missri yuniar 1110051
TRANSCRIPT
TUGAS KEPERAWATAN GAWATDARURAT I
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) Dan KLASIFIKASI UGD
MENURUT DEPKES RI
oleh :
Missri Yuniar (1110051)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2013
SPGDT
(Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari
unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit.
Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb
saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu :
sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem
pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan
bersifat saling terkait dalam pelaksanaan sistem.
Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and
limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
1. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit
1) Public Safety Center
Didalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus
membentuk atau mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat
emergency dimana bentuknya adalah suatu unit kerja yang disebut Public
Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit kerja yang memberi pelayanan
umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional
dipimpin oleh seorang direktur.
Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan
membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana
disaat ini sering disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan
ambulans, dan komunikasi. Dalam pelaksanaan Public Service Center dapat
dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat, dimana
pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber daya
manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur
pemadam kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri
yang bergerak dalam bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki
fungsi tanggap cepat dalam penganggulangan tanggap darurat.
2) Brigade Siaga Bencana (BSB)
Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra
rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam
penanganan bencana. Pengorganisasian dibentuk oleh jajaran kesehatan baik
di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah sakit) petugas medis
baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi,
farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan
dimasukkan anggaran rutin APBN maupun APBD.
3) Pelayanan Ambulans
Kegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang
memberdayakan ambulans milik puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin,
rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi kesehatan swasta maupun
pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan dan lain-
lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan
yang disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam
rangka melaksanakan mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban
massal.
4) Komunikasi
Didalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-
hari memerlukan sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah
pembentukan jejaring penyampaian informasi jejaring koordinasi maupun
jejaring pelayanan gawat darurat sehingg seluruh kegiatan dapat berlangsung
dalam satu sistem yang terpadu terkoordinasi menjadi satu kesatuan kegiatan.
2. Pelayanan Pada Keadaan Bencana
Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan
hal-hal khusus yang harus dilakukan. Hal-hal yang perlu dilakukan dan
diselenggarakan adalah :
1) Koordinasi dan Komando
Dalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan
unit-unit kegiatan lintas sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif
dan efisien bila berada didalam suatu komandio dan satu koordinasi yang
sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.
2) Eskalasi dan Mobilisasi Sumber Daya
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan
korban massal yang harus melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini
dapat dilakukan dengan melakukan mobilisasi sumber daya manusia,
mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua pendukung pelayanan
kesehatan bagi korban.
3) Simulasi
Diperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap),
petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang
harus dilaksanakan oleh petugas yang merupakan standar pelayanan.
Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat diketahui apakah
semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.
4) Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
Penanganan bencana perlu dilakukan kegiatan pendokumentasian,
dalam bentuk pelaporan baik yang bersifat manual maupun digital dan
diakumulasi menjadi satu data yang digunakan untuk melakukan monitoring
maupun evaluasi, apakah yang bersifat keberhasilan ataupun kegagalan,
sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.
3. Sistem Pelayanan Medik Di Rumah Sakit
Harus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD,
ICU,kamar jenazah, unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium,
klinik, farmasi, gizi, ruang rawat inap, dan lain-lain.
1) Hospital Disaster Plan
Rumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi
kejadian bencana yang disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang
kejadiannya didalam rumah sakit maupun eksternal rumah sakit.
2) Unit Gawat Darurat (Ugd)
Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik
pembiayaan, SDM yang terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana
medis maupun non medis dan mengikuti teknologi pelayanan medis. Prinsip
utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik standar nasional
maupun standar internasional.
3) Brigade Siaga Bencana Rs (Bsb Rs)
Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana
dimana ini merupakan satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan
pelayanan medis pada saat-saat terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di
luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini menyebabkan korban massal.
4) High Care Unit (Hcu)
Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik
respirasi hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih
memerlukan pengobatan perawatan dan pengawasan secara ketat dan terus
menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe C dan tipe B.
5) Intensive Care Unit (Icu)
Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin.
