menyusup ke sarang milf

15
Menyusup ke Sarang MILF, Kelompok Separatis Moro di Mindanao Wawancara sambil Diawasi 10 Orang Bersenjata Moro Islamic Liberation Front (MILF) masih menjadi organisasi paling ''memu- singkan'' pemerintah Filipina. Mempunyai tak kurang dari 125 ribu tentara, punya akademi militer sendiri yang juga sering dipakai oleh kelompok Islam militan Indonesia. Wartawan Jawa Pos Kardono Setyorakhmadi menyusup ke salah satu kamp MILF dengan segenap liku-likunya. SAYA tak pernah membayangkan harus melalui rute sesulit ini untuk bertemu dan berwawancara dengan Mustafa Aid Kabalu, orang nomor tiga MILF yang sekaligus juru bicara kelompok itu, di Cotabato City. Berjalan memasuki hutan yang penuh jebakan dan sniper selama enam jam, disambung dengan penyeberangan kawasan rawa-rawa menggunakan pump boat selama empat jam. Wawancara saya kali ini juga dilakukan dengan penjagaan paling ketat di antara yang pernah saya alami. Betapa tidak, ketika saya mewawancarai dia, sedikitnya ada 10 orang bersenjata yang mengawasi wawancara tersebut. Dua penjaga berada di halaman rumah dan delapan lainnya bersiaga di samping kanan, kiri, serta depan luar rumah tersebut Di sepanjang jalan selebar 3 meter di depan rumah di bagian utara Cotabato City tersebut, masih banyak anggota MILF lainnya. Mereka juga tinggal di rumah itu. Kata penunjuk jalan saya, rumah tersebut juga mempunyai jalan keluar tersembunyi. Kabalu bersikap hati-hati ketika menerima saya. Namun, setelah saya mengenalkan diri lebih jauh, sikap yang awalnya kaku langsung cair. Bahkan semakin ramah ketika tahu bahwa saya muslim dan pernah melakukan tugas jurnalistik di Palestina. ''Ahlan wa sahlan, akhi (selamat datang, saudaraku, Red),'' ucapnya bersahabat dengan muka tersenyum. Seusai wawancara, saya menanyakan bagaimana dia cukup percaya diri untuk tak bersembunyi dalam sebuah kamp di tengah hutan, misalnya? Dia langsung tertawa dan menjawab, ''Jika AFP (Armed Forces of Philippines, Angkatan Bersenjata Filipina, Red) menangkap saya, mereka bodoh. Situasi akan lebih memburuk,'' ucapnya percaya diri.

Upload: rizki-saputera

Post on 30-Nov-2015

84 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menyusup Ke Sarang MILF

Menyusup ke Sarang

MILF, Kelompok Separatis

Moro di Mindanao Wawancara sambil Diawasi 10 Orang Bersenjata

Moro Islamic Liberation Front (MILF) masih menjadi organisasi paling ''memu-

singkan'' pemerintah Filipina. Mempunyai tak kurang dari 125 ribu tentara, punya

akademi militer sendiri yang juga sering dipakai oleh kelompok Islam militan

Indonesia. Wartawan Jawa Pos Kardono Setyorakhmadi menyusup ke salah satu

kamp MILF dengan segenap liku-likunya.

SAYA tak pernah membayangkan harus melalui rute sesulit ini untuk bertemu dan

berwawancara dengan Mustafa Aid Kabalu, orang nomor tiga MILF yang sekaligus

juru bicara kelompok itu, di Cotabato City. Berjalan memasuki hutan yang penuh

jebakan dan sniper selama enam jam, disambung dengan penyeberangan kawasan

rawa-rawa menggunakan pump boat selama empat jam.

Wawancara saya kali ini juga dilakukan dengan penjagaan paling ketat di antara

yang pernah saya alami. Betapa tidak, ketika saya mewawancarai dia, sedikitnya

ada 10 orang bersenjata yang mengawasi wawancara tersebut.

Dua penjaga berada di halaman rumah dan delapan lainnya bersiaga di samping

kanan, kiri, serta depan luar rumah tersebut

Di sepanjang jalan selebar 3 meter di depan rumah di bagian utara Cotabato City

tersebut, masih banyak anggota MILF lainnya. Mereka juga tinggal di rumah itu.

Kata penunjuk jalan saya, rumah tersebut juga mempunyai jalan keluar tersembunyi.

Kabalu bersikap hati-hati ketika menerima saya. Namun, setelah saya mengenalkan

diri lebih jauh, sikap yang awalnya kaku langsung cair. Bahkan semakin ramah

ketika tahu bahwa saya muslim dan pernah melakukan tugas jurnalistik di Palestina.

''Ahlan wa sahlan, akhi (selamat datang, saudaraku, Red),'' ucapnya bersahabat

dengan muka tersenyum.

Seusai wawancara, saya menanyakan bagaimana dia cukup percaya diri untuk tak

bersembunyi dalam sebuah kamp di tengah hutan, misalnya? Dia langsung tertawa

dan menjawab, ''Jika AFP (Armed Forces of Philippines, Angkatan Bersenjata

Filipina, Red) menangkap saya, mereka bodoh. Situasi akan lebih memburuk,''

ucapnya percaya diri.

Page 2: Menyusup Ke Sarang MILF

Selain itu, dia menyatakan bahwa memang ada kemungkinan tentara menangkap

dirinya dan memang dirinya menjadi salah satu target tentara. ''Tapi, itu hanya akan

terjadi bila tak waspada (not alerted). Bila Anda waspada, sejam sebelum tentara

datang, Anda sudah tak ada di tempat,'' ujarnya lantas tersenyum.

Jadi, intelijen Anda, tampaknya, cukup bagus, sehingga bisa mengetahui rencana

penyerbuan beberapa waktu sebelumnya? ''Dalam suasana konflik, Anda pasti akan

selalu waspada, bukan?'' katanya.

Aid Kabalu dan sejumlah tokoh MILF lainnya memang patut percaya diri. Penunjuk

jalan saya yang juga seorang perwira di MILF mengungkapkan bahwa ''musuh''

MILF memang hanya AFP.

