modifikasi struktur etil p-metoksisinamat dan …
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MODIFIKASI STRUKTUR
ETIL P-METOKSISINAMAT DAN ASETOFENON
DENGAN REAKSI KONDENSASI ALDOL
MENGGUNAKAN IRADIASI MICROWAVE
SKRIPSI
MOETHIA
NIM. 1112102000019
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2016
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MODIFIKASI STRUKTUR
ETIL P-METOKSISINAMAT DAN ASETOFENON
DENGAN REAKSI KONDENSASI ALDOL
MENGGUNAKAN IRADIASI MICROWAVE
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MOETHIA
NIM. 1112102000019
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2016
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Moethia
NIM : 1112102000019
Tanda Tangan :
Tanggal :
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Moethia
NIM : 1112102000019
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dan Asetofenon
dengan Reaksi Kondensasi Aldol Menggunakan Iradiasi
Microwave
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D.,Apt Dr. Nurmeilis. M.Si., Apt.
NIP. 197806302006042001 NIP.197407302005012003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis. M.Si., Apt.
NIP.197407302005012003
v
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Moethia
NIM : 1112102000019
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dan
Asetofenon dengan Reaksi Kondensasi Aldol
Menggunakan Iradiasi Microwave
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D.,Apt ( )
Pembimbing II : Dr. Nurmeilis. M.Si., Apt. ( )
Penguji I : Lina Elfita, M.Si., Apt. ( )
Penguji II : Puteri Amelia, M.Farm., Apt.
Ditetapkan : Ciputat
Tanggal : Oktober 2016
vi
ABSTRAK
Nama : Moethia
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul Skripsi : Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dan Asetofenon
dengan Reaksi Kondensasi Aldol Menggunakan Iradiasi
Microwave
EPMS (Etil p-metoksisinamat) merupakan senyawa metabolit sekunder utama
yang terkandung pada kencur (Kaempferia galangal L.). EPMS memiliki gugus
fungsi ester yang reaktif dan dapat ditransformasikan menjadi gugus fungsi lain.
Modifikasi struktur terhadap senyawa EPMS telah banyak dilakukan contohnya
dengan reaksi amidasi, nitrasi, dan hidrolisis. Namun, modifikasi dengan reaksi
kondensasi aldol belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan modifikasi struktur EPMS menggunakan reaksi kondensasi aldol
dengan asetofenon. Isolasi senyawa EPMS dari rimpang kencur telah dilakukan
dengan maserasi menggunakan n-heksan menghasilkan rendemen 5,13%.
Sebelum dimodifikasi, EPMS diubah terlebih dahulu menjadi
asam p-metoksisinamat (APMS) melalui reaksi hidrolisis. APMS kemudian
dioksidasi menggunakan Ca(NO3)2 untuk menghasilkan 4-metoksibenzaldehid.
Kondensasi aldol dilakukan dengan mereaksikan senyawa 4-metoksibenzaldehid
dan asetofenon menggunakan rasio konsentrasi 1:1 mmol menggunakan iradiasi
microwave 600 watt selama 7 menit dengan setiap selang 30 detik sampel tersebut
didinginkan di dalam air dingin.Sebelum diidentifikasi, hasil reaksi kondensasi
aldol dimurnikan dengan kromatografi kolom. Identifikasi senyawa yang
dilakukan adalah organoleptis, titik leleh, nilai Rf (Retention factor) dari
kromatografi lapis tipis dan elusidasi struktur menggunakan GC-MS (Gas
Chromatography-Mass Spectrometry) dan 1H-NMR (1H-Nuclear Magnetic
resonance). Hasil identifikasi menunjukkan kondensasi aldol antara
4-metoksibenzaldehid dan asetofenon menggunakan iradiasi microwave
menghasilkan trans-4-metoksikalkon sebanyak 45,6%.
Kata kunci : etil p-metoksisinamat, kondenasi aldol, kencur,
microwave
vii
ABSTRACT
Name : Moethia
Study Program : Bachelor of Pharmacy
Title : Structure Modification Ethyl p-methoxycinnamate and
Acetophenone through Aldol Condensation Reaction
Using Microwave Irradiation
EPMC (Ethyl p-methoxycinnamate) is the major secondary metabolite found in
kencur (Kaempferia galangal L.). EPMC has ester functional group that reactive
and can be transformed into other functional groups. Structure modification of
EPMC had been done, such as amidation, nitration and hydrolysis. However,
structure modification of EPMC through aldol condensation reaction has never
been done. The aims of this study were to modify EPMC structure using aldol
condensation with acetophenone. EPMC was isolated from kencur by maceration
method using n-hexane and produce 5,13% of EPMC. Before being modified,
EPMC was converted to be p-methoxycinnamic acid (PMCA) by hydrolysis
reaction. PMCA was oxidized using Ca(NO3)2 to produce
4-methoxybenzaldehyde. Aldol condensation reaction had been done by reacting
4-methoxybenzaldehyde and acetophenone with concentration ratio 1:1 mmol
using 600 watts microwave irradiation for 7 minutes with every 30 seconds
the sample was cooled in cold water. Before being identified, the aldol
condensation reaction was purified with column chromatography. Identification
compound had been done such as organoleptic, melting point, Rf’s (Retention
factor) value from thin layer chromatography and structure elucidation using
GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) and 1H-NMR (1H-Nuclear
Magnetic Resonance). The result showed that the aldol condensation of
4-methoxybenzaldehyde and acetophenone using microwave irradiation produce
45,6% of trans-4-methoxychalcone.
Keywords : aldol condensation, ethyl p-methoxycinnamate, kencur,
microwave
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas
nikmat, rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat
dan Asetofenon dengan Reaksi Kondensasi Aldol Menggunakan Iradiasi
Microwave”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK),
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi imi masih jauh dari kesempurnaan dan
tidak akan selesai tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis
sampaikan kepada :
1. Ismiarni Komala, M.Sc.,Ph.D.,Apt dan Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt sebagai
dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, kesabaran, dan
tenaga untuk membimbing, memberi masukan, memberi ilmu, memberi
nasihat dan dukungan kepada penulis.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syraif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku sekertaris
Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atas ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
5. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Yusnita Fitriadi dan Ibunda Sri
Wahyuni, adik tercinta Ghazi dan Wafiq serta seluruh keluarga yang selalu
memberi do’a, nasihat, semangat, dan dukungan baik moril maupun
materil kepada penulis.
ix
6. Sahabat Cera Alba Dian Aulia, Endang, Zakiyah, Risha, Azmi, Icha, Icak,
Nisa Utami, Laila, Putri Wulandari, teteh Afin, dan Intan yang selalu
memberi semangat, bantuan selama proses perkuliahan dan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat tercinta teman sekamar Santi, teman lembur Noni, kakak Addin,
kakak Ummi Habibah, kakak Fika, Umay, Sani, Gadis, kak Lilis dan Wida
yang selalu menemani penulis, memberi semangat dan bantuan selama
masa perkuliahan dan penyusunan skripsi.
8. Teman Kingdom di Lab Halal Nita, Rifatul, Windi, Benny, Owi, Ghilman,
Putri, Ani dan Elsa yang telah banyak membantu penulis selama masa
penelitian hingga penyusunan skripsi.
9. Teman-teman kossan balans kak Kori, kak Zia, kak Ayu, kak Euis, Astri,
Ican, Viny, Dian, Nia, April, Gina dan lainnya yang selalu memberi
semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis.
10. Teman-teman Farmasi 2012 terutama Farmasi 2012 AC atas kebersamaan
serta suka dan duka selama masa perkuliahan.
11. Laboran Lab Farmasi Kak Walid, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Yaenab, Mba
Rani, Kak Rahmadi, Kak Tiwi yang telah banyak membantu penulis
selama penulis melakukan penelitian.
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan
penulisan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran pembaca yang membangun diharapkan dapat menjadi
penyempurna skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.
Ciputat, Oktober 2016
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Moethia
NIM : 1112102000019
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,
dengan judul :
MODIFIKASI STRUKTUR ETIL P-METOKSISINAMAT DAN
ASETOFENON DENGAN REAKSI KONDENSASI ALDOL
MENGGUNAKAN IRADIASI MICROWAVE
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : Oktober 2016
Yang menyatakan,
Moethia
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ORISINALITAS ........................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .................................. x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kencur .................................................................................................... 4
2.2. Senyawa Etil p-metoksisinamat ............................................................. 5
2.3. Hidrolisis ................................................................................................ 7
2.4. Oksidasi .................................................................................................. 9
2.5. Kondensasi Aldol ................................................................................... 10
2.6. Asetofenon ............................................................................................. 12
2.7. NaOH ..................................................................................................... 12
2.8. Iradiasi Microwave ................................................................................. 13
2.9. Kromatografi .......................................................................................... 14
xii
2.9.1. Kromatografi Lapis Tipis ....................................................................... 14
2.9.2. Kromatografi Kolom .............................................................................. 15
2.9.3. Kromatografi Gas ................................................................................... 16
2.10. Spektroskopi Massa ............................................................................... 16
2.11. Spektrofotometri .................................................................................... 17
2.11.1. Spektrofotometri UV-Vis ....................................................................... 17
2.11.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik ................................................... 17
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 19
3.1.1. Tempat................................................................................................... 19
3.1.2. Waktu .................................................................................................... 19
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 19
3.2.1. Alat ........................................................................................................ 19
3.2.2. Bahan .................................................................................................... 19
3.3. Prosedur Penelitian................................................................................ 20
3.3.1. Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat dari Kencur ............................. 20
3.3.2. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat (EPMS) Menjadi
Asam p-metoksisinamat (APMS) ......................................................... 20
3.3.3. Oksidasi APMS ..................................................................................... 21
3.3.4. Optimasi Metode Kondensasi Aldol ..................................................... 21
3.3.4. Kondensasi Aldol 4-metoksibenzaldehid dan Asetofenon ................... 22
3.3.5. Identifikasi Senyawa ............................................................................. 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Isolasi Etil p-metoksisinamat ................................................................ 24
4.1.1. Hasil Determinasi .................................................................................. 24
4.1.2. Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat ....................................................... 24
4.2. Modifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat dengan Reaksi
Hidrolisis ............................................................................................... 25
4.3. Oksidasi Asam p-metoksisinamat ......................................................... 27
4.4. Kondensasi Aldol 4-metoksibenzaldehid dan Asetofenon ................... 28
xiii
4.4.1. Hasil Optimasi 300watt ......................................................................... 29
4.4.2. Hasil Optimasi 450 watt ........................................................................ 30
