uji aktivitas gel etil p-metoksisinamat terhadap...

104
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY SKRIPSI NITA FITRIANI 1112102000078 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2016

Upload: lethu

Post on 02-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA

PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN

GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

NITA FITRIANI

1112102000078

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2016

Page 2: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA

PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN

GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi

NITA FITRIANI

1112102000078

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2016

Page 3: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 5: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 6: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Nita Fitriani

Program studi : S-1 Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap

Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integrasi epitel kulit

diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fisiologinya. Ketika terjadi

perlukaan pada jaringan kulit, proses kesembuhan dan regenerasi sel terjadi secara

otomatis sebagai respon fisiologis tubuh. Etil p-metoksisinamat (EPMS)

merupakan komponen terbesar yang dimiliki oleh kencur (Kaempferia galanga

L.). EPMS mempunyai aktivitas sebagai anti-inflamasi, analgesik dan

angiogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gel EPMS

terhadap kecepatan penyembuhan luka. Penelitian ini menggunakan tikus putih

jantan galur sprague dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok

kontrol positif yang diberikan gel Bioplacenton®, kelompok kontrol negatif yang

diberikan basis gel dan 3 kelompok uji konsentrasi yang diberikan gel EPMS

dengan konsentrasi yang bervariasi (1%, 3% dan 5%). Luka terbuka dibuat

dengan metode Morton pada bagian dorsal sekitar 3cm dari auricula tikus.

Pemberian gel EPMS dilakukan sebanyak dua kali sehari selama 14 hari.

Parameter yang diamati meliputi perubahan warna, terbentuknya scab (keropeng),

pembentukan kulit baru, persentase penyembuhan luka, neokapilerisasi, fibroblas

dan makrofag. Hasil analisis statistik non parametrik Kruskal-Wallis

menunjukkan bahwa gel EPMS dengan 3 konsentrasi berbeda menunjukkan efek

peningkatan persentase penyembuhan luka yang tidak berbeda bermakna dengan

kontrol positif dan kontrol negatif (p≥0,05). Hasil uji Paired Samples T-Test

menunjukkan perbedaan bermakna pada semua kelompok antara hari ke-0 dan 14

(p≤0,05). Hasil pengamatan mikroskopik menunjukkan terbentuknya

neokapilerisasi serta fibroblas dan mengurangi jumlah makrofag pada kelompok

uji konsentrasi 1%,3% dan 5% dibandingkan kelompok kontrol negatif. Dengan

demikian, gel EPMS dapat membantu dalam proses penyembuhan luka terbuka

pada fase inflamasi dan proliferasi.

Kata kunci : Kaempferia galanga L., Etil p-metoksisinamat, Luka Terbuka,

Metode Morton.

Page 7: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Nita Fitriani

Major : Bachelor of Pharmacy

Title : Study of Ethyl p-methoxycinnamate Gel Towards Open Wound

Healing on The Male Rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley

Strain.

The wound is a disruption in the form of loss of normal skin epithelium

followed by the integration of anatomic stuctures and physiological disorders.

Due to the injury to the skin tissue, healing and cell regeneration process occurs

automatically as the physiological response of the body. Ethyl p-

methoxycinnamate (EPMC) was found as major compound of the rhizome of

Kaempferia galanga L. (kencur). EPMC was reported to have anti-inflammatory ,

analgetic and angiogenesis activity. Aim of this study to evaluate the effect of

EPMC gel in healing the wound. In this research, male rats Sprague Dawley strain

were as experimental animals which were divided into 5 groups, the positive

control group was treated with Bioplacenton® gel, negative control was treated

with gel base, and three other group was treated with EPMC gel using three

different concentration (1%, 3%, 5%). Open wounds were made by using the

Morton method on the dorsal part that was about 3cm from the auricula rats.

Treatments and observations of wound healing were conducted twice in a day

during 14 days. Parameters observed were discoloration, scab formation, the

formation of new skin, the percentage of healing, neocapillary, fibroblasts and

macrophages. Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results showed

that EPMC gel with three different concentrations exhibited wound healing

enhancement effect percentage was not significantly different to the positive

control and a negative control (p>0,05). The results of Paired Samples T-Test was

significantly different (p≤0,05). Microscopic observation results in the increased

neocapillary, fibroblast and decreased amount of macrophages occured on 1%,

3% and 5% concentration group than negative control group. It can be concluded

that the EPMC gel can treat open wound healing on inflammation and

proliferation phase.

Keywords: Kaempferia galanga L., Ethyl p-methoxycinnamate, Open Wound

Healing, Morton Method.

Page 8: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

nikmat sehat, iman, islam, rezeki, kekuatan, petunjuk, rahmat serta kasih

sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji

Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka

pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley”.

Shalawat serta salam tak lupa semoga selalu tercurhakan kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi akan sangatlan sulit

untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku Pembimbing I sekaligus dosen

Penanggung jawab Akademik serta Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt

selaku Pembimbing II yang telah memberikan waktu, motivasi, pikiran

dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi

2. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Hidayat Taufik, MM dan

Ibunda Hj. Neni Nuraeni atas pengorbanan, kasih sayang, motivasi, moril,

materil serta doa yang telah mama dan bapak berikan selama ini. Adikku

Ainul Shofiati yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doanya,

semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keberkahan dalam

kehidupan kita.

Page 9: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Seluruh dosen Farmasi UIN yang telah membimbing serta memberikan

ilmunya selama ini

6. Hary Abdul Rahman atas perhatian, semangat, bantuan dan kesediaannya

menemani penulis serta mendengarkan keluh kesah penulis selama ini

7. Noni Tri Utami, Nabilah Urwatul Wutsqo, Verona Shaqila, Nurul Fitri

Rukmana, Ade Rachma Islamiah dan Anissa Florensia atas perjuangan,

dukungan, motivasi serta persahabatan yang begitu indah selama di

bangku kuliah

8. Teman-teman seperjuangan “moushimoushi” dan “KINGDOM 2012”

Denny Bachtiar, Afina Almas Ghasani, Azmi Indillah, Amma, Cony,

Moethia, Windi, Putri Nufus, Rifatul, Ghilman, Thantowi, M. Beny, Elsa

dan Ani atas perjuangan, bantuan dan semangatnya

9. Kakak laboran program studi Farmasi (Kak Walid dan Kak Eris) kak

Charinna, Kak Nuha, Kak Ali, Kak Haidar dan Wildana Aqila (program

studi Pendidikan Dokter) serta Ahmad Faiz (program studi Kesehatan

Masyarakat) yang telah banyak membantu penulis selama penelitian

10. Teman-teman Farmasi 2012, khususnya Farmasi BD yang telah menjadi

kepingan memori berharga di Ibu kota. Tanpa mereka, cerita ini tidak akan

lengkap.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis selama ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

Jakarta, 22 Juni 2016

Penulis,

Page 10: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nita Fitriani

NIM : 1112102000078

Program studi : S-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui/karya ilmiah saya,

dengan judul :

UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus

norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 22 Juni 2016

Yang menyatakan,

(Nita Fitriani)

Page 11: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... x

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

1.4 Hipotesis .......................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

2.1 Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.) ................................ 6

2.1.1 Klasifikasi Kencur ............................................................... 6

2.1.2 Morfologi Tanaman ............................................................. 6

2.1.3 Tempat Tumbuh ................................................................... 7

2.1.4 Kandungan Kimia ................................................................ 8

2.1.5 Aktivitas Farmakologi Kaempferia galanga L. ................... 8

2.2 Tinjauan Hewan Percobaan ........................................................... 9

2.2.1 Klasifikasi Tikus Putih ......................................................... 9

2.2.2 Biologis Tikus Putih ............................................................ 9

2.3 Kulit ............................................................................................. 11

2.3.1 Anatomi Kulit .................................................................... 11

2.3.2 Fisiologi Kulit .................................................................... 12

2.4 Luka ............................................................................................. 13

2.4.1 Definisi Luka ..................................................................... 13

2.4.2 Jenis-Jenis Luka ................................................................. 14

2.4.3 Proses Penyembuhan Luka ................................................ 17

2.4.4 Prinsip Penyembuhan Luka ............................................... 22

2.4.5 Tatalaksana Penyembuhan Luka ....................................... 25

2.5 Sediaan Gel .................................................................................. 27

2.5.1 Formula Sediaan Gel ......................................................... 28

2.5.1.1 Karbopol 940 ......................................................... 28

2.5.1.2 Propilen Glikol ...................................................... 29

2.5.1.3 Metil Paraben dan Propilen Paraben ..................... 30

2.5.1.4 Trietanolamin ........................................................ 30

Page 12: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.1.5 Natrium Metabisulfit ............................................. 31

2.5.1.6 Alkohol 96% .......................................................... 31

2.6 Bioplacenton®

Gel ......................................................................... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 33

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 33

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 33

3.2.1 Alat Penelitian .................................................................... 33

3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................ 33

3.2.3 Hewan Uji .......................................................................... 34

3.3 Rancangan Penelitian ................................................................... 34

3.4 Kegiatan Penelitian ...................................................................... 35

3.4.1 Isolasi Kristal Etil p-metoksisinamat .................................. 35

3.4.1.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ................... 35

3.4.1.2 Penyiapan Simplisia .............................................. 35

3.4.1.3 Pembuatan Ekstrak ................................................ 35

3.4.1.4 Isolasi Kristal Etil p-metoksisinamat .................... 35

3.4.2 Identifikasi dan Uji Kemurnian ......................................... 36

3.4.2.1 Pemeriksaan Organoleptis ..................................... 36

3.4.2.2 Pengujian Titik Leleh ............................................ 36

3.4.2.3 Pengujian Kristal Etil p-metoksisinamat dengan

Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) . 36

3.4.3 Pembuatan Sediaan ............................................................ 37

3.4.4 Evaluasi Sediaan Gel ......................................................... 38

3.4.4.1 Uji Organoleptik .................................................... 38

3.4.4.2 Uji Homogenitas .................................................... 38

3.4.5 Persiapan Hewan Uji ......................................................... 38

3.4.5.1 Pemeriksaan Komisi Etik Penelitian ..................... 38

3.4.6 Pembuatan Luka ................................................................ 38

3.4.7 Pemberian Bahan Uji ......................................................... 39

3.4.8 Pengamatan Penyembuhan Luka ....................................... 39

3.4.9 Eksisi Jaringan Kulit Tikus ................................................ 40

3.4.10 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus .. 40

3.4.11 Pengamatan Preparat Histopatologi ................................. 40

3.4.12 Rancangan Analisis Data ................................................. 41

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 42

4.1 Determinasi Tanaman .................................................................. 42

4.2 Pembuatan Serbuk Simplisia ....................................................... 42

4.3 Isolasi Etil p-metoksisinamat ........................................................ 43

4.4 Identifikasi dan Uji Kemurnian Etil p-metoksisinamat ............... 44

4.4.1 Pengamatan Organoleptis .................................................. 44

4.4.2 Pengukuran Titik Leleh ..................................................... 44

4.4.3 Pengukuran Senyawa Etil p-metoksisinamat dengan

Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) ............. 44

4.5 Evaluasi Sediaan Gel ................................................................... 45

4.6 Komisi Etik Penelitian ................................................................. 46

4.7 Pengukuran Bobot Tikus .............................................................. 47

Page 13: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.8 Pengamatan Visual Luka Terbuka ............................................... 48

4.9 Pengamatan Persentase Penyembuhan Luka ............................... 51

4.10 Pengamatan Preparat .................................................................. 53

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 58

5.1 Kesimpulan .................................................................................. 58

5.2 Saran ............................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59

LAMPIRAN ..................................................................................................... 64

Page 14: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan.................34

Tabel 3.2 Penilaian Histopatologi Secara Mikroskopis ......................................40

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Titik Leleh Senyawa Etil p-metoksisinamat .........44

Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Gel Etil p-metoksisinamat .........................................45

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Visual Luka Terbuka ............................................49

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari ke-7 .........................54

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Parameter pada Preparat Hari ke-7 ...........................55

Page 15: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) ......................... 7

Gambar 2.2 Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat ............................................. 8

Gambar 2.3 Struktur Kulit ..................................................................................... 13

Gambar 2.4 Proses Penyembuhan Luka................................................................. 18

Gambar 4.1 Serbuk Simplisia Kencur (Kaempferia galanga L.) .......................... 42

Gambar 4.2 Grafik Rerata Bobot Tikus Tiap Kelompok ...................................... 47

Gambar 4.3 Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka Tiap Kelompok ........ 52

Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari ke-7 ......................... 54

Page 16: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian .................................................................................. 64

Lampiran 2. Isolasi Etil p-Metoksisinamat ........................................................... 65

Lampiran 3. Skema Pembuatan gel EPMS ........................................................... 66

Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman Kaempferia galanga L. ...................... 67

Lampiran 5. Surat Keterangan Kesehatan Hewan ............................................... 68

Lampiran 6. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik (Ethical Approval) ..................... 69

Lampiran 7. Gambar Alat Penelitian ................................................................... 70

Lampiran 8. Hasil Uji Homogentias Gel dengan Berbagai Konsentrasi ............. 70

Lampiran 9. Proses Pembuatan Luka ................................................................... 70

Lampiran 10. Proses Eksisi Jaringan Kulit Tikus ................................................ 71

Lampiran 11. Perhitungan Rendemen Kristal Etil p-metoksisinamat .................. 71

Lampiran 12. Spektrum GC-MS Senyawa Etil p-metoksisinamat ....................... 71

Lampiran 13. Luka Tikus Mulai Hari ke-0 Hingga Hari ke-14 ............................ 73

Lampiran 14. Tahapan Pengukuran Diameter Luka Dengan Aplikasi ImageJ ... 77

Lampiran 15. Diameter Luka Seluruh Kelompok Hewan Uji ............................. 79

Lampiran 16. Pengukuran Bobot Tikus ................................................................ 81

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Luas Luka dan Persentase Penyembuhan Luka 82

Lampiran 18. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Hari Ke-

3,6,9,12 dan 14 ................................................................................ 83

Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Luas Luka ................................................. 86

Page 17: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan risiko

timbulnya luka pada tubuh. Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya

integrasi epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fisiologinya.

Proses penyembuhan luka harus terjadi pada kondisi yang mendukung jaringan

tubuh untuk melakukan proses perbaikan dan regenerasi sel (Sibuea, 2015).

Ketika terjadi perlukaan pada jaringan kulit, proses kesembuhan dan regenerasi

sel terjadi secara otomatis sebagai respon fisiologis tubuh. Terdapat tiga fase

dalam proses kesembuhan luka, yaitu fase inflamatori, fase proliferasi dan fase

remodelling. Komponen yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka

adalah kolagen, angiogenesis dan granulasi. Berdasarkan proses kesembuhan luka

tersebut, diperlukan terapi efektif yang dapat mengoptimalkan kinerja komponen

tersebut (Ferdinandez et al., 2013).

Luka terbuka jika tidak diobati berpotensi akan mengakibatkan terjadinya

infeksi seperti tetanus. Jika infeksi tidak segera diobati maka akan merambat ke

jaringan atau organ lain yang akan menyebabkan infeksi kronik atau bahkan

kematian. Prinsip dasar di balik penyembuhan luka yang optimal adalah

meminimalkan kerusakan jaringan dan memberikan perfusi jaringan yang

memadai, oksigenasi dan nutrisi yang tepat untuk jaringan (Reddy et al., 2012).

Menurut data HCAI (Health Care-Associated Infection) agen terjadinya

infeksi disebabkan oleh faktor endogen atau eksogen. Sumber endogen itu sendiri

merupakan situs tubuh seperti kulit, hidung, mulut, saluran pernafasan atau vagina

yang dihinggapi oleh mikroba (WHO, 2011). Berdasarkan data terakhir

menyebutkan bahwa pada tahun 1995-2010, infeksi luka pasca operasi

menunjukkan bahwa tingkat kejadian berkisar 1,2 - 23,6% di negara

berpenghasilan rendah hingga menengah. Tingkat kejadian pada negara maju

yaitu mencapai 1,2 – 5,2 %. (WHO, 2011). 225 pasien di Indonesia yang

mengalamai HCAI, terdapat 38 pasien yang mengalami infeksi luka pasca operasi,

Page 18: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

2

2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga didapat persentase dari kejadian luka pasca operasi yaitu 16,9%

(Zuhrotul & Prijono 2012).

Perawatan luka dan pemeliharaannya melibatkan sejumlah langkah, seperti

pertolongan pertama pada pasien, antibiotik topikal, penggunaan agen anti-

inflamasi, agen anti-mikroba serta menggunakan gel topikal yang memiliki

kemampuan untuk proses penyembuhan luka. Selain itu, tujuan dari manajemen

luka yaitu mengurangi terjadinya luka infeksi dan untuk mempercepat proses

penyembuhan (Babu et al., 2012). Saat ini sejumlah besar tanaman atau ekstrak

tanaman dapat digunakan untuk pengobatan luka terbuka atau luka bakar.

Tanaman, struktur kimia atau turunannya yang berasal dari tanaman perlu

diidentifikasi dan diformulasi untuk pengobatan manajemen luka (Kumar et al.,

2007).

Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan sumber daya

hayati terbesar dan mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadikan

tanaman sebagai bahan baku obat. Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.)

merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat di Indonesia. Kencur

termasuk ke dalam famili Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli India yang

penyebarannya telah memasuki kawasan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.

Kencur sering digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati

pembengkakan, encok, batuk, disentri, diare dan sakit perut. Telah dilakukan

penelitian untuk mendukung klaim penggunaan tradisional pada ekstrak kencur,

seperti menunjukkan nematicidal, obat nyamuk dan larvasida, anti-mikroba,

vasorelaksan, anti neoplastik, anti alergi, antioksidan, analgesik dan efek

penyembuhan luka (Umar et al., 2012).

Menurut penelitian Tara et al., (2006) menyatakan bahwa ekstrak alkohol

Kaempferia galanga L. mampu mengobati proses penyembuhan luka pada tikus

putih galur wistar. Dijelaskan bahwa ekstrak alkohol mempercepat proses

epitelisasi pada jaringan luka dengan memfasilitasi proliferasi sel epitel, memiliki

efek prohealing yang baik dan komponen yang berperan dari kencur yaitu

flavonoid, memiliki efek antioksidan yang merupakan komponen penting dalam

penyembuhan luka.

Page 19: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur telah diteliti oleh Umar

et al. (2012) diantaranya ialah asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam

tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%) dan

komponen yang terbesar yaitu Etil p-metoksisinamat (80,05%).

Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan komponen terbesar yang dimiliki

oleh kencur. Berdasarkan penelitian Umar et al. (2012) secara in vitro, EPMS

sangat berpotensi sebagai efek anti-inflamasi yang signifikan dalam pengobatan

peradangan melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase 1 (COX-1)

42,9% dan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase 2 (COX-2) 57,82%,

dengan nilai IC50 untuk COX-1 1,12µM dan untuk COX-2 0,83 µM. Selanjutnya,

Umar et al. (2014) menyatakan bahwa EPMS menghasilkan efek anti-inflamasi

dan efek analgesik. EPMS juga memiliki efek angiogenesis (proses pembentukan

pembuluh darah baru). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa EPMS dapat

menjadi prekursor potensial untuk pengembangan agen terapi yang potensial

untuk mengobati penyakit yang melibatkan peradangan dan angiogenesis.

