang

dipimpinnya.

c. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala

pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan

mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah

yang dipisahkan.

Berdasarkan poin c di atas, maka UU Bidang Keuangan Negara tersebut telah

memperkokoh pelaksanaan otonomi daerah.

Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan

pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik

Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah

Chief Operasional Officer (COO) untuk suatu fungsi pemerintah tertentu.

Pada pemerintah daerah, kewenangan untuk mengelola keuangan daerah

yang diterima oleh gubernur/bupati/walikota dilaksanakan oleh:

1. Satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola

APBD sebagai CFO,

2. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah sebagai COO.

Prinsip tersebut harus dijalankan secara konsisten agar terdapat kejelasan

dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 6

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

check and balances, serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme

dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Lebih lanjut, pada PP 58/2005 diatur tentang peran Sekretaris Daerah

sebagai koordinator dalam pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah

bertugas dalam mengkoordinasikan pengelolaan keuangan daerah. Disamping

itu Sekretaris Daerah adalah sebagai pimpinan tim anggaran Pemerintah Daerah

dan memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan

Anggaran/DPA-SKPD.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 7

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV

SIKLUS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Pengelolaan keuangan daerah mengikuti ketentuan undang-undang di

bidang Keuangan Negara. Siklus pengelolaan ini tidak terlepas pada siklus

manajemen yang dikenal selama ini. Perencanaan merupakan awal dari siklus

yang diikuti dengan pelaksanaan dan pengawasan. Pada pengelolaan keuangan

negara, siklus tersebut terdiri dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan

anggaran/ perbendaharaan, akuntansi dan pertanggungjawaban, dan

pemeriksaan.

A. Penganggaran

Reformasi bidang keuangan negara dimulai dengan penyempurnaan

proses penganggaran. Sesuai dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara,

penyempurnaan penganggaran dilakukan melalui pendekatan berikut:

1. Pengintegrasian antara rencana kerja dan anggaran

Dalam penyusunan anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget is a plan,

a plan is budget, oleh karena itu antara rencana kerja dan anggaran merupakan

satu kesatuan, disusun secara terintegrasi. Untuk melaksanakan konsep ini

Pemerintah Daerah harus memiliki rencana kerja dengan indikator kinerja yang

terukur sebagai prasyarat.

2. Penyatuan anggaran (unified budget)

Pendekatan yang digunakan dalam penganggaran ini adalah satu Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai satu dokumen anggaran. Kepala satuan

kerja perangkat daerah bertanggung jawab secara formil dan materiil atas

penggunaan anggaran di kantornya. Tidak ada lagi pemisahan antara anggaran

rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak terjadi

duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih efisien

dan efektif.

3. Anggaran Berbasis Kinerja

Konsep yang digunakan dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai

dengan hasil yang akan dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran

dari kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu untuk keperluan ini diperlukan

adanya program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun

anggaran. Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya:

indikator kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar

pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, standar analisa

biaya, dan biaya standar keluaran yang dihasilkan.

4. Penggunaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Pemerintah dituntut untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan

pemerintahan. Oleh karena itu Pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja

Jangka Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan

Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka menjaga kesinambungan

program/kegiatannya, pemerintah daerah dituntut menyusun anggaran dengan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 8

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan anggaran yang

dibutuhkan selama tahun berjalan, pemerintah daerah juga dituntut

memperhitungkan implikasi biaya yang akan menjadi beban APBD Pemerintah

daerah pada tahun anggaran berikutnya sehubungan dengan adanya

program/kegiatan tersebut.

5. Klasifikasi anggaran

Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah

menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada

Government Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang dudah diterapkan di

berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut

fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.

Dalam rangka penyusunan anggaran, proses dipecah menjadi dua

tahapan, yaitu tahapan perencanaan dan tahap penganggaran. Tahapan

perencanaan pada pemerintah pusat dikoordinir oleh Bappenas sedang pada

pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan kerja perencanaan daerah. Tahapan

penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat dan

dikelolan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah di Pemerintah Daerah.

