modul 03

13
LAPORAN PRAKTIKUM KI2051 KIMIA ORGANIK SEMESTER II 2009/2010 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK (EKSTRAKSI: ISOLASI KAFEIN DARI TEH DAN UJI ALKALOID) Nama Lengkap : Nadia Hana Soraya NIM : 13008011 Tanggal Praktikum : 25 Februari 2010 Tanggal Pengumpulan : 9 Maret 2010 Nama Asisten : Astanti Fatsa LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

Upload: nadia-hana-soraya

Post on 18-Jun-2015

1.725 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Satu-satunya modul yang saya kerjakan dengan sungguh-sungguh. ^^ Sebetulnya, yang lumayan lengkap itu pas bagian kafein. Ke belakangnya ya standar banget. -_-'

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL 03

LAPORAN PRAKTIKUM KI2051

KIMIA ORGANIK

SEMESTER II 2009/2010

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

(EKSTRAKSI: ISOLASI KAFEIN DARI TEH DAN UJI ALKALOID)

Nama Lengkap : Nadia Hana Soraya

NIM : 13008011

Tanggal Praktikum : 25 Februari 2010

Tanggal Pengumpulan : 9 Maret 2010

Nama Asisten : Astanti Fatsa

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2010

Page 2: MODUL 03

PERCOBAAN-03

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

(EKSTRAKSI: ISOLASI KAFEIN DARI TEH DAN UJI ALKALOID)

1. TUJUAN PERCOBAAN

Menentukan kandungan kafein di dalam teh.

Menentukan trayek titik leleh kafein yang diekstraksi dari daun teh.

Menguji kandungan alkaloid dalam kafein menggunakan pereaksi Dragendorff dan

Meyer.

Menentukan metode ekstraksi terbaik dalam ekstraksi asam asetat glasial.

2. PRINSIP PERCOBAAN

Kelarutan senyawa dalam sebuah pelarut dinyatakan sebagai jumlah gram terlarut dalam

100 mL pelarut pada 25 0C. Suatu senyawa dapat larut jika pelarut yang digunakannya

sesuai. Sebagai contoh, senyawa yang polar akan larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya.

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain didasarkan

pada prinsip kelarutan. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang

diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Jika kedua fasa tersebut adalah zat cair yang

tidak saling bercampur, disebut ekstraksi cair-cair.

Dasar metode ekstraksi cair-cair adalah distribusi senyawa diantara dua fasa cair yang

berada dalam keadaan kesetimbangan. Perbandingan konsentrasi di kedua fasa disebut

koefisien distribusi (K = Ca/Cb). Perpindahan senyawa terlarut dari satu fasa ke fasa lain

sebanding dengan jumlah ekstraksi dilakukan, bukan dengan volume pelarut. Perhitungan

konsentrasi zat terlarut dapat dilihat dari persamaan di bawah ini:

Cn = Co [ KV1 / (KV1 + KV2) ] n

Kafein adalah senyawa alkaloid xanthine yang terdapat dalam beberapa tanaman sebagai

insektisida alami. Alkaloid sendiri adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen,

sementara xanthine merupakan salah satu jenis alkaloid yang memiliki cincin purin.

3. DATA PENGAMATAN

Page 3: MODUL 03

3.1. Ekstraksi Kafein dari Daun Teh

Warna kristal kafein: putih kekuningan

Massa kristal kafein: 0,2 gram

Temperatur kafein mulai meleleh: 200 0C

Temperatur kafein meleleh seluruhnya: 201 0C

3.2. Uji Kromatografi Lapis Tipis

Titik melebar, ada dua komponen.

a: 4 cm

b: 4 cm

3.3. Uji Alkaloid Kristal Kafein Hasil Ekstraksi dengan Pereaksi Dragendorff dan Meyer

Dari hasil uji yang dilakukan menggunakan pereaksi Dragendorff maupun pereaksi Meyer,

kristal yang diperoleh dari ekstrak daun teh positif mengandung alkaloid.

3.4. Ekstraksi Asam Asetat

Penentuan Konsentrasi Awal Asam Asetat

o MNaOH = 0,2891

o VNaOH = 14,5 mL

o VCH3COOH = 5 mL

Titrasi Asam Asetat

o Tiga kali

VNaOH= 4,8 mL

o Satu kali

VNaOH= 6,5 mL

4. PENGOLAHAN DATA

3.1. Ekstraksi Kafein dari Daun Teh

Page 4: MODUL 03

Trayek titik leleh kafein: 200-201 0C.

