metode penelitian pemetaan

34
BAB III METODE PENELITIAN Pemetaan geologi merupakan rangkaian berbagai kegiatan penelitian yang menggambarkan kondisi geologi suatu daerah, sehingga dihasilkan peta geologi yang menyingkapkan proses geologi dengan melibatkan berbagai obyek penelitian, di antaranya seperti geomorfologi, litologi batuan, fosil, stratigrafi, struktur geologi, petrografi batuan, serta mineral ekonomis. 20

Upload: agung-ariya-wibowo

Post on 16-Dec-2015

307 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

macam metode pemetaan

TRANSCRIPT

BAB III

PAGE 21

BAB III

METODE PENELITIAN

Pemetaan geologi merupakan rangkaian berbagai kegiatan penelitian yang menggambarkan kondisi geologi suatu daerah, sehingga dihasilkan peta geologi yang menyingkapkan proses geologi dengan melibatkan berbagai obyek penelitian, di antaranya seperti geomorfologi, litologi batuan, fosil, stratigrafi, struktur geologi, petrografi batuan, serta mineral ekonomis.

Gambar 3.1. Bagan alir penelitian3.1 Objek Penelitian

Dalam melaksanakan pemetaan geologi ini, yang menjadi obyek penelitian adalah:

1. Geomorfologi, meliputi karakteristiknya seperti morfografi (pola pengaliran, pola kelurusan punggungan dan bentuk lereng), morfogenetik, morfometri (kerapatan pola pengaliran, proses geomorfologi, kerapatan kontur dan kemiringan lereng) serta material penyusunnya. Hal ini dilakukan baik dengan media peta topografi, foto udara serta data-data hasil pekerjaan lapangan.

2. Batuan, meliputi seluruh jenis singkapan batuan segar, belum lapuk dan yang ditemukan di daerah penelitian untuk kemudian dikelompokkan menjadi satuan-satuan batuan.3. Stratigrafi, meliputi perlapisan batuan mulai dari batuan tertua sampai yang termuda, lingkungan pengendapan, dan hubungan stratigrafinya.4. Struktur geologi, yang dapat digunakan untuk menentukan jenis serta pola struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian. Hal ini dapat dilakukan melalui interpretasi peta topografi dan foto udara serta data-data lapangan.

5. Fosil, berupa foraminifera plangtonik untuk menentukan umur dan foraminifera bentonik dan moluska untuk menentukan lingkungan pengendapan masing-masing satuan batuan pada batuan sedimen serta untuk memudahkan penyusunan stratigrafinya.

6. Struktur sedimen, untuk menentukan lingkungan pengendapan masing-masing satuan batuan.

7. Geologi lingkungan yang meliputi aspek sumberdaya geologi (bahan galian, air permukaan, dan air tanah dangkal) dan bahaya geologi, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan potensi daerah penelitian

3.2. Alat alat Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam pemetaan geologi adalah:

1. Peta dasar (Peta Rupabumi Digital Indonesia) dengan skala 1 : 25.000 sebagian lembar peta Conggeang dan Buahdua.2. Kompas Geologi, merupakan kompas yang dapat digunakan untuk mengukur komponen arah (azimuth, jurus dll) dan komponen besar sudut (Strike, dip, slope dll )

3. Palu Geologi, digunakan untuk pengambilan sample / contoh batuan, terutama batuan yang sangat keras, terdapat dua jenis palu yaitu : pick point ( jenis palu berujung runcing ) untuk batuan yang keras dan chisel point ( palu untuk batuan sedimen ).

