mini_case[1]

Upload: fachruur

Post on 09-Mar-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kasus

TRANSCRIPT

Nama pasien : Nur AsyfaTanggal lahir : 10 Mei 2014Suku : Bugis KendariJenis kelamin : PerempuanAlamat lengkap : BTN Residen Tanetea, no 16, Blok GAnamnesis : Keluhan utama : bintik bintik merah di wajah, badan sejak 3 hari laluKeluhan terpimpin : gatal, demam, keringat banyak, bintik nerah muncul sejak musim kemarau,Riwayat konsumsi kerupuk udang, riwayat penyakit sebelumnya pernah bintik bintik merah dengan gejala yang sama.Tanda vital : TD = Nadi = 19/menitPernapasan = 49/ menitSuhu = normalStatus gizi : BaikPemeriksaan fisis : Inspeksi = Bintik merah (eritematous) daerah wajah dan badanPalpasi = Papul vesikelPemeriksaan penunjang : Diagnosis : MiliariaDif. Diagnosis : Miliaria dan dermatitis kontak alergiPerencanaan terapi : Parasetamol, dexametason, vitamin c, obat puyer

A. DefenisisSinonim : Biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, prickle heat(1,4)Miliaria rubra adalah suatu keadaan tertutupnya pori-pori keringat oleh karena sumbatan yang terletak di dalam epidermis sehingga menimbulkan retensi keringat di dalam kulit.(2,3,5)B. EpidemiologiMiliaria rubra banyak terjadi didaerah panas kelembaban yang tinggi,tapi dapat juga terjadi didaerah lain, dimana sekitar 30 % orang yang tinggal di daerah tersebut bisa mengalami Miliaria.(2,3)Miliaria dapat terjadi pada semua ras, meskipun ada pendapat bahwa orang Asia yang memproduksi keringat lebih sedikit dari orang kulit putih lebih sedikit menderita Miliaria rubra.(5,6)Sebetulnya semua bayi dapat mengalami Miliaria pada kondisi yang ada. Anak-anak lebih banyak mengalami Miliaria dibanding orang dewasa dan tidak ada perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.(2,3,5,6)C. Etiologi1.Kelenjar keringat yang belum berkembang sempurna .Bayi baru lahir belum memiliki kelenjar keringat yang berkembang sempurna sehingga mudah pecah bila berkeringat dan menyebabkan miliria (5,6).2.Perubahan iklim.Miliria sering terjadi pada orang berpindah dari iklim dingin ke iklim tropis (5,6)3.AktivitasAktivitas yang menyebabkan keluarnya keringat dapat menjadi faktor pencetus. (5,6)4.Obat-obatanBethanecol, obat yang menyebabkan timbulnya keringat dan Isotretionis obat yang menyebabkan folikular diferensiasi dilaporkan dapat menyebabkan Miliaria. (5,6)5.BakteriStaphylococcus diyakini berhubungan dengan timbulnya Miliaria. (5,6)D. PatomekanismePatogenesisnya belum diketahui dengan pasti, tapi ada 2 pendapat1.Miliaria terjadi karena ada sumbatan keratin pada saluran keringat, Pada permulaan musim hujan, udara mulai lembab, udara lembab ini mempengaruhi keratin di sekeliling lubang kereingat yang mula-mula kering menjadi lembab dan membengkak, sehingga lubang keringat tertutup. Bahan kimia juga dapat menyebabkan menjadi basah dan menutupi lubang keringat, sumbatan terjadi di dalam epidermis dan saluran keringat yang pecah ada didalam epidermis, vesikula terjadi didalam epidermis, ditandai dengan eritem dan rasa gatal. Tanda ini adalah akibat dari vasodilatasi dan rangsangan reseptor gatal oleh enzim yang keluar dari sel epidermis karena keringat yang masuk ke dalam epidermis.(1,2,4,5,6)2.Miliaria terjadi karena kadar garam pada kulit menyebabkan spongiosis dan hal ini terjadi pada muara kelenjar keringat.(1,5)Flora normal pada kulit seperti staphylococcus epidermidis dan staphylococcus aureus diduga mempunyai peranan pada patogenesis dari Miliaria, pasien Miliaria memiliki jumlah bakteri tiga kali lebih banyak dari pada jumlah bakteri per unit area pada kulit normal yang sehat.(1,5)Pada stadium lanjut dari Miliaria terjadi hiperkeratosis dan parakeratosis. Sumbatan hiperkeratosis dapat menghalangi kelenjar keringat, hal ini diyakini merupakan perubahan lanjut dan bukannya faktor pencetus dari lubang keringat.