menyoal cerita rakyat sebagai bahan ajar...

97
Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK 1| MENYOAL CERITA RAKYAT SEBAGAI BAHAN AJAR DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH Oleh : Ucu, S.S Abstrak Sebagai sebuah materi ajar, cerita rakyat sebagai bagian dari pembelajaran apresiasi sastra sungguh sangat mengkhawatirkan. Beberapa persoalan yang muncul seputar pembelajaran cerita rakyat ini adalah penelitian mengenai cerita rakyat setempat kurang, materi ajar atau bahan ajar mengenai cerita rakyat sedikit, waktu/ kesempatan pelaksanaan pembelajaran cerita rakyat terbatas, dan pelaksanaan pembelajaran sastra, khususnya cerita rakyat, kurang meningkatkan minat siswa. Persoalan-persoalan tersebut muncul sekaitan dengan adanya indikasi gagalnya pembelajaran sastra yang dilakukan di Indonesia. Terlepas dari kebijakan yang nanti akan dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan, namun perlu adanya upaya untuk menjawab persoalan tersebut, setidaknya dalam tataran praktis, agar guru dapat menggunakan model pembelajaran yang memang dapat merangsang kreatifitas dan minat siswa untuk mempelajarinya. I. PENDAHULUAN Zoetmulder dalam pengantar buku Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, mengungkapkan “seluruh dunia telah maklum akan hasil gemilang yang dicapai bangsa Indonesia dahulu kala dalam bidang kesenian. Lewat karya-karya seni mereka mengungkapkan ide-ide religius, beserta pandangan mereka mengenai manusia dan alam semesta” (1994: XI). Bentuk-bentuk kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia banyak rupa, diantaranya karya sastra yang banyak dibuat oleh para mpu, baik sastra lisan maupun tulis, keterampilan hingga menghasilkan arsitektur candi serta hasil budaya lainnya yang menjadi sebuah kebanggaan sebagai bangsa yang memiliki budaya luhur. Berpijak dari hal di atas, masyarakat Indonesia seyogyanya menjadi masyarakat yang memiliki kekuatan budaya, sehingga dengan besarnya arus kebudayaan lain yang masuk, masyarakat Indonesia telah memiliki pandangan yang baik untuk dapat memilih, bahkan mengeksplorasi dirinya menjadi individu yang memiliki kontribusi bagi perkembangan bangsa ini. Namun, kondisi yang terjadi dewasa ini justru sebaliknya. Dari perspektif kebudayaan, perkembangan masyarakat saat ini justru mengalami kemerosotan. Lemahnya pertahanan budaya saat ini justru mengakibatkan masyarakat Indonesia kelimbungan, sehingga tidak bisa membedakan budaya mana yang seyogyanya dapat dipegang sesuai dengan karakteristik masyarakat timur dan budaya mana yang Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Upload: phungtuong

Post on 01-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    1 |

    MENYOAL CERITA RAKYAT SEBAGAI BAHAN AJAR

    DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

    Oleh : Ucu, S.S

    AbstrakSebagai sebuah materi ajar, cerita rakyat sebagai bagian dari pembelajaran

    apresiasi sastra sungguh sangat mengkhawatirkan. Beberapa persoalan yang munculseputar pembelajaran cerita rakyat ini adalah penelitian mengenai cerita rakyatsetempat kurang, materi ajar atau bahan ajar mengenai cerita rakyat sedikit, waktu/kesempatan pelaksanaan pembelajaran cerita rakyat terbatas, dan pelaksanaanpembelajaran sastra, khususnya cerita rakyat, kurang meningkatkan minat siswa.

    Persoalan-persoalan tersebut muncul sekaitan dengan adanya indikasigagalnya pembelajaran sastra yang dilakukan di Indonesia. Terlepas dari kebijakanyang nanti akan dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan, namun perluadanya upaya untuk menjawab persoalan tersebut, setidaknya dalam tataran praktis,agar guru dapat menggunakan model pembelajaran yang memang dapat merangsangkreatifitas dan minat siswa untuk mempelajarinya.

    I. PENDAHULUAN

    Zoetmulder dalam pengantar buku Kalangwan, Sastra Jawa Kuno SelayangPandang, mengungkapkan seluruh dunia telah maklum akan hasil gemilang yangdicapai bangsa Indonesia dahulu kala dalam bidang kesenian. Lewat karya-karyaseni mereka mengungkapkan ide-ide religius, beserta pandangan mereka mengenaimanusia dan alam semesta (1994: XI). Bentuk-bentuk kesenian yang dimilikibangsa Indonesia banyak rupa, diantaranya karya sastra yang banyak dibuat olehpara mpu, baik sastra lisan maupun tulis, keterampilan hingga menghasilkanarsitektur candi serta hasil budaya lainnya yang menjadi sebuah kebanggaan sebagaibangsa yang memiliki budaya luhur.

    Berpijak dari hal di atas, masyarakat Indonesia seyogyanya menjadimasyarakat yang memiliki kekuatan budaya, sehingga dengan besarnya aruskebudayaan lain yang masuk, masyarakat Indonesia telah memiliki pandangan yangbaik untuk dapat memilih, bahkan mengeksplorasi dirinya menjadi individu yangmemiliki kontribusi bagi perkembangan bangsa ini.

    Namun, kondisi yang terjadi dewasa ini justru sebaliknya. Dari perspektifkebudayaan, perkembangan masyarakat saat ini justru mengalami kemerosotan.Lemahnya pertahanan budaya saat ini justru mengakibatkan masyarakat Indonesiakelimbungan, sehingga tidak bisa membedakan budaya mana yang seyogyanyadapat dipegang sesuai dengan karakteristik masyarakat timur dan budaya mana yang

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 2

    perlu dicerna. Dengan kondisi ini, maka dapat kita saksikan kemerosotan ekonomi,kericuhan politik, ketegangan dan keretakan sosial sehingga muncul perilaku-perilaku menyimpang, seperti korupsi, tawuran pelajar, emansipasi wanita yangkebablasan, bahkan sekarang ini bangsa Indonesia disibukan dengan maraknya aksiterorisme serta berbagai persoalan lainnya yang seyogyanya dapat dieliminasi olehkita sebagai masyarakat yang memiliki budaya yang luhur.

    Perkembangan saat ini memang menjadi sebuah pijakan untuk dapatdilakukan perubahan. Sebagaimana apa yang diyakini oleh Faruk (2003:5) bahwaperadaban manusia suatu saat akan mengalami titik balik, setelah berabad-abadpercaya bahwa sejarah umat manusia merupakan suatu kesatuan jaringan yangbergerak dan berkembang secara linear, menuju suatu puncak peradaban yangdinamakan sebagai modernitas tiba-tiba akan muncul suatu kepercayaan baru yangmemperlihatkan kecenderungan yang sebaliknya. Keyakinan ini perlu dibarengidengan sistem yang dapat menuntun masyarakat agar dapat menemukan kembalikekuatan budaya yang pernah dimiliki.

    Sistem yang dimaksud di atas dapat berupa pola-pola dasar guna menuntunparadigma berpikir dan kepercayaan yang lebih kepada etic-religius, yang tidakhanya menekankan sisi kognitif, namun pula sisi afektifnya, dengan adanyapenekanan pada sisi moralitas dan ketuhanan yang dapat tereksplorasi dalam dirimanusia Indonesia, yang dalam hal ini dapat dilakukan oleh dimensi pendidikan.

    Dalam sistem pendidikan di indonesia justru sisi kognitiflah yang lebihbanyak mendapat kesempatan untuk dieksplorasi. Sebagai contoh penerapanpembelajaran lebih kepada hafalan, penilaian yang dilakukan oleh setiap gurudimaknai oleh nilai atau angka, sehingga peserta didik disibukan untuk mengejar-ngejar nilai atau angka tersebut. Selain itu sedikitnya waktu untuk mata pelajaranyang dapat mengimbangi sisi kognitif, seperti sastra, bahkan untuk mata pelajaransastra tidak hanya sedikitnya waktu yang dialokasikan, namun pula keberadaan guruyang kurang memiliki wawasan bersastra, sehingga kesulitan dalam menentukanbahan ajar. Kondisi ini menjadi sebuah ironi bagi cita-cita luhur pelaksanaanpendidikan yang pada dasarnya merupakan proses memanusiakan manusia.

    Apabila merujuk pada tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalamUndang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 yaitu

    Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negarayang demokratis serta bertanggung jawab

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    3 |

    maka, mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pembelajaransastra Indonesia dengan bahan ajar cerita rakyat, memiliki kesempatan yang luasuntuk menggali potensi siswa. Melalui kegiatan apresiasi, siswa dapat menggali,mengetahui, menghayati serta dapat mengaktualisasikan nilai-nilai sosial, budaya,agama dan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat mengantarkan siswa menuju kearifan,kebijaksaan hidup serta dapat membangun jiwa untuk mengenali, memilih, meyakinidan mengimplementasikan yang benar adalah benar serta yang salah adalah salah,karena karya sastra (sastra) merupakan cerminan nilai-nilai dari suatu masyarakat.

    Mendukung pencapaian tujuan pendidikan di atas, sesuai denganperkembangan yang terjadi, Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP) yangsekarang dilaksanakan, secara eksplisit menyatakan, bahwa guru tidak hanyaberperan sebagai pendidik, namun pula sebagai perencana pendidikan. Artinya,dalam konteks pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnyapembelajaran apresiasi sastra Indonesia, guru dapat menggunakan bahan ajar yangsesuai dengan keterampilan dan pengetahuan yang diimikinya dan juga sesuaidengan domisili wilayah yang didiami, salah satunya menggunakan cerita rakyatsetempat dalam pembelajaran apresiasi sastra.

    II. KAJIAN TEORITIS

    A. Cerita Rakyat

    Rusyana (1978: 17) mengemukakan bahwa cerita rakyat adalah sastra lisanyang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat yang berkembang danmenyebar secara lisan pada beberapa generasi dalam suatu masyarakat.

    Berdasarkan pengertian tersebut, maka cerita rakyat termasuk ke dalamsastra lisan yang berbentuk cerita lisan yang hidup dan bertahan dalam suatulingkungan masyarakat disebarkan turun-temurun dalam lingkungan masyarakattersebut secara lisan.

    Bascom (Danandjaja, 2002:50), membagi cerita rakyat ke dalam tigagolongan besar, yaitu : (1) Mite (myth), (2) Legenda (legend), dan (3) Dongeng(folktale).

    1. Mite (Myth)Mite adalah cerita/ prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi sertadianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa ataumakhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yangbukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Ciri-ciri mite adalah,

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 4

    a.pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusiapertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejalaalam, dan sebagainya;

    b. mite mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka,hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya.

    2. Legenda (Legend)Adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite,a. dianggap pernah benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci;b. ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa,

    dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib;c. tempat terjadinya adalah di dunia, seperti yang kita kenal kini.

    3. Dongeng (Folktale)Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi olehyang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat.