Bersifat khusus untuk menghindari ancaman kematian dan memerlukan
berbagai alat bantu untuk memperbaiki fungsi vital dan memerlukan sarana
tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup besar.
6) Kamar Jenazah
Pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang
meninggal di rumah sakit maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal
sehari-hari ataupun bencana. Pada saat kejadian massal di perlukan
pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan
pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan
memerluikan SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek
legalitas.
4. Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah Sakit
Berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit
dalam memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk
menerima pasien dan ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan
fasilitas medis didalam sistem ambulans.
1) Evakuasi
Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah
sakit lapangan menuju ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah
sakit, baik dikarenakan adanya bencana yang terjadi di rumah sakit, dimana
pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan evakuasi tetap harus
menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang suah
ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.
2) Syarat – syarat evakuasi
a. Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk
di evakuasi.
b. Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk
transportasi.
c. Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima
korban.
d. Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling
layak tersedia.
3) Beberapa bentuk evakuasi
Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan,
karena lingkungan yang membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa,
membutuhkan pertolongan segera, maupun bila terdapat sejumlah pasien
dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.
Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena
adanya acaman bagi jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal
pasien syok, pasien stres dilingkungan kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan
pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang mengakibatkan kondisi
pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.
Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman
jiwa, tetapi masih perlu pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di
evakuasi bila sudah dalam keadaan baik atau stabil dan sudah memungkinkan
bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien patah tulang.
4) Kontrol lalu lintas
Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control
lalu lintas oleh kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit
dan pos medis maupun pos komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada
pos komando agar penderita dapat dilakukan evakuasi bila sudah dalam
keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring dengan proses evakuasi
itu sendiri.
Referensi
1. http://pusdiklatpmidiy.wordpress.com/ .
2. Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life
Support (GELS) : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan
ketiga. Dirjen Bina Yanmed Depkes RI, 2006.
3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community modul 4). Depkes RI, 2006.
4. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/SPGDT_SC_PSC_RHA.html .
5. http://emergency-skill.blogspot.com/2009/07/sistem-penanggulangan-gawat-
darurat.html
KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Karakteristik Pelayanan Keperawatan Di Unit Gawat Darurat
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi: kondisi klien, jumlah klien dan klg
yang datang
2. Kecemasan tinggi/panik dari klien dan keluarga
3. Keterbatasan sumber daya dan waktu
4. Pengkajian, diagnosis, dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia,
dengan data dasar yang sangat terbatas
5. Jenis tindakan yang diberikan: tindakan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan
yang tinggi
6. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat
B. Prinsip Umum Asuhan Keperawatan
1. Menerapkan prinsip universal precaution dan asuhan yang aman untuk klien
2. Cepat dan tepat
3. Tindakan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah fisik dan psikososial
klien.
4. Monitoring kondisi klien
5. Penjelasan dan pendidikan kesehatan
6. Asuhan diberikan menyeluruh (triase, proses resusitasi, stabilisasi, kematian, dan
penanganan bencana)
7. Sistem dokumentasi dapat digunakan secara mudah, cepat dan tepat
8. Aspek etik dan legal keperawatan perlu dijaga
C. Pelayanan Kesehatan Multidisiplin
1. Dokter, Perawat
2. Ahli rotgen
3. Petugas Laboratorium
4. Petugas ambulans
5. Petugas pembinaan mental dan lainnya.
D. Alur Pelayanan Pasien Di Unit Gawat Darurat
1. Sistem yang terganggu: di triase keluhan utama pasien dikaji, lalu ditetapkan organ
yang mungkin terganggu dan asal gangguannya (misalnya; bedah, penyakit dalam,
kebidanan).
2. Tingkat kegawatan yang diderita : di triase tingkat kegawatan pasien ditentukan
(gawat darurat/darurat tidak gawat/gawat tidak darurat/tidak gawat & tidak darurat)
3. TRIASE (Triage)
Tujuan:
a. Menjaga alur klien di IGD
b. Menetapkan derajat kegawatan klien
Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya
Hal itu diatur untuk mendapatkan :
- Pasien yang benar ke ….
