pemetaan tingkat kerawanan longsor di kecamatan …

68
PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN UNGARAN BARAT MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY BERBASIS MATLAB Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Oleh Okti Dyah Rahayuningsih 4211414009 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

i

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI

KECAMATAN UNGARAN BARAT MENGGUNAKAN

LOGIKA FUZZY BERBASIS MATLAB

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

Oleh

Okti Dyah Rahayuningsih

4211414009

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

Page 2: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Page 3: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

iii

PERNYATAAN

Page 4: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

iv

PENGESAHAN

Page 5: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Jangan bekerja keras, cukuplah terus berusaha tanpa menyerah tanpa putus

asa.

Sabar, semua milik Allah swt.

Bersyukur atas semua yang Allah swt beri.

PERSEMBAHAN

Untuk Allah swt dan Rasul-Nya

Ibu dan Bapakku tercinta

Adik-adikku tersayang

Fisika 2014

Page 6: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

vi

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga beliau, sahabat, dan orang-orang yang

mengikuti risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdullilah, setelah melalui perjuangan dengan berbagai kendala

akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Ungaran Barat

Menggunakan Logika Fuzzy Berbasis MATLAB”. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk melengkapi kurikulum dan menyelesaikan

pendidikan Sarjana Strata Satu pada Jurusan Fisika Universitas Negeri

Semarang.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Fianti, S.Si. M.Sc, Ph.D sebagai dosen pembimbing I yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan arahan kepada

penulis serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukkan,

saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi.

Page 7: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

vii

2. Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng. sebagai dosen pembimbing II yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran serta memberikan arahan kepada

penulis selama penyusunan skripsi.

3. Dr. Sugianto, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan

dan motivasi selama menempuh perkuliahan.

4. Dr. Suharto Linuwih, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas

Negeri Semarang yang selalu memberikan motivasi agar segera

menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Ibu dosen Jurusan Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan selama

menempuh perkuliahan.

6. Bapak Ibu laboran Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang

yang telah membantu dalam mata kuliah praktikum selama perkuliahan

dan selama proses penyelesaian skripsi.

7. Ibu dan Bapak tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa

doa, moril, materiil, semangat, motivasi, dan saran yang tak henti-

hentinya kepada penulis.

8. Kedua adik tercinta Akbar dan Akmal yang memberikan doa, semangat,

motivasi, serta canda tawa yang sangat berarti bagi penulis.

9. Sahabat-sahabat tersayang, Ana Pertiwi, Dizanissa Purnamasari, Ita

Rahmawati, Ninda Yera, Oktaviani Putri, Mas Taufik, Mas Adit yang

penuh kesabaran mendengarkan keluh kesah penulis dan bersedia

memberikan motivasi, bantuan serta saran kepada penulis.

Page 8: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

viii

10. Teman-teman Fisika 2014 atas motivasi dan dukungan selama menjalani

perkuliahan dan penelitian.

11. Kakak Hima Fisika 2015 dan teman-teman Hima Fisika 2016 yang telah

memberikan warna dan banyak pembelajaran selama perkuliahan dan

proses penyelesaian skripsi.

12. Keluarga URT Hima Fisika Hanif, Puji, Robidin, Mas Devin yang

memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga memohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini ada

beberapa kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki

penulis. Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca sekalian, dan juga penulis

mengharapkan saran dan kritik demi menyempurnakan kajian ini. Semoga

penelitian yang telah dilakukan dapat menjadikan sumbangsih bagi kemajuan

dunia riset Indonesia.

Aamiin.

Semarang, 20 Maret 2019

Penulis

Page 9: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

ix

ABSTRAK

Rahayuningsih, Okti Dyah. 2019. Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor di

Kecamatan Ungaran Barat Menggunakan Logika Fuzzy Berbasis MATLAB.

Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Fianti, S.Si. M.Sc, Ph.D

dan Pembimbing Pendamping Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng.

Kata kunci: pemetaan, longsor, fuzzy, MATLAB.

Salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah tanah longsor.

Upaya untuk menghadapi bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan

pembuatan peta potensi daerah rawan longsor menggunakan logika fuzzy.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor di

Kecamatan Ungaran Barat berdasarkan masing-masing kondisi geografi

topografi dan gabungan kondisi keduanya menggunakan logika fuzzy. Kondisi

geografi topografi tersebut selanjutnya dijadikan variabel input yang meliputi

tingkat curah hujan, ketinggian, kemiringan lahan, kepadatan penduduk, dan

jenis tanah. Pembuatan peta dilakukan dengan mengembangkan logika fuzzy

menggunakan MATLAB. Pengembangan logika fuzzy dimulai dengan

pembangkitan bilangan fuzzy, pemilihan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy,

dan fuzzyfikasi. Selanjutnya dilakukan proses penginputan ke dalam MATLAB

yang meliputi pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi, penginputan nilai-

nilai batas tiap tingkatan variabel, penginputan aturan fuzzy, dan running

program. Fungsi keanggotaan yang digunakan yaitu fungsi bahu, dan

trapesium serta digunakan 3125 aturan fuzzy. Hasil pengolahan menunjukan

bahwa tingkat kerawanan longsor berdasarkan curah hujan memiliki dua

tingkat kerawanan yaitu sedang dan tinggi. Pada variabel ketinggian memiliki

tingkat kerawanan longsor rendah, dan berdasarkan kemiringan lahan

memiliki tingkat kerawanan longsor tidak rawan, rendah, sedang, dan sangat

tinggi. Kemudian berdasarkan kepadatan penduduk memiliki tingkat

kerawanan longsor rendah, sedang, dan tinggi, serta berdasarkan variabel

jenis tanah memiliki tingkat kerawanan longsor rendah dan tinggi. Hasil

gabungan kondisi geografi topografi menunjukan bahwa terdapat desa atau

kelurahan dengan tingkat kerawanan longsor rendah yaitu Branjang, Kalisidi,

Keji, Candirejo, Langensari, dan Bandarjo. Sementara kerawanan longsor

sedang yaitu pada desa atau kelurahan Lerep, Nyatnyono, Gogik, dan

Ungaran. Berdasarkan variabel-variabel yang digunakan terdapat variabel

yang paling berpengaruh dalam menentukan tingkat kerawanan longsor yaitu

variabel kemiringan lahan. Hal ini di dapat dari pembandingan peta tingkat

kerawanan longsor berdasarkan masing-masing kondisi geografi topografi

dengan peta tingkat kerawanan berdasarkan gabungan kondisi geografi-

topografi.

Page 10: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. ii

PERNYATAAN ............................................................................................ iii

PENGESAHAN ............................................................................................ iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v

PRAKATA .................................................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii

BAB

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

1.4 Batasan Masalah....................................................................................... 4

Page 11: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xi

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Longsor .................................................................................................... 7

2.1.1 Definisi Longsor ................................................................................... 7

2.1.2 Jenis –Jenis Longsor ............................................................................. 7

2.1.3 Faktor – Faktor Penyebab Longsor ....................................................... 8

2.2 Pengetahuan Tingkat Kerawanan Longsor ............................................ 11

2.3 Logika Fuzzy .......................................................................................... 12

2.3.1 Himpunan Fuzzy dan Pembangkitan Bilangan Fuzzy ......................... 14

2.3.2 Penyamaran ......................................................................................... 25

2.3.3 Pembuatan Rule Base .......................................................................... 27

2.3.4 Sistem Pengambil Keputusan Menggunakan Logika Fuzzy ............... 33

2.3.5 Pembalikan Bilangan Fuzzy ................................................................ 34

2.4 Deskripsi Wilayah Penelitian ................................................................. 38

2.4.1 Letak Geografis ................................................................................... 38

2.4.2 Batas Wilayah ..................................................................................... 39

2.4.3 Kondisi Topografi ............................................................................... 39

III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 41

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 41

Page 12: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xii

3.2 Instrumen Penelitian............................................................................... 41

3.2.1 Perangkat Keras .................................................................................. 41

3.2.2 Perangkat Lunak.................................................................................. 41

3.2.3 Data Geografi Topografi ..................................................................... 41

3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 41

3.3.1 Variabel Input...................................................................................... 41

3.3.2 Variabel Output ................................................................................... 41

3.4 Langkah Penelitian ................................................................................. 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 45

4.1 Pembangkitan Bilangan Fuzzy .............................................................. 45

4.2 Pembangkitan Aturan-Aturan Fuzzy ..................................................... 59

4.3 Tingkat Kerawanan Longsor Berdasarkan Masing-Masing

Kondisi Geografi-Topografi...................................................................61

4.4 Tingkat Kerawanan Longsor Berdasarkan Gabungan

Kondisi Geografi-Topografi...................................................................76

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 82

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 82

5.2 Saran ..................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 84

LAMPIRAN ................................................................................................. 93

Page 13: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Skor variabel curah hujan. 30

2.2 Skor variabel ketinggian. 30

2.3 Skor variabel kemiringan lahan. 30

2.4 Skor variabel kepadatan penduduk. 31

2.5 Skor variabel jenis tanah. 31

2.6 Skor variabel tingkat kerawanan longsor. 33

4.1 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel curah hujan. 49

4.2 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel ketinggian. 51

4.3 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel kemiringan lahan 52

4.4 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel kepadatan

penduduk

54

4.5 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel jenis tanah. 56

4.6 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel tingkat

kerawanan longsor

58

Page 14: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Representasi linear naik 19

2.2 Representasi linear turun. 19

2.3 Representasi kurva segitiga. 20

2.4 Representasi kurva trapesium. 21

2.5 Kurva fungsi keanggotaan Gaussian. 22

2.6 Kurva fungsi keanggotaan sigmoid pertumbuhan. 23

2.7 Kurva fungsi keanggotaan sigmoid penyusutan. 23

2.8 Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu turun. 24

2.9 Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu naik. 25

2.10 Data input nilai keanggotaan (a) Input tunggal (b) Input

fuzzy secara umum.

