modul 1 trauma

71
Sistem Kegawatdaruratan dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta 2014 Tutor : Dr. Farsida Maiza MODUL SESAK NAPAS KELOMPOK 3 CEMPAKA PUTIH

Upload: lidya-azka-faza

Post on 03-Dec-2015

251 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

H

TRANSCRIPT

Page 1: Modul 1 Trauma

Sistem Kegawatdaruratan dan Traumatologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2014

Tutor : Dr. Farsida Maiza

MODUL SESAK NAPASKELOMPOK 3 CEMPAKA PUTIH

Page 2: Modul 1 Trauma

Anggota Kelompok

Ketua : AMF Faidzin Akbar (2011730121)

Sekretaris : M. Kamardi (2011730152)

Anggota :

1. Agus Jamjam M (2011730119)

2. Arafani Putri Yaman (2011730123)

3. Dyah Raras Puruhita (2011730130)

4. Fina Ina Hamidah (2011730133)

5. Fitriya Sujatmaka (2011730134)

6. Hessty Pusparani (2011730140)

7. RR. Bono Pazio (2011730160)

8. Setiani Imaningtias (2011730162)

9. Yossey Pratiwi (2010730168)

Page 3: Modul 1 Trauma

CASE 1

Seorang laki- laki usia 25 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

Page 4: Modul 1 Trauma

Kata Kunci

• Laki- laki usia 25 tahun • Sesak napas • Pucat dan Kebiruan• Nadi cepat dan lemah

Page 5: Modul 1 Trauma

Pertanyaan

1. Bagaimana cara membedakan sesak napas kardiogenik dengan pulmonal2. Sebutkan dan jelaskan penyebab dari sesak napas pada scenario3. Apa saja tanda dan gejala sesak napas yang dapat mengancam jiwa; jelaskan

mekanisme antar gejala di scenario4. Pemeriksaan apa pertama kali pada pasien dengan sesak napas5. Bagaimana penanganan sesak napas trauma pada scenario6. Bagaimana cara menstabilkan penderita sesak napas yang disebabkan oleh

trauma 7. Bagaimana tindakan awal penanganan jalan napas pada penderita sesak napas

dengan menggunakan alat dan tanpa alat8. Kapan terapi oksigen dapat diberikan pada pasien dan berapa liter jumlah

pemberian9. Apabila tindakan penanganan awal gagal, bagaimana tindakan penanganan

selanjutnya10.Bagaimana cara pemakaian obat-obat darurat pada scenario; tindakan apa yang

tidak boleh dilakukan pada pasien sesak napas11.Jelaskan syarat-syarat untuk melakukan transportasi dan rujukan pada pasien

Page 6: Modul 1 Trauma

FINA INA HAMIDAH2011730133

Bagaimana cara membedakan sesak napas kardiogenik dengan pulmonal?

Page 7: Modul 1 Trauma

Anamnesis yang seksama

Pemeriksaan fisik

Brain Natriuretic Peptide (BNP)

Tes fungsi paru

Ventricular performance

Page 8: Modul 1 Trauma

YOSSEY PRATIWI2010730168

Sebutkan dan jelaskan penyebab dari sesak napas pada scenario

Page 9: Modul 1 Trauma

Penyebab Tanda dan gejalaTrauma thoraks

Nyeri dada, Sesak napas atau nyeri pada waktu bernapas, Sianosis, Tanda trauma thoraks atau jejas pada dadanya

Hipoksia Sesak napas, Takikardi, Sianosis, Lemah, Lelah, sering menguap, Sulit berkonsentrasi, Sakit kepala

Gangguan jalan nafas

1. Akibat tersedak: Kesulitan bernapas yang tiba-tiba disertai batuk, Intensitas suara yang rendah atau tidak bisa bersuara, Adanya refleks memegang leher

2. Akibat tenggelam, Sianosis, Takikardi, Pernapasan cepat sampai apnea, Hipotermi, Edema paru

Keracunan gas

1. Keracunan gas CO2, Dyspnea, Sakit kepala, Takikardi, Penurunan kesadaran, Hipoksia, Sianosis, Lemas

2. Keracunan Organophosfat, Dyspnea, Batuk, Disertai gejala: Sakit kepala, Mual, Muntah, Hipersalivasi, Kesadaran menurun

Edema laring Stridor akibat sumbatan jalan napas, Suara serak (Dysfoni) atau hilang (afoni), Dysfagia dan Odynofagia

Payah jantung Timbul setelah aktivitas fisik berat (jalan jauh, naik tangga, dll) dan berkurang dengan istirahat, Lebih nyaman berbaring dengan bantal tinggi