Berdasarkan uraian di atas bahwa kandungan EPMS yang terdapat di dalam

kencur mempunyai efek anti-inflamasi, analgesik dan angiogenesis yang sangat

baik sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh senyawa EPMS terhadap

kecepatan penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley dengan metode Morton selama 14 hari. Parameter yang akan

dinilai dalam luka adalah pengamatan secara visual, seperti perubahan warna,

terbentuknya scab (keropeng), pembentukan kulit baru, persentase penyembuhan

luka, dan parameter histopatologi seperti pembentukan pembuluh darah baru

(neokapilerisasi), pertumbuhan pada jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan sel

radang (makrofag).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

Page 20: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Apakah pemberian gel EPMS yang diamati secara visual dapat

mempengaruhi persentase penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus

norvegicus) jantan galur Sprague Dawley?

2. Apakah pemberian gel EPMS yang diamati secara histopatologi dapat

mempengaruhi pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi),

pertumbuhan pada jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan sel radang

(makrofag) pada penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus)

jantan galur Sprague Dawley?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menguji pengaruh pemberian gel EPMS yang diamati secara visual terhadap

persentase penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan

galur Sprague Dawley

2. Menguji pengaruh pemberian gel EPMS yang diamati secara histopatologi

terhadap pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi), pertumbuhan

pada jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan sel radang (makrofag) pada

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

Dawley.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Pemberian gel EPMS diamati secara visual dapat mempercepat waktu

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague

Dawley

2. Pemberian gel EPMS diamati secara histopatologi dapat mempercepat

pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi), pertumbuhan pada

jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan sel radang (makrofag) pada

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

Dawley.

Page 21: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5 Manfaat penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai khasiat senyawa

EPMS yang terdapat didalam kencur yang mempercepat penyembuhan luka dan

memberikan informasi yang dapat digunakan dalam pengobatan luka setelah

pembedahan.

Page 22: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.)

Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sudah sejak lama dikenal dan

ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia Tropika. Kencur

merupakan tanaman aromatik yang tergolong ke dalam famili Zingiberaceae

(temu-temuan) yang dipakai dalam pengobatan tradisional. Pembeda utama

kencur dengan tanaman temu-temuan lainnya adalah daunnya yang menutup

tanah. Tanaman ini sudah berkembang di pulau jawa dan di luar pulau jawa

seperti sumatera barat, sumatera utara dan kalimantan selatan (Mufidah, 2014).

2.1.1 Klasifikasi Kencur (USDA)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia L.

Spesies : Kaempferia galanga L.

2.1.2 Morfologi Tanaman

Tumbuhan ini hampir menutupi tanah, tidak berbatang, rimpang bercabang,

akar berbentuk gelendong, berumbi, panjang 1-1,5 cm. Setiap tanaman berdaun

sebanyak 1-3 helai, lebar merata dan hampir menutup tanah, daun berbentuk

jorong lebar sampai hampir bundar, pangkal hampir berbentuk jantung, ujung

mendadak lancip, bagian atas tidak berambut, bagian bahan berambut halus,

pinggir bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau,

pinggir helai daun 7-15 cm, lebar 2-8 cm, tangkai pendek, berukuran 3-10 mm,

pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih. Perbungaan

memiliki panjang 4 cm dan mengandung 4-12 bunga. Kelopak berbentuk tabung,

Page 23: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

panjang ± 3 cm, bergerigi 2-3 buah. Tajuk berwarna putih dengan tabung panjang

2,5-5 cm, ujung berbelah-belah berbentuk pita, panjang 2,5-3 cm dan lebar 1,5-3

mm (Regianto, 2009).

Gambar 2.1 Tanaman Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

[Sumber: Koleksi Pribadi]

2.1.3 Tempat Tumbuh (Roemantyo et al., 1996)

Dalam suatu literatur dikatakan bahwa kencur merupakan tanaman asli Asia

Tropika. Jenis ini sekarang tersebar luas di hampir seluruh kepulauan Indonesia,

umumnya ditanam oleh penduduk untuk kebutuhan keluarga. Kencur ditemukan

hanya ditanam, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pengamatan di berbagai

tempat di Jawa Timur, seperti di daerah Malang, Lawang dan Blitar. Di Jawa

Barat, petani yang mengusahakan kencur dalam jumlah banyak hanya di beberapa

daerah saja seperti di Bogor, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya dan Ciamis.

Sedangkan di daerah Jawa Tengah penanaman kencur dilakukan didaerah

Ungaran, Magelang, Salatiga, Boyolali, Karanganyar, Sleman dan Bantul.

Berdasarkan peta letak distribusi tipe tanah di Jawa, diketahui bahwa kencur

dapat tumbuh baik di berbagai tipe tanah, yaitu: latosol, regosol, kombinasi antara

latosol-androsol, legosol-latosol serta regosol-litosol. Dari peta curah hujan di

jawa, diketahui bahwa kencur dapat beradaptasi di daerah yang basah (9 bulan

basah) maupun yang sedang (5-6 bulan basah dan 5-6 bulan kering) dan

mencakup areal kira-kira 60% dari luas pulau jawa, umumnya terletak di daerah

dengan ketinggian antara 80 – 600 mdpl kencur yang ditanam di kawasan

pegunungan dengan ketinggian lebih dari 600 mdpl mempunyai resiko

pertumbuhan yang kurang baik.

Page 24: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan kimia dalam ekstrak minyak atsiri dari kencur yang telah diteliti

oleh Umar et al. (2012) diantara nya yaitu 1,21-Dokosadin (1,47%), asam

tridekanoat (1,81%), pentadekan (2,08%), asam propionat (4,71%), beta-

sitosterol (B) (9,88%) dan kandungan kimia terbesar yang terdapat didalam

kencur yaitu Etil p-metoksisinamat (80,05%). Selain itu pada penelitian Singh et

al. (2013) juga disebutkan bahwa terdapat kandungan eukaliptol (9,59%), karvon

(11,13%), pentadekan (11,13%) dan metil sinamat (23,23%).

Gambar 2.2 Struktur Senyawa etil p-metoksisinamat

[Sumber: www.chemicalbook.com]

2.1.5 Aktifitas Farmakologi Kaempferia galanga L.

Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antibakteri (antiinfeksi) dan

antijamur dengan konsentrasi 10% memiliki daya hambat sementara (< 24 jam)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Serratia marcescens

serta terhadap jamur Candida albicans, Penicillium sp. dan terhadap Aspergillus

nigrum tidak mempunyai daya hambat. Sedangkan daya hambat terhadap

Streptococcus faecalis, Aerobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus sp.,

Serratia marcescens lebih dari 24 jam. (Astuti et al., 1996). Batang kencur juga

memiliki efek antimikroba yang mampu menghambat bakteri dan jamur pada

zona hambatnya dan memiliki aktivitas antioksidan (Rao, 2014). Kencur memiliki

aktifitas sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011) dan

kandungan minyak atsiri sebagai antiinflamasi (Hasanah et al., 2011). Di Asia

Tropika, Kencur sering digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk

mengobati pembengkakan, encok, batuk, disentri, diare dan sakit perut. Telah

dilakukan penelitian untuk mendukung klaim penggunaan tradisional pada ekstrak

kencur, seperti menunjukkan menaticidal, obat nyamuk dan larvasida,

Page 25: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antimikroba, vasorelaksan, anti neoplastik, anti alergi, antioksidan, analgesik dan

efek penyembuhan luka (Umar et al., 2012). Selain itu kencur mampu mengobati

proses penyembuhan luka bakar dari ekstrak alkohol Kaempferia galanga Linn.

pada tikus galur wistar. Telah diketahui bahwa ekstrak etanol Kaempferia galanga

Linn. dapat mempercepat proses epitelisasi pada jaringan luka dengan

memfasilitasi proliferasi sel epitel, memiliki efek prohealing yang baik, dan salah

satu komponen dari kencur yaitu flavonoid yang berperan sebagai antioksidan

yang merupakan komponen penting dalam penyembuhan luka (Tara et al., 2006).

2.2 Tinjauan Hewan Percobaan

2.2.1 Klasifikasi Tikus Putih

Menurut Suckow (2006) klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

2.2.2 Biologis Tikus Putih

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari

dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pangamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu

dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding

dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan

juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya

2-3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.

Page 26: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika

Serikat pada tahun 1775. Penyebaran spesies tikus pada mulanya yaitu melalui

Norwegia yang disebut dengan ―tikus norwegia‖ yang kemudian berganti menjadi

norvegicus (spesies) (Suckow, 2006). Pada percobaan ini digunakan tikus putih

jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan

hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus

menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus betina. Tikus putih jantan juga

mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis

tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina. Tikus putih sebagai hewan

percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak

begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk

berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu

oleh adanya manusia disekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih

dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah

karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam

lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Fauziah, 2010).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus

putih dapat tinggal sendirian di dalam kandang dan hewan ini lebih besar

dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih

lebih menguntungkan daripada mencit (Fauziah, 2010). Keunggulan tikus putih

dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan

perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Secara umum,

berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar.

Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata

200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley

merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain.

Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.

Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan

Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri

berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh

peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred

Page 27: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya

adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya.

2.3 Kulit (Perdanakusuma, 2007)

2.3.1 Anatomi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Pembagian kulit secara garis

besar terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan epidermis, dermis dan subkutis.

1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri

dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans dan

merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal

pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh

ketebalan kulit. Terjadi proses regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi epidermis

yaitu sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,

pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen

(sel Langerhans).

Epidermis terdiri dari 5 lapisan (lapisan yang paling atas sampai yang

terdalam):

1. Stratum Korneum, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan

berganti.

2. Stratum Lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit

tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum, ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang

intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang

dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan

histidin. Terdapat sel langerhans.

4. Stratum Spinosum, pada lapisan ini terdapat berkas-berkas filamen yang

dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang

peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi

terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami

gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak

Page 28: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut debagai lapisan

malfigi. Terdapat sel langerhans.

5. Stratum Basale (Stratum Germinativum), terdapat aktivitas mitosis yang

hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara

konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke

permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu

lapisan sel yang mengandung melanosit.

2. Dermis

Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai ―true skin‖. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling

tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Fungsi nya yaitu sebagai struktur

penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi dan respon inflamasi.

Dermis terdiri dari 2 lapisan:

- lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

- lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

3. Subkutis

Lapisan ini terdapat dibawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari

lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan dibawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda

menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang

suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi dari subkutis atau hipodermis

yaitu melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori kontrol bentuk

tubuh dan mechanical shock absorber.

2.3.2 Fisiologi Kulit (Gunstream, 2000).

1. Proteksi

Kulit memberikan penghalang (barrier) fisik antara jaringan dibawahnya

dan lingkungan eksternal. Memberikan perlindungan dari abrasi, dehidrasi, radiasi

ultraviolet dan invasi bakteri.

Page 29: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ekskresi

Produksi keringat dari kelenjar keringat untuk menghapus sisa-sisa

metabolisme dalam jumlah kecil seperti senyawa organik, garam dan air.

3. Regulasi Suhu

Selama periode produksi kelebihan panas oleh tubuh, sekresi dari keringat

dan evaporasinya dari permukaan tubuh membantu untuk menurunkan temperatur

tubuh selama periode pelepasan panas tubuh, pembuluh darah di permukaan tubuh

mengalami konstriksi untuk mengurangi kehilangan panas tubuh.

4. Persepsi Sensorik

Kulit memuat ujung-ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi

stimulus yang berkaitan dengan sentuhan, tekanan, suhu dan rasa sakit.

5. Sintesis Vitamin D

Pemapaparan radiasi ultraviolet mengkonversi molekul prekursor di dalam

kulit menjadi vitamin D.

Gambar 2.3 Struktur Kulit

[sumber: Airlangga University School of Medicine, 2007]

2.4 Luka

2.4.1 Definisi Luka

Luka merupakan keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh

yang dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan serangga. Tubuh yang sehat

mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Proses

Page 30: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kesembuhan luka harus terjadi pada kondisi yang mendukung jaringan tubuh

untuk melakukan proses perbaikan dan regenerasi (Ferdinandez, 2013).

2.4.2 Jenis-Jenis Luka (Bakkara, 2012)

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu

dan menunjukkan derajat luka.

1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi

a. Luka Bersih, yaitu luka luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,

yang merupakan luka sayat efektif dan steril dimana luka tersebut

berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,

traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian

kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya

infeksi luka sekitar 1%-5%

b. Luka Bersih Terkontaminasi, merupakan luka pembedahan dimana

saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi

terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka

tidak menunjukkan tanda infeksi. kemungkinan timbulnya infeksi luka

adalah 3%-11%.

c. Luka Terkontaminasi, merupakan luka yang berpotensi terinfeksi

spillage saluran pernafasan, pencernaan dan kemih. Luka

menunjukkan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka

terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka

maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10%-17%.

d. Luka Kotor, yaitu luka lama, luka kecelakaan yang mengandung

jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.

Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.

Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

2. Berdasarkan Penyebab

a. Vulnus Ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan

epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau

runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti

Page 31: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun

tumpul.

b. Vulnus Scissum adalah luka sayat atau iris yang ditandai dengan tepi

luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya

dijumpai pada aktivitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan

benda tajam (kaca, seng, dll), dimana bentuk luka teratur.

c. Vulnus Laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak

beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan

benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan

alalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman

luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

d. Vulnus Punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda

runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.

Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku

dan benda-benda tajam lainnya. Semuanya menimbulkan efek tusukan

yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.

e. Vulnus Morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan

hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan

yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan

hewan tersebut.

f. Vulnus Combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan

panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk

luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan

warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai pula karena

kerusakan epitel kulit dan mukosa.

3. Berdasarkan Kedalaman dan Luas Luka

a. Stadium I: luka superfisial (non-blanching erithema) yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II: luka paratial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka

superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang

yang dangkal.

Page 32: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Stadium III: luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas

sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.

Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak

mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang

dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV: luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

4. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka

a. Luka Akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati

b. Luka Kronis: luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

5. Berdasarkan Mekanisme terjadinya luka

a. Luka insisi (incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang

tajam. Misalnya yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)

biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang

luka diikat (ligasi)

b. Luka memar (contusion wound), terjadi akibat benturan oleh suatu

tekanan dan dikarakteristikan oleh cedera pada jaringan lunak,

perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (abraded wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan

benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (punctured wound), terjadi akibat adanya benda, seperti

peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang

kecil.

e. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti

oleh kaca atau oleh kawat.

f. Luka tembus (penetrating wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi

pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

g. Luka bakar (combustio)

Page 33: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.3 Proses Penyembuhan Luka

Rangsangan eksogen dan endogen dapat menimbulkan kerusakan sel, dan

selanjutnya memicu reaksi vaskuler kompleks pada jaringan ikat yang ada

pembuluh darahnya. Reaksi inflamasi berguna sebagai proteksi terhadap jaringan

yang mengalami kerusakan untuk tidak mengalami infeksi dan meluas tak

terkendali. Proses inflamasi sangat erat berhubungan dengan penyembuhan luka.

Tanpa adanya inflamasi tidak akan terjadi proses penyembuhan luka, luka akan

tetap menjadi sumber nyeri sehingga proses inflamasi dan penyembuhan luka

akan cenderung menimbulkan luka (Prabakti, 2005).

Proses inflamasi terjadi pada jaringan ikat dengan pembuluh darah yang

mengandung plasma, sel yang bersirkulasi, elemen seluler dan ekstra seluler

jaringan pengikat. Termasuk komponen seluler (eritrosit, lekosit), sel jaringan ikat

(sel mast, fibroblas, monosit, makrofag dan limfosit) dan elemen ekstra seluler

diantaranya kolagen, elastin, glikoprotein adesif: fibronektin, laminin, kolagen

non fibril, tenasen, proteoglikan (Prabakti, 2005).

Peradangan dan perbaikan merupakan proses terus menerus pada

penyembuhan luka, sel-sel inflamasi, epitel, endotel, trombosit dan fibroblast

keluar secara bersamaan dari tempatnya semula dan berinteraksi untuk

mengembalikan kerusakan jaringan serta proses revaskularisasi (Novriansyah,

2008). Sel dalam jaringan rusak akan melepaskan mediator kimiawi yaitu

kemoatraktran dan sitokin, yang mempunyai daya kemotaktik, mampu menarik

leukosit dalam sirkulasi kapiler (Prabakti, 2005).

Sitokin bersama faktor pertumbuhan (growth factor) seperti PDGF, FGF

aktif berperan melaksanakan proses penyembuhan. Beberapa macam sitokin

terlibat dalam proses penyembuhan yaitu: TNF α, IL 1, IL 6, IL 8 dan TGF β

(Prabakti, 2005).

Kerusakan jaringan dan pembuluh darah akan diikuti oleh reaksi kompleks

dalam jaringan pengikat yang memiliki pembuluh darah. Setelah terjadi trauma,

luka akan mengalami kondisi lingkungan yang kekurangan oksigen. Hal tersebut

disebabkan karena kerusakan vaskuler dan kebutuhan oksigen meningkat akibat

proses katabolisme. Hipoksia jaringan akan menyebabkan tekanan oksigen

jaringan rendah, pada tingkat seluler dan molekuler terbukti bahwa kondisi

Page 34: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tersebut merupakan stimulator sinyal awal penyembuhan luka (tissue

repair/angiogenesis), proliferasi fibroblas, sintesis faktor pertumbuhan. Sel

endotel yang mengalami hipoksia memproduksi sejumlah platelet-derived growth

factor (PDGF), endotelin dan vascular endothelial growth factor yang berperan

dalam proses angiogenesis, motilitas keratinosit juga akan meningkat dengan

kondisi tekanan oksigen yang rendah. Kondisi ini hanya berlangsung sampai

dengan 2-3 hari setelah luka, selanjutnya tekanan oksigen jaringan menjadi

normal kembali setelah terjadi revaskularisasi jaringan. Tekanan oksigen yang

rendah dan persisten akan menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan

luka dan integritas jaringan (Novriansyah, 2008).

