mkek medistra tim vs lexyano

6
DRAFT KEPUTUSAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN IKATAN DOKTER INDONESIA WILAYAH DKI JAKARTA Nomor : Demi keluhuran profesi dokter berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia Wilayah DKI Jakarta, yang memeriksa dan menyelesaikan perkara pengaduan pelanggaran etik kedokteran di tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut di bawah ini dalam perkara : Dugaan pelanggaran etik dan/atau profesi yang dilakukan oleh Tim Bedah Jantung RS Medistra pimpinan dr Tarmizi Hakim, SpB, SpBTKV, pada saat menangani pasien Lexyano, 9 tahun di RS Medistra, Jakarta Pusat, yang berakhir dengan kematian pasien. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Wilayah DKI Jakarta, Telah memeriksa surat-surat keanggotaan IDI, keahlian, ijin praktek, dan riwayat pekerjaan yang bersangkutan ; Telah membaca dan menganalisis surat permohonan pembicaraan kasus dari Direktur RS Medistra dengan suratnya bernomor 1540.1.B.10.04 tanggal 18 Oktober 2004; Telah mendengar dan memeriksa dokter-dokter teradu pada tanggal 11 November 2004 dan 13 Januari 2005; Telah mendengar dan memeriksa Ketua Komite medik RS Medistra pada tanggal 11 November 2004 dan 13 Januari 2005, dan mempelajari hasil pengkajian kasus oleh Komite Medis bernomor 80/KMD/IX/04 tertanggal 11 Oktober 2004; Telah mendengar dan memeriksa Pengurus Perki Jaya, Pengurus IKABI Jaya, Pengurus IDSAI Jaya (Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia), Perhimpunan Ahli Bedah Jantung dan IDAI Jaya (Ikatan Dokter Anak Indonesia) pada tanggal 11 November 2004 selaku peer group; RAHASIA Halaman ke 1 dari 4 halaman

Upload: juwita

Post on 05-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

MKEK Medistra Tim vs Lexyano

TRANSCRIPT

Page 1: MKEK Medistra Tim vs Lexyano

DRAFT

KEPUTUSAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERANIKATAN DOKTER INDONESIA WILAYAH DKI JAKARTA

Nomor :

Demi keluhuran profesi dokter berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia Wilayah DKI Jakarta, yang memeriksa dan menyelesaikan perkara pengaduan pelanggaran etik kedokteran di tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut di bawah ini dalam perkara :

Dugaan pelanggaran etik dan/atau profesi yang dilakukan oleh Tim Bedah Jantung RS Medistra pimpinan dr Tarmizi Hakim, SpB, SpBTKV, pada saat menangani pasien Lexyano, 9 tahun di RS Medistra, Jakarta Pusat, yang berakhir dengan kematian pasien.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Wilayah DKI Jakarta,Telah memeriksa surat-surat keanggotaan IDI, keahlian, ijin praktek, dan riwayat

pekerjaan yang bersangkutan ;Telah membaca dan menganalisis surat permohonan pembicaraan kasus dari Direktur

RS Medistra dengan suratnya bernomor 1540.1.B.10.04 tanggal 18 Oktober 2004;

Telah mendengar dan memeriksa dokter-dokter teradu pada tanggal 11 November 2004 dan 13 Januari 2005;

Telah mendengar dan memeriksa Ketua Komite medik RS Medistra pada tanggal 11 November 2004 dan 13 Januari 2005, dan mempelajari hasil pengkajian kasus oleh Komite Medis bernomor 80/KMD/IX/04 tertanggal 11 Oktober 2004;

Telah mendengar dan memeriksa Pengurus Perki Jaya, Pengurus IKABI Jaya, Pengurus IDSAI Jaya (Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia), Perhimpunan Ahli Bedah Jantung dan IDAI Jaya (Ikatan Dokter Anak Indonesia) pada tanggal 11 November 2004 selaku peer group;

Telah memeriksa dokumen medis yang terkait;

Tentang duduknya pengaduan

Menimbang bahwa Direktur RS Medistra Jakarta telah mengajukan surat permohonan pembicaraan kasus bernomor 1540.1.B.10.04 tanggal 18 Oktober 2004, yang ditujukan kepada Ketua MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta, yang pada pokoknya menyampaikan kasus yang diduga oleh keluarga pasien sebagai dugaan pelanggaran etik dan/atau profesi yang dilakukan oleh Tim Bedah Jantung RS Medistra pada saat menangani pasien anak Lexyano yang berakhir dengan kematian pasien.