    B. Bahan Ajar Cerita Rakyat dalam Mata Pelajaran Bahasa dan SastraIndonesia

    Meskipun saat ini telah muncul kurikulum baru, yang masih dalam tahapperkenalan, yaitu kurikulum perekat bangsa, namun kurikulum yang sekarangmasih berlaku adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) masih belumberdampak signifikan bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

    Sistem kurikulum di dalam KTSP, yang terdiri dari standar kompetensi dankompetensi dasar belum dapat terjabarkan secara holistik oleh para guru hinggamenjadi satuan kegiatan di kelas. Padahal standar kompetensi dan kompetensidasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatanpembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

    Adapun standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakankualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkanpenguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadapbahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi pesertadidik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.Berdasarkan standar kompetensi yang ada dalam KTSP, tujuan pengajaranapresiasi sastra, antara lain: (1) agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karyasastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, sertameningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) agar siswa dapatmenghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya danintelektual manusia Indonesia.

    Pada pengembangan silabus Bahasa dan sastra Indonesia kelas I SD

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    5 |

    semester 2, kelas V semester 1, kelas VII semester 1, dan X semester 2tercantum standar kompetensi, kompetensi dasar dan meteri pelajaran yangberkenaan dengan membahas cerita rakyat. Berdasarkan pedoman silabus tersebut,cerita rakyat memiliki kesempatan untuk dimanfaatkan sebagai salah satu materipembelajaran apresiasi sastra dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

    C. Persoalan Cerita Rakyat dalam Pelaksanaan Pembelajaran ApresiasiSastra

    Sebagaimana pembelajaran sastra pada umumnya, berbagai persoalan munculsekaitan dengan gagalnya pembelajaran sastra yang ada di Indonesia. Adabeberapa yang perlu disoroti terkait persoalan yang muncul ini.

    1. Penelitian mengenai cerita rakyat setempat kurang, kalaupun ada kurangdieksplorasi menjadi bahan ajar

    Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rusyana, bahwa ada dua tujuanpembelajaran sastra yakni untuk kepentingan ilmu sastra dan tujuan untukkepentingan pendidikan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk kepentinganilmu pengetahuan (ilmu sastra), tujuan pembelajaran sastra lebihdiorientasikan pada pengetahuan tentang teori sastra, sejarah sastra,sosiologi sastra dan kritik sastra. Sedangkan untuk kepentingan pendidikan,tujuan pembelajaran sastra merupakan bagian dari tujuan pendidikan padaumumnya yakni mengantarkan anak didik untuk memahami dunia fisik dandunia sosialnya, dan untuk memahami dan mengapresiasi nilai-nilai dalamhubungannya dengan kedudukannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan.(Rusyana, 1984:313).

    Pengembangan kesastraan dalam bentuk penelitian (cerita rakyat) padalembaga-lembaga pendidikan yang memiliki program pendidikan bahasadan sastra Indonesia dengan tema local wisdom, sebagai pengejawantahantujuan pembelajaran sastra di atas, sebetulnya sudah menjadi sebuah tradisi.Penelitian cerita rakyat oleh setiap mahasiswa pada setiap universitastersebut sebetulnya dapat dijadikan sebuah bahan ajar, sehingga cerita rakyatyang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran lebih variatif.

    2. Materi ajar atau bahan ajar mengenai cerita rakyat sedikitDalam beberapa buku, termasuk buku BSE yang diterbitkan pemerintah,

    bahan ajar mengenai cerita rakyat justru kurang variatif. Dari setiaptahunnya materi ajar mengenai cerita rakyat hanya berkisar pada ceritarakyat yang telah diterbitkan sejak dahulu. Dalam arti cerita rakyat yangbaru kurang disuguhkan, sehingga kurang merangsang minat siswa.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 6

    Cerita rakyat merupakan produk budaya masyarakat setempat, sehinggadalam setiap wilayah pasti akan terdapat cerita rakyat. Terlepas dari bukuajar, guru pun kurang dapat memanfaatkan bahan ajar mengenai ceritarakyat, terutama untuk cerita rakyat daerah setempat.

    3. Waktu/ kesempatan pelaksanaan pembelajaran cerita rakyat terbatasSebagaimana yang tercantum dalam pengembangan silabus Bahasa

    dan sastra Indonesia, bahwa kesempatan pembelajaran cerita rakyatsangat sedikit. Hal ini dapat terlihat bahwa yang ada dalam SK dan KDhanya pada kelas I (SD) semester 2, kelas V (SD) semester 1, kelas VII(SMP) semester 1, dan X (SMA) semester 2.

    Dalam konteks ini, maka hendaknya pemanfaatan pembelajarancerita rakyat ini dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Siswadiharapkan dapat benar-benar terjun ke dalam lautan yang memangdimiliki cerita rakyat, bukan sekedar cuci muka.

    4. Pelaksanaan pembelajaran sastra, khususnya cerita rakyat, kurangmeningkatkan minat siswa

    Dalam konteks pengajaran, fungsi utama sastra (cerita rakyat) bagi siswaadalah bahwa pembelajaran ini dapat memberi kesenangan, kegembiraan,dan kenikmatan dengan pengembangan imajinasi, pengalaman baru,pengembangan wawasan menjadi perilaku insani, pengalaman,pengembangan bahasa, pengembangan kognitif, pengembangan kepribadianjuga pengembangan sosial anak (Tarigan, 1995: 6)

    Pelaksanaan pembelajaran di kelas, akan sangat berhubungan denganpenyampaian guru baik model pembelajaran maupun metode yangdigunakan oleh seorang guru dalam meyampaikan materi ajar. Dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa model pembelajaran yangdilakukan kurang memberikan pengalaman apresiasi dan kreativitas yangdapat memacu kreativitas siswa, hal ini salah satunya disebabkan karenakualitas guru yang kurang menguasai bahan ajar sastra (cerita rakyat) dankurang dapat memanfaatkan sarana, seperti VCD, komputer serta Internetdan lainnya

    D. Model yang Dapat Digunakan dalam Pembelajaran Cerita Rakyat

    Pembelajaran cerita rakyat hendaknya dipandang sebagai bentuk relasi sosial.Artinya, melalui interaksi belajar mengajar terjadi hubungan yang dinamis antaracerita rakyat dengan murid, cerita rakyat dengan pengajar, pengajar dengan murid,atau murid dengan murid dengan refleksi kehidupan sosial sesuai dengan nuansa

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    7 |

    pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini pembelajaran tidak lagibernuansa hafalan, sekadar penjelasan dan tanya jawab, namun lebih dari itupembelajaran yang berlangsung hendaknya ditandai ciri responsif dan kolaboratif.Dalam pembelajaran yang demikian itu, murid dan guru bersama-sama memberikantanggapan terhadap fakta yang dipelajarinya termasuk dalam hal penentuan materiyang dipelajari. Dengan model pembelajaran seperti itu diharapkan insteraksibelajar-mengajar dapat mengarah pada terciptanya komunikasi dalam kontekskonstruksi sosial.

    Berdasarkan dari konsep di atas, model analisis wacana kritis/ CriticalDiscourse Analysis (CDA) dapat diterapkan dalam pembelajaran cerita rakyat.Penerapan model CDA dalam pembelajaran sastra, dapat ditempuh tiga tahapanpenyajian yang meliputi (1) tahap penjelajahan, (2) tahap interpretasi, dan (3) tahapre-kreasi.

    Pada tahap pertama, sebagai tahap penjelajahan, guru dapat memberikesempatan kepada salah seorang siswa untuk membacakan wacana cerita rakyatdan para siswa lainya menyimaknya. Sebagai variasi, pengajar dapat memberikesempatan kepada siswa untuk menerjemahkan cerita rakyat tersebut ke dalambahasa Indonesia. Tujuan penerjemahan ini ialah agar siswa lain yang berasal danberlatar belakang budaya yang berbeda dapat memahami serta proses komunikasidiharapkan dapat berjalan dengan lancar.

    Tahap kedua, yang masih dalam tahap penjelajahan, yakni seluruh siswamelakukan penyimakan pembacaan cerita rakyat. Hal-hal yang perlu disimak ialahtema dan pesan (makna) yang ada di dalam wacana, karakteristik berbentuk cerita(mite, legenda dan dongeng) beserta keyakinan atau kepercayaan yang dianut olehmasyarakat setempat-sesuai dengan latar wacana cerita rakyat yang dijadikan bahanpembelajaran, dan berbagai hal yang dipandang penting oleh guru. Sebaiknya,sebelum atau setelah pembacaan wacana cerita yang dipilih, guru memberikaninformasi yang secukupnya tentang latar belakang sosial budaya wacana cerita yangdipilih. Informasi yang diberikan oleh guru ini penting agar makna yang diperolehsiswa benar-benar tepat sesuai dengan konteks sosial-budayanya.

    Tahap ketiga, yanga merupakan tahap interpretasi, guru memberikankesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi, yakni mendiskusikan hasilpemaknaan masing-masing siswa terhadap cerita rakyat yang dibaca. Dalamberdiskusi, prinsip kebebasan berpendapat hendaknya menjadi perhatian guru.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 8

    Tahap keempat, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukankegiatan re-kreasi, yakni penciptaan kembali sebuah cerita, atau hasil pemaknaan,dalam bentuk tulisan kreatif. Dengan kegiatan ini, siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkomunikasikan segala sesuatu yang dipandang berharga danbernilai sebagai manifestasi hasil pemaknaan terhadap wacana cerita yang diangkatsebagai bahan pembelajaran. Dengan kegiatan ini diharapkan siswa dapat menguasaiketerampilan menulis.

    III. Simpulan

    Dengan dimilikinya berbagai warisan budaya, yang meruapakan sebuahprestasi besar dalam berkesenian, bangsa Indonesia sepatutnya memiliki ketahananbudaya, yang tereksplorasi dalam sistem pendidikan, yang menjadi pola hidupmasyarakat sehingga dapat bertahan sehubungan dengan gencarnya perkembanganglobal.

    Cerita Rakyat yang merupakan warisan prestasi besar masyarakat Indonesia,yang termasuk ke dalam bahan ajar pendidikan di Indonesia, kurang mendapattempat dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra.

    Terlepas mengenai kebijakan pemerintah, pembelajaran apresiasi sastra yangmenyuguhkan cerita rakyat perlu di poles dengan baik. Setidaknya dalam tataranpraktis, guru dapat menerapkan model pembelajaran yang dapat merangsangkreatifitas dan merangsang keinginan siswa untuk dapat menyenangi sastraIndonesia, terutama cerita rakyat.

    DAFTAR PUSTAKADanandjaya, James. 2002. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.

    Jakarta: PT Pustaka Utama grafiti.Faruk. 2003. Kebangkitan Kebudayaan. Jurnal Kebudayaan Selarong volume 01,

    April-juli 2003. Yogyakarta.Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.________________. 2001. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra.

    Yogyakarta: BPFERusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV.

    Diponegoro.______________. 1978. Sastra Lisan Sunda Cerita Karuhun, Kajajaden, dan

    Dedemit. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    9 |

    Semi, M. Atar. 1993. Rancangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Bandung: Angkasa.