Proses penyembuhan luka yang alami:

Gambar 2.4 Proses Penyembuhan Luka

[Sumber: Prabakti, 2005]

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi terjadi pada hari 0-5. Proses penyembuhan terjadi pada saat

terjadi luka. Luka karena trauma atau luka karena pembedahan mengakibatkan

kerusakan pada struktur jaringan dan mengakibatkan perdarahan. Pada

awalnya darah akan mengisi jaringan yang cedera dan terpaparnya darah

terhadap kolagen akan mengakibatkan terjadinya degranulasi trombosit dan

pengaktifan faktor hageman. Hal ini kemudian akan memicu sistem biologis

lain seperti pengaktifan komplemen kinin, kaskade pembekuan dan

pembentukan plasmin. Keadaan ini memperkuat sinyal dari tempat luka,

Page 35: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga tidak hanya mengaktifkan pembentukan bekuan yang menyatukan

tepi luka tetapi juga akumulasi dari beberapa mitogen dan menarik zat kimia

ke daerah luka. Pembentukan kinin dan prostaglandin menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah di daerah

luka. Hal ini menyebabkan edema dan kemudian menimbulkan

pembengkakan dan nyeri pada awal terjadinya luka. Leukosit PMN adalah sel

pertama yang menuju ketempat luka. Jumlahnya meningkat cepat dan

mencapai puncaknya pada 24-48 jam. Fungsi utamanya adalah

memfagositosis bakteri yang masuk. Pada penyembuhan luka normal

tampaknya kehadiran sel-sel ini tidak begitu penting sebab penyembuhan luka

dapat terjadi tanpa keberadaan sel-sel ini. Adanya sel ini menunjukkan bahwa

luka terkontaminasi bakteri. Bila tidak terjadi infeksi sel-sel PMN berumur

pendek dan jumlahnya menurun dengan cepat setelah hari ketiga (Prabakti,

2005).

Elemen imun seluler yang berikutnya adalah makrofag. Muncul pertama

48-96 jam setelah terjadi luka dan mencapai puncak pada hari ke-3. Makrofag

berumur lebih panjang dibanding dengan sel PMN dan tetap ada di dalam luka

sampai proses penyembuhan berjalan sempurna. Sesudah makrofag akan

muncul limfosit T dengan jumlah bermakna pada hari ke 5 dan mencapai

puncak pada hari ke 7. Sebaliknya dari PMN, makrofag dan limfosit T penting

keberadaannya pada penyembuhan luka normal. Makrofag seperti halnya

netrofil, memfagositosis dan mencerna organisme-organisme patologis dan

sisa-sisa jaringan. Makrofag juga melepas faktor pertumbuhan dan sitokin

yang mengawali dan mempercepat formasi jaringan granulasi (Novriansyah,

2008).

2. Fase Proliferasi

Fase ini terjadi pada hari ke 3-14. Bila tidak ada kontaminasi atau infeksi

yang bermakna, fase inflamasi berlangsung pendek. Setelah luka berhasil

dibersihkan dari jaringan mati dan sisa material yang tidak berguna,

dimulailah fase proliferasi. Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan

jaringan granulasi pada luka. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari

elemen seluler termasuk fibroblast dan sel inflamasi, yang bersamaan dengan

Page 36: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan longgar ekstra seluler dari

matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik. Fibroblas muncul pertama

kali secara bermakna pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari ke 7.

Peningkatan jumlah fibroblast pada daerah luka merupakan kombinasi dari

proliferasi dan migrasi. Fibroblast merupakan elemen utama pada proses

perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam

pembentukan jaringan. Fibroblast juga memproduksi kolagen dalam jumlah

besar, kolagen ini berupa glikoprotein berantai tripel, unsur utama matriks

luka ekstraseluler yang berguna membentuk kekuatan pada jaringan parut.

Kolagen pertama kali dideteksi pada hari ke 3 setelah luka, meningkat sampai

minggu ke 3. Pada awalnya penumpukan kolagen terjadi berlebihan kemudian

fibril kolagen mengalami reoganisasi sehingga terbentuk jaringan reguler

sepanjang luka. Fibroblas juga menyebabkan matriks fibronektin, asam

hialuronik dan glikos aminoglikan (Prabakti, 2005).

Revaskularisasi luka terjadi secara bersamaan dengan fibroplasia. Tunas-

tunas kapiler tumbuh dari pembuluh darah yang berdekatan dengan luka.

Tunas-tunas kapiler ini bercabang di ujungnya kemudian bersatu membentuk

lengkung kapiler dimana darah kemudian mengalir. Tunas-tunas baru muncul

dari lengkung kapiler membentuk pleksus kapiler. Proses ini terjadi dari

kombinasi proliferasi dan migrasi. Mediator pertumbuhan sel endotelial dan

kemotaksis termasuk sitokin yang dihasilan trombosit, makrofag dan limfosit

pada luka. Tekanan oksigen yang rendah, terbentuknya asam laktat dan amin

biogenik merupakan stimulan potensial terbentuknya sitokin dan growth factor

seperti platelet-derived growth factor (PDGF), endotelial, vascular endothelial

growth factor (VEGF), FGF. Beberapa sitokin yang dilepaskan oleh makrofag

serta terlibat dalam proses penyembuhan yaitu: TNF α, IL 1, IL 6, IL 8 dan

TGF β. Peran TGF β dalam proses penyembuhan luka adalah meningkatkan

matriks ekstra seluler (ECM) dan meningkatkan kolagenasi (Novriansyah,

2008).

Proses yang telah diuraikan sebelumnya merupakan proses pada fase

proliferasi didalam luka, sementara itu pada permukaan luka juga akan terjadi

restorasi integral epitel. Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka. Pada

Page 37: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tepi luka epidermis segera mendekati tepi luka dan menebal. Sel marginal

basalis mulai mengalami migrasi sepanjang serat-serat fibrin dan berhenti

ketika tepi luka sudah kontak. Pada tingkat seluler seluruh luka telah

mengalami epitelisasi pada kurang dari 48 jam. Stimulator reepitelisasi sampai

sat ini belum diketahui secara lengkap. Faktor-faktor yang diduga berperan

adalah EGF, TGF β, bFGF, PDGF dan IGF. Proses epitelisasi terus berulang

ketika permukaan epitel sudah menebal. Fibroblas akan muncul pada bagian

dalam luka, selanjutnya diproduksi kolagen (Novriansyah, 2008).

3. Fase Maturasi

Fase ini berlangsung dari hari ke 7 sampai dengan 1 tahun. Setelah matriks

ekstraseluler terbentuk, dimulailah reorganisasi. Pada mulanya matriks

ekstrasel kaya akan fibronektin. Hal ini tidak hanya menghasilkan migrasi sel

subtratum dan pertumbuhan sel ke dalam tetapi juga menyebabkan

penumpukan kolagen oleh fibroblast. Terbentuknya asam hialuronidase dan

proteoglikan dengan berat molekul besar berperan dalam pembentukan

matriks ekstraseluler dengan konsistensi seperti gel dan membantu infiltrasi

seluler. Kolagen berkembang cepat menjadi faktor utama pembentuk matriks.

Serabut kolagen pada permulaan terdistribusi acak membentuk persilangan

dan beragregasi menjadi serabut fibril yang secara perlahan menyebabkan

penyembuhan jaringan dan meningkatkan kekakuan dan kekuatan ketegangan

luka. Sesudah 5 hari periode jeda, bersesuaian dengan pembentukan jaringan

granulasi awal dengan matriks sebagian besar tersusun dari fibronektin dan

asam hialuronidase, terjadi peningkatan cepat dari kekuatan tahanan luka

karena fibrogenesis kolagen. Pencapaian kekuatan tegangan luka berjalan

lambat. Sesudah 3 minggu kekuatan penyembuhan luka mencapai 20% dari

kekuatan akhir (Novriansyah, 2008). Bagaimanapun, kekuatan akhir

penyembuhan luka tetap kurang dibanding dengan kulit yang tidak pernah

terluka, dengan kekuatan tahanan maksimal jaringan parut hanya 70% dari

kulit utuh (Prabakti, 2005).

Pengembalian kekuatan tegangan berjalan perlahan karena deposisi

jaringan kolagen terus menerus, remodeling serabut kolagen membentuk

serabut-serabut kolagen lebih besar dan perubahan dari cross linking inter

Page 38: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

molekuler. Remodeling kolagen selama pembentukan jaringan parut

tergantung pada proses sintesis dan katabolisme kolagen yang

berkesinambungan. Degradasi kolagen pada luka dikendalikan oleh enzim

kolagenase. Kecepatan tinggi sintesis kolagen mengembalikan luka ke

jaringan normal dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun (Novriansyah, 2008).

Remodeling aktif jaringan parut akan terus berlangsung sampai 1 tahun dan

tetap berjalan dengan lambat seumur hidup (Prabakti, 2005).

Pada proses remodeling terjadi reduksi secara perlahan pada vaskularisasi

dan selularitas jaringan yang mengalami perbaikan sehingga terbentuk

jaringan parut kolagen yang relatif avaskuler dan aseluler. Hal ini tampak pada

berkurang nya eritema dan reduksi jaringan parut yang terbentuk. Gambaran

tersebut merupakan gambaran normal dari penyembuhan (Prabakti, 2005).

2.4.4 Prinsip Penyembuhan Luka

Prinsip penyembuhan luka mengikuti fase penyembuhan luka menurut

Schwatz (2000) yaitu:

a. Koagulasi

Terjadinya luka baik yang bersifat traumatic atau yang terbentuk pada

pembedahan menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah yang rusak.

Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin kedalam

lingkungan cedera. Bradikinin, serotonin dan histamine merupakan senyawa vaso

aktif lain yang dilepas oleh sel mast ke jaringan sekitar. Senyawa-senyawa ini

mengawali peristiwa diapedesis yaitu keluarnya sel-sel intravascular kedalam

ruang ekstravaskular yang rusak. Suatu bekuan darah terbentuk dari trombosit

yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah yang dapat mempengaruhi peristiwa

penyembuhan luka.

b. Inflamasi

Fase inflamasi dimulai dengan migrasi leukosit kedalam luka. Leukosit

polimorfonuklear akan mendominasi luka dalam 24 jam pertama, diikuti oleh

makrofag dalam jumlah yang banyak dan kemudian limfosit. Sel-sel radang ini

mengatur perbaikan matriks jaringan ikat dengan melepaskan berbagai macam

sitokin, yang sebelumnya dikenal sebagai ―faktor pertumbuhan‖.

Page 39: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Fibroplasia

Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis

kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak

akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesis kolagen

akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu pada

keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat seraburt

kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut baru dibentuk dengan

kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan

kekuatan potensial dari jaringan parut.

d. Sitokin

Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel. mereka juga

berperan penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka. Contohnya sitokin

ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik,

cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang setelah

perbaikan.

e. Metabolisme matriks ekstraseluler

Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks, dimana

berbagai jenis sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan komponen

utama dari matriks ekstraseluler, dari semua jaringan lunak, tendon, ligament dan

matriks tulang.

f. Sintesis kolagen

Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA. Translasi

mRNA berlangsung pada ribosom di reticulum endoplasma yang kasar. Kolagen

berbeda dengan protein lain karena kolagen akan mengalami beberapa modifikasi

jika telah mencapai lingkungan ekstraseluler. Disini terjadi pengerutan kolagen

untuk membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil oksidase merupakan enzim

yang diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi pada sintesis kolagen terjadi

sintesa protein tingkat tinggi, sehingga tubuh memerlukan asupan protein yang

banyak dalam makanan yang dimakan.

g. Degradasi kolagen

Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim yang

sangat spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh berbagai

Page 40: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sel, termasuk sel radang, fibroblast dan sel epitel. Kolagenase masih dalam bentuk

tidak aktif dan harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin. Setelah kolagenase

menjadi aktif, enzim dapat dihambat dengan menggabungkannya dengan protein

plasma dan jaringan yaitu makroglobulin alfa-2.

h. Substansi Dasar

Substansi dasar terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan. Kombinasi

kartilago dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam syok molekuler. Keduanya

juga berperan menjaga kelembapan dan mengeluarkan sitokin. Asam hialuronat

memberikan linkungan yang cair untuk mempermudah gerakan sel yang cepat dan

diferensiasi sel. Asam ini timbul dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah

cedera pada orang dewasa, namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di

janin.

i. Kontraksi luka

Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling kuat.

Pada luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblast yang berkontraksi. Sel-sel ini

memiliki komponen otot polos dalam sitoplasmanya serta memiliki sifat-sifat

fibroblast lainnya.

j. Epitelisasi

Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang terpapar

dengan lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses epitelisasi

tetapi mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh. Lapisan luar kulit

yaitu epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang melindungi kulit dari

kehilangan cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka ketebalan partial akan sembuh

melalui proses epitelisasi. Terdapat dua fenomena utama dalam proses epitelisasi

yaitu: migrasi dan mitosis. Setelah epitel rusak akan terbentuk bekuan darah.

Keropeng merupakan bekuan darah yang mengering yang melindungi dermis

dibawahnya. Migrasi sel epitel mengawali proses perbaikan dan tidak bergantung

pada mitosis epitel. Sel-sel yang bermigrasi berasal dari tepi luka dan polikel

rambut serta kelenjar sebasea didasar luka.

Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, sel-sel ini akan kembali

ke fenotipik yang normal. Epetelisasi yang berhasil, diperluas dengan

mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering. Keropeng

Page 41: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

alami mungkin cukup baik untuk tujuan ini, bahan penutup yang tidak lengket

sangat baik untuk mempertahankan permukaan kulit tetap lembab dan dapat

meningkatkan proses epitelisasi secara bermakna.

k. Nutrisi

Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan.

Misalnya penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam

askorbat merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling sering.

Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin menjadi asam

aminohidroksi prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan molekul oksigen.

Zat besi merupakan unsur yang penting untuk penyembuhan luka yang

sesuai. Besi juga diperlukan untuk berlangsungnya hidroksilase residu prolin.

Kalsium dan magnesium dibutuhkan untuk aktivasi kolagenase dan sintesis

protein secara umum. Faktor esensial lain untuk penyembuhan luka adalah suplai

oksigen yang adekuat. Kebanyakan penyembuhan luka yang kronik dapat diatasi

secara efektif dengan meningkatkan oksigenisasi jaringan.

2.4.5 Tatalaksana Penyembuhan Luka

Berdasarkan Burn Injury Guidelines For Care, tatalaksana penyembuhan

luka yaitu dengan:

1. NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)

Proses penyembuhan luka pada anak-anak, orang dewasa dan orang tua,

akan mengalami proses yang berbeda dalam penyembuhannya. Pada anak dan

orang dewasa proses penyembuhan luka lebih cepat dari pada orang tua. Karena

pada orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang

dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah. Obat golongan NSAID

yang dapat digunakan untuk terapi management penyembuhan luka yaitu dengan

Asetaminofen, Ibuprofen, naproxen, tramadol dan morphin. Karena mekanisme

kerja dari obat NSAID yaitu dengan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase

(COX) yang merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab atas biosintesis

prostaglandin dan autokoid (Goodman & Gilman, 2002) . Prostaglandin

merupakan suatu modulator dari reaksi radang, prostaglandin akan menghasilkan

potensi yang kuat setelah terjadi kombinasi dengan mediator atau substansi lain

Page 42: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang bebas secara lokal dan autokoid (histamin, serotonin dan leukotrin). Jika

prostaglandin tidak dihambat maka akan terjadi proses peradangan yang

menyebabkan terjadinya inflamasi pada jaringan (Masjoer, 2003).

2. Pembalut Luka

Pembalut luka bertujuan untuk mengabsorbsi eksudat dan melindungi luka

dari kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan

karakteristik luka. Adapun jenis-jenis balutan luka antara lain:

1. Balutan kering yaitu untuk luka dengan kulit kering yang masih utuh atau tepi

kulit yang dipertautkan mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan

tidak akan melekat. Bahan yang dapat digunakan untuk balutan kering seperti

kasa dengan jala-jala yang lebar untuk melindungi luka dan memungkinkan

sirkulasi udara yang baik melalui balutan luka.

2. Balutan basah kering yaitu balutan kasa yang terbuat dari tenunan dan serat

non tenunan, rayon, poliester atau kombinasi lainnya

3. Balutan modern merupakan hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol

kelembapan disekitar luka. Bahan balutan luka ini disesuaikan dengan jenis

luka dan eksudat yang menyertainya. Bahan yang digunakan untuk balutan

luka modern seperti alginat, hidrogel, foam silikon lunak, hidrokoloid,

hidrofiber

3. Larutan Pembersih

Tujuan pemberian larutan pembersih yaitu untuk mengeluarkan debris

organik maupun anorganik sebelum menggunakan pembalut luka untuk

mempertahankan lingkungan yang optimum pada tempat luka untuk proses

penyembuhan.

Menurut pedoman AHCPR 1994, cairan pembersih yang diajurkan adalah

sodium klorida (Sinaga, 2012). Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas

Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempunyai sel darah

merah. Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering

adalah sodium klorida 0,90% merupakan konsentrasi normal dari sadium klorida

disebut juga normal salin yang merupakan larutan isotonis yang aman untuk

tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga

Page 43: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kelembapan disekitar luka, membantu luka menjalani proses penyembuhan serta

mudah didapat dan harga relatif lebih murah (Sinaga, 2012).

4. Agen Topikal

Agen topikal terdiri dari antiseptik dan antibakteri. Antiseptik adalah

bahan kimia yang dioleskan pada kulit atau jaringan yang hidup untuk

menghambat dan membunuh mikroorganisme dengan demikian akan mengurangi

jumlah total bakteri yang ada pada luka.

Pemakaian povidone iodine hanya digunakan pada luka-luka akut dan

kronik, sedangkan untuk luka terbuka tidak disarankan untuk menggunakannya.

Povidone iodine juga digunakan untuk mensterilkan alat dan permukaan kulit

yang utuh yang akan dioperasi. Sehingga untuk mencegah kerusakan jaringan

baru, WHO tidak menyarankan untuk menggunakan antiseptik pada luka bersih,

tetapi menggunakan larutan normal salin sebagai agen pembersih (WHO, 2010).

2.5 Sediaan Gel

Gel adalah sediaan semisolid yang terdiri dari dispersi molekul kecil atau

molekul besar dalam fase cair dengan menggunakan gelling agent (agen

pembentuk gel) (Ansel et al., 2011). Fase cair dari gel dapat dipertahankan dalam

tiga dimensi matriks polimer. Obat diendapkan dalam matriks atau dilarutkan

dalam fase cair (Marriott et al., 2010). Polimer-polimer yang biasa digunakan

untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, alginat,

gelatin, clays, PVA, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti derivat

selulosa carbopol (Marriott et al., 2010). Gel dapat digunakan dengan berbagai

macam rute administrasi, seperti pemberian pada kulit, mata, hidung, vagina dan

rektum (Ansel et al., 2011).

Kelebihan dari sediaan gel yaitu penyimpanannya stabil dalam jangka waktu

lama, memiliki penampilan yang baik, pembawa yang baik untuk diaplikasikan

pada kulit dan selaput lendir, pelepasan obat yang tinggi serta absorpsi

(penyerapan) yang cepat (Marriott et al., 2010).

Metode pembuatan gel secara umum, diantaranya:

a. Panaskan semua komponen gel (terkecuali dengan air), kurang lebih

sekitar 900C

Page 44: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Panaskan air, kurang lebih sekitar 900C

c. Tambahkan air ke minyak, aduk terus. Hindari pengadukan kuat karena

hal ini akan menimbulkan gelembung (Marriott et al., 2010).

