model penguatan kapasitas tanggap bencana pada komunitas

33
1 LAPORAN PENELITIAN TERAPAN UNIVERSITAS LAMPUNG Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas Masyarakat Berbasis Crowdsource di Provinsi Lampung TIM PENGUSUL Simon Sumanjoyo Hutagalung, M.P.A NIDN: 0028068102 Sinta ID: 38362 Himawan Indrajat, M.Si NIDN: 0027078302 Sinta ID: 6154325 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2021

Upload: others

Post on 14-May-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

1

LAPORAN

PENELITIAN TERAPAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas Masyarakat

Berbasis Crowdsource di Provinsi Lampung

TIM PENGUSUL

Simon Sumanjoyo Hutagalung, M.P.A

NIDN: 0028068102 Sinta ID: 38362

Himawan Indrajat, M.Si

NIDN: 0027078302 Sinta ID: 6154325

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021

Page 2: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

2

HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN TERAPAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Mengetahui,

Dekan FISIP Unila,

KetuaPeneliti,

Tandatangan

Judul Penelitian

: Model Penguatan Kapasitas Bencana Pada Komunitas Berbasis Crowdsource di

Provinsi Lampung

Manfaat sosial ekonomi : Mendorong Kebijakan Publik yang tanggap bencana .

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Simon Sumanjoyo Hutagalung, M.P.A.

b. NIDN : 0028068102

c. SINTA ID : 38362

d. Jabatan Fungsional : Lektor

e. Program Studi : Jurusan Administrasi Negara

f. Nomor HP : 082112928279

g. Alamat surel (e-mail) : [email protected]

Anggota Peneliti (1)

a. Nama Lengkap : Himawan Indrajat, S.IP., M.Si

b. NIDN : 0027078302

c. SINTA ID : 6081601

d. Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Jumlah mahasiswa yang terlibat : 3 orang

1816041056 DANIEL PRASETIYO

1816041071 RAMA ARDIANSYAH

1846041005 RIZKIKISPRIANJI

Jumlah staf yang terlibat : 1 orang

Lokasi kegiatan : Provinsi Lampung

Lama kegiatan : 8 Bulan

Biaya Penelitian : Rp. 35.000.000

Sumber dana : DIPA BLU Unila 2021

Bandar Lampung, 01-03-2019

Bandar Lampung, 20 September 2021

Mengetahui,

Dekan FISIP Unila Ketua Peneliti

(Dra. Ida Nurhaida, M.Si) (Simon S. Hutagalung, M.P.A)

NIP/NIK 196108071987032001 NIP/NIK 198106282005011003

Menyetujui,

Ketua LPPM Universitas Lampung

(Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A)

NIP/NIK 196505101993032008

Page 3: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

i

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... i

RINGKASAN ................................................................................................................................ ii

BAB I. LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 5

Tinjauan Crowdsource dan potensinya ....................................................................................... 6

Penelitian Terdahulu ................................................................................................................... 7

Peta jalan (road map). ................................................................................................................. 8

BAB III. METODE ....................................................................................................................... 8

BAB IV. RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN .......................... 11

Rencana Anggaran Biaya ........................................................... Error! Bookmark not defined.

Jadwal Kegiatan ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

Page 4: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

ii

RINGKASAN

Bencana seringkali mengakibatkan dampak kerusakan yang besar dikarenakan masih minimnya

kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana. Guna mengurangi dampak bencana diperlukan

model yang mampu meningkatkan kapasitas komunitas dalam kesiapsiagaan bencana dan bersifat

praktis, efektif dan efisien. Konsep yang potensial untuk diadopsi adalah crowdsource, dimana

terdapat ciri khas terbuka bagi pelibatan komunitas dan efisien dalam penggunaan. Sehingga

penelitian ini dibuat dengan tujuan: (1). Menganalisis dan membangun model peningkatan

kapasitas kesiapsiagaan bencana bagi komunitas masyarakat berbasis crowdsource, dan (2).

Menguraikan serta mendesain sistem dan mekanisme implementasi model tersebut bagi komunitas

masyarakat terkait penanganan bencana di daerah. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk

penelitian R&D yang berusaha menganalisis secara fokus lalu kemudian membangun desain

gagasan baru. Sebagai lokasi analisis, akan dipilih daerah yang secara purposive memiliki latar

belakang penanganan bencana yang sudah bersifat regulative maupun yang baru berupa program

teknis. Pada tahap awal riset dilakukan untuk menganalisis dan membangun model kapasitas

kesiapsiagaan bencana pada komunitas dengan basis konsep crowdsource. Sejalan dengan

kegiatan itu dilakukan juga analisis dan penguraian sistem aplikatif supaya model tersebut

nantinya dapat diimplementasikan. Sebagai kajian riset R & D maka diperlukan metode gabungan

(mixed methode) yang mengkombinasi teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif,

demikian juga dengan teknik analisis yang hendak digunakan. Pengumpulan data akan dilakukan

melalui tiga cara, yaitu studi pustaka yang meliputi bahan-bahan referensi kapasitas komunitas

dalam lingkup kesiagaan bencana pada daerah penelitian, wawancara dengan para informan secara

snowball dan observasi lapangan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Selain itu juga

dilakukan pengumpulan data sekunder berupa data dan informasi yang relevan untuk digunakan

di dalam penelitian ini, diantaranya adalah melakukan identifikasi model peningkatan kapasitas

komunitas dalam kesiagaan bencana yang sesuai dengan kondisi existing, juga melalui analisis

terhadap beberapa model best practices model crowdsource yang sudah dirumuskan,

dikembangkan atau diterapkan pada organisasi, instansi atau pemerintah daerah lain di Indonesia.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model analisis interaktif Miles dan

Huberman (1992) dengan prosedur kerja reduksi data, penyajian data, verifikasi data dan

penarikan simpulan, sementara untuk data kuantitatif akan digunakan bantuan software kuantitatif

seperti SPSS atau JASP. Kegiatan ini nantinya berujung kepada munculnya beberapa produk

keluaran hasil penelitian yang sejalan dengan spesifikasi skema riset. Sementara itu, keluaran dari

penelitian ini antara lain: a) Model, b) Artikel Internasional c).Prototype Sistem Aplikatif, d)

Makalah Seminar Nasional. Adapun TKT yang dicakup dari TKT 4 hingga TKT 5.

Kata Kunci: Kesiapsiagaan Bencana, Kapasitas Kesiapsiagaan, Kapasitas Komunitas,

Crowdsource.

Page 5: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

3

BAB I. LATAR BELAKANG

Kepala BNPB mengatakan Indonesia termasuk daftar 35 negara berisiko bencana tertinggi di dunia

(Inews.id, 2020). Provinsi Lampung merupakan daerah risiko tinggi dan menempati posisi ke-16

dari 33 provinsi sebagai wilayah rawan bencana di Indonesia berdasarkan data Indeks Rawan

Bencana Indonesia dari BNPB. Bencana banjir porsinya mencakup 136 titik lokasi di 14

kabupaten/kota. Area yang berpotensi terjadi longsor tinggi hingga sedang mencapai 47,4%

tergolong luas dan patut menjadi perhatian (Lampost.co, 2020). Belum lagi gempa dan tsunami

yang mengancam daerah pesisir Lampung (Hutagalung et al., 2020), bahkan Kota Bandar

Lampung memiliki resiko tersebut (Adrian, 2016). Bencana alam menakutkan karena dampak

kerusakan. Tsunami selat sunda misalnya, 426 orang tewas dan 7,202 orang terluka serta 23 orang

hilang (Gustaman et al., 2020). Resiko bencana banjir dengan dampak kerusakan infrastruktur

publik dan rumah tangga yang dihadapi perkotaan (Kiranaratri et al., 2019) dan pedesaan dimana

banjir disertai dengan kejadian longsor yang mengakibatkan korban jiwa tak terduga (Anggraeni,

2020). Bencana tersebut mengakibatkan korban jiwa dikarenakan ketidaksiapan masyarakat

menghadapi bencana, padahal dapat meminimalkan kerusakan.

Pada riset sebelumnya diketahui tata kelola penanganan bencana bersifat (1). Cenderung minim

aktivitas dalam aspek pencegahan dan kesiapsiagaan, (2). Kesiapsiagaan dianggap hanya

berbentuk sosialisasi yang sifatnya insidentil, (3). Belum adanya sinergi menghimpun dan

menggerakkan komunitas masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana (Hutagalung et al., 2020).