    Sumardjo, Jakob. 1995. Sastra dan Massa. Bandung: ITB.Tarigan, H.G. 1995. Dasar- dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa.Zoetmulder 1994. Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta:

    Djambatan.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 10

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    11 |

    MENJADI GURU SASTRA YANG MENYENANGKAN

    Oleh Reka Yuda Mahardika

    Abstrak

    Penuh persoalan! Membosankan! Itulah kalimat singkat yang menjadi pembukawacana ini. Harus diakui, pengajaran sastra di sekolah dari hari ke hari penuhdengan persoalan yang itu-itu saja dan barangkali bagi sebagian siswa semakinterasa membosankan. Indikasinya kentara terlihat dari keluhan-keluhan guru, siswa,dan bahkan para sastrawan. Beragam persoalan yang tersaji yang tidak kunjungterselesaikan, implikasinya berdampak terhadap rendahnya tingkat apresiasi siswaterhadap sastra. Sejatinya keadaan tersebut tidak akan terjadi seandainya gurusebagai ujung tombak pendidikan mampu berpikir dan bertindak kreatif.

    I. Pendahuluan

    Seorang rekan guru mengatakan, setiap kali ia mengajari siswanya sastra, iamerasa siswanya tidak memahami dan merasa bosan dengan materi yang iasampaikan. Rekan guru berpendapat hal tersebut terjadi karena siswa merasa tidakmenggemari mata pelajaran sastra, tidak gemar membaca karya sastra, danmenyepelekan pelajaran sastra yang diampunya. Dampaknya tentu dapatdibayangkan, siswanya memiliki apresiasi yang rendah terhadap sastra.

    Seorang sastrawan sekaligus akademisi Agus R Sarjono yang penulis kutipdari Blog Agus Triyanton menuturkan bahwa telah terjadi disorientasi dalampengajaran sastra di sekolah. Diungkapkan, gagalnya pengajaran sastra di sekolahlebih banyak terjadi akibat kesalahan guru di sekolah yang telah mengingkarihakekat yang melandasi lahirnya pengajaran sastra ini. Oleh karena itu, sudahselayaknya pengajaran sastra harus mempertanyakan ulang seluruh landasannya jikatidak ingin jatuh pada persoalan yang sama berupa gagalnya pengajaran sastra yangtak kunjung selesai (Agus Triyanton).

    Beragam persoalan dan perdebatan yang dikemukakan mengenaipembelajaran sastra, selalu bermuara kepada sosok guru. Ya, apa boleh buat, harusdiakui guru selaku manajer memang memiliki peranan sentral/tonggak utama dalamkeberhasilan pengajaran sastra di sekolah. Bila manajer tidak mampu mengelolakelas, maka hancurlah kelas itu.

    Kembali lagi ke curhatan rekan guru di atas, penulis berpikir kesalahanbukan terletak dalam diri siswa. Dalam konteks tersebut guru semestinya melakukanrefleksi atas kompetensi kepribadian dan pedagogi yang dimilikinya. Jadi, kalaumemang mau mencari-cari kesalahan, maka tidak elok rasanya bila ditimpakankepada siswa, namun idealnya timpakan kesalahan itu kepada diri sendiri. Dengankata lain, guru harus berempati dan berintrospeksi diri.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 12

    II. Pembahasan

    A. Pembelajaran Sastra Menyenangkan dengan Guru yang Menyenangkan

    Semua guru pasti pernah mengalami masa kanak-kanak. Semestinya semuaguru berempati kepada semua anak dengan melakukan refleksi kepada dirinyasendiri. Dahulu ketika guru menjadi murid, tentu pernah mengeluhkan mengenaipelajaran sastra yang membosankan.

    Tuturan-tuturan yang barangkali sempat kita tuturkan ketika masih kanak-kanak dulu, seperti bosan, malas, menjenuhkan, semestinya dijadikan cermin.Jangan sampai ketika menjadi guru, malah giliran kita yang menerima komentar-komentar negatif tersebut dari siswa. Berempatilah, jangan sampai guru membuatsiswa bosan.

    Idealnya, seorang guru harus mampu mengangkat pelajaran sastra yangtermarjinalkan menjadi yang dinomorsatukan., yaitu dengan merambah gayamengajar yang menyenangkan dan bervariasi. Namun demikian, seringkali gurumembuat pembelajaran sastra yang sudah termarjinalkan menjadi makin diabaikandengan sikap negatif guru sendiri terhadap gaya mengajarnya di kelas.

    Berhati-hatilah guru bila komentar-komentar sumbang sudah keluar darimulut siswa. Apalagi bila secara inderawi guru melihat siswa merasa bosan denganpelajaran sastra yang disampaikan seperti menguap berkali-kali, mengobrol, tertidur,menggangu temannya, bahkan hingga diungkapkan dengan sikap negatif yaitumembangkang. Karena mereka merasa percuma, dengan mendengarkan ataupuntidak mereka tetap bosan dan tidak paham, sehingga mereka melakukan hal-hal yangmembuat mereka tidak bosan.

    Ada korelasi positif antara gaya mengajar guru yang menyenangkan denganhasil belajar siswa. Jika seseorang senang dan serius menerima pelajaran yangdisampaikan oleh seorang guru, maka potensi untuk menyerap materi-materi itulebih besar ketimbang dari guru yang tidak disukainya. Ketika guru mengajardengan cara yang diminati siswa, maka siswa akan merasa rileks dalam kegiatanpembelajarannya. Suasana rileks itulah sesungguhnya yang sangat penting dalamsebuah kegiatan pembelajaran. Karena menurut para ahli, siswa mampu melakukanlompatan lebih jauh ke dapan dalam kegiatan belajar daripada dalam suasana yangtegang .

    Hasil penelitian dalam pembelajaran pada dekade terakhir mengungkapkanbahwa belajar akan efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Kegembiraandalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap capaian hasilbelajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini menjadiprimadona sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    13 |

    Kecerdasan emosional telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapefektivitas pembelajaran di samping kecerdasan intelektual (Darmansyah, 2010).

    Toni Buzan dalam Darmansyah (2010), mengungkapkan hasil penelitianyang dilakukannya selama 30 tahun tentang asosiasi siswa terhadap kata belajar.Ia menemukan kata atau konsep, yaitu: membosankan, ujian, pekerjaan rumah,buang-buang waktu, hukuman, tidak relevan, penahanan, idih (yuck), benci, dantakut.

    Kegembiraan dan kesenangan dalam belajar dapat diciptakan melaluibanyak cara. Tergantung kreatifitas guru yang bersangkutan. Hal terpenting tentusaja, apakah ada kemauan atau tidak untuk menjadi guru yang menyenangkan? Bilakemauan sudah ada, nisacaya jalan pun terbentang. Kreatifitas pun datang, danmenjelmalah menjadi guru yang menyenangkan.

    Dalam makalah ini penulis tidak akan terjebak dengan membicarakanmengenai pentingnya guru untuk menguasai materi mengenai sastra. Karenamenurut penulis hal tersebut sudah menjadi keniscayaan yang tidak perludiperdebatkan. Berani mengambil profesi menjadi guru sastra, berarti asumsinya(resikonya) ia harus berani menguasai materi mengenai sastra. Untuk itu penulisakan menyampaikan beberapa cara/gaya mengajar yang relevan digunakan oleh gurusastra.

    B. Jadilah Seorang Guru Humoris

    Humor adalah jarak terdekat antara dua orang Victor Borge

    Humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau menyebabkanpendengarannya merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untukitertawa. terjadinya hal ini karena sesuatu yang bersifat menggelitik perasaandisebabkan kejutannya, keanehannya, ketidakmasukakalannya, kekontradiksiannya,kenakalannya, dan lain-lain (Darmansyah, 2010).

    Seorang guru yang memiliki bakat untuk menyenangkan orang lain, tentutidak akan merasa kesulitan untuk menjadi guru yang menyenangkan. Misalnya,seorang guru humoris tentu akan lebih disukai siswa daripada guru yang kuranghumoris. Dalam konteks ini tentu harus dibedakan antara humor dengan lawakapalagi badut. Menurut penulis, guru idealnya harus humoris, tetapi tentu saja jangansampai melawak apalagi membadut. Sifat humoris tidak akan menurunkan wibawaguru, justru akan menambah wibawa dan image guru, hingga jangan heransepanjang hayat guru humoris akan dikenal sebagai seorang guru yangmenyenangkan. Bukankah hal tersebut mengasyikan?

    Pemikiran lama menyebutkan tidak semua orang terlahir humoris. Humorisatau tidak, itu ditentukan oleh gen. Padahal faktanya tidak demikian. Penelitian

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 14

    terbaru menunjukkan tertawa/sifat humoris bisa dilatih dan dilakukan setiap hari. Iniadalah pendapat dari Lee Bark, ilmuwan dari Loma Linda University(www.terapitertawa.com).

    Kadang para guru enggan untuk melontarkan humor dalam ruang kelas.mereka beranggapan kelas bukan tempat untuk bergurau dan berhumor. Jika benaradanya, maka jangan salahkan murid jika mereka tidak dekat dengan pelajaran yangdisampaikan mereka tidak akan berminat dan memang tidak ada sesuatu yang perlumembuat mereka tertarik Yunsirno, 2010). Padahal idealnya seorang guru harusmampu menarik perhatian mulai dari siswa barisan terdepan hingga paling belakang,karena guru dapat dianalogikan sebagai aktor dan kelas adalah panggungnya.

    Seorang aktor barat, George C. Scott berkata,Anda harus menjadi tigaorang yang berbeda. Anda harus menjadi manusia seutuhnya. Kemudian Anda harusmenjadi karakter yang Anda mainkan, dan yang lebih penting Anda harus mampumenarik perhatian orang yang duduk di baris ke-10 agar ia terus melihat dan menilaiAnda (Yunsirno, 2010)

    Dengan menjadi guru humoris, penulis yakin semua siswa meski dalamjumlah yang banyak akan terus mengikuti perkataan Anda dari awal hingga akhir.Seperti para jamaah mengikuti ceramah AA Gym dari awal hingga akhir tanpamerasa bosan karena sifatnya yang humoris, Alm. Zainuddin M.Z., seorang kyaiyang memiliki jutaan murid di seluruh Indonesia adalah sosok yang juga humoris,Mario Teguh pun demikian, Andrie Wongso juga sama. Larry king (2007), yangdisebut-sebut sebagai salahsatu pembicara terbaik dunia mengatakan, bahwa seorangpembicara haruslah memiliki selera humor, dan tidak keberatan mengolok-ngolokdiri sendiri. Sungguh, konvensionalis terbaik sering mengisahkan pengalamankonyol mereka sendiri.

    Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas adalah tokoh-tokoh terkenal yangmenjadi guru di kelasnya masing, yang dikenal sangat humoris, bahkan jenius.Mengapa disebut jenius? Bukankah jenius adalah sebutan bagi seseorang yangsecara kuantitif pernah diukur kemampuan otak kirinya dan diberi skor tertentu?Einstein, Habibie, Tomas Alfa Edison adalah tokoh-tokoh yang diakui oleh duniasebagai sosok jenius. Apakah tokoh-tokoh pembicara yang telah disebutkan di atasdapat dikategorikan sebagai sosok jenius juga?