4.4.3. Hasil Optimasi 600 watt ........................................................................ 31
4.5. Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ................................................. 34
4.5.1. Senyawa Hasil Hidrolisis ...................................................................... 34
4.5.2. Senyawa Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat ................................ 36
4.5.3. Senyawa Hasil Kondensasi Aldol 4-metoksibenzaldehid dan
Asetofenon ............................................................................................ 37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 43
5.2. Saran ....................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 44
LAMPIRAN ....................................................................................................... 48
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa
hasil kondensasi (CD3OD, 500MHz) ........................................... 40
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Tanaman kencur.......................................................................... 4
Gambar 2.2. Struktur senyawa etil p-metoksisinamat ..................................... 6
Gambar 2.3. Jalur asam sikimat untuk menghasilkan senyawa etil
p-metoksisinamat ....................................................................... 7
Gambar 2.4. Mekanisme reaksi hidrolisis secara umum ................................. 8
Gambar 2.5. Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester ...................................... 8
Gambar 2.6. Mekanisme reaksi hidrolisis ester dengan katalis basa .............. 9
Gambar 2.7. Mekanimse reaksi oksidasi secara umum ................................... 9
Gambar 2.8. Mekanisme reaksi oksidasi alkena yang menghasilkan aldehid . 10
Gambar 2.9. Mekanisme terbentuknya ion enolat ........................................... 10
Gambar 2.10. Mekanisme terbentuknya produk aldol ...................................... 10
Gambar 2.11. Mekanisme dehidrasi aldol sehingga terbentuk produk
kondensasi aldol ......................................................................... 11
Gambar 2.12. Mekanisme reaksi kondensasi aldol silang ................................. 11
Gambar 2.13. Struktur asetofenon ..................................................................... 12
Gambar 2.14. Struktur NaOH ............................................................................ 12
Gambar 2.15. Kromatografi lapis tipis .............................................................. 15
Gambar 4.1. Kristal senyawa etil p-metoksisinamat ....................................... 25
Gambar 4.2. Reaksi hidrolisis senyawa etil p-metoksisinamat ....................... 26
Gambar 4.3. KLT senyawa APMS .................................................................. 26
Gambar 4.4. Reaksi oksidasi asam p-metoksisinamat ..................................... 27
Gambar 4.5. KLT senyawa 4-metoksibenzaldehid ......................................... 28
Gambar 4.6. Mekanisme reaksi 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon .......... 29
Gambar 4.7. Hasil KLT reaksi dengan daya 300 watt..................................... 30
Gambar 4.8. Hasil reaksi dengan daya 300 watt ............................................. 30
Gambar 4.9. Hasil KLT reaksi dengan daya 450 watt..................................... 31
Gambar 4.10. Hasil reaksi dengan daya 450 watt ............................................. 31
Gambar 4.11. Hasil KLT reaksi dengan daya 600 watt..................................... 32
Gambar 4.12. Hasil reaksi dengan daya 600 watt ............................................. 32
Gambar 4.13. Perbandingan hasil KLT reaksi dengan daya 600 watt .............. 33
xvi
Gambar 4.14. Serbuk APMS ............................................................................. 34
Gambar 4.15. Pola fragmentasi senyawa hasil hidrolisis EPMS dari GCMS ... 35
Gambar 4.16. Fragmentasi senyawa hasil hidrolisis EPMS .............................. 35
Gambar 4.17. Struktur senyawa asam p-metoksisinamat .................................. 35
Gambar 4.18. Serbuk senyawa 4-metoksibenzaldehid ...................................... 36
Gambar 4.19. Pola fragmentasi senyawa hasil oksidasi APMS dari GCMS .... 36
Gambar 4.20. Fragmentasi senyawa hasil oksidasi APMS ............................... 37
Gambar 4.21. Struktur senyawa 4-metoksibenzaldehid .................................... 37
Gambar 4.22. Kristal senyawa trans-4-metoksikalkon ...................................... 37
Gambar 4.23. Hasil KLT reaksi dengan eluen n-heksan:etil asetat dengan
Perbandingan 4:1 ........................................................................ 38
Gambar 4.24. Pola fragmentasi senyawa hasil kondensasi aldol
4-metoksibenzaldehid dan asetofenon dari GCMS .................... 39
Gambar 4.25. Fargmentasi senyawa hasil kondensasi aldol
4-metoksibenzaldehid dan asetofenon ....................................... 39
Gambar 4.26. Struktur senyawa trans-4-metoksikalkon ................................... 42
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kerangka Penelitian .................................................................... 48
Lampiran 2. Kerangka Isolasi Etil p-metoksisinamat ..................................... 49
Lampiran 3. Hasil Determinasi Tanaman Kencur ........................................... 50
Lampiran 4. Hasil Reaksi Uji Pendahuluan EPMS dan Asetofenon ............... 51
Lampiran 5. Hasil Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat ..................... 54
Lampiran 6. Gambar Sebelum Reaksi Kondensasi Aldol ............................... 56
Lampiran 7. Hasil GCMS 600 watt 25 Menit dengan Tabung Reaksi
Bertutup ...................................................................................... 57
Lampiran 8. Hasil GCMS 600 watt 7 Menit dengan Erlemeyer .................... 58
Lampiran 9. Hasil GC Asam p-metoksisinamat .............................................. 59
Lampiran 10. Hasil GC 4-metoksibenzaldehid ................................................. 60
Lampiran 11. Hasil GC trans-4-metoksikalkon ................................................ 61
Lampiran 12. Perhitungan Reaksi ..................................................................... 62
Lampiran 13. 1H-NMR, Senyawa Hasil Kondensasi Aldol .............................. 64
Lampiran 14. 1H-NMR, Senyawa Etil p-metoksisinamat ................................. 70
Lampiran 15. Dokumentasi Optimasi KLT Hasil Kondensasi ......................... 72
xviii
DAFTAR ISTILAH
g gram
GCMS Gas Chromatography Mass Spectroscopy
KLT Kromatografi Lapis Tipis
NMR Nuclear Magnetic Resonance
UV Ultra Violet
EPMS Etil p-metoksisinamat
APMS Asam p-metoksisinamat
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara biogeografi bentang alam Indonesia membentuk bioregion yang
dapat memisahkan antara biogeografi flora dan fauna Asia dan Australia sehingga
Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang tertinggi dan dapat lebih
tinggi dibandingkan Brazil dan Kongo. Hingga saat ini telah tercatat ada 1500
spesies algae, 80.000 spesies tumbuhan berspora, 595 spesies tumbuhan lumut,
2.197 spesies tumbuhan paku-pakuan dan 30.000-40.000 tumbuhan berbiji yang
merupakan 15,5% dari jumlah total flora di dunia (Widjaja et al, 2014). Lebih
kurang 7.500 jenis diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat. Jumlah
tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat baru sekitar 1.000 hingga 1.200
jenis dan yang digunakan secara rutin dalam industri obat tradisional baru sekitar
300 jenis (BPOM, 2014). Oleh karena itu, masih banyak peluang untuk
mengembangkan tumbuhan-tumbuhan ini menjadi obat.
Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sudah dikenal luas
di masyarakat baik sebagai bumbu makanan atau untuk pengobatan, diantaranya
adalah batuk, mual, bengkak, bisul dan antitoksin. Selain itu minuman beras
kencur berkhasiat untuk menambah daya tahan tubuh, menghilangkan masuk
angin, dan kelelahan. Ekstrak rimpang kencur dapat bersifat biofungisidal bagi
pertumbuhan jamur Trichophyton mantagrophytes dan Cryptococcus neformans
(Gholib, 2009). Di negara lain seperti Banglades, India, dan Cina kencur secara
tradisional digunakan untuk membantu kurang tidur, stress, ansietas, dan depresi.
Ternyata, setelah dilakukan penelitian melalui mencit Swiss albino menunjukkan
bahwa ekstrak rimpang kencur dapat memberikan efek sedatif pada mencit
(Ali et al, 2015).
Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur diantaranya adalah
asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%),
1,21-decosadiene (1,47%), beta sitosterol (9,88%), dan komponen terbesarnya
adalah etil p-metoksisinamat (80,05%) (Umar et al, 2012). Uji secara in vitro
menunjukkan etil p-metoksisinamat dapat meghambat enzim siklooksigenase 1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(COX 1) dan 2 (COX 2) dengan nilai IC50 masing-masing 1,12 µM dan 0,83 µM.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan obat standar antiinflamasi indometasin yang
digunakan sebagai pembanding (Umar et al, 2012). Potensi tanaman kencur dapat
digunakan sebagai antiinflamasi terletak pada senyawa utamanya yaitu
etil p-metoksisinamat. Senyawa ini juga memiliki gugus fungsi yang reaktif yaitu
gugus fungsi ester yang mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi lain
(Barus, 2009). Oleh karena itu, modifikasi struktur etil p-metoksisinamat telah
banyak dilakukan.
Modifikasi struktur etil p-metoksisinamat dengan reaksi kondensasi belum
pernah dilakukan. Pada awalnya penelitian ini akan dilakukan modifikasi
etil p-metoksisinamat yaitu dengan menambahkan senyawa asetofenon pada
senyawa etil p-metoksisinamat dengan reaksi kondensasi ester. Berdasarkan hasil
uji pendahuluan (lampiran 4), senyawa etil p-metoksisinamat bila direaksikan
secara kondensasi ester dengan asetofenon tidak menghasilkan senyawa target
sehingga senyawa etil p-metoksisinamat perlu dihidrolisis terlebih dahulu
menghasilkan asam p-metoksisinamat kemudian dioksidasi sehingga
menghasilkan senyawa 4-metoksibenzaldehid. Kemudian dapat dilakukan reaksi
kondensasi aldol silang antara 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon untuk
menghasilkan senyawa target yang memiliki dua benzen. Reaksi kondensasi aldol
silang adalah suatu reaksi yang dapat terjadi antara suatu aldehid tanpa
hidrogen α dengan suatu aldehid atau suatu senyawa karbonil yang memiliki
hidrogen α (Fessenden dan Fessenden, 1982). Reaksi ini dapat terjadi karena
4-metoksibenzaldehid merupakan suatu aldehid tanpa hidrogen α dan asetofenon
adalah suatu karbonil yang memiliki hidrogen α. Senyawa target yang dihasilkan
diharapkan memiliki aktivitas antiinflamasi seperti turunan asam arilasetat
contohnya ketoprofen dan fenoprofen yang memiliki dua benzen
(Siswandono, 2008).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode iradiasi
microwave karena metode ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan
dengan cara konvensional yaitu waktu yang diperlukan untuk menghasilkan
senyawa target lebih cepat, lebih murah dan lebih mudah (Bhuiyan et al, 2012).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Metode ini juga sedikit menggunkan energi dan sedikit membentuk produk
sampingan dari hasil reaksi (Chattha et al, 2008).
1.2. Rumusan Masalah
Apakah senyawa etil p-metoksisinamat yang telah dihidrolisis dan
dioksidasi dapat bereaksi dengan asetofenon secara kondensasi aldol
menggunakan iradiasi microwave?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Melakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang
telah dihidrolisis dan dioksidasi, menggunakan reaksi kondensasi
aldol dengan asetofenon menggunakan iradiasi microwave.
2. Melakukan purifikasi dan elusidasi struktur senyawa hasil modifikasi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan senyawa hasil reaksi kondensasi aldol antara senyawa
etil p-metoksisinamat yang telah dihidrolisis dan dioksidasi, dengan
asetofenon menggunakan iradiasi microwave yang diharapkan
memberikan manfaat dengan memberikan informasi untuk penelitian
selanjutnya.
2. Memberikan informasi dan pengetahuan pada proses modifikasi
struktur melalui proses kondensasi aldol.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kencur
Gambar 2.1. Tanaman kencur (www.kencur.org).
Kencur (Kaempferia galangal L.) merupakan salah satu tumbuhan
rimpang famili Zingiberaceae. Tumbuhan ini menyebar di India, Malaysia dan
Indonesia. Di Indonesia, kencur dikenal dengan berbagai nama berdasarkan
daerah tempat kencur itu tumbuh seperti ceuko (Aceh), Cikur (Melayu), Cakuru
(Minahasa) dan lain sebagainya.