Fungsi gel menurut Lachman et al. 1989 yaitu gel dapat digunakan untuk

pemberian oral, sediaan obat long-acting yang diinjeksikan secara intramuskular,

bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi,

bahan pengental pada sediaan cairan per oral dan basis supositoria. Selain itu gel

juga dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah padat (non steril)

atau dimasukan ke dalam lubang tubuh atau mata (steril) dan telah digunakan

dalam prosuk kosmetik.

2.5.1 Formula Sediaan Gel

2.5.1.1 Karbopol 940

Karbopol merupakan polimer sintetis dengan BM tinggi dari asam akrilat

yang dicampur dengan alil sukrosa lain atau eter alil dari pentaeritriol. Karbopol

mengandung antara 56%-68% asam karboksilat (COOH) terhitung dengan basis

kering. Karbopol berwarna putih, halus, bersifat asam, higroskopis, sebuk dengan

bau sedikit khas. Fungsi karbopol yaitu sebagai agen bioadhesif, agen pengemulsi,

agen pelepasan termodifikasi, agen pensuspensi, pengikat tablet dan agen

peningkat viskositas. Karbopol larut dalam air dan setelah dinetralisasi dapat larut

dalam etanol 95% dan gliserin. Meskipun karbopol larut dalam air, tetapi tidak

terdisolusi melainkan hanya mengembang (Rowe et al., 2006).

Karbopol memiliki pH yang sangat asam yaitu 2,7-3,5 dalam 0,5% b/v

disperse dalam air dan 2,5-3,0 dalam 1 b/v dalam air, oleh karena itu pada tahap

pembuatannya sebagai basis gel, seringkali ditambahkan NaOH atau golongan

amin untuk menyesuaikan pH sediaan hingga mendekati pH kulit. Titik leleh

karbopol, terdekomposisi pada suhu 260 C selama 30 menit. Karbopol merupakan

senyawa yang stabil, yang dapat dipanaskan dibawah suhu 104 C hingga 2 jam

tanpa mempengaruhi efisiensinya. Bagaimanapun, paparan temperatur yang

sangat tinggi dapat menyebabkan perubahan warna dan penurunan stabilitas.

Bentuk serbuk kering dari karbopol tidak akan adanya pertumbuhan dari mikroba

dan fungi. Sebaliknya mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik dalam dispersi

Page 45: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

air tanpa adanya pengawet, pengawet antimikroba yang dapat ditambahkan seperti

0,1% b/v klorokresol, 0,18% b/v metil paraben – 0,02% b/v propil paraben atau

0,1% b/v timerosal (Rowe et al., 2006).

Pada suhu ruang, dispersi karbopol dapat mempertahankan viskositasnya

selama penyimpanan dalam periode berkepanjangan. Demikian pula, viskositas

dispersi terjaga atau sedikit terjadi penurunan pada suhu penyimpanan yang tinggi

jika terdapat antioksidan didalamnya atau jika dispersi tersebut disimpan terlidung

oleh cahaya. Paparan cahaya menyebabkan oksidasi dan penurunan viskositas

dispersi. Serbuk karbopol harus disimpan dalam ruang kedap udara, wadah tahan

korosi, disimpan di tempat kering. Dan penggunaan kaca, plastik atau wadah resin

berlapis dianjurkan untuk menyimpan formula dengan kandungan karbopol.

Karbopol akan berubah warna apabila adanya resorsinol dan inkompatibel dengan

fenol, polimer kationik, asam kuat dan elektrolit level tinggi (Rowe et al., 2006).

2.5.1.2 Propilen glikol

Propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, praktis tidak berbau

dengan rasa sedikit manis pedas mirip gliserin. Larut dengan aseton, kloroform,

etanol 95%, gliserin dan air. Larut pada 1 dari 6 bagian dari eter, tidak larut

dengan minyak mineral ringan atau minyak tetap, tetapi akan memisah pada

beberapa minyak esensial. Fungsi propilen glikol yaitu sebagai pengawet

antimikroba, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizer untuk vitamin,

pelarut campur dengan air. Pada suhu dingin, propilen glikol stabil di wadah

tertutup, tetapi pada suhu tinggi, di tempat terbuka, cenderung mudah teroksidasi,

menghasilkan produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat dan asam

asetat. Propilen glikol stabil bila dicampur dengan etanol 95%, gliserin atau air.

Larutan mengandung air dapat disterilkan dengan cara autoklaf. Propilen glikol

inkompatibel dengan reagen oksidasi seperti kalium permanganat. Propilen glikol

higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2006).

Page 46: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.1.3 Metil Paraben dan Propil Paraben

Metil paraben dengan nama lain nipagin, merupakan serbuk hablur halus,

putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa

tebal. Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5

bagian etanol 95% dan dalam 3 bagian aseton, larut dalam 60 bagian gliserol

panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas. Fungsi metil paraben

sebagai pengawet antimikroba. Inkompatibilitas dengan zat lain seperti bentonit,

magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak esensial, sorbitol dan

atropin. Larutan berair metilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan cara

autoklaf pada suhu 120 selama 20 menit, tanpa terjadinya dekomposisi. Larutan

berair pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun

pada suhu kamar, sedangkan larutan air pada pH 8 atau di atas tunduk pada

hidrolisis yang cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan pada

suhu kamar) (Rowe et al., 2006).

Propil paraben dengan nama lain yaitu nipasol merupakan serbuk hablur

putih, kristalin, tidak berbau, tidak berasa. Sangat sukar larut dalam air, larut

dalam 3,5 bagian etanol 95%, dalam 140 bagian gliserol dan dalam 40 bagian

minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Propil paraben

berubah warna dengan adanya besi dan dihidrolisis oleh alkali lemah dan asam

kuat. Larutan propil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan cara autoklaf,

tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6 larutan stabil (kurang dari 10% dekomposisi)

sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik

(Rowe et al., 2006).

2.5.1.4 Trietanolamin

Trietanolamin biasa disingkat dengan TEA merupakan cairan kental,

tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik. TEA

mudah larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut dalam kloroform.

Trietanolamin akan bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam kompleks.

TEA dapat berubah warna menjadi cokelat pada paparan udara dan cahaya. 85%

TEA cenderung stratifikasi dibawah 15OC, dapat homogen dengan pemanasan

Page 47: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kembali sebelum digunakan untuk pencampuran. Penyimpanan dalam wadah

tertutup rapat, terlindung dari cahaya (Rowe et al., 2006).

2.5.1.5 Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit memiliki rumus empiris Na2S2O5 dengan bobot

molekul 190, 15. Natrium metabisulfit berupa kristal prisma tidak berwarna atau

putih krem-putih, bubuk kristal yang memiliki bau sulfur dioksida dan asam, rasa

seperti garam. Penggunaan natrium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan

tetapi dapat pula sebagai pengawet dalam beberapa sediaan farmasi. Natrium

metabisulfit larut dalam etanol 95%, sangat larut dalam gliserin, larut dalam 1

bagian dalam 1,9 bagian air dan larut 1 bagian dalam 1,2 bagian air mendidih 100

C (Rowe et al., 2006).

Pada paparan udara dan kelembaban, natrium metabisulfit perlahan

teroksidasi menjadi natrium sulfat dengan disintegrasi kristal. penambahan asam

kuat membebaskan sulfur dioksida. Di dalam air, natrium metabisulfit segera di

konversi menjadi ion natrium dan ion bisulfit. cairan natrium metabisulfit juga

terurai di udara, terutama dengan adanya pemanasan. Cairan yang akan di

sterilkan dengan cara autoklaf harus masukkan kedalam wadah yang berisi gas

inert seperti nitrogen. Penyimpanan natrium metabisulfit ditempatkan pada wadah

tertutup, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2006).

Natrium metabisulfit bereaksi dengan simpatomimetik dan obat derivat

alkohol lainnya. Obat-obat dapat terinaktivasi adalah epinefrin (adrenalin) dan

turunannya. Selain itu, natrium metabisulfit inkompatibel dengan kloramfenikol

karena reaksi yang lebih kompleks, juga menginaktivasi cisplatin dalam larutan.

Natrium metabisulfit inkompatibel dengan fenilmerkuri asetat ketika di autoklaf

dalam preparasi sediaan tetes mata. Natrium metabisulfit bereaksi dengan tutup

karet botol dosis ganda (Rowe et al., 2006).

2.5.1.6 Alkohol 96%

Alkohol 96% atau disebut juga etanol memiliki rumus empiris C2H6O dan

bobot molekul 46,07. Alkohol adalah cairan bening, tidak berwarna, mudah

menguap dengan cepat, bau yang khas dan rasa terbakar. Alkohol memliki fungsi

Page 48: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebagai pengawet antimikroba, disinfektan, penetrasi kulit dan pelarut.

Penggunaannya sebagai pelarut dalam sediaan topikal sebanyak 60-90%,

sedangkan sebagai pengawet penggunaannya ≥ 10%. Alkohol 96% memiliki titik

didih 78,15 C. Larut dalam kloroform, eter, gliserin, dan air (dengan rise

temperature dan kontraksi volume). Larutan alkohol dapat disterilisasi dengan

cara autoklaf atau penyaringan dan harus disimpan dalam wadah kedap udara dan

ditempat sejuk. Pada kondisi asam, larutan alkohol dapat bereaksi keras dengan

bahan pengoksidasi. Campuran dengan alkali dapat menggelapkan warna karena

reaksi dengan jumlah sisa aldehida. Garam organik atau akasia dapat diendapkan

dari larutan berair atau dispersi. Garam organik atau akasia dapat diendapkan dari

larutan berair atau dispersi. Larutan alkohol juga tidak sesuai dengan wadah

aluminium dan dapat bereaksi dengan beberapa obat (Rowe et al., 2006).

2.6 Bioplacenton® Gel

Bioplacenton merupakan sebuah obat topikal berbentuk gel yang dikemas

dalam tube. Bioplacenton memiliki kandungan ekstrak plasenta sapi 10%,

neomisin sulfat 0,5% dan jelly base, kombinasi ini merupakan bagian dari

perawatan luka yang sangat efektif. Ekstrak plasenta sebagai ―biogenic

stimulator‖ yang dapat menstimulasi terjadinya regenerasi sel dan untuk wound

healing, sedangkan neomisin sulfat merupakan antibiotik topikal yang berpotensi

untuk mencegah atau mengatasi infeksi bakteri gram negatif pada area luka.

Indikasi bioplacenton yaitu untuk mengobati luka bakar, luka terbuka, ulkus

kronis, luka yang lama sembuh dan terdapat granulasi, ulkus dekubistus,

pencegahan & pengobatan dermatitis karena radiasi dan infeksi kulit lainnya.

Kontra Indikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap ekstrak plasenta sapi dan

neomisin sulfat. Penggunaan dosis bioplacenton 4-6 kali sehari atau sesuai

kebutuhan pada area luka. Efek samping penggunaan bioplacenton yaitu

terjadinya reaksi hipersensitivitas (Kalbe farma, 2015).

Page 49: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1 dan 2, Laboratorium

Analisis Obat dan Pangan Halal, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia serta

Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 hingga Mei 2016.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

(AND GH-202 dan Wiggen Hauser), beaker glass, batang pengaduk, spatula,

mortar dan stamfer, kapas, tissue, kaca objek dan penutupnya, corong, pipet tetes,

gelas ukur, erlenmeyer, hot plate, kaca arloji, rotary evaporator, kulkas, lemari

asam, termometer, alumunium foil, pot sediaan, timbangan hewan (Ohauss),

kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, spuit 1 cc, pinset, gunting

bedah, alcohol swab, wadah pembius dan mikroskop cahaya (Olympus SZ61).

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan adalah senyawa etil p-metoksisinamat yang

diisolasi dari ekstrak kencur (Kaempferia galanga L.). Rimpang kencur diperoleh

dari BALITRO, Bogor. Jawa Barat dan di determinasi di Herbarium Bogoriense

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI).

Bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus

berupa pellet, akuadest, n-heksan, gel Bioplacenton®, cairan injeksi Ketamin 50

mg/ml, Veet®, larutan Hematoxylin-eosin, eter, disinfektan, karbopol 940,

propilenglikol, metil paraben (nipagin), propil paraben (nipasol), natrium

metabisulfit, trietanolamin, alkohol 96%, air suling.

Page 50: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2.3 Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2,5-3 bulan dengan bobot badan

150-200 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut

Pertanian Bogor.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan dikelompokkan

menjadi 5 bagian dengan jumlah total tikus yang digunakan 30 ekor di mana 5

ekor tikus digunakan untuk pengamatan persentase penyembuhan luka dan 1 ekor

dari masing-masing kelompok diambil untuk pengamatan histopatologis. Lima

kelompok tersebut terdiri dari kelompok kontrol negatif yang diberikan basis gel,

kontrol positif dengan diberikan sediaan gel Bioplacenton®, dan 3 kelompok

perlakuan yang diberikan gel senyawa etil p-metoksisinamat dengan konsentrasi

yang berbeda (Ameri et al., 2008).

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan

Kelompok Jumlah

tikus Perlakuan

Lama

perlakuan

Parameter

yang diamati

Kontrol

Negatif 6

Kelompok 1, daerah dorsal sekitar

3 cm dari auricula tikus dilukai

dan dioleskan Basis gel (2x1 hari)

14 hari

Parameter

visual dan

parameter

histopatologi

*

Kontrol

Positif 6

Kelompok 2, daerah dorsal sekitar

3 cm dari auricula tikus dilukai

dan dioleskan dengan gel

Bioplacenton® (2x1 hari)

14 hari

Uji

Konsentrasi

Rendah 6

Kelompok 3, daerah dorsal sekitar

3 cm dari auricula tikus dilukai

dan dioleskan gel senyawa EPMS

1% (2x1 hari)

14 hari

Uji

Konsentrasi

Sedang 6

Kelompok 4, daerah dorsal sekitar

3 cm dari auricula tikus dilukai

dan dioleskan gel senyawa EPMS

3% (2x1 hari)

14 hari

Uji

Konsentrasi

Tinggi 6

Kelompok 5, daerah dorsal sekitar

3 cm dari auricula tikus dilukai

dan dioleskan gel senyawa EPMS

5% (2x1 hari)

14 Hari

Page 51: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keterangan: * Parameter visual meliputi: perubahan warna, terbentuknya scab (keropeng),

pembentukan kulit baru, persentase penyembuhan luka.

Parameter histopatologi meliputi: pembentukan pembuluh darah baru

(neokapilerisasi), pertumbuhan pada jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan

sel radang (makrofag).

3.4 Kegiatan Penelitian

3.4.1 Isolasi Kristal Etil p-Metoksisinamat

3.4.1.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

Sebelum dilakukan penelitian, Kaempferia galanga L. terlebih dahulu

dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-

LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.

3.4.1.2 Penyiapan Simplisia

Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) diperoleh dari BALITRO,

Bogor-Jawa Barat. Selanjutnya dilakukan proses pencucian, sortasi basah,

perajangan, sortasi kering dan penyerbukan rimpang kencur dilakukan di

laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengeringan dilakukan

dengan cara kering anginkan selama 11 hari. Serbuk simplisia disimpan dalam

wadah kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.

3.4.1.3 Pembuatan Ekstrak

Pada pembuatan ekstrak rimpang kencur digunakan metode ekstraksi cara

dingin dengan maserasi dan menggunakan n-heksan sebagai pelarut yang

sebelumnya telah didestilasi. Serbuk simplisia ditimbang kemudian dimaserasi

dengan pelarut n-heksan hingga sampel terendam. Proses maserasi dilakukan

selama 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring

sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas di maserasi lagi sebanyak 4 kali

hingga hasil maserasi menunjukkan warna hampir jernih. Filtrat yang diperoleh

dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 48-500C

sampai diperoleh ekstrak kental yang berwarna coklat kekuningan.

3.4.1.4 Isolasi Kristal Etil p-metoksisinamat

Ekstrak kental rimpang kencur yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke

dalam kulkas untuk membantu mempercepat proses pengkristalan. Kristal yang

Page 52: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terbentuk kemudian dipisahkan dari ekstrak kental dengan cara melarutkan

ekstrak kental rimpang kencur yang mengkristal dengan pelarut n-heksan lalu

dilakukan penyaringan. Larutan ekstrak hasil penyaringan kemudian dipekatkan

kembali menggunakan vaccum rotary evaporator pada suhu 48-500C, lalu proses

pemisahan kristal diulangi hingga ekstrak kental yang diperoleh tidak mengkristal

lagi. Kristal yang tertinggal di atas kertas saring kemudian dicuci dengan

menggunakan etil asetat. Kristal yang tidak ikut terlarut selama proses pencucian

disaring untuk dipisahkan dengan kristal yang terlarut. Kristal yang terlarut

dipekatkan kembali dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 48-500C.

Kemudian proses pencucian diulangi beberapa kali sampai didapatkan kristal

murni (Mufidah, 2014 dengan modifikasi).

3.4.2 Identifikasi dan Uji Kemurnian Kristal Etil p-metoksisinamat

3.4.2.1 Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan secara fisik menggunakan panca indera yang meliputi

pemeriksaan warna, bau dan bentuk (Prabawati, 2015).

3.4.2.2 Pengujian Titik Leleh

Senyawa etil p-metoksisinamat yang didapat kemudian diidentifikasi titik

lelehnya dengan menggunakan alat apparatus melting point (Mufidah, 2014).

3.4.2.3 Pengujian Kristal Etil p-metoksisinamat dengan Kromatografi Gas

Spektrometri Massa (GC-MS)

Pengujian kristal hasil isolasi menggunakan kromatografi gas spektrometri

masa bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa etil p-metoksisinamat yang

terkandung. Proses pengujian dilakukan secara kualitatif dengan cara kristal hasil

isolasi dilarutkan dalam metanol pro chromatography hingga larut. Larutan

tersebut kemudian diinjekkan ke dalam kromatografi gas spektrometri massa.

Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m x 0,25 mm ID x 0,25 mikro m)

(Prabawati, 2015 dengan modifikasi).