Page 10: Modul 1 Trauma

• Sesak napas• Pucat dan kebiruan

• Nadi cepat dan lemah• Tidak batuk dan tidak

demam

• Gangguan jalan napas• Kemungkinan tersedak• Trauma jatuh/pukulan

didada • Keracunan CO2• Organofosfat

HipoksiaOedema (alergi)

Trauma Non Trauma

Page 11: Modul 1 Trauma

Penyebab Sesak Napas (Kegawatdaruratan)

Trauma Thoraks• Flail Chest• Pneumothoraks / tension pneumothoraks• Kontusio Pulmonar• Hemothoraks• Ruptur diaphragma (dgn/tanpa herniasi abdomen)• ruptur Bronkus

Pulmonary Collapse• Pneumothoraks• Hydrothoraks• Atelektasis Masif

Penyakit Jalan Napas• Asma• COPD•Pulmonary Fibrosis• benda asing pada Endobronchial

Pulmonary Vascular Disease• Pulmonary embolism•Chronic pulmonary vascular Obstruction

Parencymal Loss• Pulmonary Edema• Pneumonia• Interstisial Disease• Aspirasi

Lain-Lain• Plurisy• metabolik asidosis• neurogenik hyperventilation• psycogenik hyperventilation• neuromuscular disease

Page 12: Modul 1 Trauma

HESSTY PUSPARANI2011730140

Apa saja tanda dan gejala sesak napas yang dapat mengancam jiwa; jelaskan mekanisme antar gejala di scenario

Page 13: Modul 1 Trauma

Luka bakar jalan napas

Maksilofacial injury

Trauma basis cranii

Trauma toraksTersedak

Batuk, muntah, sinyal tangan (biasanya menunjuk ke arah tenggorokan), tidak bisa berbicara, sesak nafas atau nafas berbunyi.

Sesak napas, Takipnea, Stridor, Suara serak, Dahak berwarna gelap (jelaga)

Dislokasi, Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur. Rasa nyeri pada sisi fraktur. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas. Pembengkakan dan memar. Krepitasi. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa.Numbness.

Nyeri dada tajam , sesak nafas, dada terasa sempit, denyut jantung yang cepat, sianosis

Memar, keluar darah dari mata dan atau telinga, sesak napas, snoring

Page 14: Modul 1 Trauma

Terjadi gang. Ventilasi + Gang Oksigenase

Ikatan O2

+ Hb

Hb yang tidak mengikat O2

O2 > HbO2

Hb yang tidak mengikat O2

Banyak dalam aliran darah

SIANOSIS

Aliran darah↓

Banyak jaringan tidak memperoleh

suplai darah

Jantung mengkompensasidengan memompa darah lebih cepat

NADI CEPATPUCAT

Page 15: Modul 1 Trauma

M. KAMARDI2011730152

Pemeriksaan apa pertama kali pada pasien dengan sesak napas

Page 16: Modul 1 Trauma

Primary Survey

•Airway & Cervical Spine ControlA•Breathing & VentilationB•Circulation & Hemorrhage ControlC•DisabilityD•Exposure/EnvironmentE

Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil

Page 17: Modul 1 Trauma

Secondary Survey

Pemeriksaan Kepala

Pemeriksaan Leher

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Dada

Pemeriksaan Thoraks

Pemeriksaan Pelviks dan Ekstremitas

Pemeriksaan Abdomen

Secondary Survey hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil

Page 18: Modul 1 Trauma

DYAH RARAS PURUHITA2011730130

Bagaimana penanganan sesak napas trauma pada scenario

Page 19: Modul 1 Trauma

Airway + Cervical Spine Control

• Look : Melihat adanya darah/cairan di sekitar mulut melihat adanya obstruksi baik oleh benda asing/cairan

• Listen : Suara pernapasan• Feel : Merasakan hembusan nafas korban

Page 20: Modul 1 Trauma

Gangguan pada Airway

a. Obstruksi Total akibat (benda asing)Bila korban masih sadar :o Korban memegang leher dalam keadaan sangat gelisaho Mungkin ada kesan masih bernapas walaupun tidak ada ventilasiPenatalaksanaan :Hemlich manuever/abdominal thrust (kontra pada ibu hamil dan bayi)

Bila tidak sadar :Tentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari (finger sweep) ke dalam faring sampai belakang epiglotis. Jika tidak berhasil, lakukan Abdominal Thrust dalam keadaan penderita berbaring.

