modul 7
DESCRIPTION
Petani gurem dan kecenderungan menghindari resikoTRANSCRIPT
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
41
Bab V. PETANI GUREM DAN
KECENDERUNGAN MENGHINDARI RESIKO
A. Petani Gurem dan Ketidakpastian
Tulisan ini mencoba memaparkan salah satu karakteristik petani gurem, yang cenderung
menolak atau menghindari resiko. Salah satu latar belakang munculnya karakteristik
tersebut adalah tingginya ketidakpastian (uncertainty) yang dihadapi oleh rumahtangga
petani terutama di negara-negara sedang berkembang. Dengan demikian meluasnya
resiko dan ketidakpastian dalam produksi pertanian memiliki implikasi penting terhadap
analisis ekonomi dan interpretasi atas prospek di masa mendatang.
Beberapa proposisi tentang ketidakpastian (uncertainty):
a. Uncertainty berdampak dalam keputusan ekonomi sub optimal pada level
mikroekonomi (tidak terpenuhinya maksimisasi profit)
b. Uncertainty menyebabkan keengganan dan kelambanan petani untuk mengadopsi
inovasi.
c. Uncertainty menjadi alasan bagi praktek usahatani, seperti mixed cropping
(tumpang sari) yang terbukti mampu beradaptasi menekan efek ketidakpastian.
d. Dampak uncertainty lebih terasa bagi petani miskin dibandingkan dengan keluarga
petani yang memiliki kesempatan melakukan off-farm3. Fenomena ini
menyebabkan deferensiasi sosial.
e. Uncertainty dapat direduksi dengan meningkatkan integrasi pasar berkenaan dengan
informasi, komunikasi, outlet pasar ataupun yang lainnya.
f. Uncertainty diperburuk oleh meluasnya integrasi pasar bila subsistensi yang
menjamin pemenuhan kebutuhan petani digantikan dengan insekuritas dan
unstabilitas pasar.
B. Jenis-jenis Ketidakpastian (Uncertainty)
1. Resiko Alamiah:
Meliputi dampak yang unpredictable dari iklim, hama, penyakit dan bencana
lainnya. Faktor determinan tersebut sangat berpengaruh pada produksi dan
panjangnya siklus produksi. Selain itu kemampuan petani untuk mengatasi kendala-
3 Kegiatan off-farm adalah setiap pekerjaan selain usahatani milik sendiri yang menghasilkan pendapatan,
termasuk bekerja pada usahatani lain (buruh tani) dan kegiatan non-pertanian.
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
42
kendala alamiah seperti hama-penyakit sangat bervariasi tergantung dari
kemampuan petani membeli input tunai yang relevan.
2. Fluktuasi Pasar
Kesenjangan (lag) antara keputusan untuk memulai suatu usahatani dengan
pencapaian output menunjukkan bahwa harga pasar pada titik penjualan tidak
diketahui pada saat keputusan ditetapkan. Perlu campur tangan dan kebijakan
pemerintah pada kondisi di mana terjadi kelangkaan informasi dan imperfeksi pasar.
Khususnya untuk komoditi tahunan (tanaman keras) juga terdapat lag waktu antara
saat tanam dan pemanenan (antara pengeluaran biaya dan penerimaan).
3. Ketidakpastian sosial
Merujuk pada perbedaan kontrol petani atas sumber daya (resources) tertentu dan
ketergantungan hidup sekelompok petani kepada kelompok lain (dalam hal ini
pemilik tanah dan faktor produksi melalui sistem bagi hasil).
4. Tindakan Pemerintah dan Perang
Pertanian secara keseluruhan juga mengalami uncertainty berkenaan dengan
perubahan kebijakan pemerintah dan atau perang yang secara langsung
mempengaruhi peta kerjasama perekonomian (penetapan harga internasional dan
pinjaman dana luar negeri bagi keperluan pembangunan).