Page 53: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3 Pembuatan Sediaan

Sediaan yang akan dibuat yaitu gel dengan formula yang mengandung etil

p-metoksisinamat. Penentuan dosis dilakukan dengan melakukan uji pendahuluan

dengan memakai dosis dengan konsentrasi EPMS 1%, 3% dan 5%. Formulasi

yang digunakan berdasarkan penelitian Prabawati, 2015 yaitu sediaan gel, karena

daya penetrasi EPMS kedalam barrier kulit lebih cepat dan kadar EPMS yang

didapat lebih besar nilainya dibanding sediaan krim dan salep. Formula basis gel

yang digunakan (Prabawati, 2015):

R/ Kristal EPMS

Karbopol 940 1 %

Propilen glikol 15%

Metil paraben 0,2 %

Propil paraben 0,1%

Natrium metabisulfit 0,2%

Trietanolamin 1%

Alkohol 96% 5%

Air suling ad 100

Cara pembuatan: karbopol didispersikan dalam air suling dingin kemudian

diaduk sampai homogen, setelah itu ditambahkan air suling panas secukupnya

diaduk hingga homogen, kemudian didiamkan beberapa saat setelah itu

ditambahkan terietanolamin dan diaduk perlahan hingga homogen dan

membentuk gel. Tambahkan campuran air suling dengan propilen glikol, metil

paraben dan propil paraben yang telah dididihkan sedikit demi sedikit sambil

diaduk hingga homogen. Lalu ditambahkan natrium metabisulfit yang telah

dilarutkan dengan sisa air suling. Setelah itu senyawa EPMS yang sebelumnya

telah di larutkan dengan alkohol 96% ditambahkan sedikit demi sedikit sambil

digerus hingga homogen (Marriott et al., 2010). Proses pembuatan gel EPMS

untuk konsentrasi 3% dan 5%, sama halnya dengan pembuatuan gel EPMS`1%,

namun sebelum dilarutkan dengan alkohol 96%, kristal dihaluskan dengan cara

mekanik, sampai didapatkan partikel yang lebih halus (Mose, 2014).

Page 54: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4 Evaluasi Sediaan Gel

3.4.4.1 Uji Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik sediaan gel yang diamati secara visual meliputi

bentuk, warna dan bau gel. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui gel yang

dibuat sesuai dengan warna dan bau senyawa yang digunakan.

3.4.4.2 Uji Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan cara 1 gram sediaan

ditimbang dan kemudiaan dioleskan di atas kaca objek dan dikatupkan dengan

kaca objek lain, selanjutnya homogenitas gel diamati. Gel harus menunjukkan

susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya bintik-bintik.

3.4.5 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley

berumur 2,5-3 bulan dengan berat badan 150-200 gram diadaptasi selama 1

minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan. Selama proses adaptasi,

tikus diberikan makanan berupa pelet dan air ad libitum serta dilakukan

pengamatan kondisi umum dan penimbangan bobot badan.

3.4.5.1 Pemeriksaan Komisi Etik Penelitian

Dilakukan pengajuan komisi etik penelitian di Fakultas Kedokteran -

Universitas Indonesia, Salemba. Agar penelitian yang akan dilakukan memenuhi

etika penggunaan hewan uji.

3.4.6 Pembuatan Luka

Pembuatan luka dilakukan dengan metode Morton yang telah

dimodifikasi, yaitu dengan cara: pada hari ke-0, tikus dianestesi dengan

menggunakan injeksi Ketamin 7 mg/KgBB secara i.m, kemudian diletakkan di

atas papan bedah dengan posisi telungkup dan ke empat kaki diikat. Rambut

disekitar punggung tikus di cukur dengan menggunakan krim perontok bulu

(Veet®), kemudian dibersihkan dengan menggunakan alkohol swab.

Kemudian

dibuat luka yang berbentuk lingkaran berdiameter ±1 cm pada dorsal sekitar 3 cm

Page 55: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dari auricula tikus, dengan cara mengangkat kulit tikus dengan pinset kemudian

digunting dengan gunting bedah hingga bagian dermis beserta jaringan yang

terikat di bawahnya (Ameri et al., 2008 dengan modifikasi).

3.4.7 Pemberian Bahan Uji

30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang digunakan dalam

penelitian dan diberikan 5 perlakuan berbeda. Masing-masing kelompok

perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan yaitu kelompok kontrol negatif

yang hanya diberikan basis gel tanpa kandungan senyawa EPMS, kelompok

kontrol positif diberikan gel Bioplacenton®

, kelompok perlakuan yang diberikan

gel yang mengandung senyawa EPMS dengan 3 dosis yang berbeda (gel EPMS

1%, gel EPMS 3% dan gel EPMS 5%). Gel dioleskan sebanyak ±200 mg yang

menutupi keseluruhan bagian luka di daerah punggung tikus dua kali sehari, yaitu

pagi dan sore hari selama 14 hari setelah pembuatan luka sesuai dengan fase

proliferasi selama penyembuhan luka.

3.4.8 Pengamatan Penyembuhan Luka

Pengukuran diameter luka diukur dengan aplikasi ImageJ. Pengukuran

dilakukan pada hewan uji dengan arah vertikal, horizontal dan kedua diagonal

mulai hari ke-1 sampai hari ke-14. Perlakuan pengolesan sediaan gel dilakukan

setiap hari (Kusmiati et al., 2006).

Cara penilaian luka:

Mengukur diameter rata-rata luka: D =

Luas luka: L= ⁄ x π x D2

Persentase penyembuhan luka, dapat dihitung dari rumus luas luka:

% penyembuhan luka =

x 100%

=

-

x 100%

=

x 100%

Dimana:

D = diameter rata-rata

Page 56: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

D0 = diameter luka setelah pembuatan luka

D1 = diameter luka pada hari dilakukan pengamatan

Bahan uji diberikan setelah pembuatan luka (hari ke-0) dan pengamatan

pertama luka dilakukan 24 jam setelah pembuatan luka (hari ke-1). Pengamatan

persentase penyembuhan luka dilakukan dari hari ke-1 hingga hari ke-14.

3.4.9 Eksisi Jaringan Kulit Tikus

Pengambilan sampel jaringan kulit dilakukan pada hari ke-7 dari kelima

kelompok diambil masing-masing 1 ekor tikus, pengambilan dilakukan setelah

tikus dikorbankan dengan larutan eter secara inhalasi. Daerah dorsal yang akan

diambil jaringan kulitnya dibersihkan dari rambut yang mulai tumbuh kembali,

jaringan kulit digunting dengan ketebalan ±3 mm hingga lapisan subkutan dan

sekitar ±2 cm dari tepi luka. Jaringan kulit yang diperoleh kemudian direndam

dengan larutan formalin 10% dan disimpan di dalam pot sediaan.

3.4.10 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus

Pembuatan preparat histopatologi jaringan kulit dengan pewarna

Hematoxyllin-Eosin, dilakukan di laboratorium patologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

3.4.11 Pengamatan Preparat Histopatologi

Pengamatan secara histopatologi dilakukan pada preparat jaringan kulit.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61)

pada perbesaran 400x dengan menggunakan metode scorring. Pengamatan ini

meliputi parameter-parameter yang berperan dalam penyembuhan luka seperti

pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi), pertumbuhan pada jaringan

ikat (fibroblas) dan keberadaan sel radang (makrofag).

Tabel 3.2 Penilaian Histopatologi Secara Mikroskopis Menurut Junianto dan

Prasetyo (2006) dalam Mawarti dan Ghofar (2014)

Parameter dan Deskripsi Skor

1. Pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi)

Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan

+

Page 57: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

rendah ( 1- 20 kapiler/lapang pandang)

Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan

sedang ( > 20-50 kapiler/lapang pandang)

Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan

rapat ( >50-75 kapiler/lapang pandang)

Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan

sangat rapat ( > 75 kapiler/lapang pandang)

++

+++

++++

2. Pertumbuhan pada jaringan ikat (fibroblas)

Kepadatan fibroblas pada daerah luka rendah

Kepadatan fibroblas pada daerah luka sedang

Kepadatan fibroblas pada daerah luka rapat

Kepadatan fibroblas pada daerah luka sangat rapat

+

++

+++

++++

3. Keberadaan sel radang (makrofag)

Sel radang menyebar dengan kepadatan rendah (1 s/d 50

sel/lapang pandang)

Sel radang menyebar dengan kepadatan sedang ( > 50 –

100 sel/lapang pandang)

Sel radang menyebar dengan kepadatan rapat ( > 1 - 100

sel/lapang pandang)

Sel radang menyebar dengan kepadatan sangat ( >200

sel/lapang pandang)

+

++

+++

++++

3.4.12 Rancangan Analisis Data

Data hasil pengujian disajikan dalam bentuk mean ± standar deviasi (SD).

Perbedaan dibandingkan antara kelompok uji dengan kelompok kontrol negatif

dan kontrol positif dengan cara analisis statistik menggunakan one-way Analysis

of Variance (ANOVA) atau uji non parametrik (Kruskal-Wallis) dan uji Paired

Samples T Test. Hasil dianggap signifikan secara statistik ketika nilai P ≤ 0,05

(Gogoi et al., 2014).

Page 58: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman aromatik yang

tergolong ke dalam famili Zingiberaceae (temu-temuan) yang dipakai dalam

pengobatan tradisional. Kencur memiliki komponen yang terbesar yaitu senyawa

etil p-metoksisinamat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi (Umar, et al.

2012). Bagian yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang kencur yang

diperoleh dari BALITRO, Bogor. Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium

Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah

Kaempferia galanga L. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 4.

4.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Gambar 4.1 Serbuk Simplisia Kencur (Kaempferia galanga L.)

[Sumber: Kolesi Pribadi]

Rimpang kencur yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 5,5 Kg,

setelah melalui serangkaian proses pembuatan simplisia, diperoleh serbuk

simplisia rimpang kencur sebanyak 797 gram. Serbuk simplisia yang dihasilkan

berwarna kecoklatan (Gambar 4.1). Pembuatan serbuk simplisia bertujuan untuk

memperkecil ukuran partikel simplisia dan memperluas permukaan simplisia,

sehingga simplisia akan lebih banyak kontak dengan pelarut ketika diekstraksi dan

menghasilkan banyak kristal yang tersari ke dalam pelarut yang selanjutnya

Page 59: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan hingga dilakukan proses

isolasi.

4.3 Isolasi Etil p-metoksisinamat

Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dengan cara rekristralisasi

(lampiran 2). Senyawa etil p-metoksisinamat mengkristal pada suhu ruang,

sehingga tahap isolasi menjadi lebih mudah. Hampir 80% dari ekstrak kental yang

didapat mengkristal dibiarkan dalam suhu ruang (Umar et al., 2012).

Proses isolasi kristal etil p-metoksisinamat diperoleh dengan proses ekstraksi

hingga proses isolasi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam rimpang kencur dengan pelarut n-heksan selama

4-5 hari pada temperatur kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-

senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan

yaitu: peralatan yang dibutuhkan sederhana dan proses pengerjaannya mudah

(Tiwari et al., 2011). Penggunaan n-heksan sebagai pelarut berdasarkan pada

penelitian yang dilakukan oleh Taufikurohmah, et al. (2008) menyatakan bahwa

kepolaran senyawa etil p-metoksisinamat lebih mendekati heksan karena senyawa

etil p-metoksisinamat memiliki 2 gugus yang bersifat non polar yaitu gugus ester

dan lingkar benzen, sedangkan gugus yang bersifat polar hanya satu yaitu karbonil

dalam gugus ester.

Filtrat hasil maserasi yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan

vacuum rotary evaporator untuk menguapkan pelarut n-heksan dan untuk

menghasilkan ekstrak. Ekstrak yang didapat kemudian dilakukan proses

rekristalisasi senyawa yang dilakukan dengan dua tahapan yaitu proses pemisahan

kristal dan pencucian kristal. Pemisahan kristal dilakukan dengan menambahkan

pelarut n-heksan pada ekstrak kental yang masih berwarna coklat, kemudian

disaring untuk memisahkan kristal etil p-metoksisinamat dari kandungan ekstrak

lainnya. Selanjutnya dilakukan proses pencucian kristal etil p-metoksisinamat

untuk memisahkan pengotor yang menempel pada kristal sehingga didapatkan

kristal yang murni yang berwarna putih. Penggunaan pelarut n-heksan dan Etanol

96% pada tahap ini bertujuan untuk memisahkan senyawa semi polar yang sulit

terpisah dari kristal etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2015 dengan modifikasi).

Page 60: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kristal yang didapatkan sebanyak 32,37 gram dengan nilai rendemen kristal

sebesar 4,06% (perhitungan rendemen kristal dapat dilihat di lampiran 8).

4.4 Identifikasi dan Uji Kemurnian Senyawa Etil p-metoksisinamat

Identifikasi dan uji kemurnian kristal etil p-metoksisinamat dilakukan untuk

membuktikan bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa murni. Proses

identifikasi meliputi:

4.4.1 Pengamatan Organoleptis

Warna : Putih

Bau : Aromatik khas

Bentuk : Kristal

4.4.2 Pengukuran Titik Leleh

Pengukuran titik leleh dilakukan triplo dengan menggunakan alat apparatus

melting point stuart SMP 10.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran titik leleh senyawa etil p-metoksisinamat

Replikasi Jarak titik leleh (oC)

1.

2.

3.

49-50

49-50

49-50

Parameter kemurnian suatu senyawa dapat dinilai jika rentang titik leleh

awal hingga melebur sempurna tidak lebih dari 2oC (Riswanto et al., 2015).

Rentang titik leleh senyawa yang didapatkan dari pengujian ini yaitu 49-50oC

hanya lebih 1oC dengan titik leleh standar etil p-metoksisinamat yaitu 49

oC (Umar

et al., 2014). Senyawa yang memiliki titik leleh yang sempit adalah senyawa yang

murni. Oleh karena itu kristal hasil isolasi dapat dikatakan murni senyawa etil p-

metoksisinamat (Riswanto et al., 2015).

4.4.3 Pengukuran Senyawa Etil p-metoksisinamat dengan Kromatografi Gas

Spektrometri Massa (GC-MS)

Pengujian kristal hasil isolasi dengan metode kromatografi gas spektrometri

massa (GC-MS) dilakukan untuk melihat identitas kristal dan kemurnian senyawa

etil p-metoksisinamat. Penggunaan metanol pro chromatography sebagai pelarut

Page 61: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sampel pada pengujian ini dikarenakan etil p-metoksisinamat memiliki kelarutan

tertinggi pada pelarut tersebut. Identitas senyawa etil p-metoksisinamat

ditunjukkan oleh waktu retensi, bobot molekul dan fragmentasi massa. Hasil

interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa isolat kencur muncul pada

waktu 9,892 menit, berat molekul 206,1 dengan fragmentasi massa pada 161; 134;

117; 89; 63 dan 39. Sedangkan standar etil p-metoksisinamat muncul pada waktu

9,90 menit, berat molekul 206,4 serta memiliki fragmentasi massa pada 161; 134;

118; 103; 69; 63 dan 39 (Umar et al., 2012). Kedua hasil tersebut sesuai dengan

Diani (2014) yang menyatakan bahwa senyawa etil p-metoksisinamat muncul

pada waktu retensi 9,9 menit, bobot molekul 206,4 serta memiliki 4 puncak

fragmentasi massa yang sesuai, yaitu 161, 134,63 dan 39, yang dapat dianalisis

berdasarkan data base MS. Sedangkan 3 puncak yang lainnya (69, 103 dan 118)

belum dapat dianalisis karena memiliki nilai kemiripan rendah dengan data base

library MS, sehingga diperlukan beberapa identifikasi lanjutan seperti H-NMR

dan C-NMR (Diani, 2014). Parameter kemurnian ditunjukkan dari hasil nilai

puncak kristal etil p-metoksisinamat, yaitu pada puncak fragmentasi 161, yang

menunjukkan bahwa pada puncak tersebut merupakan senyawa etil p-

metoksisinamat (Umar et al., 2012). Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan

bahwa kadar senyawa etil p-metoksisinamat adalah murni 100% (lampiran 12).

4.5 Evaluasi Sediaan Gel

Senyawa etil p-metoksisinamat yang telah dilakukan uji kemurnian

kemudian dibuat ke dalam suatu sediaan semi solid yaitu gel, agar dapat

diaplikasikan pada luka. Hasil evalusi gel etil p-metoksisinamat dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Gel Etil p-metoksisinamat

Karakteristik Hasil

Gel EPMS 1% Gel EPMS 3% Gel EPMS 5%

Organoleptis

Gel

Warna Putih

transparan Putih Putih

Bentuk Setengah padat Setengah padat Setengah padat

Bau Aroma Khas

EPMS

Aroma Khas

EPMS

Aroma Khas

EPMS

Homogenitas Gel Homogen Terdispersi

Homogen

Terdispersi

Homogen

Page 62: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sediaan gel dipilih karena berdasarkan penelitian Prabawati, 2015 yaitu

sediaan gel memiliki daya penetrasi ke dalam barrier kulit yang lebih cepat dan

kadar etil p-metoksisinamat yang didapat lebih besar nilainya dibanding sediaan

krim dan salep. Kemudian sediaan gel mempunyai keuntungan lain yaitu

penyimpanannya stabil dalam jangka waktu lama, memiliki penampilan yang

baik, pembawa yang baik untuk diaplikasikan pada kulit dan selaput lendir,

pelepasan obat yang tinggi serta absorpsi (penyerapan) yang cepat (Marriott et al.,

2010).

Pengujian organoleptik meliputi bentuk, warna dan bau. Gel yang dihasilkan

memiliki bentuk setengah padat yang merupakan karakteristik dari sediaan gel itu

sendiri. Warna putih yang dihasilkan dari warna kristal etil p-metoksisinamat serta

merupakan warna dari masing-masing eksipien gel, sifat transparant yang dimiliki

oleh gel itu sendiri didapat dari gelling agent yang digunakan (Karbopol 940)

selain memberikan sifat transparant, karbopol 940 memberikan sifat mengembang

pada sediaan gel. Pada beberapa konsentrasi gel, memiliki perubahan warna yang

berwarna transparan menjadi warna putih. Semakin tinggi konsentrasi senyawa

yang terkandung, maka warna yang dihasilkan akan semakin putih. Begitu pula

halnya dengan aroma khas dari senyawa etil p-metoksisinamat dari gel dengan

konsentrasi 1%, 3% dan 5%. Semakin tinggi konsentrasi senyawa, maka semakin

tercium aroma khas senyawa etil p-metoksisinamat dalam sediaan gel. Pengujian

homogenitas merupakan pengujian terhadap ketercampuran eksipien sediaan gel

yang menunjukkan susunan yang homogen. Hasil dilakukan terhadap basis gel

serta gel dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5%. Hasil pengujian gel konsentrasi 1%

menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran halus,

sedangkan pada pengujian gel konsentrasi 3% dan 5% menunjukkan bahwa

sediaan gel terdispersi homogen, dispersi padatan dan stabil. Hal tersebut menurut

Mose (2014) termasuk ke dalam sistem koloid dengan karakteristik seperti:

sediaan tampak homogen, dispersi padatan serta umumnya stabil.

4.6 Komisi Etik Penelitian

Penelitian ini telah lolos kaji etik oleh komite etik penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia (Lampiran 6).

Page 63: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.7 Pengukuran Bobot Tikus

Pengukuran bobot tikus, baik pada kelompok kontrol negatif (KN), kelompok

kontrol positif (KP), uji konsentrasi rendah 1% (UKR), uji konsentrasi sedang 3%

(UKS) dan uji konsentrasi tinggi 5% (UKT), dan dapat dilihat pada gambar 4.2

(lampiran 13).