4. GPS (Global Positioning System), digunakan untuk menentukan koordinat dan elevasinya, dan untuk kebutuhan navigasi.

5. Loupe dengan pembesaran 10x dan 20x, digunakan untuk mengamati tekstur batuan agar lebih mudah untuk diamati.

6. Komparator mineral dan besar butir.

7. Larutan HCL 0.1 N, digunakan untuk menguji kandungan karbonat dari contoh batuan yang diamati.

8. Kantong sampel, digunakan untuk mengambil contoh batuan yang akan dibawa.

9. Kamera digital, digunakan untuk mengambil gambar singkapan.

10. Pita ukur 50 m dan 3 m yang berfungsi untuk melakukan pengukuran singkapan batuan.

11. Alat-alat tulis lengkap, buku catatan dan Clip board.

3.3. Langkah Langkah Peneltian

Secara garis besar pelaksanaan pemetaan terbagi dalam lima tahapan pekerjaan, meliputi :

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

3. Tahap Pekerjaan Laboratorium

4. Tahap Analisis Data

5. Tahap Penyusunan Laporan

3.3.1

Tahap Persiapan

Tahap ini dilakukan sebelum melakukan pekerjaan lapangan. Pada tahap ini dilakukan beberapa persiapan yang menunjang kelancaran pada saat melakukan pekerjaan lapangan. Persiapan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :1. Pembuatan Peta Dasar

Peta dasar yang dibuat adalah peta topografi dengan skala 1 : 25.000 dan peta pola pengaliran daerah pemetaan.

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan geologi secara regional.

3. Penafsiran Peta Topografi Penafsiran peta topografi meliputi: analisis morfografi, morfometri dan morfogenetik serta kenampakan khusus yang mungkin dikontrol oleh struktur geologi, serta melakukan analisis pola pengaliran sungai dan rencana lintasan penelitian di lapangan.

4. Penyusunan Program Kerja

Mempersiapkan perlengkapan yang akan digunakan serta mengurus perizinan dari pemerintah setempat.

3.3.2. Tahap Pekerjaan di lapangan

Dalam melakukan pengamatan di lapangan, metode yang digunakan adalah metode orientasi lapangan dibantu dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Tahapan pekerjaan di lapangan mencakup :1. Plotting data, untuk penempatan setiap lokasi pengamatan pada peta.

2. Pengamatan terhadap singkapan batuan dengan melakukan pengukuran terhadap arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan, ketebalan serta struktur sedimen yang ada.

3. Pengamatan terhadap berbagai indikasi yang dapat menunjukkan adanya perubahan litologi atau struktur geologi (misal : perselingan batuan, sifat fisik batuan, batas antar satuan batuan, kekar, gawir sesar dan lain sebagainya).

4. Pengambilan contoh batuan yang dianggap mewakili satuan-satuan batuan yang ada untuk dianalisis di laboratorium.

5. Pendeskripsian batuan pada setiap singkapan.

6. Pemotretan serta pembuatan sketsa pada obyek-obyek singkapan yang dianggap perlu.

7. Pengukuran penampang stratigrafi pada lintasan yang tegak lurus arah penyebaran batuan serta pada perubahan satuan batuan.

3.3.3Tahap Pekerjaan Laboratorium

Pekerjaan Laboratorium meliputi analisis yang terdiri atas analisis mikropaleontologi, analisis petrografis dan analisis struktur geologi. Analisis mikropaleontologi meliputi analisis fosil foraminifera planktonik dan foraminifera bentonik. Foraminifera planktonik digunakan sebagai penentuan umur relatif batuan sedangkan foraminifera bentonik sebagai penentuan zona batimetri suatu lingkungan pengendapan. Analisis petrografi meliputi analisis sayatan tipis. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan yang telah disayat dan menghitung persentasi kemudian ditentukan nama batuan berdasarkan tata nama yang digunakan.

Pekerjaan studio terdiri atas pembuatan peta geomorfologi, peta kerangka geologi, peta pola jurus perlapisan batuan dari rekonstruksi pola jurus perlapisan batuan, peta geologi, peta geologi lingkungan, penampang geologi, analisis data kekar dan slicken side menggunakan program DIPS.

3.3.4Tahap Analisis Data

Data lapangan yang didapat berupa arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan, jenis litologi, serta indikasi struktur geologi. Data-data tersebut dikumpulkan untuk kemudian dianalisis.