Bagaimana dengan polisi? ''Dengan polisi, kami malah dekat. Bila ada pertempuran,

biasanya polisi hanya mencari tempat berlindung dan tak mau tahu,'' tuturnya.

Singkatnya, polisi regional di Mindanao Selatan bersikap cuek bila ada konflik antara

MILF dan AFP. Prinsip para polisi itu: perang bukan urusan saya. Kalau mau

perang, perang aja sana...

Saat ini, sebenarnya muslim Moro merupakan kelompok minoritas di Mindanao. Di

antara total sekitar 20 juta jiwa penduduk yang mendiami Mindanao, jumlah muslim

Moro mungkin hanya sepuluh persen atau sekitar dua juta jiwa.

Kebanyakan mereka berada di kawasan Mindanao Tengah (Marawi, North

Cotabato, dan Cotabato City) serta di Mindanao Selatan (Buluan, Sultan Kudarat,

Tipu-Tipu, dan General Santos).

Pusat pemerintahan MILF terletak di sebuah kamp nonmiliter di Kamp Darapanan,

10 km ke Utara Cotabato City. Selain pusat operasional, kamp itu menjadi jujukan

tim peninjau dari negara-negara asing terkait konflik bersenjata MILF dengan

pemerintah Filipina.

Sejarah konflik tersebut sangat panjang. Pada abad ke-16, kaum muslim Moro

sudah mengangkat senjata melawan penjajahan Spanyol. Tapi, mereka kurang

berhasil, bahkan malah terdesak ke daerah selatan. Perjuangan muslim Moro terus

berlanjut hingga pendudukan Amerika pada abad ke-18.

Nah, konflik kontemporer yang terjadi hingga sekarang ini bermula pada 1972.

Ketika itu, Presiden Ferdinand Marcos menerapkan kondisi perang ''Martial Law''.

Akibatnya luar biasa. Terjadi konflik horizontal antara suku muslim dan nonmuslim di

Mindanao Selatan. Perang tersebut memusnahkan banyak perkampungan muslim.

Banyak tanah dan harta milik kaum muslim Moro yang berpindah tangan.

Uluran tangan persaudaraan dari Libya pun sempat mampir. ''Banyak di antara kami

yang kemudian belajar ke Libya. Saya juga termasuk salah seorang lulusan Libya,''

jelas Kabalu.

Page 3: Menyusup Ke Sarang MILF

Untuk membuat perjuangan lebih terorganisasi, para pejuang Moro kemudian

membentuk Moro National Liberation Front (MNLF) di bawah pimpinan Dr Nur

Misuari.

Namun, dalam perkembangannya, kelompok tersebut terpecah. Mula-mula pada Juli

1982, MILF didirikan di bawah pimpinan Ustad Salamat Hashim. ''Ada sejumlah

perjanjian yang diteken MNLF yang tak sesuai dengan kaidah perjuangan kami.

Karena itu, kami kemudian memilih berpisah dan mendirikan MILF,'' tutur Kabalu.

Perjanjian yang diteken tersebut memang memberikan otonomi khusus kepada

bangsa Moro. Namun, secara keseluruhan justru menunjukkan bahwa bangsa Moro

takluk kepada pemerintah Filipina.

Selanjutnya, MNLF lagi-lagi pecah. Setelah MILF yang mayoritas dari suku

Manguindanao, Maranao, dan Iranon, suku Taosug dan suku Yakan di Basilan

mendirikan kelompok baru lagi, yakni kelompok Abu Sayyaf.

Menurut Senior Liaison Officer (SLO) Kepolisian KBRI di Filipina Kombes Pol Moh.

Nur Usman, ada empat kelompok bersenjata yang dianggap ''pemberontak'' oleh

Filipina. Yakni, MILF, MNLF, Abu Sayyaf, dan NPA (New People's Army), sebuah

kelompok komunis yang bercita-cita menjadikan Filipina menjadi negara komunis.

''Tapi, yang dianggap paling berat adalah MILF,'' tutur Usman.

Mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya tersebut menuturkan, sejauh ini, MNLF

memang dianggap sudah ''melunak'' dan kooperatif. Sementara itu, Abu Sayyaf

dikategorikan lebih seperti ''bandit''. Dengan ''hobi'' menculik dan merampok warga

asing, kelompok yang namanya berarti ''Pembawa Pedang'' itu dianggap belum

menjadi ancaman berarti. ''Apalagi, platform perjuangannya lebih mengarah ke

perang global, memerangi Amerika,'' ungkap perwira dengan tiga mawar di pundak

tersebut.

Sementara itu, meski tersebar di mana-mana, NPA belum menunjukkan

kemampuan militer yang memadai. Persenjataan mereka rata-rata didapatkan dari

gun store-gun store yang tersebar di Filipina. Paling banter, persenjataan mereka

hanyalah senapan otomatis seperti M-16.

Hal itu berbeda dari MILF. Selain personelnya paling banyak dan mempunyai

akademi militer sendiri, persenjataan kelompok tersebut paling lengkap. Mereka

mempunyai senjata anti serangan udara, bahkan RPG (senapan anti-tank).

''Beberapa kali utusan NPA datang kepada kami untuk beli persenjataan berat. Tapi,

tak pernah kami beri,'' tegas Mario, nama samaran untuk guide saya, dalam

perjalanan mengantarkan saya ke Kamp Abu Bakar. Dia memang tak mau saya

mengutip nama aslinya dengan alasan keamanan.

Kabalu mengklaim bahwa pihaknya kukuh mempunyai basis kuat di sejumlah

daerah karena didukung masyarakat setempat. ''Kami tak mungkin kuat bila tidak

didukung rakyat,'' ucapnya.

Page 4: Menyusup Ke Sarang MILF

Pada 1995, sepanjang Cotabato City hingga Marawi (yang berjarak sekitar 200 km

ke arah utara) dan ke arah Buluan (sekitar 200 km ke arah selatan) menjadi daerah

kekuasaan MILF. Ditambah, ketika itu dibantu oleh orang-orang JI (Jamaah

Islamiyah), banyak bermunculan kamp militer.

