millennials' thought in minimizing radicalism

13
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Faqih Asy’ari Islamic Institute Sumbersari Kediri, Indonesia “Moderasi Islam Aswaja untuk Perdamaian Dunia” (Volume 1, 2019) ISBN (Volume Lengkap) 978-623-91749-3-4; ISBN (Volume 1): 978-623-91749-4-1 Millennials' Thought in Minimizing Radicalism Muhamad Wildan Fawa’id Institut Agama Islam Negeri Kediri, Indonesia email: [email protected] Abstract This study attempts to analyze the ability of millennials to minimize the influence of radicalism that endangers the unitary State of the Republic of Indonesia. Millennials today enter the age of 22 30 years is considered the best generation compared to the four other generations both from the religious side because there are still madrasah Diniyah, culture because it still holds the manners of Adab manners, Because of the ten millennials only one that is unemployment even though this generation is starting to abandon fisheries, agriculture and forestry and prefer to work semi-formal, politically because of the legal literacy that abstainers do not provide Any contribution on the country, technology due to Internet literacy and a wide range of information collaboration, education because it is aware that the only way to achieve the welfare of life is to increase human resources, health because it is healthier will be more Many benefits are given to sesame. This research uses the qualitative methodology of descript. The results of this study are millennials able to be held by the government to campaign for the cool, Muslim-tolerant, Islamic- humanistic. Millennials in the various fields are superior only to the means of bringing them together against radicalism. Keywords: millennial people, radicalism

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference

Faqih Asy’ari Islamic Institute Sumbersari Kediri, Indonesia

“Moderasi Islam Aswaja untuk Perdamaian Dunia” (Volume 1, 2019) ISBN (Volume Lengkap) 978-623-91749-3-4; ISBN (Volume 1): 978-623-91749-4-1

Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id Institut Agama Islam Negeri Kediri, Indonesia

email: [email protected]

Abstract

This study attempts to analyze the ability of millennials to minimize the influence of

radicalism that endangers the unitary State of the Republic of Indonesia. Millennials

today enter the age of 22 – 30 years is considered the best generation compared to

the four other generations both from the religious side because there are still

madrasah Diniyah, culture because it still holds the manners of Adab manners,

Because of the ten millennials only one that is unemployment even though this

generation is starting to abandon fisheries, agriculture and forestry and prefer to

work semi-formal, politically because of the legal literacy that abstainers do not

provide Any contribution on the country, technology due to Internet literacy and a

wide range of information collaboration, education because it is aware that the only

way to achieve the welfare of life is to increase human resources, health because it

is healthier will be more Many benefits are given to sesame. This research uses the

qualitative methodology of descript. The results of this study are millennials able to

be held by the government to campaign for the cool, Muslim-tolerant, Islamic-

humanistic. Millennials in the various fields are superior only to the means of

bringing them together against radicalism.

Keywords: millennial people, radicalism

Page 2: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

123 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang unik. Beragam sifat dan kebiasaannya bisa

kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Seperti generai milenial yang pastinya

sudah begitu akrab di telinga setiap orang. Bukan karena gaya hidup mereka yang

lekat dengan modernitas saja, istilah tersebut sebenarnya lebih menggambarkan

pengelompokan manusia berdasarkan tahun kelahiran. Tiap generasi juga memiliki

karakteristik tersendiri. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh lingkungan yang

dihadapi semasa hidup mereka. Tak ayal, setiap generasi akhirnya memiliki

perbedaan tabiat yang turut menghadirkan pola adaptasi dan pendekatan yang juga

berbeda. Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, setidaknya ada 6 kelompok generasi

manusia berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Graeme Codrington & Sue Grant-

Marshall.1 5 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu:

1. Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964;

Generasi ini terlahir pada masa-masa dimana berbagai perang telah berakhir

sehingga perlu penataan ulang kehidupan dan banyak keluarga yang memiliki

banyak anak. Di samping itu, perekonomian dan pertumbuhan penduduk sedang

mulai meningkat. Adat istiadat masih dipegang teguh dan bahasa slank belum

berkembang. Generasi Baby Boomers cenderung tidak suka menerima kritik.

