tuntutan surat perintah penghentian penyidikan...

102
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

Upload: leque

Post on 13-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

Page 2: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3) DAN TUNTUTAN PRAPERADILAN DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DIHUBUNGKAN DENGAN

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) pada Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

Oleh: Rd. Harry Permana

10040099234

Pembimbing Dini Dewi Heniarti, S.H., M.H

Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

1425 H / 2004 M

Page 3: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Bandung, Desember 2004

Disetujui untuk diajukan ke Muka Sidang Panitia Ujian Sarjana Hukum

Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

Di bawah bimbingan :

Dini Dewi Heniarti, S.H., M.H

Di ketahui oleh :

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Islam Bandung

Nandang Sambas, S.H.,M.H.

Page 4: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Bandung, Oktober 2004 Disetujui untuk diajukan dalam seminar proposal

Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

Menyetujui, Pembimbing Proposal

Dini Dewi Heniarti, S.H., M.H

Mengetahui,

Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Islam Bandung

DR. Edi Setiadi, S.H.,M.H

Page 5: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Bandung, Desember 2004

Rd. Harry Permana

10040099234

HASIL REVISI PROPOSAL

27 Oktober 2004

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unisba

Menyetujui

Pembimbing Penelaah Dini Dewi Heniarti, S.H., M.H DR. Edi Setiadi, S.H.,M.H

Mengetahui Ketua Bagian Hukum Pidana

DR. Edi Setiadi, S.H.,M.H

Page 6: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Motto

Artinya :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa

kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah

Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang

yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,”

(QS. An-Nisaa : 105)

Kupersembahkan Untuk Ibunda dan Kakakku

Tercinta….

Page 7: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Nama : Rd. Harry Permana Npm : 10040099234

Judul : “Tuntutan Praperadilan Terhadap Surat Perintah Penghentian Penyidikan (S.P.3) Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Pajak Bumi dan Bangunan Dihubungkan Dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor. 4-PK/Pid/2000”

Out Line

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Kerangka Pemikiran F. Metodologi Penelitian G. Jadwal Penelitian H. Sistematika Penulisan

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketentuan Umum Praperadilan 1. Pengertian dan Dasar Hukum Praperadilan 2. Tujuan Praperadilan 3. Wewenang Praperadilan 4. Proses Pemeriksaan Praperadilan 5. Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan

B. Ketentuan Umum Tentang Penyidikan 1. Pengertian dan Dasar Hukum Penyidikan dan Penyidik 2. Wewenang Penyidik 3. Pengertian Dan Dasar Hukum Penuntut Umum 4. Wewenang Penuntut Umum 5. Tindak Pidana Korupsi

Bab III TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000

A. Kasus Posisi B. Analisis Kasus

Page 8: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Bab IV PEMBAHASAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TERHADAP SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3) DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK BUMI DAN BANGNAN DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000.

1. Kekuatan Hukum Surat Perintah Penghentian Penyidikan Yang

Dikeluarkan Oleh Kejaksaan Berdasarkan Peraturan Perundang-

Undangan Yang Berlaku

2. Kekuatan Hukum Tuntutan Praperadilan Yang Diajukan Oleh

Pihak Ketiga Terhadap Surat Perintah Penghentian Penyidikan

Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pajak Bumi dan

Bangunan

3. Pertimbangan Hukum Yang Digunakan Oleh Majelis Hakim

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Dan Mahkamah Agung

Terhadap Putusan Praperadilan Dalam Perkara Tindak Pidana

Korupsi Pajak Bumi dan Bangunan Ini Telah Sesuai Dengan

Hukum Acara Pidana

Bab V PENUTUP

A. Kesimpulan.

B. Saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Page 9: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

ABSTRAK

Wewenang praperadilan ialah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan pejabat penyidik maupun tentang sah atau tidaknya penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum. Seperti halnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 04-PK/PID/2000 tentang surat perintah penghentian penyidikan SP3 dalam kasus tindak pidana korupsi. Dimana dalam kasus ini di duga telah terjadi penyelewengan/ tindak pidana korupsi uang hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut dari wajib pajak pertambangan dan migas Kabupaten Kutai Kalimantan senilai Rp.. 12.814.850.991,09.- yang uangnya oleh oknum pejabat diendapkan/disimpan sebagai jasa giro pada suatu Bank, yang hasilnya/bunganya untuk kepentingan pribadi. Kejaksaan Negeri Samarinda mengusut adanya sangkaan terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut, ternyata Kejaksaan Negeri Samarinda tidak mampu untuk menyelesaikan tindakan penyidikan atas tindak pidana korupsi tersebut. Maka Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengajukan permohonan praperadilan kepada kejaksaan negeri. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, menerbitkan “Surat Perintah Penghentian Penyidikan” SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998 menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat khususnya dari Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rahman Hakim, Eksponen 66 Samarinda yang diwakili oleh H. Iskandar Hutualy dan kemudian memberi surat kuasa kepada DPD IKADIN Samarinda untuk mengajukan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Samarinda terhadap Jaksa Agung RI di Jakarta qq Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur qq Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda sebagai Termohon Praperadilan. Dengan menggunakan metode penelitian Deskriptif Analisis, yaitu suatu metode dengan cara mengkaji dan menguji hokum positif yang berkaitan dengan masalah tindak pidana korupsi, serta pendekatan Yuridis Normatif, yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian dalam skripsi ini dibuat berdasarkan analisis dari Putusan Mahkamah Agung Nomor. 04-PK/PID/2000 tentang Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus tindak pidana korupsi. Dari penelitian diperoleh kesimpulan Surat Perintah Penghentian Penyidikan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur adalah tidak sah, karena dalam putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur hanya melihat dari Pasal 80 KUHAP dan tidak mengartikan secara luas, terutama dalam mencari pengertian “pihak ketiga yang berkepentingan”, seharusnya dalam mengartikan pihak ketiga yang berkepentingan tidak hanya terbatas saksi korban saja, melainkan seyogyanya diartikan “ setiap orang” (kecuali penyidik dan penuntut umum) termasuk pula warga Negara maupun Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban untuk menegakan hukum, keadilan, kebenaran demi kepentingan umum masyarakat luas.

i

Page 10: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim

Assalamualaikum wr.wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena atas berkat

dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul :

“ TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3)

DAN TUNTUTAN PRAPERADILAN DALAM KASUS TINDAK PIDANA

KORUPSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DIHUBUNGKAN DENGAN

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000 “

Penulisan skripsi ini sendiri dimaksudkan guna memenuhi salah satu

syarat akademis yang dibebankan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi

di Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, dan memperoleh gelar

kesarjanaan dalam bidang Hukum Keperdataan.

Mengingat akan keterbatasan dan kemampuan penulis, maka penulis

sepenuhnya menyadari dan mengakui bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan, baik dari segi penyusunannya maupun dari segi pembahasannya.

Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan menghargai saran-saran

dan kritik-kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada kedua orangtuaku tercinta Ibunda Niena Marlina , Ayahanda Ir. Dedi juga

Kakaku tersayang Rd. Andie Bono Permadi, S.E. yang telah memberikan kasih

ii

Page 11: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

sayang, perhatian dan do`a yang tulus kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan

terima kasih, terutama kepada yang terhormat Ibu Dini Dewi Heniarti, S.H., M.H

selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk-petunjuk sejak

awal hingga akhir penulisan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini tepat pada waktunya.

Selain itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini pula penulis

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Yang terhormat Bapak Prof. DR. E. Saefullah S.H., LLM., selaku Rektor

Universitas Islam Bandung.

2. Yang terhormat Bapak Nandang Sambas, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Islam Bandung.

3. Yang terhormat Bapak M. Husni Syam, S.H., M.H., LLM. selaku Pembantu

Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.

4. Yang terhormat Ibu Lina Jamilah, S.H., M.H.,selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.

5. Yang terhormat Ibu Dini Dewi Heniarti, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan

III Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.

6. Yang terhormat DR. Edi Setiadi, S.H.,M.H selaku Ketua Jurusan Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.

7. Yang terhormat M. Husni Syam, S.H., M.H., LLM. selaku Dosen Wali

iii

Page 12: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

8. Segenap Dosen dan Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Islam

Bandung.

9. Penulis haturkan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan dan

senagkatan di Fakultas Hukum kelas C Unisba, yaitu Agung Ayah. Agung

KM, Bayu, Dian, Eming, Ira, Niko, Wempy, Yudha, Santi, Ivan, Fajar, Randi,

Dea, Ino, “Terima Kasih atas Do`a, bantuan, dan dukungannya”, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman kampus, anak-anak Scocer 98, Lucky Ayumi, S.H, Decky,S.H ,

Adit Bombom S.H , Baba, S.H, Joye, S.H, Okty, Eastka, S.H, Jack, S.H, Doel,

Tomy Ndut, Iwong, Bong`q S.H, Burik S.H, Goro S.H, Aries, Ochi , Alfie,

Selud, S.H, Arief S.H , Faruk S.H , Elli S.H , Bayu S.H, Endi S.H, Helmi,

Kojek S,H , Dian S.H, Idho Abban, Adi S.H, serta teman-teman yang lain

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11. Teman-teman sepermainan, Muckhlis S.H, M.Fikri S.H , Fadly Lumpur, Birin

, Wisnu, Dhiemaz, Jack, Daud, Mang Udin (M.U) ,SOVIET Indonesia,

MUSICKITA.COM, ANONIM wardrobe, Badger.inv, MNG proud,

BLACKJACK, TERNATE crew , BAPTIS crew , JETMAC, Kebon Bibit 19.

Akhir kata, harapan penulis semoga Allah S.W.T. selalu memberikan

Rakhmat dan kebahagiaan kepada semuanya. Amien.

Bandung, Desember 2004 Wasalam, Penulis

iv

Page 13: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................. 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6

D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 6

E. Kerangka Pemikiran .............................................................. 7

F. Metodologi Penelitian ........................................................... 10

G. Jadwal Penelitian .................................................................... 12

H. Sistematika Penulisan ........................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketentuan Umum Praperadilan ............................................. 15

1. Pengertian dan Dasar Hukum Praperadilan ................... 15

2. Tujuan Praperadilan ......................................................... 19

3. Wewenang Praperadilan .................................................... 21

4. Proses Pemeriksaan Praperadilan ...................................... 27

5. Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan ................ 38

v

Page 14: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

B. Ketentuan Umum Tentang Penyidikan .................................. 43

1. Pengertian dan Dasar Hukum Penyidikan dan Penyidik ... 43

2. Wewenang Penyidikan ...................................................... 45

3. Pengertian dan Dasar Hukum Penuntut Umum ................ 48

4. Wewenang Penuntut Umum .............................................. 49

BAB III TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR. 4-PK/PID/2000

A. Kasus Posisi .......................................................................... 53

B. Analisis Kasus ........................................................................ 65

BAB IV PEMBAHASAN TUNTUTAN SURAT PERINTAH

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3) DAN TUNTUTAN

PRAPERADILAN DALAM KASUS TINDAK PIDANA

KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000

A. Kekuatan Hukum Surat Perintah Penghentian Penyidikan

Yang Dikeluarkan Oleh Kejaksaan Berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan Yang Berlaku ..................................... 68

B. Kekuatan Hukum Tuntutan Praperadilan yang Diajukan

Oleh Pihak Ketiga Dengan Adanya Surat Perintah

Penghentian Penyidikan Dalam Perkara Ini............................ 72

vi

Page 15: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

C. Pertimbangan Hukum Yang Digunakan Oleh Judex Facti

Terhadap Putusan Praperadilan Dalam Perkara Tindak

Pidana Korupsi Ini Telah Sesuai Dengan KUHAP…………. 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 82

B. Saran-saran ............................................................................ 83

DAFTAR PUSTAKA

vii

Page 16: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Maka, segala kehidupan

masyarakatnya harus ditentukan oleh hukum yang memberikan kepastian terhadap

hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang. Hukum bukan semata-mata sebagai

pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui, melainkan untuk dilaksanakan atau

lebih tepat untuk ditaati.

Sebagai landasan diberlakukannya hukum bagi setiap warga negara

Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945 terutama Pasal 27 ayat (1) yang

menyatakan bahwa:

”Segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi

manusia maupun hak serta kewajiban warga negara untuk menegakkan keadilan

tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, setiap penyelengara negara,

setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di

daerah yang perlu terwujud.

Hukum di Indonesia terdiri atas hukum perdata, hukum pidana, dan

hukum tata usaha negara, dikenal juga dengan istilah-istilah seperti istilah hukum

privat, dan publik. Hukum pidana dikenal juga denga istilah hukum publik karena

1

Page 17: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

2

mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan

antara negara dengan perseorangan.1

Hukum pidana di Indonesia diartikan sebagai sanksi, kata “pidana” berarti

hal yang “dipidanakan”, yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan

kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal

yang tidak sehari-hari dilimpahkan.2 Pemidanaan atau pengenaan pidana dapat

diartikan juga dengan hukuman yang biasanya dimaksud adalah penderitaan yang

diberikan negara kepada orang yang melanggar hukum pidana.

Menurut cara mempertahankannya hukum dapat dibagi dalam hukum

materil dan hukum formal, hukum materil yaitu hukum yang memuat peraturan-

peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud

dalam perintah dan larangan. Sedangkan hukum formil (hukum proses atau

hukum acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur

bagaimana cara melaksanakan dan pertahanan hukum materil atau peraturan-

peraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan suatau perkara ke muka

pengadilan dan bagaimana cara hakim memberikan putusan.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun

1981), tidak dijelaskan apakah hukum acara pidana itu. Hanya dalam beberapa

bagian diberi definisi-definisi seperti penyidikan, penuntutan, mengadili,

praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan,

penangkapan, penahanan dan lain-lain (Pasal 1 KUHAP).

1 C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan Kedelapan,

Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 75 2 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Cetakan Kedua, P.T. Eresco,

Bandung, 1989, hal 1

Page 18: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

3

Hukum acara pidana dapat dijalankan apabila terjadinya tindak pidana

(delik), serta dimulainya hukum acara pidana adalah dengan adanya penyidikan

terhadap tindak pidana yang dilakukan, jika benar telah terbukti melakukan tindak

pidana maka hukum acara dapat mulai berjalan.3

Apabila tersangka merasa keberatan terhadap sah tidaknya penangkapan,

penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, maka tersangka

berhak mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri. Wewenang praperadilan

ialah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang

dilakukan pejabat penyidik maupun tentang sah atau tidaknya penghentian

penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum4. Seperti halnya dalam kasus

yang diteliti dalam skripsi ini, penuntut umum menghentikan penyidikan dengan

mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan. Dalam kasus ini di duga telah

terjadi penyelewengan/tindak pidana korupsi uang hasil pajak bumi bangunan

(PBB) yang dipungut dari wajib pajak pertambangan dan migas Kabupaten Kutai

Kalimantan senilai Rp. 12.814.850.991,09.- yang uangnya oleh oknum pejabat

diendapkan/disimpan sebagai jasa giro pada suatu Bank, yang hasilnya/bunganya

untuk kepentingan pribadi oknum tersebut.

Kemudian Kejaksaan Negeri Samarinda mengusut adanya sangkaan

terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut, ternyata Kejaksaan Negeri

Samarinda tidak mampu untuk menyelesaikan tindakan pengusutan atas tindak

pidana korupsi tersebut. Maka Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengajukan

3 C. S. T. Kansil, Op.,Cit, hal. 17. 4 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Cetakan Kelima,

Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 5.

Page 19: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

4

permohonan praperadilan kepada kejaksaan negeri, dengan alasan kejaksaan telah

menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana korupsi tersebut.

Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusan Praperadilan

No.02/Pid/Pra/1998, tanggal 24 Oktober 1998 memberi putusan bahwa

permohonan praperadilan yang diajukan oleh IKADIN cab. Samarinda dinyatakan

tidak diterima dengan pertimbangan bahwa pihak kejaksaan negeri tidak

menghentikan penyidikan terhadap kasus penyelewengan uang pajak bumi dan

bangunan. Sebulan kemudian setelah putusan Praperadilan tersebut diatas,

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, menerbitkan “Surat Perintah Penghentian

Penyidikan” terhadap kasus penyelewengan uang pajak bumi dan bangunan

tersebut yaitu : SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998

terhadap tersangka Drs. H. S. Sjafrani dkk, dengan alasan para tersangka telah

mengembalikan uang pajak bumi bangunan kepada negara, yang disangka telah

diselewengkan untuk kepentingan pribadi para tersangka tersebut.

Ternyata dengan adanya SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal

3 November 1998 yang diterbitkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur

tersebut menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat khususnya dari Ikatan

Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rahman Hakim, Eksponen 66 Samarinda

yang diwakili oleh H. Iskandar Hutualy dan kemudian memberi surat kuasa

kepada DPD IKADIN Samarinda untuk mengajukan permohonan Praperadilan di

Pengadilan Negeri Samarinda terhadap Jaksa Agung RI di Jakarta qq Kepala

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur qq Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda

sebagai Termohon Praperadilan.

Page 20: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

5

Terhadap tuntutan ketua Ikbla H. Iskandar Hutualy/Pemohon Praperadilan

memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Samarinda berkenaan memberi

putusan mengabulkan permohonan Praperadilan, menyatakan Surat Perintah

Penghentian Penyidikan (SP3) No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3

November 1998 adalah tidak sah, dan memerintahkan Termohon melanjutkan

pemeriksaan para tersangka kasus pajak bumi dan bangunan hingga ada putusan

pengadilan yang pasti.

Maka berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penulis merasa tertarik

untuk menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum acara pidana dalam suatu

skripsi yang berjudul :

“TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3)

DAN TUNTUTAN PRAPERADILAN DALAM KASUS TINDAK PIDANA

KORUPSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DIHUBUNGKAN DENGAN

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah-masalah yang akan

dibahas berkaitan dengan judul skripsi ini diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kekuatan hukum surat perintah penghentian penyidikan yang

dikeluarkan oleh kejaksaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku ?

2. Bagaimanakah kekuatan hukum tuntutan praperadilan yang diajukan oleh

pihak ketiga dengana adanya surat perintah penghentian penyidikan dalam

perkara ini ?

Page 21: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

6

3. Apakah pertimbangan hukum yang digunakan oleh judex facti terhadap

putusan praperadilan dalam perkara tindak pidana korupsi ini telah sesuai

dengan KUHAP ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Untuk mengetahui dan memahami kekuatan hukum surat perintah penghentian

penyidikan yang dikeluarkan oleh kejaksaan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Untuk mengetahui dan memahami kekuatan hukum tuntutan praperadilan

yang diajukan oleh pihak ketiga dengana adanya surat perintah penghentian

penyidikan dalam perkara ini.

3. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hukum yang digunakan oleh judex

facti terhadap putusan praperadilan dalam perkara tindak pidana korupsi ini

telah sesuai dengan KUHAP.

D. Kegunaan Penelitian

Sebagai layaknya setiap orang yang melakukan penelitian, diharapkan

akan memperoleh kegunaan atau manfaat dari hasil penelitian tersebut. Adapun

kegunaan dari penelitian ini adalah meliputi dua bagian yaitu, kegunaan yang

bersifat teoritis dan kegunaan yang bersifat praktis.

1. Kegunaan yang bersifat teroritis

a. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu

hukum dalam rangka menggerakan pengembangan dibidang hukum

khususnya hukum acara pidana.

Page 22: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

7

b. Sebagai sumbangsih untuk melengkapi bahan kepustakaan.

2. Kegunaan penelitian yang bersifat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pencari

keadilan dan pihak-pihak yang tertarik mengenai masalah hukum.

b. Penelitian ini kiranya dapat memberikan gambaran kepada orang yang

berkompeten dalam bidang hukum dan masyarakat luas mengenai hukum

acara pidana.

E. Kerangka Pemikiran

Praperadilan merupakan lembaga dalam Hukum Acara Pidana Indonesia

walaupun dapat dipandang sebagai tiruan lembaga komisaris (rechter

commissaris) di negeri Belanda dan juge d’ instruction di Perancis, namun tugas

praperadilan di Indonesia berbeda dengan hakim komisaris di Eropa itu. Tugas

hakim komisaris di Negara Belanda lebih luas daripada praperadilan di

Indonesia.5

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan

memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau

tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum

dan keadilan; dan permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau

5 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1984, hal. 188.

Page 23: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

8

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke

pengadilan.

Dalam KUHAP Pasal 77 ditegaskan, bahawa pengadilan negeri berwenang

untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

undang-undang ini tentang :

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan;

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya

dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Adapun yang dimaksud dengan “penghentian penuntutan” tidak termasuk

penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang jadi wewenang Jaksa

Agung, kemudian dalam Pasal 78 KUHAP menyatakan, bahwa yang

melaksanakan wewenag pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77

adalah Praperadilan itu. Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal ditunjuk oleh

pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Permintaan pemeriksaan

tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh

tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan

meyebutkan alasannya (Pasal 79 KUHAP).

Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian

penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum

atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebutkan alasannya. Ketentuan dalam Pasal 80 KUHAP ini bermaksud untuk

menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara

horizontal.

Page 24: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

9

Penyidik maupun penuntut umum berwenang untuk menghentikan

pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, alasan penghentian penyidikan

mungkin hasil penyidikan atau penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan

perkaranya ke sidang pengadilan, atau apa yang disangkakan kepada tersangka

bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran tindak pidana, sebab tidak mungkin

untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan.6

Mungkin juga penghentian penyidikan atau penuntutan dilakukan penyidik

atau penuntut umum atas alasan nebis in idem, karena apa yang disangkakan

kepada tersangka merupakan tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili,

dan putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bisa juga

penghentian dilakukan penyidik atau penuntut umum disebabkan dalam perkara

yang disangkakan kepada tersangka terdapat unsur kedaluwarsa untuk menuntut.

Oleh karena itu, apabila dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan dijumpai

unsur kedaluwarsa dalam perkara yang sedang diperiksa, wajar penyidikan atau

penuntutan dihentikan.7

F. Metodologi Penelitian

1. Metode Pendekatan

Skripsi ini penelitiannya menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,

yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada ilmu hukum dan juga berusaha

menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dalam penelitian

ini penulis mengkaji dan menganalisa ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan

dengan masalah kewenangan suatu badan pengadilan.

6 Ibid, hal. 5. 7 Ibid

Page 25: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

10

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini bersifat metode deskriptif

analisis, yaitu suatu metode dengan cara menggambarkan suatu permasalahan

hukum kemudian menganalisis data sekunder sebagaimana dalam kasus ini.

3. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap berikut :

a. Penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan sumber data sekunder, yang

terdiri dari:

1) Bahan-bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-

undangan, misalnya:

a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana

b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

c) Undang-undang No. 20 Tahun 2002

2) Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berkaitan

dengan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum

sekunder, antara lain, teori-teori dari literatur-literatur, pendapat para

ahli, doktrin dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan di

atas.

3) Bahan-bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

antara lain: varia peradilan, artikel, kamus hukum.

b. Penelitian Lapangan

Page 26: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

11

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk menambah kekurang

lengkapan data dalam data sekunder, penelitian lapangan dilakukan

dengan cara wawancara tidak terpimpin.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu dengan cara studi

dokumen.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif, yaitu analisis yang tidak menggunakan diagram-diagram tertentu atau

data statistik.

G. Jadwal Penelitian

Tahapan Penelitian Waktu

a. Tahap Pencarian Data

b. Tahap Penemuan Permasalahan

c. Tahap Pemaparan Obyek Permasalahan

d. Tahap Pembahasan

e. Tahap Kesimpulan dan perolehan

Jawaban Permasalahan

3 Minggu

3 Minggu

4 Minggu

3 Minggu

1 Minggu

Jumlah 14 Minggu

Page 27: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

12

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang skripsi ini penulis

menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

pemikiran, metodologi penelitian, jadwal penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi ketentuan umum tentang praperadilan, pengertian

dan dasar hukum praperadilan, tujuan praperadilan, wewenang

praperadilan, proses pemeriksaan praperadilan, upaya hukum

terhadap putusan praperadilan, ketentuan umum tentang

penyidikan, pengertian dan dasar hukum penyidikan, pengertian

dan dasar hukum penyidik, wewenang penyidik, pengertian dan

dasar hukum penuntut umum, wewenang penuntut umum, dan

tindak pidana korupsi.

BAB III TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR. 4-PK/PID/2000

Pada bab ini berisi mengenai kasus posisi, dan analisis kasus.

BAB IV PEMBAHASAN TUNTUTAN SURAT PERINTAH

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3) DAN TUNTUTAN

PRAPERADILAN DALAM KASUS TINDAK PIDANA

Page 28: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

13

KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000

Bab ini berisi pembahasan mengenai kekuatan hukum surat

perintah penghentian penyidikan yang dikeluarkan oleh kejaksaan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

kekuatan hukum tuntutan praperadilan yang diajukan oleh pihak

ketiga dengan adanya surat perintah penghentian penyidikan dalam

perkara ini, serta menganalisis pertimbangan hukum yang

digunakan oleh judex facti terhadap putusan praperadilan perkara

tindak pidana korupsi ini telah sesuai dengan KUHAP.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran-

saran.

Page 29: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketentuan Umum Praperadilan

1. Pengertian dan Dasar Hukum Praperadilan

Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan

KUHAP di tengah-tengah kehidupan penegakan hukum, praperadilan dalam

KUHAP ditempatkan dalam BAB X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian

ruang lingkup wewenang mengadili bagi pengadilan negeri.

Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri, bukan pula

sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan

akhir atas suatu kasus peristiwa pidana. Praperadilan hanya suatu lembaga baru

yang ciri dan eksistensinya:8

a. Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada pengadilan negeri, dan

sebagai lembaga peradilan, hanya dijumpai pada tingkat pengadilan negeri

sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari pengadilan negeri.

b. Praperadilan bukan berada di luar atau di samping maupun sejajar dengan

pengadilan negeri, tapi hanya merupakan divisi dari pengadilan negeri,

c. Administratif yustisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu dengan

pengadilan negeri, dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan dan

pembinaan ketua pengadilan negeri.

8 M. Yahya Harahap, Op., Cit, hal. 1.

14

Page 30: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

15

Eksistensi dan kehadiran praperadilan, bukan merupakan lembaga

peradilan tersendiri, tetapi hanya merupakan pemberian wewenang dan fungsi

baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap pengadilan negeri, sebagai

wewenang dan fungsi tambahan pengadilan negeri yang telah ada selama ini.

Kalau selama ini wewenang dan fungsi pengadilan negeri mengadili dan memutus

perkara pidana dan perkara perdata sebagai tugas pokok maka terhadap tugas

pokok tadi diberi tugas tambahan untuk menilai sah atau tidaknya penahanan,

penyitaan, penghentian penyidikan atau penghnetian penuntutan yang dilakukan

penyidik atau penuntut umum, yang wewenang pemeriksaannya diberikan kepada

praperadilan.

Menurut Pasal 1 butir 10 KUHAP yang dimaksud dengan praperadilan adalah Wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus :

- Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, - Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, - Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya

atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Apa yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP, di pertegas dalam

Pasal 77 KUHAP, yang menjelaskan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk

memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-

undang ini tentang:

- Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan,

- Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Page 31: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

16

Untuk kelancaran tugas dan tanggung jawab praperadilan, ketua

pengadilan negeri setempat dapat memilih alternatif yang paling sesuai dengan

keadaan yang dihadapinya secara nyata, dengan memperhatikan faktor beban

kerja dan tenaga teknis yang terdapat pada pengadilan negeri yang bersangkutan.

Maka berdasarkan pertimbangan keadaan dan faktor inilah ketua

pengadilan negeri memilih alternatif yang paling tepat berupa :

a. Membentuk satuan tugas praperadilan yang permanen

Apabila pihak pengadilan dalam menghadapi kasus praperadilan

sedemikian banyak, maka dalam penyelesaian pemeriksaannya tidak dapat

dijadikan sebagai tugas sampingan bagi para hakim, tetapi dalam keadaan seperti

ini lebih tepat ketua pengadilan negeri menetapkan satuan tugas yang permanen,

yang khususnya berfungsi melayani tugas praperadilan.

Pembentukan satuan tugas permanen ini dimaksudkan untuk :

1) Mengangkat dan menetapkan seorang atau beberapa orang hakim dan

panitera yang khusus bertugas untuk melayani pemeriksaan dan

penyelesaian kasus-kasus yang diajukan kepada praperadilan,

2) Hakim dan panitera tersebut, diangkat dan ditetapkan untuk jangka waktu

tertentu, misalnya untuk masa enam bulan atau untuk masa satu tahun,

3) Selama jangka waktu itu, hakim dan panitera yang bersangkutan,

dibebaskan dari fungsi mengadili perkara. Semata-mata mereka hanya

bertugas menghadapi penyelesaian kasus yang diajukan kepada

praperadilan.

Page 32: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

17

Pilihan atas alternatif ini didasarkan sesuai dengan laju dan volume kasus

yang diajukan kepada praperadilan, jika ternyata beban kerja yang diajukan relatif

banyak serta tenaga hakim yang ada cukup tersedia, maka cukup beralasan untuk

memilih pembentukan satuan tugas praperadilan yang permanen. Akan tetapi jika

persoalan yang diajukan kepada praperadilan hanya bersifat insidentil serta tenaga

hakim yang ada tidak cukup memadai, maka ketua pengadilan negeri lebih baik

memilih alternatif yang kedua.

b. Bentuk tugas rangkap

Pilihan alternatif yang kedua ini, ketua pengadilan negeri tidak perlu

membentuk satuan tugas permanen. Penyelesaian pemeriksaan kasus yang

diajukan ke praperadilan dilayani dan dilaksanakan secara insidentil dan rangkap.

Setiap hakim dan panitera yang ada, sewaktu-waktu dapat ditunjuk untuk

memeriksa dan memutus kasus yang diajukan. Dalam bentuk tugas rangkap yang

seperti ini :

1) Hakim dan panitera yang akan melayani tugas pemeriksaan praperadilan,

ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri pada setiap ada kasus yang diajukan.

Tidak ditetapkan hakim dan panitera yang khusus untuk menanganinya

dalam suatu jangka waktu tertentu,

2) Dengan demikian setiap hakim dan panitera, dapat ditunjuk melaksanakan

fungsi praperadilan tanpa membebaskan dari tugas pokok memeriksa dan

memutus perkara pidana dan perdata. Penunjukan mereka dilakukan secara

kasus per kasus tanpa menyampingkan tugas pokok mengadili perkara.

Page 33: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

18

2. Tujuan Praperadilan

Maksud dan tujuan dari lembaga praperadilan adalah untuk menegakan

hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan

penyidikan dan penuntutan. Maka untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan

tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan

penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan,

penahanan, penyitaan dan sebagainya.

Setiap upaya paksa yang dilakukan pejabat penyidik dan penuntut umum

terhadap tersangka, pada hakikatnya merupakan perlakuan yang bersifat :

- tindakan paksa yang dibenarkan undang-undang demi kepentingan

pemeriksaan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka,

- sebagai tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan undang-undang,

setiap tindakan paksa dengan sendirinya merupakan perampasan

kemerdekaan dan kebebasan serta pembatasan terhadap hak asasi

tersangka.9

Tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum

merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi tersangka,

tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut ketentuan hukum

dan undang-undang yang berlaku (due process of law).

Tindakan upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan

undang-undang merupakan penyelewengan terhadap hak asasi tersangka. Maka

setiap tindakan penyelewengan yang ditimpakan kepada tersangka adalah

9 Ibid, hal. 3.

Page 34: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

19

tindakan yang tidak sah, karena bertentangan dengan hukum dan undang-undang

(ilegal).