Trayek titik leleh kafein dari literatur: 227-228 0C

Persen kemurnian kafein: 200227

×100%=88,11%

3.2. Uji Kromatografi Lapis Tipis

Rf = a/b = 1

3.3. Ekstraksi Asam Asetat

Penentuan Konsentrasi Awal Asam Asetat

VNaOH x MNaOH = VCH3COOH x MCH3COOH

MCH3COOH = 14 x 0,2891 = 0,80948 M

5

Titrasi Asam Asetat

o Ekstraksi tiga kali @5 mL eter

nCH3COOH = VNaOH x MCH3COOH = 4,8 mL x 0,80948 = 3,89 mol

o Ekstraksi satu kali 15 mL eter

nCH3COOH = VNaOH x MCH3COOH = 6,5 mL x 0,80948 = 5,26 mol

5. PEMBAHASAN

5.1. Isolasi Kafein dari Daun Teh Kering

Kafein yang digunakan dalam percobaan ini adalah senyawa alkaloid xanthine atau

methylxanthine dengan rumus bangun C8H10N4O2. Kafein dalam temperatur ruangan berupa

kristal tanpa warna, tidak berbau, dan memiliki sedikit rasa pahit.

Page 5: MODUL 03

Daun teh (Camellia sinensis) yang dijadikan sumber kafein dalam percobaan ini, seperti

kebanyakan daun tanaman, mengandung material genetik, enzim, karbohidrat, protein,

lemak, dan elemen struktur yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman dan

fotosintesis. Selain itu, daun teh juga dikenali karena methylxanthine dan polyphenol yang

komposisinya membuat teh populer sebagai minuman. Komposisi teh dapat dilihat di Tabel

1.

Selanjutnya, di dalam ekstraksi kafein yang dilakukan dalam percobaan ini, kelarutan suatu

senyawa di dalam suatu pelarut adalah faktor utama. Kelarutan kafein dan methylxanthine

lain yang terkandung di dalam daun teh di berbagai pelarut dalam berbagai keadaan dapat

di lihat dalam Tabel 2. Pelarutan pertama dilakukan di dalam air mendidih karena kelarutan

kafein bertambah seiring dengan pertambahan suhu. Pada saat dilarutkan dalam air

mendidih, kelarutan kafein mencapai 66,7% sementara kelarutan teobromin hanya 0,67%.

Page 6: MODUL 03

Setelah dilakukan pelarutan di dalam air mendidih dan ekstrak teh dipisahkan dari

ampasnya menggunakan kertas penyaring, ekstrak ini dilarutkan lagi di dalam diklorometana

(CH2Cl2). Pelarutan di dalam diklorometana ini bertujuan untuk memisahkan kafein dari

methylxanthine dan komponen-komponen yang lain. Dapat dilihat dari Tabel 2, kelarutan

kafein dalam pelarut organik diklorometana (yang memiliki struktur mirip dengan kloroform)

jauh lebih tinggi dibanding komponen methylxanthine lain.

Di awal pelarutan kafein dalam air mendidih, terlebih dahulu ditambahkan natrium karbonat

(Na2CO3). Penambahan ini bertujuan untuk memisahkan senyawa tanin yang akan terlarut di

dalam diklorometana bersama kafein. Agar tanin tidak tercampur dengan kafein, senyawa ini

harus terdapat dalam fasa pelarut atau air. Dengan penambahan natrium karbonat, tanin

yang merupakan senyawa fenolik yang cukup asam dapat bereaksi menjadi garam

(deprotonasi gugus –OH), sehingga tanin berubah menjadi anion fenolik yang tidak larut di

dalam diklorometana tetapi larut dalam air.

Larutan ini kemudian dimasukkan ke corong pisah agar fasa pelarut dan fasa organik dapat

dipisahkan. Fasa pelarut (air) akan berada di atas karena densitasnya lebih rendah (massa

jenis air: 1 gram/mL) dibandingkan fasa organik (massa jenis kafein: 1,23 gram/mL; massa

jenis diklorometana: 1,33 gram/mL). Setelah gas yang dihasilkan dikeluarkan, fasa organik

ini dapat dipisahkan dengan cara membuka keran.