Tanaman ini tidak berbatang, berbentuk rimpang yang bercabang-cabang,
akar-akar berbentuk gelendong, kadang berumbi. Memiliki daun 1 sampai 3 helai,
berbentuk lebar merata dan hampir menutupi tanah, daun berbentuk jantung,
ujung lancip, bagian atas tidak berambut, bagian bawah berambut halus, pinggir
bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau.
Kelopak bunga berbentuk tabung dengan ujung yang berbelah-belah seperti pita.
Tanaman ini dibudidaya dengan stek rimpang. Bagian tanaman yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bagian rimpangnya. Bagian rimpang memiliki
pemerian yaitu bau khas aromatik, rasa pedas, hangat dan agak pahit
(Depkes, 1977).
Klasifikasi kencur (Barus, 2009) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermaiophyta
Sob Divisi : Angiospermae
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Subfamili : Zingiberoideae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galangal Linn.
Sejak dahulu, orang Indonesia sering menggunakan kencur sebagai obat
inflamasi dengan mengolesinya di daerah yang bengkak dan bagian rimpangnya
juga dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit kulit (Depkes, 1977). Selain di Asia
Tenggara, kencur juga banyak digunakan di negara lain seperti di Banglades
kencur digunakan untuk mengatasi sakit gigi atau membersihkan rambut dari
ketombe. Di Cina kencur digunakan untuk mengobati hipertensi, sakit kepala,
sakit gigi, dispepesia, batuk, dan inflamasi. Aroma dari kencur juga dapat
digunakan untuk beristirahat, menghilangkan stress, ansietas dan depresi.
Beberapa penelitian menemukan bahwa kencur dapat digunakan sebagai obat
antiinflamasi dan analgesik, antidiare, sedatif, antibiotik, antioksidan dan
sitotoksik (Ali et al, 2015).
Bagian rimpang dari tanaman kencur mengandung minyak atsiri dan
komponen lainnya yang memiliki efek farmakologi yang bermanfaat untuk
menyembuhkan berbagai penyakit (Ali et al, 2015). Kandungan metabolit
sekunder dalam ekstrak kencur diantaranya adalah asam propionate (4,7%),
pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-decosadiene (1,47%),
beta sitosterol (9,88%) dan komponen terbesarnya adalah etil p-metoksisinamat
(80,05%) (Umar et al, 2012).
2.2. Senyawa Etil p-metoksisinamat
Senyawa etil p-metoksisinamat merupakan metabolit sekunder dengan
komposisi terbanyak pada kencur. Senyawa ini memiliki rumus molekul
C12H14O3. Dengan berat molekul 206,4 gr/mol (Umar et al, 2012). Kristal murni
EPMS berwarna putih bersih dan memiliki titik leleh 49oC (Ekowati et al, 2015).
Titik didih senyawa ini adalah 187oC, untuk penyimpanan hindari panas dan
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cahaya langsung dan inkompatibel dengan agen pengoksidasi
(www.TCIchemicals.com). Senyawa ini termasuk golongan senyawa ester yang
memiliki cincin benzen dan metoksi yang bersifat nonpolar dan gugus etil yang
mengikat karbonil bersifat sedikit polar. Oleh karena itu, ekstraksi dapat
dilakukan dengan menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi
kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan n-heksan
(Setyawan et al, 2012). Senyawa ini juga memiliki gugus fungsi yang reaktif yaitu
gugus fungsi ester yang mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi lain
(Barus, 2009).
Gambar 2.2. Struktur senyawa etil p-metoksisinamat.
Etil p-metoksisinamat berasal dari biosisntesis melalui jalur sikimat dan
merupakan turunan dari asam sinamat. Proses biosintesis ini dimulai dengan
pembentukan asam sikimat melalui kondensasi aldol antara suatu tetrosa, yaitu
eritrosa dan asam fosfoenolpiruvat. Melalui kondensasi ini gugus metilen dari
asam fosfoenolpiruvat yang berperan sebagai nukleofil kemudian beradisi dengan
gugus karbonil dari eritrosa menghasilkan suatu gula yang terdiri dari 7 atom
karbon. Kemudian terjadi reaksi intramolekul yang menghasilkan asam
5-dehidrokuinat yang memiliki lingkar sikloheksana yang kemudian menjadi
asam sikimat. Reaksi paralel yang sejenis terhadap tirosin dengan tingkat oksidasi
yang tinggi dapat menghasilkan asam p-kumarat (Bangun, 2011).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3. Jalur asam sikimat untuk menghasilkan senyawa
etil p-metoksisinamat (Bangun, 2011).
2.3. Hidrolisis
Secara umum hidrolisis dapat diartikan sebagai transformasi kimia dimana
molekul organik, RX, bereaksi dengan air, menghasilkan bentuk ikatan kovalen
baru dengan OH dan memecahkan ikatan kovalen dengan X (leaving group) di
dalam molekul aslinya. Reaksi ini menukar posisi dari X dengan OH (Larson dan
Weber, 1994).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4. Mekanisme reaksi hidrolisis secara umum (Larson dan Weber,
1994).
Mekanisme reaksi hidrolisis dikelompokkan berdasarkan tipe reaksi yaitu
subtitusi nukleofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi subtitusi
nukleofilik, subtitusi asil nukleofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan
reaksi subtitusi asil nukleofilik. Pada penelitian kali ini mekanisme reaksi yang
digunakan adalah gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi subtitusi
asil nukleofilik. Mekanisme reaksi ini (gambar 2.5) dimulai dengan protonasi
pada karbonil oksigen yang menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus
karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat elektrofil dan dapat
menerima penambahan nukleofilik dari air (Larson dan Weber, 1994).
Gambar 2.5. Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester (Larson dan Weber, 1994).
Hidrolisis dapat terjadi dengan katalis asam atau basa. Mekanisme
hidrolisis ester dengan katalis basa pada gambar 2.6 terjadi karena ion OH
merupakan nukleofil yang lebih kuat dibandingkan air sehingga dapat secara
langsung menyerang gugus karbonil (Larson dan Weber, 1994).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6. Mekanisme reaksi hidrolisis ester dengan katalis basa (Larson dan
Weber, 1994).
2.4. Oksidasi
Oksidasi adalah reaksi yang meyebabkan kehilangan elektron, dimana
agen pengoksidasi mendapatkan elektron dan dinamakan elektrofil. Mekanisme
terjadinya oksidasi adalah dimulai dengan penggabungan oksigen oleh atom
oksigen donor, kemudian dilanjutkan dengan dehidrogenasi, contohnya pada
gambar 2.7 (Larson dan Weber, 1994).
Gambar 2.7. Mekanisme reaksi oksidasi secara umum (Larson dan Weber, 1994).
Pada penelitian kali ini dilakukan reaksi oksidasi untuk mendapatkan
produk aldehid. Reaksi oksidasi yang digunakan adalah reaksi oksidasi alkena.
Untuk menghasilkan produk oksidasi dari pemecahan alkena diperlukan oksidator
kuat agar C=C dapat dipecah (McMurry, 2008). Reaksi oksdiasi alkena dibagi
menjadi dua yaitu oksidasi ikatan pi tanpa memutuskan ikatan sigma dan oksidasi
ikatan pi yang memutuskan ikatan sigma. Produk aldehid didapat dari reaksi
oksidasi ikatan pi yang memutuskan ikatan sigma. Reaksi terjadi anatar senyawa
alkena yang mempunyai satu hidrogen yang terikat padanya dan oksidator melalui
reaksi oksidasi pemecahan alkena (cleavage) pada gambar 2.8 (Fessenden dan
Fessenden, 1982).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8. Mekanisme reaksi oksidasi alkena yang menghasilkan
aldehid (Fessenden dan Fessenden, 1982).
2.5. Kondensasi Aldol
Kata “aldol” diturunkan dari aldehid dan alkohol sedangkan reaksi
kondensasi ialah reaksi di mana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu
molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil
(seperti air). Jadi, kondensasi aldol dapat diartikan sebagai suatu reaksi adisi
di mana tidak dilepaskan suatu molekul kecil. Kondensasi ini dapat terjadi bila
suatu aldehid direaksikan dengan basa seperti NaOH dalam-air, terbentuk ion
enolat (gambar 2.9) (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Gambar 2.9. Mekanisme terbentuknya ion enolat (Fessenden dan Fessenden,
1982).
Ion enolat yang terbentuk akan mengadisi pada karbon karbonil untuk
membentuk suatu ion alkoksida, yang kemudian mengambil proton dari dalam air
sehingga menghasilkan produk aldol (gambar 2.10).
Gambar 2.10. Mekanisme terbentuknya produk aldol (Fessenden dan
Fessenden, 1982).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suatu aldol mudah mengalami dehidrasi, karena ikatan rangkap dalam
produk berkonjugasi dengan gugus karbonilnya. Oleh karena itu, terbentuklah
produk kondensasi aldol (gambar 2.11).
Gambar 2.11. Mekanisme dehidrasi aldol sehingga terbentuk produk
kondensasi aldol (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Kondensasi aldol silang adalah suatu reaksi yang dapat terjadi antara suatu
aldehid tanpa hidrogen α dengan suatu aldehid atau senyawa karbonil yang
memiliki hidrogen α. Senyawa karbonil yang memiliki hidrogen α ini akan
membentuk ion enolat yang kemudian dapat menyerang aldehid yang tidak
memiliki hidrogen α sehingga terbentuk senyawa target (gambar 2.12) (Fessenden
dan Fessenden, 1982).
Gambar 2.12. Mekanisme reaksi kondensasi aldol silang (Fessenden dan
Fessenden, 1982).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6. Asetofenon
Gambar 2.13. Struktur asetofenon
Karakteristik (Pubchem) :
C8H8O
Nama IUPAC : 1-feniletanon.
Berat molekul : 120,14852 g/mol.
Bentuk : Cairan tidak berwarna atau kristal putih.
Bau : Manis, bau tajam dari akasia.
Titik didih : 202oC.
Titik leleh : 20oC.
Kelarutan : Mudah larut di dalam asam sulfat, kloroform, eter, minyak lemak,
gliserol dan tidak mudah larut di dalam air.
Stabilitas : Stabil pada kondisi penyimpanan laboratorium yang normal.
Penggunaan : Asetofenon digunakan sebagai pewangi pada sabun, deterjen,
krim, losion, dan pewangi. Pelarut pada plastik dan resin. Katalis
untuk polimerisasi olefin dan pada sintesis organik sebagai
fotosensitiser.
2.7. NaOH
Gambar 2.14. Struktur NaOH
Karakteristik (Pubchem) :
NaOH
Berat molekul : 39,997109 g/mol.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bentuk : Padatan tidak berwarna atau mendekati warna putih.
Bau : Tidak berbau.
Titik didih : 1388oC.
Titik leleh : 318oC.
Kelarutan : 1 gram larut di dalam 7,2 mL alkohol absolut, 4,2 mL metanol
dan gliserol, 0,9 mL air dan 0,3 mL air mendidih.
Stabilitas : Harus disimpan dengan tutup yang rapat untuk mencegah
terbentuknya natrium karbonat karena berinteraksi dengan karbon
dioksida.
Penggunaan : Banyak digunakan pada proses kimia, penggunaan pada
pembuatan kertas, tekstil, sabun, dan lain sebagainya.
