pemetaan risiko bencana longsor dengan metode sig, sebagai

7
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X 185 Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai Masukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Studi Kasus: Kabupaten Bogor bagian barat, Jawa Barat Eka Chintya Debby 1* , Budi Haryo Nugroho 2 , Anthony P. Nasution 3 *[email protected] 1, 2, 3) Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Indonesia Abstrak Penelitian ini dilakukan pada kecamatan di Kabupaten Bogor bagian Barat yang didasari oleh kondisi wilayah yang dinilai cukup rawan bencana alam tanah terutama bencana longsor. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah pemetaan risiko bencana longsor sebagai evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bogor dengan metode SIG. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan cara pemberian skor, bobot dan tumpang susun (overlay). Hasil penelitian digambarkan dalam peta risiko bencana longsor tertinggi berada pada Kecamatan Nanggung dengan luas 11.608,29 Ha, sedangkan tingkat risiko terendah berada pada Kecamatan Cibungbulang dengan luas 310,83 Ha. Pada analisis kesesuaian RTRW rencana pola ruang menghasilkan wilayah yang masuk daerah risiko bencana longsor tertinggi, dengan wilayah tertinggi Kecamatan Nanggung. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Risiko bencana longsor terdiri dari ancaman dan kerentanan. 2) Risiko bencana terdiri dari 3 kelas dengan tingkat risiko tertinggi pada wilayah Kecamatan Sukajaya dan terendah pada Kecamatan Tenjo. 3) Terdapat rencana pola ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya yang masuk kedalam risiko tinggi seperti kawasan hutan lindung, enclave kawasan hutan, hutan konservasi, hutan produksi, lahan basah, lahan kering, perkebunan, dan permukiman. 4) Hasil analisis arahan pemanfaatan ruang menghasilkan pemanfaatan ruang untuk kawasan risiko longsor. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi berupa evaluasi pemanfaatan ruang berupa kebijakan maupun evaluasi RTRW Kabupaten Bogor, sebagai upaya meminimalisir risiko bencana longsor. Kata Kunci: ancaman, evaluasi RTRW, kerentanan, resiko Pendahuluan Secara geografis wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam, salah satunya adalah bencana longsor. Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012). Bencana longsor disebabkan oleh faktor fisik alami seperti kemiringan lereng, karakteristik tanah (soil), lapisan batuan (litosfer), struktur geologi, curah hujan dan hidrologi lereng sedangkan faktor aktifitas manusia seperti, jenis kegiatan, penggunaan lahan pemotongan lereng dan pencetakan kolam. Dari hasil pencatatan BPBD Kabupaten Bogor (2020), pada tahun 2019 tercatat bencana yang terjadi di Kabupaten Bogor bagian Barat dengan jumlah 71 kejadian bencana longsor. Bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat ini terjadi di Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Jasinga, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Nanggung, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Rumpin, Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Tenjolaya sementara untuk Kecamatan Parung Panjang dan Kecamatan Tenjo tidak mengalami kejadian bencana longsor. Bencana longsor yang terjadi menimbulkan berbagai macam kerusakan serta memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat. Dampak langsung seperti korban jiwa, kerugian harta benda dan gangguan psikologis. Sedangkan dampak tidak langsung seperti rusaknya fungsi - fungsi produktivitas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Untuk mengurangi dampak bencana longsor bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya mitigasi bencana sebelum terjadi bencana longsor. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana bisa berupa peta risiko bencana longsor untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh kejadian suatu bencana dan menjadi acuan dalam mengevaluasi RTRW Kabupaten Bogor yang mempertimbangkan risiko bencana longsor.