Menurut Mario, akademi militer tersebut betul-betul mengakomodasi akademi

pelatihan militer di Afghanistan. ''Semua yang dipelajari persis sama,'' urainya.

Karena itu, racikan bom di Filipina maupun Indonesia sama semua. ''Ramuannya ya

itu, black powder selalu menjadi andalan. Karena keterbatasan bahan baku, kami

memang harus menggunakan apa yang tersedia saja,'' jelas seorang anggota senior

JI Indonesia yang pernah menjadi instruktur di kamp-kamp militer tersebut.

Tak seberapa lama, Kamp Abu Bakar kemudian berdiri. Yang disebut Kamp Abu

Bakar sebenarnya adalah sebuah kamp induk seluas lebih dari 10.000 hektare yang

di dalamnya terdiri atas sekitar 15 kamp. Saking luasnya, wilayah Kamp Abu Bakar

itu masuk ke dalam enam kota. Yang termasuk menjadi bagian adalah Kamp

Hudaibiyah, sebuah kamp yang didirikan Nasir Abbas, mantan anggota JI dari

Malaysia yang telah menulis dua buku mengenai pengalamannya semasa menjadi

anggota JI.

Digempur 50 Ribu Tentara Bersenjata Lengkap

Dulu, Kamp Abu Bakar sangat ramai dan hidup. Penghuni kamp saat itu

diperkirakan mencapai 50 ribu orang. Mempunyai pertanian dan pasar sendiri. Yang

hebat, semua penghuni kamp hidup dalam kejujuran.

KAMP Abu Bakar memang ibarat sebuah provinsi sendiri. Sangat luas. Masyarakat

dengan berbagai aktivitas pun terbentuk. ’’Saya teringat ketika masih di sana. Ketika

itu, semua orang jujur. Pedagang tak perlu menunggui barang dagangannya,’’

kenang Mario yang menemani saya selama di kamp.

’’Kami mengambil sendiri, menghitung sendiri, dan membayar sendiri, meski tak ada

penjualnya,’’ lanjut dia.

Saat itu, highway sepanjang 200 km antara Cotabato City hingga Marawi betul-betul

milik MILF. Banyak checkpoint di sana dan semua itu milik MILF. Tentara tanpa

persenjataan lengkap dan dukungan kuat dijamin tak berani melintas. Sebab, selain

checkpoint, di kiri kanan jalan –yang masih berupa hutan dan bukit– banyak tersebar

sniper MILF. Yang lebih menarik, saat itu MILF juga dibantu orang-orang asing

(kebanyakan Indonesia) yang menjadi instruktur maupun peserta didik di kamp-

kamp militer tersebut.

Namun, keadaan berubah pada Juli 2000. Ketika itu, Presiden Filipina Joseph

Estrada mengadakan operasi militer besar-besaran yang bersandi ’’All-Out War’’.

Mengerahkan lebih dari 50 ribu personel bersenjata lengkap dengan dukungan

Page 5: Menyusup Ke Sarang MILF

pesawat pengebom, tentara Filipina menggempur habis Kamp Abu Bakar dan

daerah basis MILF.

Tentu saja, MILF membalas sekuat tenaga. Mengandalkan kelebihan pengenalan

medan, MILF mampu bertahan cukup lama. Satu pos penjagaan utama MILF di

Matanuk (sebuah kota kecil antara Cotabato dan Kamp Abu Bakar), misalnya. Pos

itu sangat penting. Sebab, yang berhasil menguasai akan menguasai rute ke

Matanuk.

Saking pentingnya, Joseph Estrada meminta pasukannya untuk merebut pos

tersebut dalam sehari. Kenyataannya, butuh 18 hari dengan persenjataan lengkap,

baru tentara Filipina berhasil mengambil alih.

Selama empat tahun berperang, memang sejumlah hasil diperoleh tentara Filipina.

Di antaranya, bangunan induk Kamp Abu Bakar direbut, termasuk Kamp

Hudaibiyah. Pasukan Filipina pun sempat berhasil mendesak posisi MILF hingga ke

Pawas dan Marawi. Namun, cost-nya terlalu besar. Buktinya, dalam perjalanan

saya ke Kamp Abu Bakar, hanya sedikit daerah yang betul-betul dikuasai tentara

Filipina. Antara Cotabato hingga ke Kamp Abu Bakar, sekitar delapan checkpoint

yang saya lewati memang milik tentara Filipina. Namun, pos-pos itu seolah tak

memiliki power, separonya sudah tidak dijaga tentara. Kami sekadar melintas. Di

empat sisanya, tentara hanya duduk dan lebih memilih berjaga di sebuah bangunan

bambu semipermanen yang bertuliskan: ’’Detasemen Militer Tentara Filipina’’.

Yang membuat saya yakin daerah tersebut tak sepenuhnya dikuasai militer, Mario

terlihat tenang-tenang saja ketika mengantarkan saya. ’’Bagaimana kalau kamu

ketahuan?’’ tanya saya kepada Mario. Tertawa sejenak, dia kemudian menjawab,

’’Tak akan. Mereka hanya berjaga dan tak akan macam-macam.’’

Kok bisa yakin? ’’Kami hafal kebiasaan tentara Filipina. Tak ada peralatan lengkap,

tak ada tanda-tanda mobilisasi, jadi situasi tetap tenang-tenang saja. Mereka tak

akan menyerang,’’ jelasnya.

Kalau begitu, mengapa MILF tak menyerang para tentara itu saja? Mario lagi-lagi

tertawa. ’’Kami tak sembarangan menyerang. Harus strategis kalau menyerang.

Kalau kami menyerang mereka yang duduk-duduk itu, paling-paling kami berhasil

membunuh sepuluh orang saja. Tapi, akibatnya malah terjadi penyerangan besar-

besaran,’’ urainya. Tampaknya, tentara maupun MILF sama-sama berhitung.

Selain itu, di antara belasan kamp dalam kompleks Kamp Abu Bakar, tampaknya,

tentara Filipina hanya menguasai tak lebih dari sepuluh persennya. Sisanya, kamp-

kamp tersebut masih aktif. Mario kemudian menunjukkan dari kejauhan sejumlah

kamp yang masih dikuasai MILF.

