kewenangan penyidik mengeluarkan surat perintah...

77
KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAM SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Muhammad Reyza Ramadhan NIM : 1113048000064 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439H/2017M

Upload: doanphuc

Post on 02-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) TERHADAP

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAM

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Muhammad Reyza Ramadhan

NIM : 1113048000064

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439H/2017M

Page 2: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
Page 3: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
Page 4: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
Page 5: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

iv

ABSTRAK

Muhammad Reyza Ramadhan. NIM 1113048000064. “KEWENANGAN

PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN

PENYIDIKAN (SP3) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM

PERSPEKTIF HAM”. Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Program

Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2017 M. Ix + 63 Halaman + halaman daftar pustaka.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang dan pertimbangan

penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam

tindak pindana korupsi serta ditinjau dalam perspektif HAM. Penelitian ini

menggunakan jenis metode penelitian normatif dengan kata lain penelitian ini

bertitik tolak dari bahan-bahan pustaka yang diperoleh dari buku, jurnal, artikel,

skripsi, serta dokumen yang berasal dari internet yang ada kaitannya dengan

pokok permasalahan penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa latar belakang kewenangan

penyidik dalam mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)

dalam tindak pidana korupsi adalah demi mewujudkan peradilan yang cepat, tepat

dan biaya ringan dengan beberapa alasan seperti; tidak ditemukan alat/barang

bukti yang cukup, peristiwa bukan merupakan tindak pidana baik ringan, umum

maupun ekstra ordinary seperti korupsi, tersangka meninggal dunia dan tidak

terdapat unsur-unsur pidana dalam peristiwa yang terjadi sesuai dengan pasal 109

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Keputusan Jaksa Agung nomor

518/A/J.A/2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Batas kewenangan

penyidik dalam mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)

dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dibatasi dengan jaminan hak sipil,

politik, ekonomi, sosial dan budaya dimana individu masyarakat harus mendapat

jaminan keadilan dan persamaan di depan hukum serta lepas dari intervensi

hukum dan kriminalisasi yang dipaksakan.

Kata Kunci : Kewenangan penyidik, tindak pidana korupsi, hak asasi manusia.

Pembimbing : Dr. Alfitra, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2015

Page 6: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
Page 7: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji dan syukur kita panjatkan untuk

kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena berkat rahmat, nikmat dan

anugerah-Nya. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada junjungan alam

semesta Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam, yang telah membawa

umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KEWENANGAN

PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN

PENYIDIKAN (SP3) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PERSPEKTIF HAM Dalam penelitian skripsi ini, peneliti banyak

mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga

dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan dan Para Wakil Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat,SH.,MH., Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi

Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi

dalam pembuatan skripsi ini.

3. Dr. Alfitra, S.H., M.H. Dosen Pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam

membimbing, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini

dengan tepat waktu.

4. Dosen penguji seminar proposal peneliti yang telah memberikan arahan

dan masukan yang bermanfaat sehingga peneliti bisa mengembangkan dan

menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah

memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah

Page 8: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 9

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................ 10

E. Kerangka Teori dan Konseptual ........................................................ 11

F. Metode Penelitian .............................................................................. 14

G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN

HAK ASASI MANUSIA 18

A. Tindak Pidana .................................................................................. 18

1. Pengertian Tindak Pidana ............................................................. 18

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana .. ....................................................... 20

B. Tindak Pidana Korupsi ..................................................................... 22

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................................... 22

2. Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi ..................................... 24

C. Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia .................................... 26

D. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia ..................................... 29

E. Instrumen Nasional Pokok Hak Asasi Manusia ............................... 32

Page 9: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

viii

BAB III LEMBAGA HUKUM YANG MENGELUARKAN SP3 45

A. Kepolisian Negara Republik Indonesia .......................................... 45

1. Sejarah Lembaga Kepolisian ...................................................... 45

2. Kedudukan Kepolisian Republik Indonesia .............................. 47

3. Tugas dan Kewenangan Polri .................................................... 48

B. Kejaksaan Republik Indonesia ....................................................... 50

1. Sejarah Lembaga Kejaksaan ...................................................... 50

2. Kedudukan Kejaksaan ............................................................... 53

3. Tugas dan Kewenangan Jaksa ................................................... 54

BAB IV TINJAUAN HAM TERHADAP KEWENANGAN PENYIDIK

DALAM MENGELUARKAN SP3 57

A. Dasar Hukum Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ....... 57

B. Analis terhadap kewenangan Mengeluarkan SP3 dalam Perspektif

HAM ............................................................................................... 59

BAB V PENUTUP 62

A. Kesimpulan ...................................................................................... 62

B. Saran ................................................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64

Page 10: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan sebagai Negara hukum

(Rechtstaat) yang tercantum dalam UUD 1945, tidak berdasarkan atas

kekuasaan belaka (Machstaat). Maka dari itu Republik Indonesia adalah

Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,

menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, menjamin persamaan kedudukan

masyarakat dimata hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.1

Sejak dahulu awal kemerdekaan sampai pasca-reformasi Indonesia masih

menghadapi permasalahan yang tak kunjung selesai yaitu korupsi yang telah

mengakar dan membudaya.2 Oleh karenanya, pemberantasan korupsi harus

dilakukan secara tegas dan menyeluruh. Tentunya tidak semudah dengan apa

yang diharapkan, sehingga perlunya adanya keseriusan bagi para pelaku

penegak hukum yang terlibat langsung dalam penanganannya maupun

masyarakat sebagai social control.

Di dunia Internasional, Tindak Pidana Korupsi menjadi masalah yang

sangat serius untuk diselesaikan, karena seseorang yang korupsi dapat

membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat dan negara,

membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan

dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat

berdampak membudayanya tindak pidana korupsi tersebut.3

Tindak Pidana Korupsi adalah suatu fenomena sosial realitas perilaku

manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang dan melanggar

hukum, serta membahayakan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, segala

bentuk apapun perilaku korupsi pastinya akan dicela oleh masyarakat bahkan

1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) h.1

2 Muhammad Yamin, Tindak Pidana Khusus, (Bandung: Pustaka Setia, 2012) h. 193

3 Ermansyah Djaja, Memberantas korupsi bersama KPK , (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)

h.7

Page 11: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

2

termasuk oleh para koruptor itu sendiri sesuai dengan ungkapan “koruptor

teriak koruptor”. Dalam rumusan hukum pencelaan tersebut juga disebut

sebagai suatu bentuk tindak pidana. Di dalam politik hukum pidana indonesia,

korupsi itu dianggap sebagai suatu bentuk tindak pidana yang diperlukan

penanganannya secara khusus, dan diancam dengan pidana yang cukup berat.4

Proses penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi mengikuti

prosedur yang telah ditentukan dalam hukum acara pidana baik yang diatur

dalam KUHAP maupun yang diatur dalam undang-undang yang mengatur

secara khusus tentang korupsi, yang dalam beberapa hal menyimpang dari

ketentuan KUHAP. Dikarenakan tindak pidana korupsi bersifat khusus maka,

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh tiga

institusi lembaga hukum yang berbeda yaitu polri, jaksa dan komisi

pemberantasan korupsi (KPK).5

Sebelum dimulainya suatu proses penyidikan, harus melewati tahap proses

penyelidikan oleh penyelidik pada suatu perkara tindak pidana yang terjadi.

Jadi penyelidikan yang dimaksud adalah proses untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa kasus yang masih diduga dan berpotensi adanya

tindak pidana. Sedangkan penyidikan yang dimaksud adalah mencari dan

mengumpulkan bukti-bukti agar peristiwa tindak pidana yang masih diduga

dalam penyelidikan sebelumnya, bisa menjadi langkah awal dalam proses

menentukan dan menetapkan pelaku tindak pidananya.6

Hasil dari proses tahap penyidikan haruslah diusahakan selengkap

mungkin sehingga berkas perkara bukti-bukti yang telah ditemukan tersebut

dapat dikatakan lengkap.7 Kelengkapan penyidik dalam suatu tindak pidana

akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum

4 Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2011) h.1

5 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-delik di Luar KUHP,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016) h.79 6 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan

dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.101

7 Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, (Jakarta: Raih Asa Sukses,

2012) h.7

Page 12: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

3

pada tahap proses pemeriksaan sidang pengadilan nantinya. Setiap jaksa

penuntut umum diharuskan mengerti bahwa “penuntutan” merupakan proses

yang sangat penting dalam keseluruhan proses hukum acara pidana. Karena

pada tahap penuntutan inilah terdakwa akan dibuktikan apakah ia benar-benar

bersalah atau tidak.8 Namun bagaimana jika penyidikan yang sedang

dilakukan berhenti ditengah jalan? Didalam undang-undang diberikan

kewenangan kepada penyidik polri dan jaksa, yakni penyidik berwenang

bertindak menghentikan penyidikan yang telah dimulainya. Hal ini

berdasarkan Pasal 109 ayat 2 KUHAP yang memberi wewenang kepada

penyidik untuk menghentikan penyidikan yang sedang berjalan. Dengan

demikian dapat disimpulkan alasan-alasan penyidik menghentikan penyidikan

sesuai dengan Pasal 109 ayat 2 KUHAP adalah sebagai berikut :

1. Karena tidak terdapat cukup bukti

2. Karena peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana

3. Penyidikan dihentikan demi hukum

Bolak-baliknya berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik

sangat bertentangan dengan hak-hak kepentingan tersangka.9 Alasan

pemberian wewenang penghentian ini, yaitu untuk menegakkan prinsip

peradilan yang cepat, tepat dan biaya ringan, dan untuk menegakannya

kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat. Jika penyidik berkesimpulan

bahwa berdasar hasil penyelidikan dan penyidikan tidak memiliki cukup bukti

atau alasan untuk menuntut tersangka di muka persidangan, untuk apa

memperlama atau mengundur waktu dalam menangani dan memeriksa

tersangka. Lebih baik penyidik secara resmi memutuskan untuk melakukan

penghentian pemeriksaan penyidikan lalu proses penyidikan dihentikan demi

hukum, agar segera tercipta kepastian hukum baik bagi penyidik sendiri,

8 Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, (Jakarta: Raih Asa Sukses,

2012) h.21

9 Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, (Jakarta: Raih Asa Sukses,

2012) h.11

Page 13: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

4

terutama kepada tersangka dan masyarakat.10

Ketika penyidik memulai tindakan penyidikan, maka diwajibankan untuk

diberitahu kepada penuntut umum telah dimulainya penyidikan tersebut.

Akan tetapi masalah kewajiban pemberitahuan itu bukan hanya pada tahap

proses awal tindakan penyidikan, melainkan juga pada tindakan penghentian

penyidikan. Untuk itu, setiap penghentian penyidikan yang dilakukan pihak

penyidik secara resmi harus menerbitkan suatu Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3).11

Masyarakat masih berasumsi bahwa dikeluarkannya Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ini aparat penegak hukum masih

belum serius dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Harapan

masyarakat adalah agar pelaku tindak pidana korupsi diproses secara hukum

dan dikenai hukuman yang adil dan seberat-beratnya, pemberian SP3 ini dapat

merusak harapan masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal ini Peneliti amati dari contoh perkara korupsi yang terjadi, dilakukan

penghentian penyidikan oleh penyidik dalam beberapa perkara tindak pidana

korupsi yang dapat dikatakan besar. Berdasarkan data yang dihimpun

Indonesian Corruption Watch (ICW) -hingga saat ini- tercatat ada 25

tersangka kasus korupsi besar yang dihentikan penyidikannya, baik oleh

Kejaksaan Agung maupun Kejaksaan Tinggi di daerah. Data tersebut didapat

berdasarkan laporan media massa yang berhasil dihimpun selama lima tahun

terakhir (1999-2004). Pihak Kejaksaan selaku institusi penegak hukum yang

melakukan penghentian penyidikan tidak mempunyai data-data yang akurat

mengenai nama dan jumlah pelaku korupsi yang menerima SP3. Tentu saja ini

sangat mengenaskan dan sekaligus, menunjukkan betapa buruknya sistem

administrasi atau dokumentasi di lingkungan kejaksaan. Melihat pola

pemberian SP3 yang dilakukan secara diam-diam dan tertutup, maka ada

keyakinan kuat bahwa jumlah tersangka kasus korupsi penerima SP3 hingga

saat ini lebih dari 25 orang dan bukan tidak mungkin berjumlah lebih dari 100

10

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan

dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.150 11

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya, (Bandung: P.T.Alumni,2007) h.54

Page 14: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

5

orang di seluruh Indonesia.12

Terdapat suatu kejanggalan jika dilihat dari sisi tahapan awal proses

pemeriksaan suatu perkara pidana sehingga dihubungkan dengan alasan

dikeluarkannya SP3. Sebelum dilakukan proses penyidikan, penyelidik harus

lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti yang ada sebagai landasan

tindak lanjut penyidikan. Sehingga dengan adanya proses penyelidikan

diharapkan akan memiliki sikap hati-hati rasa tanggung jawab hukum yang

bersifat manusiawi dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebelum

dilanjutkan dengan tindakan penyidikan agar tidak terjadi tindakan yang

melanggar hak-hak asasi yang merendahkan harkat dan martabat manusia.13

Didalam UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur mengenai jaminan

terhadap perlindungan hak-Hak Asasi Manusia warga negara. Hal ini, yang

menjadi pertanyaan adalah, mengapa masalah HAM menjadi salah satu materi

yang dimuat di dalam konstitusi atau Undang- Undang Dasar? Jawaban atas

pertanyaan ini adalah karena negara sebagai organisasi kekuasaan cenderung

untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut, oleh sebab itu untuk memberikan

jaminan perlindungan terhadap hak-Hak Asasi Manusia, maka dimuatlah

pokok HAM yang berkekuatan dalam UUD NRI Tahun 1945. Dalam sejarah

pemikiran negara dan hukum menunjukkan bahwa negara selalu dimaknai

sebagai suatu lembaga yang mempunyai keabsahan untuk memaksakan

kehendak kepada warga negaranya. Pada hakikatnya konstitusi telah dibentuk

untuk membatasi kekuasaan, agar tidak diterapkan secara sewenang-wenang

oleh para pelaku penyelenggara pemerintahan. Dengan demikian pengaturan

mengenai HAM akan selalu disejajarkan dengan materi-materi lain di dalam

suatu konstitusi negara, bahkan salah satu ciri dari negara hukum adalah

adanya jaminan Hak Asasi Manusia, di samping pemisahan kekuasaan,

12 Emerson Yuntho, Mencermati Pemberian SP3 Kasus Korupsi, Artikel diakses dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol11608/mencermati-pemberian-sp3-kasus-korupsi

pada tanggal 18 Agustus 2017, Pukul 13:45 WIB

13

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan

dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.102

Page 15: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

6

legalitas pemerintahan, dan peradilan yang bebas.14

Ada beberapa perkara tindak pidana korupsi terkait penetapan status

sebagai tersangka menjadi persoalan bila dipandang dari perspektif

perlindungan HAM dan kepastian hukum, yaitu mengenai lamanya waktu

status tersangka yang dialami dan proses penetapan status tersangka. Seperti

yang diketahui oleh peneliti setelah tujuh tahun menyidik, akhirnya Kejaksaan

Agung menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara

dugaan korupsi pengadaan mobil ambulan dan peralatan kesehatan pada

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Tahun

Anggaran (TA) 2009. Kasus ini dihentikan sejak Mei 2017 lalu. "Perkara itu

sudah kami hentikan penyidikannya sejak Mei 2017 lalu," ujar Direktur

Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Warih Sadono, di kantornya,

Gedung Bundar, Jakarta, Rabu (19/7/2017). Pihak Jampidsus Kejaksaan

Agung telah menyidik kasus ini dengan menetapkan tiga tersangka sejak Juni

2017. Ketiganya yakni, Mangapul Bakara selaku Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK), Bulan Rachmadi selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang, dan

Firmansyah selaku Direktur PT Prosistek Indo Era.