Untuk mengawasi dan menguji tindakan paksa yang dianggap

bertentangan dengan hukum maka perlu diadakan suatu lembaga yang diberi

wewenang untuk menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan

kepada tersangka. Menguji dan menilai sah atau tidaknya tindakan paksa yang

dilakukan penyidik atau penuntut umum, maka harus dilimpahkan

kewenangannya kepada praperadilan.

Memang sangat beralasan untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang

dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu

benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-

benar proporsional dengan ketentuan hukum serta tidak merupakan tindakan yang

bertentangan dengan hukum.

Pelembagaan yang memberi wewenang pengawasan terhadap tindakan

upaya paksa yang dilakukan pejabat dalam taraf proses pemeriksaan penyidikan

atau penuntutan inilah yang dilimpahkan KUHAP kepada praperadilan. Maka

pada prinsipnya tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam KUHAP, adalah

untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang

dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan

atau penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan

ketentuan hukum dan undang-undang.10

10 Ibid, hal. 4.

Page 35: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

20

3. Wewenang Praperadilan

Undang-undang memberikan wewenang kepada praperadilan sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP dan di pertegas dalam Pasal 77

KUHAP, yang menjelaskan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk

memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-

undang ini tentang:

- Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan,

- Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Kasus apa sajakah yang dapat diperiksa dan diputus oleh praperadilan

sehubungan dengan tindakan upaya paksa yang dilakukan pejabat penyidik atau

penuntut umum terhadap tersangka. Ada beberapa wewenang yang diberikan

undang-undang kepada praperadilan yaitu :

a. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa

Wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada praperadilan

memeriksa dan memutus sah atau tidaknya :

1) Penangkapan

2) Penahanan

Seorang tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan, penahanan,

penggeledahan atau penyitaan, dapat meminta kepada praperadilan untuk

memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya.

Tersangka dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan, bahwa tindakan

Page 36: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

21

penahanan yang dikenakan pejabat penyidik bertentangan dengan ketentuan Pasal

21 KUHAP, atau penahanan yang dikenakan sudah melampaui batas waktu yang

ditentukan Pasal 24 KUHAP.

Menurut KUHAP, tidak ada ketentuan di mana hakim praperadilan

melakukan pemeriksaan pendahuluan atau memimpinnya, hakim praperadilan

tidak melakukan pemeriksaan pendahuluan, penggeledahaan, penyitaan dan

seterusnya yang bersifat pemeriksaan pendahuluan dan tidak pula menentukan

apakah suatu perkara cukup alasan ataukah tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan

sidang pengadilan.11

b. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan

Kasus lain yang termasuk ke dalam ruang lingkup kewenangan

praperadilan ialah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian

penyidikan yang dilakukan pejabat penyidik maupun tentang sah atau tidaknya

penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum.

Hakim praperadilan tidak mempunyai kewenangan untuk menilai sah atau

tidaknya suatu penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh pejabat

penyidik atau penuntut umum.12

Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian

penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum

11 Andi Hamzah ,Op., Cit, hal. 189. 12 Ibid, hal. 190.

Page 37: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

22

atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebutkan alasannya.13

Baik penyidik maupun penuntut umum mempunyai wewenang untuk

menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan. Alasan mengenai

penghentian penyidikan diantaranya, apabila hasil pemeriksaan penyidikan atau

penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan

atau apa yang disangkakan kepada tersangka bukan merupakan kejahatan atau

pelanggaran tindak pidana. Sebab itu tidak mungkin untuk meneruskan

perkaranya ke sidang pengadilan.

Mungkin juga dalam penghentian penyidikan atau penuntutan yang

dilakukan oleh pejabat penyidik atau penuntut umum atas alasan nebis in idem,

karena ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan tindak pidana

yang telah pernah dituntut dan diadili, dan telah mempunyai putusan yang

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Bisa juga penghentian dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum,

disebabkan dalam perkara yang disangkakan kepada tersangka terdapat unsur

kedaluawarsa untuk menuntut, oleh karena itu, apabila dalam pemeriksaan

penyidikan atau penuntutan dijumpai unsur kedaluawrsa dalam perkara yang

sedang diperiksa, wajar penyidikan atau penuntutan dihentikan, apabila

penyidikan atau penuntutan dihentikan, maka perkara yang bersangkutan tidak

diteruskan ke sidang pengadilan.14

13 C. S. T. Kansil, Op., Cit, hal. 377. 14 M. Yahya Harahap, Op., Cit, hal. 5.

Page 38: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

23

Akan tetapi, apakah selamanya alasan penghentian penyidikan atau

penuntutan sudah tepat dan benar menurut ketentuan undang-undang, mungkin

saja alasan penghentian ditafsirkan secara tidak tepat. Bisa juga penghentian sama

sekali tidak beralasan atau penghentian itu dilakukan untuk kepentingan pribadi

pejabat yang bersangkutan.

Oleh karena itu, bagaimanapun mestia ada lembaga yang berwenang

memeriksa dan menilai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau

penuntutan, supaya tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum dan

kepentingan umum maupun untuk mengawasi tindakan penyalahgunaan

wewenang (abuse of authority).

Terhadap penghentian penyidikan, undang-undang memberi hak kepada

penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan

pemeriksaan kepada praperadilan tentang sah atau tidaknya penghentian

penyidikan tersebut. Demikian juga sebaliknya, penyidik atau pihak ketiga yang

berkepentingan dapat mengajukan pemeriksaan sah atau tidaknya penghentian

penuntutan kepada praperadilan.15

c. Berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian

Menurut Pasal 81 KUHAP menyebutkan permintaan ganti kerugian dan

atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat

sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau

pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebut alasannya.

15 Ibid, hal. 6.

Page 39: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

24

Dalam Pasal 95 KUHAP yang mengatur tentang tuntutan ganti kerugian

dapat diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya kepada

praperadilan. Di mana tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka harus

berdasarkan alasan yaitu :

1) Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah,

2) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan

ketentuan hukum dan undang-undang,

3) Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap,

ditahan atau diperiksa.

d. Memeriksa permintaan rehabilitasi

Praperadilan juga berwenang untuk memeriksa dan memutus permintaan

rehabilitasi yang diajukan oleh tersangka, keluarganya, atau penasihat hukumnya

atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan undang-

undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum yang

diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan.

Apabila proses tingkat pemeriksaan perkara masih dalam taraf penyidikan

atau penuntutan, kemudian pemeriksaan dihentikan baik pada tingkat penyidikan

atau penuntutan sehingga perkara yang bersangkutan tidak diajukan ke

pengadilan, maka dalam peristiwa semacam ini, yang berwenang untuk

memeriksa permintaan rehabilitasi adalah praperadilan.

e. Praperadilan terhadap tindakan penyitaan

Tindakan upaya paksa apabila ditinjau dari standar universal maupun

dalam KUHAP merupakan perampasan hak asasi manusia atau hak privasi

Page 40: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

25

perseorangan (personel privacy right) yang dilakukan penguasa (aparat penegak

hukum) dalam melaksanakan fungsi peradilan dalam system peradilan pidana

(criminal justice system), yang dapat diklasifikasikan, meliputi :

1) Penangkapan (arrest),

2) Penahanan (detention),

3) Penggeledahan (searching), dan

4) Penyitaan, perampasan, pembeslahan (seizure).

Menurut KUHAP penerapan upaya paksa tersebut diatur dalam dua sistem

yaitu16 :

a) mengenai tindakan upaya paksa yang berkenaan dengan penangkapan

(Pasal 16 KUHAP) dan penahanan (Pasal 20 dan seterusnya, KUHAP)

merupakan kewenangan inheren dari setiap aparat penegak hukum

berdasar diferensiasi fungsional secara instansional tanpa campur tangan

atau bantuan dari aparat penegak hukum lain,

b) sebaliknya mengenai tindakan upaya paksa penggeledahan (Pasal 32

KUHAP) dan penyitaan (Pasal 38 KUHAP), memerlukan izin ketua

pengadilan negeri setempat.

Perbedaan sistem pelaksanaan upaya paksa tersebut, telah menimbulkan

permasalahan hukum dan perbedaan pendapat dalam penerapan yaitu :

1. Ada yang berpendirian, bahwa tindakan upaya paksa yang masuk yurisdiksi

praperadilan untuk menguji keabsahannya, hanya terbatas pada tindakan

16 Ibid, hal. 7.

Page 41: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

26

penangkapan dan penahanan atas alasan undue process atau orang yang

ditahan atau ditangkap tidak tepat (error in person).

2. Sedangkan tindakan upaya paksa penggeledahan atau penyitaan dianggap

berada diluar yurisdiksi praperadilan atas alasan dalam penggeledahan

atau penyitaan terkandung intervensi pengadilan berupa :

- dalam proses biasa harus lebih dahulu mendapat surat izin dari ketua

pengadilan negeri (Pasal 32 ayat 1 dan Pasal 38 ayat 1 KUHAP), dan

- dalam keadaan mendesak boleh lebih dahulu bertindak, tetapi harus

meminta persetujuan ketua pengadilan negeri (Pasal 34 ayat 1 dan Pasal 38

ayat 2 KUHAP).17

4. Proses Pemeriksaan Praperadilan

Tata cara atau proses pemeriksaan dalam sidang praperadilan diatur oleh

KUHAP dalam Bab X, Bagian Kesatu, mulai dari Pasal 79 sampai dengan Pasal

83 KUHAP. Menurut ketentuan pasal-pasal tersebut, telah diatur tata cara

pengajuan dan proses pemeriksaan di sidang praperadilan.

a. Pengajuan dan tata cara pemeriksaan praperadilan

Sudah dijelaskan, bahwa praperadilan adalah salah satu kesatuan dan

merupakan bagian yang tak terpisah dengan pengadilan negeri. Semua kegiatan

dan tata laksana praperdailan tidak terlepas dari struktur dan administrasi yustisial

pengadilan negeri, segala sesuatu yang menyangkut administrasi dan pelaksanaan

tugas parperadilan, berada dibawah ruang lingkup kebijaksanaan dan tata laksana

17 Ibid.

Page 42: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

27

ketua pengadilan negeri. Berdasarkan kenyataan ini, apa pun yang hendak

diajukan kepada praperadilan, tidak terlepas dari tubuh pengadilan negeri, semua

yang diajukan kepada praperadilan harus melalui ketua pengadilan negeri.

Sehubungan dengan itu, pengajuan permintaan pemeriksaan praperadilan, dapat

diuraikan seperti berikut ini yaitu :

1) Permohonan ditujukan kepada ketua pengadilan negeri

Semua permohonan yang hendak diajukan untuk diperiksa oleh

praperadilan ditujukan kepada ketua pengadilan negeri yang meliputi daerah

hukum tempat di mana penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan

itu dilakukan. Atau diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat di mana

penyidik atau penuntut umum yang menghentikan penyidikan atau penuntutan

berkedudukan.

2) Permohonan diregister dalam perkara praperadilan

Kemudian setelah panitera menerima permohonan, diregister dalam

perkara praperadilan. Segala permohonan yang ditujukan ke praperadilan harus

dipisahkan registarsinya dari perkara pidana biasa dan administarsi yustisial

praperadilan harus dibuat tersendiri, terpisah dari administrasi perkara biasa.

3) Ketua pengadilan negeri segera menunjuk hakim dan panitera

Setelah permohonan diregister, kemudian ketua pengadilan negeri

menunjuk hakim dan panitera yang akan memeriksa permohonan, sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 82 ayat 1 huruf a, yang menegaskan bahwa dalam

waktu tiga hari setelah diterima permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari

sidang.

Page 43: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

28

4) Pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal

Hakim yang duduk dalam pemeriksaan sidang parperadilan adalah hakim

tunggal. Semua permohonan yang diajukan kepada praperadilan, diperiksa dan

diputus oleh hakim tunggal, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 78 ayat 2

yang berbunyi: Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh

ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

5) Tata cara pemeriksaan praperadilan

Mengenai tata cara pemeriksaan sidang praperadilan ini diatur dalam Pasal

82 KUHAP serta pasal berikutnya. Menurut Pasal 82 ayat 1 huruf a, yaitu tiga hari

sesudah diterima permohonan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang.

Dalam penghitungan penetapan hari sidang ini, bukan dari tanggal penunjukan

hakim oleh ketua pengadilan negeri, akan tetapi dihitung tiga hari dari tanggal

penerimaan atau tiga hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan.

Setelah ditetapkan hari sidang kemudian hakim menyampaikan panggilan,

kepada pihak yang bersangkutan yakni pemohon dan pejabat yang bersangkutan

yang menimbulkan terjadinya permintaan pemeriksaan praperadilan. Maka yang

dipanggil dan yang diperiksa dalam sidang praperadilan bukan hanya pemohon

tetapi juga pejabat yang menimbulkan terjadinya alasan permintaan pengajuan

pemeriksaan praperadilan. Misalnya dalam kasus yang dibahas oleh penulis

dimana penuntut umum menghentikan penyidikan dalam kasus tindak pidana

korupsi dengan mengeluarkan surat penghentian penyidikan terhadap kasus tindak

pidana korupsi. Maka pejabat penuntut umum yang melakukan penghentian

penyidikan ikut dipanggil dan diperiksa.

Page 44: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

29

Proses pemeriksaan praperadilan mirip dengan sidang pemeriksaan

perkara perdata, dimana seolah-olah pemohon bertindak sebagai penggugat,

sedang pejabat yang bersangkutan berkedudukan sebagai tergugat.

Secara formal kedudukan dan kehadiran pejabat yang bersangkutan dalam

pemeriksaan sidang praperadilan, bukan sebagai pihak dalam arti pemeriksaan

perkara perdata. Secara formal kedudukan dan kehadiran pejabat, hanya untuk

memberi keterangan, keterangan pejabat tersebut didengar oleh hakim dalam

sidang sebagai pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Maka dengan demikian

putusan hakim tidak hanya didasarkan atas permohonan dan keterangan pemohon

saja, tetapi didasarkan atas data-data, baik yang dikemukakan pemohon dan

pejabat yang bersangkutan.18

Dalam pemeriksaan praperadilan ini hakim dalam menjatuhkan

putusannya, selambat-lambatnya 7 hari, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal

82 ayat 1 huruf c yang berbunyi :

“Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya” Akan tetapi, ketentuan ini sendiri tidak menjelaskan sejak kapan dihitung

masa tenggang yang 7 hari tersebut, apakah dihitung dari tanggal penerimaan atau

dari tanggal registarsi, tidak dijelaskan. Memperhatikan hal tersebut, ketentuan

pasal ini kurang jelas, akibatnya bisa menimbulkan selisih pendapat dalam

penerapan. Ada yang berpendapat perhitungan tenggang waktu 7 hari dihitung

dari tanggal penetapan hari sidang, sebaliknya pihak pemohon atau penasihat

18 Ibid, hal. 13.

Page 45: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

30

hukumnya berpendapat dihitung dari tanggal penerimaan permohonan atau dari

tanggal registarsi.

Sebagai pedoman dalam menentukan tenggang waktu tersebut, ada dua

alternatif yang dikemukakan sama-sama mempunyai dasar alasan yang dapat

diterapkan dalam pelaksanaannya, yaitu :

i. Putusan dijatuhkan 7 hari dari tanggal penetapan hari sidang

Betitik tolak dari pendapat ini, hakim sudah mesti menjatuhkan putusan 7

hari dari tanggal penentapan hari sidang. Berarti penenatpan, pemanggilan,

pememriksaan sidang dan penajatuhan putusan berada dalam jangka waktu

7 hari, tanpa diperhitungkan tanggal penerimaan dan pengregisteran.

ii. Putusan dijatuhkan 7 hari dari tanggal pencatatan

Pendapat ini lebih dekat kepada ketentuan yang digariskan dalam Pasal 82

ayat 1 huruf c, menurut pendapat ini, hakim mesti menjatuhkan putusan 7

hari dari tanggal permohonan diregister di kepaniteraan pengadilan.