Page 21: Modul 1 Trauma

b. Obstruksi Parsial

• Obstruksi parsial bisa disebabkan berbagai hal. Biasanya korban masih bisa bernapas sehingga timbul berbagai macam suara pada pemeriksaan listen, tergantung penyebabnya:

• Cairan (Darah/Sekret)

Timbul suara gurgling (suara napas + suara cairan) , bisa terjai pada aspirasi akut. Penatalaksanaan :

Tanpa alat : Lakukan log roll lalu finger sweep

Alat : Suction(Orofaring atau Nasofaring) / ETT

Page 22: Modul 1 Trauma

• Lidah jatuh ke belakang.

Bisa terjadi karena tidak sadar. Timbul suara snoring (mendengkur) . Penatalaksanaan :

Tanpa alat : Jaw Thrust

Alat : Oropharyngeal Tube

• Penyempitan di laring / trakea.Oedema dapat terjadi karena berbagai hal : Keracunan, Luka bakar. Timbul suara crowing/stridor. Penatalaksanaan : Trakheostomi

Page 23: Modul 1 Trauma

b. Breathing (Ventilasi)

Airway (jalan napas) yang baik tidak menjamin breathing (dan ventilasi) yang baik. Breathing artinya pernapasan atau proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik menggambarkan fungsi baik dari paru, dinding thoraks dan diafragma. Pada saat pemeriksaan breathing dada korban harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik. Dalam pemeriksaan breathing berpedoman pada :1) InspeksiInspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai :- Keadaan umum pasien tampak sesak dengan tangan menopang pada tempat tidur dengan maksud supaya otot-otot bantu pernapasan dapat membantu ekspirasi, pernapasan cuping hidung, tachypneu dan sianosis

Page 24: Modul 1 Trauma

• Selain itu juga mungkin dapat didengar wheezing (ekspirasi yang memanjang) dan bentuk dada barrel chest (terjadi pemanjangan diameter antero-posterior disertai sela iga yang melebar dan sudut epigastrium yang tumpul). Keadaan ini bisa dijumpai pada keadaan saluran napas yang menyempit seperti asma. Yang dapat dilakukan memposisikan pasien pada posisi senyaman mungkin, biasanya posisi setengah duduk dan diberi oksigen pada asma ringan. Sedangkan pada asma berat diberi bronkhodilator. Pada kasus trauma stabilisasi penderita dilakukan pada posisi stabil dengan menggunakan bantuan oksigen baik itu dengan endotracheal tube ataupun dengan ventilator. Indikasi pemberian oksigen antara lain :

• Pada saat RJP.

• Setiap penderiat trauma berat.

• Setiap nyeri prekardial.

• Gangguan paru seperti asma, COPD, dan sebagainya.

• Gangguan jantung.

Page 25: Modul 1 Trauma

• Pergerakan dada apakah simetris antara dinding thoraks kiri dan kanan pada saat inspirasi dan ekspirasi. Ketidaksimetrisan ini salah satunya disebabkan oleh trauma pada thoraks sehingga terdapat udara dan darah dalam cavum pleura. Terdapatnya udara dalam cavum pleura disebut pneumothorax dan gejalanya disertai dengan nyeri dada, sesak napas dan dugaan diperkuat lagi jika terdapat luka terbuka di daerah dada (dx : Pneumothorax terbuka). Jika terdapat darah pada cavum pleura disebut hemothorax dan gejalanya pun disertai sesak napas dan nyeri dada. Pada kedua kasus tersebut kadang dijumpai deviasi trachea dan pergeseran mediastinum pada stadium yang berat. Untuk pneumothorax terbuka bisa memasang kasa tiga sisi.

Page 26: Modul 1 Trauma

2) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi dada dan posisi apex jantung. Apex jantung berubah dapat disebabkan dorongan oleh kelainan mediastinum, efusi pleura dan lain-lain. Yang dinilai pada palpasi :

- Nyeri Tekan dan Krepitasi• Hal ini mungkin mengarah pada fraktur kosta. Nyeri timbul akibat penekanan kosta ke

pleura parietalis sedang krepitasi adalah bunyi tulang kosta yang patah.• - Vocal Fremitus atau Táctil Fremitus• Hal ini dilakukan untuk mengetahui perambatan suara ke dinding dada yang dirasakan

oleh kedua tangan yang dirapatkan, tepatnya di sela-sela kosta.• · Peningkatan fremitus menandakan adanya konsolidasi paru misalnya pada

Pneumonia (kelainan infiltrat)• · Penurunan fremitus hampir selalu disebabkan oleh kelainan non infiltrat. Misalnya

Pneumothorax, Hemotórax.• - Deviasi Trachea• Artinya terjadi penyimpangan trachea akibat pendorongan di dalam mediastinum. Pada

pneumothorax misalnya : deviasi trachea akan mengarah ke arah sehat. Hal ini akan membantu dalam melakukan NTS (Needle Thoracocintesis) jika tidak ada foto. NTS dilakukan pada ICS dengan menggunakan ABBOCATH.