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

185

Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai Masukan dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor

Studi Kasus: Kabupaten Bogor bagian barat, Jawa Barat

Eka Chintya Debby1*, Budi Haryo Nugroho2, Anthony P. Nasution3

*[email protected] 1, 2, 3)Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Indonesia

Abstrak Penelitian ini dilakukan pada kecamatan di Kabupaten Bogor bagian Barat yang didasari oleh

kondisi wilayah yang dinilai cukup rawan bencana alam tanah terutama bencana longsor.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah pemetaan risiko bencana longsor sebagai

evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bogor dengan metode SIG. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode kuantitatif dengan cara pemberian skor, bobot dan tumpang susun (overlay). Hasil

penelitian digambarkan dalam peta risiko bencana longsor tertinggi berada pada Kecamatan

Nanggung dengan luas 11.608,29 Ha, sedangkan tingkat risiko terendah berada pada Kecamatan

Cibungbulang dengan luas 310,83 Ha. Pada analisis kesesuaian RTRW rencana pola ruang

menghasilkan wilayah yang masuk daerah risiko bencana longsor tertinggi, dengan wilayah tertinggi

Kecamatan Nanggung. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Risiko bencana

longsor terdiri dari ancaman dan kerentanan. 2) Risiko bencana terdiri dari 3 kelas dengan tingkat

risiko tertinggi pada wilayah Kecamatan Sukajaya dan terendah pada Kecamatan Tenjo. 3) Terdapat

rencana pola ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya yang masuk kedalam risiko tinggi seperti

kawasan hutan lindung, enclave kawasan hutan, hutan konservasi, hutan produksi, lahan basah,

lahan kering, perkebunan, dan permukiman. 4) Hasil analisis arahan pemanfaatan ruang

menghasilkan pemanfaatan ruang untuk kawasan risiko longsor. Diharapkan dari hasil penelitian ini

dapat memberikan rekomendasi berupa evaluasi pemanfaatan ruang berupa kebijakan maupun

evaluasi RTRW Kabupaten Bogor, sebagai upaya meminimalisir risiko bencana longsor.

Kata Kunci: ancaman, evaluasi RTRW, kerentanan, resiko

Pendahuluan

Secara geografis wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam, salah satunya

adalah bencana longsor. Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah atau batuan,

ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan

tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012). Bencana

longsor disebabkan oleh faktor fisik alami seperti kemiringan lereng, karakteristik tanah (soil),

lapisan batuan (litosfer), struktur geologi, curah hujan dan hidrologi lereng sedangkan faktor aktifitas

manusia seperti, jenis kegiatan, penggunaan lahan pemotongan lereng dan pencetakan kolam.

Dari hasil pencatatan BPBD Kabupaten Bogor (2020), pada tahun 2019 tercatat bencana

yang terjadi di Kabupaten Bogor bagian Barat dengan jumlah 71 kejadian bencana longsor. Bencana

longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat ini terjadi di Kecamatan Ciampea, Kecamatan

Cibungbulang, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Jasinga, Kecamatan

Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Nanggung, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan

Rumpin, Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Tenjolaya sementara untuk Kecamatan Parung

Panjang dan Kecamatan Tenjo tidak mengalami kejadian bencana longsor.

Bencana longsor yang terjadi menimbulkan berbagai macam kerusakan serta memberikan

dampak langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat. Dampak langsung seperti korban jiwa,

kerugian harta benda dan gangguan psikologis. Sedangkan dampak tidak langsung seperti rusaknya

fungsi - fungsi produktivitas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Untuk mengurangi dampak bencana longsor bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya

mitigasi bencana sebelum terjadi bencana longsor. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk

mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana bisa berupa peta risiko bencana

longsor untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh kejadian suatu bencana dan menjadi

acuan dalam mengevaluasi RTRW Kabupaten Bogor yang mempertimbangkan risiko bencana

longsor.

Page 2: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

186

Peta risiko bencana longsor dibuat dengan pengelolaan data spasial menggunakan perangkat

lunak sistem informasi geografis (SIG) melalui overlay variabel terkait risiko bencana longsor berupa

variabel ancaman (hazard) dan variabel kerentanan (vulnerability). Analisis overlay merupakan

proses integrasi data dari kriteria -kriteria yang berpengaruh terhadap bencana longsor, dimana

beberapa peta yang menjadi variabel atau kriteria ancaman dan kerentanan bencana longsor di

overlay yang kemudian menghasilkan peta baru hasil analisis berupa peta risiko bencana longsor.

Tujuan dan Sasaran

A. Tujuan

Pemetaan risiko bencana longsor sebagai evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bogor dengan

metode SIG

B. Sasaran

1. Mengidentifikasi faktor bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat.

2. Mengidentifikasi risiko bencana longsor berdasarkan variabel ancaman dan variabel kerentanan

di Kabupaten Bogor bagian Barat

3. Mengidentifikasi kesesuaian antara rencana pola ruang dalam RTRW Kabupaten Bogor dengan

daerah risiko bencana longsor

4. Mengidentifikasi bentuk pengendalian dan mitigasi bencana di Kabupaten Bogor bagian Barat

5. Mengkaji arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor bagian Barat

Metodologi Penelitian

Jenis penelitian menggunakan pendekatan geospasial. Penelitian menggunakan metode

kuantitatif. Teknik pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Primer dengan cara

wawancara, observasi dan dokumentasi. Sekunder dengan cara mencari dan mengumpulkan data

melalui instansi-instansi pemerintah maupun lembaga swasta yang hasil publikasinya bersifat resmi.

Analisis yang digunakan yaitu Analisis Ancaman Bencana Longsor, Analisis Kerentanan Bencana

Longsor, Analisis Risiko Bencana Longsor, Analisis Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko

Bencana Longsor dan Analisis Arahan Pemanfaatan Ruang.

Hasil dan Pembahasan

Bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat terdiri dari faktor ancaman (hazard) yaitu

kemiringan lereng, jenis batuan, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan dan faktor

kerentanan (vulnerability) yaitu kerentanan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. Bencana longsor

pada Kabupaten Bogor di bagian Barat terdiri dari tiga tingkat risiko yaitu tingkat risiko rendah diberi

warna hijau, tingkat risiko sedang diberi warna kuning dan tingkat risiko tinggi diberi warna merah.

Untuk lebih jelas tingkat risiko bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat dapat dilihat pada

Gambar 1.

Hasil kajian RTRW terhadap kawasan risiko bencana menunjukan rencana pola ruang apa

saja yang masuk kepada daerah dengan tingkat risiko bencana longsor sedang hingga tinggi. Dimana

hasil kajian RTRW terhadap kawasan risiko bencana merupakan upaya pengendalian pemanfaatan

kawasan rawan bencana longsor. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai upaya untuk menekan

pemanfaatan ruang agar sejalan dengan RTRW yang telah disusun, sehingga Kabupaten Bogor dapat

menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Untuk lebih jelas melihat bentuk pengendalian

pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor bagian Barat sebagai berikut:

1. Meningkatkan perizinan dengan membuat alur perizinan yang mudah agar masyarakat bersedia

mengurus perizinan terkait lahan dan bangunan. Selain itu perlu dilakukan pemantauan terhadap

izin-izin yang telah diberikan/dikeluarkan agar penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya.

2. Perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) beserta peraturan Zonasi (PZ). Rencana

detail tata ruang dapat dijadikan dasar dalam pemberian ijin dan mengevaluasi kesesuaian

pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan

3. Pemberian insentif dan disinsentif

4. Penentuan lokasi relokasi permukiman penduduk yang berada pada jarak daerah rawan bencana

longsor.

Page 3: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

187

5. Penggunaan lahan yang tidak sesuai terutama di kawasan lindung perlu diberi peringatan

maupun sanksi seperti sanksi administratif, denda, kenaikan pajak atau pembongkaran

bangunan serta diarahkan untuk merubah penggunaan lahan sesuai dengan rencana pola ruang.

6. Perlu sosialisasi kepada masyarakat terkait peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Selain

itu perlunya pengawasan, monitoring, dan evaluasi secara berjenjang dan berkala yang didukung

kerjasama yang baik dari seluruh pihak baik dari pemerintah, masyarakat maupun stakeholder

lainnya.

Selain bentuk pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan risiko bencana longsor, diperlukan juga

bentuk mitigasi yang sesuai pada daerah risiko bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat.

Untuk lebih jelas melihat bentuk mitigasi di Kabupaten Bogor bagian Barat sebagai berikut:

1. Perlunya adanya edukasi kepada masyarakat terkait daerah risiko bencana longsor, serta tata

cara evakuasi diri ke tempat yang aman. Edukasi dapat diberikan melalui pendidikan pada

sekolah-sekolah maupun masyarakat sekitar

2. Sosialisasi atau penyuluhan terkait bencana longsor seperti cara pencegahan, penanganan

bencana dan cara menyelamatkan diri. Sosialisasi dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan

dan kesiapan masyarakat jika terjadi bencana

3. Melakukan pelatihan atau memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang tata cara

menyelamatkan diri jika terjadi bencana longsor

4. Pemasangan Early Warning System (EWS) mengingat luasnya wilayah yang berisiko terhadap

bencana longsor. Pemasangan EWS ini harus diikuti dengan pelatihan dan pemeliharaan kepada

masyarakat agar alat ini dapat berfungsi dan bertahan lama

5. Memasang papan peringatan longsor dijalan dan di daerah yang rawan terhadap bencana longsor

6. Membangun tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)

7. Membangun jalan dengan konstruksi beton dan memasang saluran pada air

8. Pemantauan pada daerah risiko longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat. Pemantauan

dilakukan untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor dan mengantisipasi terjadinya bencana

longsor.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 1 Peta Risiko Bencana Longsor

Page 4: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

188

Gambar 2 Peta Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko Bencana Longsor

Gambar 3 Peta Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko Bencana Longsor

Page 5: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

189

Gambar 4 Peta Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko Bencana Longsor

Arahan pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan struktur dan pola ruang

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dimana dalam arahan pemanfaatan ruang

berisi indikasi program utama penataan ruang yang terdiri dari perwujudan struktur ruang, pola ruang

dan kawasan strategis kabupaten. Untuk lebih jelas dapat melihat Gambar 5.

Gambar 5 Peta Arahan Pemanfaatan Ruang

Page 6: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

190

Kesimpulan 1. Penelitian menggunakan dua variabel penting terkait bencana tanah longsor di Kabupaten Bogor

bagian Barat yaitu variabel ancaman (hazard) terdiri dari 5 faktor yaitu kemiringan lereng, jenis

batuan, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan dan variabel kerentanan (vulnerability).

Kemudian Variabel variabel kerentanan (vulnerability) terdiri dari 4 faktor yaitu kerentanan

fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan 3 tingkat risiko bencana longsor pada

Kecamatan di Kabupaten Bogor bagian Barat. Tingkat risiko bencana longsor terdiri dari 3 kelas

yaitu tingkat risiko rendah dengan luas yaitu 28%, tingkat risiko sedang dengan luas yaitu

24,75% dan tingkat risiko tinggi dengan luas yaitu 47,25 % dari luas wilayah.

3. Dalam melihat kesesuaian RTRW dengan tingkat risiko bencana longsor dilakukan superimpose

antara peta risiko bencana longsor dengan rencana pola ruang. Dari hasil tumpang tindih tersebut

dapat dilihat rencana apa saja yang masuk kepada darah dengan tingkat risiko bencana longsor

sedang hingga tinggi. Bentuk pengendalian pemanfaatan ruang berupa meningkatkan perizinan,

perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) beserta peraturan Zonasi (PZ), pemberian

insentif dan disinsentif, penentuan lokasi relokasi permukiman penduduk yang berada pada

jarak daerah rawan bencana longsor dan perlu diberi peringatan maupun sanksi terhadap

penggunaan lahan yang tidak sesuai terutama di kawasan lindung.

4. Berdasarkan analisis arahan pemanfaatan ruang dapat dilihat usulan program pada kawasan

risiko bencana di Kabupaten Bogor bagian Barat yaitu kawasan yang mutlak dilindungi dan

kawasan yang dapat dikembangkan/dikembangkan bersyarat. Kawasan yang mutlak dilindungi

diperuntukkan sebagai hutan lindung. Sedangkan kawasan yang dapat

dikembangkan/dikembangkan bersyarat berupa kawasan hutan produksi, kawasan peruntukan

lahan basah, kawasan peruntukan lahan kering, perkebunan dan permukiman

5. Penggunaan variabel yang mengacu ke Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan

Bencana No 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana tidak dapat

diaplikasikan di semua daerah karena kondisi setiap daerah berbeda

6. Keterbatasan hasil studi pengkajian risiko bencana ini yaitu peneliti tidak membahas sampai

indeks kapasitas, karena pengamatan kapasitas pada setiap daerah berbeda–beda.