3.3.4.1 Analisis Geomorfologi

Pengolahan data geomorfologi dilakukan dengan meninjau tiga aspek, yaitu aspek morfografi, morfogenetik, dan morfometri.3.3.4.1.1 Morfografi

Secara garis besar morfografi permukaan bumi dapat dibedakan menjadi (van Zuidam, 1983) :

1. Bentuk Lahan Dataran

Bentuk lahan dataran adalah bentuk lahan dengan kemiringan lereng 0% - 2% biasanya digunakan sebutan bentuk lahan asal marin, fluvial, campuran marin dan fluvial dan plato. Bentuk lahan asal fluvial pada umumnya disusun oleh matrial kerikil, kerakal, pasir halus sampai kasar, lanau dan lempung.

2. Bentuk Lahan Perbukitan/Pegunungan.

Bentuk lahan perbukitan memiliki kemiringan lereng antara 7% - 20% dengan ketinggian antara 50 meter sampai 500 meter dari permukaan laut. Sebutan perbukitan ditujukan untuk perbukitan kubah (intrusi, rempah gunungapi/gumuk tefra, serta koral) dan perbukitan struktural yang dipengaruhi oleh pengangkatan. Bentuk lahan perbukitan memanjang merupakan perbukitan terlipat dengan material penyusun berupa batuan sedimen (batupasir, batulempung atau batulanau). Bentuk lahan perbukitan berbelok merupakan perbukitan yang dipengaruhi oleh sesar geser yang mengakibatkan perbukitan tersebut terbelokan.

3. Bentuk Lahan Pegunungan

Bentuk lahan pegunungan memiliki ketinggiaan lebih dari 500 meter dengan kemiringan lereng lebih dari 20%. Sebutan pegunungan ditujukan terhadap rangkaian bentuk lahan bergelombang tinggi dan relatif curam, biasanya menjadi satu rangkaian dengan gunungapi atau akibat kegiatan tektonik yang cukup kuat, seperti Pegunungan Himalaya, Pegunungan Alpen, dan Pegunungan Selatan Jawa Barat.Tabel 3.1 Klasifikasi Relif (van Zuidam, 1983)

Satuan RelifKemiringan Lereng (%)Beda Tinggi (m)

Datar / Hampir Datar0-2< 5

Bergelombang / Miring Landai2-75 50

Bergelombang / Miring7-1525 75

Berbukit Terjal15-3050 200

Berbukit Sangat Terjal30-70200 500

Pegunungan Sangat Terjal70-140500 1000

Pegunungan Sangat Curam>140> 1000

3.3.4.1.2 Pola Punggungan

Pola punggungan mencerminkan pengaruh tenaga endogen yang bekerja pada daerah tersebut. Pola punggungan paralel dapat diinterpretasikan sebagai suatu perbukitan yang terlipat, sedangkan pola punggungan berbelok, melingkar atau terpisah dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari suatu pensesaran. Pola-pola punggungan yang terlipat menunjukkan kerapatan garis kontur yang jarang, sedangkan jika pada salah satu sisi punggungan tersebut memiliki kerapatan garis kontur yang cukup rapat diinterpretasikan sebagai sesar naik.3.3.4.1.3 Bentuk Lereng

Bentuk lereng merupakan cerminan proses geomorfologi eksogen atau endogen yang berkembang pada suatu daerah. Bentuk lereng cembung biasanya terjadi pada daerah-daerah yang disusun oleh material-material batuan yang relatif keras atau sisa-sisa gawir sesar atau bidang longsoran (mass wasting) yang telah tererosi pada bagian tepi atasnya. Bentuk lereng lurus, biasanya terjadi pada daerah-daerah lereng vulkanik yang tersusun oleh material-material vulkanik halus atau bidang longsoran (landslide). Bentuk lereng cekung biasanya terjadi pada daerah-daerah yang disusun oleh material-material batuan lunak atau bidang longsoran (slump).3.3.4.1.4 Pola pengaliranPola pengaliran sungai adalah suatu bentuk dari hubungan antara sungai-sungai yang mengalir melalui lembah-lembah yang membentuk suatu pola tertentu. Pola pengaliran merupakan kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Pola pengaliran yang mudah dikenali dari peta topografi merupakan hasil dari kegiatan erosi dan tektonik yang memiliki hubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi, dan sejarah bentuk bumi.