Dalam aspek kesiapsiagaan ini pendekatan mitigasi berbasis komunitas mulai diidentifikasi,

seperti dalam program desa tangguh bencana (Qoidah & Widowati, 2020). Namun program ini

menghadapi persoalan, khususnya dalam aspek posisi sumber daya, desain kerja dan minimnya

partisipasi masyarakat (Akhirianto, 2019). Wujud lainnya berupa taruna siaga bencana, posisi

mereka juga mengalami persoalan sehingga konsistensi kinerja jangka panjangnya tidak jelas

(Yaneri, 2020). Bentuk pelibatan komunitas dalam kesiapsiagaan bencana masih menghadapi

kendala, khususnya pembentukan dan pengelolaan jejaring kesiapsiagaan bencana, diantaranya:

(a). Ketidakjelasan pihak penggerak aktif, (2). wilayah, jenis bencana dan sistem komunikasi, (3).

Page 6: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

4

Komitmen dan konsistensi penggerak sistem (Gomes et al., 2016). Faktor jenis aktor, kepentingan

serta modal sosial di dalam komunitas merupakan elemen yang belum secara utuh disinergikan

(Blackman et al., 2017). Karenanya diperlukan model yang mampu meningkatkan kapasitas

komunitas dalam kesiapsiagaan bencana juga bersifat praktis. Konsep yang potensial diadopsi

adalah crowdsource, cirinya terbuka bagi pelibatan komunitas dan efisien dalam penggunaan

(Puspitasari, 2019), meskipun memerlukan adopsi kontekstual bagi penggunaan dalam aspek

manajemen bencana.

Permasalahan: (1). Bagaimanakah model peningkatan kapasitas kesiapsiagaan bencana bagi

komunitas masyarakat berbasis crowdsource?, dan (2). Bagaimanakah sistem dan mekanisme

implementasi model tersebut bagi komunitas masyarakat terkait penanganan bencana di daerah?

Tujuan khusus: (1). Menganalisis dan membangun model peningkatan kapasitas kesiapsiagaan

bencana bagi komunitas masyarakat berbasis crowdsource, (2). Menguraikan serta mendesain

sistem dan mekanisme implementasi model tersebut bagi komunitas masyarakat terkait

penanganan bencana di daerah.

Urgensi penelitian: Manajemen bencana di daerah memerlukan intervensi pengkondisian

kapasitas masyarakat guna siap siaga menghadapi segala resiko bencana, diantaranya melalui

pembangunan model berbasis crowdsource dimana sifatnya terbuka, efektif dan efisien dalam

pengelolaan jejaring. Model ini dapat menjadi rekomendasi bagi penguatan kapasitas program

manajemen bencana.

Spesifikasi khusus: Riset yang hendak membangun model dengan hak cipta ini sinkron dengan

Renstra Penelitian Universitas Lampung, yaitu kepada Tema Manajemen Penanggulangan

Bencana khususnya Topik Riset Model kemasyarakatan yang tanggap bencana layanan terpadu.

Sinkron dengan PRN, pada Tema Mitigasi berkelanjutan terhadap bencana alam, khususnya Topik

Kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana alam.

Page 7: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan manajemen bencana dan aspek kesiapsiagaan bencana

Guna mencermati kedekatan antara pemerintah serta warga yang terkena bencana, riset dari

(Chamlee-Wright, 2018) menarik buat dilihat. Riset ini menekankan tentang ekspektasi warga

terhadap kredibilitas serta keahlian pemerintah dalam membagikan donasi serta dorongan pasca

musibah. Mereka memandang kalau keberhasilan kebijakan dapat dilihat dari intensi pemerintah

serta kaitannya pada harapan warga (Lutz, 2019). Dalam permasalahan pasca musibah warga

terbagi jadi pihak yang optimis serta pesimis terhadap kemampuan pemerintah (Lichtveld et al.,

2020). Warga yang hidup dekat dengan musibah mempunyai mekanisme kultural buat menyikapi

musibah (Shoji et al., 2020). Perihal ini terpaut dengan keahlian serta kapasitas warga supaya

sanggup berdamai dengan bencana (Gajanayake et al., 2018).

Sebagian kajian menerangkan bahwa terdapat kedekatan antara warga, alam serta kebijakan

terpaut bencana (Chan et al., 2019). Dalam beberapa kajian ditekankan tentang warga yang jadi

korban musibah mempunyai harapan atas reaksi yang diintervensi oleh pemerintah (Peters et al.,

2019). Kajian kedua memandang bahwa kapasitas warga akan menyesuaikan diri terhadap

bencana yang rutin (Shah et al., 2020). Selain itu, kajian lain menggambarkan penganggulangan

bencana memerlukan inisiatif guna mencermati bermacam aktor yang berperan lebih maksimal,

diantaranya civil society (Lassa, 2018).

Kesiapsiagaan ialah salah satu proses manajemen bencana (Baker & Ludwig, 2018). Dalam

konsep pengelolaan musibah yang sedang berkembang, kesiapsiagaan berarti pengurangan resiko

musibah yang proaktif saat sebelum terjadinya musibah (Erbeyoğlu & Bilge, 2020). Sebagian

aspek yang membutuhkan atensi dalam pengembangan kesiapsiagaan antara lain: a) Perencanaan

serta organisasi: arahan serta kebijakan terpaut perencanaan penindakan keadaan darurat yang

tepat guna serta terus diperbaharui, dan struktur organisasi penanggulangan yang mencukupi

(Rodríguez-Espíndola et al., 2018). b) Sumberdaya: inventarisasi seluruh organisasi sumberdaya

secara jawab lengkap, pembagian tugas serta tanggungjawab (H. Kim & Zakour, 2017). c)

Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga/organisasi dan menghilangkanfriksi serta

tingkatkan kerjasama antar lembaga/ organisasi terpaut (Escudero et al., 2018). d) Kesiapan: unit

Page 8: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

6

organisasi penangulangan bencana wajib bertanggung jawab penuh memantau serta melindungi

standar kesiapan seluruh elemen (Repoussis et al., 2016). e) Pelatihan serta pemahaman warga:

butuh terdapatnya pelatihan yang memadai serta terdapatnya pemahaman warga dan ketersediaan

data yang akurat (M.-Y. Kim & Kim, 2017). Faktor- faktor yang bisa pengaruhi kesiapsiagaan

sesuatu komunitas terhadap musibah, ialah; 1) motivasi external meliputi kebijakan, pembelajaran

serta latihan, dana, 2) pengetahuan, 3) perilaku, serta 4) kemampuan (Baytiyeh, 2017).

Pengetahuan ialah aspek utama kunci buat kesiapsiagaan sesuatu komunitas (Jd & Zd, 2016).

Pengetahuan bencana yang dipunyai biasanya sangat pengaruhi perilaku serta kepedulian terhadap

kesiapsiagaan dalam mengestimasi musibah. Pembentukan sikap bisa berlangsung lewat proses

belajar, pengalaman individu serta orang lain, dan sosialisasi (Teo et al., 2018). Perilaku dalam

mengalami bencana ialah perwujudan dari pengetahuan yang diimplementasikan lewat suatu aksi

serta keahlian guna mempertahankan diri dikala berhadapan dengan bencana (Savage, 2019).

Pendekatan partisipasi komunitas bertujuan membangun keahlian masyarakat dalam

mengantisipasi musibah secara efektif dan tepat (Twigg & Mosel, 2017). Dengan demikian,

komunitas masyarakat layak tidak hanya menjadi kelompok sasaran, namun juga pelaku agar

sanggup berperan kala berhadapan dengan potensi bencana alam.

Tinjauan Crowdsource dan potensinya

Crowdsource terdiri atas 2 komponen, ialah: crowd, yang berarti kerumunan orang, serta source,

yang berarti sumber energi. Apabila digabungkan, hingga terjemahan bebasnya bisa dimaksud

bagaikan suatu sistem ataupun konsep sumber energi berbasis kerumunan (Bhatia et al., 2018).

Crowdsource dimengerti sebagai proses urun energi, merupakan proses guna mendapatkan

layanan, jasa, ataupun konten tertentu dengan metode membuka partisipasi dari orang lain secara

massal, secara spesial lewat komunitas (Kohler & Chesbrough, 2019). Metode kerjanya dengan

mengakomodasi usaha dari sebagian sukarelawan ataupun pekerja yang memiliki minat terhadap

hal tersebut, dimana tiap- tiap dari mereka mempunyai inisiatif tertentu guna menggapai hasil yang

optimal (Schenk et al., 2019).