2.8. Iradiasi Microwave
Microwave memiliki frekuensi dari 0,3 sampai 300 GHz dan panjang
gelombang dari 1 mm sampai 1 m di dalam spektrum elektromagnetik. Panjang
gelombang ini berada diantara gelombang radio dan frekuensi inframerah di
dalam daerah radiasi elektromagnetik. Tidak seperti cara konvensional yang
menggunakan pemanasan, energi secara langsung disalurkan ke reaktan di dalam
microwave, yang menyebabkan peningkatan suhu reaksi dan memperpendek
waktu reaksi (Sheng, 2014).
Mekanisme reaksi dengan iradiasi microwave terdiri dari dua prinsip.
Prinsip pertama yaitu dengan polarisasi dipolar merupakan akibat dari interaksi
dipol-dipol antar molekul-molekul polar ketika diradiasi dengan microwave.
Dipol yang sensitif terhadap medan listrik dari luar menyebabkan rotasi pada
molekul sehingga menghasilkan energi kalor. Prinsip kedua secara konduksi yang
terjadi pada larutan-larutan yang mengandung ion. Bila larutan tersebut diberikan
medan listrik maka ion-ion tersebut akan bergerak. Pergerakan menyebabkan
peningkatan kecepatan sehingga terjadi tumbukan yang mengubah energi kinetik
menjadi kalor (Lidstrom et al, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi iradiasi microwave (Gedye et al, 1987) :
1. Kepolaran, energi microwave lebih mudah diabsorbsi pada molekul yang lebih
polar dibandingkan molekul nonpolar.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Jumlah sampel, semakin sedikit sampel maka semakin cepat pemanasan.
3. Pelarut, pada sintesis organik pemanasan microwave akan lebih cepat pada
pelarut polar dibandingkan pelarut nonpolar.
Penggunaan radiasi microwave banyak dilakukan untuk sintesis organik
karena keuntungannya yaitu hasil yang tinggi, waktu reaksi yang pendek, lebih
murah dan penelitian menjadi lebih mudah (Bhuiyan et al, 2012). Metode ini juga
efektif sebagai green chemistry karena dapat digunakan tanpa menggunakan
pelarut, sedikit menggunakan energi dan sedikit menghasilkan produk sampingan
(Chattha et al, 2008).
2.9. Kromatografi
Kromatografi adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses
migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih,
salah satu diantaranya bergerak secara kesinambungan dalam arah tertentu dan di
dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas yang disebabkan adanya
perbedaan dalam absorpsi, partisi kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion. Dengan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi
atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes, 1995).
2.9.1. Kromatografi Lapis Tipis
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, memiliki fase diam yang
berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang merupakan
pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler
pada pengembangan secara menaik atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembang menurun (Gandjar, 2007).
Prinsip dari KLT adalah melakukan pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbansi dan partisi, kemudian ditentukan oleh fase diam
(adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase
gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama sehingga
kecepatannya berbeda yang berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda sehingga
dapat terpisah. Kemudian Identifikasi dilakukan dengan menghitung nilai Rf :
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.15. Kromatografi lapis tipis (Gandjar, 2007)
Rf =
2.9.2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom digunakan untuk fraksinasi atau pemisahan ekstrak
kasar ataupun halus. Fraksinasi adalah upaya pemisahan setelah mendapatkan
ekstrak. Adsorben atau fase diam yang digunakan adalah silika dan fase gerak
berupa pelarut dengan berbagai kepolaran sesuai dengan ekstrak yang akan
difraksinasi. Untuk pemisahan kasar, fase diam umumnya terbuat dari serbuk
silika yang dimasukkan ke dalam kolom dengan dilarutkan terlebih dahulu dengan
pelarut organik atau serbuk kering. Sedangkan pemisahan halus biasanya
melibatkan fase diam nonpolar, contohnya sephadex. Penggunaan silika paling
banyak digunakan karena silika cukup cocok dengan kebanyakan metabolit
sekunder. Fase diam silika kaya dengan gugus silanol yang bersifat polar
sedangkan oksigen yang terikat oleh dua atom silika disebut siloksan
(Saifudin, 2014).
Kromatografi kolom menggunakan sistem yang bertekanan rendah terbuat
dari kaca yang dilengkapi dengan keran untuk megatur aliran pelarut dan ukuran
kolom juga beragam. Prinsipnya sampel yang akan dipisah diletakkan pada bagain
atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, logam atau plastik. Fase
gerak dibiarkan mengalir melalui kolom (aliran disebabkan oleh gaya berat atau
dorong oleh tekanan) senyawa akan mengalir dengan laju yang berbeda, memisah
dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Gritter, 1991).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.9.3. Kromatografi Gas
Kromatografi gas digunakan untuk pemisahan dan deteksi senyawa-
senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik
dalam suatu campuran. Sampel yang dianalisa dapat berupa padatan, cair dan gas.
Untuk sampel padat perlu dilakukan esktraksi atau dilarutkan ke dalam pelarut
sehingga dapat diinjeksikan kedalam kromatografi gas (Gandjar, 2007).
Prinsip dari kromatografi gas adalah teknik pemisahan sampel yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung rasio
distribusinya. Elusi yang terjadi berdasarkan peningkatan titik didih kecuali jika
ada interaksi khusus antara sampel dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas
akan mengelusi sampel dari kolom menuju detektor (Gandjar, 2007).
2.10. Spektroskopi Massa
Prinsip dasar metode ini adalah membuat suatu molekul netral menjadi
bermuatan sehingga mudah dideteksi. Sehingga mendapat informasi berat ion,
yang merupakan massa molekul isolat ditambah atau dikurangi sumber ion.
Metode ini dilakukan untuk mengetahui berat molekul. Beberapa metode dasar
cara ionisasi spektroskopi yaitu APCI (atmospheric pressure chemical ionization)
untuk senyawa yang cendrung polar, ESI (electro spray spectroscopy) untuk
senyawa yang kurang polar atau nonpolar dan FAB (fast atomic bombardment)
untuk molekul kecil namun memberikan fragmentasi yang tidak terkendali namun
berguna untuk elemen penyusun molekul. Metode ini juga memberikan informasi
pola fragmentasi yang digunakan untuk melihat perbedaan senyawa-senyawa
yang memiliki berat molekul sama atau perbedaan antar stereoisomer
(Saifudin, 2014).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.11. Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering
digunakan dalam analisa farmasi adalah spektrofotometri ultraviolet, cahaya
tampak, inframerah dan serapan atom (Depkes,1995).
2.11.1. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah metode pengukuran serapan radiasi
elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati
monokromatik yang diserap zat. Pada rentang 190 nm-380 nm termasuk daerah
UV dan rentang 380 nm-780 nm termasuk daerah cahaya tampak. Pada dasarnya
alat ini terdiri dari sumber sinar monokromator, tempat sel atau zat diperiksa,
detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat (Depkes, 1979). Jika pada
daerah UV dan cahaya tampak suatu senyawa tidak tampak maka kemungkinan
senyawa tersebut tidak memiliki gugus kromofor. Informasi ini berguna untuk
melakukan analisa kuantitatif (Saifudin, 2014).
2.11.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik
Alat ini digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan
sintetik yang baru, kemurnian dari komponen dan arah reaksi kimia yang
berhubungan dengan komponen dalam larutan yang dapat mengalami reaksi
kimia. Kelebihan dari alat ini yaitu dapat menentukann jumlah masing-masing
jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta mendapatkan informasi mengenai sifat
dasar dari lingkungan terdekat dari masing-masing jenis. Informasi yang sama
juga dapat ditentukan untuk inti karbon. Digunakan kombinasi dengan IR untuk
menentukan struktur molekul yang tidak diketahui (Pavia et al., 2008).
Komponen-komponen yang terdapat pada instrument NMR (Willard et al., 1988):
a. Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir.
b. Terdapat dua saluran frekuensi radio, yaitu untuk stabilitas medan/frekuensi
dan untuk memberikan frekuensi radio untuk energi penyinaran. Dan dapat
digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan.
c. Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling sampel dengan
frekuensi radio.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Detektor untuk memproses sinyal NMR.
e. Generator untuk menyapu bersih baik medan magnet maupun frekuensi
resonansi sampel.
f. Rekorder untuk menampilkan spektrum.
Urutan bekerja dengan metode NMR ada 2 yaitu dengan satu dimensi
terdiri dari H NMR dan C NMR masing-masing untuk menentukan jumlah
proton dan karbon serta basis lingkungan kimiawinya. Selanjutnya dengan dua
dimensi digunakan untuk menentukan secara detail lingkungan antar proton dan
karbon serta atom lain. Namun, tidak harus semua metode dilakukan karena
untuk senyawa yang sudah diketahui cukup dengan satu dimensi NMR yang
dibandingkan dengan literatur. Hanya senyawa baru saja yang memerlukan
semua data dua dimensi secara detail (Saefudin, 2014).
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1. Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Obat dan Pangan Halal,
Laboratorium Kimia Obat dan Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.1.2. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai September
2016
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Spektrofotometri 1H-NMR dan 13C-NMR (500 MHz, JEOL), vacuum
rotary evaporator (SB-1000 Eyela), GCMS (Agilnet Technologies), Microwave
Oven (SAMSUNG), Oven, lemari pendingin, plat aluminium TLC silica gel 60
F254 (Merck), vortex, chamber, hotplate, termometer, timbangan analitik, corong,
gelas kimia, erlemeyer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, magnetik stirer, gelas
ukur, kertas saring, pipet tetes, kapas, spatula, batang pengaduk, aluminium foil,
lumpang dan alu, kromatografi kolom, vial dan botol.
3.2.2. Bahan
Senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur, natrium
hidroksida (Merck), etanol absolut (Merck), kalsium nitrat tetrahidrat (Merck),
asam asetat glasial (Merck), asetofenon (Merck), aquades, n-heksan, etil asetat,
dan HCl.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat dari Kencur
Sampel kencur yang diperoleh dari kebun BALITTRO (Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat) di daerah Sukabumi, Jawa Barat dideterminasi di
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, Bogor. Sebanyak 5,5 kg kencur
dilakukan sortasi basah dengan air mengalir, kemudian dirajang tipis lalu dijemur
selama satu minggu hingga kering tanpa terkena sinar matahari langsung. Sampel
kencur sebanyak 797 g yang telah kering dihaluskan menggunakan blender,
kemudian dimaserasi selama 5 hari menggunakan pelarut n-heksan sebanyak
1,5 L yang telah didestilasi, setelah 5 hari sampel kencur disaring menggunakan
kertas saring whatman untuk mendapatkan filtrat dan ampas. Ampas sampel
kencur diremaserasi dengan pelarut n-heksan. Sedangkan, filtrat sampel kencur
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator, kemudian filtrat yang berwarna
coklat pekat tersebut didiamkan hingga membentuk kristal.
Kristal berwarna kecoklatan yang terbentuk disaring dengan kertas saring
whatman selama satu hari, untuk memisahkan kristal dan fase cair yang tidak
membentuk kristal. Kristal yang masih berwarna kecoklatan kemudian
dimurnikan dengan pelarut n-heksan dan direkristalisasi dengan melarutkan kristal
di dalam pelarut n-heksan dengan beberapa tetes metanol hingga terbentuk kristal
berwarna putih setelah dibiarkan menguap pada suhu kamar (Afrizal et al, 1999).
Kristal yang terbentuk didapat sebanyak 40,95562 g kemudian dihitung rendemen
dan dicek dengan KLT.
