migrasi internasional sebagai dampak globalisasi

19

Click here to load reader

Upload: qraen-uchen

Post on 27-Nov-2015

171 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

MIGRASI INTERNASIONAL SEBAGAI DAMPAK GLOBALISASI

Globalisasi dan Perpindahan Manusia

Migrasi sendiri didefinisikan sebagai suatu bentuk perpindahan seseorang atau

kelompok orang baik lintas batas atau di dalam teritorial negara, yang meliputi berbagai

bentuk, tempo, komposisi, dan faktor penyebab perpindahan manusia. Termasuk dalam

definisi di sini juga perpindahan pengungsi, orang yang kehilangan tempat tinggal, migran

ilegal dan juga migran ekonomi. Diperkirakan terdapat sekitar 214 juta orang tinggal di luar

negara pengirim atau daerah asalnya.

Perkembangan teknologi telekomunikasi dan transportasi tak pelak membuat

masyarakat dunia menjadi lintas batas, atau dalam bahasa Kenichi Ohmae (1999), borderless

society. Periode modern perpindahan manusia ditandai tidak hanya semakin tingginya angka

migrasi manusia lintas batas negara, tetapi juga pertumbuhan signifikan migrasi dalam secara

ekonomis, sosial, kultural, dan politik (Castles dan Miller 2009 dalam Heywood 2011).

Perdagangan dunia yang meniscayakan perpindahan modal, barang, dan jasa juga

mengikutsertakan perpindahan manusia.

Dengan semakin derasnya arus informasi yang masuk dan semakin mudahnya akses

transportasi mendorong arus perpindahan manusia menjadi semakin massif. Laporan dari

IOM menyebutkan bahwa hingga hari ini terdapat 214 juta migran internasional, meningkat

lebih dua kali lipat dari sebelumnya tahun 1975 sebanyak 85 juta orang. Ini berarti 1 dari 35

orang di dunia ini adalah migran. Angka sebesar ini merepresentasikan 3 % dari keseluruhan

populasi dunia.

Globalisasi mempercepat perpindahan barang dan jasa di seluruh dunia melalui

perdagangan bebas. Tetapi berbeda dengan perdagangan yang hanya sebatas menukar barang

atau jasa, migrasi internasional juga melibatkan perpindahan manusia yang memiliki latar

belakang budaya berbeda dengan budaya di negara tujuan. Perbedaan ini sedikit banyak akan

menimbulkan permasalahan-permasalahan. Borjas (2005) mengatakan bahwa memindahkan

tomat tentu saja berbeda dengan memindahkan pemetik tomat, karena pemetik tomat

memiliki budaya yang berpotensi menyulut konflik dengan budaya masyarakat pribumi.

Page 2: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

Castells dan Miller (2003 dalam Krally 2008) mengidentifikasi lima kecenderungan

umum perpindahan manusia kontemporer. Pertama adalah perpindahan manusia kontemporer

melibatkan sejumlah besar negara, baik sebagai negara pengirim maupun penerima.

Fenomena ini bisa disebut globalization of migrations. Kedua arus perpindahan manusia

diprediksi akan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ketiga, migrasi internasional tidak

memiliki pola sama, seperti adanya migrasi musiman disamping migrasi permanen.

Keempat,tidak seperti di masa lalu yang hanya melibatkan laki-laki, di era sekarang, migrasi

juga dilakukan oleh kaum hawa. Kelima, akibat-akibat yang ditimbulkan migrasi

internasional menjadi isu politik di banyak negara.

Imigrasi dalam jumlah besar dan berkelanjutan akan merubah komposisi demografis

negara penerima. Imigran yang awalnya datang sebagai pekerja atau pengungsi tidak mau

kembali ke negara asalnya. Mereka lebih memilih tetap tinggal di host country selepas

kontrak kerja mereka selesai. Mereka yang tinggal dalam waktu lama, akan mendapatkan

kewarganegaraan. Pada masa selanjutnya, warganegara keturunan asing ini akan membentuk

minoritas dengan jumlah signifikan yang rentan diskriminasi, terlebih jika mereka memiliki

latar belakang politik dan kultural dengan negara tempat tinggal.