Crowdsource merupakan suatu sebutan yang kerap digunakan buat menggambarkan sesuatu

proses dalam memperoleh pekerjaan maupun pendanaan dari sekelompok orang dalam jumlah

banyak lewat sarana online (Baruch et al., 2016). Secara lebih khusus, crowdsource didefinisikan

sebagai sesuatu kegiatan ataupun aksi yang dilakukan oleh suatu organisasi, komunitas ataupun

Page 9: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

7

institusi dengan mengambil alih salah satu jenis pekerjaan ataupun tugas yang sepatutnya

dilaksanakan oleh karyawannya menjadi bersifat terbuka dan disebarluaskan secara leluasa bagi

orang banyak ataupun kerumunan yang terkoneksi dalam suatu jejaring (Cheng et al., 2019).

Konsep universal crowdsource merupakan terdapatnya pelibatan yang tidak terbatas serta tanpa

memandang latar orang yang mau membagikan kontribusinya ataupun solusinya atas sesuatu

problem (Poblet et al., 2018). Konsep spesial crowdsource adalah melaksanakan suatu pekerjaan

atau turut serta dalam pemecahan atas problem melalui urun kontribusi sedemikian rupa sampai

problem tersebut bisa ditangani secara efektif dan cepat, konsep ini hendak meningkatkan

kemampuan akseleratif suatu organisasi, komunitas maupun institusi(Lin et al., 2018). Secara

khusus, konsep crowdsource dalam bencana diinterpretasikan sebagai pelibatan sumber daya

manusia secara komunal serta berdasarkan spesifiksi kebutuhan penindakan permasalahan

bencana yang dibutuhkan, baik dalam wujud kerumunan langsung ataupun dalam wujud kelompok

kecil (Harrison & Johnson, 2016). Komunitas yang bergabung dalam crowdsource ini umumnya

mempunyai passion ataupun rasa tertarik pada produk atau aktivitas yang dihasilkan (Riccardi,

2016). Oleh sebab itu, crowdsource dilaksanakan secara sukarela (Kankanamge et al., 2019).

Penelitian Terdahulu

Pada riset sebelumnya diidentifikasi implementasi tata kelola bencana di daerah, dimana

pemerintah daerah harus senantiasa menciptakan kerjasama kolaboratif tidak hanya dengan

pemerintah pusat namun juga dengan kelompok swadaya masyarakat serta sektor privat

(Hutagalung et al., 2020). Pada riset lainya teridentifikasi peran penting komunitas masyarakat

guna menjaga konsistensi misi tanggap bencana dalam kegiatan pemerintahan, termasuk

pelayanan publik (Hutagalung, 2019). Pentingnya posisi komunitas dalam manajemen bencana ini

teridentifikasi lagi dalam riset yang dilakukan kepada kelompok masyarakat, khususnya berkaitan

dengan daya tahan menghadapi bencana. Dalam penelitian itu daya tahan personal akan memiliki

keterkaitan dengan daya tahan komunitas dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana.

Komunitas semestinya memiliki kapasitas kesiapsiagaan yang lebih maksimal guna memberikan

efek secara personal maupun masyarakat luas (Hutagalung, 2018). Ketiga penelitian ini menjadi

dasar bagi riset ini guna menganalisis aspek kapasitas komunitas dalam kesiapsiagaan terhadap

bencana dengan menggunakan basis konsep crowdsource guna menghasilkan solusi yang dapat

mengatsai kelemahan partisipasi masyarakat dalam aspek manajemen bencana.

Page 10: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

8

Peta jalan (road map).

Berikut adalah roadmap tema riset ini.

BAB III. METODE

Page 11: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

9

Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian R&D yang berusaha menganalisis secara fokus

lalu kemudian membangun desain gagasan baru. Sebagai lokasi analisis, akan dipilih daerah yang

secara purposive memiliki latar belakang penanganan bencana yang sudah bersifat regulative

maupun yang baru berupa program teknis di Provinsi Lampung.

Riset pembangunan model akan dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis beberapa

hal: (1). Analisis kapasitas kesiapsiagaan yang sudah terbentuk, (2). Analisis faktor-faktor yang

berpotensi mendukung penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada komunitas, (3). Analisis

potensi adopsi konsep crowdsource dalam model penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana

pada komunitas. Selain itu dilakukan juga analisis terhadap sistem atau mekanisme penerapan

model tersebut sehingga dapat aplikatif bagi komunitas bencana yang akan menjadi kelompok

sasarannya. Pada bagian ini dilakukan analisis mencakup: (1). Analisis kebijakan atau regulasi

terkait sistem kesiapsiagaan bencana, dan (2). Analisis faktor-faktor yang berpotensi menjadi

penghambat atau tantangan bagi implementasi model tersebut. Keseluruhan kegiatan ini nantinya

akan dikerjakan secara sinergis oleh tim peneliti dengan porsi kerja yang sudah diatur.

Pengumpulan data akan dilakukan melalui tiga cara, yaitu studi pustaka yang meliputi bahan-

bahan referensi kapasitas komunitas dalam lingkup kesiagaan bencana pada daerah penelitian,

wawancara dengan para informan secara snowball. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data

sekunder berupa data dan informasi yang relevan untuk digunakan di dalam penelitian ini,

diantaranya adalah melakukan identifikasi model peningkatan kapasitas komunitas dalam

kesiagaan bencana yang sesuai dengan kondisi existing, juga melalui analisis terhadap beberapa

model best practices model crowdsource yang sudah dirumuskan, dikembangkan atau diterapkan

pada organisasi, instansi atau pemerintah daerah lain di Indonesia. Informan dalam penelitian ini

mencakup pimpinan pemerintah daerah, DPRD setempat, tokoh masyarakat/adat dan pimpinan

komunitas masyarakat yang relevan dengan tema penelitian ini. Selain itu akan dilakukan survey

terhadap stakeholder dan kelompok sasaran yang terkait dengan implementasi model tersebut.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model analisis interaktif Miles dan

Huberman (1992) dengan prosedur kerja reduksi data, penyajian data, verifikasi data dan

penarikan simpulan, sementara untuk data kuantitatif akan digunakan bantuan software kuantitatif

Page 12: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

10

seperti SPSS atau JASP. Dapat dijelaskan pada kegiatan tahap awal dilakukan untuk menganalisis

dan membangun model kapasitas kesiapsiagaan bencana pada komunitas dengan basis konsep

crowdsource. Sejalan dengan kegiatan itu dilakukan juga analisis dan penguraian sistem aplikatif

supaya model tersebut nantinya dapat diimplementasikan. Sebagai kajian riset R & D maka

diperlukan metode gabungan (mixed methode) yang mengkombinasi teknik pengumpulan data

kuantitatif dan kualitatif, demikian juga dengan teknik analisis yang hendak digunakan. Kegiatan

ini nantinya berujung kepada munculnya beberapa produk keluaran hasil penelitian yang sejalan

dengan spesifikasi skema riset.

Adapun luaran wajib yang hendak dicapai dalam penelitian terapan ini berupa:

1. Satu produk iptek-sosbud yang terdaftar di Sentra HaKI LPPM Unila berupa: system dan

model penguatan kapasitas tanggap bencana pada komunitas yang dilindungi oleh KI;

2. Satu artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal internasional terindeks SCOPUS, ditargetkan

jurnal sasaran adalah International Journal of Disaster Risk Reduction (Q2);

3. Satu artikel yang dipresentasikan dalam pertemuan ilmiah yang diselenggarakan LPPM Unila.

Selain luaran wajib sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya. Tim peneliti PT dapat

mengadakan luaran tambahan PT berupa satu artikel ilmiah yang dimuat dalam prosiding seminar

nasional, dalam hal ini ditargetkan prosiding seminar KNIA STIA LAN di Bandung Tahun 2021;

Page 13: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum masuk ke dalam bahasan crowdsourcing , tentunya kata outsourcing cukup

terbiasa kita dengar. Outsourcing adalah konsep yang mengalihkan pekerjaan dari suatu

perusahaan, institusi atau organisasi ke perusahaan, institusi, organisasi atau individu

lainnya. Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa pada tahun 2003-an, banyak vendor-vendor

besar, katakanlah Microsoft, SunMicrosystem, IBM, Hewlet-Packard dan vendor lainnya,

memberikan pekerjaan seperti menguji, mendeteksi celah suatu software pada perusahaan di

India ataupun Cina. Dengan demikian perusahaan di India atau Cina mendapatkan

keuntungan dan pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya, dan vendor besar mendapatkan

kemudahan dan penilaian objektif dari software yang dibuatnya.