Uang dan pengakuan dari lingkungan adalah target mereka. Gengsi menjadi

urutan pertama dalam kehidupan sosial. Pandangan akan pekerjaan dan

kehidupan pribadi para Baby Boomers tidak seimbang, dimana generasi ini

menganggap bahwa hidup untuk bekerja. Namun demikian, loyalitas dan dedikasi

dalam bekerja menjadi poin positif bagi Baby Boomers.

2. Generasi X, lahir 1965-1980;

Generasi ini cenderung suka akan risiko dan pengambilan keputusan yang

matang akibat dari pola asuh dari generasi sebelumnya, Baby Boomers. Generasi

ini terlahir pada masa-masa adanya gejolak dan transisi serta menyaksikan

berbagai konflik global seperti Perang Dingin, Perang Vietnam, jatuhnya Tembok

Berlin. Generasi ini cenderung lebih toleran, menerima berbagai perbedaan yang

ada. Selain itu, dari segi teknologi informasi, generasi ini mulai mengenal yang

namanya komputer sehingga generasi ini mulai berpikir secara inovatif untuk

mempermudah kehidupan manusia. Generasi X sangat terbuka dengan kritik dan

1 Chrisnaji Banindra Yudha, Professionalism Of Lecturers To Improve Character Of The Millennial

Student In Disruption Era, 3rd National Seminar on Educational Innovation (SNIP 2018) Social,

Humanities, and Education Studies (SHEs): Conference Series.

Page 3: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id | 124

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

saran agar lebih efisien dalam bekerja. Pandangan mereka adalah bekerja untuk

hidup, bukan hidup untuk bekerja sehingga kehidupan antara pekerjaan, pribadi,

dan keluarga cenderung seimbang.

3. Generasi Y, lahir 1981-1994, sering disebut generasi millennial;

Berdasarkan penelitian penelitian yang telah dilaksanakan dijelaskan

karakteristik generasi milenial. Pertama, Millennial lebih percaya User

Generated Content (UGC) daripada informasi searah. Kaum milenial kurang

percaya pada perusahaan besar dan iklan sebab lebih mementingkan pengalaman

pribadi ketimbang iklan atau review konvensional. Kedua, Millennial lebih

memilih ponsel dibanding TV. Generasi ini lahir di era perkembangan teknologi,

Internet. Televisi (TV) bukan utama dan telah bergeser. Generasi millennial lebih

suka mendapat informasi dari gadgetnya melalui google search dan forum

perbincangan virtual agar tetap up-todate. Ketiga, Millennial wajib punya media

sosial. Komunikasi generasi millennial sangatlah cepat. Namun, komunikasi

dilalui menggunakan text messaging atau juga chatting di dunia maya, seperti

Twitter, Facebook, Line, WhatsApp, Path, Instagram atau media social. lain.

Akun media sosial seakanakan menjadi wadah generasi milenial untuk aktualisasi

diri dan ekspresi, hal ini karena generasi millennial dipastikan memiliki akun

media sosial sebagai tempat berekresi dan sharing. Keempat, Millennial kurang

suka membaca secara konvensional. Populasi orang yang suka membaca buku

turun drastis pada generasi millennial. Generasi millennial relative lebih suka

menyaksikan gambar yang menarik dan berwarna. Walaupun begitu, millennial

yang hobi membaca buku masih tetap ada. Namun, mereka sudah tidak membeli

buku di toko buku lagi. Mereka lebih memilih membaca buku online (e-book)

sebagai salah satu solusi yang mempermudah generasi ini dan tersimpan pada

smartphonnya. Kelima, Millennial lebih tahu teknologi dibanding orangtua

mereka. Generasi ini lebih suka mempercepat penglihatnnya melalui dunia maya

dan seakan-akan tahu segalanya. Generasi milenial dalam dunia maya

aktivitasnya seperti berbelanja, melaksanakan pemesanan tiket transportasi,

memanggil ojek, dan lainnya. Keenam, Millennial cenderung tidak loyal namun

bekerja efektif. Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, millennial akan

menduduki porsi tenaga kerja di seluruh dunia sebanyak 75 persen. Kini, tak

sedikit posisi pemimpin dan manajer diduduki oleh kaum ini. Seperti diungkap

oleh riset Sociolab, kebanyakan dari millennial cenderung meminta gaji tinggi,

meminta jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun.