Hanya, dia tak berani menunjukkan kamp-kamp yang dikuasai tentara Filipina.

Maklum, kamp-kamp itu telah menjadi markas militer tentara Filipina. ’’Saya bisa

ditangkap kalau ketahuan muncul di sana,’’ tegasnya.

Page 6: Menyusup Ke Sarang MILF

Ketika saya meminta untuk masuk ke dalam kamp-kamp dalam kompleks Kamp Abu

Bakar, dia sungguh tak menyarankan. ’’Jalan paling mudah masuk ke dalam

kompleks Kamp Abu Bakar adalah melalui kamp yang sekarang dikuasai tentara

Filipina. Anda harus mempunyai izin khusus dari tentara,’’ ucapnya. Memang ada

jalan lain, tapi harus memutar melalui rawa-rawa dan hutan-hutan berjalan kaki

selama lima sampai enam jam.

Selain itu, dia menyatakan, masuk ke Kamp Abu Bakar bagi orang asing sangat

berbahaya. Sebab, MILF akan mengira saya adalah tentara Filipina dan begitu pula

sebaliknya. Untuk itu, Mario kemudian berjanji mengusahakan saya masuk ke Kamp

Busro, sebuah kamp di dekat Marawi.

Kamp Busro adalah kamp terbesar kedua setelah Kamp Abu Bakar dan merupakan

kamp terpenting bagi MILF. Biasanya, pengambilan keputusan politik penting

dilakukan di kamp itu setelah semua elemen dalam MILF berkumpul.

Hingga saat ini, pertempuran kecil-kecilan masih sering terjadi antara MILF dan

tentara Filipina. Pertempuran terakhir terjadi pertengahan Agustus lalu. Ketika itu,

pasukan pengintai tentara Filipina terlibat konflik senjata hebat dengan kelompok

Abu Sayyaf di Basilan.

Nah, dalam perjalanannya membantu pasukan pengintai, sekitar 200 personel

Marinir Filipina bersenjata lengkap malah justru terlibat kontak senjata dengan

pasukan MILF di Tipu-Tipu. ’’Tampaknya, mereka (tentara Filipina) mengira bahwa

pasukan kami di sana juga bagian dari kelompok Abu Sayyaf,’’ jelas Kabalu, orang

nomor tiga MILF yang sekaligus juru bicara kelompok itu.

Kuatnya resistansi dari MILF memaksa pemerintah Filipina akhirnya membuka

negosiasi dengan kelompok tersebut. Selama dua tahun terakhir, difasilitasi

pemerintah Malaysia, juru runding MILF dan pemerintah Filipina bernegosiasi

mengenai bentuk perdamaian.

Menurut Kabalu, pihaknya meminta tiga hal. Yang pertama adalah soal

kesejahteraan bangsa Moro, terutama muslim, pasca terampasnya tanah dan harta

mereka. Kedua, pembentukan negara federal Moro. Terakhir adalah kebebasan

berorganisasi. Artinya, MILF tetap akan terus ada. ’’Itu adalah tiga hal yang prinsip

bagi kami,’’ ujarnya.

Setelah melalui perundingan alot, sudah ada tanda-tanda menggembirakan bagi

MILF. Yakni, mulai masuknya pembahasan mengenai teritori bangsa Moro. ’’Itu

adalah hal utama yang sangat bagus. Artinya, dengan mengenali batas-batas

teritori, setidaknya pembicaraan akan lebih lancar dalam negosiasi nanti,’’ urainya.

Kabalu juga optimistis perjanjian damai tak lama lagi diteken, meski tak bisa

memastikan kapan. Apakah bila perjanjian itu sudah diteken pihaknya menjamin

soal keamanan? Kabalu menjawab diplomatis. ’’Semua bergantung perkembangan

Page 7: Menyusup Ke Sarang MILF

di lapangan nanti. Tapi, bila segala sesuatunya sudah sesuai tuntutan kami, tentu

saja untuk apa kami terus berperang?’’ ungkapnya.

Lima Jam Berkuda Tembus Hutan Kamp Bushra

Memasuki kamp pelatihan militer MILF mutlak harus ada penunjuk jalan dari orang

mereka, sebab kamp-kamp itu memang berada di medan yang sulit ditembus yang

sekaligus menjadi benteng alami mereka.

KAMP pertama yang saya kunjungi adalah Kamp Bushra. Setelah bangunan

terpenting di Kamp Abu Bakar direbut tentara Filipina, Kamp Bushra menjadi kamp

terpenting bagi Front Pembebasan Islam Moro atau Moro Islamic Liberation Front

(MILF).

Di tempat itulah biasanya seluruh elemen MILF berkumpul untuk menentukan

sebuah keputusan. Di kamp itu juga Ustaz Salamat Hashim, pendiri MILF,

meninggal.

Orang luar mutlak harus membutuhkan pemandu untuk mencapainya. Satu-satunya

jalan harus menembus hutan. Untuk keamanan, sekitar seratus sniper MILF

ditempatkan di seantero hutan sekeliling kamp tersebut untuk menembak orang

asing yang coba-coba masuk.

Belum lagi MILF juga menyiapkan ranjau serta baby trap (perangkap alam),

misalnya kayu dengan duri-duri tajam bila salah melintas atau lubang yang berisi

tonggak tajam. Masih kurang? Ada lagi sejumlah ranjau yang disebar di tempat

tersebut.

Oleh pimpinan pusat MILF di Cotabato City, saya dirujuk menemui Hasan Y Lupia,

kepala pusat hubungan sipil-militer kamp tersebut. Saya berjanjian bertemu di

Marawi yang berjarak 200 kilometer dari Cotabato. Menyewa mobil omprengan,

saya bertemu dia pada Senin (14/9).

Dia tak langsung mengatur perjalanan. Lupia menginterogasi saya lebih dulu. Saya

sempat kaget. Sebab, selain mendapat izin dari pusat, saya datang bersama

seorang anggota MILF muda yang ditugaskan menjadi “pendamping” sekaligus

penerjemah saya.

Lalu dia menjelaskan bahwa pernah ada seorang intelijen Filipina yang mengaku

sebagai wartawan.