Pada awal tahun pelaksanaannya, outsourcing menjadi trend dan diharapkan dapat

menghemat jutaan dollar bagi para vendor besar, karena tenaga kerja dan pajak yang murah

dibandingkan apabila dilakukan (di negara ) sendiri. Namun sesuai dengan tatanan global

yang sedemikian terbuka dan kompetitif, tidak cukup jutaan dolar saja yang harus dihemat,

namun tingkat akseptabilitas, kompatibilitas, reliabilitas dan interoperabilitas harus

dikedepankan, dan berujung pada penghematan dan pendapatan perusahaan yang lebih besar

lagi hingga mencapai ratusan juta dollar, hingga milyaran dollar.

Untuk itu sekarang ini konsep yang selama beberapa tahun belakangan ini dipandang sebelah

mata mulai dilirik secara lebih serius, yakni open system, seperti open source, open standar

yang menjadi cikal bakal metode sourcing baru yakni Crowdsourcing. Crowdsourcing

diartikan secara kata perkata mempunyai terjemahan bebas yakni: Crowd: kerumunan

orang, Sourcing (kata kerja dari Source): sumberdaya.

Apabila digabungkan (masih dalam terjemahan bebas) akan berarti sebagai sesuatu sistem

atau konsep yang sumber daya berbasis kerumunan. Definisi sederhana crowdsourcing

menurut JeffPHowe[1] adalah suatu aktifitas atau tindakan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan atau institusi yang mengambil salah satu fungsi pekerjaan/tugas yang seharusnya

dilakukan oleh karyawannya disebarluaskan secara terbuka dan bebas untuk orang

banyak/kerumunan yang terkoneksi dengan jaringan komputer, dalam hal ini Internet. Aksi

Page 14: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

12

tersebut kan berubah menjadi bentuk produksi sekawan (peer production) manakala suatu

sudah terjadi kesepakatan kerja, namun. Secara sederhana digambarkan dalam gambar , 3, 4,

5 dan 6.

Konsep umum crowdsourcing dimaksudkan adanya pelibatan yang tidak terbatas dan

tanpa memandang latar belakang pendidikan, kewarganegaraan , agama, amatir atau

professional, bagi setiap orang yang ingin memberikan kontribusinya atau solusinya atas

suatu permasalahan yang dilemparkan oleh individu, perusahaan atau institusi, baik

dibayar/royalti atau secara cuma-cuma.

Konsep khusus crowdsourcing suatu perusahaan atau institusi ingin mendapatkan

solusi atas permasalahan yang mereduksi birokrasi dengan biaya yang rendah dibandingkan

dengan membayar tenaga kerja secara konvensional, sedemikian hingga permasalahan dapat

ditangani secara cepat, tepat dan hemat biaya, yang pada akhirnya baik secara langsung

maupun tidak langsung akan meningkatkan daya saing perusahaan atau institusi tersebut.

Page 15: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

13

Grup Besar

Internet

: Individu berbagai latar belakang

? : Permasalahan

Gambar 1: Diagram Konsep & Definisi Crowdsourcing

Crowdsourcing diinterpretasikan bahwa suatu perusahaan dapat memperkerjakan

karyawan baru dari kerumunan tanpa dipusingkan dengan urusan-urusan tambahan, dan

memperkerjakan karyawan secara parsial dan temporal sesuai dengan kebutuhan penanganan

masalah yang diperlukan baik dalam bentuk kerumunan langsung atau disederhakan dalam

bentuk kelompok yang lebih kecil (peer).

Beberapa perusahaan atau institusi besar dan kelas dunia yang telah memanfaatkan

konsep crowdsourcing untuk kepentingan perusahaanya masing-masing, akan dibahas untuk

lebih memperluas pengetahuan tentang konsep crowdsourcing itu sendiri.

Page 16: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

14

I. Bidang Hiburan

- Saluran televisi VH1 dan induknya Viacom menggunakan crowdsourcing untuk

improfisasi bisnisnya, dimulai dengan membeli iFilm, tempat penyimpanan video

clip popular senilai 49 juta USD dan mulai bermain dengan viral video, yakni video

internet yang selanjut mulai menggarap acara-acara yang melibatkan kerumunan

seperti Web Junk Contest, dimana pemirsanya mengirim 12000 video klip penuh. Dan

juga acara kontes gitar via internet yang juri dan pesertanya adalah peserta dan

pemirsa itu sendiri.

II. Bidang Riset & Pengembangan

1. InnoCentive didirikan oleh alih farmasi Eli Lily pada tahun 2001 dengan tujuan untuk

menghubungkan dengan sumberdaya akal diluar perusahaan, yang dapat membantu

untuk membuat obat dan menjualnya ke pasaran. Diluar bidang farmasi, InnoCentive

juga membuka pintu bagi perusahaan lainnya yang punya masalah untuk dipecahkan

dengan menaruhnya di situs web InnoCentive agar dicari solusinya oleh kerumunan.

Perusahaan seperti Boeing, DuPont, Procter & Gamble (P&G) turut serta

mengemukakan permasalahan penting perusahaan di situs InnoCentive untuk

dipecahkan oleh kerumunan. InnoCentive akan membayar pemecah masalah antara

10.000 sampai 100.000 USD per solusi, dan perusahaan yang menaruh

permasalahannya di InnoCentive juga membayar fee kepada situs tersebut.

Gambar 1: Myspace.com Gambar 2: Innocentive.com

2. Colgate-Palmolive, perusahaan yang di tanah air terkenal dengan pasta gigi dan sabun

mandinya, mempunyai masalah, bagaimana cara meninjeksi tepung fluoride ke dalam

tabung pasta gigi tanpa menyebar keluar. Dan akhirnya terpecahkan oleh seorang ahli

Page 17: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

15

(melalui internet) bernama Melcarek, dengan menambahkan daya listrik pada saat

penginjeksian.

3. P&G, perusahaan yang terkenal dengan produk rumah tangganya, seperti, sabun,

shampoo, obat, dan lain lain, mempunyai kendala dalam anggaran risetnya. Pada

tahun 2000, biaya riset perusahaan meninggi sedangkan penjualan cenderung tetap.

Dengan harga pasaran yang jatuh, diperlukan improfisasi produk untuk menaikan

penjualan, crowdsourcing menjadi pilihan dan telah meningkatkan persentasi inovasi,

dari 15 persen menjadi 50 persen. Selain itu enam tahun setelah melibatkan

crowdsourcing 35 persen komponen kritis produk berasal dari inisiatif pihak luar

perusahaan serta meningkatkna produktifitas riset dan pengembangannya sebesar 60

persen.

III. Edukasi dan Industri Software

1. IlmuKomputer.com, suatu situs penampung berbagai artikel komputer dan teknologi

informasi asal tanah air, menjadi banyak rujukan bagi mahasiswa, dosen, akademisi,

pelajar Indonesia. Semua artikel dapat didownload dengan gratis dan disebarluarkan

ke banyak pihak.

2. SourceForge.net, situs penampung kode program dan program yang dapat

didownload gratis oleh setiap orang yang berminat.

3. Wikipedia, situs enklopedia yang terbuka untuk umum, mencakup jumlah yang besar

kata dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk bahasa dan istilah Indonesia. Sebagai

contoh, definisi crowdsourcing terdapat dalam situs ini.

Gambar 3: iStockPhoto.com Gambar 4: IlmuKomputer.com

Page 18: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

16

Gambar 5: SourceForge.net Gambar 6: Crowdsourcing di Wikipedia.org

Selain bidang dan situs yang disebutkan di atas, masih banyak lagi yang bisa kita temukan

yang mengadopsi konsep crowdsourcing, di Internet.

3. Manfaat dan Kelemahannya

Seperti dijelaskan sebelumnya, jelas sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan

konsep crowdsourcing ini diantaranya:

1. Ekonomi & Bisnis, manfaat ini yang magnet terbesar mengapa perusahaan

mengadopsi dan menerapkannya untuk perusahaan.

Perusahaan tidak memerlukan konsultan yang elite dan mahal, untuk mendapatkan

suatu masukan atau solusi bagi pemecahan suatu masalah.

Perusahaan dapat menambah karyawan (maya) dengan kualitas yang sama mungkin

lebih yang memberikan kontribusi positif, misal bagi divisi riset dan pengembangan,

denga biaya murah atau bahkan gratis.

Seseorang dapat memperoleh konten dengan kualitas yang sama dari seorang

professional dengan biaya amatiran.

Dari segi bisnis di era partisipasi ini, akan membentuk suatu komunitas, dan

komunitas itu akan membentuk suatu pasar baru bagi pihak yang mau dan jeli

melihatnya.