Ketujuh, Millennial mulai banyak melakukan transaksi secara cashless. Generasi

ini lebih suka tidak repot membawa uang, karena sekarang hampir semua

Page 4: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

125 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

pembelian bisa dibayar menggunakan kartu yang dianggap lebih praktis dan aman

dalam transaksi. Generasi milenial menjadi suatu generasi yang tumbuh dan

berkembang di era disrupsi. Generasi tersebut adalah paparan generasi yang

menjadi calon peserta didik para mahasiswa program studi keguruan atau calon

guru.

Berbeda dengan 3 generasi sebelumnya, generasi milenial cenderung lebih

percaya terhadap apa yang mereka baca, lihat dan amati dari sosial media dan

youtube, dan kurang membaca buku dan konsultasi dengan generasi terdahulu.

Sehingga yang terjadi mereka menganggap apa yang mereka tahu itulah yang

paling benar daripada pendapat lainnya. Padahal anggapan ini tidak melulu benar.

Justru 3 generasi sebelumnya yang tidak gaged oriented mereka lebih suka

melakukan percakapan secara face to face untuk melihat seberapa dalam pikiran

seseorang, gaya bicara, Bahasa tubuh, cara pandang, cara makan, cara berpakaian,

semua masih dirasa sangat penting untuk mendapatkan gambaran secara komplek

tentang kepribadian seseorang yang tidak bisa digantikan hanya dengan telephone

bahkan videocall.

4. Generasi Z, lahir 1995-2010 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi

Internet)

Ketiga generasi tersebut memiliki perbedaan pertumbuhkembangan

kepribadian. Kemajuan jaman juga menyebabkan komposisi penduduk tiap

generasi akan berubah, komposisi kelompok baby boomers mulai menurun, jika

terkait dengan usia produktif dan komposisi angkatan kerja maka jumlah

kelompok generasi X dan Y yang terbanyak. Selain itu mulai bangkit generasi

yang mulai memasuki angkatan kerja yang disebut dengan generasi Z. Pola pikir

mereka cenderung serba ingin instan. Namun masih belum banyak yang dapat

disimpulkan karena usia mereka saat ini masih menginjak remaja. Kehidupan

mereka cenderung bergantung pada teknologi, mementingkan popularitas dari

media sosial yang digunakan.

5. Generasi Alpha, lahir 2011-2025.

Generasi ini adalah lanjutan dari generasi Z dimana mereka sudah terlahir

dengan teknologi yang semakin berkembang pesat. Di usia mereka yang sangat

dini, mereka sudah mengenal dan sudah berpengalaman dengan gadget,

smartphone dan kecanggihan teknologi yang ada. Selain itu, kebanyakan mereka

terlahir dari keluarga dengan masa Generasi Y yang juga terlahir pada masa-masa

awal perkembangan teknologi. Pola pikir mereka yang terbuka dengan

Page 5: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id | 126

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

perkembangan serta transformatif dan juga inovatif akan mempengaruhi

perkembangan anak-anak generasi Alpha.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang

menggambarkan atau melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data

yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang

terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih,

hubungan antar variable yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta

pengaruhnya terhadap suatu kondisi.2

Objek penelitian dalam hal ini adalah generasi milenial yang berusia 22 -30

tahun. Metode yang kami gunakan adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap

muka dan tanya jawab langsung antara peneliti dan narasumber. Seiring

perkembangan teknologi, metode wawancara dapat pula dilakukan melalui

media-media tertentu, misalnya telepon, email.

b. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan

langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis pengumpulan

data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan analisis.

