menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

29
1 SUPLEMEN SUPLEMEN SUPLEMEN SUPLEMEN SUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007 Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan; Perspektif Islam dan Hukum Positif

Upload: muhammad-asfar

Post on 30-Jun-2015

250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

1SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Page 2: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 20072

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Rahima

MenimbangPenghentian Kehamilan

Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Oleh:Afwah Mumtazah danYulianti Muthmainnah

Page 3: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

3SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Menimbang Penghentian KehamilanMenimbang Penghentian KehamilanMenimbang Penghentian KehamilanMenimbang Penghentian KehamilanMenimbang Penghentian KehamilanTTTTTidak Diinginkan;idak Diinginkan;idak Diinginkan;idak Diinginkan;idak Diinginkan;

Perspektif Islam dan Hukum Positifoleh:

Afwah Mumtazah dan Yulianti Muthmainnah

Hak cipta dilindungi undang-undangAll rights reserved

Cetakan I: April 2007Editor: Nur Achmad

Rancang sampul: Mars DisainSetting/layout: Mars Disain

Penerbit: Rahima JakartaJl. Pancoran Timur IIA No. 10 Perdatam

Pasar Minggu Jakarta SelatanTelp. 021-798 41 65 Faks. 021-798 2955

email: [email protected]

Page 4: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 20074

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

PengantarPengantarPengantarPengantarPengantar

Assalamu ’alaikkum wr. wb.

Sebagai tanda syukur pada Allah swt. atas usia SwaraRahima yang berhasil terbit sampai dengan edisi 20 makasejak edisi tersebut Redaksi menampilkan rubrik

tambahan berupa Suplemen. Pada Suplemen nomor 1 yanglalu Swara Rahima telah mengangkat tema Harta Gono-gini:Mencari Formula yang Adil untuk Perempuan dan mendapatsambutan hangat dari para pembaca.

Suplemen no. 2 di Swara Rahima edisi 21 kali ini,menghadirkan tema yang cukup menggugah, yaitu:Menimbang Penghentian Kehamilan; Perspektif Islam danHukum Positif. Tulisan singkat ini disuguhkan oleh dua or-ang alumni Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) yangdiselenggarakan Rahima dalam rentang tahun 2005-2006.Kedua penulis memiliki latar belakang yang sedikit berbeda,baik pendidikan maupun aktivitas keseharian.

Membicarakan topik penghentian kehamilan yang tidakdiinginkan hampir selalu tidak terlepas dari pro dan kontra.Mereka yang pro dengan penghentian kehamilan yang tidakdiinginkan mengungkap sejumlah argumentasi dan fakta-faktayang kuat, begitu pula yang kontra, menampilkan sejumlahalasan. Keduanya seolah tidak ada titik temu. Padahal,

Page 5: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

5SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

namanya pemikiran (baca: hasil ijtihad) selalu bersifat relatif,bisa jadi benar atau sebaliknya, salah. Bisa saja benar padasuatu kondisi, tetapi kurang tepat pada kondisi lain.Karenanya, tidak perlu disikapi dengan bersitegang dan salingmenyalahkan, bahkan mengkafirkan pihak yang pendapatnyaberbeda.

Suplemen berikut memaparkan secara baik temapenghentian kehamilan yang tidak diinginkan dengansejumlah problem yang mengitarinya. Ada sejumlah faktapenghentian kehamilan dikaitkan dengan Angka KematianIbu (AKI) di Indonesia yang tergolong tinggi, untuk tidakmengatakan gawat. Menariknya lagi, tulisan ini melihatpenghentian kehamilan yang tidak diinginkan dari sudutpandang hukum dan madzhab dalam Islam, maupun hukumpositif di Indonesia. Secara umum, tulisan ini mengajakpembaca untuk menyikapi penghentian kehamilan yang tidakdiinginkan secara bijak dan tidak emosional dengan senantiasamelihat realitas sosial yang ada. Sementara bila penghentiankehamilan yang tidak diinginkanaman dilarang tanpa melihatillat al-hukmi (alasan hukumnya), akan bermunculan peng-hentian kehamilan tak aman yang siap merenggut nyawasang ibu.

Selengkapnya, silakan pembaca menikmati sajian berikut.Selamat membaca.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.Jakarta, 9 April 2007

Redaksi

Page 6: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 20076

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Satu ketika dalam sebuah pengajian bulanan, parapeserta terenyuh oleh tanggapan seorang ibu muda.Sebut saja Ani (bukan nama sebenarnya). Ia ditanya

narasumber. “Punya anak berapa, Bu Ani?”. Sang ibumenjawab “Yang hidup tiga, tapi sebenarnya sudahsembilan”, jawabnya tanpa beban. “Lho…memangnyaenam anak ibu meninggal, usia berapa merekameninggal?’’ lanjut narasumber kemudian. Dan, belumsempat dijawab oleh Ibu Ani, salah seorang peserta lainikut andil bertanya dengan nada penasaran. “Bu, setahusaya anak tertua ibu ‘kan baru kelas satu SMP?”. Denganringan Bu Ani menjawab, “Kan selalu saya gugurkansetiap saya positif hamil beberapa minggu dibantudukun desa atau dengan jamu-jamuan peluntur”. 1

MenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMenimbangPenghentian KehamilanPenghentian KehamilanPenghentian KehamilanPenghentian KehamilanPenghentian Kehamilan

TTTTTidak Diinginkan;idak Diinginkan;idak Diinginkan;idak Diinginkan;idak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Oleh:Afwah Mumtazah danYulianti Muthmainnah

Page 7: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

7SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Kisah di atas merupakan penggalan kisah nyatadari beribu kisah yang mungkin tak terekam denganbaik dalam ingatan kita. Realitas tersebut menunjukkanbahwa penghentian kehamilan (aborsi) sering ditemukandalam kehidupan masyarakat saat ini dengan berbagaialasan yang mendasarinya. Bahkan, penghentiankehamilan tersebut menjadi salah satu penyebabtingginya AKI (Angka Kematian Ibu).

Penghentian Kehamilan dan AKI di IndonesiaMembicarakan jumlah kasus penghentian

kehamilan (aborsi) bukanlah perkara mudah. Pasalnya,angka-angka tentang aborsi secara akurat dengan hi-tungan yang tepat sulit didapatkan. Bahkan, bisa jadifakta di lapangan justru lebih banyak dibandingkan datayang tampak. Hal ini dipengaruhi oleh perspektifmasyarakat tentang aborsi yang cenderung negatif,seperti stigma (cap) sebagai ”pembunuh” bagi pelakunya.Karenanya, pelaku cenderung menyembunyikantindakan aborsi, walaupun alasannya dapat dibenarkan.

Prof. Suradji Sumapraja menyatakan, 99,7%perempuan yang melakukan penghentian kehamilan(aborsi) adalah ibu-ibu yang sudah menikah.2 Sementaraitu, penelitian yang dilakukan Indraswari dari FISIPUniversitas Padjajaran Bandung tahun 1997 menyim-pulkan bahwa 85% pelaku aborsi sudah menikah. Dalam

1 Wawancara langsung penulis dengan responden di Cirebon, 2006.2 Kompas, 30-11-1997

Page 8: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 20078

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

penelitian itu juga diungkap, abortus spontan (aborsitak langsung atau sering disebut keguguran) disebabkankarena kelelahan, beban kerja berlebihan, dan kondisikesehatan buruk mencapai angka 20%, selebihnya 10%responden melakukan Abortus Provokatus Terapikus(APT), dan 65% responden melakukan AbortusProvokatus (APK) atau aborsi yang dilakukan dengansengaja.3

Aborsi juga menjadi penyumbang bagi tingginyaAKI di Indonesia. AKI, menurut Organisasi KesehatanDunia (WHO), adalah kematian perempuan yang terjadiselama masa kehamilan, persalinan, atau kematiandalam tempo 42 hari setelah persalinan akibat buruknyapenanganan semasa kehamilan, dan bukan karenakecelakaan.4 Data UNDP 1980–1997 menunjukkan,AKI di Indonesia mencapai angka sekitar 650 per100.000 kelahiran hidup. Sedangkan data DepartemenKesehatan RI tahun 2001 menunjukkan AKI meningkatmenjadi 396 per 100.000 kelahiran hidup dari angkatahun 1997 sebesar 373.5 Sedangkan pada tahun 2003,AKI hanya berhasil sedikit ditekan menjadi 307 per100.000 kelahiran hidup.6 Jumlah AKI Indonesia sangattinggi, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Di Singapura, AKI

3 Badriyyah Fayumi, Aborsi dalam Perspektif Islam, (Makalah), 2001, h. 354 Fact Sheet, ’’Kematian Ibu di Indonesia’’, Yayasan Kesehatan Perempuan,

(Jakarta), 3 November 20035 Kompas, Rubrik Swara, “Memperingati Hari Ibu; Mengapa AKI Masih

Tinggi Juga?”, (Jakarta), 22 Desember 20036 Kompas, Rubrik Swara, “AKI Sulit Turun kalau Persoalan di Lapangan

Terlepas’’, (Jakarta), 23 Agustus 2004. secara kuantitatif memang benar bahwa

Page 9: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

9SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

hanya terjadi 6/100.000 kelahiran hidup, sedangkanMalaysia 39/100.000 kelahiran hidup. Posisi selanjutnyaditempati Thailand dengan 44/100.000, Vietnam dengan160/100.000, Filipina 170/100.000 kelahiran hidup.Dan, puncaknya terjadi di Indonesia yang menembusangka 396/100.000 kelahiran hidup.7 Dalam skala lokal,misalnya, pada tahun 2005 AKI di Cirebon, berjumlah124 orang. Angka ini meningkat 40% menjadi 177orang pada tahun 2006.8

