minyak ikan

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak ikan adalah bahan pakan penting dalam industri akuakultur, dengan sekitar 74% dari pasokan dunia digunakan dalam pakan ikan (FAO, 2011). Berkembangnya industri budidaya sebagian besar bergantung pada perikanan tangkap yang menyediakan minyak ikan untuk pembuatan pakan. Namun, ruang lingkup untuk meningkatnya persediaab bagi minyak ikan dari perikanan tangkap terbatas, sebagai hasil produksi dari perikanan global yang telah stabil dan tidak dapat diantisipasi peningkatannya di masa depan (FAO, 2012 ; Naylor et al ,2009; Tacon dan Metian, 2008). Ada kekhawatiran lebih lanjut tentang keberlanjutan penggunaan ikan yang tertangkap secara liar untuk produksi minyak ikan (WWF,2012). Situasi ini panggilan untuk pemanfaatan secara optimal untuk sumber daya yang ada dari minyak ikan atau mengembangkan pakan ikan dengan menggunakan minyak ikan yang rendah. Dalam rangka untuk menjamin pasokan lanjutan bahan pakan untuk industry budidaya berkembang. Penggantian minyak ikan dengan minyak alternatif dalam pakan ikan bagaimanapun tidak mudah dicapai, karena kurangnya asam lemak n-3 tak jenuh ganda rantai panjang dalam minyak alternative (Naylor et al., 2009; turchini et al., 2009). Pemulihan minyak ikan dari pengolahan limbah ikan dapat memberikan kontribusi untuk produksi minya ikan tahunan, seperti halnya dengan makan ikan dimana oleh produk

Upload: achmad-affan

Post on 12-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

minyak ikan

TRANSCRIPT

Page 1: Minyak Ikan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak ikan adalah bahan pakan penting dalam industri akuakultur, dengan sekitar 74% dari

pasokan dunia digunakan dalam pakan ikan (FAO, 2011). Berkembangnya industri budidaya

sebagian besar bergantung pada perikanan tangkap yang menyediakan minyak ikan untuk

pembuatan pakan. Namun, ruang lingkup untuk meningkatnya persediaab bagi minyak ikan dari

perikanan tangkap terbatas, sebagai hasil produksi dari perikanan global yang telah stabil dan

tidak dapat diantisipasi peningkatannya di masa depan (FAO, 2012 ; Naylor et al ,2009; Tacon

dan Metian, 2008). Ada kekhawatiran lebih lanjut tentang keberlanjutan penggunaan ikan yang

tertangkap secara liar untuk produksi minyak ikan (WWF,2012). Situasi ini panggilan untuk

pemanfaatan secara optimal untuk sumber daya yang ada dari minyak ikan atau mengembangkan

pakan ikan dengan menggunakan minyak ikan yang rendah. Dalam rangka untuk menjamin

pasokan lanjutan bahan pakan untuk industry budidaya berkembang. Penggantian minyak ikan

dengan minyak alternatif dalam pakan ikan bagaimanapun tidak mudah dicapai, karena

kurangnya asam lemak n-3 tak jenuh ganda rantai panjang dalam minyak alternative (Naylor et

al., 2009; turchini et al., 2009). Pemulihan minyak ikan dari pengolahan limbah ikan dapat

memberikan kontribusi untuk produksi minya ikan tahunan, seperti halnya dengan makan ikan

dimana oleh produk pemulihan kontribusi besar untuk output tepung ikan tahunan (FAO, 2012)

Pemulihan minyak ikan dari silase ikan bisa memiliki keungulan dalam kualitas minyak

dibandingkan dengan produksi minyak ikan konvensional, karena perbedaan metode pemulihan.

Persiapan silase ikan adalah metode enzimatik hidrolisis protein yang dicapai pada suhu rendah,

yang dapat mencegah oksidasi lipid yang terjadi selama suhu tinggi (sampai 95oC) proses

pemulihan minyak ikan konvensional (Dumay et al, 2004 ; EFSA, 2010). Hidrolisis protein

memfasilitasi pemulihan minyak ikan, sebagai lapisan air yang mengandung hidrolisat protein

mudah dipisahkan dari minyak mengambang yang kemudiann mudah ditemukan (Dumay et al,

2004; Raa dan Gildberg, 1982). Proses ensiling cocok untuk memperbaiki minyak ikan dari

jumlah yang relative kecil dari limbah ikan, karena proses ini cukup sederhana dengan belanja

Page 2: Minyak Ikan

modal awal yang rendah, dan hamper independen dari skala ekonomi (De Arruda et al, 2007;

Raa dan Gildberg, 1982).