Dengan masukan informasi yang berlimpah dan terkadang revolusioner, akan

meningkatkan daya saing pihak-pihak yang memanfaatkannya dengan baik.

Page 19: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

17

2. Penyebaran informasi, manfaat ini juga menjadi salah satu daya tarik yang besar,

dengan terbukanya suatu informasi, katakanlah tentang software, maka akan semakin

berkurang ketergantungan terhadap seuatu vendor tertentu dikarenakan banyaknya

alternatif yang tersedia. Contoh kasus, Open Software, Open Source.

3. Integrasi Dunia, manfaat ini yang menjadi perhatian terutam dalam Millenium

Development Goal (MDG), dimana dunia akan menjadi satu ikatan yang utuh, tidak

memandang sekat-sekat negara dan bangsa. Penyebaran informasi yang akan

membuat yang jauh menjadi dekat dan yang dekat akan semakin intim. Tidak ada lagi

dominasi satu pihak atas suatu informasi. Semuanya terbuka, tidak ada yang merasa

dikelabui atau diakali oleh pihak lain.

Selain manfaat, ada celah maupun kekurangan pada konsep crowdsourcing ini, beberapa

diantaranya:

1. Lisensi; hal ini yang menjadi perhatian situs atau pihak-pihak yang menampung hasil

kiriman produksi individu. Lisensi kadang bermasalah, dimana pengawasan menjadi

semakin terlalu luas lingkup dan daya jangkaunya.

2. Keamanan; dengan semakin terbuka dan cepatnya penyebaran informasi, segal

sesuatu yang terbuka akan lebih rawan untuk diasupi atau disisipi oleh seseorang atau

sesuatu yang melanggar batas-batas kewajaran, seperti privasi atau keamanan itu

sendiri.

3. Kehandalan; hal ini juga masih menjadi perdebatan, suatu contoh, dalam wikipedia,

definisi suatu kata tingkat keakurasian dan nilai ilmiahnya masih menjadi pertanyaan

dan perdebatan, karena siapapun dapat mengakses sistem tersebut, walaupun sudah

ada tim yang mencoba mengatasi masalah tersebtu, dan berujung pada level

kepercayaan dan keandalan akan suatu konsep dan sistem itu sendiri

Page 20: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

1

4. Tren Dalam Manajemen Bencana

Crowdsourcing menjadi hal yang ditangani dan dimanfaatkan secara serius oleh

pihak baik individu, perusahaan dan institusi , yang terlibat di dalamnya. Permasalahan

ataupun kekurangan yang ada nampaknya akan semakin direduksi, seperti masalah

interoperlabilitas, reliabilitas, dan lain sebagainya. Crowdsourcing akan tetap menjadi tren

untuk beberapa tahun atau decade ke depan dengan penambahan fitu dan pengembangan baru

seperti masuknya konsep data mining, semantic web dan information integration, yang akan

saling mendukung konsep crowdsourcing itu sendiri.

Proses crowdsourcing secara umum dijabarkan dalam siklus yang terdiri dari 4

tahap sebagai berikut:

• Pre-selection of contributors phase: Organisasi crowdsourcing menentukan

kriteria spesifik untuk mengumpulkan kontributor spesifik berpotensi atau tetap

membuka proyek terhadap crowd secara umum.

J. Accessibility of peer contributions phase: Organisasi crowdsourcing perlu

menentukan apakah kontributor dari crowd diijinkan untuk melihat, melakukan

review, melakukan update, atau delete terhadap kontribusi lain.

K. Aggregation phase: Organisasi crowdsourcing mengumpulkan sekumpulan

kontribusi untuk menghasilkan solusi terbaik sesuai kebutuhan.

L. Remuneration phase: Bila dapat diaplikasikan, organisasi crowdsourcing

memberi kompensasi pada kontributor (crowd) terhadap partisipasi mereka

sesuai dengan aturan yang berlaku dari kesepakatan crowdsourcing yang harus

dirumuskan di fase awal sebelum pengerjaan tugas (Kamoun, 2015, p.42-43).

Selain siklus secara umum tersebut, proses crowdsourcing dijabarkan ke dalam

5 tahapan yang berbeda berdasarkan aktivitas sebelum proses crowdsourcing, proses

crowdsourcing itu sendiri, dan pasca proses crowdsourcing:

- Initiation Phase: Organisasi perlu merumuskan prinsip crowdsourcing dan

memastikan hal itu sesuai dengan strategi dan objektif bisnis.

Page 21: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

2

- Preparation phase: terdiri dari proses menciptakan crowdsourcing task dan

proses menentukan bagaimana proses pengkontrakan pada crowdsourcing.

- Engagement phase: Organisasi meminta kontribusi melalui media sosial atau

platform berbasis website sesuai persetujuan pada fase inisiasi.

- Evaluation phase: Organisasi crowdsourcing mengumpulkan, menyaring dan

mengevaluasi kontribusi yang terkumpul.

- Commitment phase: Melibatkan evaluasi terhadap kontributor,

mengidentifikasi nilai-nilai dan keuntungan yang didapat, menutup proyek dan

menentukan apakah diperlukan proses lain untuk memenuhi proyek

crowdsourcing mula-mula (Kamoun, 2015, p.43-45).

Menurut Khalid (2015, p.39-43) dan Cullina (2015, p.3), ada 4 pilar dasar dari

proses crowdsourcing yang menunjukkan karakteristik dan unsur-unsur penyusun dari

crowdsourcing yakni pilar crowd, pilar crowdsourcer, pilar crowdsourcing task, dan

pilar crowdsourcing platform:

2. Crowd:

Definisi crowd adalah sekumpulan besar orang melakukan kontribusi terhadap

sebuah tindakan secara online untuk memecahkan masalah terdistribusi atau mencari

ide inovatif atau dalam konteks crowdsourcing, adalah pihak yang melakukan tugas

crowdsourcing. Sebuah crowd dapat terbentuk sebelum terjadinya open call atau

proses crowdsourcing dalam bentuk sebuah kelompok sosial atau komunitas. Namun,

crowd hanya akan aktif saat terjadi penawaran atau open call.

Terdapat lima aspek yang umumnya terdapat pada crowd berdasarkan sifat-sifat

dari crowd itu sendiri sebagai berikut:

4. Diversity yaitu kondisi crowd yang berbeda-beda.

Page 22: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

3

5. Unknown-ness yaitu kondisi terjaganya privasi dan informasi pribadi

crowd dari diketahui oleh pihak lain.

JJJ. Largeness berarti dalam jumlah banyak.

KKK. Undefined-ness berarti crowd dibentuk tanpa batasan yang tetap

LLL. Suitability yaitu kecocokan terhadap alasan dan tujuan mula-mula dari

diadakannya proses crowdsourcing (Khalid, 2015, p.41).

Selain lima aspek tersebut, terdapat tiga aspek lain yang menjadi kriteria dari

sebuah crowd berdasarkan peranan dari crowd dalam proses crowdsourcing:

Who forms the crowd: Crowd merujuk kepada kelompok individu dengan

karakter, keberagaman, dan pengetahuan yang ditentukan oleh kebutuhan

dari proses crowdsourcing.

What the crowd has to do: Crowd harus memberikan solusi terhadap sebuah

permasalahan dengan mengerjakan tugas dari berbagai macam

kompleksitas yang menunjukan partisipasi sukarela mereka dalam

crowdsourcing.

What does the crowd get in return: Crowd akan mendapat kepuasan dari

aktivitas yang dilakukan, baik itu secara ekonomis, sosial, kepercayaan diri,

maupun pengembangan kemampuan individu (Estellés-Arolas & González-

Ladrón-de-Guevara, 2012, p.6).

4. Crowdsourcer:

Crowdsourcer adalah lembaga yang mendapat keuntungan dari crowdsourcing

task. Crowdsourcer disebut juga process requester, initiator, focal agent, atau crowd

user. Terdapat dua aspek dari crowdsourcer berdasarkan karakteristik dari

crowdsourcer yaitu:

Page 23: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

4

4. Who is the initiator: crowdsourcer adalah entitas yang bertugas

menyampaikan inisiatif diberlakukannya tugas baik itu perusahaan, institusi, atau

individu.

5. What the initiator gets in return: crowdsourcer akan mendapatkan solusi

dari permasalahan dengan pemenuhan tugas yang dilakukan oleh crowd.