Di antara fasa pelarut dan fasa organik ini akan terbentuk emulsi. Emulsi ini dapat dibentuk

karena mungkin di dalam ekstrak masih ada phospolipids emulsifier yang terdapat dalam

jaringan tisu tanaman. Emulsifier atau pengemulsi ini adalah senyawa yang memiliki ujung

polar yang bermuatan dan ujung nonpolar yang tidak bermuatan. Ujung polar ini bersifat

hidrofilik dan akan larut dalam air (dalam percobaan ini, larut dalam fasa pelarutnya),

sedang ujung nonpolarnya bersifat hidrofobik dan larut dalam lemak (dalam percobaan ini,

larut dalam fasa organiknya). Karena itulah, ketika larutan selesai dikocok, di tengah masih

terdapat emulsi. Untuk mencegah terjadinya emulsi, corong pisah sebaiknya tidak

diguncangkan terlalu kuat.

Karena di dalam emulsi ini kemungkinan masih terdapat cukup banyak kafein, beberapa

emulsi masih diikutsertakan ketika dipisahkan. Fasa pelarut yang berwarna hitam itu

kemudian dapat dipisahkan dari fasa organiknya menggunakan kalsium klorida anhidrat.

Kalsum klorida anhidrat berfungsi sebagai drying agent yang dapat mengikat air karena

sifatnya yang higroskopis. Setelah itu, fasa pelarut dan fasa organiknya dapat dipisahkan

dengan cara dekantasi.

Page 7: MODUL 03

Pemisahan kafein dan diklorometana kemudian dilakukan dengan cara distilasi. Pada saat

distilasi, diklorometana akan menguap terlebih dahulu karena titik didihnya lebih rendah

dibandingkan titik didih kafein (titik didih diklorometana: 39 0C; titik didih kafein: 178 0C).

Kristal kafein yang didapatkan kemudian berwarna kekuningan dan ketika ditimbang

memiliki massa 0,2 gram. Hasil yang didapatkan berbeda dengan literatur, yaitu 0,3 gram

(daun teh yang digunakan dalam percobaan kurang lebih 10 gram, sehingga komposisi

kafein adalah 0,3 gram – lihat Tabel 1).

Kekurangan tersebut mungkin disebabkan beberapa hal, yaitu: masih terperangkapnya

kafein di dalam emulsi di dalam corong pemisah; kafein yang masih menempel di kertas

saring, corong pemisah, dan alat-alat lain; penimbangan daun teh dan kristal yang tidak

dilakukan dengan sangat teliti; dan daun teh yang memiliki kandungan kafein berbeda

karena lama disimpan.

Ketika dilakuran pengujian titik leleh, didapatkan hasil 200-201 0C, sementara dari literatur

sendiri trayek titik leleh kafein anhidrat adalah 227-228 0C. Selain itu, kristal kafein yang

didapatkan masih berwarna kekuningan, padahal warna kristal kafein seharusnya putih atau

tidak berwarna. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa kristal kafein yang diperoleh ini

memang tidak murni. Ketidakmurnian kristal kafein yang diperoleh ini mungkin disebabkan

beberapa hal seperti masih terdapatnya pengotor berupa pelarut organik di dalam kristal

karena tidak dilakukan rekristalisasi lebih lanjut dengan ligroin (n-heksana).

5.2. Uji Kromatografi Lapis Tipis

Pada uji ini, digunakan alumunium dengan bagian belakang silika. Kromatografi lapis tipis ini

biasanya menggunakan bahan plat tersebut sebagai fasa diam sedang eluen sebagai fasa

gerak. Dalam percobaan ini, fasa diamnya adalah silika sedang fasa geraknya adalah eluen

kloroform-metanol 9:1. Pada saat akan dilakukan kromatografi, dibuat batas atas dan batas

bawah. Fungsi dari batas bawah ini adalah sebagai titik awal eluen bergerak, sedang batas

akhir adalah titik akhir yang dicapai eluen sebagai fasa gerak ketika kromatografi dihentikan.

Akan tetapi, ketika dilakukan uji UV, hasil kromatografi titiknya melebar. Hal ini menandakan

bahwa kristal yang diuji tidak murni dan masih memiliki pengotor berupa pelarut. Selain itu,

hasil Rf yang diperoleh menjadi tidak representatif karena larutan kafein terlalu encer dan

kemungkinan jumlah kafein yang dipakai dalam uji TLC ini sudah berkurang jauh

dikarenakan hal-hal yang sudah dibahas sebelumnya.