3.3.2. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat (EPMS) Menjadi
Asam p-metoksisinamat (APMS) (Mufidah, 2014 dengan modifikasi)
Sebanyak 1,5 g NaOH sebagai katalis basa dilarutkan di dalam erlemeyer
bertututp dengan etanol absolut sebagai pelarut sebanyak 100 mL dengan
pengadukan menggunakan magnetic stirer, kemudian tambahkan senyawa EPMS
sebanyak 5 g ke dalamnya, pengadukan dilakukan secara terus menerus dengan
pemanasan 60oC selama 3 jam di atas hot plate hingga terbentuk cairan yang
berwarna putih. Hasil reaksi ditambahkan aquades 1000 mL dan didapatkan
larutan dengan pH 13 dan tambahkan HCl 15% hingga membentuk endapan
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
APMS dan pH larutan mencapai 4 ditandai dengan tidak terbentuk endapan lagi.
Aquades ditambahkan untuk melarutkan garam yang terbentuk setelah
penambahan HCl 15%, karena setelah penambahan HCl akan terbentuk produk
sampingan berupa garam NaCl hasil dari penarikan Na+ oleh HCl 15% untuk
membentuk asam. Endapan yang didapat kemudian disaring menggunakan kertas
saring whatman dan dikeringanginkan di suhu ruang selama 5 hari, setelah itu
ditimbang. Reaksi ini menghasilkan serbuk asam p-metoksisinamat sebanyak
4,1152 g kemudian dihitung rendemennya dan dicek dengan KLT.
3.3.3. Oksidasi APMS (Bose et al, 2006 dengan modifikasi)
Sebanyak 2 g APMS ditambahkan 5 g Ca(NO3)2 sebagai oksidator di
dalam gelas beaker, kemudian tambahkan asam asetat glasial sebanyak 10 mL
sebagai katalis, aduk hingga larut. Gelas beaker yang berisi campuran senyawa
tersebut, kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diiradiasi menggunakan
microwave dengan daya 300 watt selama 2 menit. Setelah reaksi dilakukan,
sesegera mungkin dicampur dalam aquades dingin sebanyak 10 mL untuk
menghindari produk aldehid rusak dan kemudian dipartisi menggunakan n-heksan
sebanyak 10 mL. Fase aquades yang masih tersisa pada fase n-heksan dikeringkan
dengan Na2SO4, kemudian dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator
dan didapatkan hasil berupa minyak berwarna kuning yang ketika didiamkan akan
berubah menjadi serbuk berwarna kuning sebanyak 158 g. Hasil reaksi tersebut
dicek dengan KLT dan dihitung rendemennya. Reaksi ini menghasilkan serbuk
4-metoksibenzaldehid.
3.3.4. Optimasi Metode Kondensasi Aldol (Shakil et al, 2014 dengan
modifikasi)
Sebelum dilakukan reaksi metode kondensasi aldol, perlu dilakukan
optimasi untuk mendapatkan kondisi yang optimal ketika akan dilakukan reaksi.
Optimasi dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 116,504 µL (1 mmol)
asetofenon dan sebanyak 136 mg (1 mmol) 4-metoksibenzaldehid ditambahkan
dalam 5 mL larutan NaOH 5% di dalam tabung reaksi bertutup. Tabung reaksi
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bertutup yang berisi campuran senyawa tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam
microwave untuk dilakukan optimasi daya dan waktu :
Daya : 300 watt, 450 watt, dan 600 watt.
Waktu : 15 menit, 20 menit, dan 25 menit.
Setiap selang waktu 30 detik campuran tersebut didinginkan di dalam air
dingin. Hasil reaksi dicampur dalam aquades dingin sebanyak 10 mL dan HCl
dingin sebanyak 5 mL untuk dinetralkan, kemudian dipartisi dengan 10 mL etil
asetat. Fase etil asetat diambil dan selanjutnya dievaporasi dengan vacuum rotary
evaporator. Hasil reaksi tersebut dicek dengan menggunakan KLT.
3.3.5. Kondensasi Aldol 4-metoksibenzaldehid dan Asetofenon (Shakil et al,
2014 dengan modifikasi)
Berdasarkan hasil optimasi, dilakukan reaksi kondensasi aldol
4-metoksibenzaldehid dan asetofenon. Reaksi dilakukan dengan mencampurkan
sebanyak 116,504 µL (1 mmol) asetofenon dan sebanyak 136 mg (1 mmol)
4-metoksibenzaldehid ditambahkan dalam 5 mL larutan NaOH 5% sebagai katalis
pembentuk ion enolat di dalam erlemyer bertutup. Erlemeyer yang berisi
campuran senyawa tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam microwave untuk
direaksikan. Reaksi dilakukan dengan daya 600 watt selama 7 menit, setiap selang
waktu 30 detik campuran tersebut didinginkan di dalam air dingin. Hasil reaksi
dicampur dalam aquades dingin sebanyak 10 mL dan HCl dingin sebanyak 5 mL
untuk dinetralkan, kemudian dipartisi dengan 10 mL etil asetat. Fase etil asetat
diambil dan selanjutnya dievaporasi dengan vacuum rotary evaporator. Hasil
reaksi tersebut dicek dengan menggunakan KLT. Hasil dapat dimurnikan dengan
kromatografi kolom menghasilkan kristal kekuningan. Reaksi ini menghasilkan
kristal trans-4-metoksikalkon.
3.3.6. Identifikasi Senyawa
a) Identifikasi Organoleptis
Senyawa murni dan senyawa hasil modifikasi diidentifikasi
organoleptisnya mulai dari warna, bentuk dan aroma.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b) Pengukuran Titik Leleh
Senyawa hasil modifikasi diidentifikasi titik lelehnya dengan alat
apparatus melting point.
c) Identifikasi Senyawa dengan KLT
Dilarutkan sedikit asetofenon, EPMS standar, APMS,
4-metoksibenzaldehid dan produk hasil modifikasi dalam vial terpisah, dengan
eluen etil asetat : n-heksan dalam perbandingan 1 : 4, totolkan senyawa yang akan
diuji di plat KLT. Kemudian dilihat menggunakan UV pada panjang gelombang
254 nm.
d) Identifikasi Senyawa dengan GCMS
Menggunakan kolom HP-5MS (30 m x 0,25 mm ID x 0,25 µm); suhu awal
70oC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285oC dengan kecepatan 20oC/min
selama 20 menit. Suhu MSD 285oC. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split
1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yaitu 35 sampai
yang paling tinggi 550 (Umar et al, 2012).
e) Identifikasi Senyawa dengan 1H-NMR dan 13C-NMR
Senyawa hasil modifikasi (kira-kira 10 mg), dilarutkan dalam pelarut
kloroform bebas proton (khusus NMR). Setelah larut, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung khusus NMR yang kemudian dianalisis.
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dimulai dengan isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dari
rimpamg kencur, kemudian dilakukan uji pendahuluan modifikasi kondensasi ester
senyawa EPMS dengan asetofenon. Hasil dari uji pendahuluan (lampiran 4)
menunjukkan senyawa EPMS tidak bisa langsung direaksikan dengan asetofenon,
sehingga perlu dilakukan modifikasi senyawa EPMS menjadi bentuk senyawa
4-metoksibenzaldehid supaya dapat direaksikan dengan asetofenon secara
kondensasi aldol. Penelitian ini dilakukan hanya sampai mendapatkan metode
untuk menghasilkan senyawa hasil modifikasi dan melakukan identifikasi, karena
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan metode cukup lama, maka uji secara
in vitro tidak dilakukan.
4.1. Isolasi Etil p-Metoksisinamat
4.1.1. Hasil Determinasi
Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang
digunakan. Tumbuhan kencur yang digunakan dideterminasi di Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
sampel kencur yang digunakan adalah spesies Kaempferia galangal L. Sertifikat
hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 3.
4.1.2. Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat
Senyawa etil p-metoksisinamat diisolasi dari tumbuhan kencur sebanyak 5
kg melalui beberapa tahap. Tumbuhan kencur disortasi basah terlebih dahulu untuk
membersihkannya dari tanah dan kotoran lainnya, kemudian dilakukan perajangan
menjadi irisan tipis untuk membantu proses pengeringan. Simplisia kering yang
dihasilkan sebanyak 797 g, kemudian dilakukan maserasi dengan pelarut n-heksan
lalu disaring, filtrat yang berwarna kuning kemudian dipekatkan dengan vacuum
rotary evaporator. Filtrat didiamkan pada suhu kamar hingga menghasilkan kristal
kuning. Kristal kuning yang diperoleh kemudian direksritalisasi untuk
memurnikannya dari pengotor yang terdapat pada kristal.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan kembali kristal EPMS dalam pelarut
n-heksan, tambahkan beberapa tetes methanol untuk melarutkan pengotor hingga
menghasilkan kristal berwarna putih (gambar 4.1).
Gambar 4.1. Krsital senyawa etil p-metoksisinamat.
Setelah itu, dilakukan KLT untuk memastikan hanya terdapat satu spot senyawa
murni, eluen yang digunakan n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1 dan
untuk memastikan lagi dilakukan analisa dengan GCMS (hasil KLT dan GCMS
dapat dilihat pada lampiran 5). Hasil reksristalisasi ini kemudian dihitung
rendemennya.
% rendemen = 40,95562 𝑔𝑟𝑎𝑚
797 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100% = 5,13%.
Rendemen yang didapat hanya 5,13% karena terdapat sampel yang
tertinggal ketika dilakukan proses maserasi, penyaringan yang berkali-kali dan
rekristalisasi hingga mendapatkan kristal murni berwarna putih.
4.2. Modifikasi Senyawa Etil p-Metoksisinamat dengan Reaksi Hidrolisis
Hidrolisisi adalah transformasi kimia dimana molekul organik berupa RX
akan beraksi dengan air menghasilkan sebuah struktur dengan ikatan kovalen OH
dan reaksi dapat terjadi dengan katalis asam atau basa (Larson and Weber, 1994).
Reaksi hidrolisis dilakukan dengan melarutkan sebanyak 1,5 gram NaOH sebagai
katalis di dalam etanol pro analisa sebagai pelarut dengan pengadukan. Kemudian
tambahkan senyawa EPMS sebanyak 5 gram ke dalamnya dan dilakukan
pengadukan secara terus menerus dengan pemanasan 60oC selama tiga jam.
Pemanasan digunakan untuk mempercepat waktu reaksi (Aulia, 2015). Mekanisme
reaksi hidrolisis disebabkan oleh protonasi pada karbonil oksigen sehingga
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari
karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan
nukleofilik OH (Larson dan Weber, 1994).
Gambar 4.2. Reaksi hidolisis senyawa etil p-metoksisinamat.
Monitor hasil reaksi dengan KLT dilakukan untuk melihat apakah reaksi
terjadi dengan sempurna, ditandai dengan tidak terdapat senyawa EPMS. Eluen
yang digunakan n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1.
Keterangan gambar :
A : Senyawa APMS.
B : Etil p-metoksisinamat.
Gambar 4.3. KLT senyawa APMS.
Hasil reaksi kemudian ditambahkan aquades sehingga pH menjadi 13,
tambahkan HCl 15% untuk mengikat Na+ hingga pH menjadi 4 dan tidak terbentuk
endapan putih lagi (Mufidah, 2014). Hasil reaksi kemudian disaring dengan kertas
B
A
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
saring dan dikeringanginkan sehingga membentuk residu berwarna
putih.Rendemen hasil reaksi hidrolisis yang didapat sebanyak berikut :
% rendemen hidrolisis = 4,1152 𝑔𝑟𝑎𝑚
5 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100% = 82,304 %.
