miopati toksik

19
MIOPATI TOKSIK A. PENDAHULUAN Miopati menunjukkan gejala kelemahan otot-otot batang tubuh dan ekstremitas proksimal. Dapat pula terjadi kelemahan pada fleksi dan/atau ekstensi leher, dan kelemahan pada otot- otot ekspresi wajah. Pola berjalan yang khas adalah waddling (langkah sisi). Pada penyakit yang didapat, atrofi otot dapat relatif ringan setidaknya pada tahap awal penyakit dan refleks tendon masih baik. Miopati mempunyai beberapa gambaran umum. Penyakit pada otot hampir selalu bilateral dan seringkali bahkan simetris dalam penyebarannya di mana serabut otot tidak dapat berfungsi normal, akibatnya otot mengalami kelemahan atau kelumpuhan, atau terjadi sebaliknya, otot mengalami kekakuan, kram, atau tegang . Kecuali pada miotonia kongenital, otot-otot, dan oleh karena itu juga kekuatan ototnya secara perlahan berkurang. Tanda-tanda neurologis seperti gangguan sensorik, fasikulasi, fibrilasi, reaksi degenerasi dan fenomena spastik tidak ditemukan (menghilang). Ruang lingkup miopati sangat luas. Kebanyakan miopati kongenital berlangsung kronis dengan progresifitas yang lambat. Miopati metabolik, miopati inflamatorik, miopati toksik dan miopati endokrin terjadi secara subakut maupun akut, berlangsung tanpa disadari dan kadang menyulitkan bagi klinisi untuk mengenali dan menegakkan diagnosis secara dini. Untuk pasien gawat darurat sangat penting untuk bisa secara cepat dan tepat membedakan antara disfungsi neurologis dengan

Upload: irwan-syah

Post on 17-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Miopati toksik merupakan jenis penyakit neurumuskular jungtion yang mengakibatkan otot-otot menjadi lemah.penyakit saraf mengenai ototOtot proksimal

TRANSCRIPT

MIOPATI TOKSIK

A. PENDAHULUAN Miopati menunjukkan gejala kelemahan otot-otot batang tubuh dan ekstremitas proksimal. Dapat pula terjadi kelemahan pada fleksi dan/atau ekstensi leher, dan kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah. Pola berjalan yang khas adalah waddling (langkah sisi). Pada penyakit yang didapat, atrofi otot dapat relatif ringan setidaknya pada tahap awal penyakit dan refleks tendon masih baik.Miopati mempunyai beberapa gambaran umum. Penyakit pada otot hampir selalu bilateral dan seringkali bahkan simetris dalam penyebarannya di mana serabut otot tidak dapat berfungsi normal, akibatnya otot mengalami kelemahan atau kelumpuhan, atau terjadi sebaliknya, otot mengalami kekakuan, kram, atau tegang. Kecuali pada miotonia kongenital, otot-otot, dan oleh karena itu juga kekuatan ototnya secara perlahan berkurang. Tanda-tanda neurologis seperti gangguan sensorik, fasikulasi, fibrilasi, reaksi degenerasi dan fenomena spastik tidak ditemukan (menghilang).Ruang lingkup miopati sangat luas. Kebanyakan miopati kongenital berlangsung kronis dengan progresifitas yang lambat. Miopati metabolik, miopati inflamatorik, miopati toksik dan miopati endokrin terjadi secara subakut maupun akut, berlangsung tanpa disadari dan kadang menyulitkan bagi klinisi untuk mengenali dan menegakkan diagnosis secara dini. Untuk pasien gawat darurat sangat penting untuk bisa secara cepat dan tepat membedakan antara disfungsi neurologis dengan disfungsi muskuler dan segera mendiagnosis pasti kelainan miopati.Miopatitoksik (toxic myopathies) adalah miopati yang disebabkan oleh obat dan racun. Obat penurun kolesterol, khususnya jenisstatindapat menyebabkan miopati toksik. Gejala kelemahan dannyerisering berkembang selama periode waktu yang singkat, namun biasanya dapat membaik dengan cept setelah obat dihentikan. Onset juga dapat bertahap selama beberapa minggu atau bulan, seringkali setelah memulai pengobatan baru. B. EPIDEMIOLOGI Miopati termasuk penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi distrofi muskuler lebih tinggi pada laki-laki.Di amerika serikat,Duchennedanbecker MDmendekati angka 1/3300 anak. DMD memiliki prevalensi tertinggi dari kejadian miopati. Insidens keseluruhan dari distrofi muskuler sekitar 63 per 1 juta.Insidensi dan prevalensi dari miopati metabolik dan endokrin tidak diketahui. Miopati kortikosteroid adalah miopati yang terbanyak pada miopati endokrin serta gangguan endokrin paling sering pada wanita. Miopati metabolik jarang terjadi tetapi diagnosis untuk kondisi tersebut meningkat di amerika serikat.Kejadian miopati herediter di seluruh dunia sekitar 14%. Dari keseluruhan penyakit tersebut, penyakit central core (16%), nemaline rod ( 20%), centranuclear berjumlah (14%), dan multicore (10%).Prevalensi distrofi muskular lebih tinggi pada laki-laki. Di Amerika Serikat, distrofi muskular Duchenne dan Becker terdapat 1 dari 3300 laki-laki. Keseluruhan insiden distrofi muskular adalah sekitar 63/1 juta.Data FDA hingga tahun 2002 mencatat bahwa bahwa tingkat pelaporan resep statin adalah 0,38 kasus miopati dan 1,07 kasus rahbadomyolisis, namun sumber data ini mungkin bersifat bias karena pelaporan efek samping ini bersifat sukarela.

