mikoriza

13
Mikoriza, Tanah dan Tanaman di Lahan Kering 20 Juni 2007 — La An Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002). Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Menurut Hakim, dkk (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa pilysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002). Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah. Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada

Upload: fendy-prabowo

Post on 30-Jun-2015

305 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mikoriza

Mikoriza, Tanah dan Tanaman di Lahan Kering

20 Juni 2007 — La An

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Menurut Hakim, dkk (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa pilysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah.

Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air.

Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan akan memburukkan struktur tanah, lebih-laebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah

Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah hujan maupun air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa tingkat kekeringan pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya tanah menyimpan air. Tingkat kekeringan berkurang atau masa tanpa kekurangan air (water stress) bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air besar. Sebaliknya tingkat kekeringan meningkat, atau masa dengan dengan kekurangan air bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan sedikit kekurangan air menentukan masa musim pertumbuhan tanaman, berarti lama waktu pertanaman dapat dibudidayakan secara tadah hujan.

Page 2: Mikoriza

Inokulasi mikoriza yang mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.

Sumber:

Hakim, Nurhajati., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Rusdi Saul, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Iskandar, Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan Marginal. ____________

Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Peatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Konservasi Tanah dan Air di Lahan Kering

3 Juli 2007 — La An

Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan2 kering.

Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket2 teknologi untuk mananggulangi masalah2 tersebut juga dah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah.

Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengaawetkan tanah.

Page 3: Mikoriza

Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.

Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah2 di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman2 tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.

Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan ato penanaman tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman tanaman yg bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete.

MIKORIZA

16 Maret 2007 — La An

Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah berarti “akar jamur” (Atmaja, 2001). Secara umum mikoriza di daerah tropika tergolong didalam dua tipe yaitu: Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA)/Endomikoriza dan Vesikular-Arbuskular Mikoriza (VAM)/Ektomikoriza. Jamur ini pada umumnya tergolong kedalam kelompok ascomycetes dan basidiomycetes (Pujianto, 2001).

Mikoriza berasal dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti Akar tanaman. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebarannya. Nahamara (1993) dalam Subiksa (2002) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu.

Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kindisi edafik yang dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamu mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara

Page 4: Mikoriza

eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung funsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001)

Atmaja (2001) mengatakan bahwa pertumbuhan Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti:

1. Suhu

Suhu yang relatif tinggi akan meningkatka aktifitas cendawan. Untuk daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi oleh cendawan MVA meningkat dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam Atmaja (2001) menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis MVA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas MVA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. MVA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.

2. Kadar air tanah

Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air (Vesser et el,1984dalam Pujianto, 2001). Adanya MVA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah:

- adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer iar ke akar meningkat.

- Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya MVA menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.

- Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman ber-MVA lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak ber-MVA tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza

Page 5: Mikoriza

jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza.

- Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis.

- Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan MVA efektif didalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.

3. pH tanah

Cendawan pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan MVA terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus fasciculatus berkembang biak pada pH masam. Pengapuran menyebabkan perkembangan G. fasciculatus menurun (Mosse, 1981 dalam Atmaja, 2001). Demikian pula peran G.fasciculatus di dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran (Santoso, 1985). Pada pH 5,1 dan 5,9 G. fasciculatus menampakkan pertumbuhan yang terbesar, G. fasciculatus memperlihatkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman justru kalau pH 5,1 G. Mosseae memberikan pengaruh terbesar pada pH netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1).

Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun (Santosa, 1989). Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.

4. Bahan organik

Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora MVA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organic didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organic 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organic kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan MVA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi MVA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi MVA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.

5. Cahaya dan ketersediaan hara

Bjorman dalam Gardemann (1983) dalam Atmaja (2001) menyimpukan bahwa dalam intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan MVA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang

Page 6: Mikoriza

rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh MVA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi MVA meningkat.

Peran mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi MVA yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (Santosa, 1989).

Hayman (1975) dala Atmaja (2001) mengadakan studi yang mendalam mengenai pemupukan N dan P terhadap MVA pada tanah di wilayah beriklim sedang. Pemupukkan N (188 kg N/ha) berpengaruh buruk terhadap populasi MVA. Petak yang tidak dipupuk mengandung jumlah spora 2 hingga 4 kali lebih banyak dan berderajat infeksi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan petak yang menerima pemupukkan. Hayman mengamati bahwa pemupukkan N lebih berpengaruh daripada pemupukkan P, tetapi peneliti lain mendapatkan keduanya memiliki pengaruh yang sama.

6. Logam berat dan unsur lain

Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim sedang didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya MVA menurun dengan naiknya kandungan Al dalam tanah. Aluminium diketahui menghambat muncul jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca didalam larutan tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan MVA. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yang memiliki derajat infeksi MVA yang rendah. Hal ini mungkin karena peran Ca2+ dalam memelihara integritas membran sel.

Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan MVA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.

7. Fungisida

Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh cendawan penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh mikoriza, dimana pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut (Rahayu dan Akbar, 2003):

- Meningkatkan penyerapan unsur hara

Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsure hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Serrano, 1985 dalam Suhardi, 1992 dalam Rahayu dan Akbar, 2003).