Minyak silase berasal dari limbah pengolahan ikan yang dapat di aplikasikan sebagai

bahan pakan dalam industry budidaya karena biaya produksi yang lebih rendah yang dihasilkan

dari bahan baku dan pengolahannya murah (De Arruda et al., 2007). Budidaya itu sendiri

tergantung pada biaya sumber lemak yan efektif untuk penyediaan energy dan nutrisi yang

penting seperti lemak tak jenuh asam lemak dalam pakan dan minyak silase dapat berpotensi

menjadi pengganti biaya rendah dari minyak ikan konvensional. Industri pakan saat ini bersaing

dengan sektor nilai nutrisi manusia yang lebih tinggi untuk minyak ikan (FAO ,2012), dimana ia

merupakan sumber penting n-3 asam lemak tak jenuh dari fungsional (Mourente dan Bell, 2006).

Sebagai produk yang berasal dari limbah pengolahan ikan, minyak silase memiliki keuntungan

lebih lanjut bahwa hal itu tidak menyebabkan peningkatan panen ikan secara liar dan dengan

demikian akan memberikan kontribusi untuk meningkatkan pakan berkelanjutan.

1.2 Tujuan penulisan

Literatur saat ini pada pemanfaatan minyak silase sebagai bahan baku pakan terbatas. Tujuan

penelitian ini adalah: untuk mengevaluasi minyak silase pulih dari limbah pengolahan ikan

rainbow trout sebagai alternative untuk komersial minyak ikan pelagis dalam diet untuk

mozambik nilai mujair.

Sedangkan tujuan penulisan yaitu penulis dan orang banyak dapat mengetahui minyak

alternative lain untuk menciptakan minyak ikan seperti minyak ikan dari silase ikan.

Page 3: Minyak Ikan

BAB II

ISI JURNAL

2.1 Latar Belakang

Peningkatan atau berkembang nya dunia industri budidaya bergantung pada perikanan

tangkap, karena perikanan tangkap yang menyediakan pakan untuk budidaya tersebut berupa

minyak ikan, namun ruang lingkup ketersediaan dari minyak ikan sendiri saat ini masih terbatas.

Berkembang peminatan pada minyak ikan dikhawatirkan dapt menyebabkan maraknya

penangkapan ikan secara illegal karena banyak orang ingin menciptakan minyak ikan maka

daripada itu pemanfaatan ikan untuk dijadikan minyak ikan harus dilakukan secara optimal agar

dapat dipakai untuk masa yang akan datang. Untuk menjamin pasokan minyak ikan yang

berkelanjutan dapat dialihkan menggunakan minyak alternatif namun hal tersebut sulit untuk

dicapai karena kurangnya asam lemak n-3 tak jenuh rantai ganda panjang dalam minyak

alternative.

Salah satu untuk menghasilkan minyak alternatif yaitu menggunakan limbah hasil olahan

perikanan seperti minyak dari silase ikan karena mempunyai keunggulan dari kualitas

minyaknya sendiri dibandingkan dengan minyak konvensional lainnya. Minyak ikan dari hasil

pengolahan ikan itu juga hanya menggunakan biaya produksi yang cukup rendah dan biaya

pengolahannya pun rendah, hal tersebut cocok untuk industri budidaya, namun hal tersebut

tergantung dari jumlah bahan yang digunakan dalam menciptakan pakan dari minyak tersebut.

Pengguanan silase ikan untuk dijadikan pakan dapat mnegurangi jumlah penangakapan liar dan

dapat meningkatkan kontribusi pakan secara berkelanjutan.

2.2 Tujuan Jurnal

Tujuan dari jurnal yang saya dapatkan yaitu untuk mengevaluasi minyak silase pulih dari

limbah pengolahan ikan rainbow trout sebagai alternative untuk komersial minyak ikan pelagis

dalam diet untuk mozambik nilai mujair.