    Amstrong dalam bukunya Awakening Genius in The Classroommengategorikan bahwa orang yang bersifat humoris termasuk orang jenius, selain itutermasuk jenius juga orang-orang yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, jenaka,imaginatif, kreatif, rasa takjub, bijaksana, penuh daya cipta, penuh vitalitas, peka,fleksibel, dan gembira (Yunsirno, 2010).

    Menurut riset seorang psikolog Alice M. Isen, Ph.D., dari CornellUniversity, mereka yang banyak menonton film komedi dan tertawa secara lebih

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.terapitertawa.comhttp://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    15 |

    baik menemukan solusi kreatif dalam memecahkan soal-soal 'puzzle'(www.terapitertawa.com). Dari hasil penelitian tersebut kita dapat mengambilpelajaran lain, bahwa suasana yang riang, rileks, dan penuh tawa dapat membuatseseorang menjadi lebih kreatif dan cerdas.

    Ketika sudah terbukti sifat humoris menjadi sangat dibutuhkan dan bahkandisebut jenius, alasan apa yang dapat dikemukakan bahwa seorang guru harusmendapat stigma menjadi Guru Killer? Jadilah guru jenius dan sihir-lah siswadidik kita menjadi jenius pula!

    C. Berceritalah!

    Cerita/Dongeng dapat merangsang kecerdasan intelegensi, kemampuanberpikir secara logis sistematis, kemampuan berinteraksi, hingga selera berbahasadan seni. (Winaryu Kustiyah)

    Cerita adalah sebuah kekuatan! Dr. Syafei Antonio dalam sebuah acara ditelevisi swasta mengatakan bahwa salah satu metode Nabi SAW dalam mendidikyaitu menggunakan cerita. Ketika kita berbicara sastra, adalah keniscayaan kita akanberbicara mengenai sebuah cerita. Dengan cerita-cerita itulah kelak siswa-siswaakan beroleh sebuah pelajaran yang kelak akan mampu mengubah kehidupan danbahkan menginspirasinya.

    Tidaklah heran, tokoh sekaliber Umar Bin Khatab berkata, Ajarilah anak-anakmu sastra, karena sastra bisa mengubah anak yang pengecut menjadi pemberanidan jujur. Richard Nixon mengatakan, Bila ada yang bertanya kepada sayabagaimana caranya menjadi pemimpin, maka saya selalu menyarankan merekauntuk mempelajari filsafat, sastra, dan sejarah.

    Sastra mengajarkan pembacanya untuk mengerem sejenak dari lajukehidupan, untuk sedikit berkontemplasi, dan setelah itu mengambil hikmahnya.Sastra mengajarkan seni menyampaikan pendapat, keindahan bertutur, dan teknikmerangkai mimpi atau harapan dengan bahasa indah, mengena, tetapi tidakmenyakitkan (Yunsirno, 2010).

    Bercerita adalah sebuah metode yang sangat menarik bagi anak didikkhususnya Play Group (PG), TK, dan SD. Akan tetapi bukan berarti hanya PG, TK,dan SD saja yang menyukai metode ini. Sebab SMP, SMA, dan kalanganmahasiswa pun menyukainya, tergantung isi ceritanya. Melalui cerita guru dapatmemasukkan pesan-pesan yang dapat memotivasi dan menginspirasi anak didik(Suparman, 2010).

    Penulis dahulu pernah aktif bercerita/mendongeng dari satu TK ke TKlainnya di seputar kota Bandung. Melalui pengalaman empiris, penulis merasakansendiri bahwa cerita tidak pernah gagal menarik perhatian anak TK bahkan hinggaSD. Dengan cerita, penulis juga beroleh pengetahuan bahwa siswa dapat dengan

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.terapitertawa.comhttp://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 16

    mudah mengambil amanat-amanat yang terkandung dalam sebuah cerita. Haltersebut terbukti dari kegiatan evaluasi berupa tanya jawab di akhir cerita, siswabegitu aktif mengacungkan tangannya untuk berbicara dan menjawab pertanyaanyang penulis berikan.

    Kenapa anak-anak dapat begitu sangat aktif seperti itu? Penulis berasumsikarena mereka merasa senang, rileks, tidak memiliki beban, tidak takut belajar, dantidak takut salah. Ironisnya, pembelajaran yang menyenangkan itu tidak dapatmereka rasakan di tingkat SD, SMP, terlebih SMA. Itulah sebabnya Kak Setomenilai anak-anak pada dasarnya sangat kreatif, tetapi pada saat masuk SDkretaivitasnya cenderung menurun. Anak yang memiliki rasa ingin tahu besar,senang bertanya, imajinasi tinggi, minat tinggi, tidak tahu salah, berani berisiko,bebas berpikir, namun saat SD kreativitasnya cenderung menurun. Hal itudisebabkan karena pendidikan terlalu bersivat konvergen sedangkan cara berpikirdivergen kurang diperhatikan.

    Menurut Kak Seto, yang dikutip dalam Kompas.com, cerita/dongengmenyimpan kekuatan dalam kata-kata yang digunakannya. Daripada menggunakankekerasan fisik seperti mencubit atau menjewer, dongeng jauh lebih efektif untukmengubah perilaku anak. Dongeng juga bisa menambah wawasan. Melalui kisah-kisah dongeng, anak-anak mendapatkan berbagai informasi. Dongeng juga bisamenjembatani komunikasi yang tidak efektif di dalam keluarga. Kesibukan orangtuayang menumpuk kerap kali menimbulkan masalah. Dengan dongeng, komunikasiyang tersumbat bisa kembali dibina.

    Bagaiaman dengan tingkat SMA? Apakah mereka menyukai cerita?Sepanjang pengetahuan penulis, siswa setingkat SMA pun menyukai cerita. Terbuktiketika penulis berniat ingin mengenalkan cerita maupun penokohan dari kisahMahabarata dan Ramayana, penulis bercerita kepada mereka mulai dari riwayatkeluarga Pandawa dan Kurawa sampai dengan penokohan para Pandawa. Hasilnyaternyata efektif, siswa begitu antusias mendengarkan dan mereka mampu mengambilhikmah dari setiap adegan. Bahkan, yang menarik, ketika pertemuan berikutnyamereka meminta penulis untuk bercerita lagi mengenai kisah pewayangan.

    Menurut Yunsirno (2010), agar pembelajaran semakin menyenangkan, gurudapat melakukan teknik-teknik bercerita sebagai berikut: 1) tidak hanya guru yangharus bercerita, siswa juga; 2) bercerita digunakan sesuai kondisi; 3) membukapertemuan dengan cerita; bercerita dengan variasi suara; maksimalkan penekanan;pemberian waktu; kontak pandang; petunjuk wajah; bergerak; pindah posisi.

    D. Bermain Sambil Belajar

    Satu-satunya sekolah di negeri ini yang paling menggembirakan sepertinyaada di TK. Kenapa menggembirakan? Di sana siswa TK seperti tidak mau pulang.Mereka amat bahagia di sana. Namun selepas TK, anak-anak mulai belajar serius.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    17 |

    Tapi jiwa anak-anak masih ada sampai mereka duduk di bangku SMA. Apabuktinya? Mereka amat senang ketika lonceng istirahat berbunyi. Saat itulah merekaakan bermain. Dunia yang telah orang dewasa rebut dari mereka. Maka tidak anehjika ternyata murid amat senang saat waktu belajar usai karena ia merasa bebanhilang dan sebaliknya, waktu mengekspresikan dirinya secara bebas datang(Yunsirno, 2010).\

    Bermain bagi anak-anak, sama pentingnya dengan bekerja bagi orangdewasa. Ketika bermain, orang dewasa, terlebih anak-anak, akan mendapatkanpengalaman dari proses bermainnya tersebut. Pengalaman yang diperolehnya kelakakan menambah dan mengembangkan pengetahuannya. Bukankah hal tersebutsesaui dengan pepatah pengalaman adalah guru yang terbaik?

    Dalam situs www.kompas.com, para pakar perkembangan anak menemukan5 bukti ilmiah dari manfaat bermain, di antaranya: 1) berperilaku lebih baik; 2)mampu bekerja dalam tim dan berempati; 3) banyak bergerak dan aktif; 4)meningkatkan kemampuan belajar; 5) membuat gembira.

    Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila tercipta suasana nyaman,menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan sehingga ini semua perludiciptakan. Pembelajaran dalam suasana dan lingkungan seperti ini tidak hanya bisadilakukan di dalam kelas, tetapi di luar kelas pun bisa dilakukan.

    Bermain, tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak maupun remaja. Orangdewasa pun sejatinya butuh bermain. Menurut Peter Gray, psikolog dari BostonCollege dalam Darmansyah (2010), permainan dan humor bermakna lebih darisekedar senang-senang. Kegiatan itu meningkatkan intensitas untuk berbagi,mendamaikan hati, dan membuat manusia merasa egaliter.

    E. Bernyanyi dan Mendengarkan Musik sambil Belajar

    Relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap danmampu berkonsentrasi (Georgi Lozanof).

    Pada suatu hari penulis hendak mengajari siswa mengenai parafrase puisi.Setelah mengamati lingkungan yang sudah mulai tidak kondusif, akhirnya penulismemutuskan untuk meminta seluruh siswa mendiskusikan dan menuliskan di papantulis lirik lagu populer yang berpesan positif. Setelah selesai ditulis di papan tulis,penulis kemudian meminta seluruh siswa untuk menyanyikan lagu itu setelahsebelumnya meminta salah seorang siswa untuk mengiringinya dengan gitar.Suasana yang awalnya tidak kondusif menjadi hangat. Siswa menjadi bergairah lagi.Materi parafrase pun dilanjutkan dengan objek utamanya bukan puisi, melainkanlirik lagu.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.kompas.com,http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 18

    Bernyanyi dan bermusik merupakan aktivitas yang menggabungkan otakbagian kiri dan kanan secara bersamaan. Sebab, syair atau lirik lagu, dan musikmerupakan hasil kinerja otak belahan kiri sedangkan nada adalah hasil kinerja dariotak belahan kanan. Pada otak ada yang disebut dengan Korpus Kalosum. Korpuskalosum ini merupakan jembatan emas. Jembatan emas ini adalah penghubungantara kedua belahan otak. Agar kedua belahan otak bekerja secara serasi, seimbang,dan harmonis maka korpus kolosum ini harus senantiasa diaktifkan. Bernyanyi,mendengarkan musik, atau melukis dapat mengaktifkan jembatan emas ini.Sehingga otak kiri dan kanan dapat bekerja secara seimbang (Suparman, 2010).

    Dalam konteks pembelajaran, Bobbi De Porter dalam Darmansyah (2010)mengatakn bahwa musik sekurang-kurangnya bermanfaat untuk: menata suasanahati, meningkatkan hasil belajar yang diinginkan, dan menyoroti hal-hal penting.

    Musik berpengaruh pada guru dan pelajar. Sebagai seorang guru, kita dapatmenggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa,dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu pelajar bekerja lebih baik danmengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuatbelajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Di samping itu, kebanayakan siswamemang mencintai musik Dryden & Vos dalam Darmansyah (2010).