Menurut Sita Bali (1997) perhatian dunia internasional mengenai isu migrasi terjadi

baru-baru saja, tepatnya dekade 1980-an. Ini disebabkan bahwa pada masa sebelumnya

persoalan yang timbul akibat migrasi belum dirasakan. Baru pada tahun 1980-an ketika

terjadi resesi pada banyak negara industri menyebabkan tingginya angka pengangguran,

instabilitas ekonomi dan politik. Pada saat itulah pemerintah baru menyadari bahwa mereka

menanggung beban tingginya angka pengangguran yang menimpa baik masyarakat asli

maupun pendatang. Masyarakat asli cenderung menyalahkan migran, karena dianggap

mengambil peluang kerja mereka. Kondisi ini seperti memberikan daya dorong bagi

munculnya sentimen anti imigran dan xenophobia yang diusung kelompok-kelompok rasis

Neo Nazi di Jerman dan Austria, Sayap Kanan di Inggris, dan kebijakan anti migran oleh

pemerintah Perancis.

Sejak tahun 1970, bahkan sejak perekonomian diikuti oleh kenaikan harga minyak

dunia pada 1973, banyak pemerintah Eropa Barat tidak bisa menghalangi datangnya pekerja

asing kendati mereka memiliki hak untuk melakukannya. Arus perpindahan penduduk

melewati batas negara ini dipahami sebagai isu utama yang berdampingan sebagai dampak

dari fenomena integrasi dimensi perdagangan, makroekonomi, perkembangan, dan kesehatan

Page 3: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

yang terjadi berdampingan karena proses globalisasi. Fenomena, penyebab, dan konsekuensi

perpindahan melewati batas negara tersebut saat ini tidak dikesampingkan dalam berbagai

studi akademis ilmu sosial terkait dengan ekonomi, ilmu politik, hubungan internasional dan

studi lain yang melibatkan serangkaian etika dan teori.

Arus perpindahan manusia (imigrasi) terjadi dalam banyak cara sehingga

mengundang diterapkannya suatu kebijakan sebagai respon terhadap fenomena tersebut.

Bhagwati dalam tulisannya berjudul “International Flows of Humanity” meyakini analisis

arus perpindahan tersebut dikelompokkan menjadi tiga tipe yang dapat membantu dalam

mengenali problem imigrasi saat ini dan metode untuk mengatasinya antara lain :

1. arus imigrasi dari negara miskin ke negara kaya dengan perbedaan implikasinya

apabila arus tersebut berjalan sebaliknya,

2. arus imigrasi pekerja ahli dan pekerja non-ahli, pada awalnya dapat dianggap

menyebabkan problema brain-drain di negara yang ditinggalkan biasanya terjadi di

negara miskin dan berkembang atau opportunity bagi para migran sendiri,

3. arus imigrasi secara ilegal dan legal, dan yang mana dipicu kondisi dan situasi

misalnya akibat perselisihan dan tekanan imigrasi yang bersifat karena dorongan

(voluntary) atau paksaan (involuntary) seperti arus pengungsi.

Faktor Push and Pull Migrasi

Perpindahan manusia tersebut bisa dibedakan antara mereka yang berpindah atas

pilihan sendiri (voluntary migration) dan mereka yang terpaksa meninggalkan tanah kelahiran

( involuntary migration) sebagai pekerja (migrant worker), pengungsi (refugee) atau pencari

suaka (asylum seeker). Banyak faktor-faktor yang membuat mereka bermigrasi. Faktor dari

negara asal bisa berupa bencana alam, pengangguran, tekanan pemerintah, perang.

Sedangkan faktor penarik dari negara tujuan seperti daya tarik ekonomi, kesamaan kultur,

mengenyam pendidikan, kesempatan mendapatkan kebebasan yang lebih dari yang

didapatkan di negara asal.

Teori tentang migrasi manusia pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Ravenstein

pada tahun 1889. Setelah memperhatikan data sensus penduduk di Inggris dan Wales kala itu,

dia menyimpulkan bahwa migrasi dipengaruhi oleh proses “push-pull”, dimana kondisi tidak

menguntungkan di satu tempat ‘mendorong’ manusia untuk keluar. Sebaliknya, kondisi yang

Page 4: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

menguntungkan di tempat lain akan ‘menarik’ manusia untuk pergi ke daerah tersebut.

Banyak teoritisi mengikuti jejak Ravenstein. Teori-teori dominan yang diusung para

akademisi kontemporer kurang lebih merupakan variasi dari kesimpulannya.