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingginyaAKI di Indonesia. Antara lain kurang baiknyapenyediaan dan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil,rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, dan jugadipengaruhi rendahnya kepedulian para suami. Selainitu, faktor penghentian kehamilan (aborsi) oleh selaintenaga medis yang kompeten merupakan salah satupenyumbang tingginya AKI di Indonesia. Di samping,sebagai pemilik angka tertinggi AKI untuk negara-negaradi Asia Tenggara, AKI Indonesia juga tertinggi jikadibanding dengan AKI negara-negara lain yangmayoritas penduduknya muslim.9

dari data tersebut AKI bisa ditekan kemunculannya hingga 47%. Namun, biladibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara lainnya, angka yangsedemikian masih tetap terhitung tinggi

7 Fact Sheet, ‘’Profil Kesehatan Perempuan di Indonesia” Yayasan KesehatanPerempuan, (Jakarta: 2001.

8 Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, “Perbandingan Hasil PendataanKeluarga”, 2006

9 Fact sheet, ”Angka Kematian Ibu, Yayasan Kesehatan Perempuan, (Jakarta),2003

Page 10: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200710

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Pengertian dan Realitas PenghentianKehamilan

Secara lughawi (bahasa), aborsi berasal dariBahasa Inggris abortion dan Bahasa Latin abortus yangberarti gugur kandungan, keguguran atau dikenal jugapenghentian kehamilan. Menurut William Obstetric,aborsi didefinisikan sebagai tindakan penghentiankehamilan di bawah 20 minggu atau saat berat janinkurang dari 500 gram. Pendapat ini senada dengandefinisi WHO bahwa aborsi adalah penghentiankehamilan sebelum janin dapat hidup di luarkandungan atau berat janin kurang dari 500 gram.10

Sayangnya, dalam pandangan masyarakat umum, aborsidipahami lebih mengacu pada arti penggugurankandungan secara sengaja dari rahim seorang ibu.Padahal, arti sebenarnya bisa lebih luas dari itu, karenagugurnya kandungan tanpa sengajapun termasuk dalamistilah aborsi.

Para fuqaha (ahli fiqh), kecuali Syafi’iyyah,mendefinisikan aborsi sebagai “isqath al-haml” yangberarti pengguguran janin yang dikandung dengantindakan tertentu sebelum sempurna masa kehamilan-nya. Yakni sebelum janin bisa hidup di luar kandungan,namun telah terbentuk sebagian anggota tubuhnya.Sedangkan para ahli kedokteran mendefinisikan aborsidengan pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi,

10 WHO, Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for HealthSystem, (4 September 2000).

Page 11: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

11SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

yakni 28 minggu atau sebelum janin mencapai 1000gram.11

Dari tiga definisi aborsi di atas, sebuah tindakanbisa disebut aborsi jika memenuhi unsur-unsur:kesengajaan menggugurkan, adanya tindakan tertentu,terjadinya masa kehamilan belum sempurna, dansebagian anggota tubuhnya telah terbentuk. Daridefinisi-definisi tersebut ada titik temu antara aborsiversi para fuqaha dan aborsi versi ahli kedokteran, yakniadanya upaya tertentu untuk mengeluarkan janin ataumengakhiri kehamilan dan dilakukan pada saat janinbelum bisa hidup di luar kandungan meski sudahterbentuk.12

Aborsi dapat dikategorikan menjadi dua macam,yaitu: pertama, abortus spontanneous (aborsi spontan),yakni aborsi yang terjadi dengan sendirinya, tidaksengaja dan tanpa pengaruh dari luar atau tanpatindakan. Aborsi spontan bisa terjadi karena kecelakaandalam berkendaraan, kecapekan, penyakit, jatuh, danlain-lain. Dan, kedua, abortus provocatus atau abortusartifiallis, yakni aborsi yang dilakukan dengan sengaja.Tindakan aborsi semacam ini terbagi dalam dua macamyakni, pertama aborsi yang dilakukan atas dasarpertimbangan medis untuk menyelamatkan jiwa ibu(atau pertimbangan medis lainnya) dan kedua, aborsiyang dilakukan tanpa indikasi medis. Dengan penyataan

11 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,1994), h. 33

12 Badriyyah Fayumi, 2001, op.cit.

Page 12: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200712

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

lain, aborsi tanpa keadaan daruriyyat (keterpaksaan) atauhajjiyyat (kebutuhan mendesak). Aborsi jenis kedua iniyang kemudian dinilai—oleh sebagian kalangan—sebagaitindakan pidana dan dapat dikenakan sanksi.13

Aborsi sebagai tindakan kriminal (pembunuhan)dikarenakan pasal-pasal dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-UndangKesehatan RI No. 23 Tahun 1992 melarang aborsi. Selainitu, aborsi yang sementara juga dianggap berlawanandengan norma moral, dan keagamaan kiranya menjadifaktor utama ketidakterbukaan pelaku aborsi.Karenanya, banyak perempuan hamil melakukan aborsisecara tertutup atau sembunyi-sembunyi dengan bantuandukun/bidan, dengan cara diurut, meminum jamu-jamuan, maupun melakukan operasi kecil. Ironisnya,hal itu dilakukan tanpa bantuan tenaga medis yangprofesional, tanpa persiapan fisik dan psikis secaramatang sehingga menyebabkan risiko kematian.