Page 4: Minyak Ikan

2.3 Perlakuan

Perlakuan dalam menciptakan minyak ikan dari silase ikan yaitu dengan parameter yang

diselidki yaitu kinerja produksi, komposisi asam lemak fillet, hematologi, kekebalan non

spesifik, mikrobiologi usus dan morfologi usus. Perlakuan yang dilakukan yaitu kontrol dan

eksperimen pola makan. Setiap dari perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali dalam

lima tangki yang dipilih secara acak.eksperimen ini dilakukan di dalam ruangan dengan sistem

resirkulasi panas, 80 I tank disertakan dengan aerasi yang dinyalakan terus menerus dan suhu air

nya 26oC dan 29oC. perlakuan ini berjalan dalam jangka waktu 52 hari dan ikan sampel untuk

evaluasi kekebalan non spesifik, hematologi dan pertumbuhan parameter pada 2 kali sampling

(sampling 1 dan 2 masing-masing 23 dan 52 hari setelah percobaan). Morfologi ususd dan kadar

asam lemak dari fillet hanya ditentukan pada akhir percobaan sedangkan kelompok usus mikroba

dievaluasi di percobaan saat pemngambilan sampel.

2.4 Prosedur

Sampel minyak silase dan ikan komersil dianilis dalam rangkap tiga untuk penentnuan

kadar asam lemak.2 ikan jantan diapilih secara acak dari tangki begitu juga dengan yang betina

lalu dibuat fillet.fillet disimpan dalam kantong plastic kedap udara pada – 80o C lalu dianalisis.

2.5 Parameter yang diamati

Parameter yang diamati pada penelitian jurnal ini yaitu kinerja produksi, komposisi asam

lemak fillet, hematologi, kekebalan non spesifik, mikrobiologi usus dan morfologi usus.

2.6 Hasil dan Pembahasan

2.6.1 Hasil

2.6.1.1 Profil asam lemak dari minyak dan fillet silase ikan nila.

Minyak silase memiliki kandungan asam lemak jenuh yang lebih rendah (SFA) dari

minyak kontrol (25,4 g / 100 g asam lemak vs 34,6 g /100 g) dan lebih tinggi lemak tak jenuh

mono asam (MUFA) (37,6 g / 100 g vs 27 g / 100 g) sedangkan asam lemak tak jenuh konten

ganda (PUFA) tidak berbeda secara signigikan 36,9 g / 100 g minyak silase dan 38,3 g / 100 g

minyak kontrol).

Page 5: Minyak Ikan

2.6.1.2 Parameter Kinerja Produksi

Dalam setiap tangki, ikan jantan menjadi dominan setelah perlakuan sampling 1.

Sedangkan konsumsi pakan menurun pada ikan betina. Tidak ada perbedaan yang signifikan

secara statistic antara perawata di SGRR atau FCR. Tidak ada perbedaan dalam berat total,

panjang atau tinggi, untuk ikan jantan atau ikan betina tidak dibedakan dalam perawatannya.

Jones CF secara signifikan lebih tinggi (9%) pada ikan jantan untuk pengobatan SO, sementara

tidak ada perbedaan yang ditemukan pada ikan Bettina. Kematian meningkta tajam setelah hari

ke 30 untuk pengobatan SO hari ke 38 untuk kontrol pola makan.Di akhir pecobaa kematian

kumulatif pada pengobatan SO dan Kontrol masing –masing 0,23 dan 0,37. Dalam setiap

perlakuan ikan jantan memiliki bobot yang ebih berat daripada ikan betina dari akhir percobaan.

2.6.1.3 Histologi Usus

Minyak silase mengakibatkan panjang rata-rata usus menurun secara signifikan sekitar

34,4% pada pertengahan usus dibandingkan dengan kontrol. Semua pengukuran morfologi

lainnya dan parameter usus dihitung dalam pengobatan SO yang bergantung pada FL (Parameter

panajng, panjang kali lipat, Lebar kali lipat, perimeter batin, perimeter luar) juga berbeda secara

signifikan dari perimeter luar, panjang kali lipat pada pertengahaan usus. Tidak ada perbedaan

yang signifikan yang dapat ditemukan di daerah terdekat atau distal dari usus ikan tersebut.