C. GEJALA MIOPATIGejala miopati secara umum antara lain adalah otot mengalami kelumpuhan, melemah, mengecil, nyeri, bengkak, atau kram. Walaupun demikian, setiap penyebab memberikan pola gejala yang berbeda. Pada penyakit polio misalnya, gejalanya adalah lumpuh layu, sedangkan pada penyakit tetanus gejalanya kaku otot dan kejang-kejang. Jika tubuh kekurangan cairan atau dehidrasi, timbul gejala kram otot, dimana otot tegang, kaku, rasa tertarik, dan nyeri.Selain itu, pada setiap orang gejala bisa berbeda walaupun penyebabnya sama. Misalnya pada penyakit stroke, ada yang mengalami gejala badan mati sebelah, ada yang bicara pelo, ada yang kehilangan penglihatan, ada yang terganggu daya pikirnya, dan sebagainya. Biasanya, jika lumpuh berlangsung lama dan otot jarang digunakan, otot cenderung mengecil. Keadaan ini disebutatrofiotot. Pengecilan otot juga dapat ditemukan pada mereka yang kurang gizi, terutama kekurangan zat protein.Secara umum gambaran klinik dari miopati, antara lain: Gejala utama dari miopati (dan penyakit neuromuskuler) adalah kelemahan, Kelemahan ini dapat menyebabkan kelainan gaya berjalan (tanda Duchenne, tanda Trendelenburg, langkap pendek-pendek dan mengayun dari sisi ke sisi/Waddling) dan membuatnya sulit bagi pasien untuk menaiki tangga, naik ke kursi, berdiri dari duduk atau posisi berbaring, memfokuskan objek, menjaga lengan tetap direntangkan, atau menyisir rambut. Kelemahan biasanya simetris, mengenai bagian proksimal lebih dominan daripada bagian distal, bisa juga terkena otot wajah, leher, dan pernapasan. Kadang-kadang bisa mengenai asimetris atau distal. Manifestasi kelemahan itu sendiri berbeda-beda tergantung umurnya:oPenurunan pergerakan fetus di dalam rahimoFloppy infantneonatallyoKeterlambatan aktifitas motorik pada usia anak-anakoMenurunnya kekuatan dan tenaga dari otot pada anak remaja dan orang dewasa Atrofi otot biasanya ada, tapi terkadang juga tidak ada Pseudohipertropi, otot yang mengalami distropi penggantian otot dilakukan oleh jaringan lemak dan ikat menyebabkan membesarnya otot, terutama otot gastronemicus dan deltoid. True Hipertropy of Muscle, terlihat dalam miotonia kongenital dan jarang. Dilain tipe miopati yang mana ada aktivitas spontan yang terus-menerus pada serat otot. Tonus otot bisa menurun atau normal Refleks fisiologis bisa berkurang atau tidak ada, kira-kira sejajar dengan tingkat kelemahan. Nyeri, hanya beberapa tipe mipati yang terdapat nyeri. banyak pada infeksi mipati(miositis) dengan nyeri terus menerus, seperti halnya nekrosis iskemik di otot. Reaksi miotonik, secara klinis didapati pada miotonia. Ketidakmampuan otot rangka rileks segera setelah kontraksi Kontraktur, pemendekan otot. seperti proses patologi di dalam dan sekitar sendi, terbatasnya gerakan pasif. Kontraksi otot menunjukan tidak ada aktivitas EMG Fasikulasi bisa ada atau tidak, gerakan keduan yang singkat dan ireguler yang terlihat melalui kulit dan terjadi pada bagian tengah otot. Refleks somatosensorik terhambat Variasi kekuatan dengan latihan dapat berupa:oKekuatan otot yang fluktuatif akibat miopati metabolik (misalnya penyakit McArdle)oFatigabilitas (atau kelemahan progresif yang dapat kembali dengan istirahat) adalah gambaranmiastenia gravis dimana kerusakannya terletak pada transmisi neuromuskuler.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Creatinin kinase dengan isoenzim Elektrolit, kalsium, magnesium Serum mioglobin Kreatinin serum dan BUN Urinalisis: Mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis positif dengan sedikit RBCs pada evaluasi mikroscopik. Hitung darah lengkap Laju endap darah Tes fungsi tiroid ASTTest lainnya: Elektrokardiogram, untuk menemukan tanda-tanda hipokalemia di bawah ini: Perubahan nonspesifik difuse gelombang ST-T Peningkatan interval PR Gelombang U QRS lebar