Pelaksanaan yang demikian bersesuaian dengan prinsip peradilan yang

cepat.

b. Yang berhak mengajukan permohonan

Siapa yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan

mengenai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan

atau mengenai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan atau siapa saja yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atau

rehabilitasi ke praperadilan.

Page 46: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

31

Para pihak yang berhak mengajukan permintaan yaitu :

1) Tersangka, keluarganya, atau kuasanya

Tersangka, keluarganya atau kuasanya berhak mengajukan permintaan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya, penangkapan, penahanan, penyitaan dan

penggeledahan.

Menurut ketentuan Pasal 79 KUHAP, yang berhak mengajukan

permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan,

bukan hanya tersangka saja, tetapi dapat diajukan oleh keluarga atau penasihat

hukumnya. Namun yang diatur dalam Pasal 79 KUHAP, hanya meliputi

pengajuan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan.

Ke dalamnya tidak termasuk pengajuan permintaan tentang sah atau tidaknya

penggeledahan, penyitaan atau pemasukan rumah.

Mengenai sah atau tidaknya penggeledahan dan penyitaan termasuk juga

dalam kandungan Pasal 79 dihubungkan dengan Pasal 83 ayat 3 huruf (d)

KUHAP, sehingga mengenai sah atau tidaknya penggeledahan dan penyitaan

dapat diajukan oleh tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya atau orang

terhadap siapa dilakukan penggeledahan atau penyitaan.

2) Penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan

Menurut Pasal 80 KUHAP, penuntut umum atau pihak ketiga yang

berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan tentang sah atau

tidaknya penghentian penyidikan. Apabila instansi penyidik menghentikan

pemeriksaan penyidikan, Pasal 80 memberi hak kepada penuntut umum atau

Page 47: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

32

pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan

mengenai sah atau tidaknya penghentian penyidikan.

Menurut Pasal 80 KUHAP yang dimaksud dengan pihak ketiga yang

berkepentingan dalam tindakan penghentian penyidikan, tidak dijelaskan lebih

lanjut dalam undang-undang.

Maka yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan dalam

tindakan penghentian penyidikan ialah saksi yang langsung menjadi korban dalam

peristiwa pidana. Saksi korbanlah yang berhak mengajukan permintaan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan ke praperadilan.

Pemberian hak yang demikian kepada saksi, dapat dianggap memenuhi

tuntutan kesadaran masyarakat, sebab dengan sistem ini pengawasan atas

penghentian penyidikan bukan hanya berada di tangan penuntut umum saja, tetapi

diperluas jangkauannya kepada saksi.

3) Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan

Kalau dalam penghentian penyidikan penuntut umum atau pihak ketiga

yang berkepentingan yang tampil mengajukan permintaan pemeriksaan tentang

sah atau tidaknya penghentian penyidikan, dalam penghentian penuntutan

penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan yang diberi hak untuk

mengajukannya.

Maka disini terjadi timbal balik, pada penghentian penyidikan, penuntut

umum yang diberi hak untuk mengawasi penyidik, sedang dalam penghentian

penuntutan, penyidik yang diberi hak untuk mengawasi. Dengan demikian

sekiranya penyidik tidak menanggapi penghentian penuntutan atau penyidik dapat

Page 48: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

33

menyetujuinya, saksi dapat berperan melakukan pengawasan dengan jalan

mengajukan permintaan pemeriksaan kepada praperadilan tentang sah atau

tidaknya penghentian penuntutan yang dilakukan penuntut umum.

4) Tersangka, ahli warisnya, atau kuasanya

Menurut Pasal 95 ayat 2 KUHAP, tersangka, ahli warsinya, atau penasihat

hukumnya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan atas

alasan: karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah, penggeledahan atau

penyitaan tanpa alasan yang sah, atau karena kekeliruan mengenai orang atau

hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan.

5) Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti rugi

Menurut ketentuan Pasal 81 KUHAP, tersangka atau pihak ketiga yang

berkepentingan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan

atas alasan sahnya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Kalau

praperadilan memutuskan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

sah, putusan yang mengesahkan penghentian itu memberi alasan kepada tersangka

atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan ganti

kerugian kepada praperadilan.

Sebaliknya, kalau praperadilan menyatakan penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan tidak sah, sehingga penyidikan atau penuntutan

dilanjutkan, dengan sendirinya menuntup pintu bagi tersangka atau pihak ketiga

yang berkepentingan menuntut ganti kerugian.

Page 49: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

34

c. Pengertian pihak ketiga yang berkepentingan

Mengenai pengertian pihak ketiga yang berkepentingan

menimbulkan perbedaan penafsiran dalam penerapannya, ada yang menafsirkan

secara sempit, hanya terbatas: saksi korban tindak pidana atau pelapor.

Sebaliknya, muncul pendapat lain mengenai pengertian pihak ketiga yang

berkepentingan harus ditafsirkan secara luas, tidak terbatas hanya saksi korban

atau pelapor, tetapi meliputi masyarakat luas yang diwakili oleh Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM).

Menurut Pasal 80 KUHAP yang dimaksud dengan pihak ketiga yang

berkepentingan dalam tindakan penghentian penyidikan, tidak dijelaskan lebih

lanjut dalam undang-undang.

Menurut M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan pihak ketiga yang

berkepentingan dalam pemeriksaan perkara pidana ialah saksi yang menjadi

korban dalam peristiwa pidana yang bersangkutan19.

Menurut Andi Taher Hamid, yang dimaksud dengan pihak ketiga yang

berkepentingan (dalam Pasal 80 KUHAP) ialah saksi korban atau yang dirugikan

langsung.20

Maka yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan dalam

tindakan penghentian penyidikan ialah saksi yang langsung menjadi korban dalam

peristiwa pidana. Saksi korbanlah yang berhak mengajukan permintaan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan ke praperadilan.

19 Ibid, hal. 9. 20 Andi Taher Hamid, Hukum Acara Pidana Umum dan Khusus, CV. Al-Ichsan, Surabaya, 1989,

hal. 85.

Page 50: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

35

Sedangkan pertimbangan Mahkamah Agung yang tertuang dalam salah

satu Putusan No. 4- PK/Pid/200, yaitu : karena pembentuk Undang-undang tidak

memberikan penafsiran otentik istilah hukum “pihak ketiga yang berkepentingan”,

maka Majelis Mahkamah Agung berpendirian tidak hanya terbatas saksi korban

saja, melainkan seyogyanya diartikan setiap orang (kecuali penyidik dan penuntut

umum) termasuk pula seorang warga negara maupun ketua Lembaga Swadaya

Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban untuk menegakan hukum, keadilan,

kebenaran demi kepentingan umum masyarakat luas.

Pada dasarnya penyelesaian tindak pidana menyangkut kepentingan

umum, apabila bobot kepentingan umum dalam tindak pidana yang bersangkutan

sedemikian rupa, sangat layak dan proposional untuk memberi hak kepada

masyarakat umum yang diwakili oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan untuk

mengajukan kepada praperadilan atas penghentian penyidikan atau penuntutan.

Memang ditinjau dari disiplin ilmu yurisprudensi perkataan pihak ketiga

yang berkepentingan yang dirumuskan dalam Pasal 80 KUHAP, dikategorikan

istilah yang mengandung pengertian luas (broard term) atau kurang jelas

pengertiannya (unplain meaning). Menghadapi rumusan yang seperti itu,

diperlukan kemampuan untuk menemukan makna yang aktual (to discover the

actual meaning).

Jika tujuan mempraperadilan penghentian penyidikan atau penuntutan

untuk mengoreksi atau mengawasi kemungkinan kekeliruan maupun

kesewenangan atas penghentian itu secara horizontal, cukup alasan untuk

berpendapat, bahwa kehendak pembuat undang-undang dan kehendak publik atas

Page 51: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

36

penerapan pihak ketiga yang berkepentingan, meliputi masyarakat lauas yang

diwakili LSM atau organisasi kemasyarakatan.

Menafsirkan serta menerapkan pihak ketiga yang berkepentingan secara

luas sangat bermanfaat untuk mengawasi penghentian penyidikan maupun

penuntutan yang dilakukan penuntut umum, misalnya dalam tindak pidana

korupsi, penyidikan dilakukan penuntut umum kemudian penyidikan dihentikan

sedangkan pelapor tidak peduli atas penghentian atau besar kemungkinan pelapor

tidak ada atau tersembunyi, sedang penyidik Polri tidak berhak mengajukan

kepada praperadilan.

Penuntut umum sebagai penyidik tidak mungkin mengajukan kepada

praperadilan atas penghentian itu, karena hal itu mencerminkan dirinya sendiri.

Dalam peristiwa yang seperti itu Pasal 80 KUHAP tidak mampu memberi jalan

keluar jika pengertian pihak ketiga yang berkepentingan ditafsirkan dan

diterapkan secara sempit. Misalnya dalam kasus yang dibahas oleh penulis,

dimana Kejaksaan Negeri Samarinda telah menghentikan penyidikan terhadap

kasus penyelewengan uang Pajak Bumi dan Bangunan, kemudian Kejaksaan

Tinggi Kalimantan Timur menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

(SP3). Dengan adanya SP3 tersebut menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat

khususnya Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rachman Hakim

(IKBLA), maka IKBLA mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan

Negeri Samarinda terhadap Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.

Dari kasus tersebut jaksa tidak mungkin bersedia mempermasalahkan sah

atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan jaksa sendiri, sedangkan

Page 52: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

37

Polri tidak dapat mengajukannya kepada praperadilan karena kewenangannya

untuk itu terbatas atas penghentian penuntutan atas hasil penyidikan yang

dilakukannya.

Menghadapi kasus yang seperti itu apakah tidak beralasan untuk

menempatkan masyarakat luas sebagai korban atas tindak pidana itu, sehingga

mereka dapat diidentikkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan yang

diwakili oleh IKBLA atau organisasi kemasyarakatan.

5. Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan

Tinjauan tentang masalah upaya hukum terhadap putusan praperadilan,

mungkin bisa menimbulkan perbedaan penafsiran, terutama mengenai upaya

hukum yang menyangkut permintaan pemeriksaan kasasi. Barangkali ada yang

berpendapat terhadap putusan praperadilan dapat dimintakan permohonan kasasi

kepada Mahkamah Agung.

Perbedaan pendapat ini timbul disebabkan undang-undang tidak memberi

penegasan yang jelas tentang hal ini, lain halnya dengan upaya hukum banding,

Pasal 83 KUHAP telah memberi penegasan yang jelas, sehingga pencari keadilan

maupun praktisi hukum sudah mengetahui dengan terang putusan mana yang

dapat dimintakan pemeriksaan banding. Putusan praperadilan ada yang tidak

dapat dilakukan banding dan ada yang bisa dilakukan banding.

Page 53: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

38

a. Putusan praperadilan yang tidak dapat dimintakan pemeriksaan

banding

Tidak semua putusan praperadilan dapat dimintakan banding, sebaliknya

pula tidak seluruhnya putusan praperadilan yang tidak dapat diminta pemeriksaan

banding.

Menurut ketentuan Pasal 83 ayat 1 KUHAP, yang berbunyi :

“Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding”

Boleh dikatakan hampir semua jenis putusan praperadilan tidak dapat

dimintakan banding, hal ini sesuai dengan asas acara yang menyangkut tata cara

pemeriksaan praperadilan dilakukan dengan acara cepat. Demikian juga dari segi

tujuan pelembagaan praperadilan untuk mewujudkan putusan dan kepastian

hukum dalam waktu yang relatif singkat, sekiranya terhadap putusan praperadilan

diperkenankan upaya banding hal itu tidak sejalan dengan sifat dan tujuan maupun

dengan cirinya yakni dalam waktu yang singkat putusan dan kepastian hukum

sudah dapat diwujudkan.

Putusan praperadilan yang tidak dapat dimintakan pemeriksaan banding,

telah disebut satu persatu dalam Pasal 83 ayat 1 KUHAP, yakni putusan

praperadilan yang menyangkut jenis kasus yang disebut dalam Pasal 79, Pasal 80,

dan Pasal 81 KUHAP, yaitu :

1) Penetapan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan

2) Putusan ganti kerugian dan rehabilitasi

Page 54: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

39

b. Putusan praperadilan yang dapat dimintakan pemeriksaan banding

Mengenai putusan praperadilan yang dapat dimintakan pemeriksaan

banding ke pengadilan tinggi diatur dalam Pasal 83 ayat 2, yaitu :

“Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan” Putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian

penyidikan atau penuntutan saja yang dapat diajukan permintaan banding,

menurut pasal ini dibedakan antara putusan yang mengesahkan dengan yang tidak

mengesahkan penghentian penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, tidak

terhadap semua putusan praperadilan yang berkenaan dengan sah atau tidaknya

penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan banding.

Maka bertitik tolak dari ketentuan Pasal 83 ayat 2 KUHAP, menyatakan :

1) Terhadap putusan yang menetapkan sahnya penghentian penyidikan atau

penuntutan tidak dapat diajukan permintaan banding,

2) Terhadap putusan yang menetapkan tentang tidak sahnya penghentian

penyidikan atau penuntutan, dapat diajukan permintaan banding,

3) Pengadilan tinggi yang memeriksa dan memutus permintaan banding

tentang tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, bertindak

sebagai pengadilan yang memeriksa dan memutus dalam tingkat akhir.

Maka menurut ketentuan Pasal 83 ayat 2 KUHAP, tidak semua terhadap

putusan praperadilan yang menyangkut sah atau tidaknya penghentian penyidikan

atau penuntutan dapat diajukan permintaan banding. Hanya terbatas mengenai

putusan yang berisi penetapan tentang tidak sahnya penghentian penyidikan atau

Page 55: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

40

penuntutan. Di samping itu, putusan pengadilan tinggi dalam pemeriksaan ini

adalah merupakan putusan akhir bukan putusan tingkat akhir.

c. Kasasi terhadap putusan praperadilan

Ada putusan praperadilan yang dapat dimintakan banding, di mana

pengadilan tinggi bertindak sebagai pengadilan yang memutus dalam tingkat

akhir. Bagaimana dengan kasasi, apakah terhadap putusan praperadilan dapat

diajukan permintaan kasasi.

Masalah kasasi terhadap putusan praperadilan, masih terdapat perbedaan

pendapat. Ada yang berpendirian permintaan kasasi atas putusan praperadilan

tidak dapat dikasasi, dan ada yang berpendapat cukup alasan untuk

memperkenankan permintaan kasasi atas putusan praperadilan.

Barangkali sumber selisih pendapat ini terjadi, bertitik tolak tentang materi

yang diperiksa dan diputus lembaga praperadilan. Ada yang berpendirian apa

yang diperiksa dan diputus praperadilan bukan materi perkara pidana, sedangkan

menurut Pasal 244 KUHAP, permintaan kasasi hanya dapat diajukan terhadap

putusan pengadilan yang berbentuk putusan perkara pidana, oleh karena putusan

pengadilan bukan mengenai perkara pidana akan tetapi hanya tentang sah atau

tidaknya tindakan pejabat yang terlibat dalam pemeriksaan penyidikan atau

penuntutan, berarti putusan praperadilan benar-benar berada diluar ruang lingkup

Pasal 244 KUHAP.

Tetapi ada yang mempersoalkan bukan dari segi materi putusan, mereka

bertitik tolak dari fungsi yustisial. Ditinjau dari segi fungsi yustisial setiap

pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan badan peradilan dengan sendirinya

Page 56: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

41

termasuk tindakan yustisial. Setiap putusan yang dijatuhkan badan peradilan tanpa

mempersoalkan bentuk dan materi putusan adalah tindakan penyelesaian fungsi

peradilan atau fungsi yustisial.

Lain halnya jika tindakan badan pengadilan itu tidak dituangkan dalam

bentuk putusan dan penetapan, tindakan yang seperti itu belum dapat disebut

tindakan yustisial, paling dapat disebut tindakan pelaksanaan administrasi

yustisial. Maka praperadilan dalam memeriksa hal-hal yang termasuk ke dalam

bidang kewenangannya menjatuhkan putusan yang berbentuk penetapan, tindakan

itu tidak terlepas dari pelaksanaan fungsi yustisial, kalau begitu penetapan yang

dijatuhkan oleh praperadilan, tercakup ke dalam pengertian penjelasan Pasal 2

Undang-undang No. 14/1970, menyatakan, penyelesaian setiap perkara yang

diajukan kepada badan-badan peradilan mengandung pengertian di dalamnya

penyelesaian masalah yang bersangkutan dengan yurisdiksi volunter. Maka

putusan penetapan praperadilan masuk juga ke dalam yurisdiksi volunteer, jika

terhadap putusan pengadilan yang bersifat volunter dapat diajukan permintaan

kasasi, kalau begitu cukup dasar alasan untuk memperbolehkan pengajuan

permintaan kasasi atas putusan praperadilan.21

Menurut pendirian Mahkamah Agung mengenai masalah ini, sampai saat

sekarang peradilan tertinggi itu lebih cenderung pada pendirian tidak

memperkenankan permintaan kasasi terhadap putusan praperadilan.

Sebagaimana ungkapan pertimbangan Mahkamah Agung yang tertuang

dalam salah satu putusan tanggal 29 maret 1983, No. 227 K/KR/1982, yaitu :

21 M. Yahya Harahap, Op., Cit, hal.26.

Page 57: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

42

- Mahkamah Agung berpendapat terhadap putusan-putusan praperadilan

tidak dimungkinkan permintaan kasasi, karena keharusan cepat perkara

praperadilan tidak akan terpenuhi kalau masih dimungkinkan pemeriksaan

kasasi,

- Wewenang pengailan negeri yang dilakukan oleh praperadilan,

dimaksudkan hanya sebagai wewenang pengawasan secara horizontal

terhadap tindakan pejabat penegak hukum lainnya,

- Juga Pasal 244 KUHAP, tidak membuka kemungkinan melakukan

pemeriksaan kasasi terhadap putusan praperadilan, karena pemeriksaan

kasasi yang diatur Pasal 244 KUHAP hanya mengenai putusan perkara

pidana yang benar-benar diperiksa dan diputus pengadilan negeri atau

pengadilan selain dari Mahkamah Agung,

- Selain dari itu, menurut hukum acara pidana, baik mengenai pihak-pihak

maupun acara pemeriksaannya berbeda sifat dan kedudukannya jika

dibandingkan dalam pemeriksaan praperadilan.

Maka dari pertimbangan Mahkmaah Agung dalam putusan tersebut,

permintaan kasasi terhadap putusan praperadilan tidak dapat diterima.

B. Ketentuan Umum Tentang Penyidikan

1. Pengertian dan Dasar Hukum Penyidikan dan Penyidik

KUHAP membedakan penyidikan dengan penyelidikan, menurut bahasa

Belanda penyidikan sejajar dengan pengertian opsporing atau interrogation.

Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh

Page 58: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

43

pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah

mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada

terjadi sesuatu pelanggaran hukum.22

Sedangkan pengertian penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP,

adalah:

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan

jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi

manusia,

KUHAP membedakan antara penyidik dengan penyelidik. Pengertian

penyidik menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP, adalah :

“Pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan” Penyidik itu terdiri dari polisi negara dan pegawai negeri sipil tertentu

yang diebri wewenang kkhusus oleh undang-undang, sedangkan penyelidik itu

hanya terdiri dari polisi negara saja. Dalam pasal 6 KUHAP ditentukan dua

macam badan yang dibebani wewenang penyidikan yaitu, pejabat polisi negara

Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang.

Penyidikan dan penyidik diatur dalam Bab XIV Bagian Kesatu KUHAP,

Pasal 106 sampai dengan Pasal 136 KUHAP.

22 R. Tresna, Komentar HIR, Jakarta, Pradnya Paramita, hal. 72.

Page 59: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

44

2. Wewenang Penyidikan

Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah :

a. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

b. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.

c. Pemeriksaan di tempat kejadian.

d. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.

e. Penahanan sementara.

f. Penggeledahan.

g. Pemeriksaan atau interogasi.

h. Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat).

i. Penyitaan.

j. Penyampingan perkara.

k.Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada

penyidik untuk disempurnakan.

Diketahui terjadinya delik dari empat kemungkinan yaitu :

1) Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP).

2) Karena laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP).

3) Karena pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP).

4) Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik

mengetahui terjadinya delik.

Sebelum penyidikan dimulai, harus sudah dapat diperkirakan delik apa

yang telah terjadi dan di mana tercantum delik itu dalam perundang-undangan

Page 60: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

45

pidana. Hal ini, penting sekali karena penyidikan diarahkan kepada keadaan yang

terjadi yang cocok dengan perumusan delik tersebut.23

Tata cara untuk melakukan tindakan penyidikan diatur dalam Pasal 107

KUHAP, yaitu :

(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.

(2) Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.

(3) Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.

Penyidikan delik tertangkap tangan lebih mudah dilakukan karena

terjadinya baru saja, berbeda dengan delik biasa yang kejadiannya sudah beberapa

waktu berselang, untuk menjaga agar pembuktiannya tidak menjadi kabur. Jika

penyidikannya dilakukan sama-sama dengan delik biasa, maka harus diatur secara

khusus. Dan banyak kelonggran-kelonggaran yang diberikan kepada penyidik

yang lebih membatasi hak asasi manusia daripada delik biasa.

Upaya lain untuk mengetahui terjadinya delik bisa dengan laporan yang

diajukan baik oleh korban maupun oleh orang lain, sebagaimana menurut

ketentuan Pasal 7 ayat 1 butir (a) KUHAP yang mengatur wewenang penyidik

yaitu, menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak

pidana.

23 Andi Hamzah ,Op., Cit, hal. 77.

Page 61: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

46

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi

korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan

laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun

tertulis. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau

terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada

penyelidik atau penyidik.24

Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh

penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penydiik.

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 108 ayat 6, yaitu setelah menerima

laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda

penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan. Apabila penyidik

telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana,

penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.

Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup

bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau

penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik harus memberitahukan hal itu

kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

Penyidik dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari

penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas

waktu tersebut berakhir telah ada pemebritahuan tentang hal itu dari penuntut

umum kepada penyidik.

24 C. S. T. Kansil, Loc., Cit, hal. 386.

Page 62: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

47

3. Pengertian Dan Dasar Hukum Penuntut Umum

KUHAP membedakan pengertian jaksa dalam pengertian umum dan

penuntut umum dalam pengertian jaksa yang sementara menuntut suatu perkara.

Menurut Pasal I butir 6 KUHAP, menyebutkan :

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Sedangkan penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh

undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

Maka melihat perumusan undang-undang tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa pengertian jaksa adalah menyangkut jabatan, sedangkan

penuntut umum menyangkut fungsi.

Penuntut umum dapat melakukan penuntutan, apabila telah menerima hasil

penyidikan dari penyidik, kemudian mempelajari dan menelitinya dan dalam

waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan

itu sudah lengkap atau belum, apabila dalam hasil penyidikannya ternyata belum

lengkap, maka penuntut umum dapat mengembalikan berkas perkaranya kepada

penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan

dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas perkara itu kepada

penuntut umum. Mengenai penuntut umum diatur di Bagian Ketiga Bab IV

KUHAP.

Page 63: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

48

4. Wewenang Penuntut Umum

Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang

didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan

melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 7 KUHAP bahwa yang dimaksud dengan

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana

ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

hakim sidang pengadilan.

Penuntut umum mempunyai wewenang yang menuntut, di mana diatur

dalam Pasal 14 KUHAP, yaitu :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau

penyidik pembantu;

b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan

memberi petunjuk dalam penyempurnaan penyidikan dan penyidik;

c. Memeberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya

dilimpahkan oleh penyidik;

d. Membuat surat dakwaan;

e. Melimpahka perkara ke pengadilan;

f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari

dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

Page 64: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

49

terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan;

g. Melakukan penuntutan;

h. Menutup perkara demi kepentingan umum;

i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum meneurut ketentuan undang-undang ini;

j. Melaksanakan penetapan hakim

Menurut Andi Hamzah ketentuan Pasal 14 KUHAP ini dapat disebut

sistem tertutup, yaitu tertutup kemungkinan jaksa atau penuntut umum melakukan

penyidikan meskipun dalam arti insidental dalam perkara-perkara berat khususnya

dari segi pembuktian dan masalah teknik yuridisnya.25

Menurut KUHAP, tertutup kemungkinan bagi penuntut umum di

Indonesia melakukan penyidikan sendiri dan mengambil alih pemeriksaan yang

telah dimulai oleh polisi.

Menurut ketentuan Pasal 110 dapat dibandingkan dengan Pasal 138

KUHAP yang berbunyi, apabila penuntut umum setelah menerima hasil

penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu

tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu

sudah lengkap atau belum, apabila dalam hasil penyidikan ternyata belum

lengkap, maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik

disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam

25 Andi Hamzah, Op., Cit, hal. 70.

Page 65: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

50

waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah

menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Maka dapat dijelaskan dalam pasal ini hanya mengenai arti meneliti,

adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang

dan atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah

memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk

kepada penyidik.

Apabila penuntut umum telah selesai meneliti hasil pemeriksaan penyidik

yang dipandang olehnya sudah cukup, tetapi penyidik tidak tepat mencantumkan

pasal undang-undang pidana yang didakwakan, maka penuntut umum berwenang

mengubah pasal tersebut dengan pasal yang lebih sesuai. Karena penuntut umum

bertanggung jawab langsung atas kebijakan penuntutan dan penuntut umum bebas

untuk menetapkan peraturan pidana mana yang akan didakwakan dan mana yang

tidak.

Jika menurut pertimbangan penuntut umum memutuskan untuk

menghentikan penuntutan karena perkara tidak cukup bukti-bukti untuk

diteruskan ke pengadilan ataukah perkara tersebut bukan merupakan suatu delik,

maka penuntut umum membuat suatu ketetapan mengenai hal itu. Dan isi surat

ketetapan tersebut harus diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan wajib

dibebaskan. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau

keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan

hakim.

Page 66: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

51

Wewenang penuntut umum dapat menutup perkara demi hukum

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 140 ayat 2, dan jika kemudian ternyata

ada alasan baru untuk menuntut perkara yang telah dikesampingkan karena

kurang bukti-bukti maka penuntut umum dapat menuntut tersangka.

Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya

dalam satu surat dakwaan, serta penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan

sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk

menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya. Dan dalam

pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-

lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai. Dalam hal penuntut umum

mengubah surat dakwaan ia harus menyampaikan turunanya kepada tersangka

atau penasihat hukum dan penyidik.

Page 67: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

BAB III

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000

A. Kasus Posisi

Melalui pemberitaan media masa daerah, tersiar berita bahwa di PEMDA

Tingkat II, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur diduga telah terjadi

penyelewengan/tindak pidana korupsi uang hasil Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) yang dipungut dari Wajib Pajak Pertambangan dan Migas Kabupaten Kutai

senilai Rp. 12.814.850.991.09, yang uangnya oleh oknum pejabat setempat telah

diendapkan/disimpan sebagai jasa giro pada suatu bank, yang hasilnya/bunganya

untuk kepentingan pribadi oknum tersebut.

Kejaksaan Negeri Samarinda kemudian mengusut tentang adanya

sangkaan terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut. Karena tidak

kunjung selesainya tindakan pengusutan atas tindak pidana korupsi, maka

IKADIN (Ikatan Advokasi Indonesia) cabang Samarinda mengajukan

permohonan praperadilan terhadap kejaksaan negeri, dengan alasan kejaksaan

telah menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana korupsi tersebut.

Kemudian pada tanggal 24 Oktober 1998 Pengadilan Negeri Samarinda

memberikan putusan praperadilan No. 02/Pid/Pra/1998, yaitu bahwa permohonan

praperadilan yang diajukan oleh IKADIN cab.Samarinda dinyatakan tidak dapat

diterima dengan pertimbangan bahwa pihak kejaksaan negeri tidak menghentikan

penyidikan terhadap kasus penyelewengan uang PBB tersebut.

52

Page 68: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

53

Sebulan kemudian, setelah putusan praperadilan tersebut diatas, maka

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menerbitkan S.P.3 ( Surat Perintah

Penghentian Penyidikan ) terhadap kasus penyelewengan uang PBB tersebut

yaitu: S.P.3. No.171/R4/F.PK.I/II/1998 tertanggal 3 November 1998 terhadap

para tersangka Drs. H. S. Sjafrani dkk, dengan alasan para tersangka telah

mengembalikan uang PBB tersebut kepada negara, yang disangka telah

diselewengkan untuk kepentingan pribadi para tersangka tersebut. Maka dalam

kasus ini menurut Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur tidak ada kerugian

terhadap negara atau negara tidak dirugikan oleh para tersangka.

Dengan adanya S.P.3. No.171/R4/F.PK.I/II/1998 tertanggal 3 November

1998 yang diterbitkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timut tersebut telah

menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat khususnya IKBLA ( Ikatan

Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rachman Hakim ), Eksponen 66 Samarinda

yang diwakili oleh H Iskandar Hutualy yang menyebut dirinya sebagai ketuanya

dan kemudian memberi surat kuasa kepada DPD IKADIN Samarinda untuk

mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Samarinda terhadap:

Jaksa Agung RI di Jakarta qq Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur qq

Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda sebagai Termohon praperadilan. Dengan

mengajukan alasan yang pada pokoknya sebagai berikut :

Bukti P2 “Penghentian Penyidikan atas Tindak Pidana Korupsi” terhadap

tersangka Drs. H.S Syafrani, Drs. Sukani HR, Drs. H.AM. Sulaiman, Drs.

Syafrudin A.H, Drs. Abdullah Sani dan Drs. Hasbullah Haul, yang dilakukan oleh

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur berdasarkan pertimbangannya yaitu :

Page 69: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

54

“Bahwa uang hasil pengendapan (Jasa Giro/bunga ) dan uang pokok PHP – PBB

yang telah diterima oleh tersangka tersebut seluruhnya telah dikembalikan dan

disetorkan ke kas negara/daerah sesuai dengan Surat BPKB No. SR 020101-

468/K/1998 tanggal 15 Juli 1998, sehingga negara tidak dirugikan. Demikian pula

denda atas keterlambatan yang dikenakan kepada BNI Cab.Samarinda yang

menurut perhitungan BPKP semula berjumlah Rp. 12.814.850.991.09, setelah

dikoreksi kembali menjadi Rp. 10.531.362.239.68, telah dihapus berdasarkan

Surat Menteri Keuangan RI No.SR.02/MR.2/1997 tanggal 2 Desember 1997.

Dengan demikian unsur yang disangkakan dalam pasal 1 (1) sub “a” atau sub “b”

Undang-undang No.3/tahun 1971 tidak dapat dibuktikan dan tersangka tidak

mendapat keuntungan dari kepentingan pemasukan Pajak PBB dalam sektor

Pertambangan Migas. Maka negara tidak dirugikan , sehingga tidak cukup alasan

untuk menuntut para tersangka ke persidangan pengadilan.

Menurut Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rachman Hakim

Eksponen 66 Samarinda yang diwakili oleh H Iskandar Hutualy bahwa

pertimbangan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dengan mengeluarkan “S.P.3”

tersebut, yang menyatakan tidak ada kerugian negara oleh perbuatan para

tersangka pelaku tindak pidana korupsi PBB Kutai tersebut ex Pasal 1(1) sub “a”

atau sub”b” UU No. 3/tahun 1971 tersebut, adalah sangat tidak tepat.

Meskipun para tersangka tidak mendapatkan keuntungan bagi dirinya atas

penyelewengan dana PBB tersebut, akan tetapi para tersangka telah menyalah

gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukannya telah menggunakan dana PBB untuk kepentingan suatu badan

Page 70: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

55

tertentu yaitu untuk mendukung kesinambungan Orde Baru di Kalimantan Timur

sebesar Rp. 2,5 Milyar dan mendukung kegiatan Golkar Kutai di Kalimantan

Timur sebesar Rp. 1,5 Milyar sesuai dengan berita dalam Harian Manuntung 4

Juni 1998.

Padahal menurut Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rachman

Hakim seharusnya para tersangka setelah memperoleh dan PBB tersebut

disetorkan ke kas negara, yang penggunaannya akan diatur oleh pemerintah dan

bukan oleh para tersangka.

Berdasarkan atas alasan diatas, maka Pemohon Praperadilan memohon

kepada Ketua Pengadilan Negeri Samarinda berkenan memberi putusan sebagai

berikut :

1. Mengabulkan permohonan Praperadilan.

2. Menyatakan “Surat Perintah Penghentian Penyidikan” ( S.P.3) No. Print.

171/R.4/FPK/II/1998, tanggal 3 November 1998 adalah tidak sah

3. Memerintahkan Termohon melanjutkan pemeriksaan para tersangka kasus PBB

hingga ada putusan pengadilan yang pasti.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Samarinda Termohon

praperadilan – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur memberi jawaban yang inti

pokoknya sebagai berikut :

1. Bahwa Pengadilan Negeri Samarinda tidak tepat memeriksa perkara

praperadilan ini, seharusnya diajukan ke pengadilan negeri dimana penyidik

/penuntut umum menghentikan penyidikan penuntutan yaitu di Balikpapan.

Page 71: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

56

2. Pemohon tidak termasuk Pihak Ketiga yang berhak mengajukan permohonan

praperadilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 KUHAP, bahwa

“IKBLA” Arief Rahman Hakim Exponen 66 tidak dapat ditafsirkan sebagai

subjek hukum serta jauh dari “pengertian saksi korban” ex Pasal 80 KUHAP.

3. Dengan mengatasnamakan DPD Tk. I IKBLA tanpa didasari Rapat

Musyawarah Daerah maka gugatan/permohonan praperadilan yang diajukan

oleh pemohon adalah cacat hukum.

4. Kapasitas Pemohon dalam mengajukan permohonan praperadilan tidak

memenuhi syarat Undang-undang ex Pasal 80 KUHAP.

5. DPC IKADIN sebagai Pemohon praperadilan tidak tepat, sebab DPC IKADIN

Samarinda bukanlah Lembaga Penegak Hukum yang termasuk dalam sistem

hukum mempraperadilankan pejabat penegak hukum (Kepolisian dan

Kejaksaan) dan bukan pula kuasa pihak ketiga yang berkepentingan, tetapi

sebagai lembaga jasa hukum.

6. Pemohon praperadilan tidak mempunyai hubungan hukum dengan pihak yang

terkait masalah pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Migas

Kabupaten Dati II Kutai.

7. Permohonan praperadilan tidak dapat diajukan dua kali dalam tingkat dan

alasan yang sama, periksa Pasal 82 (1) sub “e” UU No. 8/tahun 1981-

KUHAP. Di tingkat Penyidikan telah ada putusan praperadilan yang sudah

berkekuatan tetap, yakni: Putusan Pengadilan Negeri Samarinda No.

02/Pid/Pra/1998/PN. Samarinda, tanggal 24 Oktober 1998 yang diajukan oleh

IKADIN Cab. Samarinda. Karena menurut Pasal 82 (1) sub”e” KUHAP,

Page 72: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

57

permintaan praperadilan dengan alasan yang sama (perkara sekarang ini No.

03/Pid/Pra/1999/PN Smda), harus dinyatakan tidak dapat diterima dan baru

dapat diajukan pada tingkat penuntutan .

8. Bukti berupa foto copy guntingan koran menurut hukum tidak dapat

dikwalifikasi sebagai alat bukti, sehingga dalil dalam permohonan

praperadilan tersebut tidak dapat diterima sebagai bukti hukum .

9. Terwujudnya tindak pidana harus terpenuhinya semua unsur delik secara

komulatif, bilamana tidak maka sesuai dengan Pasal 109 (2) jo Pasal 7 (1)

sub” i” jo Pasal 284 (2) KUHAP jo Pasal 17 P.P No. 27 tahun 1983, maka

Termohon (Kejaksaan ) berhak melakukan “Penghentian Penyidikan”

Atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon ‘IKBLA’

tersebut, maka pada tanggal 5 Juni 1999 Pengadilan Negeri Samarinda memberi

putusan No. 03/Pid//Pra/1999/PN. Smda, yang amarnya sebagai berikut :

1. Menetapkan “Surat Perintah Penghentian Penyidikan “ No. Print.

171/R.4/FPK.1/II/1999, tanggal 3 November 1998 adalah tidak sah.

2. Memerintahkan penyidikan terhadap tersangka : 1. Drs. Syafrani, 2. Drs.

Syaukani. HR, 3. Drs. HAM. Sulaiman, 4. Drs. Syafrudin AH, 5. Drs.

Abdullah Sani, dan 6. Drs. Abdullah Haul, wajib dilanjutkan.

3. Membebankan kepada termohon membayar biaya perkara Rp. 7.500,-

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Samarinda tersebut pihak

Termohon menolak dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan

Timur

Page 73: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

58

Dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur memberi

Putusan tanggal 30 Juni 1999 Reg. No. 30/Pid/1999/PT. Smda, yang amarnya:

Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya.

Di mana putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur tersebut didasari

oleh pertimbangan hukumnya yaitu:

a. Bahwa Pemohon tidak dapat dikategorikan mewakili masyarakat IKBLA

Kalimantan Timur, karena tidak menerima kuasa dari masyarakat IKBLA

Kalimantan Timur, melainkan hanya menerima kuasa dari ketua DPD Tk I

IKBLA (H. Iskandar Hutualy).

b. Pemohon bukan sebagai pihak yang mempunyai kualitas untuk

mengajukan permohonan praperadilan.

c. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa akibat perbuatan

para pejabat tersebut, maka Pemohon IKBLA Kalimantan Timur secara

langsung/tidak langsung telah dirugikan tetapi kerugian tersebut tidak

diperinci jelas oleh Pemohon, sehingga pengadilan tinggi berpendapat

bahwa praperadilan yang diajukan oleh Pemohon tidak terbukti, sehingga

permohonan praperadilan harus ditolak oleh Pengadilan Tinggi

Kalimantan Timur.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur, Kuasa

Pemohon menolak putusan tersebut dan pada tanggal 28 September 1999 di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Samarinda mengajukan permohonan Peninjauan

Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI agar Putusan Pengadilan Tinggi

Page 74: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

59

Kalimantan Timur tentang praperadilan tersebut dapat ditinjau kembali, dengan

mengemukakan keberatan-keberatan yang pokoknya sebagai berikut :

1) Bahwa Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dalam putusannya tersebut

telah melakukan kekhilafan atau kekeliruan yang nyata yakni : dalam

pertimbangan hukum putusannya tersebut terdapat pertentangan satu sama

lainnya.

2) Bahwa Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dalam putusannya tersebut

terdapat kekeliruan yang nyata, karena pengadilan tinggi hanya

menggunakan doktrin hukum yang terpaku atas pendapat pakar hukum

dan tidak menggali realitas dalam masyarakat serta tidak mengikuti

perasaan hukum dan kesadaran hukum yang berkembang dalam

masyarakat.

3) Sudah benar dan tepat pertimbangan hukum dan keputusan Praperadilan

dari Pengadilan Negeri Samarinda No. 03/Pid/Pra/1999/PN. Smda tanggal

5 Januari 1999 yang telah menerima Pemohon sebagai pihak ketiga yang

mewakili masyarakat Kalimantan Timur yang menjadi saksi korban karena

perbuatan para tersangka tersebut.

4) Pendapat pengadilan tinggi yang menyatakan bahwa Pemohon bukan

merupakan pihak ketiga yang berkepentingan adalah pendapat yang salah,

karena itu putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur tersebut harus

dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Menurut Majelis Mahkamah Agung yang mengadili perkara Peninjauan

Kembali atas putusan praperadilan yang diberikan oleh Pengadilan Tinggi

Page 75: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

60

Kalimantan Timur tersebut, maka Mahkamah Agung dalam putusannya

memberikan pertimbangan hukum yang inti sarinya sebagai berikut :

Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon sebagai pihak

ketiga yang berkepentingan, ex Pasal 80 KUHAP terhadap SP3 No. Print.

171/R.4/F.P.K.I/II/1998, yang diterbitkan oleh Termohon PK (Kejaksaan Tinggi)

apakah dapat diterima?

Menurut Mahkamah Agung pembentuk Undang-undang tidak memberi

tafsiran otentik tentang pengertian “Pihak Ketiga yang berkepentingan” dalam

Pasal 80 KUHAP, sebagaimana penafsiran otentik mengenai Penyidik Pasal 1

angka 3 dan Penuntut Umum Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP, maka secara “a

contrario in terminis” istilah Penyidik dan Penuntut Umum ditempatkan pada

posisi mendahului istilah “Pihak ketiga yang berkepentingan “seyogyanya berarti :

adalah setiap orang, kecuali Penyidik dan Penuntut Umum dan atau orang yang

memperoleh hak darinya (bandingkan Pasal 176 sub 2 Rv), termasuk Pemohon

Praperadilan baik selaku seorang warga negara maupun ketua lembaga

masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban untuk menegakan hukum, keadilan

dan kebenaran demi kepentingan masyarakat luas/umum.

Pasal 263 (1) KUHAP yang tegar menentukan Pemohon PK hanya

terpidana atau ahli warisnya dan bukan lainnya.

Menurut Mahkamah Agung berdasar asas legalitas dan asas pengawasan

horizontal serta ketentuan Pasal 79 dari Undang-undang No. 14/tahun 1985, maka

Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap tentang cara

menyelesaikan suatu soal yang tidak atau belum diatur Undang-undang. Untuk

Page 76: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

61

mengisi kekurangan atau kekosongan hukum, maka Pasal 263 (1) KUHAP

mengenai Pemohon PK oleh hanya terpidana atau ahli warisnya dalam mengadili

perkara ini, mesti dilenturkan berdasarkan kekurangan atau kekosongan hukum

sekaligus suatu kebutuhan dalam acara, sehingga mencakup juga Pemohon PK

oleh Pihak Ketiga yang berkepentingan sebagamana yang telah ditentukan dalam

Pasal 80 KUHAP atau Pihak Ketiga Yang berkepentingan dalam Pasal 26 UU No.

14 tahun 1970 atau Jaksa Agung atau pihak yang berkepentingan dalam Pasal 10

(1) PERMA No. 1 tahun 1980.

Selanjutnya mengenai putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap dalam formalitas permintaan Peninjauan Kembali.

Berdasar atas asas legalitas dan atas pengawasan horizontal dalam Pasal

80 KUHAP serta ketentuan Pasal 79 UU No. 14 tahun 1985, maka acara

pemeriksaan permintaan PK untuk memeriksa dan mengadili permohonan

praperadilan ini, maka Mahkamah Agung berlandaskan kebutuhan dan

kekosongan hukum, sekaligus merupakan kebutuhan hukum dalam acara

pemeriksaan permohonan PK atas putusan praperadilan, maka ketentuan Pasal

263 ayat (1) KUHAP mengenai istilah putusan pengadilan meski dilenturkan

kembali sehingga mencakup : Keputusan pengadilan (dalam Pasal 156 (1)

KUHAP, Pasal 81 KUHAP), Putusan Praperadilan dalam Pasal 77 s/d 83

KUHAP, dan bukan sekedar Putusan Pemidanaan yang telah berkekuatan hukum

tetap.

Page 77: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

62

Oleh karena itu permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon H.

Iskandar Hutualy, baik sebagai pribadi maupun selaku Ketua DPD I IKBLA A.R

Hakim Exponen 66 Samarinda secara formal mesti diterima .

Maka pertimbangan hukum putusan praperadilan dari judex facti

(pengadilan tinggi) merupakan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dari

hakim, karena judex facti (pengadilan tinggi) mencampur adukan antara

konsepsi class action dengan konsepsi permohonan praperadilan yang pertama

berada dalam ruang lingkup Hukum Acara Perdata, sedangkan yang terakhir

dalam Hukum Acara Pidana, yang masing-masing memiliki karakteristik tidak

sama, baik dalam hukum gugatan maupun dalam hukum pembuktian dan bila

yang pertama terkait dengan kerugian yang dialami (conrete injured parties),

dimana anggota-anggota memberi penegasan adalah bagian dari gugatan

perwakilan atau menyatakan keluar dari gugatan perwakilan. Sedangkan bila tidak

terkait dengan tuntutan ganti rugi (monetary damages) pemberitahuan (notice)

terhadap anggota kelas tidak perlu dilakukan oleh pengadilan, sedangkan yang

disebut terakhir yaitu permohonan praperadilan terhadap penghentian penyidikan

atau penuntutan ini, tidak diminta sama sekali ganti kerugian, melainkan tuntutan

deklaratif atau injuction (putusan sementara), sehingga mempertimbangkan,

mengkaji tuntutan a’quo menjadi tidak bermanfaat (overbodig), meskipun

ketentuan Pasal 77 jo Pasal 81 KUHAP memberi peluang.

Berdasarkan alasan tersebut, maka putusan Praperadilan Judex facti

(pengadilan tinggi) tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan, sehingga

Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan mengambil alih

Page 78: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

63

pertimbangan hukum dan amar putusan praperadilan pengadilan negeri, sebab

dinilai sudah benar dan tepat.

Akhirnya Majelis Mahkamah Agung memberi putusan yang amarnya

sebagai berikut :

Mengadili :

- Mengabulkan permohonan PK dari IKBLA AR. Hakim Exponen 66

Kalimantan Timur, yang diwakili oleh DPD IKADIN Cab.Samarinda.

- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan No. 30/Pid/1999.PT.

Smda, yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Samarinda No.

03/Pid/Pra/1999/PN. Smda

Mengadili Sendiri :

- Menetapkan Surat Penghentian Penyidikan No. Print.

171/R.4/F.PK.1/II/1998, tanggal 3 November 1998 tidak sah.

- Memerintahkan Penyidikan terhadap Tersangka 1. Drs HS Syafran, 2. Drs

Syaukani HR, 3. Drs. HAM Sulaiman, 4. Drs. Syafrudin AH, 5. Drs.

Abdullah Sani, 6. Drs. Hasbullah Haul wajib dilanjutkan.

Page 79: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

64

B. Analisis Kasus

Analisis yang dapat diangkat dari kasus diatas adalah, bahwa yang terurai

dalam Pasal 80 KUHAP yang mengatur permintaan untuk memeriksa sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidik atau penuntutan dapat diajukan oleh

penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada

ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Karena pembentuk

Undang-undang tidak memberikan penafsiran otentik istilah hukum pihak ketiga

yang berkepentingan tersebut.

Maka yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan tersebut,

tidak hanya terbatas saksi korban saja, melainkan seyogyanya diartikan setiap

orang (kecuali Penyidik dan Penuntut Umum) termasuk pula seorang warga

negara maupun ketua lembaga swadaya masyarakat yang memiliki hak dan

kewajiban untuk menegakan hukum, keadilan, kebenaran demi kepentingan

umum masyarakat luas.

Sedangkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP mengenai istilah Putusan

Pengadilan menurut Majelis Mahkamah Agung meski dilenturkan sehingga

mencakup: Putusan pengadilan ex pasal 156 (1) KUHAP dan Pasal 81

KUHPidana, Putusan Praperadilan dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83

KUHAP, sehingga bukan hanya putusan pemidanaan yang telah berkekuatan

hukum tetap saja yang dapat dimohon Peninjauan Kembali.

Pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur terhadap Surat

Perintah Penghentian Penyidikan yang menyatakan tidak ada kerugian negara oleh

perbuatan para tersangka pelaku Tindak Pidana Korupsi PBB Kutai tersebut ex

Page 80: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

65

Pasal 1 (1) sub a atau sub b UU No. 3 tahun 1971 tersebut, adalah sangat tidak

tepat, oleh karena apabila dihubungkan dengan uraian Pasal 1 ayat (1) Undang-

undang No. 3 tahun 1971 menyatakan: “Barang siapa dengan tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan negara

atau perekonomian negara”

Meskipun para tersangka tidak mendapatkan keuntungan bagi dirinya atas

penyelewengan dana PBB tersebut, akan tetapi para tersangka telah meyalah

gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukannya telah menggunakan dana PBB untuk kepentingan suatu

Badan tertentu yakni: untuk mendukung kesinambungan Orde Baru di

Kalimantan Timur sebesar Rp. 2,5 Milyar dan mendukung kegiatan Golkar Kutai

di Kalimantan Timur sebesar Rp. 1,5 Milyar sesuai dengan berita dalam Harian

Manuntung 4 Juni 1998.

Padahal seharusnya para tersangka setelah memperoleh dana PBB tersebut

harus disetorkan ke kas negara yang penggunaannya akan diatur oleh pemerintah

dan bukan oleh para tersangka.

Mengenai tuntutan praperadilan terhadap surat perintah penghentian

penyidikan yang dilakukan oleh pihak ketiga, sebagaimana yang tercantum dalam

Pasal 80 KUHAP yaitu, Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu

penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau

Page 81: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

66

penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan

negeri dengan menyebutkan alasannya.

Permohonan tuntutan praperadilan yang dilakukan oleh IKBLA terhadap

surat perintah penghentian penyidikan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi

Kalimantan Timur dapat diterima oleh pengadilan, karena mengenai pengertian

pihak ketiga yang berkepentingan dalam KUHAP sama sekali tidak dijelaskan

Pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur, mengenai

pihak ketiga yang berkepentingan, hanya membatasi pengertian pihak ketiga

terletak kepada saksi korban dalam peristiwa pidana dan yang dirugikan secara

langsung, padahal pendapat pakar hukum tersebut dapat disimpulkan sebagai

pengertiannya dalam lingkup tindak pidana umum.

Sedangkan dalam kasus ini yang menjadi obyek surat perintah penghentian

penyidikan (S.P.3) adalah tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi yang

salah satu unsurnya adalah kerugian negara. Maka dengan kerugian negara atas

S.P.3 pajak bumi dan bangunan Kutai tersebut kedudukan Pemohon selaku

sebagian dari rakyat Kalimantan Timur adalah sangat erat, dengan demikian

kerugian negara adalah kerugian masyarakat, juga Pemohon sebagian dari

masyarakat Kalimantan Timur.

Page 82: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

BAB IV

PEMBAHASAN TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN

PENYIDIKAN (S.P.3) DAN TUNTUTAN PRAPERADILAN DALAM

KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000

A. Kekuatan Hukum Surat Perintah Penghentian Penyidikan Yang

Dikeluarkan Oleh Kejaksaan Berdasarkan Peraturan Perundang-

Undangan Yang Berlaku.

Hukum acara pidana dapat dijalankan apabila terjadinya tindak

pidana/delik dan dimulainya hukum acara pidana adalah dengan adanya

penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan, jika benar telah terbukti

melakukan tindak pidana maka hukum acara dapat mulai berjalan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Tugas penyidik adalah untuk mencari dan mengumpulkan bukti, dimana

dengan diketahui alat bukti itu akan membuat terang apakah benar-benar sudah

terjadinya delik atau tindak pidana dan dengan alat bukti itu dapat menemukan

tersangkanya.

Baik penyidik maupun penuntut umum mempunyai wewenang untuk

menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan. Alasan mengenai

67

Page 83: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

68

penghentian penyidikan diantaranya, apabila hasil pemeriksaan penyidikan atau

penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan

atau apa yang disangkakan kepada tersangka bukan merupakan kejahatan atau

pelanggaran tindak pidana. Sebab itu tidak mungkin untuk meneruskan

perkaranya ke sidang pengadilan.

Mungkin juga dalam penghentian penyidikan atau penuntutan yang

dilakukan oleh pejabat penyidik atau penuntut umum atas alasan nebis in idem,

karena ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan tindak pidana

yang telah pernah dituntut dan diadili, dan telah mempunyai putusan yang

memperoleh kekuatan hukum tetap. Bisa juga penghentian dilakukan oleh

penyidik atau penuntut umum, disebabkan dalam perkara yang disangkakan

kepada tersangka terdapat unsur kedaluawarsa untuk menuntut, oleh karena itu,

apabila dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan dijumpai unsur

kedaluawrsa dalam perkara yang sedang diperiksa, wajar penyidikan atau

penuntutan dihentikan, apabila penyidikan atau penuntutan dihentikan, maka

perkara yang bersangkutan tidak diteruskan ke sidang pengadilan.

Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup

bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau

penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik harus memberitahukan hal itu

kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 80 KUHAP bahwa permintaan

untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan

Page 84: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

69

dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang

berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

Penyidik dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari

penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas

waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut

umum kepada penyidik.

Apabila tersangka merasa keberatan terhadap sah tidaknya penangkapan,

penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, yang dilakukan

oleh penyidik maupun penuntut umum, maka tersangka berhak mengajukan

tuntutan terhadap penyidik atau penuntut umum ke praperadilan, sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 79 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Dihubungkan dengan kasus yang dibahas oleh penulis, di mana telah

terjadi penyelewengan/tindak pidana korupsi uang hasil pajak bumi dan bangunan

yang dipungut dari wajib pajak pertambangan dan migas Kabupaten Kutai

Kalimantan Timur senilai Rp. 12.814.850.991.- yang hasilnya/bunganya untuk

kepentingan pribadi.

Kemudian Kejaksaan Negeri Samarinda mengusut adanya sangkaan

terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut, ternyata Kejaksaan Negeri

Samarinda tidak mampu untuk menyelesaikan tindakan pengusutan atas tindak

pidana korupsi tersebut. Maka Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengajukan

permohonan praperadilan kepada kejaksaan negeri, dengan alasan kejaksaan telah

menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana korupsi tersebut.

Page 85: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

70

Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusan Praperadilan

No.02/Pid/Pra/1998, tanggal 24 Oktober 1998 memberi putusan bahwa

permohonan praperadilan yang diajukan oleh IKADIN cab. Samarinda dinyatakan

tidak diterima dengan pertimbangan bahwa pihak kejaksaan negeri tidak

menghentikan penyidikan terhadap kasus penyelewengan uang pajak bumi dan

bangunan. Sebulan kemudian setelah putusan Praperadilan tersebut diatas,

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, menerbitkan “Surat Perintah Penghentian

Penyidikan” terhadap kasus penyelewengan uang pajak bumi dan bangunan

tersebut yaitu : SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998

terhadap tersangka Drs. H. S. Sjafrani dkk, dengan alasan para tersangka telah

mengembalikan uang pajak bumi bangunan kepada negara, yang disangka telah

diselewengkan untuk kepentingan pribadi para tersangka tersebut.

Menurut pendapat penulis apabila menganilis dan membahas tentang surat

perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus tindak pidana korupsi

yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur yaitu, SP3 No.

Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998 terhadap tersangka Drs.

H. S. Sjafrani dkk, adalah tidak tepat dan batal demi hukum, serta tidak

mencerminkan rasa keadilan dan tidak mengakomodir kepentingan hukum para

pihak. Karena para tersangka telah menyimpan uang pajak bumi dan bangunan

pada suatu bank yang hasilnya/bunganya untuk kepentingan pribadi dan telah

merugikan negara.

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2002 menyatakan,

dihukum karena tindak pidana korupsi ialah barang dengan siapa dengan tujuan

Page 86: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

71

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan negara

atau perekonomian negara.

Para tersangka meskipun tidak mendapatkan keuntungan bagi dirinya atas

penyelewengan uang pajak bumi dan bangunan tersebut, akan tetapi para

tersangka telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukannya telah menggunakan uang pajak bumi

dan bangunan untuk kepentingan suatu badan tertentu.

Menurut pendapat penulis dalam kasus diatas bahwa surat perintah

penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi

Kalimantan Timur dalam kasus tindak pidana korupsi adalah tidak sah dan tidak

mempunyai kekuatan hukum.

B. Kekuatan Hukum Tuntutan Praperadilan Yang Diajukan Oleh Pihak

Ketiga Dengan Adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan Dalam

Perkara Ini

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan

memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau

tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum

dan keadilan; dan permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau

Page 87: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

72

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke

pengadilan.

Apabila tersangka merasa keberatan terhadap sah tidaknya penangkapan,

penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, maka tersangka

berhak mengajukan praperadilan ke pengadilan negeri. Yang dapat mengajukan

permohonan pemeriksaan praperadilan mengenai sah atau tidaknya penangkapan,

penahanan, penggeledahan, penyitaan atau mengenai sah atau tidaknya

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yaitu: tersangka,

keluarganya, atau kuasanya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 79

KUHAP.

Menurut Pasal 80 KUHAP, bahwa permintaan untuk memeriksa sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh

penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada

ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

Apabila instansi penyidik menghentikan pemeriksaan penyidikan, Pasal 80

KUHAP memberi hak kepada penuntut umum atau pihak ketiga yang

berkepentingan mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan mengenai sah atau

tidaknya penghentian penyidikan.

Mengenai pihak ketiga yang berkepentingan tidak dijelaskan lebih lanjut

dalam undang-undang, dalam tindakan penghentian penyidikan. Pengertian pihak

ketiga yang berkepentingan menimbulkan perbedaan penafsiran dalam penerapan,

ada yang menafsirkan secara sempit, hanya terbatas saksi korban tindak pidana

atau pelapor.

Page 88: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

73

Secara umum pihak ketiga yang berkepentingan dalam pemeriksaan

perkara pidana ialah saksi yang menjadi korban dalam peristiwa pidana yang

bersangkutan, bahwa yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan

dalam tindakan penghentian penyidikan ialah saksi yang langsung menjadi korban

dalam peristiwa pidana serta saksi korbanlah yang berhak mengajukan permintaan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan ke praperadilan.

Menurut pendapat penulis pengertian pihak ketiga yang berkepentingan

harus ditafsirkan secara luas, tidak terbatas hanya saksi korban saja atau pelapor,

tetapi meliputi masyarakat luas yang diwakili oleh lembaga swadaya masyarakat.

Karena pada dasarnya penyelesaian tindak pidana menyangkut kepentingan

umum.

Dihubungkan dengan kasus yang dibahas oleh penulis, mengenai tuntutan

praperadilan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap surat perintah penghentian

penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi.

Di mana dalam kasus tersebut, yang terjadi di Kabupaten Kutai

Kalimantan Timur, di duga telah terjadi penyelewengan/tindak pidana korupsi

uang hasil pajak bumi dan bangunan yang dipungut dari wajib pajak

pertambangan dan migas Kabupaten Kutai senilai Rp. 12.814.650.991,- yang

uangnya oleh oknum Pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kutai

setempat, diendapkan/disimpan sebagai jasa giro pada suatu bank, dimana yang

hasilnya/bunganya untuk kepentingan pribadi oknum tersebut.

Kemudian Kejaksaan Negeri Samarinda mengusut adanya sangkaan

terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut, ternyata Kejaksaan Negeri

Page 89: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

74

Samarinda tidak mampu untuk menyelesaikan tindakan pengusutan atas tindak

pidana korupsi tersebut. Maka Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengajukan

permohonan praperadilan kepada kejaksaan negeri, dengan alasan kejaksaan telah

menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana korupsi tersebut. Namun oleh

Pengadilan Negeri Samarinda dalam Putusan Praperadilan No.02/Pid/Pra/1998,

tanggal 24 Oktober 1998 memberi putusan bahwa permohonan praperadilan yang

diajukan oleh IKADIN dinyatakan tidak dapat diterima dengan pertimbangan

bahwa Kejaksaan Negeri Samarinda tidak menghentikan pentyidikan terhadap

kasus penyelewengan uang pajak bumi dan bangunan tersebut.

Sebulan kemudian setelah putusan praperadilan tersebut maka Kejaksaan

Tinggi Kalimantan Timur menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

(SP3) yaitu, SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/1998 tanggal 3 November 1998

terhadap para tersangka Drs. H. S. Sjafrani dkk, dengan alasan para tersangka

telah mengembalikan kepada negara uang pajak bumi dan bangunan tersebut,

yang disangka telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi para tersangka dan

menurut kejaksaan bahwa dalam kasus ini tidak ada kerugian negara atau negara

tidak dirugikan oleh para tersangka.

Maka dengan adanya SP3 tersebut menimbulkan reaksi dari masyarakat

Kalimantan Timur khususnya Ikatan Keluarga Besar Ampera Arief Rachman

Hakim merasa tidak puas dengan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan

(SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur terhadap para

tersangka tindak pidana korupsi, kemudian Ikatan Keluarga Besar Ampera Arief

Page 90: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

75

Rachman Hakim memberi surat kuasa kepada DPD IKADIN Samarinda untuk

mengajukan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Samarinda.

Di mana dalam kasus diatas, menurut pendapat penulis bahwa Ikatan

Keluarga Besar Ampera Arief Rachman Hakim yang memberi surat kuasa kepada

DPD IKADIN Samarinda bisa dikategorikan sebagai pihak ketiga yang

berkepentingan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal Pasal 80 KUHAP.

Karena dalam KUHAP pengertian pihak ketiga yang berkepentingan sama sekali

tidak dijelaskan, dengan demikian dalam mendefenisikan hal tersebut diserahkan

kepada hakim yang mengadili perkara tersebut.

Dari kasus tersebut jaksa tidak mungkin bersedia mempermasalahkan sah

atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan jaksa sendiri, sedangkan

Polri tidak dapat mengajukannya kepada praperadilan karena kewenangannya

untuk itu terbatas atas penghentian penuntutan atas hasil penyidikan yang

dilakukannya. Menghadapi kasus yang seperti itu apakah tidak beralasan untuk

menempatkan masyarakat luas sebagai korban atas tindak pidana itu, sehingga

mereka dapat diidentikkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan yang

diwakili oleh IKBLA atau oraganisasi kemasyarakatan.

Menurut pendapat penulis, permohonan praperadilan yang diajukan oleh

DPD IKADIN sebagai pihak ketiga terhadap adanya surat perintah penghentian

penyidikan dapat diterima oleh Pengadilan Negeri Kalimantan Timur serta

mempunyai kekuatan hukum. Karena yang menjadi obyek SP3 tersebut adalah

tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi yang salah satu unsurnya adalah

adanya kerugian negara. Sehubungan dengan kerugian negara atas SP3 pajak

Page 91: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

76

bumi dan bangunan Kutai tersebut kedudukan DPD IKADIN/Pemohon selaku

bagian dari rakyat Kalimantan Timur, dengan demikian kerugian negara adalah

kerugian masyarakat, serta Pemohon juga bagian dari masyarakat tersebut.

C. Pertimbangan Hukum Yang Digunakan Oleh Judex Facti Terhadap

Putusan Praperadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Ini Telah

Sesuai Dengan KUHAP

C.1. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Samarinda dengan melihat kasus di

atas, yang di duga telah terjadi penyelewengan/tindak pidana korupsi uang hasil

pajak bumi bangunan (PBB) yang dipungut dari wajib pajak pertambangan dan

migas Kabupaten Kutai Kalimantan senilai Rp. 12.814.850.991,09.- yang uangnya

oleh oknum pejabat diendapkan/disimpan sebagai jasa giro pada suatu Bank, yang

hasilnya/bunganya untuk kepentingan pribadi oknum tersebut.

Kemudian Kejaksaan Negeri Samarinda mengusut adanya sangkaan

terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut, ternyata Kejaksaan Negeri

Samarinda tidak mampu untuk menyelesaikan tindakan pengusutan atas tindak

pidana korupsi tersebut. Maka Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengajukan

permohonan praperadilan kepada kejaksaan negeri, dengan alasan kejaksaan telah

menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana korupsi tersebut.

Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusan Praperadilan

No.02/Pid/Pra/1998, tanggal 24 Oktober 1998 memberi putusan bahwa

permohonan praperadilan yang diajukan oleh IKADIN cab. Samarinda dinyatakan

Page 92: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

77

tidak diterima dengan pertimbangan bahwa pihak kejaksaan negeri tidak

menghentikan penyidikan terhadap kasus penyelewengan uang pajak bumi dan

bangunan. Sebulan kemudian, setelah putusan Praperadilan tersebut diatas, maka

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, menerbitkan “Surat Perintah Penghentian

Penyidikan” terhadap kasus penyelewengan uang pajak bumi dan bangunan

tersebut yaitu : SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998

terhadap tersangka Drs. H. S. Sjafrani dkk, dengan alasan para tersangka telah

mengembalikan uang pajak bumi bangunan kepada negara, yang disangka telah

diselewengkan untuk kepentingan pribadi para tersangka tersebut.

Ternyata dengan adanya SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal

3 November 1998 yang diterbitkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur

tersebut menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat khususnya dari Ikatan

Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rahman Hakim, Eksponen 66 Samarinda

yang diwakili oleh H. Iskandar Hutualy dan kemudian memberi surat kuasa

kepada DPD IKADIN Samarinda untuk mengajukan permohonan Praperadilan di

Pengadilan Negeri Samarinda terhadap Jaksa Agung RI di Jakarta qq Kepala

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur qq Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda

sebagai Termohon Praperadilan.

Terhadap tuntutan ketua Ikbla H. Iskandar Hutualy/Pemohon Praperadilan

memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Samarinda berkenaan memberi

putusan mengabulkan permohonan Praperadilan, menyatakan Surat Perintah

Penghentian Penyidikan (SP3) No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3

November 1998 adalah tidak sah, dan memerintahkan Termohon melanjutkan

Page 93: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

78

pemeriksaan para tersangka kasus pajak bumi dan bangunan hingga ada putusan

pengadilan yang pasti.

Dalam pertimbanganya Majelis Hakim Pengadilan Negeri atas

permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon ‘IKBLA’ tersebut, maka

pada tanggal 5 Juni 1999 Pengadilan Negeri Samarinda memberi putusan No.

03/Pid//Pra/1999/PN. Smda, yang amarnya: Menetapkan “Surat Perintah

Penghentian Penyidikan “ No. Print. 171/R.4/FPK.1/II/1999, tanggal 3 November

1998 adalah tidak sah; Memerintahkan penyidikan terhadap tersangka : 1. Drs.

Syafrani, 2. Drs. Syaukani. HR, 3. Drs. HAM. Sulaiman, 4. Drs. Syafrudin AH, 5.

Drs. Abdullah Sani, dan 6. Drs. Abdullah Haul, wajib dilanjutkan.

Menurut penulis pertimbangan hukum putusan Praperadilan dari judex

facti (Pengadilan Negeri) telah benar menerapkan hukum acara pidana, karena

Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusannya mempertimbangkan bahwa

masyarakat luas yang berkepentingan diwakili oleh Pemohon dapat disebut

sebagai saksi atau korban, yang kalau perkara ini tidak diperoses akan menderita

kerugian atau bagian orang yang menjadi korban.

Pengadilan Negeri Samarinda dalam mengartikan “pihak ketiga yang

berkepentingan” yang terdapat dalam Pasal 80 KUHAP, mengartikan secara luas

bukan hanya mencakup saksi yang menjadi korban atau pelapor saja, akan tetapi

mencakup juga warga negara dan ketua lembaga swadaya masyarakat yang

memiliki hak dan kewajiban untuk menegakan hukum, keadilan, kebenaran demi

kepentingan umum masyarakat luas.

Page 94: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

79

C.2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam memutuskan perkara

penyelewengan atau tindak pidana korupsi dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut.

Bahwa Pemohon tidak dapat dikategorikan mewakili masyarakat IKBLA

Kalimantan Timur, karena tidak menerima kuasa dari masyarakat IKBLA

Kalimantan Timur, melainkan hanya menerima kuasa dari ketua DPD Tk I

IKBLA (H. Iskandar Hutualy).

Pemohon bukan sebagai pihak yang mempunyai kualitas untuk

mengajukan permohonan praperadilan. Dalam permohonannya, Pemohon

mendalilkan bahwa akibat perbuatan para pejabat tersebut, maka Pemohon

IKBLA Kalimantan Timur secara langsung/tidak langsung telah dirugikan tetapi

kerugian tersebut tidak diperinci jelas oleh Pemohon, sehingga pengadilan tinggi

berpendapat bahwa praperadilan yang diajukan oleh Pemohon tidak terbukti,

sehingga permohonan praperadilan harus ditolak oleh Pengadilan Tinggi

Kalimantan Timur.

Menurut pendapat penulis Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dalam

putusannya tersebut terdapat kekeliruan yang nyata, karena pengadilan tinggi

hanya menggunakan doktrin hukum yang terpaku atas pendapat pakar hukum dan

tidak menggali realitas dalam masyarakat serta tidak mengikuti perasaan hukum

dan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat. Bahwa Pengadilan

tinggi dalam putusannya telah sependapat dengan dua pendapat pakar hukum

pidana yaitu Andi Taher Hamid dan M. Yahya Harahap yang membatasi

Page 95: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

80

pengertian pihak ketiga hanya terletak kepada saksi korban dalam peristiwa

pidana dan yang dirugikan secara langsung. Padahal pendapat pakar hukum

tersebut dapat disimpulkan sebagai pengertiannya dalam lingkup tindak pidana

umum, sedangkan dalam perkara yang menjadi obyek SP3 tersebut adalah tindak

pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi, yang salah satu unsurnya adalah

kerugian negara. Sehubungan dengan kerugian negara atas SP3 Kutai tersebut

kedudukan Pemohon selaku bagian dari rakyat Kalimantan Timur adalah sangat

erat, dengan demikain kerugian negara adalah kerugian masyarakat, juga

Pemohon bagian dari masyarakat tersebut.

Pendapat pengadilan tinggi yang menyatakan bahwa Pemohon bukan

merupakan pihak ketiga yang berkepentingan adalah pendapat yang salah, karena

itu putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur tersebut harus dibatalkan.

Page 96: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

BAB V

P E N U T U P

A. KESIMPULAN 1. Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan

Tinggi Kalimantan Timur dalam perkara tindak pidana korupsi yaitu

penyelewengan dana pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah tidak sah dan

tidak mempunyai kekuatan hukum, karena dengan adanya surat perintah

penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi

Kalimantan Timur, maka kasus tentang penyelewengan dana PBB yang

merugikan rakyat banyak harus dihentikan, sedangkan para tersangka telah

menyimpan uang pajak bumi dan bangunan pada suatu bank yang

hasilnya/bunganya untuk kepentingan pribadi dan telah merugikan negara.

2. Tuntutan Praperadilan yang diajukan oleh pihak ketiga dengan adanya surat

perintah penghentian penyidikan dalam perkara ini mempunyai kekuatan

hukum sebab untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian

penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum

atau “pihak ketiga yang berkepentingan” kepada ketua Pengadilan Negeri

dengan menyebutkan alasannya.

3. Pertimbangan hukum Pengadilan Negeri telah sesuai dengan hukum acara

pidana, dimana pengadilan negeri dalam mengartikan pihak ketiga yang

berkepentingan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 80 KUHAP

diartikan secara luas, tidak hanya saksi yang menjadai korban atau pelapor

melainkan mencakup juga warga negara dan ketua lembaga swadaya

81

Page 97: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

82

masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban untuk menegakan hukum,

keadilan, kebenaran demi kepentingan umum masyarakat luas.

Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur

tidak sesuai dengan hukum acara pidana, dimana Pengadilan Tinggi

Kalimantan Timur telah melakukan kekeliruan dalam putusannya, hanya

menggunakan doktrin hukum yang terpaku atas pendapat pakar hukum dan

tidak menggali realitas dalam masyarakat serta tidak mengikuti perasaan

hukum dan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat.

B. SARAN-SARAN

1. Kejaksaan dalam mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan

(SP3) tindak pidana korupsi seharusnya sesuai dengan prosuder hukum

yang berlaku, sehingga negara dan masyarakat tidak dirugikan.

2. Badan yang berwenang untuk membuat undang-undang dalam hal ini

pemerintah, seharusnya menjabarkan dengan kongkrit istilah-istilah

hukum yang dibuat agar tidak menjadi salah arti bagi para hakim dalam

memutuskan perkara.

3. Hakim sebagai penegak hukum seharusnya menggali lebih dalam,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang ada dalam masyarakat

serta mengintegrasikan diri dalam masyarakat untuk benar-benar

mewujudkan fungsi hukum sebagai pengayom.

Page 98: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan Indonesia, Penerbit

Alumni, Bandung, 1979.

……………., Aneka Masalah Dalam Praktek Penegakan Hukum di Indonesia,

Penerbit Alumni, Bandung, 1980.

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan Pertama,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.

Andi Taher Hamid, Hukum Acara Pidana Umum dan Khusus, CV. Al-Ichsan,

Surabaya, 1989.

Atang Ranumihardja, Hukum Acara Pidana, Bandung, Tarsito, 1983.

C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan

Kedelapan, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Hadari Djanawi Tahir, Pokok-pokok Pikiran Dalam KUHAP, Penerbit Alumni

Bandung, 1981.

Harris, Pembaharuan Hukum Acara Pidana Yang Terdapat Dalam H.I.R, Cetakan

Pertama, Binacipta, Bandung, 1978.

Oemar Seno Adji, Hukum Acara Pidana Dalam Prospeksi, Erlangga, Jakarta,

1976.

…………….Perkembangan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Sekarang

dan di Masa Yang Akan Datang, Pantjuran Tudjuh, Jakarta, 1981.

Martiman Prodjohamidjojo, Penyelidikan dan Penyidikan, Jakarta, Ghalia

Indonesia, 1982.

Page 99: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,

Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.

Roeslan Saleh, Mengadili Sebagai Pergulatan Kemanusiaan, Aksara Baru,

Jakarta, 1983.

R. Soesilo, Menangkap, Menahan, dan Pembebanan Ganti Rugi, Politia Bogor,

1979.

R. Tresna, Komentar HIR, Jakarta, Pradnya Paramita.

S. Tanusubroto, Peranan Praperadilan Dalam Hukum Acara Pidana, Alumni,

Bandung, 1983.

Sutjipto Rahardjo, Aneka Persoalan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1977.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Cetakan Kedua,

P.T. Eresco, Bandung, 1989.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang No. 20 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

Varia Peradilan, XVII. No. 201. Juni. 2002.

Page 100: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat itu. Ia seringkali dihadapkan pada berbagai konflik kepentingan antar sesamanya, yang pada akhirnya sering menimbulkan persengketaan. Dalam keadaan yang demikian ini hukum sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ketertiban dalam masyarakat.

Hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal berarti hukum yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, agar terciptanya suatu masyarakat yang adil dan aman.

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; dan permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Apabila tersangka merasa keberatan terhadap sah tidaknya penagkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, maka tersangka berhak mengajukan ke praperadilan. Seperti halnya dalam kasus ini di duga telah terjadi penyelewengan/tindak pidana korupsi uang hasil pajak bumi bangunan (PBB) yang dipungut dari wajib pajak pertambangan dan migas Kabupaten Kutai Kalimantan senilai Rp. 12.814.850.991,09.- yang uangnya oleh oknum pejabat diendapkan/disimpan sebagai jasa giro pada suatu Bank, yang hasilnya/bunganya untuk kepentingan pribadi oknum tersebut. Kemudian Kejaksaan Negeri Samarinda mengusut adanya sangkaan terjadinya penyelewengan uang pajak PBB tersebut, ternyata Kejaksaan Negeri Samarinda tidak mampu untuk menyelesaikan tindakan pengusutan atas tindak pidana korupsi tersebut. Maka Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengajukan permohonan Pra Peradilan terhadap kejaksaan Negeri, dengan alasan kejaksaan telah menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana korupsi tersebut. Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusan Pra peradilan No.02/Pid/Pra/1998, tanggal 24 Oktober 1998 memberi putusan bahwa permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh IKADIN cab. Samarinda dinyatakan tidak diterima dengan pertimbangan bahwa pihak kejaksaan negeri tidak menghentikan penyidikan terhadap kasus penyelewengan uang PBB. Sebulan kemudian, setelah putusan Pra Peradilan tersebut diatas, maka Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, menerbitkan “Surat Perintah Penghentian Penyidikan” terhadap kasus penyelewengan uang PBB tersebut yaitu : SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998 terhadap tersangka Drs. H. S. Sjafrani dkk, dengan alasan para tersangka telah mengembalikan uang PBB kepada Negara, yang disangka telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi para tersangka tersebut.

Page 101: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Ternyata dengan adanya SP3 No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998 yang diterbitkan oleh Kejaksaan Tinggi Kaltim tersebut menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat khususnya dari Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rahman Hakim, Eksponen 66 Samarinda yang diwakili oleh H. Iskandar Hutualy dan kemudian memberi surat kuasa kepada DPD IKADIN Samarinda untuk mengajukan permohonan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Samarinda terhadap Jaksa Agung RI di Jakarta qq Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur qq Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda sebagai Termohon Pra Peradilan. Terhadap tuntutan ketua Ikbla H. Iskandar Hutualy/Pemohon Pra Peradilan memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Samarinda berkenaan memberi putusan mengabulkan permohonan Pra Peradilan, menyatakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) No. Print.171/R4/F.PK.I/II/ 1998 tertanggal 3 November 1998 adalah tidak sah, dan memerintahkan Termohon melanjutkan pemeriksaan para tersangka kasus PBB hingga ada putusan pengadilan yang pasti.

Maka berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penulis merasa tertarik untuk menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum acara pidana dalam suatu skripsi yang berjudul : “TUNTUTAN PRA PERADILAN TERHADAP SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3) DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000”

B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah kekuatan hukum surat perintah penghentian penyidikan yang

dikeluarkan oleh kejaksaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ?

2. Bagaimanakah kekuatan hukum tuntutan pra peradilan yang diajukan oleh pihak ketiga dengan adanya surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara ini ?

3. Apakah pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung terhadap putusan Pra Peradilan dalam perkara ini telah sesuai dengan hukum acara pidana ?

Page 102: TUNTUTAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Selibrary.unisba.ac.id/files/07-1588_Fulltext.pdftuntutan surat perintah penghentian penyidikan (s.p.3) dan tuntutan praperadilan dalam

Perihal : Pengajuan Judul Proposal/Skripsi Kepada Yth. Dekan C.q. Ketua bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unisba Di Bandung Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Sesuai dengan keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Nomor. 104/B-I/SK/DEK-FH/II/1999 Tentang Tata Tertib Pengajuan Judul Proposal/Skripsi, dengan ini saya : Nama : Rd. Harry Permana Nomor Pokok : 10040099234 Bagian : Hukum Pidana Mengajukan Tentatif Proposal/Skripsi dengan judul sebagai berikut : “TUNTUTAN PRA PERADILAN TERHADAP SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (S.P.3) DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 4-PK/PID/2000” Demikian pengajuan ini saya sampaikan, atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu

saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bandung, Juni 2004 Pemohon, Disposisi ketua Bagian, dengan ini

1. Menolak Judul dengan alasan : 2. Menunjuk :

a. Pembimbing Utama :……………………………… b. Pembimbing Pendamping :……………………………… Bandung, Juni 2004 Ketua Bagian Hukum Keperdataan