Salah satu turunan dari teori Ravenstein seperti dituturkan Andrew Heywood (2011),

bahwa secara umum terdapat dua teori tentang migrasi. Teori Individual menyatakan bahwa

perpindahan manusia terjadi atas pertimbangan rasional individu yang didorong oleh harapan

mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Teori ini menekankan pada daya tarik ekonomi

yang terdapat pada negara tujuan sebagai faktor penarik (pulled) seseorang untuk bermigrasi.

Teori kedua adalah teori struktural yang menekankan pada pertimbangan struktur sosial,

politik, ekonomi di negara asal yang mengharuskan seseorang meninggalkan negaranya.

Dalam teori ini dikatakan bahwa seseorang pushed (terdorong) bermigrasi karena persoalan

seperti bencana alam, kemiskinan, instabilitas politik dan sosial di negara mereka.

Di masa sebelumnya teori migrasi struktural lebih mendominasi ketimbang migrasi

individual. Faktor yang menyebabkan perpindahan manusia kebanyakan didorong oleh

kondisi yang mengharuskan seseorang untuk berpindah disebabkan oleh invasi, kolonialisme,

dan perdagangan budak. Tercatat 15 juta budak dari Afrika Barat dibawa ke Amerika dan

sejumlah besar orang Jawa yang dipekerjakan secara paksa di Suriname sepanjang abad 18-

19 oleh Belanda. Tekanan politik penguasa seperti yang dialami bangsa Yahudi di abad

pertengahan dan gelombang emigrasi bangsa Eropa ke Amerika disebabkan oleh kemiskinan

dan kejaran kaum puritan yang berkuasa di Eropa ketika itu. Contoh diatas menunjukkan

bahwa migrasi pada masa dahulu lebih didominasi faktor struktural yang membuat seseorang

mau tidak mau meninggalkan negaranya.

Sedangkan di era kontemporer cukup banyak faktor yang membuat manusia

bermigrasi. Meskipun tidak lagi mendominasi, namun faktor struktural masih berperan dalam

mendorong seseorang untuk bermigrasi. Faktor-faktor pendorong (pushed) seperti

kemiskinan, bencana alam, tekanan pemerintah, berkait kelindan dengan faktor penarik

(pulled) berupa daya tarik ekonomi di negara-negara maju.

Kedua faktor diatas berperan bersama-sama dalam membentuk tingginya angka

perpindahan manusia di masa modern. Masa setelah PD II ditandai masifnya gelombang

pengungsi dari negara-negara dunia ketiga diakibatkan oleh konflik etnis, perang sipil, dan

instabilitas politik. Hingga tahun 1990-an, gelombang pengungsi yang meninggalkan

negaranya mencapai 15 juta orang. Kombinasi dari pengungsi dan migran yang pindah akibat

Page 5: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

kemiskinan akut, pengangguran, kerusakan lingkungan mendorong arus migrasi semakin

meningkat.

Eropa pasca PD II merasakan tingkat pertumbuhan industri yang sangat tinggi.

Pertumbuhan ekonomi tinggi yang dicapai Eropa tak pelak menjadi daya tarik orang-orang

dari negara berkembang untuk ikut menikmati kemakmuran. Untuk menopang proses

industrialisasi tersebut, Pemerintah negara-negara Eropa, khususnya Eropa Barat mengimpor

pekerja dari luar Eropa. Pemerintah Perancis, misalnya membuka pintu negaranya bagi

orang-orang dari negara bekas koloninya di Afrika Utara. Pemerintah Inggris juga

menggunakan tenaga dari bekas koloninya di anak benua India, Afrika, dan Karibia. Untuk

pemerintah Jerman, karena mereka tidak mempunyai koloni di luar benua Eropa, mereka

mengundang guest-worker dari Turki dan Yugoslavia untuk mendorong tumbuhnya industri

di negara tersebut (Bali 1997; Heywood 2011).

Dampak ekonomi dari migrasi cukup signifikan. Pengiriman uang (dikirim ke negara

asal oleh para migran) merupakan sumber pendapatan penting bagi keluarga dan untuk

negara berkembang. Bahkan, jumlah tahunan remitansi (diperkirakan lebih dari US $ 337

miliar pada tahun 2007) lebih dari jumlah tahunan aliran bantuan luar negeri (Sens et.al,

2009). Bagi negara penerima (terutama negara-negara dengan populasi orang tua tinggi),

migrasi umumnya bermanfaat karena para pekerja migran memiliki keterampilan yang dapat

mengisi posisi kosong yang ditinggalkan masyarakat asli negara tersebut.