26

2.11 Penyatuan beberapa himpunan fuzzy. 35

2.12 Gambar wilayah penelitian. 40

3.1 Diagram alir rancangan penelitian. 43

3.2 Algoritma logika fuzzy. 44

4.1 Kurva himpunan variabel curah hujan. 47

4.2 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel curah hujan. 49

4.3 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel ketinggian. 51

4.4 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel kemiringan

lahan.

53

4.5 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel kepadatan

penduduk.

55

4.6 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel jenis tanah. 57

4.7 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel output. 58

4.8 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel

curah hujan

61

4.9 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel curah 62

Page 15: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xv

hujan.

4.10

Proses penginputan nilai-nilai batas kerawanan longsor

variabel curah hujan.

62

4.11 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan curah

hujan..

63

4.12 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel

ketinggian.

64

4.13 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel

ketinggian.

65

4.14 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel

ketinggian.

66

4.15 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel

kemiringan lahan.

67

4.16 Proses penginputan nilai-nilai batas kerawanan longsor

variabel kemiringan lahan.

67

4.17 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel

kemiringan lahan.

69

4.18 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel

kepadatan penduduk.

70

4.19 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel

kepadatan penduduk.

70

4.20 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel

kepadatan penduduk.

72

4.21 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel jenis

tanah.

73

4.22 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel jenis

tanah.

73

4.23 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel

jenis tanah.

74

4.24 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi berdasarkan

gabungan variabel.

77

Page 16: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xvi

4.25 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel. 78

4.26 Peta tingkat kerawanan longsor Kecamatan Ungaran Barat. 80

Page 17: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Geografi topografi di Kecamatan Ungaran Barat 93

2. Data Pengolahan Kondisi Geografi Topografi di

Kecamatan Ungara Barat

104

3. Proses Fuzzy pada MATLAB 107

4. Lampiran Data Hasil Pengolahan Fuzzy dengan MATLAB 109

5. Lampiran Aturan Fuzzy dalam Penelitian 115

6. Surat Rekomendasi Penelitian 230

Page 18: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah tanah longsor.

Hal ini dibuktikan oleh data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

yang menyebutkan telah terjadi 4947 kejadian tanah longsor pada rentang waktu

tahun 1815 hingga awal Juli 2018 (BNPB, 2018). Kejadian tanah longsor di

Indonesia terjadi di berbagai provinsi dengan urutan lima provinsi terbanyak

kejadian bencana per 2015 yaitu Jawa Tengah dengan 389 kejadian, Jawa Timur

dengan 307 kejadian, Jawa Barat dengan 220 kejadian, Sumatera Barat dengan 96

kejadian, dan Pemerintah Aceh dengan 90 kejadian (Nugroho, 2016).

Kabupaten Semarang merupakan daerah dengan indeks risiko bencana

tanah longsor yang tergolong tinggi (Maarif, 2014). Hal ini dikarenakan

wilayahnya yang memiliki daerah yang cukup tinggi dan memiliki kondisi tanah

yang mudah bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batu induk

pembentuk tanah. Salah satu kecamatan yang sering terkena bencana longsor

yaitu Kecamatan Ungaran Barat, hal ini dapat diketahui dari jumlah kejadian

bencana yaitu sebanyak enam kali pada tahun 2016 (Iskandar dan Tumimomor,

2017), satu kali pada tahun 2017 (BPBD, 2017), dan yang baru saja terjadi yaitu

pada tanggal 21 Februari 2018 di lingkungan Kuncen Kelurahan Ungaran (Agung,

2018) .

1

Page 19: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

2

Akibat yang terjadi dari bencana tanah longsor ini yaitu kehilangan jiwa

manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis.

Salah satu upaya untuk menghadapi bahaya longsor adalah dengan pembuatan

peta potensi daerah rawan longsor. Pembuatan peta ini dilakukan dengan

menggunakan data geografi topografi. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa

data geografi topografi yang terangkum dalam Sistem Informasi Geografi (SIG)

dapat memberikan solusi dan kemudahan dalam analisis spasial secara berulang,

kontinu, cepat, dan akurat (Effendi & Hariyanto, 2016). SIG adalah suatu

komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, dan

sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan,

menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,

mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi

berbasis geografis (Adil, 2017).

Suatu pemetaan daerah rawan longsor dapat dibuat dengan sistem

pengambilan keputusan menggunakan logika fuzzy. Seperti yang telah dilakukan

di berbagai daerah di antaranya di Kabupaten Probolinggo (Effendi dan

Hariyanto, 2016), di kawasan gunung Fruska Gora, Serbia (Marjanovic dan Caha,

2011), di daerah Pukhtun Khawa, Pakistan (Bibi, et al, 2016), dan di daerah

Mazandaran, Iran (Gholami, et al, 2019),. Logika fuzzy adalah suatu cara yang

tepat untuk memetakan ruang input ke dalam suatu ruang output (Kahar dan Fitri,

2011). Kelebihan logika fuzzy dibandingkan logika konvensional adalah mudah

dimengerti, sangat fleksibel, dan dapat memodelkan fungsi-fungsi non linear yang

sangat kompleks (Kusumadewi, 2003). Pengaplikasian logika fuzzy ke dalam

Page 20: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

3

suatu sistem pemetaan diharapkan hasil yang di dapat lebih tepat, akurat, dan

mempunyai tingkat kebenaran yang tinggi.

Logika fuzzy dapat diterapkan dalam berbagai bidang antara lain

perdagangan, pertanian, ekonomi, kedokteran, industri, dan sebagainya

(Rahmawati, 2015). Selain dapat diterapkan dalam berbagai bidang, logika fuzzy

juga dapat diterapkan dalam berbagai sistem seperti sistem kontrol atau

pengaturan dan sistem pengambilan keputusan. Sebagai contoh aplikasi logika

fuzzy yang telah dilakukan dalam sistem pengaturan di antaranya pengaturan

penyimpanan energi terpusat (Ghadi, et al, 2017), aplikasi pengaturan gerak sel

surya MPPT (Li, et al, 2018), dan pengaturan aliran daya pada sistem energi

terbarukan (Das dan Akella, 2018). Sementara itu aplikasi logika ini dalam sistem

pengambilan keputusan di antaranya penentuan klasifikasi tingkat risiko penyakit

stroke (Adelina, et al, 2018), penentuan lokasi pengembangan sentra peternakan

rakyat (Purnomo dan Wibowo, 2018), dan penentuan evaluasi kualitas pelayanan

maskapai (Percin, 2017).

Dari latar belakang tersebut dapat diketahui bahwa logika fuzzy dapat

digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu contoh penerapan dalam

sistem pengambilan keputusan yang masih jarang digunakan yaitu pemetaan.

Pemetaan merupakan sesuatu yang perlu dibangun karena merupakan salah satu

kebutuhan manusia, seperti untuk menentukan lokasi daerah dan antisipasi

bencana alam. Salah satu bencana alam tersebut yaitu longsor. Pemetaan untuk

bencana longsor ini dapat dibangun dengan sistem pengambilan keputusan

menggunakan logika fuzzy. Sehinggga menjadi sesuatu yang penting untuk

Page 21: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

4

dilakukan kajian dan pembangunan software pengambilan keputusan mengenai

longsor menggunakan logika fuzzy.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut permasalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat

berdasarkan masing-masing kondisi geografi topografi menggunakan logika

fuzzy ?

2. Bagaimana peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat

berdasarkan gabungan kondisi geografi topografi menggunakan logika fuzzy ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Memetakan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat

berdasarkan masing-masing kondisi geografi topografi menggunakan logika

fuzzy.