4.3. Oksidasi Asam p-metoksisinamat
Secara umum oksidasi adalah reaksi yang menyebabkan kehilangan
elektron, dimana agen pengoksidasi mendapatkan elektron dan dinamakan
elektrofil (Larson dan Weber, 1994). Produk oksidasi yang berupa aldehid didapat
dari reaksi antara senyawa alkena yang mempunyai satu hidrogen yang terikat
padanya dan oksidator melalui reaksi oksidasi pemecahan alkena (cleavage)
(Fessenden dan Fessenden, 1982), agen oksidator yang digunakan harus berupa
oksidator kuat agar ikatan rangkap C=C dapat dipecah (McMurry, 2008). Reaksi
oksidasi dilakukan dengan menambahkan 2 gram Asam p-metoksisinamat sebagai
senyawa alkena yang mempunyai satu hidrogen yang terikat dan 5 gram Ca(NO3)2
sebagai oksidator ke dalam larutan asam asetat glasial sebanyak 10 mL, aduk
hingga larut, kemudian diiradiasi menggunakan microwave 300 watt selama
2 menit.
Gambar 4.4. Reaksi oksidasi asam p-metoksisinamat.
Setelah reaksi, sesegera mungkin dicampur dalam aquades dingin untuk
menghindari aldehid teroksidasi dan kemudian dipartisi menggunakan n-heksan
untuk menarik aldehid. Lapisan n-heksan dikeringkan dengan Na2SO4 untuk
menarik sisa aquades dan kemudian dievaporasi dan didapatkan hasil berupa
minyak berwarna kuning yang akan berubah menjadi serbuk. Hasil reaksi di cek
dengan KLT menggunakan eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan gambar :
A : Senyawa 4-metoksibenzaldehid
B : Asam p-metoksisinamat.
Gambar 4.5. KLT senyawa 4-metoksibenzaldehid.
Hasil reaksi kemudian ditimbang dan didapatkan rendemen sebanyak
berikut :
%rendemen = 158 𝑚𝑔
2000 𝑚𝑔 x 100 % = 7,9%.
4.4. Kondensasi Aldol 4-metoksibenzaldehid dan Asetofenon
Kondensasi aldol dapat terjadi bila suatu aldehid direaksikan dengan basa
seperti NaOH dalam-air, ion enolat yang terjadi dapat bereaksi pada gugus karbonil
dari molekul lain. Kondensasi aldol yang digunakan pada penelitian kali ini adalah
reaksi kondensasi aldol silang yaitu suatu reaksi yang dapat terjadi antara suatu
aldehid tanpa hidrogen α dengan suatu aldehid atau suatu senyawa karbonil yang
memiliki hidrogen α. Senyawa karbonil yang memiliki hidrogen α akan
membentuk ion enolat yang kemudian dapat menyerang aldehid yang tidak
memiliki hidrogen α sehingga terbentuk senyawa target (Fessenden dan Fessenden,
1982).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.6. Mekanisme reaksi 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon.
Tujuan reaksi kondensasi adalah untuk menambahkan benzene dari
asetofenon yang memiliki hidrogen α sehingga dapat membentuk ion enolat karena
basa NaOH 5% ke senyawa 4-metoksibenzaldehid sehingga didapat molekul besar
dengan dua benzen. Senyawa target yang dihasilkan diharapkan memiliki aktivitas
antiinflamasi seperti turunan asam arilasetat contohnya ketoprofen dan fenoprofen
yang memiliki dua benzen (Siswandono, 2008). Pada awalnya dilakukan optimasi
yang dilakukan di dalam tabung reaksi bertutup (gambar pada lampiran 6.a.) dengan
perbandingan asetofenon dan 4-metoksibenzaldehid 1:1 dan yang membedakan
adalah daya dan lama waktu reaksi.
4.4.1. Hasil Optimasi 300 watt
Berdasarkan hasil KLT 300 watt (gambar 4.7) belum menunjukkan adanya
perubahan pada spot. Spot yang dihasilkan masih didominasi oleh spot asetofenon
dan 4-metoksibenzaldehid. Namun perubahan warna (gambar 4.8) sudah kelihatan
dibandingkan sebelum dilakukan reaksi (gambar sebelum reaksi pada lampiran 6.a.)
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan semakin pekat dengan lamanya waktu reaksi sehingga perlu dilakukan
penambahan waktu reaksi.
Keterangan KLT :
A: 15 menit; B: 20 menit; C: 25 menit; D: APMS;
E: 4-metoksibenzaldehid; F: Asetofenon.
Gambar 4.7. Hasil KLT reaksi dengan daya 300 watt.
Keterangan gambar dari kiri ke kanan : hasil reaksi 15 menit, hasil reaksi 20
menit, hasil reaksi 25 menit.
Gambar 4.8. Hasil reaksi dengan daya 300 watt.
4.4.2. Hasil Optimasi 450 watt
Berdasarkan gambar 4.9 hasil reaksi dengan daya 450 watt selama
25 menit sudah menunjukkan adanya spot baru di bawah spot
4-metoksibenzaldehid, hal ini menunjukkan bahwa sudah terbentuk produk dari
hasil reaksi asetofenon dan 4-metoksibenzaldehid. Hasil reaksi juga menunjukkan
perubahan warna yang semakin pekat (gambar 4.10).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan KLT :
A: 15 menit; B: 20 menit; C: 25 menit; D: APMS;
E: 4-metoksibenzaldehid; F: Asetofenon.
Gambar 4.9. Hasil KLT reaksi dengan daya 450 watt.
Keterangan gambar dari kiri ke kanan : hasil reaksi 15 menit, hasil reaksi 20
menit, hasil reaksi 25 menit.
Gambar 4.10. Hasil reaksi dengan daya 450 watt.
4.4.3. Hasil Optimasi 600 watt
Optimasi terakhir pada daya 600 watt memperlihatkan hasil KLT dengan
spot di bawah 4-metoksibenzaldehid yang semakin jelas pada lama waktu reaksi 25
menit (gambar 4.11). Hal ini juga memperlihatkan hasil reaksi yang lebih pekat
dibandingkan hasil reaksi sebelumnya (gambar 4.12).
A
B
C
D
E
F
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan KLT :
A: 15 menit; B: 20 menit; C: 25 menit; D: APMS;
E: 4-metoksibenzaldehid; F: Asetofenon.
Gambar 4.11. Hasil KLT reaksi dengan daya 600 watt.
Keterangan gambar dari kiri ke kanan : hasil reaksi 15 menit, hasil reaksi 20
menit, hasil reaksi 25 menit.
Gambar 4.12. Hasil reaksi dengan daya 600 watt.
Berdasarkan data optimasi yang diperoleh reaksi menggunakan 600 watt
dengan selang waktu dimasukkan ke dalam air dingin setiap 30 detik dilakukan
selama 25 menit membentuk spot yang lebih tebal dan terlihat jelas perbedaan
spotnya dengan spot 4-metoksibenzaldehid jika dibandingkan dengan hasil
optimasi lainnya. Namun, pada hasil optimasi tersebut masih terdapat banyak
asetofenon dan 4-metoksibenzaldehid (hasil GCMS pada lampiran 7). Percobaan
selanjutnya, reaksi dilakukan di dalam erlemeyer (lihat lampiran 6.b.), dengan
A
B
C
D
E
F
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
metode yang sama. Percobaan ini menghasilkan satu spot tunggal pada KLT
(gambar 4.13) hanya dalam waktu 7 menit dan memiliki hasil GCMS yang lebih
baik (lampiran 8). Oleh karena itu, metode ini yang digunakan untuk mendapatkan
hasil yang optimal.
Keterangan KLT :
A: 7 menit dengan erlemeyer; B: 25 menit dengan tabung reaksi bertutup;
C: 4-metoksibenzaldehid; D: Asetofenon.
Gambar 4.13. Perbandingan hasil KLT reaksi dengan daya 600 watt.
Reaksi kondensasi aldol silang dilakukan dengan menambahkan
116,504 µL asetofenon sebagai senyawa karbonil yang memiliki hidrogen α dan
136 mg 4-metoksibenzaldehid sebagai senyawa aldehid tanpa hidrogen α.
Kemudian dilarutkan ke dalam 5mL larutan NaOH 5% sebagai katalisator. Setelah
itu, diiradiasi menggunakan microwave dengan daya 600 watt selama 7 menit
dengan setiap selang waktu 30 detik campuran tersebut didinginkan di dalam air
dingin untuk menghindari hangus ketika direaksikan. Penggunaan microwave pada
reaksi ini, dilakukan untuk mempersingkat waktu, penelitian menjadi lebih mudah,
dan produk yang dihasilkan selektif (Shakil et al, 2014). Hasil reaksi dicampur di
dalam aquades dingin dan HCl dingin untuk menetralkan hasil reaksi. Kemudian
dipartisi dengan etil asetat untuk menarik senyawa hasil reaksi. Lapisan etil asetat
diambil dan selanjutnya dievaporasi. Hasil reaksi dicek mengguanakn KLT dan
GCMS kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom karena masih terdapat
beberapa pengotor.
Hasil pemurnian kemudian ditimbang dan didapatkan rendemen sebanyak
%rendemen = 62,059 𝑚𝑔
136 𝑚𝑔 x 100% = 45,631 %.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5. Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi
4.5.1. Senyawa Hasil Hidrolisis
Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat menjadi Asam
p-metoksisinamat memiliki karakteristik berikut :
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Bentuk : serbuk
Gambar 4.14. Serbuk APMS.
Senyawa APMS memiliki titik leleh 170-173oC, untuk penyimpanan
sebaiknya hindari dari cahaya dan panas, senyawa ini inkompatibel dengan
oksidator (www.TCIchemicals.com).
Elusidasi setruktur senyawa hasil hidrolisis hanya dilakukan dengan GCMS
karena senyawa asam p-metoksisinamat adalah senyawa antara untuk dilakukan
reaksi lanjutan yaitu reaksi oksidasi alkena. Hasil interpretasi MS (gambar 4.15)
menunjukkan bahwa senyawa hasil hidrolisis muncul pada waktu retensi 9,651
dengan berat molekul 178,0 serta fragmentasi massa 161; 133; 118;107; 89; 77 dan
63 (hasil GC dapat dilihat pada lampiran 9). Berikut fragmentasi senyawa hasil
hidrolisis etil p-metoksisinamat :
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.15. Pola fragmentasi senyawa hasil hidrolisis EPMS dari GCMS.
Gambar 4.16. Fragmentasi senyawa hasil hidrolisis EPMS.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa senyawa hasil
hidrolisis adalah senyawa Asam p-metoksisnamat
Gambar 4.17. Struktur senyawa asam p-metoksisinamat.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.2. Senyawa Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat
Senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat menjadi
4-metoksibenzaldehid memiliki karakteristik sebagai berikut :
Warna : kuning
Bau : tidak berbau
Bentuk : serbuk
Gambar 4.18. Serbuk senyawa 4-metoksibenzaldehid.
Senyawa 4-metoksibenzaldehid memiliki titik didih 247-249oC, dengan pH
7, senyawa ini inkompatibel pada bahan oksidator, asam dan basa
(www.midlandsci.com).