    Sepengatahuan penulis, musik banyak digunakan dalam beragam metodebelajar dengan harapan siswa menjadi rileks dan nyaman. Metode Sugestopedia danKuantum Learning adalah metode yang menggunakan media musik untuk kegiatanpembelajarannya.

    Kemudian ada pula yang disebut Efek Mozart. Para peneliti menemukanbahwa siswa yang mendengarkan musik Mozart tampak lebih mudah menyimpaninformasi dan memperoleh nilai tes yang lebih tinggi. Mendengarkan musiksehjenis itu (musik piano Mozart) bisa merangsang jalur saraf yang penting untukkognisi, demikian laporang peneliti Dr. Frances H. Raucher, Universitas Californiadi Irvine (Brown, 1993).

    F. Tersenyum

    Everytime you smile at someone, it is an action of love, a gift to thatperson, a beautiful thing. (Mother Teresa)

    Guru yang murah senyum tentu akan disukai siswa daripada guru yangmahal senyum. Tersenyum sangat mudah dilakukan. Hanya butuh sedetik untukmerubah bentuk bibir menjadi senyum. Dan hanya butuh tujuh detikmempertahankan sang senyum untuk terlihat sebagai ungkapan ketulusan hati.

    Tetapi kenapa hal sederhana ini kadang jarang terlihat di wajahguru? Sehingga Banyak wajah guru yang menyeramkan dan tampak garang. Bila

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    19 |

    senyum saja yang gratis dan mudah sudah sedemikian sulit. Apalagi pengorbanan-pengorbanan lainnya yang relatif berat. Bila guru sudah pelit senyum, maka janganheran bila banyak siswa yang tertular. Berwajah sangar, jutek, dan terkesan angkuh.

    Kegembiraan dan kesenangan dalam belajar dapat diciptakan melaluiberbagai cara seperti lingkungan bersih dan kondusif untik belajar, rekreasi,permainan peran, iringan muisk, dan sebagainya. Interaksi guru dan siswa dianggapfaktor paling besar kontribusinya dalam membantu menciptakan suasana belajarmenyennagkan (Darmansyah, 2010).

    Interaksi dan komunikasi menyenangkan dapat dilakuakn melalui banyakcara seperti bahasa yang digunakan, cara berkomunikasi, ekspresi wajah yangditampilkan, dan senyuman (Darmansyah. 2010).

    Senyum juga menandakan kedewasaan. Misalnya ketika ada seorang guruyang tetap senyum dalam menghadapi murid-murid kecilnya yang nakal. la tidakpernah putus asa dalam menghadapi murid-muridnya yang nakal tetapi senantiasasenyum sambil tetap mendampingi mereka itu. Senyumnya guru semacam itusebenarnya cermin atau tanda akan kedewasaan. Dengan senyum itu ia mampumengontrol emosi dan amarah, tetap sabar dan tabah dan tidak mengenal putus asa.Ini merupakan cermin dari sikap dewasanya seseorang.

    G. Variasikan Metode Mengajar

    Tidak ada yang lebih tidak adil dengan perlakuan yang sama terhadap orang yangberbeda. (K. Dunn)

    Variasi metode pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan perhatianpeserta didik terhadap materi yang diajarkan. Ibarat menu makanan, jika setiap haridisajikan dengan makanan yang sama maka tentu akan menjadi bosan. Begitu jugaseorang guru yang mengajar dengan satu metode saja, maka siswa akan merasabosan. Jika seorang guru selalu menyajikan materi dengan metode yang berbeda-beda, maka siswa akan merasa ingin tahu metode apa lagi yang akan ditampilkanoleh guru di pertemuan selanjutnya. Ada penantian kejutan-kejutan baru yangdinanti siswa.

    Dengan metode mengajar bervariasi diharapkan dapat memfasilitasi seluruhsiswa yang memiliki kecerdasan dan gaya belajar beragam.. Kita tentu semua tahu,bahwa masing-masing orang memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada 3 gayabelajar yang dikenal, yaitu: visual, auditorial, dan kinestetik.

    H. Jadilah Guru Kreatif

    Orang-orang kratif tidak takut menyatakan pemikiran dan perasaannya.Mereka mau menjadi dirinya sendiri. (Joyce Wycoff).

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 20

    Kualitas kehidupan bangsa Indonesia kelak tentu akan ditentukan olehkondisi gurunya hari ini. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya negeri inikelak bila generasi penerus bangsanya ditangani oleh guru-guru yang mengajaralakadarnya. Suka tidak suka, seorang guru haruslah memiliki sifat kretaif.

    Menurut Longmann Dictionary of Contemporary English, Creativity alsocreativeness; The ability to produce new and original ideas and things:inventiveness. Atau Kreatif adalah kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru danorisinil yang berwujud ide-ide dan alat-alat, serta yang lebih spesifik lagi,kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru (Wahyudin, 2007).

    Kemampuan menghasilkan dan menemukandi sini harus dimaknaidengan sebagai menghasilkan dan menemukan, tidak kurang tidak lebih. Jadikretaifitas sesungguhnya adalah sekadar menemukan dan menghasilkan sesuatuyang sudah ada, tetapi masih tersembunyi. Sudah ada karena segalanyadipersiapkan oleh Tuhan. Tersembunyi karena kita belum diberi pengetahuan oleh-Nya (Wahyudin, 2007)..

    Sedangkan menurut KBBI, kreatif berarti memiliki daya cipta, memilikikemampuan untuk menciptakan.

    Salah satu hal yang penting yang harus dimiliki oleh seorang guru visioneradalah memiliki sifat kreatif. Mengapa guru harus kreatif? Menurut Hernowo (2007:8) apabila seorang guru tidak kreatif, maka kehidupan itu akan mati. Tidak akan adalagi yang baru dalam kehidupan dalam seorang guru. Bayangkan bila kehidupanyang mati itu menular dan mengglobal kepada kehidupan yang lainnya? Guru haruskreatif karena guru kreatif itu bisa menjadikan kehidupan sangat kaya dan bervariasi.Guru yang tidak kreatif bisa membuat kehidupan ini membosankan, monoton, dantidak berwarna.

    Lalu bagaimanakah caranya menjadi guru yang kreatif itu? Andi Yudha(2008) menawarkan gagasan bahwa untuk menjadi guru kreatif diperlukan sifatdengan ringkasan sebagai berikut: 1) fleksibel, 2) optimis, 3) respek, 4) cekatan, 5)humoris, 6) inspiratif, 7) lembut. 8) disiplin. 9) responsif, 10) empatik. 11) berteman,12) suka dunia anak-anak.

    Kesimpulan makalah ini terletak pada sebuah pertanyaan, apakah adakemauan guru untuk berpikir kreatif dalam upaya mengubah gaya mengajarnya agarmenjadi menyenangkan? Karena sejatinya beribu persoalan dan permasalah dalampengajaran sastra tidak akan menjadi halangan bagi seorang guru yangmenyenangkan dan kreatif.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    21 |

    DAFTAR PUSTAKA

    Darmansyah. (2010). Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor.Jakarta: PT Bumi Aksara.

    Hernowo. (2007). Menjadi Guru yang mau dan mampu mengajar secara kreatif.Bandung: Mizan.

    King, L. (2007). Seni Berbicara: Kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja. Jakarta:Gramedia.

    Wahyudin. (2007). A to Z, Anak Kreatif. Jakarta: Gema Insani Press.Yudha, A. (2008). Kenapa Guru Harus Kreatif. Bandung: Dar! MizanYunsirno. (2010) . Keajaiban Belajar. Pontianak: Pustaka Jenius.www.agustriyanton.wordpress.comwww.kompas.comwww.terapitertawa.com.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.agustriyanton.wordpress.comhttp://www.terapitertawa.comhttp://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    | 22

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    23

    THE REALISATION OF VIOLATING COOPERATIVE PRINCIPLES INSUNDANESE HUMOUR

    Dini Hadiani

    Politeknik Manufaktur Negeri Bandung

    ABSTRAK

    To relieve tense, people usually use humour which is a verbal or nonverbal impulseto create a smile or even laugh. Humour can be easily found in our daily lives. It canbe used to communicate and create intimacy.This research is focused on analyzingthe realisation of violating the cooperative principles and what type of maxims thatis usually viloted to create humour. The data were taken fromhumour column inSundanese magazine Mangle. The humour is analyzed based on Grices maximprinciples.The results show that maxim of quantity is the most violated maximsemployed by the speakers even the hearers to create humourous effect.This isconsidered the easiest way to create and understand humour.

    Keywords: Humour,Cooperative principles, Maxim Principles.

    I. INTRODUCTIONTo be able to maintain a smooth conversation, the speaker and the hearer should

    cooperateto each other.They have to make sure that what they are talking about isconnected and related to both of them. The relation cannot be found in anindependent sentence. It means that it cannot be found literally in each sentence theyproduce. This situation is generally referred to as conversational implicatures.Itindicates that an implicature is something meant, implied, or suggested which isdifferent from what is said(Yule, 1996 :173).

    Grice proposes the key idea of implicature. He finds that in all communication,there is an agreement between the addresser and addressee, namely co-operativeprinciple (CP), which says: Make your conversational contribution such as isrequired, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of thetalk exchange in which you are engaged. (Grice, 1975, as quoted in Mey, 2001).Grices Cooperative Principle of conversation is elaborated in four-sub principlescalled maxims. They are as follows:

    1. The Maxim of Qualitytry to make your contribution one that istrue, specifically:

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    24

    (i) do not say what you believe to be false(ii)do not say that for which you lack adequate evidence

    2. The Maxim of Quantity(i) make your contribution as(ii) informative as isrequired for the current purposes of the exchange

    (iii) do not make your contribution more informative than is required3. The Maxim of Relation; make your

    contributions relevant

    4. The Maxim of Manner; be perspicuous,and specifically :(i) avoid obscurity(ii) avoid ambiguity(iii) be brief(iv) be orderly (Levinson, 1983)

    In short, these maxims specify what participants have to do in order to conversein a maximally efficient, rational, co-operative way : they should speak sincerely,relevantly and clearly, while providing sufficient information. The maxims are theoperational standard needed to be fulfilled for implicature. They work as assumptionof cooperation. However, even Grice himself has been aware that these maxims aretoo ideal to be always followed by utterers in their daily conversations; in fact,people often fail to observe the maxims. Violating cooperative principle will crearesomething absurd. This happens if the information given is exagerrating, invalid,irrelevant, or complicated. This absurd thing is what people use to create humour.

    To relieve tense, people usually use humour which is a verbal or nonverbalimpulse that potentially cause people to smile or even laugh. Humour can be easilyfound in our daily lives. It can be used to communicate and create intimacy. Forsome linguists, these phenomena are the challenges for them to find out the truth.Raskin in Meyer (2000), for example, defines humor as a non-bonafide (NBF) modeof communication, which purpose is not to bring any information contained in thetext but rather to create a particular effect, such as: funniness or humor. Non-bona-fide is opposed to bona-fide mode of communication. What he means by bona-fidecommunication is in the earnest, serious, information-conveying mode of verbalcommunication.This research tries to reveal the violation of cooperativeprinciples in conversationsof Ha..Ha.. Ha. (Barakatak) columns in Mangle magazine. What type of maxim thatis mostly violated by the speaker and hearer to create humour is the question wantedto be exposed.