Kami menggunakan data data sekunder dari web dan jurnal penelitian.

Pembahasan pada artikel ini adalah tentang Generasi Milenial dan

Radikalisme, karena generasi ini yang sekarang memasuki usia pernikahan dan

bekerja aktif. Paparan radikalisme sangat mudah disebarkan melalui propaganda-

propaganda media. Penebar radikalisme memiliki basis data yang luar biasa baik

video, foto, buku, akun sosmed, lalu mereka olah sedemikian rupa sehingga apa

yang salah terlihat benar dan apa yang benar terlihat salah, sehingga goal nya

yaitu kebencian, perselisihan dan pertengkaran. Walau sebenarnya semua itu

tidak akan pernah terjadi kalau generasi milenial mau untuk open minded ber-

tabayyun (konfirmasi) sebagai sarana untuk mencegah kerusakan yang lebih besar

lagi. Untuk itulah kenapa penting membahas Pemikiran generasi Milenial untuk

mencegah radikalisme demi keuntuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2 Suryawan, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, Universitas

Pendidikan Indonesia, 2010.

Page 6: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

127 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

Pembahasan

Pada 2012, ketika jurnalis Bruce Horovitz mengenalkan Generasi Z, rentang

umur yang digunakan masih belum jelas. Tapi istilah itu mulai sering dipakai usai

presentasi dari agen pemasaran Sparks and Honey viral pada 2014. Di sana, rentang

umur yang dipakai mendeskripsikan Generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995

hingga 2014. Badan statistik Kanada menghitung Generasi Z mulai dari anak-anak

yang lahir pada 1993 sampai 2011. McCrindle Research Centre di Australia

menyebut Generasi Z sebagai orang-orang yang lahir pada 1995 sampai 2009. MTV

lain lagi: mendefinisikan generasi itu sebagai orang-orang yang lahir selepas

Desember 2000. Terlepas perbedaan tahun tersebut, mereka semua sepakat kalau

Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di generasi internet—generasi yang sudah

menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet.3 Badan statistik Kanada

menghitung Generasi Z mulai dari anak-anak yang lahir pada 1993 sampai 2011.

McCrindle Research Centre di Australia menyebut Generasi Z sebagai orang-orang

yang lahir pada 1995 sampai 2009. MTV lain lagi: mendefinisikan generasi itu

sebagai orang-orang yang lahir selepas Desember 2000. Terlepas perbedaan tahun

tersebut, mereka semua sepakat kalau Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di

generasi internet—generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai

kelahiran internet.

Internet hadir di Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai

Penyelenggara Jasa Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap

Generasi Z Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai

medio 2000-an. Jika Generasi Z pertama adalah mereka yang lahir pada 1995, artinya

orang yang paling tua dari Generasi Z Indonesia sudah berumur 21 tahun: mereka

sudah beranjak dewasa, sudah ikut pemilu, mencari atau sudah punya pekerjaan, dan

hal-hal lain yang bisa memengaruhi ekonomi, politik, dan kehidupan sosial dunia

kini. Pada dekade terakhir, Generasi Z terus diteliti. Dari preferensi politik, ekonomi,

hingga gaya hidup. Sebab, di dunia ini, belum pernah ada generasi yang sejak lahir

sudah akrab dengan teknologi—seperti mereka. Generasi Z 35,2% mengakses

informasi melalui internet, menghabiskan 3 – 5 jam dengan ponsel dan mengakses

Instagram dan line, lebih dari 90% berbelanja di mall dan pasar serta memilih sendiri

merk yang mereka sukai diantaranya Adidas, Zara, dan Nike. Kuliner di McD, KFC,

Starbuck dan tempat yang intasgramable. Hiburan menonton film Drama Korea

3 Aulia Rahma, "Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z",

https://tirto.id/cnzX

Page 7: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id | 128

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

(Drakor), Streaming lagu di youtube dan mengunduhnya. Main game online.