5.3. Uji Alkaloid Pereaksi Dragendorff dan Meyer

Page 8: MODUL 03

Pada uji ini digunakan pereaksi Meyer dan Dragendorff. Pereaksi Meyer yang digunakan

dalam uji ini mengandung logam Hg dan KI yang akan membentuk kompleks endapan

kuning muda dengan senyawa alkaloid sedang pereaksi Dragendorff yang mengandung

Bismut dan KI akan membentuk kompleks endapan jingga dengan senyawa alkaloid.

Dari hasil uji yang dilakukan dengan pereaksi Meyer didapatkan endapan kuning muda,

begitu pun hasil uji dengan pereaksi Dragendorff didapatkan endapan berwarna jingga. Hasil

uji ini menunjukkan bahwa senyawa yang berhasil diisolasi dari daun teh kering merupakan

senyawa alkaloid. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kafein termasuk

dalam senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid sendiri adalah senyawa yang memiliki unsur N di

dalam strukturnya.

Akan tetapi, uji ini hanya dapat menunjukkan keberadaan alkaloid, bukan keberadaan kafein

secara spesifik. Karena itulah, penentuan titik leleh dan uji TLC sebetulnya lebih spesifik

dalam menentukan apakah senyawa yang berhasil diisolasi adalah kafein,

5.4. Ekstraksi Asam Asetat

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang

dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus

empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau

CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak

berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam

asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2 sehingga ia bisa melarutkan baik

senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak

dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan

pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform, dan heksana.

Ekstraksi asam asetat dalam percobaan ini disebut juga ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-

cair adalah jenis ekstraksi yang menggunakan perbedaan kelarutan senyawa tersebut

dalam dua jenis pelarut. Dua jenis pelarut dalam ekstraksi ini adalah pelarut organik dan

pelarut nonorganik. Pelarut organik dalam percobaan ini adalah eter. Setelah itu, fasa cair

hasil ekstraksi dititrasi dengan NaOH untuk dihitung konsentrasinya.

Dari hasil percobaan, didapatkan bahwa senyawa asam asetat terdapat lebih sedikit di

dalam senyawa yang diekstraksi sebanyak tiga kali dengan eter. Karena itu, dapat

Page 9: MODUL 03

disimpulkan bahwa senyawa asam asetat lebih banyak larut di dalam eter ketika diekstraksi

sebanyak tiga kali. Hal ini sejalan dengan persamaan efektivitas ekstraksi:

Cn=C0( K V 1K V 2+V 2 )

n

dimana C0 adalah konsentrasi semula, V1 adalah volume semula, K adalah koefisien

distribusi, dan V2 adalah volume pengekstrak (eter). Dengan persamaan ini, dapat

disimpulkan bahwa ekstraksi akan semakin efektif jika ekstraksi yang dilakukan semakin

banyak.

Hal ini juga dapat dilihat dari hasil percobaan yang memperlihatkan molaritas asam asetat

glasial semakin sedikit seiring banyaknya ekstraksi yang dilakukan.

6. KESIMPULAN

Kafein terdapat sebanyak 2% dalam daun teh kering.

Trayek titik leleh kafein 200-201 0C.

Kafein yang berhasil diisolasi dari daun teh merupakan senyawa alkaloid.

Semakin banyak titrasi yang dilakukan, konsentrasi zat yang akan diekstrak di dalam

pelarut akan semakin sedikit sehingga hasil ekstraksi akan jauh lebih baik.

7. DAFTAR PUSTAKA

David, Harvey. 2000. Modern Analytical Chemistry. USA: The McGraw Hills Company.

Halaman 546.

Lide, David R., ed. 2005. CRC Handbook of Chemistry and Physics, Internet Version, 2005,

<<http://www,hbcpnetphase.com>>. Boca Raton, Florida: CRC Press.

Potter, Norman N. 1995. Food Science – 5th ed. New York: Chapman & Hall. Halaman 35-

36.

Spiller, Gene A., ed. 1998. Caffeine. Boca Raton, Florida: CRC Press.

http://shinysunshine.files.wordpress.com/2009/10/ekstraksi-isolasi-kafein-dan-uji-

alkaloid.pdf, tanggal akses: 4 Maret 2010.

http://farmasi07itb.wordpress.com/2009/03/09/pemisahan-senyawa-organik/, tanggal akses:

4 Maret 2010.

Page 10: MODUL 03

http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat, tanggal akses: 9 Maret 2010.