• - DVS (Desakan Vena Sentralis)• Peningkatan DVS yang menyertai sesak biasanya mengarah pada sesak yang

disebabkan oleh kelainan jantung.

Page 27: Modul 1 Trauma

3) Perkusi

• Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Suara perkusi yang normal adalah sonor. Suara perkusi redup, pekak, hipersonor atau timpani menandakan adanya kelainan pleura atau paru.

• Perkusi yang pekak (dullness percussion, stone dullness) misalnya pada hemothorax. Penanganannya dengan WSD (Water Seal Drainage) pada ICS V atau VI.• Perkusi yang hipersonor ditemukan misalnya pada Pneumothorax.• Perkusi inilah yang biasanya membantu membedakan

Pneumothorax dan Hemotórax selain foto thorax. Dalam melakukan perkusi hendaknya selalu membandingkan tempat yang sehat dan lesi (dari atas ke bawah; dari medial ke lateral).

Page 28: Modul 1 Trauma

4) Auskultasi

Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Pada keadaan normal didapatkan napas bronchial pada trachea, napas bronchovesikuler di daerah intraclaviculer, suprasternal dan interscapular. Sedangkan suara napas vesikuler di luar lokasi diatas. Bila didapatkan suara napas bronchial/ bronchovesikuler pada lokasi yang seharusnya vesikuler, menandakan adanya suatu kelainan pada tempat tersebut.

• Suara napas vesikuler yang melemah menandakan adanya halangan hantaran suara ke dinding dada misalnya efusi pleura, pneumothorax dan hemotórax.

• Suara wheezing, menciut (highed pitch) misalnya pada asma dan gagal jantung.

• Ronchi halus dan sedang dapat disebabkan oleh cairan misalnya pada pneumonia dan edema paru.

• Bunyi berkurang/menghilang menunjukkan adanya cairan/udara dalam rongga pleura/ kolaps paru.

• Bunyi napas bernada tinggi misalnya pada Tension Pneumothorax.

• Bunyi rub misalnya pada peluritis, infark paru dan lain-lain.

Page 29: Modul 1 Trauma

c. Circulation

• Hal yang dinilai pada pemeriksaan sirkulasi adalah status hemodinamik dari pasien. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan melihat ada tidak perdarahan, pemeriksaan tekanan darah dan nadi (tanda vital). Juga perhatikan ada tidak tanda-tanda syok seperti hipotensi, pucat, berkeringat, akral dingin, dan perubahan status mental.

• Bila ada tanda-tanda syok tersebut maka segera posisikan pasien dengan posisi Trendelenberg untuk menjamin sirukulasi ke otak. Kemudian segera pasang infus untuk memasukkan cairan intravena sesuai dengan indikasi. Bila ada perdarahan eksternal yang nyata maka segera hentikan perdarahan tersebut dengan kompresi atau penekanan langsung di tempat perdarahan atau bebat tekan. Kontrol perdarahan ini diperlukan agar status hemodinamik pasien tidak semakin memburuk.

• Setelah tindakan tersebut dilakukan maka evaluasi kembali keadaan pasien mulai dari tindakan yang pertama yaitu Airway atau jalan napas, Breathing atau pernapasan dan Circulation atau sirkulasi. Juga evaluasi tindakan yang telah kita lakukan.

• Pada skenario kasus tampak nadi pasien lemah dan pucat. Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala awal dari syok. Untuk itu tindakan sirkulasi perlu kita lakukan. Tindakan yang dilakukan adalah membaringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala untuk menjamin sirkulasi ke otak tetap baik. Kemudian masukkan cairan intravena/infus. Cairan yang dapat diberikan adalah kristalloid dimana cairan ini relatif mudah ditemukan di puskesmas dan relatif murah.