    Nowadays Sundanese is used widely among the population of West Java.Sundanese is primarily utilized in the family circle, in conversation among friendsand intimate acquaintances, and also in public and official places between peoplewho are aware that they both know Sundanese. Sundanesepeople refer to ethnic

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    25

    group that lives in most West Java area. They are generally branded as people whoare polite, very friendly, honest, easy going, humourous, and so on and so forth.(Faturrahman, 2002). In the writing form, the humours can be read in magazines,books, and columns in newspapers. The most popular magazine in Sundanese iscalled Mangle. This magazine really supports the movement of Sunda culturebecause the young generation of sundanese lack their cultural knowledge and values.There are several humour columns in Mangle magazine, but this research focuses onthe Ha Ha Ha(Barakatak) columns since most of them are in shortconversations. This research uses the maxim principles so that the utterances of thespeaker and the hearer need to be observed. Conversations in the writing form seemto be the most appropriate type of data to be observed in this research.

    II. METHODOLOGYThis research is an analysis of conversation implicature. The data are taken from

    jokes columns in Mangle magazine that was issued in year 2009 no.2181- 2183. Thecolumns contain many short conversations. The column is namedHa..Ha..Ha..(Barakatak), and it is collected from the readers. This makes the dataare very rich to view because they are coming from many Sundanese, not a person.This research tries to analyze the conversations by using the theories of maximprinciples and the ways of violating the maxim.

    The procedures of this research are:1. identifying conversations (data) based on maxims principles2. analyzing the data based on the maxim principles and violation of the

    maxims3. categorizing data4. interpreting data.

    Following Thomas (1995), the writer tries to analyze the humour in conversation tofind out the realisation of violating cooperative principles based on the maxims.

    III. FINDINGSAND DISCUSSIONSThe research obtains data from conversations that have been identified having

    violation ofthe cooperative principles. From 60 humour in the column, there are only21 that can be identified based on cooperative principles especially those whichviolate the maxims. Based on analysis, the categorization of the findings can beshown as follows:

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    26

    Table 1. Types of violation the maxims

    ConversationTypes of violation the maxims

    Manner Quantity quality Relation

    1 v2 v3 v4 v*5 v6 vW7 v8 v9 v

    10 v11 vI vI12 v v13 vx14 v15 vI vI16 vv17 v18 v19 v v20 v-21 vZ

    Total 4(16%) 10(40%) 5 (20%) 6 (24%)

    Based on the principal theories, we can only guess what the most probable situationin the utterances setting is. So, it is common if an utterance has a clash between twomaxim principles or even more. The analysis is already made by the characteristic. Ifthere is a clash, the two maxims, both are all calculated.

    From the table, it can be seen that the number of violation the maxims are 25 comingfrom 21 conversations. Based on the categorization of the principles of maxim, wecan calculate that the numbers of violation of the maxims in the conversation are:

    1. Quality: 5 times (20%)2. Quantity: 10 times (40%)3. Relation: 6 times (24%)4. Manner: 4 times (16%)

    According to the findings, it can be seen that the most common violation of themaxims principles is maxim of quantity. Thomas (1995) said that the maxim of

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    27

    quantity includes two aspects: the interlocutor should make their contributions asinformative as is required (for the current purpose of the exchange); They should notmake their contributions more or less informative than is required. Nevertheles, inpeoples daily communication, the interlocutors often offer too much or inadequateinformation, that is to say, it deviates from the maxims of quantity.

    The following humoursare formed through the violation of maxim of quantity(see the appendix).e.g 1:

    Conversation 14Kondo : Gawat euyFahim : Gawat naon?Kondo : Gawat Darurat.Fahim : Saha nu Gawat Darurat teh?Kondo : Itu di rumah sakit, aya ruangan Gawat Darurat.Fahim : Si kasebelan.

    In this conversation Kondo violates the maxim of quantity. He tries to mislead hisfriend by not giving enough information. However, at the end of conversation theimplied meaning has been acknowledged by the speaker by givingthe clarification.

    Conversation 12Si Udin asup rumah sakit.Boga panyakit naon kitu Si Udin teh?Kangker bejana mah. Ngan teuing kangker rahim, teuing kangker payudara...

    At the end of the conversation, the speaker violates the maxim of quantity by givingmore information than is required. However, we also can say that he has violated themaxim of quality because he is not sure about the disease, so he is lack of adequateevidence. But this makes the story funny because the speaker is talking about a manwhich is impossible to have cervical and breast cancer.

    According to the maxim of quality, the interlocutors should offer the trueinformation to others. They should not say what they believe to be false. Neithershould they say that for which they lack adequate evidence. The following examplesreflect the use of the technique of violating the maxim of quality for humorouspurposes.e.g 2:

    Conversation 5Pamilon : Panitia, naha teu puguh ngajurian teh?Panitia : Kumaha kitu?Pamilon : Naha nu juara sapedah santey teh bet Mang Sakri? Kapan sidikMang

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    28

    Sakri mah datangna ka pinis oge pangpandeurina?Panitia : Ih ari Bapa. Kapan namina oge sapedah santey. Jadi tangtu juaranaoge nu pangsanteyna.

    At the end of the conversation the secondspeaker fails to observe maxim of quantityin giving information about the ways they give judgement on the championship. Heviolates the maxim of quality. It is a violation the maxim of quality since it is notcommon in a race for the winner to be the last arrive at finish spot.

    Conversation 16Nyi Iteung keur gede timburu ka Si Kabayan, pedah manggih ngaran Oneng nudiukir dialus-alus dina sulingna.Iteung : Kang ngaku siah, ari Oneng tehsaha?Kabayan: Itu ari Iteung sok salah sangka.Oneng teh ngaram hayam adunu sok dipasangkeun ku Akang.Keur kitu kring aya telepon, ku si Iteung diangkat.Iteung : Halow...., bade ka saha?Muhun. Ari ieu sareng saha?Oh Muhun.Iteung ngalieuk ka Si Kabayan, Kang, ieu hayam adu hoyong nyarios cenah sarengAkang!

    In the conversation Kabayan violates the maxim of quality because he lies whenanwering Iteungs question about Si Oneng. However, Iteung also violates themaxim of quality when she says that hayam adu wants to talk to Kabayan.

    Conversation 7Kuring tas ti KUA, tas nyokot STNK nu ditilang ku polisi poe kamari.Ari kuring mah tos ti kantor pos, nyokot buku nikah..

    In this conversation, both the speaker and the hearer violate the maxim of quality.They offer false information purposely, which thus creates humorous effects.

    According to the maxim of relation, the interlocutors should make their contributionrelevant. This maxim demands that the hearer should give answers relevant to whatthe speaker has said in the conversation. The technique of violating the maxim ofrelation is obviously used in the following humours:e.g3:

    Conversation 20Pa Guru : Barudak, cing pangnyieunkeun kalimah make kecap koneng.Nina : Pakulitanana koneng umyang.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    29

    Tuti : manehna seuri koneng.Pa Guru : Alus-alus, cing maneh Uhe?Uhe : Si Udin huntuna koneng.Pa Guru : Iyy...Sudin ngosok huntu siah!

    In this conversation the speaker (Uhe) violates the maxim of relation. He sayssomething that is not relevant to context.

    Conversation 11Bubun : Asa tara katingali ngaronda deui. Ku naon?Bani : Embung ah, hayam tatanggana ge geus beak!Bubun : Heueuh, nya. Jadi we mun ngaliwet teh tara aya deungeunna!

    When Bani says Embung ah, hayam tatanggana ge geus beak! he violates themaxim of relation since his response is not relevant with context.

    Conversation 6Incu setan: Bah, tadi uing nyingsieunan nu keur ngaradu jeung marabok!Abah setan: Na ari maneh kalakuan sok salah bae...Incu setan: Kumaha kitu Bah?Abah setan: Nya ulah atuh. Sabab eta mah balad urang deuleu...Incu setan: Hampura atuh nya Bah!

    In this conversation, the second speaker (Abah setan) violates the maxim of relation,since his response is not relevant to context.

    The maxim of manner is different from other maxims in that it relates not to what issaid, but rather, to how what is said to be said. The interlocutors should try to avoidobscurity and ambiguity to pass the message. This maxim requires that the conveyedmeaning should be adequately clear. The following is the example of violating themaxim of manner.e.g 4:

    Conversation 2Wawan : Beda nya geuning pembajak jaman ayeuna jeung pembajak jamanbaheula mah.Agus : Kumaha bedana teh?Wawan : Heueuh jaman ayeuna mah pakarang nu digunakeun teh mun teu pestoljeung bedil pastina ge bom.Agus : Ari pembajak jaman baheula kumaha?Wawan : Ari pembajak jaman baheula mah pakarangna teh cukup ku....wulukuwe jeung munding.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    30

    In this conversation, the first speaker violates the maxim of manner. The firstspeaker tries to mislead the second speaker by giving a statement that has ambiguity(pembajak), and he does this on purpose.

    Conversation 19Ujo : Mo, tatarucingan euy?Darmo : Sok lah, siapa takut.Ujo : Ucing naon anu bisa nyanyi?Darmo : Babari lah, ucing geuring euy.Ujo : His lain, maneh mah ka dinyawae.Darmo : Ucing naon atuh, taluklah.Ujo : Ucing Cangkeling ManukCingkleung Cindeten atuh.Darmo : Tobat!

    In this conversation, Ujo tries to mislead Darmo. The type of the utterance isviolating the maxim of quantityand the maxim of manner. It violates the maxim ofquantity because Ujo provides less information than is required by giving anincomplete utterance. It also violates the maxim of manner since it gives ambiguityin the word ucing.

    Based on the analysis, it can be said that Sundanesehumour in Mangle magazinemostly have a typical of violating the maxim, especially maxim of quantity. MostSundanese conversationsof humourare really on purpose misleading the hearer sinceit can create the humorous effects.

    IV. CONCLUSIONIn the written form, Sundanesepeople seem to be misleading the hearer on

    purpose to create humour. They often violate the maxims principle in theirconversaton. This seems to be the easiest way to make and to understand humour.From the finding and discussion, it can be said that the realisation of violatingcooperative principles happens in sundanese humour. They usually violate themaxims to create humouros effect.

    V. REFERENCES

    Faturrahman, Taufik. 2002. Beregejed: Kumpulan GuguyonSunda. Bandung:CV GegerSunten.

    Levinson, S.C.1983. Pragmatics. New York:Cambridge University Press.Mangle. 2009. Ha..Ha..Ha..: Barakatak. August No.2181- 2183. Bandung.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    31

    Mey, Jacob L. 2001. Pragmatics. An Introduction. Massachusetts: BlackwellPublisher.

    Meyer, John C. 2000Humor as a Double-Edged Sword: Four Functions of Humourin Communication, Communication Theory, Vol. 10. http: www.Questia.comaccessed on April 1, 2010.

    Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interaction: An Introduction to Pragmatics.England: Longman Group Limited.

    Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford University Press.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www. Questihttp://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    32

    MENERAPKAN NEUROLINGUISTIC PROGRAMMING (NLP) DALAMPEMBELAJARAN

    Wikanengsih

    (Dosen Kopertis Wilayah IV dpk STKIP Siliwangi Bandung)

    1. Sejarah Neurolinguistic Programming (NLP)Neurolinguistic Programming (NLP), diciptakan oleh Richard Bandler,

    seorang ahli pemrograman komputer dan fisika dari University of Santa California.Awalnya, Bandler merasa tertarik terhadap keberhasilan terapis terkenal, yaituMilton Erickson, Virginia Satir, dan Fritz Perls ketika menangani pasiennya. Melaluipenelitian yang dilakukannya, yaitu memodel tingkah laku dan kebiasaan yangdilakukan ketiga terapis tersebut terhadap orang lain, Bandler menemukan faktayang sangat menakjubkan bahwa strategi dan tingkah laku mereka dapat ditirudengan hasil yang sangat akurat. Kemudian, Bandler melanjutkan risetnya bersamaseorang professor linguistik bernama John Grinder. John Ginder merupakanspesialis peneliti linguistik teori Noam Chomsky, peneliti aksen-aksen dan pembuatmodel perilaku budaya penutur bahasa. Karena memiliki kesamaan minat itulahkeduanya memadukan keahlian mereka pada bidang komputer , linguistik, danmenyusun model perilaku nonverbal manusia. Melalui riset yang dilakukankeduanya, mereka menarik kesimpulan bahwa empat model yang mereka teliti(Virginia Satir seorang terapis terkenal; Gregory Bateson, seorang filosof danantropolog ; Milton Erickson, seorang ahli hipnotis; dan Fritz Perls, seorang terapisberaliran psikologi Gestalt ) memiliki kesamaan pola ketika berkomunikasi. Polakomunikasi yang digunakan keempat orang tersebut kemudian diterapkan kepadaorang lain, dan ternyata menghasilkan pengaruh yang sama besar. Hasil risetmereka, tidak hanya digunakan pada bidang terapis, selanjutnya banyakdigunakan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya dalam bidangpendidikan. (Ghannoe, 2010: 13-16). NLP dapat membantu seseorang dalamberkomunikasi dengan dirinya sendiri secara lebih baik, mengurangi ketakutan tanpaalasan, serta mengontrol emosi negative dan kecemasan. (Elfiky: 2007).2. Definisi Neurolinguistic Programming (NLP).

    Ditinjau dari asal-usul kata, neuro linguisitc programming terdiri atas tigabuah kata, yaitu neuro, linguistic dan programming. Kata neuro berasal dari bahasaInggris, artinya saraf, linguistic berarti bahasa, sedangkan programming bermaknapemrograman.

    Elfiky (2007: 14) dan Andreas (2008: 23-24) mendefinsikan ketiga katatersebut sebagai berikut: Neuro merujuk pada sistem saraf, jalur mental bagipancaindra untuk dapat mendengar, mengecap, mambaui, dan merasa. Linguistikmerujuk pada kemampuan alami berkomunikasi secara verbal dan nonverbal. Verbalmengacu pada pilihan kata dan frasa, mencerminkan dunia mentalitas manusia.Nonverbal berkaitan dengan bahasa sunyi, seperti postur, gerak-gerik dan tingkah

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    33

    laku. Bahasa sunyi melahirkan gaya berpikir dan kepercayaan. Kata programmingmengacu pada pola berpikir, perasaan, dan tindakan. Perilaku dan kebiasaankeseharian dapat diganti dengan perilaku dan kebiasaan baru yang lebih positif. Kataprogramming ini dipinjam dari ilmu komputer untuk mensinyalkan bahwa pikiran,perasaan, dan tindakan manusia adalah program-program kebiasaan yang dapatdiubah dengan memperbaiki perangkat lunak mental.

    Definisi NLP dalam Encyclopedia of Systemic NLP and NLP New Codingadalah pola-pola atau pemrograman yang diciptakan dari hubungan antara otak(neuro), bahasa (linguistic) dan kondisi tubuh (body state). Ditinjau dari perspektifNLP, hubungan tersebut akan mempengaruhi perilaku manusia yang efektif dantidak efektif, dan sangat memengaruhi pembentukan mental individu yangadjustment dan maladjusment . (Dilts, 2000: 849)

    Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa NLPmerupakan pemrograman pikiran (otak manusia) dengan menggunakan bahasasebagai medianya, baik melalui bahasa verbal maupun nonverbal sehingga dapatmenghasilkan pikiran dan perilaku. Dengan kalimat lain NLP adalah pengaruh yangditimbulkan oleh bahasa terhadap pikiran dan perilaku seseorang. Dalam NLP,bahasa verbal dan nonverbal memiliki kedudukan yang sama sebagai sumberinformasi yang akan memengaruhi perilaku.

    3. Kerangka Kerja NLPNLP adalah ilmu tingkah laku yang menyediakan perangkat: 1)

    Epistemologi: sistem ilmu pengetahuan dan nilai-nilai; 2) Metodologi: proses danprosedur untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai; 3) Teknologi,perangkat (tool): untuk membantu aplikasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai (Dilts,2000: 849).

    Kerangka kerja NLP dalam diri individu digambarkan terjadi pada saatindividu menerima informasi. Sebagaimana dikemukakan Elfikly (2007:3) bahwaNLP membantu seseorang dalam berkomunikasi dengan dirinya sendiri secara lebihbaik, mengurangi ketakutan tanpa alasan, serta mengontrol emosi negatif dankecemasan. Berikut ini gambar pola komunikasi menurut versi NLP. (Yuliawan:2010:57)

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    34

    Gambar 1. Model Komunikasi NLP

    Gambar di atas menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi pada manusiadiawali oleh sebuah kejadian yang dialami seseorang (event external). Kejadiantersebut merupakan informasi yang memasuki pikiran melalui panca indera (visual,auditori, kinestetik, penciuman, dan pencecapan). Informasi tersebut kemudianmenjadi sebuah pengalaman. Sebelum menjadi pengalaman yang menetap (internalrepresentation), pikiran menyeleksi pengalaman tersebut melalui tiga cara, yaitudeletion (penghapusan), distorsi (menghubungkan antara berbagai kejadian ), dangeneralisasi (penyamarataan). Proses deletion dilakukan oleh otak secara alamiahdengan menghapus bagian-bagian yang tidak diperlukan. Proses distorsi dilakukandengan cara menghubung-hubungkan antara kejadian yang pernah dialami dengankejadian lain. Generalisasi merupakan proses menyamaratakan berbagai kejadianyang mirip. (Bandler dan Grinder, 1975: 14-16). Penyeleksian informasi secarabersamaan antara delisi, distorsi dan generalisasi disebut dengan istilah

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    35

    metaprogram. Selama proses menyaring informasi, terdapat beberapa faktor yangmemengaruhi, yaitu

    1) Value (tata nilai). Value merupakan filter evaluasi. Hal ini berhubungandengan cara individu memutuskan baik atau buruk, benar atau salahnyasebuah tindakan.

    2) Belief (keyakinan). Keyakinan merupakan filter yang berkaitan denganpenerimaan akan nyata atau tidaknya sesuatu.

    3) Memories. Memori adalah sebuah proses mengingat (memproduksi) ataumemanggil sesuatu yang telah dipelajari.

    4) Decition. Decition merupakan keputusan yang terbaik yang dilakukanindividu dari beberapa alternatif kemungkinan.

    5) Language (bahasa). Bahasa merupakan aspek penting dalam mengode danmengomunikasikan pengalaman dan ide-ide.

    6) Attitude (sikap). Sikap merupakan peta mental yang dioperasikan individu .Penyeleksian melalui faktor-faktort tersebut akan menghasilkan sebuah

    realitas internal (RI) dalam bentuk pikiran dan perasaan yang menjelma padakeadaan tertentu (state). Keadaan pikiran dan perasaan ini dikendalikan melaluirepresentasi internal dan fisiologi, dan akhirnya akan menentukan perilaku kita(behavior). (Yuliawan, 2010: 57) dan Natalia (2007: 64).

    Harris (2003: 52-64) memberikan penjelasan tentang kerangka kerja NLPdengan versi berikut ini. NLP merupakan the experiental array (rangkaianpengalaman). Rangkaian ini terdiri atas lima unsur yang berkontribusi terhadapsebuah performance yaitu hasil (outcome), perilaku, mental, emosi, keyakinan, dannilai. Kelima unsur ini berkaitan erat dan membentuk sebuah sistem, sehinggaunsur internal (pikiran dan perasaan) akan memengaruhi perilaku, dan perilakuakan menghasilkan sebuah hasil (outcome).

    Versi ketiga mengenai kerangka kerja NLP dikemukakan oleh Robert Diltzdengan mengintegrasikan berbagai macam model melalui Neurological level (levelneurologi). Proses perubahan pada diri seseorang (NLP berkaitan dengan prosesperubahan ) dapat terjadi pada beberapa tingkatan, yaitu:1) Spiritual. Tingkatan tertinggi yang menaungi tingkatan di bawahnya.

    Memaknai peran yang dijalanai sehingga berpengaruh besar pada sistemkehidupan individu.

    2) Identitas. Tentang identitas diri, misi hidup, dan nilai-nilai inti dalam hidup.3) Keyakinan (nilai). Rangkaian hal yang diyakini, yang menjadi dasar perilaku.4) Kapabilitas. Sekumpulan keterampilan, keahlian, stategi yang digunakan

    dalam kehidupan.5) Perilaku. Perilaku spesifik yang dilakukan.6) Lingkungan. Reaksi terhadap lingkungan tempat kita hidup.

    Versi pertama dan versi kedua pada dasarnya sama, yaitu sebuah rangkaianyang saling bertautan pada saat seorang individu menerima informasi danmengolah informasi tersebut sesuai dengan persepsi internalnya untuk mencapaitujuan. Versi ketiga yang berkaitan dengan neurological level merupakanranah/tingkat pencapaian dari proses tersebut.

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    36

    4. Pilar (prinsip) dan Asumsi Dasar dalam NLPNLP memiliki sejumlah pilar. Pilar-pilar tersebut merupakan komponen

    yang harus diperhatikan pada saat menerapkan sejumlah teknik. Selain prinsip(pilar), NLP memiliki sejumlah asumsi dasar. Asumsi dasar merupakan landasandari teknik yang digunakan. Pilar (prinsip) NLP meliputi: 1) individu (dirisendiri,); 2) outcome (tujuan); 3) rapport (hubungan baik); 4) kepekaan yangtinggi; 5) ekologi; 6) fleksibel. (Yuliawan, 2010:23).

    Asumsi dasar (preusuposisi) dalam NLP diformulasikan oleh Bodenhamer(Yuliawan, 2010: 27) dan sumber lain yang merupakan landasan dari teknik-teknik dalam NLP, di antaranya dipaparkan berikut ini.

