model dinamik pengaturan hasil hutan...

136
MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP EKONOMI DAERAH (Studi Kasus : IUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Papua) JONNI MARWA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Upload: hoangtu

Post on 03-Sep-2018

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMURDAN KONTRIBUSINYA TERHADAP EKONOMI DAERAH

(Studi Kasus : IUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Papua)

JONNI MARWA

SEKOLAH PASCA SARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2009

Page 2: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Dinamik Pengaturan HasilHutan Tidak Seumur dan Kontribusi Terhadap Ekonomi Daerah : Studi KasusIUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Papua adalah karya sayasendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkanmaupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dandicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Jonni MarwaE051060171

Page 3: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

ABSTRACT

JONNI MARWA. Dynamic model of uneven-aged forests yield regulationand its contribution toward regional economic : Case Study at Concession ofPT.Bina Balantak Utama Sarmi Regency, Papua Province ). Under directionof Herry Purnomo and Dodik Ridho Nurrochmat

This research was aimed to obtain yield regulation method of uneven-agedforest, based on system dynamics model approach. Logged–over natural forest inthe concession area of PT. Bina Balantak Utama (PT.BBU), Sarmi Regency ofPapua Province was selected for study. Stand structure dynamic model wasestimated from re-measured permanent sample plot. It consists of ingrowth,upgrowth and mortality functions. The model was constructed based on speciesgroup (dipterocarpaceae, non dipterocarpaceae, and non commercial). Then,prediction data were compared with the actual data. The economic criteria werenet present value, benefit cost ratio, internal rate of return and land expectationvalue. The cutting simulation result shows that cutting cycle has negativecorrelation with the income government and income of customary communities.By using yield regulation method of uneven-aged forest PT.BBU contributed to0,56% of local government revenue and 47,91% of customary communities.

Page 4: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

RINGKASAN

JONNI MARWA. Model Dinamik Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur danKontribusi Terhadap Ekonomi Daerah : Studi Kasus IUPHHK PT. Bina BalantakUtama Kabupaten Sarmi, Papua. Dibimbing oleh Herry Purnomo dan DodikRidho Nurrochmat.

Pengelolaan hutan di Papua (Propinsi Papua) sudah berjalan kurang lebihtiga dekade dan kini mengarah pada pengelolaan hutan bekas tebangan. Dengantujuan mengejar laju pertumbuhan ekonomi pemerintah telah memberikan ijin hakpengusahaan hutan kepada kurang lebih 54 perusahaan untuk mengelola hutanPapua yang luasnya kira-kira mencapai 31 juta hektar. Sejalan denganperkembangan pemanfaatan hutan tersebut, pemerintah maupun masyarakatsebagai pemilik sumberdaya hutan belum mendapatkan manfaat yang optimal.Kontribusi yang diberikan sektor kehutanan terhadap ekonomi Papua selamatahun 1993-2003 hanya mencapai 6,7% (Pawitno 2003).

Kebijakan-kebijakan baru pengelolaan hutan diharapkan mampumeningkatkan penerimaan daerah dan sekaligus meningkatkan kesejahteraanmasyarakat tanpa mengabaikan aspek-aspek pengelolaan yang lestari. Salah satubentuk pengelolaan hutan yang lestari adalah pengaturan hasil hutan melaluipenentuan jatah produksi tahunan (AAC, Annual Allowable Cutting) yangditetapkan pemerintah. Namun penetapan tersebut sering tidak sesuai dengankondisi spesifik lokal, sehingga menimbulkan pengelolaan hutan yang tidaklestari.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif pengaturan hasil hutantidak seumur berdasarkan intensitas penebangan dan siklus tebang yang lestarimenggunakan pendekatan sistem dinamik, serta kontribusi metode pengaturanhasil hutan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dan ekonomi daerah.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah konsesi HPH PT. Bina BalantakUtama (BBU) Kabupaten Sarmi Propinsi Papua, pada Petak Ukur Permanen(PUP) RKT 2000/2001 petak 56 KK. Penelitian dilakukan selama tiga bulan sejakmaret sampai dengan mei 2008.

Data yang dikumpulkan meliputi : data pertumbuhan tegakan dan datastruktur tegakan hutan primer. Data pertumbuhan tegakan yang digunakan dalampenelitian ini adalah hasil pengukuran PUP pada Blok RKT 1999/2000 petak 56KK yang merupakan areal bekas tebangan 2 tahun. Pengukuran dilakukan padatahun 2001 sampai dengan tahun 2005. Data struktur tegakan yang diperoleh dariPUP dan hutan primer dipresentasikan dalam beberapa Kelas Diameter (Phn_D)menurut kelompok jenis dengan interval 10 cm ke atas, diameter terkecil(Phn_D15) berukuran 10-20 cm. Pembagian menurut kelompok jenis dilakukandengan mengelompokan ke dalam jenis dipterocarpaceae, non dipterocarpaceaedan non komersil.

Komponen penyusun dinamika struktur tegakan terdiri dari jumlah pohonpada berbagai kelas diameter dan kelompok jenis, dengan melibatkan unsurdinamika tegakan seperti alih tumbuh ( ingrowth), tambah tumbuh ( upgrowth),dan kematian (Mortality). Rumus Alometrik digunakan untuk menghitungbiomassa tegakan dalam pembuatan model usaha karbon adalah rumus pendugaan

Page 5: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

2

biomassa secara umum yang dikemukakan oleh Brown.Selain itu dilakukan pulaanalisisi sistem dengan tahap analisis sistem dan simulasi yang dilakukan adalahsebagai berikut (Purnomo 2004; Grant et al. : Identifikasi isu, tujuan dan batasan,perumusan model konseptual, spesifikasi model kuantitatif serta evaluasi modeldan penggunaan model

Kelompok jenis non dipterocarpaceae merupakan penyusun utama strukturtegakan. Untuk mengetahui keterandalan model dilaukan uji Khi Kuadrat (x2)terhadap model dinamika tegakan. Berdasarkan statistik uji chi square diperolehnilai 2 hitung sebesar 12,98, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai 2

tabel yaitu sebesar 27,59 pada derajat bebas 17 dan taraf nyata 5%. Hal inimembuktikan bahwa penggunaan model simulasi dinamika struktur tegakancukup handal, lebih mendekati kondisi aktual. Selain itu, dilakukan juga analisissensivitas terhadap perubahan harga, standar kompensasi dan suku bunga untukmelihat perilaku yang diharapkan dengan terlebih dahulu dilakukan simulasi padakondisi base line.

Secara ekonomi skenario siklus tebang memberikan hasil yang layak untukpengelola hutan dengan kondisi NPV, LEV, BCR dan IRR positif. Sedangkanskenario perburuan kayu memberi gambaran bahwa telah terjadi over eksploitasikarena ”double AAC” yaitu AAC HPH ditambah dengan AAC perburuan kayu, sehingga tegakan menjadi kolaps. Dengan demikian jangka waktu yangdiperlukan untuk melakukan penebangan ulang di lokasi yang sama semakinpanjang. Secara ekonomi penerimaan mayarakat dari kegiatan perburuan kayupada tahun-tahun awal menunjukan nilai penerimaan yang besar. Penerimaantersebut didistribusikan kepada pemilik kayu sebesar 20% dan 80% untuk pemilikmodal (penebang). Akibat penebangan secara intensif dalam rentang waktu yangterlalu dekat maka, penerimaan masyarakat pemilik kayu dan penebang kayumenjadi berkurang dan mengarah kepada hilangnya sumber pendapatan. Bagipenebang kayu walaupun penerimaannya makin berkurang, tetapi dapatmemanfaatkan sumberdaya kayu di tempat lain karena menguasai teknologi danmodal kerja (rent seeking). Skenario REDD memberikan hasil yang terbaik padasiklus tebang 30 tahun. Pendapatan skema REDD adalah selisih pemasukankarbon dengan pengeluaran usaha karbon. Pemasukan usaha karbon didapat daripenjualan jasa penyerapan karbon dalam satuan ton (tC) per hektar

Kontribusi yang diberikan berdasarkan skenario siklus tebang sangatlahkecil hanya 0,56% terhadap penerimaan pemerintah daerah. Penerimaan tersebutberasal dari Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH), dana reboisasi (DR), serta pajak-pajak. Kontribusi tersebut berpeluang untuk terus meningkat karena belumtermasuk sub-sektor industri pengolahan hasil hutan primer yang nantinya harusdibuka oleh setiap pemegang IUPHHK di Papua, hal ini terkait dengan kebijakanpemerintah Papua yang melarang penjualan log ke luar Papua dan mewajibkansetiap HPH/IUPHHK untuk membangun industri primer.

Disisi lain apabila pemerintah dan masyarakat terlibat dalam skemaperdagangan karbon melalui REDD, maka kontribusi yang dapat diberikanterhadap rata-rata penerimaan daerah hanya sebesar 0.008% terhadap penerimaandaerah Kabupaten Sarmi. Walaupun kontribusi yang diberikan relatif kecil namunskema yang ditawarkan perlu menjadi pertimbangan.

Page 6: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

Kontribusi pengaturan hasil tidak hanya mengakomodir kepentinganpenerimaan pemerintah, tetapi penerimaan masyarakat adat juga disimulasikandalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukan adanya peningkatan jumlahpenerimaan kompensasi pada setiap siklus tebang dengan kontribusi rata-ratasebesar 47,91%. Walaupun jumlah kompensasi yang diterima terlihat cukup besar,namun nilai tersebut relatif kecil apabila didistribusikan kepada penduduk/ kepalakeluarga yang berada pada wilayah tersebut yakni Rp 617.848/ KK/tahun atau Rp51.457/kk/bulan. Pilihan siklus tebang berkaitan erat dengan kontribusi terhadaptambahan penerimaan masyarakat adat dari kompensasi hak ulayat danpenerimaan pemerintah. Walaupun masyarakat dan pemerintah memperoleh nilaitambah akibat aktivitas pemanfaatan kayu, namun bagi perusahan hal tersebutmerupakan biaya sehingga mempengaruhi kinerja finansial perusahaan. Hal inidapat dijadikan instrumen ekonomi sehingga HPH akan lebih termotivasi untukmengelola hutan yang berada dalam wilayah konsesi secara profesional danefisien dengan tetap berpegang pada aspek kelestarian produksi, ekonomi danlingkungan.

Secara keseluruhan dari simulasi yang dibangun hak-hak masyarakat adatterhadap kompensasi dari sumberdaya hutan dapat diakomodir, walaupun masihrelatif kecil dari nilai yang seharusnya diterima.

Kata Kunci : Sistem dinamik, pengaturan hasil, hutan tidak seumur, masyarakatadat

Page 7: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dariInstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya

Page 8: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMURDAN KONTRIBUSINYA TERHADAP EKONOMI DAERAH

(Studi Kasus: IUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Papua)

JONN MARWA

TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains padaProgram Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2009

Page 9: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

Judul Tesis : Model Dinamik Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumurdan Kontribusinya Terhadap Ekonomi Daerah(Studi Kasus IUPHHK PT. Bina Balantak UtamaKabupaten Sarmi, Papua)

Nama : Jonni Marwa

N R P : E051060171

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc

K e t u a A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program StudiIlmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 7 Januari 2009 Tanggal Lulus:

Page 10: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PRAKATA

Penulis bersyukur kehadirat Allah Bapa di Surga, atas segala limpahanHikmat dan Berkat-Nya, sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan denganbaik.

Tesis yang berjudul “MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP EKONOMIDAERAH : Studi Kasus IUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi,Papua” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor (IPB). Adapun lokasi yang menjadi obyek penelitian iniadalah areal Petak Ukur Permanen (PUP) di dalam wilayah konsesi IUPHHKPT. Bina Balantak Utama (PT.BBU) Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang penelitian ini, antara lain:telah banyak kawasan hutan berubah menjadi areal bekas tebangan dan memilikikarakteristik yang berbeda dengan kondisi awal, sehingga diperlukan pengaturanhasil yang didasarkan atas kondisi hutan saat ini. Disisi lain hutan sebenarnyamengandung manfaat ganda yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat,namun akibat pemanfaatn eksesif telah mengurangi peranannya terhadapperkembangan ekonomi daerah terutama kesejahteraan masyarakat di dalam dansekitar hutan dan kelestariannya. Karena kompleksitas masalah pengelolaan hutanmaka pendekatan sistem dapat digunakan sebagai alat untuk mencari solusi dalampengaturan hasil dengan tetap mempertahankan kelestarian hutan.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisantesis dan selama penyelesaian studi di IPB ini. Untuk itu pada kesempatan ini,penulis menghaturkan terima kasih kepada Dr. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc selaku pembimbing atas segala bimbingan,masukan dan saran selama penyusunan tesis ini, dan Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MSselaku Penguji Luar Komisi yang ikut menyumbangkan pemikirannya untukpenyempurnaan tulisan ini. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada seluruhpimpinan dan staf PT. Bina Balantak Utama yang telah memberi kesempatan,tempat dan waktu untuk melaksanakan penelitian serta tim survey (Pak SteveSinon dan rekan-rekan) yang telah membantu dalam pengambilan data lapangan.

Terimakasih disampaikan juga kepada pemerintah pusat melalui departemenpendidikan nasional, pemerintah Provinsi Papua, serta pemerintah KabupatenSarmi yang telah memberikan beasiswa selama studi. Penghargaan yang tidakterucapkan kepada istri dan anak-anak yang telah mendorong, membantu danmemanjatkan doa serta mendampingi selama studi. Penghargaan jugadisampaikan kepada orang tua, kakak dan adik yang telah memberikan dukunganmoril maupun materil. Serta Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala doa, dorongan dan motivasinya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian,sebagai tambahan literatur bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalambidang Ilmu Pengetahuan Kehutanan.

Bogor, Januari 2009

Penulis

Page 11: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jayapura, Provinsi Papua pada tanggal 3 Januari 1974 dariayah F. Marwa dan ibunda Ketty Sibi. Penulis merupakan putra keempat dari empatbersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Kehutanan, Fakultas PertanianUniversitas Cenderawasih (sekarang Univesitas Negeri Papua), lulus pada tahun 2000.Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan(IPK), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pada tahun 2001–sekarang penulis bekerja sebagai staf pegajar di FakultasKehutanan Jurusan Manajemen Hutan Universitas Negeri Papua Manokwari. Adapunbidang kajian yang menjadi konsentrasi adalah manajemen hutan, serta ekonomisumberdaya hutan.

Bogor, Januari 2009

Page 12: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR ISI……………………………………………………………..... iDAFTAR TABEL………………………………………………………… ivDAFTAR GAMBAR……………………………………………………... vPENDAHULUAN…………………………………………………………. 1Latar Belakang …………………………………………………………. 1Perumusan Masalah………………………………..…………………… 2

Tujuan Penelitian...................................................................................... 3

Manfaat Penelitian……………………………………………………… 4

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………… 5

Konsep Pengaturan Hasil Hutan ......................................……………… 5

Sejarah Metode Pengaturan Hasil ............................................................ 5

Pengaturan Hasil Berdasarkan Model Simulasi ...................................... 6

Tegakan dan Struktur Tegakan................................................................. 9

Dinamika Struktur Tegakan...................................................................... 11

Model Pertumbuhan Hutan Tidak Seumur.............................................. 11

Perkembangan Penelitian Tentang Model Dinamika Struktur Tegakan.. 12

Model Pengelolaan Hutan Alam Secara Optimal..................................... 15

Pendugaan Nilai Lahan Hutan ................................................................ 16

Pendekatan Nilai Kini Bersih (Net Present Value).......................... 16

Pendekatan Nilai Harapan Lahan..................................................... 17

Internal Rate of Return (IRR).......................................................... 18

Benefit Cost Ratio (BCR)................................................................ 18

Usaha Perdagangan Karbon pada Hutan Alam Produksi…………....... 18

Biomassa.......................................................................................... 19

Reduce Emission from Deforestation and Degradation (REDD).... 20

AnalisisFinansial dan Analisisi Ekonomi……….…………………....... 20

Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Daerah…………….... 21

Penerimaan Daerah dari Sektor Kehutanan…………………………...... 23

Model dan Simulasi.................................................................................. 25

Pendekatan Sistem Dinamik..................................................................... 26

Page 13: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

ii

METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………… 29

Kerangka Pemikiran Penelitian…………………………………………. 29

Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………….. 32

Bahan dan Alat…………………………………………………………. 32

Metode Penelitian………………………………………………………. 33

Pengumpulan Data…………………………………………………... 33

Teknik Pengumpulan Data………………………………………… 33

Analisis Data…………………………………………………............ 34

Analisis Sistem dan Simulasi………………………………………... 35

Identifikasi isu, tujuan dan batasan………………………………........... 35

Perumusan Model Konseptual dan Spesifikasi Model Kuantitatif..... 36

Evaluasi Model................................................................................... 41

KEADAAN UMUM LOKASI...................................................................... 42

Letak dan Luas.......................................................................................... 42

Biofisik Kawasan...................................................................................... 43

Potensi Ekonomi Sumberdaya Hutan Kabupaten Sarmi........................... 43

Kondisi Ekonomi Daerah Penelitian......................................................... 45

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 47

Risalah data Petak Ukur Permanen (PUP)................................................ 47

Deskripsi Struktur Tegakan...................................................................... 47

Perhitungan Dinamika Tegakan................................................................ 48

Pembangunan Model Pengaturan Hasil Hutan......................................... 51

Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan…………………………………….. 52

Formulasi Model Konseptual..................................................................... 54

Merepresentasekan Model Konseptual...................................................... 56

Sub Model Dinamika Struktur Tegakan................................................. 56

Sub Model Pengembalian Ekonomi...................................................... 61

Sub Model Pengaturan Hasil................................................................. 64

Sub Model Penerimaan Masyarakat..................................................... 64

Sub Model REDD.................................................................................. 64

Evaluasi Model.......................................................................................... 65

Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model................................ 65

Page 14: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

iii

Mengevaluasi Hubungan Perilaku Model dengan Pola yang

diharapakan ...........................................................................................69

Perubahan Harga................................................................................... 70

Perubahan Suku Bunga......................................................................... 72

Perubahan Standar Kompensasi Masyarakat Adat............................... 74

Penggunaan Model ................................................................................... 75

Komparasi Skenario.................................................................................. 84

Kontribusi Terhadap Ekonomi Daerah..................................................... 85

Implikasi Kebijakan dari Simulasi............................................................ 87

KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 90

Kesimpulan............................................................................................ 90

Saran....................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 91

LAMPIRAN

Page 15: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Potensi Hutan Kabupaten Sarmi……………………..…...……….. 43

2. Keberadaan HPH/IUPHHK di Kabupaten Sarmi Tahun 2008........ 44

3. Kontribusi relatif sektor kehutanan terhadap PDRB KabupatenSarmi atas dasar harga konstan 2000 selama tahun 2001-2006 ( %)..

45

4. Riap rata-rata tegakan masing-masing kelompok jenis..................... 47

5. Nilai inrate dari masing-masing kelompok jenis.............................. 48

6. Laju upgrowthpada IUPHHK PT. BBU…………………………... 49

7. Laju mortality pada IUPHHK PT. BBU…………………………… 50

8. Luas Blok RKT, Volume Produksi dan Jumlah Batang selam IIRKL pada IUPHHK PT.BBU Kabupaten Sarmi Papua……………

51

9. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan.....………………… 57

10. Hasil Simulasi pengembalian ekonomi pada berbagai perubahanharga…………………………………………………………………

69

11. Petubahan Suku bunga terhadap NPV, LEV, dan BCR…………….. 72

12. Jumlah Pohon Masak Tebang berdasarkan hasil simulasi tanpapenebangan …………………………………………………………

75

13. Preskripsi intensitas penebangan, jumlah pohon yang ditebang,volume dan koefisien kelestarian hasil pada simulasi pengaturanhasil…………………………………………………………………..

77

14. Hasil Simulasi nilai NPV, LEV, BCR dan IRR pada berbagaipreskripsi penebangan dengan suku bungan 9%.................................

78

15. Proyeksi Penerimaan Pemerintah dan masyarakat pada berbagaisiklus tebang…………………………………………………………

79

16. Proyeksi Penerimaan REDD………………………………………... 83

17. Komparasi Skenario………………………………………………… 84

18. Kontribusi Penerimaan Sektor Kehutan dari PT.BBU terhadap rata-rata Penerimaan Daerah Kabupaten Sarmi berdasarkan scenariosiklus tebang…………………………………………………………

85

19. Kontribusi Penerimaan sektor kehutanan dari PT.BBU terhadaprata-rata penerimaan daerah Kabupaten Sarmi berdasarkan skenarioREDD…………………………………………………………

85

20. Kontribusi penerimaan kompensasi masyarakat adapt berdasarkanhasil simulasi dan actual……………………………………………..

86

Page 16: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

v

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Sumber Pendapatan Daerah Berdasarkan UU 33/2004…...……….. 22

2. Perbandingan Metode Pemecahan Masalah...……………………... 27

3. Kerangka Pemikiran Model Sistem Dinamik Pengelolaan HutanAlam .................................................................................................

30

4. Lokasi Penelitian hutan alam produksi PT. BBU Kabupaten Sarmi,Papua.................................................................................................

31

5. Diagram causal loop antar komponen dalam model........................ 54

6. Hubungan LBD tegakan (BA) terhadap parameter pertumbuhan..... 56

7. Representase model dinamik tegakan dipterocarpaceae................... 58

8. Representase model dinamik tegakan non dipterocarpaceae............ 58

9. Representase model dinamik tegakan non komersil......................... 59

10. Representase model pengembalian ekonomi.................................... 60

11. Representase model penerimaan masyarakat adat............................ 63

12. Representase Penerimaan REDD...................................................... 64

13. BAU dan Baseline kredit................................................................... 65

14. Proyeksi Dinamika Tegakan Jangka Panjang................................... 66

15. Perbandingan Struktur Tegakan Hasil Pengamatan denganSimulasi setelah 5 tahun menurut kelompok jenis : (a)Dipterocarpaceae, (b) Non Diterocarpaceae, (c) Non Komersil.......

67

16. Struktur Tegakan Hutan di Areal penelitian………………………. 68

17. Nilai harapan lahan pada berbagai siklus tebang dan harga……….. 70

18. Produksi Kayu Bulat IUPHHK PT. BBU tahun 2001-2007………. 70

19. Perubahan Suku Bunga terhadap NPV, LEV, dan BCR………… 72

20. Penerimaan Kompensasi pada kondisi terjadi perubahan standarkompensasi yaitu 0%, 20%, 40% dan 60%.......................................

74

21. Hasil Simulasi 70 tahun kondisi masak tebang jenisDipterocarpaceae, non dipterocarpaceae, dan non komrsil………...

74

22. Proyeksi jumlah pohon masak tebang (a), siklus tebang 30 tahun(b), siklus 35 tahun (c) siklus 40 tahun, (d) Semua siklus………..

76

23. Proyeksi penebangan pohon stiap pohon masak tebang…………... 81

24. Keadaan Penerimaan masyarakat pemilik hak ulayat & penebang... 82

25. Proyeksi Penerimaan REDD……...……………………………….. 83

Page 17: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Komposisi Jenis dalam tegakan di areal hutan primer........……….. 96

2. Komposisi jenis pohon dalam tegakan di areal bekas tebanan….. 98

3. Model Kuantitatif pengaturan hasil hutan tidak seumur…………. 99

4. Representasi Model dinamika tegakan total..............................…. 112

5. Haisl simulasi nilai NPV, LEV, BCR dan IRR pada berbagaiperubahan suku bunga......................................................................

117

6. Representase sub model biaya produksi……………….................... 118

Page 18: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memberikan

manfaat majemuk dalam pelaksanaan pembangunan baik secara ekologi, sosial

maupun ekonomi. Manfaat tersebut sangat kuat dalam menunjang pembangunan

dan memberikan kontribusi sangat penting dalam menghasilkan devisa bagi

negara. Namun peran tersebut kini dihadapkan pada permasalahan pengelolaan

hutan yang tidak lestari karena kondisi hutan yang dikelola telah mengalami

perubahan. Areal berhutan terutama hutan alam produksi sebagian besar

merupakan areal hutan bekas tebangan (logged over area) yang kondisinya terus

mengalami degradasi karena aktivitas pembalakan secara eksesif, sehingga

diperlukan upaya-upaya pengelolaan hutan secara lestari.

Salah satu prasyarat utama tercapainya pengelolaan hutan lestari pada unit

pengelolaan hutan adalah tersedianya rencana pengelolaan hutan jangka panjang,

dimana pengaturan hasil merupakan komponen utamanya. Pengaturan hasil

melalui penentuan jatah tebang sangat berperan dalam pengelolaan hutan secara

lestari dan harus dilakukan secara spesifik karena kondisi dan potensi hutan

bervariasi pada berbagai areal. Pengaturan hasil tersebut harus ditetapkan secara

lebih cermat dan obyektif melalui mekanisme perencanaan yang baik.

Sementara diketahui bahwa preskrispi kunci perencanaan untuk hutan tidak

seumur seperti panjang siklus tebang, intensitas penebangan optimal, limit

diameter tebang dan proporsi jumlah batang yang ditebang memiliki fungsi

penting dalam pelestarian hutan. Penetapan preskripsi tersebut salah satunya

didasarkan pada pertimbangan kondisi dinamika struktur tegakan. Untuk

pertimbangan faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan

minimal yang harus tersedia, sedangkan untuk pertimbangan ekologis dari struktur

tegakan akan diperoleh gambaran mengenai kemampuan regenerasi dari tegakan

(Suhendang 1993).

Dinamika struktur tegakan berkaitan erat dengan aspek ekonomi dalam

kegiatan produksi kayu karena memiliki korelasi dengan berapa lama modal

hendak ditanamkan untuk produksi kayu tersebut (Davis et al. 2001).

Page 19: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

2

Memaksimumkan pendapatan yang didiskonto bermanfaat dalam mencapai

keadaan intensitas penebangan dan siklus tebang yang optimal. Strategi ini

memerlukan evaluasi finansial sebagai alat untuk menilai kinerja finansial

perusahaan.

Bertumpuh pada pertimbangan dinamika tegakan saja tidak cukup untuk

menjelaskan ekosistem hutan karena hutan memiliki kompleksitas dan

ketidakpastian, dinamis, non linear sehingga diperlukan pengukuran secara

terpadu dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti ekonomi dan sosial

(Low et al. 1999; Ness et al. 2007). Sifat kompleksitas dapat didekati dengan

pendekatan sistem dinamik dengan pembangunan model-model menggunakan

perangkat komputer terhadap suatu situasi yang kompleks dan kemudian

melakukan eksperimen serta studi perilaku terhadap model tersebut dalam jangka

waktu tertentu (Caulfield and Maj 2001 dalam Ness et al. 2007).

Menurut Vanclay (1988), beberapa model telah dibangun untuk menguji

suksesi ekologi pada tipe hutan yang berbeda, tetapi model-model tersebut tidak

cocok untuk diterapkan dalam pengaturan hasil. Pendekatan matriks transisi yang

dikembangkan Usher pada tahun 1966 juga kecil kontribusinya untuk memahami

proses-proses pertumbuhan di dalam tegakan hutan. Dengan model sistem

dinamik diharapkan dapat menentukan preskripsi pengaturan hasil pada hutan

tidak seumur yang optimal dipandang dari aspek kelestarian produksi, dan aspek

sosial ekonomi serta kontribusi yang diberikan oleh metode pengaturan hasil

terhadap masyarakat dan penerimaan pemerintah daerah.

Perumusan Masalah

Pengelolaan hutan di Papua (Provinsi Papua) sudah berjalan kurang lebih

tiga dekade dan kini mengarah pada pengelolaan hutan bekas tebangan. Dengan

tujuan mengejar laju pertumbuhan ekonomi pemerintah telah memberikan ijin hak

pengusahaan hutan kepada kurang lebih 54 perusahaan untuk mengelola hutan

Papua yang luasnya kira-kira mencapai 31 juta hektar. Sejalan dengan

perkembangan pemanfaatan hutan tersebut, pemerintah maupun masyarakat

sebagai pemilik sumberdaya hutan belum mendapatkan manfaat yang optimal.

Kontribusi yang diberikan sektor kehutanan terhadap ekonomi Papua selama

Page 20: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

3

tahun 1993-2003 hanya mencapai 6,7% (Pawitno 2003).

Kebijakan-kebijakan baru pengelolaan hutan diharapkan mampu

meningkatkan penerimaan daerah dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat tanpa mengabaikan aspek-aspek pengelolaan yang lestari. Salah satu

bentuk pengelolaan hutan yang lestari adalah pengaturan hasil hutan melalui

penentuan jatah tebang tahunan (AAC) yang ditetapkan pemerintah.

Penetapan AAC memiliki konsekuensi baik secara ekologis, ekonomi

maupun sosial. Metode pengaturan hasil yang selama ini digunakan untuk

menetapkan jatah tebang tahunan (AAC) lebih bersifat umum untuk semua

kondisi hutan, sehingga hampir dipraktekan pada sebagian besar HPH. Sementara

kondisi spesifik setiap HPH tidak selalu sama baik aspek klimatis maupun edafis,

sehingga diperlukan pengaturan hasil yang spesifik Salah satu HPH/IUPHHK

yang penetapan AACnya berdasarkan metode pengaturan konvensional adalah

IUPHHK PT. Bina Balantak Utama(BBU) Kabupaten Sarmi yang mengelola

hutan seluas 325.300 ha. Dengan pengetahuan dan teknik silvikultur hutan alam

produksi yang berkembang saat ini serta perubahan-perubahan kebijakan

pemerintah apakah pengelolaan hutan oleh IUPHHK melalui mekanisme

pengaturan hasil yang diterapkan akan memberikan hasil yang lestari? apakah

hutan yang dikelola akan mampu memberikan kontribusi optimal dalam

menopang perekonomian daerah? dan apakah layak untuk tetap diserahkan

kepada pemegang IUPHHK? Jika jawabannya tidak, maka perlu ditemukan

alternatif pengaturan hasil yang lestari.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji :

1. Alternatif pengaturan hasil hutan tidak seumur berdasarkan intensitas

penebangan dan siklus tebang yang lestari menggunakan pendekatan sistem

dinamik

2. Keterkaitan metode pengaturan hasil hutan terhadap peningkatan ekonomi

masyarakat dan ekonomi daerah

Page 21: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

4

Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian dapat dijadikan sebagai masukan

bagi para pembuat kebijakan dalam strategi pengelolaan hutan alam produksi

secara lestari. Alternatif pengaturan hasil yang dikembangkan dapat dijadikan

sebagai teknik pemanfaatan hutan yang optimal dan berkesimbungan sehingga

menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

Page 22: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pengaturan Hasil dalam Pengelolaan Hutan

Hasil tegakan adalah banyaknya dimensi tegakan yang dapat dipanen dan

dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah kumulatif sampai pada waktu

tertentu (Davis & Johnson 1987). Kelestarian hasil tegakan akan dicapai apabila

pertumbuhan dan panen berlangsung secara seimbang.

Kelestarian hasil dipakai sebagai prinsip dasar dalam pemanenan dan

sangat bergantung pada sistem pengaturan hasil yang digunakan. Pengaturan hasil

merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengontrol jumlah, jenis atau

volume kayu sehingga dapat digunakan pada pemanenan berikutnya (McLeish &

Susanty 2000).

Pengaturan hasil memberikan pengaruh terhadap kelestarian sumberdaya

hutan secara ekologi, ekonomi maupun sosial. Tidak hanya itu saja, kelestarian

hasil yang banyak diterapkan di hutan tropis atau subtropis menempatkan

pemanfaatan hutan alam untuk jangka panjang apabila dilakukan secara konsisten

akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jasa lingkungan (seperti

perlindungan tata air dan tanah) maupun kualitas biologinya (seperti

keanekaragaman hayati).

Kelestarian pemanenan berarti jumlah dan tipe produk yang sama (dimensi,

kualitas, dan jenis) dapat diambil secara terus menerus dalam periode jangka

panjang. Hal ini berarti bahwa pemanenan harus mempertimbangkan resiliensi

sumberdaya hutan.

Konsep kelestarian hasil di atas sejalan dengan konsep pengelolaan hutan

yang lestari, yang oleh ITTO (1998) didefinisikan sebagai suatu proses

dalam mengelola hutan untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang secara

jelas telah ditentukan, menyangkut keberlanjutan produksi hasil dan manfaat lain

yang diinginkan tanpa menimbulkan kemunduran nilai produktifitas hutan dan

efek pada lingkungan fisik dan sosial untuk masa yang akan datang. Ada defenisi

lain yang menyatakan bahwa pengaturan hasil adalah penentuan hasil kayu dan

produksi lainnya dalam preskripsi rencana pengelolaan, termasuk dimana dan

kapan serta bagaimana hasil seharusnya diekstraksi (FAO 1998). Kedua defenisi

Page 23: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

6

di atas secara bersama-sama menyertakan aspek ekologi, ekonomi dan sosial

budaya dalam pengelolaan hutan. Masuknya aspek sosial dalam pengelolaan

hutan lestari berarti bahwa manusia juga diperhitungkan sebagai bagian dari

ekosistem hutan. Secara teoritis kelestarian hasil tidaklah bersifat mutlak, terdapat

unsur kenisbian di dalamnya. Sumber kenisbian tersebut salah satunya adalah

ukuran yang dipakai untuk menyatakan hasilnya, apakah luas, volume kayu, nilai

uang, atau jumlah batang pohon. Tidak ada jaminan bahwa pemakaian salah satu

ukuran hasil memberikan tingkat kelestarian yang sama apabila diukur oleh

ukuran yang lain. Apabila terdapat tingkat kelestarian yang sama untuk semua

ukuran hasil, maka kejadian tersebut haruslah sangat istimewa dan hal tersebut

bukan merupakan fenomena alam yang biasa (Suhendang 1995).

Pengaturan Hasil Berdasarkan Model Simulasi

Pengaturan hasil berdasarkan model simulasi tidak dapat dipisahkan dari

model pertumbuhan dan hasil. Model simulasi berguna dalam menjelaskan

pemahaman dan prediksi. Selain itu model simulasi juga berguna untuk

menganalisis data, sintesis dan mengkomunikasikan pengetahuan yang ada, serta

mengidentifikasi gap dalam pemahaman (Vanclay 2002).