Analisis senyawa hasil hidrolisis hanya dilakukan dengan GCMS karena
senyawa 4-metoksibwnzaldehid adalah senyawa antara untuk dilakukan modifikasi
struktur dengan reaksi kondensasi aldol. Hasil interpretasi MS (gambar 4.19)
menunjukkan bahwa senyawa hasil oksidasi alkena muncul pada waktu retensi
6,657 dengan berat molekul 136,0 serta fragmentasi massa 119; 107; 92; 77 dan 63
(hasil GC dapat dilihat pada lampiran 10). Berikut fragmentasi senyawa hasil
oksidasi asam p-metoksisinamat :
Gambar 4.19. Pola fragmentasi senyawa hasil oksidasi APMS dari GCMS.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.20. Fragmentasi senyawa hasil oksidasi APMS.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa senyawa hasil
oksidasi alkena adalah senyawa 4-metoksibenzaldehid.
Gambar 4.21. Struktur senyawa 4-metoksibenzaldehid.
4.5.3. Senyawa Hasil Kondensasi Aldol 4-metoksibenzaldehid dan
Asetofenon
Senyawa hasil reaksi kondensasi aldol 4-metoksibenzaldehid dan
asetofenon memiliki karakteristik sebagai berikut :
Warna : putih kekuningan
Bau : khas
Bentuk : kristal
Gambar 4.22. Krsital senyawa trans-4-metoksikalkon.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nilai Rf yang diadapat dengan KLT, menggunakan eluen n-heksan : etil
asetat dalam perbandingan 4 banding 1 (gambar 4.23).
Keterangan KLT :
A: Asetofenon; B: EPMS ;C: APMS; D: 4-metoksibenzaldehid;
E: senyawa hasil reaksi
Gambar 4.23. Hasil KLT reaksi dengan eluen n-heksan:etil asetat dengan
perbandingan 4:1.
Nilai Rf :
Asetofenon : 0,675 4-metoksibenzaldehid : 0,55
EPMS : 0,625 hasil reaksi kondensasi : 0,575
APMS : 0,1
Berdasarkan nilai Rf, dapat diketahui tingkat kepolaran senyawa hasil
modifikasi. Asetofenon dan EPMS memiliki nilai Rf yang tinggi menunjukkan
bahwa kedua senyawa ini polaritasnya rendah, kemudian nilai Rf senyawa hasil
modifikasi dan 4-metoksibenzaldehid yang tidak begitu jauh dengan nilai Rf
asetofenon dan EPMS menunjukkan bahwa kedua senyawa ini memiliki polaritas
rendah namun masih di bawah asetofenon dan EPMS. Gugus etil dan ester pada
EPMS diganti dengan keton dan benzen pada senyawa hasil modifikasi membuat
senyawa hasil modifikasi kepolarannya meningkat, sedangkan, APMS memiliki
nilai Rf yang paling rendah karena terdapat gugus hidroksi (OH) yang membuat
APMS lebih polar dibandingkan senyawa lainnya.
Pengukuran titik leleh dilakukan dengan alat apparatus melting point
menghasilkan titik leleh dengan rentang 73-76o C.
A
B
C
D
E
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Elusidasi struktur senyawa hasil modifikasi dilakukan dengan
menggunakan GCMS dan NMR. Elusidasi senyawa trans-4-metoksikalkon
dilakukan menggunakan GCMS. Hasil interpretasi MS (gambar 4.24) menunjukkan
bahwa senyawa hasil kondensasi aldol muncul pada waktu retensi 12,616 dengan
berat molekul 238,1 serta fragmentasi massa 207; 161; 133; 108; 77 dan 51(hasil
GC dapat dilihat pada lampiran 11). Berikut fragmentasi senyawa hasil kondensasi
aldol antara 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon :
Gambar 4.24. Pola fragmentasi senyawa hasil kondensasi aldol
4-metoksibenzaldehid dan asetofenon dari GCMS.
Gambar 4.25. Fragmentasi senyawa hasil kondensasi aldol
4-metoksibenzaldehid dan asetofenon.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil interpretasi GCMS selanjutnya dikonfirmasi dengan analisa 1H NMR.
Interpretasi analisa NMR berupa pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm (Pavia et
al, 2008). Hasil analisis senyawa dengan 1H NMR (lampiran 13) ditunjukkan pada
table 4.1.
Tabel 4.1. Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa hasil
kondensasi (CD3OD, 500MHz)
Etil p-metoksisinamat (Mufidah,
2014)
Senyawa hasil reaksi kondensasi
Posi
si
Pergeseran kimia (δ, ppm) Posisi Pergeseran kimia (δ, ppm)
14 1,33 (t, 3H, J = 7,15) - -
13 4,25 (q, 2H, J = 7,15) - -
7 3,82 (s, 3H) 7 3,84 (s, 3H)
10 6,31 (d, 1H, J = 15,6) 10 7,4 (d,1H, J = 15,6)
9 7,65 (d, 1H, J = 16,25) 9 7,8 (d, 1H, J = 15,55)
1&5 6,90 (d, 2H, J = 9,05) 1&5 6,90 (d, 2H, J = 9,7)
2&4 7,47 (d, 2H, J = 8,45) 2&4 7,5 (d, 2H, J = 7,8)
- - 17 7,57 (td, 1H, J = t:1,9;
d:7,75)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- - 16&18 7,6 (td, 2H, J = t:3,25; d:9,75)
- - 14&15 8 (d, 2H, J= 7,15)
Interpretasi senyawa hasil kondensasi dilakukan dengan membandingkan
senyawa hasil interpretasi NMR pada senyawa etil p-metoksisinamat (lampiran 14)
pada penelitian Mufidah (2014) dengan data NMR senyawa hasil kondensasi.
Berdasarkan data tabel di atas, pergeseran kimia pada 1,33 ppm dan 4,25 ppm sudah
tidak ada, hal ini menandakan bahwa senyawa hasil kondensasi sudah tidak
memiliki gugus ester dan struktur EPMS berhasil dimodifikasi dengan reaksi
kondensasi aldol. Pada pergeseran 3,8 ppm terbentuk singlet yang memiliki
integrasi 3 proton dengan sinyal yang lebih downfield menunjukkan CH3 pada
metoksi (-OCH3). Selanjutnya, pada pergeseran kimia 7,4 ppm (1H) dan 7,8 ppm
(1H) berbentuk doublet dengan konstanta kopling masing-masing 15,6 Hz dan
15,55 Hz yang menandakan bahwa kedua pergeseran kimia ini saling berhubungan.
Pergeseran kimia ini sama dengan H-NMR EPMS pada pergeseran kimia 6,31 ppm
(1H) dan 7,65 ppm (1H) yang berbentuk doublet dengan konstanta kopling masing-
masing 15,6 Hz dan 16,25 Hz. Sinyal tersebut menunjukkan adanya gugus olefin
pada masing-masing senyawa. Kemudian pada pergeseran kimia 6.90 (2H) ppm
dan 7,5 (2H) ppm dengan konstanta kopling masing-masing 9,7 Hz dan 7,8 Hz
keduanya berbentuk doublet. Sinyal ini sama dengan hasil NMR EPMS pada
pergeseran kimia 6.90 ppm (2H) dan 7,47 ppm (2H) dengan konstanta kopling
masing-masing 9,05 Hz dan 8,45 Hz. Pola ini menunjukkan adanya 2 proton yang
ekivalen terpengaruh secara orto dengan 2 proton ekivalen lainnya pada benzen
dengan dua subtitusi yaitu pada posisi H1/5 dan H2/4. Senyawa hasil reaksi
memiliki tambahan benzen yang tidak dimiliki oleh senyawa EPMS pada
pergeseran kimia 7,57 ppm; 7,6 ppm dan 8 ppm. Pada pergeseran kimia 7,57 (1H)
ppm berbentuk triplet of doublet dengan konstanta kopling triplet 1,9 Hz
menunjukkan adanya pengaruh dari proton pada posisi meta dan doublet 7,75 Hz
yang menunjukkan adanya pengaruh dari proton pada posisi orto. Sinyal ini
membentuk posisi 17. Selanjutnya, pada pergeseran kimia 7,6 (2H) ppm berbentuk
triplet of doublet dengan konstanta kopling triplet 3,25Hz menunjukkan adanya
pengaruh proton di posisi meta dan doublet 9,75Hz yang menunjukkan adanya
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengaruh dari proton pada posisi orto, dua proton yang ekivalen terbentuk dari
sinyal ini adalah pada posisi 16 dan 18. Terakhir, pada pergeseran kimia 8 (2H)
ppm berbentuk doublet dengan konstanta kopling 7,15 Hz yang terbentuk dari
pengaruh proton diposisi orto, dua proton yang ekivalen terbentuk dari sinyal ini
adalah pada posisi 14 dan 15.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa senyawa hasil
kondensasi aldol 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon adalah senyawa
trans-4 metoksikalkon.
Senyawa yang dihasilkan merupakan senyawa kelas kalkon yang termasuk
golongan flavonoid (Nowakowska, 2007). Flavonoid memiliki aktifitas sebagai
antioksidan, anti-inflamasi dan antikarsinogenik yang telah diteliti sebagai
chemopreventive pada terapi kanker manusia ( Silva et al., 2013). Senyawa kalkon
sendiri, memiliki banyak manfaat termasuk sebagai anti-inflamasi, antimikroba,
antijamur, antioksidan, sitotoksik, antitumor dan antikanker (Nowakowska, 2007).
Gambar 4.26 Struktur senyawa trans-4-metoksikalkon
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat yang telah dihidrolisis dan
dioksidasi dapat bereaksi dengan asetofenon menggunakan iradiasi microwave
dengan daya 600 watt selama 7 menit, menghasilkan senyawa
trans-4-metoksikalkon (BM 238). Hal ini berdasarkan pada hasil interpretasi data
GCMS dan H-NMR yang menunjukkan adanya penambahan benzen pada
pergeseran kimia 7,57 ppm; 7,6 ppm dan 8ppm.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisa HSQC (Hetero Single Quantum Coherence
Spectroscopy) pada senyawa hasil modifikasi untuk menentukan letak karbon
pada senyawa tersebut.
2. Modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dapat dikembangkan lagi
pada penelitian selanjutnya, misalnya adanya penambahan pada gugus ester.
3. Perlu dilakukan uji aktivitas secara in vitro untuk melihat hubungan struktur
dan aktivitas senyawa hasil modifikasi untuk penelitian lebih lanjut.
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
4-Methoxybenzaldehyde. www.midlandsci.com (diakses tanggal 30 September
2016).
4-Methoxycinnamic Acid. www.TCIchemicals.com (diakses tanggal 30 September
2016).
Afrizal, Fahmi et al. 1999. Sintesis Isoanil Trans-p-metoksisinamat dari
Etil Trans-p-metoksisinamat. Jurnal Kimia Andalas. Vol.5 (2): 75-79.
Ali, Mohammad Shawkat et al. 2015. Study of Sedative Activity of Different Extract
of Kaempferia galanga in Swiss Albino Mice. Research Article of BioMed
Central Complementary and Alternative Medicine (2015) 15:158.
Aulia, Nova Sari. 2015. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui
Proses Nitrasi Dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai
Antiinflamasi. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil)
Akrilamida dari Etil p-metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara : Medan.
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-metoksisinamant yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia Galanga, Linn).Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara : Medan.