Terapi steroid, sebaiknya diberikan sampai diagnosis pasti ditegakkan, tetapi banyak tes penting untuk menggambarkan ragam penyebab dari miopati yang tidak bersifat emergensi. Berikut ini diantaranya: Tes Genetik Antibodi antinuklir (ANA) MRI Elektromiogram (EMG) Biopsi otot

E. DIAGNOSIS BANDINGBeberapa penyakit lain yang dapat menyebabkan kelemahan otot: Sindrom Guillain-Barr SindromEaton-Lambert Myasthenic Myastenia Gravis Serebral Palsi Atrofi Muskular Spinalis Hipomielinasi neuropati kongenital Kemungkinan sulit untuk membedakan antara miopati dengan neuropati perifer. Adapun gambaran klinis dari neuropati perifer antara lain sebagai berikut:oKelemahan terjadi pada otot bagian distal walaupun ada beberapa pengecualian: Miopati dimana otot bagian distalnya yang mengalami (distrofimiotonik, miopati Welander) Neuropati perifer yang justru terjadi pada otot bagian proksimal (amiotropidiabetik, penyakitmotor neuron).oPenurunan reflex ototoFasikulasioAbnormalitias somatosensorik. Pada beberapa kasus kompleks dapat terjadi gangguan neurogenik dan miopatik secara bersamaan, dimanadiagnosisnya dapat disatukan:oDiabetes mellitusdapat menyebabkan neuropati dan miopati inflamatorikoKanker dapat menyebabkan dermatomiositis dan neuropati perifer akibat kemoterapi pada satu pasienoRadikulopati(penyakit degeneratif sendi) dapat terjadi pada pasien denganmiopati.