Model simulasi dapat diterapkan terhadap hutan yang bervariasi dari satu ke

lain tempat karena kompleksitas ekosistem hutan, sehingga asumsi tentang

kehomogenitas tegakan tidak begitu penting. Model ini dapat pula digunakan

untuk menguji berbagai rejim manajemen, dimana realisasi hasil tergantung pada

keakuratan dan kelengkapan model. Model-model tersebut memerlukan

pengetahuan tentang laju pertumbuhan dan dinamika tegakan (Alder 1999 dalam

Krisnawaty 2001).

Saat ini telah dikembangkan beberapa perangkat lunak simulasi untuk

memprediksi AAC atau pengaturan hasil. Beberapa penelitian tentang metode

pengaturan hasil untuk hutan bekas tebangan pada hutan alam produksi telah

dilakukan berdasarkan kombinasi tegakan persediaan hutan, riap volume tegakan

dan dinamika struktur tegakan hutan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat

sekitar hutan.

Page 24: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

7

a. Dipterocarp Forest Growth Simulation Model (DIPSIM).

DIPSIM (Dipterocarp Simulation Model) adalah suatu perangkat lunak

komputer yang dikembangkan oleh Promosi Sistem Pengelolaan Hutan Lestari

(Promotion of Sustainable Forest Management Systems, SFMP) melalui

kerjasama antara Pemerintah Indonesia (Menteri Kehutanan dan Perkebunan) dan

Jerman (Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit, GTZ). DIPSIM

adalah model pertumbuhan individu pohon yang dikembangkan dari data

pertumbuhan dan hasil melalui pengukuran secara berulang pada PUP di

Kalimantan Timur. DIPSIM digunakan untuk menentukan Jatah Tebang

Tahunan (JTT) berdasarkan simulasi pertumbuhan hutan (riap diameter pohon,

perubahan kualitas pohon, mortality, recruitment) dan simulasi pemanenan (Kleine

& Hinrich 1999 dalam Suhendang 2002).

b. Sustainable and Yield Management for Tropical Forests (SYMFOR).

SYMFOR merupakan model pertumbuhan dan hasil yang digunakan untuk

menilai dan mengevaluasi sistem manajemen secara ekologi, bukan merupakan

model konsesi hutan secara ekonomi. Aplikasi model SYMFOR dapat

dipergunakan untuk memprediksi pertumbuhan pohon, hasil tebangan dan

tegakan tinggal pada setiap periode sehingga dapat menentukan jangka waktu

optimal pemanenan tegakan. Salah satu studi kasus dalam uji coba metode

SYMFOR menunjukan bahwa sistem Reduce Impact Logging (RIL) 70 m3/ha

dengan pengaturan hasil (yield regulation) memberikan bentuk kelestarian hasil

yang lebih baik dibandingkan sistem TPTI dan RIL 8 batang/ha berdasarkan

besarnya potensi produksi terutama untuk areal dengan potensi tinggi (Susanty &

Sarjono 2001).

c. Yield Simulation System (YSS)

YSS adalah perangkat lunak komputer yang terdiri dari beberapa modul

program yang digunakan untuk menduga kondisi tegakan pada waktu yang akan

datang melalui teknik simulasi dengan menggunakan matriks transisi. YSS

dikembangkan pada tahun 1999 oleh Rombouts.

Page 25: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

8

d. Model Prototipe The Forest Land Oriented Resource Envisioning System(pFLORES)

Model pFLORES merupakan suatu protipe model FLORES yang dibangun

oleh Muetzelfeldt dkk pada tahun 1997. Model pFLORES yang dibangun

menggunakan software modeling milik AME yang pada dasarnya menjelaskan

interaksi antara faktor-faktor sosiologi, ekologi, lingkungan dan ekonomi yang

berhubungan dengan penggunaan lahan (Muetzelfeldt et al. 1997).

e. Model The Forest Land Oriented Resource Envisioning System (FLORES)

Model FLORES merupakan model yang dikembangkan berdasarkan model

prototype FLORES selama kegiatan workshop di Bukit Tinggi Sumatera Barat

pada tahun 1999. Model ini dibangun selama kurang lebih tiga tahun berdasarkan

ide yang dimunculkan Vanclay pada tahun 1995 dengan menggunakan perangkat

komputer. Materi-materi yang disajikan dan dikirim dalam kegiatan workshop di

Bukit Tinggi tersebut dikompilasi dan dibangun model FLORES. Model

FLORES menggunakan perangkat lunak Simile sebagai tool (alat) dalam

mengolah data. Model ini dikembangkan dalam rangka memahami interaksi

antara manusia dan sumberdaya alam pada hutan-hutan marginal di negara-

negara sedang berkembang seperti Indonesia, Zimbabwe dan Cameroon

(Muetzelfedt dan Massheder 2003).

f. MYRLIN (Methods of Yield Regulations with Limited Information)

Metode ini dibangun oleh Alder bersama rekan-rekannya untuk

memprediksi hasil pertumbuhan tegakan pada hutan hujan tropika. Metode ini

menjelaskan pola-pola pertambahan diameter pohon untuk spesis tumbuhan pada

hutan hujan tropika yang memiliki kesamaan secara luas antara satu wilayah

dengan wilayah lainnya berdasarkan asumsi-asumsi umum yang dibuat terhadap

hasil pertumbuhan. Model ini menggunakan persamaan untuk memprediksi

pertambahan diameter, kematian pohon, dan perubahan lainnya dalam hutan

secara statistik. (Alder 2002 diacu dalam Vanclay 2003).

g. The Simile Visual Modeling Environmental

Bahasa program Simile merupakan suatu wadah yang menyediakan

kemampuan dan kemudahan relatif untuk membangun model-model dan simulasi

Page 26: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

9

proses-proses biologi dalam hutan, pertumbuhan tegakan, proses pemasaran,

termasuk manusia dan sistem-sistem di dalam hutan (Vanclay 2003). Simile pada

awalnya dikenal sebagai AME (Agroforestry Modelling Environment) yang telah

dibangun oleh peneliti dari Universitas Edinburgh dan selama lima tahun terakhir

ini lebih fokus pada permasalahan bidang kehutanan. Bahasa program lain yang

sama dengan Simile adalah Vensim, Powersim dan Stella.

Tegakan dan Struktur Tegakan

Buongiorno dan Gilless (1987) mendefinisikan tegakan (stand) sebagai

luasan yang cukup kecil ditebang dalam periode waktu yang singkat, misalnya

satu tahun. Tegakan dapat berupa seluruh areal hutan atau bagian dari areal hutan

yang luas, yang dikelola dengan siklus tebang tertentu. Tegakan dalam perspektif

manajemen hutan merupakan suatu hamparan lahan hutan yang secara geografis

terpusat dan memiliki ciri-ciri kombinasi dan sifat-sifat vegetasi (komposisi jenis,

pola pertumbuhan, kualitas pertumbuhan), sifat-sifat fisik (bentuk lapangan),

memiliki luasan minimal tertentu sebagaimana yang diisyaratkan (Suhendang

1993).

Struktur tegakan dapat dibedakan atas struktur tegakan vertikal, struktur

tegakan horisontal dan struktur tegakan spasial. Menurut Richard (1964), struktur

tegakan vertikal adalah sebaran individu pohon dalam berbagai lapisan tajuk.

Sedangkan struktur tegakan horisontal didefenisikan sebagai banyaknya pohon

per satuan luas pada setiap kelas diameternya (Meyer et al., 1961 dalam Davis et

al. 2001). Struktur tegakan spasial berkaitan dengan keberadaan pohon-pohon

dalam suatu ruang tumbuh tertentu yang ditentukan oleh kondisi lingkungan

setempat, proses-proses kompetisi, kemampuan pohon untuk tumbuh dan

berkembang serta kematian, dan kemungkinan benih untuk berkembang dan

memperbaiki kapasitas tegakan. Penelitian ini hanya berfokus pada struktur

tegakan horisontal.

Struktur tegakan adalah penyebaran fisik dan temporal dari pohon-pohon

dalam tegakan berdasarkan jenis, pola penyebaran vertikal atau horisontal, ukuran

pohon atau pohon termasuk volume tajuk, indeks luas daun, batang, penampang

lintang batang, umur pohon atau kombinasinya (Oliver dan Larson 1990).

Page 27: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

10

Bentuk struktur tegakan horizontal hutan alam pada umumnya mengikuti

persamaan eksponensial negatif atau bentuk huruf J-terbalik, tetapi struktur

tegakan hutan alam tidak selamanya mengikuti bentuk huruf J- terbalik (Meyer et

al. 1961; Davis & Johnson 1987). Hasil penelitian di hutan alam hujan tropis di

Imataca, mendapatkan fakta bahwa struktur tegakan untuk semua jenis mengikuti

bentuk huruf J-terbalik, tetapi apabila dibuat untuk setiap jenisnya, maka bentuk

struktur tegakannya beragam, sesuai dengan sifat toleransinya terhadap naungan.

Untuk pertimbangan faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan

potensi tegakan minimal yang harus tersedia, sedangkan untuk pertimbangan

ekologis dari struktur tegakan akan diperoleh gambaran mengenai kemampuan

regenerasi dari tegakan yang bersangkutan (Suhendang 1993).

Struktur tegakan dengan bentuk kurva yang menyerupai bentuk huruf J-

terbalik dengan model N = N0e -kD telah banyak ditemukan dalam penelitian-

penelitian ekologi hutan. Suhendang (1985) dalam penelitian pada hutan alam

hujan tropis dataran rendah di Bengkunat, Lampung, menyajikan bentuk

struktur tegakan dalam model fungsi kepekatan peubah acak kontinyu, yaitu

berdasarkan sebaran gamma, lognormal, eksponensial negatif dan Weibull.

Lebih jauh diungkapkan bahwa penggunaan model fungsi kepekatan untuk

menyusun struktur tegakan selain keterandalan yang cukup tinggi juga akan lebih

memudahkan dalam penggunaannya. Berdasarkan penelitian Suhendang (1995) di

Propinsi Riau model struktur tegakan N = N0e -kD dapat diterima oleh semua

petak percobaan, dicirikan oleh besarnya koefisien determinasi yang diperoleh

(R2 berkisar 73% sampai 89%).

Model struktur tegakan N = N0e -kD yang lain juga dibentuk oleh

Rosmantika (1997) pada hutan alam bekas tebangan di Stagen Pulau Laut

Kalimantan Selatan dengan nilai R2 yang diperoleh 66% sampai 99,3%.

Krisnawati (2001) dalam penelitiannya di Kalimantan Tengah mendapatkan

model struktur tegakan N = N0e -kD yang mengikuti bentuk J- terbalik dapat

diterima oleh semua kelompok jenis pada setiap areal pengamatan dengan besar

nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu berkisar antara 87% sampai

98,8% untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, antara 98,9% sampai 99,6% untuk

Page 28: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

11

kelompok jenis Non Dipterocarpaceae, dan antara 98,6% sampai 99,9% untuk

kelompok jenis Non Komersial, sedangkan untuk semua jenis berkisar antara

98,8% sampai 99,6%.

Model Pertumbuhan Hutan Tidak Seumur

Model Pertumbuhan adalah suatu abstraksi dinamika alam dari suatu

tegakan hutan yang meliputi pertumbuhan, kematian dan perubahan lain di dalam

struktur dan komposisi tegakan (Vanclay 1994). Model pertumbuhan terdiri dari

satu seri persamaan matematik yang juga dapat dihubungkan dengan komputer

untuk membuat suatu model.

Pertumbuhan mengarah pada pertambahan dimensi satu atau lebih individu

dalam suatu tegakan hutan dalam suatu periode waktu tertentu (misal

pertumbuhan volume m3ha-1th-1). Hasil tegakan adalah banyaknya dimensi

tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah

kumulatif sampai pada waktu tertentu (Davis dan Johnson 1987). Dalam suatu

tegakan tidak seumur hasil (yield) adalah total produksi sepanjang periode waktu

tertentu sedangkan pertumbuhan adalah hasil produksi. Pertumbuhan dan hasil

memiliki hubungan secara matematik, jika hasil adalah y maka pertumbuhan

adalah turunannya yaitu dy/dt.

Model pertumbuhan empiris dikategorikan atas 3 (tiga) kelompok, yaitu

model pertumbuhan per pohon (individual tree models atau single tree models),

model kelas tegakan (stand class models), model tegakan keseluruhan (whole

stand models) (Davis et al. 2001; Vanclay 1995; Turland 2007).

Model-model individu pohon menggunakan individu pohon sebagai unit

dasar dalam penyusunan model. Input minimum yang diperlukan untuk penerapan

model ini adalah daftar seluruh jenis pohon yang menyusun tegakan mencakup

ukuran diameter, tinggi dan bentuk tajuk. Model yang lainnya juga memperhatikan

susunan tegakan mencakup ukuran diameter, tinggi dan bentuk tajuk. Posisi spasial

setiap pohon, tinggi pohon dan kelas tajuk. Pendekatan model tegakan keseluruhan

menggambarkan kondisi pohon atau tegakan hutan dengan menggunakan sedikit

parameter (Davis dan Johnson 1987).

Page 29: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

12

Sedangkan menurut Vanclay (1995), pendekatan model tegakan secara

keseluruhan dapat digunakan untuk menggambarkan parameter-parameter tingkat

tegakan (langsung per unit area), seperti; tegakan persediaan (pohon/ha), bidang

dasar tegakan (m3/ha) dan volume tegakan (m3/ha).

Terdapat empat variabel kunci dalam pemodelan hutan tidak seumur

yaitu: laju pertumbuhan tegakan, sebaran diameter dalam setiap tegakan,

komposisi jenis dan lamanya siklus tebang (Leuschner 1990). Masalah

utama yang muncul dalam penaksiran produktivitas hutan tropika

(pertumbuhan dan hasil) melalui model pertumbuhan, yang dikelola berdasarkan

tebang pilih seperti TPTI diantaranya adalah : perhitungan kematian (mortality)dan

ingrowth, identifikasi jenis dan keakuratan pengukuran ulang setiap individu

pohon. Ingrowth menyatakan besarnya tambahan terhadap banyaknya pohon per

hektar pada kelas diameter terkecil selama periode waktu tertentu. Upgrowth

menyatakan besarnya tambahan terhadap banyaknya pohon per hektar terhadap

kelas diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter yang lebih kecil selama

periode waktu tertentu. Kematian (mortality) menyatakan banyaknya pohon per

hektar yang mati pada setiap kelas diameter selama periode tertentu. Banyaknya

pohon yang tetap pada setiap kelas diameter selama periode waktu tertentu,

diperoleh dari pengurangan angka 1 (jumlah total peluang pertumbuhan) dengan

proporsi mortality dan proporsi ingrowth atau upgrowth. Pendekatan yang paling

sesuai digunakan dalam pemodelan hutan tidak seumur untuk saat ini adalah model

kelas tegakan (stand class models) (Vanclay 1995).

Perkembangan Penelitian tentang Model Dinamika Struktur Tegakan

Model pertumbuhan matriks digunakan juga untuk melihat pengaruh jangka

pendek dan jangka panjang dari berbagai alternatif penebangan terhadap manfaat

ekonomi dan keanekaragaman ekologis pada hutan campuran di Wisconsin, USA

(Lu dan Buongiorno 1993). Model pertumbuhan yang dikembangkan sama

dengan yang diajukan oleh Buongiorno dan Michie (1980), tetapi dengan

melakukan penambahan pengelompokan jenis dan ukuran. Selain itu ingrowth

merupakan fungsi dari bidang diameter dan jumlah pohon yang

persamaannya sebagai berikut:

Page 30: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

13

IH = 14,650 - 0,020GH - 0.007GL - 0,016GN + 0.002NH (R2 = 0,3%)

IL = 29,596 - 0,039 GH - 0.033 GL -0,043 GN + 0.010 NH (R2 = 5,8%)

IN = 9,842 - 0,013 GH - 0,01O GL - 0,043 GN + 0,012 NH (R3 = 4,2%)

dimana IH, IL, dan IN la ju ingrowth tahunan (pohon/ha) dari pohon yang bernilai

tinggi, bernilai rendah dan non komersial, GH, GL, dan GN adalah total diameter

(m/ha), dan NH, NL dan NN adalalah total jumlah pohon (pohon/ha).

Selain itu, Buongiorno et al (1995) melakukan studi tentang pertumbuhan

dan manajemen jenis campuran hutan tidak seumur di Jura Prancis serta

implikasinya terhadap pengembalian ekonomi dan keanekaragaman pohon.

Persamaan ingrowth, upgrowth, dan mortaly berdasarkan pengelompokan jenis

(Fir, Spruce, dan Beach). Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan

model :

Persamaan ingrowth setiap jenis merupakan fungsi dari jumlah pohon dan

terbalik dengan basal area setiap jenis pohon. Persamaan ingrowth sebagai

berikut:

m n n

Ikt = dik Bj ( yijt-hijk)+ ek (ykjt–hkjt) + Ck ( R2 = 37- 47%)i=1 j=1 j=1

dimana:

Ikt = ingrowth atau jumlah pohon jenis k per unit area yang masuk ke kelas diameterterkecil selama interval 5 tahun (pohon/ha)

Bj = rata-rata basal area dari kelas diameter ke-j (m2/ha)dik ek = ParameterCk = konstanta yang diharapkan tidak negatif, dalam artian ingrowth mungkin

terjadi, tidak tergantung keadaan tegakan, dapat terjadi secara bebas daribentuk struktur tegakan sesuai dengan penyebaran semai di sekitartegakan.

Upgrowth (bij) merupakan fungsi dari bidang dasar tegakan (stand basal area)

dan ukuran diameter pohon yang dirumuskan sebagai berikut :

m n n

Ikt = dik Bj ( yijt-hijk)+ ek (ykjt–hkjt) + Ck ( R2 = 37- 47%)i=1 j=1 j=1

m n

bij = pi + qi B ( yijt-hijk)+ si Dj ( R2 = 1,3-40%)

i=1 j=1

Page 31: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

14

dimana:

bij = peluang upgrowth jenis ke-i diameterke-j dalam waktu 5 tahun

i = 1,. . . . . . , m ; j = 1 .. . . . . ,n-1 bij =0( i = 1, 2, ...., m)B = total bidang dasar semua jenis pohon ke-i kelas diameter ke-j (m2/ha)DJ = rata-rata diameter pada kelas diameter ke-j (cm)

Pi, qi, S i = parameter/koefisien regresi.

Mortality (mij) adalah peluang pohon yang akan mati dari jenis pohon ke-i dan

kelas diameter ke-j secara alami selama 5 tahun dirumuskan sebagai berikut :

dimana : ui, vi, wi = parameter/koefisien regresi

Kariuki et al (2006), membangun model kuantitatif growth, recruitment dan

mortality pada hutan hujan tropika di North-east South Wales Australia dengan

menggunakan regresi non linear multilevel pada berbagai tingkat gangguan. Hasil

simulasi menggunakan tool (alat) simile didapatkan panen moderat dengan

intensitas 47% basal area (BA) memerlukan waktu 120 tahun untuk menghasilkan

produksi lestari, hal ini belum mempertimbangkan integrasinya dengan aspek

ekologi. Sedangkan untuk single tree selection (35% BA) menghasilkan gap yang

kecil pada kanopi sehingga recruitmen menjadi rendah, terjadi sedikit

peningkatan pada pertumbuhan batang, namun memerlukan 180 tahun untuk

memulihkan areal tersebut. Pada areal yang terkena eksploitasi secara intensif

(50%BA) sebagai akibat dari tingginya kegiatan logging, meningkatkan kerusakan

dan memerlukan waktu 180 tahun untuk pulih. Areal yang terkena dampak

logging secara intensif (65-80% BA) juga mengurangi kerapatan batang dan

menciptakan gap yang semakin besar pada kanopi serta memberikan hasil

pertumbuhan dan recruitmen yang besar. Walaupun demikian kondisi ini telah

meningkatkan jangka waktu pemulihan kerusakan 180-220 tahun.

Selain itu dengan adanya perangkat lunak pengolahan dan simulasi seperti

Stella maka Aswandi (2005), Septiana (2000), Bakri (2000) dan Cahyadi (2001),

Labetubun (2004) telah menggunakan software tersebut untuk mensimulasikan

model dinamika struktur tegakan. Dengan model dinamika sistem ini, Ingrowth,

m n

mij = ui + vi B (yijt-hijk)+ wi Dj ( R2 = 7%)

i=1 j=1

Page 32: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

15

Upgrowth, dan Mortality dibuat non linear terhadap bidang dasar tegakan dengan

data hipotesis.

Model Pengelolaan Hutan Alam secara Optimal

Hutan tropis memiliki banyak jenis sehingga sulit mendefenisikan suatu

struktur tegakan optimal dan mungkin lebih relevan dengan penelitian panjang

siklus pemanenan, diameter minimal untuk pemanenan (Vanclay 1995), jumlah

pohon yang dipanen setiap siklus (Mendoza dan Setyarso 1986).

Lu dan Buongiorno (1993) meneliti tentang pengaruh jangka pendek dan

jangka panjang dari alternatif rejim penebangan terhadap pengembalian ekonomi

dan keanekaragaman ekologi pada hutan jenis campuran di hutan hardwoods

Wisconsin Amerika Serikat. Hasil penelitian yang telah dilakukan menemukan

suatu pedoman sederhana penebangan semua pohon yang berdiameter paling kecil

(15 cm) setiap tahun, menunjukkan bahwa keanekaragaman hampir 95% dari

tegakan alami, dan rente tanah adalah sekitar 70% yang dapat dicapai.

Buongiorno et al (1995) menentukan keanekaragaman ukuran pohon dan

pengembalian ekonomi pada tegakan hutan tidak seumur di hutan Northern

hardwoods USA. Hasilnya tegakan alami yang tidak diganggu kemungkinan akan

mencapai kelestarian keanekaragaman ukuran pohon yang paling tinggi.

Biasanya kebijakan pemanenan tegakan yang ekonomis memberikan pengaruh

terhadap menurunnya keanekaragaman ukuran pohon sekitar 10-20% tergantung

pada panjang siklus tebang.

Penelitian lain tentang trade-offs antara pendapatan dan keanekaragaman

pada pengelolaan hutan campuran dipterocarps dataran rendah Malaysia. Diantara

rejim yang diteliti, suatu kompromi yang baik antara ekonomi dan

keanekaragaman adalah menebang dengan banyak pohon berdiameter 30 cm dan

40 cm pohon Dipterocarpaceae dan Non Dinterocarpaceae setiap 10 tahun, ini

akan memelihara beberapa pohon dalam semua kelas ukuran dan jenis.

Pengembalian finansial dapat dibandingkan dengan investasi yang lain di

Malaysia dan sama dengan hasil tertinggi di bawah rejim manajemen sekarang,

namun keanekaragaman pohon akan jauh lebih tinggi (Ingram dan Buongiorno

1996 dalam Labetubun 2004).

Page 33: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

16

Penelitian lain tentang suatu model pemanenan yang optimal untuk

mengevaluasi Sistim Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dengan menggunakan

program linear juga telah dilakukan oleh Sianturi. Simulasi dilakukan terhadap 7

macam rotasi tebang, 3 tingkat suku bunga, 3 tigkat kerusakan tegakan dan 6

macam sistem royalti mendapatkan hasil bahwa rotasi tebangan yang optimal

ditentukan oleh besarnya suku bunga serta tingkat kerusakan tegakan tinggal.

Makin besar suku bunga yang digunakan, makin pendek rotasi yang ditebang

sehingga memberikan hasil hutan tertinggi (Sianturi 1993).

Simulasi memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam pemodelan

(Buongiorno dan Gilless 1987). Suatu fenomena dapat dipresentasikan melalui

hubungan-hubungan matematika dari suatu bentuk yang mudah dikerjakan dari

suatu sistem yang nyata. Simulasi digunakan sebagai alat yang paling baik dan

serbaguna untuk pemecahan masalah dalam pengelolaan hutan. Output dan

aplikasi yang dapat dihasilkan dari model tersebut antara lain dinamika tegakan,

nilai hutan, siklus tebang terbaik, intensitas penebangan terbaik, jumlah tegakan

tinggal yang terbaik, kombinasi optimum dan analisis sensivitas.

Pendugaan Nilai Lahan Hutan

Sumberdaya alam termasuk lahan hutan secara potensial mempunyai

alternatif penggunaan atau prinsip opportunity cost, maka dalam perhitungan

maksimalisasi perlu dimasukan nilai lahan atau tanah hutan. Keputusan tersebut

dari sudut pandang finansial perlu mempertimbangkan hal-hal berikut : (1) waktu

pemanenan, yaitu menyangkut volume yang dihasilkan, struktur hutan dan pola

output kayu dari waktu ke waktu; (2) prakiraan nilai dari sumber daya hutan

sebagai dampak dari keterbatasan dan kebijakan penggelolaan; (3) ketentuan

sebaran diameter untuk memaksimalkan produksi, dan (4) rencana produksi dalam

kaitannya terhadap pencapaian tujuan (Buongiorno dan Gilless 1987).

Rencana pengelolaan hutan memerlukan analisis finansial sebagai alat untuk

menilai kinerja finansial perusahaan. Beberapa kriteria finansial yang sering

digunakan adalah : (1) Net Present Value (NPV), (2) Nilai harapan lahan (LEV),

(3) Internal rate of return (IRR), (4) Rasio manfaat-biaya (BCR) dan (5)Nilai

hutan (FV) ( Zobrist, et al. 2006).

Page 34: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

17

1. Pendekatan Nilai Kini Bersih (Net Present Value)

Ekonomi pasar memiliki prinsip maksimalisasi nilai sekarang (present value)

sehingga cenderung memberikan perhatian terhadap penentuan penggunaan

lahan. Aktivitas penggunaan lahan cenderung ditujukan untuk meningkatkan NPV.

Salah satu bentuk kriteria maksimalisasi nilai sekarang dalam penentuan rotasi

dikenal sebagai NPV atau cashflow terdiskonto.

Menurut Klemperer (1996), pengertian dari pendekatan NPV dapat

diartikan sebagai kesediaan membayar dari investor untuk suatu asset yang

didasari pada pendugaan manfaat, biaya dan suku bunga yang diinginkan

sehingga dapat menjadi alat (tools) yang sangat berguna dalam menilai lahan hutan.

Menurut Davis et al (2001), asumsi yang dipakai dalam analisis perhitungan

dari sewa lahan hutan untuk tujuan produksi kayu diantaranya adalah: (a)

mencakup seluruh biaya pengelolaan uang relevan, biaya administrasi, dan pajak,

(b) acuan rata-rata suku bunga yang mencerminkan secara tepat konteks dan

harapan dari pemilik lahan dan (c) telah ditetapkannya pedoman pengelolaan lahan

untuk masa mendatang dan dengan pedoman yang sama akan digunakan untuk

setiap siklus produksi kayu dimasa mendatang.

Biaya dan manfaat dari NPV diduga pada suatu cashflow dari suatu

pertambahan dengan menggunakan harga riil sekarang, dan sebelum dan sesudah

pengenaan pajak. Dalam hal penyesuaian terhadap rotasi dan juga hasil

maksimum, maka maksimalisasi NPV sangat diperlukan melalui suatu

pengawasan. Hal tersebut dikarenakan bahwa umur maksimum NPV biasanya

lebih kecil dibandingkan dengan maksimum riap rata-rata tahunan (mean annual

increment) akan tetapi lebih besar dibandingkan riap rata-rata periodik (periodic

annual increment).

2. Pendekatan Nilai Harapan Lahan

Nilai harapan lahan (land expectatioan value) merupakan gambaran jumlah

yang harus dibayarkan oleh pembeli untuk lahan yang dipakai sebagai investasi

dalam kegiatan kehutanan (Davis et al. 2001). Nilai lahan tersebut sama dengan

jumlah nilai tunai (amount of cash) pada tingkat bunga tertentu yang akan

menghasilkan pendapatan bersih yang sama dari lahan setiap tahunnya.

Page 35: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

18

Land Expectation Value (LEV) disebut juga formula Faustmann. LEV

merupakan kasus khusus dari NPV dimana (1) lahan dikeluarkan dari cashflow

sehubungan dengan perhitungannya sebagai sisa (2) investasi diawali pada lahan

yang kosong, tidak ada tegakan (3) lahan yang secara terus menerus terdapat

tegakan yang sama (4) cash flow tegakan tersebut secara pasti sama. Untuk hutan

alam, biasanya nilai harapan lahan disebut nilai hutan (forest value).

3. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) sama dengan Rate of Return atau tingkat

rendemen atas investasi bersih. IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat suatu

proyek akan mengembalikan semua investasi selama umur usaha. Suatu usaha dapat

dilaksanakan apabila nilai IRR lebih besar atau sama dengan tingkat suku bunga yang

berlaku (discount factor), apabila terjadi keadaan sebaliknya, maka usaha tersebut

ditolak (tidak layak). IRR juga merupakan nilai diskonto yang membuat NPV dari

kegiatan usaha sama dengan nol. Dengan demikian IRR merupakan tingkat bunga

maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang

digunakan.

4. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah perbandingan antara pendapatan dan biaya

yang didiskonto. Suatu usaha yang memiliki nilai BCR lebih besar dari satu dikatakan

layak (feasible) dan bila terjadi sebaliknya, maka usaha tersebut dikatakan tidak layak

(unfeasible).

Nilai IRR dan BCR menentukan tingkat efesiensi suatu usaha dalam

penggunaan sumberdaya apakah efisien atau tidak. Sedangkan NPV adalah ukuran

absolut yang ditentukan oleh umur usaha, yang berarti NPV pada umumnya akan

menjadi besar sesuai dengan besarnya umur usaha. Jika terdapat sejumlah modal atau

dana uang pada suku bunga tertentu akan dipilih proyek yang mempunyai nilai NPV,

BCR dan IRR terbesar.

Usaha Perdagangan Karbon pada Hutan Alam Produksi

Carbon sink merupakan istilah yang sering dipakai di bidang perubahan iklim.

Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan

Page 36: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

19

(reservoir) karbon. Emisi karbon ini umunya dihasilkan dari kegiatan pembakaran

bahan bakar fosil dari sektor industri, transportasi dan rumah tangga (Rusmatoro

2006).

Perdagangan emisi karbon mampu memberikan NPV positif lebih awal dalam

rotasi dibandingkan dengan waktu yang dicapai pada pengelolaan hutan sebagai

penghasil kayu, menggeser break-even point finansial dan secara umum

meningkatkan nilai Internal Rate of Return (IRR). Pengelola hutan dimungkinkan

memilih untuk mengelola tegakannya dengan tujuan murni penyerapan karbon atau

mengkombinasikan antara menghasilkan kayu dan karbon (Harrison et al. 2000).

Biomassa

Biomassa adalah berat dari bahan tanaman hidup yang terdapat di atas

maupun di bawah suatu unit luas permukaan tanah pada suatu titik pada waktu

tertentu ( Catur, 2002). Pendugaan biomassa ini sangat diperlukan, khususnya

pada hutan-hutan di daerah tropis karena berpengaruh besar dalam siklus karbon.

Bila ditinjau dari sisi manajemen hutan, biomassa hutan sangat penting karena

keseluruhan operasional pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh potensi hutan

melalui penentuan biomassa. Hutan-hutan tersebut mempunyai potensi yang

besar dalam pengurangan kadar CO2 melalui konservasi dan manajemen tegakan

hutan. Biomassa dapat memberikan informasi mengenai nutrisi dan kandungan

karbon suatu tegakan secara keseluruhan.

Reduce Emission from Deforestation and Degradation (REDD)

REDD adalah mekanisme memberi insentif kepada negara-negara pemilik

hutan untuk mempertahankan hutan mereka dari deforestasi dan degradasi.

Degradasi hutan merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca. Di Indonesia

stok hutan berkurang 5% setiap tahun akibat degradasi (Marklund dan Schoene

2006 diacu dalam Mudiyarso et al, 2008). Degradasi di daerah tropis umumnya

terjadi karena aktivitas logging, kebakaran hutan dalam skala besar, pengambilan

kayu bakar dan hasil hutan non kayu, produksi arang, padang penggembalaan,

dan perladangan berpindah (GOFC-GOLD 2008). IPPC (2003) menyebutkan ada

lima karbon pool yang digunakan memonitoring deforestasi dan degradasi yaitu

Page 37: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

20

biomassa bagian atas, biomassa bagian bawah, serasah, kayu mati, dan carbon

yang berasal dari tanah.

Provinsi Papua mendedikasikan setengah dari total luas hutan produksinya

untuk kepentingan mereduksi emisi karbon atau Reduction Emission from

Deforestation in Developing Country. Seperempat dari luas hutan konversi Papua

juga akan diperuntukkan bagi kepentingan Mekanisme Pembangunan Ramah

Lingkungan atau Clean Development Mechanism (CDM).

Komitmen pemerintah Papua dalam Konvensi Perubahan Iklim di Bali

tahun 2007 menyediakan 15% (3.285.217 ha) dari total luas hutan produksi bagi

kegiatan perdagangan karbon merupakan upaya yang cukup strategis dilihat dari

kepentingan politik, namun dari sisi ekonomi dan sosial budaya hal tersebut

belum memberikan jaminan yang pasti. Setiap 1 juta ha hutan produksi konversi

yang diputuskan untuk tetap dipertahankan sebagai hutan alam (infact forest) dan

diikutsertakan dalam program carbon trade melalui pendekatan pencegahan

deforestasi (avoided deforestation), bisa menghasilkan penerimaan tunai sampai

mencapai kurang lebih Rp 3 triliun (Suebu 2007). Apabila penerimaan ini

diberikan kepada kurang lebih 2 juta penduduk Papua, maka setiap orang

memiliki penerimaan cash sebesar Rp 1.500.000,- atau Rp 375.000,- per orang

untuk hutan seluas 15% dari luasan hutan Papua untuk kepentingan tersebut.

Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi

Tujuan dari analisis suatu usaha adalah untuk memperbaiki penilaian investasi

akibat keterbatasan sumberdaya, sehingga perlu dilakukan pemilihan terhadap

berbagai macam usaha. Kesalahan dalam melakukan penilaian berakibat pada

pengorbanan sumber-sumber yang langka oleh karena itu sebelum usaha

dilaksanakan perlu diadakan perhitungan percobaan untuk mengetahui hasil dan

kemungkinan memilih alternatif lain dengan cara menghitung biaya dan manfaat

yang dapat diharapkan dari masing-masing usaha (Kadariah 1986).