Page 30: Modul 1 Trauma

d. Disability & Drugs

• Setelah Circulasi & Bleeding Control tertangani, kita beralih ke tahap primary survey Disability & Drugs. Cara pemakaian obat-obatan darurat adalah dengan kanulasi vena perifer, yaitu melakukan penusukan pada vena yang letaknya superfisial di lengan, tungkai, leher atau kepala dengan kateter intra vena (infusse). Selain untuk media masuknya obat-obatan darurat, kanulasi vena perifer juga diindikasikan untuk : pemberian cairan & elektrolit, sebagai bagian dari resusitasi, sebelum dilakukan tindakan operasi dan untuk pemberian nutrisi perenteral perifer. Contoh obat-obatan resusitasi antara lain : Adrenalin/epinefrin, naloxon, Na bikarbonat, dsb.

Page 31: Modul 1 Trauma

e. Environment

• Dalam environment kita melakukan penilaian “head to toe”, untuk mengetahui adanya cedera lain yang nampak dengan melepas semua pakaian yang melekat, cegah jangan sampai pasien hipotensi, asidosis, dan koagulopati, yang merupakan Trias of Death

Page 32: Modul 1 Trauma

AMF FAIDZIN AKBAR2011730121

Bagaimana cara menstabilkan penderita sesak napas yang disebabkan oleh trauma

Page 33: Modul 1 Trauma

Menstabilisasi sesak nafas

Proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita / pasien agar tetap stabil selama pertolongan pertama

Prinsip stabilisasi trauma1.Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungan dengan keadaan yang dialaminya 2.Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil 3. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah 4.Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk lagi 5.Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah

Pertahankan posisi pasien tetap datar selama diangkat

Page 34: Modul 1 Trauma

Cara mengangkat yang seperti

ini dapat merusak

tulang belakang

yang cedera

Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan :• Resusitasi yang cepat• Menghentikan pendarahan dan menjaga

sirkulasi• Imobilisasi fraktur• Analgesia

Page 35: Modul 1 Trauma

SETIANI IMANINGTIAS2011730162

Bagaimana tindakan awal penanganan jalan napas pada penderita sesak napas dengan menggunakan alat dan tanpa alat

Page 36: Modul 1 Trauma

Primary Survey

•Airway & C-Spine ControlA•Breathing & VentilationB•Circulation & Hemorrhage ControlC•DisabilityD•ExposureE

Page 37: Modul 1 Trauma

Penilaian dan Antisipasi Sumbatan Jalan Napas

lihat – dengar – raba

• Lihat, ada gerak nafas • Dengar, ada suara nafas jernih• Raba, ada hawa ekshalasi

Kesimpulan : • Jalan nafas bebas tanpa sumbatan • Jalan nafas tersumbat ringan / sedang /

berat • Jalan nafas tersumbat total

Page 38: Modul 1 Trauma

Manuver untuk Membuka atau Mempertahankan Jalan Napas

Coma Position

Head Tilt

Chin Lift

Jaw Thrust

Page 39: Modul 1 Trauma
Page 40: Modul 1 Trauma

Manuver untuk Membebaskan Sumbatan Akibat Benda Asing

Back Blow

Chest Thrust

Maneuver Heimlich

Finger Sweep

Repeated Sequence

Page 41: Modul 1 Trauma

Orofaringeal dan Nasofaringeal Airway

Orofaringeal Airway

Nasofaringeal Airway

Page 42: Modul 1 Trauma

FITRIYA SUJATMAKA2011730134

Kapan terapi oksigen dapat diberikan pada pasien dan berapa liter jumlah pemberian

Page 43: Modul 1 Trauma

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dgn konsentrasi yang lebih besar daripada udara ruang untuk mencegah hipoksemia.

Tujuan terapi oksigen :Mempertahankan PaO2 > 60

mmHg atau SaO2 > 90%Mengoptimalkan oksigenisasi jaringan dan meminimalkan

asidosis respiratory.

Indikasi terapi oksigen :• Henti jantung dan nafas• Hipoksemia AGD

PaO2 <58,5% SaO2 <90%

• Respiratory distrees respiratory rate >24/menit

• Hipotensi sistol < 100 mmHg

• Low cardiac output dan asidosis metabolik

Page 44: Modul 1 Trauma

NILAI PAO2 DAN SAO2 PADA ORANG DEWASA

PaO2 SaO2 (%)

Normal 97 97

Kisaran Normal ≥ 80 ≥ 95

Hipoksemia < 80 < 95

Ringan 60 - 79 90 – 94

Sedang 40 – 59 75 - 89

Berat < 40 < 75

Page 45: Modul 1 Trauma

Indikasi terapi oksigen jangka pendek Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%)Henti jantung dan henti napasHipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18 mmol/L)

