metode pemotongan pph pasal 21 mixed sebagai alternatif berbagi beban

23
Metode Pemotongan PPh Pasal 21 Mixed sebagai alternatif berbagi beban Hendy Setiawan ortax.org, 28 Juli 2013 Pendahuluan Menghitung PPh Pasal 21 pegawai tetap (karyawan) bukanlah pekerjaan sederhana mengingat sifatnya yang subjektif dan variatif. Subjektif melibatkan kondisi dari karyawan terkait dengan berbagai status yang melekat kepadanya, antara lain : Status Kepegawaian (Pegawai Baru, Pindahan, Ekspatriat), Status PTKP (TK/0 sampai dengan K/3) dan Status NPWP. Variatif melibatkan berbagai jenis dan sifat penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan. Variasi ini antara lain disebabkan karena setiap perusahaan dapat menentukan kebijakan terkait dengan remunerasi karyawannya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan ketenagakerjaan. Pedoman teknis untuk menghitung PPh 21 karyawan tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Cukup banyak contoh kasus diilustrasikan pada lampiran Peraturan Dirjen Pajak tersebut. Alternatif pembebanan PPh Pasal 21 Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan beban karyawan. Pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan atas penghasilan karyawan bersifat mandatory (wajib). Dalam menentukan kebijakan remunerasi, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti jenis usaha, kondisi finansial hingga strategi perusahaan untuk menekan turn over karyawan.

Upload: mpr-duda

Post on 19-Oct-2015

320 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Metode Pemotongan PPh Pasal 21 Mixed sebagai alternatif berbagi bebanHendy Setiawanortax.org, 28 Juli 2013PendahuluanMenghitung PPh Pasal 21 pegawai tetap (karyawan) bukanlah pekerjaan sederhana mengingat sifatnya yang subjektif dan variatif.Subjektif melibatkan kondisi dari karyawan terkait dengan berbagai status yang melekat kepadanya, antara lain : Status Kepegawaian (Pegawai Baru, Pindahan, Ekspatriat), Status PTKP (TK/0 sampai dengan K/3) dan Status NPWP. Variatif melibatkan berbagai jenis dan sifat penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan. Variasi ini antara lain disebabkan karena setiap perusahaan dapat menentukan kebijakan terkait dengan remunerasi karyawannya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan ketenagakerjaan.Pedoman teknis untuk menghitung PPh 21 karyawan tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Cukup banyak contoh kasus diilustrasikan pada lampiran Peraturan Dirjen Pajak tersebut.Alternatif pembebanan PPh Pasal 21Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan beban karyawan. Pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan atas penghasilan karyawan bersifat mandatory (wajib). Dalam menentukan kebijakan remunerasi, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti jenis usaha, kondisi finansial hingga strategi perusahaan untuk menekan turn over karyawan.Untuk menekan turn over karyawan, perusahaan biasanya memberikan fasilitas seperti perumahan, pendidikan, pinjaman hingga pemberian fasilitas dalam menanggung beban PPh Pasal 21 karyawan.Pilihan untuk menanggung beban PPh Pasal 21 karyawan tentunya membutuhkan analisa komprehensif yang tidak hanya melibatkan divisi HRD namun juga melibatkan divisi pajak agar pengeluaran terkait dengan PPh Pasal 21 dan PPh Badan menjadi optimal.Berkaitan dengan PPh Pasal 21 karyawan, ada beberapa alternatif pembebanan yang dapat diambil oleh perusahaan, antara lain :1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan

Karyawan menanggung beban pajaknya sendiri. Metode untuk menghitung PPh Pasal 21 yang dibebankan kepada karyawan dikenal dengan Metode Gross (Gross Method). Dengan metode ini penghasilan yang diterima karyawan akan berkurang sebesar PPh Pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan.2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan

Perusahaan menanggung beban pajak karyawan baik sebagian maupun seluruhnya dalam bentuk Benefit in Kind (BIK). Metode untuk menghitung PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan dalam bentuk Benefit in Kind (BIK) dikenal dengan Metode Net (Net Method).

Dengan metode ini penghasilan yang diterima karyawan dapat diterima secara utuh tanpa adanya pengurangan PPh Pasal 21, kecuali jika perusahaan hanya menanggung sebagian.