2. Memetakan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat

berdasarkan gabungan kondisi geografi topografi menggunakan logika fuzzy.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ungaran Barat dan sekitarnya.

2. Variabel penelitian yang digunakan yaitu tingkat curah hujan, ketinggian,

kemiringan lahan, kepadatan penduduk, dan jenis tanah.

Page 22: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

5

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut ini :

1. Teoritis

Menambah wawasan mengenai logika fuzzy dan aplikasinya serta dapat

mengkaji kejadian-kejadian alam secara keilmuan .

2. Praktis

Pengaplikasian metode fuzzy untuk penentuan tingkat kerawanan longsor

sebagai peringatan dini dan mitigasi bencana. Sehingga hal ini dapat

meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari bencana longsor.

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini terdiri atas beberapa bagian yang masing - masing

diuraikan sebagai berikut:

1. Bagian awal

Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, halaman

pernyataan orisinilitas, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi,

daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran dan abstrak.

2. Bagian isi

Bagian isi merupakan bagian pokok dari laporan penelitian yang terdiri dari

lima bab yaitu:

Bab I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan

sistematika penelitian.

Page 23: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

6

Bab II : Landasan teori dan hipotesis, pada bab ini berisikan teori-teori

yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian.

Bab III : Metodologi penelitian, pada bab ini berisikan metode penelitian

yang digunakan dalam penyusunan skripsi.

Bab IV : Hasil dan pembahasan, pada bab ini berisi tentang hasil penelitian

dan pembahasannya.

Bab V : Simpulan dan saran, pada bab ini memuat kesimpulan hasil

penelitian dan saran-saran peneliti.

3. Bagian akhir

Bagian akhir adalah bagian yang terdiri dari daftar pustaka yang digunakan

sebagai acuan, serta lampiran-lampiran yang melengkapi uraian pada

bagian landasan teori, metode penelitian, hasil, dan pembahasan skripsi.

Page 24: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Longsor

2.1.1 Definisi Longsor

Longsor adalah gugur dan meluncur ke bawah dalam hal ini tentang tanah

(KBBI, 2018). Longsor dapat diartikan semua hal yang berbentuk tanah yang

sedang atau sudah mengalami gugur dan meluncur ke bawah (Ubaidillah, 2018).

Proses perpindahan massa tanah atau batuan ini terjadi pada arah yang miring

yang dipengaruhi oleh massa karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan

berbentuk rotasi dan translasi (PMPU, 2007). Di samping itu longsor juga dapat

diartikan sebagai pergerakan tanah dalam jumlah yang besar yang disebabkan

adanya gangguan kestabilan (Sriyono, 2012). Gangguan kestabilan ini dapat

terjadi karena gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan,

gaya pendorong ini dipengaruhi oleh sudut kemiringan lereng, air, beban tanah,

dan berat jenis batuan (Ilyas, 2011).

2.1.2 Jenis-Jenis Longsor

Tanah longsor dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan

jenis gerakan dan jenis material yang terlibat. Singkatnya, material dalam massa

longsor adalah batuan atau tanah (atau keduanya), yang dapat digambarkan

sebagai bumi jika terutama terdiri dari partikel atau puing-puing yang berukuran

7

Page 25: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

8

pasir atau lebih halus jika tersusun dari fragmen-fragmen kasar (Highland dan

Bobrowsky, 2008). Berbagai sistem klarifikasi longsor telah diusulkan seperti

oleh Varnes (1978), Hungr et al. (2001), dan Hutchinson (1988) (De Blasio,

2011). Namun di Indonesia mempunyai sistem tersendiri untuk menjelaskan

berbagai jenis longsor. Jenis-jenis longsor tersebut yaitu:

a. Longsoran translasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

b. Longsoran rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk cekung.

c. Pergerakan blok atau longsoran tranlasi blok batu, yaitu perpindahan batuan

yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata.

d. Runtuhan batu, yaitu bergeraknya batuan atau material dengan cara jatuh

bebas dalam jumlah besar dan terjadi pada lereng yang terjal.

e. Rayapan tanah, yaitu jenis tanah longsor berupa butiran kasar dan halus

yang bergerak lambat.

f. Aliran bahan rombakan, yaitu jenis tanah longsor yang terjadi ketika tanah

bergerak didorong oleh air (Badan Geologi, 2005).

2.1.3 Faktor – Faktor Penyebab Longsor

Menurut badan geologi pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi

faktor-faktor penyebab tanah longsor dapat dijabarkan seperti dibawah ini (Badan

Geologi , 2010) :

Page 26: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

9

1. Hujan.

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui

tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,

sehingga menimbulkan gerakan lateral.

2. Lereng terjal.

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng

yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan

angin.

3. Tanah kurang padat dan tebal.

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan

ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 22o. Tanah ini sangat

rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan

pecah ketika terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat.

Batuan yang kurang kuat akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses

pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada

lereng yang terjal.

5. Jenis tata lahan.

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan,

dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan

akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi

lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan

untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak

Page 27: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

10

dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di

daerah longsoran.

6. Getaran.

Getaran yang diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan

getaran lalulintas kendaraan akan mengakibatkan retaknya tanah, lantai,

badan jalan, dan dinding rumah.

7. Susut muka air danau atau bendungan.

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng

menjadi hilang, kemudian dengan sudut kemiringan waduk 22o

mudah

terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

8. Pengikisan atau erosi.

Pengikisan yang dilakukan oleh air sungai ke arah tebing akan membuat

tebing menjadi lebih terjal.

9. Adanya beban tambahan.

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan

akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor.

10. Adanya material timbunan pada tebing.

Material timbunan pada tebing dapat menyebabkan penurunan tanah yang

diikuti retakan pada saat hujan karena belum terpadatkan sempurna seperti

tanah asli dibawahnya.

11. Longsor lama.

Longsor lama menjadi faktor penyebab terjadinya longsor karena adanya

tebing terjal dan mempunyai daerah longsor yang relatif landai.

Page 28: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

11

12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung).

Bidang diskontinuitas merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai

bidang luncuran tanah longsor karena bidang ini kedap air, tertutup batuan

dasar, dan adanya kontak tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

13. Penggundulan hutan.

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul di

mana pengikatan air tanah sangat kurang.

14. Daerah pembuangan sampah.

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam

jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan

guyuran hujan.

15. Pemotongan lereng.

Pemotongan lereng untuk berbagai kepentingan atau penambangan atau

penggalian yang terlalu tegak dapat menimbulkan longsor.

2.2 Pengetahuan Tingkat Kerawanan Longsor

Tingkat kerawanan longsor dapat ditentukan dengan beberapa variabel

yaitu :

1. Curah hujan.

Curah hujan dapat menjadi faktor pemicu dalam terjadinya longsor,

semakin tinggi curah hujan suatu daerah semakin tinggi berpotensi untuk

mengalami longsor dan sebaliknya (Ubaidillah, 2018).

Page 29: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

12

2. Ketinggian.

Semakin tinggi suatu daerah maka semakin besar potensi jatuhnya tanah

atau terjadinya longsor (Akshar, 2013).

3. Kemiringan lahan.

Kemiringan lahan mempengaruhi jumlah dan kecepatan limpasan

permukaan, drainase permukaan, penggunaan lahan dan erosi. Semakin

landai daerah, tingkat kerawanan longsor semakin tinggi dan sebaliknya

(Saputra, 2016).

4. Kepadatan penduduk.

Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara banyaknya penduduk

dengan luas wilayah per km2, semakin padat suatu daerah semakin tinggi

potensi terjadinya longsor (Saputra, 2016).

5. Jenis tanah.

Tanah dan batuan merupakan material utama pada tanah longsor, jika tanah

dan material pada lereng mudah lapuk maka semakin tinggi potensi

kejadian longsor (Ubaidillah, 2018).

2.3 Logika Fuzzy

Logika fuzzy adalah cabang dari sistem kecerdasan buatan (artificial

intelegent) yang mengemulasi kemampuan manusia dalam berfikir ke dalam

bentuk algoritma yang kemudian dijalankan oleh mesin (Purba, et al, 2013).

Logika fuzzy umumnya berupa sistem kontrol yang digunakan untuk memecahkan

masalah yang cocok diimplementasikan pada sistem (Soleh, 2013). Logika fuzzy

ini beroperasi menggunakan variabel kata-kata sebagai pengganti berhitung

Page 30: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

13

dengan menggunakan bilangan (Naba, 2009). Dalam bahasa inggris, fuzzy

mempunyai arti kabur atau tidak jelas. Jadi, logika fuzzy adalah logika yang kabur,

atau mengandung unsur ketidakpastian. Pada logika biasa, yaitu logika tegas, kita

hanya mengenal dua nilai, salah atau benar, 0 atau 1. Sedangkan logika fuzzy

mengenal nilai antara benar dan salah. Kebenaran dalam logika fuzzy dapat

dinyatakan dalam derajat kebenaran yang nilainya antara 0 sampai 1 (Saelan,

2009).