Analisis finansial dan analisis ekonomi merupakan dua alternatif yang dapat

dipergunakan dalam evaluasi usaha. Analisis finansial atau analisis privat ditujukan

untuk menghitung manfaat dan biaya usaha dari sudut pandang individu-individu

atau swasta sebagai pihak yang berkepentingan dalam proyek. Analisis ekonomi atau

Page 38: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

21

sosial ditujukan untuk menghitung manfaat dan biaya proyek dari sudut pandang

pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan sebagai pihak yang berkepentingan

dalam usaha tersebut (McLeish, et al. 2002).

Menurut Gittinger (1986), pada dasarnya perhitungan dalam analisis finansial

dan ekonomi berbeda dalam 4 (empat) hal yaitu :

1. Harga

Dalam analisis finansial harga yang digunakan adalah harga pasar. Harga ini

telah memperhitungkan pajak dan subsidi, akan tetapi dalam analisis ekonomi harga

yang dipergunakan adalah harga yang mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial

ekonomi. Harga yang sudah disesuaikan ini disebut harga bayangan (shadow price)

atau harga buku (accounting price) yang merupakan opportunity cost.

2. Pajak dan Subsidi

Dalam analisis ekonomi pajak dan subsidi digunakan sebagai pembayaran

transfer. Pendapatan baru timbul oleh suatu usaha termasuk pajak-pajak yang

ditanggung selama proses produksi dan pajak penjualan yang dibayar oleh pembeli

pada waktu membeli produk hasil usaha. Pajak tersebut merupakan bagian dari

manfaat usaha secara keseluruhan. Sebaliknya, subsidi dari pemerintah kepada usaha

merupakan biaya masyarakat, karena subsidi menjadi pengeluaran dari sumberdaya

sehingga perekonomian harus melakukan pengeluaran untuk menjalankan proyek.

Dalam analisis finansial pajak dianggap sebagai biaya dan subsidi dianggap sebagai

hasil (return).

3. Bunga

Bunga terhadap modal dalam analisis ekonomi tidak dipisahkan dan

dikurangkan dari hasil bruto (gross return), karena modal merupakan bagian dari

hasil bruto (total return) terhadap modal yang tersedia untuk masyarakat secara

keseluruhan dan sebagai hasil keseluruhan. Bunga merupakan hal yang diperkirakan

dalam analisis ekonomi. Dalam analisis finansial bunga dibedakan menjadi bunga

yang dibayarkan kepada orang-orang luar dan bunga atas modal sendiri. Bunga yang

dibayarkan kepada orang-orang yang meminjamkan uangnya pada kegiatan usaha

dianggap cost. Bunga atas modal sendiri tidak dianggap sebagai biaya karena bunga

merupakan bagian dari finansial return yang diterima.

Page 39: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

22

4. Manfaat dan Biaya Usaha

Dalam hubungan dengan usaha segala sesuatu yang menambah pendapatan

nasional atau menambah persediaan barang-barang konsumsi baik secara langsung

maupun tidak langsung digolongkan sebagai manfaat usaha. Sebaliknya segala

sesuatu yang berhubungan dengan pengurangan barang-barang konsumsi baik secara

langsung maupun tidak langsung digolongkan sebagai biaya proyek.

Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Daerah

Dari berbagai indikator ekonomi pendapatan daerah merupakan salah satu

indikator penting yang sering kali dirancukan pengertiannya dengan pendapatan

masyarakat. Pendapatan daerah dalam nomenklatur pembangunan di Indonesia

mencerminkan pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah (Gambar 1).

Pendapatan daerah di Indonesia bersumber dari : Pendapatan Asli Daerah (PAD),

Dana Perimbangan Pembangunan, Pinjaman Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah lainnya, Hibah, Dana Darurat, dan lain-lain.

Berdasarkan Gambar 1 dapat dipahami bahwa Pendapatan Asli Daerah

(PAD) yang tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat di

suatu daerah. Namun demikian tingginya pendapatan asli daerah (PAD) dapat

menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam

pengembangan wilayah termasuk peningkatan pendapatan masyarakat (Rustiadi et

al, 2005).

Walaupun demikian pendapatan asli daerah jarang digunakan oleh suatu

daerah bahkan negara sebagai ukuran produktivitas wilayah. Pada umumnya yang

digunakan sebagai tolak ukur pembangunan daerah adalah Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) atau Gross Domestic Regional Product (GDRP), karena

ukuran ini yang paling operasional dan diterima secara universal oleh semua

negara. Besarnya PDRB suatu wilayah yang diperoleh pada akhirnya akan

berpotensi menjadi pendapatan daerah. PDRB merupakan total nilai barang dan

jasa yang dihasilkan suatu daerah yang telah dihilangkan unsur-unsur

intermediate-cost dalam kurun waktu tertentu.

Page 40: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

23

Gambar 1. Sumber Pendapatan Daerah Berdasarkan UU 33/2004

Penerimaan Daerah dari Sektor Kehutanan

Secara operasional kegiatan pengusahaan hutan atau pemanfaatan hutan

diatur dalam UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan PP No 6 Tahun 2007

jo PP 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunanan Rencana Pemanfaatan

Hutan. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, terdapat 6 macam pungutan

yang dikenakan kepada pengusaha:

Sumber-SumberPenerimaan Daerah

Pendapatan AsliDaerah (PAD) Dana Perimbangan Pinjaman daerah

Hasil PengelolaanKekayaan Daerah

Lainnya yangdipisahkan

Lain-lain Hibah,Dana Darurat,Penerimaan

Lainnya

Pajak

Retribusi

Keuntunganperusda

PengelolaanAset Daerah

Lain-lain

Dan

aB

agiH

asil

Dan

aA

loka

siU

mum

Dan

aA

loka

siK

husu

s

Dal

amN

eger

i

Lua

rNeg

eri

Bag

ian

Lab

a

Div

iden

Penj

uala

nSa

ham

Pajak Bumi danBangunan

BPHTB

Hasil hutan,tambang umum,

perikanan

Minyak Bumi

Gas Alam

Kebutuhan di luaralokasi umum

Prioritas Nasional

Dana Reboisasi

Macthing grant

Page 41: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

24

a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH)

b. Dana Reboisasi (DR)

c. Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH)

d. Dana Jaminan Kinerja (DJK)

e. Dana Investasi Untuk Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan,

serta Penyuluhan Kehutanan.

f. Dana Investasi Pelestarian Hutan (DIPH)

Namun demikian pada saat ini yang sudah berjalan karena sudah ada aturan

pelaksanaannya hanyalah tiga jenis pungutan yaitu IHPH/IIUPH, DR dan

PSDH/IHH. Sedangkan untuk DJK, DIPH , dan Dana Investasi Untuk Penelitian

dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan, serta Penyuluhan Kehutanan sama

sekali belum diatur.

1. Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH/IUPHH)

Iuran Hak Pengusahaan Hutan (licence fee) merupakan iuran yang harus

dibayar oleh pemegang HPH. Pungutan ini dikenakan hanya sekali pada saat

penetapan konsesi. Dasar hukum pungutan ini adalah PP Nomor 22 Tahun 1967

perubahannya dengan PP Nomor 21 Tahun 1980.

Selain itu, tertuang juga dalam beberapa surat keputusan menteri sebagai

berikut : SK Menteri Pertanian Nomor 415/Kpts/um/7/1979, SK Menhut Nomor

479/Kpts-II/1992, serta SK Dirjen PH Nomor 403/KPts/IV-TPHH/1989.

2. Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH)

PSDH adalah nilai hasil hutan yang menjadi bagian pemerintah sebagai

pemilik sumberdaya. Nilai ini ditentukan harga jual dan jumlah/volume hasil

hutan yang dijual. Iuran PSDH ditetapkan berdasarkan Surat Edaran Dirjen BPK

Nomor 02/VI-BIKPHH/2005, penetapan harga patokan PSDH berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 436/MPP/Kep/7/2004,

sedangkan tarif PSDH berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun

1999. Petunjuk teknis tentang tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran, dan

penyetoran PSDH diatur dengan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 124/Kpts-

II/2003.

Page 42: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

25

3. Dana Reboisasi

Jenis pungutan ini pertama kali diberlakukan pada tahun 1980 dengan nama

Dana Jaminan Reboisasi (DJR). Pungutan ini dikenakan terhadap setiap m3 kayu

yang diambil oleh HPH/IUPHHK sebagai dana jaminan reboisasi. Namun

perkembangan selanjutnya pada tahun 1989 pungutan berubah menjadi Dana

Reboisasi (DR), dengan ketentuan HPH/IUPHHK wajib melakukan penanaman

pengayaan di areal HPH/IUPHHK dan tetap membayar DR. Dana ini juga identik

dengan Dana Jaminan Kinerja (DJK), Dana Investasi Pelestarian Hutan (DIPH)

(Tim Fahutan IPB, 2003). Dana Reboisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 35 Tahun 2002 merupakan dana untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan

serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari Pemegang Izin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan dari hutan alam yang berupa kayu.

Penentuan tarif DR berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1999, sedangkan

petunjuk teknis tentang tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran, dan

penyetoran DR diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 128/Kpts-

II/2003.

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak merupakan iuran yang diwajibkan kepada warga negara untuk disetor

kepada kas negara berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan jasa

timbal balik yang langsung, dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar

pengeluaran umum (Mardiasmo 2006). Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak

yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan.

Areal konsesi HPH merupakan salah satu obyek pajak, wajib dibayarkan

PBB yang besarnya tergantung luasan dan bangunan yang ada. Jika pada luasan

terdapat areal yang tidak produktif maka pemegang konsesi dapat mengajukan

pengurangan pembayaran. Dasar hukum penetapan PBB adalah UU No. 12

Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994.

Jumlah dan jenis pungutan ini berimplikasi terhadap kelestarian hutan.

Disamping pungutan-pungutan pemerintah pusat dengan adanya desentralisasi

kehutanan pungutan di tingkat daerah semakin banyak baik jumlah maupun jenis.

Hal ini berarti beban pengusaha makin besar sehingga untuk mempertahankan

Page 43: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

26

kelayakan usaha berbagai cara dapat ditempuh termasuk illegal logging.

Model dan Simulasi

Model merupakan abstraksi dari kenyataan sebenarnya (Hannon dan Ruth,

1994; Grant et al 1997; Banks et al. 1999), yang merupakan penggambaran formal

elemen-elemen esensial dari suatu masalah (Grant at el. 1997).

Selain itu model didefinisikan sebagai representasi dari suatu sistem untuk

tujuan studi sistem. Model penting untuk mempertimbangkan aspek yang diteliti

dari sistem yang mempengaruhi sistem yang diinvestigasi. Aspek-aspek ini

direprensetasikan dalam model dari sistem. Disamping itu, model secara detail

cukup memungkinkan kesimpulan yang valid untuk menjelaskan sistem yang

nyata (real system). Komponen dari sistem adalah unsur (entitas), atribut dan

aktifitas dari model.

Pembangunan suatu model dapat membantu menganalisa data dari petak

percobaan dan observasi. Model dapat membantu mensintesis dan

mengkomunikasi pengetahuan yang ada dan mengidentifikasi kesenjangan

pemahaman kita. Pemodelan memungkinkan cara yang paling efisien untuk

menguji data percobaan, menginvestigasi implikasi dan merumuskan petunjuk

silvikultur yang optimal (Vanclay 2002).

Model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau

proses. Model biasanya diambil dari berbagai asumsi yang berhubungan dengan

operasi sistem. Asumsi ini diekspresikan dalam hubungan matematik, logik dan

simbolik antara obyek atau unsur (entities) dari sistem.

Model dapat dikelompokan menjadi model kualitas, model ikonik dan

model kuantitatif. Model kuantitatif adalah model yang berbentuk rumus

matematik, statistik atau komputer. Model matematik sering dibagi dalam 2

kategori yaiti model statik dan model dinamis. Model statik mempelajari tentang

perilaku sistem yang statis (tidak memasukan unsur waktu). Sedangkan model

dinamis membantu kita berpikir tentang bagaimana suatu sistem berubah menurut

waktu. Pertumbuhan (growth), kerusakan (decay) dan osilasi adalah dasar dari

pola sistem dinamis.

Page 44: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

27

Model simulasi dapat digunakan untuk (1) analisa terperinci dari kebijakan

tertentu, (2) analisa sensitifitas (3) perbandingan antara beberapa alternatif

kebijakan (skenario) dan (4) perilaku antara biaya dan manfaat (Eriyatno 1999).

Pendekatan Sistem Dinamik

Menurut Eriyatno (1999) sistem adalah totalitas himpunan hubungan yang

mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama

dimensi ruang dan waktu.

Sistem dapat dibayangkan sebagai suatu koleksi yang terisolir dari

komponen-komponen yang berinteraksi. Elemen-elemen sistem dapat berupa

benda, fakta, metode, prosedur kebijakan, bagian organisasi, dan sebagainya.

Hubungan antar sistem dapat berupa transaksi, interaksi, transmisi, koreksi kaitan,

hubungan, dan lain-lain. Dalam sistem terdapat proses transformasi yang

mengolah input menjadi output sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Menurut Eriyatno (1999), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan

pokok oleh para ahli sistem dalam menganalisis permasalahan yaitu (1) sibernetik

(cybernetic), yaitu berorientasi pada tujuan, (2) holistik (holistic), yaitu cara

pandang yang utuh terhadap keputusan sistem, dan (3) efektif (effectiveness),

yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat

dilaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai eksistensi keputusan.

Para ahli memberikan batasan permasalahan yang sebaiknya menggunakan

pendekatan sistem dalam pengkajiannya, yaitu permasalahan yang memenuhi

karakteristik : (1) kompleks, (2) dinamis dan (3) probabilistik

Sistem dinamik adalah studi mengenai perubahan sistem menurut waktu

dengan memperhatikan faktor umpan balik (Purnomo 2004). Sistem dinamik

adalah metodologi yang dapat digunakan untuk memahami suatu permasalahan

yang rumit dan kompleks. Model sistem dinamik akan melibatkan input-input,

hubungan dan output diantara bagian-bagian sistem dan model. Masalah-masalah

yang akan dibuat model sistem dinamika harus memiliki sedikitnya dua ciri utama

yaitu (1) bersifat dinamis, meliputi kuantitas yang berubah menurut waktu yang

dapat digambarkan dalam bentuk grafik perubahan menurut waktu. (2) pemikiran

mengenai umpan balik karena semua sistem pada dasarnya mempunyai sistem

Page 45: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

28

umpan balik. Ekosistem hutan adalah suatu sistem yang kompleks yang terdiri

dari berbagai interaksi komponen, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka

suatu motode khusus yaitu analisis sistem seharusnya diterapkan. Esensi dari

analisis sistem bukan terletak pada kumpulan teknik kuantitatif, tetapi lebih pada

strategi pemecahan masalah yang sulit atau tidak dapat dipecahkan secara

matematis ataupun statistik, seperti disajikan pada Gambar 2.

Banyak

Banyak data Banyak dataPemahaman rendah Pemahaman tinggi(statistik) (fisika)

Sedikit data Sedikit dataPemahaman rendah Pemahaman tinggi

Analisis Sistem dan SimulasiSedikit

Rendah tinggiTingkat pemahaman proses relatif

Gambar 2. Perbandingan Metode Pemecahan Masalah (Grant et al. 1997)

Jum

lah

data

rela

tif

Page 46: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

Kerangka pemikiran pengaturan hasil dalam pengelolaan hutan alam dapat

dilihat pada Gambar 3. Kelestarian hasil, baik pengusahaan hutan seumur maupun

tidak seumur adalah tercapainya suatu kondisi tertentu dari suatu tegakan hutan

sehingga dapat diperoleh hasil secara lestari dengan cara pengaturan produktifitas

hutan, baik pertumbuhan maupun pemungutan hasil. Hutan yang memiliki manfaat

ganda (multiple use) baik secara ekonomi maupun ekologis merupakan ekosistem

yang kompleks dan dinamik. Hutan tersebut dikelola berdasarkan unit-unit yang

sesuai dengan tujuan pengelolaan. Pengelolaan hutan sebagai suatu ekosistem harus

menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar hutan (adaptif) sehingga diperoleh

preskripsi spesifik yang memungkinkan keseimbangan dinamis ekosistem secara

optimal (Purnomo et al. 2003; Purnomo, 2004). Oleh sebab itu pembagian unit-unit

pengelolaan hutan ini harus berdasarkan karakteristik ekosistem wilayah setempat

yang bersifat spesifik.

Pada setiap unit pengelolaan hutan terdapat kegiatan perencanaan, pemanenan

dan pembinaan. Kegiatan perencanaan pangaturan hasil seperti penentuan preskripsi

penebangan (intensitas penebangan dan siklus tebang) hutan yang optimal dilakukan

berdasarkan kondisi tegakan awal, informasi biaya dan manfaat serta perilaku

dinamika struktur tegakan. Intensitas dan siklus tebang optimal berimplikasi

terhadap penerimaan pemerintah daerah dan penerimaan masyarakat adat dari

kompensasi, yang didasarkan atas informasi biaya dan manfaat pengelolaan hutan.

Perilaku dinamika struktur tegakan berdasarkan informasi pertumbuhan dan hasil

yang diperoleh dari Petak Ukur Permanen (PUP). Pemahaman terhadap struktur

tegakan tidak terlepas dari informasi keanekaragaman jenis pohon dalam PUP dan

hutan primer.

Untuk menentukan preskripsi penebangan (intensitas dan siklus tebang) yang

optimal dikembangkan model dinamika sistem yang terdiri dari model dinamika

struktur tegakan, model pengembalian ekonomi dan model pengaturan hasil serta

model penerimaan masyarakat adat. Sedangkan keanekaragaman jenis pohon

merupakan informasi yang mendukung model dinamika struktur tegakan. Berbagai

model simulasi yang berkaitan dengan intensitas penebangan dan siklus tebang

dilakukan untuk menentukan preskripsi pengaturan hasil yang optimal dipandang

dari aspek kelestarian produksi dan aspek ekonomi.

Page 47: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

30

Hutan memiliki kompleksitas dan ketidakpastian, sehingga pemanfaatan hasil

hutan kayu pada unit manajemen tidak dapat dilakukan secara parsial (terpisah)

melainkan secara holistik. Salah satu pendekatan yang dapat mengakomodasi

kompleksitas pengelolaan hutan adalah pendekatan analisis sistem dinamik

(Grant et al. 997). Analisis sistem sebagai model holistik dapat memberikan skenario

dampak dari setiap alternatif kebijakan dengan spektrum yang luas sehingga

memudahkan pemilihan alternatif terbaik yang dapat diambil (Purnomo, et al 2003;

Grant et al. 1997).

Page 48: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

31

InformasiKeanekaragaman

Jenis

Petak UkurPermanen

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Model Dinamik Pengaturan Hasil Tidak Seumur

Pemanenan

InventarisasiTegakan Awal

InformasiPertumbuhan &

Hasil

Simulasi Model Dinamik

ManfaatEkonomi

ManfaatEkologis

PerencanaanPembinaan

Pengaturan Hasil

Penentuan Intensitas Penebangan dansiklus Penebangan yang optimal

Model PengembalianEkonomi

Informasi Biaya danManfaat

Unit Manajemen Hutan(Kerakteristik Ekosistem)

Petak UkurPermanen

Model DinamikaStruktur Tegakan

Model PengaturanHasil

Kelestarian Hasil

Kontribusiterhadap Ekonomimasyarakat adat

dan daerah

Page 49: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

32

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada pada hutan hujan tropis dataran rendah, pada

lokasi contoh hutan alam produksi pada wilayah konsesi IUPHHK PT. Bina

Balantak Utama (BBU) Kabupaten Sarmi Propinsi Papua. Secara geografis

kelompok hutan ini terletak di antara 138005’ - 139000’ Bujur Timur dan 01030’ -

02030’ Lintang Selatan, dengan luas 325.300 ha. Pengumpulan data dilakukan

pada bulan maret sampai dengan mei 2008 di lokasi PUP petak 56 KK RKT

2000/2001.

Gambar 4 Lokasi penelitian hutan alam produksi PT. BBU Kabupaten Sarmi

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data primer pada tegakan

hutan alam bekas tebangan dan tegakan hutan primer. Tegakan hutan alam bekas

tebangan diambil dari Petak Ukur Permanen (PUP) yang terletak di blok-blok

bekas tebangan yang telah dilakukan pengukuran dan pengamatan selama 5 tahun.

Sedangkan data tegakan hutan primer diperoleh dari kawasan hutan primer yang

berada dalam areal konsesi.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : pita ukur, kompas,

meteran, haga, tambang plastik, tally sheet, alat-alat tulis serta seperangkat

Personal Computer dengan program-program aplikasi : Microsof Excel, dan Stella

Research 9.0.2.

Page 50: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

33

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi : data pertumbuhan dan hasil tegakan, serta

data struktur tegakan hutan primer. Data pertumbuhan tegakan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran PUP-PUP pada Blok RKT yang

merupakan areal bekas tebangan 1-2 tahun dan hutan primer.

Data-data lain yang dikumpulkan berkaitan dengan aspek ekonomi adalah :

produksi kayu bulat, pendapatan daerah, biaya -biaya TPTI, kompensasi bagi

masyarakat lokal, penerimaan perusahaan dan pengeluaran untuk negara .

Data pendukung penelitian ini adalah data risalah PUP, data Laporan Hasil

Produksi (LHP), data iklim, buku Rencana Karya Tahunan (RKT), Rencana

Karya Lima Tahunan (RKL), dan Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPM),

peta-peta, laporan keuangan dan laporan TPTI serta sumber-sumber lain yang

menunjang penelitian. Data tersebut bersumber dari pencatatan di lapangan (Base

Camp), dan informasi dari instansi terkait.

Teknik Pengumpulan Data

Data primer yang dikumpulkan meliputi : data pertumbuhan tegakan, data

struktur tegakan hutan primer. Data pertumbuhan tegakan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hasil pengukuran PUP-PUP pada Blok RKT 1999/2000 yang

merupakan areal bekas tebangan 2 tahun. Pengukuran dilakukan pada tahun 2001

sampai dengan tahun 2005. Pengukuran dilakukan ulang setiap satu tahun sekali.

Data struktur tegakan yang diperoleh dari PUP dan hutan primer dipresentasikan

dalam beberapa Kelas Diameter (Phn_D) menurut kelompok jenis dengan interval

10 cm ke atas, diameter terkecil (Phn_D15) berukuran 10-20 cm. Pembagian

menurut kelompok jenis dilakukan dengan mengelompokan ke dalam jenis

dipterocarpaceae, non dipterocarpaceae dan non komersil. Pembagian kelompok

jenis ini berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh PT. BBU dengan

pertimbangan bahwa kelompok jenis ini mepakan jenis komersil utama yang

diperdagangkan.

Page 51: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

34

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif sebagai berikut:

1. Dinamika Struktur Tegakan

Komponen penyusun dinamika struktur tegakan terdiri dari jumlah pohon

pada berbagai kelas diameter dan kelompok jenis, dengan melibatkan unsur

dinamika tegakan seperti alih tumbuh ( ingrowth), tambah tumbuh ( upgrowth),

dan kematian (Mortality).

Model umum struktur tegakan didekati dengan persamaan

eksponensial negatif yang dirumuskan sebagai berikut (Meyer 1961 dalam Davis

et al. 2001) :

N = N0e-kd

dimana:

N = jumlah pohon pada setiap kelas diameterNo = kostanta, yang menunjukan besarnya kerapatan tegakan pada kelas

diameter terkecile = bilangan eksponensial (2,71828182)k = laju penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan diameter pohonD = titik tengah kelas diameter

2. Ukuran Kelestarian Hasil Pengelolaan Hutan

Ukuran kelestarian hasil kayu diukur berdasarkan ukuran fisik dan

finansial. Apabila besarnya hasil pada tahun ke-t dilambangkan dengan Vt,

maka kelestarian hasil dapat dinyatakan dengan persamaan : Vt AAC, untuk t

= 1,2,3......r, r+1....

AAC (Annual Allowable Cut) merupakan jatah tebang tahunan yang

dibenarkan agar kelestarian hasil dapat dicapai, r melambangkan rotasi tebang

yang menyatakan rentang waktu antar penebangan. Apabila AAC pada rotasi

tebang ke t dinyatakan dengan AACt dan AAC pada siklus tebang selajutnya

sebagai AACt+1 maka kelestarian hasil dapat dicapai pada saat qt 1. Apabila riap

dinyatakan dengan I ( m3/ha/tahun), maka qt = 1 akan dicapai pada saat It x rt =

AACt+1. Besar kecilnya nilai q menggambarkan kemungkinan dicapai tidaknya

kelestarian hasil.

Page 52: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

35

3. Perhitungan Biomassa Tegakan

Rumus Allometric yang digunakan untuk menghitung biomassa tegakan

hutan adalah rumus pendugaan biomassa secara umum yang dikemukakan oleh

Brown (1997), yaitu :

Y = 42.69 -12.8D + 1.24D2

Dimana : Y = Biomassa pohon (Kg / pohon)

D = Diameter setinggi dada 1,3 m (m)

Penggunaan rumus ini didasarkan pada pertimbangan tempat tumbuh

dengan curah hujan 1500 –4000 mm/tahun, jumlah sampel pohon 172 serta

kisaran diameter 5-148 cm.

Diasumsikan dalam penelitian bahwa karbon yang diserap adalah 50% dari

keseluruhan bagian tumbuhan yang menjadi biomassa (Motagnini dan Poras

1998).

Pendekatan yang digunakan dalam menduga perubahan karbon berdasarkan

stock –difference method (IPCC 2006) yaitu ∆CB = (Ct2 –Ct1)/(t2-t1), dimana

∆CB adalah perubahan stok carbon tahunan, Ct1 merupakan perubahan stok

karbon pada tahun t1 (Ton C), Ct2 perubahan stok karbon pada tahun t2 (Ton C).

Analisis Sistem dan Simulasi

Berdasarkan perumusan masalah dan untuk memperoleh hasil sesuai tujuan

penelitian ini maka penyusunan model dilakukan dengan membagi model dalam sub

model : sub model dinamika tegakan yang terdiri dari dinamika tegakan

dipterocarpacea, non dipterocarpaceae dan tegakan non komersil, dan tegakan

total, sub model pengembalian ekonomi terdiri dari biaya produksi dan sub model

pengembalian ekonomi, sub model pengaturan hasil, sub model penerimaan

masyarakat adat dan Sub model usaha karbon

Tahap- tahap analisis dan simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut

(Grant et al. 1997; Purnomo 2004) :

Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan

Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu sehingga permasalahan

dapat dilihat dengan tepat. Selanjutnya menentukan tujuan pemodelan tersebut.

Page 53: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

36

Kemudian isu yang diangkat dan tujuan yang ditetapkan dinyatakan secara

eksplisit.

Setelah itu ditentukan komponen-komponen sistem yang berkaitan dengan

pencapaian tujuan model tersebut. Komponen-komponen tersebut diidentifikasi

keterkaitannya dan merepresentasikan model tersebut dalam diagram kotak-panah

(box-arrow). Pembatasan dan defenisi komponen-komponen dalam sistem sebagai

berikut :

1. Siklus tebang adalah interval waktu (dalam tahun) antara dua penebangan

yang berurutan di tempat yang sama dalam sistem silvikultur polisiklik.

2. Ingrowth didefinisikan sebagai besarnya tambahan terhadap banyaknya pohon

per hektar pada kelas diameter terkecil selama periode waktu tertentu.

3. Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas

diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter dibawahnya dalam periode

waktu tertentu.

4. Mortality adalah banyaknya pohon per hektar yang mati pada setiap kelas

diameter dalam periode waktu tertentu.

5. Efek penebangan merupakan kematian/kerusakan tegakan yang terjadi akibat

kegiatan penebangan kayu.

6. Masyarakat adat adalah masyarakat yang secara tradisional tergantung dan

memiliki ikatan sosio-kultural dan religius erat dengan lingkungan lokalnya

Perumusan Model Konseptual dan Spesifikasi Model Kuantitatif

Tahapan ini bertujuan untuk membangun pemahaman terhadap sistem yang

diamati ke dalam sebuah konsep untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh

tentang model yang akan dibuat, serta untuk membentuk model kuantitatif dari

konsep model yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil eksekusi yang dicoba

dibuat daftar yang lebih ringkas dari skenario yang memenuhi tujuan pemodelan.

1. Sub Model Dinamika Struktur Tegakan

a. Ingrowth

Ingrowth didefinisikan sebagai besarnya tambahan terhadap banyaknya

pohon per hektar pada kelas diameter terkecil selama periode waktu tertentu

(dalam penelitian ini 1 tahun). Dalam menyusun model penduga ingrowth,

Page 54: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

37

ingrowth dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

XjIj =

T

Kemudian ingrowth dapat dinyatakan dalam bentuk proporsi sebagai berikut :

Ij

Inrate =Njt

dimana :

Ij = ingrowth pada jenis pohon ke-i (pohon/ha)Xj = Jumlah pohon dari jenis ke-i yang masuk ke Phn_D15

t = Selang waktu pengukuran (tahun)Inrate = Proporsi pohon yang ingrowthNjt = Jumlah pohon yang ingrowth selama periode pengukuran

b. Upgrowth

Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas

diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter dibawahnya dalam periode

waktu setahun. Upgrowth diduga dari rataan riap untuk setiap kelas diameter.

Untuk mencari riap diameter rata-rata tahunan digunakan rumus sebagai berikut:

D dimana : MAI = Mean Annual IncreamentMAI = D = Selisih diameter antar pengukuran

t t = Jangka waktu pengukuranW = Interval kelas (10)

Untuk memprediksi perilaku tegakan yang akan datang pada setiap kelas

diameter digunakan rumus :

Riap rata-rata tahunan (MAI)Uprate =

Interval kelas (W)

c. Mortality

Mortality (kematian) dalam penelitian ini adalah banyaknya pohon per hektar

yang mati pada setiap kelas diameter dalam periode waktu satu tahun. Dalam

penyusunan model penduga kematian pohon, kematian pohon dinyatakan dalam

proporsi, dengan rumus sebagai berikut:

m(i )jt

m(i )j = x 100 %

N(i)jt

Page 55: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

38

dimana :m(i )

j = Laju mortality jenis pohon ke-i pada kelas diameter ke-j (%/tahun)m(i )

jt = Banyaknya pohon yang mati pada jenis pohon ke-i kelas diameterke-j pada tahun ke-t (pohon/ha)

N(i)jt = Jumlah pohon yang ada di jenis pohon ke-i kelas diameter ke-j pada

tahun ke-t (pohon/ha)

2. Sub Model Pengembalian Ekonomi

Model ini dibuat untuk menggambarkan potensi ekonomis dari hutan.

Model ini terdiri dari dua sub model yaitu sub model biaya produksi dan

submodel pengembalian ekonomi. Metode ini merupakan bentuk lain dari

metode analisis ekonomi yang biasanya dilakukan secara matematis sebagai

berikut (Zobritst et al. 2006; Davis et al. 2001; Lin et al. 1996) :

a. Nilai Harapan Lahan/Land Expectation Value (LEV)

dimana : LEV = Nilai harapan lahan (Rp/ha)Yt = Penerimaan pada tahun ke-t (Rp/ha)Ct = Pengeluaran pada tahun ke-t (Rp/ha)r = Siklus tebang (tahun)t = Tahun kegiatan (tahun)e =Biaya tahunan (administrasi dan umum, perlindungan hutan,

PBB, bina desa hutan dan penyusutan)i = suku bunga dalam angka desimal

b. Nilai Kini Bersih/Net Present Value (NPV)

dimana :

NPV := Net Present Value (Rp/ha)Yt = penerimaan pada tahun ke-t (Rp/ha)Ct = pengeluaran pada tahun ke-t (Rp/ha)r = siklus tebangt = tahun kegiatani = Suku bunga dalam angka desimal

r rYt (1 + i)r-t - Ct (1 + i)r-t

t=0 t=0

LEV= - e/i(1 + i)r - 1

r yt r CtNPV = -

t = 0 (1 + i)t t = 0 (1 + i)t

Page 56: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

C. Rasio Manfaat Biaya (BCR)r Yt r Ct

BCR = : t = 0 (1 + i)t

t = 0 (1 + i)t

dimana :

BCR = rasio manfaat biayaYt = penerimaan pada tahun ke-l (Rp/ha)Ct = pengeluaran pada tahun ke-t (Rp/ha)r = siklus tebangt = tahun kegiatani = suku bunga dalam angka desimal

d. Internal Rate of Return (IRR)

dimana : i1 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i2 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Komponen-kompone model pengembalian ekonomi terdiri dari manfaat dan

biaya. Manfaat yang berasal total penerimaan perusahaan merupakan hasil

penerimaan kayu (perubahan harga kayu x volume tebangan). Sedangkan biaya

terdiri dari biaya perencanaan hutan, pemanenan, pembinaan hutan, dan pengeluaran

untuk pemerintah.

3. Sub Model Pengaturan Hasil

Sub model ini dilakukan untuk memberikan gambaran berbagai alternatif

pengaturan hasil hutan kayu oleh HPH dengan mengatur auxilary seperti intensitas

penebangan, lamanya siklus tebang, limit diameter penebangan dan proporsi

jumlah batang yang ditebang. Pengaturan hasil yang digunakan digolongkan

berdasarkan siklus tebang (konvensional). Teknik konvensional dilakukan dengan

menyusun skenario siklus tebang, dan berdasarkan siklus tebang tersebut dipilih

berbagai intensitas tebang yang memberikan hasil lestari.

4. Sub Model Penerimaan Masyarakat Adat

Sub model ini menjelaskan keuntungan masyarakat adat yang diperoleh

sebagai kompensasi terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan yang berada di

NPV1

IRR = i1 + (i2–i1)NPV1 - NPV2

39

Page 57: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

40

wilayah kepemilikannya, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun non

perusahaan (pribadi dan kelompok). Sub model ini memiliki keterkaitan dengan

model dinamika tegakan dan pengaturan hasil. Auxilary variable penerimaan

kompensasi dipengaruhi oleh driving variable jumlah penerima. Jumlah penerima

merujuk kepada banyaknya marga-marga yang menerima kompensasi pada

wilayah adatnya. Tidak semua masyarakat yang berada pada wilayah-wilayah

yang terkena dampak HPH menerima kompensasi, sehingga dalam penelitian ini

digunakan angka random (acak). Besarnya penerimaan kompensasi merupakan

hasil perkalian antara jumlah volume dan besarnya standar kompensasi.