Pemilihan metode ini membutuhkan analisa komprehensif karena selain menjadi beban, pengeluaran perusahaan untuk menanggung PPh Pasal 21 karyawan tidak dapat dibebankan secara fiskal dalam menghitung PPh Badan.3. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan dengan cara memberikan tunjangan pajak

Perusahaan menanggung beban pajak karyawan baik sebagian maupun seluruhnya dengan cara memberikan tunjangan pajak. Pemberian tunjangan pajak sifatnya sama dengan tunjangan lainnya. Penghasilan karyawan yang bersangkutan akan bertambah dengan diberikannya tunjangan pajak.

Pemilihan metode ini membutuhkan analisa komprehensif meskipun pengeluaran perusahaan untuk menanggung PPh Pasal 21 karyawan secara fiskal dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung PPh Badan. Jika perusahan sedang mengalami kerugian, tentu saja pilihan ini tidak menguntungkan karena beban yang harus dipikul oleh perusahaan menjadi semakin besar mengingat tunjangan pajak akan menambah penghasilan karyawan yang tentunya akan menambah besarnya PPh Pasal 21.

Tunjangan Pajak dapat diberikan secara Flat (tetap) maupun dengan melakukan Gross Up (Jumlahnya tidak tetap melainkan disesuaikan dengan besarnya pajak yang harus dipotong dari penghasilan karyawan atau proporsional).

Besarnya tunjangan pajak yang diberikan secara Flat (Flat Method) biasanya akan berbeda dengan PPh Pasal 21 yang sesungguhnya harus dipotong.

Besarnya tunjangan pajak yang diberikan secara Gross up atau dikenal dengan Metode Gross up (Gross up Method) akan sama dengan PPh Pasal 21 yang sesungguhnya. Metode gross up memberikan tunjangan pajak sebesar 100% dari PPh yang harus dipotong. Dalam praktek, tunjangan pajak biasanya diberikan dengan metode gross up.

Istilah gross up sendiri sebenarnya tidak dikenal dan tidak disebutkan secara eksplisit diberbagai peraturan perpajakan secara formal. Gross up pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan.

Berdasarkan uraian mengenai alternatif pembebanan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat 3 (tiga) metode pemotongan yaitu Metode Gross, Net dan Gross Up.Untuk kemudahan dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 karyawan, perusahaan dapat menggunakan bantuan Ms Excel.

Kombinasi Metode Pemotongan PPh Pasal 21Dalam praktek sering ditemukan perusahaan yang mengkombinasikan metode pemotongan untuk menghitung PPh 21 karyawan. Metode ini dikenal dengan Metode Mixed (Mixed Method). Metode ini bertujuan untuk membagi beban pajak sehingga dapat dihitung PPh Pasal 21 yang harus ditanggung perusahaan maupun PPh Pasal 21 yang harus ditanggung oleh karyawan.Metode ini merupakan kebijakan perusahaan terkait remunerasi karyawan yang tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek dan idealnya tertuang di dalam kontrak kerja.Kasus 1 :Perusahaan di bidang penjualan software komputer memiliki karyawan yang bertugas untuk memasarkan produknya (marketing). Selain mendapatkan Gaji dan tunjangan-tunjangan, karyawan tersebut mendapatkan Insentif Penjualan. Dalam kontrak kerja, perusahaan akan menanggung PPh Pasal 21 untuk penghasilan berupa gaji dan tunjangan-tunjangan dengan memberikan tunjangan pajak secara gross up. Sedangkan PPh Pasal 21 atas Insentif Penjualan, perusahaan akan membebankannya langsung kepada karyawan (PPh 21 ditanggung oleh karyawan).Kasus 2 :Perusahaan di bidang Jasa Konsultasi Manajemen memotong PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan karyawan dan membebankannya secara langsung kepada karyawan (PPh 21 ditanggung oleh karyawan), kecuali untuk Tunjangan Komunikasi. Perusahaan memutuskan untuk menanggung PPh Pasal 21 atas Tunjangan Komunikasi karyawan dengan memberikan tunjangan pajak secara gross up.Teknis PenghitunganMetode GrossSebagian besar contoh penghitungan PPh Pasal 21 karyawan dalam lampiran PER-31/PJ/2012 adalah penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross. Berikut adalah ilustrasi sederhana penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross :

Metode Net

Penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode net tidak berbeda dengan metode gross. Perbedaannya hanya terletak pada saat perusahaan menghitung Take Home Pay untuk keperluan pembuatan slip gaji atau keperluan payroll lainnya. Berikut adalah ilustrasi sederhana penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode Net :

Metode Gross UpTidak ada penjelasan dan contoh penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross up pada lampiran PER-31/PJ/2012. Mengingat metode gross up pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika penghitungan, maka kita dapat membuat ilustrasi sendiri atau mengambil contoh yang ada (silahkan dicari pada menu Download kontribusi Member pada ortax.org). Berikut adalah ilustrasi sederhana penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross up :

Metode Mixed

Sama halnya dengan metode gross up, metode mixed pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Tidak ada standar baku, perusahaan dapat membuat beberapa alternatif penghitungan metode mixed yang sesuai dengan kondisi perusahaan.Dalam praktek, perusahaan biasanya menggabungkan antara metode gross dengan metode gross up.Salah satu alternatif yang dapat dilakukan perusahaan untuk menerapkan metode mixed adalah dengan memisahkan penghitungan antara penghasilan yang PPh Pasal 21-nya menjadi beban karyawan dan penghasilan PPh Pasal 21-nya menjadi beban perusahaan.Dengan menggunakan alternatif ini tentunya diperlukan extra effort karena penghitungan tidak cukup dilakukan satu kali.Ada 2 (dua) kondisi sehubungan dengan penggunaan metode mixed untuk penghitungan PPh Pasal 21, antara lain : Secara umum PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan dengan memberikan tunjangan pajak secara gross up namun terdapat jenis penghasilan yang PPh Pasal 21-nya ditanggung oleh karyawan

Untuk menghitung PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan dan PPh Pasal 21 yang ditanggung karyawan perusahaan harus melakukan 2 (dua) kali penghitungan.

Penghitungan Pertama dilakukan dengan menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan yang PPh 21-nya ditanggung oleh perusahaan dan dihitung dengan metode gross up. Pada proses ini perusahaan dapat langsung mengetahui berapa PPh Pasal 21 yang harus ditanggung oleh perusahaan yang diberikan dalam bentuk tunjangan pajak.

Penghitungan Kedua dilakukan dengan menghitung seluruh PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan (baik yang PPh Pasal 21-nya ditanggung perusahaan maupun yang ditanggung oleh karyawan). Penghitungan dilakukan menggunakan metode gross dengan memasukan nilai Tunjangan Pajak yang diperoleh pada Penghitungan Pertama.

Selisih antara PPh Pasal 21 pada penghitungan kedua dengan penghitungan pertama adalah PPh pasal 21 yang ditanggung karyawan.

Contoh :Pada tahun 2012 sebuah perusahaan di bidang Jasa Konsultasi Manajemen memutuskan untuk menanggung PPh Pasal 21 dengan memberikan tunjangan pajak secara gross up atas seluruh penghasilan yang diterima karyawannya, kecuali untuk Tunjangan Komunikasi (PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan). Berikut adalah ilustrasi dan contoh penghitungan metode mixed yang diterapkan oleh perusahaan :

Secara umum PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan namun terdapat jenis penghasilan tertentu yang PPh Pasal 21-nya ditanggung perusahaan dengan memberikan tunjangan pajak secara gross up

Untuk menghitung PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan maupun PPh Pasal 21 yang ditanggung karyawan perusahaan harus melakukan 2 (dua) kali penghitungan.

Penghitungan Pertama dilakukan dengan menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan yang PPh Pasal 21-nya ditanggungg oleh karyawan dengan metode gross.

Penghitungan Kedua dilakukan dengan menghitung seluruh PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan (baik yang PPh Pasal 21-nya ditanggung perusahaan maupun yang ditanggung oleh karyawan). Penghitungan dilakukan menggunakan metode gross dengan memasukan nilai Tunjangan Pajak yang diperoleh dari selisih antara PPh 21 terutang dari penghitungan kedua dengan PPh 21 terutang dari penghitungan pertama.

Contoh :Pada tahun 2012 sebuah perusahaan di bidang Jasa Konsultasi Manajemen memutuskan untuk memotong PPh Pasal 21 secara langsung atas seluruh penghasilan yang diterima karyawannya, kecuali untuk Tunjangan Komunikasi (PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan). Berikut adalah ilustrasi dan contoh penghitungan metode mixed yang diterapkan oleh perusahaan :

Contoh di atas hanya salah satu alternatif yang dapat dilakukan perusahaan untuk membagi beban pajak sehingga dapat dihitung PPh Pasal 21 yang harus ditanggung perusahaan maupun PPh Pasal 21 yang harus ditanggung oleh karyawan.

Menerapkan metode mixed pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Masih dimungkinkan untuk mencari alternatif lain yang lebih akurat dengan mempertimbangkan keseimbangan beban antara perusahaan dan karyawan.

PROSEDUR PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI PADA KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARAMADIUN27 10 2007 BAB I PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar apabila ada sumber dana yang mendukung. Menurut APBN sumber pendapatan terbanyak didapat dari sektor perpajakan meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas bumi, serta bantuan luar negeri. Hal ini bisa dibuktikan saat negara kita dilanda krisis berkepanjangan sampai saat inipun masih diragukan apakah negara kita bisa menumbuhkan keadaan perekonomian, sektor pajak masih tetap memiliki nilai besar bahkan mengalami kenaikan serta menembus sampai pada prosentase terbesar dari sektor non migas sementara sektor non migas cenderung mengalami penurunan dan juga bantuan luar negeri yang bunganya bisa membesar seiring fluktuasi mata uang dolar terhadap rupiah. Diharapkan pemasukan dari pajak terus dinaikkan salah satunya dengan mengadakan kebijakankebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah pajak dan obyek pajak baru sedangkan intensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, suatu misal dengan cara pengadaan penyuluhan langsung pada masyarakat. Dengan banyaknya perusahaan baru yang muncul ataupun yang sudah lama serta instansiinstansi pemerintah diharapkan pemasukan dari pajak penghasilan yang digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional nantinya. Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajib pajak atas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia diantaranya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Hadiah dan lain-lain. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada obyek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Undang-undang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan pajak adalah Undang-undang No.17 tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan bagi undang-undang terdahulunya yaitu Undang-undang No.10 tahun 1994. Undang-undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih mudah dan lancar. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menulis mengenai bagaimana instansi/perusahaan menentukan besarnya pajak penghasilan pegawai atau karyawan yang harus dilaporkan dan disetor pemerintah dengan judul : PROSEDUR PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI PADA KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN) MADIUN. 1.2. Ruang Lingkup PKN Ruang Lingkup yang dibuat dalam penyusunan laporan PKN ini agar dalam proses penulisan dan pembahasan tidak melebar dan dapat difokuskan pada suatu pokok bahasan, maka penulis berusaha membuat suatu ruang lingkup yang meliputi : 1. 1. Untuk menghitung besarnya PPh pasal 21 berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun. 2. Untuk mengetahui prosedur penghitungan dan pelaporan pajak penghasilanpasal 21 pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun. 1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penulisan Laporan PKN 1.3.1. Tujuan Penulisan Laporan PKN Ada beberapa tujuan dari penulisan laporan PKN yaitu : 1. Untuk membandingkan antara teori dan materi yang dipelajari pada masa kuliah dengan praktek nyata yang terjadi di dalam perusahaan atau instansi pemerintah. 2. Untuk mengetahui apakah perusahaan atau instansi yang bersangkutan telah melakukan penghitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. 3. Sebagai media memberikan pemecahan-pemecahan yang dianggap perlu yang timbul antara teori dan penerapan penghitungan Pajak Penghasilan. 4. Untuk mengetahui besarnya pajak yang diserahkan perusahaan/instansi yang bersangkutan pada pemerintah. 1.3.2. Kegunaan Penulisan Laporan PKN 1. Bagi Mahasiswa adalah : Guna memenuhi salah satu syarat kelulusan pada program D-3 Perpajakan. Sebagai media untuk menambah wawasan dan menguji kemampuan mahasiswa berkaitan dengan penghitungan dan pelaporan PPh pasal 21. Mendapatkan pengalaman praktis tentang kegiatan nyata dalam aktivitas perusahaan berkaitan dengan perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21. Sebagai sarana untuk memperdalam kreatifitas dan ketrampilan mahasiswa berkaitan dengan mata kuliah Perpajakan. 