Dengan tingkat perpindahan manusia ke Eropa yang semakin tinggi, kemudian

muncul suara-suara yang menentang imigrasi ke Eropa. Mereka melihat bahwa migrasi tidak

hanya menjanjikan keuntungan bagi negara penerima, tapi ekses negatif dari migrasi jauh

lebih banyak. Dampak negatif tersebut meluas dalam berbagai sektor (politik, ekonomi,

sosial, budaya), tapi argumen utama dari kalangan oposan imigrasi adalah kekhawatiran

bahwa semakin bertambahnya jumlah migran mengancam ketahanan negara. Para migran

tersebut dianggap tidak memiliki nasionalisme seperti masyarakat asli. Inilah yang kemudian

membuahkan disahkannya sejumlah peraturan diskriminatif bagi para migran di negara-

negara Eropa. Seperti misalnya dikeluarkannya kebijakan anti simbol agama di Perancis pada

masa pemerintahan Jacques Chirac. Penerus Chirac, Nicholas Sarkozy juga mengumumkan

sikap permusuhan kepada imigran pada pemilu presiden 2007. Sementara di Italia, politisi

Italia menyalahkan imigran pada kejadian terbunuhnya seorang wanita di Roma tahun 2007.

Isu ini kemudian memantik kekerasan terhadap imigran di Italia.

Page 6: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

Terkait dengan “apakah arus imigrasi merupakan sebab proses globalisasi?” Arus

imigrasi pada era “saat ini” tidak lebih besar daripada arus imigrasi di era-era sebelumnya.

Imigrasi yang terjadi saat ini hanya sebesar 175 juta orang saja, artinya jumlah ini hanya

berkisar 3 persen dari total penduduk dunia (Bhagwati, 2004: 209). Bhagwati menyebutkan

banyak pengamat menilai arus imigrasi saat ini lebih kecil disebabkan hambatan seperti

kontrol perbatasan yang ketat dan imigrasi bukan hal yang cuma-Cuma. Ahli sejarah banyak

yang setuju bahwa imigrasi yang paling fenomenal hingga mencapai 10 persen jumlah

penduduk dunia terjadi di abad kesembilan belas. Perbedaan imigrasi era lalu dengan saat ini

terletak pada perpindahan penduduk dari negara miskin ke negara kaya daripada perpindahan

penduduk dari Old World (Eropa) ke New World (Amerika Serikat), merujuk pada

perpindahan penduduk atau imigrasi sebelum dan pasca Perang Dunia. Pernyataan Bhagwati

ini juga didukung oleh Martin Wolf, Jeffrey William, dan Timothy Hutton yang menyatakan

“Empat puluh tahun sebelum PD I, imigrasi meningkatkan daya kerja Dunia Baru (Amerika

Serikat) sebanyak 1/3 jumlah populasi dunia dan mengurangi daya kerja Eropa sebanyak 1/8,

merupakan gambaran yang tidak terlampaui oleh imigrasi California dan Meksiko yang

terjadi empat puluh tahun yang lalu”. Perpindahan atau imigrasi saat ini diyakini merupakan

suatu hal yang membawa pertentangan dan menimbulkan anggapan bahwa mesti

dikonfrontasi (Bhagwati, 2004: 209).

Bhagwati menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena imigrasi: faktor

pendorong dan penarik. Faktor pendorong ialah sejumlah faktor yang mempengaruhi

keputusan emigran untuk meninggalkan negara asal, sedangkan faktor penarik ialah sejumlah

faktor yang mempengaruhi arus masuk imigrasi. Sejumlah faktor tersebut tidak hanya

beroperasi dalam ruang lingkup mekanisme pasar (penawaran dan permintaan) tetapi juga…

Supply Factors : Peningkatan kualitas standar hidup, kemajuan pendidikan dan kesempatan

bagi anak-anak, serta ketertarikan adanya fasilitas profesional lebih baik terkait dengan

migran tenaga ahli adalah sejumlah dorongan ekonomi utama emigrasi. Variabel tersebut

menjelaskan dorongan emigrasi, perpindahan dari negara kurang maju ke negara maju,

perpindahan tersebut dapat juga terjadi antarnegara maju. Akan tetapi arus pengungsi ke satu

wilayah tidak menjelaskan adanya penyebab atau ketertarikan dorongan ekonomi di atas.