Pembuatan sub model ini dilakukan dengan membagi jenis kayu ke dalam

tiga kelompok besar berdasarkan standar kompensasi yang ditetapkan yaitu jenis

kayu merbau, non merbau serta kayu indah. Persentase jumlah masing-masing

jenis diperoleh berdasarkan hasil produksi kayu selama tahun 2007, dengan

persentase merbau (60%), non merbau (39%) dan kayu indah (1%). Sedangkan

auxilary variable pendapatan tebang milik merupakan selisih antara biaya

penebangan dan hasil penjualan kayu. Pendapatan tebang milik selanjuntnya

didistribusikan kepada pemilik kayu (20%) dan penebang kayu (80%).

5. Sub model REDD

Secara umum pertimbangan ekonomi lebih kuat dibandingkan hal-hal lain

seperti mengurangi erosi dan koservasi keaneragaman spesis (Hartley 2002), oleh

sebab itu sub model REDD dalam penelitian disimulasikan untuk menganalisis

keadaan finansial pengelolaan hutan oleh IUPHHK PT. BBU apabila dialihkan

untuk tujuan penyerapan karbon, namun hanya berfokus pada upaya mengurangi

degradasi. Pendapatan usaha karbon adalah selisih pemasukan karbon dengan

pengeluaran usaha karbon. Pemasukan usaha karbon didapat dari penjualan jasa

penyerapan karbon dalam satuan ton (tC) per hektar.

Harga karbon dalam perdagangan karbon sangat bervariasi. Pada awal

sistem perdagangan dan pertukaran karbon, nilai kredit pengurangan emisi karbon

berkisar antara US$2,5 sampai US$5 (Niles, John O et al. 2002). Nilai yang

dipakai dalam penelitian ini adalah nilai US$5, dengan nilai tukar rupiah

diasumsikan Rp 9.500. Simulasi dilakukan untuk menentukan besarnya

penerimaan apabila penebangan dilakukan dengan intensitas rendah (20%).

Page 58: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

41

Evaluasi Model

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui keterandalan model yang dibuat

untuk mendiskripsikan keadaan sebenarnya. Proses pengujian dilakukan dengan

mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal

yang serupa jika tersedia. Perbandingan dilakukan dengan uji Khi Kuadrat (x2)

(Walpole 1995) dengan rumus berikut :

(yaktual–ymodel)2

2hitung =

y model

Dengan hipotesis Ho : Ymodel = Yaktual

H1 : Y modelYaktual

Dengan kriteria uji : 2hitung< 2

tabel : terima Ho

: 2hitung> 2

tabel: tolak Ho

Penggunaan Model

Model yang telah dibentuk digunakan untuk mencapai tujuan

pembentukannya. Kegiatan pertama adalah membuat daftar terhadap semua

skenario yang mungkin dapat dibuat dari model yang dikembangkan. Semua

skenario tersebut dijalankan, kemudian hasil tersebut coba untuk dipahami.

Page 59: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas

Penelitian dilakukan dalam areal kerja HPH PT. Bina Balantak Utama

(BBU) sebagai salah satu perusahaan yang tergabung dalam Group Kayu Lapis

Indonesia (KLI). Wilayah kerja HPH PT. Bina Balantak Utama termasuk dalam

kelompok hutan Sungai Tor dan Sungai Apauwer. Secara geografis kelompok

hutan ini terletak di antara 138005’ - 139000’ Bujur Timur dan 01030’ - 02030’

Lintang Selatan, merupakan wilayah pengelolaan Dinas Kehutanan Kabupaten

Sarmi dan Dinas Kehutanan Propinsi Papua.

Berdasarkan peta penafsiran citra satelit liputan tahun 1999, luas wilayah

kerja HPH tersebut 325.300 ha, terdiri dari 215.249 ha berhutan dan 7.080 ha

tak berhutan, 18.067 ha tertutup awan, serta areal berawa seluas 84.904 ha.

Adapun luas dan tataguna hutan berdasarkan TGHK adalah : 1) Hutan

Produksi (HP) seluas 59.693 ha; 2) Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas 159.781

ha; 3) Hutan Konversi 102.255 ha; dan 4) Areal Pemanfaatan Lain (APL) seluas

3.571 ha.

Petak-petak pengamatan yang dijadikan obyek dalam penelitian terletak

pada hutan bekas tebangan RKT 2001, RKL III 2001 –2005, petak tebangan 56

KK dan hutan primer. Pada areal bekas tebangan 6 buah petak pengamatan berupa

Petak Ukur Permanen (PUP) dengan luas seri PUP 24 ha. Lokasi PUP terletak

pada ketinggian 35 m dpl dan termasuk dalam wilayah dusun Maran, kelompok

hutan Sungai Tor dan Sungai Apauwer.

Biofisik Kawasan

Jenis Tanah dan konfigurasi lapangan

Jenis tanah yang terdapat pada areal konsesi HPH PT. Bina Balantak Utama

(BBU) adalah Aluvial, rezina, kambisol, dan podsolik. Keadaan lapangan dari

keseluruhan areal terdiri dari : tanah Kering : 80.75%, rawa 6.25% dan payau 13%

dengan ketinggian berkisar dari 0-600 mdpl. Areal Petak Ukur Permanen (PUP)

termasuk kategori datar.

Topografi

Page 60: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

43

Berdasarkan kemiringan lahan, sebagian besar wilayah Kabupaten Sarmi

mempunyai tingkat ketinggian antara 100 –500 m dari permukaan laut untuk

Distrik Tor Atas. Sedangkan, Sarmi, Pantai Barat, Pantai Timur dan sebagian

Bonggo memiliki ketinggian kurang dari 100 m dari permukaan laut.

Sedangkan kemiringan lereng wilayah ini berkisar antara 2–65 %

meliputi 2–8 % mencakup Pantai Timur dan Pantai Barat. Tor Atas dan

sebagian Bonggo bervariasi dari < 2 % sampai dengan 8 %.

Keadaan topografi di areal BBU lebih dominan pada daerah-daerah dataran

rendah dengan persentase luas sebesar 47.8%, landai 21.7%, bergelombang

17.2%, agak curam 13.3%. Daerah relatif tidak memiliki topografi sangat curam,

sehingga memperkecil biaya produksi.

Tipe Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim A dengan

curah hujan rata-rata setiap tahunnya lebih dari 2.485 mm/th. Curah hujan

tertinggi terjadi pada bulan mei dan terendah pada bulan september. Curah hujan

berlangsung terus menerus tanpa ada bulan kering dengan rata-rata curah hujan 15

hari hujan per bulan.

Vegetasi

Hutan yang berada di areal kerja HPH PT. Bina Balantak Utama termasuk

tipe hutan hujan tropik. Berdasarkan risalah pengukuran PUP, areal tersebut di

dominasi oleh jenis-jenis dipterocarp seperti merbau (Intsia bijuga), matoa

(Pometia spp.), kenari (Canarium sp), nyatoh (Palaquium amboinense), dan resak

(Vatica papuana). Sedangkan jenis-jenis non dipterocarp dan non komersil yang

banyak ditemui adalah kenanga (Cananga odorata), Dahu (Dracontomelum

edule), medang (Litsea sp.), jambu-jambuan (Eugenia spp.), pala hutan (Myristica

spp.), melinjo (Gnentum gnemon), dan buah hitam (kecapi) (Haplolobus) dengan

proporsi yang relatif seimbang.

Potensi Ekonomi Sumberdaya Hutan Kabupaten Sarmi

Kabupaten Sarmi merupakan salah satu kabupaten pemekaran di Propinsi

Papua yang baru berkembang sejak tahun 2002. Luas wilayah Kabupaten Sarmi

kurang lebih 8.948 km2.

Page 61: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

44

Kawasan hutan Kabupaten Sarmi berdasarkan Peta Kawasan Hutan dan

Perairan terbagi dalam 6 fungsi kawasan hutan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Potensi Hutan Kabupaten Sarmi

No Hutan Luas (Ha) (%)1 Hutan Lindung 264.675,02 8,032 Kawasan Suaka Alam &

Pelestarian Alam1.296.782,40 39,37

3 Hutan Produksi Terbatas 391.640,50 11,894 Hutan Produksi Tetap 949.493,05 28,835 Hutan Produksi Konversi 367.412,98 11,156 APL 24.003,40 0,73

Jumlah 3.294.007,36 100Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Papua, 2006

Wilayah Kabupaten Sarmi sebagian besar bervegetasi hutan dengan luas

± 2.825.965 ha atau ± 92,5 % dari luas total wilayah kabupaten. Kondisi

penutupan vegetasi sebagian besar berupa hutan lahan kering seluas ± 2.340.816

ha (76,6 %), dan sebagian lagi berupa hutan rawa seluas ± 466.479 ha (15,3 %)

dan sedikit hutan mangrove di pesisir pantai ± 18.699 ha (0,6 %). Areal bekas

tebangan (hutan sekunder) hanya meliputi luasan 82.615 ha (2,7 %) sehingga

dapat dikatakan kawasan hutan Kabupaten Sarmi sebagian besar adalah hutan

primer.

Potensi hutan yang demikian memberikan peluang pengelolaan bagi

pertumbuhan ekonomi wilayah. Seiring dengan otonomi daerah maka, pemerintah

Kabupaten Sarmi mamacu peningkatan penerimaan daerah salah satunya melalui

penerimaan sektor kehutanan.

Dampak keberadaan IUPHHK BBU dalam menopang perekonomian daerah

Sarmi baru dirasakan sekitar 6 tahun (2002-2008), sebab semenjak tahun 1991

sampai tahun 2001 pengambilan hasil kayu dari hutan Sarmi hanya menjadi

sumber pendapatan bagi pemerintah Kabupaten Jayapura yang dulunya

merupakan kabupaten induk bagi Kabupaten Sarmi. Dengan rata-rata potensi kayu

yang dipanen setiap tahun sebesar 68.512,68 m3 dan harga jual rata-rata sebesar

Rp 600.000 diperoleh nilai manfaat langsung dari kayu sebesar

Rp. 41.107.608.000 per tahun.

Pada awal perkembangannya hingga saat ini kegiatan ekonomi di

Kabupaten Sarmi masih didominasi oleh investasi dibidang eksploitasi

Page 62: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

45

sumberdaya alam berupa kehutanan, pertanian dan peternakan serta

pertambangan yang baru berkembang tahun 2007 dengan adanya penambangan

pasir besi.

HPH yang beroperasi hingga saat ini berjumlah 5 unit HPH/IUPHHK

sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Keberadaan HPH di Kabupaten Sarmi akan

memberikan nilai tambah terhadap faktor produksi, institusi dan sektor-sektor

ekonomi lainnya, sehingga mempengaruhi pertumbuhan wilayah.

Tabel 2 Keberadaan HPH/IUPHHK di Kabupaten Sarmi Tahun 2008

SK HPH/IUPHHK. NAMA HPH/IUPHHK

Nomor Tanggal

Luas(Ha)

Keterangan

PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II 774/Kpts-II/90 13 Des 90 196.900 Aktif

PT. Bina Balantak Utama 40/Kpts-II/91 16 Jan 91 325.300 Aktif

PT. Mamberamo Alas Mandiri 1071/Kpts-II/92 09 Nop 92 677.310 Aktif

PT. Mondialindo Setya Pratama 13 Tahun 2002 21 Peb 02 94.500 Aktif

PT. Salaki Mandiri Sejahtera 15 Tahun 2002 21 Peb 02 80.500 Aktif

JUMLAH 1.374.510

Sumber : Dinas Kehutanan Propinsi Papua, 2006

Nilai pemanfaatan langsung dari sumberdaya hutan oleh perusahaan (5 unit

HPH) yang berasal dari hasil hutan kayu selama 3 tahun (2005-2007) apabila

digunakan harga jual rata-rata sebesar Rp 600.000/m3 adalah sebesar Rp.

153.276.000.000 (Rp 153 milyar). Nilai tersebut terlihat cukup tinggi, namun bila

didistribusikan kepada stakeholders akan sangat kecil diterima oleh masyarakat

sebagai pemilik hak ulayat dan pemerintah sebagai pemilik sumberdaya.

Kondisi Ekonomi Daerah Penelitian

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari laju pertumbuhan

Produk Domestik Bruto (PDRB). Total nilai barang dan jasa yang dihasilkan di

suatu wilayah yang telah dihilangkan unsur-unsur intermediate cost-nya dikenal

sebagai Produk Domestik Bruto (PDRB). PDRB yang diperoleh suatu wilayah

pada akhirnya akan berpotensi menjadi pendapatan wilayah.

Page 63: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

46

Sektor kehutanan merupakan salah satu sub-sektor pertanian menurut

klasifikasi PDRB yang digunakan BPS dan kantor statistik PBB. Berdasarkan

Tabel 3 terlihat bahwa kontribusi sub-sektor kehutanan pada pembentukan PDRB

Kabupaten Sarmi semakin meningkat antara tahun 2001 (Rp. 16,57 milyar)

sampai dengan tahun 2006 (Rp 55,9 milyar), suatu kenaikan sekitar 70,37%

selama 6 tahun atau rata-rata 31,53% tiap tahun. Hal ini mengindikasikan

Kabupaten Sarmi merupakan wilayah dengan aktifitas berbasis sumberdaya hutan.

Table 3 Kontribusi relatif sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Sarmiatas dasar harga konstan 2000 selama tahun 2001-2006 ( %)

2001 2002 2003 2004 2005 2006No Sektor Share

(%)Share(%)

Share(%)

Share(%)

Share(%)

Share(%)

1 Pertanian1.1. Tanaman Bahanmakanan 13,48 14,6 14,01 13,86 13,39 12,761.2. Tanamanperkebunan 4,20 5,2 4,95 4,80 4,67 4,581.3. Peternakan danhasilnya 0,89 0,76 0,72 0,68 0,64 0,611.4. Kehutanan 26,88 33,10 32,71 31,56 29,89 28,091.5. Perikanan 10,20 11,30 11,55 12,13 12,48 12,15

2Pertambangan danPenggalian 1,33 1,65 1,57 1,53 1,50 1,46

3 Industri Pengolahan 3,87 3,89 3,66 3,50 3,36 3,194 Listrik dan Air bersih 0,16 0,15 0,16 0,17 0,17 0,175 Bangunan 4,99 5,37 5,32 5,26 7,37 9,02

6Perdagangan, Hoteldan Restoran 9,48 10,65 10,20 9,85 9,56 9,18

7Pengangkutan danKomunikasi 6,20 7,69 8,27 8,61 8,83 9,22

8Keuangan, Persewaandan Jasa Perusahaan 1,85 2,44 2,38 2,43 2,43 3,80

9 Jasa-jasa 16,46 3,42 4,50 5,64 5,68 5,77Total 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS dan BP3D Kabupaten Sarmi, 2007 (diolah)

Page 64: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

HASIL DAN PEMBAHASAN

Risalah data Petak Ukur Permanen (PUP)

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

berasal dari IUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Papua. Luas

seri PUP secara keseluruhan adalah 24 hektar, namun yang digunakan dalam

penelitian ini hanya 12 hektar yang terdiri 3 buah PUP yaitu petak 4,5 dan 6 yang

tidak diberi perlakuan silvikultur. Luas petak pengamatan pada masing-masing

petak ukur adalah 100 m x 100 m (1 ha), yang terdiri dari 100 buah plot

pengamatan yang berukuran (jarak datar) 10 m x 10 m. PUP secara geografis

terletak pada 138042’ Bujur T imur dan 1055’ Lintang Selatan.

Data PUP di areal IUPHHK Bina Balantak Utama telah diukur sebanyak 5

kali sejak tahun 2001 –2005. Data yang diambil adalah jenis pohon, keliling

batang, tinggi pangkal tajuk, tinggi total pohon.

Deskripsi Struktur tegakan

Struktur tegakan hutan dalam wilayah konsesi IUPHHK PT. Bina Balantak

Utama dikaji melalui pendataan tegakan pada fase pertumbuhan tiang dan pohon.

Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap variasi perilaku individu

pohon dalam kelompok maka, hasil pendataan dikelompokan berdasarkan kelas

diameter dan kelompok jenis, yaitu kelompok jenis Dipterocarpaceae, Non

dipterocarpaceae dan Non komersil.

Dari sisi komposisi jenis, non dipterocarpaceae merupakan jenis yang

banyak ditemui di lokasi penelitian dengan jumlah jenis 39, diikuti oleh jenis non

komersil sebanyak 21 jenis dan dipterocarpaceae sebanyak 8 jenis. Beberapa

diantaranya seperti merbau (Intsia bijuga), matoa (Pometia spp.), kenari

(Canarium sp), nyatoh (Palaquium amboinense), dan resak (Vatica papuana),

kenanga (Cananga odorata), Dahu (Dracontomelum edule), medang (Litsea sp.),

dan pala hutan (Myristica spp.) (HPH PT.BBU 2001). Berdasarkan data pada

Lampiran 2 dan 3, kehadiran jenis-jenis pohon yang diamati baik pada areal

bekas tebangan maupun hutan primer didominasi oleh jenis-jenis pohon komersil

dari kelompok Non Dipterocarpaceae, yaitu 57.35% pada areal hutan primer, dan

68.08% untuk areal bekas tebangan. Sedangkan jenis non komersil sebesar

Page 65: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

48

30.88% untuk hutan primer dan 21.28% untuk hutan bekas tebangan. Jenis

Dipterocarpaceae masing-masing 11.76% untuk hutan primer dan 10.63% untuk

hutan bekas tebangan.

Selain perubahan struktur tegakan dinamika tegakan juga menggambarkan

perilaku tegakan, kemampuan regenerasi dan pertumbuhan individu pohon

penyusun tegakan terutama setelah adanya gangguan. Dinamika yang terjadi

dalam tegakan setiap periode waktu dapat diamati melalui tiga variabel utama

yaitu: ingrowth, upgrowth dan mortality. Ingrowth memberikan masukan materi

berupa jumlah pohon ke dalam kelas diameter terkecil, sehingga menambah

jumlah pohon dalam kelas diameter tersebut. Upgrowth menyebabkan keluarnya

jumlah pohon dalam kelas diameter yang bersangkutan, tetapi memberikan

masukan jumlah pohon bagi kelas diameter di atasnya. Sedangkan mortality

menyebabkan keluarnya materi (jumlah pohon) dari suatu kelas diameter,

sehingga akan mengurangi jumlah pohon dalam kelas diameter tersebut. Proses

keluar masuknya materi (jumlah pohon) antar kelas diameter menyebabkan

terjadinya dinamika tegakan.

Hasil analisis terhadap ketiga petak pengamatan di areal bekas tebangan

ditemukan 47 jenis pohon yang terdiri dari kelompok Dipterocarpaceae sebanyak

5 jenis pohon, Non-Dipterocarpaceae sebanyak 32 jenis pohon dan Non-Komersil

sebanyak 10 jenis pohon, seperti tertera pada Lampiran 2 dan 3.

Perhitungan Dinamika Tegakan

Riap rata-rata tahunan

Hasil perhitungan riap rata-rata tegakan berdasarkan kelompok jenis

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Riap rata-rata tegakan masing-masing kelompok jenis

Kelas Diameter (cm/tahun)KelompokJenis KD15 KD25 KD35 KD45 KD55 KD65 Rata-rataDipt 0.701 1.038 0.882 0.931 0.396 1.128 0.846NonDip 0.723 0.906 0.767 1.033 0.704 0.685 0.803Non-Kom 0.592 0.944 0.732 0.938 0.500 0.816 0.754Rata-rata 0.672 0.963 0.794 0.967 0.448 0.876 0.801

Sumber : IUPHHK PT. BBU (diolah)

Page 66: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

49

Rata-rata riap diameter tahunan tegakan dipterocarpaceae relatif sama

dengan jenis non dipterocarpaceae yakni sebesar 0.846 cm/tahun dan 0.803

cm/tahun, namun berbeda dengan riap tahunan non komersil yakni sebesar 0.754

cm/tahun. Rata-rata diameter ini lebih besar pada pohon-pohon yang memiliki

diameter 40-50 cm (riap rata-rata 0.967 cm/tahun) bahkan jenis dipterocarp pada

kelas diameter 65 cm riap dapat mencapai 1.128 cm/tahun (Tabel 4). Hal ini

menunjukan kompetisi dalam tegakan setelah penebangan lebih didominasi oleh

pohon-pohon berdiameter besar yang terutama jenis komersil.

Laju ingrowth¸ upgrowth dan mortality

State variable awal dalam model struktur tegakan ini berupa jumlah pohon

kelas diameter (Phn_D15), sehingga ingrowth didefenisikan sebagai jumlah tiang

yang masuk ke dalam Phn_D15. Ingrowth dinyatakan dalam proporsi yang

disimbolkan dengan inrate. Data yang tersedia berupa data sampai lima tahun

pengukuran sehingga inrate yang digunakan merupakan rata-rata dari kelima

tahun pengukuran tersebut. Berikut disajikan hasil perhitungan dari masing-

masing kelompok jenis.

Tabel 5 Nilai inrate dari masing-masing kelompok jenis

Inrate dari 5 Tahun Pengukuran (%)KelompokJenis 2001/2002 2002/2003 2003/2004 2004/2005 Inrate

rata-rataDipterocarp 0.2667 0.0278 0.1143 0.1667 0.1439Non-Dipterocarp 0.0117 0.04938 0.05194 0.0694 0.1456

Non Komersil 0.0508 0.0167 0.0476 0.0045 0.0299Sumber : IUPHHK PT. BBU (diolah)

Upgrowth didefenisikan sebagai besarnya tambahan jumlah pohon per

hektar per tahun pada kelas diameter atau fase pertumbuhan tertentu yang berasal

dari kelas diameter yang lebih kecil. Perpindahan ke tingkat pertumbuhan di

atasnya berarti juga pengurangan kerapatan pada tingkat pertumbuhan

sebelumnya yang ditinggalkan. Upgrowth untuk kelompok dipterocarpaceae naik

dari kelas diameter 25 cm (0.1038) dan mulai menurun sampai kelas diameter 55

cm sebesar 0.0396. Untuk kelompok non dipterocarpaceae terjadi kenaikan

upgrowth dari kelas diameter 15 cm (0.0723) sampai kelas diameter 45 cm

Page 67: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

50

(0.1033) dan mengalami penurunan kembali pada kelas diameter 55 cm (0.0704).

Kelompok jenis non komersil mengalami kenaikan upgrowth dari kelas diameter

15 cm (0.0592) sampai 0.0938 pada kelas diameter 45 cm, dan menurun di kelas

diemeter 55 cm (0.0500). Secara keseluruhan kelompok dipterocarpaceae

menunjukan pertumbuhan lebih besar dibandingkan kelompok non dipterocarp

dan non komersil, karena upgrowth menunjukan kapasitas pertumbuhan dari

kelompok jenis tertentu yang sesuai dengan perilaku riapnya.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian pada PUP HPH PT.Somalindo

Lestari Jaya II Kabupaten Sarmi terdapat pola perilaku pertumbuhan yang sama

dimana pada kelas diameter 20-29 cm pertumbuhan dipterocar 0.1528 dan

menurun sampai 0.0643 pada kelas diameter 50-59 cm kemudian naik dan

menjadi stabil pada kelas diameter 60 cm (0.0844). (Anonimous 2001). Hasil

perhitungan besarnya laju upgrowth pada masing-masing kelas diameter menurut

jenis terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Laju upgrowth pada IUPHHK PT. Bina Balantak Utama.

Kelompok Jenis (%)Laju upgrowth

(Kelas diameter) Dipterocarp Non-Dipterocarp Non-Komersil

Phn_D15 0.0701 0.0723 0.0592Phn_D25 0.1038 0.0906 0.0944

Phn_D35 0.0882 0.0767 0.0732

Phn_D45 0.0932 0.1033 0.0938

Phn_D55 0.0396 0.0704 0.0500

Sumber : IUPHHK PT. BBU (diolah)

Besarnya upgrowth berbanding terbalik dengan luas bidang dasar tegakan,

sehingga laju upgrowth akan semakin rendah jika luas bidang dasar tegakan

semakin tinggi. Hal ini dapat dihubungkan dengan besarnya riap, dimana salah

satu faktor yang turut mempengaruhi besarnya riap adalah kompetisi antar

individu dalam tegakan (Ong dan Kleine 1996).

Mortality adalah laju kematian dari pohon-pohon dalam tegakan yang

umumnya dinyatakan dengan persen per tahun. Laju mortality alami mempunyai

hubungan positif dengan luas bidang dasar tegakan, dimana kerapatan yang tinggi

Page 68: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

51

menyebabkan kompetisi yang tinggi sehingga akan terjadi kematian alami yang

semakin tinggi pula. Besarnya mortality alami disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Laju Mortality pada IUPHHK PT. Bina Balantak Utama

Proporsi kematian alami tiap Kelas Diameter (%)Kelas Diameter

(Phn_D)Dipterocarp Non Dipterocarp Non-Komersil

Phn_D15 0.0058 0.0320 0.0893Phn_D25 0.1535 0.1768 0.0873Phn_D35 0.6025 0.0864 0.1148Phn_D45 0.1786 0.5542 0.2447Phn_D55 0.1695 0.2737 0.1750Phn_D65 0.0290 0.0893 0.0624

Sumber : IUPHHK PT. BBU (diolah)

Proporsi kematian untuk semua kelompok jenis dipterocarp paling besar

terjadi pada kelas diameter 35 cm, namun untuk kelompok non dipterocapr dan

non komersil pada kelas diameter 45 cm, selanjutnya pada kelas diameter 65 cm

mengalami penurunan dan menjadi stabil. Dengan demikian besar kecilnya

diameter tidak mempengaruhi laju mortalitas. Hal ini sejalan dengan pendapat

Carey et al (1987) yang diacu dalam Favrichon (1998) bahwa antara diameter

dengan kematian pohon di hutan campuran tidak diperoleh hubungan yang

signifikan.

Pembangunan Model Pengaturan Hasil Hutan

Identifikasi Isu, Tujuan dan batasan

Pengelolaan hutan di Papua (Provinsi Papua) sudah berjalan kurang lebih

tiga dekade dan kini mengarah pada pengelolaan hutan bekas tebangan. Dengan

tujuan mengejar laju pertumbuhan ekonomi pemerintah telah memberikan ijin hak

pengusahaan hutan kepada kurang lebih 54 perusahaan untuk mengelola hutan

Papua yang luasnya kira-kira mencapai 31 juta hektar. Namun pemerintah

maupun masyarakat yang memiliki sumberdaya hutan tidak mendapatkan manfaat

yang optimal. Kebijakan-kebijakan baru pengelolaan hutan diharapkan mampu

meningkatkan penerimaan daerah dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, yang tentunya tanpa mengabaikan aspek-aspek pengelolaan yang

Page 69: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

52

lestari. Salah satu bentuk pengelolaan hutan yang lestari adalah pengaturan hasil

hutan melalui penentuan jatah tebang tahunan.

Metode pengaturan hasil yang selama ini digunakan untuk menetapkan jatah

tebang tahunan (AAC) lebih bersifat umum untuk semua kondisi hutan, sehingga

hampir dipraktekan di sebagian besar HPH. Sementara kondisi spesifik setiap

HPH tidak selalu sama baik aspek klimatis maupun edafis, sehingga diperlukan

pengaturan hasil (kayu) yang sesuai dengan site setempat. Untuk memahami

kondisi spesifik penelitian ini dibatasi skala pengamatannya hanya pada IUPHHK

PT. Bina Balantak Utama(BBU) Kabupaten Sarmi.

PT. BBU telah melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu di wilayah

administrasi Kabupaten Sarmi selama 17 tahun (3 RKL), dimana RKL I dan II

dikontribusikan bagi pembangunan di Kabupaten Jayapura yang dulunya

merupakan kabupaten induk bagi Sarmi. Dan sejak tahun 2001 (RKL III) hasil

kayu mulai menjadi sumber pendapatan daerah bagi Kabupaten Sarmi.

Penetapan jatah produksi tahunan yang ditetapkan pemerintah saat ini

berfluktuatif sesuai site spesifik yang dijabarkan dalam Usulan Rencana Karya

Tahunan (URKT) perusahaan yang telah ditetapkan menjadi RKT sebagaimana

terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas Blok RKT, Volume Produksi dan Jumlah Batang selama II RKLpada IUPHHK PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Papua

RKT Luas Blok RKT(Ha) Volume Produksi (m3) Jumlah Batang

2001 6.879 11.936,78 2.6152002 6.789 13.169,24 2.3522003 6.745 24.652,22 4.7052004 4.100 22.705,57 1.5792005 3.967 5.085,00 13.5692006 6.998 122.857 30.2602007 6.990 122.716 30.2662008 6.840 120.083 29.5772009 6.858 120.399 29.6552010 6.922 121.523 29.932

Jumlah 63.088 685.127 174.510Rata-rata 6.309 68.513 17.451

Sumber : IUPHHK PT. BBU, 2008

Rata-rata areal berhutan yang dieksploitasi pada setiap RKT seluas 6.309 ha,

dengan rata-rata volume produksi per tahun sebesar 68.513 m3 atau 10,86

Page 70: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

53

m3/ha(Tabel 8). Potensi ini sangat sangat rendah bila dibandingkan dengan rata-

rata volume pohon produksi dari sejumlah HPH di Papua yang mencapai 33,11

m3/ha (Rachman 2003). Berdasarkan data citra satelit liputan tahun 1999 luas

areal berhutan IUPHHK PT. BBU sebesar 215.249 hektar. Apabila penetapan

AAC berdasarkan etat luas dengan siklus 35 tahun (Siklus konvensional), maka

luas maksimum yang harus dieksploitasi agar hutan tetap lestari adalah 6.150

hektar per tahun. Artinya terdapat selisih sekitar 159 hektar per tahun antara rata-

rata luasan aktual (Tabel 8) yang sudah dieksploitasi selama 2 RKL dengan

keadaan hutan berdasarkan analisis citra. Implikasinya pada akhir siklus,

perusahaan harus melakukan moratorium untuk memulihkan kondisi tegakan

mendekati kondisi awal. Dengan siklus tebang 35 tahun seperti yang diatur dalam

sistem TPTI, hutan yang dikelola IUPHHK PT. BBU masih menyisahkan kurang

lebih 3 RKL lagi untuk memasuki siklus tebang kedua yang mengarah pada

pengelolaan hutan bekas tebangan.

Intensitas penebangan yang digunakan selama kegiatan pengusahaan hutan

berkisar antara 60 –100 % tergantung kondisi topografi pada masing-masing

petak tebang, namun dalam penelitian ini digunakan intensitas 80%.

Model analisis sistem yang dibangun bertujuan mencari alternatif

pengaturan hasil hutan tidak seumur pada unit manajemen hutan (IUPHHK) yang

lestari secara ekologi dan ekonomi serta memberikan kontribusi terhadap ekonomi

daerah.

Formulasi Model Konseptual

Model konseptual yang dikembangkan dideskripsi melalui diagram causal

loop. Jumlah pohon dalam tegakan dipengaruhi oleh jumlah pohon ingrowth,

upgrowth, mortality, efek tebangan dan illegal logging. Ingrowth memberikan

masukan materi (jumlah pohon) dalam kelas diameter terkecil (Phn_D15),

sehingga menambah jumlah pohon pada kelas diameter terkecil. Jumlah

mortality, efek tebangan dan illegal logging akan mengakibatkan pengurangan

jumlah pohon dalam tegakan di setiap kelas diameter. Namun dalam penelitian

illegal logging tidak diperhitungkan sebagai bentuk ganguan hutan dalam

perhitungan model, sehingga diasumsikan tidak terjadi illegal logging. Sedangkan

Page 71: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

54

jumlah pohon upgrowth akan mengakibatkan penambahan jumlah pohon kelas

diameter 25 cm sampai kelas diameter 65 cm. Hubungan antara ingrowth dan

jumlah pohon dalam tegakan merupakan hubungan positif artinya semakin besar

jumlah ingrowth, maka jumlah pohon dalam tegakan akan semakin bertambah.

Sedangkan hubungan antara jumlah pohon dalam tegakan dengan mortality, dan

efek tebangan adalah hubungan yang negatif. Semakin tinggi jumlah mortality

dan efek tebangan akan mengakibatkan penurunan jumlah pohon dalam tegakan

yang cukup besar. Penebangan dilakukan hampir pada semua kelas diameter,

dengan intensitas yang berbeda berdasarkan pada skenario yang dikembangkan.

Penebangan yang dilakukan terhadap pohon masak tebang (Phn_D55 dan

Phn_D65) bertujuan untuk mendapatkan kayu-kayu produksi yang akan dijual

perusahaan sehingga memberikan manfaat ekonomi. Hubungan antara jumlah

pohon dengan volume berbanding lurus, dimana semakin tinggi jumlah pohon

maka volume juga semakin bertambah. Guna mendapatkan kayu-kayu komersil

perusahaan melakukan kegiatan pemanenan dengan jumlah biaya tertentu.

Hubungan biaya dan volume juga berbanding lurus yaitu dengan semakin

tingginya biaya maka volume kayu yang diproduksi akan semakin tinggi pula.

Jumlah pohon dalam tegakan juga berperan dalam menghitung biomassa

tegakan. Biomassa tegakan berperan terhadap siklus karbon dalam hutan,

sehingga dapat dipergunakan untuk menentukan kandungan karbon. Variabel ini

dipergunakan untuk menentukan mekanisme perdagangan karbon melalui skema

Reduce Emission from Degradation and Deforestation (REDD).

Besarnya volume kayu yang diproduksi memberikan manfaat ganda baik

untuk pertumbuhan ekonomi daerah, maupun untuk kepentingan perusahaan dan

rakyat pemilik hak ulayat. Setiap volume kayu yang dipanen perusahaan

berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan dan tambahan pendapatan

masyarakat pemilik hak ulayat. Apabila perusahaan melakukan moratorium maka

masyarakat akan kehilangan tambahan pendapatan (Trade off). Masyarakat

pemilik hak ulayat juga dapat menggunakan hak miliknya untuk menebang kayu

dalam wilayah konsesi sehigga dapat menjadi sumber pendapatan tersendiri.