C. Definisi Resiko dan Ketidakpastian
1. Resiko (Risk)
Resiko didefinisikan sebagai situasi dimana probabilitas even-even (kejadian) yang
mempengaruhi hasil pengambilan keputusan telah diketahui. Sebagai catatan bahwa,
probability berarti frekuensi yang diharapkan terjadi dari sebuah kejadian atau
sekumpulan kejadian (jumlah seluruh kemungkinannya adalah sebesar satu. Dengan
demikian resiko merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi ketersediaan cukup
informasi; dalam prakteknya “informasi” tidak semata-mata menunjuk pada
pengetahuan atau keserbatahuan seseorang atas kejadian tertentu melainkan lebih pada
derajat personal pengambilan keputusan atau dengan kata lain seberapa besar
kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, Hingga batas ini
resiko bergeser dari sudut pandang obyektif menjadi subyektif. Namun demikian
bagaimana analisis resiko masuk dalam lingkup keputusan-keputusan ekonomi dapat
dijelaskan sebagai seluruh mekanisme yang digunakan petani untuk membuat
keputusan-keputusan berkenaan dengan kejadian ketidakpastian (uncertain events).
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
43
2. Ketidakpastian (Uncertainty)
Ketidakpastian tidak berkaitan dengan peluang-peluang (probabilities) ataupun
ketidakadaan (absence). Ketidakpastian merupakan deskripsi karakter dan lingkungan
ekonomi yang dihadapi rumah tangga petani dimana lingkungan tersebut mengandung
beragam ketidakpastian yang direspon oleh petani berdasarkan kepercayaan subyektif
mereka.
D. Analisis Perilaku Resiko
Ada dua pendekatan yang berbeda terhadap probabilitas subyektif, sebagai berikut:
1. Perlakuan terhadap probabilitas-risk sebagai variance dari rata-rata hasil yang
diharapkan atas munculnya even-even tak pasti. Varian merupakan konsep statistik
yang mengukur deviasi rata-rata suatu figure set dari rata-ratanya. Dalam pendekatan
produksi pertanian resiko dipandang sebagai probabilitas terjadinya even-even yang
menyebabkan fluktuasi pendapatan petani di atas atau di bawah rata-rata income
yang diharapkan (average expected income).
2. Pendekatan kedua memperlakukan resiko sebagai probabilitas bencana. Pendekatan
ini menggunakan perspektif yang sama dengan perusahaan asuransi dalam analisis
resiko. Situasi dan perilaku rumah tangga petani dalam pendekatan ini difokuskan
untuk menghindarkan resiko atau bencana daripada tujuan-tujuan maksimisasi
keuntungan dibawah kondisi ketidakpastian (uncertainty).
Implikasi analisis resiko dalam model neoklasik digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5.1. Keputusan Produksi di Bawah Resiko
TVP1
E(TVP)
TVP2
To
tal
Nil
ai P
rod
uk
Y (
Rp
)
TFC
a
f
c g
d
e
h
i
b
j
0 X2 XE X1
Input pupuk X
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
44
Keterangan:
Gambar 5.1 mengilustrasikan 3 kurva respon yang berbeda dari output terhadap satu
input variabel (pupuk nitrogen) dalam “value terms”, sehingga dapat diperoleh
gambaran profit dan kerugian. Gambar tersebut didesain untuk mengeksplorasi
pendekatan varian income dan penolakan resiko. Resiko dalam ilustrasi diatas adalah
uncertainty berkenaan dengan iklim (atau cuaca) dengan dua even yaitu cuaca baik atau
buruk yang dapat dilihat dari hubungan pola curah hujan dengan kebutuhan tanaman
akan air.
TVP1 = Respon total value product terhadap peningkatan level nitrogen pada
tahun tanam dengan iklim baik.
TVP2 = Respon total value product terhadap peningkatan level nitrogen pada
tahun tanam dengan iklim baik.
E(TVP)= Expected Total Value Product berdasarkan pandangan subyektif
petani mengenai prilaku musim.
Dalam gambar 5.1 di atas petani memperkirakan 3 tahun cuaca baik dan dua tahun
cuaca buruk untuk 5 tahun tanam, dengan demikian probability untuk musim yang baik
(probability of good season) adalah 0,60 dan probability untuk musim yang buruk
(probability of bad season) sebesar 0,40. Dengan demikian E (TVP) dapat dihitung sbb:
E (TVP) = 0,60 (TVP1) + 0,40 (TVP2) = 1
Bentuk kurva mencerminkan dampak kondisi iklim pada respon ouput atas kebutuhan
pupuk nitrogen. Adapun Total Factor Cost (TFC) merupakan garis biaya total (Total
cost line) yang menunjukkan bagaimana biaya produksi total meningkat seiring
bertambahnya pembelian input pupuk N. Dampak resiko pada kalkulasi efisiensi dapat
dilihat pada tiga alternatif posisi operasi X1, E dan X2 yang masing-masing rasional
secara alokatif, tergantung pada preferensi subyektif petani.