Gambar 4.2 Grafik rerata bobot tikus tiap kelompok (gram)

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih

jantan galur sprague dawley berusia 10-12 minggu. Tikus yang digunakan

merupakan tikus yang sehat dengan bobot sekitar 150-200 gram. Tikus betina

tidak digunakan untuk menghindari pengaruh faktor hormonal (estrogen dan

progesteron) dalam penyembuhan luka (Putri, 2013). Tikus dibagi menjadi 5

kelompok yaitu 3 kelompok uji yang diberikan perlakuan dengan konsentrasi

senyawa yang berbeda (1%, 3% dan 5%), kelompok kontrol negatif yang

diberikan basis gel dan kelompok kontrol positif yang diberikan gel

Bioplacenton®. Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat

menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru. Setiap kelompok tikus

putih jantan ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan kepadatan kandang

masing-masing 2 ekor dengan kondisi kandang diberi penyekat diantara kedua

ekor tikus tersebut. Selama aklimatisasi hingga pengujian dilakukan pengamatan

kondisi umum serta penimbangan bobot tikus. Mayoritas dari hewan uji pada saat

0

50

100

150

200

250

Hari ke-1 Hari ke-8 Hari ke-15 Hari ke-22

KN

KP

UKR

UKS

UKT

Hari Pengamatan

Be

rat

Bad

an T

iku

s (g

ram

)

Page 64: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

proses aklimatisasi mengalami peningkatan bobot, tetapi pada saat dilakukan

pengujian, bobot tikus mengalami penurunan yang signifikan, dikarenakan faktor-

faktor tertentu, seperti kondisi kesehatan, kondisi organ tubuh, imunitas dan

beberapa faktor relatif lain. Menurut penelitian Sihombing dan Tuminah (2011)

salah satu faktor kenaikan bobot tikus adalah pakan. Komposisi pakan harus tetap

dikontrol dengan baik, bila terjadi penurunan salah satu kandungan protein atau

lemak akan berdampak pada penampilan tikus seperti bulu relatif kasar, lebih

agresif dan bobot tikus rendah serta pemeliharaan dan pengembangan hewan uji.

Lingkungan berperan untuk kesehatan hewan, seperti sarana kandang harus

terpenuhi dengan ventilasi, suhu dan kelembaban dapat diatur secara optimum.

Ventilasi yang baik akan menurunkan kemungkinan penyebaran penyakit pada

hewan uji. Dengan demikian kualitas hewan uji dapat terjaga, sedangkan kondisi

lingkungan dan sanitasi tempat hewan uji masih kurang memenuhi persyaratan

dikarenakan keterbatasan sarana dan tempat. Grafik bobot tikus dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

4.8 Pengamatan Visual Luka Terbuka

Pengamatan luka dilakukan setiap hari untuk melihat perubahan fisik yang

terjadi pada daerah perlukaan. Tikus uji dan tikus kontrol, diamati perubahan-

perubahan dalam proses penyembuhan luka secara visual dan pengamatan dimulai

dari hari ke-0 hingga hari ke-14 pada setiap kelompok. Hasil pengamatan visual

luka terbuka dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Page 65: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3 Hasil pengamatan visual luka terbuka

Kelompok

Tikus Keterangan

Pengamatan Fisiologis Hari Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol

Negatif

Warna M C C C C C C C C MM MM MM P P P

Terbentuk scab - - √ √ √ √ √ √ √ - - - - - -

Terbentuk kulit

baru - - - - - - - - - √ √ √ √ √ √

Kontrol

Positif

Warna M C C C C C C C MM MM MM P P P P

Terbentuk scab - - √ √ √ √ √ √ - - - - - - -

Terbentuk kulit

baru - - - - - - - - √ √ √ √ √ √ √

Konsentrasi

rendah

(1%)

Warna M C C C C C C M MM MM MM P P P P

Terbentuk scab - - √ √ √ √ √ √ - - - - - - -

Terbentuk kulit

baru - - - - - - - - √ √ √ √ √ √ √

Konsentrasi

sedang

(3%)

Warna M C C C C C C C C M M M M M P

Terbentuk scab - - √ √ √ √ √ √ √ - - - - - -

Terbentuk kulit

baru - - - - - - - - - √ √ √ √ √ √

Konsentrasi

tinggi

(5%)

Warna M C C C C C C C M M M M M M M

Terbentuk scab - - √ √ √ √ √ √ √ - - - - - -

Terbentuk kulit

baru - - - - - - - - - √ √ √ √ √ √

Ket: Merah (M); Cokelat (C); Merah muda (MM); Putih (P); Ada ( √ ); Tidak ada ( - )

Catatan: terbentuknya scab menunjukkan fase proliferasi tahap awal

Page 66: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengamatan secara visual yang diamati meliputi keadaan perubahan warna

luka, terbentuknya scab (keropeng) serta terbentuknya kulit baru. Terbentuknya

scab (keropeng) pada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif adalah rata-

rata dimulai dari hari ke-2, terbentuknya kulit baru pada kelompok kontrol negatif

terjadi rata-rata pada hari ke-9, sedangkan untuk kelompok kontrol positif terjadi

rata-rata pada hari ke-8.

Pada kelompok uji konsentrasi 1%, 3% dan 5% terbentuknya scab (keropeng)

dimulai hari ke-2, kelompok uji konsentrasi 1%, terbentuknya kulit baru terjadi

rata-rata pada hari ke-8 sedangkan untuk kelompok uji konsentrasi 3% dan 5%

terbentuknya kulit baru terjadi rata-rata pada hari ke-9.

Menurut penelitian Mawarsari (2015) Perubahan warna pada kelompok

kontrol negatif, positif serta pada kelompok uji konsentrasi 1%, 3% dan 5%

terjadi seiring dengan mulai mengeringnya luka dan proses penyembuhan luka.

Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka memasuki fase

proliferasi tahap awal (Agustina, 2011). Pengamatan secara visual menunjukkan

bahwa kondisi luka yang awalnya dalam kondisi lembab, terlihat segera

mengering setelah terbentuknya keropeng. Keropeng yang terbentuk di atas

permukaan membentuk homeostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh

mikroorganisme. Kecepatan terbentuknya keropeng menunjukkan kecepatan

penyembuhan luka (Aponno et al., 2014). Pada fase ini ditandai dengan

pembentukan jaringan granulasi pada luka (fibroblas dan sel inflamasi) fase ini

terjadi pada hari ke 3-14 (Prabakti, 2005). Hasil tersebut, menunjukkan bahwa

kecepatan penyembuhan luka pada kelompok uji konsentrasi 1% hampir sama

dengan kelompok kontrol positif yaitu dalam rentang terbentuknya keropeng

hingga terbentuknya kulit baru antara hari ke-2 hingga hari ke-8. Sedangkan

penyembuhan luka pada kelompok uji konsentrasi 3% dan 5% hampir sama

dengan kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan basis gel dalam rentang

hari ke-2 hingga hari ke-9. Pengaplikasian sediaan dengan konsentrasi tinggi pada

permukaan luas luka yang kecil akan menyebabkan terjadinya penumpukan

sediaan pada lapisan atas membran, karena terjadinya perubahan struktur

membran sebagai akibat dari konsentrasi yang tinggi, terjadi perubahan koefisien

partisi antara pembawa dan sawar kulit. Sehingga zat aktif tidak sepenuhnya

Page 67: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terlepas dari sediaan dan hanya tertinggal di permukaan kulit (Simanjuntak,

2006).

Pada kelompok uji konsentrasi 1% mengalami proses penyembuhan yang

hampir sama dengan kelompok kontrol positif. Hal ini dibuktikan pada waktu

mulai terbentuknya scab (keropeng) dan waktu terbentuknya kulit baru.

Perubahan warna luka terjadi seiring dengan mulai mengeringnya luka. Proses

lepasnya keropeng bersamaan dengan proses keringnya luka. Hal ini menandakan

sudah terjadinya pertumbuhan sel-sel baru pada kulit sehingga membantu

mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka sehingga terbentuknya

kulit baru (Aponno et al., 2014).

4.9 Pegukuran Persentase Penyembuhan Luka

Pada pengukuran persentase penyembuhan luka, masing-masing tikus dibuat

perlukaan pada bagian dorsal 3 cm dari auricula tikus dengan cara tikus dianestesi

dengan diberikan injeksi intramuskular ketamin-hameln 50 mg/ml dengan dosis 7

mg/KgBB dengan tujuan untuk memudahkan dalam penanganan serta mengurangi

rasa sakit yang akan ditimbulkan selama dan setelah perlukaan, kemudian rambut

rambut tikus dicukur dengan tujuan memudahkan pengamatan luka dari hari ke

hari pada saat dilakukannya pengujian. Pembuatan luka pada masing-masing

kelompok dilakukan dengan metode Morton (Ameri et al., 2008) dengan dibuat

diameter sebesar ±1 cm kemudian bagian kulit tersebut diangkat menggunakan

pinset dan dibedah dengan menggunakan gunting bedah. Luka yang dihasilkan

berbentuk lingkaran.

Pengukuran persentase penyembuhan luka diamati pada kelompok kontrol

dan kelompok uji dalam interval waktu 3 hari selama 14 hari, karena untuk

melihat adanya perubahan luka pada tikus sehingga terjadi penyembuhan luka

pada tikus. Pengukuran persentase penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar

4.3 (lampiran 14).

Page 68: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.3 Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka tiap Kelompok (%)

Ket: kontrol negatif (KN); kontrol positif (KP); uji konsentrasi rendah (UKR); uji konsentrasi

sedang (UKS); uji konsentrasi tinggi (UKT)

Data hasil rerata persentase penyembuhan luka kemudian diuji secara statistik

menggunakan uji One-way ANOVA (SPSS 16.0). Uji normalitas dengan One

Sample Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas levene’s menunjukkan bahwa

data tidak terdistribusi normal dan homogen (p ≤ 0,05) sehingga analisis

dilanjutkan dengan statistik non parametrik, yaitu uji Kruskal-Wallis dan hasil

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara bermakna antara kelompok

tikus kontrol negatif, kontrol positif dan tikus uji (p ≥ 0,05) (Lampiran 15). Hal

tersebut menunjukkan bahwa pemberian gel etil p-metoksisinamat dengan

berbagai konsentrasi dan basis gel mempengaruhi persentase penyembuhan luka.

Dalam formula gel etil p-metoksisinamat digunakan alkohol dengan

konsentrasi 96% yang seharusnya memiliki efektivitas antiseptik yang rendah,

karena menurut Desiyanto dan Djannah (2013), kandungan alkohol 60-80%

merupakan konsentrasi terbaik alkohol sebagai antiseptik. Konsentrasi alkohol

diluar range optimal tersebut, diprediksi akan mengurangi kemampuan

mendenaturasi protein bakteri.

Pada penelitian ini, menggunakan gel Bioplacenton®

sebagai kelompok

kontrol positif. Pemilihan ini didasarkan pada indikasi gel Bioplacenton®

yang

0

20

40

60

80

100

120

HARI KE-3 HARI KE-6 HARI KE-9 HARI KE-12 HARI KE-14

KN

KP

UKR (1%)

UKS (3%)

UKT (5%)

Hari Pengamatan

Pe

rsen

tase

P

en

yem

bu

han

Lu

ka (

%)

Page 69: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

didalamnya terkandung ekstrak plasenta yang berperan dalam menstimulasi

proses regenerasi sel sedangkan neomisin sulfat berperan sebagai bakterisidal

(Dewi, 2010). Dalam hal ini aktivitas gel Bioplacenton® dapat berperan dalam

menstimulasi proses regenerasi sel seperti merangsang re-epitelisasi dan

pembentukan jaringan ikat fibrokolagen serta mencegah timbulnya infeksi pada

luka yang dapat menghambat proses penyembuhan luka (Dewi, 2010).

Berdasarkan hasil persentase penyembuhan luka, data yang telah

dikuantifikasi menggunakan program ImageJ, kemudian data dibuat dalam

bentuk persen (%) dan SD untuk mengetahui persentase peningkatan kesembuhan

luka pada hewan uji (lampiran 14). Berdasarkan hasil kuantifikasi persentase

penyembuhan luka tikus dapat dikatakan bahwa gel etil p-metoksisinamat

konsentrasi 1% memiliki aktivitas penyembuhan luka lebih cepat yakni luka

menutup pada hari ke-9 dengan rerata persentase kesembuhan luka 95,25% bila

dibandingkan dengan gel etil p-metoksisinamat konsentrasi 3% dan 5% maupun

kontrol negatif dan positif.

4.10 Pengamatan Preparat Histopatologi

Pengamatan preparat histopatologi dilakukan pada saat pengujian

berlangsung, setiap tikus diberikan gel etil p-metoksisinamat pada luka sebanyak

±200 mg menutupi keseluruhan bagian luka dua kali sehari, yaitu di pagi dan sore

hari selama 14 hari setelah pembuatan luka pada tikus. Pada hari ke-7, masing-

masing 1 ekor tikus dari tiap kelompok, dibunuh dengan cara dibius dengan eter

secara inhalasi dengan dosis berlebih, kemudian jaringan kulit tikus diambil untuk

pembuatan preparat histopatologi. Pengamatan preparat jaringan kulit tikus

dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara deskriptif

pada perbesaran 10x hingga 40x untuk menilai parameter histopatologi

(pembentukan pembuluh darah baru [neokapilerisasi], pertumbuhan pada jaringan

ikat [fibroblas] dan keberadaan sel radang [makrofag]) yang berperan dalam

penyembuhan luka. Gambar histopatologi kulit tikus bagian luka dapat dilihat

pada tabel berikut:

Page 70: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7

Kelompok Perbesaran

10x 20x 40x

KN

KP

UKR

UKS

UKT

Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7

Ket: Pembuluh darah; Makrofag; Fibroblas

kontrol negatif (KN); kontrol positif (KP); uji konsentrasi rendah (UKR); uji konsentrasi sedang

(UKS); uji konsentrasi tinggi (UKT)

Hasil penilaian parameter pada pengamatan preparat histopatologi pada hari

ke-7 yang dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) dapat

dilihat pada tabel 4.5.

Page 71: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Hasil penilaian parameter pada preparat hari ke-7

Kelompok tikus Neokapilerisasi Fibroblas Keberadaan sel

radang (makrofag)

Kontrol negatif + + ++

Kontrol positif +++ ++ +

UKR (gel EPMS 1%) ++ +++ +

UKS (gel EPMS 3%) ++ +++ +

UKT (gel EPMS 5%) ++ ++ +

Ket: (+) terdapat sedikit makrofag, fibroblas dan neokapilerisasi (<20)

(++) terdapat banyak makrofag, fibroblas dan neokapilerisasi (>50)

(+++) terdapat lebih banyak makrofag, fibroblas dan neokapilerisasi (>1-100)

(-) tidak terdapat makrofag, fibroblas dan neokapilerisasi

Pembuatan preparat pada hari ke-7 dikarenakan proses re-epitelisasi yang

biasanya menutup luka sudah memasuki tahap akhir. Secara mikroskopis,

pengamatan yang dilakukan pada hari ke-7 teramati pada kelompok uji dan

kelompok kontrol positif terbentuknya neokapilerisasi dan jaringan ikat

(fibroblas) dengan nilai >50 pembuluh darah/lapang pandang dibanding dengan

kelompok kontrol negatif yang jumlah pembuluh darah dan jaringan ikat yang

terbentuk lebih sedikit. Neokapilerisasi menunjukkan bahwa terdapat banyak

pembuluh darah baru yang akan berkembang menjadi percabangan baru pada

jaringan luka. Pembuluh darah memiliki peranan penting dalam perbaikan

jaringan untuk memberikan asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi

(Prasetyo et al., 2010). Terbentuknya jaringan ikat (fibroblas) merupakan sel pada

jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka. Fibroblas

merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan.

Fibroblas mempunyai kemampuan kontraktil yang disebut miofibroblas, yang

mengakibatkan tepi luka akan tertarik dan mendekat, sehingga kedua tepi luka

akan melekat. Dengan berlangsungnya proses penyembuhan, fibroblas pun

semakin bertambah (Napanggala et al., 2014). Terbentuknya makrofag pada

kelompok uji dan kelompok kontrol menunjukkan jumlah yang berbeda, pada

kelompok uji jumlah makrofag yang terbentuk lebih sedikit dari jumlah makrofag

pada kelompok kontrol negatif (<20 makrofag/lapang pandang). Makrofag atau

sel radang merupakan sel jaringan pertahanan seluler kedua setelah sel

neutrofil/polimorfo nuclear cell (PMN) yang menunjukkan adanya fagositosis dari

Page 72: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bakteri dan sel-sel rusak yang mampu memfagosit 100 bakteri hingga pada

akhirnya lisis (Prasetyo et al., 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok

uji, dengan terbentuknya neokapilerisasi dan fibroblas serta berkurangnya jumlah

makrofag menunjukkan bahwa penyembuhan luka telah memasuki fase

proliferasi.

Pada penelitian ini, aktivitas senyawa etil p-metoksisinamat dalam proses

penyembuhan luka terbuka, menunjukkan hasil yang signifikan dalam penurunan

luas luka serta persentase penyembuhan luka. Senyawa etil p-metoksisinamat

mempengaruhi penyembuhan luka pada fase inflamasi dan fase proliferasi.

Pengaruh pada fase inflamasi terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-5 yang

menunjukkan jumlah makrofag mendominasi. Makrofag mempunyai kemampuan

menfagosit 100 bakteri hingga pada akhirnya lisis. Dengan demikian, jumlah sel

makrofag yang terdapat pada kelompok uji konsentrasi 1%, 3%, 5% dan kontrol

positif dengan jumlah yang lebih rendah, menunjukkan bahwa fase inflamasi

terjadi lebih cepat dibanding dengan kelompok kontrol negatif. Diketahui bahwa

pengaruh pemberian gel etil p-metoksisinamat mempunyai kemampuan untuk

mempercepat fase inflamasi dengan memicu makrofag untuk memfagosit bakteri

di sekitar luka. Pengaruh pemberian gel etil p-metoksisinamat pada fase

proliferasi ditunjukkan pada pengamatan visual luka, di mana waktu terbentuknya

scab (keropeng) pada ketiga kelompok uji rata-rata pada hari ke-2 menunjukkan

luka telah memasuki fase proliferasi yang sama dengan kelompok kontrol negatif.

Namun, setelah diamati secara mikroskopik kelompok kontrol negatif tidak

menunjukkan percepatan pada fase inflamasi, karena pada hari ke-7, terdapat

banyak makrofag yang menandakan bahwa fase inflamasi masih berlangsung.

Berdasarkan penelitian Umar et al., (2012) senyawa etil p-metoksisinamat

memiliki kemampuan antiinflamasi yang sangat baik secara in vitro. Selain

memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi, senyawa etil p-metoksisinamat juga

memiliki efek analgesik yang mampu mengurangi rasa sakit serta memiliki efek

angiogenesis (proses pembentukan pembuluh darah baru) yaitu suatu proses

penyembuhan dari inflamasi yang sudah kronis dan menjadi prekursor potensial

untuk pengembangan agen terapi yang potensial untuk mengobati penyakit yang

melibatkan peradangan dan angiogenesis (Umar et al., 2014).