Menurut Hellen Katherina dari Nielsen Indonesia, Generasi Z adalah masa depan.4

Di era industry 4.0 ini, Internet sudah merupakan kebutuhan dalam kehidupan

sehari-hari. Berbagai macam konten bisa diakses, mulai dari konten porno hingga

radikalisme. Radikalisme adalah perilaku yang menghendaki perubahan secara

drastis dengan mengambil karakter keras yang bertujuan untuk merealisasikan

target-target tertentu. Secara historis, kemunculan kelompok radikal bukanlah hal

yang baru. Karena pada awal abad ke-20, dalam peningkatan semangat dan ekonomi

kian parah di kalangan pribumi, radikalisme muslim diambil alih oleh kelompok

Serikat Islam (SI). Kemunculan gerakan islam radikal di Indonesia disebabkan oleh

dua faktor; Pertama, faktor internal dari dalam umat islam sendiri yang telah terjadi

penyimpangan norma-norma agama. Kedua, faktor eksternal di luar umat Islam, baik

yang dilakukan penguasa maupun hegemoni Barat.5

Sedangkan menurut Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP),

yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo yang juga guru besar sosiologi Islam

di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011,

mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan

25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8%

siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Jumlah

yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3%

siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom. Dalam survei The Pew Research

Center pada 2015 lalu, mengungkapkan sekitar 4% atau sekitar 10 juta orang warga

Indonesia mendukung ISIS, sebagian besar dari mereka merupakan anak-anak

muda.6 Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

mengatakan ada dua faktor yang membuat radikalisme masuk di lingkungan kampus.

Salah satunya karena pemahaman agama yang kurang. Faktor kedua, menurutnya,

karena mahasiswa kekurangan wawasan kebangsaan. Karenanya, dua hal itu harus

didorong untuk menanggulangi radikalisme masuk ke kampus.7

4 Tony Burhanuddin, Perilaku Gen Z Yang Perlu Dicermati Pemasar,

https://marketing.co.id/perilaku-gen-z-yang-perlu-dicermati-pemasar/ 5 Ahmad Asrori, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas, Kalam: Jurnal Studi

Agama dan Pemikiran Islam, Lampung: IAIN Raden Intan, 2016. 6 Sri Lestari, Anak-anak muda Indonesia Semakin Radikal?,

https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160218_indonesia_radikalisme_anak_

muda 7 Samsudhuha Wildansyah, BNPT Paparkan Penyebab Masuknya Radikalisme ke Kampus,

https://news.detik.com/berita/d-4091027/bnpt-paparkan-penyebab-masuknya-radikalisme-ke-

kampus

Page 8: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

129 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

Menurut data yang sudah dipaparkan diatas, terlihat jelas bahwa pergaulan,

konten internet dan lingkungan pendidikan bisa digunakan sebagai sarana untuk

menebarkan radikalime. Hanya satu yang bisa dijadikan sebagai benteng terakhir

menyelamatkan generasi penerus bangsa, yaitu pendidikan di lingkungan keluarga.

Teori sistem keluarga lebih menekankan bahwa keluarga sebagai sebuah

sistem yang utuh, di dalamnya terdiri bagian-bagian struktur. Pola organisasi tiap

anggota keluarga memainkan peran tertentu. Dalam keluarga, juga terjadi pola

interaksi antara anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang

sangat berpengaruh terhadap pola interaksi sosial anak. Keluarga merupakan agen

utama sosialisasi, sekaligus sebagai microsystem yang membangun relasi anak

dengan lingkungannya. Keluarga sebagai tempat sosialisasi dapat didefinisikan

menurut term klasik. Definisi klasik (struktural-fungsional) tentang keluarga,

menurut sosiolog George Murdock. adalah kelompok sosial yang bercirikan dengan

adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan reproduksi.8

Adapun fungsi dasar keluarga dapat diidentifikasi sebagai berikut:9

1. Reproduksi. Keluarga akan mempertahankan jumlah populasi masyarakat

dengan andanya kelahiran. Adanya keseimbangan angka natalitas dan mortalitas

menjadikan populasi manusia menjadi eksis.