Pendekatan Varian Income
a. Pemakaian input X1
Pemakaian input X1 yang konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP1
memberikan tingkat keuntungan terbesar pada ab yang mungkin dicapai jika
cuaca baik; jika ternyata cuaca buruk, nilai kerugian yang ditanggung sebesar
bj. Petani yang beroperasi di titik ini dapat digolongkan pengambil resiko (risk
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
45
taker) sebab ia tetap mengambil peluang operasi pada X1 meskipun secara
subyektif kalkulasinya menyatakan probabilitas 0,6.
b. Pemakaian input X2
Penggunaan input X2 konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP2. Pada
kondisi ini jika cuaca baik petani memperoleh keuntungan sebesar ce; dan jika
cuaca buruk petani masih untung de. Petani ini dapat digolongkan sebagai
kelompok “Risk Averse”.
c. Pemakaian input XE
Kondisi ini konsisten dengan efisiensi alokatif yang berimbang pada 2
probabilitas even iklim. Pada TVP1 keuntungan yang diperoleh sebesar fh (lebih
kecil dari ab) dan pada TVP2 kerugian yang ditanggung sebesar hi (lebih kecil
dari bj), kelompok petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan
sebagai kelompok “Risk neutral”.
Pendekatan disaster-avoidance
Disaster avoidance dalam istilah lain dikenal sebagai the safety first principle atau
meminjam istilah Lipton (1968) survival alogarithm of peasant farmer menyatakan
bahwa petani cenderung berperilaku “Risk-averse” sebab resiko yang mereka hadapi
jika terjadi gagal panen adalah tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga bahkan pada level
subsisten. Pada gambar tersebut di atas, petani akan beroperasi pada X2.
Konsekuensi perilaku “Risk aversion” dalam penggunaan resources optimal
digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 5.2. Nilai Produk Marginal di Bawah Resiko
MFC
A
E(MVP)
Nil
ai P
rod
uk
Mar
gin
al d
an B
iay
a
Mar
gin
al (
Rp
)
Input pupuk X1
MVP 2X2 XE
MVPE
MFC
0
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
46
Sebagai konsekuensinya expected marginal value product (MVPE), yaitu titik A pada
kurva E (MVP), berada di atas marginal cost, dimana level optimum penggunaan input
tidak diikuti dan keuntungan tidak dimaksimalkan. Pada perilaku risk averse MVP >
MFC.
E. Expected Utility dan Teori Pengambilan Keputusan
Respon terhadap resiko didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang
terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang
menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal
dimana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya (welfare) terhadap
tujuan obyektif personal. Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan
yang disebut sebagai Certainty Equivalen (CE). Asumsi tersebut memungkinkan
alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal
pengambil keputusan.
Gambar 5.3. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Resiko
D
A E
CNetralMenolak Resiko
Men
gam
bil R
esiko
B
U(I1)
E(U)
U(I2)
uti
lita
s (U
)
Pendapatan I
0 I2 IA IE IB I1
Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat diturunkan dari gambar
di atas adalah sebagai berikut:
1. DC menunjukkan hubungan linear antara utility dan income yang berslope positif
2. I1 dan I2 adalah dua level income beresiko dengan probabilitas yang berbeda (p1 =
0,6 dan p2 = 0,4).
3. Expected utility: E (U) = p1 . U (I1) + p2 . U (I2) merupakan penjumlahan utility yang
diperoleh dari pendapatan I1 dan I2.
4. Expected money value = EMV = p1 .I1 + p2 . I2 yang merupakan gabungan nilai
aktuarial I1 dan I2 yaitu income rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang
diharapkan.
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
47
5. Risk averse: IA < EMV dimana fungsi utility di atas DAC, yang menunjukkan
diminishing marginal utility of income. EMV – IA adalah jaminan yang digunakan
untuk membayar suatu kepastian.
6. Risk neutral: petani indeferent antara IE dan EMV dan utility U (IE) sama dengan E
(U) dimana utility income tertentu pada IE sama dengan expected utility dari 2
pendapatan uncertain yang merupakan garis DC.