2.6.1.4 Mikrobiologi usus dan pakan

Pakan jumlah CFU secara signifikan lebih rendah dalam pengobatan minyak silase (6.67

± 11,6 sel / ml) dibandingkan dengan kontrol (60,0 ± 26,5 sel / ml). Dalam pengobatan minyak

silase, pertumbuhan bakteri diamati di wadah dengan pengenceran terendah (10-1) dan hanya

pada salah satu dari 3 lempeng replikasi. Untuk pengobatan minyak silase total jumlah CFU di

GIT scara signifikan lebih rendah dibandingkan kontrol pada sampling 1 (63,8 ± 3,66 sel / ml

untuk minyak perawatan silase dan 145,1 ± 22,0 sel / ml untuk kontrol) dan Sampling 2 (10.3 ±

5.14 sel / ml dan 88,3 ± 20,0 sel / ml, masing-masing). Pada akhir sidang CFU di GIT untuk

pengobatan minyak silase menurun secara signifikan dari 100,44 ± 28,85 sel / ml menjadi 10,3 ±

5,14 sel / ml, tapi tidak ada perubahan terdeteksi terjadi di kontrol.

Page 6: Minyak Ikan

2.6.1.5 Hematologi dan Kekebakan non spesifik

Imunitas non spesifik ditandai melalui evaluasi mekanisme respon seluler (aktivitas

fagosit dai leukosit) dan mekanisme non seluler (lisozim, immunoglobulin dan konsentrasi toral

protein serum. Respon imun seluler dalam pengobatan minyak silase ditingkatkan dengan 33%

pada kegitan sampling 1. Fagositosi leukosit tidak dapat ditentukan dengan berhasil di sampel ke

2,s ebagai darah heparin diberi perlakuan yaitu digumpalkan pada kontak dengan suspense ragi

dan pap darah yang bisa diandalkan tidak dilakukan. Tidak ada perbedaan yang signifkan antara

pengobatan untuk salah satu parameter kekebalan non spesifik lainnya. Tidak ada perbedaan

yang signifikan antara perawatan di salah tanggal sampling. Jumlah leukosit menurun sampling

11 dan sampling 2 yaitu 34% dan 44,8% untuk pengobatan minyak silase dan kontrol.

2.6.2 Pembahasan

2.6.2.1 Kadar Asam Lemak

Kadar asam lemak dari minyak silase baik digunakan dengan minyak komersial. Minyak

silase adalah sumber yang baik dari asam lemak tak jenuh ganda yang penting yang merupakan

36,9 g / 100 g asam lemak total dan tidak berbeda signifikan dari minyak kontrol. Minyak

silasemerupakan sumber yang baik dari asam lemak n-3 docosahexaenoic (DHA atau C22:6n3),

yang merupakan 11,4 g / 100 g total asam lemak. Pengayaan di PUFA produk budiaya dapat

dicapai dengan menambah pakan pasti spesies dengan minyak kaya PUFA, yang kemudian

disimpan dalam jaringan organisme dan akhirnya tertelan leh manusia. Jumlah tingkat SFA fillet

untuk pola makan minyak silase secara signifikan lebih rendah dari pada pola makan minyak

ikan laut.

2.6.2.2 Kinerja produksi

Hasil ujicoba menunjukkan bahwa minyak silase rainbow trout silase mampu sepenuhnya

menggantikan minyak ikan pelagis untuk pola makan nila tanpa berdampak negative pada

Page 7: Minyak Ikan

kinerja produksi.efek positif nya dari masuknya minyak silase dengan kematian lebih rendah

untuk pengobatan SO dari pada kontrol, dan rata-rata lebih tinggi pada ikan jantan. Faktor

kondisi sebagian besar digunakan dalam perikanan ilmu manajemen dan ditandai dengan asumsi

bahwa ikan dengan faktor kondisi yang lebih tinggi adalah hewan sehat dank arena itu dalam

kondisi umum yang lebih baik. Ikan jantan dalam pengobatan SO pada akhir percobaan bisa

karena dikatakan berada dalam kondisi umum yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Mortalitas alami selama percobaan bisa berkontribusi pada pemuliaan dan perilaku

territorial.