Menimbang bahwa atas surat permohonan tersebut, MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta telah mengundang, mendengar dan memeriksa dokter-dokter teradu, beserta dokumen Rekam Medik pasien Lexyano yang pada pokoknya menguraikan penatalaksanaan pasien sewaktu di RS Medistra, yaitu :

1. Bahwa dokter-dokter teradu, yaitu dr Tarmizi Hakim, SpBTKV, dr Erwin Siregar, SpAn, dr Zuswayudha Samsu, SpAn, dr Dasaad Mulijono SpJP, dan dr Retno A, SpAn, adalah anggota IDI dan Perhimpunan Dokter Spesialis yang terkait, serta memiiliki Surat Ijin Praktek Tenaga Medis dan Surat Persetujuan Tempat Praktek

RAHASIA Halaman ke 1 dari 4 halaman

Page 2: MKEK Medistra Tim vs Lexyano

DRAFT

dari Instansi yang berwenang;2. Bahwa pasien Lexyano, usia 9 tahun, adalah pasien dr Dasaad Muliyono SpJP, datang

pada tanggal 9 Agustus 2004 dari Lampung dibawa oleh seorang ibu Ratna yang mengaku sebagai majikan dari ibu pasien. Pasien menderita penyakit jantung selama lebih dari 2 tahun, dengan riwayat penyakit infeksi berulang, dan selama enam bulan terakhir gejala penyakit jantungnya meningkat, dan telah mengakibatkan gangguan pertumbuhan berat badan (17 kg). Pasien telah diusulkan dokter yang merawatnya di Lampung (dr Halim SpJP) untuk dioperasi;

3. Bahwa pada pemeriksaan pertama ditemukan adanya demam dan kebocoran katub mitral yang berat, sehingga dilakukan pemeriksaan laboratorium, rontgen thoraks dan pemberian antibiotika. Keesokan harinya pasien telah tidak demam dan telah mau makan;

4. Bahwa pada tangal 18 Agustus 2004 pasien datang kembali dengan keadaan umum yang membaik dan berat badannya naik 2,5 kg. Hb meningkat dari 9,9 g/dl menjadi 12,1 g/dl, lekosit dan CRP normal;

5. Bahwa pada pemeriksaan echocardiography ditemukan kebocoran katub mitral yang berat akibat dari kelainan katub Mitral (mitral valve prolapsed), pembesaran serambi dan bilik jantung kiri, tidak ditemukan adanya hipertensi pulmonal. Terhadap pasien direncanakan operasi repair katub setelah keadaan umumnya diperbaiki (sesuai dengan referensi dan konvensi internasional). Untuk itu pasien dikonsultasikan ke dr Tarmizi Hakim, SpBTKV;

6. Bahwa tim bedah jantung telah mendiskusikan rencananya dengan ibu Ratna dan dengan ibu pasien (Ny Nevowati). Pada saat itu telah dijelaskan tentang perlunya operasi, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, biaya, lamanya perawatan dan lain-lain. Dokter juga mengemukakan bahwa risiko kematian pada operasi perbaikan katub mitral sebesar 1% dan pada operasi penggantian katub berkisar 5-10 %;

7. Bahwa perbaikan keadaan umum dan persiapan operasi dilakukan selama 2 minggu lebih, dengan melakukan eradikasi sumber infeksi pada gigi, telinga-hidung-tenggorok, dan kulit. Dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam menyatakan bahwa pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk operasi;

8. Bahwa operasi dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2004 dengan lancar dan tidak terdapat penyulit. Pada operasi ditemukan pembesaran serambi kiri dan kanan serta pembesaran bilik kiri dan kanan. Dilakukan penggantian katub Mitral dengan St Jude ukuran 2,5. Pasca operasi pasien dimasukkan ICU;

9. Bahwa pada 24 jam pertama pasca operasi, pasien mengalami gangguan hemodinamik (cenderung hipotensi (tekanan darah rendah) dan takikardi (denyut nadi cepat)), panas (suhu mencapai 40 derajat Celcius), aritmia (irama jantung tidak teratur) dan asidosis metabolik dan oliguria. Untuk itu dilakukan pemberian inotropik, cooling, anti aritmia, transfusi komponen darah dan resusitasi cairan. Tetapi pasien sempat mengalami episode kejang dan henti jantung pada 12 jam pasca operasi. Pasien tertolong setelah dilakukan resusitasi kardiopulmoner. Bahwa keadaan yang terjadi pada 24 jam pertama tersebut biasa disebut sebagai Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang merupakan akibat dari Post Perfusion Syndrome;

10. Bahwa pemeriksaan echocardiography pada hari ke 3 pasca operasi menunjukkan bahwa kerja katub mitral (yang diganti) baik;

11. Bahwa pada hari-hari berikutnya terjadi berbagai penyulit, seperti DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), gagal ginjal akut, dan gagal hati. Terhadap SIRS dan gagal ginjal dilakukan pengobatan dengan menggunakan Continous Renal