F. Klasifikasi Miopati Kelompok Penyakit Jenis Penyakit Cara Penurunan

Distropi Muskular

Miotonik dan periodik paralisis (channelopatihes)

Miopati Metabolik

Miopati Mitokondrial dan encephalomiopati

Miopati Kongenital

Miopati Inflamatori

Miopati akibat gangguan Endokrin

Toxic and Drug Induced Myophaty

Gangguan Transmisi Neuromuscular

Tumor TraumaIskemik

Distorpi Muskular progresif: Tipe Duchene Tipe Beker Tipe Emery-DreifussDilated Cardiomiopaty

Bentuk ScapulopereonalDistropi Steinerts miotonikDistropi miotonik, bentuk proksimal Distropi Facioscapulohumeral Distropi ScapuloperenoealLimb Gridle FormsMiopati Distal (hereditery late onset distal myophaties of Welander and Marksberry Griigs)Distropi Oculopharingeal

Limb Gridle FormsMiopati Distal (Tipe Nonaka, Tipe Miyoshi)Miopati QuadricepsDistropi Kongenital

Miotonik Kongenital (Thomsen)Paramiotonik Kongenital (Eulenburg)Kongenital Miotonik lainyaParalisis periodik hipokalemiaParalisis periodik hiperkalemia

Gangguan Metabolisme KarbohidratMiopati penyimpanan lipidGangguan siklus nukleotida purin

Progressive external ophthalmoplegiaand ragged red fibersSindrom Kerns-SayreSindrom MERRFSindrom MelasSindrom NARF

Miopati Central CoreMiopati Nemaline (rod)Miopati Centranuclear

PolimiositisDermatomiositisDermatomiositis JuvenilPoly-dan Dermatomyositis in MalignancyPolimiositis akibat gangguan kolagenSarcoidosisSindrom Eosinophilia-myalgiaInfeksi Miositis

HipotiroidismHipertiroidismCushing DiseaseSteroid MyophatyAkromegaliHipoparatirodismHiperparatiroidism

Cedera otot karena penyalahgunaan alkohol (rhamdomiolisis, miopati alkohol akut, subaakut dan kronis)KokainHeroinSelf Crush drug-induced comaVacolar miopati karena colchicineKloroquinOrvincristinHipokalemia akbiat obat diuretikMiopati Inflamasi akbiat obat golongan penicilin atau cimetidineObat penurun kolestrolDefisiensi Vitamin E

Miastenia Gravis PseudoparalisisMiastenia Gravis KongenitalSindrom Miastenia Lambert-EatonBotulismBungarotoksinMiastenia Familial-InfatileSindrom Slow channel