2.6.2.3 Histologi Usus

Subtitusi minyak ikan komersial dengan minyak silase dipengaruhi oleh histologi usus

ikan eksperimen namun efek ini terbatas pada pertengahan usus. Lipatan usus pendek tidak

merugikan kinerja hewan di percobaan saat ini karena tidak ada dampak negative pada efisiesi

produksi hewan atau status kesehatan. Lipatan usus pendek akan menghasilkan area penyerapan

nutrisi yang lebih kecil untuk penyerapan nutrisi dan dapat memperngaruhi efisiesi penyerapan,

khususnya di nila eningkat secara signifikan. Penyebab lipatan usus di persingkat pada

pertengahan usus dalam pengobatan SO tidak diberikan, tapi mungkin akibat dari beberapa asam

format dalam minyak silase.

2.6.2.4 Mikrobiologi dari usus dan pakan

Minyak silase mungkin menguntungkan bagi produsen baik dalam pakan dan di GIT

tersebut. Dalam peternakan di tambak, itu umumnya dipercaya bahwa efisiensi produksi dapat

ditingkatkan melalui pengurangan jumlah mikroba usus (Hardy 2002), karena lebih banyak

nutrisi yang tersedia untuk hewan tersebut. Penyebab spesifik dari angka mikroba yang menurum

dalam pakan dan GIT ikan di percobaan saat ini tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan

dengan keberadaan asam format dalam minyak silase.

2.6.2.5 Hematologi dan kekebalan non-spesifik

Fungsi kekebalan tubut yang tepat adalah kunci untuk memastikan ketahana penyakit

pada hewan (Kiron 2012). Peningkatan kekebalan seluler oleh minyak silase mungkin telah

berkontribusi terhadap kematian menurun yang diamati pada akhir percobaan dalam pengobatan

Page 8: Minyak Ikan

SO (0,23vs 0,37 di kontrol). Alas an untuk meningkatkan aktivitas fagosit leukosit oada ikan

diberi pola makan yang tidak jelas tetapi mungkin terkait dengan peningkatan keseimbangan

asam lemak makanan. Keseimbangan asam lemak dari membrane leukosit yang penting dan

dapat mempengaruhi fagositosis (Montero et al., 2003). Efek pada imunitas seluler terkait

denganmungkin ketidakseimbangan dibuat dalam komposisi asam lemak membran leukosit

dengan minyak diet yang berbeda. Di saat ini percobaan, meskipun keduanya memiliki

kandungan total minyak PUFA yang tinggi, ada banyak asam lemak yang tingkat dalam dua

minyak yang secara signifikan berbeda. Oleh karena itu mungkin bahwa minyak silase makanan

mengakibatkan asupan asam lemak lebih seimbang, yang pada gilirannya mengakibatkan

peningkatan kekebalan non-spesifik selular melalui memastikan kombinasi yang seimbang dari

asam lemak dalam membran.leukosit.

2.7 Kesimpulan

Kesimpulan dari jurnal ini yaitu minyak silase dari limbah rainbow trout merupakan

bahan pakan yang efektif yang memiliki kelebihan seperti biaya yang lebih rendah dari minyak

ikan konvensional untuk pakan nila. Pola makan minyak silase efektif diganti minyak kontrol

tanpa adanya efek negative pada kinerja produksi, sementara meningkatkan kekebalan non

spesifik seluler dan secara bersamaan mengurangi jumlah mortalitas. Minyak silase juga

menimbulkan efek anti mikroba yang signifikan dalam pakan dan ikan eksperimen. Hasil ini

membuktikan bahwa pemanfaatan proses ensiling untuk pemulihan minyak silase akan

meningkatkan produksi keseluruhan minyak ikan, yang merupakan bahan penting untuk ekspansi

budidaya yang berkelanjutan.

Page 9: Minyak Ikan

DAFTAR PUSTAKA

Dadada AOAC., 1992. Crude protein in meat and meat products including pet foods. In:

Official Method 992.15. AOAC International, Arlington, VA.