Indikasi terapi oksigen jangka panjang

PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%PaO2 istirahat 55-59 mmHg dengan saturasi oksigen 89% pada salah satu keadaan:Edema karena disebabkan oleh CHFP pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mmpada lead II,III,aVF)Eritrosemian (hematokrit >56%)PaO2 > 59mmHg atau oksigen saturasi >89%

Indikasi pemberian oksigen harus jelas . Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat

dan harus dievaluasi agar dapat manfaat terapi

Page 46: Modul 1 Trauma

PEMILIHAN ALAT SUPLEMEN OKSIGEN

Assisted Ventilation

Hipoksia berat – mengancam nyawa

< 85

Face mask with reservoir bag

Hipoksi sedang - berat85 - < 90

Simple Face mask

Hipoksia ringan - sedang90 - < 95

Nasal Canule 3L/m

Dalam batas normal95 - 100

AlatArti KlinisSpO2 (%)

Page 47: Modul 1 Trauma

ALAT SUPLEMENTASI OKSIGEN (2)

SUNGKUP MUKA SEDERHANA

• SUNGKUP MUKA NON-REBREATHING

• KANUL NASAL

Page 48: Modul 1 Trauma

Jumlah pemberiannya

Jika pemberiannya menggunakan nasal canul

Dik : udara bebas 21%

O2 kanul 3L/menit

Dit : berapa suplai O2 yang diberikan pada pasien ?

Jawab :

3L x 4(Konstanta) = 12 %

12% + 21% (udara bebas diruangan) = 33%

Jika pemberiannya menggunakan simple mask

Dik : udara bebas 21%

O2 simple mask 8L/menit

Dit : berapa suplai O2 yang diberikan pada pasien ?

Jwab :

8L x 4(Konstanta) = 32%

32% + 21% (udara bebas diruangan) = 53%

Page 49: Modul 1 Trauma

RR BONO PAZIO2011730160

Apabila tindakan penanganan awal gagal, bagaimana tindakan penanganan selanjutnya

Page 50: Modul 1 Trauma

Jelaskan bagaimana cara memberikan tindakan lanjut apabila terjadi kegagalan pada tindakan awal?

• Intubasi : Merupakan tindakan memasang pipa endotrakeal

• Krikotirotomi : Tindakan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, dengan membuka/melubangi membran krikotiroidea

• Trakeotomi : Merupakan tindakan membuat jalan napas baru dengan membuat lubang (stoma) pada trakea

Page 51: Modul 1 Trauma

Cara melakukan intubasi :

• Buka blade, pegang tangkai laryngoskop dengan tenang• Buka mulut pasien

• Masukkan blade pelan-pelan menyusur dasar lidah – ujung blade sudah sampai di pangkal lidah – geser lidah pelan-pelan ke arah kiri

• Angkat tangkai laryngoskop ke depan sehingga menyangkut seluruh lidah ke depan sehingga runa glotis terlihat Ambil pipa ETT

• Masukkan dari sudut mulut kanan pasien arahkan ujung ETT menyusur ke runa

• glotis masuk di celah pita suara• Dorong pelan sehingga seluruh balon ETT dan dibawah pita suara • Cabut stylet • Tiup balon ETT sesuai volumenya • Cek adakah suara keluar dari pipa ETT dengan menhentak dada pasien –

fiksasi dengan plester • Hubungkan ETT dengan konektor sumber oksigen

Page 52: Modul 1 Trauma
Page 53: Modul 1 Trauma
Page 54: Modul 1 Trauma

KRIKOTIROTOMI

Ada 2 jenis krikotirotomi :

Krikotirotomi dengan jarum dan krikotirotomi

dengan pembedahan.

Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak

mungkin dilakukan,maka dipilih tindakan

krikotirotomi dengan jarum.

Page 55: Modul 1 Trauma

Cara trakeotomi :

• Premedikasi dengan atropine sulfat 1 mg i.m• Penderita dalam posisi hiperenkstensi pada leher, bila perlu tengkuk

diganjal dengan bantal atau kantung pasir• Setelah antisepsis daerah tindakan, diberikan anestesi lokal dengan

prokain 1% mulai dari kartilago tiroid sampai daerah fosa suprasternal• Insisi dibuat mulai dari bagian bawah kartilago krikoid sampai fosa

suprasternal, tepat digaris tengah• Jaringan subkutis disisihkan, sedapat mungkin jangan memotong

pembuluh darah, fasia otot dipotong di garis tengah• Setelah cincin trakea tampak, ismus tiroid disisihkan sampai cincin trakea

I-V terbuka, rawat perdarahan• Trakea dibuka di garis tengah, sebaiknya dibawah cincin trakea III, lalu

dibuat lubang atau flap yang sesuai dengan kanul yang dipasang• Bila ada benda asing dapat dicari dan dikeluarkan melalui stoma

Page 56: Modul 1 Trauma

Trakeotomi Merupakan tindakan membuat jalan napas baru dengan membuat lubang (stoma) pada trakea.