Logika fuzzy merupakan cara cerdas yang dapat digunakan untuk

menangani ketidakjelasan yang sering dihadapi dalam bidang perkiraan

meteorologi serta dapat menggabungkan pengetahuan ahli dalam model

matematika dalam bentuk sistem inferensi fuzzy serta cocok digunakan untuk

penalaran perkiraan dengan menggunakan fungsi keanggotaan dan aturan (Ritha

dan Wardoyo, 2016).

Dalam sejarahnya logika fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada

tahun 1965 dalam seminarnya ―Himpunan Samar (Fuzzy Sets)‖, lalu ia

memperkenalkan konsep algoritma samar pada 1968, setelah itu lalu bersama

Bellman ia membuat logika pengambil keputusan secara samar (fuzzy decision

making) pada 1970. Pada tahun 1973 dia mengemukakan seminarnya dengan

judul ―Keluaran dari Pendekatan Baru Tentang Analisa Sistem Komplek dan

Proses Pengambilan Keputusan‖, di mana pada seminar tersebut beliau

memperkenalkan konsep variabel linguistik yang mengusulkan penggunaan

aturan IF-THEN samar untuk merumuskan pengetahuan manusia (Fianti, 2003).

Page 31: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

14

2.3.1 Himpunan Fuzzy dan Pembangkitan Bilangan Fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan sebuah kelompok yang mewakili suatu

keadaan atau kondisi keadaan dalam sebuah variabel fuzzy. Di dalam logika fuzzy

terdapat dua jenis himpunan, yaitu himpunan crips (tegas) dan himpunan fuzzy

(samar).

a. Himpunan crips (tegas) adalah himpunan yang menyatakan suatu obyek

merupakan anggota dari suatu himpunan yang mempunyai nilai keanggotaan

(µ) ya (1) dan tidak (0). Oleh karena itu himpunan crips disebut himpunan

tegas.

b. Himpunan fuzzy adalah himpunan yang menyatakan suatu obyek dapat

menjadi anggota dari beberapa himpunan dengan nilai keanggotaan (µ) yang

berbeda (Rahmawati, 2015).

Himpunan fuzzy sendiri mempunyai dua atribut, yaitu :

1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mempunyai suatu keadaan atau

kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti Muda, Parobaya,

dan Tua.

2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari suatu

variabel, seperti 3, 6, 9, 12, dan sebagainya (Fakhmi, 2012).

Menurut Sudrajat (2008) jika adalah himpunan universal. Maka himpunan

bagian fuzzy dari didefinisikan dengan fungsi keanggotaan :

, - (2.1)

di mana setiap elemen adalah bilangan real ( ) pada interval [0,1], di

mana nilai ( ) menunjukan tingkat keanggotaan (membership) dari x pada A.

Page 32: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

15

Himpunan fuzzy dari A didefinisikan :

*( ( ))| + (2.2)

Definisi ini dapat digenerilisasikan jika interval tertutup [0.1] adalah diganti

dengan elemen maksimum atau minimum.

Perhatikan A,B⊂ X dua himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan

( ) dan ( ). Katakan bahwa A adalah himpunan bagian dari B, notasikan A

⊂ B, jika dan hanya jika

( ) ( ) (2.3)

Dari definisi diperoleh bahwa A adalah sama dengan B, dinotasikan A = B , jika

dan hanya jika

( ) ( ) (2.4)

Komplemen dari himpunan fuzzy A didefinisikan

( ) ( ) (2.5)

Gabungan dua himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy dengan fungsi

keanggotaannya

( ) ( ( ) ( )) ( ) ( ) (2.6)

dan fungsi keanggotaan dari irisan dua himpunan fuzzy A dan B adalah

( ) ( ( ) ( )) ( ) ( ) (2.7)

Himpunan elemen-elemen dari himpunan fuzzy A yang paling kecil dari tingkat

keanggotaan α, disebut α-level set dinotasikan

* | ( ) (2.8)

Page 33: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

16

Secara khusus, kita sebut fuzzy number (fuzzy quantity) suatu fuzzy subset dari

riil r dengan fungsi keanggotaan , -. Ambil dan dan bilangan

fuzzy dengan fungsi keanggotaan berturut-turut dan .

Terdapat dua cara umum untuk merepresentasikan himpunan fuzzy, yaitu :

1. Jika x adalah merupakan kumpulan objek diskrit.

∑ ( ) ⁄

( )

( )

(2.9)

2. Jika adalah merupakan kumpulan objek kontinyu.

∫ ( ) ⁄

(2.10)

Seperti halnya himpunan bilangan, ada beberapa operasi yang

didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasikan dan memodifikasi

himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi dua himpunan

dikenal dengan nama α -predikat (Arifin, 2015).

Menurut Wang (1997), ada tiga operasi dasar dalam himpunan fuzzy, yaitu

komplemen, irisan (intersection) dan gabungan (union).

a. Komplemen.

Operasi komplemen pada himpunan fuzzy adalah sebagai hasil operasi

dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan

elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.

( ) ( ) (2.11)

Page 34: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

17

b. Irisan (Intersection).

Operasi irisan (intersection) pada himpunan fuzzy adalah sebagai hasil

operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil nilai

keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang

bersangkutan.

( )( ) , ( ) ( )- (2.12)

c. Gabungan (Union).

Operasi gabungan (union) pada himpunan fuzzy adalah sebagai hasil

operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil nilai

keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang

bersangkutan.

( )( ) , ( ) ( )- (2.13)

Dalam pembangkitan bilangan fuzzy terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu (Arifin, 2015) :

1. Varibel fuzzy yaitu variabel yang akan dibahas dalam suatu sistem fuzzy,

seperti usia, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya.

2. Himpunan fuzzy yaitu kelompok yang mewakili suatu keadaan tertentu

dalam suatu variabel.

3. Semesta pembicaraan yaitu keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk

dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy.

4. Domain himpunan fuzzy yaitu keseluruhan nilai yang diperbolehkan

dalam semesta pembicaraan dan boleh diterapkan dalam suatu himpunan

fuzzy.

Page 35: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

18

Kemudian dalam pembangkitan nilai keanggotaan himpunan fuzzy

untuk merepresentasikan sebuah pengetahuan dapat digunakan fungsi

keanggotaan. Setiap himpunan fuzzy AA di dalam himpunan universal X,

dipetakan ke dalam interval [0,1]. Pemetaan dari pada interval

[0,1] disebut fungsi keanggotaan (Klir, et al,1997). Fungsi keanggotaan dari

himpunan fuzzy di dalam semesta X dapat ditulis :

, - (2.14)

Menurut Kusumadewi (2002), fungsi keanggotaan adalah suatu kurva

yang menunjukkan pemetaan titik–titik input data ke dalam nilai

keanggotaannya yang mempunyai interval antara 0 sampai 1.

Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan di antaranya, yaitu :

a. Representasi linear.

Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotannya

digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada dua keadaan himpunan fuzzy

linear, yaitu linear naik dan linear turun. Representasi himpunan fuzzy

linear naik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Page 36: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

19

Gambar 2.1. Representasi linear naik.

Fungsi keanggotaan:

, -

{

( )

( )

(2.15)

Representasi himpunan fuzzy linear turun seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Representasi linear turun.

Page 37: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

20

Fungsi keanggotaan:

, -

{

( )

( )

(2.16)

b. Representasi kurva segitiga.

Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis

(linear) seperti terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Representasi kurva segitiga.

Fungsi keanggotaan :

, -

{

( )

( )

( )

( )

(2.17)

c. Representasi kurva trapesium.

Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga karena

merupakan gabungan antara dua garis (linear), hanya saja ada beberapa

Page 38: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

21

titik yang mempunyai nilai keanggotaan 1. Representasi kurva trapesium

ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Representasi kurva trapesium.

Fungsi keanggotaan:

, -

{

( )

( )

( )

( )

(2.18)

d. Representasi fungsi keanggotaan Gaussian.

Bentuk dari fungsi keanggotaan Gaussian ditentukan oleh dua

parameter yaitu () dan (). Kurva Gaussian juga menggunakan () untuk

menunjukan nilai dominan pada pusat kurva, dan (k) untuk menunjukan

lebar kurva. Adapun fungsi keanggotaan Gaussian adalah :

Page 39: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

22

( ) ( ) (2.19)

Gambar 2.5. Representasi kurva fungsi keanggotaan Gaussian.

e. Representasi kurva fungsi keanggotaan sigmoid.

Kurva pertumbuhan dan penyusutan merupakan kurva-S atau sigmoid

yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak

linear. Kurva-S untuk pertumbuhan akan bergerak dari sisi paling kiri

(nilai keanggotaan= 0) ke sisi paling kanan (nilai keanggotaan= 1). Fungsi

keanggotaannya akan bertumpu pada 50 % nilai keanggotaaanya yang

sering disebut dengan titik infleksi (Gambar 2.6).

Kurva-S untuk penyusutan akan bergerak dari sisi paling kanan (nilai

keanggotaan = 1) ke sisi paling kiri (nilai keanggotaan = 0) seperti pada

Gambar 2.7.

Page 40: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

23

Gambar 2.6. Kurva fungsi keanggotaan sigmoid pertumbuhan.

Fungsi keanggotaan pada kurva pertumbuhan adalah :

( )

{

(

)

(

)

(2.21)

Gambar 2.7. Kurva fungsi keanggotaan sigmoid penyusutan.

Page 41: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

24

Fungsi keanggotaan pada kura penyusutan adalah :

( )

{

(

)

(

)

(2.22)

f. Representasi kurva bentuk bahu.

Himpunan fuzzy ‗bahu‘, bukan segitiga, digunakan untuk mengawali

dan mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari

benar ke salah, demikian juga dengan bahu kanan yang bergerak dari

salah ke benar. Representasi dari fungsi keanggotaan bentuk bahu dapat

menggunakan dua kombinasi fungsi keanggotaan, yaitu fungsi

keanggotaan trapesium dan fungsi keanggotaan segitiga.

Gambar 2.8. Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu turun.

Page 42: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

25

Fungsi keanggotaan bahu turun :

, -

{

(2.23)

Gambar 2.9. Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu naik.

Fungsi keanggotaan bahu naik :

, -

{

(2.24)

2.3.2 Penyamaran

Operasi logika fuzzy dilakukan dalam bentuk fuzzy set. Dalam

prakteknya, masukkan data juga dapat berupa data tunggal maupun

sekumpulan data fuzzy yang mengandung jenis fuzzy khusus. Data tersebut

memberikan nilai keanggotaan satu atau lebih himpunan fuzzy ke dalam sebuah

Page 43: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

26

semesta pembicaraan. Nilai keanggotaannya dapat dilihat dari irisan himpunan

data dengan himpunan fuzzy. Gambar 2.10 (a) mengilustrasikan grafik metode

nilai keanggotaan dalam kasus tunggal dan Gambar 2.10 (b) input fuzzy secara

umum.

Besarnya nilai keanggotaan pada Gambar 2.10 (a), dapat ditentukan

dengan melihat irisan data masukkan dengan data himpunan yaitu pada irisan

bagian a dan b. Sementara pada Gambar 2.10 (b) menjelaskan untuk

menentukan besarnya nilai keanggotaan dengan dua masukkan data, dapat

ditentukan dengan melihat irisannya yaitu pada bagian c, d, e, dan f. Kemudian

dari irisan tersebut membentuk sebuah himpunan baru yang memiliki nilai

keanggotaan dari data yang dimasukkan (Harris, 2006).

Page 44: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

27

Gambar 2.10 Data input nilai keanggotaan (a) Input tunggal. (b) Input fuzzy

secara umum.

Penyamaran atau fuzzyfication merupakan proses pemetaan nilai-nilai

input yang berasal dari sistem yang terkontrol ke dalam himpunan fuzzy

menurut fungsi keanggotaannya. Inputan yang digunakan berupa himpunan

fuzzy yang diolah dengan logika fuzzy pada proses berikutnya. Untuk

mendapatkan inputan data fuzzy harus menentukan fungsi keanggotaan untuk

setiap crisp input, kemudian dilakukan penyamaran untuk mengambil crisp

input dan membandingkan dengan fungsi keanggotaan yang telah ada untuk

menghasilkan fuzzy input (Akshar, 2013).

2.3.3 Pembuatan Rule Base

Sebuah sistem dengan aspek ketidakjelasan disebut dengan sistem fuzzy.

Sistem fuzzy adalah program pengambilan keputusan di mana tersedianya

pengetahuan dan proses penalaran dalam bahasa alami seperti proses berpikir

Page 45: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

28

manusia. Begitu juga dengan sistem dinamik yang terkendali juga dapat disebut

sistem fuzzy, pengontrolan fuzzy adalah sistem fuzzy karena hukum kontrolnya

dibangun dengan aturan yang melibatkan konsep fuzzy.

Di mana pertimbangan sebuah sistem input x = (x1,….,xn) Rn

akan

menghasilkan nilai ouput y R. misalkan hubungan y= f (x) tidak diketahui,

tetapi perilaku output berhubungan dengan input maka dapat digambarkan

sebagai kumpulan aturan linguistic dengan bentuk :

Ri : “Jika x1 adalah A1i, …., xn adalah Ani kemudian y adalah Bi”, i= 1,2,…k

Di mana nilai A dan B adalah himpunan fuzzy. Ketika input (x1,….,xn)

diamati, maka perlu ditentukan nilai output yang tepat untuk y (Nguyen dan

Walker , 2005).

Pembuatan kaidah aturan (rule base) dalam logika fuzzy biasanya

disusun dengan pernyataan :

IF (antecedent) THEN (consequent) atau dapat juga IF x is A THEN y is B

Antecedent : berisi himpunan fakta input (sebab).

Consequent : berisi himpunan fakta output (akibat).

IF … THEN … dalam logika fuzzy akan melakukan pemetaan himpunan fuzzy

input ke dalam himpunan fuzzy output (Ubaidillah, 2018).

Intrepetasi sebuah aturan IF-THEN dibagi menjadi dua bagian.

Pertama, mengevaluasi antecedent, yaitu melakukan fuzzyfikasi pada input dan

menerapkan operasi-operasi fuzzy logic dengan operator-operator fuzzy. Kedua,

proses implifikasi, yaitu menerapkan hasil operasi fuzzy logic pada bagian

Page 46: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

29

antencedent untuk mengambil kesimpulan dengan mengisikan fuzzy set

keluaran ke variabel keluaran (Naba, 2009).

Menurut Fianti (2003) pembuatan aturan dasar dalam sistem berlogika

fuzzy dilakukan dengan mengulang-ulang siklus yang terdiri dari lima langkah

yaitu :

1. Pengidentifikasian variabel input dan output serta nilai range yang dimiliki

kemudian didefinisikan ke dalam himpunan fuzzy yang cocok.

2. Pengukuran diambil dari semua variabel yang merepresentasikan kondisi

yang dikendalikan kemudian diproyeksikan ke dalam bilangan-bilangan

fuzzy.

3. Pengetahuan tentang masalah kendali diformulasikan ke dalam pola aturan

pengambilan keputusan fuzzy yang berbentuk jika sebab, maka akibat.

4. Pengukuran dari variabel input dikombinasikan dengan aturan fuzzy yang

cocok untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan output yang

dilakukan oleh modul pengambil keputusan.

5. Penyamaran balik atau defuzzifikasi yang bertujuan untuk menampilkan

tiap konklusi yang diambil modul pengambil keputusan yang dulu dalam

bilangan fuzzy ke dalam bilangan eksak.

Kemudian untuk pengaturan masing-masing nilai input yang digunakan,

dilakukan dengan pemberian skor pada masing-masing nilai input. Penentuan

skor ini mengacu pada beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah.

Berikut ini skor untuk masing-masing nilai input :

Page 47: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

30

a. Variabel curah hujan.

Tabel 2.1. Skor variabel curah hujan.

Intensitas Hujan

(mm/tahun) Skor Variabel Linguistik

<1500 1 Sangat Kering

1500-2000 2 Kering

2000-2500 3 Lembab

2500-3000 4 Basah

>3000 5 Sangat Basah

Sumber: SK Menteri Pertanian No.683/KTPS/UM/8/1981

b. Variabel ketinggian.

Tabel 2.2. Skor variabel ketinggian.

Kelas (m dpl) Skor Variabel Linguistik

<1000 1 Sangat Rendah

1000-1500 2 Rendah

1500-2000 3 Sedang

2000-2500 4 Tinggi

>2500 5 Sangat Tinggi

Sumber: BPBD, 2014

c. Variabel kemiringan lahan.

Tabel 2.3. Skor variabel kemiringan lahan.

Kelas (%) Skor Variabel Linguistik

<8 1 Datar

8-15 2 Landai

15-25 3 Agak Curam

25-40 4 Curam

>40 5 Terjal

Sumber:SK Menteri Pertanian No.683/KTPS/UM/8/1981

Page 48: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

31

d. Variabel kepadatan penduduk.

Tabel 2.4. Skor variabel kepadatan penduduk.