Sekalipun berhadapan dengan norma danhukum, pelaku aborsi menganggap bahwa aborsi dapatdijadikan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Secaraumum, pelaku aborsi dikelompokkan menjadi tiga:pertama, perempuan yang sudah menikah. Merekamelakukan aborsi di antaranya karena faktor bobol(gagal) kontrasepsi/KB (Keluarga Berencana), usia ibuyang terlalu tua/muda, alasan kesehatan yang

13 Masjfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, (Surabaya:Bina Ilmu, 1986), h. 38-39

Page 13: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

13SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

membahayakan nyawa ibu atau janin sendiri, jarakkehamilan yang terlalu dekat dari sebelumnya, traumamelahirkan, atau karena sedang menyusui, faktorketerbatasan ekonomi, belum siap secara mental, statusperkawinan yang tidak strategis seperti menjadi istrikedua dan seterusnya; Kedua, perempuan yang belummenikah. Argumen galibnya, seperti pacar tidakbertanggung jawab, masih remaja, takut pada orang tua,atau kehamilan yang tidak dikehendaki pacar/pasangan.Dan, ketiga, perempuan korban kekerasan seksual,seperti hamil akibat perkosaan atau akibat incest.14

Secara sadar, sesungguhnya perempuan sulit melakukantindakan tersebut,15 namun, “keterpaksaan” adalahpilihan yang tak terelakan. Apalagi bila kehamilan ituterjadi tanpa persetujuan perempuan seperti hamil diluar pernikahan akibat perkosaan atau incest.Umumnya, keputusan melakukan atau tidak melakukanaborsi ditentukan oleh orang lain di luar dirinya sepertisuami, pacar, orang tua atau mertua.

Inilah yang menjadikan posisi tawar perempuansangat rendah. Selain ia harus menanggung risikokematian, perempuan juga tidak diberi kesempatanuntuk memilih melanjutkan atau menghentikankehamilannya secara sadar. Persoalan-persoalan argumen

14 Incest adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki hubungan darah, misalnya ayah kepada anak perempuan,kakak laki-laki kepada adik perempuan, dll. Terkadang incest dilakukanbersamaan dengan kekerasan fisik dan psikis, sehingga korban dalam keadaantidak berdaya, tidak punya pilihan, trauma, stress, dan lain-lain.

15 Wawancara langsung dengan responden di Cirebon, 2006

Page 14: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200714

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

yang mendasari terjadinya aborsi kebanyakan selalumenjadi tanggungan dan kepentingan perempuan.Hampir semua perempuan pelaku aborsi selalumelibatkan beban emosi, mental, dan fisik seorang diri.Apapun alasan terjadinya kehamilan—dalam ikatanpernikahan maupun di luar pernikahan—tetap sajaperempuan yang menanggungnya. Ia menjadi pihakyang tersudutkan dan sendirian menanggung beban.Sementara pasangan yang menyebabkan kehamilansehingga aborsi itu dilakukan, yang notabene adalahlaki-laki tidak tersentuh oleh sanksi, baik moral atauhukum. Seolah perempuan dapat hamil dengansendirinya, tanpa keterlibatan laki-laki.

Ibarat memakan buah simalakama, banyakperempuan berdiri di persimpangan, antara untuk tidakmelakukan atau melakukan aborsi. Dua pilihan ini tetapsaja merugikan perempuan. Kalau ia memilih mem-biarkan janin itu hidup dan berkembang hingga lahir,terlebih bila kehamilan terjadi karena faktor-faktor diluar kebiasaan, maka perempuan akan menerima risikopenolakan dalam masyarakat. Ungkapan anak haram,anak zina, anak tanpa bapak adalah risiko yangseringkali dihadapi perempuan. Bahkan, pandangannegatif ini akan terus ada sampai anak itu besar. Selainitu, kendala ekonomi yang menghadang di depan mata,ketika membesarkan anak seorang diri juga bukanperkara mudah. Namun, ketika memilih untuk meng-hentikan kehamilan (aborsi), perempuan jugadiharuskan berhadapan dengan norma agama,

Page 15: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

15SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

masyarakat, dan hukum karena dianggap melakukantindak pembunuhan. Ia akan dicap sebagi ibu yang kejidan kejam sehingga berhak ditempatkan dalam penjaraatau bui.

Memandang Aborsi Perspektif IslamAlquran, yang menjadi sumber utama dalam

menerapkan hukum, tidak secara detail (terperinci)menerangkan tentang boleh tidaknya aborsi. Ayat yangada menjelaskan tentang proses penciptaan manusia,perkembangan janin dalam rahim ibu, penghormatankepada manusia, serta larangan membunuh anak.