Warih menjelaskan penyidikan kasus tersebut dihentikan karena tidak

ditemui adanya kerugian negara dalam proyek pengadaan tersebut. "Jadi, hasil

audit BPK tidak ditemukan kerugian negaranya," ujarnya. Menurut Warih,

penghentian kasus ini berdasarkan Pasal 109 ayat 2 KUHAP. "Ini untuk

kepastian hukum, makanya dihentikan," kata dia. Ia menambahkan, dengan

dihentikannya kasus tersebut, maka status tersangka ketiga orang yang

sebelumnya ditetapkan telah gugur dengan sendirinya. "SP3 itu untuk ketiga

tersangka karena merupakan satu obyek penyidikan," tukasnya. Diberitakan

sebelumnya, Mangapul Bakara yang sempat menjadi tersangka dalam kasus

tersebut telah dilantik oleh Menteri Kesehatan sebagai Direktur Keuangan

RSUP H Adam Malik, Medan, Sumatera Utara. Sebelumnya, ia menjabat

posisi yang sama di RSUP Dr M Jamil di Padang, Sumatera Barat. Mangapul

14 B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi

Manusia, (Yogyakarta:Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2003) h. 272

Page 16: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

7

sempat menyatakan tidak ada masalah hukum lagi terhadap dirinya karena

kasusnya di Kejaksaan Agung telah dihentikan.15

Diberlakukan KUHAP pada tahun 1981, dalam penetapan status tersangka

belum terlalu menjadi isu penting dan bermasalah dalam kehidupan

masyarakat Indonesia. Upaya paksa pada masa itu secara kesepakatan

dimaknai sebatas pada penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan,

akan tetapi pada masa sekarang ini bentuk upaya paksa telah berkembang

salah satu bentuknya adalah “penetapan tersangka oleh penyidik” yang

dilakukan oleh negara dalam bentuk pemberian label atau status tersangka

pada seseorang tanpa ditentukannya batas waktu yang jelas, sehingga

seseorang tersebut dituntut paksa oleh negara untuk menerima status tersangka

tanpa tersedianya kesempatan berusaha untuk melakukan upaya hukum dalam

menguji legalitas dan kemurnian tujuan dari keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan. Dengan demikian, prinsip kehati-hatian haruslah dimiliki oleh

penegak hukum dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Hakikatnya memeriksa dan menyelesaikan perkara tindak pidana harus

memahami “manusia dan kemanusiaan” yang wajib dilindungi harkat

martabat kemanusiaannya, yang telah dirumuskan dalam Pasal 28D ayat 1

UUD NRI Tahun 1945 yaitu “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum”. Masyarakat menyadari bahwa tujuan tindakan penegakan

hukum untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan masyarakat itu

sendiri, penegak hukum juga tidak boleh mengorbankan hak dan martabat

tersangka, atau juga sebaliknya. Demi untuk melindungi dan menjunjung

harkat dan martabat tersangka tidak boleh dikorbankan, untuk kepentingan

masyarakat / negara. Harus mampu meletakkan asas keseimbangan yang telah

digariskan KUHAP, sehingga antara dua kepentingan yang harus dilindungi

15 Abdul Qodir, “7 Tahun Menyidik, Kejaksaan Agung Terbitkan SP3 Kasus Dugaan

Korupsi Ambulans Kemenkes”, Artikel diakses dari

http://www.tribunnews.com/nasional/2017/07/19/7-tahun-menyidik-kejaksaan-agung-terbitkan-

sp3-kasus-dugaan-korupsi-ambulans-kemenkes pada tanggal 23 September 2017, Pukul 08.41

WIB

Page 17: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

8

oleh hukum sama-sama tidak dikorbankan,16

dan sesuai dalam Pasal 18 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa “Setiap

orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan

sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan

kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala

jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan”.

Penetepan seseorang menjadi tersangka tidak ada batas waktunya, maka

adalah penting untuk menjamin dan melindungi Hak-Hak Asasi Manusia,

keadilan, dan kepastian hukum kepada tersangka. Dengan adanya aturan yang

mengikat dan memberi akibat hukum baik terhadap para penegak hukum, maka

akan lebih menjamin Perlindungan Hak Asasi Manusia kepada tersangka.

Dengan demikian berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di

atas, Peneliti bermaksud menulis skripsi dengan judul : “KEWENANGAN

PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN

PENYIDIKAN (SP3) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PERSPEKTIF HAM”

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

1. Masalah yang dapat diidentifikasi oleh peneliti adalah sebagai berikut :

a. Adanya kewenangan serta mekanisme penyidik polri dan jaksa

dalam penghentian penyidikan.

b. Terjadi dampak dari tidak dikeluarkannya Surat Perintah

Penghentian Penyidikan (SP3) bila ditinjau dari sudut pandang

HAM

2. Batasan Masalah

Agar masalah yang peneliti bahas tidak terlalu meluas sehingga

mengakibatkan ketidak jelasan maka peneliti membuat pembatasan

masalah yakni pada perkara tindak pidana khusus korupsi dan tinjauan

sudut pandang HAM.

16 M. Yahya Harahap, Pembahsan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan

dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) h.68-69

Page 18: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

9

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di

atas, maka disusun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas

dalam skripsi ini, yaitu:

a. Apakah yang menjadi latar belakang dan pertimbangan penyidik

mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam

tindak pidana korupsi?

b. Bagaimana batas kewenangan penyidik mengeluarkan Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perspektif HAM?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian masalah ini adalah untuk mendalami

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan

masalah, secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui latar belakang dan pertimbangan penyidik

mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam

tindak pindana korupsi.

b. Untuk mengetahui batas kewenangan penyidik mengeluarkan Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perspektif HAM.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Manfaat akademis

Secara akademis penelitian ini dapat memberikan khasanah ilmu

pengetahuan hukum pidana dan juga hukum tata negara dalam hal ini

studi analisis kewenangan penyidik mengeluarkan SP3 terhadap tindak

pidana korupsi ditinjau dalam sudut pandang HAM. Pada

kenyataannya banyak sekali kasus-kasus yang sedang berjalan akan

tetapi penyidik mengeluarkan SP3, dan dalam hal ini sesorang yang

dijadikan tersangka statusnya bisa bebas dan bisa juga tidak berjalan

kasusnya hingga bertahun-tahun serta status tersangkanya tidak jelas

Page 19: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

10

karena kurangnya bukti. Selain dari pada itu adanya tulisan ini dapat

menambah perbendaharaan koleksi karya ilmiah dengan memberikan

kontribusi juga bagi perkembangan hukum tata negara Indonesia.

b. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bentuk

kerangka dan landasan bagi peneliti lanjutan mengenai Hak Asasi

Manusia (HAM) terhadap tersangka maupun terdakwa tindak pidana

korupsi serta kewenangan penyidikan dalam mengeluarkan Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Yang diharapkan bisa menjadi

bahan ilmu yang bermanfaat serta masukan bagi para pembaca dan

juga praktisi hukum lainya.

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Adapun skripsi dan buku yang terkait dengan judul penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Skripsi Sri Hayati, Fakultas Syariah dan Hukum Universitass Islam

Negeri 2013, dengan judul skripsi “Kewenangan Komisi

Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi” Sri Hayati dalam skripsi ini

menemukan, Adanya dua lembaga yang memiliki wewenangan yang

sama mudah membuka peluang terjadinya sengketa wewenang antar

lemabaga. Apalagi menyidik kasus yang sama tentu dapat terjadi

ketidakpastian hukum, Hasil penelitian ini mengetahui batasan

kewenangan masing-masing lembaga dan perbedaannya dalam

melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.

2. Buku berjudul “Perlindungan Hak Asasi Manusia

Tersangka/Terdakwa” yang ditulis oleh Didi Sunardi dan Endra Wijaya.

Dalam buku ini membahas tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia

(HAM) kepada tersangka, Serta adanya jarak yang sangat lebar antara

nilai-nilai penghormatan terhadap HAM seperti yang termuat dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan

implementasi pemenuhan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan.

Page 20: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

11

Terkait dengan hal itu, maka sekalipun penegakan hukum mutlak

menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar, tetapi HAM seorang

tersangka juga tidak boleh diabaikan atau dilanggar.

3. Jurnal hukum berjudul “Alasan Pemberhentian Penyidikan Suatu

Tindak Pidana Korupsi” ditulis oleh johana olivia rumajar. Dalam

jurnal ini membahas tentang alasan-alasan serta landasan hukum yang

kuat bagaimana mekanisme penyidik bisa mengeluarkan surat perintah

penghentian penyidikan, sedangkan kewenangan penyidik untuk

mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidik dalam kasus tindak

pidana korupsi, apabila dalam kasus tindak pidana korupsi tersebut:

Tidak ditemukannya perbuatan melawan hukum, tidak ditemukannya

bukti yang kuat dan tidak ditemukannya kerugian negara.

E. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Teori

Wewenang dalam bahasa Inggris disebut authority atau dalam bahasa

Belanda bovedegheid. Definisi dari wewenang adalah kekuasaan yang

sah/legitim. Menurut Philipus M. Hadjon, wewenang (bevoegdheid)

dijelaskan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep

hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.17

Ferrazi beranggapan bahwa kewenangan sebagai hak untuk

menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan

(regulasi dan standarisasi), pengurusan dan pengawasan atau suatu urusan

tertentu.18

Adapun unsur-unsur kewenangan dapat dibagi menjadi tiga,

yakni:

a. Pengaruh: penggunaan wewenang bertujuan untuk

mengendalikan perilaku subyek hukum.

b. Dasar hukum: segala apapun bentuk wewenang harus dapat

ditunjukan dasar hukumnya.

17 Philipus Mandiri Hadjon, Tentang Wewenang, (Jakarta: Yuridika, 1997) h.1

18

Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2007) h.93

Page 21: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

12

c. Konformitas hukum: memiliki makna adanya standard

wewenang, yaitu standard umum (semua jenis wewenang) dan

standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

Setiap wewenang itu dibatasi oleh isi/materi (materiae), wilayah/ruang

(locus), dan waktu (tempus). Kekurangan dalam aspek-aspek tersebut

menimbulkan kerusakan wewenang atau dalam artian bahwa di luar batas-

batas itu suatu tindakan pemerintahan merupakan tindakan tanpa

wewenang (onbevoegdheid).

Suatu perbuatan hukum yang cacat hukum jika perbuatan tersebut

dilakukan tanpa wewenang/alas hak yang jelas, dilakukan melalui

prosedur yang tidak benar (cacat prosedur), dan substansi perbuatan itu

sendiri (cacat substansi). Cacat wewenang mengakibatkan suatu perbuatan

menjadi batal demi hukum (van rechtswege nietig). Cacat prosedur hanya

tidak akan menyebabkan suatu perbuatan menjadi batal demi hukum,

melainkan hanya dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar). Cacat

substansi dapat berakibat pada batalnya suatu perbuatan hukum (nietig).

2. Konseptual

Pada penelitian ini dalam membahas permasalahannya akan diberikan

batasan-batasan pengertian atau istilah. Pembatasan tersebut dilakukan

untuk menghindari terjadinya multi tafsir maupun kerancuan definisi dan

diharapkan akan dapat membantu dalam menjawab pokok permasalahan

usulan penelitian ini. Beberapa pembatasan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 undang-undang No.8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana.

b. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

Page 22: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

13

tersangkanya telah diatur dalam Pasal 1 angka 2 undang-undang No.8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

c. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan terdapat dalam Pasal 1

angka 1 undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana

d. Tindak Pidana Korupsi adalah: “Setiap orang yang secara melawan

hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, sebagaimana tercantum dalam

Bab II Pasal 2.

e. Penghentian Penyidikan Meskipun KUHAP tidak merumuskan apa

yang dimaksud dengan penghentian penyidikan, namun dapat

dirumuskan bahwa penghentian penyidikan merupakan tindakan

penyidik menghentikan penyidikan yang diatu dalam Pasal 109 ayat 2

KUHAP dengan berdasar pada alasan-alasan sebagai berikut:

1) Tidak terdapat cukup bukti

2) Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana

3) Penyidikan dihentikan demi hukum

f. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) adalah surat perintah

yang dikeluarkan oleh penyidik sebagai bukti telah dihentikannya

penyidikan suatu tindak pidana.

g. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-

norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia,

dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum

kota dan internasional.

Menurut penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia, Kejaksaan berwenang melakukan penyidikan pada

tindak pidana tertentu, seperti tindak pidana terhadap Hak Asasi Manusia

Page 23: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

14

dan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu berdasarkan pasal 6 Undang-

Undang No.30 Tahun 2002 tentang KPK dinyatakan bahwa Komisi

Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik dalam tindak pidana korupsi.