Hubungan di antara komponen tersebut merupakan hubungan positif yang saling

mengikat antara satu dengan yang lainya. Tingginya penerimaan perusahaan yang

Page 72: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

55

tercermin dari tingginya penjualan akan memperbesar penerimaan pemerintah dan

penerimaan masyarakat. Hubungan antara semua komponen penyusun model

disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram causal loop antara komponen dalam model

Merepresentasikan Model Konseptual

Sub Model Dinamika Struktur Tegakan

Dinamika Tegakan

Model dinamika tegakan dalam penelitian ini menggunakan jumlah pohon

masing-masing kelompok jenis dalam setiap kelas diameter sebagai state variable.

Aliran materi dalam setiap model diasumsikan bersifat seri. Artinya setiap model

akan melalui kelas-kelas diameter secara berurutan, tidak ada pohon yang

melewati lebih dari satu kelas diameter sekaligus. Hal ini mengikuti asumsi TPTI

yang menyatakan riap rata-rata tahunan sebesar 1 cm, sedangkan lebar kelas

untuk model dinamika tegakan ini sebesar 10 cm, sehingga sangat tidak mungkin

terdapat pohon yang melewati dua atau tiga kelas diameter sekaligus dalam satu

tahun.

Aliran materi dalam model dinamika ini dimulai dari pohon kelas diameter

terkecil (Phn_D15). Penelitian ini hanya berfokus pada dinamika pohon sehingga

semai, pancang dan tiang tidak dimasukan dalam ruang lingkup sistem. Struktur

kuantitatif umum dari model ini dalam format struktur model berdasarkan waktu.

Unit satuan dasar simulasi yang digunakan adalah tahun.

Page 73: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

56

Kematian pohon dalam suatu kelas diameter direpresentasikan oleh flow

mortality dengan dua buah variabel auxilary yakni kematian secara alami

(Morate) dan kematian akibat penebangan (Efek tebang). Kematian akibat

penebangan akan meningkat sesaat setelah penebangan dan menurun pada tahun-

tahun berikutnya. Sedangkan kematian alami dipengaruhi oleh luas bidang dasar

tegakan dimana kematian pohon meningkat dengan semakin rapatnya luas bidang

dasar tegakan. Pada kelas diameter 50-59 cm dan 60 cm keatas terdapat kegiatan

penebangan dan merupakan faktor yang mengurangi jumlah pohon dari statenya.

Karena kegiatan penebangan dilakukan hanya pada saat memasuki siklus tebang,

maka diperlukan state tahun dan besarnya penebangan yang dilakukan akan

ditentukan oleh persen tebang. Persen tebang inilah yang nantinya akan diubah-

ubah dalam kegiatan simulasi untuk menentukan besarnya penebangan yang

sustainable.

Besarnya ingrowth dinyatakan dalam bentuk laju (inrate) dari jumlah pohon

yang masuk ke kelas diameter terkecil dan besarnya inrate tersebut dipengaruhi

oleh luas bidang dasar (BA). Laju ingrowth suatu jenis akan semakin tinggi

dengan semakin banyaknya jumlah pohon, tetapi lajunya (rate) akan semakin

menurun dengan meningkatnya luas bidang dasar.

Seperti halnya ingrowth dan upgrowth, laju kematian alami juga merupakan

fungsi luas bidang dasar tegakan. Laju kematian alami tegakan merupakan laju

kematian alami individu pohon dalam suatu kelas diameter. Kematian alami

berbanding lurus dengan luas bidang dasar tegakan sehingga peluang kematian

individu pohon akan semakin tinggi dengan semakin besarnya luas bidang dasar

tegakan atau semakin rapatnya tegakan.

Besarnya ingrowth dan upgrowth ditentukan oleh kelajuannya, secara

matematis dapat dinyatakan dalam persamaan (Aswandi 2005) :

Inrate = f (BA)

Ingrowth = inrate * jumlah pohon kelas diameter terkecil

uprate = f (BA)

Upgrowth = Uprate * Phn_Di

Morate = f (BA)

Page 74: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

57

Mort = (Phn*Efek_Tebang)+ (Phn*morate)

Dimana : inrate = laju ingrowth, laju upg = laju upgrowth, phn_Di = jumlahpohon pada kelas diameter ke-i, BA = Luas bidang dasar tegakan

Berdasarkan data Elias (1998) sebagai ilustrasi digambarkan hubungan

antara laju parameter pertumbuhan terhadap luas bidang dasar tegakan (BA)

kelompok jenis dipterocarpaceae seperti pada Gambar 6.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6 Hubungan luas bidang dasar tegakan (BA) terhadap parameterpertumbuhan. Hubungan terhadap (a) laju ingrowth(inrate)kelompok jenis dipterocarpaceae, (b) upgrowth, (c) mortalitas alamitegakan, (d) mortalitas akibat penebangan

Laju mortality akibat penebangan (efek tebang) dipengaruhi oleh besarnya

intensitas penebangan (N/Ha) dan teknologi yang digunakan dalam melakukan

kegiatan logging, dimana peluang individu pohon yang mati akan semakin tinggi

pada intensitas penebangan yang tinggi. Dengan asumsi bahwa sistem pemanenan

yang sama akan meningkatkan kerusakan yang tidak jauh berbeda, data efek

tebang yang dipakai dalam penelitian ini adalah data penelitian Elias (1998)

disebabkan terbatasnya penelitian mengenai hal ini di lokasi penelitian.

Page 75: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

58

Hubungan antara mortalitas tegakan akibat penebangan dengan intensitas

penebangan secara matematis dinyatakan dalam persamaan :

Efek tebang = f(Tot tebang)

Mort = efek tebang *Phn

dimana : Ef tebang = laju kematian akibat penebangan, Tot tebang = jumlahpohon ditebang, Mort = kematian pohon akibat penebangan, dan Phn =jumlah pohon pada kelas diameter ke -i

Besarnya kerusakan tegakan tinggal berdasarkan intensitas penebangan

adalah sebagai berikut :

Tabel 9 Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan

PlotPermanen

IntensitasPenebangan(pohon/ha)

Kerusakan pohon(Pohon/ha)

Efek Tebang(%)

1 2 58 9,392 6 146 21,133 17 259 35,43

Sumber : Elias(1998)

Kematian tegakan masih tetap tinggi pada beberapa tahun setelah kegiatan

penebangan akibat perubahan penutupan lahan dan iklim mikro. Pada saat

penebangan kematian tegakan lebih banyak terjadi pada pohon-pohon dengan

diameter kecil dan akan menurun untuk pohon dengan diameter lebih besar.

Anonimous (1997) melaporkan hasil penelitian bahwa di Papua tingkat kerusakan

akibat pembalakan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal (pohon inti) antara 5-

40%, tiang dan pancang antara 10-33% dan semai antara 3-17 %.

Sub model dinamika tegakan hutan dapat memberikan gambaran mengenai

tebangan yang dilaksanakan tiap tahun atau setiap siklus tebangan berdasarkan

intensitas penebangan dan jeda tebang yang ditetapkan. Penebangan dilakukan

terhadap pohon dipterocarp dan non dipterocarp setelah memasuki kelas diameter

55 cm dan 65 cm. Untuk melihat pengaruh penebangan yang dilakukan

masyarakat lokal terhadap struktur tegakan dilakukan penebangan pada kelas

diameter 45 cm dengan intesitas yang lebih rendah dan frekuensi tebangan yang

relatif tinggi. Hubungan antar masing-masing komponen tegakan dipterocarp,

tegakan non dipterocarp dan tegakan non komersil serta berbagai unsur

Page 76: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

59

dinamikanya disajikan pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 7 Representasi model dinamika tegakan dipterocarpaceae

Gambar 8 Representasi model tegakan non dipterocarpaceae

Page 77: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

60

Gambar 9 Representasi model dinamika tegakan non komersil

Sub Model Pengembalian Ekonomi

Model pengembalian ekonomi dibuat untuk memberikan gambaran

ekonomis dari hutan. Setelah diketahui berbagai alternatif intensitas penebangan

dan siklus tebangan yang lestari dari model dinamika struktur tegakan, maka

model tersebut digunakan untuk menghitung potensi ekonomis dari masing-

masing preskripsi. Model ini terdiri dari dua sub model yaitu : sub model biaya

produksi dan sub model pengembalian ekonomi seperti disajikan pada Gambar

12, sedangkan sub model biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Model pengembalian ekonomi merupakan bentuk lain dari metode analisis

ekonomi yang biasa dilakukan secara matematis untuk menghitung nilai harapan

lahan (LEV), Net Present Value (NPV), rasio manfaat biaya (BCR), dan Internal

Rate of Return (IRR). Unsur-unsur dari setiap kriteria ekonomi ini dipengaruhi

oleh dua variabel auxilary yaitu penerimaan perusahaan dan biaya total dan

driving variable berupa tingkat suku bunga (interest), discount factor dan

compounding factor.

Page 78: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

61

Manfaat yang berasal dari total penerimaan perusahaan merupakan hasil

penerimaan dipterocarpaceae (fluktuatif harga D x volume dipterocarpaceae) dan

non dipterocarpaceae (fluktuatif harga ND x volume non dipterocarpaceae). Biaya

(Cost) terdiri dari biaya perencanaan hutan (PAK, ITSP, PWH), biaya pemanenan

hutan (penebangan kayu, TPK, penyaradan), biaya pembinaan hutan (perapihan,

ITT, pengayaan,pemeliharaan tanaman pengayaan, pengadaan bibit), biaya

tahunan (administrasi dan umum, biaya pemasaran, pembuatan pemeliharaan

jalan, inventaris mess, PMDH, perlindungan hutan dan sungai, penyusutan) dan

kewajiban terhadap negara (PSDH, DR, IIUPHHK), PBB dan PPh. Secara jelas

komponen dan persamaan model dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 10 Representasi model pengembalian ekonomi

Biaya produksi kayu dipengaruhi oleh jumlah produksi kayu yang dipanen

(Vol pohon produksi), biaya produksi per hektar dan luas areal yang dipanen

(Luas RKT).

Harga merupakan variabel yang sangat mempengaruhi besarnya penerimaan,

dalam model ini komponen harga menjadi salah satu pertimbangan penting dalam

pengaturan hasil. Model ini juga berusaha menggambarkan fenomena kenaikan

dan fluktuasi harga kayu yang sulit diramalkan (uncertainty).

Page 79: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

62

Apabila diprediksikan setiap tahun terjadi kenaikan harga kayu secara linear

dengan gradien kenaikan rata-rata 10%. Kenaikan harga kayu berfluktuasi antara

5-15%. Berdasarkan asumsi di atas, maka harga dinyatakan sebagai berikut :

Xt = X0 ± X

dimana :Xt = harga kayu tahun ke-t, X0 = harga kayu saat ini, X = kisaran

perubahan harga

Perubahan harga dari tahun ke tahun tidaklah sama, karena nilainya

dipengaruhi oleh fluktuasi harga dan tahun berjalan. Kisaran perubahan harga

tersebut dinyatakan dalam rumus :

X = Fluktuasi harga* X0*t

= (5%-15%)/2* X0*t

dimana : X0 = harga kayu saat ini, X = kisaran perubahan harga, t = selang

waktu perhitungan

Untuk memprediksi harga pada tahun-tahun berikutnya, diasumsikan harga

tersebut naik secara linear dengan proporsi kenaikan sebesar 10%. Berdasarkan

hal diatas, maka harga rata-rata dari perubahan harga setiap tahunnya,

digambarkan sebagai fungsi linear dengan gradien kenaikan kurva 10%. Harga

rata-rata dirumuskan sebagai berikut :

Y = f (X0,t)

Y = X0 + 0.1 * t

dimana : y = harga rata-rata, X0 = harga kayu saat ini, t = selisih tahun

perhitungan

Model ini tidak dilakukan validasi seperti halnya model dinamika hutan,

karena hubungan-hubungan fungsional antar komponen terjadi secara matematis

sederhana. Besarnya biaya-biaya merupakan laporan dari data keuangan IUPHHK

PT. Bina Balantak Utama pada tahun 2006 dari areal seluas 6.840 ha.

Page 80: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

63

Sub Model Pengaturan Hasil

Sub model ini menggambarkan berbagai pilihan pengaturan hasil hutan kayu

dengan mengatur berbagai auxilary seperti intensitas penebangan, lamanya siklus

tebang, limit diameter penebangan dan lain-lain sesuai dengan tujuan analisis.

Tipe pengaturan hasil yang digunakan adalah pengaturan hasil berdasarkan siklus

tebang. Teknik ini dilakukan dengan menyusun beberapa skenario siklus tebang

dan intensitas tertentu, dan berdasarkan siklus tebang tersebut dipilih berbagai

intensitas penebangan yang memberikan kelestarian hasil dalam jangka panjang.

Siklus tebang yang diujikan adalah siklus tebang 30 tahun, 35 tahun dan 40

tahun. Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh rentang yang ekonomis dengan

tetap mempertahankan kelestarian produksi.

Intensitas penebangan pada tipe pengaturan hasil berdasarkan siklus tebang

dipengaruhi oleh driving variable siklus tebang (siklus teb), state variable

hitungan tahun tebang (tahun), dengan berbagai driving variable proporsi

penebangan pada setiap kelompok jenis dan kelas diameter. Siklus tebang

merupakan konstanta yang nilainya tertentu. Jika waktu sama dengan siklus

tebang maka penebangan dilakukan dengan proporsi 80%.

Sub Model Penerimaan Masyarakat Adat

Sub model ini menjelaskan keuntungan masyarakat adat yang diperoleh

sebagai kompensasi terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan yang berada di

wilayah kepemilikannya, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun non

perusahaan (pribadi dan kelompok). Sub model ini memiliki keterkaitan dengan

model dinamika tegakan dan pengaturan hasil. Auxilary variable penerimaan dari

kompensasi (Penerimaan kompensasi) dan pendapatan dari penebangan kayu

milik masyarakat adat (pendapatan pemilik kayu) merupakan akumulasi dari

selisih antara penerimaan dari penjualan kayu dan biaya-biaya pengolahan

(investasi, biaya angkutan, biaya pengolahan, dan rata-rata biaya pikul).

Penerimaan kompensasi merupakan jumlah total penerimaan masyarakat

setiap kali terjadi pembayaran dari pihak perusahaan yang dipengaruhi oleh

beberapa auxilary variabel yaitu volume produksi, rata-rata volume produksi per

Page 81: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

64

jenis kayu (merbau, non merbau dan kayu indah), serta standar kompensasi

masing-masing jenis. Sedangkan auxilary variable pendapatan tebang milik

dipengaruhi oleh volume produksi, harga kayu lokal, dan biaya total. Pendapatan

tebang milik adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan kayu yang

ditebang dari lokasi yang diklaim sebagai milik masyarakat adat, dengan distribusi

kepada pemilik kayu dan penebang kayu masing-masing sebesar 20% dan 80%.

Gambar 11 Representasi model penerimaan masyarakat adat

Sub Model Reduce Emission from Deforestation and Degradation (REDD)

Sub model REDD dibuat untuk menganalisis keadaan finansial pengelolaan

hutan oleh IUPHHK PT. BBU apabila dialihkan untuk tujuan penyerapan karbon.

Pendapatan REDD adalah selisih pemasukan karbon dengan pengeluaran REDD.

Pemasukan REDD didapat dari penjualan jasa penyerapan karbon dalam satuan

ton (ton C) per hektar.

Harga karbon dalam perdagangan karbon sangat bervariasi. Pada awal

sistem perdagangan dan pertukaran karbon, nilai kredit pengurangan emisi karbon

berkisar antara US$2,5 sampai US$5 (Niles, John O et al. 2002). Nilai yang

Page 82: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

65

dipakai dalam penelitian ini adalah US$5, dengan nilai tukar rupiah diasumsikan

Rp 9.500.

Pengeluaran REDD adalah biaya yang dikeluarkan dalam skema REDD

yaitu : biaya transaksi. Biaya transaksi merupakan biaya yang dikeluarkan dalam

proses untuk mendapatkan sertifikasi pengurangan emisi (Certified Emission

Reductions-CERs), hingga proses pencarian lembaga atau negara yang akan

bekerja sama dalam jual beli sertifikasi tersebut. Besarnya biaya transaksi per ton

karbon (ton C) dalam beberapa proyek diuraikan dalam transaction costs of forest

carbon projects berkisar antara US$0,57 sampai US$2,96 (Milne 2002). Dalam

penelitian ini biaya transaksi yang digunakan sebesar US$3/ton C atau Rp

27.500/ton C.

Gambar 12 Representase Model REDD

Berdasarkan metode stock – difference kemudian dilakukan estimasi

terhadap perubahan stok karbon (Carbon Stock) pada periode awal dan periode

akhir. Data stock karbon periode awal diestimasi berdasarkan data dari hutan

primer, sedangkan stok karbon pada periode akhir diestimasi dari data Petak ukur

Permanen (PUP). Selisih Jumlah karbon yang dihasilkan pada kondisi base line

dan jumlah karbon setelah ada perlakuan pengurangan persen tebangan dari 80%

menjadi 20% merupakan jumlah karbon yang dapat diikutkan dalam skema

REDD.

Page 83: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

66

Gambar 13 BAU dan Baseline kredit (Adaptasi dari Angelsen 2008)

Evaluasi Model

Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model

Evaluasi model dalam penelitian ini hanya dilakukan terhadap sub model

dinamika tegakan hutan yaitu dengan membandingkan struktur tegakan nyata

dengan struktur tegakan hasil simulasi pada awal pengukuran. Struktur tegakan

hutan hasil simulasi diperoleh melalui pembuatan model persamaan hubungan

antara jumlah pohon di setiap kelas diameter (Phn_D) dengan ingrowth,

upgrowth, mortality, efek tebang, dengan bidang dasar tegakan. Jumlah pohon

masing-masing kelas diameter pada awal simulasi didasarkan atas data potensi

tegakan dari petak ukur permanen yang diukur selama lima tahun (2001-2005).

Kewajaran dan kelogisan sub model tegakan dilihat dari taksiran jumlah pohon

pada masing-masing kelas diameter, jumlah pohon pada kondisi tidak ada

gangguan dan penebangan.

Luas bidang dasar mempengaruhi pertumbuhan diameter pohon sehingga

terjadi peningkatan diameter sampai kondisi tertentu pada tahun-tahun awal

setelah penebangan, kemudian akan mengalami stagnasi mendekati kondisi

klimaks (tegakan primer). Hal ini dikarenakan pada tahun-tahun awal setelah

penebangan terdapat ruang yang terbuka sehingga tegakan tinggal tumbuh lebih

cepat dan jumlah ingrowth meningkat. Selanjuntya ruang mulai terisi dan dibatasi

oleh daya dukung lingkungan sehingga ingrowth dan mortality cenderung

Page 84: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

67

seimbang. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Volin dan

Buongiorno (1996) yang menyatakan bahwa apabila diproyeksikan untuk jangka

waktu yang cukup lama, maka akan terjadi osilasi dan amplitudo yang cenderung

berkurang mendekati kestabilan. Kewajaran model secara grafis ditunjukan oleh

pola pertumbuhan biologis yang sigmoid (logistik) yang diharapkan dapat

dipenuhi di dalam model ini dengan adanya kapasitas maksimum pertumbuhan.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 14 Proyeksi dinamika tegakan jangka panjang Diameter 20 cm(a) struktur tegakan dipterocarpaceae, (b) struktur tegakan nondipterocarpaceae,(c) struktur tegakan non komersil, (d) luas bidangdasar tegakan seluruh kelompok jenis

Keterangan : PhnD25 (jumlah pohon diterocarp kelas diameter 25), PhnD35 (jumlah pohondipterocarp kelas diameter 33), PhnD45 (jumlah pohon dipterocarp kelas diameter45),PhnD55(jumlah pohon dipterocarp kelas diameter 55), PhnD65(jumlah pohondipterocarp kelas diameter 65 up), BAtot (luas bidang dasar total), BAD (luas bidangdasar dipterocarp). BA ND(luas bidang dasar non dipterocarp), BA NK (luas bidangdasar non komersil)

Jenis dipterocarpacea dan non dipterocapaceae pada simulasi 70 tahun mulai

mengalami perlambatan laju pertumbuhan sekitar tahun ke 47- 48 dan mulai

Page 85: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

68

mencapai kondisi relatif stabil (steady state) dengan kerapatan tegakan diameter

20 cm sebanyak 145 - 257 btg/ha. Pada jenis non komersil laju pertumbuhan

melambat sekitar tahun ke 2 dan relatif stabil mulai tahun 17 dengan kerapatan

tegakan diameter 20 cm sebanyak 17–32 btg/ha. Kondisi ini menggambarkan

bahwa keadaan pertumbuhan tegakan bekas tebangan yang dibiarkan tumbuh

tanpa gangguan akan memulihkan diri mencapai kondisi klimak walaupun tidak

sepenuhnya sesuai dengan kondisi primernya. Keadaan pertumbuhan luas bidang

dasar yang konstan memberikan indikasi bahwa komposisi struktur tegakan tidak

berubah seiring dengan dinamika waktu.

Evaluasi keterandalan model divalidasi secara empiris dengan

membandingkan hasil pendugaan model dengan data aktual di PT. BBU, seperti

pada Gambar 15.

(a) (b)

(c)

Gambar 15 Perbandingan struktur tegakan hasil pengamatan dengan simulasisetelah 5 tahun menurut kelompok jenis : (a) Dipterocarpaceae,(b) Non dipterocarpaceae, (c) Non komersil

Secara umum hasil pendugaan (simulasi) tidak berbeda nyata dari hasil

pengamatan lapangan (aktual). Hal ini dibuktikan dengan uji statistik chi square

yang menunjukan bahwa hasil simulasi model dinamika struktur tegakan pada

0

10

20

30

40

KD15 KD25 KD35 KD45 KD55 KD65+

Diametr (cm)

Jum

lah

poho

npe

rha

Aktual Simulasi

0

2

4

6

8

10

12

14

16

KD15 KD25 KD35 KD45 KD55 KD65 +

Diameter (cm)

Jum

lah

poho

npe

rha

Aktual Simulasi

0

5

10

15

20

25

KD15 KD25 KD35 KD45 KD55 KD65 +

Diameter (cm)

Jum

lah

poho

npe

rha

Aktual Simulasi

Page 86: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

69

tahun ke-5 tidak berbeda secara nyata dengan kondisi aktual pada selang

kepercayaan 95%.

Berdasarkan statistik uji chi square diperoleh nilai 2 hitung sebesar 12,98,

jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai 2 tabel yaitu sebesar 27,59 pada

derajat bebas 17 dan taraf nyata 5%. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan

model simulasi dinamika struktur tegakan cukup handal, lebih mendekati kondisi

aktual.

Data seluruh jenis hutan primer digunakan untuk menduga struktur hutan

primer rata-rata seluruh areal, diperoleh model eksponensial yaitu : Y = 396,31

exp(-6,25), dimana R2 = 0.8316 dan p =0.003. Hasil pendugaan tegakan dengan

model ini dianggap menggambarkan kondisi klimaks yang dapat dicapai di areal

ini, atau menggambarkan hutan primer rata-rata pada awal masa pengelolaan

hutan alam produksi di areal ini. Sedangkan untuk areal bekas tebangan diperoleh

model Y = 70,5 exp(-1,4) dan p = 0,004 R2 = 0. 82. Pendugaan struktur tegakan

hutan alam primer dan bekas tebangan seperti ditunjukan pada Gambar 16.

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

KD15 KD25 KD35 KD45 KD55 KD65 up

Kelas diameter (cm)

kera

pata

nte

gaka

n(b

tg/h

a)

Hutan Bekas tebangan Hutan primer

Gambar 16 Struktur tegakan hutan di areal penelitian

Mengevaluasi Hubungan Perilaku Model dengan Pola yang Diharapkan

Evaluasi terhadap hubungan perilaku model agar diperoleh suatu pola

tertentu yang diharapkan sering disebut evaluasi sensivitas model. Sensivitas

model merupakan tahapan kegiatan untuk melihat kewajaran suatu model yang

akan digunakan apabila dilakukan perubahan pada salah satu variabel secara

Page 87: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

70

ekstrim (Grant et al. 1997). Sensivitas juga dilakukan karena adanya

ketidakpastian dalam memperkirakan arus kas di masa datang.

Sensivitas model dilakukan terhadap nilai-nilai pengembalian ekonomi yaitu

Net Present Value (NPV), Land Expectation Value (LEV), Benefit Cost Ratio

(BCR) dan Internal Rate of Return (IRR) serta penerimaan kompensasi apabila

parameter suku bunga, harga kayu, dan standar kompensasi dirubah. Evaluasi ini

dilakukan dengan mengubah suku bunga sebesar 9%, 14%, 19%, dan 24%. IRR

ditentukan dengan cara try and error untuk menentukan besarnya NPV sebesar

nol. Sedangkan pada auxilary variable penerimaan kompensasi dilakukan

perubahan pada besarnya standar kompensasi.

Perubahan harga

Hasil simulasi pengembalian ekonomi pada berbagai perubahan harga

disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil simulasi pengembalian ekonomi pada berbagai perubahan harga

Perubahan Harga (Rp x 1000)Siklustebang Kriteria -10% 0% 10% 20%

NPV(Rp/ha/th) 2.959,50 32.097,48 61.235,46 90.373,45

LEV(Rp/ha/th) 27.867,26 56.322,45 84.777,64 113.232,83

BCR 1,33 1,47 1,62 1,76

30

IRR (%) 16 19 23 28NPV

(Rp/ha/th) 24.768 58.311,38 91.854,75 125.398,13

LEV(Rp/ha/th) 57.064,86 90.171,93 123.279.00 156.386.00

BCR 1,23 1,36 1,50 1,6335

IRR (%) 16 19 23 28

NPV(Rp/ha/th) 6.199 33.714 61.232 88.748

LEV(Rp/ha/th) 88.861,69 126.622,34 164.382,99 202.143,64

BCR 1,28 1,48 1,56 1,7040

IRR (%) 16 19 23 28

Berdasarkan hasil simulasi NPV dan LEV pada siklus tebang 20 tahun

memberikan hasil negatif pada saat harga turun 10% dan pada saat harga 0%

(kondisi saat ini). Apabila harga dinaikan pada level 10% maka NPV akan

merespons dengan nilai yang positif. Sedangan LEV memberikan tanggapan yang

Page 88: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

71

negatif setiap terjadi perubahan harga sampai pada level 20%. Hal ini

menunjukan ketidaklayakan siklus tebang 20 tahun sebagai alternatif yang baik.

NPV dan LEV memberikan hasil yang positif dan rasio manfaat biaya yang

lebih besar dari 1 pada siklus tebang, 30, 35 dan 40 tahun. Artinya masing-masing

preskripsi penebangan memenuhi kriteria kelayakan ekonomis. Kriteria NPV dan

LEV memberikan korelasi positif dengan siklus tebang, yang terlihat dari makin

meningkatnya nilai NPV dan LEV setiap kenaikan siklus tebang. Berkurangnya

harga kayu menurunkan nilai lahan dan NPV, sehingga dapat mengurangi insentif

untuk melakukan pengelolaan hutan secara berkelanjutan demikian sebaliknya

(Darusman 2002).

Rata-rata naik atau turunya harga kayu pada setiap siklus tebang

mempengaruhi NPV sebesar RP 3.765.000 per hektar per tahun dan nilai lahan

(LEV) sebesar Rp 17.507.000 per hektar per tahun. Sebagai ilustrasi hubungan

siklus tebang, perubahan harga dan nilai harapan lahan disajikan pada pada

Gambar 17.

0

200,000,000

400,000,000

600,000,000

800,000,000

1,000,000,000

1,200,000,000

1,400,000,000

10 15 20 25 30 35 40 45

Siklus Tebang (tahun)

LE

V(R

p/H

a)

10

15

20

25

Perubahan Harga (% )

Gambar 17 Nilai harapan lahan pada berbagai siklus tebang dan harga

Perubahan harga kayu mempengaruhi perubahan preskripsi pilihan

penebangan yang lestari. Berdasarkan teori permintaan kondisi ini menunjukan

bahwa permintaan pasar kayu bulat semakin meningkat. Hal ini didukung oleh

fakta sejak tahun 2001 produksi kayu bulat mengalami peningkatan dan secara

perlahan mengalami penurunan pada tahun 2004 sampai 2005 (Gambar 18).

Page 89: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

72

11936.78

21856.08

26521.08

22850.01

16366.86 16117.57

36309.54

05000

10000150002000025000300003500040000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun Produksi

Jum

lah

Pro

duks

i(m

3)

Produksi Kayu

Gambar 18 Produksi kayu bulat IUPHHK PT. BBU tahun 2001-2007

Penurunan produksi pada tahun 2004-2005 diduga akibat adanya aktivitas

Kopermas yang mendapat Ijin Pemanfaatan Kayu Masyarakat Adat (IPKMA).

Aktivitas Kopermas memasuki areal konsesi sehingga perusahaan terpaksa

bermitra dengan masyarakat untuk menebang kayu di wilayah konsesi.

Keterlibatan IUPHHK dengan bermitra bersama masyarakat selain target profit

juga untuk mengamankan kayu yang berada di wilayah konsesi dari para

penunggang bebas (free rider) yang memanfaatkan kelemahan masyarakat adat.

Kebijakan pemerintah daerah melarang penjualan kayu dalam bentuk log

ke luar Papua merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi harga

penjualan kayu bulat ke depan. Berdasarkan peraturan bersama Gubernur Provinsi

Papua dan Papua Barat No. 163 dan 16 tahun 2007, tentang peredaran hasil hutan

bahwa kayu log hanya dijual untuk kebutuhan lokal Papua atau di jual ke luar

dalam bentuk kayu setengah jadi. Kebijakan tersebut mempengaruhi keadaan

finansial perusahaan, yang terlihat dari adanya keterlambatan pembayaran upah

karyawan. Pemerintah juga memberikan kuota 5% untuk penjualan kayu lokal,

namun sampai saat ini IUPHHK belum merealisasikan target tersebut karena

harga jual yang jauh lebih rendah. Disisi lain masyarakat lebih senang

memanfaatkan kayu hasil perburuan yang dibeli oleh para rent seeking dari

masyarakat pemilik ulayat karena harga jual yang jauh lebih rendah dari harga

kayu perusahaan.

Perubahan Suku Bunga

Pemanfaatan sumberdaya hutan merupakan proses pengambilan keputusan

Page 90: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

73

yang bersifat intertemporal. Salah satu yang dilakukan untuk hal tersebut adalah

melalui proses discounting dengan penentuan discount rate yang tepat.

Berdasarkan discount rate tersebut dilakukan analisis sensivitas terhadap

perubahan suku bunga untuk menentukan preskripsi penebangan optimal. Hasil

simulasi menunjukan bahwa NPV, LEV, dan BCR memberikan hasil yang positif.

Perubahan suku bunga menyebabkan menurunnya rata-rata NPV sebesar Rp

63.174.467 per hektar per tahun dan rata-rata LEV sebesar Rp 19.912.487 per

hektar tahun (Lampiran 5).

Tabel 11 Perubahan suku bunga terhadap NPV, LEV, dan BCR

Perubahan Suku Bunga (%)Siklustebang Kriteria 9 14 19 24

NPV(Rp/ha/th

)32.097 (3.834) (18.825) (25.195)

LEV(Rp/ha/th

)16.638 78.869 113.225 135.991

30

BCR 1,47 1,20 1,02 0,91NPV

(Rp/ha/th)

58.311 5.490 (15.165) (23.654)

LEV(Rp/ha/th

)44.732 111.531 150.798 176.60635

BCR 1,60 1,24 1,04 0.92

NPV(Rp/ha/th

)84,400.45 13,835.14 (12,113.20) (22,423.52)

LEV(Rp/ha/th

)75.639 149.355 191.510 218.749

40

BCR 1,71 1,28 1,05 0.92

BCR lebih besar dari 1 menunjukan efektivitas biaya dimana setiap

investasi sebesar Rp 1.000 menghasilkan rata-rata manfaat sebesar Rp 1.660.

Sedangkan IRR sebesar 17% menunjukan return yang akan diterima lebih besar

dari Social Opportunity Cost Capital (suku bunga tetap 9%), jadi walaupun suku

bunga bank mencapai 17%, pemanfaatan hutan oleh pemegang konsesi masih

layak dilakukan. Sebagai ilustrasi diperlihatkan besarnya perbedaan nilai suku

bunga yang menghasilkan NPV sebesar nol pada siklus 35 tahun (Gambar 18).

Page 91: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

74

Dari gambar terlihat NPV makin berkurang terus menerus sejalan dengan makin

bertambahnya tingkat suku bunga (Buongiorno dan Gilless 2003).

-500,000.00

0.00

500,000.00

1,000,000.00

1,500,000.00

2,000,000.00

2,500,000.00

9 10 11 12 13 14 15 17

Suku bunga (%/tahun)

NPV

(Rp/

Ha/

thn)

Gambar 19 NPV pada berbagai suku bunga pada siklus tebang 35 tahun

Perubahan Standar Kompensasi Masyarakat Adat

Biaya kompensasi merupakan biaya pengganti menurunya kualitas hutan

dan hilangnya akses masyarakat terhadap hutan akibat eksploitasi pengusahaan

hutan atas kayu yang dipungut termasuk tanah untuk jalan angkutan, base camp,

bahan material penimbunan jalan, TPK dan logpond/loading point. Besarnya

pembayaran kompensasi tergantung pada standar kompensasi yang ditetapkan

pemerintah dan volume kayu yang tercatat dalam laporan hasil produksi (LHP)

perusahaan. Hasil analisis sensivitas terhadap perubahan variabel standar

kompensasi (Gambar 19) menunjukan bahwa setiap terjadi perubahan standar

kompensasi rata-rata penerimaan masyarakat naik sebesar Rp 298.442 per meter

kubik. Kenaikan penerimaan kompensasi sangat dipengaruhi oleh perubahan

struktur tegakan pada setiap siklus tebang. Hal ini menunjukan bahwa

ketersediaan sumberdaya hutan sangat menentukan tingkat penerimaan

kompensasi masyarakat. Keadaan ini akan sangat berbeda dengan kompensasi

yang diterima masyarakat pemilik kayu dalam hal besarnya jumlah uang yang

diterima. Dimana masyarakat pemilik kayu yang menerima kompensasi dari para

penebang kayu (pemburu kayu) mendapat cash money yang relatif lebih besar.