Sistem pengaliran yang berkembang pada permukaan bumi secara regional dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi serta kondisi alam.

Howard (1967) membagi pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi (Gambar 3.1.). Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat dipisahkan dengan pola dasar lainnya, sedangkan pola modifikasi adalah pola dengan perubahan yang masih memperlihatkan ciri pola dasar.

(a)

(b)

Gambar 3.3. Pola pengaliran dasar (a) dan modifikasinya (b) menurut Howard (1967) dalam van Zuidam (1985)Tabel 3.2 Pola pengaliran dasar dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

Pola Pengaliran Karakteristik

DendritikBentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi.

ParalelBentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang-agak curam, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trelis.

TrelisBentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan batuan sedimen, induk sungainya seringkali membentuk lengkungan menganan memotong kepanjangan dari alur jalur punggungannya. Biasanya dikontrol oleh struktur lipatan. Batuan sedimen dengan kemiringan atau terlipat, batuan vulkanik serta batuan metasedimen berderajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.

RektangularInduk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.

RadialBentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).

AngularBentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai, sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak. Juga berupa cekungan dan kemungkinan stocks.

MultibasinalEndapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan salju atau permafrost.

KontortedTerbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, Anak sungai yang lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.

Tabel 3.3 Pola pengaliran modifikasi dan karakteristiknya (Howard, 1967)

Pola Pengaliran Karakteristik

SubdendritikUmumnya struktural.

PinnateTekstur batuan halus dan mudah tererosi.

AnastomotikDataran banjir, delta, atau rawa.

DikhotomikKipas aluvial dan delta seperti penganyaman.

SubparalelLereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan memanjang.

KolinierKelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting pasir.

Direksional trellisHomoklin landai seperti beting gisik.

Trellis berbelokPerlipatan memanjang.

Trellis sesarPercabangan menyatu atau berpencar, sesar paralel.

Trellis kekarSesar paralel dan atau kekar

AngulateKekar dan sesar pada daerah berkemiringan.

KarstBatugamping.

3.3.4.1.5 Morfogenetik

Morfogenetik adalah bentuk bentang alam permukaan bumi yang melibatkan asal-usul tenaga pembentuknya sebagai bagian dari proses pembentukan bentang alam itu sendiri. Proses yang telah dikenal yaitu proses endogen dan eksogen.

Proses endogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh kekuatan dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Proses dari dalam kerak bumi antara lain intrusi, gejala tektonik, proses vulkanisme.

Proses eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor dari luar bumi seperti iklim (hujan, angin, dan perubahan temperatur) dan proses biologi. Proses eksogen cenderung merubah permukaan bumi secara bertahap, yaitu pelapukan batuan menjadi tanah akibat proses fisika, kimia, dan biologi yang berakhir dengan proses erosi.

Cerminan proses erosi pada peta topografi atau foto udara ditunjukan oleh kerapatan pola pengaliran, semakin rapat pola pengaliran maka proses erosi semakin tinggi. Tingkat erosi yang tinggi mencermikan batuan penyusun lunak dengan porositas buruk.

3.3.4.1.6 Morfometri

Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuk lahan sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik. Dalam aspek morfometri dilakukan penghitungan kemiringan lereng yang kemudian akan didapat suatu nilai dalam persen. Untuk menghitung kemiringan lereng dari peta topografi digunakan rumus (van Zuidam, 1983):

dimana :S = kemiringan lereng (%)

n = jumlah kontur yang terpotong

ik = interval kontur (m)

D = jarak mendatar sebenarnya (m)

Sp = skala peta

Besarnya kemiringan lereng yang didapat kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut van Zuidam.