Hal ini dapat dilihat antara lain dalam Q.S. al-Mukminun, 23: 12-14: “Dan sesungguhnya Kami telahmenciptakan manusia dari suatu saripati (berasal daritanah) [12] Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) [13]Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah.Lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging.Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang.Lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging.Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)lain. Maha Suci Allah, Pencipta Yang Maha Baik [14]”.Q.S. al-Isra’, 17:70 “Dan telah Kami muliakan anak cucuadam (manusia) dan Kami mudahkan mereka untukbisa berjalan di darat dan di laut, dan Kami limpahkanrizki kepada mereka yang baik-baik dan Kami utamakanmereka dari kebanyakan makhluk-makhluk lainnya yangKami ciptakan”. Q.S. al-An’am, 6:151 “Dan janganlah

Page 16: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200716

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan,Kami melimpahkan rizki kepadamu dan kepadamereka”.

Sedangkan Hadis Nabi yang menjadi acuantentang penciptaan dan perkembangan janin dalamrahim ibu adalah hadis riwayat Muslim dari Abdullahbin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:“Sesungguhnya setiap orang di antara kalian melaluiproses percampuran di dalam perut ibunya selama 40hari dalam bentuk nutfah, berikutnya selama jumlahwaktu yang sama (40 hari) dibentuk menjadi ‘alaqah,kemudian terbentuk menjadi mudgah selama waktuyang sama (40 hari), kemudian malaikat diutus danmeniupkan ruh kepadanya, lalu memerintahkanmencatat empat kalimat: rezeki, ajal, amal, dan nasibnyamenjadi orang yang sengsara atau bahagia...”. 16

Berdasarkan Alquran dan Hadis di atas,muncullah ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalanganulama tentang hukum penghentian kehamilan atauaborsi. Perbedaan ini terletak pada prapeniupan ruhjanin, yakni pada masa kandungan sebelum 40 hari.Pandangan ini terbagi menjadi dua pendapat: pertama,tidak dianggap pembunuhan/pengguguran secarasengaja yang termasuk tindak kriminal dan kedua, suatukeharaman karena melakukan perusakan kandungan

16 Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Mus-lim, Kitab al-Qadar, Bab Kaifiyyah al-Khalqi al-Adami fi Batni Ummihi..., no.2643, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1424/2003), h. 1019. Lihat juga Yahyabin Syarafuddin al-Nawawi, Arba’in Nawawi, no. hadis: 4, (Surabaya: BintangSurya, 1985), h. 19.

Page 17: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

17SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

dengan mengeluarkan janin yang sudah menetap dalamrahim dengan tanpa sebab.17

Keharaman aborsi sebelum peniupan ruh,menurut al-Ramly dalam Nihâyatul Muhtâj, tidak bisadisebut khilâful aulâ tapi lebih kepada kemungkinanmakruh tanzîh dan makruh tahrîm. Jika semakin dekatdengan peniupan ruh, maka akan semakin kuat pulamakruh tahrim-nya. Dan tidak diragukan keharaman-nya, bila aborsi dilakukan pada masa peniupan ruh dansetelahnya.18

Syaikh Jadul Haq secara lebih rinci menjelaskanpernyataan beberapa mazhab fiqh tentang aborsi. Dalammazhab Hanafi, menurut al-Hashkafi aborsi sebelumkandungan berumur 120 hari secara umum diperbo-lehkan, jika ada alasan yang sah.19 Di samping itu, adasebagian dari mereka yang memakruhkan dengan alasanyang sah pula, seperti: untuk memelihara air susu ibu(ASI) agar tetap mengalir bagi bayi yang disusui,kekhawatiran pada keselamatan ibu atau kesulitan medissaat melahirkan. Sementara mayoritas ulama mazhabMalikiyah melarang aborsi sekalipun kandungan belumberumur 40 hari. Karena menurut mereka proseskehidupan telah dimulai sejak pertemuan sperma (mani)dan ovum (sel telur). Proses ini harus dihormati dan

17 Syamsudin Muhammad Al-Ramli, “Nihayat al-Muhtaj”, (Beirut: 1984),juz 8, h. 442.

18 Ibid.19 Sebagaimana dikutip oleh KH. Husein Muhammad, Aborsi dalam

Perspektif Islam, Makalah disampaikan dalam bedah buku Fikih Aborsikarya Maria Ulfah Anshor, Jakarta, 29 November 2006, h. 1.

Page 18: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200718

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

dimuliakan serta tidak ada siapapun yang mengha-langinya. Sementara ulama Madzhab Syafi’iyah dalamhal ini berbeda pendapat. Sedangkan Ibnu Hajar al-Haitsami membolehkan aborsi sebelum kandunganberumur 42 hari. Lebih dari itu dilarang. 20 Ibnu Hajarmendasarkan pendapatnya pada hadis riwayat Muslimdari ‘Abdullah ibn Mas’ud dan Huzaifah ibn Asid al-Gifari: “Jika nuthfah melewati 42 malam, maka Allahmengutus malaikat untuk membentuk rupa, pen-dengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulangnya...”.21

Sementara Muhammad bin Abu Said mengizinkanselama kandungan belum mencapai 80 hari, denganalasan sama seperti ‘azl.22 Berbeda lagi dengan pendapatSayyid Sabiq, “Sesudah nuthfah menetap di rahim danmelewati usia 120 hari, penghentian kandungan adalahharam. Menggugurkannya sama dengan membunuhjiwa manusia dan ini dikenakan sanksi di dunia dan diakhirat. Namun menggugurkannya sebelum 120 hari,maka dibolehkan sepanjang ada alasan. Dan jika tidakada alasan apapun, maka tindakan tersebut makruh”.23