X- Linked

Autosmal Dominan

Autosomal Resesif

Autosomal Dominan

Autosomal rsesif

Maternal

Autosomal DominanX-Linked

Bukan Heriditer

Bukan Heriditer

Bukan Heriditer

Bukan Heriditer

Autosomal resesif atau dominan

G. MIOPATI TOKSIK - Miopati akbiat induksi obat penurun kolestro (STATIN)\Obat golongan penghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG CoA reductase), atau statin merupakan obat penurun lipid andalan karena khasiatnya yang mapan dalam mengurangi resiko morbiditas penyakit kardiovaskular. Secara umum, terapi statin dianggap aman karena efek samping merugikan berat yang jarang terjadi. Kendati demikian pada beberapa kasus pasien mungkin akan mengalami intoleransi terhadap statin. Secara khusus, statin menginduksi terjadinya miopati, yang merupakan salah satu efek samping yang paling merugikan pada penggunaan statin. Selain ini adanya peningkatan aminotransferase serum, dianggap sebagai manivestasi adanya toksisitas hati.Golongan statin bekerja sedikitnya melalui 2 mekanisme. Pertama, statin menghambat kerja enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol, yaitu enzim HMG-CoA reductase, jadi secara langsung menghambat biosintesis kolesterol. Kedua, statin merangsang upregulasi reseptor LDL didalam sel-sel hati, sehingga meningkatkan bersihan LDL kolesterol. Statin bekerja melalui hambatan terhadap sintesis prenylated protein seperti geranyl-geranyl pyrophosphate dan farnesyl-farnesyl pyrophosphate, sehingga secara tidak langsung memediasi proses intraseluler yang terlibat dalam arus lalu lintas sinyal intraseluler dan sintesis protein. Hambatan produksi prenylated protein akan menghentikan aktivasi protein-protein regulasi tertentu melalui proses prenilasi (penambahan suatu struktur karbon spesifik pada molekul protein). Protein-protein regulasi ini antara lain Ras, Rac dan Rho, yang berperan dalam mempertahankan kehidupan sel, pertumbuhan sel dan keberlangsungan komunikasi sel serta menghambat apoptosis.Apoptosis yang terjadi akibat pengaruh pemberian statin dapat mengurangi volume plak aterosklerosis melalui regulasi terhadap proliferasi sel otot polos. Proses yang sama juga terjadi didalam otot rangka, dimana secara teoritis pada pemberian statin akan menimbulkan kerusakan sel-sel otot rangka, sehingga menimbulkan myositis dan rhabdomyolysis.Pada dasarnya efek samping merugikan statin dapat dihentikan dengan penghentian penggunaan obat statin tersebut. Namun sebagian pasien menolak terapi dengan statin karena adanya kekhawatiran adanya toksisitas hati dan otot. Hal ini menjadi hambatan untuk mengurangi resiko penyakit kardiovaskular pada pasien dengan hiperlipidemia. Tulisan ini akan lebih mengulas tentang efek samping statin terhadap toksisitas hati dan otot akibat penggunaan statin.Obat-obat golongan statin digunakan secara luas untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Penelitian-penelitian besar memperlihatkan kemampuan statin dalam menurunkan risiko kematian karena kardiovaskular, infark (proses kematian sel karena kurangnya suplai oksigen dan zat makanan) miokard nonfatal, stroke dan menurunkan perlunya tindakan revaskularisasi. Semua pengaruh menguntungkan ini dikarenakan kemampuan statin dalam menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein). Bahkan dalam sebuah penelitian, pasien anak dan remaja dengan hiperkolesterolemia familial yang diterapi dengan obat golongan statin, pemberian terapi statin terjadi penghambatan progresifitas penebalan pembuluh darah, sehingga pemberian statin.Dr Jane Armitage dan rekan melakukan penelitian terhadap data-data penelitian yang dipublikasikan dari tahun 1985 hingga 2006 mengenai efektifitas, efek samping dan keamanan obat golongan statin. Hasil dari penelitain yang dilakukan dr. Jane memperlihatkan efektifitas statin dalam menurunkan angka kejadian kematian karena kardiovaskular, infark miokard nonfatal, stroke dan menurunkan perlunya tindakan revaskularisasi. Sedangkan efek samping yang sering terjadi dalam penelitian adalah toksisitas pada otot, diantaranya miopati dan rabdomiolisis (proses hancurnya sel otot skeletal karena benturan pada jaringan otot), dan gangguan enzim pencernaan.Presentasi klinis miopati akibat statin bervariasi mulai dari kelelahan ringan hingga rhabdomyolisis yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Gejala yang paling sering dilaporkan adalah myalgia, kelelahan, kelemahan, nyeri umum, dan nyeri otot proksimal. Keluhan lain yang lebih jarang adalah nyeri tendon dan kram otot nokturnal. Myalgia didefinisikan sebagai gejala otot tanpa disertai adanya peningkatan CK, myosiitis mengacu pada gejala otot dengan peningkatan CK, sedangkan rhabdomyolisis didefinisikan sebagai gejala otot yang ditandai dengan peningkatan CK (hingga 10 kali batas normal) dengan peningkatan kreatinin serum sesekali juga ditandai dengan adanya urin yang berwarna kecoklatan.Hubungan temporal antara inisisasi statin dengan mulai timbulnya gejala, bervariasi secara luas, sebagaimana halnya waktu mulai penghentian pengobatan dengan menghilangnya gejala. Penjelasan mengenai adanya induksi statin terhadap myopati adalah adanya induksi sel apoptosis atau kematian sel myosit terprogram dengan mengurangi isoprenoidnya. Isoprenoid adalah lemak yang diproduksi oleh HMG-CoA reduktase. Isoprenoid terhubung dengan protein melalui farnesilasi. Menurut teori ini statin memblokir produksi farnesil pirofosfat dan mencegah prenilasi ikatan protein GTP protein Ras, Rac dan Rho. Penurunan tingkat terprenilasi ini menyebabkan peningkatan kadar kalsium sitosol yang selanjutnya mengaktivasi enzim proteolitik capsase-3 dan capsase-9 yang memiliki peran sentral dalam kematian sel.Semua obat golongan statin dapat menyebabkan miopati, yang dapat berkembang menjadi rabdomiolisis. Namun angka kejadian miopati kurang dari 1 per 10000 pasien dengan penggunaan dosis standar statin. Risiko miopati meningkat seiring dengan peningkatan dosis, namun risiko ini tetap rendah dengan atorvastatin 80 mg. Selain itu diketahui bahwa miopati dan rabdomiolisis ini biasanya terjadi bila obat-obat statin digunakan bersamaan dengan obat lainnya, seperti golongan fibrat.Dr. Jane mengatakan bahwa nyeri otot sering terjadi pada pasien paruh baya dan kalau pasien tersebut diterapi dengan statin, statinlah yang biasanya dipersalahkan menjadi penyebab nyeri ini. Pemeriksaan menggunakan kreatinin kinase pada pasien-pasien tersebut dapat menyingkirkan adanya miopati dan terapi statin dapat diteruskan. Kadar normal kreatinin kinase 10-120 mikrogram per liter (mcg/L). Karena kreatinin kinase hanya dapat bertahan dalam jangka waktu yang pendek, pengambilan sampel darah harus dilakukan dalam 48 jam kelainan pada otot terjadi (akan lebih baik dalam 24 jam pertama).Adanya kerusakan pada membran sel akibat kekurangan oksigen atau kerusakan lainnya dapat melepaskan kreatinin kinase di dalam sel ke sirkulasi seluruh tubuh. Umumnya, kenaikan kadar kreatinin kinase mempunyai tingkat sensitivitas yang cukup tinggi terhadap serangan jantung, namun tidak spesifik untuk kelainan jantung tersebut, karena kreatinin kinase juga terdapat pada jaringan lainnya. Kadar kreatinin kinase berfungsi dalam membantu diagnosis serangan jantung, evaluasi adanya nyeri dada, untuk menentukan seberapa parah kerusakan otot yang terjadi, untuk mendeteksi apakah ada kelainan atau penyakit pada otot. Pola kenaikan atau penurunan serta waktu pemeriksaan kadar kreatinin kinase dapat membantu menegakan diagnosis.