AOAC., 2002a. Ash of animal feed. In: AOAC Official Method 942.05. AOAC

International, Arlington, VA.AOAC., 2002b. Loss on drying (moisture) at 95–100C for

feeds. In: AOAC Official Method 934.01. AOAC International, Arlington, VA.

Ardó, L., Yin, G., Xu, P., Varadi, L., Szigeti, G., Jeney, Z., Jeney, G., 2008. Chinese

herbs (Astragalus membranaceus and Lonicera japonica) and boron enhancethe non-

specific immune response of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) and resistance against

Aeromonas hydrophila. Aquaculture 275, 26–33.

Barton, B.A., Iwama, G.K., 1991. Physiological changes in fish from stress in

aquaculture with emphasis on the response and effects of corticosteroids. Annu.Rev. Fish

Dis., 3–26.

Cai, W.-q., Li, S.-f., Ma, J.-y., 2004. Diseases resistance of Nile tilapia (Oreochromis

niloticus), blue tilapia (Oreochromis aureus) and their hybrid (female Niletilapia × male

blue tilapia) to Aeromonas sobria. Aquaculture 229, 79–87.

Candela, C.G., López, L.M.B., Kohen, V.L., 2011. Importance of a balanced omega

6/omega 3 ratio for the maintenance of health: nutritional recommendations.Nutr. Hosp.

26, 323–329.

Connor, W.E., 2000. Importance of n-3 fatty acids in health and disease. Am. J. Clin.

Nutr. 71, 171S–175S.

De Arruda, L.F., Borghesi, R., Oetterer, M., 2007. Use of fish waste as silage—a

review. Braz. Arch. Biol. Technol. 50, 879–886.

Dhanapal, K., Reddy, G.V.S., Naik, B.B., Venkateswarlu, G., Reddy, A.D., Basu, S.,

2012. Effect of cooking on physical, biochemical, bacteriological characteristics and fatty

Page 10: Minyak Ikan

acid profile of Tilapia (Oreochromis mossambicus) fish steaks. Arch. Appl. Sci. Res. 4,

1142–1149.

Dumay, J., Barthomeuf, C., Berge, J.P., 2004. How enzymes may be helpful for

upgrading fish by-products: enhancement of fat extraction. J. Aquat. Food Prod. Technol.

13, 69–84.

EFSA, 2010. Scientific opinion on fish oil for human consumption: food hygiene,

including rancidity. EFSA J. 8, 1874.

FAO, 2011. Demand and Supply of Feed Ingredients for Farmed Fish and Crustaceans—

Trends and prospects. In: FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper 564. Food and

Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy.

FAO, 2012. The State of World Fisheries and Aquaculture 2012. Food and Agricultural

Organization of the United Nations, Rome, Italy. Folch, J., Lees, M., Sloane-Stanley,

G.H., 1957. A simple method for the isolation and purification of total lipids from

animal tissues. J. Biol. Chem. 226, 495–509.

Gargiulo, A.M., Ceccarelli, P., Dall’Aglio, C., Pedini, V., 1998. Histology and

ultrastructure of the gut of the tilapia (Tilapia sp.), a hybrid teleost. Anat. Histol.

Embryol. 27, 89–94.

Hardy, B., 2002. The issue of antibiotic use in the livestock industry: what have we

learned? Anim. Biotechnol. 13, 129–147.

Jones, R.E., Petrell, R.J., Pauly, D., 1999. Using modified length–weight relationships to

assess the condition of fish. Aquacult. Eng. 20, 261–276.

Kiron, V., 2012. Fish immune system and its nutritional modulation for preventive health

care. Anim. Feed Sci. Technol. 173, 111–133.

Kolanowski, W., Laufenberg, G., 2006. Enrichment of food products with polyunsaturated

fatty acids by fish oil addition. Eur. Food Res. Technol. 222, 472–477.

Page 11: Minyak Ikan

Lee, C.M., Trevino, B., Chaiyawat, M., 1996. A simple and rapid solvent extraction

method for determining total lipids in fish tissue. J. AOAC Int. 79, 487–492.