2. Bagi Perusahaan/instansi adalah : - Sebagai sumbangan informasi yang dapat dipakai sebagai bahan evaluasi untuk membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan pasal 21. - Sebagai sarana untuk menjalin hubungan kerja dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. 3. Bagi lembaga pendidikan adalah : - Sebagai sarana evaluasi sampai sejauh mana sistem atau kurikulum pendidikan yang dijalankan secara praktis dalam perusahaan/instansi. - Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pajak Penghasilan pasal 21. - Sebagai media untuk menjalin hubungan kerja dengan perusahaan/instansi yang dijadikan sebagai tempat PKN. 1.4. Metode Pengumpulan Data Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam mengumpulkan data dan mengevaluasinya. Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode pengumpulan dan analisa data. 1.4.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari beberapa metode yaitu: 1. Observasi (pengamatan). Observasi ialah suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian yang merupakan sumber data, sehingga data yang diperoleh benar-benar bersifat obyektif. Observasi atau pengamatan ini dilakukan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun. Data-data yang bisa diambil melalui metode ini : a. Data tentang proses perhitungan PPh pasal 21. b. Data daftar gaji. 2. Interview (wawancara). Interview merupakan suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti melakukan wawancara langsung dengan obyek yang diteliti. Interview atau juga wawancara seperti halnya teknik observasi dilakukan secara bersamaan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun. Dalam interview tidak lupa harus disiapkan pedoman apa yang akan ditanyakan. Data yang dapat diperoleh melalui cara ini : a. Data jumlah pegawai. b. Data daftar gaji serta didasarkan atas apa gaji diberikan. 3. Dokumentasi. Dokumentasi ialah suatu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan data-data yang ada dalam dokumen instansi. Dokumentasi data dilakukan di kantor Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun. Melalui metode ini data yang mungkin dapat diambil adalah : a. Data daftar gaji beserta tunjangan dan potongan-potongan yang dikenakan. b. Data perhitungan yang dilakukan dalam pemotongan PPh pasal 21. c. Sejarah pendirian instansi. 1.4.2. Metode Analisa Data Untuk menganalisa data yang diperoleh, penulis mengadakan metode analisis data yaitu : a) Data Kuantitatif. Metode analisa data ini dilakukan hampir bersamaan saat langsung memperoleh data, dalam metode ini diperlukan kalimat pembanding antara data yang diperoleh dengan teori yang ada di literatur sehingga informasi dari pihak instansi dapat diketahui permasalahan yang ada, apa yang menyebabkan dan bagaimana akibatnya apabila masalah tersebut tidak segera diatasi dan pencarian solusi masalah. Data yang dianalisa adalah perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 yang dikenakan. b) Data Kualitatif. Metode analisa data ini berkaitan dengan data instansi yang berupa data non angka dan data tersebut seperti contohnya adalah kebijakan dari instansi dalam penentuan besarnya gaji dan besarnya tunjangan yang diperoleh oleh pegawai. 1.4.3. Sumber Data Dalam menyusun laporan tugas akhir ini penulis memerlukan data-data yang terbagi atas berbagai macam, meliputi : 1) Data Primer. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti dan merupakan data yang bisa diolah dan belum diolah pihak lain, yang termasuk data primer : a. Data tentang pemberian tunjangan dan potongan dari gaji pokok. b. Data jumlah pegawai. 2) Data Sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh tidak langsung yang merupakan data yang telah diolah. Dari data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun, yang termasuk data sekunder adalah : a. Profil Instansi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun.b. Bidang kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Madiun. 1.5. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah penyusunan dan pembahasan isi materi laporan ini kami akan membagi sistem pembahasan dalam 5 (lima) bab yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai bidang yang diteliti, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang pengertian pajak, fungsi pajak, pengelompokan pajak, asas dan syarat pemungutan pajak, serta teori yang mendukung pemungutan pajak. Dalam bab ini juga menjelaskan tentang pengertian penghasilan, Pajak Penghasilan, obyek penghasilan, definisi pajak penghasilan pasal 21 beserta subyek dan obyeknya, pemotong pajak beserta hak dan kewajibannya, hak dan kewajiban wajib pajak PPh pasal 21, tata cara dan sistem pemungutan pajak. BAB III : KEGIATAN SELAMA PKN Pada bab ini berisi gambaran umum lokasi PKN, observasi secara menyeluruh mengenai kegiatan yang ada khususnya dalam hal mekanisme perhitungan, pemotongan, penyetoran, sampai pada pelaporan. BAB IV : EVALUASI Dalam bab ini berisi tentang evaluasi pada mekanisme perhitungan dan evaluasi tentang tata cara perhitungan dan pelaporan PPh pasal 21. BAB V : PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan-kesimpulan dari laporan PKN dan beberapa saran yang mungkin berguna bagi pihak instansi.