Sementara penerima kompensasi dari IUPHHK sifatnya insidentil karena

Page 92: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

75

tergantung pada aktivitas produksi perusahaan. Walau demikian, dilihat dari

kontinuitas, penerimaan kompensasi perusahaan akan memberikan tambahan

pendapatan yang terus meningkat dari waktu ke waktu sesuai siklus tebang dan

tindakan manajemen yang dilakukan. Sedangkan pendapatan pemilik kayu akan

semakin berkurang karena tidak adanya kegiatan manajemen dan perilaku para

penungang bebas (free rider). Sebagai ilutrasi hubungan antara pengaruh

perubahan standar kompensasi terhadap penerimaan kompensasi dapat dilihat

pada Gambar 20.

Gambar 20 Penerimaan kompensasi pada kondisi terjadi perubahan standarkompensasi yaitu 0% (1), 20%(2), 40(%) dan 60%

Penggunaan Model

Model yang telah dibuat digunakan dalam membuat skenario-skenario

pengaturan hasil hutan. Skenario 1 merupakan base line atau simulasi dasar.

Skenario 1 : Tanpa intervensi. Simulasi tegakan tanpa intervensi dimaksudkan

untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat produktifitas tegakan, dengan

mengasumsikan bahwa tidak ada perlakuan dan gangguan terhadap tegakan. Hasil

simulasi untuk 70 tahun dari simulasi model terlihat pada gambar dan tabel

berikut :

Page 93: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

76

Gambar 21 Hasil simulasi 70 tahun kondisi masak tebang jenisDipterocarpaceae non dipterocarpaceae, dan non komersil

Tabel 12 Jumlah pohon masak tebang berdasarkan hasil simulasi tanpapenebangan

Masak tebang (N/Ha)Tahun

Dipterocarpaceae Nondipterocarpaceae

NonKomersil Total

0 3 6 6 155 3 7 6 16

10 4 8 7 1920 6 11 10 2725 7 13 12 3230 8 14 14 3735 10 16 15 4140 11 18 17 4670 19 25 18 62

Tabel 12 memperlihatkan jumlah pohon masak tebang sebanyak 62

pohon/ha yang berasal dari kelompok dipterocarp 19 pohon/ha dan non

dipterocarp 25 pohon/ha serta non komersil 18 pohon/ha. Distribusi jenis pohon

masak tebang komersil sebanyak 70,79%, sisanya (29,03%) terdiri dari pohon non

komersil. Kondisi ini diharapkan akan dicapai pada saat siklus tebang berikut

setelah mendapat perlakuan-perlakuan tertentu. Pohon masak tebang

didefenisikan sebagai pohon dengan diameter lebih dari 50 cm dan dibagi atas

kelas diameter 55 cm dan 65 cm. Pembagian kelas diameter dilakukan dalam

rangka diversifikasi produk. Berdasarkan tabel terlihat juga bahwa jumlah pohon

masak tebang sebelum penebangan (tahun 0) sebanyak 15 pohon/ha, jumlah ini

sama dengan potensi rata-rata tegakan per hektar pada HPH PT. Somalindo

Page 94: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

77

Lestari Jaya yaitu 14,9 pohon/hektar dengan rata-rata volume 54,7 m3/ha

(Rachman 2003).

Skenario 2: Skenario Siklus Tebang

Skenario ini dibangun dalam rangka melihat pengaruh siklus tebang yang

berbeda terhadap jumlah yang ditebang dan perannya dalam memberikan

kontribusi terhadap penerimaan masyarakat adat dan pemerintah daerah. Panjang

siklus tebang yang diujikan adalah siklus 30 tahun, 35 tahun dan 40 tahun dengan

intensitas penebangan sebesar 80% untuk kelompok jenis dipterocarp dan non

dipterocarp. Penebangan dilakukan terhadap seluruh jenis komersil yaitu jenis

dipterocarpaceae dan non dipterocarpaceae yang berdiameter 50 cm ke atas.

Berikut disajikan gambar hasil simulasi skenario.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 22 Proyeksi jumlah pohon masak tebang (a), siklus 30 tahun (b),siklus 35 tahun (c), Siklus 40 tahun, (d) Semua siklus

Proyeksi rata-rata jumlah pohon masak tebang terlihat cukup stabil pada

kedua kelompok jenis. Keadaan ini memberikan indikasi bahwa rentang jeda antar

penebangan mampu memulihkan kondisi tegakan dan memberikan hasil yang

lestari (Gambar 22).

Page 95: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

78

Walaupun demikian kelompok dipterocarpaceae pada Phn_D65 pada semua

siklus tebang memberikan respon yang berbeda dengan terjadinya penurunan

jumlah penebangan. Tegakan pada keadaan ini mengalami pemulihan yang

lambat karena intensifnya kegiatan penebangan yang dilakukan terutama jenis

Intsia bijuga (merbau). Karena merbau merupakan jenis kayu yang menjadi

target utama dalam kegiatan logging di Papua dan mendominasi struktur tegakan

hutan primer dengan persentase kehadiran sebesar 40,72% (Lampiran 2).

Berdasarkan laporan hasil produksi juga diketahui bahwa jumlah pohon merbau

yang ditebang setiap RKT oleh IUPHHK PT. BBU mencapai 60%. Selain itu

dipengaruhi juga oleh intensitas penebangan yang lebih tinggi yakni 80% pada

masing-masing jenis. Artinya sebelum penebangan telah dilakukan seleksi

terhadap jenis dan ukuran diameter tebang berdasarkan ketentuan TPTI yaitu 50

cm up, sehingga terlihat bahwa pohon-pohon pada kelas diameter diatas 50 cm

mengalami pemulihan yang lambat.

Apabila ukuran kelestarian ditinjau dari ukuran fisik berupa volume dan

jumlah penebangan pohon masak tebang, maka penebangan dengan sistem tebang

pilih pada seluruh preskripsi memenuhi prinsip kelestarian hasil. Hal ini sejalan

dengan besarnya nilai koefisien kelestarian hasil (kkh) yang merupakan

perbandingan jumlah volume per penebangan dengan penebangan siklus

sebelumnya sebagaimana terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Preskripsi intensitas penebangan, jumlah pohon yang ditebang, volumedan koefisien kelestarian hasil pada simulasi pengaturan hasil

No Preskripsi Siklustebang

Jumlahpenebangan

(N/Ha)

Volumepenebangan

(m3/ha)

Koefisienkelestarian

hasil

1Intensitas 80% dari diameter 50cm up dan 60 cm Up. Tebang30 tahun

III

23,1538,35

43,39111,48 2,57

2Intensitas 80% dari diameter 50cm up dan 60 cm Up. Tebang35 tahun

III

26,4841,44 49,49

124,85 2,53

3Intensitas 80% dari diameter 50cm up dan 60 cm Up. Tebang40 tahun

III 29,90

44,3355,51135,69 2,44

Page 96: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

79

Skenario siklus tebang secara ekonomi menunjukan bahwa nilai NPV, LEV

dan BCR pada setiap siklus mengalami peningkatan yang signifikan dan

berkorelasi positif. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing preskripsi

memenuhi kriteria kelayakan secara ekonomi (Tabel 14). Volume yang

dihasilkan berdasarkan simulasi sangat sensitif terhadap faktor-faktor

ingrowth¸upgrowth dan mortalitas karena simulasi sangat bergantung pada

kualitas data diinput yang digunakan. Input data harus merupakan

menggambarkan representatif untuk kondisi areal tertentu (Susanty dan Sardjono

sehingga menyebabkan adanya perbedaan antara volume per hektar hasil simulasi

dan data laporan produksi (Tabel 8). Berdasarkan hasil simulasi, rata-rata volume

penebangan jenis komersil pada siklus tebang pertama berkisar antara 43-55

m3/ha. Hasil ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan potensi rata-rata 19

HPH di Papua yang mencapai 33,11 m3/ha (Rachman 2003).

Pada siklus 30, 35 dan 40 tahun setiap kenaikan jeda tebang akan

memperbesar nilai pengembalian ekonomi rata-rata sebesar Rp 1.871.969 per

hektar per tahun untuk NPV dan LEV sebesar Rp 1.679.922 per hektar per tahun.

Besarnya nilai harapan lahan menunjukan kualitas lahan dan nilai tegakan yang

berdiri pada lahan tersebut.

Tabel 14 Hasil simulasi nilai NPV, LEV, BCR, dan IRR pada berbagaipreskripsi penebangan dengan suku bunga 9%

Siklus Tebang (tahun)Keterangan

30 35 40

NPV (Rp/ha/thn) 3.533.084 1.661.116 736.371LEV (Rp/ha/thn) 3.021.820 1.350.898 554.595BCR 1,47 1,60 1,71IRR (%) 14% 15% 17%

Simulasi juga memperlihatkan bahwa IRR makin meningkat dengan

bertambahnya siklus tebang (Hanon dan Ruth 1997). Artinya bahwa pada siklus

tebang 30, 35 dan 40 tahun kenaikan suku bunga dari 9% sampai 17% tetap

memberikan keuntungan yang layak bagi IUPHHK dalam menjalankan usaha

pemanfaatan kayu dari hutan alam produksi di Kabupaten Sarmi.

Page 97: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

80

Nilai manfaat hutan yang dimiliki oleh perusahaan yang tercermin dari

kriteria ekonomi (NPV, LEV, BCR, IRR) jauh lebih tinggi bila dibandingkan

dengan penerimaan masyarakat adat. Selain perusahaan, penerimaan dari

manfaat hutan diterima oleh pemerintah dalam bentuk royalti, fee dan restribusi.

Masyarakat hanya menerima kompensasi sebagai tambahan pendapatan yang di

luar kegiatan usaha tani. Perbedaan penerimaan kompensasi mayarakat ini

dipengaruhi oleh besarnya standar kompensasi yang ditetapkan pemerintah terlalu

kecil. Standar kompensasi untuk jenis merbau (Intsia ) sebesar Rp 50.000 per

meter kubik, kayu non merbau Rp 10.000 per meter kubik dan kayu indah Rp

100.000 per meter kubik dengan proporsi yang berbeda untuk setiap jenis

kepemilikan (SK Gubernur Papua No 184 Tahun 2004). Proyeksi penerimaan

kompensasi masyarakat adat dan pemerintah daerah pada berbagai siklus tebang

disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Proyeksi Penerimaan Pemerintah dan masyarakat pada berbagai siklustebang

Siklus tebang(tahun)

Tebangke

Penerimaan masyarakatadat (Rp/tahun)

Penerimaan Daerah*(Rp/tahun)

1 603.576.024 1.976.001.83730 2 1.550.796.125 4.830.326.3981 504.747.118 2.296.209.47635 2 1.276.080.751 5.805.181.655

40 1 434.359.863 2.745.804.3922 1.061.790.466 7.054.924.392

Keterangan * tanpa diskon faktor

Penerimaan masyarakat dan pemerintah daerah berbanding lurus dengan

siklus tebang, dimana setiap kenaikan siklus tebang akan berdampak pada

kenaikan penerimaan kompensasi dan penerimaan daerah. Setiap terjadi

pertambahan siklus tebang penerimaan masyarakat dan pemerintah daerah

mengalami kenaikan sekitar 16,37%. Hal ini menunjukan bahwa secara ekonomi

siklus tebang 40 tahun memberikan nilai manfaat yang besar terhadap masyarakat

dan pemerintah daerah.

Kompensasi yang diterima masyarakat bersifat insidentil tergantung pada

kegiatan produksi perusahaan. Distribusi penerimaan masyarakat adat lebih

Page 98: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

81

banyak dimiliki oleh pemilik kayu (65%) sedangkan sisanya terdistribusi bagi

pemilik hak ulayat atas loading point, jalan, logyard, base camp, material dan

pembinaan. Rata-rata dalam satu tahun dilakukan pembayaran dua kali dengan

nilai yang bervariasi tergantung pada volume kayu yang dimiliki masing-masing

marga.

Apabila penerimaan tersebut didistribusikan kepada setiap masyarakat maka

nilai tersebut sangat kecil. Rendahnya penerimaan kompensasi masyarakat ini

diduga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kegiatan perburuan kayu

oleh para rent seeking yang memanfaatkan kelemahan masyarakat lokal pemilik

kayu untuk membeli kayu dengan harga yang murah. Akibatnya wilayah konsesi

IUPHHK PT.BBU secara bebas dapat dimasuki oleh para penunggang bebas (free

rider) yang berasal dari berbagai kelompok dan starata masyarakat.

Skenario 3: Perburuan Kayu

Skenario ini menggambarkan kondisi perburuan kayu pasca kegiatan

IUPHHK yaitu pada areal bekas tebangan dan besarnya penerimaan yang

diperoleh masyarakat pemilik hak ulayat dari kegiatan penebangan yang

dilakukan pada hutan yang diklaim sebagai milik adat. Pada skenario ini

penebangan dilakukan tidak mengikuti siklus tebang, tetapi dilakukan sesuai

kebutuhan dengan frekuensi yang tinggi dan intensitas penebangan 40% serta

tidak terdapat satupun pertimbangan manajemen seperti jangka waktu antar

penebangan (siklus tebang) dan limit diameter.

Perburuan kayu memanfaatkan areal-areal yang merupakan hak milik

komunal dan kebanyakan tumpang tindih dengan wilayah konsesi, sehingga

terjadi pemanfaatan bersama terhadap sumberdaya kayu. Fakta ini mencirikan

hutan sebagai common pool resources yang memiliki sifat substracability atau

rivalness (Ostrom 1990). Sudah menjadi fenomena yang umum di Papua dimana

sebagian besar hutan diklaim sebagai hutan adat (communal property). Jika

property rigth tidak diberlakukan, dalam arti tidak adanya aturan tentang siapa

yang dapat memanfaatkan sumberdaya dan bagaimana sumberdaya dimanfaatkan

maka, hutan berada dalam situasi rejim open access.

Praktek perburuan kayu masyarakat dilakukan dalam dua bentuk yaitu

Page 99: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

82

menunggu tegakan tinggal dari aktivitas perusahaan dan menebang bersamaan

dengan kegiatan IUPHHK. Beberapa penyebab dari aktivitas tersebut adalah

desakan kebutuhan cash money (uang tunai), hak masyarakat hukum adat,

pengangguran di pedesaan, serta perilaku hidup konsumtif.

Proyeksi penebangan per hektar pohon kelompok diterocarpaceae tanpa

pengaturan hasil ini selama 70 tahun dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23 Proyeksi penebangan setiap pohon masak tebang skenarioperburuan kayu

Penebangan pohon diameter 40 cm ke atas dilakukan dengan frekuensi yang

lebih tinggi dan dengan intensitas yang lebih rendah (1-3 pohon per ha)

dibandingkan dengan sistem TPTI. Tingginya frekuensi penebangan ini

mengakibatkan tegakan tinggal mengalami kolaps, kemudian bertumbuh lagi dan

menjadi stabil. Dengan demikian jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan

penebangan ulang di lokasi yang sama semakin panjang.

Secara ekonomi penerimaan mayarakat dari kegiatan perburuan kayu pada

tahun-tahun awal menunjukan nilai penerimaan yang besar. Penerimaan tersebut

didistribusikan kepada pemilik kayu sebesar 20% dan 80% untuk pemilik faktor

produksi (penebang).

Walaupun kondisi tegakan masih menghasilkan pohon-pohon berukuran 40

cm ke atas (pohon inti) namun dalam jangka panjang akan terus menurun

sehingga menyisahkan tegakan yang sangat sedikit (1%) dari kondisi tegakan

Page 100: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

83

yang ada pada awal pengukuran. Hal ini memberi gambaran bahwa telah terjadi

over eksploitasi karena ”double AAC”. Tingginya jumlah pohon dan volume pada

tahun-tahun awal disebabkan oleh sisa tegakan yang tidak dipanen (pohon inti)

pada kegiatan penebangan sebelumnya. Namun setelah penebangan dilakukan

terhadap pohon-pohon inti, maka jumlah pohon dalam tegakan semakin

berkurang, sehingga tidak layak untuk dilakukan penebangan pada siklus

berikutnya.

Kegiatan perburuan kayu oleh masyarakat dilakukan dengan cara :

masyarakat menunjukan beberapa jenis kayu pada wilayah yang diklaim sebagai

milik ulayat untuk ditebang oleh pemilik faktor produksi (modal, dan alat) dan

setelah kayu-kayu tersebut dijual hasilnya dibagi, dimana pemilik kayu mendapat

20% dan pemilik faktor produksi (penebang kayu) mendapat 80%. Dengan harga

kayu olahan di Kabupaten Sarmi yang berkisar antara Rp 1.300.000 –Rp 1.500

000 per meter kubik dengan total biaya pengolahan dan penjualan sebesar Rp

337.500 para penebang kayu (pemburu kayu) memiliki profit yang sangat besar.

Demikian halnya dengan pemilik kayu, untuk jangka waktu yang relatif singkat

pemilik kayu mendapat keuntungan yang cukup besar, namun kondisi tersebut

tidak bertahan lama karena sumberdaya kayu telah mengalami pengurangan dalam

jumlah yang besar dan bahkan melebihi batas resiliensi (Gambar 24).

Penerimaan penebang kayu dan pemilik kayu mengalami penurunan secara

drastis karena kegiatan penebangan yang dilakukan secara intensif dalam rentang

waktu yang terlalu dekat. Akibatnya penerimaan masyarakat pemilik kayu

menjadi berkurang dan tidak menutup kemungkinan suatu saat akan habis.

Sementara penebang kayu, walaupun penerimaannya makin berkurang, tetapi

dapat memanfaatkan sumberdaya kayu di tempat lain (rent seeking) karena

menguasai faktor-faktor produksi.

Page 101: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

84

Gambar 24 Keadaan Penerimaan masyarakat pemilik hak ulayat dan penebangkayu pada siklus tebang 35 tahun

Skenario 4 : Reduce Emission from Deforestation and Degradation (REDD)

Sub model REDD merupakan sub model yang dikembangkan dalam rangka

komparasi terhadap skenario siklus tebang dan pelaksanaannya dikerjakan oleh

masyarakat adat, sehingga skema pembayarannya diterima oleh masyarakat dan

pemerintah. Simulasi dilakukan dengan penebangan sebesar 20%, sedangkan

sisanya 80% dicadangkan sebagai penyerap karbon.

Dengan kebijakan pemerintah Papua yang menyediakan 15% kawasan hutan

untuk penyerapan karbon, diharapkan bahwa upaya tersebut dapat memberikan

kontribusi yang berarti terhadap perbaikan tingkat pendapatan karena mekanisme

perdagangan karbon yang sedang dicanangkan. Proyeksi penerimaan REDD

apabila hutan dibiarkan tanpa penebangan untuk masing-masing siklus dengan

intensitas 20% dilihat pada Gambar 25.

Page 102: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

85

Gambar 25 Proyeksi penerimaan REDD

Proyeksi penerimaan REDD didistribusikan 30% kepada pemerintah pusat

untuk kegiatan pemberdayaan dan 70% sebagai tambahan pendapatan masyarakat

sebagai pemilik hak ulayat (Tabel 16).

Tabel 16 Proyeksi distribusi manfaat REDD bagi masyarakat dan pemerintah

DistribusiSiklustebang

NPV REDD (Rp/tonC) Masyarakat*

(Rp/ton C)Pemerintah*(Rp/ton C)

30 1.963.300 1.374.310 588.99035 1.684.622 1.179.235 505.38640 1.475.042 1.032.529 442.513

Keterangan : * Masyarakat 70% dan Pemerintah 30%

Komparasi Skenario

Setiap skenario memberikan hasil yang berbeda terhadap besarnya

penerimaan masyarakat adat dan pemerintah daerah pada areal IUPHHK PT.

BBU baik dari sisi NPV perusahaan, penerimaan masyarakat adat maupun

penerimaan pemerintah. Skenario siklus tebang 30 tahun memberikan NPV

tertinggi (Tabel 17). Hal ini menunjukan bahwa skenario siklus tebang masih

merupakan pilihan yang terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya hutan untuk saat

ini. Skenario yang menghasilkan NPV terkecil adalah usaha penjualan karbon

melalui mekanisme pengurangan degradasi hutan. Rendahnya penerimaan yang

diperoleh malalui skenario REDD ini disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk

usaha lebih tinggi bila dibandingkan dengan penerimaan dari penjualan jasa

pengurangan emisi karbon. Harga karbon yang layak untuk diusahakan dalam

penelitian adalah US$2,5 bila harga kurang, maka NPV yang dihasilkan akan

bernilai negatif dan B/C ratio akan kurang dari 1, sehingga tidak feasible.

Page 103: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

86

Tabel 17 Komparasi Skenario

SkenarioJangkatebang(thn)

NPVPerusahaan

(Rp/thn)

Penerimaanmasyarakat adat

(Rp/tahun)

PenerimaanPemerintah

Daerah(Rp/thn)**

30 24.134.496.804 603.576.024 2.745.811.110

35 11.347.083.396 504.747.118 2.296.209.476Siklustebang

40 5.030.150.301 434.359.863 1.976.001.837

30 - 142.372.886 -

35 - 83.378.424 -Perburuankayu

40 - 51.588.040 -

30 120.742.950 84.520.065 36.222.88535 103.604.130 72.522.891 31.081.239

REDD(Rp/ton C)

40 90.715165 63.500.615 27.214.549Keterangan : *Asumsi Masyarakat adat 70% pemerintah 30% dari NPV; **tanpadiskon faktor

Kontribusi terhadap ekonomi daerah

Kontribusi terhadap pendapatan daerah mengacu pada besarnya setoran

kepada pemerintah dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80%

untuk pemerintah daerah serta tambahan pendapatan bagi masyarakat adat.

Kontribusi dikomparasi berdasarkan data aktual dan hasil simulasi terhadap dana

bagi hasil sumberdaya alam. Hasil simulasi merupakan nilai penerimaan yang

berasal dari dana bagi hasil 32% yang menjadi hak bagi daerah penghasil.

Kontribusi yang diberikan berdasarkan skenario siklus tebang sangatlah

kecil hanya 0,56% terhadap penerimaan pemerintah daerah (Tabel 18).

Penerimaan tersebut berasal dari Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH), dana

reboisasi (DR), serta pajak-pajak. Kontribusi tersebut berpeluang untuk terus

meningkat karena belum termasuk sub-sektor industri pengolahan hasil hutan

primer yang nantinya harus dibuka oleh setiap pemegang IUPHHK di Papua, hal

ini terkait dengan kebijakan pemerintah Papua yang melarang penjualan log ke

luar Papua dan mewajibkan setiap HPH/IUPHHK untuk membangun industri

primer.

Page 104: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

87

Tabel 18 Kontribusi penerimaan sektor kehutanan dari PT.BBU terhadap Rata-rata Penerimaan Daerah Kabupaten Sarmi berdasarkan skenario siklustebang

Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi

TahunPenerimaan

daerah (Aktual)(Rp/tahun)

Penerimaan SektorKehutanan dari PT.BBU

(Simulasi) (Rp/tahun)

Kontribusi terhadapRata-rata PAD (%)

2005 354.876.971.000 2.745.811.110 (1) 0,662006 363.489.990.000 2.296.209.476 (2) 0,552007 528.804.000.000 1.976.001.837(3) 0,48Rata-rata 415.723.653.667 2.339.343.560 0,56

Keterangan : (1)= penerimaan pada siklus tebang 30 tahun, (2) siklus 35, (3)siklus 40

Tabel 19 Kontribusi penerimaan sektor kehutanan dari PT.BBU terhadap Rata-rata Penerimaan Daerah Kabupaten Sarmi berdasarkan skenario REDD

Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi

TahunPenerimaan

daerah (Aktual)(Rp/tahun)

Penerimaan REDD(Simulasi) (Rp/ton C)

Kontribusi terhadapRata-rata PAD (%)

2005 354.876.971.000 36.222.885 (1) 0.0092006 363.489.990.000 31.081.239 (2) 0.0072007 528.804.000.000 27.214.549 (3) 0.007Rata-rata 415.723.653.667 31.506.224 0.008

Keterangan : (1)= penerimaan pada siklus tebang 30 tahun, (2) siklus 35, (3) siklus 40

Disisi lain apabila pemerintah dan masyarakat terlibat dalam skema

perdagangan karbon melalui REDD, maka kontribusi yang dapat diberikan

terhadap rata-rata penerimaan daerah hanya sebesar 0.008% terhadap penerimaan

daerah Kabupaten Sarmi (Tabel 19). Walaupun kontribusi yang diberikan relatif

kecil namun skema yang ditawarkan perlu menjadi pertimbangan.

Kontribusi pengaturan hasil tidak hanya mengakomodir kepentingan

penerimaan pemerintah, tetapi penerimaan masyarakat adat juga disimulasikan

dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukan adanya peningkatan jumlah

penerimaan kompensasi pada setiap siklus tebang dengan kontribusi rata-rata

sebesar 47,91% (Tabel 20).

Page 105: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

88

Tabel 20 Kontribusi penerimaan kompensasi masyarakat adat berdasarkan hasilsimulasi dan aktual

Penerimaan Kompensasi Masyarakat

TahunPenerimaan dari

PT. BBU (Aktual)(Rp/thn)

Penerimaankompensasi

Masyarakat *(Simulasi) (Rp/thn)

Rata-rataKontribusi (%)

8.129.890.723 (1)76,63

4.227.616.792 (2)55,062008 1.900.000.000**

2.159.944.992 (3)12,03

Rata-rata 1.900.000.000 47,91

Keterangan : *Diskon faktor 9%, (1)= penerimaan pada siklus tebang 30 tahun,(2) siklus 35, (3) siklus 40, ** Pembayaran kompensasi pada MasyarakatDistrik Pantai Barat tahun 2008

Walaupun jumlah kompensasi yang diterima terlihat cukup besar, namun

nilai tersebut relatif kecil apabila didistribusikan kepada penduduk/ kepala

keluarga yang berada pada wilayah tersebut yakni Rp 617.848/ KK/tahun atau Rp

51.457/kk/bulan.

Implikasi Kebijakan dari Simulasi

Pilihan siklus tebang berkaitan erat dengan kontribusi terhadap tambahan

penerimaan masyarakat adat dari kompensasi hak ulayat dan penerimaan

pemerintah. Walaupun masyarakat dan pemerintah memperoleh nilai tambah

akibat aktivitas pemanfaatan kayu, namun bagi perusahan hal tersebut merupakan

biaya sehingga mempengaruhi kinerja finansial perusahaan. Hal ini dapat

dijadikan instrumen ekonomi sehingga HPH akan lebih termotivasi untuk

mengelola hutan yang berada dalam wilayah konsesi secara profesional dan

efisien dengan tetap berpegang pada aspek kelestarian produksi, ekonomi dan

lingkungan.

Kontribusi yang diberikan metode pengaturan hasil terhadap ekonomi

daerah bila dilihat dari penerimaan sektor kehutanan yang disumbangkan PT.

BBU relatif masih kecil, namun peluang peningkatannya masih tinggi karena

masih terdapat sumber-sumber penerimaan lain di sektor kehutanan yang belum

teridentifikasi dalam penelitian ini.

Page 106: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

89

Simulasi juga menghasilkan alternatif skenario perburuan kayu yang

dilakukan masyarakat pemilik hak ulayat dan penebang kayu yang berimplikasi

terhadap kelestarian ekosistem hutan. Keuntungan yang diterima pemilik kayu

tinggi tetapi sumberdaya hutan menjadi tidak lestari. Pada siklus tebang

berikutnya, HPH tidak akan melakukan penebangan di areal yang sama karena

telah terjadi “double AAC”, hal ini berdampak pada keberlanjutan usaha

HPH/IUPHHK. Keadaan ini dapat dijadikan pertimbangan pemerintah untuk

melakukan pengelolaan dengan melibatkan masyarakat adat misalnya dengan

community logging atau REDD.

Paradigma baru pengelolaan hutan Papua telah menetapkan REDD sebagai

bentuk pengelolaan hutan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi daerah melalui peningkatan penerimaan masyarakat adat dan pemerintah

daerah. Simulasi menunjukan bahwa mekanisme REDD mampu memberikan

tambahan pendapatan bagi masyarakat,nilai tambah akan diperoleh apabila REDD

ini dikombinasikan dengan kegiatan tebang konvensional yang ramah lingkungan.

Secara keseluruhan dari simulasi yang dibangun hak-hak masyarakat adat

terhadap kompensasi dari sumberdaya hutan dapat diakomodir, walaupun masih

relatif kecil dari nilai yang seharusnya diterima.

Page 107: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Struktur tegakan hutan bekas tebangan pada wilayah konsesi masih

memungkinkan untuk pengelolaan pada siklus tebang berikutnya

2. Siklus tebang berkorelasi negatif dengan jumlah penerimaan pemerintah dan

masyarakat

3. Secara ekonomi skenario siklus tebang 30, 35 dan 40 tahun memberikan hasil

yang layak secara ekonomi bagi pengelola hutan

4. Skenario pengaturan hasil yang terbaik adalah siklus tebang 30 tahun dengan

kontribusi terhadap rata-rata penerimaan pemerintah daerah sebesar 0,56%

dan untuk kompensasi masyarakat adat sebesar 47,91%. Hasil ini sangat

sensitif terhadap ingrowth, upgrowth, dan mortalitas tegakan hutan sehingga

tidak dapat digeneralisir untuk lokasi hutan yang lain

5. Skenario perburuan kayu secara ekonomi memberikan tambahan penghasilan

yang tinggi, namun berimplikasi pada kerusakan hutan.

6. Skenario usaha karbon memberikan hasil penerimaan yang relatif lebih kecil

bagi masyarakat dibandingkan dengan kegiatan pengelolaan secara

konvensional.

Saran

Untuk menghindari kegiatan perburuan kayu pemerintah perlu

mempertimbangkan pengelolaan hutan oleh masyarakat adat. Penelitian ini

memunculkan hal-hal yang disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan seperti

analisis kelembagaan pengusahaan hutan masyarakat adat, pengaruh siklus tebang

terhadap aspek ekologi, distribusi manfaat dari kompensasi yang diterima serta

pengaruh beban pungutan terhadap pengaturan hasil yang dilakukan perusahaan.

Page 108: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous 1997. Penelitian Struktur Tegakan hutan Alam Produksi Irian JayaPsauat Litbang hutan dan Konservasi Alam, Bogor (Tidak diterbitkan).

……………...2001. Dinamika struktur tegakan hutan alam produksi : studi kasus HPH PT. Somalindo Lestari Jaya II Kabupaten Jayapura, Papua.

Alder D. 1995. Growth Modelling for Mixed Tropical Forest. Oxford ForestryInstitute, Departement of Plant Science, University of Oxford. TropicalForestry Paper No 30, 231 p.

Angelsen A. 2008. Moving a head with REDD: issues, options, and implications.Cifor, Bogor.

Appanah, SG, Bosel WH, Krieger H. 1990. Are Tropical rain forest nonrenewable? An enquire through modelling. Journal of Tropical ForestScience 2 (4) : 331-348

Aswandi. 2000. Skenario Pengaturan Hasil pada Unit Manajemen Hutan SkalaKecil. [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Astana S, Djaenudin D, Muttaqin MZ. 2003. Peranan Sektor Kehutanan dalamPerekonomian Daerah. Jurnal Sosial Ekonomi Vol 4. No.1 pp 1-26. BadanPenelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian danpengembangan Sosial Budaya dan ekonomi kehutanan. Bogor.

Bakrie B. 2000. Penyusunan Model Simulasi Dalam Penetapan Nilai TegakanHutan Alam Produksi (Studi Kasus PT. Inhutani II. Sub Unit Malinau,Kalimantan Timur). [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, InstitutPertanian Bogor.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests : aPrimerr. Rome, Italy : FAO Forestry Paper 17 : 8-18

Bruenig EF. 1996. Conservation and Management of Tropical Rainforest : AnIntegrated Approach to Sustainability. Cab International, Wallingford. 339p.

Buongiorno J, Miche BR. 1980. A Matrix Model for uneven-age forestmanagament For.Sci.26 :609-625

Buongiorno J, Gilles JK. 1987. Forest Managament and Economics. Mc MillanPublishing Company. New York.

Buongiorno J, Houller PF, Bruciamacchie M. 1995. Growth and managementmixed species, uneve-aged forest in the French Jura : implication foreconomic return and tree diversity. Forest Science 40 (1) ; 83-103.

Buongiorno J, Gilles JK. 2003. Decision Methods for Forest ResourceManagement. Academic Press An imprint of Elsevier Scince. Amseterdam.

Page 109: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

92

Badan Planologi Kehutanan, 2004. Statistik Kehutanan. Departemen KehutananRepublik Indonesia.

Carey EV, Brown S dan Gillepsie AJR 1987. Tree mortality in mature lowlandtropical moist and tropical lower montane moist forest of Venezuela.Biotropica 26 (3) : 255 - 265

Costanza R, Low BS, Ostrom E, Wilson J. 2001. Institusions, Ecosystems, andSustaibility. Lewis Publishers. New York.

Clark DB, Clark DA. 1996. Abundance, growth and mortality of very large treesin neotropical lowland rain forest. Forest ecology and Management. 80 :235-244.

Davis LS, Johnson KN. 1987. Forest Management. Third edition. McGraw-HillBook Company, Inc.,New York.

Davis LS, Johnson KN, Bettinger PS, Howard TE. 2001. Forest Managament: ToSustainable Ecological, Economic, and Social Values. Fourth Edition.McGraw-Hill Book Company, Inc, New York.

Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Lab Politik dan SosialKehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

de Kock RB. 1995. The Minimal growth model. Paper presented in the workshopfor the growth and yield data clearing house, held by Balai PenelitianKehutanan Samarinda and the tropical forest management project of theoverseas development administration of the United Kingdom. Kalimantan16 November 1995

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.IPBPress.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Guidelines for the managementof Tropical Forests, 1. The Production of Wood. FAO Forestry Paper 135-239 p.