Meningkatnya ketimpangan (inequality) antarnegara yang dilihat sebagai insentif

yang menambah keinginan emigran untuk keluar dari negara asalnya. Tetapi, Bhagwati

menyebutkan bahwa seiring ketimpangan ini berkurang, turut menjelaskan (meskipun tidak

Page 7: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

secara dramatis) menekan arus imigrasi begitu pesat. Salah satu faktor yang menekan arus

imigrasi saat ini ialah faktor finansial untuk melakukan perjalanan, khususnya bagi negara

kurang maju (miskin) yang kemudian cenderung untuk menempuh jalur ilegal.

Imigrasi biasanya dipicu oleh emigrasi sebelumnya yang membangun momentum

untuk tumbuh imigrasi yang lebih besar. Ditambah lagi biaya imigrasi menjadi semakin

rendah karena faktor kemudahan teknologi, travel, dana telekomunikasi yang mudah diakses.

Faktor Permintaan. Faktor permintaan emigrasi meningkat di negara-negara maju, dan akan

terus bertambah untuk dua alasan: demografi dan bertambahnya permintaan terhadap tenaga

kerja ahli yang terspesialisasi. Pertama, faktor yang membuat permintaan imigrasi menguat

dikarenakan oleh kondisi demografi negara maju yang menunjukkan penurunan angka

kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang rendah. Kedua, karena adanya permintaan

terhadap pekerja ahli di negara kaya. Proses perkembangan informasi dan teknologi yang

kompleks telah mendatangkan kebutuhan pasar untuk ahli komputer, programer, dan

lainnnya. Ketiga, meningkatnya rekrutmen tenaga kerja kontrak di berbagai pelayanan jasa

yang ditampung oleh pihak-pihak asing seperti perusahaan asing yang memiliki cabang di

luar negeri (Bhagwati, 2004: 212). Ketiga, meningkatnya tren outsourcing, perekrutan tenaga

kerja kontraktual di suatu perusahaan.

Prospek Globalisasi terhadap arus imigrasi secara global: Globalisasi menciptakan

peluang adanya perdagangan dan interaksi internasional menguat. Globalisasi mendorong

kompetisi pasar dengan menciptakan dan menarik perhatian tenaga-tenaga ahli dan

profesional. Pemerintah melihat kualitas pekerja yang demikian akan cenderung lebih mudah

berasimilasi dengan lingkungan masyarakat baru.

Hal ini meningkatkan permintaan yang sesuai dengan penawaran yang ada. Misalnya

negara yang kurang berkembang tidak mampu menyediakan imbalan ekonomi atau kondisi

sosial yang diperlukan oleh kelompok tenaga kerja ahli dan profesional. Akan tetapi, Eropa

dan Amerika serikat mampu memberikan kesempatan pendidikan anak-anak tenaga ahli dan

prospek karir yang tidak tersedia di negara asal mereka.

Persoalan yang muncul terletak pada asimetri kepentingan negara kurang maju

(miskin) dan negara maju terkait dengan imigrasi. Misalnya, terkait dengan arus migrasi

tenaga ahli dan tenaga non-ahli: negara maju cenderung menginginkan imigran yang masuk

adalah tenaga-tenaga ahli yang kompeten dan sibuk untuk menerapkan berbagai kebijakan

Page 8: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

yang mencegah tenaga non-ahli memasuki batas negara mereka. Sedangkan negara kurang

maju (negara asal miskin) memiliki kepentingan untuk membiarkan/ mengijinkan tenaga

kerja non-ahli keluar dari wilayahnya, dan menahan tenaga ahli untuk tetap tinggal di

negaranya. Persoalan kedua terletak pada ketidakseimbangan kesempatan di negara kurang

maju (asal) dan negara maju (negara tujuan) dalam menyediakan hiburan, fasilitas-fasilitas

yang mendukung karir profesional tenaga ahli, pengalaman pekerjaan yang lebih baik, dan

pendidikan untuk anak-anak mereka. Akan lebih tidak masuk akal jika negara asal

menerapkan kebijakan untuk membatasi imigran menetap di negara tujuan. Oleh karena itu

terdapat beberapa kondisi yang ditawarkan oleh Bhagwati dalam melihat fenomena imigrasi

ini dari dua dimensi, negara asal dan negara tujuan.