Kepadatan

Penduduk Per Km2

Skor Variabel Linguistik

<500 1 Tidak Padat

500-2499 2 Agak Padat

2500-5999 3 Kurang Padat

6000-8499 4 Padat

>8500 5 Sangat Padat

Sumber: Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No.37 Tahun

2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Pedesaan Indonesia

e. Variabel jenis tanah.

Tabel 2.5. Skor variabel jenis tanah.

Jenis Tanah Skor Variabel Linguistik

AGPHK 1 Tidak Peka

L 2 Agak Peka

THCTBM 3 Kurang Peka

ALGPP 4 Peka

RLOR 5 Sangat Peka

Sumber: SK Menteri Pertanian No.683/KPTS/UM/8/1981

Keterangan :

AGPHK = Aluvial, Gley, Palnosol, Hidromorf Kelabu

L = Latosol

THCTBM = Tanah Hutan Coklat Tak Bergamping, Mediteran

ALGPP = Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik

RLOR = Regosol, Litosol, Organosol, Renzina

Selanjutnya untuk nilai output, yaitu berupa tingkat kerawanan

longsor suatu daerah. Tingkat kerawanan longsor ini terbagai menjadi lima

Page 49: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

32

tingkatan yaitu tidak rawan, kerawanan rendah, kerawanan sedang,

kerawanan tinggi, dan kerawanan sangat tinggi. Nilai tingkat kerawanan

longsor suatu daerah dapat ditentukan dari jumlah total skor seluruh variabel

yang berpengaruh terhadap longsor. Menurut Suhadirman (2012), nilai

tingkat kerawanan longsor ditentukan dengan menggunakan persamaan:

∑ ( )

(2.25)

dengan :

K = nilai kerawanan

Wi = bobot untuk tingkatan variabel ke-i

Xi = skor untuk tingkatan variabel ke-i

Dimana untuk tingkatan awal setiap variabel memiliki skor satu dan

bobot satu, sedangkan tingkatan akhit setiap variabel memiliki skor lima dan

bobot lima. Kemudian dilakukan proses perumusan untuk memperoleh nilai

interval masing-masing tingkatan. Dari nilai interval tersebut ditentukan

nilai batas setiap tingkatan kerawanan longsor (Fajria, 2016). Karena pada

sistem ini memiliki nilai maksimal terbesar sebanyak 25, maka nilai

maksimal tersebut dikurangkan dengan interval untuk memperoleh batas

tingkatan tertinggi. Selanjutnya untuk batas di bawahnya diperoleh dari

hasil pengurangan tersebut dengan nilai interval dan diperoleh hasil tingkat

kerawanan longsor seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6.

(2.26)

Page 50: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

33

Tabel 2.6. Skor variabel tingkat kerawanan longsor.

Tingkat Kerawanan Skor Variabel Linguistik

Tidak Rawan <9 Tidak Rawan

Kerawanan Rendah 9-13 Rendah

Kerawanan Sedang 13-17 Sedang

Kerawanan Tinggi 17-21 Tinggi

Kerawanan Sangat Tinggi >21 Sangat Tinggi

2.3.4 Sistem Pengambil Keputusan Menggunakan Logika Fuzzy

Sistem pengambilan keputusan dibangun untuk membuat keputusan

tentang suatu input yang harus diberikan ke dalam suatu olahan untuk

menghasilkan suatu output. Ini adalah bentuk sistem pembuatan keputusan

buatan (yaitu, nonbiologis). Sistem pengambilan keputusan aplikasinya banyak

ditemukan dalam berbagai bidang, tidak hanya yang secara tradisional yang

dipelajari dalam sistem kontrol. Misalnya, studi kasus penjadwalan mesin dari

bagian sebelumnya menunjukkan aplikasi kontrol umpan balik non-tradisional

di mana sistem fuzzy dapat memainkan peran yang berguna sebagai sistem

pengambilan keputusan.

Ada banyak area lain di mana sistem pengambilan keputusan fuzzy

dapat digunakan termasuk yang berikut:

a. Manufaktur: penjadwalan dan perencanaan aliran bahan, alokasi sumber

daya, perutean, dan desain mesin dan peralatan.

b. Sistem lalu lintas: peralihan rute dan sinyal.

c. Robotika: perencanaan jalur, penjadwalan tugas, navigasi, dan

perencanaan misi.

Page 51: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

34

d. Komputer: alokasi memori, penjadwalan tugas, dan desain perangkat

keras.

e. Industri proses: pemantauan, penilaian kinerja, dan diagnosis kegagalan.

f. Ilmu medis: sistem diagnostik medis, pemantauan kesehatan, dan

otomatis interpretasi data eksperimen.

g. Bisnis: keuangan, evaluasi kredit, dan analisis pasar saham.

Hampir semua sistem pengambilan keputusan komputer mempunyai

potensi untuk memperoleh manfaat dari aplikasi logika fuzzy untuk

menyediakan keputusan alternatif ketika ada kebutuhan untuk pengambilan

keputusan di bawah ketidakpastian. Pada bagian ini fokus pada desain sistem

pengambilan keputusan fuzzy adalah untuk masalah selain kontrol umpan balik.

Dimulai dengan menunjukkan bagaimana membangun sistem fuzzy sistem

yang memberikan peringatan untuk penyebaran penyakit menular. Kemudian

bagaimana membangun sistem pengambilan keputusan fuzzy yang akan

bertindak sebagai peringatan kegagalan sistem di pesawat terbang (Passino dan

Yurkovich, 1997).

2.3.5 Pembalikan Bilangan Fuzzy

Input pada proses fuzzy adalah suatu himpunan yang diperoleh dari

komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilakan merupakan

suatu bilangan real yang tegas. Untuk menghasilakn output tersebut yang

berupa bilangan real perlu dilakukan sebuah proses yang dinamakan

pembalikan bilangan fuzzy atau defuzzifikasi (Kurniawati, 2015).

Page 52: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

35

Menurut Harris (2006), pembalikan bilangan fuzzy atau defuzyfikasi,

berarti pengurangan himpunan fuzzy atau subset ke singleton. Fuzzy set

biasanya penyatuan beberapa himpunan bagian yang mewakili kesimpulan dari

dalil fuzzy. Biasanya, satu fuzzy set tidak dapat direpresentasikan oleh

singleton, oleh karena itu defuzzifikasi hanya dapat dilakukan dengan

menghilangkan beberapa bagian himpunan fuzzy yang tidak diperlukan.

Penyatuan dari beberapa himpunan bagian fuzzy diilustrasikan pada Gambar

2.11. Dimana pada gambar tersebut nilai s adalah elemen tunggal pada semesta

pembicaraan penyatuan himpunan fuzzy. Nilai s pada Gambar 2.11 memiliki

nilai keanggotaan yang berbeda-beda untuk setiap himpunan fuzzy. Nilai s pada

himpunan k memiliki nilai keanggotaan sebesar u, pada himpunan l sebesar v,

dan pada himpunan m sebesar w.

Gambar 2.11. Penyatuan beberapa himpunan fuzzy.

Page 53: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

36

Kemudian dari nilai s pada Gambar 2.11 dapat dicari nilai defuzzifikasinya.

Secara umum terdapat dua cara untuk mencari nilai defuzzifikasi dari s. Metode

tersebut dapat diuraikan seperti di bawah ini.

a. Metode Centroid.

Metode centroid merupakan metode yang paling sering digunakan.

Metode ini dilakukan dengan cara mengambil titik pusat atau posisi pusat

daerah himpunan fuzzy pada absis (s).

Distribusi berkelanjutan dapat dirumuskan:

( )

∫ ( )

(2.27)

Dimana:

s = nilai domain ke-i

µ(s) = derajat keanggotaan titik tersebut

s0 = nilai hasil penegasan (defuzzifikasi)

Distribusi diskrit dapat dirumuskan:

∑ ( )

∑ ( )

(2.28)

Dimana:

s = nilai hasil penegasan (defuzzifikasi)

di = nilai keluaran pada aturan ke-i

( ) = derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke-i

n = banyaknya aturan yang digunakan

Page 54: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

37

b. Metode Bisektor.

Metode ini dilakukan dengan cara mengambil nilai pada dominan fuzzy,

yang memiliki nilai keanggotaan setengah dari jumlah total nilai

keanggotaan pada daerah fuzzy.

( )

∑ (

) (2.29)

Dimana:

( ) = nilai hasil penegasan (defuzzifikasi)

di = nilai keluaran pada aturan ke-i

( ) = derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke-i

n = banyaknya aturan yang digunakan

Selama ini, metode defuzzifikasi sudah ada dan tidak sulit untuk

menciptakan lebih banyak (Passino dan Yurkovich, 1997). Setiap metode

menyediakan sebuah cara untuk memilih satu keluaran yang berdasarkan pada

salah satu fuzzy set atau keseluruhan fuzzy set yang digunakan (Arifin, 2015).