H. TERAPI MIOPATIKarena perbedaan tipe miopati disebabkan oleh banyak jalur yang berbeda, tidak ada penanganan tunggal untuk miopati. Tergantung pada diagnosis, tingkat keparahan dan keadaan penyakit. Jangkauan penanganan meluas dari penanganan simptomatik sampai penanganan target atau penyebab spesifik. Farmakoterapi, terapi fisik, terapi supportif, bedah bahkan akupuntur adalah pilihan terpai terkini untuk beragam kelainan miopati.Manajemen kasus kegawatdaruratan:Miopati dapat terjadi secara akut atau dengan gejala akut, misalnya di bawah ini: Kesulitan respiratorik:oKegagalan respirasi terjadi pada beberapa kejadian miopatioPneumonia aspirasi mungkin dihubungkan dengan kejadian miopatioKomplikasi kardial mungkin berhubungan dengan kardiomiopati dan gangguan konduksi. Beberapa miopati metabolik:oHipokalemia: Suplementasi oral Pemberian kalium intravena secara seksama Obat profilaksis (spironolaktondanasetazolamide).oHiperkalemia: Masukkan karbohidrat (segera bila serangan disertai hiperkalemi paralisis periodik) Beri glukosa dan insulin. Rabdomiolisis:oMenyebabkan komplikasi ginjal yang mengancam jiwa dan gangguan metabolik (hiperkalemia)oSeringkali membutuhkan penanganan intensif. Polimialgia reumatik:oTangani dengan kortikosteroidoWaspada adanyaarteritistemporal.