“Kami tahunya setelah mengecek ke kantor medianya. Ternyata tidak ada wartawan

yang dimaksud,” tuturnya.

Untunglah, setelah saya mengatakan silakan mengecek apa pun yang diinginkan,

Lupia akhirnya mau mengatur perjalanan. Saya lega karena ini adalah usaha kedua

Page 8: Menyusup Ke Sarang MILF

untuk masuk ke Kamp Bushra.

Yang pertama tak diberi izin karena ada masalah di internal kamp dan ada

pergerakan tentara Filipina dekat kawasan itu. Namun kecurigaan Lupia masih

belum sepenuhnya hilang. Buktinya, dia meminta agar kamera saya ditinggal saja.

“Tak usah foto. Anda tahu sendiri, Kamp Bushra adalah kamp paling penting kami.

Anda bisa mengerti kalau kami sangat berhati-hati dalam keamanan kan,” katanya.

Sudah kepalang basah, saya menyanggupi.

Kepada Lupia, saya meminta untuk dicarikan rute terdekat. Jalan tradisional yang

dipakai biasanya adalah berjalan kaki dari Kamp Abu Bakar melintas gunung selama

15 jam. Berjalan kaki selama 15 jam menembus hutan yang penuh dengan

perangkap dan sniper jelas akan membuat siapa pun gamang. “Tenang saja, kami

sudah membuka rute baru yang lebih pendek,” jawab Lupia kemudian tersenyum,

mengerti soal kegamangan saya.

Dari Marawi, kami kemudian menuju sebuah municipal (semacam kabupaten kecil)

bernama Butig yang berjarak sekitar 80 km. Dari Butig itulah saya sudah ditunggu

sekitar delapan tentara MILF yang bertugas mengantar ke dalam kamp.

Dari Butig, kami kemudian naik kuda untuk melintas menuju Kamp Bushra di

Gunung Pangulintangan. Menurut mereka, dengan berkuda, tak sampai enam jam

sudah sampai. Meski begitu, enam jam menembus hutan penuh jebakan dan sniper

tetap membuat saya miris.

Meski kami sudah mengenakan jaket tebal, hawa dingin langsung menerpa, sebab

hutan yang dilalui masih sangat perawan. Pohonnya tinggi-tinggi dan sinar matahari

tak bisa langsung menembus ke bawah. Suasananya persis seperti senja. Untuk

penerangan tambahan, delapan tentara yang mengantar tersebut membawa senter.

Perjalanan tak bisa cepat karena kuda tak bisa berlari menaiki gunung. Setiap sejam

sekali berhenti. Selama perjalanan itu pula, saya mengerti mengapa orang luar tak

akan bisa mencapainya tanpa petunjuk, meski tak ada perangkap.

Memang ada jalan setapak. Tapi jalan setapak yang dibuat sangat banyak.

Tujuannya untuk mengecoh. Selain banyak persimpangan, kadang kami tiba-tiba

keluar dari jalan setapak, memasuki belukar sepanjang enam ratus meter, kemudian

ketemu lagi jalan setapak. Sungguh sulit untuk menghafalnya.

Akhirnya, setelah lima setengah jam perjalanan, selepas hutan perawan, tiba-tiba

kami sampai di sebuah dataran lapang seluas sekitar 5 hektar. Di pintu masuk,

berdiri sebuah gapura besar bertulisan Kamp Bushra. Ada lima bangunan dan satu

masjid di sana. Di antara gerbang dan lapangan, terdapat sebuah kolam ikan yang

lumayan besar, kira-kira seluas 1.000 meter persegi.

Di samping kiri-kanan bangunan, terdapat sawah dan kebun jagung serta umbi-

Page 9: Menyusup Ke Sarang MILF

umbian. Tujuannya tentu saja untuk mencukupi kebutuhan pangan penghuni kamp.

“Kamp ini adalah self-sufficient camp (kamp yang mencukupi kebutuhannya sendiri,

red),” tutur Azis Mimbantas yang menjabat vice chairman in military operation MILF.

Untuk kebutuhan listrik, sejumlah panel tenaga surya terlihat terpasang di atas,

cukup untuk memberi listrik seperlunya untuk kamp tersebut.

Susah untuk menyebut luas sebenarnya kamp itu. Selain dataran dengan bangunan

serta peternakan seluas 5 hektar, masih banyak bangunan gubuk komando di

beberapa titik di sekitarnya. Ada barak militer, gudang senjata, gudang makanan,

dan masih banyak lagi. Menurut Azis, setidaknya ada 15 ribu orang yang menghuni

kamp. Di kamp itulah akademi militer MILF berada.

Menariknya, di kamp tersebut juga terdapat para tentara wanita yang biasa disebut

mujahidah. Setidaknya ada sekitar 2.000 wanita. Kebanyakan adalah istri para

pejuang Moro yang bertugas di kamp tersebut. Daripada menganggur, para istri itu

kemudian diajari dasar-dasar kemiliteran.

Jadi, selain mengasuh anak dan memasak, para wanita yang rata-rata bercadar

tersebut sangat fasih mengoperasikan senjata M-16. “Tapi mujahidah itu tak pernah

kami terjunkan dalam peperangan. Sebatas untuk self-defense juga,” urainya.

Hal itu bisa dipahami, sebab tak banyak yang bisa dilakukan di kamp. Listrik

terbatas, kegiatan terbatas, dan banyak aturan. Selain aturan berdasar norma-

norma Islam yang ketat, yang pertama adalah dilarang merokok. Ketahuan merokok

langsung harus dikeluarkan dari kamp. Kemudian, dilarang mengenakan celana

pendek.

Dengan kegiatan yang sudah terjadwal dan penuh aturan, para wanita mempunyai

banyak waktu luang. Dengan persenjataan yang melimpah di kamp itu, para wanita

tersebut dipersenjatai dan dilatih dasar-dasar kemiliteran.

Menariknya, kamp tersebut juga dilengkapi penjara. Saat Jawa Pos (induk Jambi

Independent) ke sana, ada sekitar lima “napi”. Empat di antaranya karena ketahuan

menggunakan narkoba (Marawi City memang dikenal sebagai salah satu kota yang

paling parah terkena narkoba di Filipina). Yang lain karena pelanggaran atau

indisipliner. Mereka dikurung dalam sebuah bangunan kecil seukuran 50 meter

persegi yang dikelilingi pagar dengan kawat berduri.