Jadi dalam penelitian ini, penyidik adalah POLRI, Kejaksaan, dan KPK.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka

menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian

hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah yang

mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap

sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, peneltian

sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. Hal yang sama

dikemukakan oleh Ronny Hanitijo Soemitra bahwa penelitian hukum yang

normatif atau penelitian hukum doctrinal, yaitu penelitian hukum yang

menggunakan sumber data sekunder atau sumber data yang diperoleh

melalui bahan-bahan kepustakaan metode atau cara yang dipergunakan di

dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka yang ada.19

Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu

dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua

penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk

mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Macam-

macam pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian

hukum normatif adalah: pendekatan undang-undang, Pendekatan kasus,

19 Mukti Fajar dan Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) h.153

Page 24: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

15

Pendekatan historis, Pendekatan komparatif, Pendekatan konseptual.20

Suatu penelitian normatif mengarahkan refleksinya kepada norma-norma

dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-norma yang ditentukan

dalam bidang tersebut. Maka dari itu, harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.21

3. Sumber Data

Jenis data yang diperoleh adalah data sekunder, yaitu data yang

diperoleh dari bahan pustaka. Bahan hukum primer diperoleh dari seluruh

peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang mengatur masalah

kewenangan penghentian penyidikan (SP3) oleh penyidik ditinjau dari

perspektif Hak Asasi Manusia. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang

memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dalam hal ini, bahan

hukum sekunder yang diperoleh berasal dari buku, jurnal, artikel, skripsi,

dokumen yang diperoleh dari internet, serta penelitian dan tulisan dari para

ahli hukum.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data dan

bahan bagi penelitian ini adalah bersifat normatif. Oleh karena itu, dengan

perkataan lain penelitian ini bertitik tolak dari bahan-bahan pustaka yang

diperoleh dari buku, jurnal, artikel, skripsi, serta dokumen yang berasal

dari internet yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan penelitian

ini.22

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data

sekunder adalah dengan, penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka,

serta media elektronik.

5. Metode Analisis Data

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet. VI, (Jakarta: Kencana, 2010) h.93

21

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet. IV, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2008) h.302

22

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu tinjauan

singkat, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003) h.13

Page 25: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

16

Melihat hukum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak,

maka perhatian peneliti akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga

yang benar-benar otonom yaitu sebagai subyek hukum tersendiri terlepas

kaitannya dengan hal-hal diluar peraturan tersebut.23

Penelitian ini

dilakukan untuk menjawab permasalahan dengan melakukan penelitian

yang bersifat normatif analitis yaitu dengan memberikan penjelasan

mengenai proses penyidikan, penghentian penyidikan oleh penyidik, serta

pemaparan yang jelas mengenai ketentuan yang mengatur HAM.

Kemudian dianalisis untuk menemukan permasalahan hukumnya serta

jawaban dari permasalahan tersebut.

6. Pedoman Penulisan

Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian sesuai dengan

sistematika penelitian yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi,

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun

2017.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, skripsi ini dibagi menjadi lima bab dengan beberapa

sub-bab, dengan uraian singkat sistem penelitian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN: Dalam bab ini akan diuraikan menganai latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan kajian

terdahulu, kegunaan penelitian, kerangka teori dan konseptual, metode

penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II, TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

KORUPSI DAN HAK ASASI MANUSIA: Dalam bab ini akan

diuraikan secara teoritis mengenai apa yang dimaksud dengan tindak

pidana, pengertian dan bentuk-bentuk tindak pidana korupsi. Sejarah

HAM, Jaminan HAM dalam Konstitusi Republik Indonesia Hasil

Amandemen, Serta Asas & Hak yang diatur dalam Perlindungan HAM

menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999.

23 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2015) h.68

Page 26: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

17

BAB III, LEMBAGA HUKUM YANG MENGELUARKAN SP3 :

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang sejarah, tugas/wewenang

dan juga kedudukan maupun peran lembaga hukum polri dan jaksa selaku

instansi yang mengeluarkan SP3.

BAB VI, TINJAUAN HAM TERHADAP KEWENANGAN

PENYIDIK DALAM MENGELUARKAN SP3 : Bab ini membahas

dasar hukum kewenangan penyidik mengeluarkan SP3, serta analisis batas

kewenangan penyidik mengeluarkan SP3 dilihat dalam perspektif Hak

Asasi Manusia.

BAB V PENUTUP : Bab ini adalah penutup dari penelitian penelitian

yang menguraikan secara singkat mengenai kesimpulan serta saran dari

penelitian.

Page 27: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

18

BAB II

TINJAUAN UMUM

TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan yang melanggar aturan hukum yang

telah dibuat dan diatur sehingga setiap individu yang melanggarnya dikenakan

sanksi pidana. Susunan undang-undang kita menggunakan istilah

straafbaarfeit untuk menyebutkan nama tindak pidana, akan tetapi tidak

adanya penjelasan yang detail mengenai straafbaarfeit tersebut. Dalam bahasa

Belanda straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentukan kata, yaitu straafbaar

dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari

kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara

harfiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat

dihukum.1 Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan

tentang hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat

undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah

peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindakan pidana.2

Sebagai ahli hukum Moeljatno berpendapat, pada hakikatnya tindak

pidana merupakan suatu definisi dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana

adalah suatu pengertian yuridis, jadi tiadaklah mudah mendefinisikan istilah

tindak pidana. Pembahasan hukum pidana bertujuan agar memahami

pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan

dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori tentang

tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini bahwa, pidana adalah

1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.5

2 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Rengkang Education 2012) h.20

Page 28: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

19

merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai

terjemahan dari bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan sebagai

‖hukuman‖.3

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

―perbuatan jahat‖ atau ―kejahatan‖ (crime atau Verbrechen atau misdaad)

yang dapat diartikan secara kriminologis dan psikologis. Pengertian kejahatan

atau tindak pidana yang digambarkan oleh Djoko Prakoso secara yuridis

adalah ―perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarannya

dikenakan sanksi‖, selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara

kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah ―perbuatan yang melanggar

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif

dari masyarakat‖, dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah

―perbuatan manusia yang tidak normal dan bersifat melanggar hukum, yang

disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut‖.4

Mengenai definisi ahli hukum yang lain seperti Hamel mengatakan

bahwa: ”Strafbaarfeit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang

dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana

(strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan‖. Sedangkan pendapat Pompe

mengenai Strafbaarfeit adalah sebagai berikut : ‖Strafbaarfeit itu dapat

dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yang sengaja atau tidak sengaja

dilakukan oleh pelaku‖.5

Dengan demikian atas dasar beberapa pendapat yang dikemukakan

tersebut yang dimaksud tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan

3 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987) h.37

4 Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam

Konteks KUHAP, (Jakarta: Bina Aksara, 1987) h.137

5 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru. 1984) h.173

Page 29: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

20

hukum dan tidak sesuai dengan suatu aturan hukum yang berlaku atau

perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan hukuman

sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan

sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang

melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam hal ini

berlaku kepada setiap orang yang melakukan suatu pelanggaran hukum, maka

orang tersebut dapat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Mengetahui suatu peristiwa tindak pidana haruslah ada syarat yang

berlaku baik secara objektif maupun subjektif. Syarat-syarat tertentu ini

biasanya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang bisa

dipidanakan apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak

pidana (strafbaarfeit).

Definisi unsur subjektif adalah unsur yang terdapat pada diri pelaku atau

pembuat, in de dader aan wezig. Unsur subjektif dapat juga dikatakan sebagai

tanggungjawab seseorang terhadapat perbuatan yang telah dilakukannya.

Sedangkan unsur objektif yaitu unsur yang terdapat diluar manusia atau suatu

akibat tertentu yang semuanya dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang yang berlaku.6

Menurut Sudarto, pengertian unsur tindak pidana harus dibedakan dengan

pengertian unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan yang tercantum dalam

rumusan undang-undang. Pengertian yang pertama (unsur) ialah lebih luas

dari pada kedua (unsur- unsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari

tindak pidana pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasal 362 KUHP.7

6 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Hamzah, 2011) h.31

7Sudarto, Hukum Pidana 1A-1B. (Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman, 1990) h.3

Page 30: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

21

Jika peneliti menjabarkan rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka yang

dapat diketahui adalah sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu

seseorang telah melakukan sesuatu tindakan melawan hukum yang telah

diatur oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya bisa digambarkan ke

dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.8

a. Unsur-unsur subjektif

Unsur dari suatu tindak pidana itu adalah:

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus).

2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging

seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.

3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat

misalnya di dalam kejah natan – kejahatan pencurian, penipuan,

pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti

misalnya terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal

340 KUHP.

5) Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di

dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

b. Unsur-unsur objektif

Unsur dari suatu tindak pidana adalah :

1) Sifat melanggar hukum.

2) Kualitas si pelaku misalnya ―keadaan sebagai pegawai negeri‖ di

dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau ―keadaan

sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas‖

dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

8 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1997) h.193

Page 31: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

22

3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat dari perbuatan

tertentu sebagai salah satu unsur obyektif dari perbuatan pidana .9

B. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Di Indonesia, Jika orang berbicara tentang korupsi, Andi Hamzah

jelaskan, pasti yang dipikirkan hanya perbuatan jahat yang merugikan

keuangan Negara dan suap. Ditinjau dalam perspektif etimologi, korupsi

merupakan kata yang asing dalam bahasa Indonesia. Dalam Webster Studen

Dictionary, korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus.

Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal

corrumpere, kata dalam bahasa latin yang sejak dulu lebih tua. Dari bahasa

latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption,

corrupt; Perancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie),

dengan demikian asumsi yang kuat bisa dikatakan istilah korupsi dari bahasa

Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu ―korupsi‖.10

Di dalam Black’s Law Dictionary dalam bukunya Marwan Effendi tentang

korupsi itu sendiri yaitu Suatu perbuatan yang bertujuan untuk memberikan

suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari

pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk

mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain,

bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.11

9 P.A.F. Lamintang,. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru. 1984)

h.184

10

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi bersama KPK (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.6

11

Marwan Effendy, Sistem Peradilan Pidana: Tinjauan terhadap Beberapa Perkembangan

Hukum Pidana (Jakarta: Referensi, 2012) h.80

Page 32: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

23

Arti harafiah dari korupsi itu sendiri adalah kebusukan, keburukan,

kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian atau

dapat disuap.12

Sedangkan arti korupsi yang telah diterima dalam

perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta

bahwa korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,

penerimaan uang sogok dan sebagainya.13

Dengan demikian, kata korupsi memiliki arti dan cakupan yang sangat

luas. Sependapat dengan ini adalah pengertian dari Encyclopedia Americana

yang dikutip dalam bukunya Andi Hamzah yaitu korupsi adalah suatu hal

yang sangat buruk dengan bermacam ragam artinya, bervariasi menurut

waktu, tempat, dan bangsa.14

Beberapa sarjana mencoba mendefinisakan

korupsi, Baharudin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmer,

menguraikan arti istilah korupsi dari berbagai bidang, yakni yang menyangkut

masalah penyuapan, yang berhubungan dengan penggelapan di bidang

ekonomi, dan yang menyangut bidang kepentingan umum. Sedangkan

Sudarto menjelaskan pengertian korupsi dari unsur-unsurnya sebagai

berikut:15

a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu

badan.

b. Perbuatan itu bersifat melawan hukum.

12 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) h.4

13

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1976)

h.524

14

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) h. 6

15

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2007) h. 18

Page 33: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

24

c. Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan

keuangan negara dan/atau perekonomian negara, atau perbuatan itu

diketahui atau patut disangka oleh si pembuat bahwa merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara.

Pernyataan dari World Bank yang dikutip dalam bukunya Marwan

Effendy berdasarkan hasil penelitiannya yang menjelaskan bahwa: ―Korupsi

adalah “An Abuse Of Public Power For PrivateGains” atau penyalahgunaan

kewenangan atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi.‖16

Dalam sudut

pandang normatif, pengertian korupsi dapat dilihat dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Pasal 2 ayat 1 danPasal 3 dijelaskan pengertian korupsi melalui unsur-

unsur dari tindak pidana korupsi. unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam

Pasal 2 ayat 1 adalah:

a. Melawan hukum.

b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

c. Dapat merugikan keuangan negara atau perekomian negara.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal 3 adalah:

a. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

b. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan.

c. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

2. Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi

Adapun beberapa sebab awalnya terjadi korupsi di Indonesia dikarenakan

kondisi sosial ekonomi yang merasa tidak berkecukupan atau bahkan hanya

untuk memenuhi hasrat kekayaan serta kemewahan yang lebih dengan

16 Marwan Effendy, Sistem Peradilan Pidana: Tinjauan terhadap Beberapa Perkembangan

Hukum Pidana (Jakarta: Referensi, 2012) h.81

Page 34: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

25

berbagai cara. Andi Hamzah membuat hipotesis mengenai faktor penyebab

tindak pidana korupsi sebagai berikut:17

a. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan

kebutuhan yang makin hari makin meningkat;

b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia;

c. Manajemen yang kurang baik dan control yang kurang efektif dan efisien;

d. Modernisasi.

Beberapa faktor lainnya adalah berupa penegakan hukum yang tidak tegas,

tidak konsisten, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, langkanya

lingkungan yang antikorup, budaya memberi upeti, imbalan dan hadiah,

konsekuensi ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi yang sangat

besar, budaya permisif/serba memperbolehkan serta gagalnya pendidikan agama

dan etika.18

Marwan Effendy menemukan jawaban dari sebab-sebab korupsi, dengan

berangkat dari definisi korupsi yang disampaikan oleh Sheldon S. Steinberg dan

David T. Ausytern yang berpendapat bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak

legal dengan merusak sendi-sendi pemerintahan yang baik yang disebabkan oleh

minimnya integritas, sistem karier dan penggajian yang tidak sesuai dengan

kinerja serta standar pelayanan minimal dan perilaku budaya masyarakat yang

hanya ingin serba instan dalam setiap urusan.19

Mengenai korupsi tersebut Patrick

Glynn, Stephen J.Korbin, dan Moise Naim dalam berpandangan bahwa korupsi

disebabkan sebagai akibat dari perubahan politik secara sistematis, sehingga

17 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional

(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005) h. 13-23

18

Eko Santoso, Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: KPK, tth) h.23

19

Marwan Effendy, Sistem Peradilan Pidana: Tinjauan terhadap Beberapa Perkembangan

Hukum Pidana (Jakarta: Referensi, 2012) h.83-84

Page 35: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

26

memperlemah atau mengahancurkan tidak saja lembaga sosial dan politik, tetapi

juga hukum.20

Dengan demikian, faktor penyebab korupsi secara umum dapat

diklarifikasikan menjadi dua bagian yaitu factor internal dan juga eksternal.

Faktor internal berkaitan dengan pelaku korupsi sebagai pemegang amanat berupa

jabatan dan wewenang yang diamanatkannya. Sedangkan factor eksternal berupa

system pemerintahan dan kepemimpinan serta pengawasan yang tidak seimbang

sehingga bisa berpeluang terjadinya korupsi.21

Pendapat yang telah dikemukakan

diatas nampak terbukti dalam perubahan politik di Indonesia pada masa tahap

reformasi ini. Sebelum reformasi atau ketika orde baru, korupsi menjadi penyakit

dan turunan. Kemudian pada saat runtuhnya orde baru maka lahir pengenalan

sistem pemilihan umum yang baru di tahun 1999 dan implementasi penyerahan

kewenangan atau desentralisasi di tahun 2001 berdampak pada korupsi era orde

baru menurun, namun dalam perkembangannya justru korupsi dalam skala kecil

semakin meningkat dikarenakan para pejabat kelas kakap yang sudah absen

dalam penyelenggara pemerintahan. Maka dampak dari meningkatnya korupsi

skala kecil ini membuat masyarakat semakin memaklumi dengan tindakan

korupsi maupun suap diberbagai elemen pemerintahan.

C. Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia

Pengertian Hak Asasi Manusia telah dirumuskan ke dalam undang-undang

hukum positif Negara Indonesia yaitu diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi

sebagai berikut : Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

20

Kimberly Ann Elliot, Corruption and The Global Economy, Edisi Pertama (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia 1999) h.11

21

M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Hamzah, 2011) h.37

Page 36: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

27

merupakan anugerahnya yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Berdasarkan ketentuan dalam

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tersebut sudah dijelaskan

bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang paling mendasar yang harus dimiliki

oleh manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, atas dasar itulah

Negara wajib melindungi hak-hak warganya negaranya tersebut.

Indonesia merupakan negara hukum yang mana di dalam negara hukum selalu

ada pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Semua manusia

akan mendapat perlakuan yang sama kedudukannya dalam hukum, sosial,

ekonomi, dan kebudayaan. Istilah hak asasi manusia berasal dari istilah droits de

l’homme dalam bahasa Perancis atau Human Rights dalam bahasa Inggris, yang

artinya ―hak manusia‖. Pengertian secara teoritis dari hak asasi manusia adalah :

―hak yang melekat pada martabat manusia yang melekat padanya sebagai insan

ciptaan Allah Yang Maha Esa, atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah

Illahi. Berarti hak-hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki manusia

menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, karena itu Hak

Asasi Manusia bersifat luhur dan suci.‖22

Adanya konsep hak asasi manusia pada dasarnya sebagai tertib dunia, jika

tidak ada konsep HAM tersebut, maka usaha manusia akan sulit untuk mencapai

dunia yang tertib. Seperti tujuan hukum dan tujuan ilmu-ilmu lainnya yang

berusaha mengangkat derajat perkembangan manusia agar lebih adil, makmur,

sejahtera, aman, tertib, dan tenteram tidak akan mudah diraih.23

Perkembangan

22

Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia (Jakarta:Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1983) h.7-8

23 A. Masyhur Effendy. Perkembangan dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses

Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (Bogor: Ghalia, 2005) h.127

Page 37: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

28

dalam perlindungan HAM untuk semua orang dan di seluruh dunia bukanlah

suatu hal yang mudah, dikarenakan banyaknya keragaman bangsa-bangsa dari

latar belajar sejarah, kebudayaan, sosial, latar belakang politik, agama dan tingkat

pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian banyaknya perbedaan latar bralakang

ini mengakibatkanya perbedaan tanggapan dalam perumusan HAM.

Kecenderung kosep HAM yang sebelumnya bersifat teologis, filsafati,

ideologis, atau moralistik, dengan adanya kemajuan modern berbangsa dan

bernegara akan cenderung ke sifat yuridik dan politik, karena instrumen HAM

dikembangkan sebagai bagian yang menyeluruh dan hukum internasional baik

tertulis maupun tidak tertulis. Instrumen tersebut akan mengikat kepada para

anggota Negara-negara PBB secara yuridis walaupun para negara anggota belum

melakukan ratifikasi atau tahapan perjanjian secara formal.24

Pada hakekatnya Hak Asasi Manusia dipercayai memiliki nilai yang

universal. Nilai universal berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu, nilai

universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum

nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai

kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam instrumen

internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM, Namun

kenyataan menunjukkan bahwa nilai-nilai HAM yang universal ternyata dalam

penerapannya tidak memiliki kesamaan dan keseragaman.

Penerapan instrumen HAM internasional akan terkait dengan karakteristik

ataupun sifat khusus yang melekat dari setiap negara. Adalah merupakan suatu

fakta bahwa negara di dunia tidak memiliki kesamaan dari berbagai aspek,

termasuk ekonomi, sosial, politik dan terpenting sistem budaya hukum sebagai

akibatnya terjadi ketidakseragaman dalam pelaksanaan HAM di tingkat paling

nyata di masyarakat. Ada empat penyebab utama alasan perjanjian internasional

24

H. Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat (PT Refika Aditama, Bandung, 2005) h.6

Page 38: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

29

di bidang HAM tidak dapat ditegakkan oleh negara setelah diikuti, yaitu :

Pertama, perancangan dan pembentukan berbagai perjanjian internasional di

bidang HAM yang sangat terdeviasi (bias) oleh kerangka berfikir (framework of

thinking) dari perancangnya. Kedua, kendala pada saat perjanjian internasional

diperdebatkan. Ketiga, menyangkut tujuan pembentukan perjanjian internasional

di bidang HAM yang dibuat tidak untuk tujuan mulia menghormati HAM

melainkan untuk tujuan politis. Keempat, perjanjian internasional di bidang HAM

setelah diikuti kerap hanya mendapatkan perhatian secara setengah hati oleh

negara berkembang.25

D. Sejarah Perkembangan HAM

Dalam perkembangan hak asasi manusia, pemikiran mengenai hak asasi

manusia mengalami pasang surut sejalan dengan sejarah peradaban manusia,

terutama dalam ikatan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasang

surut hak asasi manusia ini, sebenarnya mulai muncul setelah manusia

memikirkan dirinya dalam lingkungan semesta. Pemikiran mengenai hak asasi

manusia ini mulai mencapai titik paling rendah setelah dikemukakannya konsep

kedaulatan Tuhan yang dilakukan didunia ini dilakukan oleh seorang Raja atau

Paus (Pemimpin Gereja sedunia).

Kedaulatan Tuhan yang dilaksanakan oleh raja ataupun Paus tersebut,

menjadikan raja atau Paus mempunyai kekuasaan yang maha dasyat, sehingga

mengakibatkan hak-hak raja termasuk para keturunannya dan Paus dapat

terpenuhi secara optimal, sementara bagi manusia kebanyakan sama sekali tidak

memiliki hak apapun. Raja ataupun Paus mampu melakukan itu semua, karena

menganggap bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata adalah perintah Tuhan,

dan memperolah kuasa dari Tuhan. Kondisi yang demikian ini, maka hak asasi

25

H. Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat (PT Refika Aditama, Bandung, 2005) h.70-71

Page 39: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

30

manusia dapat diibaratkan merupakan suatu impian dan barang impian dan barang

komoditi yang sangat mahal harganya, sekaligus langka keberadaannya. 26

Perkembangan pemikiran mengenai hak asasi manusia dapat dijelaskan

sebagai berikut: Berdasarkan sejarah perkembangannya, dijumpai adanya

beberapa naskah yang dapat dikategorikan sebagai dokumentasi perkembangan

hak asasi manusia, yaitu:

a. Magna Charta (Piagam Agung 1215): Suatu dokumen yang mencatat

hak yang diberikan oleh Raja John Lackland dari Inggris

kepadabeberapa bangsawan bawahannya atas tutntutan mereka.

Dengan adanya naskah ini, sekaligus menimbulkan konsekuensi

terhadap pembatasan kekuasaan Raja John Lackland. Hak yang

diberikan kepada para bangsawan ini merupakan kompensasi dari jasa-

jasa kaum bangsawan dalam mendukung Raja John di bidang

keuangan.

b. Bill of Rights (UU Hak 1689): Suatu Undang-undang yang diterima

oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya

mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi

gemilang. Dalam analisis Marxis, Revolusi Gemilang tahun 1688 dan

Bill of Rights yang melembagakan adalah kaum borjuis yang hanya

menegaskan naiknya kelas bangsawan dan pedagang diatas monarki.

Sementara rakyat dan kaum pekerja tetap hidup tertindas.

c. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Peryataan hak-hak

manusia dan warga negara 1789), yakni suatu naskah yang dicetuskan

pada permulaan Revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap

kesewenang-wenangan dari rezim lama.

26

Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan, & Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2003) h. 266-267

Page 40: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

31

d. Bill of Rights (UU Hak): suatu naskah yang disusun oleh rakyat

Amerika dalam tahun 1789 (sama dengan Deklarasi Perancis) dan

menjadi bagian dari UUD Amerika pada tahun 1791.

Berdasarkan naskah-naskah dokumentasi tersebut diatas, maka dapat ditarik

pemahaman bahwa perkembangan mengenai Hak Asasi Manusia abad XVII dan

XVIII muncul sebagai akibat adanya kesewenang-wenangan penguasa. Naskah-

naskah itu merupakan ekspresi perlawanan terhadap penguasa yang dzalim. Hak-

hak yang dirumuskan pada abad ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai

Hukum Alam (Natural Law) oleh John Locke (1632-1714) dan JJ. Rousseau

(1712-1778) yang hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti

kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan lainnya.

Abad XX dalam abad ini ditandai dengan terjadinya Perang Dunia II yang

memporak-porandakan kehidupan kemanusiaan. Perang dunia ini disebabkan oleh

ulah pemimpin-pemimpin negara yang tidak demokratis, seperti Jerman oleh

Hitler, Italia oleh Benito Mussolini, dan Jepang oleh Hirohito. Berkaitan dengan

hal ini, maka hak-hak politik yang telah tertuang dalam naskah-naskah abad XVII

dan XVIII dianggap kurang sempurna dan perlu diperluas ruang lingkupnya.

Franklin D. Roosevelt pada permulaan Perang Dunia II merumuskan ide adanya 4

(empat) hak, yaitu: (a) Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat

(Freedom of Speech) (b) Kebebasan beragama (c) Kebebasan dari ketakutan (d)

Kebebasan dari kemelaratan.

Kemudian pada tahun 1946, Commision on Human Rights (PBB) menetapkan

secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, disamping hak-hak politik.

Penetapan ini dilanjutkan pada tahun 1948 dengan disusun pernyataan sedunia

tentang Hak-hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada

tanggal 10 Desember 1948. Dari penjelasan sejarah perkembangan tersebut diatas,

maka nampak bahwa pengertian hak asasi manusia mengalami peralihan yang

Page 41: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

32

cukup signifikan, yakni dari semata-mata kepedulian akan perlindungan individu-

individu dalam menghadapi absolutisme kekuasaan negara, beralih kepada

penciptaan kondisi sosial ekonomi yang diperhitungkan akan memungkinkan

individu-individu mengembangkan potensinya sampai maksimal.

E. Instrumen Nasional Pokok Hak Asasi Manusia

Perkembangan hak asasi manusia tidak dapat dilepaskan dari faktor politik

dan sosial pada masa kekuasaan Soeharto. Evolusi perkembangan hak asasi

manusia di Indonesia terjadi sejak masa-masa kemerdekaan hingga proses

pelembagaannya dengan TAP MPR dan Undang-Undang setelah masa reformasi

tahun 1998. Pelembagaan instrumen hak asasi manusia kemudian meningkat

bahkan masuk ke dalam substansi Undang-Undang Dasar hasil amandemen.

Selain diatur di dalam Konstitusi, hak asasi manusia juga melembaga di berbagai

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada bab ini akan diuraikan secara

rinci tentang jaminan hak asasi manusia dalam Konstitusi Republik Indonesia

Hasil Amandemen, jaminan perlindungan hak asasi manusia dalam Undang-

Undang Nomor 39 tahun 1999.27

1. Jaminan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Republik Indonesia Hasil

Amandemen

Perdebatan antara Soekarno-Soepomo dengan M. Hatta - M. Yamin

tentang apakah pasal-pasal hak asasi manusia perlu dimasukkan di dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Perdebatan tersebut berakhir

dengan diakomodasinya pasal hak kebebasan berserikat dan berkumpul

dengan pembatasan oleh undang-undang. Kekhawatiran M. Hatta nampaknya

dapat dirasakan kebenarannya di kemudian hari. Tak bisa dibayangkan betapa

represifnya penguasa dan kekuasaan yang dijalankan, apabila Undang-

27

Rhona K. M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008) h.247

Page 42: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

33

Undang Dasar 1945 tidak memuat pasal-pasal yang mengatur mengenai hak

asasi manusia.

Sejarah mencatat bahwa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 yang pernah

berlaku selama sekitar 10 tahun (1949–1959), justru memuat pasal-pasal

tentang hak asasi manusia yang lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan

dengan Undang-Undang Dasar 1945.28

Bahkan bisa dikatakan bahwa kedua

Undang-Undang Dasar tersebut mendasarkan ketentuan-ketentuan yang

berkaitan dengan hak asasi manusia-nya pada Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang mulai berlaku pada

tanggal 10 Desember 1948. Konstitusi RIS 1949 mengatur tentang hak asasi

manusia dalam Bagian V yang berjudul ―Hak-Hak dan Kebebasan-Kebebasan

Dasar Manusia‖. Pada bagian tersebut terdapat 27 pasal, dari Pasal 7 sampai

dengan Pasal 33.29

Pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang isinya hampir

seluruhnya serupa dengan Konstitusi RIS 1949 juga terdapat dalam UUDS

1950. Di dalam UUDS 1950, pasal-pasal tersebut juga terdapat dalam Bagian

V yang berjudul ―Hak-Hak dan Kebebasan-Kebebasan Dasar Manusia‖.

Bagian ini terdiri dari 28 pasal, dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 34.30

Perdebatan tentang konsepsi hak asasi manusia kemudian muncul dalam

persidangan Konstituante yang dibentuk antara lain berdasarkan Pasal 134

UUDS 1950. Pasal tersebut menyatakan bahwa Konstituante (Sidang Pembuat

Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya

28

Supomo, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, (Jakarta PT. Pradnya

Paramita,1974)

29 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985) h.129–137

30

Suradji, Pularjono, dan Tim Redaksi Tatanusa, eds., Tiga Undang-Undang Dasar: UUD

1945, KonstitusiRIS 1949, dan UUDS 1950 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981) h 88–94

Page 43: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

34

menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan

menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini (UUDS 1950).

Konstituante yang terbentuk melalui pemilihan umum pada tahun 1955

tersebut kemudian bersidang, hingga dibubarkan melalui Keppres Nomor 150

Tahun 1959. Pada tanggal 12 Agustus 1958, dibentuklah suatu Drafting

Committee di dalam Konstituante. Ia bertugas untuk meringkas berbagai

perdebatan dalam bidang hak asasi manusia dan memformulasikan rancangan

putusanputusan dalam bidang hak asasi manusia yang akan diambil dalam

Sidang Paripurna. Laporan Komite tersebut disampaikan pada tanggal 19

Agustus 1958. Di dalamnya terdapat 88 formulasi yang berkaitan dengan 24

macam hak yang berasal dari hak asasi manusia dari daftar I yang asli; 18

hak-hak warga negara; 13 hak-hak tambahan yang belum diputuskan apakah

mereka akan digolongkan sebagai hak asasi manusia atau hak-hak sipil; hak-

hak yang masih dalam perdebatan, hak-hak yang dihapus atau digabungkan

dengan hak-hak lainnya. Untuk setiap masing-masing kategori ini juga ada

suatu usulan prosedural tentang bagaimana mereka harus diputuskan dengan

baik.31

Babakan sejarah selanjutnya ternyata berpaling kembali ke Undang-

Undang Dasar 1945, ketika melalui Keppres Nomor 150 Tahun 1959

tertanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno antara lain menyatakan bahwa

Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku kembali.32

Kembalinya

Republik Indonesia ke Undang-Undang Dasar 1945 berarti juga berlakunya

kembali ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia yang tercantum di

31

Rhona K. M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008)

h.248-249

32 Republik Indonesia, Keputusan Presiden tentang Dekrit Presiden Republik Indonesia,

Panglima Tertinggi Angkatan Perang tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945, Keppres

Nomor 150 Tahun 1959.

Page 44: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

35

dalamnya. Pada masa awal Orde Baru, Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara (MPRS) telah berhasil merancang suatu dokumen yang diberi

nama ―Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga

Negara.‖ Di samping itu, sambil menunggu berlakunya Piagam tersebut,

Pimpinan MPRS ketika itu juga menyampaikan ―Nota MPRS kepada Presiden

dan DPR tentang Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia‖. Namun demikian,

sejarah menunjukkan bahwa karena berbagai latar belakang, Piagam tersebut

kemudian tidak jadi diberlakukan. Menurut mantan Seretaris Jenderal

(Sekjen) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPRS),

Abdulkadir Besar, kegagalan pemberlakuan kedua Piagam tersebut --―Piagam

Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga Negara‖—

bermula dari keinginan Soeharto untuk segera dilantik sebagai Presiden

penuh. Sebagaimana diketahui, pada saat itu Soeharto masih berkedudukan

sebagai Pejabat Presiden.33

Menurut Abdulkadir, keinginan Soeharto untuk dilantik sebagai

Presiden penuh itu dilatarbelakangi oleh rencananya untuk mengikuti Sidang

Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang pertama di Tokyo. Ia

ingin hadir di sana sebagai Presiden penuh, agar lebih mantap dari pada jika

hanya berkedudukan sebagai Pejabat Presiden. Para petinggi militer pun

kemudian mendatangi A.H. Nasution yang pada saat itu berkedudukan

sebagai Ketua MPRS. Mereka meminta agar Nasution segera melantik

Soeharto sebagai Presiden penuh. Namun demikian, pada awalnya Nasution

menolak permintaan itu dengan alasan bahwa mereka --para petinggi militer

tersebut-- boleh meminta apa saja kepadanya, asalkan jangan minta agar ia

melanggar konstitusi. Selain dilatarbelakangi alasan konstitusional tersebut,

menurut Abdulkadir, penolakan Nasution tersebut setidak-tidaknya

33 A.H. Nasution (b), Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 7: Masa Konsolidasi Orde Baru,

(Jakarta: CV Haji Masagung, 1989) h.289 – 295

Page 45: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

36

dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, Undang-Undang Pemilu pada saat itu

belum ditetapkan. Kedua, penghitungan masa jabatan (office terms) Presiden

dianggap tidak sesuai jika dimulai pada tahun 1968.34

Salah seorang Wakil Ketua MPRS dari unsur Nadhlatul Ulama, H.M.

Subchan Z.E., kemudian menyatakan menarik dukungan kepada Nasution. Ia

menulis memo yang ditujukan kepada Nasution di atas block note Operasi

Khusus (Opsus) dan minta agar memo tersebut disampaikan kepada Nasution

melalui Abdulkadir. Memo yang ditulis di atas block note tersebut

menimbulkan penafsiran bahwa Subchan pada saat itu sudah menjadi

―binaan‖ Ali Moertopo, salah seorang tokoh Opsus. Karena berbagai desakan

tersebut, akhirnya MPRS RI melantik Soeharto sebagai Presiden penuh RI

pada sekitar pukul 01:30 WIB dinihari, hanya beberapa jam menjelang

keberangkatan Soeharto ke Tokyo. Pelantikan Soeharto menjadi Presiden

penuh tersebut menjadikan tujuan utama (the main goal) dari kelompok-

kelompok pendukung Soeharto dianggap sudah tercapai. Mashuri, salah satu

di antara tokoh dari kelompok tersebut kemudian menyatakan bahwa

komposisi Badan Pekerja MPRS tidak sesuai lagi dengan Peraturan Tata

Tertib MPRS. Dengan demikian MPRS sudah tidak perlu bersidang lagi.

Pendapat Mashuri ini kemudian mendapatkan dukungan, sehingga pada

akhirnya MPRS tidak mengadakan persidangan lagi. Dengan demikian

pembahasan ―Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban

Warga Negara‖ itu pun kemudian menjadi tidak jelas nasibnya dan tidak jadi

diberlakukan.35

34 Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999)

h.51 35

Rhona K. M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008) h.250

Page 46: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

37

Perjalanan sejarah kemudian, Pemerintah Orde Baru seakan-akan

bersikap anti terhadap eksistensi suatu piagam hak asasi manusia. Setiap

pertanyaan yang mengarah kepada perlunya piagam hak asasi manusia,

cenderung untuk dijawab bahwa piagam semacam itu (pada saat itu) tidak

dibutuhkan, karena masalah hak asasi manusia telah diatur dalam berbagai

peraturan perundang-undangan.36

Secara kongkrit, pendapat semacam ini

kemudian luruh dengan sendirinya semenjak diberlakukannya Ketetapan

MPR Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia sebagaimana

disebutkan di muka, yang ditetapkan dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 13

November 1998. Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang oleh sementara

kalangan dianggap masih melekat di dalamnya, pemberlakuan Ketetapan ini

bisa dianggap sebagai semacam ―penebus‖ kegagalan ditetapkannya ―Piagam

Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara‖ oleh

MPRS sekitar 35 tahun sebelumnya. Pada intinya, Ketetapan MPR Nomor

XVII/MPR/1998 tersebut menugaskan kepada Lembaga-Lembaga Tinggi

Negara dan seluruh aparatur pemerintah, untuk menghormati, menegakkan,

dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada

seluruh masyarakat. Di samping itu, Ketetapan ini juga menegaskan kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk meratifikasi berbagai

instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak asasi manusia,

sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945.

Ditegaskan pula bahwa penghormatan, penegakan, dan penyebarluasan

hak asasi manusia oleh masyarakat dilaksanakan melalui gerakan

kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga

36

Satya Arinanto, Hukum dan Demokrasi (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1991) h.30

Page 47: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

38

negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi

tentang hak asasi manusia dilakukan oleh suatu Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia yang ditetapkan dengan undang-undang. Ketetapan ini juga dilampiri

oleh naskah hak asasi manusia yang di dalam sistematikanya mencakup: (1)

Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia; dan (2)

Piagam Hak Asasi Manusia.

Sebagaimana diuraikan, sebelum ditetapkannya Ketetapan tersebut, pada

tanggal 15 Agustus 1998 Presiden B.J. Habibie telah menetapkan berlakunya

Keppres Nomor 129 Tahun 1998 tentang ―Rencana Aksi Nasional Hak Asasi

Manusia Indonesia 1998–2003‖, yang lazim disebut sebagai RANHAM.

Perkembangan-perkembangan yang terjadi begitu cepat dalam lingkup

domestik maupun internasional, dan kehadiran Kementerian Negara Urusan

Hak Asasi Manusia pada Kabinet Persatuan Nasional, yang kemudian

digabungkan dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia - membuat RANHAM ini

harus disesuaikan.

Keppres Nomor 129 Tahun 1998 tersebut antara lain menegaskan

bahwa RANHAM tersebut akan dilaksanakan secara bertahap dan

berkesinambungan dalam suatu program 5 (lima) tahunan yang akan ditinjau

dan disempurnakan setiap 5 (lima) tahun. Untuk melaksanakan RANHAM

tersebut dibentuk suatu Panitia Nasional yang berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas Panitia Nasional

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang hak asasi manusia;

b. Diseminasi informasi dan pendidikan di bidang hak asasi manusia;

c. Penentuan prioritas pelaksanaan hak asasi manusia;

Page 48: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

39

d. Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang hak asasi manusia yang

telah disahkan.

Sebagai tindak lanjut dari diberlakukannya Keppres Nomor 129 Tahun

1998 tersebut, pada tanggal 28 September 1998 ditetapkanlah Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1998. Undang-undang tersebut menetapkan tentang

pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or

Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan

Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau

Merendahkan Martabat Manusia), namun dengan Declaration (Pernyataan)

terhadap Pasal 20 dan Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 30 ayat (1).37

Babakan selanjutnya yang sangat penting bagi penegakan hak asasi

Manusia dalam era reformasi (setelah bulan Mei tahun 1998) adalah

Ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 dalam Sidang

Tahunan MPR yang pertama pada tanggal 7 – 18 Agustus 2000. Babakan

penting yang dihasilkan dalam Sidang Tahunan tersebut adalah ditetapkannya

Bab khusus yang mengatur mengenai ―Hak asasi manusia‖ dalam Bab XA

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945. Isi Bab tersebut memperluas

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang semula hanya terdiri dari 1 pasal

dan 1 ayat, menjadi beberapa pasal dan beberapa ayat. Pasal-pasal dan ayat-

ayat tersebut tercantum dalam Pasal 28A hingga Pasal 28J. Di satu sisi

pencantuman pasal-pasal yang secara khusus mengatur mengenai hak asasi

manusia dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 merupakan

suatu kemajuan yang cukup signifikan, karena proses perjuangan untuk

melakukan hal itu telah lama dilakukan. Namun di sisi lain hal ini justru

37

Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan Convention Against Torture and

Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan

Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat

Manusia) Pasal 1.

Page 49: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

40

menjadi sesuatu yang merancukan karena pasal-pasal tentang hak asasi

manusia yang dicantumkan dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar

1945 tersebut sebagian besar merupakan pasal-pasal yang berasal –atau

setidak-tidaknya memiliki redaksional yang serupa dengan beberapa pasal--

dari Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 dan Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999. Kedua ketentuan yang disebut terakhir ini juga mengatur

mengenai ―Hak Asasi Manusia‖. Dengan dicantumkannya ketentuan-

ketentuan tentang hak asasi manusia di dalam Perubahan Kedua Undang-

Undang Dasar 1945 itu –terlepas dari masih adanya kekurangan-kekurangan

di dalam rumusan dari beberapa pasalnya, setidak-tidaknya bangsa Indonesia

telah memiliki landasan yang lebih signifikan dalam bidang hak asasi

manusia. Namun demikian, bukan berarti masalah-masalah hak asasi manusia

akan segera menghilang dari dunia politik dan ketatanegaraan Indonesia.38

2. Asas-Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia menurut Undang-Undang

Nomor 39 tahun 1999

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sering disebut sebagai angin

Segar bagi jaminan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, meskipun

pada waktu itu Undang-Undang Dasar 1945 masih dianggap cukup

memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia. Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 ini memberi pengaturan yang lebih rinci tentang

pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Dengan dilandasi asas-asas

hak asasi manusia yang universal seperti tertuang dalam Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia, Undang-Undang ini memberikan jaminan perlindungan

dan pelaksanaan hak asasi manusia bagi setiap warga negara. Asas-asas

tersebut di antaranya, pertama, Undang-Undang ini mengaskan komitmen

bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan

38

Rhona K. M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008) h.252

Page 50: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

41

manusia (Pasal 2).39

Dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui

dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kewajiban manusia sebagai hak

kodrati yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia. Hak ini harus

dilindungi, dihormati dan ditingkatkan demi peningkatan martabat

kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan.

Untuk itu negara disebut sebagai unsur utama dalam pemajuan dan

perlindungan hak asasi manusia.

Kedua, menegaskan prinsip nondiskriminasi (Pasal 3 dan Pasal 5).

Setiap orang dilahirkan dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat,

sehingga berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan yang

sama di hadapan hukum. Ketiga, jaminan perlindungan atas hak-hak yang

tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun (Pasal 4). Hak yang termasuk ke

dalam kategori ini adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak atas

kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama, hak untuk

tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi, persamaan hukum dan

hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroactive).

Berikut ini beberapa Asas-Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia

menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 :

(a) Persamaan di Hadapan Hukum dan Imparsialitas (Pasal 5)

Setiap orang berhak menuntut dan diadili dengan memperoleh

perlakuan dan pelindungan yang sama di depan hukum. Setiap

orang tanpa kecuali, termasuk mereka yang tergolong kelompok

rentan, berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari

pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.

(b) Perlindungan Masyarakat Adat (Pasal 6)

Keberagaman masyarakat adat di Indonesia yang telah memiliki

hukum adat yang juga merupakan bagian dari hukum Indonesia

ikut melatar belakangi jaminan perlindungan hak asasi manusia

bagi hak-hak masyarakat adat. Dalam rangka penegakan hak asasi

manusia, perbedaaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat

39

Rhona K. M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008) h.253

Page 51: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

42

harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan

pemerintah. Idenitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak

atas tanah, harus dilindungi selaras dengan perkembangan jaman.

(c) Upaya Hukum Nasional dan Internasional (Pasal 7)

Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum

nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi

manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum

internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh

Indonesia.

(d) Tanggung Jawab Pemerintah (Pasal 8)

Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi

manusia menjadi tanggung jawab pemerintah, Undang-Undang

Dasar 1945 pun telah menyebutkan hal ini.

3. Hak-Hak yang Diatur dan Dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999

(a) Hak untuk Hidup (Pasal 9)

Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan

meningkatkan taraf kehidupannya. Setiap orang berhak hidup tentram,

aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Setiap orang berhak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat.

(b) Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan (Pasal 10)

Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui pernikahan yang sah. Perkawinan yang sah hanya dapat

berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang

bersagkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(c) Hak untuk Mengembangkan Diri (Pasal 11-16)

Undang-Undang Dasar 1945 juga memberi jaminan perlindungan hak

untuk mengembangkan diri dalam Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28F Di

antaranya menegaskan perlindungan hak untuk tumbuh kembang, bidang

pendidikan, hak untuk memperoleh dan menyebarkan informasi,

termasuk di dalammnya hak untuk berkomunikasi, dan hak untuk

bersosialisasi. Undang-Undang ini memberikan jaminan bagi setiap orang

untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya baik secara pribadi

maupun kolektif untuk membagun dirinya, masyarakat lingkungannya

serta bangsa dan negara dengan segala jenis sarana yang tersedia. Hal ini

termasuk dalam pemanfaatan informasi dan teknologi serta kesempatan

dalam melakukan pekerjaan sosial dan mendirikan organisasi untuk itu

dan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.

Page 52: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

43

(d) Hak untuk Memperoleh Keadilan (Pasal 17-19)

Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan

dengan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana,

perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang

bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin

pemerikasaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk

memperoleh putusan yang adil dan benar.

(e) Hak atas Kebebasan Pribadi (Pasal 20-27)

Hak atas kebebasan pribadi merupakan salah satu hak yang paling

mendasar bagi setiap orang karena menyangkut juga hak menentukan

nasib sendiri. Dari berbagai hak yang dilindungi dalam hak asasi manusia,

hak atas kebebasan pribadi dan kebebasan berekspresi, mengeluarkan

pendapat, berserikat dan berkumpul adalah hak yang paling penting.

(f) Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35)

Hak atas rasa aman ini meliputi hak-hak yang dapat dilindungi secara

fisik maupun psikologis. Hak ini di antaranya meliputi hak suaka, hak

perlindungan, hak rasa aman, hak rahasia surat, hak bebas dari

penyiksaan, dan hak tidak diperlakukan sewenang-wenang.

(g) Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42)

Hak-hak generasi kedua ini sejajar dengan perlindungan bagi hak

ekonomi, sosial dan budaya yaitu hak atas terciptanya kondisi yang

memungkinkan bagi setiap individu untuk mengembangkan

kemampuannya semaksimal mungkin. Hak-hak tersebut di antaranya

meliputi hak milik, hak atas pekerjaan, hak mendirikan serikat pekerja,

hak atas kehidupan yang layak, hak atas jaminan sosial dan hak atas

perawatan. Hak-hak atas kesejahteraan ini sangat diperjuangkan dengan

gigih oleh bangsa-bangsa sosialis, sehingga kental sekali keberpihakan

terhadap kaum buruh. Bukan hanya bagi kaum buruh, hak atas

kesejahteraan ini berlaku untuk siapa pun, tidak terkecuali orang-orang

yang berkebutuhan khusus. Tidak ada diskriminasi dalam jaminan

perlindungan hak atas kesejahteraan ini. Anak-anak, dewasa, perempuan,

laki-laki, orang berkebutuhan khusus atau tidak, semua berhak

mendapatkan porsi yang sesuai. Misalnya perlakuan khusus bagi orang

seperti lansia, anak-anak, penyandang cacat, hal ini tentunya dengan

mempertimbangkan keterbatasan mereka.

(h) Hak untuk Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44)

(i) Hak untuk Memilih dan Dipilih

Hak ini sangat terkait dengan hak di bidang politik, di antaranya

keikutsertaan dalam pemilu, baik sebagai calon yang akan dipilih

maupun sebagai pemilih. Hak memlilih dan dipilih ini haruslah sesuai

hati nurani, bukan karena paksaan atau di bawah ancaman. Setiap

Page 53: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

44

warga negara yang telah memenuhi syarat, diantaranya berusia

minimal 17 tahun dan/atau sudah menikah mempunyai hak ini. .

(ii) Hak untuk Mengajukan Pendapat

Melalui wakil rakyat di DPR, DPRD maupun DPD, masyarakat dapat

berpartisipasi dalam pemerintahan. Termasuk mengajukan usulan,

permohonan, pengaduan dan bahkan kritik terhadap pemerintah dalam

rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien.

Upaya yang dilakukan dapat secara lisan maupun tulisan. Aspirasi

dapat disampaikan secara langsung di antaranya kepada para wakil

rakyat yang duduk di pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintah,

lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Dengan adanya kemajuan

teknologi dan informasi, masyarakat bahkan dapat menyampaikan

aspirasinya melalui surat dan bahkan short message service (sms)

kepada Presiden. Hal ini menunjukkan adanya jaminan atas hak

mengajukan pendapat dalam rangka berpartisipasi dalam

pemerintahan.

(i) Hak Perempuan (Pasal 45-51)

Perempuan yang digolongkan dalam kelompok masyarakat rentan

(vulnerable people) mendapat tempat khusus dalam pengaturan jaminan

perlindungan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 ini. Pada umumnya hak yang diberikan kepada kaum perempuan

sama dengan hak-hak lain seperti yang telah disebut di atas, hanya saja

dalam bagian ini hak bagi kaum perempuan lebih dipertegas. Asas yang

sangat mendasari hak asasi bagi perempuan di antaranya hak perspektif

gender dan anti diskriminasi. Artinya kaum perempuan mempunyai

kesempatan yang sama seperti kaum pria untuk mengembangkan dirinya,

seperti dalam dunia pendidikan, pekerjaan, hak politik, kedudukan dalam

hukum, kewarganegaraan, hak dan kewajiban dalam perkawinan.

(j) Hak Anak (Pasal 52-66)

Dalam Konvensi tentang Hak Anak, yang dimaksud dengan anak

adalah setiap orang belum mencapai usia 18 tahun. Hak asasi anak telah

diakui dan dilindungi sejak masih dalam kandungan. Setiap anak yang

cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,

pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin

kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa

percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap anak berhak

untukmemperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan

setiap pekerjaan yang membehayakan dirinya, sehingga dapa

mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan

mental spiritualnya.

Page 54: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

45

BAB III

LEMBAGA HUKUM YANG MENGELUARKAN SP3

A. Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Sejarah Lembaga Kepolisian

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan

kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia,

Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata

keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung

dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama

satuan angkatan bersenjata yang lain. Proses sejarah didirikan nya Polri sudah

melewati beberapa masa/jaman dari Kerajaan Majapahit hingga saat ini, Dalam

perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global,

Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan

tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional

maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang

telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif

dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di

Kamboja (Asia).

Pada saat Nusantara/Indonesia masih menganut sistem kerajaan, sudah

dibentuk pasukan yang bertugas melindungi raja dan kerajaan yang disebut

dengan Bhayangkara oleh Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada. Semasa zaman

kolonial Belanda pembentukan pasukan pengamanan diawali dengan bertujuan

untuk mengamankan kekayaan dan aset orang-orang eropa di Hindia Belanda

pada saat itu. Tahun 1867 sejumlah warga Eropa di kota Semarang, merekrut 78

orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka. Seiring berkembangnya zaman

pemerintahan Belanda membentuk pasukan pengamanan kepolisian hanya dari

kalangan orang berkulit putih saja. Sehingga pada masa pemerintahan Deandels,

kepolisian menjadi dua bentuk bagian yaitu kepolisian bersenjata yang diisi oleh

orang-orang Belanda dan kepolisian pamong praja yang diisi oleh orang pribumi

Page 55: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

46

dan tidak diperkenankan memegang senjata. Selain kedua bentuk tersebut,

dibentuk pula satuan pasukan bernama gewarpende politie yang kemudian

berubah menjadi veld politie merupakan bagian dari unit pemadam

pemberontakan pada waktu itu.1

Pada waktu Indonesia merdeka yang diproklamasikan oleh Soekarno dan

Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 Secara resmi kepolisian menjadi

kepolisian Indonesia yang merdeka. Dalam peoses perkembangannya struktural

kedudukan Kepolisian Republik Indonesia mengalami perubahan.2 Setelah

proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) pada tanggal 19 agustus 1945 menetapkan bahwa polisi

dimasukan kedalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Pada tanggal 22

agustus 1945, dideklarasikan kelahiran Polisi Nasional Indonesia. Pada tanggal 1

oktober 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat pemerintah yang

ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Jaksa

Agung, yang menyatakan bahwa semua kantor Kejaksaan masuk ke dalam

lingkungan Departemen Kehakiman, sedangkan semua kantor badan

Kepolisian masuk ke dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri.3

Setelah berjalannya waktu kedudukan kepolisian yang berada dibawah

Departemen Dalam Negeri pada saat pelaksanaan dirasa menyulitkan kinerja

kepolisian. Maka diterbitkanlah PP nomor 11/SD tahun 1946 pada tanggal 1 juli

1946, yang menjadikan Polri sebagai institusi yang mandiri, berdiri sendiri

langsung dibawah perdana menteri.4 Pada tanggal ini pula ditetapkanya hari

kelahiran Polri (Hari Bhayangkara).

1 Artikel diakses dari https://www.polri.go.id/tentang-sejarah.php pada tanggal 21 September

2017, Pukul 09:16 WIB

2 Bibit S.rianto, Reformasi Polri Suatu Pemikiran ke Arah Kemandirian Dalam Rangka

Menegakkan Supremasi Hukum (Jakarta: Ghalia, 1999) h.29 3 Mabes Polri, Derap Langkah Polri di Tengah Dinamika Bangsa (Jakarta: Mabes, 2008) h.81

4 Mabes Polri, Derap Langkah Polri di Tengah Dinamika Bangsa (Jakarta: Mabes, 2008) h.83

Page 56: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

47

Perkembangan selanjutnya Kepolisian kemudian disatukan dengan Tentara

Nasional Indonesia (TNI) melalui Undang-Undang No 13 tahun 1961 yang berisi

“Polri berada dibawah Departemen Pertahanan dan Keamanan”. Kepolisian yang

sebelumnya berada di bawah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)

maka melalui Inpres Nomor 2 tahun 1999 kemudian lahir pula Tap MPR nomor

VI dan VII tahun 2002 tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Republik Indonesia ditetapkanlah pemisahan Kepolisian Republik Indonesia

(POLRI) dari tubuh Tentara Nasional Indonsia (TNI). Pemisahan tersebut

dipertegas dengan diubahnya undang-undang nomor 27 tahun 1997 menjadi

undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

2. Kedudukan Kepolisian Republik Indonesia

Berlandaskan pada teori pembagian kekuasaan dan sistem pemerintahan

presidensil, fungsi pemerintahan dipimpin oleh Presiden sebagai lembaga

eksekutif, segala bentuk penyelenggaraan pemerintahan dipertanggungjawabakan

oleh presiden termasuk penyelenggaraan keamanan, ketenteraman dan ketertiban

umum. Setiap lembaga Negara harus menjalankan wewenangnya berdasarkan

undang-undang dalam arti materiil, hal tersebut sebagai konsekuensi logis dari

negara hukum, supremasi hukum dan pemerintahan yang menganut sistem

presidensial yang harus menempatkan semua lembaga kenegaraan berada di

bawah Undang-Undang Dasar 1945, seperti dikemukakan oleh Soewoto

Mulyosudarmo, bahwa konsekuensi dari sistem presidensil, yaitu sebagai sistem

yang menempatkan semua lembaga kenegaraan berada di bawah Undang-

Undang Dasar 1945.5

Pada teori ketatanegaraan, Negara yang dipimpin oleh presiden sebagai kepala

negara dan kepala pemerintahan maka menganut sistem pemerintahan

5 Soewoto Mutyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalu Perubahan Konstitusi

(Prosiding workshop: Assosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur Malang, 2004) h. 7

Page 57: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

48

presidensial dikaitkan dengan makna kepolisian sebagai “alat negara”

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945,

berarti kepolisian dalam menjalankan wewenangnya berada di bawah Presiden

selaku Kepala Negara. Disisi lain fungsi kepolisian juga menjalankan amanat

salah satu “fungsi pemerintahan” yang diselenggarakan oleh Presiden selaku

pemegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif) dan memandatkan sebagiannya

kepada kepolisian terutama tugas dan wewenang di bidang keamanan dan

ketertiban. Sebagaimana dikatakan oleh Bagir Manan, bahwa “Presiden adalah

pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi Negara” tugas dan wewenang

dalam melaksanakan penyelenggaraan Negara sangatlah luas.6

Undang-Undang Dasar 1945 tidak menjelaskan secara tegas kedudukan

kepolisian, Akan tetapi ketentuan ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian, yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut

lembaga kepolisian diposisikan dibawah Presiden dan bertanggungjawab kepada

Presiden. Disamping itu sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

instrumen hukum telah mengatur tentang kedudukan lembaga kepolisian di

bawah Presiden, seperti Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 dan Ketetapan

MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri.

3. Tugas dan Kewenangan POLRI

Tugas pokok kepolisian dan wewenangnya adalah memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat serta menyelenggarakan kepentingan umum, sehingga

fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya untuk mendukung tujuan

negara, dengan terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif

(pengendalian) dan tugas preventif (Pencegahan). Tugas represif ini adalah

menjalankan peraturan berdasarkan undang-undang apabila terjadi adanya

6 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan (Yogyakarta:GamaMedia-Pusat Studi Hukum

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,1999) h.122

Page 58: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

49

peneyimpangan/pelanggaran norma hukum. Sedangkan tugas preventif dari

kepolisian ialah menjaga serta mengawasi agar tidak terjadinya pelanggaran

norma hukum yang dilakukan oleh seseorang. Maka dari itu Tugas utama dari

kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Didalam Undang-

Undang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 13 Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan

bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum;

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Selanjutnya pada Pasal 14 dijelaskan bahwasanya dalam melaksanakan

tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik

Indonesia bertugas :

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan

ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya menguraikan pengertian

penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta tugas dan

wewenangnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian;

Page 59: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

50

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan

tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Tercantum pada Pasal 15 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan, bahwasannya dalam rangka

menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14

Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam ruang lingkup kewenangan

administratif kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

B. Kejaksaan Republik Indonesia

1. Sejarah Lembaga Kejaksaan

Dalam sejarahnya Lembaga Kejaksaan sebenarnya sudah dipraktekkan jauh

sebelum Indonesia merdeka. Salah satunya dipraktekkan pada zaman Kerajaan

Page 60: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

51

Majapahit, pada masa tersebut menggunakan istilah dhyaksa, adhyaksa, dan

dharmadhyaksa ketiga istilah tersebut digunakan untuk menempatkan posisi dan

jabatan tertentu di kerajaan. Ketiga istilah tersebut berasal dari bahasa kuno, yakni

dalam Bahasa Sansekerta. W.F. Stutterheim seorang peneliti dari Belanda

mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat Negara di zaman Kerajaan Majapahit,

lalu adhyaksa adalah hakim yang bertugas untuk menangani perkara peradilan

dalam sidang pengadilan, sedangkan dharmadhyaksa adalah pejabat khusus yang

menangani persoalan agama.7

Dalam perkembangannya pada zaman kolonial belanda, dibentuk sebuah

institusi yang dinamakan dengan istilah officer van justitie, dalam tugas pokoknya

adalah menuntut sesorang yang melanggar norma hukum ke pengadilan. Istilah

jaksa umumnya digunakan untuk menerjemahkan istilah officer van justitie,

istilah tersebut digunakan oleh kesultanan di jawa untuk menuntut sesorang yang

melakukan tindak kejahatan diproses kehadapan mahkamah dan dihukum. Namun

demikian pada prakteknya hanya digunakan sebagai alat kekuasaan Belanda.

Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban

misi yakni antara lain:8

a. Untuk mempertahankan segala peraturan Negara

b. Untuk melakukan penuntutan dalam segala tindak pidana

c. Untuk melaksanakan putusan pengadilan pidana

Seiring berkembangnya zaman di Indonesia Peranan Kejaksaan sebagai satu-

satunya lembaga penuntut umum secara resmi difungsikan pertama kali oleh

Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942.

Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak

Saikoo Hoooin (Pengadilan Agung), Koootooo Hooin (Pengadilan Tinggi) dan

7 Kejaksaan RI http://www.kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=3 pada tanggal 10

september 2017, Pukul 20.40 WIB

8 Yuzril Ihza Mahendra http://yusril.ihzamahendra.com/?p=329/ pada tanggal tanggal 10

september 2017, Pukul 21.10 WIB

Page 61: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

52

Tihooo Hooin (Pengadilan Negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa

Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:9

a. Menyidik kejahatan dan pelanggaran;

b. Menuntut Perkara;

c. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal;

d. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Pada tanggal 19 Agustus 1945 awal masa kemerdekaan, fungsi kejaksaan

dalam hal penuntutan tetap dilaksanakan, Lalu Presiden RI mengumumkan

pengangkatan Jaksa Agung RI yang pertama yaitu Mr. Gatot. Kedudukan Jaksa

Agung pada saat itu ada pada Mahkamah Agung, karena pada masa awal

kemerdekaan disebutkan Jaksa Agung ada pada Mahkamah Agung, dan kejaksaan

Tinggi ada pada Pengadilan Tinggi serta Kejaksaan Negeri ada pada Pengadilan

Negeri. Dari dasar tersebut, maka Jaksa Agung pada saat itu secara operasional

bertanggung jawab pada Mahkamah Agung, sedangkan secara administratif

bertanggung jawab pada Departemen Kehakiman.10

Walaupun Indonesia telah merdeka namun, kejaksaan belum memiliki

peraturan perundang-undangan pada awal kemerdekaan yang mengatur secara

khusus tentang kedudukan, tugas dan kewenangan kejaksaan, maka dari itu

pemerintah masih tetap menggunakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah

Hindia Belanda. Dasar hukum yang dipakai yaitu berdasarkan Aturan Peralihan

UUD 1945 Pasal II yang mengatakan bahwa ”segala badan Negara dan peraturan

yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut

Undang-Undang Dasar ini”.11

Kedudukan tersebut bertahan sampai 1961,

9 Kejaksaan RI http://www.kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=3/ diakses pada

tanggal 10 september 2017, Pukul 20.40 WIB

10

Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa Ditengah-tengah Masyarakat (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1985) h.87

11

Yuzril Ihza Mahendra http://yusril.ihzamahendra.com/?p=329/ pada tanggal tanggal 10

september 2017, Pukul 21.10 WIB

Page 62: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

53

kemudian pada saat dikeluarkannya undang-undang No. 15 tahun 1961 tentang

kejaksaan, maka mulai saat lahirnya undang-undang tersebut, Kejaksaan terpisah

dari Departemen Kehakiman. Dan pada saat ini Kejaksaan Republik Indonesia

adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara. Sebagai badan

yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh

Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan

kekuasaan Negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan

satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan

2. Kedudukan Kejaksaan

Struktur Ketatanegaraan Indonesia disusun dengan sedemikian rupa dengan

karakter yang lahir dari sejarah perkembangan bangsa. dalam perkembangan

ilmunya, hukum dapat dibagi dalam hukm Privat dan Hukum Publik. Hukum

Privat merupakan hukum yang mengatur orang perorangan, sedangkan hukum

publik merupakan hukum yang mengatur hubungan orang dengan negara. Dalam

hukum Publik terdapat hukum pidana yang mempunyai sifat utama dalam

pelaksanaannya tidak tergantung kepada persetujuan seorang oknum yang

dirugikan oleh suatu tindak pidana melainkan diserhakan pada lembaga pemeritah

terkait dengan hal tersebut.12

Dasar hukum yang mengatur kedudukan kejaksaan terdapat pada Pasal 2 ayat

(2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik

Indonesia menentukan bahwa kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan secara merdeka. Penjelasan Pasal 2 ayat 2 menguraikan bahwa

yang dimaksud dengan “secara merdeka” dalam ketentuan ini adalah dalam

melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Secara fungsional kejaksaan

12 Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa Ditengah-tengah Masyarakat (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1985) h.81

Page 63: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

54

merupakan lembaga yudikatif yang menjalankan penuntutan di pengadilan,

merupakan salah satu bentuk penegakan hukum yang terikat asas-asas hukum

dan penegakan hukum yang independen terlepas dari kepentingan kekuasaan dan

tidak boleh di intervensi kekuasaan demi pertanggung jawaban hukum dan

keadilan yang merupakan kewajiban negara dan melindungi rakyat.

Mengenai tempat kedudukannya, Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota

Negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan

Negara Republik Indonesia. Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Propinsi

dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Khusus mengenai Kejaksaan

Tinggi Daerah Ibukota Jakarta berkedudukan di Jakarta. Kejaksaan Negeri

berkedudukan di Ibukota Kabupaten atau Kotamadya dan daerah hukumnya

meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya.

3. Tugas dan Kewenangan

Kejaksaan mempunyai beragam tugas dan wewenang didalamnya. Istilah

jaksa dalam peradilan di Indonesia dan dalam menajalankan amanatnya dikenal

dengan istilah jaksa penuntut umum. Istilah tersebut tercantum pula dalam

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ini. Tugas penuntutan yang

diamanatkan oleh jaksa mempunyai pengertian yang dicantumkan dalam KUHAP

Pasal 1 ayat (7), bahwa:

“Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara

pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus

oleh hakim pengadilan.”13

Definisi penuntutan menurut KUHAP tersebut hampir mirip dengan definisi

yang diaajukan oleh Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa, menuntut

seorang terdakwa didepan hakim Pidana adalah menyerahkan perkara dari

seorang terdakwa dengan berkas perkara kepada hakim, dengan permohonan,

13 Lembaran Negara RI, No 76 tahun 1981 (31 Desember 1981) Tentang KUHAP

Page 64: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

55

supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap

terdakwa.14

Wewenang penuntut umum dalam Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana daitur dalam Pasal 14, yaitu:15

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik

atau penyidik pembantu;

b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),

dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan

dari penyidik; memberikan perpanjangan penahanan, melakukan

penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan

setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

c. membuat surat dakwaan;

d. melimpahkan perkara ke pengadilan;

e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari

dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik

kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang

telah ditentukan; melakukan penuntutan;

f. menutup perkara demi kepentingan hukum;

g. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

h. melaksanakan penetapan hakim.

Adapun tugas kewajiban dan wewenang jaksa diatur dalam Undang-Undang

Kejaksaan Nomor 16 tahun 2004, yang terbagi menjadi dua bagian, yakni tugas

secara umum dan tugas secara khusus. Tugas umum jaksa dapat diperinci dari

Pasal 30 sampai Pasal 34. Sedangkan tugas khusus terdapat pada Pasal 35 sampai

Pasal 37. Adapun tugas tersebut sebagaimana termuat dalam Pasal 30 (umum)

adalah:

a. Di bidang pidana

1) kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: melakukan

penuntutan;

2) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

14 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) h.162

15

Lembaran Negara RI, No 76 tahun 1981 (31 Desember 1981) Tentang KUHAP

Page 65: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

56

3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas

bersyarat;

4) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang- undang;

5) melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

b. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa

khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk

dan atas nama negara atau pemerintah.

c. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut

menyelenggarakan kegiatan:

1) peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

2) pengamanan kebijakan penegakan hukum;

3) pengawasan peredaran barang cetakan;

4) pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

masyarakat dan negara;

5) pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

6) penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Page 66: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

57

BAB IV

TINJAUN HAM TERHADAP KEWENANGAN PENYIDIK DALAM

MENGELUARKAN SP3

A. Dasar Hukum Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)

Pengaturan mengenai kewenangan penyidik mengeluarkan surat perintah

penghentian penyidikan didasarkan pada:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Dalam pasal 109 KUHAP dijelaskan bahwa:1

“ayat 1 Dalam hal penyidik telah melakukan penyidikan peristiwa

yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu

kepada penuntut umum, ayat 2 dalam hal penyidik menghentikan

penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut

bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi

hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut

umum, tersangka atau keluarganya, dan ayat 3 dalam hal penghentian

tersebut pada ayat 2 dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud

dalam pasal 6 ayat 1 huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera

disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.”

2. Keputusan Jaksa Agung Nomor 518/A/J.A/11/2001 tentang Administrasi

Perkara Tindak Pidana.

Dalam keputusan tersebut dijelaskan mengenai prosedur mekanisme

dan tahapan administrasi dalam penyelidikan, penahanan, penyidikan

atau bahkan penghentian penyidikan oleh penyidik.2

Dasar hukum di atas pada secara hakiki dapat diklasifikasikan ke dalam

beberapa faktor, seperti; tidak terdapat alat bukti yang cukup, tersangka

meninggal dunia, peristiwa bukan merupakan tindak pidana, tidak terpenuhinya

unsur-unsur tindak pidana baik secara subjektif maupun secara objektif. Faktor

tersebut di atas kemudian dilegitimasi atau diakui sebagai salah satu terobosan

1 Gerry Muhamad Rizki, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), (Jakarta: Pertama Press, 2008) h. 238

2 Artikel diakses pada tanggal 11 oktober 2017, pukul 21:39 pada website resmi kejaksaan

https://kejaksaan.go.id/uplimg/File/KEP-518-A-JA-11-2001%20Tgl.%201%20Nopember%202001.pdf.

Page 67: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

58

dalam menciptakan asas peradilan cepat, tepat dan biaya ringan. Tahapan dalam

prosesi hukum pidana sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimulai dari penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, dakwaan dan putusan pengadilan.

Penyelidikan adalah serangkaian, tindakan penyeledikan untuk mencari dan

menemukan suatu pertistiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan sesuai dengan aturan perundang-

undangan yang berlaku. Adapun penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undan-undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.3

Secara praktis penyidikan dimulai atas dasar didapatkannya bukti permulaan

guna ditingkatkan ke proses penyidikan, kemudian setelah dinyatakan lengkap

penyidik memberikan berkas penyidikannya ke kejaksaan. Akan tetapi, apabila

dalam proses penyelidikan dalam proses penyidikan ternyata ditemukan beberapa

fakta dan bukti yang mengarah bahwa peristiwa tersebut bukan tindak pidana,

tidak terpenuhi unsur-unsur pidana atau bahkan tidak ditemukan kembali barang

dan alat bukti selain bukti permulaan maka pada saat itulah penyidik berwenang

mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Hal ini didasarkan pada

pemikiran bahwa dalam proses pemidanaan tidak dikehendaki adanya pemaksaan

pemidanaan atau kriminalisasi terhadap seorang tersangka tindak pidana baik

tindak pidana umum, khusus atau bahkan tindak pidana korupsi sekalipun. Tidak

hanya itu, adanya kewenangan penyidik untuk mengeluarkan surat perintah

penghentian penyidikan didasarkan pada potensi ganti rugi atau pun rehabilitasi

yang dapat dituntut oleh seorang terdakwa apabila kemudian majelis hakim

menyatakan –dalam putusannya- bahwa terdakwa dinyatakan bebas.

3 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, cet.VI (Jakarta: Sinar Grafika,

2012) h.119-120

Page 68: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

59

B. Analisis terhadap Kewenangan Mengeluarkan SP3 dalam Perspektif HAM

Secara filosofis hukum hadir sebagai aturan di tengah masyarakat yang

bertujuan untuk menciptakan perdamaian dan kehidupan yang tertib dan aman.

Dalam persepktif aliran hukum lain dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk

memberikan kemanfaatan dan menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat.4

Seperti yang tercantum pada Al-Qur’an surat An-nisa ayat 135 dan juga hadist

riwayat Bukhari dan Muslim mengenai Hak Asasi Manusia.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

فسكن أو الىالدي أ ولى عل اهيي بالقسط شهداء لل ي والقربيي إى يكي يا أيها الذيي آهىا كىىا قى

بهوا فل تتبعىا الهىي أى تعدلىا أول ا فالل كاى بوا غيا أو فقير وإى تلىوا أو تعرضىا فإى للا

ا تعولىى خبير

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-

benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu

sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka

Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu

karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan

(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha

Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Surat An-Nisa ayat 135)

في بلدكن فإى دهاءكن، وأهىالكن، وأعراضكن، بيكن حرام، كحرهة يىهكن هذا، في شهركن هذا،

هذا

Artinya: “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu terpelihara

antara sesama kamu sebagaimana terpeliharanya hari ini, bulan ini dan

negerimu ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4 Muhamad Sadi Is, Pengantar Ilmu Hukum, cet.I (Jakarta: Prenada Media Group, 2015) h.77

Page 69: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

60

Peningkatan harkat dan martabat manusia hanya bisa bermakna jika dikaitkan

dengan aspek keadilan ekonomi, sosial, dan politik yang menjadikan itu sebagai

kemaslahatan masyrakat bersama. Prinsip-prinsip al-Qur'an di atas mengatur

sedemikian rupa sehingga hak-hak manusia tidak dilanggar baik dalam tingkat

individu, keluarga, maupun masyarakat. Baik secara ekonomi, sosial, maupun

politik. Jadi, persamaan hak, keadilan, tolong-menolong, dan persamaan di depan

hukum adalah prinsip-prinsip kunci yang sangat diperhatikan di dalam Syari'ah.

Dalam sejarah peradaban Islam, prinsip-prinsip ini dipegang oleh umat Islam

sebagai cara hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan prinsip-

prinsip yang sangat jelas di atas, maka setiap pemaksaan kehendak, penindasan,

diskriminasi, intoleransi, terorisme, dan hal-hal yang menyalahi sunnatullah

bukanlah ajaran Islam. Sekalipun hal ini dilakukan oleh oknum umat Islam,

namun ini tetap sebagai bukan ajaran Islam.5

Aristoteles membedakan keadilan pada dua hal, seperti; keadilan distributif

dan keadilan komulatif. Keadilan distributif adalah keadilan yang titik tolak

pengukurannya didasarkan pada kebutuhan individu masyarakat. Konsep keadilan

itu tidak memandang persamaan pemenuhan kebutuhan antar individu melainkan

disesuaikan dengan profesi dan aktivitasnya. Sementara itu, keadilan komulatif

adalah keadilan yang diukur berdasarkan persamaan kebutuhan masyarakat tanpa

memandang perbedaan kebutuhan profesi dan aktifitasnya.6

Legitimasi terhadap dua kategori keadilan tersebut tentunya berangkat dan

bertitik tolak pada pertimbangan terhadap Hak Asasi Manusia, dimana HAM

mengakomodir mengenai hak sipil politik dan hak ekonomi, social dan budaya

sesuai dengan konsideran Universal Declaration of Human Right. Dalam UDHD

tersebut seorang individu harus mendapatkan pengakuan dan jaminan keadilan di

5 Artikel diakses dari http://www.annaba-center.com/kajian/hak-asasi-manusia-ham-dalam-

perpesktif-al-quran-dan-al-sunnah Pada tanggal 16 november 2017, Pukul 12:50 WIB.

6 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet.VII (Jakarta: Balai

Pustaka, 1987) h.13

Page 70: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

61

depan hukum.7 Dalam penerapannya, hukum positif Indonesia mendudukkan

seluruh individu masyarakat dalam kedudukan yang sama di mata hukum

(Equality before The Law). Dalam Hak Asasi Manusia terdapat poin penting

sebagai berikut:

1. Jaminan pengakuan oleh negara;

2. Kebebasan berpendapat;

3. Kebebasan berserikat;

4. Persamaan di mata hukum; dan

5. Kebebasan beragama.

Asas persamaan di depan hukum sejatinya harus diterapkan dalam mekanimse

pembuktian baik di pengadilan maupun di luar pengadilan dalam menciptakkan

keadilan tersebut. Hukum tidak memandang profesi, sifat mapun hal lain terkait

di luar yang berkaitan dengan unsur-unsur yang dapat mengintimidasi penerapan

hukum di nasional. Oleh karena itu, Hak Asasi Manusia (HAM) jelas tidak

mentolelir upaya pemidanaan secara paksa (kriminalisasi) sehingga apabila tidak

terdapat alat bukti yang mengarah pada ditemukannya status tersangka seorang

pelaku perlu diberikan kewenangan kepada penyidik untuk mengeluarkan Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena apabila tejadi pemaksaan

pemidanaan akan berbenturan dengan norma-norma hukum dan Hak Asasi

Manusia.

7 Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, cet.V (Jakarta: Grafiti, 2008) h.16-18

Page 71: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk menjawab semua rumusan masalah dan pembahasan

sebagimana dijelaskan pada bab sebelumnya, penulis mengemukakan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Latar belakang kewenangan penyidik dalam mengeluarkan

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam tindak

pidana korupsi adalah demi mewujudkan peradilan yang cepat,

tepat dan biaya ringan dengan beberapa alasan seperti; tidak

ditemukan alat/barang bukti yang cukup, peristiwa bukan

merupakan tindak pidana baik ringan, umum maupun ekstra

ordinary seperti korupsi, tersangka meninggal dunia dan tidak

terdapat unsur-unsur pidana dalam peristiwa yang terjadi sesuai

dengan pasal 109 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

dan Keputusan Jaksa Agung nomor 518/A/J.A/2001 tentang

Administrasi Perkara Tindak Pidana.

2. Batas kewenangan penyidik dalam mengeluarkan Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perspektif Hak

Asasi Manusia (HAM) dibatasi dengan jaminan hak sipil,

politik, ekonomi, social dan budaya dimana individu

masyarakat harus mendapat jaminan keadilan dan persamaan di

depan hukum serta lepas dari intervensi hukum dan

kriminalisasi yang dipaksakan.

Page 72: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

63

B. Saran

Berdasarkan semua penjelasan tersebut, penulis memberikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Peninjauan kembali terhadap kedudukan penyidik di Komisi

Pemberantasan Korupsi yang tidak memiliki kewenangan

untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

terkait korupsi berdasarkan persepktif Hak Asasi Manusia atas

tersangka Koruptor.

2. Perumusan peraturan perundang-undangan spesifik secara

komprehensif terkait posisi penyidik di Komisi Pemberantasan

Korupsi.

3. Konsekuensi dari kewenangan dan kewajiban khusus mengenai

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) itu dengan

sendirinya menuntun kepolisian dan kejaksaan bekerja cermat

sehingga tidak boleh ada orang yang ditetapkan sebagai

tersangka (dan ditangkap) sebelum ada bukti yang benar-benar

kuat, tidak boleh pula ceroboh dalam menyusun dakwaan yang

dapat menyebab kanseorang terdakwa lolos dari hukuman.

4. Alasan “tidak cukup bukti” yang sering digunakan oleh

penyidik untuk menghentikan penyidikan jangan digunakan

lagi. Dengan tidak digunakannya alasan tersebut maka

masyarakat tidak lagi beranggapan bahwa penegak hukum

tidak serius dalam penanganan suatu kasus perkara tindak

pidama korupsi.

Page 73: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

64

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Alfitra. “Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana” (Jakarta:

Raih Asa Sukses, 2012)

Alrasid, Harun. Pengisian Jabatan Presiden, (Jakarta: PT Pustaka

Utama Grafiti, 1999)

Arinanto Satya. “Hukum dan Demokrasi” (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1991)

Budiardjo, Miriam. “Dasar-dasar Ilmu Politik” (Jakarta: PT.

Gramedia, 1985)

Danil, Elwi. “Korupsi Konsep, Tindak Pidana, dan

Pemberantasannya” (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2011)

Davidson, Scott. “Hak Asasi Manusia, cet.V” (Jakarta: Grafiti, 2008)

Djaja, Ermansyah. “Memberantas korupsi bersama KPK” (Jakarta:

Sinar Grafika, 2009)

Effendy, Marwan. “Sistem Peradilan Pidana: Tinjauan terhadap

Beberapa Perkembangan Hukum Pidana” (Jakarta: Referensi,

2012) Effendy, A. Masyhur. “Perkembangan dimensi Hak Asasi Manusia

(HAM) & Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia” (Bogor: Ghalia, 2005)

Elliot, Kimberly Ann. “Corruption and The Global Economy” Edisi

Pertama (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1999)

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. “Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

Ganjong. “Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum” (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2007)

Hadjon, Philipus Mandiri. “Tentang Wewenang” (Jakarta: Yuridika,

1997)

Handoyo, B. Hestu Cipto. “Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan

dan Hak Asasi Manusia” (Yogyakarta:Universitas Atma Jaya

Page 74: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

65

Yogyakarta, 2003)

Harahap M, Yahya. “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan” (Jakarta: Sinar Grafika,

2009)

Hartanti, Evi. “Tindak Pidana Korupsi” (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)

Hamzah, Andi. “Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan

Internasional” (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)

-------------------- “Hukum Acara Pidana Indonesia” (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008)

-------------------- “Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, cet.

VI” (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)

Ibrahim, Jhonny. “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”

(Malang: Bayumedia Publishing, 2008)

Irfan, M. Nurul. “Korupsi dalam Hukum Pidana Islam” (Jakarta:

Hamzah, 2011)

Ilyas, Amir. “Asas-Asas Hukum Pidana” (Yogyakarta: Rengkang

Education 2012)

Kansil, C.S.T. “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,

cet.VII” (Jakarta: Balai Pustaka, 1987)

K. M. Rhona, Smith. “Hukum Hak Asasi Manusia” (Yogyakarta:

PUSHAM UII, 2008

Lamintang, P.A.F. “Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia”

(Bandung: Sinar Baru, 1984)

-------------------- “Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia” (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 1997)

Manan, Bagir. “Lembaga Kepresidenan” (Yogyakarta: Gama Media

Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam

Indonesia,1999)

Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum” (Jakarta: Kencana,

2010)

Muladi, H. “Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya

Page 75: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

66

dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat” (PT Refika

Aditama, Bandung, 2005)

Mulyadi, Lilik. “Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya” (Bandung: P.T.Alumni, 2007)

Mutyosudarmo, Soewoto. “Pembaharuan Ketatanegaraan Melalu

Perubahan Konstitusi” (Prosiding workshop: Assosiasi

Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur Malang, 2004)

Moeljatno. “Asas-asas Hukum Pidana” (Jakarta: Bina Aksara, 1987)

Nasution, A.H. “Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 7: Masa

Konsolidasi Orde Baru” (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989)

Naning, Ramdlon. “Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di

Indonesia” (Jakarta: Lembaga Kriminologi Universitas

Indonesia, 1983)

Poerwadarminta, W. J. S. “Kamus Umum Bahasa Indonesia” (Jakarta:

Balai Pustaka,1976)

Prakoso, Djoko dan Agus Imunarso. “Hak Asasi Tersangka dan

Peranan Psikologi dalam Konteks KUHAP” (Jakarta: Bina

Aksara, 1987)

Prakoso, Djoko. “Eksistensi Jaksa Ditengah-tengah Masyarakat”

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985)

Renggong, Ruslan. “Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-delik di

Luar KUHP” (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016)

Rizki, Gerry Muhamad. “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)” (Jakarta: Pertama Press, 2008)

Rozali, Abdullah dan Syamsir. “Perkembangan HAM dan Keberadaan

Peradilan HAM di Indonesia” (Jakarta: Ghalia Indonesia,2002)

S.rianto, Bibit. “Reformasi Polri Suatu Pemikiran ke Arah

Kemandirian Dalam Rangka Menegakkan Supremasi Hukum”

(Jakarta: Ghalia, 1999)

Sadi Is, Muhamad. “Pengantar Ilmu Hukum, cet.I” (Jakarta: Prenada

Media Group, 2015)

Page 76: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

67

Santoso, Eko. “Mengenali dan Memberantas Korupsi” (Jakarta: KPK,

tth)

Soekanto, Soerjono dan Mamudji Sri. “Penelitian Hukum Normatif :

Suatu tinjauan singkat” (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,

2003)

Sudarto. “Hukum Pidana 1A-1B” (Purwokerto: Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman, 1990)

Sunggono, Bambang. “Metodologi Penelitian Hukum” (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2015)

Supomo. “Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia”

(Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1974)

Suradji, Pularjono, dan Tim Redaksi Tatanusa, eds., “Tiga Undang-

Undang Dasar: UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS

1950” (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981)

Yamin, Muhammad. “Tindak Pidana Khusus” (Bandung: Pustaka

Setia, 2012)

Polri, Mabes. “Derap Langkah Polri di Tengah Dinamika Bangsa”

(Jakarta: Mabes, 2008)

Republik Indonesia. “Keputusan Presiden tentang Dekrit Presiden

Republik Indonesia, Panglima Tertinggi Angkatan Perang

tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945”,

Keppres Nomor 150 Tahun 1959

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 129 Tahun 1998. Keppres

tentang Rencana Hak Asasi Manusia Indonesia.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Page 77: KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41781/1/MUHAMMAD... · penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

68

Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1946 Tentang

KUHP

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No. 8 tahun

1981.

Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998

INTERNET

http://www.kejaksaan.go.id/ Sejarah Kejaksaan RI, Keputusan Jaksa

Agung Nomor 518/A/J.A/11/2001 tentang Administrasi

Perkara Tindak Pidana. Artikel diakses dari web resmi

Kejaksaan RI.

https://www.polri.go.id/ Sejarah Polri, Artikel diakses dari web resmi

kepolisian RI

http://www.tribunnews.com/ Qodir, Abdul. “7 Tahun Menyidik,

Kejaksaan Agung Terbitkan SP3 Kasus Dugaan Korupsi

Ambulans Kemenkes”

http://www.hukumonline.com/ Yuntho, Emerson. “Mencermati

Pemberian SP3 Kasus Korupsi”

http://yusril.ihzamahendra.com/ Mahendra, Yuzril Ihza. “Kedudukan

kejaksaan dan posisi jaksa agung dalam sistem presidensial di

bawah uud 1945”

http://www.annaba-center.com/ Ust. Syamsul Arifin Nababan “Hak

Asasi Manusia (HAM) dalam Perpesktif Al-Qur'an dan Al-

Sunnah”