20 KH. Husein Muhammad (makalah, 2006), h.1.21 Muslim, Sahih Muslim, Kitab al-Qadar, no. 2645, h. 1020.22 Azl dimaknai hanya sekadar pemutusan sebelum terjadinya konsepsi

saat berhubungan seksual. Sehingga sperma keluar di luar vagina/rahim untukmenghindari kehamilan/awal proses kehidupan

23 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz II, h. 177-178. Seperti dikutip olehKH. Husein Muhammad, (2006), h. 2.

Page 19: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

19SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Dalam Mazhab Zaidiyah (kalangan Syi’ah) membo-lehkan aborsi yang dilakukan sebelum kandunganberumur 120 hari.24

Dengan demikian, madzhab-mazhab hukumdalam Islam berbeda pendapat tentang masa dilaku-kannya aborsi, bahkan dalam satu madzhab pun jugaterjadi perbedaan. Hal ini menunjukkan maslaah aborsitermasuk khilafiyyah.

Secara umum, ulama dari semua mazhabmenetapkan “haram mutlak” tindakan aborsi yangdilakukan setelah janin berusia 120 hari (pasca peniupanruh), karena pada saat itu janin sudah bernyawa. Bilamenggugurkan kandungan di masa ini berarti jelasmembunuh manusia, kecuali dalam kondisi daruriyyat,seperti menyelamatkan nyawa ibu dan kondisi daruratlainnya. Namun, ketika dihadapkan pada dua pilihankeselamatan ibu atau anak dalam kandungan, makakeselamatan ibulah yang harus diutamakan. Artinya,dibolehkan melakukan aborsi dalam kondisi daruriyyatmaupun hajjiyyat. Hal ini sesuai dengan Fatwa MajelisUlama Indonesia (MUI) tahun 2005.

Mengenai pendapat MUI selengkapnya dapatdilihat dalam kutipan berikut: Pertama, Aborsi haramhukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis padadinding rahim ibu (nidasi). Kedua, Aborsi dibolehkankarena adanya uzur, baik yang bbersifat darurat ataupun

24 Lihat Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi: Wacana Penguatan HakReproduksi Perempuan, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2006), h. 92-105.

Page 20: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200720

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengankehamilan yang membolehkan aborsi adalah: (1).Perempuan hamil menderita sakit fisik berat sepertikanker satdium lanjut, TBC dengan caverna danpenyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harusditetapkan oleh Tim Dokter; (2). Dalam keadaan dimana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Keadaanhajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapatmelakukan aborsi adalah: (1). Janin yang dikandungdideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelaksulit disembuhkan; (2). Kehamilan akibat perkosaanyang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain; keluarg korban, dokter,dan ulama. Kebolehan aborsi sebagaimana di maksuddi atas harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.Dan ketiga, aborsi haram hukumnya dilakukan padakehamilan yang terjadi akibat zina.25

Dari kutipan pendapat para ulama berbagaimadzhab di atas dan juga mencermati Fatwa MUItersebut dapat disimpulkan bahwa aborsi dalam keadaantertentu yang dapat dibenarkan oleh syara’ dibolehkan,walaupun terjadi perbedaan batas usia kehamilan.

Pandangan Hukum PositifJika mengacu pada peraturan aborsi di dunia,

Indonesia termasuk dalam kategori negara yang

25 Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 4 Tahun 2005 tentang Aborsi.

Page 21: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

21SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

membolehkan aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibu.Namun, implementasi peraturan ini menimbulkanketidakpastian. Hal ini karena pertama, KUHP (KitabUndang-Undang Hukum Pidana) melarang terjadinyaaborsi, terutama pasal 346-349 yang menyebutkan bahwaorang-orang yang dapat dikenakan tuntutan kejahatanaborsi adalah perempuan hamil yang memintapelayanan aborsi, orang yang menganjurkan untukaborsi, dan orang yang memberikan pelayanan aborsi(dokter, bidan, mantri, dukun, atau tabib).

Kedua, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992tentang Kesehatan yang saat kelahirannya bertujuanuntuk memperbaiki pasal-pasal dalam KUHP ternyataturut menciptakan hukum yang ambivalen. Pasal 15ayat (1) menyebutkan bahwa dalam keadaan daruratsebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil ataujaninnya, dapat dilakukan medis tertentu. Pasal 15 ayat(2) menyebutkan indikasi medis tertentu hanya dapatdilakukan oleh paramedis yang memiliki keahlian dankewenangan untuk melakukannya dan harus denganpertimbangan tim ahli (medis, agama, hukum, danpsikologi).