(5,6)E. Gejala KlinisMiliaria rubra ditandai dengan rasa gatal dan eritem dan kadang rasa panas seperti terbakar, lesi terjadi karena beberapa hari terpapar pada lingkungan yang panas tapi lesi baru muncul setelah beberEapa bulan terpapar atau dapat muncul setelah beberapa hari pasien berpindah dari lingkungan yang panas tersebut. Lesi berupa papula dengan puncak dan pusatnya berupa vesikula yang dikekelingi oleh lingkaran merah atau eritema yang tidak berbatas tegas yang terjadi karena respon inflamasi . Lesinya extrafolikuler, ini membedakan dengan folikulitis, papulanya steril atau terinfeksi sekunder karena Miliaria yang luas dan kronik. Pada bayi lesi terdapat pada leher, lipat paha dan ketiak sedangkan pada anak-anak atau orang dewasa lesi terdapat pada badan dan tempat-tempat yang terkena gesekan pakaian yaitu bagian tubuh dibawah pakaian atau bagian tubuh yang mudah berkeringat setelah beraktivitas atau kepanasan seperti leher, kulit kepala bagian atas atau badan dan tidak mengenai wajah atau bagian volar kulit.(1,2,3,4,5,6,7)Rasa gatal dan kadang rasa panas seperti terbakar, biasanya bersamaaan dengan rangsang yang menimbulkan keringat, penderita cepat merasa lelah dan mengalami intoleransi terhadap panas dan dapat terjadi penurunan jumlah keringat atau tidak berkeringat sama sekali pada daerah panas ataupun beraktivitas. Miliaria rubra yang luas dan berat dapat menyebabkan hiperpireksia dan lelah karena panas serta pingsan.(1,2,3,4,5,6,7)F. Diagnosis1.AnamnesisDari anamnesis dapat ditemukan keluhan yang bersifat subjektif, biasanya penderita mengeluh gatal dan kadang rasa panas seperti terbakar.(2,4,5)2.Pemeriksaan KlinisPada pemeriksaan klinis dapat ditemukan lesi berupa papula dengan puncak dan pusatnya berupa vesikel yang dikelilingi oleh eritem.3.Pemeriksaan HistopatologisPada pemeriksaan histopatologi tampak infiltrat limfosit verivaskuler dan vasodilatasi di permukaan dermis.(3,5)G. Diferensial Diagnosis1.PrurigoGambaran klinis seringkali mirip Miliaria, lesinya berupa papula-papula. Miliaria tidak berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba dari pada dilihat dan disertai rasa gatal.(3,5)2.Gigitan seranggaBiasanya jelas karena gigitan serangga, gejala lokal meliputi rasa terbakar dan sakit setelah sengatan diikuti oedem setempat, urtikaria eritem yang jelas dan pruritus.(3,5)3.FolikulitisTerlihat pustula folikuler kecil berbentuk kubah, biasanya lesi banyak meskipun lesi tunggal dapat terjadi, masing-masing lesi saling terpisah diantara kulit normal tanpa adanya kecendrungan untuk bergabung, biasanya disertai nyeri, suhu tubuh meningkat.(1,2,3)H. PenatalaksanaanUmum1)Kunci pengobatan Miliaria adalah menempatkan penderita didalam lingkungan yang dingin, sehingga keringat bisa berkurang.(2,3,4,5,6,7)2)Karena aktifitas yang berlebihan bisa menyebabkan keringat yang dapat menimbulkan kembali Miliaria, maka pasien dianjurkan untuk mengurangi aktivitasnya.(5,6)3)Memakai pakaian yang menyerap keringat.(1,3,5,7)KhususTopikalLanolin anhidros diberikan untuk mencegah atau menghilangkan sumbatan sehingga keringat dapat keluar kepermukaan kulit. Selain itu juga diberikan salep hidrofilik, talk untuk bayi dan losio yang berisi 1 % mentol dan gliserin dan 4% asam salisilat dalam alkohol 95 %. Pemberian colamin lotion dapat memberikan rasa sejuk juga dapat diberikan anti biotic topikal seperti krim kloramfenikol 2 %.(2,3)SistemikDapat diberikan antibiotik bila terjadi infeksi sekunder dan anti histamin sebagai anti pruritus, pemberian vitamin C dosis tinggi dapat diberikan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya Miliaria.(2,5)I. KomplikasiKomplikasi yang tersering dari Miliaria adalah infeksi sekunder dan intoleransi terhadap suhu lingkungan yang panas(5,6)Infeksi sekunder dapat terjadi berupa impetigo atau multiple diskret abses yang dikenal sebagai periporitis staphylogenes(5,6)Intoleransi terhadap suhu lingkungan yang panas terjadi ditandai dengan tidak keluarnya keringat bila terpapar suhu panas, lemah, fatique, pusing bahkan pingsan.(5,6)G. PrognosisUmumnya baik dan sebagian penderita dapat sembuh dalam beberapa minggu setelah pindah ke lingkungan yang lebih sejuk.(3,5)DAFTAR RUJUKAN1)Natahusada EC ; Dalam ; Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000 ; hal 258 259.2)Sastrodiprodjo. S ; Miliaria ; Dalam ; Harahap M ; Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000 ; hal 245-247.3)Siregar RS ; Miliaria ; Dalam ; Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulti. Penerbit EGC. Jakarta. 1996 ; hal 275 277.4)Habif P. Thomas, MD ; Clinical Dermatology ; 3rd ed., pp 186 187.5)http://www.emedicine.com/derm/topic266.htm6) http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?idktg=14&iddtl=811&UID=20040523211531202.155.101.1267)http://www.infokes.com/today/artikelview.html?item_ID=58&topic=kulit