- Tempat yang benar pada ….
- Waktu yang benar dengan ….
- Tersedianya perawatan yang benar ….
SISTEM TRIAGE
a. Non Disaster :
Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien
b. Disaster :
Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak
TYPE-TYPE TRIAGE DI RUMAH SAKIT
1. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol
2. Type 2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau
dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama
3. Type 3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem kategori
c. Sesuai protokol
KONSEP TRIAGE
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa
Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya
Pengkategorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu
Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage
Klasifikasi Triage
Klasifikasi berdasarkan pada :
Pengetahuan
data yang tersedia
situasi yang berlangsung
Sistem Klasifikasi
Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
1. Prioritas 1 atau Emergensi
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera
Pasien dibawa ke ruang resusitasi
Waktu tunggu 0 (Nol)
2. Prioritas 2 atau Urgent
Pasien dengan penyakit yang akut
Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki
Waktu tunggu 30 menit
Area Critical care
3. Prioritas 3 atau Non Urgent
pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang
minimal- luka lama
kondisi yang timbul sudah lama
area ambulatory / ruang P3
4. Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian
tidak ada respon pada segala rangsangan
tidak ada respirasi spontan
tidak ada bukti aktivitas jantung
hilangnya respon pupil terhadap cahaya
3 (tiga) Kategori Sistem Triage :
Format asli dari triage adalah :
Prioritas tertinggi
Prioritas kedua
Prioritas terendah
4 (empat) Kategori Sistem Triage :
Prioritas tertinggi
Segera, klas 1, berat, emergency
Prioritas tinggi
Sekunder, klas 2, sedang dan urgent
Prioritas rendah
Dapat ditunda, klas 3, ringan, non urgent
Meninggal
Mungkin meninggal, klas 4, klas 0
Kode Warna International Dalam Triage :
Warna HITAM : Priority 0 (DEAD)
Warna MERAH : Priority 1
Warna JINGGA : Priority 2
Warna HIJAU : Priority 3
KLASIFIKASI TRIAGE DALAM GAMBARAN KASUS
1. Prioritas 1 – Kasus Berat
Perdarahan berat
Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
Fraktur terbuka dan fraktur compound
Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
Shock tipe apapun
2. Prioritas 2 – Kasus Sedang
Trauma thorax non asfiksia
Fraktur tertutup pada tulang panjang
Luka bakar terbatas ( <>
Cedera pada bagian / jaringan lunak
3. Prioritas 3 – Kasus Ringan
Minor injuries
Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
4. Prioritas 0 – Kasus Meninggal
Tidak ada respon pada semua rangsangan
Tidak ada respirasi spontan
Tidak ada bukti aktivitas jantung
Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
TINDAKAN TRIASE SAAT KEADAAN BENCANA
PENGERTIAN:
Triase (Triage) adalah Tindakan untuk memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan tindakan berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang tersedia.TUJUAN:
Tujuan triase pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin.KEBIJAKAN:
1. Memilah korban berdasar:
a. Beratnya cidera
b. Besarnya kemungkinan untuk hidup
c. Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan tindakan
2. Triase tidak disertai tindakan
3. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus
dilakukan sesegera mungkin.PROSEDUR:
a. Penderita datang diterima petugas / paramedis UGD.
b. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya. Oleh paramedis yang
terlatih / dokter.
c. Namun bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
d. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna :
Segera- Immediate (I)- MERAH. Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya :
Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan
internal vasa besar dsb.
Tunda-Delayed (II)-KUNING. Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol,
fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar
<25% luas=”" permukaan=”" tubuh=”" dsb=”" br=”">
Minimal (III)-HIJAU. Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor,
memar dan lecet, luka bakar superfisial.
Expextant (0)-HITAM. Pasien menglami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna :
merah, kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan
diruang tindakan IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah
sakit lain.
g. Penderita/korban dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran
setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita/korban dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita/korban kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah.