pemetaan risiko bencana longsor dengan metode sig, sebagai
TRANSCRIPT
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
185
Pemetaan Risiko Bencana Longsor Dengan Metode Sig, Sebagai Masukan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor
Studi Kasus: Kabupaten Bogor bagian barat, Jawa Barat
Eka Chintya Debby1*, Budi Haryo Nugroho2, Anthony P. Nasution3
*[email protected] 1, 2, 3)Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Indonesia
Abstrak Penelitian ini dilakukan pada kecamatan di Kabupaten Bogor bagian Barat yang didasari oleh
kondisi wilayah yang dinilai cukup rawan bencana alam tanah terutama bencana longsor.
Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah pemetaan risiko bencana longsor sebagai
evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bogor dengan metode SIG. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kuantitatif dengan cara pemberian skor, bobot dan tumpang susun (overlay). Hasil
penelitian digambarkan dalam peta risiko bencana longsor tertinggi berada pada Kecamatan
Nanggung dengan luas 11.608,29 Ha, sedangkan tingkat risiko terendah berada pada Kecamatan
Cibungbulang dengan luas 310,83 Ha. Pada analisis kesesuaian RTRW rencana pola ruang
menghasilkan wilayah yang masuk daerah risiko bencana longsor tertinggi, dengan wilayah tertinggi
Kecamatan Nanggung. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Risiko bencana
longsor terdiri dari ancaman dan kerentanan. 2) Risiko bencana terdiri dari 3 kelas dengan tingkat
risiko tertinggi pada wilayah Kecamatan Sukajaya dan terendah pada Kecamatan Tenjo. 3) Terdapat
rencana pola ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya yang masuk kedalam risiko tinggi seperti
kawasan hutan lindung, enclave kawasan hutan, hutan konservasi, hutan produksi, lahan basah,
lahan kering, perkebunan, dan permukiman. 4) Hasil analisis arahan pemanfaatan ruang
menghasilkan pemanfaatan ruang untuk kawasan risiko longsor. Diharapkan dari hasil penelitian ini
dapat memberikan rekomendasi berupa evaluasi pemanfaatan ruang berupa kebijakan maupun
evaluasi RTRW Kabupaten Bogor, sebagai upaya meminimalisir risiko bencana longsor.
Kata Kunci: ancaman, evaluasi RTRW, kerentanan, resiko
Pendahuluan
Secara geografis wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam, salah satunya
adalah bencana longsor. Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan
tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012). Bencana
longsor disebabkan oleh faktor fisik alami seperti kemiringan lereng, karakteristik tanah (soil),
lapisan batuan (litosfer), struktur geologi, curah hujan dan hidrologi lereng sedangkan faktor aktifitas
manusia seperti, jenis kegiatan, penggunaan lahan pemotongan lereng dan pencetakan kolam.
Dari hasil pencatatan BPBD Kabupaten Bogor (2020), pada tahun 2019 tercatat bencana
yang terjadi di Kabupaten Bogor bagian Barat dengan jumlah 71 kejadian bencana longsor. Bencana
longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat ini terjadi di Kecamatan Ciampea, Kecamatan
Cibungbulang, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Jasinga, Kecamatan
Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Nanggung, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan
Rumpin, Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Tenjolaya sementara untuk Kecamatan Parung
Panjang dan Kecamatan Tenjo tidak mengalami kejadian bencana longsor.
Bencana longsor yang terjadi menimbulkan berbagai macam kerusakan serta memberikan
dampak langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat. Dampak langsung seperti korban jiwa,
kerugian harta benda dan gangguan psikologis. Sedangkan dampak tidak langsung seperti rusaknya
fungsi - fungsi produktivitas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Untuk mengurangi dampak bencana longsor bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya
mitigasi bencana sebelum terjadi bencana longsor. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana bisa berupa peta risiko bencana
longsor untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh kejadian suatu bencana dan menjadi
acuan dalam mengevaluasi RTRW Kabupaten Bogor yang mempertimbangkan risiko bencana
longsor.
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
186
Peta risiko bencana longsor dibuat dengan pengelolaan data spasial menggunakan perangkat
lunak sistem informasi geografis (SIG) melalui overlay variabel terkait risiko bencana longsor berupa
variabel ancaman (hazard) dan variabel kerentanan (vulnerability). Analisis overlay merupakan
proses integrasi data dari kriteria -kriteria yang berpengaruh terhadap bencana longsor, dimana
beberapa peta yang menjadi variabel atau kriteria ancaman dan kerentanan bencana longsor di
overlay yang kemudian menghasilkan peta baru hasil analisis berupa peta risiko bencana longsor.
Tujuan dan Sasaran
A. Tujuan
Pemetaan risiko bencana longsor sebagai evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bogor dengan
metode SIG
B. Sasaran
1. Mengidentifikasi faktor bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat.
2. Mengidentifikasi risiko bencana longsor berdasarkan variabel ancaman dan variabel kerentanan
di Kabupaten Bogor bagian Barat
3. Mengidentifikasi kesesuaian antara rencana pola ruang dalam RTRW Kabupaten Bogor dengan
daerah risiko bencana longsor
4. Mengidentifikasi bentuk pengendalian dan mitigasi bencana di Kabupaten Bogor bagian Barat
5. Mengkaji arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor bagian Barat
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian menggunakan pendekatan geospasial. Penelitian menggunakan metode
kuantitatif. Teknik pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Primer dengan cara
wawancara, observasi dan dokumentasi. Sekunder dengan cara mencari dan mengumpulkan data
melalui instansi-instansi pemerintah maupun lembaga swasta yang hasil publikasinya bersifat resmi.
Analisis yang digunakan yaitu Analisis Ancaman Bencana Longsor, Analisis Kerentanan Bencana
Longsor, Analisis Risiko Bencana Longsor, Analisis Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko
Bencana Longsor dan Analisis Arahan Pemanfaatan Ruang.
Hasil dan Pembahasan
Bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat terdiri dari faktor ancaman (hazard) yaitu
kemiringan lereng, jenis batuan, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan dan faktor
kerentanan (vulnerability) yaitu kerentanan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. Bencana longsor
pada Kabupaten Bogor di bagian Barat terdiri dari tiga tingkat risiko yaitu tingkat risiko rendah diberi
warna hijau, tingkat risiko sedang diberi warna kuning dan tingkat risiko tinggi diberi warna merah.
Untuk lebih jelas tingkat risiko bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat dapat dilihat pada
Gambar 1.
Hasil kajian RTRW terhadap kawasan risiko bencana menunjukan rencana pola ruang apa
saja yang masuk kepada daerah dengan tingkat risiko bencana longsor sedang hingga tinggi. Dimana
hasil kajian RTRW terhadap kawasan risiko bencana merupakan upaya pengendalian pemanfaatan
kawasan rawan bencana longsor. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai upaya untuk menekan
pemanfaatan ruang agar sejalan dengan RTRW yang telah disusun, sehingga Kabupaten Bogor dapat
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Untuk lebih jelas melihat bentuk pengendalian
pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor bagian Barat sebagai berikut:
1. Meningkatkan perizinan dengan membuat alur perizinan yang mudah agar masyarakat bersedia
mengurus perizinan terkait lahan dan bangunan. Selain itu perlu dilakukan pemantauan terhadap
izin-izin yang telah diberikan/dikeluarkan agar penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya.
2. Perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) beserta peraturan Zonasi (PZ). Rencana
detail tata ruang dapat dijadikan dasar dalam pemberian ijin dan mengevaluasi kesesuaian
pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan
3. Pemberian insentif dan disinsentif
4. Penentuan lokasi relokasi permukiman penduduk yang berada pada jarak daerah rawan bencana
longsor.
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
187
5. Penggunaan lahan yang tidak sesuai terutama di kawasan lindung perlu diberi peringatan
maupun sanksi seperti sanksi administratif, denda, kenaikan pajak atau pembongkaran
bangunan serta diarahkan untuk merubah penggunaan lahan sesuai dengan rencana pola ruang.
6. Perlu sosialisasi kepada masyarakat terkait peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Selain
itu perlunya pengawasan, monitoring, dan evaluasi secara berjenjang dan berkala yang didukung
kerjasama yang baik dari seluruh pihak baik dari pemerintah, masyarakat maupun stakeholder
lainnya.
Selain bentuk pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan risiko bencana longsor, diperlukan juga
bentuk mitigasi yang sesuai pada daerah risiko bencana longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat.