Selain berdasarkan karakteristriknya, dapat dirusumuskan aspek-aspek dari

crowdsourcer berdasarkan peranannya dalam crowdsourcing sebagai berikut:

Incentive provision adalah alasan yang mendukung seseorang untuk

melakukan tugas atau untuk meningkatkan usaha. Crowdsourcer bisa

memberikan alasan tersebut untuk mendorong kinerja crowd. Dalam

crowdsourcing, alasan keuangan cukup banyak digunakan.

Open call artinya tiap orang yang ingin melakukan tugas tersebut dapat

mencobanya. Dalam crowdsourcing berarti sebuah tugas yang terbuka bagi

semua orang tanpa peduli latar belakang mereka.

Ethicality provision berarti untuk melakukan sesuatu berdasarkan moral dan

etika (Estellés-Arolas dan González-Ladrón-de-Guevara, 2012, p.7).

4. Crowdsourcing Task:

Dengan crowdsourcing task, crowd memberikan kontribusi melalui

berbagai cara. Dari crowdsourcing task ini, akan muncul hasil yang menjadi solusi

dari permasalahan yang diajukan. Hasil dari crowdsourcing task ini dapat

ditentukan salah satunya dengan menentukan satu pemenang dari hasil kontribusi-

kontribusi crowd. Cari lain untuk menemukan hasil dari sebuah crowdsourcing task

adalah dengan kumpulan ahli memilih ide terbaik atau solusi potensial terhadap

sebuah permasalahan.

Terdapat empat aspek penting dari sebuah crowdsourcing task berdasarkan

peranannya dalam proses crowdsourcing. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai

berikut:

Page 24: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

5

o Traditional operation: Kemungkinan alternatif yang tersedia bagi

crowdsourcer untuk melakukan sebuah crowdsourcing task bila tidak

dikerjakan oleh crowd.

o Outsourcing task: Kegiatan mengurangi biaya yang dibutuhkan dengan

memindahkan beberapa proses bisnis ke pihak luar perusahaan.

o Modularity: Berarti sampai batasan manakah sebuah tugas dapat dipecah

ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil untuk dikerjakan.

o Complexity: Suatu keadaan yang rumit atau susah dimengerti, dalam hal ini

adalah tugas kebutuhan jasa yang harus diselesaikan oleh manusia atau user

lain.

o Automation characteristics: proses atau fasilitas manufaktur secara

otomatis, tanpa peran manusia dan dikendalikan oleh alat itu sendiri

(operating device).

o User-driven: Aktivitas yang diatur oleh user dan bukan oleh sistem disebut

user-driver (Khalid, 2015, p.42).

• Crowdsourcing Platform:

Crowdsourcing Platform didefinisikan sebagai tempat dimana tugas

crowdsourcing task terjadi. Umumnya crowd menggunakan IT berbasis website

atau mobile platform, atau kombinasi keduanya sebagai crowdsourcing platform.

Ada beberapa aspek dari crowdsourcing platform berdasarkan perananannya dalam

proses crowdsourcing:

o Crowd-related interaction: Interaksi antara crowd dengan platform

dimana crowdsourcing activity dilakukan.

o Crowdsourcer related interactions: Interaksi antara crowdsourcer dengan

crowdsourcing platform yang bisa dalam berbagai bentuk.

o Task related facilities: Beberapa fasilitas yang disediakan crowdsourcing

platform untuk mendukung tugas yang dilakukan.

Page 25: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

6

o Platform-related facilities: Fasilitas yang disediakan untuk mendukung

pengerjaan task secara sehat dan lancar pada platform.

Berdasarkan pilar-pilar dan aspek-aspek tersebut, dapat dirumuskan metriks

atau syarat-syarat terbentuknya crowdsourcing sebagai berikut:

• Terdapat crowd yang sudah didefinisikan dengan jelas.

• Terdapat task dengan target yang jelas.

• Kompensasi yang akan didapat crowd dari partisipasinya sudah jelas.

• Crowdsourcer diidentifikasikan dengan jelas.

• Kompensasi yang akan diterima crowdsourcer sudah didefinisikan sudah

jelas.

• Adalah sebuah proses partisipasi terhadap tugas secara online.

• Menggunakan open call (panggilan atau tawaran terbuka) dengan syarat

yang beragam.

• Menggunakan media internet. (Estellés-Arolas & González-Ladrón-de-

Guevara, 2012, p.10)

Dalam pengaplikasian crowdsourcing, dapat muncul beberapa resiko yang

perlu ditangani dan dipahami sebelum dilaksanakan. Resiko pertama menurut dapat

muncul jika tugas atau masalah yang dikirimkan ke crowd (open call) tidak

didefinisikan secara jelas atau feedback partisipasi yang diberikan crowd tidak sesuai

dengan kebutuhan. Karenanya, proses crowdsourcing bisa saja bukan aksi 1 kali

proses, melainkan bisa dilakukan terus menerus demi mencapai tujuan yang diinginkan

secara maksimal (Seltzer & Mahmoudi, 2012). Resiko lain yang dapat muncul adalah

implementasi crowdsource dengan task yang tidak jelas menghasilkan kontribusi yang

tidak maksimal juga sehingga crowdsource menjadi sia-sia dan tidak efektif

(Allahbakhsh, 2013, p.76).

Page 26: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

7

Berbagai peristiwa bencana di tanah air belakangan terakhir telah memberi catatan historis

bagaimana peran media sosial di setiap tahapan manajemen bencana, baik di stase mitigasi,

respon, maupun pemulihan. Pola-pola komunikasi pada bidang manajemen bencana di media

sosial lebih kompleks dan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan media tradisional,

terutama dalam penyebaran informasi. Tak hanya itu, media sosial juga menjadi jembatan

dalam membangun kesadaran, memberikan pengetahuan, dan meningkatkan kepedulian

masyarakat terhadap peristiwa bencana yang terjadi di suatu negara (Nazer et al., 2017).

Nazer et al memberikan gambaran model peran media sosial dalam manajemen bencana.

Ia menggunakan pendekatan empat tahap manajemen bencana, yakni peringatan (warning),

dampak (impact), respon (response), dan bantuan (relief). Keempat tahapan itu dibagi menjadi

delapan stase sosio-temporal, yakni prediksi kejadian, sistem peringatan, deteksi kejadian,

perubahan bahasa, penelusuran bencana, kesadaran situasi, alat-alat, dan crowdsourcing. Model

tersebut disajikan dalam gambar 1.

Gambar 6 Stase sosio-temporal. Sumber (Nazer et al., 2017).

Gambar tersebut menunjukkan bahwa kualitas data menjadi hal yang paling krusial

dalam manajemen bencana dengan media sosial. Media sosial bisa menjadi hutan rimba yang

menyesatkan dengan banyaknya unggahan warganet di linimasa, baik yang informatif

maupun yang tidak. Bahkan, dewasa ini kita dihadapkan pada maraknya fenomena hoaks

yang juga patut menjadi perhatian. Unggahan-unggahan yang bersifat spam, bot-generated,

Page 27: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

8

dan bukan menjadi bagian informasi yang dibutuhkan harus dieliminasi dalam analisis media

sosial.

Warning

Pada tahap mitigasi atau peringatan (warning), media sosial dapat digunakan sebagai sumber

pelengkap informasi yang memberikan kepercayaan masyarakat dalam mendeteksi bencana

dan memberikan peringatan.

Berdasarkan Gambar 1, tahap ini mencakup dua kegiatan, yakni prediksi kejadian

dan sistem peringatan. Menurut penjelasan Nazer et al, prediksi kejadian didasarkan pada

fitur unggahan media sosial. Peningkatan jumlah unggahan mengenai topik tertentu dapat

menjadi gambaran popularitas isu selanjutnya. Isu kriminalitas dan sentiment warganet

terhadap bencana ini bisa dideteksi berdasarkan konten unggahan sehingga bisa menjadi

deteksi dini kejadian-kejadian yang mengiringi bencana tersebut.

Media sosial juga bisa menjadi sistem peringatan (warning system). Di Indonesia,

fungsi ini dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui

akun Twitter @infoBMKG. Melalui Twitter (belakangan ini ditambah dengan aplikasi

berbasis Android), BMKG memberikan peringatan dini manakala bencana, khususnya

gempa bumi, terjadi. Informasi tersebut berisi lokasi kejadian, tingkat gempa, dan potensi

tsunami. Ketika pesan itu disampaikan kepada khalayak, penerima pesan diharapkan bisa

mengantisipasi dan melakukan tindakan yang tepat.