Bhuiyan, Hossain et al. 2012. Microwave-assisted Efficient Synthesis of Chalcones
as Probes for Antimicrobial Activities. Chemistry Journal 3(2) : 2465-2479.
Bose, K ajay et al. 2006. Cold Microwave Chemistry: Synthesis Using Pre-Cooled
Reagents.Tetrahedron Letters 47 (2006) 3213-3215.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BPOM RI. 2014. Kebun Tanaman Obat Badan POM RI.
Chattha, Fauzia Anjum et al. 2008. A Revisit of Pechmann Reaction Under
Microwave Radiation. Indo. J. Chem., 2008, 8 (1), 94-96.
Depatemen Kesehatan RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Pemanfaatan Tanaman Obat Edisi III. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
Ekowati, Juni et al. 2015. Ethyl p-methoxycinnamate From Kaempferia galanga
Inhibits Angiogenesis Through Tyrosine Kinase. Universa Medicina.
Vol. 34 – No. 1.
Fessenden R.J. dan J. Fessenden 1982. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1.
Erlangga: Jakarta.
Fessenden R.J. dan J. Fessenden 1982. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Erlangga : Jakarta.
Ethyl 4-methoxycinnamate. www.TCIchemicals.com (diakses tanggal 30
September 2016).
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisa. Pustaka
Pelajar : Yogyakarta.
Gedye, Richard N. et al. 1987. The Rapid Synthesis of Organic Compounds in
Microwave Ovens. CAN. J. CHEM. Vol. 66. 1988.
Gholib, Djaenudin. 2009. Daya Hambat Ekstrak Kencur (Kaempferia galangal L.)
Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans
Jamur Penyebab Penyakit Kurap Pada Kulit dan Penyakit Paru. Balai
Besar Penelitian Veteriner.
Griter. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB : Bandung.
Kencur. www.kencur.org (diakses tanggal 15 September 2016).
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kappe. C. Oliver. 2004. Controlled Microwave Heating in Modern Organic
Synthesis – Review. Angew. Chem. Int. Ed. 2004, 43, 6250-6284.
Larson, Richard A dan Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In
Environmental Organic Chemistry. Lewis Publisher : United States of
America.
Lidstrom, P et al. 2001. Microwave Assisted Organic Synthesis – A Review.
Tetrahedron, 9225-9283.
McMurry, John. 2008. Organic Chemistry Seventh Edition. Thomson Brooks/cole
: United State of America.
Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat
yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galangal Linn.) Melalui
Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Nowakowska, Zdzislawa. A Review of Anti-infective and Anti-inflammatory
Chalcones. European Journal of Medicinal Chemsitry 42 (2007) 125-137.
Pavia, D.L, et al. 2008. Introduction to Spectroscopy, Fourth Edition. United
States of America: Brooks Cole.
Pubchem. Akses online via http://pubchem.ncbi.nih.gov/ (diakses tanggal 17 April
2016).
Saifudin, Azis et al. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan
Teknik Pemurnian. Depublish : Yogyakarta.
Setyawan, Eko et al. 2012. Optimasi Yield etil p-metoksisinamat Pada Ekstraksi
Oleoresin Kencur (Kaempferia galanga) Menggunakan Pelarut Etanol.
Jurnal Bahan Alam Terbuka. Vol 1 No.2. ISSN 2303-0623.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Shakil, N.A. et al. 2010. Microwave Synthesis and Antifungal Evaluation of
Some Chalcones and Their Derived diaryl-cyclohexenones. Journal of
Enviromental Science and Health Part B (2010) 45, 524-530.
Sheng, Goh Wee. 2014. Microwave-Assisted Synthesis and Electrochemical
Studies of 5-ethoxycarbonyl6-methyl-4-(p-tolyl)-3,4-dihydropyrimdin-
2(1H)one.Tesis. Universiti Tunku Abdul Rahman : Malaysia.
Silva, Gabriel et al. 2013. In Vitro Action of Flavonoid in the Canine Malignant
Histiocytic Cell Line DH82. Molecules. ISSN 1420-3049.
Siswandono, Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Airlangga University
Press : Surabaya.
Umar, Muhammad I et al. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of
Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from
Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules. ISSN 1420-3049.
Widjaja, EA et al. 2014. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia. LIPI Press,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Bappenas.
Willard, Hobart et al. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition.
Wadsworth Publishing Company. California.
LAMPIRAN
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Isolasi senyawa etil
p-metoksisinamat
Hidrolisis
Senyawa asam
p-metoksisinamat
Oksidasi
Senyawa
4-metoksibenzaldehid
Senyawa target
Pemurnian
Identifikasi struktur
senyawa
Kondensasi
aldol
Senyawa etil
p-metoksisinamat
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Kerangka Isolasi Etil p-metoksisinamat
Penyiapan
rimpang
kencur 5 kg.
Sortasi
basah. Perajangan.
Pengeringan . Maserasi
dengan n-
heksan.
Filtrasi.
Ampas.
Filtrat.
Dipekatkan
dengan
rotatory
evaporator.
Biarkan pada suhu kamar
hingga menghasilkan
kristal kekuningan.
Rekristalisasi hingga mendapatkan
kristal berwarna putih.
Senyawa murni etil p-metoksisinamat
KLT,
GCMS
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Hasil Determinasi Tanaman Kencur
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A B C
Lampiran 4. Hasil Reaksi Uji Pendahuluan EPMS dan Asetofenon
Penelitian ini pada awalnya akan mereaksikan langsung antara senyawa
etil p-metoksisinamat dan asetofenon dengan reaksi kondensasi ester. Kondensasi
ester adalah reaksi dimana ester dengan hidrogen alfa dapat bereaksi kondensasi-
diri untuk menghasilkan ester β-keto ( Fessenden dan Fessenden, 1982). Pada
senyawa asetofenon terdapat hidrogen alfa sehingga metode kondensasi ester
dapat dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan penambahan asetofenon pada
senyawa etil p-metoksisinamat dengan metode kondensasi ester. Berikut hasil
reaksi kondensasi ester antara asetofenon dan EPMS :
Hasil KLT (eluen 9:1, n-heksan : etil
asetat) dan Hasil Reaksi
Keterangan
Dilakukan reaksi iradiasi microwave dengan
daya 300 watt
Hasil KLT :
A : Hasil reaksi 15 menit
B : Hasil reaksi 20 menit
C : Hasil reaksi 25 menit
D : APMS
E : EPMS
F : Asetofenon
Hasil reaksi :
A : Hasil reaksi 15 menit
B : Hasil reaksi 20 menit
C : Hasil reaksi 25 menit
Kesimpulan : tidak ada produk yang
A
B
C
D
E
F
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihasilkan
Dilakukan reaksi iradiasi microwave dengan
daya 450 watt
Hasil KLT :
A : Hasil reaksi 15 menit
B : Hasil reaksi 20 menit
C : Hasil reaksi 25 menit
D : APMS
E : EPMS
F : Asetofenon
Hasil reaksi :
A : Hasil reaksi 15 menit
B : Hasil reaksi 20 menit
C : Hasil reaksi 25 menit
Kesimpulan : tidak ada produk yang
dihasilkan
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara teori reaksi ini seharusnya dapat berhasil. Namun, berdasarkan uji
pendahuluan reaksi ini tidak berhasil. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan reaksi dengan metode yang sama dengan menghidrolisis dahulu
senyawa etil p-metoksisinamat menjadi asam p-metoksisinamat, kemudian
dioksidasi menjadi senyawa 4-metoksibenzaldehid yang kemudian baru
direaksikan dengan asetofenon.
Dilakukan reaksi iradiasi microwave dengan
daya 600 watt.
Hasil KLT :
A : Hasil reaksi 7 menit
B : APMS
C : EPMS
D : Asetofenon
Hasil reaksi :
Membentuk Asam p-metoksisinamat
Kesimpulan: Senyawa Etil
p-metoksisinamat terhidrolisis membentuk
Asam p-metoksisinamat.
A
B
D
C
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Hasil Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
Hasil GCMS senyawa etil p-metoksisinamat
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Hasil KLT dengan Eluen n-Heksan : Etil asetat (4:1)
Pola fragmentasi EPMS
Dari data di atas bahwa kristal yang dihasilkan merupakan senyawa
etil p-metoksisinamat.
Gambar senyawa etil p-metoksisinamat
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Gambar Sebelum Reaksi Kondensasi Aldol
a. Gambar sebelum reaksi dengan tabung reaksi bertutup
b. Gambar sebelum reaksi dengan erlemeyer
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil GCMS 600 watt 25 Menit dengan Tabung Reaksi
Bertutup
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil GCMS 600 watt 7 Menit dengan Erlemeyer
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil GC Asam p-metoksisinamat
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil GC 4-metoksibenzaldehid
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil GC trans-4-metoksikalkon
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Perhitungan Reaksi
a. Perhitungan bahan untuk reaksi hidrolisis
1. Etil p-metoksisinamat
Terpakai : 5 g, BM : 206,24 g/mol
Mol = 𝑔
𝐵𝑀
Mol = 5
206,24 = 0,024 mol
2. NaOH
BM : 40 g/mol
Mol = 𝑔
𝐵𝑀=
1,5
40 = 0,0375
b. Perhitungan bahan untuk reaksi oksidasi APMS
1. Asam p-metoksisinamat
Terpakai : 2 g, BM : 178 g/mol
Mol = 𝑔
𝐵𝑀
Mol = 2
178 = 0,01123 mol
2. Kalsium nitrat
Terpakai : 5 g, BM : 164,088 g/mol
Mol = 𝑔
𝐵𝑀
Mol = 5
164,088 = 0,03047 mol
3. Asam asetat glasial
BM : 60,05 g/mol, ρ : 1,05 g/mL
Mol = 5 x 0,03047 = 0,15235 mol
Massa = mol x BM = 0,15235 x 60,05 = 9,1486 g
Volume = 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝜌 =
9,1486
1,05 = 8,7129 mL 10 mL
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lnjutan)
c. Perhitungan kondensasi aldol 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon
1. 4-metoksibenzaldehid
BM : 136 g/mol
Massa = BM x mol = 136 x 0,001 = 0,136 g 136 mg
2. Asetofenon
BM : 120 g/mol, ρ : 1,03 g/mL
Massa = BM x mol = 120 x 0,001 = 0,12 g
Volume = 𝑔
𝜌 =
0,12
1,03 = 0,116504 mL 116,504 µL
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. 1H-NMR, senyawa hasil kondensasi aldol
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. 1H-NMR, senyawa Etil p-metoksisinamat
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Dokumentasi Optimasi KLT Hasil Kondensasi
Gambar KLT Keterangan
Hasil KLT microwave 300 watt,
keterangan kiri ke kanan : hasil
reaksi 15 menit, hasil reaksi 20
menit, hasil reaksi 25 menit,
4-metoksibenzaldehid,
asetofenon
Eluen 4 : 1 (n-heksan : etil
asetat)
Hasil KLT microwave 450 watt,
keterangan kiri ke kanan : hasil
reaksi 15 menit, hasil reaksi 20
menit, hasil reaksi 25 menit,
4-metoksibenzaldehid,
asetofenon
Eluen 4 : 1 (n-heksan : etil
asetat)
Hasil KLT microwave 600 watt,
keterangan kiri ke kanan : hasil
reaksi 15 menit, hasil reaksi 20
menit, hasil reaksi 25 menit,
4-metoksibenzaldehid,
asetofenon
Eluen 4 : 1 (n-heksan : etil
asetat)