RAHASIA Halaman ke 2 dari 4 halaman

Page 3: MKEK Medistra Tim vs Lexyano

DRAFT

Replacement Therapy (CRRT) yang telah memperbaiki hemodinamik, perfusi jaringan, diuresis, penurunan Ureum dan Creatinin serta penurunan kadar SGOT, SGPT dan Bilirubin;

12. Bahwa pada minggu ketiga pasca operasi terjadi rebound infection dan sejak saat itu keadaan umum menurun terus menerus hingga akhirnya pasien meninggal pada tanggal 28 September 2004 pukul 15.01 wib;

13. Bahwa kasus telah dibicarakan di dalam rapat Komite Medis RS Medistra dan disimpulkan bahwa indikasi operasi sudah tepat, tindakan persiapan operasi telah dilakukan dengan seksama, tidak ditemukan kontra-indikasi operasi, operasi berjalan baik namun kemudian terjadi SIRS. Komite medis juga menilai bahwa penanganan terhadap SIRS dan gagal ginjal telah dilakukan dengan tepat dengan menggunakan CRRT dan pasien meninggal sebagai proses lanjut dari Multi Organ Dysfunction Syndrome;

Menimbang bahwa MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta telah mengundang, mendengar dan memeriksa dr Kukuh Basuki, SpBTKV selaku peer group dari kalangan dokter spesialis bedah jantung, yang menerangkan bahwa:

1. Bahwa terdapat 4 hal penting yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan operasi, yaitu indikasi operasi, toleransi operasi, timing operasi dan teknik operasi;

2. Bahwa hasil operasi terdapat 3 kemungkinan, yaitu full recovery, recovery dengan komplikasi atau pasien meninggal;

3. Bahwa bila terjadi komplikasi, yang penting adalah tindakan mengatasi hal itu;

4. Bahwa masalah post perfussion syndrome hingga saat ini belum ada jawaban yang tepat;

Menimbang bahwa dengan demikian MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta dalam sidang-sidangnya menemukan hal-hal sebagai berikut:

a. Bahwa indikasi operasi terhadap pasien Lexyano adalah tepat, yaitu untuk memperbaiki fungsi katub Mitral;

b. Bahwa kontra indikasi operasi telah dinyatakan tidak ditemukan baik oleh dokter spesialis anak maupun dokter spesialis penyakit dalam;

c. Bahwa waktu (timing) dilakukannya operasi juga sudah tepat ditinjau dari keadaan pasien yang sudah optimal, meskipun keadaan maksimal tidak dapat dicapai;

d. Bahwa operasi telah dilakukan dengan baik dan menghasilkan fungsi katub Mitral yang baik pasca operasi;

e. Bahwa komplikasi yang terjadi pasca operasi adalah dua hal penting, yaitu Low cardiac output dan SIRS, keduanya merupakan risiko operasi yang tidak dapat dihindari dan telah diterangkan dan dipahami oleh ibu pasien. Komplikasi tersebut kemudian dipersulit lagi dengan munculnya DIC dan gagal ginjal, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian pasien;

f. Bahwa Tim dokter telah menangani segala komplikasi yang terjadi pasca operasi dengan maksimal dan sesuai prosedur;

Memutuskan

RAHASIA Halaman ke 3 dari 4 halaman

Page 4: MKEK Medistra Tim vs Lexyano

DRAFT

Menetapkan bahwa dokter-dokter anggota tim bedah jantung dan perawatan pasien Lexyano, yaitu dr Tarmizi Hakim, SpBTKV, dr Erwin Siregar, SpAn, dr Zuswayudha Samsu, SpAn, dr Dasaad Mulijono SpJP, dan dr Retno A, SpAn telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku dan tidak terbukti melanggar etika kedokteran.

Jakarta, 14 April 2005.Ketua MKEK IDI Wilayah DKI,

Prof dr Mardiono Marsetio, SpM (K)

Catatan:1. IDAI dalam keterangannya menyatakan bahwa “Masih terdapat kemungkinan

adanya demam rheuma yang masih aktif”, sehingga timing operasi dapat dipertanyakan (optimalisasi keadaan pasien pre-op);

2. Dispute yang terjadi antar dokter tentang “penyebab kematian” atau “benarkah telah terjadi SIRS yang menjadi penyebab utama kematian pasien”, menunjukkan bahwa SIRS memang masalah di bidang perfusion yang masih belum dapat diterangkan (unforeseeable? unavoidable? dan untreatable?)

3. Apakah kemungkinan komplikasi terjadinya SIRS sudah pernah diinformasikan kepada keluarga pasien? (yang pasti sudah dijelaskan adalah tentang risiko kematian pada operasi, namun rincian risiko tsb apakah sudah dijelaskan?)

4. Mohon konfirmasi ke Prof dr Djoko, apakah isu-isu di atas penting dan mengganggu keputusan MKEK?

RAHASIA Halaman ke 4 dari 4 halaman