Page 73: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam penelitian Tara et al (2006) dijelaskan bahwa ekstrak alkohol

Kaempferia galanga L. memiliki aktivitas penyembuhan luka bakar yaitu

terbentuknya jaringan granulasi pada luka (fase proliferasi) dan memiliki

peningkatan yang lebih besar antara kelompok uji dengan kelompok kontrol,

mengacu pada penelitian tersebut diketahui ekstrak Kaempferia galanga L.

memiliki komponen senyawa etil p-metoksisinamat yang berpotensi sebagai

penyembuh luka, baik luka terbuka maupun luka bakar.

Page 74: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

58 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas etil p-metoksisinamat terhadap

penyembuhan luka terbuka pada tikus putih (rattus norvegicus) jantan galur

spague dawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara visual, gel etil p-metoksisinamat pada konsentrasi 1%, 3% dan 5%

menunjukkan perbedaan pada perubahan warna, pembentukan scab

(keropeng) dan terbentuknya kulit baru dengan kelompok kontrol negatif

dan positif.

2. Gel etil p-metoksisinamat diamati secara histopatologi dapat mempercepat

neokapilerisasi dan terbentuknya fibroblas

3. Gel etil p-metoksisinamat diamati secara histopatologi pada hari ke-7

terdapat sedikitnya jumlah makrofag yang menandakan bahwa

penyembuhan luka telah memasuki fase proliferasi pada kelompok uji dan

kontrol positif dibandingkan dengan kontrol negatif

4. Secara statistik, gel etil p-metoksisinamat pada konsentrasi 1%, 3% dan

5% tidak menunjukkan persentase penyembuhan luka yang berbeda

bermakna (p ≥ 0,05) dengan kelompok kontrol negatif dan positif

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut:

1. Perlu dilakukan pengamatan histopatologi lebih lanjut pada beberapa

interval waktu yang mewakili periode fase inflamasi, fase proliferasi dan

fase remodelling.

2. Perlu adanya kelompok kontrol negatif yang tidak menerima perlakuan

apapun, untuk meminimalisir data bias

3. Kondisi lingkungan selama perlakuan harus dijaga tetap steril untuk

menghindari terjadinya kontaminasi bakteri selama proses penyembuhan

luka.

Page 75: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Dian Reni. 2011. Pengaruh Pemberian secara Topikal Kombinasi

Rebusan Daun Sirih Merah (Piper ef fragile, Benth.) dan Rebusan Herba

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Penyembuhan Luka

Tikus Putih Jantan yang Dibuat Diabetes. Skripsi. Depok: Universitas

Indonesia

Ameri; Rajive BB; Vaidy JG; Apte K; Deokule SS. 2008. Anti-staphylococcal

and wound healing activities of Ganoderma praelongum and Glycyrrhiza

glabra formulation in mice. International Journal of Applied Research in

Natural Product. Vol. 6(1), pp. 27-31.

Ansel, Howard C; Nicholas GP; Loyd V. Allen. 2011. Ansel’s Pharmaceutical

Dosage Forms and Drug Delivery Systems Ninth Edition. ISBN 978-0-

7817-7934-0.

Astuti, Yuni; Dian Sundari; M. Wien Winarno. 1996. Tanaman Kencur

(Kaempferia galanga L.) Informasi Tentang Fitokimia dan Efek

Farmakologi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia.

Atik, Nur; Iwan A.R, Juniarsih. 2009. Perbedaan Efek Pemberian Topikal Gel

Lidah Buaya (Aloe vera L.) Dengan Solusio Povidone Iodine Terhadap

Penyembuhan Luka Sayat Pada Kulit Mencit (Mus musculus). Jurnal

Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran. Vol 41, No. 2

Babu VL, Ashoka; Goravanakolla A; Murali A; Madhavan V; Yoganarasimhan S

N. 2012. Wound Healing Activity of the leaves of Wattakaka volubilis

(L.f.) Stapf (Asclepiadaceae). International Journal of Applied Research

in Natural Products Vol. 5 (3), 23-29.

Bakkara, Christopher James. 2012. Pengaruh Perawatan Luka Bersih

Menggunakan Sodium Clorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% Terhadap

Penyembuhan Luka Post Appendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang

Kepulauan Riau. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara

Burn Injury Guidelines For Care.

https://www.nasemso.org/Projects/DomesticPreparedness/documents/Burn

-Injury-Guidelines-for-Care.pdf (Diakses 28 januari 2016)

Diani, Ni Made. 2014. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antikanker Isolat Toksik dari

Ekstrak Metanol Isolat Genus Haliclona Grant, 1836 Terhadap Sel Hela.

Tesis. Denpasar: Universitas Udayana

D Kusumarasamyraja, N S Jeganathan dan R Manavalan. 2012. A Review on

Medicinal Plants with Potential Wound Healing Activity. International

Journal of Pharma Science. Vol.2, No.4 (2012): 105-111.

Departemen Kesehatan Republik indonesia. 1995. Farmakope Edisi IV. Jakarta

Desiyanto, Fajar Ardi dan Djannah, Sitti Nur. 2013. Efektivitas Mencuci Tangan

Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer)

terhadap Jumlah Angka Kuman. ISSN: 1978-0575. Vol. 7: 55-112.

Dewi, S.P. 2010. Perbedaan Efek Pemberian Lendir Bekicot (Archatina fulica)

dan Gel Bioplacenton Terhadap Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus

Putih. Skripsi. Surakarta: UNS

Esfahani, S Ashkani; MH Imanieh; M Khoshneviszadeh; A Meshksar; A

Noorafshan, B Geramizadeh; S Ebrahimi; F Handjani; N Tanideh. 2011.

Page 76: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

The Healing Effect of Arnebia Euchroma in Second Degree Burn Wounds

in Rat as an Animal Model. Iran Red Crescent Med J 2012; 14(2):70-74

Fauziah Ermawati, Elly. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica

charantia L.) Pada Tikus Putih Jantan. Surakarta: Universitas Sebelas

Maret

Ferdinandez, Mariana Kresty; I Ketut Anom Dada dan I made Damriyasa. 2013.

Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharantus roseus) Terhadap

Kecepatan Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus

Wistar. Indonesia Medicus Veterinus. 2 (2), 180-190.

Gogoi, Jyotchna; Khonamai Sewa Nakhuru; Pronobesh Chattopadhayay; Ashok

Kumar Rai; dan Vijay Veer. 2014. Hypertrophic Scar Formation on

Application of Terpenoid Fraction of Tuberous Root of Mirabilis jalapa L.

on Excision Wound Model in Wistar Albin Rats. International Scholarly

Research Notices: Hindawi Publishing Corporation.

Goodman & Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. Jakarta: EGC

Penerbit Buku Kedokteran, 666

Gunstream, Stanley E. 2000. Anatomy & Physiology With Integrated Study Guide

2nd

edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Hasanah, Aliya Nur; Fikri Nazaruddin; Ellin Febrina; dan Ade Zuhrotun. 2011.

Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi

Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Jurnal Matematika &

Sains. Vol. 16 No. 3

Kalbe farma. 2015. Branded product.

http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/5699/Bi

oplacenton.aspx (Diakses pada tanggal 22 juni 2016)

Kozier, B. gtal. 1995. Fundamental of Nursing, Concops, Process and Practice 4th

Edition. Addison Wesle. Publishing Company Inc. Hal 1359-1367

Kumar, B; M. Vijayakumar; R. Govindarajan; P. Pushpangadan. 2007.

Ethnopharmacological Approaches to Wound Healing—Exploring

Medicinal Plants of India. Journal of Ethnopharmacology. 114. 103–113

Kusmiati; Fitria Rachmawati; Syafrida Siregar; Sukma Nuswantara dan Amarila

Malik. 2006. Produksi Beta-1,3 Glukan Dari Agrobacterium dan Aktivitas

Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih. Makara, SAINS Vol. 10:

24-29

Krinke, Goerge J. 2000. The laboratory Rat. San Diego, California: Academic

Press. 4

Marriott, JF; Keith A Wilson; Christopher A Langley dan Dawn Belcher. 2010.

Pharmaceutical Compounding and Dispensing, Second Edition. London:

Pharmaceutical Press.

Mawarti, Herin dan Ghofar, Abdul. 2014. Aktivitas Antioksidan Flavonoid

terhadap Perubahan Histologi Proses Penyembuhan Luka Bakar Grade II.

Jurnal Edu Health, Vol. 4 No. 1

Mose, Yumike. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain

(POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir

Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat

yang Diisolasi Dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui

Page 77: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Transformasi Gugus Fungsi serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.

Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Napanggala; Susianti dan Apriliana e. 2014. Pengaruh Pemberian Getah Tanaman

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Secara Topikal Terhadap Tingkat

Kesembuhan Luka Iris Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley.

ISSN 2337-3776.

Novriansyah, Robin. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen di sekitar Luka Insisi

Tikus Wistar Yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif

Hidrokoloid Selama 2 Dan 14 Hari. Semarang: Universitas Diponegoro

Perdanakusuma, David S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.

Surabaya: Universitas Airlangga.

Prabakti, Yudhi. 2005. Perbedaan Jumlah Fibroblas Di Sekitar Luka Insisi Pada

Tikus yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang

Tidak Diberi Levobupivakain. Semarang: Universitas Diponegoro

Prabawati, Charinna Agus. 2015. Evaluasi Daya Penetrasi Etil p-metoksisinamat

Hasil Isolasi Dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Pada

Sediaan Salep, Krim dan Gel. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Prasetyo, Bayu Febram; Ietje Wientarsih; Bambang Pontjo Priosoeryanto. 2010.

Aktivitas Sediaan Gel Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon dalam Proses

Penyembuhan Luka pada Mencit. Jurnal Veteriner. ISSN: 1411-8327. Vol.

11 No. 2: 70-73

Putri, Almahitta Cintami. 2013. Pengaruh Ekstrak Aqueous Kulit Delima (Punica

granatum) Peroral terhadap Makrofag, Fibroblas dan Kolagen pada

Penyembuhan Luka Bakar Tikus Putih. Skripsi. Surabaya: Universitas

Airlangga

Rao V., Narasinga dan DSVGK Kaladhar. 2014. Antioxidant And Antimicrobial

Activities of Rhizome Extracts Of Kaempferia galanga. World Journal of

Pharmacy And Pharmaceutical Science 3, 1180-1189

Reddy, G.A.K., Priyanka, B., Saranya, Ch.S., Kumar, C.K.A. 2012. Wound

Healing Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of

Pharmacy Review & Research 2, 75-78.

Regianto, Herbert. 2009. Minyak Atsiri Rimpang Kencur (Kaempferia galanga

L.) Karakterisasi Simplisia, Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri

Secara GC-MS. Medan: Universitas Sumatera Utara

Roatiana, Otih; Rosita SMD; Mono Rahardjo. Standar Prosedur Operasional

Budidaya Kencur. Akses online via http://balittro.litbang.pertanian.go.id

(diakses pada tanggal 9 desember 2015)

Roemantyo; G. Somaatmadja. 1996. Analisis Terhadap Keanekaragaman dan

Konservasi Kencur di Jawa. Warta tumbuhan obat Indonesia. Volume 3

No. 2

Rowe, RC; Paul JS; Sian CO. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient Fifth

Edition. London: Pharmaceutical Press

Ruswanto; Susanti dan Richa M. 2015. Sintesis dan Analisis Spektrum Senyawa

3-Benzoil-1-Feniltiourea Serta Uji Interaksinya Pada Reseptor Kanker.

Tasikmalaya: STIKes Bakti Tunas Husada.

Schwart, spencer. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta:

EGC

Page 78: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sibuea, Martko Roverco. 2015. Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Etanol Kulit

Buah dari Tumbuhan Petai (Parkia speciosa Hassk.) Terhadap

Penyembuhan Luka Sayat Pada Kelinci. Medan: Universitas Sumatera

Utara

Sihombing, Marice dan Tuminah, Sulistyowati. 2011. Perubahan Nilai

Hematologi, Biokimia Darah, Bobot Organ dan Bobot Badan Tikus Putih

pada Umur Berbeda. Jurnal Veteriner. Vol.12 No.1: 58-64. 1411-8327

Simanjuntak, M.T. 2005. Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit.

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sinaga, meidina. 2012. Gambaran Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka di

RSUD DR. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Medan: Universitas

Sumatera Utara

Singh, Chingakham B.; S. Binita Chanu; Th. Bidyababy; W. Radhapiyari Devi; S.

Brojendro Singh; Kh. Nongalleima; Lokendrajit N dan L.W. Singh. 2013.

Biological and Chemical Properties of Kaempferia galanga L.- a

Zingiberaceae plant. NeBIO Vol. 4; 35-41

Smith dan Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia

Suckow, Mark A; Weisbroth, Steven H; Franklin, Craig L. 2006. The Laboratory

Rat 2nd Edition. American College of Laboratory: British Library

Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy

Laximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound

Healing Activity of Alkoholic Extract of Kaempferia galanga in Wistar

Rats. Indian J.physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390

Taufikurohmah, T; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut dan Optimasi

Suhu pada Isolasi Senyawa Etil p-Metoksisinamat (EPMS) dari Rimpang

Kencur sebagai Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik

Tiwari, P; Kumar , B. Kavr; M kaur; G Kaur. 2011. Phytochemical Screening and

Extraction: a Review. Internationale Pharmaceutical Science. Vol 1.

Issue: 1

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1;

Mun fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided

Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory

Constituent, From Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-

8734

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Amin Malik Shah

Abdul Majid; Fouad Saleih R. Al-Suede; Loiy Elsir Ahmed Hassan; Rabia

Altaf; Mohamed B. Khadeer Ahamed. 2014. Ethyl-p-Methoxycinnamate

Isolated from Kaempferia galanga Inhibits Inflammation by Suppressing

Interleukin-1, Tumor Necrosis Factor-α, and Angiogenesis by Blocking

Endothelial Functions. Clinics; 69(2): 134-144.

USDA (united states departement of agriculture). Natural resource conservation

service. Akses online via http://plants.usda.gov/ (Diakses pada tanggal 9

Desember 2015)

Vittalrao, Amberkar Mohanbabu; Tara Shanbhag; Meena Kumari K; K. L. Bairy

And Smita Shenoy. 2011. Evaluation Of Antiinflammatory And Analgesic

Activities Of Alcoholic Extract Of Kaempferia galanga in Rats. Indian J

Physiol Pharmacol 2011; 55 (1) : 13–24

Page 79: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

WHO 2011. Report on the Burden of Endemic Health Care-Associated Infection

Worldwide.

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/80135/1/9789241501507_eng.p

df?ua=1 (Diakses pada tanggal 15 November 2015)

WHO 2010. Wound and Lymphoedema Management

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44279/1/9789241599139_eng.pdf

(Diakses pada tanggal 28 Januari 2016)

Zuhrotul, Aisyah dan Prijono satyabakti. 2012. Surveilans Infeksi Daerah Operasi

(IDO) Menurut Komponen Surveilans Di Rumah Sakit X Surabaya Tahun

2012. Jurnal Berkala Epidemiologi, vol 1, 254-265

Page 80: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Ekstraksi Rimpang Kencur (Kaempferia

galanga Linn.)

Isolasi Kristal Etil p-metoksisinamat

Membuat Gel EPMS dengan berbagai

persentase

Membuat luka terbuka pada dorsal tikus

3cm dari auricula

Pemberian perlakuan pada hewan uji

selama 14 hari

Kelompok

Kontrol positif

dengan

Bioplacenton® gel

Kelompok

Kontrol

Negatif dengan

Basis gel

Kelompok Uji

konsentrasi

rendah (EPMS

1%)

Kelompok Uji

konsentrasi

sedang (EPMS

3%)

Kelompok Uji

konsentrasi

tinggi (EPMS

5%)

Pengamatan

diameter luka

selama 14 hari

Analisis Data

Pada hari ke-7, 1 ekor tikus dari

masing-masing kelompok dikorbankan

dan dilakukan eksisi jaringan kulit tikus

Pembuatan preparat histopatologi

Pengamatan preparat histopatologi

pembentukan

pembuluh darah

baru

(neokapilerisasi)

pertumbuhan

pada jaringan

ikat (fibroblas)

keberadaan sel

radang

(makrofag)

Page 81: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Isolasi Etil p-metoksisinamat

Rimpang kencur

(Kaempferia galanga L.)

Dibersihkan dari yang menempel dan

dicabut akar-akar yang menempel

dengan dicuci menggunakan air

mengalir

Sortasi basah

Dirajang dan dikeringkan

dengan cara dikering anginkan

di udara terbuka

Dihaluskan

dengan blender

Simplisia kencur

Maserasi dengan n-heksan Filtrasi

Ampas Filtrat

Dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator

Filtrat pekat diendapkan pada suhu ruang

Kristal terbentuk

Re-kristalisasi dengan n-heksan dan etanol 96%

Kristal Etil p-metoksisinamat

Page 82: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Skema Pembuatan Gel EPMS

Carbopol 940 di dispersikan dalam aquadest dingin secukupnya

Aduk hingga homogen dan warna menjadi transparan

Tambahkan aquadest panas secukupnya dan aduk homogen

Didiamkan beberapa saat dan ditambah Trietanolamin

Aduk hingga homogen dan membentuk gel

Tambahkan campuran aquadest dengan propilen glikol, metil paraben,

propil paraben yang telah di didihkan sedikit demi sedikit sambil diaduk

homogen

Tambahkan Natrium Metabisulfit yang telah dilarutkan dengan aquadest

EPMS yang sebelumnya dilarutkan dengan alkohol 96% ditambahkan

sedikit demi sedikit sambil digerus homogen

EPMS dilarutkan

dengan alkohol

96%

Gel EPMS

Page 83: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman Kaempferia galanga L.