Page 57: Modul 1 Trauma
Page 58: Modul 1 Trauma

ARAFANI PUTRI YAMAN2011730123

Bagaimana cara pemakaian obat-obat darurat pada scenario; tindakan apa yang tidak boleh dilakukan pada pasien sesak napas

Page 59: Modul 1 Trauma

Pasien datang sesak nafas

AsmaPPOK

HiperventilasiGangguan

InhalasiKeracunan

Karbon Monoksida

PneumotoraksHemotoraksFlail Chest

Kontusio Paru

Riwayar Non Trauma

Riwayat Trauma

Periksa ABCDE

Page 60: Modul 1 Trauma

TERAPI SESAK TRAUMATIK

Torakostomi slang dengan penyedotan kontinu dianjurkan untuk semua pneumotoraks traumatik, Kecuali yang sangat minor. Demikian juga untuk pneumotoraks spontan berukuran sedang hingga besar.

Ketika dilakukan teknik trakeostomi slang, berikan lidokain pada saat melakukan infiltarsi luas sampai ke peristeum dan permukaan pleura.

Pada pneumotoraks terbuka, berikan penyuntikan larutan glucose 40-50% untuk melekatkan kedua pleura

PNEUMOTORAKS

Pada pasien UGD lakukan stabilisasi internal

Untuk mengatasi nyeri berat berikan bupivakain (Marcaine) 0,5% sampai 5 ml, diinfiltrasikan disekitar N. interkostalis pada iga yang fraktur dan iga-iga diatas dan dibawah yang cedera. Tempat penyuntikan dibawah tepi bawah iga.

FLAIL CHEST

Page 61: Modul 1 Trauma

TERAPI SESAK TRAUMATIK

Hemotoraks yang signifikan harus dialirkan melalui slang torakostomi yang dihubungkan dengan sekat air. Darah dibuang dan paru dikembangkan kembali. Drainase dari slang dada akan mencerminkan beratnya perdarahan.

Pemulihan volume darah dengan cairan / darah IV harus dimulai segera.

Torakotomi diruang operasi perlu dipikirkan jika pada torakostomi slang awal ditentukan darah >20 ml/kg. jika perdarahan menetap dengan kecepatan >7 ml/kg/jam atau jika pasien tetap hipotensi tempat-tempat perdarahan lain sudah disingkirkan.

HEMOTORAKS

Terapi yang paling signifikan adalah intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi mekanik dengan continouos possitive end expiratory pressure (PEEP)

KONTUSIO PARU

Page 62: Modul 1 Trauma

TERAPI SESAK NON TRAUMATIK

BRONKOSPASME ASMA dan DAN PPOK

bronkodilator (β-2 adrenergik) dgn inhaler dosis terukur, albuterol 2,5-5 mg (0,5-1 ml larutan 0,5% dalam 2-3 ml larutan salin) setiap 20-30 menit jika perlu untuk 3 dosis. Selain itu dapat ditambahkan steroid bila serangan bersifat lebih berat, misalnya prednison/prednisolon 60-120 mg/hari dosis terbagi 3 dan diturunkan bertahap selama 10 hari.

ASMA

Bronkospasme dapat dicetuskan oleh reaksi alergi, terapinya berupa pengobatan simpatomimetik dan antihistamin

Epinefrin 0,3 ml larutan 1/1000 diberikan subkutan atau IM (dengan sangat hati-hati pada lansia. Untuk kasus berat, epinefrin diberikan IV, 0,1 mg(1 ml larutan 1/10.000) yang diencerkan dalam 10 ml saline selama 5 menit. Antihistamin parenteral difenhidramin (benadryl) 50 mg IM/ IV.Simitidine (Tagamet) 300 mg IV/ ranitidin 50 mg IV

ANAFILAKSIS

Pemberian oksigen dapat menginaktifkan reseptor O2, backup mereka sehingga dapat terjadi henti pernapasanOleh karena itu, oksigen suplemen harus diberikan mulai dengan 0,5-2L/menit dengan kanula hidung.Ipratropium bromide dapat membantu PPOK dengan bronkospasme

PPOK

Page 63: Modul 1 Trauma

TERAPI SESAK NON TRAUMATIK

Terapinya berupa menenangkan pasien dan jika perlu, sedasi farmakologis (diazepam 10 mg)

Bernapas ke dalam sebuah kantong kertas untuk meningkatkan Pco2 inspirasi sudah kurang disukai karena tindakan ini tidak terlalu efektif dan dapat menyebakan hipoksia.