Sayangnya, kemungkinan melakukan “medistertentu dalam keadaan darurat” ini dilarang dalampasal 80 ayat (1) yang menyatakan hukuman pidanapenjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak15 juta jika dengan sengaja melakukan tindakan medistertentu terhadap ibu hamil. Tindakan medis tertentuini memuat pernyataan bahwa aborsi dibolehkan bila

Page 22: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200722

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

bertujuan untuk menyelamatkan ibu hamil dan ataujaninnya. Padahal, aborsi tidak pernah diartikan sebagaiupaya untuk menyelamatkan janin, malah sebaliknya.Sehingga, Undang-undang Kesehatan Tahun 1992 inimempunyai cacat hukum dan tidak jelas, karena dokteryang melakukan pelayanan aborsi rentan di matahukum. Selain itu, pasal 15 ayat (2) ini tidak taat asasdengan pasal 15 ayat (1) karena mustahil dalam keadaandarurat, pasien ibu hamil harus meminta pertimbangantim ahli lebih dahulu sebelum mendapat pelayananaborsi.

Sekalipun Indonesia, dalam Undang-undangmasuk dalam kategori negara yang membolehkan aborsidalam keadaan darurat, namun jika melihat kenyataandi lapangan dapat disimpulkan bahwa seolah aborsimerupakan tindakan yang sama sekali dilarang di In-donesia, apapun alasannya. Karenanya, perlu dilakukanpeninjauan ulang terhadap Undang-Undang KesehatanRI tahun 1992 dengan tetap menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan dan kemaslahatan.

Pilihan Adil untuk Perempuan Pelarangan aborsi secara mutlak, tanpa penge-

cualian, bukanlah keputusan yang bijaksana. Terlalubanyak korban nyawa terenggut. Selain makin banyakmuncul celah tindakan aborsi yang tidak aman, jugaakan mempertinggi risiko kematian ibu hamil akibataborsi. Untuk itu, diperlukan kearifan dalam menyikapihal ini. Perdebatan muncul terletak pada waktu dan

Page 23: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

23SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

usia janin. Kajian fiqh klasik yang dihasilkan para imammazhab, pada akhirnya selalu menawarkan prinsipdaruriyyat ketika persoalan-persoalan dasar tidak bisaditempuh. Begitu pula pendapat dari Komisi Fatwa MUIyang menoleransi kebolehan aborsi jika dalam keadaandarurat atau hajat seperti dijelaskan di depan. Kondisigenting/daruriyyat dan atau hajat inilah yang dipegangipara ahli hukum menjadi landasan kebolehan aborsi.

Dalam hal ini, Abu Hanifah menawarkankeputusan aborsi boleh dilakukan apabila dengankehamilan barunya seorang ibu tidak bisa lagi menyusuianaknya. Padahal, pada saat yang sama, suaminya tidakmampu membelikan susu atau menggaji ibu susu(perempuan lain untuk menyusui). Kiranya analogisemacam ini bisa diperluas. Perempuan korbanperkosaan, ataupun kehamilan yang berhadapan denganmasalah daruriyyat dapat dilakukan tindakan aborsi.Karena jika secara psikis—terutama korban perkosaan—ibu hamil yang tertekan dapat berimbas serius terhadapkehamilannya. Sehingga, dalam jangka panjang ikut pulamengganggu kesehatan sang ibu.

Sikap tegas dari pihak terkait, seperti pemerintahdan tokoh-tokoh agama perlu ditagih terkait denganrealitas sosial saat ini. Sudah saatnya para tokoh agamamaupun tokoh masyarakat tidak lagi memperdebatkanadanya pengecualian (celah) kebolehan aborsi sepertidibahas di atas. Apakah “kita” juga termasuk orang yangpeduli moral, jika tiap tahun Angka Kematian Ibu diIndonesia selalu meningkat? Membiarkan aborsi tidak

Page 24: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200724

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

aman sama artinya dengan menyumbangkan nyawa paraibu guna meningkatkan Angka Kematian Ibu, juga samadengan mengamini kejahatan terhadap kemanusiaansekaligus kematian sia-sia.

Untuk itu, undang-undang yang tidak berpihakpada perempuan yakni Undang-undang Nomor 23/1992tentang Kesehatan perlu segera diamandemen. Idemembuat Rancangan Undang-undang Kesehatansebagai solusi perubahan hukum dari Undang-undangKesehatan 23/1992 perlu disambut dukungan maksimal.Rancangan Undang-undang Kesehatan ini lebihprogresif daripada Undang-undang Kesehatan 23/1992yang lalu serta mampu menciptakan peraturan hukumyang ramah bagi perempuan.

Terakhir, aborsi bukan semata-mata jaditanggungan ibu hamil saja. Kini, tanggung jawab itumenjadi milik bersama (kolektif), baik masyarakat,negara, maupun tokoh-tokoh terkait. Sekaligus jugadiperlukan pengentasan dilema aborsi itu sendiri.Dilema aborsi dimulai dari menata perspektif barudalam penanganan aborsi. Perspektif ”tindakan aborsisebagai tindakan yang tidak diperkenankan secaramutlak, karena menyalahi kehormatan kemanusiaanterhadap janin, pelaku, juga norma-norma masyarakatyang berlaku” perlu direkonstruksi (dibangun ulang)dengan perspektif baru yang lebih realistis dan adil bagiperempuan.