Page 7: Mikoriza

De la Cruz (1981) dalam Atmaja (2001) melaporkan lebih banyak lagi unsure hara yang serapannya meningkat dari adanya mikoriza. Unsure hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bias diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.

- Tahan terhadap serangan pathogen

Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme perlindungan ini bias diterangkan sebagai berikut:

☺ adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya pathogen

☺ mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.

☺ fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan patogen.

- Sebagai konservasi tanah

Fungi mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah, hifa tersebut sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic tanah.

- Mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh

Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.

- Sebagai sumber pembuatan pupuk biologis.

- Fungi ini dapat diisolasi, dimurnikan dan diperbanyak dalam biakan monnesenil.

- Isolat-isolat tersebut dapat dikemas dalam bentuk inokulum dan sebagai sumber material pembuat pupuk biologis yang dapat beradaptasi pada kondisi daerah setempat (Setiadi, 1994).

- Sinergis dengan mikroorganisme lain

Keberadaan mikoriza juga bersifat sinergis denagn mikroba potensial lainnya seperti bakteri penambat N dan bakteri pelarut fosfat.

- Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan

Page 8: Mikoriza

Fungi mikoriza berperan dalam mempertahankan stabilitas keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tumbuhan ke akar tumbuhan lainnya yang berdekatan melalui struktur yang disebut Bridge Hypae.

Pustaka

Atmaja, I Wayan Dana. 2001. Bioteknologi Tanah (Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar

Iskandar, Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan Marginal. ____________

Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Peatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember

Pujiyanto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rahayu, Novi., dan Ade Kusuma Akbar. 2003. Pemanfaatan Mikoriza dan Bahan Organik Dalam Rangka Reklamasi Lahan Pasca Penambangan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak

Santosa, Dwi Andreas. 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikorisa Vesikular-Arbuskular. Laboraturium Biologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Suwardji. 2003. Profil Wilayah Lahan Kering Propinsi NTB: Potensi, Tantangan dan strategi Pengembangannya. Makalah Seminar Nasional FOKUSHIMITI BEW III di Mataram. Universitas Mataram. Mataram

Pengaruh Tutupan Kanopi terhadap Besarnya Erosi Tanah

Tidak bisa kita pungkiri, bahwa tanaman sangatlah penting dalam dalam mengendalikan erosi. Sehinggalah munculah metode vegetatif dalam pengendalian erosi. Yang paling penting pada tanaman dalam mengendalikan erosi adalah luas tutupan daun, tapi ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa yang paling penting dalam mengendalikan eorosi bukan hanya luas tutupan daunnya, tapi tanaman yang ada di permukaan tanah atau lebih sering disebut tanaman

Page 9: Mikoriza

perdu/semak-semaknya. Akan tetapi walaupun tanaman-tanaman kecil ini yang paling penting, tetap saja luas tutupan daunnya yang diperhitungkan. Pentingnya tutupan kanopi ini bisa kita lihat pada persamaan USLE, dimana pada persamaan USLE tutupan daun (faktor C) merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam memprediksi besarnya erosi.

Canopy cover, begitu istilah bahasa inggris merupakan suatu areal permukaan tanah yang dilindungin oleh vegetasi. Struktur dari tutupan kanopi berfungsi sebagai pengendali besarnya energi kinetik hujan yang akan akan mengenai tanah dimana luasan dan bentuk strata dari tutupan kanopi akan mempengaruhi besarnya intersepsi butiran hujan dan jumlah percikan air hujan.

Efektifitas tutupan kanopi dalam mengendalikan erosi sangat dipengaruhi oleh karakteristik hujan, jenis tanah dan juga karakteristik dari kanopi itu sendiri seperti jenis tanaman, tinggi tanaman dan struktur kanopi. Besarnya erosi dan liran permukaan menurun secara eksponensial dengan semakin baiknya tutupan kanopi. Semakin banyak lahan yang ditutupi oleh vegetasi akan semakin baik dalam melindungi tanah dari proses erosi. Selain mampu mengendalikan erosi akibat hujan, tutupan kanopi juga dapat mengendalikan erosi yang disebabkan oleh angin dengan cara mengintersepsi angin, sebagai penahan angin dan juga memperlambat pergerakan angin.

Tutupan kanopi sangat penting sebagai input dalam perhitungan prediksi erosi. Seperti prediksi erosi dengan mengunakan persamaan RUSLE, EPIC, WEPP, dan SWAT. Secara umum hubungan eksponensial antara tutupan kanopi dengan besarnya erosi dapat dilihat pada persamaan di bawah (Gyssels et al., 2005):

SL = e−bC

RL = e−bC

SL adalah kehilangan tanah relatif, RL adalah kehilangan aliran permukaan relatif, C adalah tutupan kanopi (%) dan b adalah konstanta dimana 0.0235 sampai 0.0816 untuk kehilangan tanah serta 0.0103 sampai 0.0843 untuk kehilangan aliran permukaan.

DAFTAR PUSTAKA

FAO & CIFOR. 2005. Hutan dan Banjir: Tenggelam dalam suatu fiksi, atau berkembang dalam fakta?. Center for International Forestry Research and Food and Agriculture Organization of the United Nations. Bogor

Blanco, H & R. Lal. 2008. Principles of Soil Conservation and Management. Springer Science+Business Media B.V.