Penyusunan rencana kerja dimulai pada bulan Januari dengan menyiapkan

rancangan kebijakan umum, program indikatif, dan pagu indikatif, yang

diperlukan oleh Kementrian/Lembaga/SKPD untuk menyusun RKA-KL/RKA-

SKPD. Rancangan RKP/RKPD ini selesai bulan Juni untuk selanjutnya

disampaikan ke DPR/DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan.

Setelah disepakati bersama dengan DPR/DPRD, maka kebijakan umum, program

prioritas, dan plafon anggaran sementara, akan menjadi dasar bagi

Kementrian/Lembaga/SKPD untuk menyusun RKA. RKA ini selanjutnya

digunakan untuk menyusun RAPBN/RAPBD yang wajib disampaikan ke legislatif

untuk dibahas dan diperbaiki sebelum disetujui untuk ditetapkan menjadi

APBN/APBD.

Proses pengesahan RAPBN dilakukan setelah ada persetujuan oleh DPR,

pada RAPBD ada tambahan proses evaluasi. Evaluasi atas RAPBD yang telah

disetujui oleh DPRD dilakukan oleh gubernur untuk RAPBD kabupaten/kota dan

Mendagri untuk RAPBD provinsi. Proses evaluasi yang diatur dalam UU 32/2004

dan diatur lebih lanjut dalam PP 58/2005 bertujuan untuk melindungi

kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya,

terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

B. Pelaksanaan Anggaran/Perbendaharaan

Pada pemerintah pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA. Segera setelah suatu tahun anggaran

dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-

satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementrian/lembaga. Setelah

masa transisi pada TA 2005, maka pada TA 2006, DIPA sudah dapat serentak

dibagikan pada awal sekali TA 2006 dimulai, tepatnya tanggal 2 Januari 2006

yang lalu. Seperti pada pemerintah pusat, pada pemerintah daerah pun

ditempuh cara yang sama dengan sedikit tambahan prosedur. (dijelaskan pada

paaragraph berikut ini).

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 9

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun

Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA. Dengan demikian maka fleksibilitas

penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun

secara rinci sampai dengan organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis

belanja disertai indikator kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana

penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari kegiatan tersebut

menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas juga dilampirkan. DPA

disampaikan kepada kepala SKPKD untuk dimintakan pengesahan.

Jika DIPA bagi kementerian/lembaga sudah dapat dijadikan dokumen

untuk segera melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah

daerah masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu

dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan.

SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan

melaksanakan kegiatan sudah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah

DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan

kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Selanjutnya atas pelaksanaan kegiatan oleh satuan kerja, ada dua sistem

yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yaitu sistem penerimaan dan sistem

pembayaran.

1. Sistem Penerimaan Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum

Negara/Daerah dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan

kerja yang melakukan pemungutan (Azas Bruto). Pendapatan diakui setelah

uang disetor ke rekening Kas Umum Negara/Daerah (basis kas). Oleh karena itu

penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas Umum selambat-lambatnya pada hari

berikutnya.

Dalam rangka mempercepat penerimaan pendapatan, Bendahara Umum

Negara/Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada bank. Bank yang

bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari ke

Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

2. Sistem Pembayaran Belanja membebani anggaran daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena

itu terdapat pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Dalam sistem

pembayaran terdapat dua pihak yang terkait, yaitu Pengguna Anggaran/Barang

dan Bendahara Umum Daerah.

Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara

langsung oleh BUD kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih

dikenal dengan sistem LS. Pembayaran dengan sistem LS dilakukan untuk

belanja dengan nilai yang cukup besar atau di atas jumlah tertentu. Cara lainnya

adalah dengan menggunakan Uang Persediaan melalui Bendahara Pengeluaran.

Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah

jumlah tertentu untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

C. Akuntansi

Pelaksanaan anggaran dilakukan dengan mengikuti suatu sistem dan

prosedur akuntansi. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal. Pertama adalah

untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait

sehingga jelas pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua

adalah untuk terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari

terjadinya penyelewengan. Terakhir adalah untuk menghasilkan laporan

keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dimana

jenis dan isi diatur oleh PP 24/2005 tentang SAP. Pertanggungjawaban atas

pengelolaan keuangan tersebut, secara umum tata cara dan tanggung jawab

pelaporan diatur dalam PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja

Instansi Pemerintah.

Sejalan dengan PP 8/2006, tanggung jawab atas pelaksanaan APBN/APBD

ada pada entitas pelaporan. Setiap entitas pelaporan terdiri dari dua bagian

entitas akuntansi, yaitu sebagai bendahara umum dan sebagai pengguna

annggaran. Terkait dengan hal itu, sistem akuntansi pemerintah pun terdiri dari

dua bagian bagian utama, baik itu untuk pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah. Pertama adalah sistem yang berlaku untuk instansi yang bertindak

sebagai pengguna anggaran yang diterapkan pada satuan kerja. Sesuai dengan

perannya sebagai pengguna anggaran, bagian sistem ini terutama untuk

mencatat pendapatan, belanja dan aset yang menjadi kewenangannya.

Pendapatan yang dikelola oleh pengguna anggaran adalah bukan pajak atau

retribusi untuk daerah. Pendapatan jenis ini pada umumnya terkait dengan jasa

yang diberikan oleh instansi yang mengelola. Selanjutnya adalah proses

akuntansi yang terkait dengan belanja, baik itu yang dilakukan dengan

menggunakan uang persediaan maupun dengan sistem langsung yang

pembayarannya langsung dari kas umum. Akuntansi atas belanja akan

merupakan kegiatan yang paling banyak dan rumit dibanding akuntansi atas

transaksi-transaksi lainnya karena itu merupakan bagian utama dalam

pengelolaan keuangan pemerintah. Sebagai pengguna anggaran, satuan kerja

juga wajib melakukan pencatatan atas aset yang dikelola dan digunakan. Hal ini

penting dilakukan karena satuan kerja wajib mempertanggungjawabkan aset

yang digunakan. Dari kegiatan akuntansi oleh satuan kerja sebagai pengguna

anggaran, pada akhir periode akan menghasilkan tiga laporan, yaitu Laporan

Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Bagian kedua adalah sistem yang berlaku untuk bendahara umum. Bagian

ini terutama mengelola pendapatan pajak dan pendapatan lain yang tidak

diserahkan pengelolaannya kepada satuan kerja pengguna anggaran, misalnya

pendapatan bunga dan hasil investasi. Dalam pencatatan atas belanja pun ada

belanja-belanja yang tidak diserahkan kepada satuan kerja pengguna anggaran,

misalnya belanja bunga, hibah dan dana perimbangan. Selain itu, transaksi

pembiayaan juga dilaksanakan oleh bendahara umum. Termasuk dalam jenis

transaksi ini antara lain investasi dalam bentuk penyertaan modal, obligasi dan

pemberian pinjaman jangka kepada pihak lain. Dari pelaksanaan akuntansi ini

oleh bendahara umum ini, ada 4 jenis laporan yang dihasilkan, yaitu LRA,

Neraca, LAK dan CaLK.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SKPD LRA

Sistem

LRA

Akuntansi

Satker

BUD/SKPKD

Sistem

Akuntansi

BUD

Neraca

CaLK

LRA

Neraca

LAK

Neraca

PPKD LAK

CaLK

di

se

rah

kan

CaLK

Gambar-1

Selanjutnya, dari dua bagian sistem tadi, pada akhir periode laporan-

laporan yang dihasilkan akan digabungkan untuk menjadi laporan entitas yang

terdiri dari LRA, Neraca, LAK dan CaLK. Empat laporan itu akan menjadi laporan

pertanggungjawaban keuangan kepada lembaga legislatif mewakili rakyat.

