minimnya pemimpin berkarakter profetik

Upload: hmi-komisariat-iqbal-walisongo

Post on 06-Mar-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Minimnya Pemimpin Berkarakter Profetik

Oleh: Nur Hamdi

Ketua Kajian Kebudayaan, Politik dan Keislaman UIN Walisongo Semarang dan Alumnus Ponpes Bustanul Ulum Sedan-RembangPemimpin adalah manusia setengah dewa. Itulah syair yang pernah didendangkan oleh Iwan Fals yang bisa diartikan bahwa, pemimpin adalah seorang manusia yang mempunyai sifat-sifat ketuhanan dan para dewa yang bisa mengatur segala sesuatu yang berkaitan tentang tata negara, pengambilan kebijakan dengan sesuka hati, sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun dan membimbing asuhannya.Selain itu, pemimpin juga dituntut mempunyai konsep yang jelas serta mempunyai kesadaran akan peran dan fungsi sebagai khalifah fil ardhi (wakil Allah di bumi) untuk menyejahterakan para ummat (warganya), bisa membangun sebuah kehidupan yang layak terhadap warganya, serta bisa mengemban amanah yang diberikan oleh rakyat untuk pemimpin tersebut untuk dipergunakan dengan sebagaimana mestinya.Menurut Ki Hajar Dewantara, pemimpin harus mempunyai tiga prinsip kepemimpinan yaitu pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatanya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, pemimpin harus mampu membangkitkan semangat bekerjasama, berjuang bersama dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya. Ketiga, Tut Wuri Hamdayani, pemimpin harus bisa mendorong rakyatnya agar berani berjalan di depan dan bisa bertanggung jawab.Namun, dewasa ini, realita eksistensi para pemimpin di Indonesia justru berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Nilai dan moral para pejabat semakin rusak akibat gaya hidup hedonis dan pragmatis tanpa memperhatikan rakyatnya. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya para pejabat yang masih banyak terlibat dalam beberapa kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).Dalam tataran kehidupan, cukup banyak yang terlihat seperti merebaknya korupsi, kolusi, kurang menjaganya martabat dan disiplin, konflik antar sesame pejabat masih bermunculan, antar lembaga negara saling sikut-menyikut, bahkan keharmonisasian antar sesama masih minim. Hal itu semakin memperlihatkan bahwa integirtas para pemimpin (pejabat) negara masih sangat memperihatinkan.

Butuh Peminpin Profetik

Melihat fenomena belakangan yang melibatkan etika dan martabat para pejabat yang semakin memprihatinkan, tentunnya Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang bisa menjawab problem yang ada, serta berintegritas dalam segala hal. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan pemimpin yang memiliki jiwa keprofetikan yang bisa menjawab segala problematika yang ada di negeri ini.Peminpin profetik yang dimaksud yaitu, bisa membawa misi humanisasi, liberasi dan transedensi yang merujuk pada keprofetikan Nabi dalam menyikapi berbagai permasalahan yang pelik di negeri ini. Tentunya dengan cara seperti Nabi pula yang sudah terbukti keberhasilannya dengan cara; pertama tamuruna bil maruf yang diartikan dengan cara misi humanisasi yaitu dalam hal ini misi memanusiakan manusia, mengangkat harkat dan martabat manusia, dan menjadikan manusia bertanggungjawab terhadap apa yang telah dikerjakan.