Media sosial menghubungkan antara informasi dari lembaga resmi dengan publik-

publik non pemerintah untuk saling memberikan stimulus untuk menyarankan tindakan-

tindakan yang diperlukan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, BNPB telah memetakan

stakeholder bencana yang tiap-tiap stakeholder telah mengetahui tugas dan wewenangnya di

setiap tahap. Peringatan dini yang salah satunya diperantarai oleh media sosial akan

mengaktivasi sistem tersebut.

Impact

Page 28: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

9

Media sosial seringkali menjadi informan pertama saat terjadi bencana. Media tersebut

bersifat user-generated content yang mengandalkan penggunanya sebagai pembuat isi

informasi. Informasi itu bahkan mendahului berita resmi yang dibuat oleh media

konvensional maupun instansi berwenang. Isi informasi di media sosial kerap dijadikan

acuan oleh media konvensional resmi.

Hal tersebut dipandang sebagai anomali yang dapat ditangkap oleh metode deteksi

kejadian. Dampak yang paling besar akan dirasakan pada perubahan bahasa yang terjadi

selama bencana. Kajian kualitatif yang dilakukan pada pengguna livejournal.com saat

peristiwa pemboman World Trade Center 11 September 2001 yang tergolong ke dalam

bencana sosial menunjukkan adanya peningkatan emosi yang positif dan pemrosesan

kognitif, orientasi sosial, dan jarak psikologis pasca serangan tersebut (Cohn, Mehl, &

Pennebaker, 2004).

Studi tersebut menggunakan metode analisis teks menggunakan Linguistic Inquiry

and Word Count (LIWC). Indeks emosi yang positif dan pemrosesan kognitif menunjukkan

bagaimana pengguna secara intelektual memahami peristiwa, terlihat dari penggunaan kata-

kata positif seperti bahagia, baik, bagus, dan kata-kata negatif, seperti membunuh, jelek,

bersalah. Orientasi sosial memperlihatkan seberapa banyak orang disebut dalam tulisan-

tulisan tersebut. Sedangkan jarak psikologis merujuk pada penggunaan lebih banyak kata

ganti orang ketiga dibandingkan orang pertama.

Response

Fungsi media sosial pada saat terjadi bencana adalah sebagai fasilitator, salah satunya adalah

untuk menelusuri bencana. Saat ini banyak terdapat sistem digital yang mampu memonitor

media sosial untuk kebutuhan yang berkaitan dengan krisis. Sistem-sistem itu menggunakan

sistem komputasi untuk mengumpulkan data, mengekstraksi informasi, memonitor

berubahan dalam data statistik, memproses bahasa, mengklaster pesan yang sama, dan

mentranslasi secara otomatis. Sistem komputasi itu menghasilkan topik dan tren yang sedang

banyak dibicarakan di jagat digital (Nazer et al., 2017).

Page 29: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

10

Informasi yang tersebar di media sosial juga menjadi medium untuk meningkatkan

kesadaran terhadap situasi yang terjadi. Pada saat tsunami di Banten 2 Agustus 2019 lalu,

tingginya statistik unggahan yang menampilkan informasi bencana itu telah membuat

peristiwa tersebut mendapat perhatian dari banyak pihak. Kesadaran situasi (situational

awareness) adalah proses untuk memahami apa yang sedang terjadi di dalam suatu peristiwa

yang melibatkan banyak aktor dan pergerakan, khususnya untuk menghargai kebutuhan

komando dan kontrol operasional (Vieweg, Hughes, Starbird, & Palen, 2010).

Relief

Tahapan terakhir adalah stase pemulihan pascabencana. Media sosial menjadi alat yang

sangat efektif untuk menggalang bantuan dan mengumpulkan relawan. Para relawan ini yang

menjadi bala bantuan yang secara nyata terjun langsung menolong para korban yang

terdampak bencana, baik mendirikan tenda darurat, menyalurkan bantuan, hingga melakukan

penyembuhan trauma (trauma healing) terutama bagi anak-anak.

Fasilitasi melalui media sosial dalam menggalang sumber daya menjadi bagian dari

crowdsourcing (Nazer et al., 2017). Teknologi digital memungkinkan informasi merambah

melewati batas-batas geografis sehingga potensi bantuan bisa datang dari berbagai lini.

Bentuk-bentuk bantuan yang dilakukan oleh para relawan pun semakin beragam, dari

sekadar menyebarkan informasi penggalangan dana hingga menggerakkan khalayak untuk

turut mengulurkan bantuan (Mauroner & Heudorfer, 2016). Para influencer di media sosial

turut menjadi bagian dari subsistem pemulihan pascabencana sehingga Nazer et al

menyebutnya sebagai digital volunteer.

Page 30: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Adrian, A. (2016). MODEL SPASIAL KERENTANAN DIKAWASAN PESISIR

SELATAN TELUK BETUNG KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP BENCANA

TSUNAMI. Jurnal SPATIAL Wahana Komunikasi Dan Informasi Geografi, 15(1), 23–

28. https://doi.org/10.21009/spatial.151.04

2. Akhirianto, N. A. (2019). KONSEP DESAIN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

LONGSOR BERBASIS KOMUNITAS. Jurnal Sains Dan Teknologi Mitigasi Bencana,

12(1), 32–43. https://doi.org/10.29122/jstmb.v12i1.3698

3. Anggraeni, L. (2020). Penanggulangan bencana banjir bandang di desa sanggi

Padangcermin Tanggamus Lampung. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1),

Article 1. http://jurnal.umitra.ac.id/index.php/ANDASIH/article/view/373

4. Baker, N. D., & Ludwig, L. G. (2018). Disaster preparedness as social control. Critical

Policy Studies, 12(1), 24–43. https://doi.org/10.1080/19460171.2016.1214075

5. Baruch, A., May, A., & Yu, D. (2016). The motivations, enablers and barriers for

voluntary participation in an online crowdsourcing platform. Computers in Human

Behavior, 64, 923–931. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.07.039

6. Baytiyeh, H. (2017). Socio-cultural characteristics: The missing factor in disaster risk

reduction strategy in sectarian divided societies. International Journal of Disaster Risk

Reduction, 21, 63–69. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2016.11.012

7. Bhatia, G. K., Kumaraguru, P. (Advisor), Dubey, A. (Advisor), Buduru, A. B., &

Kaulgud, V. (2018). WorkerRep: Building trust on crowdsourcing platform using

blockchain [Thesis, IIIT-Delhi].

https://repository.iiitd.edu.in/xmlui/handle/123456789/631

8. Blackman, D., Nakanishi, H., & Benson, A. M. (2017). Disaster resilience as a complex

problem: Why linearity is not applicable for long-term recovery. Technological

Forecasting and Social Change, 121, 89–98.

https://doi.org/10.1016/j.techfore.2016.09.018

9. Chamlee-Wright, E. (2018). The power of narrative in post-disaster entrepreneurial

response. The Review of Austrian Economics, 31(4), 467–472.

https://doi.org/10.1007/s11138-017-0395-y

10. Chan, N. W., Roy, R., Lai, C. H., & Tan, M. L. (2019). Social capital as a vital resource

in flood disaster recovery in Malaysia. International Journal of Water Resources

Development, 35(4), 619–637. https://doi.org/10.1080/07900627.2018.1467312

11. Cheng, X., Gou, Q., Yue, J., & Zhang, Y. (2019). Equilibrium decisions for an innovation

crowdsourcing platform. Transportation Research Part E: Logistics and Transportation

Review, 125, 241–260. https://doi.org/10.1016/j.tre.2019.03.006

12. Erbeyoğlu, G., & Bilge, Ü. (2020). A robust disaster preparedness model for effective

and fair disaster response. European Journal of Operational Research, 280(2), 479–494.

https://doi.org/10.1016/j.ejor.2019.07.029

13. Escudero, L. F., Garín, M. A., Monge, J. F., & Unzueta, A. (2018). On preparedness

resource allocation planning for natural disaster relief under endogenous uncertainty with

Page 31: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

12

time-consistent risk-averse management. Computers & Operations Research, 98, 84–102.

https://doi.org/10.1016/j.cor.2018.05.010

14. Gajanayake, A., Mohseni, H., Zhang, G., Mullett, J., & Setunge, S. (2018). Community

adaptation to cope with disaster related road structure failure. Procedia Engineering, 212,

1355–1362. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2018.01.175

15. Gomes, T., Tapolcai, J., Esposito, C., Hutchison, D., Kuipers, F., Rak, J., de Sousa, A.,

Iossifides, A., Travanca, R., André, J., Jorge, L., Martins, L., Ugalde, P. O., Pašić, A.,

Pezaros, D., Jouet, S., Secci, S., & Tornatore, M. (2016). A survey of strategies for

communication networks to protect against large-scale natural disasters. 2016 8th

International Workshop on Resilient Networks Design and Modeling (RNDM), 11–22.

https://doi.org/10.1109/RNDM.2016.7608263

16. Gustaman, F. A. I., Rahmat, H. K., Banjarnahor, J., & Maarif, S. (2020). PERAN

KANTOR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN LAMPUNG DALAM MASA

TANGGAP DARURAT TSUNAMI SELAT SUNDA TAHUN 2018. NUSANTARA :

Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(2), 462–469.