7. Risk taking: petani mengambil peluang untuk memperoleh income tertinggi pada I1
meskipun 0,4 peluang akan menyebabkan kondisinya jauh lebih buruk. IB – EMV =
jumlah income yang tersedia untuk membayar “opportunity gamble” (perkiraan
oportunitas).
Decision Theory
Teori ini difasilitasi decision tree atau pohon keputusan sebagaimana contoh berikut:
Gambar 5.4. Analisis Pohon Keputusan untuk Masalah Resiko
Acts
(pengambilan keputusan)
States
(Even Ketidakpastian)
Subjective
probability
Outcomes
(net pay offs)
(S1)
good
0,6 $ 2000
A
(a1)
max fertilizer
(S2)
bad
0,4 - $ 375
Decision node
(a2)
min fertilizer
(S1)
good
0,6 $ 1300
B
(S2)
bad
0,4 $ 300
Keterangan:
Tindakan: alternatif diantara dua pilihan yang harus diambil
a1 = penggunan pupuk sesuai dengan anjuran praktek agronomis
a2 = penggunaan pupuk seadanya
(Konsisten dengan tindakan x1 dan x2 pada gambar 5.1). Adapun a1 dan a2
merupakan cabang dari titik keputusan.
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
48
Kondisi: ketidakpastian mungkin terjadi dan mempengaruhi keluaran
S1 = kondisi musim baik
S2 = iklim buruk
(Konsisten dengan TVP1 dan TVP2 pada gambar 5.1)
Probabilitas subyektif: merupakan derajat kepercayaan pengambil keputusan atas
perilaku peluang munculnya suatu even yang nilainya antara 0-1
Outcomes - keluaran : Keputusan antara dua tindakan atau lebih menghasilkan
keluaran spesifik yang konsisten dengan: ab, bj, ce dan de, dl, pada gambar 5.1.
Kriteria pilihan: Kriteria untuk menetapkan pilihan pada prinsipnya merupakan
maksimasi expected utility. Dengan demikian kriteria pilihan adalah penjumlahan
utilitas berkenaan dengan besarnya nilai yang harus dibayar sesuai dengan
munculnya salah satu even probabilitas subyektif petani. Artinya kriteria yang
dipilih adalah yang paling sesuai dengan preferensi personal tentang keluaran dan
resiko yang menyertainya.
Prosedur solusi:
Solusi bergerak dari kanan ke kiri pada decision tree yaitu:
a. Menghitung EMV (Expected Money Value) untuk setiap node misalnya untuk A:
EMV = p1 .I1 + p2 . I2
= (0,6 x 2000) + (0,4 x –375)
= 1200 – 150
= 1050
b. Menggali data dari petani tentang nilai ekuivalen kepastian pendapatan bersih yang
berkaitan dengan keluaran beresiko untuk tiap tindakan, misalnya untuk a1 dan a2 .
a1 = $ 850 (< 1050)
a2 = $ 900 ( = EMV2 = $ 900)
c. Menolak alternatif dengan CE (certainty equivalent) yang lebih rendah, dalam
contoh tindakan a1 dikeluarkan dan petani memaksimumkan utility dengan memilih
tindakan a2.
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
49
F. Penelitian Tentang Perilaku Petani Gurem menghadapi Resiko
Ketidakpastian memberikan dampak terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani.
Ruang lingkup penelitian empirik yang relevan mencakup identifikasi apakah petani
menolak resiko dan pada keadaan bagaimana mereka menolak resiko, dampak resiko
pada efisiensi dan pertumbuhan sektor pertanian, sumber utama resiko dan bagaimana
upaya-upaya untuk menekan efek resiko tersebut.
Beberapa proposisi riset utama:
1. Peasant risk averse (PRA), menyebabkan inefisiensi penggunaan sumberdaya
MVP > factor prices
2. PRA menyebabkan desain pola tanam hanya ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan pangan subsisten dan bukan maksimasi output dan atau profit.
3. PRA menghambat proses difusi dan adopsi inovasi, dimana karakteristik resiko
diartikan sebagai kesenjangan informasi.
4. PRA akan menurun sejalan dengan meningkatnya income.
Dengan demikian salah satu strategi manajemen resiko adalah Mixed Cropping.