SINDROMA HIPERVENTILASIGANGGUAN INHALASI

Terapi ARDS yang meliputi ventilasi tekanan positif dengan PEEP melalui ETT.

Intubasi enditrakeal dini harus dipertimbangkan pada pasien dengan luka bakar ternal luas diwajah atau membran mukosa karena timbulnya edema.

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

Menentukan kadar CohgMemasang oksigen aliran tinggi sambil menunggu hasil pemeriksaan CohgOksigen melalui masker dengan konsentrasi 100% harus diberikan kepada semua pasien simtomatik dengan kadar Cohg >10%Pasien dengan gangguan mental / Cohg >40% harus diterapi dalam ruangan hiperbarikPasien dengan gangguan fungsi jantung, kadar Cohg > 25% maka harus dirawat di rumah sakit untuk monitoring jantung dan pemberian oksigen

Page 64: Modul 1 Trauma

KESIMPULAN

• Dalam hal ini bila kita mendapat pasien dengan keadaan seperti di skenario dengan gejala sesak nafas disertai adanya nadi yang cepat dan lemah, pucat, sianosis, namun tidak ada batuk dan demam, tentu ini merupakan keadaan emergensi yang mana setelah kita stabilisasikan terlebih dahulu pasien tersebut, barulah kita cari tahu lebih mendalam apa sebenarnya penyebab dari keadaan tersebut, mungkinkah karena suatu penyakit tertentu (Non-Trauma) ataukah karena keadaan trauma yang dialami pasien.

Page 65: Modul 1 Trauma

AGUS JAMJAM M2011730119

Jelaskan syarat-syarat untuk melakukan transportasi dan rujukan pada pasien

Page 66: Modul 1 Trauma

SYARAT TRANSPORT DAN RUJUKAN PASIEN GAWAT DARURAT

• MENENTUKAN PERLUNYA RUJUKAN• Kebanyakan penderita trauma dapat dilakukan tindak di RS  sete

mpat• Dalam menentukan rujukan penting diketahui kemampuan dokter

 dan RS yang akan menerima rujukan• Bila sudah diputuskan dirujuk jangan menunda

nunda rujukan dengan melakukan tindakan diagnostik (misal : DPL CT Scan dsb)

• Waktu sangatlah penting dari mulai kejadian sampai dilakukan terapi definitif

Page 67: Modul 1 Trauma

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN RUJUKAN

• Jarak antara RS Pusat rujukan• Kesiapan tenaga terampil untuk mendampingi penderita• Peralatan ambulance• Keadaan penderita sebelum dan selama transport

Page 68: Modul 1 Trauma

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI DASAR UNTUK RUJUKAN

• Kriteria fisiologis penderita syock yang sulit diatasi dengan penurunan keadaan neurologis

• Pola perlukaan• Biomekanik trauma• Masalah khusus• Sebaiknya stabilkan dulu keadaan penderita kemudian dilakukan

rujukan

Page 69: Modul 1 Trauma

KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN

• KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN• Penderita dalam keadaan gelisah dengan tidak kooperatif akan sangat sulit, ka

dang-kadang penderita diikat kuat• Pemberian sedativa pada penderita tersebut sebaiknya dilakukan intubasi

• KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN• Sebelum memberikan sedativa sebaiknya :• Masalah ABCDE sudah teratasi• Mengurangi rasa nyeri dengan memasang  pada penderita fraktur dan pember

ian narkotik dengan dosis kecil• Menghentikan pendarahan dengan balutan• Usahakan menenangkan penderita

 

Page 70: Modul 1 Trauma

CARA RUJUKAN

• Dokter/perawat yang mengirim bertanggung jawab untuk memulai rujukan yaitu :

- cara transport harus dipilih yang sesuai

- perawatan dalam perjalanan

- komunikasi dengan RS dirujuk

- penderita dalam keadaan stabil saat akan   dirujuk

- laporkan prosedur tindakan yang telah dilakukan

Page 71: Modul 1 Trauma

CARA TRANSPORT

• Prinsip DO NO Further Harm sangat berperan. Udara, darat, laut dapat dilakukan dengan aman stabilkan penderita sebelum dilakukan transport

• Persiapkan tenaga yang terlatih agar proses transport berjalan dengan aman