Tabel 3.4 Klasifikasi kemiringan lereng menurut van Zuidam (1983)

KelasSudut Lereng Klasifikasi

(%)( ( )

10-20-2Pedataran (flat or almost flat)

22-72-4Agak Landai (gently sloping)

37-154-8Landai (sloping)

415-308-16Agak curam (moderately steep)

530-7016-35Curam (steep)

670-14035-55Sangat curam (very steep)

7>140>55Terjal (extremely steep)

3.3.4.2 Analisis Laboratorium

1. Analisis Fosil

Analisis ini dilakukan setelah pekerjaan pada Laboratorium Paleontologi dan Mikropaleontologi. Analisis fosil dilakukan untuk mendapatkan informasi umur dan lingkungan pengendapan. Untuk penafsiran umur satuan batuan, dilakukan analisis fosil foraminifera planktonik berdasarkan Zonasi Postuma (1971). Untuk penentuan paleoekologi atau lingkungan pengendapan, dilakukan analisis fosil foraminifera baik bentonik maupun plangtonik, serta didukung fosil moluska, pada satuan batuan yang tidak terdapat fosil, lingkungan pengendapan dianalisis berdasarkan tekstur dan struktur sedimen yang terdapat pada tubuh batuan. Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan fosil foraminifera dilakukan secara semi kuantitatif yaitu dengan metode sebagai berikut :

a. Metode Rasio Plangtonik/BentonikMetode ini menggunakan persentase (rasio) kehadiran foraminifera plangtonik dengan foraminifera bentonik, semakin dalam lingkungan pengendapan, maka semakin tinggi rasio foraminifera plangtonik. (Grimsdale dan van Morkhoven, 1955, dalam Anwar, 1999).Tabel 3.5 Rasio foraminifera plangtonik dalam kaitannya dengan lingkungan pengendapan (Grimsdale da van Morkhoven dalam Anwar, 1999)Lingkungan

PengendapanKedalaman (m)Rasio Plangtonik/Bentonik

Inner Shelf0 200 -20 %

Middle Shelf20 10020 50 %

Outer Shelf100 20020 50 %

Upper Slpoe200 100030 80 %

Lower Slope1000 - 400070 100 %

b. Metode Asosiasi.

Metode ini menggunakan asosiasi kehadiran fosil foraminifera bentonik untuk menentukan paleoekologi (Rawenda dkk, 1983; dalam Anwar, 1999).2. Analisis Petrografi

Analisis petrografi dilakukan untuk menentukan jenis batuan secara mikroskopis. Sampel batuan yang diperiksa merupakan hasil sayatan tipis yang diamati dari setiap satuan batuan yang tersingkap di daerah penelitian dengan mempergunakan mikroskop polarisasi. Aspek-aspek yang diperiksa dari sayatan tipis ini meliputi warna, tekstur, massa dasar, jenis fragmen, jenis semen, dan kandungan mineral penyusun batuan tersebut.

Penentuan nama batuan secara mikroskopis ditentukan berdasarkan klasifikasi batupasir Pettijohn (1975), klasifikasi batuan piroklastik, batuan volkaniklastik dan sedimen Schmid (1981), dan klasifikasi batuan beku dari Streckeisen (1976).

Gambar 3.6 Klasifikasi batupasir (Pettijohn, 1975)

Gambar 3.7 Klasifikasi tuff dan ash (Schimd, 1981 )

Gambar 3.8 Klasifikasi batuan beku berbutir halus (Streckeisen, 1978)

Gambar 3.9 Klasifikasi batuan volkaniklastik yang mengandung lebih dari 10% volume debris (Schmid, 1981)3.3.4.3. Analisis Stratigrafi

Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati di lapangan, yang meliputi jenis batuan, keseragaman batuan, dan posisi stratigrafi batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, pasal 6). Sedangkan penentuan batas penyebarannya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan yang berlainan ciri litologinya.2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya.

3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.

4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan gejala-gejala litologi yang menjadi cirinya.

5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.

6. Batas-batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan. (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996)

Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan dilakukan secara megaskopis meliputi warna batuan, ukuran butir, kebundaran, kemas, pemilahan, kekerasan, dan, struktur sedimen. Indikasi sentuh stratigrafi yang ditemukan di lapangan sangat berguna untuk menentukan hubungan antara satuan batuan dengan satuan batuan lainnya. Adapun dasar penentuan stratigrafi adalah :

1. Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidang-bidang yang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi. Perlapisan terbentuk karena adanya perubahan-perubahan pada saat proses sedimentasi, seperti pasang surut, banjir, perbedaan temperatur.