Metode-metode tersebut yaitu :

a. Height Method

Metode ini memilih nilai crisp yang mempunyai derajat keanggotaan

maksimum. Metode ini hanya bisa dipaksi oleh fungsi keanggotaan yang

mempunyai derajat keanggotaan 1 pada nilai crisp tunggal dan 0 pada

nilai crisp yang lain. Fungsi seperti ini disebut fungsi singleton.

Page 55: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

38

b. First (or Last) of Maxima

Pada metode ini fungsi keanggotaan output mempunyai lebih dari satu

nilai maksimum. Sehingga nilai crisp yang digunkan adalah salah satu

dari nilai yang dihasilkan dari nilai maksimum pertama ataupun yang

terakhir (Akshar, 2013).

c. Metode Mean of Maksimum (MOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata–

rata domain yang mempunyai nilai keanggotaan maksimum.

d. Metode Largest of Maximum (LOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai

terbesar dari domain yang mempunyai nilai keanggotaan maksimum.

e. Metode Smallest of Maximum (SOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai

terkecil dari domain yang mempunyai nilai keanggotaan maksimum.

2.4 Deskripsi Wilayah Penelitian

2.4.1 Letak Geografis

Kecamatan Ungaran Barat merupakan daerah yang terletak pada

110,3604° – 110,4125° bujur timur dan 7,1101° – 7,1681° lintang selatan. Luas

kecamatan Ungaran Barat adalah 3596,03 ha2

dengan sebelas desa atau kelurahan

dalam wilayah administratifnya (BPS, 2017) .

Page 56: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

39

2.4.2 Batas Wilayah

Adapun batas wilayah Kecamatan Ungaran Barat adalah sebagai berikut

(BPS, 2017):

Batas sebelah barat : Kabupaten Kendal

Bats sebelah timur : Kecamatan Ungaran Timur

Bats sebelah utara : Kota Semarang

Batas sebelah selatan : Kecamatan Bergas

2.4.3 Kondisi Topografi

Secara umum Kecamatn Ungaran Barat mempunyai wilayah dengan

kontur berupa daratan dan lereng dengan rata-rata ketinggian 418 m dpl. Lahan

di kecamatan tersebut banyak digunakan untuk lahan pertanian baik sawah

sebanyak 912,44 ha2, bukan sawah 1436,40 ha

2 dan bukan pertanian sebanyak

1247,19 ha2 (BPS, 2017).

Page 57: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

40

Ga

mb

ar

2.1

2. G

ambar

wil

ayah

pen

elit

ian.

Page 58: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik

kesimpulan dari penelitian ini yaitu :

1. Berdasarkan kondisi masing-masing geografi-topografi, tingkat

kerawanan longsor desa atau kelurahan di Kecamatan Ungaran

Barat berdasarkan curah hujannya memiliki dua tingkat kerawanan

yaitu sedang dan tinggi, untuk kondisi ketinggiannya memiliki

tingkat kerawanan longsor tidak rawan, selanjutnya berdasarkan

kemiringan lahan memiliki tingkat kerawanan longsor tidak rawan,

rendah, sedang, dan sangat tinggi, kemudian berdasarkan kepadatan

penduduk memiliki tingkat kerawanan longsor rendah, sedang, dan

tinggi, serta berdasarkan kondisi jenis tanah memiliki tingkat

kerawanan longsor rendah dan tinggi.

2. Berdasarkan gabungan kondisi geografi topografi di Kecamatan

Ungaran Barat terdapat tujuh desa atau kelurahan dengan tingkat

kerawanan longsor rendah yaitu Branjang, Kalisidi, Keji, Candirejo,

Langensari, Bandarjo, dan Genuk serta empat desa atau kelurahan

dengan tingkat kerawanan longsor sedang yaitu Lerep, Nyatnyono,

Gogik, dan Ungaran.

82

Page 59: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

83

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan, dapat

ditarik saran untuk penelitian berikutnya yaitu penelitian ini

menggunakan lima variabel dalam penentuan tingkat kerawanan longsor

di Kecamatan Ungaran Barat yaitu curah hujan, ketinggian, kemiringan

lahan, kepadatan penduduk, dan jenis tanah. Penelitian selanjutnya dapat

ditambahkan variabel lain seperti berat beban, getaran, longsor lama,

jenis tata lahan, dan lainnya agar hasil kerawanan lebih maksimal.

Page 60: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

84

DAFTAR PUSTAKA

Adelina, V., Ratnawati, D., dan Fauzi, M. 2018. Klasifikasi Tingkat Risiko

Penyakit Stroke Menggunakan Metode GA-Fuzzy Tsukamoto. Jurnal

Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 2, No. 9

Adil, A. 2017. Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Agung, R. 2018, Maret 20. Diambil kembali dari Suara Merdeka:

https://www.suaramerdeka.com/news/baca/24774/talud-longsor-material-

tanah-rusak-dapur.

Ahmad, Gulzar., Khan, Muhammad Adnan., Abbas, Sagheer., Athar, Atifa., Khan,

Bilal Shoaib., and Aslam, Muhammad Shoukat. 2019. Automated Diagnosis

of Hepatitis B Using Multilayer Mamdani Fuzzy Inference System. Hindawi

Journal of Healthcare Engineering Volume 2019, Article ID 6361318, 11

pageshttps://doi.org/10.1155/2019/6361318

Akshar. 2013. Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor Menggunkan Metode Fuzzy

Logic. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Alil, Omar Adil M. Ali1, Aous Y. and Sumait, Balasem Salem. 2015. Comparison

between the Effects of Different Types of Membership Functions on Fuzzy

Logic Controller Performance. International Journal of Emerging

Engineering Research and Technology Volume 3, Issue 3.

Aribowo, A. S., Wicaksono, C. B., dan Kaswidjanti, W. 2014. Implementasi Fuzzy

Interference System Metode Tsukamoto Pada Pengambilan Keputusan

Page 61: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

85

Pemberian Kredit Pemilikan Rumah. Jurnal Telematika Vol. 10, No. 2, 137-

146.

Arifin, S. 2015. Implementasi Logika Fuzzy Mamdani Untuk Mendeteksi

Kerentanan Daerah Banjir Di Semarang Utara. Semarang: Universitas

Negeri Semarang.

Ayuningtyas, Laras Purwati., Irfan, Mohamad., dan Jumadi. 2017. Analisa

Perbandingan Logic Fuzzy Metode Tsukamoto, Sugena, dan Mamdani

Studi Kasus : Prediksi Jumlah Pendaftaran. Jurnal Teknik Informatika Vol.

10 No.1.

Badan Geologi. 2010. Gerakan Tanah. Bandung: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi.

Badan Geologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah. Jakarta: Mancamedia.

Bibi, T., Gul, Y., Rahman, A., dan Riaz, M. 2016. Landslide Susceptibility

Assessment Through Fuzzy Logic Interference System (FLIS). XLII-4/W1.

Bilgic, Taner., and Turken, I. Burhan. 2000. Fundamental of Fuzzy Sets. Boston:

Kluwer Academic Publisher.

BNPB. 2018, Juli 20. Diambil kembali dari http://bnpb.cloud/dibi/grafik1a

BPBD. 2017. Kejadian Bencana Alam Tanah Longsor Per Kecamatan Kabupaten

Semarang 2017. Kab.Semarang: BPBD.

BPS. 2017. Kecamatan Ungaran Barat Dalam Angka 2017. Semarang: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Semarang.

Charolina, Y. 2016. Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Pemberian

Bonus Tahunan Menggunakan Metode Fuzzy Logic Tipe Mamdani (Studi

Page 62: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

86

Kasus Pada Karyawan PT. Sunhope Indonesia Di Jakarta). Jurnal Teknologi

Informasi Volume 12, Nomor 2, 42-53.

Cox, Earl. 1994. The Fuzzy Systems Handbook. United States of America :

Academic Press, Inc.

Das, S., and Akella, A. 2018. Power Flow Control of PV-Wind-Battery Hybrid

Renewable Energy Systems for Stand-Alone Application.

De Blasio, F. 2011. Introduction to the Physics of Landslides Lecture Notes on the

Dynamics of Mass Wasting. Milano and Oslo: Springer.

Effendi, A., dan Hariyanto, T. 2016. Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana

Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy Logic. Jurnal Teknik

ITS Vol.5, No. 2 (2301-9271 Print), 714-723.

Epafras, D. 2012. Penerapan Metode Logika Fuzzy untuk Program Diagnosa

Penyakit THT menggunakan Prolog. Salatiga: Universitas Kristen Satya

Wacana.