Favrichon V, Kim YC. 1998. Modeling the dynamics of lowland mixeddipterocarp forest stand : application of a density-dependent matrixmodel. In : Bertault, J.G. and Kadir (Editors). Silvicultural research in anlowland mixed dipterocarpacea forest of East Kalimantan, TheContributions of STREK project CIRAD-foret, FORDA, andPT.INHUTANI I, CIRAD –foret publication : 229-245.

Gray C, Simanjuntak P, Sabur LL, Maspaitela PEL, Varley RCG. 1997.Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi II. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Grant EK, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology And Natural ResourceManagament : System Analisis and Simulation. John Wiley & Sons.INC.New York/Chichester/Weinheim/Brisbane/Singapore/Toronto.

Page 110: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

93

Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi kedua,telaah direvisi dan diperluas lengkap. UI-Press- Johns Hopkins. Jakarta.

GOLFC-OLD 2008. Reducing greenhouse gas emissions from deforestation anddegradation in developing countries : a sourcebook of methods andprocedures for monitoring, measuring and reporting, GOFC-GOLD Reportversion COP13-2. OFC-GOLD Project office Natural Resources Canada,Alberta, Canada.

Hannon B, Ruth M. 1997. Modeling Dynamic Economic Systems. Springer-Verlag, New York.

Harrison SR, Herbohn JL, Herbohn KF. 2000. Sustastainable Small ScaleForestry : Socio-Economic Analisys And Policy. Massachusets, USA :Edward Elgar Publishing, Inc.

Hartley MJ. 2002. Rationale and methods for conservation biodiversity inplantation forests. Forest Ecology and Management 115: 81-95

High Performance System Inc,1996. An Introduction to System Thinking Stella.High Performance System Inc. Hanover.

Helms JA (Editor). 1998. The Dictionary of Forestry. The Society of AmericanForester and CABI Publishing, Walingford.210 p.

Hof JK, Kent BM.1990. Nonlinear Programming approaches to multistand timberharvest scheduling. Forest Science 36 (4) : 894 -907.

HPH PT. Bina Balantak Utama 2001. Laporan Karya Tahunan (RKT) 2000/2001.PT. Bina Balantak Utama Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Ingram, CD, Buongiorno J. 1996. Income and diversity tradeoffs frommanagement of mixed lowland Dipterocarps ini Malaysia. Journal ofTropical Forest Science 9 (2) : 242-270.

[ITTO] International Tropical Timber Organization 1998. Criteria and indicatorfor Sustainable Management of Natural Tropical Forest. ITTO PolicyDevelopment Series No.7. Yokohama.

IPCC 2003. Defenitions and methodological options to inventory emission fromdirect human-induced degradation of forests and devegetation of othervegetation types. In : Penman et al IPCC-IGES Kanagawa.

……….2006. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Agriculture, Forestry and Others Land Use. Vol 4. PICC–IGES

Jakeman AJ, Letcher RA, Northon JP. 2006. Tens Iterative Steps in Developmentand Evaluation of Environmental Models. Environmental Modelling &Software Journal.

Kadariah L. 1986. Pengantar Evaluasi Proyek : Analisis Ekonomi. LPE-UI.Jakarta

Page 111: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

94

Kartodihardjo H. 2006. Ekonomi dan institusi pengelolaan hutan : telaah lanjutananalisis kebijakan usaha kehutanan. Institute for Development Economics ofAgriculture and Rural Areas (IDEALS). Bogor

Kariuki M, et al. 2006. Modelling Growth, Recruitments and Mortality ToDescribe and Simulate Dinamics of Subtropical Rainforest FollowingDifferent Levels of Disturbance. FBMIS Vol 1 : 22-47.http://www.fbmis.info/A/6_1_kariukiM_1 [ 5 November 2007]

Kleine M, Hinrichs. 1999. DIPSIM-KALTIM. Dipterocarp Forest GrowthSimulation Model : Concept and Guide to AAC Determination. SFMPDocument No.3.37p.

Klemperer WD. 1996. Forest Resourc Economic and Finance. McGraw Hill,Inc.New York.

.Krisnawati H. 2001. Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur dengan PendekatanDinamika Struktur Tegakan (Kasus Hutan Alam Bekas Tebangan) [tesis].Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lin CR, Buongiorno J, Vasievich M. 1996. A multy–species, density–dependentmatrix growth model to predict tree diversity and income in northernhardwood stand. Ecological modelling 91 : 193–211.

Labetubun MS. 2004. Metode Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur MelaluiPendekatan Model Dinamika Sistem : Kasus Hutan Alam BekasTebangan. [Tesis] Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut PertanianBogor.

Labetubun, MS, Suhendang E, Darusman D. 2005. Pengembalian Ekonomi dalamPengelolaan Hutan Alam Produksi : suatu pendekatan dinamika sistem.Jurnal Manajemen Hutan Tropika 9 (2) : 42-54

Leuschner WA. 1990. Forest Regulation Harvest Scheduling and PlanningTechniques. John Wiley and Sons Inc. New York.

Low B, Costanza R, Ostroom E, Wilson J, Simon CP. 1999. Analysis : Human-ecosystem interactions : a dynamic integrated model. Ecologicaleconomics 31 : 227-242

Lu, HS, Buongiorno J. 1993. Long and short term effects of alternative cuttingregimes on economics returns and ecological Diversity in selection forest.Forest Ecology and Managament. 58: 173 -172

McLeish MJ, Susanty FH. 2000. Yield Regulation Options for Labanan . AFinancial and economic analysis of yield regulation optiosn for logged overforest at PT Inhutani I, Labanan Concession.http://www.symfor.org/technical/yield6.pdf Berau Forest ManagementProject, Tanjung Redeb, 45 p.

McLeish MJ, Moran D, van Gardingen PR. 2002. Linking Growth and YieldModels with a Financial Model for Forest Concessions.www.symfor.org/technical/financial .pdf Berau Forest ManagementProject, Tanjung Redeb, 10 p.

Mardiasmo. 2006. Perpajakan : Edisi revisi 2006. Andi Jogjakarta.

Page 112: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

95

Marklund LG, dan Schoene D. 2006. Global assessment of growing stock,biomass and carbon stock. Forest Resources Assessment Programme Workingpaper 106/E, Rome

Mendoza, GA.,Onal H, Soejipto. 2000. Optimizing tree diversity and economicreturns from managed mixed forest in Kalimantan, Indonesia. Journal ofTropical Forest Science. 12 (2) : 298-319.

Mengel, DL, Roise JP. 1990. A. Diameter-class matriz model for souteasternU.S. coastal palin bottomland hardwood stand. South.J. Appli For. 14 : 189-195

Meyer HA, Recknagel AB, Stevenson DD, Bartoo RA. 1961. ForestManagament. The Ronald Press Company, New York.

Montagnini F dan Porras C. 1998. Evaluating the role of plantations as carbonsinks: An example of an integrative approach from the humid tropics.Environmental Management 22(3): 459-470.

Muetzelfeldt R, Taylor J, Haggith M. 1997. Development of pFLORES, aPrototype FLORES Model. Proggress Report. www.pFlores.[ 10 November2007]

Muetzelfedt R, Massheder J. 2003. The Simile Visual Modelling Environment.Europan Journal of Agronomy 18 : 345-358.

Mudiyarso et al. 2008. Measuring and Monitoring Forest Degradation forREDD. Implications of Country circumstances. Infobrief, No.16. CIFOR

Ness B, Piirsalu EU, Anderberg S, Olsson L, 2007. Categorising Tools forSustainability Assessment. The transdiciplinary journal of the internationalsociety for ecologycal economic 60 : 498-508.

Oliver CD dan Larson BC 1990. Forest Stand Dynamics. McGraw Hill, Inc.New York 467 p

Pudjo PW. 1999. Penetapan besarnya nilai satuan iuran hasil hutan. Di dalam :Nasution M. 1999. Impian dan Tantangan : Manusia Indonesia dalammewujudkan hutan dan kebun yang lestari sebagai anugerah dan amanahTuhan Yang Maha Esa. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. Jakarta.

Purnomo H. 2004. Teori Sistem Kompleks, Pemodelan dan ManajemenSumberdaya Adaptif. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidakditerbitkan.

Purnomo H, Yasmin Y, Prabhu R, Hakim R, Jafar S, Suprihatin. 2003.Collaborative Modeling to support forest management : Qualitative Systemsanalysis at Lumut Mountain, Indonesia, Small- scale forest economics.Management and policy, 2 (2) : 277 -292.

Pawitno 2003. Kontribusi Subsektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah diPapua. [skripsi]. Manokwari : Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri PapuaManokwari.

Page 113: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

96

Rosmantika M. 1997. Studi Model Dinamika Struktur Tegakan Hutan AlamBekas Tebangan di Stagen Pulau Laut Kalimantan Selantan.[Skripsi]. Bogor :Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rachman E. 2003. Pengelolaan Kayu Merbau di Hutan Alam: Kajian Potensidan eksploitasi kayu merbau di hutan alam produksi. Dalam ProsidingLokakarya Ekspose Hasil-Hal Penelitian Balai Penelitian KehutananManokwari Tahun 2003. BPK Manokwari. pp : 110 -122.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2007. Perencanaan dan PengembanganWilayah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Rusmantoro W. 2006. Hutan Sebagai Penyerap Karbon.http://www.pelangi.or.id/spektrum/?artid =19&vol=3 [ 20 November 2008]

Suhendang E. 1985. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Alam Tropika DataranRendah di Bangkunat, Propinsi DATI I Lampung. [Tesis] Bogor : FakultasPasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

………………..,1993. Alternatif metode pengaturan hasil pada areal bekastebangan hutan tidak seumur. Makalah pada Seri Diskusi Ilmiah Kehutanandalam rangka Dies Natalis IPB ke 30. Fakultas Kehutanan IPB.

………………..1995. Penerapan model dinamika struktur tegakan alam yangmengalami penebangan dalam pengaturan hasil dengan metode jumlah pohonsebagai alternatif penyempurnaan sistem silvikultur TPTI. Laporan PenelitianHibah Bersaing. Fakultas Kehutanan IPB.

………………….,1999. Pembentukan Hutan Normal Tidak Seumur sebagaistrategi Pembenahan Hutan Alam Produksi menuju Pengelolaan Hutan Lestaridi Indonesia : sebuah Analisis Konsepsional dalam Ilmu Manajemen HutanOrasi ilmiah Guru Besar Tetap dalam Ilmu Manajemen Hutan FakultasKehutanan IPB. Bogor.29 Mei 1999.

…………………., 2002. Growth and yield studies : Their implication fo the management of Indonesian tropical forest. In : Saharudin, M.I., T.S. Kiam,Y.Y. Hwai, D. workshop on Groth and Yield of Managed Tropical Forest.Forestry Departement Penninsular Malaysia. Kuala Lumpur, 25th –29th Junne2002.

Sianturi A. 1993. Sistem Penentuan Besarnya Pungutan Dari Hutan Alam. JurnalPenelitian Hasil Hutan Vol. 11 No. 7. Hal 249-255. Badan Litbang Kehutanan,Bogor.

Soeryanegara I. 1995. Ecosystem approach in the management of forest, land andwater resources. Di dalam : Suhendang, E, C. Kusmana, Istomo, L.Syaufina.EKologi, Ekologisme, dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan : GagasanPemikiran dan Karya Prof. Dr. Ishemet Soeryanegara, M.Sc.

Susanty FH, Sarjono E. 2001. Simulasi Pertumbuhan dan Hasil Produksi denganModel SYMFOR. http://www.symfor.org/technical/simgandy4.pdf. [ 29 Nov2007]

Page 114: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

97

Suparmoko M, Widyantra G, Setyarko Y, Ratnaningsih M, Nurrochmat D,Siswanto B, Editor. 2007. PDRB Berwawasan Lingkungan (Green PDRB).Jakarta : Pusat Perencana dan Statistik Kehutanan Badan PlanologiKehutanan Depaertemen Kehutanan.

Turland. 2007. An overview of North American Forest Modeling Approachesand Their Technology and Their Potential Application to Australia NativeForest Management. http //: wfi. Worldforestry.org. [ 4 Oktober 2007]

Tim Fahutan IPB. 2003. Peninjauan Menyeluruh terhadap Pungutan Sektor UsahaKehutanan. Di dalam : Rasionalisasi Sistem Pungutan pada PengusahaanHutan Alam di Indonesia. Prosiding Workshop Nasional; Hotel SalakBogor, 26 Juni 2003. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.hlm 3 -39.

Vanclay JK. 1988. A. Stand Growth Model for Yield Regulation in NorthQuenensland Rainforest. IUFRO Forest Growth Modelling and PredictionConference, Mineapolis, Agustus 23-27, 1987.

…………….., 2002. Growth modeling and yield prediction for sustainable forest management. In : Saharudin, M.I., T.S. Kiam, Y.Y. Hwai, Othman, D. andKorsgaard. Proceedings of the Malaysia –ITTO International Workshopon Growth and Yield of Managed Tropical Forest. Forestry DepartementPeninsular Malaysia. Kualalumpur, 25th–29th June 2002.

……………….., 2003. The One minute Modeller : An introduction to Simile.Annals of Tropical Research 25 (1) : 31- 44

……………….., 2003. Growth Modelling and Yield prediction for sustainable forest management. The Malaysiana Forester 66 (1) 58–69.

van Gardingen P, Philips PD. 2000. Growth and Yield Modelling : Application ofSYMFOR to Evaluate Silviclutural Systems. DfID FRP Training Document,November 2000. 68.p.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta

Wibowo S. 2006. Rehabilitasi Hutan Pasca Operasi illegal Logging. WanaAksara Tanggerang. Banten.

Zobrist KW, Comnick JM, McCarter, JB. 2006. Economatic : A New Tool thatIntegrates Financial Analysis with Forest Management Simulations. WestJ. Appl.For.21 (3) : 132 -141.

Page 115: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

98

Lampiran 1. Komposisi jenis pohon dalam tegakan di areal hutan primer

Persentase jenis terhadapNo. Nama Jenis N/Ha( D >10 cm)

Kelompok Jenis Semua Jenis

Kelompok Jenis Dipterocarpaceae

1 Alstonia scholaris R.Br 6.00 5.86 1.24

2 Canarium 8.67 8.47 1.79

3 Homalium foetidum Bth 9.00 8.80 1.86

4 Intsia bijuga OK 41.67 40.72 8.63

5 Palaquium amboinense Burch 9.00 8.80 1.86

6 Pometia sp 16.33 15.96 3.38

7 Shorea spp 4.00 3.91 0.83

8 Vatica papuana Dyer 7.67 7.49 1.59Total Dipterocarpaceae 102.34 100.00 21.19

Kelompok Jenis Non Dipterocarpaceae

1 Adenanthera sp 4.33 1.77 0.90

2 Aglaia 5.33 2.18 1.10

3 Anthocephalus cadamba Miq 5.00 2.05 1.04

4 Antyaris e 0.67 0.27 0.14

5 Arthocarpus spp 5.00 2.05 1.04

6 Baringthonia 2.33 0.95 0.48

7 Buchanania 3.33 1.36 0.69

8 Calophyllum spp 5.00 2.05 1.04

9 Campnosperma brevipetiolata Volk 2.33 0.95 0.48

10 Cananga odorata Hook f.et Th. 13.67 5.59 2.83

11 Celtis latifolia Planch. 8.00 3.27 1.66

12 Disoxillum sp 17.00 6.96 3.52

13 Drancontomelum edule Merr 11.33 4.64 2.35

14 Dyospiros 7.33 3.00 1.52

15 Evodia sp 11.33 4.64 2.35

16 Gmelina 9.67 3.96 2.00

17 Heritiera sp 3.00 1.23 0.62

18 Hymantondra sp 2.67 1.09 0.55

19 Inocarpus sp 4.67 1.91 0.97

20 Koordersiodendron pinnatum Merr. 5.00 2.05 1.04

21 Litsea spp 10.67 4.37 2.21

22 Maniltoa grandiflora Scheff. 3.33 1.36 0.69

23 Octomeles sumatrana Miq 5.67 2.32 1.17

24 Paraserianthes spp 7.00 2.86 1.45

Page 116: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

99

Lanjutan Lampiran 1

25 Parinarium sp 3.33 1.36 0.69

26 Penthapallangium 10.00 4.09 2.07

27 Pharantropes m 10.00 4.09 2.07

28 Pimeleodendron amboinicum Hassk. 3.67 1.50 0.76

29 Podocarpus 5.33 2.18 1.10

30 Prainea sp 2.00 0.82 0.41

31 Pterocarpus indicus 6.00 2.46 1.24

32 Pterygota horsfieldii Kosterm. 12.67 5.18 2.62

33 Quercus sp 4.67 1.91 0.97

34 Spondias dulcis Kurz. 1.33 0.55 0.28

35 Sterculia spp 4.00 1.64 0.83

36 Toona sureni 4.67 1.91 0.97

37 Vitex 1.67 0.68 0.35

38 Xylocarpus 2.33 0.95 0.48

39 Zanthallum album 5.00 2.05 1.04Total Non Dipterocarpaceae 244.33 100.00 50.59

Kelompok Jenis Non Komersil

1 Ailanthus 1.00 0.73 0.21

2 Bemuas 14.67 10.76 3.04

3 Cerbera f 1.67 1.22 0.35

4 Cryptocaria sp 2.33 1.71 0.48

5 Drypetes spp 2.33 1.71 0.48

6 Endospermum molucanum Becc. 0.33 0.24 0.07

7 Eugenia spp 20.33 14.91 4.21

8 Ficus spp. 9.67 7.09 2.00

9 Gnentum gnemon 9.00 6.60 1.86

10 Haplolobuss 11.67 8.56 2.42

11 Homonia javanensis 8.00 5.87 1.66

12 Labu 3.67 2.69 0.76

13 Makaranga sp 5.33 3.91 1.10

14 Manggis Hutan 1.00 0.73 0.21

15 Mangifera spp 2.00 1.47 0.41

16 Myristica spp 18.00 13.20 3.73

17 Pangium 0.67 0.49 0.14

18 Paraitemon 1.33 0.98 0.28

19 Pericopsis mooniana Thw 8.33 6.11 1.73

20 Semecarpus anacardium 6.00 4.40 1.24

21 Sloanea pullei A.C.Sm 9.00 6.60 1.86

Total Non Komersil 136.33 100.00 28.23

Total Semua Kelompok Jenis 483.00 100.00

Page 117: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

100

Lampiran 2 : Komposisi jenis pohon dalam tegakan di areal bekas tebangan

Persen jenis terhadapNo Nama Jenis N/Ha (D > 10 cm)

Kelompok Jenis Semua JenisKelompok Dipterocarpaceae

1 Alstonia scholaris R.Br 3,67 10,49 2,122 Homalium foetidum Benth. 7 20,00 4,053 Intsia bijuga OK. 7,67 21,91 4,434 Pometia spp 12,33 35,23 7,135 Palaquium amboinensis 4,33 12,37 2,50

Total Dipterocarpaceae 35,00 100.0 20,23Kelompok Jenis Non Dipterocarpaceae

1 Anthocepallus cadamba 1,00 1,2 0,582 Antyaris 0,33 0,39 0,193 Astronia 0,33 0,39 0,194 Baringtonia asiatica Kurzt. 8,00 9,64 4,625 Biscofia 3,33 4,01 1,926 Bokey 1,67 2,01 0,967 Callophyllum sp. 1,00 1,20 0,588 Cananga odorata 3,00 3.61 1,739 Celtis latifolia 6,67 8.04 3,8610 Charatea 4,33 5.22 2,5011 Diosphyros sp. 1,67 2.01 0,9612 Disoxillum aliacvum BL. 0,33 0.40 0,1913 Dracontomelum edule Merr. 2,00 2.41 1,1614 Evodia sp. 1,33 1.60 0,7715 Ganophilum falcatum 1,33 1.60 0,7716 Horsfieldia silvestris 0,33 0.40 0,1917 Hymantondra sp. 1,00 1.20 0,5818 Inanui 0,33 0.40 0,1919 Inocarpus sp. 1,67 2.01 0,9620 Litsea spp. 1,33 1.60 0,7721 Maniltoa grandiflora Scheff. 2,67 3.22 1,5422 Nauclea orientalis 2,00 2.41 1,1623 Octomeles sumtrana Mig. 1,00 1.20 0,5824 Paraserainthes falcataria L.Neilsen 4,33 5.22 2,5025 Pimeliodendron amboinicum Hassk. 16,00 19.28 9,25

Page 118: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

101

Lanjutan Lampiran 2.

26 Pterocarpus indicus 1.67 2.01 0,9627 Pterygota horsfieldi 5,00 6.02 2,8928 Rustaitensis 1,00 1.20 0,5829 Stercullia sp 0,33 0.40 0,1930 Stroanea sp. 0,68 0.82 0,3931 Terminalia catapa L. 4,00 4.82 2,3132 Toona sureni 2,00 2.41 1,1633 Wofde 1,33 1.60 0,77

Total Non Dipterocarpaceae 82.99 100 48,8Kelompok Jenis Non Komersil

1 Drypetes spp 19,00 34,54 10,982 Endospermum mollucanum Becc. 0,33 0,6 0,193 Eugenia sp 7,00 12,73 4,054 Ficus sp 4,67 8,49 2,705 Heritiera sp. 3,00 5,45 1,736 Homonia javanensis 8,33 15,14 4,817 Macaranga sp 3,67 6,67 2,128 Manggis hutan 2,33 4,24 1,359 Myristica spp. 6,67 12,12 3,8510 Teisjmaniodendron sogoriense 6,00 10,91 3,47

Total Non Komersil 55,00 100.0 30.99

Total Semua Kelompok Jenis 172,99 100.00

Page 119: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

102

Lampiran 3. Model kuantitatif pengaturan hasil hutan tidak seumur

A. Model Tegakan Dipterocarpaceae

Phn_D15(t) = Phn_D15(t - dt) + (Ing_D15 - Upg_D15 - MortD15) * dtINIT Phn_D15 = 12.33

INFLOWS:Ing_D15 = Inrate_D15*Phn_D15OUTFLOWS:Upg_D15 = Phn_D15*Uprate_D15MortD15 = Phn_D15*Morate_D15+Phn_D15*Efek_tebang_1Phn_D25(t) = Phn_D25(t - dt) + (Upg_D15 - Upg_D25 - Mort_D25) * dtINIT Phn_D25 = 8

INFLOWS:Upg_D15 = Phn_D15*Uprate_D15OUTFLOWS:Upg_D25 = Phn_D25*uprate_D25Mort_D25 = Phn_D25*morate_D25+Phn_D25*Efek_tebang_2Phn_D35(t) = Phn_D35(t - dt) + (Upg_D25 - Upg_D35 - Mort_D35) * dtINIT Phn_D35 = 5

INFLOWS:Upg_D25 = Phn_D25*uprate_D25OUTFLOWS:Upg_D35 = Phn_D35*Uprate_D35Mort_D35 = Phn_D35*Morate_D35+Phn_D35*Efek_tebang_3Phn_D45(t) = Phn_D45(t - dt) + (Upg_D35 - Upg_D45 - Mort_D45 - Teb_D45) *dtINIT Phn_D45 = 1.67

INFLOWS:Upg_D35 = Phn_D35*Uprate_D35OUTFLOWS:Upg_D45 = Phn_D45*Uprate_D45Mort_D45 = Phn_D45*Morate_D45+Phn_D45*Efek_tebang_4Teb_D45 = IF(Tahun=Siklus_teb)THEN(Phn_D45*Pers_teb_D45*0.8)ELSE(0)Phn_D55(t) = Phn_D55(t - dt) + (Upg_D45 - Upg_D55 - Mort_D55 - Teb_D55) *dtINIT Phn_D55 = 1

INFLOWS:Upg_D45 = Phn_D45*Uprate_D45OUTFLOWS:Upg_D55 = Phn_D55*Up_rate_D55Mort_D55 = Phn_D55*morate_D55+Phn_D55*Efek_tebang_5Teb_D55 = IF(Tahun=Siklus_teb)THEN(Phn_D55*Per_teb_D55*0.8)ELSE(0)Phn_D65(t) = Phn_D65(t - dt) + (Upg_D55 - Teb_D65 - Mort_D65) * dt

Page 120: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

103

INIT Phn_D65 = 2

INFLOWS:Upg_D55 = Phn_D55*Up_rate_D55OUTFLOWS:Teb_D65 = IF(Tahun=Siklus_teb)THEN(Phn_D65*pers_teb_D65*0.8)ELSE(0)Mort_D65 = Phn_D65*Morate_D65+Phn_D65*Efek_tebang_6Tahun(t) = Tahun(t - dt) + (In - Out) * dtINIT Tahun = 0

INFLOWS:In = IF(TIME<Start)THEN(0)ELSE(1)OUTFLOWS:Out = IF(Tahun=Siklus_teb)THEN(Tahun)ELSE(0)BA_D15 = Phn_D15*(3.14*15^2)/40000BA_D25 = Phn_D25*(3.14*25^2)/40000BA_D35 = Phn_D35*(3.14*35^2)/40000BA_D45 = Phn_D45*(3.14*45^2)/40000BA_D55 = Phn_D55*(3.14*55^2)/40000BA_D65 = Phn_D65*(3.14*65^2)/40000BA__D = BA_D15+BA_D25+BA_D35+BA_D45+BA_D55+BA_D65Masak_tebDip = Phn_D55+Phn_D65N_D = Phn_D15+Phn_D25+Phn_D35++Phn_D45+Phn_D55+Phn_D65Pers_teb_D45 = 0.8pers_teb_D65 = .80Per_teb_D55 = .80PhnInti_D = Phn_D25+Phn_D35+Phn_D45Siklus_teb = 1Start = 0Tot_Vol_Dip = VD15+V__Masak_teb_Dip+V_Phn_Inti_DipVD15 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.145)^2)*Phn_D15)VD25 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.245)^2)*Phn_D25)VD35 = (0.8*0.75*3.14*0.25*25*((0.345)^2)*Phn_D35)VD45 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.445)^2)*Phn_D45)VD55 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.545^2)*Phn_D55))VD65 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.645)^2)*(Phn_D65))V_Phn_Inti_Dip = VD25+VD35+VD45V__Masak_teb_Dip = VD55+VD65Inrate_D15 = GRAPH(BA_D15)(0.00, 0.143), (1.24, 0.122), (2.48, 0.0986), (3.72, 0.0763), (4.96, 0.0583), (6.21,0.0425), (7.45, 0.0259), (8.69, 0.0144), (9.93, 0.00864), (11.2, 0.00432), (12.4,0.00)Morate_D15 = GRAPH(BA_D15)(0.00, 0.00), (1.24, 0.000609), (2.48, 0.00119), (3.72, 0.00177), (4.96, 0.00235),(6.21, 0.00293), (7.45, 0.00351), (8.69, 0.00409), (9.93, 0.00467), (11.2, 0.00525),(12.4, 0.0058)morate_D25 = GRAPH(BA_D25)(0.00, 0.00), (1.24, 0.00676), (2.48, 0.0121), (3.72, 0.0165), (4.96, 0.0254), (6.21,

Page 121: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

104

0.0289), (7.45, 0.0357), (8.69, 0.0404), (9.93, 0.0487), (11.2, 0.0522), (12.4,0.0587)Morate_D35 = GRAPH(BA_D35)(0.00, 0.00), (1.24, 0.0633), (2.48, 0.114), (3.72, 0.175), (4.96, 0.223), (6.21,0.304), (7.45, 0.343), (8.69, 0.425), (9.93, 0.488), (11.2, 0.545), (12.4, 0.603)Morate_D45 = GRAPH(BA_D45)(0.00, 0.00), (1.24, 0.0179), (2.48, 0.0375), (3.72, 0.0536), (4.96, 0.0723), (6.21,0.0911), (7.45, 0.107), (8.69, 0.125), (9.93, 0.143), (11.2, 0.163), (12.4, 0.179)morate_D55 = GRAPH(BA_D55)(0.00, 0.00), (1.24, 0.017), (2.48, 0.0339), (3.72, 0.0525), (4.96, 0.0686), (6.21,0.0873), (7.45, 0.103), (8.69, 0.12), (9.93, 0.136), (11.2, 0.153), (12.4, 0.169)Morate_D65 = GRAPH(BA_D65)(0.00, 0.00), (1.24, 0.00893), (2.48, 0.0179), (3.72, 0.0277), (4.96, 0.0348), (6.21,0.046), (7.45, 0.0554), (8.69, 0.0621), (9.93, 0.0719), (11.2, 0.0804), (12.4,0.0884)Uprate_D15 = GRAPH(BA_D15)(0.00, 0.0694), (1.24, 0.0582), (2.48, 0.0477), (3.72, 0.0382), (4.96, 0.0298),(6.21, 0.0214), (7.45, 0.0151), (8.69, 0.0105), (9.93, 0.00666), (11.2, 0.0035),(12.4, 0.00)uprate_D25 = GRAPH(BA_D25)(0.00, 0.0655), (1.24, 0.048), (2.48, 0.0396), (3.72, 0.0329), (4.96, 0.0256), (6.21,0.0182), (7.45, 0.0119), (8.69, 0.00596), (9.93, 0.00245), (11.2, 0.00), (12.4, 0.00)Uprate_D35 = GRAPH(BA_D35)(0.00, 0.0825), (1.24, 0.0639), (2.48, 0.0551), (3.72, 0.0406), (4.96, 0.0309),(6.21, 0.0207), (7.45, 0.0128), (8.69, 0.00838), (9.93, 0.00265), (11.2, 0.00176),(12.4, 0.00)Uprate_D45 = GRAPH(BA_D45)(0.00, 0.0843), (1.24, 0.0722), (2.48, 0.0592), (3.72, 0.0489), (4.96, 0.0382),(6.21, 0.0303), (7.45, 0.02), (8.69, 0.013), (9.93, 0.00792), (11.2, 0.0014), (12.4,0.00)Up_rate_D55 = GRAPH(BA_D55)(0.00, 0.069), (1.24, 0.0542), (2.48, 0.0433), (3.72, 0.0334), (4.96, 0.0232), (6.21,0.0162), (7.45, 0.0102), (8.69, 0.00634), (9.93, 0.00352), (11.2, 0.00), (12.4, 0.00)Biomassa1 = (42.69-(12.8*(DiameterD15)+1.24*(DiameterD15)^2))Biomassa2 = (42.69-(12.8*(DiameterD25)+1.24*(DiameterD25)^2))Biomassa3 = (42.69-(12.8*(DiameterD35)+1.24*(DiameterD35)^2))Biomassa4 = (42.69-(12.8*(DiameterD45)+1.24*(DiameterD45)^2))Biomassa5 = (42.69-(12.8*(DiameterD55)+1.24*(DiameterD55)^2))Biomassa6 = (42.69-(12.8*(DiameterD65)+1.24*(DiameterD65)^2))CD_1 = (Biomassa1*Phn_D15/1000)*0.5CD_2 = (Biomassa2*Phn_D25/1000)*0.5CD_3 = (Biomassa3*Phn_D35/1000)*0.5CD_4 = (Biomassa4*Phn_D45/1000)*0.5CD_5 = (Biomassa5*Phn_C55/1000)*0.5CD_6 = (Biomassa6*Phn_C65/1000)*0.5C_total_Dip = (CD_1+CD_2+CD_3+CD_4+CD_5+CD_6)DiameterD15 = 0.145DiameterD25 = 0.245

Page 122: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

105

DiameterD35 = 0.345DiameterD45 = 0.445DiameterD55 = 0.545DiameterD65 = 0.645

B. Model Tegakan NonDipterocarpaceae

Phn_ND15(t) = Phn_ND15(t - dt) + (Ing_ND15 - Upg_ND15 - MortND15) * dtINIT Phn_ND15 = 28

INFLOWS:Ing_ND15 = Inrate_ND15*Phn_ND15OUTFLOWS:Upg_ND15 = Phn_ND15*Uprate_ND15MortND15 = Phn_ND15*Efek_tebang_1+Phn_ND15*Morate_ND15Phn_ND25(t) = Phn_ND25(t - dt) + (Upg_ND15 - Upg_ND25 - Mort_ND25) * dtINIT Phn_ND25 = 19.67

INFLOWS:Upg_ND15 = Phn_ND15*Uprate_ND15OUTFLOWS:Upg_ND25 = Phn_ND25*uprate_ND25Mort_ND25 = Phn_ND25*Efek_tebang_2+Phn_ND25*morate_ND25Phn_ND35(t) = Phn_ND35(t - dt) + (Upg_ND25 - Upg_ND35 - Mort_ND35) * dtINIT Phn_ND35 = 7.67

INFLOWS:Upg_ND25 = Phn_ND25*uprate_ND25OUTFLOWS:Upg_ND35 = Phn_ND35*UprateND35Mort_ND35 = Phn_ND35*Efek_tebang_3+Phn_ND35*Morate_ND35Phn_ND45(t) = Phn_ND45(t - dt) + (Upg_ND35 - Upg_ND45 - Mort_ND45 -Teb_ND45) * dtINIT Phn_ND45 = 4

INFLOWS:Upg_ND35 = Phn_ND35*UprateND35OUTFLOWS:Upg_ND45 = Phn_ND45*Uprate_ND45Mort_ND45 = Phn_ND45*(Efek_tebang_4+Morate_ND45)Teb_ND45 =IF(Tahun_2=Siklus_teb_2)THEN(Phn_ND45*Pers_teb_ND45)ELSE(0)Phn_ND55(t) = Phn_ND55(t - dt) + (Upg_ND45 - Upg_ND55 - Mort_ND55 -Teb_ND55) * dtINIT Phn_ND55 = 2

INFLOWS:Upg_ND45 = Phn_ND45*Uprate_ND45OUTFLOWS:

Page 123: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

106

Upg_ND55 = Phn_ND55*Up_rate_ND55Mort_ND55 = Phn_ND55*Efek_tebang_5+Phn_ND55*morate_ND55Teb_ND55 =IF(Tahun_2=Siklus_teb_2)THEN(Phn_ND55*Per_teb_ND55*0.8)ELSE(0)Phn_ND65(t) = Phn_ND65(t - dt) + (Upg_ND55 - Teb_ND65 - Mort_ND65) * dtINIT Phn_ND65 = 4

INFLOWS:Upg_ND55 = Phn_ND55*Up_rate_ND55OUTFLOWS:Teb_ND65 =IF(Tahun_2=Siklus_teb_2)THEN(Phn_ND65*pers_teb_ND65*0.8)ELSE(0)Mort_ND65 = Phn_ND65*Efek_tebang_6+Phn_ND65*Morate_ND65Tahun_2(t) = Tahun_2(t - dt) + (In_2 - Out_2) * dtINIT Tahun_2 = 0