2. Bidang perlapisan adalah suatu bidang yang merupakan perlapisan dan dapat diwujudkan berupa hamparan dari suatu mineral tertentu / besar butir, atau bidang sentuh yang tajam antara 2 macam batuan yang berbeda.

3. Lapisan adalah satuan stratigrafi terkecil yang terjadinya hanya dari satu macam batuan yang homogen dan bagian atas dan bagian bawahnya dibatasi oleh bidang perlapisan secara tajam ataupun berangsur.

Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan batuan yang seragam secara lateral atau suatu lapisan tergantung dari jenis batuan dan media pengendapan. Kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Tiga macam sentuh stratigrafi, yaitu :

Selaras : sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan stratigrafi di bawah lapisan yang di atasnya.

Tidak selaras : siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh pengangkatan atau tektonik.

Diastem : siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi atau terhentinya pengendapan.3.3.4.4 Analisis Struktur Geologi

Analisis ini dilakukan untuk merekonstruksi keberadaan struktur geologi di daerah penelitian, sehingga dapat diketahui jenis struktur geologinya, periode serta sejarah tektoniknya. Hal ini dilakukan dengan menganalisis data hasil pengukuran arah jurus (strike) dan kemiringan (dip) lapisan batuan, pengamatan terhadap berbagai indikasi seperti cermin sesar, arah kekar, gawir sesar, zone hancuran dan lainnya yang kemudian diplot di peta dasar.Untuk mengamati adanya struktur lipatan di lapangan yaitu dengan melihat perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan urutan variasi liotologi, pembalikan dengan menentukan top dan bottom-nya yang tidak sesuai dengan arah kemiringan lapisan.

Untuk mengamati keberadaan, arah dan jenis sesar dilapangan dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air terjun, juga dengan mengamati dan mengukur data kekar yang berkembang dilapangan serta menganalisisnya dengan statistik melalui bantuan program dip.

Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan jenis, arah dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang kemudian dituangkan dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.

3.3.4.5 Analisis Sejarah GeologiAnalisis geologi sejarah digunakan untuk membahas mengenai kronologis urutan-urutan kejadian geologi di daerah penelitian selama kurun waktu proses pembentukannya, yang dapat diungkapkan dari hasil evaluasi data stratigrafi, geologi struktur dan interpretasi geomorfologi.3.3.4.6 Analisis Geologi Lingkungan

Dalam analisis ini, diperlukan penelitian terhadap faktor pendukung dan faktor kendala pengembangan daerah penelitian. Faktor pendukung seperti sumberdaya air, lahan dan bahan galian.

Sedangkan faktor kendalanya berupa kebencanaan geologi, seperti banjir, longsor, kegempaan, gerakan tanah, erupsi dan lain sebagainya.

3.4. Tahap Penyusunan Laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan pemetaan geologi. Data-data yang didapat dari lapangan maupun dari laboratorium disebandingkan dengan data dari hasil studi pustaka, yang kemudian disusun dan diolah sehingga didapatkan kesimpulan-kesimpulan mengenai keadaan daerah penelitian, kemudian disajikan dalam bentuk laporan.

Data yang telah dikumpulkan dari lapangan maupun dari laboratorium dan studio diolah dengan berbagai analisis yang mencakup berbagai aspek geologi seperti geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, maupun geologi sejarahnya, dan hasil dari seluruh penelitian serta rekonstruksi proses geologi dituangkan dalam peta-peta sebagai berikut :

1. Peta Geomorfologi

2. Peta Kerangka Geologi

3. Peta Pola Jurus dan Perlapisan Batuan

4. Peta Geologi

5. Peta Geologi Lingkungan

Q = Kuarsa

A = Alkali feldspar

P = Plagioklas

F = Foid

EMBED Equation.3

20PAGE

_1105566369.unknown