Tulisan ini diharapkan dapat turut membantumenjelaskan problem dan realitas aborsi dan kaitannya

Page 25: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

25SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

dengan hak hidup perempuan yang sangat dijunjungtinggi oleh agama. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Daftar PustakaDaftar PustakaDaftar PustakaDaftar PustakaDaftar Pustaka

Abdul Qodir, Faqihuddin, Penghentian Kehamilan Secara TakAman: Tinjauan Islam, makalah pada Workshop AIDS dan KesehatanReproduksi, (Yogyakarta: 2003)

Adriana, et. al, Hak-hak Reproduksi Perempuan yang Terpasung,(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, 1998),cet. ke-1.

Anshor, Maria Ulfah, Fikih Aborsi, Wacana Penguatan HakReproduksi Perempuan, (Jakarta: Kompas, 2006)

Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Perbandingan HasilPendataan Keluarga, (Cirebon: 2006).

Fayumi, Badriyyah, Aborsi dalam Perspektif Islam, (Makalah),2001.

Fact Sheet, Profil Kesehatan Perempuan di Indonesia, (Jakarta:Yayasan Kesehatan Perempuan, 2001).

Fact Sheet, Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Yayasan KesehatanPerempuan, 2003)

Fact sheet, Angka Kematian Ibu, (Jakarta: Yayasan KesehatanPerempuan, 2003

Fact Sheet, Kematian Ibu di Indonesia, (Jakarta: YayasanKesehatan Perempuan, 2003),

Husein Muhammad, Aborsi dalam Perspektif Islam, (makalahdalam Bedah Buku Fikih Aborsi karya Maria Ulfah Anshor), No-vember 2006, tidak diterbitkan.

Kompas, (Jakarta), 30 November 1997.Kompas, Rubrik Swara, Memperingati Hari Ibu; Mengapa AKI

Masih Tinggi Juga?, (Jakarta), 22 Desember 2003.Kompas, Rubrik Swara, AKI Sulit Turun kalau Persoalan di

Lapangan Terlepas, (Jakarta), 23 Agustus 2004.Nawawi, Yahya bin Syarafuddin al-, Arba’in Nawawi, (Surabaya:

Bintang Surya, 1985)Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Abu al-Husain,

Page 26: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200726

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1424/2003), cet.ke-2.

Rancangan Undang-Undang Kesehatan (tahun 2005).Syamsudin Muhammad Al-Ramli, Nihayat al-Muhtaj, (Beirut),

1984, juz 8.Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van

Hoeve, 1994)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang KesehatanWawancara langsung penulis dengan responden di Cirebon, 2006.Zuhdi, Masjfuk, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia,

(Surabaya: Bina Ilmu, 1986)

Page 27: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

27SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Sumber : “Fikih Aborsi” karya Maria Ulfah Anshor (Jakarta, Penerbit Kompas 2006). Cet. I, Hal. 137-138.

Page 28: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 200728

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Page 29: Menimbang penghentian kehamilan_tidak_diinginkan

29SUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMENSUPLEMEN Edisi 02, Swara Rahima No. 21 Th. VII April 2007

Menimbang Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan;Perspektif Islam dan Hukum Positif

Afwah MumtazahAfwah MumtazahAfwah MumtazahAfwah MumtazahAfwah Mumtazah, lahir di Cirebon 34 tahunyang lalu. Ibu dua anak, Awfa Najda Nawaf danSholah Mafaza ini pernah mengikuti kuliahdi IAIN (sekarang UIN) Sunan KalijagaYogyakarta dan kemudian diteruskan di IAINSunan Gunung Jati di Cirebon hingga lulus

tahun 1992. Profil singkatnya pernah dibahas di Swara RahimaEdisi 18. Ustazah pesantren ini tetap energik dan tidak pernahmenyerah untuk memperjuangkan kesetaraan relasi laki-lakidan perempuan. Keaktifannya dalam Pengkaderan UlamaPerempuan yang diadakan Rahima banyak memberi inspirasiuntuk bersama-sama mengembangkan potensi santri putri danmasyarakat perempuan di sekitar daerahnya.

YYYYYulianti Muthmainnahulianti Muthmainnahulianti Muthmainnahulianti Muthmainnahulianti Muthmainnah, lahir 17 Mei 1984.Lulusan terbaik pada wisuda ke 61 UIN SyarifHidayatullah tahun 2005 ini banyak terlibatdalam pelatihan, penyusunan modul, danpendampingan perempuan. Perempuanmurah senyum ini juga aktif menulis artikeldi beberapa jurnal dan media massa berkaitan

dengan hak-hak perempuan. Pengalamannya di bidangadvokasi dan hukum yang memperjuangkan hak-hakperempuan ketika bergabung di LBH APIK Jakarta, Rahima,PEKKA, dan (kini di) KAPAL Perempuan menjadikan anakkelahiran Lampung ini lebih mendalami bidang hukum danperempuan.

Biodata Penulis