INFLOWS:In_2 = IF(TIME<Start)THEN(0)ELSE(1)OUTFLOWS:Out_2 = IF(Tahun_2=Siklus_teb_2)THEN(Tahun_2)ELSE(0)BA_ND15 = Phn_ND15*(3.14*15^2)/40000BA_ND25 = Phn_ND25*(3.14*25^2)/40000BA_ND35 = Phn_ND35*(3.14*35^2)/40000BA_ND45 = Phn_ND45*(3.14*45^2)/40000BA_ND55 = Phn_ND55*(3.14*55^2)/40000BA_ND65 = Phn_ND65*(3.14*65^2)/40000BA__ND =BA_ND15+BA_ND25+BA_ND35+BA_ND45+BA_ND55+BA_ND65Masak_teb_ND = Phn_ND55+Phn_ND65N_ND =Phn_ND15+Phn_ND25+Phn_ND35+Phn_ND45+Phn_ND55+Phn_ND65Pers_teb_ND45 = 0.80pers_teb_ND65 = .80Per_teb_ND55 = .80Phn_IntiND = Phn_ND25+Phn_ND35+Phn_ND45Siklus_teb_2 = 1Tot_Vol_ND = V_masak_tebang_ND+V_ND15+V_Phn_Inti_NDV_masak_tebang_ND = V_ND55+V_ND65V_ND15 = (0.8*0.75*0.25*25*3.14*((0.145)^2)*Phn_ND15)V_ND25 = (0.8*0.75*0.25*25*3.14*((0.245)^2)*Phn_ND25)V_ND35 = (0.8*0.75*0.25*25*3.14*((0.345)^2)*Phn_ND35)V_ND45 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.445)^2)*Phn_ND45)V_ND55 = (0.8*0.75*0.25*25*3.14*((0.545)^2)*Phn_ND55)V_ND65 = (0.8*0.75*0.25*25*3.14*((0.645)^2)*Phn_ND65)V_Phn_Inti_ND = V_ND25+V_ND35+V_ND45Inrate_ND15 = GRAPH(BA_ND15)(0.00, 0.143), (2.48, 0.122), (4.97, 0.0986), (7.45, 0.0763), (9.94, 0.0583),(12.4,0.0425), (14.9, 0.0259), (17.4, 0.0144), (19.9, 0.00864), (22.4, 0.00432),

Page 124: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

107

(24.8,0.00)Morate_ND15 = GRAPH(BA_ND15)(0.00, 0.00), (2.48, 0.00336), (4.97, 0.00672), (7.45, 0.00944), (9.94, 0.0131),(12.4, 0.0163), (14.9, 0.0197), (17.4, 0.0226), (19.9, 0.0259), (22.4, 0.0291),(24.8, 0.0317)morate_ND25 = GRAPH(BA_ND25)(0.00, 0.00), (2.48, 0.0161), (4.97, 0.0299), (7.45, 0.046), (9.94, 0.0622), (12.4,0.0744), (14.9, 0.0929), (17.4, 0.107), (19.9, 0.122), (22.4, 0.137), (24.8, 0.15)Morate_ND35 = GRAPH(BA_ND35)(0.00, 0.00), (2.48, 0.00652), (4.97, 0.015), (7.45, 0.0234), (9.94, 0.0318), (12.4,0.0423), (14.9, 0.0518), (17.4, 0.0605), (19.9, 0.07), (22.4, 0.0782), (24.8, 0.086)Morate_ND45 = GRAPH(BA_ND45)(0.00, 0.00), (2.48, 0.0499), (4.97, 0.105), (7.45, 0.163), (9.94, 0.227), (12.4,0.283), (14.9, 0.344), (17.4, 0.393), (19.9, 0.443), (22.4, 0.499), (24.8, 0.549)morate_ND55 = GRAPH(BA_ND55)(0.00, 0.00), (2.48, 0.0274), (4.97, 0.0547), (7.45, 0.0835), (9.94, 0.109), (12.4,0.138), (14.9, 0.166), (17.4, 0.189), (19.9, 0.219), (22.4, 0.245), (24.8, 0.271)Morate_ND65 = GRAPH(BA_ND65)(0.00, 0.00), (2.48, 0.0804), (4.97, 0.174), (7.45, 0.268), (9.94, 0.357), (12.4,0.451), (14.9, 0.545), (17.4, 0.625), (19.9, 0.728), (22.4, 0.804), (24.8, 0.893)UprateND35 = GRAPH(BA_ND35)(0.00, 0.0767), (2.48, 0.0626), (4.97, 0.0476), (7.45, 0.0364), (9.94, 0.0245),(12.4, 0.0176), (14.9, 0.0119), (17.4, 0.00838), (19.9, 0.00537), (22.4, 0.00176),(24.8, 0.00)Uprate_ND15 = GRAPH(BA_ND15)(0.00, 0.0694), (2.48, 0.0582), (4.97, 0.0477), (7.45, 0.0382), (9.94, 0.0298),(12.4, 0.0214), (14.9, 0.0151), (17.4, 0.0105), (19.9, 0.00666), (22.4, 0.0035),(24.8, 0.00)uprate_ND25 = GRAPH(BA_ND25)(0.00, 0.0883), (2.48, 0.0639), (4.97, 0.0471), (7.45, 0.0335), (9.94, 0.0227),(12.4, 0.0154), (14.9, 0.0104), (17.4, 0.00596), (19.9, 0.00245), (22.4, 0.00),(24.8, 0.00)Uprate_ND45 = GRAPH(BA_ND45)(0.00, 0.103), (2.48, 0.0909), (4.97, 0.0671), (7.45, 0.0522), (9.94, 0.0382), (12.4,0.0303), (14.9, 0.02), (17.4, 0.013), (19.9, 0.00792), (22.4, 0.0014), (24.8, 0.00)Up_rate_ND55 = GRAPH(BA_ND55)(0.00, 0.069), (2.48, 0.0542), (4.97, 0.0433), (7.45, 0.0334), (9.94, 0.0232), (12.4,0.0162), (14.9, 0.0102), (17.4, 0.00634), (19.9, 0.00352), (22.4, 0.00), (24.8, 0.00)

BiomND1 = (42.69-(12.8*(Diameter_ND15)+1.24*(Diameter_ND15)^2))/1000*Phn_ND15Biom_ND2 = (42.69-(12.8*(Diameter_ND25)+1.24*(Diameter_ND25)^2))/1000*Phn_ND25Biom_ND3 = (42.69-(12.8*(Diameter_ND35)+1.24*(Diameter_ND35)^2))/1000*Phn_ND35Biom_ND4 = (42.69-(12.8*(Diameter_ND45)+1.24*(Diameter_ND45)^2))/1000*Phn_ND45Biom_ND5 = (42.69-

Page 125: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

108

(12.8*(Diameter_ND55)+1.24*(Diameter_ND55)^2))/1000*Phn_CNDBiom_ND6 = (42.69-(12.8*(Diameter_ND65)+1.24*(Diameter_ND65)^2))/1000*Phn_CNDCND_1 = BiomND1*0.5CND_2 = Biom_ND2*0.5CND_3 = Biom_ND3*0.5CND_4 = Biom_ND4*0.5CND_5 = Biom_ND5*0.5CND_6 = Biom_ND6*0.5C_tot_ND = (CND_1+CND_2+CND_3+CND_4+CND_5+CND_6)Diameter_ND15 = 0.145Diameter_ND25 = 0.245Diameter_ND35 = 0.345Diameter_ND45 = 0.445Diameter_ND55 = 0.545Diameter_ND65 = 0.645

C. Model Tegakan Non Komersil

Phn_NK15(t) = Phn_NK15(t - dt) + (Ing_NDK15 - Upg_NK15 - MortNK15) * dtINIT Phn_NK15 = 19

INFLOWS:Ing_NDK15 = Inrate_NK15*Phn_NK15OUTFLOWS:Upg_NK15 = Phn_NK15*Uprate_NK15MortNK15 = Phn_NK15*Efek_tebang_1+Phn_NK15*Morate_NK15Phn_NK25(t) = Phn_NK25(t - dt) + (Upg_NK15 - Upg_NK25 - Mort_NK25) * dtINIT Phn_NK25 = 23

INFLOWS:Upg_NK15 = Phn_NK15*Uprate_NK15OUTFLOWS:Upg_NK25 = Phn_NK25*uprate_NK25Mort_NK25 = Phn_NK25*Efek_tebang_2+Phn_NK25*morate_NK25Phn_NK35(t) = Phn_NK35(t - dt) + (Upg_NK25 - Upg_NK35 - Mort_NK35) * dtINIT Phn_NK35 = 7

INFLOWS:Upg_NK25 = Phn_NK25*uprate_NK25OUTFLOWS:Upg_NK35 = Phn_NK35*UprateNK35Mort_NK35 = Phn_NK35*Efek_tebang_3+Phn_NK35*Morate_NK35Phn_NK45(t) = Phn_NK45(t - dt) + (Upg_NK35 - Upg_NK45 - Mort_NK45 -Teb_NK45) * dtINIT Phn_NK45 = 1

INFLOWS:

Page 126: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

109

Upg_NK35 = Phn_NK35*UprateNK35OUTFLOWS:Upg_NK45 = Phn_NK45*Uprate_NK45Mort_NK45 = Phn_NK45*Efek_tebang_6+Phn_NK45*Morate_NK45Teb_NK45 =IF(Tahun_3=Siklus_teb_3)THEN(Phn_NK45*Pers_teb_NK45)ELSE(0)Phn_NK55(t) = Phn_NK55(t - dt) + (Upg_NK45 - Upg_NK55 - Mort_NK55 -Teb_NK55) * dtINIT Phn_NK55 = 2

INFLOWS:Upg_NK45 = Phn_NK45*Uprate_NK45OUTFLOWS:Upg_NK55 = Phn_NK55*Up_rate_NK55Mort_NK55 = Phn_NK55*Efek_tebang_5+Phn_NK55*morate_NK55Teb_NK55 =IF(Tahun_3=Siklus_teb_3)THEN(Phn_NK55*Per_teb_NK55*0.8)ELSE(0)Phn_NK65(t) = Phn_NK65(t - dt) + (Upg_NK55 - Teb_NK65 - Mort_NK65) * dtINIT Phn_NK65 = 4

INFLOWS:Upg_NK55 = Phn_NK55*Up_rate_NK55OUTFLOWS:Teb_NK65 =IF(Tahun_3=Siklus_teb_3)THEN(Phn_NK65*Pers_teb_NK65*0.8)ELSE(0)Mort_NK65 = Phn_NK65*Efek_tebang_4+Phn_NK65*Morate_NK65Tahun_3(t) = Tahun_3(t - dt) + (In_3 - Out_3) * dtINIT Tahun_3 = 0

INFLOWS:In_3 = IF(TIME<Start_3)THEN(0)ELSE(1)OUTFLOWS:Out_3 = IF(Tahun_3=Siklus_teb_3)THEN(Tahun_3)ELSE(0)BA_NK15 = Phn_NK15*(3.14*15^2)/40000BA_NK25 = Phn_NK25*(3.14*25^2)/40000BA_NK35 = Phn_NK35*(3.14*35^2)/40000BA_NK45 = Phn_NK45*(3.14*45^2)/40000BA_NK55 = Phn_NK55*(3.14*55^2)/40000BA_NK65 = Phn_NK65*(3.14*65^2)/40000BA__NK =BA_NK15+BA_NK25+BA_NK35+BA_NK45+BA_NK55+BA_NK65Masak_tebang_NK = Phn_NK55+Phn_NK65N_NK =Phn_NK15+Phn_NK25+Phn_NK35+Phn_NK45+Phn_NK55+Phn_NK65Pers_teb_NK45 = 0Pers_teb_NK65 = 0Per_teb_NK55 = 0Phn_inti_NK = Phn_NK25+Phn_NK35+Phn_NK45

Page 127: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

110

Siklus_teb_3 = 0Start_3 = 0Tot_Vol_NK = V_masak_tebang_NK*V_NK15+V_phn_Inti_NKV_masak_tebang_NK = V_NK55+V_NK65V_NK15 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.145)^2))*Phn_NK15V_NK25 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.245)^2))*Phn_NK25V_NK35 = (0.8*0.758*0.25*03.14*25*((0.345)^2))*Phn_NK35V_NK45 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.445)^2))*Phn_NK45V_NK55 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.545)^2))*Phn_NK55V_NK65 = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*((0.645)^2))*Phn_NK65V_phn_Inti_NK = V_NK25+V_NK35+V_NK45Inrate_NK15 = GRAPH(BA_NK15)(0.00, 0.0296), (2.14, 0.0238), (4.28, 0.0188), (6.42, 0.0148), (8.56, 0.0117),(10.7, 0.00897), (12.8, 0.00598), (15.0, 0.00404), (17.1, 0.00179), (19.3,0.000897), (21.4, 0.00)Morate_NK15 = GRAPH(BA_NK15)(0.00, 0.00), (2.14, 0.00982), (4.28, 0.0192), (6.42, 0.0263), (8.56, 0.0353), (10.7,0.0447), (12.8, 0.054), (15.0, 0.0634), (17.1, 0.0728), (19.3, 0.0808), (21.4,0.0884)morate_NK25 = GRAPH(BA_NK25)(0.00, 0.00), (2.14, 0.00873), (4.28, 0.0175), (6.42, 0.0262), (8.56, 0.0354), (10.7,0.0441), (12.8, 0.0528), (15.0, 0.0615), (17.1, 0.0698), (19.3, 0.079), (21.4,0.0873)Morate_NK35 = GRAPH(BA_NK35)(0.00, 0.00), (2.14, 0.0115), (4.28, 0.0235), (6.42, 0.0344), (8.56, 0.0459), (10.7,0.058), (12.8, 0.0689), (15.0, 0.0804), (17.1, 0.0918), (19.3, 0.103), (21.4, 0.113)Morate_NK45 = GRAPH(BA_NK45)(0.00, 0.00), (2.14, 0.022), (4.28, 0.0489), (6.42, 0.0759), (8.56, 0.1), (10.7,0.125), (12.8, 0.146), (15.0, 0.173), (17.1, 0.196), (19.3, 0.218), (21.4, 0.243)morate_NK55 = GRAPH(BA_NK55)(0.00, 0.00), (2.14, 0.014), (4.28, 0.0315), (6.42, 0.0516), (8.56, 0.0682), (10.7,0.0875), (12.8, 0.104), (15.0, 0.123), (17.1, 0.139), (19.3, 0.159), (21.4, 0.175)Morate_NK65 = GRAPH(BA_NK65)(0.00, 0.00), (2.14, 0.00686), (4.28, 0.0131), (6.42, 0.019), (8.56, 0.025), (10.7,0.0315), (12.8, 0.0378), (15.0, 0.0443), (17.1, 0.0509), (19.3, 0.0568), (21.4,0.0621)UprateNK35 = GRAPH(BA_NK35)(0.00, 0.0721), (2.14, 0.0534), (4.28, 0.041), (6.42, 0.0315), (8.56, 0.0227), (10.7,0.015), (12.8, 0.00988), (15.0, 0.00512), (17.1, 0.00256), (19.3, 0.000366), (21.4,0.00)Uprate_NK15 = GRAPH(BA_NK15)(0.00, 0.0583), (2.14, 0.0468), (4.28, 0.0355), (6.42, 0.0272), (8.56, 0.0213),(10.7, 0.0154), (12.8, 0.0112), (15.0, 0.0077), (17.1, 0.00444), (19.3, 0.00178),(21.4, 0.00)uprate_NK25 = GRAPH(BA_NK25)(0.00, 0.0883), (2.14, 0.0639), (4.28, 0.0471), (6.42, 0.0335), (8.56, 0.0227),(10.7, 0.0154), (12.8, 0.0104), (15.0, 0.00596), (17.1, 0.00245), (19.3, 0.00),(21.4, 0.00)

Page 128: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

111

Uprate_NK45 = GRAPH(BA_NK45)(0.00, 0.0933), (2.14, 0.0708), (4.28, 0.0497), (6.42, 0.0333), (8.56, 0.0234),(10.7, 0.0169), (12.8, 0.0117), (15.0, 0.0075), (17.1, 0.00141), (19.3, 0.00), (21.4,0.00)Up_rate_NK55 = GRAPH(BA_NK55)(0.00, 0.0493), (2.14, 0.039), (4.28, 0.0315), (6.42, 0.0233), (8.56, 0.0163), (10.7,0.0105), (12.8, 0.00625), (15.0, 0.0035), (17.1, 0.00175), (19.3, 0.00), (21.4, 0.00)

BiomassaNK1 = (42.69-(12.8*(Diameter_NK15)+1.24*(Diameter_NK15)^2))BiomassaNK2 = (42.69-(12.8*(Diameter_NK25)+1.24*(Diameter_NK25)^2))BiomassaNK3 = (42.69-(12.8*(Diameter_NK35)+1.24*(Diameter_NK35)^2))BiomassaNK4 = (42.69-(12.8*(Diameter_NK45)+1.24*(Diameter_NK45)^2))BiomassaNK5 = (42.69-(12.8*(Diameter_NK55)+1.24*(Diameter_NK55)^2))BiomassaNK6 = (42.69-(12.8*(Diameter_NK65)+1.24*(Diameter_NK65)^2))C_NK = (C_NK1+C_NK2+C_NK3+C_NK4+C_NK5+C_NK6)C_NK1 = (Phn_NK15*BiomassaNK1*0.5)/1000C_NK2 = (Phn_NK25*BiomassaNK2*0.5)/1000C_NK3 = (Phn_NK35*BiomassaNK3*0.5)/1000C_NK4 = (Phn_NK45*BiomassaNK4*0.5)/1000C_NK5 = (Phn_CNK*BiomassaNK5*0.5)/1000C_NK6 = (Phn_CNK*BiomassaNK6*0.5)/1000Diameter_NK15 = 0.145Diameter_NK25 = 0.245Diameter_NK35 = 0.345Diameter_NK45 = 0.445Diameter_NK55 = 0.545Diameter_NK65 = 0.645

D. Model Tegakan Total

BA_Tot = BA__D+BA__ND+BA__NKBD25 = Ph_D25*(1/4*3.14*(0.245)^2)BD35 = Ph_D35*(1/4*3.14*(0.345)^2)BD45 = Ph_D45*(1/4*3.14*(0.445)^2)BD55 = Ph_D55*(1/4*3.14*(0.545)^2)BD65 = Ph_D65*(1/4*3.14*(0.645)^2)BD_15 = Ph_D15*(1/4*3.14*(0.145)^2)BNK_15 = Ph_NK15*(3.14*15^2)/40000BNK_25 = Ph_NK25*(3.14*25^2)/40000BNK_35 = Ph_NK35*(3.14*35^2)/40000BNK_45 = Ph_NK45*(3.14*45^2)/40000BNK_55 = Ph_NK55*(3.14*55^2)/40000BNK_65 = Ph_NK65*(3.14*655^2)/40000BtotD = BD_15+BD25+BD35+BD45+BD55+BD65Btot_ND = B_ND15+B_ND25+B_ND35+B_ND45+B_ND55+B_ND65Btot_NK = BNK_15+BNK_25+BNK_35+BNK_45+BNK_55+BNK_65B_ND15 = PhND15*(1/4*3.14*0.145^2)

Page 129: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

112

B_ND25 = Ph_ND25*(1/4*3.14*0.245^2)B_ND35 = PhND35*(1/4*3.14*0.345^2)B_ND45 = Ph_ND45*(1/4*3.14*0.445^2)B_ND55 = Ph_ND55*(1/4*3.14*0.545^2)B_ND65 = Ph_ND65*(1/4*3.14*0.645^2)Masak_tebang_Kom = Masak_tebDip+Masak_teb_NDMask_teb_kom_masy = Masak_tebDip+Masak_teb_NDN_Total = N_D+N_ND+N_NKPhn_Inti_Kom = PhnInti_D+Phn_IntiNDTebang_D = Tebang_D45+Tebang_D55+Tebang_D65Tebang_D45 = 1Tebang_D55 = 1Tebang_D65 = 1Tebang_ND = Tebang_ND45+Tebang_ND55+Tebang_ND65Tebang_ND45 = 1Tebang_ND55 = 1Tebang_ND65 = 1Tot_BA = BtotD+Btot_ND+Btot_NKTot_Tebang =IF(TIME=0)THEN(Tebang_D45+Tebang_ND45+Tebang_D55+Tebang_D65+Tebang_ND65+Tebang_ND55)ELSE(0)Vol_Kom = Tot_Vol_ND+Tot_Vol_DipV_masak_tebang_Kom = (V_masak_tebang_ND+V__Masak_teb_Dip)V_Phn_Inti_Kom = V_Phn_Inti_Dip+V_Phn_Inti_NDEfek_tebang_1 = GRAPH(Tot_Tebang)(0.00, 0.00), (1.70, 0.00), (3.40, 0.129), (5.10, 0.182), (6.80, 0.232), (8.50, 0.273),(10.2, 0.299), (11.9, 0.317), (13.6, 0.338), (15.3, 0.347), (17.0, 0.354)Efek_tebang_2 = GRAPH(Tot_Tebang)(0.00, 0.0159), (1.70, 0.11), (3.40, 0.174), (5.10, 0.218), (6.80, 0.252), (8.50,0.276), (10.2, 0.294), (11.9, 0.314), (13.6, 0.329), (15.3, 0.349), (17.0, 0.354)Efek_tebang_3 = GRAPH(Tot_Tebang)(0.00, 0.0254), (0.6, 0.0602), (1.20, 0.0814), (1.80, 0.11), (2.40, 0.124), (3.00,0.138), (3.60, 0.154), (4.20, 0.17), (4.80, 0.186), (5.40, 0.201), (6.00, 0.211)

Efek_tebang_4 = GRAPH(Tot_Tebang)(0.00, 0.00211), (0.6, 0.0518), (1.20, 0.0983), (1.80, 0.126), (2.40, 0.149), (3.00,0.165), (3.60, 0.182), (4.20, 0.19), (4.80, 0.199), (5.40, 0.206), (6.00, 0.21)Efek_tebang_5 = GRAPH(Tot_Tebang)(0.00, 0.00), (0.2, 0.0174), (0.4, 0.038), (0.6, 0.054), (0.8, 0.0634), (1.00, 0.0685),(1.20, 0.0737), (1.40, 0.079), (1.60, 0.0855), (1.80, 0.0893), (2.00, 0.094)Efek_tebang_6 = GRAPH(Tot_Tebang)(0.00, 0.00), (0.2, 0.0117), (0.4, 0.0272), (0.6, 0.0418), (0.8, 0.0535), (1.00,0.0624), (1.20, 0.07), (1.40, 0.0775), (1.60, 0.084), (1.80, 0.0892), (2.00, 0.0916)

E. Model Pengembalian ekonomi

Areal_produktif(t) = Areal_produktif(t - dt)INIT Areal_produktif = 6840

Page 130: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

113

LEV_B(t) = LEV_B(t - dt) + (Lev_Benefit) * dtINIT LEV_B = 0

INFLOWS:Lev_Benefit = FV_Benefit*Discount1LEV_C(t) = LEV_C(t - dt) + (Lev_cost) * dtINIT LEV_C = 0

INFLOWS:Lev_cost = (Discount1*FV_Cost)+EPV_Benefit1(t) = PV_Benefit1(t - dt) + (PV_Benefit) * dtINIT PV_Benefit1 = 0

INFLOWS:PV_Benefit = Penerimaan_perusahaan*DiscountPV_Cost1(t) = PV_Cost1(t - dt) + (PV_Cost) * dtINIT PV_Cost1 = 0

INFLOWS:PV_Cost =(Biaya_BinHut+Biaya_perencanaan+Biaya_tahunan+Kewajiban_tdh_Ngr+Tot_Biaya_PHH+Kewajiban_trhp_lingkungan)*DiscountAEV = NPV1*((Interest*(1+Interest)^Siklus)/(((1+Interest)^(Siklus))-1))BCR = IF(TIME=Siklus)THEN(PV_Benefit1/PV_Cost1)ELSE(0)Compounding = ((1+Interest)^(Siklus-TIME))Discount = 1/(1+Interest)^TIMEDiscount1 = 1/((1+Interest)^(Siklus)-1)E = IF(TIME=Siklus)THEN(Biaya_tahunan)/Interest ELSE(0)Fluktuasi_harga = RANDOM(0.05,0.15,15)FV_Benefit = DELAY(Compounding*Penerimaan_perusahaan,STOPTIME-4)FV_Cost =(Biaya_BinHut+Biaya_perencanaan+Biaya_tahunan+Kewajiban_tdh_Ngr+Tot_Biaya_PHH+Kewajiban_trhp_lingkungan)*CompoundingHarga_D = Harga_D_kini+(Fluktuasi_harga*Harga_D_kini*Tahun_berjalan)Harga_D_kini = 600000Harga_ND =Harga_ND_kini+(Fluktuasi_harga*Harga_ND_kini*Tahun_berjalan)Harga_ND_kini = 500000Harga_rataND = Harga_ND_kini+(0.1*Harga_ND_kini*Tahun_berjalan)Harga_rata_D = Harga_D_kini+(0.1*Harga_D_kini*Tahun_berjalan)IHPH = StnIHPHInterest = .40Kewajiban_tdh_Ngr =IHPH+PBB+Pengeluaran_DR+Pengeluaran_PSDH+Pengeluaran_PPhKisaran_perubahan_harga_D = 0.05*Harga_D_kini*Tahun_berjalanKisaran_perubahan_harga_ND = 0.05*Harga_ND_kini*Tahun_berjalanLEV = (LEV_B-LEV_C)NPV1 = PV_Benefit1-PV_Cost1

Page 131: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

114

PBB = StnPBBPenerimaan_perusahaan = Rev_ND+Rev_DPengeluaran_DR = 368113Pengeluaran_PPh = IF(TIME=3)AND((Penerimaan_perusahaan-Tot_Biaya_PHH-Biaya_tahunan)>=1)THEN(PPh*(Penerimaan_perusahaan-Tot_Biaya_PHH-Biaya_tahunan))ELSE(0)Pengeluaran_PSDH = 123651PPh = IF(Penerimaan_perusahaan-Tot_Biaya_PHH<=1000000)THEN(0.15)ELSEIF(10000000<Penerimaan_perusahaan-Tot_Biaya_PHH<50000000)THEN(0.25)ELSE IF(Penerimaan_perusahaan-Tot_Biaya_PHH>=50000000)THEN(0.35)ELSE(0.35)Rev_D = Harga_D*Vol_DRev_ND = Harga_ND*Vol_NDSiklus = STOPTIME-30StnIHPH = 1500*Areal_produktifStnPBB = 1600*Areal_produktifTahun_berjalan = TIMEVol_D = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*(((.545+0.645)/2)^2))*Masak_tebDipVol_ND = (0.8*0.75*0.25*3.14*25*(((0.545+0.645)/2^2)))*Masak_teb_ND

F. Sub Model Biaya Produksi

administrasi_dan_umum = 424976Alat_berat = 8391Alat_kantor = 3633Bangunan = 2656Biaya_BinHut =ITT+Pemeliharaan_tan_pengayaan+Pengadaan_bibit+Pengayaan+PerapihanBiaya_Pemanenan_Htn = Penebangan_kayu+Penyaradan+TPKBiaya_Pemasaran = Muat_bongkar+Pengangkutan+PengapalanBiaya_perencanaan = ITSP+PAK+PWHBiaya_tahunan =administrasi_dan_umum+Inven_mess+Pembtn_pemeli_jln_+PMDH+Perlindungan_htan_sungai+PenyusutanInven_mess = 358ITSP = IF(TIME=1)THEN(15695)ELSE(0)ITT = IF(TIME=5)THEN(4556)ELSE(0)jalan_dan_jembatan = 110398Kegiatan_Konservasi = 1553Kewajiban_trhp_lingkungan = Kegiatan_Konservasi+KompensasiKompensasi = 95284Muat_bongkar = 50145PAK = IF(TIME=0)THEN(15857)ELSE(0)Pembtn_pemeli_jln_ = 21900Pemeliharaan_tan_pengayaan = IF(TIME=6)THEN(15831)ELSEIF(TIME=7)THEN(15831)ELSE IF(TIME=8)THEN(15831)ELSE(0)Penebangan_kayu = 38344Pengadaan_bibit = IF(TIME=5)THEN(7100)ELSE(0)

Page 132: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

115

Pengangkutan = 76400Pengapalan = 8892Pengayaan = IF(TIME=6)THEN(2402)ELSE(0)Penyaradan = 222988Penyusutan = Alat_berat+Alat_kantor+Bangunan+jalan_dan_jembatanPerapihan = IF(TIME=4)THEN(35865)ELSE(0)Perlindungan_htan_sungai = 889PMDH = 2210PWH = IF(TIME=2)THEN(3828)ELSE(0)Total_Biaya =Biaya_perencanaan+Biaya_BinHut+Biaya_tahunan+Tot_Biaya_PHH+Kewajiban_tdh_Ngr+Kewajiban_trhp_lingkungan+Biaya_PemasaranTot_Biaya_PHH =IF(TIME=3)THEN(Biaya_Pemanenan_Htn*V_masak_tebang_Kom)ELSE(0)TPK = 42757

G. Sub Model Penerimaan Masyarakat Adat

Basecamp = 0.05*TotKompensasiBiaya_angkutan = 100000Biaya_pengolahan = 200000Investasi = IF(TIME=0)THEN(10000000)ELSE(0)Jalan = 0.05*TotKompensasiJumlah_penerima = RANDOM(35,150)KompKayu_indah = Pers_std_kayu_indah*rataVolkyindahKomp_merbau = Perubahan_Std_merbau*rataVolmerbauKomp_nonmerbau = Perubahan_std_Nonmerbau*rataVolNonmerbauLoading_point = 0.05*TotKompensasiLogyard = 0.08*TotKompensasiMaterial = 0.05*TotKompensasiPembinaan = 0.07*TotKompensasiPemilik_hak_ulayat = 0.65*TotKompensasiPemilik_kayu =PULSE(Pendapatant_tebang_milik*Pers_pendapatan_pemilik,1,1)Pendapatant_tebang_milik = Penerimaan-Tot_biayaPenebang_kayu = PULSE(Persen_pendapatan*Pendapatant_tebang_milik,1,1)Penerimaan = Vol_produksi*Perubahan_harga_kayuPenerimaan_kompensasi =Basecamp+Jalan+Loading_point+Material+Logyard+Pembinaan+Pemilik_hak_ulayat/Jumlah_penerimaPersen_pendapatan = 0.80Persen_perbhn_standar_kompensasi = 0Persn_prbhn_hrga = 0Pers_pendapatan_pemilik = 0.20Pers_std_kayu_indah =(Standkayu_indah+((Standkayu_indah*Persen_perbhn_standar_kompensasi)/100))Perubahan_harga_kayu = rata_hrga_kayu+((rata_hrga_kayu*Persn_prbhn_hrga))Perubahan_Std_merbau =

Page 133: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

116

Stadnkomp_merbau+((Stadnkomp_merbau*Persen_perbhn_standar_kompensasi/100))Perubahan_std_Nonmerbau =Stadnkomp_nonmerbau+((Stadnkomp_nonmerbau*Persen_perbhn_standar_kompensasi/100))rataVolkyindah = 0.01*Vol_produksirataVolmerbau = 0.60*Vol_produksirataVolNonmerbau = 0.39*Vol_produksirata_biaya_pikul = 50000rata_biaya_tahunan = Biaya_angkutan+Biaya_pengolahan+rata_biaya_pikulrata_hrga_kayu = 1500000Stadnkomp_merbau = 50000Stadnkomp_nonmerbau = 10000Standkayu_indah = 100000TotKompensasi = KompKayu_indah+Komp_merbau+Komp_nonmerbauTot_biaya = Investasi+rata_biaya_tahunanVol_produksi = (V_masak_tebang_ND+V__Masak_teb_Dip)

H. Sub Model REDD

PV_Benefit_C(t) = PV_Benefit_C(t - dt) + (PV_BENFIT_C) * dtINITPV_Benefit_C = 0INFLOWS:PV_BENFIT_C = DISCOUNT__C*Pemasukan_CPV_COST__C(t) = PV_COST__C(t - dt) + (PV_COST_C) * dtINITPV_COST__C = 0INFLOWS:PV_COST_C = (Biaya_transaksi)*DISCOUNT__CBiaya_transaksi = 27000*(C_NK+C_tot_ND+C_total_Dip)DISCOUNT__C = 1/(1+Interest)^TIME-STARTTIMEHarga_C = 47500NPV_C = PV_Benefit_C-PV_COST__CPemasukan_C = (C_total_Dip+C_tot_ND+C_NK)*Harga_C

Page 134: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

117

Lampiran 4 Representasi model dinamika tegakan total

Page 135: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

118

Lampiran 5. Hasil simulasi nilai NPV. LEV, BCR dan IRR pada berbagaiperubahan suku bunga

Perubahan Suku Bunga (%)SiklusTebang

Kriteria

10 18 26 34 41

NPV(Rp/ha)LEV(Rp/ha) 136 047 398 128 568 121 119 067 870 110 268 992

BCR 1.59 1.32 1.15 1.05

20

IRR (%) 0.41NPV(Rp/ha) 151 377 129 74 305 938 43 779 942 29 356 741

LEV(Rp/ha) 142 311 793 138 490 652 133 750 812 131 167 646

BCR 1.83 1.40 1.18 1.06

30

IRR (%) 0.41NPV(Rp/ha) 175 802 946 81 159 375 46 426 655 30 632 126

LEV(Rp/ha) 267 230 952 258 603 324 248 076 821 241 882 757

BCR 1.95 1.42 1.18 1.06

35

IRR (%) 0.41NPV(Rp/ha) 198 472 379 86 679 401 48 451 341 31 593 495

LEV(Rp/ha) 311 672 393 302 998 448 292 839 381 289 319 144

BCR 2.07 1.43 1.18 1.06

40

IRR (%) 0.41

Page 136: MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4616/2009jma.pdf · MODEL DINAMIK PENGATURAN HASIL HUTAN TIDAK SEUMUR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

119

Lampiran 6 Representasi sub model biaya produksi