Nama pasien : DahliaTanggal lahir : 1981Suku : Jenis kelamin : PerempuanAlamat lengkap : Anamnesis :Keluhan utama : Sakit mataKeluhan terpimpin : banyak kotoran mata, tidak ada gangguan penglihatan, Keluhan lain : sering pegal, ada batuk berdahakTanda vital : TD = 80/p mmhgNadi = Pernapasan = Suhu = normalStatus gizi = BaikPemeriksaan fisis = InspeksiPemeriksaan penunjang : Diagnosis : KonjungtivitisDif. Diagnosis : BlepharitisPerencanaan terapi : A. Definisi Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa juga endogen. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar: pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan; air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA). Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpessimpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008). B. Epidemiologi Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al, 2005). Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak Hygiene. C. Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti: a. Konjungtivitis bakteri. b. Konjungtivitis klamidia. c. Konjungtivitis viral. d. Konjungtivitis ricketsia. e. Konjungtivitis jamur. f. Konjungtivitis parasit. g. Konjungtivitis alergi. h. Konjungtivitis kimia atau iritatif (Vaughan, 2008).

D. Manifestasi Klinis Tanda-tanda konjungtivitis, yakni: a. Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia). b. Produksi air mata berlebihan (epifora). c. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konkungtivitis alergika (eksudasi).d. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller (pseudoptosis) e. Penumpukan Limfosit di pembuluh darah (fliktenula). f. Pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel (pseudomembran). g. Edema dari konjungtiva mata (Chemosis) (Kanski, 2000).

Gejala Gejala-gejala pada konjungtivitis, yakni: Sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar. Sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia (Vaughan, 2008).

E. Diagnosa a. Gejala Subjektif Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabilakornea ikut terlibat akan terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut. b. Gejala Objektif Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata. c. Laboratorium Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan pewarnaan gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab maupun adanya infeksi sekunder (Vaughan, 2008).

F. Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi antimikroba spectrum luas (mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan gramnya menunjukkan diplokokus gram negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai terapi topical dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis tunggal per intramuscular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena, dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan hygiene perorangan secara khusus.Perbaikan klinis pada konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai dengan tetracycline, 1-1,5g/hari peroral dalam empat dosis selama 3-4 minggu, dozycycline, 100 mg peroral dua kali sehari selama 3 minggu, atau erythromycin, 1g/hari peroral dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Infeksi pada konjungtivitis jamur berespons terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air (bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin (100.000 U/g) empat sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar benar-benar masuk dalam saccus conjunctivalis. Karena konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh snediri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian jangka panjang. Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa gatal dan mempunyai efek samping (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain) yang sangat merugikan (Vaughan, 2008).

G. Komplikasi Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya: i. Ulserasi kornea. ii. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis). iii. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion). iv. Obstruksi ductus nasolacrimalis. v. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis) (Vaughan, 2008).

H. Prognosis Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun ablasi retina (Barbara C.Long, 1996).

Daftar Pustaka