Penanganan Jangka Panjang: Miopati yang berhubungan dengan kegagalan pernafasan:oMonitor fungsi paru (restriksi dini dapat terjadi sebelum muncul gejala)oWaspada gejala hipoksia nokturnal (kurang tidur, mimpi buruk, sakit kepala)oFisioterapioMungkin membutuhkan trakeostomi dan ventilasi permanen. Pengobatan spesifik mungkin berguna dalam situasi tertentu untuk sebagian miopati Konselinggenetik Bedah:oBedah lepas tendon misalnya untuk memeperpanjang kemampuan berjalan. Latihan fisik:oLatihan berjalanoKursi rodaoAdaptasi dengan peralatan. Dukungan keluarga Anjuran dietoUmum- misalnya untuk mencegah kegemukanoSpesifik.

Referensi

1. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi. In: Suwono W, editor. Sistem Motorik. 2 ed. Jakarta: EGC; 1996. p. 73.2. Mumenthaler M, Mattle H. Neurology. Myophaties. 4 ed New York: George Thieme Verlag Stugart;2004.p.851-603. L G. Lecture Notes Neurologi. In: Safitri A, Astikawati R, editors. Saraf dan Otot. Jakarta: Erlangga; 2008.4. Harisson T. Harisson's Principle of Internal Medicine. In: Resnick W, Wintrobe M, editors. muscular Dystrophies and Other Muscle Disease. America: McGraw-Hill Companies; 2005. p. 2527-31.5. Ganong W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. In: Widjajakusumah M, editor. Jaringan Peka Rangsang: Otot. Jakarta: EGC; 2003. p. 62.6. Bethel C. Myopathies. Medscape reference 2009.7. Swierzewski S. Myopathies. Available at: URL: HealthCommunities.com Accessed agustus, 2011.8. Armitege J. The safety of statins in clinical practice.The Lancet 2007; 370:1781-909. Ballantyne C. M., Corsini A., Davidson M. H., et al. Risk for Myopathy With Statin Therapy in High-RisK Patients.Arch Intern Med. 2003;163:553-64.10. Hughes S. Statins Are "Remarkably Safe," Says New Review . http://www.medscape.com/viewarticle/558019?src=mp&spon=17&uac=117092CG11. Josan K., Majumdar S. R., McAlister F. A., et al. The efficacy and safety of intensive statin therapy: a meta-analysis of randomized trials.CMAJ 2008; 178 (5).12. Roberts C. G. P., Guallar E., Rodriguez A. Efficacy and Safety of Statin Monotherapy in Older Adults: A Meta-Analysis.The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences 2007; 62: 879-87.13. Rodenburg J., Vissers M. N., Wiegman A., et al. Statin Treatment in Children With Familial Hypercholesterolemia.The Younger, the Better. Circulation 2007; 116: 664 8(http://www.hexpharmjaya.com/post/Profil-keamanan-penggunaan-simvastatin.aspx)