Strategi yang ditawarkan oleh Bhagwati, ialah melakukan mengatasi dengan imigrasi

daripada mencoba untuk membatasinya. Pemerintahan negara berkembang mesti menerapkan

kebijakan yang bisa mengikat migran dengan negara asal mereka sehingga dapat mengurangi

biaya sosial dan meningkatkan keuntungan ekonomis di negara asalnya. Kebijakan tersebut

dapat berupa memasukkan pendidikan anak dan jaminan hak-hak sipil seperti partisipasi

dalam organisasi internal sekolah dan komite guru dan wali murid di sekolah. Pemerintah

juga bisa membantu tempat tinggal imigran di seluruh negara, untuk menghindari penekanan

upah di salah satu wilayahnya. Contoh operasional bagaimana negara kurang maju

menerapkan kebijakan tersebut, Bhagwati memberikan beberapa contoh negara yang berhasil

seperti India, China, Taiwan dan Korea Selatan. Solusi ketiga, Bhagwati menawarkan wacana

adanya organisasi yang mengelola migrasi dunia, World Migration Organization yang

berperan untuk membenarkan arus masuk dan keluar migrasi suatu negara, menetapkan

kebijakan residensi migran apakah legal atau sebaliknya yang berfungsi secara ekonomi,

politik, baik terhadap tenaga kerja ahli maupun non-ahli.

Page 9: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

Kesimpulan

Globalisasi tidak bisa dikatakan sebagai sebab utuh imigrasi atau arus perpindahan

penduduk lintas batas negara. Pada kenyataannya orang-orang telah hidup berpindah-pindah

dari satu tempat ke tempat lain sejak berabad-abad lalu karena alasan yang makin beragam,

bahkan sebelum fenomena globalisasi diwacanakan. Misalnya perpindahan pengungsi dari

satu tempat ke tempat yang lebih kondusif tidak memiliki keterkaitan dengan adanya

globalisasi. Pengungsi berpindah begitu saja tanpa menggunakan transportasi yang

accessible, informasi internet, atau kesempatan kerja yang lebih baik. Aspek penting yang

dilihat dalam perpindahan pengungsi ialah persoalan keamanan untuk lepas dari represi,

opresi, penyiksaan dan lainnya.

Contoh kedua ialah, orang berpindah karena ingin menikmati pemandangan alam.

Proses globalisasi tidak mengakibatkan, secara langsung, alam tumbuh indah, maksudnya

keindahan pegunungan Alpen, padang rumput Mediterania, Danau Toba bahkan ada bahkan

sebelum globalisasi muncul. Barangkali penting untuk tidak mengeneralisasi bahwa proses

globalisasi menginisiasi perpindahan penduduk. Sekiranya penting untuk melihat tipe-tipe

migrasi kemudian mengkaitkannya satu persatu dengan proses globalisasi, sehingga dapat

menjawab apakah globalisasi benar-benar sebagai katalisator arus imigrasi.

Kedua, “globalisasi meningkatkan arus imigrasi lintas batas negara”? pernyataan ini

patut mendapat sanggahan, seperti yang diungkapkan oleh Bhagwati (2004) bahwa arus

imigrasi malahan berkurang seketika globalisasi makin intensif. Hal ini terjadi karena makin

banyak dikeluarkannya regulasi sebagai counterpart diaspora akibat proses globalisasi.

Terkait dengan “globalisasi dan arus imigrasi” terdapat dua pandangan utama: (1)

pendukung globalisasi memegang proposisi bahwa terdapat bentuk baru globalisasi akibat

integrasi global yang memungkinkan terciptanya beragam keuntungan dan kesempatan

ekonomi bagi orang-orang untuk kemudian berpindah ke satu tempat (Sanchez, 1999), salah

satu pendukung globalis yang memberikan penjelasan bagaimana hal tersebut mungkin

terjadi ialah Bhagwati (2004). Sedangkan pemikir anti-globalis, mengungkapkan bahwa arus

migrasi orang-orang dengan keahlian tertentu malah akan mengakibatkan komunitas terpecah

menjadi dua karena ketidakinginan mereka untuk berasimilasi dengan kultur negara “host”.

Dua proposisi tersebut memiliki beban penjelasan (kelebihan dan kelemahan) masing-masing

yang berdampak pada dua keadaan: (1) wacana globalisasi sebagai fenomena kultural dab (2)

Page 10: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

wacana perbedaan. Lebih jauh diperpanjang pada prospek terciptanya (1) homogenization:

melting pot, (2) Heterogenization: salad bowl, atau (3) hybridization (Wardhani, 2011).