Untuk lebih jelas melihat bentuk mitigasi di Kabupaten Bogor bagian Barat sebagai berikut:
1. Perlunya adanya edukasi kepada masyarakat terkait daerah risiko bencana longsor, serta tata
cara evakuasi diri ke tempat yang aman. Edukasi dapat diberikan melalui pendidikan pada
sekolah-sekolah maupun masyarakat sekitar
2. Sosialisasi atau penyuluhan terkait bencana longsor seperti cara pencegahan, penanganan
bencana dan cara menyelamatkan diri. Sosialisasi dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan
dan kesiapan masyarakat jika terjadi bencana
3. Melakukan pelatihan atau memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang tata cara
menyelamatkan diri jika terjadi bencana longsor
4. Pemasangan Early Warning System (EWS) mengingat luasnya wilayah yang berisiko terhadap
bencana longsor. Pemasangan EWS ini harus diikuti dengan pelatihan dan pemeliharaan kepada
masyarakat agar alat ini dapat berfungsi dan bertahan lama
5. Memasang papan peringatan longsor dijalan dan di daerah yang rawan terhadap bencana longsor
6. Membangun tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)
7. Membangun jalan dengan konstruksi beton dan memasang saluran pada air
8. Pemantauan pada daerah risiko longsor di Kabupaten Bogor bagian Barat. Pemantauan
dilakukan untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor dan mengantisipasi terjadinya bencana
longsor.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 1 Peta Risiko Bencana Longsor
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
188
Gambar 2 Peta Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko Bencana Longsor
Gambar 3 Peta Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko Bencana Longsor
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
189
Gambar 4 Peta Kajian RTRW Terhadap Kawasan Risiko Bencana Longsor
Arahan pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan struktur dan pola ruang
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dimana dalam arahan pemanfaatan ruang
berisi indikasi program utama penataan ruang yang terdiri dari perwujudan struktur ruang, pola ruang
dan kawasan strategis kabupaten. Untuk lebih jelas dapat melihat Gambar 5.
Gambar 5 Peta Arahan Pemanfaatan Ruang
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
190
Kesimpulan 1. Penelitian menggunakan dua variabel penting terkait bencana tanah longsor di Kabupaten Bogor
bagian Barat yaitu variabel ancaman (hazard) terdiri dari 5 faktor yaitu kemiringan lereng, jenis
batuan, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan dan variabel kerentanan (vulnerability).
Kemudian Variabel variabel kerentanan (vulnerability) terdiri dari 4 faktor yaitu kerentanan
fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan 3 tingkat risiko bencana longsor pada
Kecamatan di Kabupaten Bogor bagian Barat. Tingkat risiko bencana longsor terdiri dari 3 kelas
yaitu tingkat risiko rendah dengan luas yaitu 28%, tingkat risiko sedang dengan luas yaitu
24,75% dan tingkat risiko tinggi dengan luas yaitu 47,25 % dari luas wilayah.
3. Dalam melihat kesesuaian RTRW dengan tingkat risiko bencana longsor dilakukan superimpose
antara peta risiko bencana longsor dengan rencana pola ruang. Dari hasil tumpang tindih tersebut
dapat dilihat rencana apa saja yang masuk kepada darah dengan tingkat risiko bencana longsor
sedang hingga tinggi. Bentuk pengendalian pemanfaatan ruang berupa meningkatkan perizinan,
perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) beserta peraturan Zonasi (PZ), pemberian
insentif dan disinsentif, penentuan lokasi relokasi permukiman penduduk yang berada pada
jarak daerah rawan bencana longsor dan perlu diberi peringatan maupun sanksi terhadap
penggunaan lahan yang tidak sesuai terutama di kawasan lindung.