Page 84: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Surat Keterangan Kesehatan Hewan

Page 85: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik (Ethical Approval)

Page 86: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

70

Page 87: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

71

Page 88: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

72

Page 89: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Luka Tikus Mulai Hari ke-0 Hingga Hari ke-14

N

o

Kelompok

Hewan Uji

Pengamatan Penyembuhan Luka

Hari

ke-0

Hari

ke-1

Hari

ke-2

Hari

ke-3

Hari

ke-4

Hari

ke-5

Hari

ke-6

Hari

ke-7

Hari

ke-8

Hari

ke-9

Hari

ke-10

Hari

ke-11

Hari

ke-12

Hari

ke-13

Hari

ke-14

1

Uji

Konsentrasi

Rendah (gel EPMS

1%)

1

2

Pembuatan Preparat Histopatologi

3

4

5

6

2

Uji

Konsentrasi

Sedang

(gel EPMS

3%)

1

2

Pembuatan Preparat Histopatologi

Page 90: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3

4

5

6

3

Uji

Konsentrasi

Tinggi

(gel EPMS

5%)

1

Pembuatan Preparat Histopatologi

2

3

4

5

Page 91: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6

4 Kontrol

Negatif

1

Pembuatan Preparat Histopatologi

2

3

4

5

6

5 Kontrol

Positif

1

Pembuatan Preparat Histopatologi

2

Page 92: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3

4

5

6

Page 93: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Tahapan Pengukuran Diameter Luka Dengan Aplikasi ImageJ

b. Buka aplikasi ImageJ,

klik ―File‖ dan ―Open‖

pada menubar

a. Pilih foto yang akan

digunakan

c. Klik ―Straight‖ pada menu

toolbar & buat garis lurus

sepanjang 1 cm pada

penggaris

d. Klik ―Analyze‖ dan ―Set

Scale‖ pada menubar

e. Buat ukuran panjang penggaris pada

kolom ―Known Distance‖ dalam

penelitian ini adalah 1, kemudian

satuannya dalam kolom ―Unit of Length‖

dalam penelitian ini adalah cm dan klik

―Ok‖

Page 94: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i. Buat garis lurus sepanjang

diameter luka

h. Klik ―Analyze‖ kemudian

klik ―Measure‖ pada

menubar

g. Klik ―Analyze‖ kemudian

klik ―Measure‖ pada

menubar f. Lakukan langkah ―a‖ sampai ―h‖

untuk mengukur diameter luka

hewan uji lainnya, halaman

―Result‖ dapat disimpan dengan

cara klik ―File‖ kemudian klik

―Save‖

Page 95: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Diameter Luka Seluruh Kelompok Hewan Uji

Pengamatan

Diameter Luka Kelompok Hewan Uji

Uji Konsentrasi Rendah (1) Uji Konsentrasi Sedang (3) Uji Konsentrasi Tinggi (5) Kontrol Negatif Kontrol Positif

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Hari

ke- 0

d1 0,82 1,08 1,16 0,85 1,08 1,17 1,01 1,47 0,93 1,25 1,21 0,94 1,16 1,36 1,35 1,09 0,83 0,83 0,93 1,10 0,76 1,03 0,82 1,10 1,16

d2 0,71 0,89 0,84 0,89 0,96 0,64 1,12 0,80 1,32 1,04 1,14 1,26 1,18 0,95 0,95 1,19 1,01 1,29 1,17 1,16 0,87 1,53 1,11 0,89 0,83

d3 0,68 1,07 1,01 0,80 1,04 1,05 0,99 1,05 1,17 1,28 1,09 1,04 1,21 1,19 1,16 1,18 0,83 1,12 1,05 1,09 0,77 1,60 0,96 1,13 0,92

d4 0,96 1,00 0,94 0,88 0,89 0,95 1,12 1,25 1,13 1,03 0,96 1,33 1,15 1,29 1,28 1,20 0,97 1,06 1,03 1,08 0,86 1,36 1,14 1,22 1,02

Diameter

rata-rata D 0,79 1,01 0,98 0,85 0,99 0,95 1,06 1,14 1,13 1,15 1,1 1,14 1,17 1,19 1,18 1,14 0,91 1,06 1,04 1,10 0,81 1,38 1,00 1,08 0,98

Luas luka 0,49 0,80 0,75 0,56 0,76 0,70 0,88 1,02 1,00 1,03 0,95 1,02 1,07 1,11 1,09 1,02 0,65 0,88 0,84 0,95 0,51 1,49 0,78 0,91 0,75

Hari

ke- 3

d1 0,69 0,88 0,79 0,70 0,75 0,89 0,81 1,03 1,19 1,26 0,88 1,01 1,03 0,82 1,08 0,77 0,98 0,85 0,67 0,76 0,57 1,19 0,60 0,87 0,77

d2 0,68 0,87 0,84 0,67 0,88 0,63 0,84 0,98 0,89 0,87 0,93 0,78 1,18 0,99 0,82 1,02 0,73 0,79 0,95 0,68 0,67 1,33 0,72 0,94 0,79

d3 0,63 0,83 0,72 0,68 0,74 0,71 0,87 1,03 1,15 1,02 0,83 0,84 1,12 0,78 0,99 0,92 1,02 0,75 0,82 0,65 0,71 1,34 0,63 0,90 0,75

d4 0,67 0,84 0,75 0,58 0,83 0,81 0,79 0,95 1,10 0,99 0,87 0,86 1,10 0,82 0,89 0,94 0,83 0,82 0,81 0,75 0,72 1,27 0,66 0,75 0,72

Diameter

rata-rata D 0,66 0,85 0,77 0,65 0,8 0,76 0,82 0,99 1,08 1,03 0,87 0,87 1,10 0,85 0,94 0,91 0,89 0,80 0,81 0,71 0,66 1,28 0,65 0,86 0,75

Luas luka 0,34 0,56 0,46 0,33 0,50 0,45 0,52 0,76 0,91 0,83 0,59 0,59 0,95 0,56 0,69 0,65 0,62 0,50 0,51 0,39 0,34 1,28 0,33 0,58 0,44

%

Penyembuhan 32,2 29,4 38,5 41,6 34,6 36,6 40,1 24 8,66 19,6 38 41,8 11 48,9 36,6 36,4 3,65 42,8 39,8 58,6 33,8 14,2 58 37 41,6

Hari

ke- 6

d1 0,28 0,43 0,61 0,35 0,66 0,42 0,46 0,64 0,83 0,73 0,70 0,77 1,15 0,92 0,98 0,79 0,75 0,59 0,60 0,43 0,33 0,79 0,39 0,63 0,48

d2 0,34 0,54 0,55 0,35 0,73 0,36 0,55 0,78 0,92 0,92 0,84 0,90 0,95 0,68 0,73 0,59 0,59 0,67 0,41 0,33 0,39 0,96 0,56 0,73 0,61

d3 0,34 0,42 0,61 0,31 0,61 0,38 0,49 0,64 0,95 0,85 0,89 0,81 1,10 0,69 0,75 0,58 0,67 0,62 0,48 0,32 0,37 0,86 0,47 0,70 0,55

d4 0,28 0,41 0,43 0,35 0,66 0,39 0,50 0,70 0,80 0,85 0,80 0,81 1,06 0,71 0,72 0,73 0,78 0,61 0,49 0,42 0,37 0,81 0,48 0,57 0,55

Diameter

rata-rata D 0,31 0,45 0,55 0,34 0,66 0,38 0,5 0,69 0,87 0,83 0,80 0,82 1,06 0,75 0,79 0,67 0,69 0,62 0,49 0,37 0,36 0,85 0,47 0,65 0,54

Luas luka 0,07 0,15 0,23 0,09 0,34 0,11 0,19 0,37 0,59 0,54 0,50 0,52 0,88 0,44 0,49 0,35 0,37 0,30 0,18 0,10 0,10 0,56 0,17 0,33 0,22

%

Penyembuhan 85,4 80,3 68,7 84,7 56,1 84,4 77,6 63,5 40,9 48,4 47,1 48 17,6 60,2 55,3 65,8 42,6 66 77,7 89,2 81,5 62,1 78 63,7 69,7

Page 96: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari

ke- 9

d1 0,12 0,23 0,21 0 0,23 0,20 0,24 0,61 0,73 0,45 0,37 0,31 0,35 0,98 0,60 0,37 0,29 0,31 0,16 0,12 0 0,36 0,30 0 0,25

d2 0,12 0,18 0,27 0 0,42 0,12 0,26 0,51 0,57 0,39 0,33 0,36 0,41 0,80 0,68 0,39 0,31 0,30 0,25 0,24 0 0,55 0,31 0 0,26

d3 0,14 0,16 0,19 0 0,29 0,18 0,23 0,65 0,58 0,42 0,33 0,31 0,42 0,78 0,58 0,36 0,40 0,27 0,29 0,16 0 0,51 0,29 0 0,26

d4 0,15 0,20 0,17 0 0,30 0,18 0,22 0,55 0,60 0,47 0,30 0,34 0,38 0,92 0,60 0,46 0,33 0,28 0,27 0,16 0 0,44 0,25 0 0,22

Diameter

rata-rata D 0,13 0,19 0,21 0 0,31 0,17 0,23 0,58 0,62 0,43 0,33 0,33 0,39 0,87 0,61 0,39 0,33 0,29 0,24 0,17 0 0,46 0,28 0 0,24

Luas luka 0,01 0,02 0,03 0 0,07 0,02 0,04 0,26 0,30 0,14 0,08 0,08 0,11 0,59 0,29 0,11 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0,16 0,06 0 0,04

%

Penyembuhan 98,3 97 95,8 100 90,8 97,7 95,5 74,4 70 86,3 91,7 92,2 88,9 46,8 73,3 88,3 87,8 92,8 97,2 98,3 100 88,9 93 100 94,7

Hari

ke- 12

d1 0 0 0 0 0 0 0 0,28 0,31 0 0 0 0,11 0,97 0,43 0 0 0 0 0 0 0,15 0 0 0

d2 0 0 0 0 0 0 0 0,28 0,30 0 0 0 0,09 0,76 0,38 0 0 0 0 0 0 0,23 0 0 0

d3 0 0 0 0 0 0 0 0,30 0,31 0 0 0 0,11 0,84 0,31 0 0 0 0 0 0 0,17 0 0 0

d4 0 0 0 0 0 0 0 0,26 0,31 0 0 0 0,11 0,89 0,38 0 0 0 0 0 0 0,20 0 0 0

Diameter

rata-rata D 0 0 0 0 0 0 0 0,28 0,30 0 0 0 0,10 0,86 0,37 0 0 0 0 0 0 0,18 0 0 0

Luas luka 0 0 0 0 0 0 0 0,06 0,07 0 0 0 0,07 0,58 0,10 0 0 0 0 0 0 0,02 0 0 0

%

penyembuhan 100 100 100 100 100 100 100 94,5 92,9 100 100 100 99,2 48,2 90,6 100 100 100 100 100 100 98,4 100 100 100

Hari

ke- 14

d1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,91 0,30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,88 0,37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,81 0,31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,90 0,30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Diameter

rata-rata D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,87 0,32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Luas luka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,59 0,08 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

%

penyembuhan 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 46,8 92,8 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Page 97: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Pengukuran Bobot Tikus

Kelompok Hari ke-

0 2 4 6 8 10 12 14

KN

1 236.0 233.0 226.0 236.0 - - - -

2 276.0 262.0 280.0 275.0 278.0 278.0 284.0 296.0

3 245.0 235.0 238.0 232.0 233.0 223.0 229.0 241.0

4 160.0 163.0 172.0 169.0 170.0 170.0 168.0 167.0

5 237.0 241.0 231.0 230.0 233.0 230.0 211.0 215.0

6 226.0 224.0 226.0 215.0 212.0 265.0 193.0 200.0

KP

1 184.0 190.0 192.0 200.0 - - - -

2 146.0 155.0 159.0 173.0 186.0 197.0 205.0 213.0

3 134.0 137.0 135.0 144.0 146.0 146.0 149.0 148.0

4 152.0 156.0 158.0 174.0 176.0 182.0 190.0 191.0

5 166.0 174.0 184.0 202.0 211.0 221.0 237.0 248.0

6 136.0 144.0 149.0 164.0 172.0 186.0 200.0 207.0

UKR

1 156.0 144.0 140.0 144.0 135.0 128.0 129.0 126.0

2 196.0 196.0 186.0 172.0 - - - -

3 110.0 113.0 117.0 115.0 112.0 109.0 96.0 100.0

4 139.0 134.0 144.0 143.0 134.0 130.0 131.0 128.0

5 166.0 176.0 180.0 181.0 190.0 163.0 145.0 157.0

6 129.0 129.0 131.0 133.0 116.0 116.0 112.0 111.0

UKS

1 172.0 152.0 148.0 160.0 154.0 148.0 146.0 132.0

2 197.0 191.0 188.0 190.0 - - - -

3 197.0 189.0 196.0 205.0 208.0 210.0 214.0 222.0

4 185.0 176.0 176.0 165.0 173.0 174.0 176.0 180.0

5 167.0 154.0 151.0 150.0 136.0 137.0 141.0 145.0

6 143.0 131.0 134.0 128.0 123.0 115.0 115.0 112.0

UKT

1 186.0 173.0 178.0 186.0 - - - -

2 164.0 160.0 155.0 155.0 155.0 162.0 158.0 134.0

3 217.0 217.0 219.0 234.0 235.0 241.0 238.0 232.0

4 240.0 236.0 245.0 248.0 235.0 235.0 226.0 223.0

5 145.0 131.0 115.0 114.0 115.0 116.0 110.0 110.0

6 172.0 176.0 171.0 163.0 163.0 169.0 174.0 172.0

Hari

Ke-

Rerata bobot tiap kelompok (gram) ± SD

KN KP UKR UKS UKT

1 222,5 ± 15,3 122,8 ± 11,6 158,8 ± 26,6 173,3 ± 11,5 195,8 ± 34,0

8 221,6 ± 20,6 154,5 ± 18,7 149,6 ± 30,0 176,8 ± 14,1 192,3 ± 29,1

15 228,8 ± 34,5 176,1 ± 22,0 148,0 ± 24,5 166,3 ± 27,6 183,3 ± 50,5

22 217,0 ± 43,7 201,4 ± 36,3 124,4 ± 21,5 158,2 ± 43,3 174,2 ± 53,5

Page 98: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Luas Luka dan Persentase Penyembuhan

Luka

Kelompok Rerata Luas Luka (cm

2) tiap kelompok ± SD

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-14

KN 0,86±0,13 0,53±0,10 0,26±0,11 0,06±0,03 0,00 0,00

KP 0,88±0,36 0,59±0,39 0,27±0,17 0,05±0,06 0,004±0,008 0,00

UKR (1%) 0,67±0,13 0,43±0,10 0,17±0,11 0,02±0,02 0,00 0,00

UKS (3%) 0,92±0,13 0,69±0,19 0,36±0,21 0,15±0,12 0,02±0,03 0,00

UKT (5%) 1,04±0,06 0,67±0,16 0,56±0,17 0,23±0,21 0,15±0,24 0,13±0,25

Kelompok Rerata persentase penyembuhkan luka (%) tiap kelompok ± SD

Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-14

KN 26,38 ± 15,99 63,68 ± 16,20 90,82 ± 4,49 100 100

KP 24,04 ± 14,66 64,84 ± 8,36 94,00 ± 5,78 99,62 ± 0,84 100

UKR (1%) 24,12 ± 7,62 70,34 ± 14,19 95,20 ± 4,14 100 100

UKS (3%) 16,11 ± 13,20 58,96 ± 18,17 82,86 ± 13,00 97,12 ± 3,94 100

UKT (5%) 26,54 ± 14,56 38,78 ± 16,48 75,22 ± 21,85 85,72 ± 25,47 86,18 ± 26,31

Page 99: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Hari Ke- 3,6,9,12 dan 14

One-way ANOVA

a. Uji Normalitas

Tujuan : Untuk melihat data persentase penyembuhan luka terdistribusi normal atau tidak

Hipotesis : Ho = data persentase penyembuhan luka terdistribusi normal

Ha = data persentase penyembuhan luka tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perlakuan

persentase_penye

mbuhan_luka_H3

persentase_penye

mbuhan_luka_H6

persentase_penye

mbuhan_luka_H9

persentase_penye

mbuhan_luka_H1

2

persentase_penye

mbuhan_luka_H1

4

N 25 25 25 25 25 25

Normal Parametersa Mean 3.0000 23.5164 59.3544 87.6896 96.5012 97.2416

Std. Deviation 1.44338 12.90446 17.69130 13.37930 11.92112 12.11920

Most Extreme Differences Absolute .156 .108 .101 .260 .394 .510

Positive .156 .092 .066 .179 .385 .410

Negative -.156 -.108 -.101 -.260 -.394 -.510

Kolmogorov-Smirnov Z .779 .540 .507 1.300 1.968 2.550

Asymp. Sig. (2-tailed) .579 .933 .959 .068 .001 .000

a. Test distribution is Normal.

Page 100: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka seluruh kelompok uji tidak terdistribusi normal

b. Uji Homogenitas

Tujuan : Untuk melihat data persentase penyembuhan luka homogen atau tidak

Hipotesis : Ho = data persentase penyembuhan luka terdistribusi homogen

Ha = data persentase penyembuhan luka tidak terdistribusi homogen

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

persentase_penyembuhan_l

uka_H3 .383 4 20 .818

persentase_penyembuhan_l

uka_H6 .726 4 20 .585

persentase_penyembuhan_l

uka_H9 5.544 4 20 .004

persentase_penyembuhan_l

uka_H12 5.905 4 20 .003

persentase_penyembuhan_l

uka_H14 6.727 4 20 .001

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka seluruh kelompok uji tidak terdistribusi homogen

Page 101: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Uji Kruskal-Wallis

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase penyembuhan luka

Hipotesis : Ho : data persentase penyembuhan luka tidak berbeda secara bermakna

Ha : data persentase penyembuhan luka berbeda bermakna

Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan

Test Statisticsa,b

persentase_pen

yembuhan_luka_

H3

persentase_pen

yembuhan_luka_

H6

persentase_pen

yembuhan_luka_

H9

persentase_pen

yembuhan_luka_

H12

persentase_pen

yembuhan_luka_

H14

Chi-Square 1.809 9.017 8.158 7.509 8.333

Df 4 4 4 4 4

Asymp. Sig. .771 .061 .086 .111 .080

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Keputusan: Data persentase penyembuhan luka tikus galur Sprague Dawley tidak berbeda secara bermakna

Page 102: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Luas Luka

Paired Samples T Test

Hipotesis : Ho = data penurunan luas luka tidak berbeda bermakna

Ha = data penurunan luas luka berbeda bermakna

Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak

Kelompok kontrol negatif hari ke-0 dan hari ke-14 Paired Samples Test

Paired Differences

T df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 KN_awal - KN_akhir

.86800 .13989 .06256 .69430 1.04170 13.874 4 .000

Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna

Page 103: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok kontrol positif hari ke-0 dan hari ke-14 Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 KP_awal - KP_akhir

.88800 .36622 .16378 .43327 1.34273 5.422 4 .006

Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna

Kelompok uji konsentrasi rendah (1%) hari ke-0 dan hari ke-14 Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 UKR_awal - UKR_akhir

.67200 .13773 .06160 .50098 .84302 10.910 4 .000

Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok uji konsentrasi rendah (1%) berbeda secara bermakna

Page 104: UJI AKTIVITAS GEL ETIL P-METOKSISINAMAT TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33026/1/NITA... · Kruskal-Wallis non parametric statistical analysis results

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok uji konsentrasi sedang (3%) hari ke-0 dan hari ke-14 Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 UKS_awal - UKS_akhir

.92600 .13993 .06258 .75226 1.09974 14.798 4 .000

Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok uji konsentrasi sedang (3%) berbeda secara bermakna

Kelompok uji konsentrasi tinggi (5%) hari ke-0 dan hari ke-14 Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 UKT_awal - UKT_akhir

.91400 .22434 .10033 .63544 1.19256 9.110 4 .001

Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok uji konsentrasi tinggi (5%) berbeda secara bermakna