2. Sosialisasi. Keluarga menjadi tempat untuk melakukan tansfer nilai-nilai

masyarakat, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sains yang akan

diteruskan kepada generasi penerus.

3. Penugasan peran sosial. Keluarga sebagai mediasi identitas keturunan (ras, etnis,

agama, sosial ekonomi, dan peran gender) serta identitas perilaku dan

kewajiban. Sebagai contoh, dalam beberapa keluarga, anak perempuan

diarahkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh

anak, sedangkan anak laki-laki diarahkan untuk menjadi pencari nafkah.

4. Dukungan ekonomi. Keluarga menyediakan tempat tinggal, makanan, dan

perlindungan. Pada beberapa keluarga di negara-negara industri, semua anggota

keluarga kecuali anak-anak berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi.

5. Dukungan emosional. Keluarga memberikan pengalaman pertama anak-anak

dalam interaksi sosial. Interaksi sosial dapat berupa hubungan emosional,

pengasuhan, jaminan keamanan bagi anakanak. Keluarga juga memiliki

kepedulian pada anggotanya ketika mereka sakit atau mengalami penuaan.

8 Rohmat, Keluarga Dan Pola Pengasuhan Anak Jurnal Studi Gender & Anak Pusat Studi Gender

Stain Purwokerto Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010 Pp.35-46 9

Page 9: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id | 130

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW

Artinya: Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka ibu bapaknya yang

menjadikan agamanya yahudi atau nasrani atau majusi. Maka ada

orang yang bertanya: Ya Rasulullah, apa pendapat engkau tentang

orang yang meninggal sebelum itu? Beliau shallallahu 'alaihi wa

sallam menjawab: Allah lebih mengetahui tentang apa yang mereka

kerjakan". (Muttafaq 'alaih)

Makna hadits di atas adalah manusia difitrahkan (memiliki sifat pembawaan

sejak lahir) dengan kuat di atas Islam. Akan tetapi, tentu harus ada pembelajaran

Islam dengan perbuatan/tindakan. Siapa yang Allah Subhanahu wa ta’ala takdirkan

termasuk golongan orang-orang yang berbahagia, niscaya Allah Subhanahu wa

ta’ala akan menyiapkan untuknya orang yang akan mengajarinya jalan petunjuk

sehingga jadilah dia dipersiapkan untuk berbuat (kebaikan). Sebaliknya, siapa yang

Allah Subhanahu wa ta’ala ingin menghinakannya dan mencelakakannya, Allah

Subhanahu wa ta’ala menjadikan sebab yang akan mengubahnya dari fitrahnya dan

membengkokkan kelurusannya. Hal ini sebagaimana keterangan yang ada dalam

hadits tentang pengaruh yang dilakukan kedua orang tua terhadap anaknya yang

menjadikan si anak beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Dengan berbagai keilmuwan yang dimiliki harusnya generasi millennial sudah

memiliki filter untuk memilih dan memilah informasi apa yang sesuai dan tidak

sesuai dengan pengetahuannya. Karena generasi milenial lair ditengah-tengah

transisi antara generasi X yang menjunjung tinggi adat, tatakrama dan generasi

penikmat era keemas an internet. Bahkan bila generasi millennial ini berkeluarga,

akan dengan mudah menyampaikan apa yang mereka ketahui sebagai orang tua

kepada anak-anaknya. Generasi milenial yang telah menikah sebagian besar adalah

perempuan, ada sebanyak 63,97 persen pada tahun 2017. Sedangkan, laki-laki

sebagian besar masih melajang dengan persentase sebesar 53,60 persen. Besarnya

proporsi penduduk wanita yang menikah ini berkaitan dengan faktor reproduksi,

dimanamasa reproduksi perempuan dianggap subur rentang usia 15-49 tahun.