Kedua, tanhauna anil munkar yaitu merujuk misi liberasi sebagai misi membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan ketertindasan seperti yang dialami mayoritas masyarakat yang mengalami ketertindasan dari sang penguasa. Ketiga, tuminuna Billah yaitu sebagai misi transedensi yaitu manifestasi dari humanisasi dan liberasi yang diartikan sebagai kesadaran ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala yang telah dilakukan serta sesuai dengan menjalankan ketetapan yang berlaku dan aturan yang ada.Selain itu, para pemimpin Indonesia dalam membangun masyarakat yang berdaulat, bermartabat serta menjalin keharmonisasian antar sesama, sebisa mungkin meniru konsep yang dilakukan oleh Nabi. Karena Nabi Mihammad SAW dalam rangka membangun kembali masyarakat muslim baru di kota madinah, mendasarkan kekuatannaya dalam empat hal yaitu; pertama, kesatuan visi dan orientasi hidup. Hal itu dibuktikan dengan langkah Nabi membangun masjid.Kedua, semangat persatuan dan solidaritas. Dalam hal ini Nabi mempersatukan kaum muhajirin dan kaum anshar. Ketiga, kemandirian dalam bidang ekonomi. Hal itu dibuktikan Nabi dengan membangun pasar muslim yang dipisah dari pasar yahudi. Keempat, kedaulatan politik ummat yang dilakukan Nabi dengan cara melalui perjanjian madinah, atau sering disebut dengan piagam madinah.Dari semua keseluruhan konsep kepemimpinan yang profetik dari Nabi, tentunya para pemimpin di Indonesia diharapkan mempunyai visi dan misi yang jelas serta berintegritas dalam berbagai hal. Dengan itu, diharapkan para pemimpin Indonesia bisa menyejahterakan warganya dan bisa mengangkat harkat dan martabat masyarakat indonesia sehingga masyarakatnya menjadi makmur, negaranya menjadi maju agar supaya semakin disegani oleh negara lain.

Namun, jika tidak sanggup mengemban amanat sebagai para pemimpi_pejabat negara, maka alangkah lebih baik mengundurkan diri secara terang-terangan. Tetapi, jangan sampai mundur karena lari dari tanggung jawab. Mundurlah karena merasa malu ketika tidak bisa menepati semua janji-janji itu, agar mundurnya menjadi lebih terhormat. Contohnya pemimpin Negara Jepang, ketika ada seorang pejabat Negara yang merasa terlibat skandal, atau merasa tidak sanggup menepati janjinya, pejabat tersebut merasa malu dan spontan menyatakan mundur dari jabatannya dan merasa tak enak hati. Rasa itulah yang dijunjung tinggi masyarakat Jepang, yang seharusnya di tiru para pemimpin Indonesia supaya Indonesia bisa menjadi negara yang jauh lebih baik. Dengan adanya rasa malu dan tanggung jawab moral, maka akan menjadi modal utama dalam menjalankan semua pekerjaan.

Meminjam istilah Bung Hatta, Pemimpin itu harus mempunyai self disiplin, harus kenal akan dirinya, mengerti akan kelakuannya dan harus tahu akan kesanggupannya. Jadi, para pemimpi diharapkan seperti apa yang diutarakan Bung Hatta. Selain itu, mereka juga diharapkan mempunyai kedisiplinan yang baik, tidak bertindak semaunya sendiri, kenal akan dirinya, faham dengan kelakuannya sebagai pemimpin yang baik, dan harus tahu atas kesanggupannya. Jangan terlalu banyak mengutarakan janji-janji palsu yang akan merugikan masyarakat, tetapi malah akan menguntungkan bagi dirinya sendiri. Seorang pemimpin harus selalu transparan ketika mengambil kebijakan dan semua janji yang telah diucapkan harus dilaksanakan. Jangan lagi mengumbar janji kosong tanpa ada pembuktian yang real.

Jadi, para pemimpin di negeri ini harus memiliki jiwa keprofetikan seperti sifat-sifat Nabi, seperti Shiddiq (benar), Amanah (Dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas). Dengan demikian, pemimpin Indonesia sebisa mungkin harus memiliki kemampuan-kemampuan memimpin layaknya Nabi, yang bisa menjalankan semua amanat rakyat tanpa memberikan janji-janji palsu. Selain itu, juga akan memberikan dampak baik seperti hubungan antar pejabat semakin harmonis, konflik antar lembaga mulai teratasi dan etika para pemimpin bangsa ini semakin terpuji. Apabila semua itu bisa dilakukan, maka kedepan Negara Indonesia akan menjadi negara yang baik, maju serta mempunyai akhlak yang mulia. Wallahu Alam bi al-Showab.