Penelitian Norman (1974) memaparkan beberapa keunggulan mixed cropping,
sebagaimana berikut:
a. Pemanfaatan cahaya, air dan nutrien yang superior berkenaan dengan perbedaan
jarak tanam, tinggi dan kebutuhan akan nutrien setiap komoditi.
b. Efek yang menguntungkan (simbiosis mutualisma) antar tanaman.
c. Mereduksi serangan hama penyakit karena penyebarannya pada populasi tanaman
yang sejenis terhambat.
d. Melindungi kelembaban tanah (mulsa daun dan sistem perakaran yang bervariasi
dalam 1 lahan).
e. Menghemat kebutuhan tenaga kerja.
f. Memperkuat ketahanan pangan
g. Perolehan yang lebih tinggi secara umum.
h. Menjamin keamanan pangan dan pendapatan rumah tangga.
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
50
G. Aspek Kebijakan
Teori perilaku petani gurem yang cenderung menolak resiko dan treori perilaku
maksimasi profit erat kaitannya dengan intervensi pemerintah yang betujuan menekan
dampak resiko atas produktivitas dan pertumbuhan pertanian. Upaya kebijakan yang
ditempuh adalah menggeser imperfeksi pasar ke arah model persaingan. Sedangkan
implikasi alternatif kebijakan terhadap “risk aversion” dikategorikan menjadi:
1. Natural Hazard (kendala alamiah)
a. Irigasi: merupakan upaya menekan ketidakpastian alam khususnya
variabilitas curah hujan, yaitu dengan: cadangan air dan kontrol banjir.
b. (Crop insurance) Asuransi Usahatani: Petani selaku klien membayar premi
resiko, namun demikian hal ini sulit diterapkan karena fluktuasi yang tinggi
dan area operasi yang sangat luas.
c. Varietas unggul.
2. Market risks (resiko pasar)
a. Stabilisasi harga: yaitu penetapan harga untuk mengatasi kelangkaan dan
atau over supply.
b. Meningkatkan akses informasi
c. Subsidi kredit.
3. Social and State Hazard
a. No single policy solution. Diperlukan solusi yang dimensional dengan beragam
pendekatan
b. Politics involved. Solusi yang ditempuh seringkali sarat muatan politik
c. Relationships between landlord-peasant, ketidakseimbangan pola hubungan
dalam kaitannya dengan akses lahan ditengarai merupakan penyebab kemiskinan
pada kelompok petani gurem.
d. Diperlukan keterlibatan politis yang cukup besar untuk dapat memperbaiki
kondisi kesejahteraan petani gurem di masa mendatang.
H. Jangkauan Perspektif
Teori risk averse peasant mengasumsikan rumah tangga petani sebagai unit optimasi
ekonomi individual. Aspek resiko dan ketidakpastian yang berkenaan dengan hubungan
sosial produksi petani seringkali diabaikan, padahal dalam rumah tangga petani terdapat
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
51
tarnsaksi non pasar yang merupakan moral ekonomi dari masyarakat petani. Selanjutnya
paradigma analisis akan bias sebab meluasnya ekonomi pasar, akan memaksa petani
berhadapan dengan resiko baru yang mengikis interaksi sosial non pasar sedemikian
sehingga ketahanan subsistensi menurun dan tekanan persaingan meningkat. Dampak
diabaikannya unsur ketidakpastian dalam rumahtangga seperti sub ordinasi wanita
ataupun yang lainnya menyebabkan bias dalam analisis resiko.
I. Ringkasan
1. Empat kategori utama ketidakpastian:
a. Kendala alamiah (Natural Hazard)
b. Fluktuasi Pasar
c. Ketidakpastian ( uncertainty) akibat hubungan sosial
d. Uncertainty akibat perang dan kondisi negara
2. Uncertaity berbeda dengan resiko
3. Perilaku penolakan resiko (risk aversion), netralitas resiko dan pengambilan resiko
didefinisikan dari referensi preferensi subyektif atau certain-uncertain.
4. Menghindari resiko menyebabkan penggunaan input tidak efisien, dimana E(MVP)
lebih besar dari MFC
5. Kebijakan yang dianjurkan: Irigasi, asuransi usahatani, teknik pembibitan, stabilisasi
harga produk, mengembangkan informasi pasar dan pemberian kredit kepada petani
gurem.
6. Isu-isu yang lebih luas mencakup pengukuran determinan non pasar, mekanisme
keamanan sosial, dampak hubungan antar dan intra rumahtangga serta isu-isu
ketidakadilan.