17. Harrison, S. E., & Johnson, P. A. (2016, October 1). Crowdsourcing the Disaster

Management Cycle [Article]. International Journal of Information Systems for Crisis

Response and Management (IJISCRAM). www.igi-global.com/article/crowdsourcing-

disaster-management-cycle/185638

18. Hutagalung, S. S. (2018). Resiliensi Komunitas Dalam Menghadapi Bencana Alam

[Research].

19. Hutagalung, S. S. (2019). Model Pelayanan Publik yang tanggap bencana [Research].

Universitas Lampung. repository.unila.ac.id

20. Hutagalung, S. S., Sulistio, E. B., & Mulyana, N. (2020). Multi Stakeholder Involvement

in Tsunami Disaster Recovery Phases in South Lampung. MIMBAR : Jurnal Sosial Dan

Pembangunan, 36(1), 119–127. https://doi.org/10.29313/mimbar.v36i1.5356

21. Inews.id. (2020, October 15). Doni Monardo Sebut Ada 4 Klaster Bencana di Indonesia.

INews.ID. https://www.inews.id/news/nasional/doni-monardo-sebut-ada-4-klaster-

bencana-di-indonesia

22. Jd, R., & Zd, W. (2016). Disaster relief volunteerism: Evaluating cities’ planning for the

usage and management of spontaneous volunteers. Journal of Emergency Management

(Weston, Mass.), 14(2), 127–138. https://doi.org/10.5055/jem.2016.0279

23. Kankanamge, N., Yigitcanlar, T., Goonetilleke, A., & Kamruzzaman, M. (2019). Can

volunteer crowdsourcing reduce disaster risk? A systematic review of the literature.

International Journal of Disaster Risk Reduction, 35, 101097.

https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101097

24. Kim, H., & Zakour, M. (2017). Disaster Preparedness among Older Adults: Social

Support, Community Participation, and Demographic Characteristics. Journal of Social

Service Research, 43(4), 498–509. https://doi.org/10.1080/01488376.2017.1321081

25. Kim, M.-Y., & Kim, M. S. (2017). Correlation among Nurses’ Educational Status,

Knowledge and Disaster Preparedness Abilities. Journal of the Korea Academia-

Industrial cooperation Society, 18(7), 589–598.

https://doi.org/10.5762/KAIS.2017.18.7.589

26. Kiranaratri, A. H., Simarmata, N., & Hidayat, D. (2019). ANALISIS POTENSI

TINGKAT BENCANA BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI WAY KURIPAN

Page 32: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

13

KOTA BANDAR LAMPUNG. Rekayasa Sipil, 13(2), 147–152.

https://doi.org/10.21776/ub.rekayasasipil.2019.013.02.10

27. Kohler, T., & Chesbrough, H. (2019). From collaborative community to competitive

market: The quest to build a crowdsourcing platform for social innovation. R&D

Management, 49(3), 356–368. https://doi.org/10.1111/radm.12372

28. Lampost.co. (2020, January 13). Lampung Masuk Daerah Risiko Tinggi Rawan Bencana

di Indonesia. lampost.co. https://www.lampost.co/berita-lampung-masuk-daerah-risiko-

tinggi-rawan-bencana-di-indonesia.html

29. Lassa, J. A. (2018). Roles of Non-Government Organizations in Disaster Risk Reduction.

Oxford Research Encyclopedia of Natural Hazard Science.

https://doi.org/10.1093/acrefore/9780199389407.013.45

30. Lichtveld, M., Covert, H., El-Dahr, J., Grimsley, L. F., Cohn, R., Watson, C. H.,

Thornton, E., & Kennedy, S. (2020). A Community-Based Participatory Research

Approach to Hurricane Katrina: When Disasters, Environmental Health Threats, and

Disparities Collide. American Journal of Public Health, 110(10), 1485–1489.

https://doi.org/10.2105/AJPH.2020.305759

31. Lin, W.-Y., Wu, T.-H., Tsai, M.-H., Hsu, W.-C., Chou, Y.-T., & Kang, S.-C. (2018).

Filtering disaster responses using crowdsourcing. Automation in Construction, 91, 182–

192. https://doi.org/10.1016/j.autcon.2018.03.016

32. Lutz, P. (2019). Variation in policy success: Radical right populism and migration policy.

West European Politics, 42(3), 517–544.

https://doi.org/10.1080/01402382.2018.1504509

33. Peters, D. H., Hanssen, O., Gutierrez, J., Abrahams, J., & Nyenswah, T. (2019).

Financing Common Goods for Health: Core Government Functions in Health Emergency

and Disaster Risk Management. Health Systems & Reform, 5(4), 307–321.

https://doi.org/10.1080/23288604.2019.1660104

34. Poblet, M., García-Cuesta, E., & Casanovas, P. (2018). Crowdsourcing roles, methods

and tools for data-intensive disaster management. Information Systems Frontiers, 20(6),

1363–1379. https://doi.org/10.1007/s10796-017-9734-6

35. Puspitasari, D. (2019). Implementasi Crowdsourcing dalam Dunia Perpustakaan. Jurnal

Perpustakaan Universitas Airlangga, 9(1), 35–39.

https://doi.org/10.20473/jpua.v9i1.2019.35-39

36. Qoidah, N., & Widowati, E. (2020). Manajemen Bencana Gunung Merapi Berbasis

Masyarakat. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 4(Special

1), 203–214. https://doi.org/10.15294/higeia.v4iSpecial 1.39351

37. Repoussis, P. P., Paraskevopoulos, D. C., Vazacopoulos, A., & Hupert, N. (2016).

Optimizing emergency preparedness and resource utilization in mass-casualty incidents.

European Journal of Operational Research, 255(2), 531–544.

https://doi.org/10.1016/j.ejor.2016.05.047

38. Riccardi, M. T. (2016). The power of crowdsourcing in disaster response operations.

International Journal of Disaster Risk Reduction, 20, 123–128.

https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2016.11.001

39. Rodríguez-Espíndola, O., Albores, P., & Brewster, C. (2018). Disaster preparedness in

humanitarian logistics: A collaborative approach for resource management in floods.

European Journal of Operational Research, 264(3), 978–993.

https://doi.org/10.1016/j.ejor.2017.01.021

Page 33: Model Penguatan Kapasitas Tanggap Bencana Pada Komunitas

14

40. Savage, D. A. (2019). Towards a complex model of disaster behaviour. Disasters, 43(4),

771–798. https://doi.org/10.1111/disa.12408

41. Schenk, E., Guittard, C., & Pénin, J. (2019). Open or proprietary? Choosing the right

crowdsourcing platform for innovation. Technological Forecasting and Social Change,

144, 303–310. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2017.11.021

42. Shah, I., Elahi, N., Alam, A., Dawar, S., & Dogar, A. A. (2020). Institutional

arrangement for disaster risk management: Evidence from Pakistan. International

Journal of Disaster Risk Reduction, 51, 101784.

https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2020.101784

43. Shoji, M., Takafuji, Y., & Harada, T. (2020). Behavioral impact of disaster education:

Evidence from a dance-based program in Indonesia. International Journal of Disaster

Risk Reduction, 45, 101489. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2020.101489

44. Teo, M., Goonetilleke, A., Ahankoob, A., Deilami, K., & Lawie, M. (2018). Disaster

awareness and information seeking behaviour among residents from low socio-economic

backgrounds. International Journal of Disaster Risk Reduction, 31, 1121–1131.

https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2018.09.008

45. Twigg, J., & Mosel, I. (2017). Emergent groups and spontaneous volunteers in urban

disaster response. Environment and Urbanization, 29(2), 443–458.

https://doi.org/10.1177/0956247817721413

46. Yaneri, A. (2020). INTERVENSI KOMUNITAS: STRATEGI PENANGGULANGAN

BENCANA BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG. Jurnal

Papatung : Jurnal Ilmu Administrasi Publik, Pemerintahan Dan Politik, 3(2), 12–26.

https://doi.org/10.660303/japp.v3i2.72