    1) The map is not the territory. Peta bukanlah wilayah. Apa yangdialami, dilihat, didengar, dirasakan, bukanlah hal yang sebenarnya,tetapi otaklah yang mengartikan hal tersebut. Dengan kata lain, sebuahwilayah tidak pernah berubah, makna kepada wilayah itulah yangsenantiasa dapat berubah. Asumsi ini menjadi landasan dari beberapateknik yang dapat digunakan jika menghadapi sebuah kejadian. Tekniktersebut diantaranya swish pattern, mapping accros.

    2) People respond according to their internal maps. Respon seseorangadalah apa yang ada dalam peta/persepsi internalnya.

    3) Meaning are context dependent. Sebuah makna bergantung padakonteks tertentu.

    4) We cannot not communicate. Manusia selalu berkomunikasi. Dalamsetiap keadaan, manusia pada dasarnya senantiasa melakukankomunikasi. Pada saat diam, berkomunikasi terhadap diri sendiri.Meskipun tidak menggunakan kata-kata secara verbal, bahasanonverbal selalu digunakan pada saat kita tidak mengeluarkan kata-kata verbal. Oleh karena itu, bahasa verbal dan nonverbal menjadikajian dalam NLP. Asumsi ini melandasi penggunaan teknik sensoryaquity (kepekaan yang tinggi) atau representasi system (visual,auditori, kinestetik).

    5) Wellformed outcome. Ungkapkan dengan bahasa positif. Untukmencapai tujuan dari sebuah tindakan maka hendaknya bahasa yangdigunakan bahasa yang memiliki makna positif.

    6) Mind and body are one system and affect each other: pikiran dantubuh saling mempengaruhi. Asumsi ini menjadi landasan tekniksensocy acuity: kepekaan inderawi,.matching and mirroring; dan state.

    7) There are two communication levels: Conscious and Unconscious.Level komunikasi ada dua, yaitu melalui pikiran sadar dan pikiranbawah sadar. Komunikasi yang dilakukan melalui pikiran bawahsadar lebih efektif daripada komunikasi yang dilakukan melaluipikiran sadar. Oleh karena itu, teknik yang dapat dilakukan untukmempengaruihi pikiran bawah sadar perlu digunakan. Teknik yangdapat digunakan di antaranya teknik alfa.

    Selain ketujuh asumsi tersebut, masih banyak asumsi yang dijadikan

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    37

    landasan penggunaan teknik ketika NLP digunakan dalam berbagai bidangkehidupan.

    Unsur selanjutnya yang ada dalam NLP seperti dikemukakan Yuliawan(2010: 159) adalah NLP Model (NLP pattern), di antaranya Milton Model danMeta Model. Teknik-teknik yang digunakan dalam menerapkan model tersebutberkaitan dengan representasi system yang dimiliki seseorang. Representasiberkaitan dengan penggunaan bahasa verbal yang bergantung pada gaya belajaryang dikuasai, seperti gaya visual, audiori atau kinestetik. Selain bahasa verbal,bahasa nonverbal merupakan bagian di dalamnya. Bahasa nonverbal yangdimaksud di antaranya eye accessing cues dan fisiologis (gerak tubuh ) lainnya.

    Masih dalam Yuliawan (2010: 77-100), teknik lain yang terdapat dalamNLP adalah submodalitas; wellformed outcome; penggunaan bahasa positif;inisiatif dan kontrol diri; ekologis; being connected; sensory acuity; rapport; state;anchor; pacing; mirrorin, leading, calibracing dan methafora.

    Penggunaan teknik-teknik tersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasisebuah kegiatan. Teknik yang dapat digunakan selama proses pembelajaran adalahstate of mind, representation system, rapport, penggunaan bahasa positif, repetisi,metafora, dan unsur lain yang menjadi bagian di dalamnya. Dalam hal ini, gurudituntut kreatif dalam mengolah dan menerapkannya. Berikut disajikan polakerangka berpikir NLP dalam bentuk bagan hasil analisis penulis berdasarkan teoriNLP dari beberapa sumber.

    Bagan 1. Pola Kerangka Berpikir NLP

    RE

    Asumsi Dasar RI/Pikiran Sumber daya Pilar

    TeknikWujud

    Perilaku(Berubah)

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • SEMANTIK Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    38

    5. Menerapkan NLP dalam Model PembelajaranPenerapan NLP dalam pembelajaran mengacu pada pilar-pilar NLP yang

    terdiri atas enam hal, yaitu: 1) Praktikkan pada diri sendiri, 2) bangun keakraban(rapport), 3) tetapkan hasil secara spesifik/tujuan, 4) kepekaan yang tinggi, 5) cekekologis, dan 6) fleksibilitas. (Yuliawan, 2010:23). Keenam pilar tersebutdilengkapi dengan adanya fondasi dasar yang berupa asumsi sebagaimana telahdipaparkan dalam sub bab sebelum ini. NLP diterapkan dalam pendidikan salahsatunya sebagai metode pembelajaran. Terdapat beberapa macam penelitian yangtelah mengaplikasikan NLP sebagai metode pembelajaran, yaitu untukmeningkatkan kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran. Penekanannyadipusatkan pada komunikasi antara guru dan siswa sehingga proses pembelajaranberjalan dengan menyenangkan. Hal tersebut senada dengan pernyataan Craft(2001: 125) yang mengemukakan bahwa NLP dapat diterapkan dalam prosespembelajaran yang positif dan praktis sebagai salah satu cara yang efektif bagipembelajar pada segala lapisan usia. Dengan menggunakan prinsip NLP, kita dapatmemanfaatkan fleksibilitas tingkah laku dalam proses pembelajaran yang baru danmenyenangkan. Demikian juga (Dryden & Vos, 1999: 123) mengemukakan bahwadengan menggunakan prinsip NLP, seseorang dapat memanfaatkan fleksibilitastingkah laku dalam proses pembelajaran yang baru dan menyenangkan. Kegiatanbelajar berkembang dengan cepat dan mudah melalui kegembiraan dan eksplorasidalam suatu atmosfer yang mendukung kegiatan belajar, yang meliputikeberagaman, kejutan, imajinasi, dan tantangan. Penjelasan Craff, Dryden dan Vostersebut penekanannya pada situasi dan kondisi perasaan siswa pada saat mengikutipembelajaran, yaitu berada pada kondisi menyenangkan. Pada saat kondisi siswamerasa tenang, senang atau bahagia keadaan gelombang otaknya berada padakeadaan alfa, yaitu berkisar pada gelombang 8-12 putaran per detik, sebagaimanaditulis oleh Beaver (2008: 25); Muhammad Yunus (Inspirasi Indonesia: 2011)bahwa gelombang otak manusia terdiri atas empat tingkat, yaitu gelombang beta,alfa, tetha, dan delta. Penggolongan tingkatan itu merupakan hasil pengukuran darialat yang bernama EEG (Electro Encephalo Graph). Melalui alat tersebut diperolehempat kelompok gelombang otak yang disebut Brain Wave States are Measures ofElestrical Activity. (Jaya, 2010: 14); Noer (2010: 65). Gelombang beta berada padaposisi sangat sadar, 12-25 putaran perdetik. Pada saat seperti ini pikiran sadarmelakukan pemikiran 100%. Gelombang alpha (rileks) berada pada gelombangantara 8-12 putaran perdetik. Pada saat ini pikiran sadar melakukan pemikiransebanyak 25%. Gelombang theta (sangat rileks), yaitu keadaaan pada saat antarasadar dan tidur lelap dengan gelombang 4-7 putaran perdetik. Pada posisi ini pikiransadar nyaris tidak berperan, tetapi pikiran bawah sadar tetap aktif , begitu pulakelima panca indera. Gelombang delta pada konsisi tidur lelap, berada pada putaran0,5-4 hz. Pada kondisi ini semua informasi tidak dapat masuk karena kelima pancaindera tidak aktif, namun pikiran bawah sadar tetap akitf. Keempatgelombang itu merupakan komponen pembentuk kesadaran manusia. Pada saatgelombang alfa secara dominan menguasai otak seseorang, pada saat itulah prosespembelajaran akan terserap secara maksimal karena mudah diakses oleh pikiran

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2pdf.com

  • Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK

    39

    bawah sadar. Penciptaan suasana yang dapat mendorong gelombang otak siswaberada pada kondisi alfa, salah satu caranya dengan menyertakan musik pada saatbelajar. Hal itu telah dibuktikan oleh Luzanov, seorang pengajar dan psikiaterBulgaria dengan format pembelajaran yang bernama Suggestopedy. (Luzanov, 1978:2). Melalui suggestopedy, dalam penelitian yang dilakukan Luzanov, tentara ASberhasil mempelajari Bahasa Jerman dengan peningkatan 61%, dua kali lebih tinggidibandingkan pembelajaran bahasa Jerman yang konvensional. (Dryden&Vos,1999:126).

    Cara lain yang bisa dilakukan guru pada saat pembelajaran melaluipenciptaan suasana pikiran siswa masuk ke dalam suasana trance. Keadaan trancemerupakan keadaan otak berada pada gelombang alfa sebagai langkah awal dalamhynosis. Penciptaan suasana ini menurut Bandler dan Grinder (1981: 35) dalambukunya yang berjudul Trance-Formation Neurolinguistic Programming and thestructure of Hypnosis dapat dilakukan melalui teknik pacing and leading. Salahsatunya melalui penggunaan kata transisi dan atau seperti pada kalimat yangdiucapkan.

    Pendapat lain yang mengungkapkan tentang penerapan NLP dalam bidangpendidikan adalah Dilts dan Epstein (1995: 27) yaitu untuk menyediakan kerangkakerja dasar yang digariskan pada pengalaman belajar empiris dan situasi latihandengan tujuan untuk meningkatkan keefektifan dan kecepatan pencapaian tujuanbelajar (Dilts & Epstein, 1995:27). NLP menghubungkan perkataan, pikiran, dantingkah laku dengan tujuan, melalui cara menitikberatkan pada komunikasi efektifdengan bantuan media untuk mengambil perspektif dari suatu permasalahan yangdihadapi (Craft. 2001: 129). Hal tersebut dapat mengubah masalah kesulitan belajarmenjadi program percepatan belajar yang diharapkan.

    Penerapan NLP dalam pendidikan, tidak sebatas hanya dapat diterapkansebagai metode mengajar, tetapi dapat pula diterapkan sebagai model pembelajaran.Dalam tulisan ini, penulis memasukkan teori yang terdapat dalam NLP, baik asumsi,prinsip, atau teknik yang terdapat di dalamnya ke dalam komponen modelpembelajaran. Teknik-teknik tersebut adalah

    1. State of mind (keadaan pikiran yang ditunjukkan oleh sikap tubuh guru danpilihan kata yang digunakan guru ketika memasuki kelas dan memulaipelajaran. State of mind dilakukan melalui rapport (menjalin hubungan),pacing ( menyamakan gerakan, sikap, tindakan antara guru dan murid).

    2. Rapport (hubungan baik).Selama proses belajar mengajar, guru menciptakan hubungan yangharmonis dengan para siswa. Teori dalan NLP yang dapat dimanfaatkanselama PBM adalah matching (menyesuaikan). Menyesuaikan adalahmencocokkan aspek perilaku eksternal guru menyamai secara maksimaldengan aspek perilaku para siswa. Rapport dapat ditempuh melalui pacing

    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

    http://www.go2