Berapa lama dikurung? “Tergantung. Tapi biasanya antara sebulan hingga dua

bulan. Narkoba memang merupakan salah satu masalah. Karena itu, kami

menerapkan hukuman tersebut. Tapi penjara kami maksudkan sebagai tempat

rehabilitasi,” katanya.

Saya ditempatkan dalam sebuah kamar yang dimaksudkan sebagai guest house.

Sekitar pukul 23.00, semua lampu dimatikan, kecuali lampu-lampu di luar saja.

Page 10: Menyusup Ke Sarang MILF

Alasannya, menghemat tenaga listrik.

Suasananya cukup dingin dan sangat gelap. Saya berpikir, dengan kondisi seperti

ini, disiplin tidur malam dan bangun pagi begitu terjaga di kamp ini. Sebab, memang

tak ada lagi yang bisa dikerjakan. Satu-satunya kegiatan produktif adalah pergi tidur.

Kenal Gus Dur karena Teman Sekamar Pendiri MILF

Kawasan Liguasan Marsh adalah salah satu basis pertahanan MILF yang paling

kuat di Mindanao. Lokasi itu juga menjadi salah satu tempat konsentrasi anggota JI

asal Indonesia, di antaranya Dulmatin dan Umar Patek.

SETELAH dari Kamp Bushra, saya menuju ke kawasan SK Pendaton. Berjarak

sekitar 300 km dari Butig, kawasan SK Pendaton merupakan salah satu pintu masuk

untuk menuju sekitar 15 kamp yang ada di seantero kawasan berawa-rawa tersebut.

Sebelum masuk ke kawasan tersebut, saya menemui dan menjemput lebih dahulu

Alimuddin, anak Commander Renegade, salah seorang komandan MILF yang

terkenal. Dialah yang akan menjadi password untuk bisa masuk dengan aman ke

kawasan SK Pendaton.

Dari Tacurong (salah satu kota yang relatif "aman") menuju SK Pendaton harus

melalui jalan kampung sejauh 7 km. Begitu mobil masuk ke kampung tersebut,

semua mata langsung melihat. Alimuddin kemudian membuka kaca mobil dan

menunjukkan dirinya. Orang-orang yang tadinya menatap curiga kemudian

melambai.

“You can not pass here without a guide. Someone will stop you. This is... I don't

know what to call,” ucap Alimuddin, kemudian berpikir keras. “No sh*t (kata jorok,

red) area?” sahut saya, mengutip istilah slang Amerika yang maksudnya tempat

rawan. Karena itu saya tak boleh berbuat aneh-aneh. “Yup, no sh*t area,” ujarnya,

kemudian tersenyum karena menemukan istilah yang menurutnya cocok. Itu daerah

yang dikuasai MILF dan seseorang tak bisa keluar-masuk begitu saja tanpa

pengawasan mereka. Yang mencurigakan langsung ditindak. Pada 2008, kawasan

tersebut menjadi kawasan paling panas di Mindanao setelah Presiden Arroyo

memerintahkan tentaranya menghabisi basis MILF di kawasan itu.

Setelah masuk 7 km, menjelang magrib, kami sampai di sebuah kali kecil. Hanya

ada satu jembatan kecil ala kadarnya untuk menyeberang. Sungai itu seperti

memisahkan kawasan sipil dan kawasan militer karena di seberang sungai tersebut

adalah kawasan yang menjadi daerah militer sebuah kamp satelit Kamp Rajamuda.

Menunggu sepuluh menit, kemudian datang enam orang bersenjata M-16

menjemput dan mengantarkan kami. Setelah menyeberang, saya langsung

Page 11: Menyusup Ke Sarang MILF

mengeluh dalam hati, “Waduh, masuk hutan lagi.” Namun, kali ini hutannya tak

selebat di Kamp Bushra. Namun tingkat bahayanya sama bila tidak mengenal rute

dan tidak ada yang mengantar. Salah melangkah, bisa menginjak ranjau. Atau tiba-

tiba roboh tertembus peluru dari penembak jitu yang tak jelas tempat

persembunyiannya.

Untunglah, setelah berjalan kaki kurang-lebih satu setengah jam, sampailah saya di

kamp terdekat. Satu pasukan bersenjata lengkap telah menyambut. Di dalam kamp

tersebut, sudah menunggu H Yahyan Abbas, komandan Base Commander 105 di

Liguasan Marsh, Mindanao. Kami langsung bersantap. Menunya mantap, nasi putih

dengan lauk ayam dan ikan pantat. Ikan pantat adalah ikan gabus yang banyak

terdapat di rawa-rawa luas di sekitar kamp. Besarnya ikan itu sebetis orang dewasa.

Setelah itu, seorang staf H Yahyan menjelaskan larangan-larangan di kamp

tersebut, terutama tidak boleh mengenakan celana pendek. Tentu, kata saya dalam

hati, sebab saya melihat nyamuk begitu banyak dan besar-besar. Jelas bukan ide

yang baik menyuguhkan anggota badan kepada nyamuk-nyamuk menjengkelkan itu.

Saya hanya manggut-manggut.

Seperti Kamp Bushra, kamp satelit itu juga self sufficient. Namun karena hanya

kamp satelit, personel yang berjaga tak lebih dari seratus orang. Jadi nasi berasal

dari pertanian penduduk sekitar, sementara mereka hanya beternak ayam dan

menjala ikan pantat. Kamp tersebut juga menggunakan panel tenaga surya sebagai

sumber listrik.

Setelah makan dan salat, saya kemudian mewawancarai H Yahyan Abbas beserta

deputi-deputinya mengenai struktur militer MILF, pelatihan mereka, cara mereka

mengumpulkan senjata, dan keterlibatan orang-orang Indonesia di kelompok

mereka.

Karena tak ada hiburan, kami kemudian berbincang banyak hal, terutama Indonesia.

Menariknya, para warlord itu tak banyak tahu tentang Indonesia. Bahkan presiden

Indonesia saja mereka tak tahu. Ketika saya menyebut nama Susilo Bambang

Yudhoyono, mereka malah mengernyitkan kening. Yang mereka tahu, presiden

Indonesia adalah Gus Dur dan Megawati. Gus Dur dikenal karena merupakan teman

satu kamar Ustaz Salamat Hashim, pendiri MILF, di Universitas Al-Azhar, Mesir.

Megawati dikenal karena wanita Indonesia pertama yang jadi presiden. Selebihnya,

mereka tidak tahu apa-apa.

Tidur di kamp memang tidak nyaman, tapi tidur di kamp satelit itu lebih-lebih lagi.

Mata saya sulit terpejam. Bukan apa-apa. Penyebabnya, sebelum tidur, saya melihat

lima ekor tokek di dekat kaki saya. Keesokan paginya, barulah kami menuju ke

Kamp Rajamuda. Meski masih satu "kompleks", jarak dari kamp satelit itu ke Kamp

Rajamuda masih jauh. Pertama, kami harus berjalan menembus hutan lagi selama

satu jam, kemudian berjalan menembus rawa selama satu jam pula. Setelah itu,

Page 12: Menyusup Ke Sarang MILF

barulah sampai ke “dermaga" pump boat. Kami kemudian naik pump boat menuju ke

Kamp Rajamuda.

Kawasan itu menjadi benteng alami yang punya keunikan luar biasa. Rawanya luas.

Sejauh mata memandang, hanya terlihat rawa. Saya menaksir luasnya sama

dengan dua kecamatan di Surabaya sekaligus. Seperempat rawa-rawa tersebut

ditumbuhi eceng gondok dan tanaman air lain. Memang ada semacam “jalan

setapak air" di antara eceng gondok tersebut yang cukup dilalui oleh satu pump

boat. Namun jalan setapak air itu setiap hari berubah karena gerakan air. Orang

yang tak hafal arah pasti tersesat.

Di tengah kawasan itulah, ada sebuah kamp yang pernah didirikan Dulmatin dan

Umar Patek. Kamp tersebut kini kosong. “Namun sering kami menempatkan sekitar

20 orang, terutama bila kami melihat ada pergerakan marinir,” kata H Yahyan. Dia

mengatakan, di seluruh rawa tersebut, ada sekitar lima kamp yang fungsi utamanya

adalah menembak tentara yang masuk dan sekaligus menghambat laju tentara yang

akan menyerbu kamp tersebut.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, barulah pump boat kami sampai di

Kamp Rajamuda. Terletak di sebuah dataran pinggir rawa, kamp tersebut

mempunyai delapan bangunan saja. Namun peralatannya lebih lengkap. Di pinggir

rawa yang letaknya menjorok, ada dua senapan antiserangan udara kaliber 50.

Selain itu, personel yang berjaga di sana cukup banyak, yakni 500 orang. Sebanyak

200 orang di antaranya selalu patroli keliling kawasan rawa tersebut. “Inilah

bangunan utama Kamp Rajamuda kami,” kata H Yahyan Abbas menunjukkan

bangunan rumah panggung seluas 4x20 meter, paling besar di antara bangunan

lainnya. Di bangunan itulah, strategi pertahanan maupun keputusan penting MILF di

kawasan Mindanao diputuskan.

Dengan memanfaatkan kondisi alam sebagai salah satu benteng pertahanan seperti

itulah, kamp-kamp tersebut sulit direbut oleh tentara Filipina yang notabene unggul

peralatan militer dan jumlah personel. Kalau sekadar merebut, mungkin bisa dengan

gampang dilakukan. Namun, setelah terebut, apa selanjutnya?

“Kalau diserbu dengan kekuatan penuh, kami akan meninggalkan kamp-kamp ini

begitu saja untuk pergi ke dalam hutan. Kami menerapkan sistem gerilya. Tentara

tak akan bertahan lama di dalam kamp ini,” ucap Yahyan, yakin.

Ucapannya beralasan. Dengan letak yang terpencil dan sulit untuk mengirimkan

bantuan logistik terus-menerus serta kondisi infrastruktur kamp yang sangat minim,

tentara Filipina tentu akan “sengsara" ketika menempati kamp. Belum lagi, serangan

gerilya yang tentunya dilancarkan terus-menerus ke kamp oleh MILF membuat

tentara Filipina tambah tidak betah. Akibatnya, kamp tersebut ditinggalkan begitu

saja untuk kemudian ditempati lagi oleh pejuang MILF. Hal itu tentu sangat tidak

menguntungkan, sebab secara teoretis tentara Filipina tidak mendapatkan hasil apa-

Page 13: Menyusup Ke Sarang MILF

apa dengan merebut kamp tersebut bila hanya untuk sementara.

Hal seperti itu sudah terjadi di Kamp Abu Bakar. Pada akhir 2004 (akhir dari operasi

All Out War yang dilancarkan pemerintah Filipina), tentara Filipina merebut 20

persen kamp dari MILF dan menempatkan tiga batalion secara permanen di kamp

tersebut.

Namun satu per satu kamp di kompleks Kamp Abu Bakar direbut lagi oleh MILF. Ka-

rena itu, kini tentara Filipina hanya menempati 10 persen dari kamp tersebut. Itu pun

yang paling dekat dengan jalan beraspal yang sengaja dibangun untuk memenuhi

kebutuhan logistik tiga batalion tersebut.

Dengan pertimbangan seperti itu, pilihan terbaik sepertinya memang segera

menuntaskan perundingan damai. Tujuannya, situasi di Mindanao tak terus-menerus

bergejolak. Kemudian konflik tersebut digunakan sebagai training zone kelompok-

kelompok dari mana pun, termasuk Indonesia, untuk mendapatkan pendidikan

militer secara ilegal.

JI Wariskan Kemampuan Bikin Senjata

Pemerintah Filipina memang pantas “cemas” dengan kekuatan MILF, sebab sayap

militer kelompok itu begitu well organized. Bahkan separo persenjataannya mereka

rakit sendiri.