Hubungan dua bagian sistem itu dapat digambarkan dalam Gambar-1 di atas.

D. Pemeriksaan

Pemerintah, baik pusat maupun daerah mengemban amanat untuk

menjalankan tugas pemerintahan melalui peraturan perundangan. Untuk

penyelenggaraan pemerintahan dimaksud, pemerintah memungut berbagai

macam jenis pendapatan dari rakyat, kemudian membelanjakannya untuk

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada rakyat. Dalam

hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari rakyat, sedangkan

rakyat sebagai prinsipalnya. Sebagai agen, pemerintah wajib

mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang

diwakili oleh DPR/DPRD.

Dalam pola hubungan antara Pemda sebagai agen dan DPRD sebagai

wakil dari prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga

perwakilan tidak mempunyai informasi secara penuh apakah laporan

pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dari eksekutif telah

mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah telah sesuai semua

peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian intern secara

memadai dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan pihak

yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban

tersebut. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan

pertanggungjawan tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ketentuan tentang pemeriksaan oleh BPK diatur dalam UU No. 15/2004 tentang

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Pola

hubungan dimaksud dapat dilihat pada Gambar-2 berikut ini.

HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL–AGEN

L E

M

R B

P A

AR A

G

KI P N E

YS R

W

AI A P K

TA L

I

L

A

N

Ketentuan Undang-Undang

P

E

MRencana Anggaran / Kerja E

AR

GI

EN

NTAkuntansi Pelaporan

A

H

Auditing

AKUNTABILITAS

Gambar 2

Dalam rangka pelaksanaan anggaran diperlukan pemeriksaan atas laporan

keuangan yang disajikan baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah

daerah. Pemeriksaan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka pemberian

pernyataan pendapat (opini) tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan.

Hasil setiap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan

disajikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Selanjutnya LHP dimaksud

disampaikan kepada DPR/DPRD/DPD sesuai dengan kewenangannya, kecuali

yang memuat rahasia negara dan kepada kepada pemerintah. LHP atas laporan

keuangan selambat-lambatnya disampaikan kepada legislatif 2 (dua) bulan

setelah diterimanya laporan keuangan dari pemerintah. Dalam rangka

transparansi dan partisipasi publik, LHP yang telah disampaikan kepada legislatif

dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian masyarakat dapat

memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang

merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi

keuangan yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;

b. Kecukupan pengungkapan; c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan

d. Efektivitas sistem pengendalian intern.

Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat

macam opini yang diberikan pemeriksa, yaitu:

a. Wajar tanpa pengecualian;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

b. Wajar dengan pengecualian;

c. Tidak wajar;

d. Menolak memberikan opini.

E. Pertanggungjawaban

Pemerintah daerah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD,

baik dalam bentuk laporan keuangan (financial accountability) maupun laporan

kinerja (performance accountability). Laporan keuangan disusun dan disajikan

sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan dan Laporan Kinerja disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah

yang mengatur tentang Laporan Keuangan dan Kinerja instansi pemerintah.

Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan

keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR/DPRD adalah laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh BPK. Laporan keuangan yang telah diaudit

ini selambat-lambatnya disampaikan kepada lembaga legislatif selambat-

lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari :

o Laporan Realisasi Anggaran,

o Neraca,

o Laporan Arus Kas, dan

o Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan sebagaimana di atas disampaikan ke legislatif dalam

rangka pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan selama satu

tahun anggaran. Selain laporan keuangan tersebut, juga dilampirkan ikhtisar

laporan keuangan perusahaan daerah dan satuan kerja lainnya yang

pengelolaanya diatur secara khusus seperti misalnya Badan Layanan Umum.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN

1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

4. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah;

7. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

8. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

9. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Overview - 15