Manzanilla, E.G., Perez, J.F., Martin, M., Kamel, C., Baucells, F., Gasa, J., 2004. Effect

of plant extracts and formic acid on the intestinal equilibrium of early-weaned pigs. J.

Anim. Sci. 82, 3210–3218.

Montero, D., Kalinowski, T., Obach, A., Robaina, L., Tort, L., Caballero, M.J., Izquierdo,

M.S., 2003. Vegetable lipid sources for gilthead seabream (Sparus aurata): effects on fish

health. Aquaculture 225, 353–370.

Mourente, G., Bell, J.G., 2006. Partial replacement of dietary fish oil with blends of

vegetable oils (rapeseed, linseed and palm oils) in diets for European sea bass

(Dicentrarchus labrax L.) over a long term growth study: effects on muscle and liver

fatty acid composition and effectiveness of a fish oil finishing diet. Comp. Biochem.

Physiol. B: Biochem. Mol. Biol. 145, 389–399.

Naylor, R.L., Hardy, R.W., Bureau, D.P., Chiu, A., Elliott, M., Farrell, A.P., Forster, I.,

Gatlin, D.M., Goldburg, R.J., Hua, K., Nichols, P.D., 2009. Feeding aquaculture in an era

of finite resources. PNAS 106, 15103–15110. Ng, W.-K., Koh, C.-B., Sudesh, K., Siti-

Zahrah, A., 2009. Effects of dietary organic acids on growth, nutrient digestibility and

gut microflora of red hybrid tilapia, Oreochromis sp., and subsequent survival during a

challenge test with Streptococcus agalactiae. Aquacult. Res. 40, 1490–1500.

Pirarat, N., Pinpimai, K., Endo, M., Katagiri, T., Ponpornpisit, A., Chansue, N., Maita,

M., 2011. Modulation of intestinal morphology and immunity in nile tilapia (Oreochromis

niloticus) by Lactobacillus rhamnosus GG. Res. Vet. Sci. 91, e92–e97.

Raa, J., Gildberg, A., 1982. Fish silage: a review. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 16, 383–

419.

Rahman, S.A., Huah, T.S., Hassan, O., Daud, N.M., 1995. Fatty acid composition of

some Malaysian freshwater fish. Food Chem. 54, 45–49.

Page 12: Minyak Ikan

Ravichandran, S., Kumaravel, K., Florence, E.P., 2011. Nutritivie composition of some

edible fin fishes. Int. J. Zool. Res. 7, 241–251.

Sangster, J., 1989. Octanol–water partition coefficients of simple organic compounds. J.

Phys. Chem. Ref. Data 18, 1111–1227.

Sankaran, K., Gurnani, S., 1972. On the variation in the catalytic activity of lysozyme in

fishes. Indian J. Biochem. Biophys. 9, 162–165.

Shubha, M., Reddy, R.S., 2011. Effect of stocking density on growth, maturity,

fecundity, reproductive behaviour and fry production in the mouth brooding cichlid

Oreochromis mossambicus (Peters). Afr. J. Biotechnol. 10, 9922–9930.

Simopoulos, A.P., 2008. The importance of the omega-6/omega-3 fatty acid ratio in

cardiovascular disease and other chronic diseases. Exp. Biol. Med. 233, 674–688.

Tacon, A.G.J., Metian, M., 2008. Global overview on the use of fish meal and fish oil

in industrially compounded aquafeeds: trends and future prospects. Aquaculture 285, 146–

158 urchini, G.M., Torstensen, B.E., Ng, W.-K., 2009. Fish oil replacement in finfish

nutrition. Rev. Aquacult. 1, 10–57.

WWF, 2012. Guide to responsible investment in agricultural, forest, and seafood

commodities. In: Levin, J., Stevenson, M. (Eds.), The 2050 Criteria. World

Wildlife Fund, Washington D.C..

Zhou, Z., Liu, Y., He, S., Shi, P., Gao, X., Ringø, E., 2009. Effects of dietary

potassium diformate (KDF) on growth performance, feed conversion and intestinal

bacterial community of hybrid tilapia (Oreochromis niloticus female × O. aureus male).

Aquaculture 291, 89–94.

Zor, T., Selinger, Z., 1996. Linearization of the Br