SELAIN punya dasar-dasar kemiliteran dan pendirian kamp, para anggota Jamaah

Islamiyah (JI) mewariskan sebuah kemampuan hebat, yakni merakit senjata dan me-

reloaded peluru yang telah digunakan hingga bisa dipakai lagi sebagai amunisi.

Dalam dunia ban, itu seperti vulkanisir. “Memang akurasi peluru menjadi berkurang.

Tapi secara umum, tetap bisa digunakan,” kata H Yahyan Abbas, komandan Base

Commander Ke-105 Mindanao.

Tidak tanggung-tanggung, Moro Islamic Liberation Front (MILF) bisa memproduksi

lebih dari 2.000 peluru per hari. Jenderal bintang satu dalam struktur sayap militer

MILF tersebut mengakui, kemampuan perakitan yang diperoleh MILF tak lepas dari

orang-orang Indonesia. “Dengan bantuan mereka (militan Indonesia, red), kami

mampu membuat senjata sendiri,” tambahnya bangga.

Berdasarkan penelusuran Jawa Pos (induk Jambi Independent), selain membuat

peluru sendiri, mereka mampu membikin tiga jenis senjata. Pertama, senjata sniper

berkaliber 5,56. Senjata itu dibuat dari gagang kayu, dicat hijau tua, dan dilengkapi

periskop, komplet dengan tampilan perimeternya. Mereka mengklaim, sniper mereka

dengan senjata itu bisa menembak efektif hingga 2 kilometer. Tak ada penamaan

khusus untuk senjata hand made tersebut. MILF hanya menyebut senjata itu fifty

Page 14: Menyusup Ke Sarang MILF

kaliber riffle.

Selain senapan sniper, MILF mampu memproduksi granat sendiri. Juga tak ada

penamaan khusus. Mereka hanya menyebut granat.

Namun, yang paling fenomenal di antara self-manufactured weapon mereka adalah

peluru RPG (pelontar roket digendong). Empat jenis RPG mereka adalah buatan

sendiri. Empat jenis RPG itu adalah RPG 2 untuk jarak efektif 200 meter dan RPG 7

untuk jarak efektif 700 meter. Masing-masing RPG dibedakan menjadi dua macam,

yakni antipersonel dan antitank.

Juru Bicara Kamp Rajamuda Mindanao Hasan Ombi mengatakan, biaya pembuatan

senjata itu 13 ribu peso hingga 15 ribu peso (sekitar Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta)

per unit.

Ombi juga menjelaskan, senjata-senjata itu dibuat terpisah. “Hampir semua kamp

mempunyai teknisi sendiri,” tuturnya. Namun pembuatannya harus sepengetahuan

Kamp Darapanan, kantor pusat MILF yang berkedudukan di Cotabato City. Seperti

laiknya pasukan militer, setiap base commander mengajukan anggaran pertahanan

dan persenjataan. Bila disetujui, kantor pusat menyerahkan anggaran dan kemudian

setiap base commander mengorder sendiri senjata-senjata itu ke dalam kampnya.

Menurut salah seorang anggota JI senior yang tak mau disebutkan namanya,

keterampilan membuat senjata itu diperoleh dari Akademi Militer Mujahidin

Afghanistan. “Jadi apa yang kami ketahui, kami berikan semua kepada para pejuang

Moro,” katanya. Itulah mengapa terkadang bergantian, ketika militan Indonesia

datang ke Filipina, mereka disambut terbuka dan mendapatkan pengajaran balik.

Selain itu, pendidikan militer mereka tertata baik. Kendati dasar-dasarnya dari

Akademi Militer Mujahidin, MILF memodifikasi itu. Kalau dasar-dasar kemiliteran di

Akademi Militer Mujahidin membutuhkan waktu dua tahun, MILF hanya perlu enam

bulan yang mereka sebut basic training. Ada empat hal yang diajarkan. Pertama,

tactic, yaitu seni pertempuran yang pernah dilakukan komandan perang terkenal

dunia. Kedua, map reading atau pemetaan lokasi. Ketiga, weapon training, pelatihan

mengenai segala jenis persenjataan. Keempat, field engineering. Itu adalah

pelatihan mengenai ranjau dan bom. Boleh dibilang, itulah “materi” yang paling

membuat pusing para aparatur pemerintahan yang terkena teror bom.

Setelah basic training, masih ada dua tahap yang harus dilalui, yakni regular dan

advance training. “Yang basic training masih berbaris seperti itu,” kata Azis

Mimbantas, vice chairman of military MILF, sembari menunjuk barisan tentara di

Kamp Bushra. Sedangkan siswa yang reguler dan advance sudah ditempatkan

berjaga di sekitar kamp.

Setelah menempuh tiga tahap itu, seseorang bisa menyebut dirinya sebagai tentara

reguler di MILF. Dia pun mendapatkan pos reguler dan bisa berperang di garis

Page 15: Menyusup Ke Sarang MILF

depan. Pangkatnya adalah second loy.

Selanjutnya, sejumlah tentara reguler yang dianggap menonjol disekolahkan lagi

untuk mendapatkan officer training. Ada dua jurusan, yaitu officer training non

combatant (untuk tugas administrasi dan konsep) dan officer training combatant

(untuk perwira militer). Training itu harus dilakoni tiga bulan.

Setelah officer training, jenjang berikutnya adalah commissionship training. Itu bisa

dibandingkan dengan sespati (sekolah staf perwira tinggi) bila di Polri. Ada dua

tahap, yakni phase one dan phase two. Setelah lulus phase two, jaminan untuk

mendapatkan posisi sebagai salah seorang di antara 15 base commander yang ada

di seluruh Mindanao.

Kendati akademi militernya sangat sederhana, MILF tetap saja menunjukkan sebuah

jenjang kemiliteran yang terstruktur. Artinya, MILF tak bisa dianggap sebagai

sekadar milisi. Buktinya, Brigjen Zulkifli, jenderal Tentera Diraja Malaysia (TDRM)

yang menjadi salah seorang anggota tim monitoring proses pembicaraan damai

MILF-pemerintah Filipina, pernah berkomentar, “Kekuatan kalian (MILF) bisa

dianggap setara dengan personel militer di sebuah negara kecil.”