Faizi, M., dan Marzuarman. 2017. Pengontrolan Fluks dan Torsi pada Motor

Induksi 3 Fasa Menggunakan Metode Direct Torque Control (DTC)

Berbasis PI dan Fuzzy Logic Controllers (FLC). Junal Inovtek Polbeng, Vol.

07, NO. 2, 139-146.

Fajria, Lutfia. 2016.Tingkat Kerawanan Tanah Longsor di Kecamatan Prambanan

Kabupaten Sleman Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Page 63: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

87

Fakhmi, A. 2012. Grafik Pengendali Variabel Fuzzy Linguistik dengan Ukuran

Sampel Berbeda. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim.

Fianti. 2003. Pembuatan Perangkat Lunak Pengendali Pemanas Ruang Berlogika

Samar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Geologi, Pusat Vulkanologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah. Jakarta:

Mancamedia.

Ghadi, Y. Y., Rasul, M., and Khan, M. 2017. Energy Savings by Fuzzy Base

Control of Occupancy Concentration in Institutional Buildings. Energi

Procedia 105, 2850-2858.

Gholami, M., Ghachkanlu, E., Khosravi, K., and Pirasteh, S. 2019. Landslide

Prediction Capability by Comparison of Frequency Ratio, Fuzzy Gamma

and Landslide Index Method. 42.

Harris, J. 2006. Fuzzy Logic Applications in Engineering Science. Netherlands:

Springer.

Highland, L., and Bobrowsky, P. 2008. The Landslide Handbook — A Guide to

Understanding Landslides. Virginia: U.S. Geological Survey.

Ilyas, T. 2011. Tanah Longsor (Landslide) Untuk Bahan Ajar MPKT-B. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Indonesia, K. P. 2018, Juli 20. KBBI Daring. Diambil kembali dari

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/longsor

Page 64: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

88

Iskandar, D., dan Tumimomor, Y. 2017 Perancangan Media Sosialisasi Tanggap

Bencana Kabupaten Semarang Berbasis Animasi 2D. Jurnal Ilmu Komputer

dan Desain Komunikasi Visual (JIKDISKOMVIS) Volume 2 No.1, 26-47.

Ismawati, Dini., Syauqy, Dahnial., dan Prasetio, Barlian Henryranu. 2017.

Perbandingan Jumlah Membership Dan Model Fuzzy Terhadap Perubahan

Suhu Pada Inkubator Penetas Telur. Jurnal Pengembangan Teknologi

Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 1, No. 6, hlm. 476-485

Kahar, N., dan Fitri, N. 2011. Aplikasi Metode Fuzzy Multi Criteria Decision

Making (FMCDM) Untuk Optimalisasi Penentuan Lokasi Promosi Produk.

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2011 (SNATI 2011) (hal.

58-63). Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi

Informasi 2011 (SNATI 2011).

KBBI, K. P. 2018, Juli 20. KBBI Daring. Diambil kembali dari

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/longsor.

Klir, G., Clair, U., dan Bo, Y. 1997. Fuzzy Set Theory Foundations Pengendalianya

Dalam Perspektif Lingkungan. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Kurniawati, Iin. 2015. Sistem Pakar Diagnosis Chronic Kidney Disease Berbasis

Mamdani Fuzzy Interference System. Semarang: Universitas Negeri

Semarang.

Kusumadewi, S. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelegent. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumadewi, S., Hartati, S., Harjoko, A., & Wardoyo, R. 2006. Fuzzy Multi-

Attribute Decision Making (FUZZY MADM). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 65: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

89

Lestari, Sabda., Nugraha, Arief Laila., dan Firdaus, Hana Sugiastu. 2019. Pemetaan

Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Semarang Berbasis Sistem

Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip Januari 2019 VOL 8 NO 1

(2019), (ISSN :2337-845X ).

Li, X., Wen, H., Hu, Y., dan Jiang, L. 2018. A Novel Beta Parameter Based Fuzzy-

Logic Controller.

Maarif, S. 2014. Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2013. Citeureup-

Sentul: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan

dan Kesiapsiagaan.

Margana, Riki Ridwa. 2016. Analisis Penetapan Jumlah Produksi dengan

Pendekatan Logika Fuzzy Berdasarkan Metoda Mamdani dan Sugeno.

Bandung: Universitas Pasundan Bandung

Marjanovic, M., dan Caha, J. 2011. Fuzzy Approach to Landslide Susceptibility

Zonation. Dateso , 181-195.

Meghni, B., Dib, D., dan Azar, A. T. 2016. A Second-Order Sliding Mode and

Fuzzy Logic Control to Optimal Energy Management in Wind Turbine WIth

Battery Storage. The Natural Computing & Applications , 1-18.

Naba, A. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan MATLAB. Yogyakarta:

Andi Offset.

Negnevitsky, Michael. 2005. Artificial Intelligence A Guide to Intelligent Systems

Second Edition. London : Addison Wesley.

Nguyen, H., dan Walker , E. 2005. A First Course in Fuzzy Logic Third Edition.

New Mexico: CRC Press Taylor & Francis Group.

Page 66: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

90

Nugroho, S. P. 2016. Evaluasi Penanggulangan Bencana 2015 dan Prediksi

Bencana 2-016. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Passino, K., dan Yurkovich, S. 1997. Fuzzy Control. Ohio: Addison-Wesley

Longman, Inc.

Percin, S. 2017. Evaluating Airline Service Quality Using a Combined Fuzzy

Decisio-Making Approach. XXX.

Petry, Frederick E., Robinson, Vincent B., and Cobb, Maria A. 2005. Fuzzy

Modeling with Spatial Information for Geographic Problems. Germany:

Springer-Verlag Berlin Heidelberg

PMPU, K. P. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO : 22 /PRT/M/2007

Tentang PedomanPenataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Pasal

1 ayat 2. Jakarta: Kemeterian Pekerjaan Umum.

Princy.S., dan Dhenakaran, S.S. 2016. Comparison of Triangular and Trapezoidal

Fuzzy Membership Function. IJRDO - Journal of Computer Science and

Engineering

Purba, R. K., Hasanah, R., & Muslim, M. 2013. Implementasi Logika Fuzzy Untuk

Mengatur Perilaku Musuh dalam Game Bertipe Action-RPG. Jurnal

EECCIS (Electrics, Electronics, Communications, Controls, Informatics,

Systems) Vol. 7, No. 1, 15-20.

Purnomo, H. B., dan Wibowo, Y. 2018. Aplikasi Fuzzy Interference System Untuk

Menentukan Lokasi Pengembangan Sentra Peternakan Rakyat(SPR) Sapi

Potong di Kabupaten Jember. Jurnal AGROINTEK Volume 12, No.1, 12-

26.

Page 67: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

91

Rahmawati, D. A. 2015. Penerapan Fuzzy Logic Dengan Menggunakan Metode

Mamdani Untuk Memprediksi Kualitas Kopi. Semarang: Universitas Negeri

Semarang.

Ritha, N., dan Wardoyo, R. 2016. Implementasi Neural Fuzzy Inference System dan

Algoritma Pelatihan Levenberg-Marquardt untuk Prediksi Curah Hujan.

IJCCS (Indonesian Journal of Computing and Cybercenetics Systems),

Vol.10, No.2, ISSN: 1978-1520, 125-136.

Saelan, A. 2009. Logika Fuzzy. Bandung: Makalah IF2091 Struktur Diskrit Tahun

2009.

Saputra, W. 2016. Analisis Fuzzy Logic Mamdani: Tingkat Kerawanan Longsor di

Kawasan Pujon. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Soleh, M. 2013. Sistem Pakar Penentuan Selera Konsumen Terhadap Menu Kopi

Dengan Metode Fuzzy Logic. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.

Sriyono, A. 2012. Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan

Banyubiru, Kabupaten Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Statistik, Badan Pusat. 2017. Kecamatan Ungaran Barat Dalam Angka 2017.

Semarang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang.

Sudrajat. 2008. Modul Kuliah Dasar-Dasar Fuzzy Logic. Bandung: Universitas

Padjadjaran.

Suhadirman. 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi

Geografis (SIG) pada Sub DAS Walanae Hilir. Makassar: Universitas

Hasanudin

Page 68: PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KECAMATAN …

92

Sutikno. 2008. Perbandingan Metode Defuzzifikasi Aturan Mamdani Pada Sistem

Kendali Logika Fuzzy (Studi Kasus Pada Pengaturan Kecepatan Motor DC).

Semarang: Universitas Diponegoro.

Ubaidillah, Imam. 2018. Zonasi Potensi Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua

Kabupaten Bogor. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Wang, L. 1997. A Course Input Fuzzy System and Control. USA: Prentice Hall

PTR.

Wardhani, Luh Kesuma., dan Haerani, Elin. 2011. Analisis Pengaruh Pemilihan

Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic.

SNTIKI III 2011 ISSN : 2085-9902