Page 10: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

131 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

Disamping, rata-rata umur perkawinan pertama perempuan milenial lebih muda (20

atau 21 tahun) dibanding generasi milenial laki-laki (23 atau 24 tahun).10

Radikalisme tidak akan tumbuh subur bila dalam lingkungan keluarga ini

dihidupkan semangat keagaaman yang tinggi, sehingga mampu membentengi

pemikiran generasi muda untuk menolak radikalisme. Beberapa organisasi di SMA

dan di Kampus memang mengajarkan semua hal untuk kembali ke al quran dan

sunnah, hanya penafsirannya saja yang bisa keliru sehingga membuat mereka yang

berafiliasi dengannya menjadi kaum yang menyendiri yang cenderung menyalahkan

kelompok yang bukan termasuk jamaahnya. Merasa paling benar, merasa paling

nyunnah dibandingkan umat lain.

Bila dari awal generasi milennial dibekali agama yang kuat, mereka tidak

mudah goyah terhadap radikalisme yang dibumbui ayat-ayat agama. Justru mereka

akan menjadi barisan pertama yang menolak radikalisme di lingkungannya, di

manapun itu rumah, sekolah, kampus bahkan lingkungan tempat berkerja. Menurut

Gallup para milenials dalam bekerja memiliki karakteristik yang jauh berbeda

dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, diantaranya adalah;11

1. Para milenials bekerja bukan hanya sekedar untuk menerima gaji, tetapi juga

untuk mengejar tujuan (sesuatu yang sudah dicita-citakan sebelumnya),

2. Milennials tidak terlalu mengejar kepuasan kerja, namun yang lebih milenials

inginkan adalah kemungkinan berkembangnya diri mereka di dalam pekerjaan

tersebut (mempelajari hal baru, skill baru, sudut padang baru, mengenal lebih

banyak orang, mengambil kesempatan untuk berkembang, dan sebagainya)

3. Milennials tidak menginginkan atasan yang suka memerintah dan mengontrol

4. Milennials tidak menginginkan review tahunan, milenials menginginkan on going

conversation

5. Milennials tidak terpikir untuk memperbaiki kekuranganya, milenials lebih

berpikir untuk mengembangkan kelebihannya.

6. Bagi milennials, pekerjaan bukan hanya sekedar bekerja namun bekerja adalah

bagian dari hidup mereka

Dari berbagai survey sudah membuktikan bahwa generasi milenial ini unggul

dalam berbagai aspek kehidupan, meliputi kesehatan, pendidikan dan lebih melek

teknologi, meskipun dengan enam dari sepuluh generasi milenial adalah perokok dan

10BPS, Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia, (Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018), 48 11 Ibid, 41

Page 11: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id | 132

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Generasi milenial mampu dirangkul untuk

membuat konten-konten yang lebih toleran, yang menolak hoax dan berbagai macam

propaganda. Generasi milenial mampu dibangkitkan semangat NKRI dari pada

generasi setelahnya karena Pendidikan yang berbeda dengan generasi setelahnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya semua pihak baik dari institusi pemerintah

dan kalangan swasta harus berperan aktif. Pelatihan-pelatihan generasi muda untuk

menangkal kekerasan, intoleransi tidak hanya dilakukan BNPT, kementerian lain

seperti Kemendikbud, Kemenristek Dikti, Kemenkominfo, dan Kemenpora juga bisa

turut serta. Dikatakan Iwan, jika nantinya semua pihak bisa menggandeng para

generasi muda tersebut, maka lama-lama para generasi muda penggerak perdamaian

di dunia maya itu akan menjadi banyak dan akhirnya bisa mengkampanyekan secara

masif.12

Penutup

Generasi Milenial merupakan generasi terbaik di era industry 4.0. Dari

berbagai survey menunjukkan Generasi milenial hidup di zaman peralihan generasi

X dan generasi Z, generasi milenial memiliki jiwa generasi X namun berorientasi

pada gaged seperti generasi Z. Dibandingkan dengan generasi lain, generasi milenial

lebih unggul dalam bidang Pendidikan baik laki-laki dan perempuan, lebih unggul

dalam bidang teknologi, terutama oleh perempuan, unggul dalam bidang ekonomi

satu dari generasi milenial adalah pengangguran dan lebih unggul di bidang

kesehatan dengan temuan data lebih jarang sakit meski enam dari sepuluh perokok

dilakukan generasi milenial. Sehingga untuk sekedar menolak dan membumikan

Islam Rahmatallil’alamin, generasi milenial bisa diandalkan dengan merangkul

mereka untuk mengkampanyekan di akun-akun sosial media dan memberitakan

berita yang valid kebenarannya.

Namun dibanyak sisi keunggulannya generasi milenial menyimpan

permasalahan yang serius, yaitu Kesehatan mental di Indonesia menjadi masalah

yang pelik dan belum mendapat banyak perhatian dari pemerintah. Berdasarkan data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi gangguan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan pada generasi

milenial tercatat sekitar 5 persen untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta

orang. Sedangkan untuk prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah

1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400 ribu orang. Tingginya angka gangguan

12 Didi Syafridi, Merangkul Generasi Milenial untuk Sebarkan Konten Sejuk di Dunia Maya,

https://www.merdeka.com/peristiwa/merangkul-generasi-milenial-untuk-sebarkan-konten-sejuk-

di-dunia-maya.html

Page 12: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

133 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

kesehatan mental tidak diimbangi dengan tersedianya jumlah tenaga medis dan

fasilitas kesehatan. Berdasarkan data dari Human Right Watch, perbandingan jumlah

psikiater dengan penderita gangguan mental emosional di Indonesia diperkirakan

sekitar 1: 300.000 hingga 400.000. Jumlah tenaga medis pun masih sedikit. Dari 48

rumah sakit jiwa yang tersedia, lebih dari separuhnya hanya berada di 4 dari 34

provinsi.

Daftar Pustaka

Asrori, Ahmad, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas,

Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Lampung: IAIN Raden

Intan, 2016.

Aulia Rahma, "Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z",

https://tirto.id/cnzX.

BPS, Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia, (Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018.

Burhanuddin, Tony, Perilaku Gen Z Yang Perlu Dicermati Pemasar,

https://marketing.co.id/perilaku-gen-z-yang-perlu-dicermati-pemasar/

Rohmat, Keluarga Dan Pola Pengasuhan Anak Jurnal Studi Gender & Anak Pusat

Studi Gender Stain Purwokerto Vol.5 No.1 Jan-Jun, 2010.

Samsudhuha Wildansyah, BNPT Paparkan Penyebab Masuknya Radikalisme ke

Kampus, https://news.detik.com/berita/d-4091027/bnpt-paparkan-penyebab-

masuknya-radikalisme-ke-kampus.

Sri Lestari, Anak-anak muda Indonesia Semakin Radikal?

https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160218_indonesia

_radikalisme_anak_muda.

Suryawan, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif Dan

Kualitatif, Universitas Pendidikan Indonesia, 2010.

Syafridi, Didi, Merangkul Generasi Milenial untuk Sebarkan Konten Sejuk di Dunia

Maya, https://www.merdeka.com/peristiwa/merangkul-generasi-milenial-

untuk-sebarkan-konten-sejuk-di-dunia-maya.html.

Yudha, Chrisnaji Banindra, Professionalism Of Lecturers To Improve Character Of

The Millennial Student In Disruption Era, 3rd National Seminar on

Educational Innovation (SNIP 2018) Social, Humanities, and Education

Studies (SHEs): Conference Series.

Page 13: Millennials' Thought in Minimizing Radicalism

Muhamad Wildan Fawa’id | 134

Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019

Copyright © 2019 Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference

Faqih Asy’ari Islamic Institute Sumbersari Kediri, Indonesia “Moderasi Islam Aswaja untuk

Perdamaian Dunia” (Volume 1, 2019) ISBN (complete) 978-623-91749-3-4; ISBN (Volume 1):

978-623-91749-4-1

Copyright of Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference is the

property of Faqih Asy’ari Islamic Institute (IAIFA) Kediri and its content may not be copied or

emailed to multiple sites or posted to a listserv without the copyright holder's express written

permission. However, users may print, download, or email articles for individual use.

http://proceeding.iaifa.ac.id/index.php/FAI3C