Daftar Pustaka

[1] Arsyad S. 2009. Konservasi Tanah Dan Air. PT Penerbit IPB Press.

[2] Khasyir M. 2016. Penilaian Risiko Bencana Tanah Longsor Desa Wanadri Kecamatan

Bawang Kabupaten Banjarnegara. Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Geografi.

Universitas Negeri Semarang.

[3] Sari PD. 2015. Pemetaan Tingkat Resiko Bencana Longsor Sebagai Masukan Dalam

Evaluasi RTRW Kota Sukabumi. Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota-Institut

Teknologi Indonesia.

[4] Barus B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah

Tunggal Menggunakan Sig: Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet, Jawa-Barat. Jurnal

Ilmu Tanah Dan Lingkungan.

[5] Bayuaji D.G. Nugraha A.L dan Sukmono A. 2016. Analisis Penentuan Zonasi Risiko

Bencana Tanah Longsor Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Kabupaten

Banjarnegara). Jurnal Geodesi Undip.

[6] Faizana F. Nugraha A.L. dan Yuwono B.D. 2015. Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor

Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip.

[7] Hamida F.N. dan Widyasamratri H. 2019. Risiko Kawasan Longsor Dalam Upaya Mitigasi

Bencana Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Pondasi.

[8] Kalijati M.A. Sutriyono E. dan Jati S.N. 2019. Analisis Bahaya Longsor Dengan

Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Desa Lubuk Atung Kabupaten

Lahat. Prosiding Applicable Innovation Of Engineering And Science Research.

[9] Karnawati D. 2002. Pengenalan Daerah Rentan Gerakan Tanah Dan Upaya Mitigasinya.

Makalah Seminar Nasional Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor, Semarang (Vol. 11).

Page 7: Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

191

[10] Karnawati D. 2010. Peran Goologi Teknik Dan Lingkungan Dalam Pengurangan Risiko

Bencana Gerakan Tanah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Teknik

Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

[11] Kartika I.M. 2011. Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Ganec.

[12] Nurjanah D. Kuswanda D. dan Siswanto A. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta

[13] Raharjo P.D. Hidayat E. Winduhutomo S. Widiyanto K. dan Puswanto E. 2014. Penggunaan

Model Analytic Hierarchy Process Untuk Penentuan Potensi Ancaman Longsor Secara

Spasial. Prosiding Geoteknologi Lipi.

[14] Rahmad R. Suib S. dan Nurman A. 2018. Aplikasi SIG Untuk Pemetaan Tingkat Ancaman

Longsor Di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Majalah

Geografi Indonesia.

[15] Ritohardoyo S. dan Sadali M. I. 2017. Kesesuaian Keberadaan Rumah Tidak Layak Huni

(Rtlh) Terhadap Tata Ruang Wilayah Di Kota Yogyakarta. Tata Loka.

[16] Saputra I.W.G.E. dan Eka W.G. 2015. Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Di

Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas

Udayana Denpasar.

[17] Setiawan H. 2017. Kajian Bentuk Mitigasi Bencana Longsor Dan Tingkat Penerimaannya

Oleh Masyarakat Lokal. Jurnal Hutan Tropis.

[18] Sitorus S.R. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai Kontrol Terhadap

Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen

Pekerjaan Umum. Jakarta.

[19] Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi Di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi

Bencana Longsor Di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.

[20] Usup F.M.H. Franklin P.J. dan Karongkong H.H. 2019. Analisis Aspek Kebencanaan Di

Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolang Mongondow Utara.

[21] Widiastutik R. dan Buchori I. 2018. Kajian Risiko Bencana Longsor Kecamatan Loano

Kabupaten Purworejo. Doctoral Dissertation, Universitas Diponegoro.

[22] Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Data Bencana Kabupaten Bogor. 2020. Kabupaten

Bogor.

[23] Undang – Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

Bencana.