Strategi yang diperoleh dari analisis imigrasi dari lensa globalisasi antara lain: (1)

mengesampingkan arus imigrasi besar-besaran di era abad 19 yang mana gelombang

globalisasi diidentikkan dengan revolusi Industri. Arturo Sanchez menyarankan wacana

untuk mengubah metode tersebut ke metode yang lebih aktual. Arturo Sanchez meyakini

bahwa dengan melibatkan analisis yang terjadi pada abad kesemblan belas hanya

menekankan justifikasi adanya “cost benefit” yang mendorong perpindahan penduduk besar-

besaran. Saat ini, persoalan arus imigrasi tidak hanya terkait pada satu dimensi saja (cost

benefit and economic opportunity), akan tetapi lebih bervariasi dan oleh karena itu,

implikasinya pun semakin banyak yang mengarah pada kecenderungan adanya asimilasi

budaya atau pengakuan perbedaan budaya dalam satu komunitas. Terkait dengan hal itu,

Arturo sanchez (1999) mencetuskan gagasan adanya pengakuan terhadap warganegara ganda

dalam kebijakan imigrasi suatu negara. Strategi lain yang diungkapkan oleh Globerman

(2001) yang dalam tulisannya “Globalization dan Immigration” mencoba mengkaitkan

fenomena imigrasi dengan perdagagan internasional dan arus investasi asing (FDI, Foreign

Direct Investment). Ia menguraikan bahwa untuk melihat dan mengatasi fenomena imigrasi,

maka variabel yang penting untuk diikutsertakan ialah meneliti hubungannya dengan

perdagangan internasional dan arus FDI terkait dengan seberapa besar perdagangan

internasional dan arus FDI menyumbang masuknya imigran dari suatu negara.

Ditambah lagi biaya imigrasi menjadi semakin rendah karena faktor kemudahan

teknologi, travel, dana telekomunikasi yang mudah diakses. Rasanya globalisasi saat ini tidak

mendukung biaya bepergian yang makin murah dan accessible. Sebaliknya biaya bepergian

belum lagi persoalan regulasi ketat terkait imigrasi justru menjadi faktor penghambat utama.

Di China misalnya, setiap orang di China memiliki pendapatan pertahun sebesar $100 dolar

saja. Artinya, mustahil bagi mereka untuk mengejar kesempatan kerja (economic

opportunity) untuk pindah ke Amerika Serikat. Akan tetapi bagi orang China yang sanggup

meningkatkan pendapatannya sebesar $5000 pertahun dengan menggunakaan momentum

pertumbuhan ekonomi China, sanggup untuk bepergian ke Amerika Serikat. Dari ilustrasi

yang demikian, maka prospek imigrasi hanya akan meningkatkan ketidakmerataan ekonomi.

Bagi imigran yang berasal dari negara Sub-Sahara Afrika atau wilayah lain yang belum

tersentuh oleh globalisasi, maka globalisasi hanya akan mengakibatkan ketimpangan antara

negara-negara tersebut dengan negara-negara seperti China, India, Brazil, atau Meksiko.

Page 11: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

Sumber

Bhagwati, Jagdish. 2004. International Flow of Humanity, dalam “in Defense of

Globalization”. Chapter 3. London: Oxford University Press., pp. 209-218.

Globerman, Steven, GLOBALIZATION AND IMMIGRATION (2001), available at

http://www.riim.metropolis.net/events/Roundtable%20-%20%20May%202001/globalization

%20and%20immigration.pdf

Sanchez, Arturo, Transnationalism and Assimilation, in PLANNERS NETWORK

ONLINE (July/Aug. 1999),

Alex Nowrasteh. Open Market.org. 2008. Globalization and Immigration. [online]

available http://www.openmarket.org/2008/05/15/does-economic-development-cause-

immigration/

http://www.iom.int/cms/en/sites/iom/home/about-migration/key-migration-terms-

1.html#Migration.

http://www.iom.int/cms/en/sites/iom/home/about-migration/facts--figures-1.html

http://www.csiss.org/classics/content/90

Page 12: Migrasi Internasional Sebagai Dampak Globalisasi

GLOBALISASI

Oleh :

SYARIF HUSEIN (151080198)

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta

2012