TARIF PAJAK PENGHASILAN 2013 DAN CARA PENGHITUNGANNYA Posted by BELAJAR EKONOMI On 5:24 AM 1 comment ; Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Terbaru Tahun 2013 - Ada beberapa Jenis-jenis Pajak yang Berlaku di Indonesia, slah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan, berikut ini informasi terbaru mengenai Tarif Pajak, PTKP dan Cara perhitungannya PPh.

Pengertian Tarif dan Dasar Pengenaan PajakTarif Pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%).Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Jenis-jenis Tarif PajakTarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat merugikan berbagai pihak termasuk Negara.

Beberapa jenis tarif pajak yang dikenal, antara lain:1. Tarif Progresif (a progressive tax rate)2. Tarif Proporsional (a proportional tax rate)3. Tarif Degresif (a degressive tax rate)4. Tarif Tetap (a fixed tax rate)5. Tarif Advalorem6. Tarif spesifik7. Tarif Efektif

Pengertian PTKPPTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2013Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013 sebagai berikut :1. Rp.24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;2. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;3. Rp.24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008;4. Rp.2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.PTKP ini mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2013 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:

(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:a. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,-5%

di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-15%

di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-25%

di atas Rp 50.000.000,-30%

b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1). Penerapan PTKP Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang PribadiTahun 2013Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi:Tahun 2013 Pak Joko status Kawin anak 1 .Pada Pebruari Tahun 2013 Isteri Pak Joko melahirkan anak.PTKP Tahun 2013 untuk status Pak Joko adalah Kawin anak 1

Penerapan PTKP Tahun 2013 untuk satu tahun :PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/tidak kawin)

STATUSTK/0TK/1TK/2TK/3

Wajib Pajak (Laki-laki tidak kawin & Wanita)24.300.00026.325.00028.350.00030.375.000

Penjelasan : Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan) TK/0 = Tidak Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 ) TK/1 = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000) TK/2 = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000) TK/3 = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000 + 2.025.000)PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha

STATUSK/0K/1K/2K/3

Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha26.325.00028.350.00030.375.00032.400.000

Penjelasan Isteri Tidak Bekerja: K/0 = Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 ) K/1 = Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000) K/2 = Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000) K/3 = Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha

STATUSK/I/0K/I/1K/I/2K/I/3

Istri Kerja/Usaha50.625.0052.650.00054.675.00056.700.000

Penjelasan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha : PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami) K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000 ) K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000) K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 +24.300.000+ 2.025.000+2.025.000+2.025.000) K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)Demikianlah informasi tentang Tarif Pajak PPh 2013 dan Cara Penghitungan, semoga bermanfaat...Informasi selengkapnya tentang perpajakan silahkan kunjungi situs http://www.pajak.go.id

Sumber: http://www.ekonomi-holic.com/2013/01/tarif-pajak-penghasilan-2013-dan-cara_2918.html#ixzz2qg0GL8Oa