4. Berdasarkan analisis arahan pemanfaatan ruang dapat dilihat usulan program pada kawasan
risiko bencana di Kabupaten Bogor bagian Barat yaitu kawasan yang mutlak dilindungi dan
kawasan yang dapat dikembangkan/dikembangkan bersyarat. Kawasan yang mutlak dilindungi
diperuntukkan sebagai hutan lindung. Sedangkan kawasan yang dapat
dikembangkan/dikembangkan bersyarat berupa kawasan hutan produksi, kawasan peruntukan
lahan basah, kawasan peruntukan lahan kering, perkebunan dan permukiman
5. Penggunaan variabel yang mengacu ke Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana No 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana tidak dapat
diaplikasikan di semua daerah karena kondisi setiap daerah berbeda
6. Keterbatasan hasil studi pengkajian risiko bencana ini yaitu peneliti tidak membahas sampai
indeks kapasitas, karena pengamatan kapasitas pada setiap daerah berbeda–beda.
Daftar Pustaka
[1] Arsyad S. 2009. Konservasi Tanah Dan Air. PT Penerbit IPB Press.
[2] Khasyir M. 2016. Penilaian Risiko Bencana Tanah Longsor Desa Wanadri Kecamatan
Bawang Kabupaten Banjarnegara. Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Geografi.
Universitas Negeri Semarang.
[3] Sari PD. 2015. Pemetaan Tingkat Resiko Bencana Longsor Sebagai Masukan Dalam
Evaluasi RTRW Kota Sukabumi. Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota-Institut
Teknologi Indonesia.
[4] Barus B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah
Tunggal Menggunakan Sig: Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet, Jawa-Barat. Jurnal
Ilmu Tanah Dan Lingkungan.
[5] Bayuaji D.G. Nugraha A.L dan Sukmono A. 2016. Analisis Penentuan Zonasi Risiko
Bencana Tanah Longsor Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Kabupaten
Banjarnegara). Jurnal Geodesi Undip.
[6] Faizana F. Nugraha A.L. dan Yuwono B.D. 2015. Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor
Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip.
[7] Hamida F.N. dan Widyasamratri H. 2019. Risiko Kawasan Longsor Dalam Upaya Mitigasi
Bencana Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Pondasi.
[8] Kalijati M.A. Sutriyono E. dan Jati S.N. 2019. Analisis Bahaya Longsor Dengan
Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Desa Lubuk Atung Kabupaten
Lahat. Prosiding Applicable Innovation Of Engineering And Science Research.
[9] Karnawati D. 2002. Pengenalan Daerah Rentan Gerakan Tanah Dan Upaya Mitigasinya.
Makalah Seminar Nasional Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor, Semarang (Vol. 11).
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X
191
[10] Karnawati D. 2010. Peran Goologi Teknik Dan Lingkungan Dalam Pengurangan Risiko
Bencana Gerakan Tanah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Teknik
Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
[11] Kartika I.M. 2011. Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Ganec.
[12] Nurjanah D. Kuswanda D. dan Siswanto A. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta
[13] Raharjo P.D. Hidayat E. Winduhutomo S. Widiyanto K. dan Puswanto E. 2014. Penggunaan
Model Analytic Hierarchy Process Untuk Penentuan Potensi Ancaman Longsor Secara
Spasial. Prosiding Geoteknologi Lipi.
[14] Rahmad R. Suib S. dan Nurman A. 2018. Aplikasi SIG Untuk Pemetaan Tingkat Ancaman
Longsor Di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Majalah
Geografi Indonesia.
[15] Ritohardoyo S. dan Sadali M. I. 2017. Kesesuaian Keberadaan Rumah Tidak Layak Huni
(Rtlh) Terhadap Tata Ruang Wilayah Di Kota Yogyakarta. Tata Loka.
[16] Saputra I.W.G.E. dan Eka W.G. 2015. Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Di
Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas
Udayana Denpasar.
[17] Setiawan H. 2017. Kajian Bentuk Mitigasi Bencana Longsor Dan Tingkat Penerimaannya
Oleh Masyarakat Lokal. Jurnal Hutan Tropis.
[18] Sitorus S.R. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai Kontrol Terhadap
Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta.
[19] Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi Di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi
Bencana Longsor Di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.
[20] Usup F.M.H. Franklin P.J. dan Karongkong H.H. 2019. Analisis Aspek Kebencanaan Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolang Mongondow Utara.
[21] Widiastutik R. dan Buchori I. 2018. Kajian Risiko Bencana Longsor Kecamatan Loano
Kabupaten Purworejo. Doctoral Dissertation, Universitas Diponegoro.
[22] Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Data Bencana Kabupaten Bogor. 2020. Kabupaten
Bogor.
[23] Undang – Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana.